Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Volume 1 Nomor 1, Agustus 2016. Hal.17-28 ANALISIS KETIMPANGAN PENDAPATAN DAN PENGELUARAN ANTAR KECAMATAN DI KABUPATEN ACEH BARAT DAYA Arief Munandar1*, Fikriah2 1) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Email:
[email protected] 2) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Email:
[email protected]
Abstract This study aims to analyze the disparity between the income and expenditure of families in subdistricts in Aceh Barat Daya. Data were collected from observations through a questionnaire that have been distributed based on the population in each district. Sample was determined using the Slovin equation. There were a hundred families which then to be distributed to nine districts in Aceh Barat Daya. Moreover, Data were collected and processed using the Gini Ratio analysis. The results of this study concluded that there was a disparity in income distribution at GR of 0.248, while the value of disparity in expenses distribution was at GR 0.2944. Therefore, intensive efforts are needed to address the imbalances with the aim of disparity is not getting bigger and consequently will increase the income and expenditure as well, especially for the occupation with average income is still relatively small. Keywords: Gini Ratio, disparity, Income and Expenditures, Aceh Barat Daya Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis seberapa besar ketimpangan (disparity) pendapatan dan pengeluaran keluarga antar kecamatan di Kabupaten Aceh Barat Daya. Dalam penelitian ini menggunakan data primer yang dikumpulkan dari observasi melalui alat bantu kuesioner yang telah dibagikan berdasarkan proporsi jumlah penduduk di setiap Kecamatan. Penentuan sampel menggunakan rumus Slovin yaitu sebesar 100 responden berdasarkan KK yang kemudian didistribusi secara proporsional ke sembilan kecamatan yang ada di Kabupaten Aceh Barat Daya. Data yang dikumpulkan lalu diolah dengan menggunakan model analisis Gini Ratio. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa distribusi pendapatan berada pada tingkat ketimpangan rendah yaitu nilai GR sebesar 0.248 sedangkan distribusi pengeluaran yaitu nilai GR sebesar 0.2944. Diperlukan upaya intensif segera untuk mengatasi ketimpangan agar ketimpangan ini tidak semakin besar dan meningkatkan pendapatan dan pengeluaran terutama golongan pekerjaan Petani yang pendapatan rata-ratanya masih relatif kecil. Kata kunci : Gini Ratio, Ketimpangan, Pendapatan dan Pengeluaran, Aceh Barat Daya
17
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Volume 1 Nomor 1, Agustus 2016. Hal.17-28 PENDAHULUAN Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Suryana, 2000:55). Di dalam pembangunan ekonomi selalu muncul polemik dalam menentukan strategi dasar pembangunannya, yaitu memprioritaskan pada pertumbuhan ekonomi atau pemerataan pendapatan. Tingginya ekonomi suatu daerah memang tidak menjamin pemerataan pendapatan, namun pertumbuhan ekonomi yang cepat tetap dianggap merupakan strategi unggul dalam pembangunan ekonomi (Prayitno, 1986). Menurut (Todaro, 2004) ketimpangan (disparity) adalah perbedaan pendapatan yang terjadi antar daerah yang disebabkan karena tidak adanya pemerataan pembangunan ekonomi dan adanya perbedaan perkembangan antara suatu daerah dengan daerah lainnya. Provinsi Aceh merupakan salahsatu bagian provinsi dari Kesatuan Republik Indonesia yang mendapatkan keistimewaan yaitu otonomi khusus (Otsus), Sampai saat ini provinsi Aceh sendiri sudah menerima dana otsus tersebut dari tahun 2008-2015 sebesar 42,2 triliun dan akan berakhir pada tahun 2027 (Bapedda, 2015). Diharapkan dana otsus tersebut sebagai bentuk rekonsiliasi yang bertujuan untuk pembangunan sosial, ekonomi, serta politik dan menekan kesenjangan masyarakat di Aceh secara berkelanjutan. Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) sendiri merupakan salahsatu daerah kabupaten di provinsi Aceh yang telah melalui proses pemekaran pada tahun 2002, dari yang sebelumnya bergabung dengan kabupaten Aceh Selatan. Proses pemekaran ini terjadi tidak lepas dari tuntutan masyarakat di daerah tersebut yang di sebabkan faktor ketidakmerataan pembangunan dan juga faktor kesenjangan antara daerah ibukota kabupaten dengan daerah kecamatan lain terutama daerah yang berada dipinggiran. Tabel 1. Jumlah Penduduk, Luas Wilayah, Tingkat Kepadatan Penduduk dan Jumlah Desa per Kecamatan di Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun 2014 No
Kecamatan
Luas (Km²)
Persentase Luas (%)
Penduduk (jiwa)
Kepadatan (Pddk/Km)
Jumlah Desa
1
Manggeng
40,94
2,17
13.890
339
18
2
Lembah Sabil
99,15
5,27
10.713
108
14
3
Tangan Tangan
132,92
7,06
12.592
95
15
4
Setia
43,92
2,28
8.159
186
9
5
Blangpidie
473,68
25,17
22.039
47
20
6
Jeumpa
367,68
19,54
10.395
28
12
7
Susoh
19,05
1,01
22.944
1.204
29
8
Kuala Batee
176,99
9,40
19.467
110
21
9
Babahrot
528,28
28,07
17.941
34
14
Jumlah
1.882,05
100
138.140
2.151
152
Sumber : Badan Pusat Statistik, Aceh Barat Daya 2016 (Diolah).
Berdasarkan PDRB Kabupaten Aceh Barat Daya menurut lapangan usaha ADHK tahun 2010. Bahwa dari tahun 2012-2014 kontribusi pendapatan paling besar dari keseluruhan lapangan usaha yang ada di Kabupaten Aceh Barat Daya masih disumbang oleh sektor pertanian sebesar 27,1% dari keseluruhan sektor. Pendapatan ini terus meningkat dari tahun 2012-2014 18
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Volume 1 Nomor 1, Agustus 2016. Hal.17-28 dengan persentase rata-rata sebesar 641,7 miliar rupiah. Jumlah ini menandakan bahwa Kabupaten Aceh Barat Daya masih mengandalkan sektor pertanian sebagai tumpuannya. TINJAUAN PUSTAKA Pembangunan Ekonomi Menurut (Arsyad, 1999) pembangunan ekonomi sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan rill perkapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang yang disertai dengan perbaikan sistem kelembagaan. Sebagai suatu proses, maka pembangunan ekonomi mempunyai kaitan dan pengaruh antara faktor-faktor di dalamnya yang dapat menghasilkan pembangunan ekonomi tersebut. Selanjutnya pembangunan ekonomi akan tercermin pada kenaikan pendapatan perkapita dan perbaikan tingkat kesehjateraan masyarakat. Selain itu keberhasilan usaha negara tersebut untuk mendistribusikan pendapatan secara merata dan adil serta dapat mengurangi jumlah kemiskinan yang ada di negara tersebut. Keberhasilan pembangunan ekonomi sendiri terdapat 3 nilai pokok yaitu berkembangnya kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (basicneeds), meningkatnya harga diri (self-esteem) sebagai manusia dan meningkatnya kemampuan masyarakat untuk memilih (freedom from servitude) yang merupakan salah satu dari hak asasi manusia. Teori Pendapatan Pendapatan seseorang dapat didefinisikan sebagai banyaknya penerimaan yang dinilai dengan satuan mata uang yang dapat dihasilkan seseorang atau suatu kelompok dalam periode tertentu. (Reksoprayitno, 2004) mendefinisikan bahwa pendapatan (revenue) dapat diartikan sebagai total penerimaan yang diperoleh pada periode tertentu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendapatan adalah sebagai jumlah penghasilan yang diterima oleh pada anggota masyarakat untuk jangka waktu tertentu sebagai balas jasa atau faktor-faktor produksi yang telah disumbangkan. Pendapatan per Kapita Pendapatan per kapita adalah besarnya pendapatan rata-rata penduduk di suatu negara. Pendapatan per kapita didapatkan dari hasil pembagian pendapatan nasional suatu negara dengan jumlah penduduk negara tersebut. Pendapatan per kapita juga merefleksikan PDB ataupun PDRB per kapita. Pengertian PDRB disini mengacu pada pengertian PDRB menurut Badan Pusat Statistik (2002) bisa dipandang dari sisi produksi dan jumlah nilai tambah suatu wilayah. Bila dipandang dari sudut produksi, PDRB merupakan jumlah nilai produksi neto barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi dalam satu regional atau wilayah selama jangka waktu tertentu yaitu satu tahun. Kurva Lorenz Pada Kurva Lorenz ini menggambarkan distribusi kumulatif nasional di berbagai lapisan penduduk. Kurva ini terletak di dalam sebuah bujur sangkar yang sisi tegaknya melambangkan persentase kumulatif pendapatan nasional, sedangkan sisi datarnya mewakili persentase kumulatif penduduk. Kurva Lorenz dapat dilihat pada gambar 1.
19
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Volume 1 Nomor 1, Agustus 2016. Hal.17-28
Gambar 1. Kurva Lorenz Kurva ini sendiri ditempatkan pada diagonal utama bujur sangkar tersebut. Kurva Lorenz yang semakin dekat dengan garis 45 derajat mengasumsikan bahwa distribusi pendapatan nasional yang semakin merata. Sebaliknya, jika kurva Lorenz semakin jauh dari garis 45 derajat (semakin lengkung), maka mengasumsikan distribusi pendapatan nasional semakin timpang dan tidak merata (Arsyad L. , 1997). Koefisien Gini Ratio (GR) Koefisien Gini Ratio ini pertama kali diperkenalkan oleh Corrado Gini. Gini Ratio ialah tinggi rendahnya ukuran ketimpangan agregat yang mana angkanya berkisar antara nol hingga satu. Artinya semakin mendekati angka nol semakin menunjukan angka pemerataannya yang baik, dan apabila pemerataan semakin menjauh yang mana angka nol mendekati angka satu, maka semakin besar penyebaran tingkat ketimpangannya. Menurut H.T Oshima dalam Suseno (1990 : 120) kriteria klasifikasi penggunaan koefisien Gini Ratio adalah sebagai berikut: Pertama, bila koefisien Gini lebih kecil dari 0,30 : termasuk distribusi ketimpangan rendah (ringan). Kedua, bila koefisien Gini berkisar antara 0,31 - 0,40 : termasuk kondisi ketimpangan sedang. Ketiga, bila koefisien Gini lebih besar dari 0,40 : termasuk kondisi ketimpangan tinggi. Berikut ini cara perhitungan Indeks Gini Ratio (GR).
Keterangan: GR P_i F_i ke-i F_(i-1)
: Koefisien Gini (Gini Ratio) : Frekuensi penduduk pada kelompok pendapatan ke-i : Frekuensi kumulatif dari total pendapatan dalam kelas pendapatan : Frekuensi kumulatif dari total pendapatan dalam kelas pendapatan ke-(i-l)
METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Lokasi penelitian berada pada seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Aceh Barat Daya, yaitu Kecamatan Manggeng, Lembah Sabil, Tangan Tangan, Setia, Blangpidie, Jeumpa, Susoh, Kuala Batee dan Babahrot. 20
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Volume 1 Nomor 1, Agustus 2016. Hal.17-28 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer dari penelitian ini adalah data yang diperoleh secara langsung dari responden dengan menyebarkan kuisioner serta mewawancarai langsung responden yang ada di lapangan khususnya masyarakat kecamatan di Kabupaten Aceh Barat Daya, dimana responden itu nantinya didapati melalui rumus Slovin. Sedangkan data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh baik dari badan pusat statistik (BPS) Kabupaten Aceh Barat Daya maupun data dari penelitian-penelitian sebelumnya. Metode Pengambilan Sampel Metode pengambilan sampel secara (purposive sampling), pemilihan sampel berdasarkan karakteristik tertentu yang bervariasi diantara populasi seperti kepala keluarga (KK) Pegawai Negeri Sipil, ABRI, Wiraswasta, Petani, Buruh, Nelayan dan lain-lain yang bervariasi pola pendapatan dan pengeluarannya. Sedangkan kepada siapa sampel dijatuhkan berdasarkan karakteristik tadi dilakukan secara (convenience sampling). Tujuannya untuk memudahkan peneliti memperoleh sampel. Model Analisis Data Model analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Indeks Gini Ratio (GR). Model ini menunjukkan tinggi rendahnya ukuran ketimpangan atau kesenjangan dalam bentuk rasio yang nilainya antara 0 hingga 1. Dimana nilai 0 menunjukkan bahwa pemerataan yang baik sedangkan nilai 1 menunjukkan ketimpangan yang tinggi. Dapat disimpulkan bahwa semakin mendekati nilai 0 maka semakin baik pemerataannya dan sebaliknya semakin menjauhi nilai 0 dan mendekati nilai 1 maka semakin besar tingkat ketimpangannya. Berikut ini adalah model perhitungan Indeks Gini Ratio (GR):
Keterangan: GR : Koefisien Gini Ratio (GR) : Frekuensi penduduk pada kelompok pendapatan ke-i : Frekuensi kumulatif dari total pendapatan dalam kelas pendapatan ke-i : Frekuensi kumulatif dari total pendapatan dalam kelas pendapatan ke-(i-1) Sedangkan menurut BPS, apabila nilai koefisien Gini lebih kecil dari 0,3 maka ketimpangannya digolongkan dalam kategori rendah, koefisien Gini berkisar antara 0,3 – 0,5 maka digolongkan dalam kategori sedang, dan apabila nilai koefisien Gini lebih besar dari 0,5 maka digolongkan dalam kategori ketimpangan tinggi. Dalam model perhitungan Indeks Gini Ratio (GR) diatas maka dibutuhkan jumlah ratarata pendapatan dan pengeluaran dari rumah tangga di kecamatan Kabupaten Aceh Barat Daya yang sudah dikelompokkan menurut masing-masing tingkatan kelasnya. Populasi dan Sampel Populasi yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah jumlah penduduk atau jumlah kepala keluarga (KK) per kecamatan yang ada di Kabupaten Aceh Barat Daya. 21
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Volume 1 Nomor 1, Agustus 2016. Hal.17-28 Dalam hal ini sampel dari penilitian adalah sebagian populasi per kecamatan yang ada di Kabupaten Aceh Barat Daya. Sampel yang baik dalam sebuah penelitian haruslah mewakili dari keseluruhan populasi yang ada dalam penelitian tersebut. Semakin banyak sampel yang diteliti maka semakin akurat hasil dari suatu penelitian. Untuk menentukan jumlah sampel yang akan diteliti maka digunakan rumus Slovin (Umar, 2008:78), sebagai berikut: Keterangan: n : Jumlah sampel yang diteliti N : Populasi e : Nilai kritis ketelitian Dimana dalam penelitian ini populasi adalah jumlah penduduk atau jumlah kepala keluarga (KK) di Kabupaten Aceh Barat Daya pada tahun 2014 sebanyak 138.140 jiwa dari jumlah kepala keluarga (KK) sebesar 42.112 KK dengan nilai kritis ketelitian sebesar 0,1 atau 10 persen. Sehingga berdasarkan jumlah penduduk maka perhitungannya sebagai berikut: Dari hasil perhitungan menggunakan rumus slovin diatas diharapkan mampu mewakili keseluruhan populasi penduduk Kabupaten Aceh Barat Daya. Selanjutnya jumlah sampel kemudian didistribusikan secara proporsional ke setiap kecamatan yang ada di Kabupaten Aceh Barat Daya. Jumlah sampel yang diambil dapat dilihat pada Tabel 3.1 dibawah ini. Tabel 3.1 Jumlah Penduduk, Jumlah Kepala Keluarga Kabupaten Aceh Barat Daya Dan Distribusi Sampel Berdasarkan Kecamatan No Kecamatan
Jumlah Penduduk(jiwa)
Jumlah Kepala Keluarga (KK)
Persentase (KK)
Jumlah Sampel (KK)
1
Manggeng
13.890
4.309
10,05
10
2
Lembah Sabil
10.713
3.214
7,75
8
3
Tangan Tangan
12.592
3.781
9,11
9
4
Setia
8.159
2.647
5,90
6
5
Blangpidie
22.039
6.642
15,95
16
6
Jeumpa
10.395
3.157
7,52
7
7
Susoh
22.944
6.693
16,60
17
8
Kuala Batee
19.467
6.122
14,09
14
9
Babahrot
17.941
5.547
12,98
13
Sumber: BPS Aceh Barat Daya 2016 dan Aceh Barat Daya Dalam Angka 2015.
HASIL PEMBAHASAN Akumulasi Pendapatan Responden Jumlah akumulasi pendapatan yang lebih tinggi dapat dijadikan indikator bahwa kesehjateraan sebuah keluarga itu lebih baik, begitupun sebaliknya. Dari hasil penelitian di Kabupaten Aceh Barat Daya diketahui bahwa jumlah pendapatan responden berbeda-beda berdasarkan jenis pekerjaan dan anggota keluarga yang bekerja. Kebanyakan responden yang telah diteliti berpendapatan Rp. 2.000.000 s/d > Rp. 2.900.000 22
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Volume 1 Nomor 1, Agustus 2016. Hal.17-28 yaitu sebanyak 24 responden atau 24 persen, yang berpenghasilan Rp. 3.000.000 s/d > Rp.3.900.000 ada sebanyak 18 responden atau 18 persen, pendapatan responden Rp. 1.000.000 s/d > Rp. 1.900.000 sebanyak 15 responden atau 15 persen. Kemudian yang berpenghasilan Rp. 5.000.000 s/d > Rp. 5.900.000 dan Rp. 4.000.000 s/d > Rp. 4.900.000 masing-masing sembilan responden atau sembilan persen dan delapan responden atau sebesar delapan persen. Untuk yang berpenghasilan Rp. 8.000.000 s/d > Rp. 8.900.000 sebanyak tujuh responden atau sebesar tujuh persen. Kemudian yang berpenghasilan Rp. ≥ 10.000.000 sebanyak lima responden atau sebesar lima persen. Adapun yang berpenghasilan Rp. 6.000.000 s/d > Rp. 6.900.000 dan Rp. 7.000.000 s/d > 7.900.000 masing-masing sama yaitu sebanyak empat responden atau empat persen. Dan terakhir responden paling sedikit terdapat pada yang berpenghasilan Rp. 9.000.000 s/d > 9.900.000 dan Rp. ≤ 900.000 yaitu masing-masing sebanyak tiga responden atau sebesar tiga persen. Akumulasi pendapatan responden dapat dilihat pada Tabel 4.8 berikut.
Tabel 4.8. Akumulasi Pendapatan Responden Pendapatan Perbulan (Rp) ≤ 900.000 1.000.000 s/d 1.900.000 2.000.000 s/d 2.900.000 3.000.000 s/d 3.900.000 4.000.000 s/d 4.900.000 5.000.000 s/d 5.900.000 6.000.000 s/d 6.900.000 7.000.000 s/d 7.900.000 8.000.000 s/d 8.900.000 9.000.000 s/d 9.900.000 ≥ 10.000.000 Jumlah Sumber: Hasil Penelitian, 2016.
Jumlah (Jiwa)
Persentase (%)
3 15 24 18 8 9 4 4 7 3 5 100
3 15 24 18 8 9 4 4 7 3 5 100
Akumulasi Pengeluaran Responden Besar kecilnya pengeluaran biasanya dipengaruhi oleh pendapatan. Semakin besar pendapatan responden maka semakin banyak pula pengeluarannya. Dari Tabel 4.9 dapat dilihat bahwa jumlah pengeluaran responden bervariasi. Pengeluaran Rp. 2.000.000 s/d > Rp. 2.900.000 merupakan yang terbesar diantara kelompok pengeluaran lainnya yaitu sebanyak 26 responden atau 26 persen, 21 responden atau 21 persen responden berpengeluaran Rp. 1.000.000 s/d > Rp. 1.900.000, selanjutnya 14 responden atau 14 persen yang mempunyai pengeluaran Rp. 3.000.000 s/d > Rp. 3.900.000, yang pengeluarannya Rp. 4.000.000 s/d > Rp. 4.900.000 sebanyak 12 responden atau 12 persen, kemudian yang mempunyai pengeluaran ≤ 900.000 sebanyak 10 responden atau 10 persen. Selanjutnya yang berpengeluaran Rp. 5.000.000 s/d > Rp. 5.900.000 dan Rp. 6.000.000 s/d > Rp. 6.900.000 masing-masing adalah sebanyak enam responden atau enam persen. Yang berpengeluaran ≥ 9.000.000 sebanyak tiga responden atau tiga persen. Adapun yang mempunyai pengeluaran Rp. 7.000.000 s/d > Rp. 7.900.000 dan Rp. 8.000.000 s/d > Rp. 8.900.000 masing-masing adalah sebanyak satu responden atau satu persen. Tabel 4.9. Akumulasi Pengeluaran Responden 23
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Volume 1 Nomor 1, Agustus 2016. Hal.17-28 Pengeluaran Responden (Rp)
Jumlah (Jiwa)
≤ 900.000 1.000.000 s/d 1.900.000 2.000.000 s/d 2.900.000 3.000.000 s/d 3.900.000 4.000.000 s/d 4.900.000 5.000.000 s/d 5.900.000 6.000.000 s/d 6.900.000 7.000.000 s/d 7.900.000 8.000.000 s/d 8.900.000 ≥ 9.000.000 Jumlah Sumber: Hasil Penelitian, 2016.
10 21 26 14 12 6 6 1 1 3 100
Persentase (%) 10 21 26 14 12 6 6 1 1 3 100
Analisis Gini Ratio (GR) Ketimpangan Pendapatan antar Kecamatan di Kabupaten Aceh Barat Daya Berikut ini adalah tabel distribusi Pendapatan dan Nilai Gini Ratio (GR) Menurut Kecamatan. Perhitungan Gini Ratio (GR) dengan menggunakan program Excel (lampiran 2-7). Tabel 4.10 Distribusi Pendapatan dan Nilai Gini Ratio Menurut Kecamatan Kecamatan
Pendapatan rata-rata (Rp)
Gini Ratio (GR)
Keterangan Ketimpangan
Manggeng
5,015,000
0.343
Sedang
Lembah Sabil
1,356,250
0.325
Sedang
Tangan Tangan
2,755,556
0.154
Rendah
Setia
2,650,000
0.173
Rendah
Blangpidie
5,968,750
0.202
Rendah
Jeumpa
4,728,571
0.256
Rendah
Susoh
6,391,471
0.279
Rendah
Kuala Batee
3,228,571
0.347
Sedang
Babahrot
2,600,000
0.154
Rendah
AcehBarat Daya 3,854,908 0.248 Sumber : Hasil penelitian, 2016 (diolah).
Rendah
Keterangan : < 0,3
Rendah
0,3 - 0,5
Sedang
> 0,5
Tinggi
Berdasarkan Tabel 4.10 dari hasil perhitungan menggunakan Gini Ratio menjelaskan bahwa distribusi pendapatan menurut Kecamatan di Kabupaten Aceh Barat daya memiliki tingkat ketimpangan rendah dan sedang. Pada tingkat ketimpangan rendah terdapat di Kecamatan Tangan-Tangan yaitu pendapatan rata-rata kecamatan ini sebesar Rp. 2,755,556 dan 24
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Volume 1 Nomor 1, Agustus 2016. Hal.17-28 nilai Gini Ratio sebesar 0.154, selanjutnya kecamatan Setia dengan pendapatan rata-rata sebesar Rp. 2,650,000 dan nilai Gini Ratio sebesar 0.173, kemudian kecamatan Blangpidie yaitu pendapatan rata-rata kecamatan ini sebesar Rp. 5,968,750 dan nilai Gini Ratio sebesar 0.202. Kecamatan Jeumpa dan Susoh juga pada ketimpangan rendah yaitu kecamatan Jeumpa pendapatan rata-rata sebesar Rp. 4,728,571 dan nilai Gini Ratio 0.256 dan kecamatan Susoh pendapatan rata-rata Rp. 6,391,471 dan nilai Gini Ratio 0.279. Kecamatan Babahrot juga pada ketimpangan rendah namun juga dengan pendapatan rendah yaitu pendapatan rata-rata sebesar Rp. 2,600,000 dan nilai Gini Ratio 0.154, ini menandakan bahwa mereka hidup sama-sama miskin. Sementara itu, pada tingkat ketimpangan sedang terdapat di kecamatan Manggeng yaitu pendapatan rata-rata sebesar Rp. 5,015,000 dan nilai Gini Ratio 0.343, selanjutnya pada kecamatan Lembah Sabil yang merupakan pendapatan rata-rata terendah dibandingkan dengan kecamatan lainnya tetapi memiliki nilai indeks gini sedang yaitu pendapatan rata-rata sebesar Rp. 1,356,250 dan nilai Gini Ratio 0.325 ini menandakan kemungkinan ada beberapa yang berpendapatan tinggi diantara yang miskin (yang berpendapatan rendah), Kemudian kecamatan Kuala Batee juga pada ketimpangan sedang yaitu pendapatan rata-rata sebesar Rp. 3,228,571 dan nilai Gini Ratio 0.347. Pendapatan rata-rata seluruh kecamatan yang terdapat di Kabupaten Aceh Barat Daya sebesar Rp. 3,854,908 dengan tingkat ketimpangan rendah yaitu nilai Gini Ratio sebesar 0.248. Sehingga dapat disimpulkan bahwa distribusi pendapatan di Kabupaten Aceh Barat Daya terdapat enam kecamatan dengan tingkat ketimpangan rendah dan tiga kecamatan dengan ketimpangan sedang, kemudian pada pendapatan rata-rata tertinggi terdapat di kecamatan Susoh yaitu sebesar Rp. 6,391,471 dan pendapatan rata-rata terendah terdapat di kecamatan Lembah Sabil yaitu sebesar Rp. 1,356,250. Ketimpangan Pengeluaran antar Kecamatan di Kabupaten Aceh Barat Daya Berikut ini adalah tabel distribusi Pengeluaran dan Nilai Gini Ratio (GR) Menurut Kecamatan. Tabel 4.11 Distribusi Pengeluaran dan Nilai Gini Ratio Menurut Kecamatan Kecamatan
Pengeluaran rata-rata (Rp)
Gini Ratio (GR)
Keterangan Ketimpangan
Manggeng
3,924,500
0.3195
Sedang
Lembah Sabil
1,312,000
0.3242
Sedang
Tangan Tangan
2,385,333
0.2581
Rendah
Setia
2,520,833
0.2933
Rendah
Blangpidie
5,122,188
0.3017
Sedang
Jeumpa
2,885,714
0.2641
Rendah
Susoh
4,551,294
0.2383
Rendah
Kuala Batee
2,351,429
0.3162
Sedang
Babahrot
2,086,154
0.3343
Sedang
0.2944
Rendah
Aceh Barat Daya 3,015,494 Sumber : Hasil Penelitian, 2016 (diolah). Keterangan : < 0,3
Rendah
0,3 - 0,5
Sedang
> 0,5
Tinggi
Berdasarkan Tabel 4.11 dari hasil perhitungan menggunakan Gini Ratio menjelaskan bahwa distribusi pengeluaran menurut Kecamatan di Kabupaten Aceh Barat daya juga memiliki tingkat ketimpangan rendah dan sedang. Pada tingkat ketimpangan rendah terdapat di 25
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Volume 1 Nomor 1, Agustus 2016. Hal.17-28 Kecamatan Tangan-Tangan yaitu pengeluaran rata-rata kecamatan ini sebesar Rp. 2,385,333 dan nilai Gini Ratio sebesar 0.2581, selanjutnya kecamatan Setia dengan pengeluaran rata-rata sebesar Rp. 2,520,833 dan nilai Gini Ratio sebesar 0.2933, kemudian kecamatan Jeumpa yaitu pengeluaran rata-rata kecamatan ini sebesar Rp. 2,885,714 dan nilai Gini Ratio sebesar 0.2641. Kecamatan Susoh juga pada ketimpangan rendah yaitu pengeluaran rata-rata sebesar Rp. 4,551,294 dan nilai Gini Ratio 0.2383. Sementara itu, pada tingkat ketimpangan sedang terdapat di kecamatan Manggeng yaitu pengeluaran rata-rata sebesar Rp. 3,924,500 dan nilai Gini Ratio 0.3195, selanjutnya pada kecamatan Lembah Sabil yaitu pengeluaran rata-rata sebesar Rp. 1,312,000 dan nilai Gini Ratio 0.3242, Kemudian kecamatan Blangpidie juga pada ketimpangan sedang yaitu pengeluaran rata-rata sebesar Rp. 5,122,188 dan nilai Gini Ratio 0.3017. Kecamatan Kuala Batee dan kecamatan Babahrot juga pada ketimpangan sedang yaitu masingmasing pengeluaran rata-rata sebesar Rp. 2,351,429 dan Rp. 2,086,154 dan nilai Gini Ratio sebesar 0.3162 dan 0.3343. Pengeluaran rata-rata seluruh kecamatan yang terdapat di Kabupaten Aceh Barat Daya sebesar Rp. 3,015,494 dengan tingkat ketimpangan rendah yaitu nilai Gini Ratio sebesar 0.2944. Sehingga dapat disimpulkan bahwa distribusi pengeluaran di Kabupaten Aceh Barat Daya terdapat empat kecamatan dengan tingkat ketimpangan rendah dan lima kecamatan dengan ketimpangan sedang, kemudian pada pengeluaran rata-rata tertinggi terdapat di kecamatan Blangpidie yaitu sebesar Rp. 5,122,188 dan pengeluaran rata-rata terendah terdapat di kecamatan Lembah Sabil yaitu sebesar Rp. 1,312,000. Selanjutnya dari Tabel diatas maka dapat digambarkan Kurva Lorenz untuk distribusi pendapatan dan pengeluaran menurut kecamatan di Kabupaten Aceh Barat Daya pada Gambar 4.1 dan 4.2 berikut ini.
Gambar 4.1 Kurva Lorenz Distribusi Pendapatan Menurut Kecamatan
Gambar 4.2 Kurva Lorenz Distribusi Pengeluaran Menurut Kecamatan Distribusi Pendapatan dan Pengeluaran Rata-rata Menurut Kecamatan di Kabupaten Aceh 26
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Volume 1 Nomor 1, Agustus 2016. Hal.17-28 Barat Daya dapat juga dilihat pada Gambar 4.3 berikut ini.
Sumber : Hasil Penelitian, 2016 (diolah).
Gambar 4.3 Distribusi Pendapatan dan Pengeluaran Menurut Kecamatan
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan dari hasil penelitian maka dapat diketahui bahwa pendapatan rata-rata masyarakat dari seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Aceh Barat Daya yaitu sebesar Rp. 3,854,908, sedangkan pengeluaran rata-rata masyarakat dari seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten ini yaitu sebesar Rp. 3,015,494. 2. Berdasarkan dari hasil penelitian diketahui bahwa distribusi pendapatan dari kesembilan kecamatan yang ada di Kabupaten Aceh Barat Daya terdapat tiga kecamatan yaitu kecamatan Manggeng, Lembah Sabil, dan Kuala Batee dengan ketimpangan sedang dengan nilai Gini Ratio berkisar antara 0,3 – 0,5. Sedangkan kecamatan lainnya berada pada ketimpangan rendah atau pemerataan sempurna. Namun secara keseluruhan distribusi pendapatan Kabupaten Aceh Barat Daya dikategorikan pada tingkat ketimpangan rendah yaitu nilai Gini Ratio sebesar 0.248. 3.
Selanjutnya, berdasarkan dari hasil penelitian diketahui juga bahwa distribusi pengeluaran dari kesembilan kecamatan yang ada di Kabupaten Aceh Barat Daya terdapat lima kecamatan yang berada pada tingkat ketimpangan sedang yaitu kecamatan Manggeng, Lembah Sabil, Blangpidie, Kuala Batee, dan Babahrot dengan nilai Gini Ratio berkisar antara 0,3 – 0,5. Sedangkan kecamatan lainnya seperti kecamatan Tangan-Tangan, Setia, Jeumpa, dan Susoh berada pada ketimpangan rendah atau pemerataan sempurna. Namun secara keseluruhan distribusi pengeluaran Kabupaten Aceh Barat Daya dikategorikan juga pada tingkat ketimpangan rendah yaitu nilai Gini Ratio sebesar 0.2944.
Saran Berdasarkan hasil dan kesimpulan dari penelitian ini, maka penulis memberikan beberapa saran : 27
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Volume 1 Nomor 1, Agustus 2016. Hal.17-28 1. Diharapkan kepada pemerintah di daerah dapat mengkoordinir aspirasi masyarakat dan memperhatikan kesehjateraan masyarakat, sehingga pemerintah benar-benar memahami karakteristik dan kebutuhan masyarakat masing-masing kecamatan. Diantaranya dengan memberi bantuan modal, membangun infrastruktur dan memperluas lapangan pekerjaan menurut masing-masing sektor yang diunggulkan dari daerah itu sendiri agar ketimpangan masyarakat dapat ditekan dan dikurangi secara berkelanjutan sehingga pendapatan dan pengeluaran masyarakat juga makin bertambah dan semakin merata maka imbasnya perekonomian masing-masing daerah juga semakin lebih baik. 2. Selanjutnya, diharapkan juga kepada masyarakat yang ada di Kabupaten Aceh Barat Daya agar jangan terlalu berharap dan bergantung kepada pemerintah. Masyarakat harus lebih jeli dan kreatif melihat potensi dari daerah masing-masing yang berpeluang untuk dikembangkan. Tujuannya agar industri kreatif dari masyarakat daerah itu sendiri bisa hidup dan berkembang sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan maupun pengeluaran masyarakat daerah dan dapat membantu pemerintah daerah untuk mengurangi pengangguran yaitu dengan membuka lapangan pekerjaan untuk masyarakat. 3. Kemudian, pada penelitian ini, hal yang dilakukan adalah sebatas menganalisa seberapa besar tingkat ketimpangan pendapatan dan pengeluaran yang ada di Kabupaten Aceh Barat Daya. Dan diharapkan untuk peneliti selanjutnya agar dapat lebih memperluas ruang lingkup yang dapat mempengaruhi ketimpangan pendapatan maupun pengeluaran. DAFTAR PUSTAKA Arsyad, Lincolin. (1997). Ekonomi Pembangunan, STIE YKPN, Yogyakarta. Arsyad, (1999). Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. STIE YKPN. Yogyakarta. Badan Pusat Statistik. (2016).Aceh Barat Daya Dalam dalam Angka, BPS Kabupaten Aceh Barat Daya. ---------,. (2016). Statistik Daerah Kabupaten Aceh Barat Daya, BPS Kabupaten Aceh Barat Daya. Bappeda. (2015), Dana Otonomi Khusus Aceh Tahun 2008-2027. Prayitno, Hadi. (1986). Ekonomika Pembangunan, Edisi 1, hal 68, Yogyakarta: BPFE. Reksoprayitno, Soediyono. (2004). Pengantar Ekonomi Makro, Edisi 6, Yogyakarta, BPFE – Yogyakarta. Todaro. (2004). Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Edisi Ketujuh, hal 235, diterjemahkan oleh haris Munandar. Penerbit Erlangga. Jakarta.
28