DAMPAK PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN TERHADAP PERKEMBANGAN AGRIBISNIS DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI (Suatu Kasus di Kecamatan Ciomas, Gunung Sari Kabupaten Serang dan Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten) Impact of Payment of Environmental Services Towards Household Income and Agribusiness Development Hayati, Gugun Gunawan, dan Setiawan Sariyoga Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Jl. Raya Jakarta Km 4. Pakupatan Serang
ABSTRACT The paper aims to investigate the impact environmental service payment to development of agribusiness and earnings of domestic farmer. The research uses survey method, by taking samples from household that receive environmental service payment in sub district of Ciomas and Gunung Sari-Serang and Mandalawangi-Pandeglang, Province Banten, stratified random sampling with ownership of trees as stratification that is above 1000 trees, 250-1000 trees, below 250 trees. Data are analyzed by descriptive method and farmer’s household revenues before and after environmental service payment is enacted. The result shows that environmental service payment give impact to development of system agribusiness, where “non farm” subsystem, local farmer grow “melinjo” and “off farm” subsystem they produce “melinjo chips”. Environmental service payment can increase earnings of domestic farmers who own more than 1000 trees and 250 to 1000 trees, but decrease earnings of domestic farmers who own less than 250 trees. Key word: earnings and agribisnis ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak pembayaran jasa lingkungan terhadap perkembangan agribisnis dan pendapatan rumah tangga petani. Penelitian ini menggunakan metode survei dengan mengambil contoh dari rumah tangga petani yang menerima pembayaran jasa lingkungan di Kecamatan Ciomas dan Gunung Sari-Serang, dan Mandalawangi-Pandeglang, Provinsi Banten, dengan teknik pengambilan contoh acak berlapis dan kepemilikan pohon sebagai pelapisan, yakni diatas 1000 batang pohon, 2501000 batang pohon dan dibawah 250 batang pohon. Analisis data yang digunakan yaitu analisis deskriptif dan analisis pendapatan rumah tangga sebelum dan sesudah adanya pembayaran jasa lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembayaran jasa lingkungan memberikan dampak terhadap perkembangan sistem agribisnis, dimana dalam rangkaian subsistem agribisnis yaitu subsistem “on-farm”, masyarakat setempat membudidayakan komoditas melinjo dan pada subsistem “off-farm” mengembangkan keripik melinjo. Pembayaran jasa lingkungan dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga petani kelompok diatas 1000 batang pohon dan 250-1000 batang pohon, tetapi menurunkan pendapatan rumah tangga petani kelompok dibawah 250 batang pohon. Kata kunci: pendapatan dan agribisnis
Hayati, Gugun Gunawan, dan Setiawan Sariyoga
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki lahan dan perairan subur cukup luas, sehingga tidaklah salah untuk mengharapkan sektor pertanian di Indonesia menjadi sektor unggulan. Dengan demikian sektor pertanian bersama sektor lainnya (seperti industri manufaktur, elektronika, kedirgantaraan, dan jasa) dapat menjadi penggerak utama pembangunan nasional menuju bangsa yang maju dan mandiri serta masyarakat adil dan makmur. Oleh karena itu, sektor pertanian ini perlu dibangun agar semakin kokoh dan tangguh di masa depan, dengan memadukan dan mensinergikan keunggulan komparatif (misalnya kekayaan sumber daya alam), keunggulan kompetitif (kekuatan IPTEK), dan keunggulan kooperatif (seperti budaya lokal yang positif, unsur spiritualitas dan religiusitas). Ketiga keunggulan itu merupakan satu kesatuan yang harus mendapat perhatian khusus dalam pembangunan pertanian di abad 21 (IPB & Bapenas,1997). Proses transformasi struktural, seperti telah dinyatakan di atas, ditentukan oleh pemilihan konsep industrialisasi. Saat ini terdapat tiga konsep strategi industrialisasi pertama, pengembangan industri yang berspektrum luas terutama yang berorientasi kepasar dalam negeri, dan atau impor. Kedua, pengembangan industri yang berteknologi modern. Ketiga, strategi industrialisasi berbasiskan pengembangan agroindustri dalam rangka pengembangan sistem agribisnis. Daerah Aliran Sungai (DAS) Cidanau memiliki peran penting terhadap pembangunan di daerah hilir DAS yaitu pembangunan ekonomi di Cilegon. Sebagian besar kawasan industri yang ada di Cilegon memanfaatkan air baku dari sungai Cidanau. Menurut Forum Komunikasi Daerah Aliran Sungai Cidanau (FKDC) (2007) dalam dinas perdagangan dan industri kota Cilegon (2003), pendistribusian air untuk industri sebesar 1.100 liter/detik, dengan jumlah industri yang menjadi pelanggan Krakatau Tirta Industri (KTI) mencapai 80 persen dari jumlah industri besar kecil yang berada di Kota Cilegon dan sekitarnya yang berjumlah + 120 perusahaan dengan investasi mencapai US $ 1. 936. 643.291. Saat ini telah terjadi penurunan kuantitas dan kualitas air baku yang disebabkan oleh aktivitas masyarakat di daerah hulu DAS yang memanfaatkan hutan maupun lahan untuk memenuhi kehidupannya. Aktivitas masyarakat ini menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem daerah hulu DAS yaitu terjadi kerusakan daerah hulu DAS. Hal ini sejalan dengan pendapat Asdak (2007), yakni aktivitas suatu komponen ekosistem selalu memberi pengaruh pada komponen ekosistem yang lain. Manusia adalah salah satu komponen yang penting. Sebagai komponen yang dinamis, manusia dalam menjalankan aktivitasnya seringkali mengakibatkan dampak pada salah satu komponen lingkungan, dengan demikian, mempengaruhi ekosistem secara keseluruhan. Menurut Suripin (2002) perubahan ekosistem juga akan menyebabkan gangguan terhadap bekerjanya fungsi suatu DAS, sehingga tidak berjalan sebagaimana mestinya. Mengatasi permasalahan di daerah hulu DAS maka dilakukan berbagai cara, salah satunya yaitu pelarangan menebang pohon namun cara ini tidak menyelesaikan permasalahan, selain itu perubahan lahan hutan menjadi non
342
Dampak Pembayaran Jasa Lingkungan terhadap Perkembangan Agribisnis dan Pendapatan Rumah Tangga Petani
hutan tidak dapat diperkecil. Hal ini disebabkan oleh kondisi ekonomi masyarakat yang berekonomi lemah cenderung berbuat menebang hutan atau mengubah lahan hutan menjadi lahan pertanian. Terkait dengan kondisi ekonomi, maka beberapa pemangku kepentingan mengeluarkan upaya untuk mengatasi kondisi daerah hulu DAS dengan konsep pembayaran jasa lingkungan. Pembayaran jasa lingkungan adalah upaya untuk mengontrol, menjaga, dan mempertahankan ketersediaan jasa lingkungan DAS Cidanau oleh pemanfaat jasa lingkungan, serta meningkatkan pendapatan penyedia jasa lingkungan sampai pada tingkat kompetitif dalam alternatif pemanfaatan tata guna lahan (FKDC, 2007). Makalah ini bertujuan untuk menganalisis dampat pembayaran jasa lingkungan terhadap perkembangan agribisnis dan pendapatan rumah tangga petani.
METODOLOGI Kerangka Pemikiran Mempertahankan fungsi lingkungan hidup, salah satu kesimpulan dari beberapa studi yang bertujuan mempertahankan fungsi lingkungan adalah memberi harga air yang sesuai dengan nilai intrinsiknya. Masalah nilai atau harga seperti ini bukan saja berarti dapat digalinya sumber baru pendapatan pemerintah, tetapi secara langsung akan dapat memberikan arti penting keberadaan fungsi lingkungan hidup bagi aktivitas ekonomi masyarakat secara keseluruhan. Jenis jasa lingkungan yang dikembangkan dalam mekanisme transaksi jasa lingkungan saat ini yaitu Sumber daya air (Water Resources). Hal ini dipertegas oleh Bapedal Provinsi Banten (2007) dengan jasa lingkungan DAS Cidanau yang dijadikan dasar hubungan hulu-hilir, dimana pemanfaat air membayar kepada masyarakat yang memiliki peran dalam menjaga tata air DAS Cidanau. Kuswanto dan Ikbal (2008) melalui mekanisme pembayaran jasa lingkungan yang dilakukan di DAS Cidanau, diharapkan dapat mengendalikan laju perambahan dan kerusakan hutan di daerah hulu sekaligus memberdayakan kesejahteraan masyarakat di sekitar DAS agar lebih kompetitif dalam menjaga hutan dibandingkan dengan pemanfaatan tata guna lahan lainnya. Ahmad (2005) implementasi pembayaran jasa lingkungan hutan di negara Costa Rica berhasil memperluas tutupan lahan hutan dan mensejahterakan masyarakatnya. (Wulandari, 2005) pembayaran jasa lingkungan selain berfungsi untuk menjaga ketersediaan jasa lingkungan juga memperbaiki kehidupan masyarakat yang berada di daerah hutan konservasi (Wulandari, 2005). Berdasarkan ekonomi kelembagaan (institutional economics) dalam memperbaiki kinerja perlu memperhatikan situasi/sifat barang sebagai objek dimana seluruh partisipan mempunyai keterkaitan satu sama lain, dalam pemahaman ini yang perlu ditekankan bahwa hutan tidak memberikan
343
Hayati, Gugun Gunawan, dan Setiawan Sariyoga
interdependency dalam bentuk incompatible artinya seseorang yang mempunyai hak untuk mengelola suatu kawasan hutan tidak berarti dapat menggunakan haknya tersebut secara bebas, karena proses pengelolaan, keberhasilan atau kegagalannya dapat memberikan pengaruh baik langsung maupun tidak langsung kepada pihak lain. Pembayaran jasa lingkungan yang diterapkan di DAS Cidanau yaitu pemanfaat jasa lingkungan membayar kepada petani yang menjaga lingkungan, melalui lembaga pengelola jasa lingkungan. Lembaga pengelola jasa lingkungan menyerahkan uang jasa lingkungan kepada petani yang berhak menerima pembayaran jasa lingkungan sesuai perjanjian melalui kelompok tani. Rahim (2006) menyatakan bahwa pendapatan atau total pendapatan rumah tangga petani diperoleh dari pendapatan rumah tangga dari kegiatan usaha tani, non usaha tani, usaha tani di beberapa subsektor dari anggota keluarga. Menurut Supardi dalam Rahim (2007) bahwa sumber pendapatan rumah tangga petani dipinggiran hutan berasal dari lahan usaha tani sendiri, usaha ternak, penjualan kayu, buruh tani dan upah tenaga kerja diluar sektor pertanian. Menurut Hernanto (1989) bahwa pendapatan rumah tangga petani diperoleh dari usaha tani sendiri, sumber usaha lain yang diperoleh dari upah tenaga kerja pada bidang usaha tani yang lain dan sumber pendapatan diluar usaha tani.
Lokasi dan Contoh Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah survei, dengan lokasi penelitian di Kecamatan Ciomas dan Kecamatan Gunung Sari Kabupaten Serang, dan Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang. Contoh diambil dari populasi rumah tangga petani yang menerima pembayaran jasa lingkungan di Kecamatan Ciomas dan Kecamatan Gunung Sari Kabupaten Serang dan Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah penarikan contoh acak berlapis dengan dasar pelapisan adalah kepemilikan batang pohon. Jumlah contoh adalah sebanyak 55 rumah tangga petani yang terdiri dari 1 rumah tangga petani dengan kepemilikan > 1000 batang pohon, 25 rumah tangga petani dengan kepemilikan antara 250 sampai dengan 1000 batang pohon, dan 29 rumah tangga petani dengan kepemilikan kurang dari 250 batang pohon. Teknik pengumpulan data yaitu data primer dan data sekunder. Alat analisis yang digunakan yaitu Analisis pendapatan rumah tangga petani sebelum dan pendapatan rumah tangga petani sesudah adanya pembayaran jasa lingkungan dan analisis deskriptif.
Dampak Pembayaran Jasa Lingkungan Terhadap Perkembangan Agribisnis Karakteristik perdesaan seringkali ditandai dengan pengangguran, produktivitas pertanian yang rendah dan pendapatan rendah, kurangnya fasilitas
344
Dampak Pembayaran Jasa Lingkungan terhadap Perkembangan Agribisnis dan Pendapatan Rumah Tangga Petani
dan kemiskinan. Masalah-masalah pengangguran, setengah pengangguran, dan pengangguran terselubung. Rendahnya produktivitas merupakan ciri khas dikawasan perdesaan. Tinjauan holistik dengan memperhatikan kondisi berbagai aspek kehidupan pertanian menunjukkan bahwa inti proses pembangunan pertanian adalah transformasi struktural masyarakat perdesaan dari kondisi pertanian agraris tradisional menjadi perdesaan berbasis ekologi pertanian dengan pengusahaan bersistem agribisnis, yang menjadi struktur ekonomi perdesaan yang terkait erat dengan sistem industri, sistem perdagangan dan sistem jasa nasional/global. Pembayaran jasa lingkungan memberikan dampak terhadap perkembangan sistem agribisnis, dimana dalam rangkaian subsistem agribisnis yaitu subsistem ”off farm” masyarakat setempat membudidayakan komoditi melinjo. Hal ini berkaitan dengan adanya program pembayaran jasa lingkungan yang diadakan oleh FKDC yang terdiri dari beberapa pemangku kepentingan, seperti lembaga pemerintah, non pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat daerah hulu DAS Cidanau. Dengan adanya kerjasama ini tercipta pembangunan pertanian yang berkelanjutan dengan mengutamakan aspek sosial, aspek ekonomi, dan aspek ekologi/lingkungan. Kegiatan (nilai tambah) ekonomi masyarakat akan tercipta dalam hal antara lain pendapatan rumah tangga masyarakat setempat meningkat dengan memperhatikan lingkungan agar tetap terjaga. Sebagai upaya untuk melestarikan lingkungan masyarakat hulu DAS Cidanau diminta untuk menjaga lingkungan dengan membudidayakan komoditas melinjo dan untuk itu masyarakat hilir industri DAS yang terletak di wilayah Cilegon yang memanfaatkan jasa lingkungan ini membayarnya. Langkah ini diharapkan menjadi jawaban yang terbaik dan efektif dimana masyarakat setempat atau hulu dapat mengembangkan usaha agribisnisnya dan tidak terlepas dalam menjaga lingkungan. Pengembangan komoditas melinjo ini adalah berbasis budaya lokal yang memperhatikan lingkungan setempat. Dengan komoditas unggulan melinjo, maka usaha kecil menengah emping yang merupakan bagian subsistem ”off farm” yang berdaya saing tinggi dapat dikembangkan sebab emping berbahan baku lokal.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dampak Pembayaran Jasa Lingkungan terhadap Pendapatan Rumah Tangga Petani Penelitian ini mengkaji dampak pembayaran jasa lingkungan terhadap pendapatan rumah tangga petani yaitu perubahan pendapatan rumah tangga petani dari sebelum adanya pembayaran jasa lingkungan ke sesudah adanya pembayaran jasa lingkungan. Oleh karena itu pendapatan rumah tangga petani terbagi menjadi dua bagian yaitu pendapatan rumah tangga petani sebelum dan sesudah adanya pembayaran jasa lingkungan. Pendapatan rumah tangga petani dihitung dari
345
Hayati, Gugun Gunawan, dan Setiawan Sariyoga
beberapa sumber pendapatan yaitu usaha tani, usaha non pertanian dan lain-lain, serta jasa lingkungan. Pendapatan rumah tangga petani sebelum dan sesudah adanya pembayaran jasa lingkungan dapat disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Pendapatan Rumah Tangga Petani Sebelum dan Sesudah Adanya Pembayaran Jasa Lingkungan Stratifikasi Kepemilikan Batang Pohon (Batang)
Sumber Pendapatan
1. Usaha Tani 2. Non Pertanian > 1000 3. Lain-lain 4. Jasa Lingkungan Rata-rata 1. Usaha Tani 2. Non Pertanian 250-1000 3. Lain-lain 4. Jasa Lingkungan Rata-rata 1. Usaha Tani 2. Non Pertanian < 250 3. Lain-lain 4. Jasa Lingkungan Rata-rata Sumber: Olahan Data Primer
Pendapatan Rumah Tangga Petani (Rata-rata) Sebelum Sesudah (Rp/bulan) (Rp/bulan) 170.000,00 120.000,00 8.333,00 0 0 0 0 120.333,33 178.333,00 240.333,33 249.138,33 239.705,00 385.500,00 404.333,33 83.073,33 249.566,67 0 51.470,00 717.711,67 945.075,00 159.042,39 117.701,15 33.117,82 56.531,61 224.201,15 198.301,72 0 25.813,20 416.361,35 398.347,68
Berdasarkan Tabel 1 di atas, rumah tangga petani > 1000 batang pohon mengalami kenaikan sebesar Rp 62.000,00; 250 – 1000 batang pohon mengalami kenaikan sebesar Rp 227.363,33, dan < 250 batang pohon mengalami penurunan sebesar Rp 18.013,67. Pada dua strata sebelumnya kenaikan ini disebabkan karena banyaknya jumlah pohon yang dimiliki oleh rumah tangga petani, hal ini mengindikasikan semakin banyak pohon yang dimiliki maka akan semakin besar jumlah uang yang diterima dari pembayaran jasa lingkungan dalam hal ini pendapatan jasa lingkungan. Demikian juga sebaliknya strata ketiga mengalami penurunan hal ini disebabkan semakin sedikit jumlah pohon yang dimiliki maka semakin sedikit jumlah pembayaran yang diterima rumah tangga petani. Jadi dampaknya yaitu dengan adanya pembayaran jasa lingkungan dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga petani > 1000 batang pohon dan 2501000 batang pohon, tetapi menurunkan pendapatan rumah tangga petani < 250 batang pohon.
KESIMPULAN
1. Pembayaran jasa lingkungan memberikan dampak terhadap perkembangan sistem agribisnis, dimana dalam rangkaian subsistem agribisnis yaitu
346
Dampak Pembayaran Jasa Lingkungan terhadap Perkembangan Agribisnis dan Pendapatan Rumah Tangga Petani
subsistem ”on farm” masyarakat setempat membudidayakan komoditas melinjo dan subsistem ”off farm” adalah mengolah melinjo menjadi keripik. 2. Pembayaran jasa lingkungan dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga petani > 1000 batang pohon dan 250-1000 batang pohon, tetapi menurunkan pendapatan rumah tangga petani < 250 batang pohon.
DAFTAR PUSTAKA Ahmad NR. 2005. Pembentukan Lembaga Keuangan Alternatif Untuk Menunjang Pembangunan dan Pengelolaan Hutan Lestari. Diakses 29 Mei 2008 dari http://aphi.net.com. Arsyad L. 2004. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: STIE. Asdak C. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: UGM Press. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) Provinsi Banten. 2007. Model pembayaran jasa lingkungan DAS Cidanau Provinsi Banten. Diakses 29 Mei 2008 http://perpamsibanten.org. Budhi GS, Kuswanto SA, dan Muhammad I. 2008. Concept and Implementation of PES Program in the Cidanau Watershed: A Lesson Learned for the Future Environmental Policy. Analisis Kebijakan Pertanian (Online), Vol. 06 No. 01 tahun 2008. Diakses 29 Mei 2008 dari http://pse.litbang.deptan.go.id. Forum Komunikasi DAS Cidanau (FKDC), 2007. Forum Komunikasi DAS Cidanau Provinsi Banten Menuju Pengelolaan Terpadu DAS Cidanau. Serang: Rekonvasi Bumi. Hernanto F. 1989. Ilmu Usaha tani. Jakarta: Penebar Swadaya. IPB & Bapenas. 1997. Pembangunan Pertanian Yang Berkebudayaan Industri” Buku 1: Paradigma Pembangunan Pertanian Abad 21”. Bogor: IPB dan Bapenas. Rahim A. 2007. Ekonomika Pertanian. Jakarta: Penebar Swadaya. Suripin. 2002. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Yogyakarta : ANDI. Wulandari C. 2005. Pembayaran Jasa Lingkungan sebagai Alternatif Mekanisme Insentif Bagi Masyarakat Pemelihara Kelestarian Sumber daya Hutan (Payment for Environmental Services as an Incentive Mechanism Alternative for Community to Conserve Forest Resources. Jurnal Hutan Tropika, (Online) Volume 1 nomor 2 Desember 2005. Diakses 29 Mei 2008 dari http://www.unila.ac.id
347