Jurnal Studi Pembangunan, Oktober 2005, Volume 1, Nomor 1
IMPLEMENTASI PROYEK JALAN DAN JEMBATAN (Studi Kasus Mengenai Implementasi Proyek Jalan dan Jembatan Tahun Anggaran 2003 pada Proyek Jalan Propinsi Medan – Tembung – Kuala Namu)
Johan Samose Harahap, Burhanuddin Harahap, Kariono
Abstract: The road and bridges hold a very important role in serving public with various activities, since its function is recognized to touch one location to other region. This study is to make approach how the system and procedure in a road and bridges project found in line of provincial road of Medan – Tembang – Kuala Namu. In this case adopted a descriptive research with qualitative approach, in the topic the Implementation of Road and Bridges Project (Case Study Concerning the Implementation of Road and Bridges Project for Fiscal Year 2003 on the Provincial Road Project of Line Medan – Tembung – Kuala Namu). In this case, writer takes the implementation on provincial road project for development and it is very important. This project shall be categorized as an infrastructure in connecting to vital superstructure particularly for the plans development of Kuala Namu based airport, run into city. In addition, the existence shall be a connecting road into Medan city with Tembung and to Kuala Namu. This study found that the road and bridges development project still use a top down model and beside it also seen so minimal people participation in the process for that development. The road and bridges project development still doing in repair and patching work particularly in its maintenance. This case related very much with the fund resources by local authority budget, seemly so lower rate for the development purpose and maintenance for infrastructure, road, and bridges. Keywords: policy implementation, system and procedure of project PENDAHULUAN Salah satu upaya pemulihan ekonomi Indonesia adalah melalui konsep pemberdayaan dan pemerataan, dengan pembangunan fasilitasfasilitas publik dari sentra-sentra ekonomi hingga ke pelosok-pelosok wilayah. Di antara fasilitas publik yang sangat penting adalah jalan dan jembatan sebagai prasarana transportasi vital yang menentukan lancar tidaknya arus orang dan barang dalam aktifitas perekonomian. Urgensi jalan dan jembatan sangat jelas, di mana hampir tidak mungkin terjadi arus orang maupun barang dari sentra-sentra penghasil bahan mentah maupun bahan baku ke pabrik-pabrik pengolahan di sentra-sentra industri hingga ke lokasi penjualan, tanpa adanya jalan dan jembatan. Kinerja perekonomian juga diukur dari efektifitas dan efisiensi waktu dan biaya transportasi. Makin
bagus kondisi jalan dan jembatan, maka makin meningkat pula kinerja dan aktifitas perekonomian. Sebaliknya, jika jalan dan jembatan rusak atau kurang bagus, maka bisa terjadi high cost economy (ekonomi biaya tinggi) karena bertambahnya cost produksi untuk perbaikan kendaraan, di samping terciptanya kendala manajerial pergudangan, penjualan, dan sebagainya. Pada dasarnya jalan dan jembatan dapat dibagi menjadi tiga bagian ditinjau dari segi status dan tanggung jawab pembangunan dan pemeliharaan jalan. Berdasarkan Undang – Undang Nomor 13 Tahun 1980 tentang Jalan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 26 tahun 1985 tentang jalan disebutkan bahwa jalan yang ada dalam wilayah Republik Indonesia ini terdiri dari jalan nasional, jalan propinsi dan jalan kotamadya/kabupaten tingkat II. Kondisi jalan
Johan Samose Harahap adalah Staf Dinas Pengairan Pemerintah Provinsi Sumut Burhanuddin Harahap & Kariono adalah Dosen MSP SPs USU
11
Harahap, dkk., Implementasi Proyek Jalan dan Jembatan …
pada tiap-tiap jenis akan sangat ditentukan dari proses pembangunan dan pemeliharaan yang dilakukan oleh provider pembangunan yang melaksanakannya. Dari hasil penelitian Almizan Ulfa yang dipublikasikan dalam Jurnal Demokrasi dan HAM (2002:72), kondisi jalan (Nasional, Propinsi, Kabupaten) sebelum krisis 1997 memperlihatkan trend yang membaik. Namun pada tahun-tahun berikutnya kondisi jalan secara umum semakin memburuk. Pada akhir tahun 2000, 28 persen jalan nasional, 55 persen jalan propinsi, dan 68 persen jalan kabupaten di seluruh Indonesia berada dalam kondisi rusak ringan dan berat. Buruknya kondisi infrastruktur fisik daerah, jelas akan mempengaruhi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat, terutama bagi kalangan ekonomi lemah dan penduduk miskin. Kondisi yang sama bisa saja dialami oleh Sumatera Utara Sedemikian urgennya keberadaan jalan dan jembatan, sehingga dalam perencanaan pembangunan yang tertuang di dalam APBD Propinsi Sumatera Utara, item-item anggaran yang terkait dengan jalan dan jembatan tersebut meliputi beberapa bidang dan sub bidang, yakni: I. Bidang ekonomi: I.1. Sub bidang pengembangan pariwisata: - Program Peningkatan Aksesibilitas objek wisata, Promosi dan Pemasaran Pariwisata serta Pelestarian Budaya I.2. Sub Bidang Penyediaan Sarana/Prasarana Penunjang Pembangunan Ekonomi: - Program Mempertahankan Tingkat Jasa Pelayanan Sarana dan Prasarana - Program Pembangunan Sarana dan Prasarana Transportasi II. Bidang Pembangunan Daerah II.1. Sub Bidang Percepatan Pengembangan Wilayah: - Program Peningkatan Ekonomi Wilayah - Program Peningkatan Kawasan Strategis dan Kawasan Andalan - Program Pengembangan Wilayah Tertinggal Harus diakui, bahwa pengadaan dan perbaikan jalan dan jembatan juga tergantung dengan ketersediaan dana pembangunan proyek. Jika dana terbatas sementara kebutuhan sangat mendesak, maka terdapat dua kemungkinan yaitu
12
panjang jalan tidak akan mencapai keadaan yang diharapkan, atau panjang jalan terpenuhi tetapi kualitasnya tidak memadai. Menurut Pola Dasar Pembangunan Sumatera Utara dan Rencana Strategis Propinsi Sumatera Utara 2001-2005 yang disahkan menjadi Perda No. 6 Tahun 2001, program mempertahankan jasa pelayanan sarana dan prasarana ditujukan untuk melakukan rehabilitasi dan pemeliharaan secara rutin maupun berkala terhadap ruas jalan yang berstatus jalan Nasional dan jalan Propinsi, sementara pembangunan sarana dan prasarana transportasi ditujukan untuk peningkatan kualitas ruas jalan maupun pembangunan jalan baru. Saat ini kondisi jalan Nasional maupun transportasi keadaannya lebih buruk dari kondisi TA 1997/1998. Hal ini disebabkan karena ruasruas jalan yang ada telah berakhir umur rencananya, namun karena keterbatasan anggaran belum dapat dilaksanakan perbaikan ataupun peningkatan kualitasnya. Konsentrasi anggaran 1998/1999 dan 1999/2000 masih diprioritaskan bagi program-program pemulihan ekonomi rakyat, sehingga program peningkatan prasarana transportasi menjadi terabaikan. Sebelum krisis moneter berkepanjangan sejak 1997/1998, target yang ditetapkan pemerintah sebenarnya hampir tercapai, yakni 100% jalan Nasional serta 90% jalan Propinsi dalam kondisi mantap. Namun setelah dilanda krisis maka kondisi tingkat kemantapan jalan Nasional maupun propinsi semakin menurun hingga titik terendah yakni pada TA 1999/2000 maupun tahun 2000/2001. Hal tersebut disebabkan minimnya ketersediaan dana yang tidak sesuai dengan kebutuhan, padahal konstruksi jalan dan jembatan sangat padat modal. Artinya, daya tahan jalan dan jembatan memiliki limit, sehingga ketika jatuh tempo harus diperbaiki maka seketika itu juga harus dilakukan perbaikan. Jika tidak dilakukan, maka efeknya adalah kondisi jalan menjadi rawan mengalami kerusakan yang lebih parah, sehingga jika kemudian diperbaiki akan menelan dana yang lebih besar lagi. Kondisi ini jelas menjadi dilema, di mana di satu sisi kebutuhan masyarakat akan jalan dan jembatan semakin meningkat seiring meningkatnya volume pengguna jasa baik kendaraan maupun orang dalam kerangka aktivitas perekonomian, sementara di sisi lain political will pemerintah dalam mengalokasikan anggaran
Jurnal Studi Pembangunan, Oktober 2005, Volume 1, Nomor 1
belum menempatkan subsektor jalan dan jembatan sebagai prioritas. Pemerintah justru mengandalkan dari dana pinjaman luar negeri yang sangat prosedural. Dari gambaran kondisi tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti proses implementasi kebijakan proyek pembangunan jalan dan jembatan di propinsi Sumatera Utara dengan mengambil contoh kasus salah satu proyek pembangunan jalan dan jembatan Medan – Tembung – Kuala Namu yang dilakukan pada tahun anggaran 2003. Berdasarkan asumsi yang telah dikemukakan diatas, maka dalam penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan dan menjelaskan implementasi sistem dan implementasi prosedur dalam pelaksanaan proyek jalan dan jembatan Medan-Tembung-Kala Namu yang bersumber dari APBD Sumatera Utara Tahun Anggaran 2003. METODE Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang berusaha mendeskripsikan dan menyajikan hasil penelitian secara lengkap sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Penelitian ini dilakukan di daerah Propinsi Sumatera Utara yang mengambil tempat di Medan, Tembung dan Kuala Namu. Yang menjadi objek penelitian ini adalah implementasi kebijakan pemerintah proyek jalan dan jembatan APBD Sumatera Utara Tahun Anggaran 2003. Objek penelitian yang lebih spesifik yaitu proyek pembangunan ruas jalan propinsi Medan – Tembung – Lubuk Pakam – Kuala Namu sepanjang 33,8 kilometer. Data diperoleh dengan cara melakukan Penelitian Kepustakaan, Penelitian Lapangan dengan kegiatan wawancara mendalam dengan pihak-pihak yang berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti. PEMBAHASAN Dalam setiap perumusan suatu kebijaksanaan, apakah itu menyangkut program maupun kegiatan-kegiatan, selalu diiringi dengan suatu tindakan pelaksanaan atau implementasi, karena betapa pun baiknya suatu kebijaksanaan tanpa diimplementasikan maka tidak akan banyak berarti. Sesuai dengan hal tersebut di atas, Charles O’Jones (1991:296) mengemukakan:
“Implementasi adalah suatu proses interaktif antara suatu perangkat tujuan dengan tindakan, atau bersifat interaktif dengan kegiatan-kegiatan kebijaksanaan yang mendahuluinya, dengan kata lain implementasi merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk mengoperasikan sebuah program dengan pilar-pilar organisasi, interpretasi dan pelaksanaan.” Selanjutnya pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Van Meter dan Van Horn (Peter F. Drucker, 1075) yang merumuskan bahwa: “Implementasi sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat maupun kelompok-kelompok pemerintah dan swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam suatu kebijaksanaan.” Standar dan sasaran kebijakan didasarkan pada kepentingan utama terhadap faktor-faktor yang menentukan pencapaian kebijakan. Menurut Van Meter dan Van Horn (Winarno, 2002: 110 ), identifikasi indikator-indikator pencapaian merupakan tahap yang krusial dalam analisis implementasi kebijakan. Indikator-indikator pencapaian ini menilai sejauh mana ukuranukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan telah direalisasikan. Sumber daya, yaitu yang mencakup dana atau insentif lain yang mendorong dan memperlancar implementasi yang efektif, layak mendapat perhatian karena menunjang keberhasilan implementasi kebijakan. Kondisi-kondisi ekonomi, sosial, dan politik mendapat perhatian yang kecil bagi dampak implementasi keputusan-keputusan kebijakan. Namun menurut Van Meter dan Van Horn (Winarno, 2002:117), faktor-faktor ini mungkin mempunyai efek yang mendalam terhadap pencapaian badan-badan pelaksana. Penerimaan terhadap ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan yang diterima secara luas oleh para pelaksana kebijakan akan mendorong bagi implementasi kebijakan yang berhasil. Menurut Edwars (Winarno, 2002:126) persyaratan pertama bagi implementasi kebijakan yang efektif adalah bahwa mereka yang melaksanakan keputusan harus mengetahui apa yang mereka lakukan. Secara umum Edwards membahas tiga hal penting dalam proses komunikasi kebijakan, yakni transmisi, konsistensi dan kejelasan. Perintah-perintah implementasi mungkin diteruskan secara cermat, jelas dan konsisten, tetapi jika para pelaksana kekurangan sumber-
13
Harahap, dkk., Implementasi Proyek Jalan dan Jembatan …
sumber yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan seperti meliputi staf, keahliankeahlian, wewenang dan fasilitas maka implementasi ini pun cenderung tidak efektif. Dengan demikian, sumber-sumber dapat merupakan faktor yang penting dalam melaksanakan kebijakan publik. Implementasi kebijakan merupakan tahap yang krusial dalam proses kebijakan publik. Suatu program kebijakan harus diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan. Implementasi kebijakan hanya merupakan salah satu variabel penting yang berpengaruh terhadap keberhasilan suatu kebijakan didalam memecahkan persoalan-persoalan publik, termasuk kebijakan untuk melakukan pembangunan jalan dan jembatan pada jalan Propinsi Medan–Tembung–Kuala Namu. Latar belakang dilakukannya proyek pengerjaan jalan dan jembatan pada jalan Propinsi Medan–Tembung–Kuala Namu adalah dengan adanya rencana pembangunan Bandara/Airport Kuala Namu sebagai pengganti Bandara Polonia Medan. Proyek ini dilakukan secara bertahap. Pada tahun 2003 proyek pengerjaan jalan ini hanya untuk memperlancar lalu lintas saja dengan jalan melebarkan badan jalan mulai dari Batang Kuis sampai ke arah Kwala Namu sepanjang 2 km. Istilah yang lebih tepat dalam proyek ini adalah pemeliharaan berkala dengan melakukan pemeliharaan terhadap aspal (lapisan biasa). Disamping juga bertujuan untuk membantu masyarakat dengan memperlancar arus penjualan hasil perkebunan, hasil bumi lainnya, dan kerajinan masyarakat ke kota (Medan). Jalan ini sebelumnya adalah milik pemerintah kota medan dan Pemerintah Kabupaten Deli Serdang. Namun dengan rencana akan dibangunnya Bandara Kwala Namu, maka untuk kepemilikannya saat ini berada dibawah wewenang Propinsi Sumatera Utara. Jalan ini menjadi jalan propinsi sejak tahun 1998. Hal ini diungkapkan oleh kepala dinas jalan dan jembatan pada saat wawancara. Melihat kondisi jalan dilapangan pada saat ini (Penelitian yang dilakukan pada bulan agustus) kondisi jalan sudah terlihat rusak kembali. Hal ini dapat disebabkan karena kekuatan jalan yang tidak maksimal dan berlebihnya jumlah tonase kendaran truk yang lewat. Banyaknya truk yang lewat disebakan pengangkutan hasil bumi dan barang-barang
14
dagangan lainnya baik yang masuk kedaerah ini ataupun yang akan keluar daerah untuk dijual. Potensi jalan ini untuk masa yang akan datang sangat potensial prospeknya jalan ini akan menjadi salah satu jalan penting atau jalan utama dan memiliki suatu nilai yang sangat strategis. Hal ini disebabkan adanya rencana pembangunan bandara pada daerah Kuala Namu sebagai pengganti bandara Polonia. Oleh karena itu, jalan ini adalah jalan alternatif yang disiapkan oleh pemerintah propinsi menuju bandara, selain jalan tol yang juga rencananya akan dibangun. Mobilitas penduduk lumayan tinggi setelah adanya proyek jalan ini, apalagi ditambah issu akan dibangunnya bandara yang baru di daerah ini. Mobilitas penduduk yang masuk dan keluar daerah ini bisa dikatakan berimbang. Penduduk yang masuk yakni para penduduk daerah lain yang pindah bermukim ke daerah ini, pedagang yang datang dari kota untuk tinggal sementara buat berdagang, dan adanya fenomena di mana orang-orang dari kota mulai melirik potensi daerah ini kedepan pasca terlaksananya proyek pembangunan bandara yang direncanakan. Banyak masyarakat dari ekonomi kelas atas masuk ke daerah ini dan mulai membeli tanah-tanah disekitar daerah ini untuk persiapan usaha kedepannya. Dibalik semua ini terjadi juga suatu mobilitas perpindahan penduduk dari daerah ini ke daerah lain, karena sebagian dari mereka mendapat atau menerima suatu pesangon atau ganti rugi dari pemerintah sebagai ganti rugi dari pemerintah atas tanah mereka yang terpakai. Pemeliharaan berkala pada jalan ini dilakukan terkhir kali pada tahun 2003 dengan CV. Mahardika Anugrah, yang dipilih melalui proses pelelangan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan pada keppres No. 18 tahun 2000. Pembiayaannya berasal dari Dana Alokasi Umum tahun anggaran 2003. Sistem Pelaksanaan Proyek Jalan dan Jembatan yang Bersumber dari APBD Sumatera Utara Tahun Anggaran 2003. Sistem pelaksanaan proyek jalan dan jembatan adalah kesatuan dari unsur-unsur pelaksana proyek yaitu manusia, dana, material, mesin dan metode. Keseluruhan unsur tersebut merupakan elemen pembentuk sistem pelaksanaan proyek jalan dan jembatan. Unsur pelaksana kebijakan proyek jalan dan jembatan ini adalah Dinas jalan dan
Jurnal Studi Pembangunan, Oktober 2005, Volume 1, Nomor 1
Jembatan, Unit Penanganan Rehabilitasi/Pemeliharaan Jalan dan Jembatan (UPRPJJ), dan Rekanan/Kontraktor yang telah ditetapkan sebagai pemenang dalam pelaksanaan pelelangan proyek. Sumber Daya Manusia (pegawai) Dinas PU dirasakan masih sangat terbatas. Untuk itu Dinas PU dalam hal pengawasan pelaksanaan proyek dibantu oleh konsultan pengawasan selama pengerjaan proyek ini. “Sumber Daya Manusia ini kan jadi masalah terus ya, dengan sumber daya yang ada di Dinas Jalan dan Jembatan dioptimalkanlah walaupun sebenarnya masih kurang, khususnya sumber daya dibidang teknik karena tidak pernah ada perekrutan pegawai di Pemerintah Propinsi dari teknik, tidak hanya dari teknik dari bidang manapun sudah tidak ada. (Wawancara dengan Kepala Dinas Jalan dan Jembatan: September 2004) Dana adalah hal yang sangat penting dalam pelaksanaan suatu kegiatan proyek, sebab tanpa ketersediaan dana maka proyek yang telah direncanakan tidak akan dapat dilaksanakan sesuai dengan yang ditargetkan. Dalam proyek ini, hal mengenai pendanaan didapatkan melalui APBD. Pemerintah Propinsi mengajukan anggaran untuk proyek pembangunan jalan tersebut yang akan dibicarakan/diproses dalam sidang DPRD. Dengan kendala terbatasnya dana, maka biasanya DPRD tidak dapat memenuhi keseluruhan anggaran, untuk sementara dana yang dialokasikan misanya hanya mampu memperbaiki sebagian jalan saja, maka pengerjaan dilakukan pada jalan yang kondisinya paling parah. Karena jika menunggu dana penuh sementara dananya tidak turun maka jalan akan semakin hancur. Karena sampai saat ini ruas jalan provinsi di Sumatera Utara sepanjang 3300 km, dengan ketersediaan jumlah dana yang terbatas maka tidak mungkin kita melakukan perawatan secara keseluruhan dalam satu tahun anggaran. Dengan menggunakan dana APBD sebagai pembiayaan proyek, maka akan dilakukan pertanggungjawaban terhadap dana tesebut. Adapun masalah pertanggung jawaban proyek ini, dilakukan oleh Gubernur dalam laporan pertanggung jawaban yang dibacakan pada sidang dengan DPRD Propinsi. Masalah dana juga yang menjadi alasan dari DPRD Propinsi dalam hal pembangunan proyek tersebut. Diketahui bahwa biaya yang dibutuhkan bagi perawatan jalan propinsi yang mempunyai panjang lebih dari 3300 km adalah
sangat besar. DPRD memandang, hanya jalan yang sudah dalam kondisi sangat beratlah yang akan menjadi prioritas dalam pengucuran dana. Hal ini semuanya demi kebaikan bersama. “Untuk saat ini kami belum dapat mengalokasikan dana yang besar untuk jalan dan jembatan, kami memandang masih banyak sektor lain yang menjadi prioritas, untuk itu kami hanya mampu menyetujui untuk jalan dan jembatan yang memang menjadi prioritas utama dan jalan yang memang sudah rusak berat” (wawancara dengan H. Nailul Amali. Anggota DPRD SUMUT) Proses pemeliharaan dilakukan berdasarkan anggaran dana yang tersedia. Hal ini juga menimbulkan kesulitan yang sangat problematis. Artinya jika jalan yang hendak diperbaiki sepanjang 12 km diusulkan selama tahun anggaran tahun ini kepada DPRD sedangkan dana yang disetujui hanya untuk perbaikan 1 km saja, maka untuk tahun anggaran berikutnya yang diusulkan adalah sisa dari yang belum disetujui tahun sebelumnya. Jadi tidak bisa terus membangun dan memperbaiki jalan langsung ke Kuala Namu. Sehingga proyek ini tidak bisa disambung terus. Karena biaya perbaikan untuk 1km yang dianggarkan pada satu tahun bisa dikenakan biaya pemeliharaan dan perawatan lagi bila terjadi kerusakan lagi tahun depannya. Sementara itu dana yang diperoleh tahun ini tidak bisa disimpan hingga mencukupi untuk memperbaiki seluruh jalan. Karena jika jalan yang rusak tidak diperbaiki, akan semakin parah kondisinya setiap tahun. Dan akhirnya dapat menghambat dan memperlambat mobilitas masyarakat. Jadi berapa dana, yang ada senilai itu jugalah dilakukan pemeliharaan dan perawatan terhadap jalan. Dalam pembangunan jalan dan jembatan dana yang dibutuhkan akan sangat besar. Selain itu dana proyek pengerjaan jalan tesebut juga berasal dari dana investasi, sehingga sudah ditetapkan waktu selesainya. Untuk itu perlu pemahaman bahwa biaya yang dikeluarkan merupakan investasi dan keuntungannya akan didapat dalam jangka panjang. Kendalanya bila suatu saat harga-harga semakin meningkat dan akhirnya memperlambat penyelesaian proyek. Permasalahan dana ini sebenarnya merupakan permasalahan klasik dan sangat potensial menjadi bahan penyelewengan yang tentunya akan mengurangi kualitas proyek pembangunan yang dilaksanakan.
15
Harahap, dkk., Implementasi Proyek Jalan dan Jembatan …
Mengenai teknologi pembuatan jalan memang dari tahun ke tahun selalu mengalami kemajuan. Namun ini tidak terlalu signifikan terhadap kualitas jalan, karena kualitas jalan sangat terkait dengan arus kendaraan dan beban kendaraan yang melewatinya. Prosedur Pembangunan Proyek Jalan dan Jembatan yang Bersumber dari APBD Sumatera Utara Tahun Anggaran 2003. Prosedur pembangunan proyek pembangunan jalan dan jembatan adalah tata cara dan tahapan dalam pelaksanaan proyek pembangunan jalan dan jembatan mulai dari pembuatan dokumen anggaran sampai pertanggungjawaban. Adapun tata cara dan tahapan dalam proyek ini adalah sebagai berikut: 1. Team dari dinas jalan dan jembatan melakukan penelitian/melihat kelapangan kondisi jalan. 2. Team merumuskan dan menentukan skala prioritas terhadap jalan dan jembatan yang akan di lakukan perawatan/perbaikan. 3. Dinas jalan dan jembatan, membuat anggaran untuk pembiayaan proyek-proyek yang akan dilakukan. 4. Kemudian anggaran tersebut diajukan kepada Gubernur melalui Badan Perencanaan Pembangunan Propinsi Sumatera Utara. 5. Gubernur mengajukan anggaran kepada DPRD. 6. DPRD menyetujui seberapa besar anggaran yang bisa dialokasikan untuk proyek tersebut. 7. Pemerintah Propinsi melalui dinas jalan dan jembatan, melakukan lelang proyek kepada rekanan/kontraktor. 8. Rekanan/kontraktor pemenang lelang, melakukan pengerjaan proyek, dibawah pengawasan UPRPJJ. 9. Setelah kegiatan proyek selesai, maka dinas jalan dan jembatan membuat laporan pertanggung jawaban untuk dipertanggung jawabkan oleh Gubernur kepada DPRD. Dalam pengerjaan proyek jalan dan jembatan, dilapangan akan terdapat beberapa kendala sebagai faktor penghambat. Faktor yang paling menghambat pengerjaan proyek jalan ini adalah OKP setempat atau preman, yang meminta bagian dari dana tersendiri dari Dinas (istilahnya upeti). Namun tidak bisa karena dianggaran memang tidak ada dana untuk OKP (preman). Tapi biasanya pihak pemborong mengambil (merekrut) anggota OKP setempat sebagai
16
pengamanan, dalam arti dipekerjakan agar menjaga barang-barang pemborong tidak hilang. Pengadaan dana untuk buruh harian lepas yang tidak terampil, di mana sering kali pemborong harus memakai warga setempat daripada tenaga harian lepas yang sudah terampil karena desakan warga masyarakat. Sehingga pekerjaan memakan waktu lebih lama dibanding jika memakai tenaga yang terampil. Hal ini sangat kontradiktif, di mana kita dalam mengerjakan proyek ini adalah mengejar target dan efisiensi. Bahan material juga sedikit mengalami hambatan dalam hal pengadaan. Terutama bahan yang produksinya terbatas, sehingga harus didatangkan dari luar negeri di mana datangnya bahan tersebut sering terlambat. Faktor penghambat lainnya dari masyarakat sendiri yaitu dalam hal pelebaran jalan. Masyarakat tidak mengizinkan tanah mereka diambil melainkan harus diberikan ganti rugi. Dalam pembuatan paret beton di depan rumah masyarakat juga tidak diizinkan sehingga paret baru dibuat dengan digeser. Arus lalu lintas yang cukup padat juga membuat pengerjaan jalan menjadi terganggu. Selain faktor-faktor diatas, ada pula faktor yang mendukung suksesnya proyek pengerjaan jalan dan jembatan, yaitu ketersediaan dana meskipun tidak dalam jumlah yang ideal untuk melaksanakan proyek pembangunan, namun secara umum dengan adanya dana maka akan ada proyek yang dapat dikerjakan. Faktor Sumber Daya Manusia menjadi faktor kunci penentu suksesnya segala urusan dalam proyek jalan dan jembatan karena bagaimanapun faktor manusia adalah merupakan faktor yang hidup dan berpikir, dan merupakan faktor yang menentukan apa, siapa, bagaimana, kapan, di mana dan untuk apa serta yang paling inti bahwa faktor manusialah perencana dan penggerak dari semua proyek ini dan faktor manusia harus terus terlibat dalam semua kegiatan baik dari awal proyek sampai akhir proyek. Hal ini berbeda dengan faktor lainnya yang mungkin saja hanya dibutuhkan pada awal kegiatan saja atau dipertengahan, bahkan mungkin hanya dibutuhkan pada akhir sebuah proyek. Dengan adanya teknologi sebagai faktor pendukung diharapkan untuk pengerjaan sesuatu akan lebih efisien dan lebih menghemat dalam hal dana, waktu, ruang dan tenaga. Adapun
Jurnal Studi Pembangunan, Oktober 2005, Volume 1, Nomor 1
teknologi yang dipergunakan dalam proyek ini adalah dalam bentuk mesin-mesin dan teknikteknik pengaspalan yang cenderung terjadi peningkatan. Bahan-bahan material yang sebagian besar digunakan dalam mendukung pelaksanaan proyek tersedia di daerah (ready stock). Dengan tersedianya material yang dibutuhkan, maka akan semakin cepat proses pelaksanaan proyek dapat diselesaikan. Pada dasarnya dengan dibangunnya infra struktur jalan dan jembatan merupakan investasi bagi daerah untuk memberikan fasilitas dan sarana kepada masyarakat dan dunia usaha untuk mengembangkan peluang-peluang yang dapat diambil. Apalagi jalan tersebut akan menjadi bagian infrastruktur yang menghubungkan pusat kota dengan bandara yang akan di bangun di daerah Kuala Namu. Bila ditinjau dari sudut ini maka pembangunan jalan dan jembatan tersebut secara langsung dan tidak langsung telah memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kualitas kehidupan masyarakat disekitarnya. Dampak dan manfaat yang paling jelas terlihat adalah semakin lancarnya arus transportasi yang sangat mendukung segala kegiatan/aktivitas masyarakat sehari-hari, baik aktivitas ekonomi, sosial, maupun politik. Keuntungan lain yang dirasakan adalah naiknya harga tanah di mana dengan adanya proyek ini menjadikan tanah-tanah yang dulunya terabaikan dan tidak terurus menjadi dilirik karena dianggap akan berpotensi kedepan setelah adanya proyek jalan ini. Para pemodal dari kota juga sepertinya sudah jeli melihat prospek bisnis di daerah ini nantinya setelah pembangunan bandara baru dan diproyeksikan akan banyak peluang bisnis yang bisa dikembangkan kedepan. Kalau kita melihat dari sudut pandang sosial, perubahan yang terjadi adalah meningkatnya mobilitas penduduk di mana dengan adanya proyek jalan ini menarik minat orang-orang yang ada diluar daerah ini pindah untuk bermukim dan juga mobilitas penduduk keluar dari daerah ini. Apabila kita melihat dari sisi politik, cukup sederhana tetapi cukup dapat dikatakan berperan dalam nuansa kehidupan politik masyarakat desa, hal ini dapat terlihat di mana banyaknya partai politik yang membuka cabang partainya di daerah ini. Kebijakan yang dilakukan untuk melaksanakan proyek pembangunan jalan dan
jembatan ke arah Bandara Kuala Namu sudah sesuai dengan prinsip ketepatan kebijakan. Ketepatan kebijakan dinilai dari sejauh mana kebijakan yang ada telah bermuatan hal-hal yang memecahkan masalah yang hendak dipecahkan. Secara garis besar pembangunan jalan dan jembatan Medan – Tembung – Kuala Namu dapat digolongkan pembangunan yang top down, karena pemerintah langsung yang merencanakan pembangunan tersebut. Hal yang menarik dari implementasi kebijakan tentang pembangunan infra struktur adalah tidak ditekankannya aspek keberlanjutan program (sustainability) secara menyeluruh. Hal ini tampak dari tidak adanya rencana follow up program pembangunan tersebut. sehingga model tambal sulam dalam pemeliharaan tetap dilaksanakan. Bila melihat model tambal sulam dalam pemeliharaan jalan dan jembatan maka kebijakan pembangunan jalan dan jembatan dapat di lihat dari tipe setting prioritas, yang oleh Neiman dan Lowel (1981) disebut dengan setting prioritas simbolik atas kebijakan terkait. Mekanisme seting prioritas berkaitan dengan rekomendasi di mana penyederhanaan indikasi masalah sangat penting dan harus menjadi pusat perhatian. Tipe setting prioritas ini akan lebih cenderung memberikan ruang kepada kepentingan publik yang benar-benar penting dan menyagkut hajat hidup masyarakat luas. Pilihan-pilihan pelaksanaan kebijakan yang dilaksanakan akan menimbulkan pengaruh bagi pembangunan dan kehidupan masyarakat selanjutnya. Pemerintah sebagai pembuat kebijakan dan sekaligus pelaksana kebijakan tersebut harus mampu menentukan kepentingan-kepentingan yang mana harus didahulukan. Dari sudut pandang partisipasi jelas terlihat bahwa masyarakat yang menjadi sasaran pembangunan tidak ambil pusing dengan permasalahan kualitas pelaksanan proyek. Menurut peneliti perlu kiranya dikembangkan model evaluasi untuk masyarakat terhadap implementasi kebijakan pemerintah. Adanya evaluasi yang dilakukan oleh masyarakat akan mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang. Hal ini juga dapat memberikan rangsangan bagi pelaksana kebijakan untuk lebih teliti dan baik melaksanakan tugasnya. Dalam penelitian kebijakan tidak bisa terlepas dari peranan aktor yang terlibat, yaitu aktor formal yang berasal dari Dinas Jalan dan
17
Harahap, dkk., Implementasi Proyek Jalan dan Jembatan …
Jembatan, UPRPJJ, dan dari rekanan. Aktor informal yang berpengaruh nyata seperti tokoh Oranisasi Kepemudaan dan tokoh di daerah lintas jalan dan jembatan tersebut. KESIMPULAN Kebijakan pelaksanaan proyek pembangunan jalan Medan – Tembung – Kuala Namu sudah berada pada jalur yang semestinya dan harus dilakukan perbaikan dengan mengubah model tambal sulam menjadi model kebijakan yang menyeluruh. Hal ini didasarkan atas pentingnya fasilitas infra struktur jalan dan jembatan yang akan menjadi sarana penghubung fasilitas penting (Bandara Kuala Namu) dengan pusat kota Medan. Pembangunan infra struktur jalan dan jembatan harus dilihat sebagai investasi penting pembangunan. Jalan dan jembatan akan membuka daerah yang dilewatinya menjadi lebih maju. Hal ini ditandai dengan akan munculnya mobilitas yang lebih tinggi, harga tanah yang merangkak naik dan lancarnya kegiatan perekonomian. Manfaat langsung yang dirasakan di atas kemudian akan diikuti dengan manfaat tdak langsung yaitu perkembangan wilayah dan berkembangnya iklim investasi, masuknya perusahaan-perusahan dan lain sebagainya. Ada kecenderungan bahwa dalam proses pelaksanaan proyek jalan dan jembatan Medan – Tembung – Kuala Namu masih sangat berbau top down. Hal ini dilandasinya sedikitnya bentuk partisipasi masyarakat yang dapat ditemui dalam hasil penelitian. Untuk itu perlu dilihat dan difikirkan kembali model pembangunan proyek yang dapat melibatkan partisipasi aktif masyarakat dengan menjadi stake holder dan sumber yang potensial untuk keberlanjutan program. Dengan menyadarkan mereka bahwa infra struktur merupakan sebuah investasi mahal, maka masyarakat akan tergerak untuk memelihara dengan baik infra struktur tersebut. Selanjutnya dari sekian banyak aktor yang terlibat dalam mekanisme kebijakan, aktor yang paling kuat pengaruhnya yaitu orang yang dapat mempengaruhi terjadinya kebijakan yaitu Kepala Dinas Jalan dan Jembatan. Hal ini disebabkan karena Kepala Dinas mempunyai peranan strategis dalam hal: Mengendalikan agenda acara pertemuan-pertemuan penting, baik
18
secara formal maupun informal, Mengontrol masalah penganggaran dan penyaluran sumber daya keuangan, Menguasai sumber daya fisik dan sistem pendistribusiannya, Menguasai informasi, baik umum maupun spesifik, Mempunyai saluran-saluran khusus. Dalam penyediaan sumber dana, peneliti melihat harus ada motivasi yang lebih kuat dari pemerintah untuk mengalokasikan dana yang lebih besar bagi pembangunan infra struktur jalan dan jembatan demi kepentingan publik. Pengalokasian dana yang lebih besar tentunya akan membawa konsekwensi pertanggungjawaban pada publik. Hal ini dapat dilaksanakan dengan menerapkan prinsip akuntabilitas pada setiap proyek pembangunan infrastruktur. SARAN Dinas Jalan dan Jembatan sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam proses perencanaan, pelaksana dan pengendali pembangunan di bidang jalan dan jembatan diharapkan lebih memperhatikan pada pelaksanaan proyek yang memang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Oleh karena itu diharapkan kedepan nantinya partisipasi masyarakat akan lebih ditingkatkan, mengingat biaya pembangunan jalan dan jembatan yang sangat mahal, agar terciptanya sense of belonging masyarakat pada jalan dan jembatan, sehingga ikut pula bertanggung jawab dalam menjaganya. Diharapkan juga Dinas Jalan dan Jembatan untuk memperbesar anggaran untuk pembangunan jalan dan jembatan agar lebih banyak melakukan pembangunan, mengingat sangat pentingnya peran jalan dan jembatan terhadap aktifitas masyarakat. Akan tetapi dalam pelaksanaanya digunakan akuntabilitas dan transparansi, mengingat dana yang digunakan bersumber dari APBD. Untuk proyek jalan dan jembatan Medan – Tembung – Kuala Namu, diharapkan dilakukan pembangunan berkelanjutan. Hal ini disebabkan sangat strategisnya jalan ini untuk menghubungkan daerah Kota Medan dengan Kuala Namu yang melintasi daerah Tembung dan Batang Kuis, sebagai sentra ekonomi pinggiran Kota Medan.
Jurnal Studi Pembangunan, Oktober 2005, Volume 1, Nomor 1
DAFTAR PUSTAKA
Jones, Charles O. 1990. Pengantar Studi Kebijakan Publik. Jakarta, Rajawali Press. Ulfa, Almizan. 2002. Pembiayaan Infrastruktur Daerah Di Era Otonomi, Jurnal Ilmu Pemerintahan Vol. 12. Jakarta, UI Press. Van Meter, Donald dan Carl E Van Horn. 1986. Proses Implementasi Kebijakan: Sebuah Kerangka Konsep, (Edisi Terjemahan Indonesia). Jakarta, Gramedia. Winarno, Budi. 2002. Teori Dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta, Media Pressindo. ____________, 1994. Kebijakan Publik di Brazilia dan Kuba: Suatu Analisa Komparasi, Laporan Penelitian FISIP UGM. Yogyakarta. Rencana Strategis Pemerintah Propinsi Sumatera Utara 2001 – 2005.
19