Jurnal Ilmu Pertanian dan Perikanan Desember 2015 Vol. 4 No.2 Hal : 137-145 ISSN 2302-6308
Available online at: http://umbidharma.org/jipp E-ISSN 2407-4632
DAMPAK PENERAPAN PP NO. 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API TERHADAP ARUS BARANG KOMODITI HASIL PERTANIAN DI STASIUN RANGKASBITUNG (The Impact of Implementation of Government Regulation No. 72 of 2009
Concerning Train Transportation and Traffic on Agricultural Commodity Flow in Rangkasbitung Railway Station)
Tatang Sutisna1*, Setiawan Sariyoga2, Aris Supriyo Wibowo2 1Alumni
Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Jl. Raya Jakarta Km. 4 Pakupatan Serang Banten 2Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Jl. Raya Jakarta Km. 4 Pakupatan Serang Banten *Korespondensi:
[email protected] Diterima: 20 September 2015 / Disetujui: 1 November 2015
ABSTRACT Traders in Rangkasbitung utilize train for transporting agricultural products from Rangkasbitung to some traditional markets in Jakarta, such as Kebayoran Lama, Palmerah, Tanah Abang, Duri and Angke. Agricultural commodities that commonly transported are vegetables, root crops, fruits, spices, wrapping leaves and processed products. Implementation of Government Regulation about Road Traffic and Train Transportation (PP No. 72 2009) that limit the number of passengers luggage prohibited traders to transport their agricultural products by train. The purpose of this research were describing the changes of flowing agricultural products, comparing the cost of transportation, and analyzing the impact of banning the transportation of agricultural products by train on traders incoming after application of the rule. The research used a survey method with descriptive analysis and quantitative approach, whereas samples took in snowball sampling technique. The results showed that there was an outbreak of goods to new marketing territory that are Pasar Rangkasbitung, Cikande, Cikokol and Serpong. Comparison of the average cost of train transportation with pick-up trucks obtained ratio of 1.00: 1.73. Average of daily revenue traders who survived to use the train experienced decreasing. In other hand, average of daily revenue traders who moved to use other means of transportation experienced increase. Keywords: agricultural product, goods flow, impact ABSTRAK Pedagang di Rangkasbitung memanfaatkan kereta api untuk mengangkut produk hasil pertanian dari Rangkasbitung menuju pasar tradisional di Jakarta seperti Pasar Kebayoran Lama, Pasar Palmerah, Pasar Tanah Abang, Pasar Duri dan Pasar Angke. Komoditas pertanian yang diperdagangkan adalah sayuran, palawija, buah-buahan, rempah-rempah, daun pembungkus dan produk olahan. Penerapan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api yang membatasi jumlah bagasi penumpang
138
SUTISNA ET AL.
JIPP
mengakibatkan pedagang dilarang mengangkut produk pertanian menggunakan kereta api. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perubahan arus barang, membandingkan biaya transportasi, dan menganalisis dampak pelarangan pengangkutan produk hasil pertanian menggunakan kereta api terhadap pendapatan pedagang. Penelitian ini menggunakan metode survei dengan analisis deskriptif dan pendekatan kuantitatif. Sampel diambil menggunakan teknik snowball sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penyebaran barang ke wilayah pemasaran baru yaitu Pasar Rangkasbitung, Pasar Cikande, Pasar Cikokol dan Pasar Serpong. Perbandingan rataan biaya transportasi menggunakan kereta api dan truk pick up diperoleh perbandingan sebesar 1,00: 1,73. Rata-rata pendapatan perhari pedagang yang bertahan menggunakan kereta api mengalami penurunan, sedangkan rata-rata pendapatan perhari pedagang yang yang beralih menggunakan alat transportasi lain mengalami peningkatan. Kata kunci: produk pertanian, arus barang, dampak
PENDAHULUAN Transportasi memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia untuk membantu memindahkan manusia dan barang dari suatu tempat ke tempat yang lain dalam waktu tertentu. Kegiatan transportasi menyangkut pengangkutan barang dan pemindahan orang. Menurut Kamaluddin (2003), pada dasarnya pengangkutan atau pemindahan penumpang atau barang dilakukan dengan maksud untuk dapat mencapai tempat tujuan dan menciptakan/menaikkan kegunaan dari barang yang diangkut. Produk hasil pertanian merupakan salah satu objek pengangkutan. Pada umumnya, produk pertanian memiliki ukuran fisik yang besar dan bobot yang berat karena memiliki kadar air yang cukup tinggi. Selain mengakibatkan bobot yang berat, kadar air yang tinggi juga mengakibatkan produk tersebut cepat rusak baik secara fisik maupun biologis. Selain itu, pengangkutan produk hasil pertanian juga menghendaki moda transportasi yang murah karena produk hasil pertanian dimensi dan bobotnya relatif besar (Hanafiah dan Saefuddin 1986). Kereta api merupakan salah satu sarana transportasi yang umum digunakan dalam pengangkutan orang maupun barang, hemat energi, rendah polusi udara, dan lebih efisien dibanding
moda transportasi lainnya. Kereta api memiliki keunggulan yaitu dapat mengangkut barang secara massal hemat energi, rendah polusi udara, bebas macet dan lebih efisien. Keungggulan transportasi kereta api inilah yang menjadi pendorong masyarakat yang berada disekitar jalur kereta api lintas Jakarta-Merak untuk mengangkut produk pertanian dari wilayah Rangkasbitung ke beberapa pasar di Jakarta secara efektif dan efisien. Pengangkutan yang efektif dan efisien akan menurunkan biaya transportasi dan memaksimalkan keuntungan. Menurut Von Thunen dalam Tarigan (2010), keuntungan maksimal didapat dari harga pasar dikurang biaya transportasi dan biaya produksi. Selain itu, angkutan umum yang lebih mudah dan murah, akan memberikan multiplier effect yang sangat signifikan kepada masyarakat (Lek 2013). Salah satu pengaruhnya adalah terhadap sistem pemasaran langsung oleh petani. Menurut Tarigan dan Syumanjaya (2013), semakin sedikit biaya transportasi maka semakin banyak petani yang memasarkan hasil-hasil pertaniannya ke pusat pasar secara langsung. Penggunaan transportasi kereta api oleh pedagang di Rangkasbitung tersebut saat ini berbenturan dengan kebijakan perusahaan penyedia jasa kereta api, PT. Kereta Api Indonesia
Vol. 4, 2015
Dampak Penerapan PP No. 72 tahun 2009
(Persero). Salah satu kebijakan yang diambil oleh direksi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) saat ini adalah pelarangan menumpang terhadap pedagang yang mengangkut produk pertanian. Kebijakan ini berdasar pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api yang selanjutnya dipertegas instruksi Direksi PT. Kereta Api Indonesia bahwa dilarang berjualan di area stasiun dan di atas kereta api, dan bagasi penumpang tidak boleh melebihi ketentuan yaitu maksimum 20 kg dengan volume 100 dm³ (1 m³). Kebijakan ini diambil karena produk pertanian yang dibawa oleh pedagang tersebut jumlah dan ukuran kemasannya relatif besar sehingga menutupi pintu dan jalan menuju kursi penumpang. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan permasalahan mengenai perubahan arus barang hasil pertanian dari wilayah Rangkasbitung setelah penerapan Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api, membandingkan biaya transportasi antara menggunakan kereta api dengan kendaraan roda empat dalam pengangkutan barang hasil pertanian dari wilayah Rangkasbitung, dan menganalisis dampak pelarangan pengangkutan produk hasil pertanian menggunakan kereta api terhadap pendapatan pedagang hasil pertanian yang berasal dari wilayah stasiun Rangkasbitung setelah penerapan Peraturan Pemerintah tersebut. METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian survei menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Sumber data yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder. Populasi penelitian adalah pedagang yang menjual produk hasil pertanian ke pasar di Jakarta yang mengangkut dagangannya tersebut menggunakan jasa kereta api. Jumlah populasi tidak
139
diketahui. Pengambilan sampel dilakukan melaui snowball sampling. Menurut Sugiyono (2010), snowball sampling adalah teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian membesar. Dalam penelitian ini, pada mulanya ditentukan satu pedagang sebagai sampel awal, kemudian digali informasi dan dikembangkan sehingga diperoleh 14 sampel. Analisis deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran dan penyelesaian masalah penelitian. Untuk menjawab masalah pertama dilakukan pengumpulan informasi mengenai perubahan arus barang yang terjadi. Perubahan arus barang tersebut menyangkut jumlah barang, volume barang, dan pasar tujuan. Setelah informasi/data terkumpul, kemudian dibuat peta saluran distribusi dan dideskripsikan. Analisis perbandingan dilakukan untuk menjawab permasalahan kedua, yaitu membandingkan antara jumlah biaya transportasi menggunakan kereta api dengan jumlah biaya transportasi menggunakan kendaraan roda empat. Biaya transportasi yang digunakan adalah dalam satuan rupiah persatuan barang perkilometer. Secara matematis biaya transportasi dapat dirumuskan sebagai berikut: Bt = Bsp/Nb/Jsp Keterangan: Bt = Biaya transportasi (Rp/satuan barang/km) Bsp = biaya angkut dari sumber barang ke pasar (Rp) Nb = Jumlah barang yang diangkut (Kg, packaging) Jsp = jarak dari sumber barang ke
pasar (Km) Untuk menjawab masalah ketiga, dilakukan pengumpulan informasi pendapatan pedagang perhari sebelum dan setelah penerapan PP No. 72 Tahun 2009. Menurut Soekartawi (1993), pendapatan pedagang merupakan keuntungan pemasaran. Keuntungan
140
SUTISNA ET AL.
pemasaran didasarkan pada marjin pemasaran. Menurut Sudiyono (2004), marjin pemasaran didefinisikan juga sebagai perbedaan harga antara harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima petani. Secara matematis, keuntungan pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut: Mp = Bp + Kp, M = Pr – Pf maka diperoleh: Kp = Mp– Bp Kp = Pr – (Pf + Bp) Keterangan : Kp = Keuntungan pemasaran (Rp) Mp = Marjin pemasaran Bp = Biaya pemasaran (biaya transportasi) Pr = Harga ditingkat konsumen (harga beli) Pf = Harga di tingkat petani (harga jual) HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Berdasarkan sebaran umur responden, sebagian besar merupakan pedagang dengan usia 36-40 tahun seperti disajikan pada Tabel 1. Bila dilihat dari tingkat pendidikannya, maka sebagian besar pedagang yang menjadi responden hanya berpendidikan SD (Tabel 2). Dalam melaksanakan profesi sebagai pedagang, sebagian besar telah menjalaninya antara 6-10 tahun seperti pada Tabel 3. Tabel 1 Sebaran umur responden Umur Jumlah % 25-30 1 7,14 31-35 3 21,43 36-40 6 42,86 41-45 2 14,29 46-50 2 14,29 Jumlah 14 100,00
JIPP Tabel 2 Sebaran tingkat responden Tingkat Pendidikan Tidak Tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Jumlah
pendidikan
Jumlah
%
1 9 4 14
7,14 64,29 28,57 100,00
Tabel 3 Sebaran pengalaman berdagang responden Pengalaman Berdagang 1-5 tahun 6-10 tahun 11-15 tahun Jumlah
Jumlah pedagang 1 6 7 14
% 7,14 42,86 50,00 100,00
Karakteristik Usaha Pedagang Produk Pertanian Pedagang produk pertanian yang menjadi responden adalah masyarakat yang berasal dari wilayah Kecamatan Rangkasbitung dan sekitarnya. Daerah asal pedagang pada umunya merupakan daerah pertanian yang menghasilkan komoditas tertentu. Komoditas tersebut diantaranya sayuran, palawija, buah-buahan, rempah-rempah, dan daun untuk pembungkus. Para pedagang berangkat dari Stasiun Rangkasbitung menuju Jakarta menggunakan kereta api yang berangkat pada pukul 04.00-04.30 WIB dan tiba di Jakarta sekitar pukul 06.00-06.45 WIB, kemudian pulang sekitar pukul 11.3013.00 WIB. Kereta api yang digunakan tersebut adalah kereta api lokal kelas ekonomi relasi Rangkasbitung-Jakarta. Aktivitas pedagang ini berlangsung setiap hari sehingga terjadi pola pergerakan penduduk secara komuter dan terjadi arus barang komoditas pertanian dari wilayah Rangkasbitung menuju Jakarta.
Vol. 4, 2015
Dampak Penerapan PP No. 72 tahun 2009
Analisis Perubahan Arus Barang Sebelum penerapan PP No. 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api, beberapa pasar di Jakarta yang menjadi tempat para pedagang menjual produk hasil pertanian adalah Pasar Kebayoran, Pasar Palmerah, Pasar Tanah Abang, Pasar Duri dan Pasar Angke. Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa sebelum penerapan PP No. 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api, sebagian besar (65%) responden membawa produk hasil pertanian dari wilayah Rangkasbitung ke Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Diurutan kedua, sebanyak 14 persen responden menjual produk hasil pertanian di Pasar Palmerah. Pasar Palmerah merupakan salah satu pasar tradisional di Jakarta Barat. Selanjutnya, masing-masing sebanyak tujuh persen dari responden memilih pasar tujuannya yaitu Pasar Tanah Abang Jakarta Pusat, Pasar Duri Jakarta Barat dan Pasar Angke Jakarta Barat. Setelah penerapan PP No. 72 Tahun 2009, pedagang tidak bebas mengangkut produk hasil pertanian menggunakan kereta api. Hal ini mendorong sebagian pedagang memilih beralih menggunakan alat transportasi lain untuk mencapai pasar di Jakarta. Sebagian pedagang memilih bertahan menggunakan kereta api dengan cara mengurangi volume barang yang dibawa dan merubah kemasannya, sebagian lagi memilih beralih ke pasar lain. Kusumatandianma et al. (2013), menyatakan pedagang yang tetap bertahan menggunakan kereta api karena meskipun terdapat selisih biaya lebih murah sampai lebih tinggi, probabilitas untuk menjadikan kereta api sebagai pilihan tetap lebih tinggi dari truk.
141
Pedagang yang memilih beralih ke pasar lain mengakibatkan terjadinya perubahan pasar tujuan. Perubahan pasar tujuan ini mendukung penelitian Erwin et. al. (2014) yang menyatakan bahwa saluran pemasaran dapat dipilih secara bebas, artinya mereka dapat menentukan saluran pemasaran mana yang paling menguntungkan dan yang paling mudah dicapai untuk hasil produksinya. Pada Gambar 2, setelah penerapan kebijakan terjadi penurunan persentasi responden yang berjualan di Pasar Kebayoran Lama menjadi 43 persen. Persentase responden yang berjualan di Pasar Palmerah tetap dikisaran 15 persen. Persentase responden yang berjualan di Pasar Tanah Abang dan Pasar Duri juga tetap dikisaran tujuh persen. Persentase responden yang berjualan di Pasar Angke menjadi nol persen. Sisanya, responden memilih pasar baru yaitu Pasar Cikokol Kota Tangerang, Pasar Serpong Kota Tangerang Selatan, Pasar Cikande Kabupaten Serang dan Pasar Rangkasbitung Lebak, masing-masing sebesar tujuh persen dari seluruh responden. Jika dilihat dari perubahan volume arus barang hasil pertanian yang berasal dari wilayah Rangkasbitung yang diangkut oleh masing responden, sebanyak 50 persen mengalami penurunan volume barang yang diangkut. Sebanyak 28,57 persen responden tidak mengalami penurunan volume barang yang diangkut. Sisanya sebanyak 21,43 persen responden meningkatkan volume barang yang diangkut. Peningkatan volume barang ini terjadi pada responden yang beralih menggunakan transportasi jenis truk pick up.
142
SUTISNA ET AL.
JIPP
7% 7% Kebayoran Lama
7%
Palmerah Tanah Abang
14%
Duri 65%
Angke
Gambar 1. Diagram Sebaran Pasar Tujuan Sebelum Penerapan Kebijakan
7%
Kebayoran Lama
7%
Palmerah 7% 43% 7%
Tanah Abang Duri Cikokol Serpong
7%
Cikande 7%
Rangkasbitung 15%
Gambar 2. Diagram Sebaran Pasar Tujuan Setelah Penerapan Kebijakan Tabel 4 Sebaran perubahan volume barang yang diangkut responden setelah penerapan PP No. 72 Tahun 2009 Perubahan Volume Barang Menurun Tetap Meningkat Jumlah
Jumlah Responden (orang) 7 4 3 14
% 50,00 28,57 21,43 100,00
Vol. 4, 2015
Dampak Penerapan PP No. 72 tahun 2009
Analisis Perbandingan Biaya Transportasi Kereta Api dengan Kendaraan Roda Empat Jarak antara Rangkasbitung dengan Jakarta jika ditempuh melalui jalan raya sekitar 131 km, sedangkan panjang lintasan kereta api relasi Rangkasbitung-Jakarta sekitar 90 km. Biaya transportasi menggunakan kereta api dihitung dengan membagi keseluruhan biaya yang dikeluarkan pedagang untuk mengangkut barang menggunakan kereta api dengan panjang lintasan kereta api relasi Rangkasbitung-Jakarta. Biaya transportasi menggunakan kendaraan dihitung dengan membagi keseluruhan biaya yang dikeluarkan pedagang untuk mengangkut barang menggunakan kendaraan roda empat dengan jarak Rangkasbitung-Jakarta melalui jalan raya. Dalam penelitian ini, kendaraan roda empat yang digunakan oleh pedagang adalah jenis truk pickup. Pada Gambar 3 tampak bahwa ada perbedaan yang signifikan antara biaya biaya transportasi yang dikeluarkan pedagang antara menggunakan kereta api dengan menggunakan kendaraan truk pick up. Biaya transportasi menggunakan kereta api lebih rendah dari pada biaya transportasi menggunakan kendaraan truk pick up. Hasil perbandingan rataan biaya transportasi kereta api dengan kendaraan truk pick up diperoleh perbandingan sebesar 1,00: 1,73. Analisis Perubahan Pendapatan Pedagang Untuk mengetahui perubahan pendapatan pedagang sebelum dan sesudah penerapan PP No. 72 Tahun 2009 dilakukan perhitungan pendapatan pedagang pada dua kelompok responden yaitu kelompok responden yang bertahan menggunakan transportasi kereta api dan kelompok responden
143
yang beralih menggunakan lain (truk pick up dan sepeda motor). Terhadap semua responden dilakukan penghitungan pendapatan pada kondisi sebelum penerapan kebijakan maupun sesudah penerapan kebijakan. Hasil perhitungan tersebut tersaji dalam grafik perbandingan pada Gambar 4 dan Gambar 5. Pada Gambar 4 tampak bahwa terjadi penurunan pendapatan pedagang setelah penerapan PP No. 72 Tahun 2009. Penurunan pendapatan tersebut disebabkan pedagang mengurangi volume produk yang diangkut karena adanya pembatasan barang bawaan penumpang kereta api. Selain itu juga karena pihak perusahaan kereta api tidak mengizinkan gerbong barang digunakan untuk mengangkut barang bawaan pedagang. Rata-rata pendapatan perhari pedagang yang bertahan menggunakan kereta api mengalami penurunan dari Rp. 205.500,-/orang menjadi Rp. 141.250,-/orang. Pada Gambar 5 tampak bahwa responden satu sampai dengan responden lima mengalami penurunan pendapatan. Responden tersebut adalah pedagang yang menggunakan transportasi pick up yang disewa secara bersama-sama. Responden enam, responden tujuh, dan responden sepuluh mengalami kenaikan pendapatan. Responden tersebut adalah pedagang yang menggunakan transportasi pick up yang disewa secara pribadi. Responden delapan dan sembilan hanya mengalami sedikit penurunan pendapatan. Pedagang tersebut memilih pasar lokal yaitu Rangkasbitung dan Cikande sehingga dapat dijangkau dengan sepeda motor. Rata-rata pendapatan perhari pedagang yang yang beralih menggunakan alat transportasi lain mengalami peningkatan dari Rp. 254.000,-/orang menjadi Rp. 262.500,-/orang.
144
SUTISNA ET AL.
JIPP
Rp.2500,000 Rupiah/km
Rp.2000,000 Rp.1500,000 Rp.1000,000
Kereta Api Truck Pick Up
Rp.500,000 RpKebayoran Palmerah Lama Pasar
Tanah Abang
Gambar 3 Perbandingan biaya transportasi kereta api dengan kendaraan roda empat 350.000 300.000 Rupiah
250.000 Sebelum Penerapan Kebijakan
200.000 150.000
Sesudah Penerapan Kebijakan
100.000 50.000 0 1
2 3 Responden
4
Gambar 4 Perbandingan pendapatan pedagang yang bertahan menggunakan kereta api pada kondisi sebelum dan sesudah penerapan kebijakan 700.000 600.000 Rupiah
500.000 400.000
Sebelum Penerapan Kebijakan
300.000
Sesudah Penerapan Kebijakan
200.000 100.000 0 1
2
3
4 5 6 7 Responden
8
9
10
Gambar 5 Perbandingan pendapatan pedagang yang beralih menggunakan transportasi lain pada kondisi sebelum dan sesudah penerapan kebijakan
Vol. 4, 2015
Dampak Penerapan PP No. 72 tahun 2009 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Arus barang dilihat dari pasar tujuan terjadi penyebaran ke wilayah pemasaran baru yaitu Pasar Rangkasbitung, Pasar Cikande, Pasar Cikokol dan Pasar Serpong. Dilihat dari perubahan volumenya, sebanyak 50 persen pedagang mengurangi volume barang yang diangkut, 28,57 persen pedagang tetap dan 21,43 persen pedagang meningkatkan volume barang yang diangkutnya. 2. Biaya transportasi menggunakan kereta api lebih rendah dari pada biaya transportasi menggunakan kendaraan pick up. Hasil perbandingan rataan biaya transportasi kereta api dengan kendaraan truk pick up diperoleh perbandingan sebesar 1,00: 1,73. 3. Penerapan Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2009 telah mengakibatkan perubahan pendapatan pedagang. Rata-rata pendapatan perhari pedagang yang bertahan menggunakan kereta api mengalami penurunan dari Rp. 205.500,-/orang menjadi Rp. 141.250,-/orang. Rata-rata pendapatan perhari pedagang yang yang beralih menggunakan alat transportasi lain mengalami peningkatan dari Rp. 254.000,-/orang menjadi Rp. 262.500,-/orang. DAFTAR PUSTAKA Erwin A, Celcius T, Paulus AP, Ribka MK. 2014. Efisiensi Pemasaran Bawang Merah di Desa Tonsewer Kecamatan Tompaso Barat Kabupaten Minahasa. Jurnal AgriSosioekonomi. 11(2A): 21- 32.
145
Hanafiah AM dan Saefuddin AM. 1986. Tata Niaga Hasil Perikanan. Jakarta: Universitas Indonesia (UIPress). Kamaluddin R. 2003. Ekonomi Transportasi; Karaktristik, Teori dan Kebijakan. Jakarta: Ghalia Indonesia. Kusumatandianma D, Harsya A, Harnen S, A Wicaksono. 2013. Model Pemilihan Moda Antara KA dan Truk Untuk Pengiriman Barang Koridor Surabaya-Jakarta. Jurnal Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil. 1(1): 1-15 Lek M. 2013. Aalisis Dampak Pembangunan Jalan Terhadap Pertumbuhan Usaha Ekonomi Rakyat di Pedalaman May Brat Provinsi Papua Barat. Jurnal Ekonomi Kuantitatif Terapan. 6(1): 30-40 Pemerintah RI. 2009. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Kereta Api. Diakses melaui http://www.kemendagri.go.id Soekartawi. 1993. Prinsip Dasar Manajemen Pemasaran Hasil-Hasil Pertanian. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sudiyono A. 2004. Pemasaran Pertanian. Universitas Muhamadiyah Malang. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta. Tarigan R. 2010. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta: Bumi Aksara. Tarigan, Devi S dan Rahmat S. 2013. Analisis Pengaruh Kualitas Infrastruktur Jalan terhadap HargaHarga Hasil Pertanian di Kecamatan Dolok Silau. Jurnal Ekonomi dan Keuangan. 1(6): 7083.