1
IMPLEMENTASI PROGRAM BANTUAN STIMULAN PERUMAHAN SWADAYA DI KECAMATAN PETIR KABUPATEN SERANG SKRIPSI Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Manajemen Publik Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Oleh:
RUHNURI MUSFIROH NIM. 6661081109
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA SERANG, JULI 2015
2
3
4
5
Man lam yadzuq dzulla-tta’allumi saa’atan, tajjarra’a dzullal- jahli thula hayatihi Barangsiapa belum merasakan kesulitan belajar walau sebentar,ia akan merasakan kebodohan yang menghinakan selama hidupnya.
(Imam Syafi’i)
Thank You Allah… Alhamdulillah
6
ABSTRAK
Ruhnuri Musfiroh. Nim 6661081109. Pembimbing I Riny Handayani, S.Si., M.Si, dan Pembimbing II Ipah Ema Jumiati, S.Ip., M.Si. Implementasi Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang. Program Studi Ilmu Administrasi Negara. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Fokus penelitian ini ialah Implementasi Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang. Latar belakang permasalahan penelitian ini yaitu berubah- ubahnya petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis, kurang optimalnya sosialisasi, rendahnya dukungan publik, dana bantuan yang diterima penerima bantuan tidak utuh, pembelanjaan tidak dilakukan oleh penerima bantuan, terbatasnya kompetensi Kelompok Swadaya Masyarakat, pekerjaan tidak dilakukan sesuai tugas pokok dan fungsi masing- masing pelaksana, dan kurang jelasnya jadwal pencairan. Metode penelitian yang digunakan ialah metode penelitian kualitatif. Teori yang digunakan adalah teori implementasi Jones (1996). Teknik pengumpulan data yang digunakan ialah observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan ialah teknis analisis data menurut Miles dan Huberman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Implementasi Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang belum optimal karena dalam pelaksanaannya Kelompok Swadaya Masyarakat dan Badan Keswadayaan Masyarakat tidak berfungsi dengan baik, pelaksanaannya tidak sepenuhnya sesuai dengan peraturan, tidak adanya petunjuk pelaksanaan, petunjuk teknis, serta Standar Operasional Prosedur (SOP), program kerja yang jelas serta jadwal kegiatan pasti. Agar pelaksanaan program menjadi optimal maka harus ada petunjuk pelaksanaan, petunjuk teknis, SOP, dan program kerja yang jelas serta jadwal kegiatan pasti.
Kata Kunci: Implementasi Kebijakan, Program Bantuan
7
ABSTRACT
Ruhnuri Musfiroh. Nim 6661081109. Adviser I . Riny Handayani, S.Si., M.Si., and Adviser II Ipah Ema Jumiati, S.Ip., M.Si. Implementation of Selfsupporting Housing Stimulant Aid Programme in Petir Serang Regency. Program Study Science of State Administration. Science of Social and Political Faculty. Sultan Ageng Tirtayasa University.
The focus of this research is the Implementation of Self- supporting Housing Stimulant Aid Programme in Petir Serang Regency. The background of this research concerns that change-implementation guidance and in technical instructions, suboptimal socialization, low public support, the grant recipient has not accepted intact, for purchases not effected by the recipient, the limited competence of Community Self-supporting Group, the work was not done according to basic tasks and functions each implementer, and less details schedule thawing. The research method used is qualitative research methods. The theory used is implementation theory Jones (1996). Data collection techniques used are observation, interview, and study documentation. Data analysis technique used is technical analysis data by Miles and Huberman. The results showed that implementation of the Self-supporting Housing Stimulant Aid Programme in District of Petir Serang Regency is not optimal due to the implementation of Community Self- supporting Group and the Community SelfSupporting Organization is not functioning properly, the implementation is not fully in accordance with the regulations, the absence of guidelines, technical guidelines, as well as the Standard Operational Procedures (SOP), a clear work program and schedule of activities for sure. In order to make the implementation is optimal, there should be guidelines, technical guidelines, SOP, and a clear work program and schedule of activities for sure.
Keywords: Policy Implementation, Assistance Program
8
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan proposal skripsi dengan judul “Implementasi Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang” ini. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta umatnya hingga akhir zaman. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sosial pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Serang. Penulis menyadari bahwa keberhasilan penyusunan proposal ini adalah berkat bimbingan, bantuan, serta saran- saran dari berbagai pihak. Karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih sebesar- besarnya kepada: 1. Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat. M.Pd., Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 2. Dr. Agus Sjafari, M.Si., Dekan FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 3. Kandung Sapto N, M.Si., Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
i
9
4. Mia Dwianna, M.Ikom., Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 5. Gandung Ismanto, S.Sos., M.Si., Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa 6. Rahmawati,
S.Sos.,
M.Si.,
Ketua
Jurusan
Program
Studi
Ilmu
Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 7. Riny Handayani, S.Si., M.Si., Dosen Pembimbing Skripsi I peneliti yang senantiasa memberikan arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini. 8. Ipah Ema Jumiati, M.Si., Dosen Pembimbing II peneliti yang senantiasa memberikan arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini. 9. Seluruh Dosen Program studi Ilmu Administrasi Negara Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu, yang telah memberikan ilmunya selama peneliti masih dalam perkuliahan. 10. Seluruh Staff TU Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 11. Bapak dan ibu tercinta, atas doa tanpa henti yang diberikan kepada peneliti. 12. Kakak- kakak dan adik- adikku tersayang, atas semangat dan motivasi yang diberikan. 13. Suamiku Fakhrul Hayandi, SE., dan buah hatiku Danendra Zafran AlMusyaffa, motivasi terbesar peneliti untuk menyelesaikan skripsi.
ii
10
14. Bapak IIm Rohimudin, ST., MM. Kepala Seksi Perumahan Swadaya Formal dan Non Formal DTRBP Kabupaten Serang 15. Seluruh Staff Bidang Perumahan DTRBP Kabupaten Serang. 16. Bapak Suhendra, SE., Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Sindangsari Kecamatan Petir. 17. Bapak Ikhsan, S.Pd., Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir. 18. Bapak Abdul Ka’ab (Sair), Ketua Badan Keswadayaan Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir. 19. Bapak Rasim Rubisa, Kepala Desa Ds. Sindangsari Kecamatan Petir. 20. Bapak Fahruroji, Kepala Desa Ds. Kampung Baru Kecamatan Petir. 21. Seluruh penerima bantuan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir yang menjadi informan penelitian. 22. Rekan-rekan Administrasi Negara Kelas B angkatan 2008 yang tidak henti-hentinya memberikan semangat dalam menyelesaikan skripsi peneliti, khususnya Lina Eliyana S.Sos., Fitri Wahyuni S.Sos., Gilar Novi Purnama Saputri S.Sos., Euis Juhaeriah S.Sos., dan Selvi Destiasari S.Sos. 23. Semua pihak yang telah membantu peneliti dalam proses penyusunan skripsi hingga skripsi ini selesai.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis, mahasiswa Administrasi Negara, dan bagi siapa saja yang membacanya. Segala kekeliruan yang terdapat dalam skripsi ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Penulis menyadari
iii
11
bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Karena itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan adanya masukan, kritik, serta saran terhadap skripsi ini.
Serang, Juni 2015 Penulis
Ruhnuri Musfiroh Nim. 6661 081109
iv
12
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR ...................................................................................... i DAFTAR ISI ..................................................................................................... v DAFTAR TABEL ............................................................................................. x DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xi DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xii BAB I
PENDAHULUAN ............................................................................ 1 1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1 1.2 Identifikasi Masalah .................................................................... 17 1.3 Pembatasan Masalah .................................................................... 18 1.4 Rumusan Masalah ........................................................................ 18 1.5 Tujuan Penelitian ......................................................................... 18
v
13
1.6 Manfaat Penelitian ....................................................................... 18 1.7 Sistematika Penulisan ................................................................... 19
BAB II
DESKRIPSI TEORI DAN ASUMSI DASAR ............................... 23 2.1 Deskripsi Teori ............................................................................. 23 2.1.1 Kebijakan Publik ................................................................ 23 2.1.2 Implementasi Kebijakan Publik ......................................... 28 2.1.3 Pendekatan Implementasi Kebijakan Publik...................... 31 2.1.3.1 Model Pendekatan Implementasi Kebijakan Publik Donald Van Metter dan Carl Van Horn .................. 31 2.1.3.2 Model Pendekatan Implementasi Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier ................................................... 35 2.1.3.3 Model Pendekatan Implementasi Kebijakan Publik George Edward III.................................................. 41 2.1.3.4 Model Pendekatan Implementasi Kebijakan Publik Merilee S. Grindle .................................................. 45 2.1.3.5 Model Pendekatan Implementasi Kebijakan Publik Charles O. Jones ..................................................... 48 2.2 Gambaran Umum Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya ........................................................................................ 53 2.2.1 Tujuan dan ruang Lingkup Program .................................... 53 vi
14
2.2.2 Kriteria Penerima Bantuan .................................................. 54 2.2.3 Pelaksana Kegiatan .............................................................. 55 2.3 Kerangka Berfikir dan Asumsi Dasar .......................................... 64 2.3.1.Kerangka Berfikir .............................................................. 64 2.3.2 Asumsi Dasar ..................................................................... 67
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 68 3.1. Motede Penelitian ....................................................................... 68 3.2. Instrumen Penelitian ................................................................... 70 3.3. Informan Penelitian .................................................................... 70 3.4. Teknik Pengumpulan Data ......................................................... 73 3.4.1 Observasi ............................................................................ 74 3.4.2 Wawancara ........................................................................ 75 3.4.3 Dokumentasi ...................................................................... 78 3.5. Teknik Analisis Data .................................................................. 79 3.5.1 Reduksi Data ..................................................................... 79 3.5.2 Penyajian Data .................................................................. 80 3.5.3 Penarikan Kesimpulan/ Verifikasi .................................... 80 3.6. Uji Keabsahan Data ................................................................... 81 3.6.1 Triangulasi ......................................................................... 82 3.6.2 Member Check .................................................................... 83
vii
15
3.7 Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................... 84 3.7.1 Tempat Penelitian.............................................................. 84 3.7.2 Waktu Penelitian ............................................................... 84
BAB IV HASIL PENELITIAN ..................................................................... 86 4.1 Deskripsi Objek Penelitian .......................................................... 86 4.1.1 Gambaran Umum Kecamatan Petir ................................... 86 4.1.1.1 Pemerintahan .......................................................... 87 4.1.1.2 Kependudukan........................................................ 90 4.2 Deskripsi Data Penelitian ............................................................ 92 4.3 Pembahasan ................................................................................. 95 4.3.1 Kesesuaian Pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang dengan Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 14 Tahun 2011 ........................................... 96 4.3.1.1Tujuan ..................................................................... 97 4.3.1.2 Sasaran ................................................................... 100 4.3.1.3 Penggunaan ............................................................ 106 4.3.1.4 Pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang oleh Pelaksana Program ........................................ 112
viii
16
4.3.2 Analisis Pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang berdasarkan Teori Jones ........................................... 120 4.3.2.1 Organisasi .............................................................. 140 4.3.2.2 Interpretasi.............................................................. 161 4.3.2.3 Penerapan ............................................................... 177
BAB V PENUTUP ........................................................................................... 201 5.1 Kesimpulan .................................................................................... 201 5.2 Saran............................................................................................... 202
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
ix
17
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Presentase Rumah Tangga Menurut Status Penguasaan Bangunan Tempat Tinggal .................................................................................... 2 Tabel 1.2 Rumah Tidak Layak Huni (uninhabitable) di kabupaten Serang ....... 6 Tabel 1.3 Jumlah penerima Bantuan di Kecamatan Petir ................................... 8 Tabel 3.1 Informan Penelitian ............................................................................ 72 Tabel 3.2 Pedoman Wawancara .......................................................................... 77 Tabel 3.3 Jadwal Penelitian................................................................................. 85 Tabel 4.1 Status Pemerintahan dan Pembagian Wilayah Administrasi Desa/ Kelurahan di Kecamatan Petir ............................................................ 89 Tabel 4.2 Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin di Kecamatan Petir .... 90 Tabel 4.3 Penduduk Kecamatan Petir Menurut Kelompok Umur ...................... 91 Tabel 4.4 Temuan Lapangan ...............................................................................193
x
18
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Hukum, Kebijakan Sosial, Kebijakan Lembaga ............................. 28 Gambar 2.2 Model Pendekatan Implementasi Kebijakan Van Metter dan Van Horn................................................................................................ 34 Gambar 2.3 Model Pendekatan Implementasi Kebijakan Mazmanian dan Sabatier ........................................................................................... 40 Gambar 2.4 Model Pendekatan Implementasi Kebijakan Edward III ................ 45 Gambar 2.5 Struktur Pelaksana ........................................................................... 63 Gambar 2.5 Kerangka Berfikir ............................................................................ 66 Gambar 3.1 Teknik Analisis Data Miles dan Huberman .................................... 81
xi
19
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Surat Izin Penelitian
Lampiran 2
Kartu Disposisi
Lampiran 3
Catatan Bimbingan
Lampiran 4
Landasan Hukum Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 14 tahun 2011
Lampiran 5
Tabel Capaian Progres Pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya Kabupaten Serang TA 2012
Lampiran 6
Tabel
Realisasi
Pelaksanaan
Program
Bantuan
Stimulan
Perumahan Swadaya Desa Kampung Baru Kecamatan Petir TA 2012 Lampiran 7
Pedoman Wawancara
Lampiran 8
Matriks Wawancara Setelah Reduksi Data
Lampiran 9
Catatan Lapangan
Lampiran 10 Member Chek Lampiran 11 Dokumentasi Lapangan Lampiran 12 Daftar Riwayat Hidup
xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Negara sebagai suatu organisasi yang memiliki kekuasaan tertinggi memiliki wewenang yang mencakup seluruh kehidupan masyarakat. Kekuasaan yang dimiliki negara ialah untuk mewujudkan cita- cita serta kepentingan warganya yang kemudian disebut sebagai tujuan nasional. Sebagai negara yang berdaulat, tujuan nasional negara Indonesia telah termaktub dalam pembukaan Undang- Undang Dasar 1945 alinea IV, yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pembangunan merupakan suatu upaya untuk mencapai kesejahteraan, dan negara memiliki peranan besar dalam hal ini. Peran negara mencakup upaya untuk menggali segala sumber daya seperti pajak, eksploitasi sumber daya alam, dan lain sebagainya. Negara berkewajiban membuat kebijakan atau undang- undang untuk mengatur warga negara serta mengelola barang publik, negara menyediakan anggaran guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan sehingga pelayanan publik dapat terlaksana dengan baik. Negara juga harus menciptakan iklim ekonomi yang stabil, memastikan adanya pertumbuhan dan pemerataan ekonomi, termasuk menyediakan lapangan kerja. Selain itu, peran negara yang lain ialah
1
2
mengeluarkan belanja untuk pembangunan sosial atau kebijakan sosial. Wujud nyata kebijakan sosial adalah program- program yang berorientasi pada pemenuhan hak- hak dasar warga negara (Suharto, 2007:11). Ketersediaan rumah sebagai tempat tinggal merupakan kebutuhan pokok bagi setiap orang disamping kebutuhan sandang dan pangan. Undang- Undang Dasar 1945, Pasal 28H Ayat (1)menyebutkan: ”Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Sayangnya, meski telah dijamin undang- undang, kebutuhan akan rumah belum seratus persen terpenuhi. Setidaknya 24% rumah tangga di Indonesia pada tahun 2011 belum memiliki rumah sendiri. Berikut ini adalah data presentase rumah tangga menurut status kepemilikan rumah di Indonesia pada tahun 2011: Tabel 1.1 Presentase Rumah Tangga Menurut Status Penguasaan Bangunan Tempat Tinggal di Indonesia Tahun
Milik Sendiri
Kontrak
Sewa
Lainnya
Total
2008
77,12
4,88
8,85
9,15
100
2009
74,35
7,07
8
10,57
100
2010
72,33
7,21
10,47
9,99
100
2011
75,96
5,05
9,83
9,16
100
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2012.
3
Selain masalah status kepemilikan rumah, pada kenyataannya sebagian keluarga di Indonesia yang memiliki rumahpun masih menempati rumah tidak layak huni. Rumah tidak layak huni ialah rumah yang tidak memenuhi standar layak huni yang mencakup kecukupan luas, kualitas, dan kesehatan. Total rumah tidak layak huni di Indonesia hingga saat ini tidak kurang dari 4,8 juta unit (Surat Edaran Menteri Negara Perumahan Rakyat 19/M/PR01.03/01/2012). Sebagai upaya pemerintah untuk mengatasi permasalahan rumah tidak layak huni, pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Perumahan Rakyat mencanangkan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya atau yang lebih dikenal masyarakat sebagai program bedah rumah. Pada tahun 2013 dan 2014 Kementerian Perumahan Rakyat menargetkan sasaran dari program ini sebanyak 500.000 unit setiap tahunnya di seluruh Indonesia. Jumlah ini dua kali lipat lebih banyak daripada pada tahun 2012 yang hanya menargetkan 250.000 unit (Surat Edaran Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 18/M/PR.01.03/01/2012). Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya sendiri merupakan salah satu program yang lahir berdasarkan Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman yang merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992. Pada Pasal 54 Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2011 disebutkan bahwa: (1) Pemerintah wajib memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah, (2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah wajib memberikan kemudahan pembangunan dan perolehan rumah melalui program
perencanaan
pembangunan
perumahan
secara
bertahap
dan
berkelanjutan, (3) Kemudahan dan/ atau bantuan pembangunan dan perolehan
4
rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah sebagaimana yang dimaksud ayat 2 dapat berupa: a) Subsidi perolehan rumah; b) Stimulan rumah swadaya; c) Insentif perpajakan sesuai ketentuan perundang- undangan dibidang perpajakan; d)Perizinan; e) Asuransi dan penjaminan; f) Penyediaan tanah; g) Sertifikasi tanah; dan/ atau h) Prasarana, sarana, dan utilitas umum. Selanjutnya, Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadayapada pelaksanaannya mengacu pada Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah dan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 81/ PMK.05/ 2012 tentang Belanja Bantuan Sosial pada Kementrian Negara/ Lembaga, serta petunjuk- petunjuk teknis yang berupa surat edaran yang dikeluarkan Kementrian Perumahan Rakyat. Berdasarkan Undang- Undang yang telah disebutkan diatas, diketahui bahwa penerima bantuan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadayaini adalah masyarakat yang memiliki penghasilan rendah, bukan tunawisma. Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) adalah masyarakat yang mempunyai keterbatasan daya beli sehingga perlu mendapat dukungan dari pemerintah untuk memperoleh rumah. Standar maksimum penghasilan calon penerima bantuan berdasarkan
Surat
Edaran
Kementrian
Perumahan
Rakyat
Nomor
25/SE/DS/4/2012 adalah Rp.1.250.000,- per bulan. Selain berpenghasilan rendah dan menempati rumah tidak layak huni penerima bantuan diutamakan dari masyarakat yang telah memiliki rencana
5
membangun atau meningkatkan kualitas rumah, yang dibuktikan dengan memiliki tabungan bahan bangunan, sebelumnya telah memulai membangun rumah, memiliki aset lain yang dapat dijadikan dana tambahan, serta didahulukan yang sudah diberdayakan melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Adapun besarnya bantuan untuk masing- masing penerima bantuan ialah Rp. 6.000.000,- dengan sumber pendanaan murni dari APBN. Lingkup bantuan stimulan ini adalah untuk pembangunan rumah baru, peningkatan kualitas rumah, dan pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum. Sebagai suatu program nasional yang hadir diera otonomi daerah, pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya didasarkan pada asas dekonsentrasi sehinggakewenangan pemerintah daerah baik Pemerintah Provinsi ataupun Kabupaten/ Kota adalah mencakup pelaksanaan, pengawasan, dan pengendalian sementara
sumber pendanaannya
adalah murni
dari
APBN.Namun demikian, mengingat banyaknya rumah tidak layak huni yang harus ditangani maka
pemerintah pusat juga telah memobilisasikan seluruh
pemerintah daerah di Indonesia untuk mengupayakan sumber pendanaan dari APBD ataupun menggalang dan mengkoordinir pendanaan dari sumber- sumber lain seperti perusahaan (Social Corporate Responsibility), BUMN, ZIS (zakat, infak, sodaqoh), dan lain sebagainya sehingga dapat menambah sasaran dan besar bantuan yang diberikan. Salah satu daerah yang turut dalam Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadayaadalah Kabupaten Serang. Kabupaten Serang memiliki jumlah rumah
6
tidak layak huni yang cukup banyak yakni 12.733 unit. Adanya Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya ini seyogyanya dapat dijadikan momentum yang tepat bagi Kabupaten Serang untuk menekan angka rumah tidak layak huni tersebut. Berikut data rumah tidak layak huni di Kabupaten Serang: Tabel 1.2 Rumah Tidak Layak Huni (uninhabitable) di Kabupaten Serang No
Kecamatan
Rumah Tidak No Kecamatan Layak Huni (uninhabitable) 1. Cinangka 497 15. Kibin 2. Padarincang 414 16. Kragilan 3. Ciomas 619 17. Waringin Kurung 4. Pabuaran 189 18. Mancak 5. Gunungsari 432 19. Anyar 6. Baros 368 20. Bojonegara 7. Petir 1.054 21. Puloampel 8. Tunjung Teja 411 22. Kramatwatu 9. Cikeusal 514 23. Ciruas 10. Pamarayan 585 24. Pontang 11. Bandung 779 25. Carenang 12. Jawilan 707 26. Binuang 13. Kopo 386 27. Tirtayasa 14. Cikande 523 28. Tanara Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Serang, 2012.
Rumah Tidak Layak Huni (uninhabitable) 85 111 95 576 91 171 89 416 259 712 859 258 902 631
Berdasarkan Tabel 1.2 diatas diketahui bahwajumlah rumah tidak layak huni paling sedikit berada di Kecamatan Kibin, yakni 85 unit. Sedangkan jumlah rumah tidak layak huni terbanyak berada di Kecamatan Petir yakni 1.054 unit. Di Kecamatan Petir sendiri terdapat 11.630 Kepala Keluarga, 3.094 diantaranya termasuk kedalam kategori keluarga prasejahtera. Akan tetapi, banyaknya rumah
7
tidak layak huni di Kecamatan Petir tidak dikarenakan jumlah Kepala Keluarga yang banyak pula. Kecamatan Cikande yang memiliki jumlah Kepala Keluarga paling banyak, yakni 17.671 Kepala Keluarga, jumlah rumah tidak layak huninya hanya 523 unit (Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Serang, 2012). Berdasarkan keterangan dari Bapak Dadang, Kepala Bidang Perumahan Dinas Tata Ruang, Bangunan, dan Perumahan Kabupaten Serang pada tanggal 17 April 2013, satu- satunya program bantuan perumahan yang sedang dilaksanakan saat ini adalah Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadayadari Kementrian Perumahan Rakyat. Kabupaten Serang belum memiliki program bantuan untuk mengatasi rumah tidak layak huni yang pendanaannya berasal dari APBD. Begitu puladengan sharingdana Kabupaten Serang dan bahkan Provinsi Banten belum bisa melakukan. Kabupaten Serang berencana akan mereplikasi Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya apabila agenda program tahun anggaran 2014 telah selesai dilaksanakan. Berdasarkan keterangan Bapak Dadang pula, Kabupaten Serang pada tahun 2012 telah mengajukan permohonan bantuan sejumlah tidak kurang dari 7000 unit rumah. Namun demikian, jumlah bantuan yang sudah melalui proses verifikasi dan mendapatkan kepastian dari Kementrian Perumahan Rakyat melalui Surat Keputusan adalah 5.509 unit, dengan total bantuan sebesar Rp.33,054 Milyar dan dibebankan kedalam APBN Tahun Anggaran 2012. Sedangkan sisanya, sekitar 1.491 unit masih menunggu keluarnya Surat Keputusan Kementrian Perumahan Rakyat. Selama menunggu proses tersebut, kegiatan dilapangan serta pengajuan permohonan tetap dilakukan secara kontinu.
8
Data capaian kemajuan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya Kabupaten Serang per tanggal 17 April 2013, diketahui bahwa
dari 5.509
bantuan, 856 diantaranya belum terserap atau belum dicairkan sama sekali. Dengan kata lain dari Rp.33,054 Milyar bantuan, Rp.2,736 Milyar diantaranya belum terserap.Belum terserapnya bantuan dikarenakan adanya pembekuan rekening penerima oleh Dinas Tata Ruang Bangunan Perumahan Kabupaten Serang dan Badan Pemeriksa Keuangan. Salah satu kecamatan penerima bantuan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya ini ialah Kecamatan Petir. Jumlah penerima bantuan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang Tahun Anggaran 2012 sebanyak 299 KK. Berikut tabel jumlah penerima bantuan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang: Tabel 1.3 Jumlah Penerima Bantuan di Kecamatan Petir No
Nama Desa
1
Sindangsari
2
Kampung Baru Jumlah
Jumlah KK 128 71 299
Sumber: DTRBP Kabupaten Serang, 2013 Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa hanya ada dua desa di Kecamatan Petir yang menerima Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya
9
ini. Di Desa Sindangsari terdapat 128 KK penerima, sedangkan di Desa Kampung Baru 71 KK. Masing- masing KK mendapatkan Rp. 6 juta guna perbaikan atau pembangunan rumahnya. atau dengan kata lain anggaran yang dikucurkan bagi penerima bantuan di Kecamatan Petir dalam pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang ialah sebesar Rp. 1,794 Milyar. Terkait dengan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang, berdasarkan observasi awal peneliti, terdapat beberapa permasalahan dalam implementasi atau pelaksanaannya.Beberapa permasalahan tersebut adalah sebagai berikut: Pertama,Dinas Tata Ruang Bangunan dan PerumahanKabupaten Serang dianggap kurang optimal dalam mensosialisasikan adanyaProgram Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya kepada masyarakat ataupun aparat desa. Sebagaimana yang dikemukakan sebelumnya bahwa hanya ada dua desa yang mendapatkan bantuan, yakni Desa Sindangsari dan Desa Kampung Baru. Sementara di Kecamatan Petir pada tahun 2012 terdapat 13 Desa. Peneliti berkesempatan bertemu dengan Sekretaris Desa Mekar Baru Kecamatan Petir, Bapak Ahmad Munzakir. Berdasarkan keterangan Bapak Ahmad Munzakir saat ditemui dikantornya tanggal 25 Maret 2013, Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya tidak masuk ke Desa Mekar Baru. Sebagai aparat desa dirinya tidak pernah mendapat informasi resmiberupa pemberitahuan dari DTRBP Kabupaten Serang, ataupun didatangi langsung oleh
10
Tenaga
Pendamping
Masyarakat
atau
dari
pihak
Kecamatan
Petir
mengenaiProgram Bantuan Stimulan Perumahan Swadayaini. Sebagai Sekretaris Desabeliau memang pernah mendengar akan ada program semacam bedah rumah dari rekan sesama aparat desa. Namun beliau dan rekan- rekannya tidak tahu kapan program tersebut akan dilaksanakan dan seperti apa teknis pelaksanaannya. Dengan tidak tersosialisasikannya program ini dengan baik, berdampak pada jumlah desa yang mengajukan bantuan.Hal ini tentu sangat disayangkan mengingat Kecamatan Petir adalah kecamatan dengan jumlah tidak layak huni paling banyak di Kabupaten Serang. Kondisi yang berbeda peneliti temukan di Kecamatan Serang, dimana berdasarkan keterangan Kepala Seksi Sosial Kecamatan Serang, Bapak M. Padma dan Lurah Kelurahan Kaligandu Kecamatan Serang, Bapak Linin pada tanggal 15 Juli 2013, bisa dipastikan bahwa hampir semua kelurahan yang ada di Kecamatan Serang telah melaksanakan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya. Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 14 Tahun 2011 Pasal 20 Ayat 2, disebutkan bahwa tugas pelaksana Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di daerah yakni Kelompok Kerja Provinsi, Kelompok Kerja Kabupaten/ Kota, Tenaga Pendamping Masyarakat, Unit Pengelola Kegiatan/Badan Keswadayaan Masyarakat, dan Kelompok Swadaya Masyarakatialah membantu Deputi Perumahan Swadaya Kementrian Perumahan Rakyat dalam melaksanakan fungsinya, salah satunya ialah sosialisasi kebijakan dan tata cara program. Belum meratanya informasi mengenaiProgram Bantuan
11
Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir menunjukkan bahwa pelaksana belum melakukan tugas pokok dan fungsinya secara optimal. Kedua, Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadayakurang mendapat dukungan dari masyarakat. Salah seorang Tenaga Pendamping Masyarakat Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya Kabupaten Serang, Bapak Anis Fuad, mengatakan bahwa kendala utama yang dihadapi oleh para Tenaga Pendamping Masyarakat Kabupaten Serang secara umum adalah rendahnya kepercayaan masyarakat dimana masyarakat sudah terlanjur memiliki stigma miring mengenai Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya ini dimana masyarakat umumnya menganggap bahwa program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya hanyalah ladang pelaksana untuk mencari keuntungan pribadi. Hal ini pula yang dirasakan oleh Sekretaris Desa Mekarbaru Kecamatan Petir, Bapak Ahmad Munzakir, yang menyatakan bahwa aparat desa yang ada di Kecamatan Petir umumnya juga merasa enggan untuk turut serta dalam pelaksanaan program bantuan yang berbau uang seperti Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadayaini. Pengalaman dalam melaksanakan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) telah menunjukkan karakter masyarakat Petir yang cenderung kritis (dalam artian negatif), suudzhon, dan mudah iri terhadap orang lain membuat program yang mulanya diharapkan akan memberikan kesejahteraan justru menimbulkan kecemburuan sosial. Iklim sosial yang tidak kondusif ini yang menyebabkan aparatur desa yang ada tidak bersemangat
untuk
menyambut
program
pemerintah(Sumber: wawancara, 25 Maret 2013).
yang
digulirkan
oleh
12
Implementasi suatu kebijakan, khususnya kebijakan sosial sangat bergantung pada dukungan publik, termasuk kondisi sosial masyarakat yang menjadi sasaran kebijakan.Komitmen dari para pelaksana untuk melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan peraturan diperlukan guna mendapatkan simpati dan dukungan masyarakat. Ketiga, dana bantuan yang diterima oleh penerima bantuan tidak utuh. Pencairan dana Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya dilakukan dua tahap. Tahap satu sebesar Rp. 3000.000,- dan tahap duapun Rp. 3000.000,- . Akan tetapi berdasarkan keterangan salah seorang penerima bantuan di Kampung Wadas Wetan Desa Sindangsari Kecamatan Petir, Bapak Idam, saat ditemui tanggal 23 Maret 2013diketahui bahwa dari jumlah bantuan yang ia terima pada tahap pertama terdapat pemotongan sebesar Rp. 300.000,- oleh petugas yang menurutnya sebagai biaya lain- lain, sehingga yang dana yang dibelanjakan hanya Rp. 2.700.000,- saja. Hal ini sangat disayangkan mengingat jumlah bantuan yang tidaklah seberapa. Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Pasal 31 ayat (1) dan (2) diketahui bahwa Unit Pengelola Kegiatan/ Badan Keswadayaan Masyarakat dalam melaksanakan tugasnya diberi dana operasiaonal yang jumlahnyahingga 3% dari keseluruhan dana bantuan yang disalurkan oleh Unit Pengelola Kegiatan/ Badan Keswadayaan Masyarakat yang bersangkutan. Dengan demikian, seharusnya tidak boleh ada pemotongan bantuan bahkan dengan alasan biaya operasional bagi
Unit Pengelola Kegiatan/ Badan Keswadayaan
Masyarakat. Begitu juga dengan Kelompok Swadaya Masyarakat, Pasal 39 Ayat
13
(5) menyebutkan bahwa Kelompok Swadaya Masyarakat dilarang menggunakan dana bantuan stimulan untuk keperluan dana operasional. Keempat, belanja material dilakukan oleh pelaksana program, bukan penerima bantuan. Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya termasuk kedalam bantuan sosial yang berupa uang dimana dalam teknis penyalurannya langsung ditransfer ke rekening penerima. Karenanya, dalam pembelanjaannya harus mengacu pada Peraturan menteri Keuangan Nomor 81/ PMK. 05/ 2012 Pasal 4 Ayat (8) yang menyebutkan bahwa belanja bantuan sosial yang disalurkan dalam bentuk uang yang digunakan oleh penerima bantuan untuk pengadaan barang dan/ jasa, dikerjakan/ dihasilkan sendiri oleh penerima bantuan secara swakelola. Namun yang peneliti temui di Kecamatan Petir tidaklah demikian. Penerima bantuan memang menarik sendiri uang mereka, namun mereka langsung menyerahkannya kepada pelaksana untuk dibelanjakan bahan material bangunan. Hal ini jelas bertentangan dengan Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 14 Tahun 2014. Pasal 38 Ayat (5) menyebutkan Unit Pengelola Kegiatan/ Badan Keswadayaan Masyarakat dilarang memungut kembali dana bantuan stimulan yang telah diserahkan kepada anggota Kelompok Swadaya Masyarakat dan menggulirkan kepada pihak manapun. Pembelanjaan dana bantuan yang tidak dilakukan sendiri oleh penerima bantuan juga membuat bentuk bantuan ini adalah barang. Berdasarkan informasi yang juga peneliti dapatkan dari Bapak Anis Fuad, saat ditemui pada Tanggal 22 Maret 2013, diketahui bahwa belanja material
14
dilakukan oleh tim pendamping masyarakat merupakan inisiatif dari kementrian perumahan rakyat yang didasarkan pada hasil musyawarah pelaksana. Hal ini dilakukan tidak lain sebagai upaya menyelamatkan program karena dikhawatirkan apabila masyarakat sendiri yang memegang uang bantuan tersebut tidak akan digunakan sebagaimana mestinya melainkan untuk keperluan lain. Kelima, terbatasnya kompentensi Kelompok Swadaya Masyarakat dan Badan Keswadayaan Masyarakat. Penerima bantuan yang tergabung didalam Kelompok Swadaya Masyarakat umumnya adalah masyarakat dengan latar belakan pendidikan yang rendah, sulit baca tulis bahkan tidak bisa sama sekali. Begitu pula dengan SDM dalam Badan Keswadayaan Masyarakat, kemampuan untuk mengoperasikan komputer sangat terbatas. Hal ini tentu berpengaruh terhadap pelaksanaan program karena baik Kelompok Swadaya
Masyarakat
ataupun Badan Keswadayaan Masyarakat merupakan unit pelaksana program yang memiliki tugas pokok dan fungsi masing- masing. Keenam; pekerjaan tidak dilakukan sesuai tugas pokok dan fungsi masingmasing pelaksana. Setiap unit pelaksana, seperti Kelompok Swadaya Masyarakat dan Badan Keswadayaan Masyarakat memiliki tugas pokok dan fungsi tersendiri,. Namun pada prakteknya sebagagian besar pekerjaan, terutama yang berkaitan dengan administrasi dikerjakan oleh Tenaga Pendaping Masyarakat. Misalnya dalam hal penyusunan berkas usulan permohonan bantuan, seharusnya disusun oleh Kelompok Swadaya Masyarakat dan badan Keswadayaan Masyarakat, namun kemudian dikerjakan sepenuhnya oleh Tenaga Pendamping Masyarakat.
15
Masyarakat penerima bantuan hanya dimintai fotokopi KTP dan KK saja. Sebagaimana keterangan dari Bapak Idam dalam wawancara pada 25 Maret 2013. Ketujuh, tidak adanya kejelasan jadwal pencairan. Penerima bantuan tentu berhak mengetahui kapan pencairan dana bantuan akan dilaksankan. Pada saat observasi awal ke Kampung Wadas Wetan Desa Sindangsari Kecamatan Petir, pencairan tahap pertama telah dilakukan dan pembangunan rumah tengah berjalan. Akan tetapi, berdasarkan Keterangan Bapak Idam, diketahui pula bahwa penerima bantuan tidak diberikan informasi kapan dana bantuan akan dicairkan baik itu pada tahap pertama ataupun untuk pencairan tahap dua. Ketidakjelasan jadwal pencairan, maka jadwal pelaksanaan pembangunan rumahpun menjadi tidak jelas pula. Jadwal kegiatan suatu program kebijakan merupakan hal penting yang harus diperhatikan karena bagaimanapun suatu implementasi program kebijakan yang baik harus memiliki jadwal kegiatan disiplin yang pasti. Hal ini selain untuk mengetahui efektifitas dan efisiensi juga untuk menghindari benturan dengan program lain yang sedang dilakukan. Permasalahan dalam pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir begitu kompleks. Hal ini membuat peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam bagaimana pelaksanaan pelaksanaan Program Stimulan Perumahan Swadaya terutama pelaksanaan di Kecamatan Petir.Peneliti berkeinginan untuk menuangkan dalam sebuah penelitian yang berjudul
16
“Implementasi Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang”.
1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang dan observasi awal peneliti, maka peneliti dapat mengidentifikasi beberapa permasalahan yang berkaitan dengan Implementasi Program Bntuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang sebagai berikut: 1. Kurang optimalnya sosialisasi mengenai Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir. 2. Rendahnya dukungan publik. 3. Dana bantuan yang tidak diterima oleh penerima bantuan tidak utuh. 4. Pembelanjaan bahan material bangunan tidak dilakukan oleh penerima bantuan, melainkan pelaksana. 5. Terbatasnya kompetensi Kelompok Swadaya Masyarakat. 6. Pekerjaan tidak dilakukan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masingmasing pelaksana. 7. Kurang jelasnya jadwal pencairan dana bantuan.
1.3 Pembatasan Masalah Mengingat bahwa Implementasi Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang telah selesai dilaksanakan, maka
17
peneliti membatasi penelitian hanya pada Implementasi Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang tahun 2013.
1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan fokus masalah yang telah di tetapkan di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Bagaimana implementasi Program
Bantuan Stimulan Perumahan
Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang?
1.5 Tujuan Penelitian Tujuan
daripada
penelitian
ini
ialah
untuk
mengetahui
bagaimanaImplementasi Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang.
1.6 Manfaat Penelitian Peneliti mengharapkan ada manfaat yang didapat nantinya dari penelitian baik itu dari segi teoritis ataupun praktis. Adapun manfaat yang peneliti harapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.6.1 Manfaat Teoritis 1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi Ilmu Administrasi Negara,terutama bagi konsentrasi manajemen publik.
18
2. Menjadi masukan bagi penelitian- penelitian Administrasi Negara berikutnya.
1.6.2 Manfaat Praktis Adapun manfaat praktis daripada penelitian ini di antaranya: 1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan terkait program bantuan yang serupa. 2. Memberikan kontribusi yang positif bagi perkembangan pelaksanaan kebijakan publik, terutama kebijakan yang berupa bantuan sosial.
1.7 Sistematika Penulisan Hasil penelitian yang berjudul Implementasi Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang ini ditulis secara sistematis, yakni terdiri dari beberapa bab. Secara garis besar sistematika penulisannya adalah sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Latar belakang menggambarkan ruang lingkup serta kedudukan masalah yang akan diteliti dalam bentuk uraian secara deduktif, dari lingkup yang paling umum ke lingkup yang paling spesifik. Latar belakang masalah di uraiakan secara faktual dan dan logis.
19
1.2 Identifikasi Masalah Identifikasi masalah memperjelas aspek permasalahan yang muncul dan berkaitan dengan variabel yang akan diteliti. 1.3 Pembatasan Masalah Pembatasan masalah yaitu mempersempit lingkup penelitian pada hal yang di anggap paling urgen untuk diteliti. 1.4 Rumusan Masalah Bagian ini peneliti mengidentifikasi masalah secara implisit aspek yang akan diteliti seperti terpapar dalam latar belakang masalah dan pembatasan masalah. 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian mengungkapkan tentang sasaran yang ingin dicapai dengan dilaksanakannya penelitian. 1.6 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian menjelaskan tentang manfaat teoritis dan praktis temuan penelitian. 1.7 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan menjelaskan tentang sistematika penulisan penelitian.
BAB II Tinjauan Pustaka Dan Asumsi Dasar Kajian pustaka yaitu seperangkat konsep yang dapat digunakan untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena atau penjelasan ilmiah tentang
20
konsep- konsep yang digunakan dalam penelitian, termasuk kemungkinan berbagai keterkaitan antara satu konsep dengan konsep lainnya. Dalam bab ini juga digambarkan seperti apa kerangka berfikir serta asumsi dasar peneliti. Kerangka berfikir menggambarkan alur berfikir peneliti sebagai kelanjutan dari kajian teori.
BAB III Metodelogi Penelitian 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian menjelaskan tentang metode yang digunakan oleh peneliti dalampenelitian. 3.2 Instrumen Penelitian Instrumen penelitian menjelaskan tentang proses penyusunana serta jenisalat pengumpul data yang digunakan dalam pengumpulan data serta teknik dalam penentuan kualitas instrumen. 3.3 Sumber Data Penjelasan tentangsituasi sosialatau objek penelitian. Data yang didapat berbentuk data primer ataupun data sekunder. 3.4 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data menggambarkan bagaimana peneliti mengumpulkan data. 3.5 Teknik Analisis Data Penjelasan mengenai bagaimana peneliti menganalisa data- data yang sudah terkumpul dengan menggunakan metode- metode tertentu.
21
3.6 Uji Validitas Penjelasan tentang bagaimana data yang sudah terkumpul diuji kredibilitasnya . 3.7 Tempat dan Waktu Penelitian Menjelaskan tentang tempat dan waktu pelaksanaan penelitian.
BAB IV Hasil Penelitian 4.1 Deskripsi Objek Penelitian Deskripsi objek penelitian menjelaskan tentang objek penelitian yang Meliputilokasi penelitian, struktur organisasi, serta hal- hal yang berhubungan dengan objek penelitian. 4.2 Hasil Penelitian Merupakan penjelasan mengenai hasil penelitian berdasarkan data yang telah diolah dengan menggunakan teknik analisis data yang relevan. 4.3 Pembahasan Merupakan pembahasan lebih lanjut mengenai hasil penelitian. BAB V Penutup 5.1 Simpulan Penyimpulan hasil penelitian yang diungkapkan secara singkat, jelas, dan mudah dipahami. 5.2 Saran Saran berisi tindak lanjut yang dapat peneliti berikan dari hasil
22
penelitian yang telah dilakukan, baik secara teoritis ataupun praktis.
DAFTAR PUSTAKA Memuat daftar referensi ataupun literatur lain yang digunakan.
LAMPIRAN
23
BAB II DESKRIPSI TEORI DAN ASUMSI DASAR
2.1 Deskripsi Teori 2.1.1 Kebijakan Publik Kebijakan publik memiliki peranan yang sangat penting karena kejatuhan atau keberhasilan suatu negara bangsa ditentukan oleh “kehebatan” atau “keunggulan”
kebijakan publiknya, bukan oleh sumber daya alam, posisi
strategis, bahkan politiknya. Pemimpin, sistem politik, sumber daya alam, dan posisi strategis adalah faktor pembentuk atau “input”, “producers”, namun bukan faktor penentu atau “drivers”. Faktanya sebagian negara gagal dalam membangun kebijakan yang hebat atau unggul itu disebabkan dua hal. Pertama, tidak mengerti makna dan substansi kebijakan publik. Ketidakmengertian ini tidak hanya dominasi para praktisi di pemerintahan, tapi juga dikalangan akademisi. Kedua, karena analisis kebijakan publik tidak ada, ada tetapi tidak bekerja dengan baik, kalaupun sudah bekerja dengan baik tidak mampu menghasilkan kebijakan yang hebat (Nugroho, 2012: 3). Sebagai warga akademis yang hendak melakukan penelitian mengenai kebijakan publik, langkah awal yang bisa kita lakukan ialah memahami definisi dari kebijakan publik. Definisi kebijakan publik sendiri telah diungkapkan oleh banyak pakar. Namun demikian, kesemuanya memiliki benang merah yang sama.
23
24
Kebijakan publik adalah apa yang dipilih oleh pemerintah untuk dikerjakan atau tidak dikerjakan (Dye dalam Agustino 2008:7). Makna yang tersirat dari pengertian ini ialah terdapat perbedaan antara apa yang akan dikerjakan oleh pemerintah dan apa yang sesungguhnya harus dikerjakan pemerintah. Sedangkan
Laswell dan Kaplan dalam Nugroho (2012: 119)
mendefinisikan suatu kebijakan publik sebagai suatu
program
yang
diproyeksikan dengan tujuan- tujuan tertentu, dan praktik- praktik tertentu. Ali dan Alam (2012:14) mengurai definisi kebijakan publik dengan lebih eksplisit sebagai berikut : “Pertama, kebijakan publik adalah setiap tindakan yang berorientasi pada tujuan yang dikehendaki pada situasi yang memungkinkan berubah secara terus- menerus. Kedua, kebijakan publik mengndung pola atau bentuk tindakan yang dilakukan oleh aparat pemerintah. Ketiga, kebijakan publik timbul karena respon terhadap tuntutan, atau penyelesaian atas isu publik. Keempat, kebijakan publik memuat apa yang pemerintah selalu lakukan, bukan apa yang hendak pemerintah lakukan atau apa yang pemerintah rencanakan akan dilakukan. Kelima, kebijakan publik bisa mungkin berdampak positif selain berdampak negatif. Ia memuat beberapa bentuk tindakan pemerintah sekaligus dengan sejumlah masalah dimana tindakan diinginkan (positif)”. Berdasarkan definisi kebijakan publik menurut Ali dan Alam ini kita dapat memahami bahwa kebijakan publik adalah langkah-langkah
yang diambil
pemerintah guna merespon suatu fenomena yang terjadi di masyarakat, baik itu berupa tuntutan ataupun isu publik. Kebijakan publik adalah bentuk upaya dari pemerintah untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Selanjutnya, Ali dan Alam (2012:15) juga menambahkan bahwa kebijakan pemerintah (kebijakan publik) pada hakikatnya merupakan suatu kebijakan yang ditujukan untuk publik dalam pengertian yang seluas- luasnya (negara, masyarakat dalam berbagai status serta
25
untuk kepentingan umum) baik itu dilakukan secara langsung maupun tidak langsung yang tercermin dalam pelbagai dimensi kehidupan. Secara konseptual, Hogerwerf dalam Ali dan Alam (2012: 15) menjelaskan bahwa kebijakan publik adalah usaha untuk mencapai tujuan- tujuan tertentu, dengan sarana- sarana tertentu, dan dalam kurun waktu tertentu. Dengan kata lain, kebijakan publik memiliki empat unsur pokok yaitu usaha, tujuan, sarana, dan waktu. Senada dengan pandangan- pandangan pakar diatas, Nugroho (2012:123) mendefinisikan kebijakan publik sebagai berikut: “Kebijakan publik adalah setiap keputusan yang dibuat oleh negara, sebagai strategi, untuk merealisasikan tujuan dari negara. Kebijakan publik adalah strategi untuk mengantar masyarakat pada masa awal, memasuki masyarakat pada masa transisi, untuk menuju masyarakat yang dicitacitakan.” Berdasarkan pengertian ini maka dapat dikatakan bahwa kebijakan publik adalah suatu alat atau jalan guna mencapai tujuan nasional. Salah satu bentuk kebijakan publik ialah kebijakan sosial. Kebijakan sosial adalah kebijakan publik yang berkaitan dengan kesejahteraan sosial. Kebijakan sosial dibuat sebagai strategi dalam mengatasi berbagai permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat. Bessant, Watts, Dalton, dan Smith dalam Suharto (2007:11) menyatakan bahwa: “In short, social policy refers to what governtments do when they attempt to improve the quality of people’s live by providing a range of income support, community services and support programs”. Jadi, apapun yang dilakukan pemerintah sebagai upaya meningkatkan kualitas
hidup manusia
26
seperti tunjangan sosial, pelayanan kemasyarakatan, dan program sosial lainnya disebut
dengan
kebijakan
sosial.Selanjutnya,
Suharto
(2007:
11)
juga
mendefinisikan kebijakan sosial sebagai berikut: “Kebijakan sosial adalah ketetapan yang didesain secara kolektif untuk mencegah terjadinya masalah sosial (fungsi preventif), mengatasi masalah sosial (kuratif), dan mempromosikan kesejahteraan (fungsi pengembangan), sebagai wujud kewajiban negara (state obligation) dalam memenuhi hak- hak sosial masyarakatnya”. Adapun wujud daripada kebijakan sosial menurut Midgley sebagaimana yang dikutip oleh Suharto (2007: 11) terdiri dari tiga kategori yakni perundangundangan, program pelayanan sosial, dan sistem perpajakan. Berdasarkan kategori ini maka dapat dinyatakan bahwa setiap perundang- undangan, hukum, atau peraturan daerah yang menyangkut masalah dan kehidupan sosial adalah wujud dari kebijakan sosial. Namun, tidak semua kebijakan sosial berbentuk perundangundangan. Penjelasan dari tiga kategoriperwujudan kebijakan sosial adalah sebagai berikut. 1) Peraturan dan perundang- undangan. Pemerintah memiliki kewenangan membuat
kebijakan
publik
yang
mengatur
pengusaha,
lembaga
pendidikan, perumahan swasta, agar mengadopsi ketetapan- ketetapan yang berdampak langsung pada kesejahteraan. 2) Program pelayanan sosial. Sebagian besar kebijakan diwujudkan
dan
diaplikasikan dalam bentuk pelayanan sosial yang berupa bantuan barang, tunjangan uang, perluasan kesempatan, perlindungan sosial, dan bimbingan sosial (konseling, advokasi, pendampingan).
27
3) Sistem perpajakan. Dikenal sebagai kebijakan fiskal. Selain
sebagai
sumber utama pendanaan kebijakan sosial, pajak juga sekaligus merupakan instrumen kebijakan yang berrtujuan langsung mencapai distribusi pendapatan yang adil. Di negara- negara maju, bantuan publik (public assistance) dan asuransi soosial (socialinsurance) adalah dua bentuk jaminan sosial (social security) yang dananya sebagian besar berasal dari pajak. Selain sebagai bentuk daripada kebijakan, hukum dan perundangundangan dalam perspektif lain juga dapat dipisahkan dari kebijakan. Hukum atau perundang- undangan merupakan fondasi atau landasan konstitusional bagi kebijakan sosial. Artinya, perumusan kebijakan sosial dirumuskan berdasarkan amanat konstitusi. Contoh di Indonesia, kebijakan sosial yang berkaitan dengan program jaminan sosial dirumuskan dengan merujuk pada UUD 1945 Pasal 34 dan UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Lebih jelasnya posisi hukum dan perundang- undangan dalam kebijakan sosial dapat dilihat pada gambar berikut:
28
Hukum Kebijakan Sosial Kebijakan Lembaga Program/ Praktek Aktual Gambar 2.1Hukum, Kebijakan Sosial, Kebijakan Lembaga Sumber: Suharto (2007: 13) Kebijakan sosial bisa dibedakan dengan kebijakan lembaga, dan praktek aktual. Berdasarkan gambar diatas dapat dikatakan pula bahwa kebijakan sosial dapat dijadikan rujukan oleh sebuah lembaga untuk merumuskan kebijakan lembaga yang kemudian dioperasionalkan dalam bentuk program dan praktek aktual yang di terapkan dilembaga tersebut. 2.1.2 Implementasi Kebijakan Publik Sebagaimana yang diketahui bahwa kebijakan publik terdiri dari tiga tahapan atau proses. Formulasi, implementasi, dan evaluasi. Namun sesuai dengan fokus penelitian, yang dijelaskan pada skripsi ini hanya mengenai implementasi kebijakan publik. Agustino (2006: 139) memandang implementasi sebagai suatu proses yang dinamis, dimana terdapat aktivitas- aktivitas atau kegiatan yang dilakukan oleh pelaksana kebijakan, yang akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan tersebut. Pengertian implementasi
29
kebijakan yang lebih sederhana ialah sebagaimana yang dinyatakan oleh Nugroho (2012: 674): “Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya”. Jauh sebelumnya, pada tahun 1975 Van Metter dan Van Horn telah merumuskan implementasi sebagai tindakan- tindakan yang dilakukan oleh individual/ pejabat- pejabat atau kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan kepada tercapainya tujuan- tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan(Wahab, 2012: 135). The cyclical theory
memandang tahap implementasi sebagai suatu
tahapan penting yang berlangsung dalam proses kebijakan, terutama setelah wacana legal formal, biasanya berupa undang- undang, peraturan, ketetapan, atau produk- produk hukum lainnya dianggap usai. The cyclical theory atau teori daur kebijakan akan menempatkan implementasi sebagai aktivitas lanjutan, sesudah diberlakukannya undang- undang atau ketentuan perundang- undangan (Wahab, 2012: 133). Suatu kebijakan yang bagus dan telah melewati tahap perumusan yang matang
tidak
akan
ada
artinya
apabila
tidak
dioperasionalkan
atau
diselenggarakan. Seorang pakar kebijakan publik asal Afrika, Udoji (1981: 32) dalam Wahab (2012: 126) menyebutkan bahwa pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu hal yang penting bahkan mungkin jauh lebih penting dibandingkan dengan pembuatan kebijakan. Kebijakan- kebijakan hanya akan menjadi impian atau
rencana
bagus
yang
diimplementasikan.Pernyataan
tersimpan Udoji
rapi
dalam
mengenai
arsip
pentingnya
apabila
tidak
implementasi
sebelumnya juga telah diungkapkan oleh Andersondalam Parsons (2005:464) :
30
“Kebijakan dibuat saat dia sedang diatur dan diatur saat sedang dibuat”. Artinya, pembuatan kebijakan tidak berakhir begitu saja setelah ditentukan atau disetujui. Pada prakteknya, mengimplementasikan suatu kebijakan tidak sesederhana membalikkan telapak tangan. Kita bisa saja percaya bahwa kebijakan- kebijakan yang telah diputuskan oleh pemerintah adalah sebuah kebijakan yang bagus. Akan tetapi, apakah kebijakan- kebijakan tersebut dapat terlaksana dengan baik, dan mencapai tujuan yang diharapkan, belumlah pasti.Dunsire dalam Wahab (2012:128) mengatakan bahwa di setiap proses kebijakan selalu akan ada kemungkinan terjadinya perbedaan antara apa yang diharapkan oleh pembuat kebijakan dengan apa yang secara nyata dicapai sebagai hasil atau kinerja dari pelaksanaan kebijakan atau yang lebih dikenal sebagai implementation gap. Kita tentu sepakat bahwa setiap kebijakan, apapun bentuknya pasti memiliki kemungkinan atau resiko untuk gagal. Hogwood dan Gunn dalam Wahab (2012: 129) membagi bentuk kegagalan kebijakan
(policy failure)
kedalam dua kategori yakni kebijakan yang tidak terimplementasikan (nonimplementation) dan kebijakan yang tidak berhasil dilaksanakan (unsucccessful implementation). Hasil yang baik memang ditentukan oleh perencanaan yang baik. Proporsi konsep memegang 60% dari keberhasilan, sisanya adalah implementasi. Akan tetapi 60% tersebut akan hangus sia- sia apabila implementasi tidak berjalan secara
konsisten. Faktanya,
rata-rata
konsistensi
implementasi
terhadap
perencanaan atau kebijakan hanya berkisar 10- 20% saja (Nugroho, 2012: 674).
31
Karena itu, sebaiknya kita berusaha untuk memberi perhatian terhadap tahap implementasi ini, diantaranya ialah dengan melakukan suatu kajian implementasi kebijakan publik. 2.1.3 Pendekatan Implementasi Kebijakan Publik Terdapat dua pendekatan yang dikenal guna memahami implementasi kebijakan publik, yakni pendekatan top down dan bottom up. Pendekatan top down merupakan suatu pendekatan yang mendominasi awal perkembangan studi implementasi
kebijakan
publik.
Implementasi
kebijakan
publik
yang
menggunakan pendekatan top down dilakukan secara sentralistik, yakni dimulai dari aktor tingkat pusat dan keputusannyapun diambil dari tingkat pusat. Pendekatan top down bertitik tolak dari perspektif bahwa keputusan- keputusan politik (kebijakan) yang ditetapkan oleh pembuat kebijakan harus dilaksanakan oleh administratur- administratur atau birokrat- birokrat pada level bawahnya. Jadi, inti dari pendekatantop down adalah sejauh mana tindakan para pelaksana (administratur dan birokrat) sesuai dengan prosedur serta tujuan yang telah digariskan oleh para pembuat kebijakan ditingkat pusat (Agustino 2008:40). Berikut ini adalah beberapa model pendekatan implementasi kebijakan publik top down yang diuraikan oleh Agustino (2006: 141-156): 2.1.3.1 Model Pendekatan implementasi Kebijakan Publik Donald Van metter dan Carl Van Horn Model pendekatan top down yang dirumuskan oleh Van Metter dan Van Horn di sebut sebagai A Model of The Policy Implementation. Model
32
ini mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linier dari keputusan politik yang tersedia, pelaksana, dan kinerja kebijakan publik.Menurut Van Metter dan Van Horn, ada enam variabel yang mempengaruhi kinerja kebijakan publik, yaitu: a. Ukuran Tujuan Kebijakan Ukuran kinerja kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya jika dan hanya jika ukuran dan tujuan dari kebijakan memang realistis dengan sosio- kultur yang mengada di level pelaksana kebijakan. Ketika ukuran kebijakan atau tujuan kebijakan terlalu ideal (bahkan terlalu utopis) untuk dilaksanakan dilevel warga, maka agak sulit memang merealisasikan kebijakan publik hingga dikatakan berhasil. b. Sumberdaya Keberhasilan
implementasi
kebijakan
sangat
tergantung
dari
kemampuan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia. Sumberdaya yang terpenting adalah sumberdaya manusia yang berkualitas, yakni yang memiliki kompetensi dan kapabilitas yang dibutuhkan kebijakan. Sumberdaya yang diperhitungkan adalah sumberdaya finansial dan sumber daya waktu. Kucuran dana atau anggaran yang cukup sangat dibutuhkan untuk merealisasikan kebijakan, begitu pula dengan sumberdaya waktu. Ketika sumberdaya manusia dengan baik dan dana mencukupi namun terbentur masalah waktu yang terlalu ketat maka akan menjadi penyebagian ketidakberhasilan implementasi kebijakan.
33
c. Karakteristik Agen Pelaksana Agen pelaksana dalam implementasi kebijakan mencakup organisasi formal dan informal. Kinerja implementasi akan banyak dipengaruhi oleh ciri- ciri yang tepat serta cocok dengan agen pelaksana. Misalnya implementasi kebijakan publik yang berusaha untuk merubah perilaku atau tindak laku manusia secara radikal, maka agen pelaksana dari prooyek itu haruslah berkarakteristik keras dan ketat pada aturan dan sanksi hukum. Sebaliknya, apabila kebijakan publik tersebut tidak bertujuan untuk merubah perilaku dasar manusia, maka agen pelaksana yang diturunkan tidak perlu berkarakter terlalu keras. Cakupan atau luas wilayah implementasi juga harus diperhitungkan ketika
menentukan
agen
pelaksana.
Semakin
luas
cakupan
implementasi kebijakan, maka harus semakin besar pula agen yamg dilibatkan. d. Sikap/ Kecendrungan (Disposition) para Pelaksana Sikap penolakan atau penerimaan dari agen pelaksana akan sangat mempengaruhi
keberhasilan
atau
ketidakberhasilan
kinerja
implementasi kebijakan publik. Hal ini disebabkan karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal betul persoalan dan permasalahan yang mereka rasakan. Kebijakan “dari atas” sangat mungkin diputuskan oleh orang yang tidak mengetahui atau bahkan tidak mampu menyentuh kebutuhan, keinginan, atau permasalahan warga yang ingin diselesaikan.
34
e. Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas Pelaksana Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan publik. Semakin baik koordinasi
komunikasi diantara
pihak- pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka akan semakin kecil pula terjadinya kesalahan. f. Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Aktivitas Pelaksana Keberhasilan implementasi kebijakan publik juga ditentukan oleh lingkungan eksternal. Lingkungan sosial, ekonomi, politik yang tidak kondusif
dapat
menyebabkan
kegagalan
kinerja
implementasi
kebijakan. Berikut adalah model pendekatan implementasi kebijakan Van Metter dan Van Horn(Agustino, 2006: 144): Aktivitas Implementasi dan Komunikasi Antarorganisasi Standar dan Tujuan
KINERJA Karakteristik dari Agen Pelaksana
KEBIJAKAN PUBLIK
Kecenderungan/ Disposisi dari pelaksana
KEBIJAKAN PUBLIK
Standar dan Tujuan
Kondisi Ekonomi, Sosial, dan Politik
Gambar 2.2 Model Pendekatan Implementasi Kebijakan Van Metter dan Van Horn
35
2.1.3.2 Model Pendekatan Implementasi Kebijakan Publik Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier Model implementasi kebijakan Mazmanian dan Sabatier disebut sebagai A Framework for Policy Implementation Analysis. Kedua pakar ini berpendapat bahwa peran penting dari implementasi kebijakan publik adalah kemampuannya dalam mengidentifikasi variabel- variabel yang mempengaruhi tercapainya tujuan- tujuan formal pada keseluruhan proses implementasi. Variabel- variabel tersebut diklasifikasikan kedalam tiga kategori besar, yaitu: a. Mudah atau Tidaknya Masalah yang Akan Digarap, meliputi: 1) Kesukaran- kesukaran teknis; tercapai atau tidaknya tujuan suatu kebijakan akan tergantung pada sejumlah persyaratan teknis, termasuk diantaranya kemampuan mengembangkan indikator- indikator pengukur prestasi kerja yang tidak terlalu mahal serta pemahaman mengenai prinsip- prinsip hubungan kausal yang mempengaruhi masalah. Selain itu
tingkat
keberhasilan suatu kebijakan dipengaruhi pula oleh tersedianya atau telah dikembangkannya teknik- teknik tertentu. 2) Keberagaman perilaku yang diatur; semakin beragam perilaku yang daiatur maka asumsinya semakin banyak pula pelayanan yang diberikan, sehingga semakin sulit pula membuat peraturan yang tegas dan jelas.
36
3) Presentase totalitas penduduk yang tercakup dalam kelompok sasaran;semakin kecil dan semakin jelas kelompok sasaran yang
perilakunya akan diubah (melalui implementasi
kebijakan),
maka
semakin
besar
peluang
untuk
memobilisasikan dukungan politik terhadap sebuah kebijakan dan dengannya akan lebih terbuka peluang bagi pencapaian tujuan kebijakan. 4) Tingkat dan ruang lingkup perubahan perilaku yang dikehendaki; semakin besar jumlah perubahan perilaku yang dikehendki oleh kebijakan, maka semakin sulit pula para pelaksana memperoleh implementasi yang berhasil. Artinya ada sejumlah masalah yang jauh lebih dapat kita kendalikan bila tingkat dan ruang lingkup perubahan yang dikehendaki tidaklah terlalu besar. b. Kemampuan Kebijakan Menstruktur Proses Implementasi Secara Tepat, meliputi: 1) Kecermatan dan kejelasan penjenjangan tujuan- tujuan resmi yang
akan
dicapai;
semakin
mampu
suatu
peraturan
memberikan petunjuk- petunjuk yang cermat dan disusun secara jelas skala prioritas/ urutan kepentingan bagi para pejabat pelaksana dan aktor lainnya, maka semakin besar pula kemungkinan bahwa output kebijakan dari badan- badan pelaksana akan sejalan dengan petunjuk tersebut.
37
2) Keterandalan teori kausalitas yang diperlukan; memuat suatu teori kausalitas yang menjelaskan bagaimana kira- kira tujuan usaha pembaharuan yang akan dicapai melalui implementasi kebijakan. 3) Ketepatan alokasi sumber dana; tersedianya dana pada tingkat batas ambang tertentu sangat diperlukan agar terbuka peluang untuk mencapai tujuan- tujuan formal. 4) Keterpaduan hirarki didalam lingkungan dan diantara lembaga- lembaga atau instansi- instansi pelaksana; salah satu ciri penting suatu yang perlu dimiliki peraturan perundangundangan yang baik ialah kemampuan untuk memadukan hirarki badan- badan pelaksana. Ketika kemampuan untuk menyatupadukan dinas, badan, dan lembaga alpa dilaksanakan, maka koordinasi antar instansi yang bertujuan mempermudah jalannya implementasi kebijakan justru akan membuyarkan tujuan dari kebijakan yang telah diciptakan. 5) Aturan- aturan pembuat keputusan dari badan- badan pelaksana; selain dapat memberikan kejelasan dan konsistensi tujuan, memperkecil jumlah titk- titik veto, dan insentif yang memadai bagi keptuhan kelompok sasaran , suatu undangundang harus pula dapat mempengaruhi lebih lanjut proses implementasi kebijakan dengan cara menggariskan secara
38
formal aturan- aturan pembuat keputusan dari badan- badan pelaksana. 6) Kesepakatan yang diisyaratkan demi tercapainya tujuan; hal ini
sangat
signifikan
halnya,
oleh
karena
top
down
policybukanlah perkara yang mudah untuk diimplankan pada para pejabat pelaksana di level lokal. 7) Akses formal pihak- pihak luar; faktor lain yang juga mempengaruhi implementasi kebijakan adalah sejauh mana peluang- peluang yang terbuka bagi partisipasi aktor- aktor diluar badan pelaksana dapat mendukung tujuan resmi. Hal ini dimaksudkan agar kontrol pada para pejabat pelaksana yang ditunjuk oleh pemerintah pusat dapat berjalan sebagaimana mestinya. c. Variabel- variabel Diluar Undang- undang yang Mempengaruhi Implementasi 1) Kondisi sosial ekonomi dan teknologi; perbedaanwaktu dan perbedaan diantara wilayah- wilayah hukum pemerintah dalam hal kondisi sosial, ekonomi dan teknologi sangat signifikan berpengaruh terhadap upaya pencapaian tujuan yang digariskan dalam suatu undang- undang . Faktor eksternal juga menjadi suatu hal yang penting untuk diperhatikan guna keberhasilan implementasi kebijakan publik.
39
2) Dukungan publik; hakekat perhatian publik yang bersifat sesaat menimbulkan kesukaran- kesukaran tertentu, karena untuk mendorong tingkat keberhasilan suatu implementasi kebijakan sangat dibutuhkan adanya sentuhan dukungan dari warga. Karena itu, mekanisme partisipasi publik sangat penting artinya dalam proses pelaksanaan kebijakan publik dilapangan. 3) Sikap dan sumber- sumber yang dimiliki kelompok masyarakat; perubahan- perubahan yang hendak dicapai oleh suatu kebijakan publik akan sangat berhasil apabila ditingkat masyarakat, warga memiliki sumber- sumber dan sikap- sikap masyarakat
yang
kondusif.
Terhadap
kebijakan
yang
ditawarkan oleh mereka. Ada semacam kearifan lokal yang dimiliki warga yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau ketidakberhasilan implementasi kebijakan publik. Dan, hal itu sangat dipengaruhi oleh sikap dan sumber yang dimiliki warga sekitar. 4) Kesepakatan dan kemampuan kepemimpinan para pejabat pelaksana;kesepakatan para pejabat instansi merupakan fungsi dari kemampuan undang- undang untuk melembagakan pengaruhnya
pada
badan-
badan
pelaksana
melalui
penyeleksian institusi dan pejabat- pejabat terasnya. Selain itu, kemampuan berinteraksi antar lembaga atau individu di dalam
40
lembaga untuk menyukseskan implementasi kebijakan menjadi hal indikasi penting keberhasilan kinerja kebijakan publik. Berikut Model Pendekatan Implementasi Kebijakan Mazmanian dan Sabatier (Agustino, 2006: 149) : Mudah Tidaknya Masalah Dikendalikan 1. Dukungan Teori dan Teknologi 2. Keragaman Perilaku Kelompok Sasaran 3. Tingkat Perubahan Perilaku yang Dikehendaki
Kemampuan Kebijakan untuk Menstruktur Proses Implementasi: 1. Kejelasan dan Konsistensi Tujuan 2. Dipergunakannya Teori Kausal 3. Ketepatan Alokasi Sumber Dana 4. Keterpaduan Hirarki antarlembaga Pelaksana 5. Aturan pelaksanaan dari lembaga pelaksana 6. Perekrutan Pejabat Pelaksana 7. Keterbukaan Kepada Pihak Luar
Variabel Diluar Kebijakan yang Mempengaruhi Proses Implementasi:
1.
Kondisi Sosio- Ekonomi dan Teknologi 2. Dukungan Publik 3. Sikap dan Sumberdaya dari Konstituen 4. Dukungan Pejabat yang Lebih Tinggi 5. Komitmen dan Kualitas dari Pejabat Pelaksana
sumber
Output Kebijakan dari Lembaga Pelaksana
Kepatuhan Target utk mematuhi Output
Kebijakan
Hasil Nyata Output Kebijakan
Diterimany a Hasil Tersebut
Revisi Undangundang
Gambar 2.3 Model Pendekatan Implementasi Kebijakan Mazmanian dan Sabatier
41
2.1.3.3 Model Pendekatan Implementasi Kebijakan Publik George C. Edward III Model pendekatan implementasi kebijakan publik top downyang dikembangkan oleh Edward III dikenal sebagai direct and indirect impact on implementation. Terdapat empat variabel dalam model pendekatan ini yang menentukan keberhasilan implementasi kebijakan publik, yaitu komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan struktur birokrasi. a. Komunikasi Komunikasi menurut Edward
III sangat menentukan keberhasilan
pencapaian tujuan dari implementasi kebijakan publik. Implementasi yang efektif terjadi apabila para pembuat keputusan sudah mengetahui apa yang akan mereka kerjakan dan hal ini akan terjadi apabila terdapat komunikasi yang berjalan dengan baik. Kebijakan yang dikomunikasikan secara tepat, akurat, dan konsisten. Dengan demikian maka para pembuat keputusan dan para implementor diharapkan tetap konsisten dalam melaksanakan setiap kebijakan yang akan diterapkan. Terdapat tiga indikator yang menentukan keberhasilan variabel komunikasi, yaitu: 1) Transmisi;
penyaluran
komunikasi
yang
baik
akan
menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Seringkali yang terjadi dalam penyaluran komunikasi ialah adanya salah pengertian atau miskomunikasi. Birokrasi yang panjang memungkinkan informasi yang disalurkan terdistorsi ditengah jalan.
42
2) Kejelasan; komunikasi yang diterima oleh para pelaksana kebijakan (street- level bureucrats) haruslah jelas dan tidak membingungkan (ambigu). Ketidakjelasan pesan kebijakan pada tataran tertentu bisa saja tidak menghalangi implementasi, yakni dengan melakukan fleksibilitas. Akan tetapi pada tataran yang lain hal ini justru akan menyelewengkan tujuan yang hendak dicapai oleh kebijakan yang telah ditetapkan. 3) Konsistensi; perintah yang diberikan dalam melaksanakan kebijakan harus konsisten dan jelas. Apabila perintah yang diberikan
berubah-
ubah
maka
dapat
menimbulkan
kebingungan bagi para pelaksana dilapangan. b. Sumberdaya Indikator sumberdaya terdiri dari: 1) Staf; sumberdaya utama implementasi kebijakan adalah staf. Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan salah satunya adalah staf yang tidak mencukupi, memadai, ataupun tidak berkompeten. 2) Informasi; informasi dalam implementasi kebijakan publik ada dua bentuk, yaitu informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakan
kebijakan
dan
informasi
mengenai
data
kepatuhan dari para pelaksana terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yang telah ditetapkan.
43
3) Wewenang; kewenangan idealnya bersifat formal agar dapat dilaksanakan. Kewenangan adalah otoritas atau legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan secara politik. Ketika wewenang itu tidak ada, maka kekuatan implementor dimata publik tidak terlegitimasi, sehingga dapat menggagalkan proses implementasi kebijakan. Akan tetapi, implementasi kebijakan kemudian tidak efektif manakala para pelaksana kebijakan menyelewengkan wewenangnya untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya. 4) Fasilitas;
fasilitas
fisik
juga
menentukan
keberhasilan
implementasi kebijakan publik. Meski implementor memiliki staf yang memadai, memahami betul apa yang harus dilakukan, dan memiliki wewenang untuk melaksanakan kebijakan, implementasi kebijakan bisa saja gagal ketika fasilitas (sarana dan prasarana) tidak mencukupi. c. Disposisi Disposisi atau sikap para pelaksana kebijakan adalah faktor penting ketiga yag dikemukakan oleh Edward III. Agar implementasi kebijakan berjalan dengan efektif, pelaksana
tidak hanya perlu
mengetahui apa yang harus dilakukan tapi juga harus memiliki kemampuan untuk melaksanakannya sehingga tidak terjadi bias. Ada dua indikator dalam variabel disposisi, yaitu:
44
1) Pengangkatan birokrat; pemilihan dan pengangkatan personil pelaksana kebijakan haruslah orang- orang yang memiliki dedikasi tinggi pada kettetapan yang telah dilaksanakan dan juga kepentingan warga. Disposisi atau sikap pelaksana yang tidak sesuai dengan keinginan atau pejabat- pejabat tinggi akan memberikan
hambatan-
hambatan
dalam
implementasi
kebijakan. 2) Insentif; salah satu teknik yang disarankan untuk mengatasi masalah kecenderungan para pelaksana adalah memanipulasi insentif. Dengan cara menambah keuntungan atau biaya tertentu mungkin akan menjadi faktor pendorong yang membuat para pelaksana kebijakan melaksanakan kebijakan dengan baik. d. Struktur Birokrasi Ada dua karakteristik, menurut Edward III yang dapat mendongkrak kinerja struktur birokrasi/ organisasi kearah yang lebih baik, yaitu: 1) Standar Operating Prosedures (SOPs); SOPs merupakan suatu kegiatan rutin yang memungkinkan para pegawai (pegawai/ administratur/ birokrat) untuk melaksanakan kegiatan- kegiatan setiap harinya sesuai dengan standar yang ditetapkan atau standar minimum yang diinginkan warga. 2) Fragmentasi;
adalah
upaya
penyebaran
tanggungjawab
kegiatan- kegiatan atau aktifitas- aktifitas pegawai.
45
Berikut model pendekatan implementasi kebijakan menurut Edward III (Agustino, 2006: 150):
KOMUNIKASI
SUMBER DAYA IMPLEMENTASI DISPOSISI
STRUKTUR BIROKRASI
Gambar 2.4 Mode Pendekatan Implementasi Kebijakan Publik George Edward III
2.1.3.4 Model Pendekata Implementasi Kebijakan Publik Merilee S. Grindle Model pendekatan implementasi kebijakan publik top down yang dikemukakan oleh Grindle dikenal sebagai Implementation as A Political and Administrative Process, dimana dalam model ini terdapat dua variabel yang mempengaruhi implementasi kebijakan publik. Pertama, dilihat dari prosesnya apakah pelaksanaan kebijakan sesuai dengan yang ditentukan (design) dengan merujuk pada aksi kebijakannya. Kedua, apakah tujuan kebijakan tercapai. Variabel yang kedua ini dapat dilihat dari dampak atau pengaruhnya terhadap masyarakat baik secara individu ataupun kelompok serta dilihat dari tingkat perubahan yang terjadi serta penerimaan kelompok sasaran dan perubahan yang terjadi.
46
Selain dua variabel diatas, keberhasilan implementasi kebijakan publik,
juga
menurut
Grindle,
amat
ditentukan
oleh
tingkat
implementability kebijakan itu sendiri, yang terdiri dari: a. Content of Policy 1) Interest Affected; merupakan kepentingan- kepentingan yang mempengaruhi implementasi kebijakan publik. Indikator ini berargumen bahwa implementasi suatu kebijakan publik pasti melibatkan banyak kepentingan yang membawa pengaruh terhadap implementasi itu sendiri. 2) Type of Benefits(tipe manfaat); bahwa dalam suatu kebijakan harus terdapat beberapa jenis manfaat yang menunjukkan dampak positif yang dihasilkan dalam pengimplementasian suatu kebijakan publik. 3) Extent of Change Envision (derajat perubahan yang ingin dicapai); setiap kebijakan pasti memiliki target yang hendak dicapai. Adapun yang dimaksud dalam content of policy ini adalah seberapa besar perubahan yang hendak atau ingin dicapai melalui suatu implementasi kebijakan harus memiliki skala yang jelas. 4) Site of Decision Making (letak pengambilan keputusan); pengambilan keputusan dalam suatu kebijakan memegang memegang kebijakan,
peranan
penting
karenanya
dalam
perlu
pelaksanaan dijelaskan
suatu dimana
47
letakpengambilan keputusan dari suatu kebijakan yang akan diimplementasikan. 5) Program
Implementor
(pelaksana
program);
dalam
menjalankan suatu kebijakan atau program harus didukung dengan adanya pelaksana
kebijakan yang kompeten dan
kapabel demi keberhasilan kebijakan tersebut. 6) Resources Commited (sumber- sumber daya yang digunakan); pelaksanaan suatu kebijakan harus didukung oleh sumberdayasumberdaya yang mendukung pelaksanaan kebijakan berjalan dengan baik. b. Context of Policy, terdiri dari: 1) Power, Interest, and Strategy of Actor Involved(kekuasaan, kepentingan- kepentingan, dan strategi dari aktor yang terlibat); guna memperlancar implementasi kebijakan maka perlu dipertimbangkan kekuatan atau kekuasaan, kepentingan, serta strategi yang digunakan oleh para aktor yang terlibat. 2) Institution and Regime Characteristic (karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa);pada bagian ini dijelaskan karakteristik dari lembaga serta rezim yang berkuasa. 3) Compliance and Responsiveness (tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana); sejauh manakepatuhan dan respon dari para pelaksana dalam menanggapi suatu kebijakan.
48
2.1.3.5 Implementasi Kebijakan Publik Charles O. Jones Selain empat model pendekatan implementasi kebijakan publik yang dikemukakan oleh empat pakar sebagaimana yang dijelaskan diatas, Jones dalam bukunya “An Introduction of Public Policy” juga mengulas secara lengkap mengenai implementasi kebijakan publik. MenurutJones (1996: 296) ada tiga pilar utama dalam pelaksanaan suatu program pemerintah yaitu: a. Organisasi; yaitu pembentukan atau penataan kembali sumber daya, unit- unit serta metode untuk menunjang agar program berjalan. b. Interpretasi; menafsirkan agar program menjadi rencana
dan
pengarahan yang tepat dan dapat diterima serta dilaksanakan. c. Penerapan; berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan rutin yang meliputi penyediaan barang dan jasa. Organisasi dibentuk agar pekerjaan dapat dilaksanakan. Organisasi pemerintahan sendiri telah identik dengan birokrasi. Weber dalam Jones (1996: 305) melihat birokrasi sebagai alat untuk mengatasi kesulitan dan tuntutan tugas pemerintahan modern. Selain itu birokrasi adalah pengaktif tatanan rasional dari segala sesuatu. Berdasarkan pandangan Weber ini maka birokrasi tidak terlalu diharapkan untuk menghasilkan kreatifitas yang besar maupun kebijakan yang inovatif. Akan tetapi sistem birokrasi ideal menurut Weber pada kenyataannya jarang terealisasikan terutama dalam sistem demokrasi yang disebabkan beberapa hal seperti tekanan
49
yang bersifat politis, kenyataan bahwa implementasi suatu kebijakan bukanlah hal yang mudah karena bersifat dinamis, dan bahwa birokrasi adalah instrumen kekuasaan utama bagi mereka yang mengawasi aparat birokrasi sendiri.Peranan birokrasi lebih bersifat dinamis- politis ketika kita pahami bahwa biro pemerintahan pada kenyataannya adalah sebuah unit yang sangat tergantung dan harus memantau maksud pembuat peraturan sekaligus tuntutan dari klien mereka. Pandangan yang menganggap birokrasi sebagai lembaga politik menekankan perlunya dukungan yang memadai. Sebagaimana yang dikatakan Rourke dalam Jones (1996: 309): “Kekuatan atau kekuasaan instansi pemerintah dapat terlihat dalam caranya menempatkan dukungan yang sifatnya politis…. Kurangnya dukungan akan menurunkan kemampuan suatu badan dalam mencapai tujuannyabahkan akan mengancam pula pada eksistensinya sebagai sebuah organisasi”. Setiap instansi
memerlukan strategi
yang berbeda
dalam
mendapatkan atau mempertahankan suatu dukungan. Begitu pula para administrator yang hendak mempopulerkan program- programnya maka mereka akan bergantung pada dukungan umum yang luas. Beberapa program selalu mendapatkan dukungan yang besar meski kondsi ekonomi sedang sulit, yakni program- program sejenis jaminan sosial ataupun bisang pertahanan. Hal ini kemudian melahirkan ekspansi birokrasi dimana instansi
membuat program- program baru, melanggar otoritas
instansi lain, atau bahkan mengambil alih tanggung jawab yang lebih lemah.
instansi
lain
50
Organisasi memiliki dampak pada proses kebijakan. Tujuan awal organisasi adalah menjalankan program- program yang sudah dirancang. Akan tetapi tujuan organisasipun akan bertambah dengan munculnya motivasi- motivasi lain, seperti niat untuk mengembangkan dirinya sendiri (menambah kekuatan suattu instansi) ataupun hanya sekedar untuk bertahan. Motivasi- motivasi lain ini bisa jadi lebih mendominasi dan bahkan bertentangan dengan tujuan program. Sebagaimana yang dikemukakan Fleming dalam Jones(1996:312): “Kebutuhan yang sifatnya sesaat dari orang yang bekerja pada suatu organisasi akan terus membayang- bayangi tujuan program. Seseorang tidak akan dapat mengesampingkan adanya tingkah laku pribadi ataupun kelompok dalam mengkaji pelaksanaan atau penerapan program”
Setelah suatu kebijakan disahkan, masalah kemudian muncul pada tahap implementasi. Pelaksana seringkali kebingungan dengan apa yang harus dia lakukan karena tidak bisa menafsirkan atau memahami maksud dari kalimat- kalimat dalam kebijakan. Edwards, sebagaimana yang dikutip Jones (1996:320) menyatakan bahwa: “Kebutuhan utama bagi keefektifan pelaksanaan kebijakan adalah bahwa mereka yang menerapkan keputusan haruslah tahu apa yang seharusnyamereka lakukan…. Jika kebijakan ingin dilaksanakan dengan tepat, arahan serta petunjuk pelaksanaan tidak hanya diterima tetapi juga harus jelas, dan jika hal ini tidak jelas para pelaksana akan kebingungan tentang apa yang seharusnya mereka lakukan, dan akhirnya mereka akan mempunyai kebijakan sendiri dalam memandang penerapan kebijakan tersebut. Yang mana pandangan ini seringkali berbeda dengan atasan mereka”.
51
Pernyataan Edwards di atas berdasarkan kenyataan bahwa semakin rumit permasalahan sosial, semakin ambigu pula kebijakan sosial. Ambiguitas kebijakan sosial akan mengantarkan para pelaksana pada kebijakan mereka sendiri. Meskipun mereka tidak menggunakannya untuk memperluas otoritas yang dimiliki, mereka menggunakannya untuk menghindari permasalahan khusus yang sulit. Diperlukan suatu patokan yang jelas mengenai suatu proses yang harus dipelajari oleh para pelaksana untuk kemudian mengembangkan sarana untuk menerapkannya. Ketika tidak ada patokan yang jelas tanggung jawab pelaksana akan semakin besar dan akan sangat tergantung pada sejumlah keadaan, misalnya saja politik. Hal ini akan mengakibatkan perbedaan tingkah laku diantara para pelaksana. Hukum dan aturan bisa saja tidak banyak berubah, tetapi penafsiran terhadap hukum(dalam kaitannya dengan penerapan) telah mengalami banyak perubahan. Selanjutnya, Jones juga menjelaskan bahwa proses kebijakan sangat tergantung pada komunikasi antara kata serta maknanya. Berkaitan dengan penafsiran, adalah hal yang yang penting utuk memahami pada setiap tahapan pembuatan keputusan. Hukum, perundangan, keputusan, pedoman, serta perintah tidak selalu hanya bersifat definitif. Karenanya diperlukan perhatian yang besar terhadap cara yang digunakan para pelaksana dalam menafsirkan tanggungjawab mereka, kepada siapa para pelaksana berorientasi, siapa yang dianggap memiliki otoritas. Dengan demikian maka berkaitan dengan interpretasi yang terpenting agar ialah
52
bagaimana suatu kebijakan dikomunikasikan dengan baik sehingga setiap pelaksana dapat memiliki pemahaman yang sama dengan apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Penerapan mengacu pada pelaksanaan pekerjaan yang meliputi “penyediaan barang dan jasa” (Ripley dan Franklin dalam Jones, 1996:324). Selanjutnya Jones mengatakan bahwa penerapan sangat erat kaitannya dengan kegiatan- kegiatan lain, yaitu sebuah proses dinamis karena berkaitan dengan kegitan kebijakan lainnya dalam kemanusiaan yang mana seseorang melakukan selain itu para pelaksananya atau petugas diarahkan oleh pedoman dan patokannya, ataupun secara khusus diarahkan oleh kondisi yang aktual. Jones (1996: 325) memberikan contoh bagaimana penerapan suatu kebijakan tidak selalu dapat diterima dengan baik oleh masyarakat. Diperlukan penyesuaian- penyesuaian dan waktu yang cukup untuk membuat masyarakat menerima kebijakan. Akan tetapi penerapan kebijakan dengan “penyesuaian” yang terlalu longgarpun pada akhirnya hanya akan menghasilkan pelanggaran hukum atas kebijakan itu sendiri dan sebaliknya tidak sedikit pelaksana yang akhirnya “diasingkan” karena terlalu tegas dalam menerapkan kebijakan. Menurut Tangkilisan dalam Nahampun (2009:18) menjelaskan faktor- faktor pendukung tiga pilar implementasi kebijakan publik Jones sebagai berikut:
53
Organisasi; organisasi dibentuk agar pekerjaan atau programprogram dapat dilaksanakan. Agar kegiatan pengorganisasian guna mencapai tujuan dapat berjalan dengan baik, diperlukan suatu struktur organisasi/ birokrasi yang jelas, sumber daya manusia dalam organisasi yang berkualitas dan kompeten, perlengkapan serta alat- alat kerja yang memadai, dan perangkat hukum yang jelas pula. Interpretasi; Agar suatu kebijakan dapat diinterpretasikan secara seragam dan dilaksanakan dengan baik oleh pelaksana kebijakan, maka dalam melaksanakan suatu kebijakan para pelaksana harus mengacu pada peraturan, petunjuk- petunjukpelaksanaan, serta petunjuk- petunjuk teknis yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang Penerapan; Agar suatu kebijakan dapat dilaksanakan sesuai dengan petunjuk pelaksanaan atau petunjuk teknis yang telah ditentukan, maka harus dilengkapi dengan prosedur kerja yang jelas, program kerja, serta jadwal kegiatan yang pasti. Dengan demikian, akan terwujud suatu keselarasan dimana tidak adanya benturan antara unit satu dengan unit lainnya ataupun suatu program dengan program lainnya. 2.2. Gambaran Umum Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya 2.2.1 Tujuan dan Ruang Lingkup Program Tujuan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya adalah untuk memberdayakan Masyarakat Berpenghasilan Rendah penerima bantuan agar
54
mampu membangun atau meningkatkan kualitas rumah secara swadaya sehingga dapat menghuni rumah yang layak huni dalam lingkungan yang sehat dan aman. Adapun ruang ingkup Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya adalah untuk; pertama, pembangunan rumah baru yaitu kegiatan pembangunan rumah layak huni di atas tanah matang; kedua, peningkatan kualitas rumah yaitu kegiatan memperbaiki komponen rumah dan/ atau memperluas rumah untuk meningkatkan dan/ atau memenuhi syarat rumah layak huni; ketiga, prasarana, sarana, dan utilitas umum, yakni kelengkapan dasar dan fasilitas yang dibutuhkan agar perumahan dapat berfungsi secara sehat dan aman.
2.2.2 Kriteria Penerima Bantuan Berdasarkan Pasal 3 Ayat 1 Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 14 tahun 2011 penerima Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Warga Negara Indonesia; b. Masyarakat Berpenghasilan Rendahdengan penghasilan tetap atau tidak tetap; c. Sudah bekeluarga; d. Memiliki atau menguasai tanah; e. Belum memiliki rumah atau memiliki rumah tetapi tidak layak huni; f. Menghuni rumah yang akan diperbaiki; g. Belum pernah mendapat bantuan stimulan perumahan swadaya dari Kementrian Perumahan Rakyat;
55
h. Didahulukan yang telah memiliki rencana membangun atau meningkatkan kualitas rumah yang dibuktikan dengan; 1) Memiliki tabungan bahan bangunan; 2) Telah mulai membangun rumah sebelum mendapatkan bantuan stimulan; 3) Memiliki aset lain yang dapat dijadikan dana tambahan bantuan stimulan pembangunan atau peningkatan kualitas rumah; 4) Memiliki tabungan uang yang dapat dijadikan dana tambahan bantuan stimulan pembangunan atau peningkatan kualitas rumah; dan/ atau 5) Telah
diberdayakan
dengan
sistem
pemberdayaan
perumahan
swadaya; i. Bersungguh-
sungguh mengikuti
program
bantuan stimulan
dan
pemberdayaan perumahan swadaya; dan j. Didahulukan yang sudah diberdayakan melalui Program Nasional Pemberdayaan MasyarakatMandiri.
2.2.3 Pelaksana Kegiatan Pelaksana Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadayaadalah Deputi Bidang Perumahan Swadaya Kementrian Perumahan Rakyatyang dibantu oleh Kelompok Kerja, Tenaga Pendamping Masyarakat, Unit Pengelola Kegiatan/ Badan Keswadayaan Masyarakatdan Kelompok Swadaya Masyarakat.
56
a. Deputi Perumahan Swadaya, melaksanakan fungsi: 1) Perumusan kebjakan dan penyusunan petunjuk teknis pelaksanaan bantuan
stimulan
perumahan
swadaya
kepada
Masyarakat
Berpenghasilan Rendah; 2) Koordinasi pelaksanaan fasilitasi bantuan stimulan perumahan swadaya kepada kementrian/ lembaga yang tugas dan fungsinya terkait dengan pelaksanaan kegiatan bantuan stimulan perumahan swadaya di tingkat pusat dan daerah; 3) Sosialisasi kebijakan dan tata cara bantuan stimulan perumahan swadaya; 4) Perumusan penetapan kabupaten/ kota penerima bantuan stimulan perumahan swadaya; 5) Perumusan penetapan kelompok kerja pusat 6) Pemberian arahan pembangunan rumah baru perumahan swadaya dalam bentuk gambar tipikal dan arahan peningkatan kualitas rumah yang selanjutnya dituangkan dalam Detailed Engineering Design. 7) Fasilitasi Masyarakat Berpenghasilan Rendah dalam mengajukan permintaan pembayaran/ pencairan dana stimulan perumahan swadaya; 8) Permintaan penyaluran dana bantuan stimulan ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara; 9) Pendampingan
Masyarakat
Berpenghasilan
pemanfaatan dana bantuan stimulan;
Rendah
dalam
57
10) Pendampingan Masyarakat Berpenghasilan Rendah dalam membuat laporan pelaksanaan bantuan stimulan perumahan swadaya; dan 11) Koordinasi pengendalian dan evaluasi pelaksanaan bantuan stimulan perumahan swadaya.
b. Kelompok Kerja, terdiri dari Kelompok Kerja Pusat, Kelompok Kerja Provinsi, dan Kelompok Kerja Kabupaten/ Kota. a) Kelompok Kerja Pusat, melaksanakan tugas: 1) Menyiapkan bahan perumusan pedoman pelaksanaan kegiatan; 2) Mengoordinasikan
pelaksanaan
kegiatan
bantuan
stimulan
perumahan swadaya dengan lembaga terkait di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/ kota; 3) Mensosialisasikan program kegiatan bantuan stimulan perumahan swadaya di tingkat provinsi dan kabupaten/ kota; 4) Merekapitulasi dan memverivikasi administrasi permohonan bantuan stimulan perumahan swadaya dari bupati/ walikota dan/ atau Unit Pengelola Kegiatan/ Badan Keswadayaan Masyarakat; 5) Menyiapkan rumusan penetapan kabupaten/ kota penerima bantuan dan rencana sasaran bantuan stimulan perumahan swadaya; 6) Menyampaikan hasil verifikasi administrasi dan calon penerima bantuan stimulan kepada pokja kabupaten/ kota untuk dilakukan verifikasi lapangan;
58
7) Merumuskan penetapan Masyarakat Berpenghasilan Rendah penerima bantuan stimulan untuk ditetapkan oleh Kepala Satuan Kerja; 8) Melaksanakan pengendalian dan evaluasi serta menyusun laporan pelaksanaan Program Bantuan Stimulant Perumahan Swadaya; dan 9) Melaporkan
hasil
pelaksanaan
kegiatan
Program
Bantuan
Stimulant Perumahan Swadaya kepada Deputi berdasarkan laporan yang disampaikan oleh Unit Pengelola Kegiatan/ Badan Keswadayaan Masyarakat.
b) Kelompok Kerja MasyarakatProvinsi, melaksanakan tugas: 1) Mengkoordinasikan Kelompok Kerja Kabupaten/ Kota dalam melaksanakan tugasnya; 2) Melaksanakan bimbingan teknis
kepadaKelompok Kerja
Kabupaten/ Kota; 3) Mengendalikan pelaksanaan tugas Kelompok Kerja Kabupaten/ Kota; 4) Mengevaluasi pelaksanaan kegiatan bantuan stimulan; dan 5) Melapor pelaksanaan tugas kepada gubernur dengan tembusan kepada Kelompok Kerja Pusat
c) Kelompok Kerja Kabupaten/ Kota, melaksanakan tugas;
59
1) Memverifikasi lapangan calon penerima bantuan stimulan perumahan swadaya hasil verifikasi administrasi yang dilakukan Kelompok Kerja Pusat; 2) Dalam hal Kelompok Kerja Kabupaten/ Kota tidak dapat melaksanakan verifikasi lapangan sebagaimana yang dimaksud di atas sesuai waktu yang ditetapkan oleh Satuan Kerja, verifikasi lapangan
dilakukan
oleh
Satuan
Kerja
dibantu
Tenaga
Pendamping Masyarakat.; 3) Menyampaikan calon penerima bantuan stimulant perumahan swadaya hasil verifikasi lapangan kepada Satuan Kerja dengan tembusan kepada Kelompok KerjaPusat; 4) Mengarahkan Tenaga Pendamping Masyarakat melaksanakan pendampingan
dan
pemberdayaan
masyarakat
dalam
pembangunan perumahan swadaya dengan bantuan stimulant; 5) Menyetujui
Detailing
Engineering
Design
yang
disusun
Kelompok Swadaya Masyarakat dengan fasilitasi Tenaga Pendamping Masyarakat; 6) Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Unit Pengelola Kegiatan/ Badan Keswadayaan Masyarakat, Tenaga Pendamping Masyarakat dan Kelompok Swadaya Masyarakat; dan 7) Melapor pelaksanaan tugas kepada Bupati/ Walikota dengan tembusan kepada Kelompok Kerja Provinsi dan Kelompok Kerja Pusat.
60
c. Tenaga Pendamping Masyarakat, melaksanakan tugas; 1) Membantu Kelompok Kerja Kabupaten/ Kota melakukan verifikasi lapangan calon penerima bantuan stimulan; 2) Memfasilitasi Kelompok Swadaya Masyarakat membuat Detailing Engineering Design berdasarkan keinginan atau kebutuhan penerima bantuan dan sesuai dengan dana yang tersedia; 3) Memfasilitasi pelaksanaan kegiatan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya yang dilakukan oleh Kelompok Swadaya Masyarakat sesuai Detailing Engineering Design; 4) Membina dan memberdayakan Kelompok Swadaya Masyarakat; dan 5) Melapor kemajuan kegiatan (progressreport) dan membuat laporan akhir kepada Satuan Kerja dengan tembusan kepada Kelompok Kerja Pusat, Kelompok Kerja Provinsi, dan Kelompok Kerja Kabupaten/ Kota.
d. Unit Pengelola Kegiatan/ Badan Keswadayaan Masyarakat, melaksanakan tugas: 1) Mensosialisasikan kegiatan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya kepada masyarakat bakal calon penerima bantuan stimulan; 2) Melakukan penjaringan Masyarakat Berpenghasilan Rendah dan/ atau menerima hasil pendataan yang dilakukan oleh masyarakat; 3) Mengumumkan calon penerima bantuan stimulan; 4) Menetapkan calon penerima bantuan stimulan;
61
5) Mengusulkan bantuan stimulan perumahan swadaya kepada Menteri melalui Bupati/ Walikota; 6) Membentuk Kelompok Swadaya Masyarakat penerima bantuan stimulan; 7) Memohon pencairan dana bantuan stimulan kepada Satuan Kerja ; 8) Menerima
dana
bantuan
stimulan
dari
Kantor
Pelayanan
Perbendaharaan Negara; 9) Menyerahkan langsung dana bantuan stimulan kepada penerima bantuan stimulan dan bendahara Kelompok Swadaya Masyarakat; 10) Melapor penerimaan dan penyaluran dana bantuan stimulan kepada Satuan Kerja dengan tembusan kepada Kelompok Kerja Pusat; dan 11) Melapor pelaksanaan kegiatan kepada Satuan Kerja dengan tembusan Kelompok KerjaPusat. Unit Pengelola Kegitan/ Badan Keswadayaan Masyarakat dalam melaksanakan tugasnya difasilitasi oleh Tenaga Pendamping Masyarakat. Adapun untuk menunjang tugasnya tersebut Unit Pengelola Kegiatan/ Badan Keswadayaan Masyarakat diberi dana operasional yang bersumber dari APBN.
e. Kelompok Swadaya Masyarakat, melaksanakan tugas: 1) Menyusun Rencana Tindak Komunitas dan Detailed Engineering Design pembangunan perumahan dan Prasarana Sarana Utilitas yang mendapat Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya;
62
2) Membangun rumah yang mendapat Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya; 3) Melapor pemanfaatan dana bantuan stimulan dan pembangunan rumah swadaya kepada Unit Pengelola Kegiatan/ Badan Keswadayaan Masyarakat; dan 4) Membuat
dan
menyetujui
daftar
hadir
Tenaga
Pendamping
Masyarakat. Kelompok Swadaya Masyarakat dalam melaksanakan tugasnya difasilitasi oleh Tenaga Pendamping Masyarakat dan/ atau Kelompok Kerja
Kabupaten/
Kota.
Sedangkan
untuk
penyusunan
DetailiedEngineeringDesign difasilitasi oleh Kelompok Kerja Kabupaten/ Kotadan dana penyusunan DetailedEngineeringDesign menggunakan DIPA Kabupaten/ Kota. Kelompok Swadaya Masyarakat adalah kumpulan dari Masyarakat Berpenghasilan Rendah penerima Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya. Setiap Kelompok Swadaya Masyarakat beranggotakan minimal 5 (lima) orang dan maksimal
11 (sebelas) orang Masyarakat
Berpenghasilan Rendah. Diupayakan jumlah anggota Kelompok Swadaya Masyarakat adalah ganjil dan dibedakan menurut jenis bantuan stimulan yang diterima.
63
Struktur organisasi pelaksana Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Deputi PerumahanSwadaya Kementrian Perumahan Rakyat
Pokja Pusat
Pokja Provinsi
Pokja Kabupaten/ Kota
TPM
UPK/ BKD
KSM
KSM
Gambar 2.4 Struktur Pelaksana
KSM
64
2.2 Kerangka Berfikir dan Asumsi Dasar 2.2.1 Kerangka Berfikir Kerangka berfikir merupakan alur pemikiran peneliti dalam melakukan penelitian. Berikut gambaran alur berfikir peneliti : Sebagai salah satu proses penting dalam kebijakan publik, tahap implementasi memerlukan perhatian lebih, karena implementasi menentukan berhasil atau tidaknya suatu kebijakan, tercapai atau tidaknya tujuan daripada kebijakan. Tercapainya tujuan- tujuan yang diinginkan suatu kebijakan hanya sangat mungkin terjadi apabila implementasi kebijkan dilakukan dengan sebaikbaiknya, yakni sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Hal ini juga berlaku dalam Implementasi Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang yang menjadi fokus daripada penelitian peneliti. Berdasarkan observasi awal peneliti, diketahui bahwa terdapat beberapa permasalahan dalam proses implementasi Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir sebagaimana yang telah di uraikan pada latar belakang masalah. Berbagai permasalahan yang timbul dalam proses pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir tentunya dapat menghambat pencapai tujuan daripada program, dan bisa jadi permasalahan ini hanyalah sedikit gambaran dari realita implementasi yang sesungguhnya. Disinilah pentingnya suatu penelitian implementasi kebijakan. Peneliti ingin meneliti Implementasi Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir dengan harapan dapat lebih memahami
65
realita implementasi program ini. Guna memudahkan peneliti dalam menganalisis dan mendeskripsikan realita Implementasi Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir, peneliti menggunakan pendekatan implementasi kebijakan publik dari jones, dimana terdapat tiga indikator yang digunakan yakni organisasi, interpretasi, dan penerapan. Namun demikian, peneliti juga tetap menggunakan peraturan- peraturan pendukung program ini, terutama Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 14 Tahun 2014 sebagai pedoman utama peneliti dalam menganalisis. Setelah memahami lebih dalam mengenai
Implementasi Program
Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir, peneliti juga berharap hasil penelitian ini dapat memberi kontribusi positif terhadap implementasi program ini kedepannya, yakni sebagai koreksi terhadap kekurangan- kekurangan dalam inplementasi sebelumnya. Dengan demikian maka implementasi Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir dapat berjalan dengan baik sehingga masyarakat berpenghasilan rendah yang ada di Kecamatan Petir dapat membangun dan menempati rumah yang layak, aman, nyaman, dan sehat. Guna memahami alur berfikir peneliti dalam melakukan penelitian, berikut skema sederhana kerangka berfikir peneliti:
66
Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya
Implementasi Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang
Input
Masalah : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Kurangnya sosialisasi mengenai Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir. Rendahnya dukungan publik. Dana bantuan yang diterima oleh penerima bantuan tidak utuh. Pembelanjaan bahan material bangunan tidak dilakukan oleh penerima bantuan, melainkan pelaksana. Terbatasnya kompetensi Kelompok Swadaya Masyarakat. Pekerjaan tidak dilakukan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing- masing pelaksana. Kurang jelasnya jadwal pencairan dana bantuan.
Implementasi Kebijakan Publik Menurut Jones (Jones, 1996: 296 ) 1. 2. 3.
Organisai Interpretasi Penerapan
Outcome Output Implementasi Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang Berjalan dengan Baik yakni tepat sasaran dan tepat penggunaan.
Masyarakat Berpenghasilan Rendah mampu membangun atau meningkatkan kualitas rumah secara swadaya sehingga dapat menghuni rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat dan aman. Kebijakan mengenai Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya semakin disempurnakan sehingga Implementasi program ini kedepannya menjadi lebih baik lagi.
Gambar 2.5 Kerangka Berfikir
67
2.2.2 Asumsi Dasar Berdasarkan kerangka pemikiran di atas maka asumsi dasar pada penelitian ini adalah : “Implementasi Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang meliputi aspek- aspek organisasi, interpretasi, dan penerapan belum optimal”.
68
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian Metode penelitian ialah suatu upaya untuk memperoleh tambahan pemahaman tentang gejala- gejala melalui: 1) Mendefinisikan masalah sebagai cara untuk membentuk pengetahuan yang ada; 2) Memperoleh informasi penting berkenaan dengan masalah atau gejala itu; 4) Analisis dan interpretasi data yang jelas dalam kaitan dengan masalah yang didefinisikan; dan 4) Melakukan komunikasi hasil upaya itu kepada orang lain. Dengan demikian maka yang dimaksud dengan metode ilmiah adalah: a way to collecting, processing, and communicating information, based on activities design to increase existing information (Garna, 2009: 21). Metode yang digunakan dalam penelitian Implementasi Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang ialah metode penelitian dengan pendekatan kualitatif. Satori dan Komariah (2009: 25) menyatakan bahwa metode penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan penelitian yang mengungkap situasi sosial tertentu dengan mendeskripsikan kenyataan secara benar, dibentuk oleh kata- kata berdasarkan teknik pengumpulan dengan analisis data yang relevan yang diperoleh dari situasi alamiah. Hakikat penelitian kualitatif sebagaimana yang dijelaskan oleh Irawan (2006:4) bukanlah data kualitatif, bukan sekedar penafsiran data secara kualitatif, 68
69
bukan pula sekedar penelitian minus statistika. Selanjutnya irawan menjelaskan bahwa makna penelitian kualitatif dapat dipahami dari beberapa pengertian atau sebutan untuk penelitian kualitatif dimana penelitian kualitatif disebut sebagai verstehen (pemahaman mendalam) karena mempertanyakan makna suatu objek secara
mendalam
dan tuntas. Penelitian kualitatif disebut
participant-
observationkarena peneliti itu sendiri yang harus menjadi instrument utama dalam pengumpulan data dengan cara mengobservasi langsung objek yang ditelitinya. Penelitian kualitatif disebut juga Studi Kasus karena objek penelitiannya seringkali bersifat unik, kasuistis, tidak ada duanya. Penelitian kualitatif disebut etnografi, etnometodologi, fenomenologi karena mengkaji perilaku manusia, kebudayaan, interaksi antar bangsa. Penelitian kualitatif juga disebut natural inguiry (karena konteksnya yang natural, bukan artificial), atau interpretive inguiry (karena banyak melibatkan faktor-faktor subyektif baik dari informan, subjek penelitian, atau peneliti itu sendiri). Penelitian kualitatif sendiri dilakukan ketika fenomena- fenomena yang ingin diteliti tidak dapat dikuantifikasikan, yakni bersifat deskriptif, seperti suatu proses langkah kerja, formula suatu resep, pengertian- pengertian suatu konsep yang beragam, karakteristik suatu barang dan jasa, gambar- gambar, gaya- gaya, tata cara suatu budaya, model fisik suatu artefak, dan lain sebagainya (Satori dan Komariah, 2006: 23).
70
3.2 Instrumen Penelitian Instrumen utama dalam penelitian mengenai implementasi Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang adalah peneliti sendiri, sebagaimana yang dikatakan oleh Irawan (2006: 17) bahwa satu- satunya instrumen dalam penelitian kualitatif adalah peneliti itu sendiri. Instrumen penelitian adalah “alat” pengumpul data. Moleong (2006: 168) mengatakan bahwa peneliti sebagai instrumen dalam penelitian kualitatif merupakan perencana, pelaksana pengumpulan data, analisis, penafsiran data, dan pada akhirnya menjadi pelapor hasil penelitian. Peneliti sebagai instrumen atau alat penelitian sangatlah tepat karena peneliti menjadi segalanya dari keseluruhan proses penelitian. Peneliti sebagai human instrumentberfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagi sumber data, melakukan pengumpulan data, analisis data, menafsirkan data, dan membuat kesimpulan. Lincoln dan Guba dalam Satori dan Komariah (2009: 62) mengatakan
bahwa manusia sebagai instrumen
pegumpulan data memberikan keuntungan, dimana ia dapat bersikap fleksibel dan adaptif, serta dapat mengguanakan keseluruhan alat indera yang dimilikinya untuk memahami sesuatu. 3.3 Informan Penelitian Informan merupakan sumber data utama dan sangat penting dalam penelitian kualitatif dikarenakan penelitian kualitatif mengedepankan perspektif
71
informan. Untuk menentukan informan penelitian digunakan teknik sampling. Namun, teknik sampling dalam penelitian kualitatif tidaklah sama dengan teknik sampling dalam penelitian kuantitatif. Irawan (2006: 115) menjelaskan bahwa teknik sampling dalam penelitian kualitatif ialah nonprobabilistik sampling, dimana sampel yang diambil tidak bisa digunakan untuk mengeneralisasi karena tidak perlu dihitung tetapi dipilih. Ada dua jenis nonprobabilistik sampling menurut Irawan, yaitu purposif dan accidental/ convenient. Adapun teknik yang digunakan untuk menentukan siapa saja yang menjadi informan dalam penelitian Implementasi Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang adalah teknik sampling purposif, dimana peneliti telah menentukan siapa saja yang menjadi informan atau sumber data dengan pertimbangan bahwa mereka adalah orang- orang yang paling mengetahui tentang permasalahan yang sedang diteliti dan dapat memberikan data yang peneliti butuhkan. Berikut ini adalah daftar informan yang telah peneliti wawancarai:
72
Tabel 3.1 Informan Penelitian
No.
Kode Informan (I)
Pembagian Kode Masing-masing Informan I1.1 (Iim RohimudinST,MM)
1
2
3
I1
12
I3
I1.2 (Suhendra SE) I1.3 (Iksan S.Pd) I1.4 (Abdul Ka’ab) I2.1 (H. Aminudin) I2.2 (Rasim Rubisa) I2.3 (Fahruroji) I2.4 (Hamdan) I2.5 (Uyen) I3.1 (Idam) I3.2 (Jumri) I3.3 (Sukra) I3.4 (A. Maja Saifudin) I3.5 (Arsdi) I3.6 (Juni)
Status Informan (SI) Kepala Seksi Perumahan Swadaya Formal dan Non Formal DTRBP Kab. Serang Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Sindangsari Kec. Petir Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Kampung Baru Kec. Petir Ketua Badan Keswadayaan Masyarakat Desa Kampung Baru Sekretaris Camat Kecamatan Petir Kepala Desa Ds. Sindangsari Sekretaris Desa Ds. Kampung Baru Ketua RT 09 Ds. Sindangsari
Ketua RT 03 Ds. Kampung Baru Penerima Bantuan Penerima Bantuan Penerima Bantuan Penerima Bantuan Penerima Bantuan Penerima Bantuan
73
I3.7 (Shobrigani) I3.8 (Ipih) I3.9 (St. Nurrohmah) I3.10 (Nawawi) I3.11 (M. Ali) I3.12 (Sarifudin) I3.13 (Sumirah) I3.14 (Solikah) I3.15 (Kulsum) I4. 4 I4 (Rohanah) Sumber: Peneliti, 2015
Penerima Bantuan Penerima Bantuan Penerima Bantuan Penerima Bantuan Penerima Bantuan Penerima Bantuan Penerima Bantuan Penerima Bantuan Penerima Bantuan Masyarakat yang tidak mendapatkan bantuan
3.4 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, peneliti tidak dapat mendapatkan data yang dibutuhkan. Ada dua jenis data penelitian, data primer dan data sekuder. Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari sumber data berupa kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati melalui wawancara dan observasi. Data sekunder adalah data yang bersumber dari dokumen, gambar atau foto-foto. Guna mendapatkan data- data yang peneliti butuhkan, dalam penelitian Implementasi Program Bantuan Stimulan Perumahan
74
Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara observasi, wawancara, dan dokumentasi. 3.4.1 Observasi Observasi dapat dikatakan sebagai teknik pengumpulan data yang paling utama dalam penelitian kualitatif. Observasi adalah pengamatan terhadap suatu objek yang diteliti baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk memperoleh data yang harus dikumpulkan dalam penelitian (Satori dan Komariah, 2009: 105). Adapun yang dimaksud dengan pengamatan secara langsung ialah peneliti terjun secara langsung ke lapangan, artinya melibatkan seluruh pancaindra. Pengamatan secara tidak langsung adalah pengamatan yang menggunakan alat bantu media visual atau audiovisual, misalnya handycam atau teleskop. Namun demikian, observsi yang sesungguhnya adalah pengamatan langsung terhadap naturalsettingbukan setting yang sudah direkayasa. Karenanya fungsi media visual ataupun audiovisual hanya sebatas alat bantu. Ada tiga macam observasi yang kita kenal, yaitu observasi partisipatif dan non partisipatif,
observasi terus terang atau tersamar, dan observasi tak
berstruktur. Jenis observasi yang peneliti gunakan dalam penelitian Implementasi Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir ialah observasi partisipatif dan terus terang. Observasi parisipatif adalah jenis observasi yang bersifat interaktif dimana peneliti terlibat dengan kegiatan yang diakukan oleh orang yang sedang diamati atau pihak yang dijadikan sebagai sumber data penelitian. Adapun observasi
75
partisipatif yang peneliti lakukan bersifat pasif karena peneliti tidak ikut serta melakukan kegiatan, peneliti hanya datang dan mengamati kegiatan. Selain observasi yang bersifat partisipatif pasif, observasi yang peneliti lakukan juga bersifat terus terang. Pada saat melakukan observasi guna mengumpulkan data, peneliti secara terus terang memberitahukan kepada sumber data (informan) bahwa peneliti sedang melakukan penelitian. Artinya, pihakpihak yang peneliti amati mengetahui tentang aktivitas peneliti. 3.4.2 Wawancara Metode wawancara dalam penelitian kualitatif merupakan wawancara yang sifatnya mendalam (indepthinterview). Stainback dalam Satori dan Komariah (2009: 130) mengemukakan bahwa dengan wawancara, peneliti akan mengetahui
hal-
hal
yang
lebih
mendalam
tentang
partisipan
dan
menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi, dimana hal ini tidak bisa ditemukan melalui observasi. Irawan (2006: 70) menyatakan bahwa wawancara gabungan antara ilmu dan seni (intuisi). Wawancara juga merupakan teknik yang tidak mudah digunakan. Namun, apabila dilakukan dengan baik, maka wawancara akan memberikan peneliti data yang sangat kaya. Selain itu, dengan semakin berkembangnya jaman, wawancara dapat dilakukan dengan cara jarak jauh, yaitu dengan menggunakan telepon, internet, atau alat teknologi lainnya. Berg dalam Satori dan Komariah (2009: 133) menyebutkan ada tiga jenis wawancara, yaitu wawancara terstandar, wawancara semi standar, dan wawancara
76
tidak terstandar. Wawancara terstandar adalah wawancara dengan menggunakan sejumlah pertanyaan yang terstandar secara baku. Wawancara terstandar digunakan sebagai teknik pengumpulan data ketika peneliti telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Wawancara semi standar merupakan wawancara yang dilakukan berdasarkan garis- garis besar atau pedoman yang dibuat oleh peneliti, namun pada pelaksanaaannya dilakukan secara lebih bebas dibandingkan dengan wawancara terstandar. Tujuannya ialah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana informan dimintai pendapat dan ide- idenya. Wawancara tidak terstandar adalah wawancara yang dilakukan secara informal dimana bentuk pertanyaannya lebih bersifat spontan dan dilakukan dalam suasana yang wajar atau bahkan informan sendiri tidak sadar kalau dirinya sedang diwawancarai. Wawancara tidak terstandar tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap. Wawancara tidak terstandar dilakukan peneliti pada saat penelitian pendahuluan atau observasi awal pada objek penelitian, dimana peneliti berusaha mendapatkan informasi awal tentang berbagai isu atau permasalahan yang ada pada objek penelitian, dengan begitu peneliti dapat menentukan secara pasti permasalahan atau variabel apa yang harus diteliti. Berkaitan dengan penelitian Implementasi Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang yang telah peneliti
77
lakukan, dalam prakteknya bisa dikatakan bahwa peneliti menggunakan ketiga teknik wawancara tersebut. Berikut pedoman wawancara penelitian:
Tabel 3.2 Pedoman Wawancara
Dimensi
Implementasi Kebijakan Publik Jones (1996: 296)
Sub Dimensi Organisasi
Kisi- Kisi Pertanyaan 1. Struktur Organisasi/ Birokrasi;gambaran struktur organisasi/birokrasi pelaksana, kesesuaian pekerjaan yang dilakukan dengan tugas pokok dan fungsi; 2. SDM dalam organisasi; 3. Perlengkapan dan alat kerja; sarana dan prasarana, biaya operasional; 4. Perangkat hukum; 5. Motivasi pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang; 6. Dukungan pemerintah dan masyarakat Kecamatan Petir terhadap program.
Interpretasi 1. Komunikasi, Sosialisasi Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang; Komunikasi antar pelaksana dan antara pelaksana dengan masyarakat. 2. Kesesuaian dengan peraturan, kesesuaian pelaksanaan dengan Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 11 tahun 2011, 3. Kesesuaian dengan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis. Penerapan
Sumber: Peneliti, 2015
1. Prosedur kerja: kejelasan SOP; 2. Program Kerja: kejelasan program kerja; 3. Jadwal kegiatan:kejelasan jadwal.
78
3.4.3 Dokumentasi Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang juga memiliki peranan yang besar dalam penelitian kualitatif. Asal kata dokumentasi adalah dokumen, yang dalam bahasa Inggris disebut documentyaitu something written or printed, to be used as a record or evidence (Hornby dalam Satori dan Komariah, 2009: 146). Berdasarkan pengertian ini, diketahui bahwa dokumen merupakan sesuatu yang ditulis dan dicetak yang digunakan sebagai suatu catatan atau bukti. Dokumen penting artinya bagi seorang peneliti karena dokumen dapat dijadikan bukti otentik atau bahkan pendukung suatu kebenaran. Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Bentuk dokumen bisa berupa tulisan, gambar, atau karya- karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan, misalnya catatan harian, sejarah kehidupan, ceritera, biografi, peraturan, kebijakan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar, misalnya foto, gambar hidup, sketsa, dan lain- lain. dokumen yang berbentuk lisan, misalnya rekaman gaya bicara/ dialek dalam berbahasa suku tertentu. Dokumen yang berbentuk karya, misalnya karya seni, yang berupa gambar, patung, film, dan lain- lain (Satori dan Komariah, 2009: 148). Studi dokumentasi merupakan kegiatan mengumpulkan dokumendokumen dan data- data yang diperlukan dalam penelitian dan mempelajarinya secara intens. Studi dokumentasi ini membuat peneliti mendapatkan informasi yang lebih banyak. Jadi, informasi tidak hanya diperoleh dari keterangan keterangan atau wawancara dengan informan saja, melainkan juga dapat diperoleh
79
dari dokumen- dokumen yang ada pada informan. Dengan demikian maka studi dokumentasi ini merupakan pelengkap dari metode observasi dan wawancara. 3.5 Teknik Analisis Data Menurut Bogdan dan Biklen dalam Irawan (2006:73), analisis data adalah proses mencari dan mengatur secara sistematis transkip interview, catatan di lapangan, dan bahan- bahan lain yang peneliti dapatkan, yang kesemuanya itu peneliti kumpulkan untuk meningkatkan pemahaman peneliti (terhadap suatu fenomena) dan membantu peneliti dalam mempresentasikan penemuan kepada orang lain. Dalam penelitian Implementasi program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang, peneliti menggunakan teknik analisis data dari Miles dan Huberman. Menurut Miles dan Huberman (2009: 1619), terdapat tiga alur kegiatan dalam analisis data kualitatif, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/ verifikasi. 3.5.1Reduksi Data Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan- catatan tertulis di lapangan. Reduksi data bukanlah suatu hal yang terpisah dari analisis. Ia merupakan bagian dari analisis. Pilihan- pilihan peneliti mengenai bagian data mana yang dikode, mana yang dibuang, pola- pola mana yang meringkas sejumlah bagian yang tersebar, cerita- cerita apa yang sedang berkembang, semuanya itu merupakan pilihan- pilihan analitis. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis
80
yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulankesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi. 3.5.2
Penyajian Data Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberi
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dengan melihat penyajian- penyajian kitaakan dapat memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan, lebih jauh menganalisis ataukah mengambil tindakan, berdasarkan atas pemahaman yang didapat dari penyajian- penyajian tersebut. Penyajian yang sering digunakan pada data kualitatif pada masa yang lalu adalah bentuk teks naratif, namun Miles dan Huberman menawarkan penyajian data kualitatif yang lebih mudah dipahami dan sistematis, yakni meliputi berbagai jenis matriks, grafik, jaringan, dan bagan. Dengan demikian, maka informasi tersusun dalam suatu bentuk yang padu dan mudah diraih. 3.5.3
Penarikan Kesimpulan/ Verifikasi Kegiatan analisis data kualitatif yang ketiga adalah menarik kesimpula dan
verifikasi. Dari permulaan pengumpulan data, seorang penganalisis kualitatif mulai mencari arti benda- benda mencatat keteraturan, pola- pola, penjelasan, konfigurasi- konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat, dan proporsi. Peneliti yang kompeten akan menangani kesimpulan- kesimpulan itu dengan longgar, tetap terbuka dan skeptis, tetapi kesimpulan tetap disediakan, mula- mula belum jelas namun kemudian meningkat menjadi lebih rinci dan mengakar dengan
81
kokoh.
Kesimpulan-
kesimpulan
final
mungkin
tidak
muncul
sampai
pengumpulan data berakhir, tergantung pada besarnya kumpulan- kumpulan catatan lapangan, pengkodeannya, penyimpanan, dan metode pencarian ulang yang digunakan, kecakapan peneliti, dan tuntutan- tuntutan pemberi dana, tetapi seringkali kesimpulan itu telah dirumuskan sejak awal, sekalipun peneliti menyatakan telah melanjutkannya secara induktif. Tiga kegiatan analisis data menurut Miles dan Huberman dapat terlihat sebagai berikut:
Pengumpulan Data
Reduksi data
Penyajian Data
Penarikan Kesimpulan / Verivikasi
Gambar 3.1 : Teknik Analisis Data Miles dan Huberman
Sumber: Miles dan Huberman (2009: 20) 3.6 Uji Keabsahan Data Uji keabsahan data bisa di lakukan dengan berbagai cara. Peneliti sendiri dalam penelitian mengenai Implementasi Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang menggunakan teknik triangulasi dan MemberCheck.
82
3.6.1 Triangulasi Informasi yang diperoleh dari informan berupa kata- kata bisa jadi keliru dan tidak sesuai antara yang dibicarakan dengan kenyataan sesungguhnya.Hal ini dipengaruhi oleh kredibilitas informan, waktu pengungkapan, kondisi yang dialami, dan lain sebagainya. Karenanya peneliti perlu melakukan pengecekan dari berbagai sumber, dengan berbagai cara dan waktu atau disebut juga triangulasi (Satori dan Komariah, 2009:170) 1) Triangulasi Sumber Triangulasi sumber ialah mengecek kebenaran data yang telah diperoleh kepada beberapa sumber lain yang berbeda namun masih terkait satu sama lain. Data yang didapat dari berbagai sumber tersebut kemudian dideskripsikan, dikategorisasikan, mana pandangan yang sama, mana yang berbeda, dan mana yang spesifik. 2) Triangulasi Teknik Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Misalnya data diperoleh dengan wawancara, lalu dicek dengan observasi atau dokumentasi. Bila dengan teknik- teknik yang berbeda tersebut menghasilkan data- data yang berbeda, maka peneliti melakukan diskusi kepada sumber data yang bersangkutan atau yang lainnya, untuk memastikan data mana yang dianggap benar. Atau mungkin semuanya benar, hanya sudut pandangnya yang berbeda- beda.
83
3) Triangulasi Waktu Waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data. Dengan melakukan triangulasi waktu, peneliti dapat mengecek konsistensi, kedalaman, dan ketepatan/ kebenaran suatu data. Teknik triangulasi yang peneliti gunakan dalam penelitian Implementasi Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang ialah triangulasi sumber, teknik, dan waktu. Selain itu, peneliti juga menggunakan teknik uji keabsahan lainnya, yaitu member check. 3.6.2 Mengecek Ulang (MemberCheck) Data yang peneliti peroleh harus diakui dan diterima kebenarannya oleh sumber
informasi
serta
harus
dibenarkan
oleh
informan
lainnya.
Membercheckadalah pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada informan. Tujuannya ialah untuk mengetahui kesesuaian data yang diberikan oleh pemberi data. Apabila para pemberi data sudah menyepakati data yang diberikan berarti data tersebut valid, sehingga semakin kredibel. Sebaliknya, apabila pemberi data justru meragukan data yang telah diberikan maka data tersebut tidak valid dan kredibel (Satori dan Komariah, 2009: 172).
84
3.7 Tempat dan Waktu Penelitian 3.7.1 Tempat Penelitian Penelitian Implementasi Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang ini dilakukan di Kecamatan Petir Kabupaten Serang. 3.7.2 Waktu Penelitian Waktu penelitian mengenai Impelementasi program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang ini dimulai dari Februari 2013 hingga Mei 2015. Berikut jadwal kegiatan penelitian:
Tabel 3.3 Jadwal Penelitian
No.
JADWAL KEGIATAN Februari 2013 – Mei 2015
KEGIATAN Feb „13
1
Pengajuan judul
2
Observasi awal
3
Penyusunan proposal Seminar proposal
4 5
7
Penelitian lapangan Pengolahan dan analisis Data Bimbingan
8
Sidang SKRIPSI
9
Revisi
6
Mar „13
Apr „13
Mei „13
Juni „13
Juli „13
Agst „13
Sept „13
Okt „13
Nov „13
Des „13
Jan „14
Mar „14
Feb „14
Apr „14
Mei „14
Juni „14
Juli „14
Agst „14
Sept „14
Okt „14
Nov „14
Des „14
Jan „15
Feb „15
Mar „15
Apr „15
Mei „15
Juni „15
Sumber: Peneliti, 2015
85
1
Juli „15
89
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Kecamatan Petir Kecamatan Petir merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Kecamatan Petir secara geografis terletak di bagian selatan Kabupaten Serang dengan jarak 17 km dari pusat ibu kota kabupaten. Luas wilayah Kecamatan Petir adalah 49,83 km 2. Wilayah Kecamatan Petir berbatasan langsung dengan Kecamatan Cikeusal di sebelah Utara, Kecamatan Tunjung teja di sebelah Timur dan Selatan, dan Kabupaten Pandeglang di sebelah Barat. Secara astronomis, wilayah Kecamatan Petir terletak pada 06’22028 Lintang Selatan dan 106’25020 Bujur Timur. Hujan turun hampir sepanjang tahun. Curah hujan sedang terjadi pada sepanjang periode November- Maret sedangkan curah hujan terendah terjadi pada sepanjang periode Juli- Oktober. Namun demikian, hujan yang turun pada umumnya termasuk dalam kategori ringan karena hanya memiliki curah hujan rata- rata kurang dari 20mm per jam. Kecamatan Petir pada umumnya merupakan dataran yang memiliki ketinggian rata- rata kurang dari 500 meter di atas permukaan laut (mdpl) dan beriklim sedang. Karenanya Kecamatan Petir sangat cocok untuk sektor
86
87 90
pertanian. Luas lahan sawah, huma, tegal, dan kebun lebih dari 2000Ha dan sangat berpotensi untuk tanaman padi dan berbagai jenis tanaman pertanian lainnya. Beberapa desa teraliri oleh aliran irigasi teknis. Dua per tiga dari lahan persawahan di Kecamatan Petir menggunakan pengairan secara irigasi teknis. 4.1.1.1 Pemerintahan Berdasarkan hirarki pemerintahan yang berlaku di Indonesia, setiap kecamatan dipimpin oleh seorang camat yang berkedudukan dan bertanggung jawab kepada walikota/ bupati melalui sekretaris kota/ kabupaten. Wilayah kerja kecamatan terbagi habis menjadi desa yang masing- masing dipimpin oleh seorang lurah/ kepala desa yang berkedudukan dan bertanggung jawab kepada walikota/ bupati melalui camat. Visi pemerintah Kecamatan Petir adalah “Terwujudnya masyarakat Kecamatan Petir yang sehat dan terdepan, islami, berkeadilan dan sejahtera”. Adapun misi guna mewujudkan visi tersebut ialah dengan meningkatkan profesionalitas aparatur pemerintah Kecamatan Petir sehingga dapat memahami tugas dan tanggung jawabnya, memberikan pelayanan prima dengan mempertinmbangkan waktu pelayanan yang cepat, biaya yang murah, dan prosedur yang mudah, menjaga keseimbangan antara pembangunan dan kelestarian lingkungan, serta membentuk karakter masyarakat yang peduli dengan lingkungan
sekitar, baik fisik maupun sosial. Berikut ini adalah
struktur organisasi Kecamatan Petir:
89
Gambar 4.1 Struktur Organisasi Kecamatan Petir
CAMAT
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
KASI TAPEM
KEPALA DESA
SEKRETARIS CAMAT
KASI KESOS
KEPALA DESA
KEPALA DESA
KASUBAG UMUM
KASUBAG KEUANGAN
KASUBAG PERENCANAAN DAN EVALUASI
KASI PMD
KASI EKBANG
KASI TRANTIB
KEPALA DESA
KEPALA DESA
KEPALA DESA
Sumber: Kecamatan Petir, 2015
88
89
Kecamatan Petir terbagi menjadi 15 desa, yaitu Desa Kadugenep, Desa Padasuka, Desa Sanding, Desa Sindangsari, Desa Cireundeu, Desa Cirangkong, Desa Tambiluk, Desa Mekarbaru, Desa Petir, Desa Nagara Padang, Desa Kampung Baru, Desa Seuat, Desa Seuat Jaya, Desa Kubang Jaya, dan Desa Bojong Nangka. Setiap desa terdiri dari beberapa Rukun Warga (RW) dan Rukun Tetangga (RT). Berikut ini adalah tabel status pemerintahan dan pembagian wilayah administrasi desa/ kelurahan di Kecamatan Petir: Tabel 4.1 Status Pemerintahan dan Pembagian Wilayah Administrasi Desa/ Kelurahan di Kecamatan Petir Desa/ Kelurahan
Status Pemerintahan Desa
Dusun
RW
RT
3
6
17
Padasuka
Desa
3
5
15
Sanding
Desa
3
3
14
Sindangsari
Desa
4
4
19
Cireundeu
Desa
3
3
13
Cirangkong
Desa
4
4
14
Tambiluk
Desa
4
4
22
Mekarbaru
Desa
3
3
14
Petir
Desa
4
4
18
Nagara Padang
Desa
3
3
18
Kampung Baru
Desa
3
3
12
Seuat
Desa
4
4
23
Seuat Jaya
Desa
3
3
15
Kubang Jaya
Desa
3
3
15
Bojong Nangka
Desa
3
3
11
49
50
240
Kadugenep
Jumlah
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Serang, 2014
90
4.1.1.2 Kependudukan Jumlah penduduk Kecamatan Petir terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Laju pertumbuhan penduduk Kecamatan Petir secara kumulatif dalam tiga dekade terakhir bertambah 0,72%. Pada tahun 1980 penduduk Kecamatan Petir hanya 29.528 jiwa, sedangkan pada tahun 2010 jumlah penduduk di Kecamatan Petir adalah 50.134 jiwa dengan 25.286 lakilaki dan 24.848 perempuan. Jumlah penduduk laki- laki dengan penduduk perempuan relatif berimbang hingga saat ini. Berikut adalah data terbaru mengenai jumlah penduduk menurut jenis kelamin di Kecamatan Petir: Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis kelamindi Kecamatan Petir Desa Kadugenep Padasuka Sanding Sindangsari Cireundeu Cirangkong Tambiluk Mekarbaru Petir Nagara Padang Kampung Baru Seuat Seuat Jaya Kubang Jaya Bojong Nangka Jumlah
Jenis Kelamin L P 1.618 1.618 1.080 1.115 1.246 1.246 2.541 2.502 1.370 1.288 1.940 1.911 3.401 3.366 2.156 2.063 2.602 2.532 1.837 1.889 1.085 1.039 1.687 1.660 1.155 1.205 1.575 1.538 794 792 26.087 25.764
Total 3.236 2.195 2.492 5.043 2.658 3.851 6.767 4.219 5.134 3.726 2.124 3.347 2.360 3.113 1.568 51.851
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Serang, 2014
Sex Ratio 100 97 100 102 106 102 101 105 103 97 104 102 96 102 100 101
91
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa penduduk terbanyak terdapat di Desa Tambiluk dengan total
penduduk 6.767 jiwa, sedangkan jumlah
penduduk paling sedikit terdapat di Desa Bojong Nangka dengan total penduduk 1.568 jiwa. Adapun penduduk Kecamatan Petir berdasarkan Kelompok umur dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 4.3 Penduduk Kecamatan Petir Menurut Kelompok Umur Kelompok Umur (Tahun) 0-4
Laki- laki
Perempuan
Total
2.988
2.806
5.797
5-9
2.861
2.817
5.678
10-14
3.018
2.868
5.886
15-19
2.618
2.392
5.010
20-24
2.138
2.037
4,175
25-29
1.830
1.897
3.727
30-34
1.777
1.875
3.652
35-39
1.844
1.986
3.770
40-44
1.653
1.732
3.385
45-49
1.599
1.376
2.935
50-54
1.241
1.214
2.455
55-59
939
869
1.808
60-64
643
698
1.341
65+
978
1.254
2.232
26.087
25.764
51.651
Jumlah
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Serang, 2014
92
4.2 Deskripsi Data Penelitian Data yang peneliti dapatkan dalam penelitian Implementasi program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang lebih banyak berupa kalimat deskriptif yang merupakan hasil wawancara peneliti dengan informan sebagai sumber utama penelitian. Selain dicatat, hasil wawancara juga direkam menggunakan alat perekam suara. Di samping data hasil wawancara, peneliti juga mendapatkan data berupa dokumen yang peneliti dapatkan dari website Kementrian Perumahan Rakyat, Dinas Tata Ruang, Bangunan, dan Perumahan Kabupaten Serang, serta pelaksana program yakni Tenaga Pendamping Masyarakat dan Badan Keswadayaan Masyarakat. Adapun dokumen yang peneliti dapat antara lain Data penerima bantuan by name by address di Kecamatan Petir Kabupaten Serang,buku PeraturanPeraturan Pendukung Pelaksanaan Kegiatan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya dimana di dalamnya memuat Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 14 Tahun 2011, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.05/2012 mengenai Belanja Bantuan Sosial Pada Kementerian Negara/ Lembaga, serta beberapa Surat Edaran yang mengatur teknis pelaksanaan kegiatan Program
Bantuan
Stimulan
Perumahan
Swadaya,
serta
foto
progress
pembangunan rumah warga. Peneliti juga mendapatkan data hasil dokumentasi peneliti sendiri saat melakukan observasi berupa catatan lapangan, rekaman wawancara, dan foto- foto di lapangan.
93
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif karenanya bersamaan dengan proses pengumpulan data peneliti juga melakukan analisis. Adapun teknik analisis data yang peneliti gunakan sebagaimana telah peneliti jelaskan pula pada bab sebelumnya adalah teknik analisis data dari Miles dan Huberman. Ada tiga alur kegiatan dalam teknik analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/ verifikasi. Pertama, reduksi data. Data mentah yang telah terkumpul dari hasil observasi, wawancara, serta dokumentasi peneliti pilah dan peneliti golongkan berdasarkan pola dan karakteristiknya. Dalam proses ini peneliti membuang data yang sekiranya tidak diperlukan. Kedua, penyajian data. Dalam menyajikan data yang telah direduksi peneliti menggunakan teknik matriks sebagaimana yang disarankan oleh Miles dan Huberman. Dengan demikian data tersusun secara sistematis sehingga mudah dipahami.
Data yang telah tersaji memungkinkan peneliti untuk melakukan
penarikan kesimpulan ataupun tindakan lainnya. Ketiga,verifiakasi data. Verifikasi atau penarikan- penarikan kesimpulan pada penelitian ini telah dilakukan sejak permulaan proses pengumpulan data namun kesimpulan yang diambil adalah kesimpulan yang sifatnya longgar atau dapat disebut juga kesimpulan awal. Seiring berjalannya proses analisis maka kesimpulan- kesimpulan awal tersebut membawa peneliti kepada kesimpulan final.
94
Guna menjaga validitas daripada data yang telah diperoleh peneliti menggunakan teknik triangulasi meliputi triangulasi teknik, sumber, dan waktu. Analisis terhadap Implementasi Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang menggunakan Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah sebagai alat analisis utama dan tiga indikator implementasi kebijakan publik menurut Jones sebagai berikut: 1. Organisasi Organisasi merupakan faktor utama keberhasilan daripada implementasi kebijakan. Sebagaimana kita ketahui bahwa organisasi memang dibentuk agar pekerjaan dapat dilaksanakan. Implementasi Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir kabupaten Serang akan berjalan dengan baik ketika organisasi memiliki struktur organisasi/ birokrasi, SDM dalam organisasi, perlengkapan serta alat- alat kerja, dan perangkat hukum yang memadai. 2. Interpretasi Implementasi Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang membutuhkan suatu interpretasi atau penafsiran yang seragam daripada pelaksana mengenai kebijakan program tersebut. Sangat penting adanya bagi seorang pelaksana lapangan memahami apa maksud dari kebijakan yang telah diputuskan oleh pembuat kebijakan dan mengetahui dengan pasti apa yang harus mereka
95
lakukan. Agar lebih mudah dipahami oleh pelaksana maka dibutuhkan suatu patokan yang jelas berupa peraturan, petunjuk pelaksanaan, dan petunjuk teknis yang jelas pula. Dalam hal ini Jones (2006: 323) menekankan pada komunikasi dalam setiap proses kebijakan. Apabila Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya ini tidak memiliki peraturan, petunjuk pelaksanaan, petunjuk teknis yang jelas serta tidak memiliki pola komunikasi yang efektif yang mengakibatkan pelaksana dilapangan memiliki interpretasi yang berbeda- beda maka keberhasilan daripada program ini akan sulit dicapai. 3. Penerapan Agar implementasi Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang berjalan dengan baik dan sesuai dengan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang ada diperlukan suatu prosedur, program kerja, dan jadwal kegiatan pasti.
4.3 Pembahasan Sebagaimana yang telah peneliti kemukakan pada bab pendahuluan bahwa terdapat tujuh permasalahan dalam pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang yaitu kurang sosialisasi mengenai Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir, rendahnya dukungan publik, dana bantuan yang diterima oleh penerima bantuan tidak utuh, pembelanjaan bahan material bangunan tidak
96
dilakukan oleh penerima bantuan melainkan pelaksana, terbatasnya kompetensi Kelompok Swadaya Masyarakat, pekerjaan tidak dilakukan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing- masing pelaksana, kurang jelasnya jadwal pencairan dana bantuan. Berikut ini akan peneliti jelaskan lebih lanjut bagaimana implementasi Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang. Pelaksanaan Program Bantuan Stimulan
Perumahan Swadaya di
Kecamatan Petir Kabupaten Serang diselenggarakan di dua desa saja yaitu Desa Sindangsari dan Desa Kampung Baru. Pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang yang peneliti teliti tercatat sebagai program dengan Tahun Anggaran 2012 namun realisasi atau penyelesaiannya tahun 2013. Hingga tahun 2015 ini pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang masih berjalan. 4.3.1 Kesesuaian Pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya
diKecamatan
Petir
Kabupaten
Serang
dengan
Peraturan
MenteriNegara Perumahan Rakyat Nomor 14 Tahun 2011 Pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang pada tahun 2013 mengacu pada Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat nomor 14 tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan
Bantuan
Stimulan
Perumahan
Swadaya
bagi
Masyarakat
Berpenghasilan Rendah. Peraturan ini sendiri merupakan perubahan atas
97
Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 08/PERMEN/M/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan pemberian Stimulan untuk Perumahan Swadaya bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah Melalui Lembaga Keuangan Mikro/ Lembaga Keuangan Non Bank. Dengan adanya Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 14 Tahun 2011 ini maka penyaluran dana bantuan tidak lagi melalui lembaga keuangan mikro/ lembaga keuangan non bank melainkan langsung disalurkan ke rekening masing- masing penerima bantuan sebagaimana juga yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 81/PMK.05/2012 tentang Belanja Bantuan Sosial pada Kementerian/ Lembaga. Ada tiga hal utama dalam Peraturan Menteri Negara Perumahan rakyat Nomor 14 Tahun 2011 yang peneliti gunakan sebagai indikator dalam menganalisis pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang yakni tujuan, sasaran, dan penggunaan. 4.3.1.1 Tujuan Tujuan pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 14 Tahun 2011 adalah untuk memberdayakan Masyarakat Berpenghasilan Rendah agar mampu membangun atau meningkatkan kualitas rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat dan aman. Adapun lingkup Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya terdiri dari tiga yaitu Pembangunan Rumah Baru (PB), Peningkatan Kualitas Rumah (PB), dan
98
pembangunan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum (PSU). Berdasarkan observasi peneliti, pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang berupa Pembangunan Rumah Baru (PB) dan Peningkatan Kualitas Rumah (PK). Kepala Seksi Perumahan Swadaya Formal dan Non Formal DTRBP Kabupaten Serang menjelaskan tujuan daripada Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya sebagai berikut1: “Program ini dimaksudkan untuk membantu Masyarakat Berpenghasilan Rendah yang menempati rumah tidak layak huni agar bisa membangun rumahnya sehingga menjadi layak. Layak disini ialah rumah yang memenuhi standar kesehatan, seperti adanya ventilasi udara, dinding yang permanen, lantai, termasuk didalamnya toilet juga harus ada.”
Berdasarkan hasil wawancara di atas diketahui bahwa Program bantuan Stimulan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya menginginkan adanya perubahan kualitas hidup daripada penerima bantuan. Dengan adanya program ini di harapkan betul- betul terjadi peningkatan kualitas rumah sehingga menjadi layak huni. Setidaknya rumah tersebut harus memenuhi standar kesehatan seperti memiliki ventilasi udara yang cukup, dinding dan lantai permanen, serta fasilitas Mandi Cuci Kakus (MCK) atau toilet. Dengan demikian apabila setelah adanya program ini standar layak huni yang dimaksud tidak terpenuhi dapat dikatakan bahwa tujuan program ini belum tercapai.
1
Wawancara dengan Iim Rohimudin ST, MM. Kepala Seksi Perumahan Swadaya Formal dan Non Formal DTRBP Kabupaten Serang. Rabu, 5 Februari 2014. Pukul 08.00- 09.30 WIB di Kantor DTRBP Kabupaten Serang.
99
Berdasarkan observasi peneliti, dilihat dari standar layak huni dapat dikatakan bahwa tujuan pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang belum tercapai. Diketahui bahwa dari 15 rumah penerima bantuan yang peneliti datangi kesemuanya masih belum bisa dikatakan layak huni. Hal ini disebabkan rumah- rumah tersebut belum di lengkapi fasiltas MCK atau toilet, ventilasi udara yang cukup, serta lantai masih berupa tanah. Meski demikian para pelaksana dan sebagian penerima bantuan sendiri menganggap bahwa tujuan pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Kabupaten Serang telah tercapai dikarenakan program ini bersifat membantu. sebagaimana yang disampaikan Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Sindangsari Kecamatan Petir berikut ini 2: “Tujuan program ini hanya membantu mewujudkan. Jadi tidak seratus persen. Berdasarkan yang saya lihat, setiap rumah ada progresnya meski tidak semuanya benar- benar menjadi rumah yang layak dan sehat.”
Berdasarkan hasil wawancara di atas diketahui bahwa Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya tidak dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan atau perbaikan rumah masyarakat sepenuhnya sehingga menjadi rumah yang layak huni. Menjadi layak huni atau tidak setelah diberikannya dana bantuan tergantung kemampuan masing- masing penerima bantuan dalam melakukan swadaya. Bagi Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Sindangsari Kecamatan Petir, yang terpenting ialah adanya peningkatan kualitas rumah menjadi lebih baik daripada kondisi sebelumnya.
2
Wawancara dengan Suhendra, SE. Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Sindangsari Kecamatan Petir. Selasa, 25 Maret 2014 Pukul 17.00- 18.30 WIB di Kediaman Informan.
100
4.3.1.2 Sasaran Ada dua jenis kriteria yang harus dipenuhi terkait sasaran pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya, yakni kriteria penerima bantuan dan kriteria objek bantuan. Kriteria penerima bantuan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 3 Ayat (1) Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 14 Tahun 2011 adalah sebagai berikut: 1. Warga Negara Indonesia (WNI); 2. Masyarakat Berpenghasilan Rendah dengan penghasilan tetap atau tidak tetap; 3. Sudah berkeluarga; 4. Memiliki atau menguasai tanah; 5. Belum memiliki rumah atau memiliki rumah tetapi tidak layak huni; 6. Menghuni rumah yang akan di perbaiki; 7. Belum
pernah
mendapatkan
bantuan
stimulan
perumahan
dari
Kementerian Perumahan Rakyat; 8. Didahulukan yang telah memiliki rencana membangun atau meningkatkan kualitas rumah yang dibuktikan dengan; a. Memiliki tabungan bahan bangunan; b. Telah memulai membangun rumah sebelum mendapatkan bantuan stimulan; c. Memiliki aset lain yang dapat dijadikan dana tambahan bantuan stimulan pembangunan atau peningkatan kualitas rumah;
101
d. Memiliki tabungan uang yang dapat dijadikan dana tambahan bantuan stimulan pembangunan atau peningkatan kualitas rumah; dan/ atau e. Telah diberdayakan dengan sistem pemberdayaan perumahan swadaya; 9. Bersungguh- sungguh mengikuti Program Bantuan Stimulan dan pemberdayaan perumahan swadaya; 10. Didahulukan yang sudah di berdayakan melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Adapun kriteria objek bantuan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 14 tahun 2011, Ayat (2) menyebutkan bahwa Pembangunan Rumah Baru (PB) harus memenuhi kriteria: 1. Berada di atas tanah yang: a. Dikuasai secara fiisk dan jelas batas- batasnya; b. Bukan merupakan tanah warisan yang belum dibagi; c. Tidak dalam status sengketa; dan d. Penggunaanya sesuai dengan rencana tata ruang. 2. Luas lantai bangunan paling rendah 36 (tiga puluh eam) meter persegi dan paling tinggi 45 (empat puluh lima) meter persegi; 3. Merupakan rumah pertama dan satu- satunya rumah yang dimiliki dengan kondisi: a. Rusak berat;
102
b. Rusak sedang dan luas lantai bangunan tidak mencukupi standar minimal luas peranggota keluarga yaitu 9 meter persegi per orang; c. Bangunan yang belum selesai dari yang sudah diupayakan oleh masyarakat sampai paling tinggi struktur tengah; d. Bahan lantai, dinding, dan atap tidak layak; atau e. terkena kegiatan konsolidasi tanah dalam rangka peningkatan kualitas lingkungan perumahan swadaya. Peningkatan Kualitas Rumah (PK) sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Ayat (3) Peraturan menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 14 tahun 2011 harus memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. Satu- satunya rumah yang dimiliki; 2. Dalam kondisi rusak ringan atau rusak sedang dengan luas lantai paling rendah 36 (tiga puluh enam meter persegi) dan paling tinggi 45 (empat puluh lima) meter persegi; 3. Bahan lantai, dinding, atau atap tidak mememnuhi standar layak huni; 4. Luas lantai kurang dari 36 (tiga puluh enam) meter persegi; 5. Tidak mempunyai kamar tidur, kamar mandi, cuci, kakus (MCK). Selanjutnya, pada Pasal 4 Ayat (4) juga disebutkan bahwa kondisi rumah dengan tingkat kerusakan paling parah yang harus didahulukan mendapatkan bantuan. Guna memastikan bahwa baik penerima bantuan ataupun objek bantuan memenuhi kriteria sebagaimana yang disebutkan di atas maka selain dilakukannya verifikasi administrasi, dilakukan pula verifikasi lapangan.
103
Verifikasi lapangan merupakan kegiatan pengujian lapangan menyangkut kebenaran nama, jenis kelamin, dan umur calon penerima bantuan, nomor KTP, pekerjaan, alamat, penghasilan, jumlah tanggungan, serta keadaan fisik rumah yang menyangkut ketidaklayakan komponen atap, lantai, dan dinding serta dikaitkan dengan jenis kerusakan (ringan, sedang, berat) sesuai dengan kenyataan di lapangan. Pada pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang, verifikasi lapangan sepenuhnya dilakukan oleh Badan Keswadyaan Masyarakat, Kepala Desa, dibantu Ketua RT. Adapun Tenaga Pendamping Masyarakat hanya menerima hasil kerja daripada badan Keswadayaan Masyarakat dan Kepala Desa. Berikut
keterangan
Tenaga
Pendamping Masyarakat desa Kampung Baru Kecamatan Petir 3: “Saya sendiri kurang kenal dengan warga atau dalam hal ini penerima bantuan apakah memang benar- benar pantas atau tidak apakah berdasarkan kriteria yang diminta peraturan atau tidak. Saya ketemu warga ketika pencairan saja. Foto- foto orang Badan keswadayaan masyarakat yang ambil. Tapi setelah pencairan saya keliling ke beberapa rumah masyarakat dan saya rasa memang warga tersebut adalah warga yang pantas mendapatkan bantuan. Hanya saja yang saya dengar penerima bantuan ini kebanyakan memiliki faktor kedekatan dengan kepala desa. Kerabat ataupun orang- orangnya kepala desa”.
3
Wancara dengan Ikhsan S.Pd Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir. Kamis, 6 Maret 2014 Pukul 17.00- 18.00 WIB di Kediaman informan.
104
Berdasarkan hasil wawancara di atas diketahui bahwa Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir tidak mengetahui secara pasti apakan penerima bantuan sepenuhnya memiliki kriteria sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan karena ia tidak mendatangi satu persatu rumah saat pendataan. Pengambilan data warga dan juga foto dilakukan oleh Badan Keswadayan Masyarakat. Namun demikian, berdasarkan pengamatannya kebeberapa rumah wargaia melihat program ini telah tepat sasaran.Hanya saja berdasarkan apa yang ia dengar, penerima bantuan di Desa Kampung Baru Kecamatan Petir sebagian besar memiliki kedekatan dengan kepala desa, yakni kerabat dan juga orangorangnya kepala desa. Ketua RT 03 Desa Kampung Baru Kecamatan Petir mengatakan4: “Sudah tepat sasaran. Memang saya lihat yang dapat itu memang sudah pada jelek rumahnya.”
Berdasarkan hasil wawancara di atas diketahui bahwa menurut penilaian ketua RT 03 Desa Kampung Baru warga yang menjadi penerima bantuan merupakan warga yang pantas mendapatkan bantuan karena kondisi rumahnya tidak layak. Adapun di Desa Sindangsari Kecamatan Petir seluruh warga masyarakat, kecuali yang benar- benar bagus kondisi rumahnnya, di ajukan untuk mendapatkan dana bantan dari program ini. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi kecemburuan sosial diantara masyarakat.
4
Wawancara dengan Uyen. Ketua RT 03 Desa Kampung Baru. Selasa, 11 Februari 2014. Pukul 14.00-15.00 WIB. Bertempat di kediaman informan.
105
Kepala Desa Sindangsari Kecamatan Petir menjamin bahwa Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya yang dilaksanakan di desanya telah tepat sasaran, berikut adalah pernyataannya5: “Untuk Di Desa Sindangsari saya jamin semuanya tepat sasaran. Soalnya saya sendiri yang foto- foto rumah warga. Saya tahu persis yang diajukan itu memang yang pantas dibantu. Malah masih banyak yang rumahnya jelek yang tidak dapat.” Berdasarkan hasil wawancara di atas, diketahui bahwa Kepala Desa sendiri yang langsung turun untuk pendataan dan pengambilan foto rumah warga, karenanya ia berani menjamin bahwa program ini telah tepat sasaran. Bahkan dikatakan pula bahwa masih banyak yang kondisi rumahnya tidak layak tapi tidak berhasil mendapatkan bantuan. Demikian pula menurut salah satu warga penerima bantuan. Berikut pendapat salah satu penerima bantuan di Desa Sindangsari Kecamatan6: “Sudah. Yang dapat memang yang kumuh seperti rumah saya ini. Tapi ada juga yang kondisinya seperti saya tapi tidak dapat bantuan. Mungkin terbatas dananya.” Berdasarkan hasil wawancara di atas, diketahui bahwa di Desa Sindangsari pelaksanaan program ini sudah tepat sasaran hanya saja dikarenakan jumlah warga yang memiliki rumah tidak layak huni cukup banyak maka masih banyak warga yang belum terbantu.
5
Wawancara dengan Rasim Rubisa, Kepala Desa Desa Sindangsari Kecamatan Petir. Senin, 25 November 2013. Pukul 17.00- 18.15 WIB. di kediaman informan. 6 Wawancara dengan M. Al. Penerima Bnatuan. Rabu, 13 November 2013. Pukul 13.30- 14.30 WIB. Bertempat di kediaman informan.
106
Berdasarkan pengamatan langsung peneliti, peneliti sendiri berpendapat bahwa pelaksanaan program ini telah tepat sasaran karena secara umum dari sisi kriteria penerima dan objek bantuan telah memenuhi. Kecamatan Petir memang memiliki backlog yang paling tinggi di Kabupaten Serang seehingga masih banyak pula masyarakat berpenghasilan rendah yang membutuhkan dana untuk membangun rumah belum mendapatkan bantuan program ini. 4.3.1.3 Penggunaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya bisa dikatakan telah terlaksana dengan baik ketika dalam pelaksanaannya selain telah tepat sasaran juga tepat dalam penggunaan. Berdsaarkan Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 14 Tahun 2011 dana bantuan yang disalurkan harus dibelanjakan sendiri oleh penerima bantuan dan hanya boleh digunakn untuk keperluan belanja bahan material bangunan. Pada prakteknya, dalam pelaksanaan program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang ada dua versi mengenai siapa yang membelanjakan dana bantuan. Di Desa Sindangsari pembelanjaan dilakukan secara kolektif oleh pelaksana. Pada tahap satu, penerima bantuan langsung datang ke Bank BRI cabang Cikeusal untuk proses pencairan. Setelah pencairan dan masing- masing penerima bantuan membawa pulang uangnya namun kemudian langsung diberikan kepada pelaksana untuk kemudian disetorkan ke toko matrial bangunan. Pada tahap kedua, penerima bantuan kembali mendatangi bank untuk proses pencairan, akan tetapi penerima bantuan
107
tidak memperoleh uangnya, hanya sekedar tanda tangan. Dana bantuan langsung disetorkan oleh pelaksana ke toko material bangunan. Selanjutnya para penerima bantuan bisa langsung mendatangi toko matrial bangunan yang ditunjuk tersebut dan mendapatkan bahan matrial bangunan apa saja yang ia perlukan. Berbeda dengan Desa Sindangsari, pembelanjaan dana bantuan di Desa Kampung Baru Kecamatan Petir baik pada tahap satu ataupun tahap dua dilakukan langsung oleh penerima bantuan. Pelaksana tidak mengkolektif dana bantuan. Setelah pencairan, dana bantuan dipegang oleh masing- masing penerima bantuan kemudian mereka membelanjakannya sendiri- sendiri. Salah satu permasalahan yang peneliti temukan pada saat observasi awal ialah bahwa pembelanjaan bahan material bangunan tidak dilakukan langsung oleh penerima bantuan melainkan oleh pelaksana. Menurut sepengetahuan peneliti pada saat itu yang seharusnya membelanjakan dana bantuan ialah penerima bantuan karena dana bantuan langsung di transfer ke rekening penerima bantuan, tidak lagi ke rekening UPK/ BKM. Mengenai siapa yang seharusnya membelanjakan dana bantuan, Kepala Seksi Perumahan Swadaya Formal dan Non Formal DTRBP Kabupaten Serang menjelaskan7: “Awalnya memang masyarakat yang seharusnya membelanjakan sendiri dana bantuan yang diperoleh. Namun kemudian ada perubahan sistem. Ada instruksi dari pusat bahwa masyarakat hanya boleh menerima bantuan berupa material bangunan. Kenapa berubah, karena ada kekhawatiran dari pelaksana program apabila masyarakat yang membelanjakan akan digunakan untuk hal lain dan akhirnya rumahnya malah tidak terbangun”. 7
Wawancara dengan Iim Rohimudin ST, MM. Kepala Seksi Perumahan Swadaya Formal dan Non Formal DTRBP Kabupaten Serang. Rabu, 5 Februari 2014. Pukul 08.00- 09.30 WIB di Kantor DTRBP Kabupaten Serang.
108
Berdasarkan hasil wawancara di atas diketahui bahwa memang pada awalnya pembelanjaan dana bantuan harus dilakukan langsung oleh penerima bantuan, bukan oleh pelaksana. Namun kemudian ada instruksi dari Kementrian Perumahan Rakyat bahwa masyarakat hanya boleh menerima bantuan berupa material bangunan. Hal ini disebabkan adanya kekhawatiran dana bantuan yang disalurkan tidak tepat penggunaannya. Instruksi mengenai perubahan teknis pembelanjaan ini terjadi pada saat Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir kabupaten Serang tengah berjalan. Pada saat awal masyarakat diberitahu bahwa pembelanjaan langsung dilakukan oleh penerima bantuan, sehingga di Desa Sindangsari Kecamatan Petir pada tahap pertama dana bantuan sempat dibawa pulang oleh masyarakat, meskipun akhirnya diminta dikumpulkan lagi. Pada tahap kedua barulah dana bantuan langsung disetorkan ke toko matrial bangunan. Berikut adalah keterangan Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Sindangsari Kecamatan Petir Kabupaten Serang8: “Ini yang simpang siur. Awalnya, uang langsung ke masyarakat dan mereka sendiri yang membelanjakan dana bantuan, kesulitannya kalau masyarakat sudah pegang uang kita tidak bisa mengontrol. Tapi kemudian pada termin kedua berubah lagi, uang langsung diserahkan ke toko bangunan. Jadi dalam waktu tiga bulan saja berubah. Termin satu dan dua bebeda. Akibatnya masyarakat mencurigai uangnya dimakan oleh saya dan kepala desa.”
8
Wawancara dengan Suhendra, SE. Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Sindangsari Kecamatan Petir. Selasa, 25 Maret 2014 Pukul 17.00- 18.30 WIB di Kediaman Informan.
109
Berdasarkan hasil wawancara di atas, adanya perbedaan teknis pembelanjaan pada pada tahap satu dan tahap dua menimbulkan polemik baru, yakni menimbulkan kecurigaan terhadap Kepala Desa dan juga Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Sindangsari Kecamatan Petir. Penerima bantuan menyangka bahwa perubahan tersebut adalah cara pelaksana untuk melakukan korupsi.Adapun di Desa Kampung Baru Kecamatan Petir, meski telah ada instruksi bahwa pembelanjaan tidak boleh lagi dilakukan langsung oleh penerima bantuan, pada prakteknya pembelanjaan dilakukan langsung oleh penerima bantuan. Hal ini dikarenakan adanya penolakan dari penerima bantuan. Seluruh penerima bantuan di Desa Kampung Baru Kecamatan Petir menginginkan pembelanjaan dilakukan masing- masing, bukan oleh pelaksana. Demi menghindari polemik sebagaimana yang terjadi di Desa Sindangsari akhirnya pelaksana memutuskan untuk mengikuti keinginan penerima bantuan dan tidak mengikuti instruksi dari atas. Berikut adalah keterangan tenaga Pendamping Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir9: “Awal sekali itu aturannya yang membelanjakan penerima bantuan, lalu kemudian ada instruksi dari pusat bahwa masyarakat tidak boleh menerima berupa uang melainkan material. Akan tetapi ketika pencairan masyarakat menolak. Masyarakat tetap menginginkan berupa uang. Menurut merekalebih mudah bagi mereka mengatur segala sesuatunya apabila mereka yang belanja sendiri, kan tidak semua masyarakat memiliki dana tambahan seperti untuk ongkos tukang dan lain sebagainya. Oleh karena seratus persen masyarakat menginginkan berupa uang, ya sudah. Daripada malah menimbulkan polemik. Yang penting dibelanjakan, dan laporannya beres.”
9
Wancara dengan Ikhsan S.Pd Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir. Kamis, 6 Maret 2014 Pukul 17.00- 18.00 WIB di Kediaman informan.
110
Berdasarkan hasil wawancara di atas diketahui bahwa perubahan mengenai siapa yang seharusnya membelanjakan dana bantuan tidak bisa diterima begitu saja oleh masyarakat. Pada akhirnya pelaksana memutuskan untuk mengikuti keinginan masyarakat. Selain menghindari polemik, pelaksana juga dapat memahami alasan masyarakat yang ingin mengatur sendiri uangnya. Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir berpendapat bahwa yang terpenting ialah dana bantuan benar- benar dibelanjakan bahan matrial bangunan dan laporan ke atas beres. Ada tiga bentuk belanja bantuan sosial menurut Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 81/PMK.05/2012 tentang Belanja Bantuan Sosial pada Kementrian Negara/ Lembaga yakni berupa uang, barang, dan/atau jasa. Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya merupakan salah satu bentuk kebijakan dalam bentuk dana atau uang. Oleh karena itu seharusnya pembelanjaan bahan material bangunan dalam pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang dilakukan oleh penerima bantuan. Pasal 4 Ayat (8) Peraturan Menteri Keuangan menyebutkan bahwa: Belanja bantuan sosial yang disalurkan dalam bentuk uang sebagaimana yang dimaksud ayat (7) huruf a yang digunakan oleh penerima bantuan sosial untuk pengadaan barang dan/ atau jasa, dikerjakan/ dihasilkan sendiri oleh penerima bantuan sosial secara swakelola. Terlepas bahwa instruksi belanja bahan material bangunan harus dilakukan oleh pelaksana dan penerima bantuan hanya menerima berupa barang adalah dari pelaksana pada tingkat pusat, peneliti rasa hal tersebut keliru. Karena Berdasarkan
111
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 14 tahun 2011 Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya adalah program fasilitasi pemerintah berupa sejumlah dana. Seandainyapun bentuk bantuan program ini ingin diubah menjadi barang, maka tata cara pencairan dan penyalurannyapun harus mengacu kepada Pasal 12 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.05/2012 dimana harus ada kontrak antara PPK dengan penyedia barang serta dana yang disalurkan dibayarkan dengan cara Pembayaran Langsunng dari Rekening kas Umum Negara ke rekening penyedia barang. Berikutnya, dipergunakan untuk apa saja dana bantuan yang diperoleh. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa ada dua teknis pembelanjaan, yakni dilakukan secara kolektif oleh pelaksana sebagaimana yang terjadi di Desa Sindangsari dan dilakukan secara langsung oleh penerima bantuan sebagaimana yang terjadi di Desa Kampung Baru Kecamatan Petir. Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan diketahui bahwa baik secara kolektif ataupun belanja masing- masing diakui oleh pelaksana dan para penerima bantuan bahwa dana bantuan dipergunakan untuk belanja bahan material bangunan. Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Sindangsari Kecamatan Petir menjelaskan 10: “Pastinya digunakan untuk belanja material bangunan, seperti semen, pasir, batu bata. Kami bekerjasama dengan toko bangunan, dan sayapun kroscek langsung ke toko bangunan tersebut. Apakah masyarakat sudah pada datang apa belum, apakah sudah diambil atau belum bahan bangunannya. Jadi tidak dipergunakan untuk hal yang lain selain untuk belanja material.”
10
Wawancara dengan Suhendra, SE. Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Sindangsari Kecamatan Petir. Selasa, 25 Maret 2014 Pukul 17.00- 18.30 WIB di Kediaman Informan.
112
Berdasarkan hasil wawancara di atas, tenaga Pendamping Masyarakat Desa Sindagsari menjamin bahwa dana bantuan digunakan sepenuhnya untuk belanja bahan material bangunan karena pembelanjaan dilakukan secara kolektif. Dana bantuan yang dicairkan langsung disetorkan oleh pelaksana ke toko bahan material bangunan yang ditunjuk. Selain itu iapun telak memastikan sendiri apakah bahan material bangunan telah disalurkan atau belum. Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Sindangsari Kecamatan Petir boleh saja mengatakan demikian, namun fakta di lapangan sebagaimana telah di jelaskan pada pembahasan mengenai organisasi, diketahui bahwa jumlah bahan material bangunan yang diterima oleh penerima bantuan di Desa Sindangsari jumlahnya tidak sampai Rp. 6 juta karena dana bantuan yang disetorkan ke Toko bahan material bangunan pun tidak utuh Rp. 6 juta.
4.3.1.4 Pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya
di
Kecamatan Petir Kabupaten Serang oleh Pelaksana Program Sebagaimana telah dijelaskan bahwa pelaksana kegiatan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya adalah Deputi Bidang Perumahan Swadaya Kementerian Perumahan Rakyat, Kelompok Kerja Provinsi dan Kabupaten/ Kota, Tenaga Pendamping Masyarakat, Unit Pengelola Kegiatan/ Badan Keswadayaan Masyarakat, dan Kelompok Swadaya Masyarakat. Dalam kesempatan ini peneliti hanya akan menggambarkan pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya oleh pelaksana di tingkat desa di Kecamatan Petir sesuai dengan fokus
113
penelitian yakni Tenaga Pendamping Masyarakat, Badan Keswadayaan Masyarakat, dan Kelompok Swadaya masyarakat. Pertama, Tenaga Pendamping Masyarakat. a) Membantu Kelompok Kerja Kabupaten/ Kota Melakukan Verifikasi Lapangan Calon Penerima Bantuan Stimulan. Baik Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Kampung Baru ataupun Desa Sindangsari Kecamatan Petir pada prakteknya tidak melakukan sendiri kegiatan verifikasi lapangan calon penerima bantuan ini melainkan menyerahkan sepenuhnya kepada Badan Keswadayaan Masyarakat dan Kepala Desa. Dalam hal ini tenaga Pendamping Masyarakat hanya melihat kondisi rumah calon penerima bantuan melalui foto- foto yang diambil oleh Badan Keswadayaaan Masyarakat ataupun Kepala Desa. b) Memfasilitasi
Kelompok
Swadaya
Masyarakat
Membuat
DetailedEngineeringDesign Berdasarkan Keinginan Atau Kebutuhan Penerima Bantuan Stimulan Sesuai Dana yang Tersedia. Seyogyianya DetailedEngineeringDesign yang dibuat adalah hasil analisis tiap- tiap rumah calon penerima bantuan. Dalam hal ini sudah seharusnya calon penerima bantuan dilibatkan dalam pembuatannya. Kenyataannya, pembuatan DetailedEngineeringDesign tidak melibatkan penerima
bantuan.
Tenaga
Pendamping
Masyarakat
menyusun
DetailedEngineeringDesign berdasarkan perkiraan sendiri. Begitu pula dengan Rencana Anggaran Biaya dan Rencana Penggunaan Dana.
114
c) Memfasilitasi Pelaksanaan Kegiatan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya yang Dilakukan Kelompok Swadaya Masyarakat Sesuai dengan Detailed Engineering Design. Tenaga Pendamping Masyarakat di Desa Sindangsari dan Kampung Baru Kecamatan Petir tidak melakukan fasilitasi ataupun terlibat secara langsung dalam kegiatan pembangunan dan perbaikan rumah. Kegiatan pembangunan dan perbaikan rumah sepenuhnya diserahkan kepada masing- masing penerima bantuan serta tidak mengacu kepada Detailed Engineering Design. d) Membina dan Memberdayakan Kelompok Swadaya Masyarakat. Baik Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Sindangsari maupun Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir tidak melakukan pembinaan dan pemberdayaan
bagi Kelompok
Masyarakat yang ada. Selama pelaksanaan program Tenaga Pendamping Masyarakat tidak berinteraksi dan berkomunikasi secara langsung dan intensif dengan masyarakat penerima bantuan. e) Melapor Kemajuan Kegiatan (Progress Report)dan Membuat Laporan Akhir Kepada Satuan Kerja Dengan Tembusan Kepada Kelompok Kerja Pusat, Kelompok Kerja Provinsi, dan Kelompok Kerja Kabupaten Kota. Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Sindangsari dan Desa Kampung
Baru
Kecamatan
Petir
selalu
melaporkan
progress
reportsebagaimana yang diminta oleh satuan kerja yang mencakup progress report 30%, 50%, 70%, dan 100%.
115
Kedua, Badan Keswadayaan Masyarakat. a) Mensosialisasikan Kegiatan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya kepada Masyarakat Calon Penerima Bantuan Stimulan. Di Desa Sindangsari Kecamatan Petir dilakukan sosialisasi desa, dimana calon penerima bantuan yang telah ditetapkan dikumpulkan di Balai Desa beberapa hari sebelum pencairan guna diberikan arahan mengenai tata cara pemanfaatan dana bantuan. Sedangkan di Desa Kampung Baru Kecamatan Petir bentuk sosialisasi yang dilakukan bukanlah sosialisasi desa melainkan dilakukan bersamaan dengan pendataan dari rumah ke rumah. b) Melakukan Penjaringan Masyarakat Berpenghasilan Rendah dan/ atau Menerima Hasil Pendataan yang Dilakukan oleh Masyarakat. Di Desa Sindangsari Kecamatan Petir penjaringan Masyarakat Berpenghasilan Rendah ataupun pendataan dilakukan oleh Ketua RT atas perintah Kepala Desa. Pada saat pendataan ini peran Badan Keswadayaan Masyarakat Desa Sindangsari Kecamatan Petir belum berfungsi. Adapun di Desa Kampung Baru Kecamatan Petir pendataan dilakukan oleh Badan Keswadayaan Masyarakat. c) Mengumumkan Calon Penerima Bantuan. Setelah pendataan tidak ada pengumuman calon penerima bantuan. Data Masyarakat Berpenghasilan Rendah yang diterima seluruhnya langsung diajukan ke Kementerian Perumahan Rakyat melalui Satuan Kerja. Pengumuman calon penerima bantuan dilakukan setelah adanya
116
penetapan dari Kementerian Perumahan Rakyat berupa data by name by address. d) Menetapkan Calon Penerima Bantuan. Kewenangan penetapan calon penerima bantuan bukan terletak pada Badan Keswadayaan Masyarakat melainkan pada Kementerian Perumahan Rakyat, tentunya setelah dilakukannya verifikasi administrasi dan verifikasi lapangan. e) Mengusulkan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya kepada Menteri melalui Bupati/ Walikota atau Langsung. Usulan permohonan bantuan stimulan sebagaimana yang terjadi di Desa Sindangsari dan Desa Kampung Baru Kecamatan Petir ialah oleh Badan Keswadayaan Masyarakat, diketahui pula oleh Kepala Desa, diajukan langsung ke Kementerian Perumahan Rakyat melalui Satuan Kerja yang ada dan diketahui oleh Bupati. f) Membentuk Kelompok Swadaya Masyarakat Penerima Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya. Pembentukan Kelompok Swadaya Masyarakat tidak sepenuhnya mengacu kepada Pasal 34 Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat. Seperti dalam hal susunan keanggotaan dimana seharusnya terdapat ketua, sekretaris, bendahara, dan anggota yang seyogyanya dilakukan bersamasama dan atas sepengetahuan penerima bantuan itu sendiri. Pembentukan Kelompok Swadaya Masyarakat baik di Desa Sindangsari Maupun di Desa Kampung Baru Kecamatan Petir pada prakteknya hanya dilakukan
117
berdasarkan nomor urut saja. Misalnya, kelompok satu dari nomor urut satu sanpai sepuluh dengan ketuanya ialah nomor urut satu, kelompok dua dari nomor urut sebelas sampai nomor urut dua puluh dengan ketua kelompoknya nomor urut sebelas, begitu seterusnya. Dalam hal ini penerima
bantuan
tidak
ada
yang
mengetahui
bahwa
mereka
dikelompokkan dalam suatu Kelompok Swadaya Masyarakat. Bahkan penerima bantuan sendiri tidak mengetahui apa itu Kelompok Swadaya Masyarakat. g) Memohon Pencairan dana Bantuan kepada Satuan Kerja. Secara administrasi permohonan pencairan dana bantuan memang harus dilakukan oleh Badan Keswadayaan Masyarakat dan hal tersebut telah dilaksanakan. Oleh karenanya maka dana bantuan bagi penerima bantuan di Desa Sindangsari dan Desa Kampung Baru dapat dicairkan. h) Menerima dana Bantuan Stimulan dari KPPN. Setelah adanya peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/ PMK.05/ 2012 tentang belanja Bantuan Sosial Pada Kementrian Negara/ Lembaga maka pengelolaan dana bantuan tidak lagi dilakukan oleh Badan Keswadayaan Masyarakat melainkan langsung oleh penerima bantuan. Karena menurut peraturan tersebut bantuan sosial berupa uang harus ditransfer langsung ke rekening penerima. Oleh karena itu masing- masing penerima bantuan di Desa Sindangsari dan Desa Kampung Baru dibuatkan rekening di Bank BRI.
118
i) Menyerahkan Langsung Dana Bantuan Stimulan Kepada Penerima Bantuan Stimulan dan bendahara Kelompok Swadaya Masyarakat. Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa dana bantuan langsung di transfer ke rekening masing- masing penerima bantuan. Dengan demikian Badan Keswadayaan Masyarakat tidak lagi ditugaskan untuk melakukan hal ini. j) Melapor Penerimaan dan Penyaluran dana Bantuan Stimulan Kepada Satuan Kerja dengan Tembusan Kepada Kelompok Kerja Pusat. Hal ini tentu telah dilaksanakan oleh Badan Keswadayaan Masyarakat yang ada. Laporan serah terima dana bantuan dan penyaluran dana bantuan merupakan hal yang mutlak dilaporkan karena selanjutnya harus dipertanggungjawabkan pula kepada BPK. k) Melapor Pelaksanaan Kegiatan Kepada Satuan Kerja dengan Tembusan Kelompok Kerja Pusat. Laporan pelaksanaan kegiatan yang diberikan oleh Badan Keswadayaan Masyarakat Desa Kampung Baru berupa foto progres pembangunan atau perbaikan rumah yang mencakup foto 30%, 50%, 70%, dan foto 100%. Sedangkan di Desa Sindangsari pengambilan foto progres atau perbaikan rumah tidak dilakukan oleh Badan Keswadayaan Masyarakat melainkan aparat desa dikarenakan Badan Keswadayaan Masyarakat Desa Sindangsari tidak aktif. Ketiga, Kelompok Swadaya Masyarakat
119
a) Menyusun Detailed Engineering DesignPembangunan atau Perbaikan Rumah Kelompok Swadaya Masyarakat atau dalam hal ini adalah penerima bantuan, baik di Desa Sindangsari ataupun Desa Kampung Baru Kecamatan Petir tidak dilibatkan dalam penyusunan Detailed Engineering Design. Penerima bantuan hanya diminta untuk memikirkan dan menghitung bahan material apa saja yang dibutuhkan dalam pembangunan atau perbaikan rumah. Penyusunan Detailed Engineering Design, termasuk juga didalamnya Rencana Anggaran Biaya dan rencana Penggunaan Dana sepenuhnya dilakukan oleh Tenaga Pendamping Masyarakat. b) Membangun Rumah yang Mendapat Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya. Berdasarkan pengamatan peneliti diketahui bahwa para penerima bantuan telah memanfaatkan dana yang diberikan guna keperluan pembangunan atau perbaikan rumah. c) Melapor Pemanfaatan
Dana Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya
kepada Badan Keswadayaan Masyarakat. Baik Kepala Desa ataupun Badan Keswadayaan Masyarakat memantau pelaksanaan kegiatan pembangunan atau perbaikan rumah. pada kesempatan itulah penerima bantuan memberikan keterangan mengenai kegiatan pembangunan atau perbaikan yang mereka lakukan. d) Membuat dan Menyetujui Daftar Hadir Tenaga Pendamping Masyarakat.
120
Berdasarkan dokumentasi yang dimiliki oleh Tenaga Pendamping Masyarakat tidak ada masalah dalam penandatangan daftar hadir ataupun dokumen lainnya.
4.3.2 Analisis Pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang Berdasarkan Teori Jones 4.3.2.1 Organisasi Pertama, Struktur Organisasi/ Birokrasi. Program Bantuan Stimulan perumahan Swadaya merupakan kebijakan sosial yang dicanangkan oleh pemerintah pusat yakni Kementerian Perumahan Rakyat. Dalam pelaksanaannya Program ini menggunakan azas dekonsentrasi dimana Kementerian Perumahan Rakyat menunjuk SKPD daerah sebagai pelaksana program. Dalam hal ini kewenangan tersebut dipegang oleh Dinas Tata Ruang, Bangunan, dan Perumahan (DTRBP) Kabupaten Serang. Selanjutnya, guna pelaksanaan program ini Kementerian Perumahan Rakyat membentuk organisasi pelaksana yang juga berlaku secara nasional mulai di tingkat pusat hingga desa. Adapun struktur organisasi/ birokrasi program ini ialah sebagaimana yang dijelaskan oleh Kepala Seksi Perumahan Swadaya Formal dan Non Formal DTRBP Kabupaten Serang seperti berikut11: “Struktur organisasi Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya mulai dari atas ialah Kelompok Kerja Pusat yang kemudian membawahi Kelompok Kerja Provinsi, Kelompok Kerja Kabupaten, Tenaga Pendamping Masyarakat, Badan Keswadayaan Masyarakat, kemudian yang terakhir ialah Kelompok Swadaya Masyarakat”.
121
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Seksi Perumahan Swadaya Formal dan Non Formal DTRBP Kabupaten Serang, diketahui bahwa Struktur organisasi/ birokrasi program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya terdiri dariKelompok Kerja Pusat, Kelompok Kerja Provinsi, Kelompok Kerja Kabupaten, Tenaga Pendamping Masyarakat, Badan Keswadayaan Masyarakat, kemudian yang terakhir ialah Kelompok Swadaya Masyarakat. Adapun susunan keanggotaan Kelompok Kerja Pusat, Kelompok Kerja Provinsi, Kelompok Kerja Kabupaten/ Kota sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 14 Tahun 2011 adalah sebagai berikut: 1) Kelompok Kerja Pusat. Kelompok Kerja Pusat terdiri dari unsur Deputi Bidang Perumahan Swadaya Kementrian Perumahan Rakyat, unsur Sekretarian Kementrian Perumahan Rakyat, serta unsur Pusat Pengembangan Perumahan Kementrian Perumahan Rakyat. 2) Kelompok Kerja Provinsi. Kelompok Kerja Provinsi terdiri dari unsur SKPD yang menangani bidang perumahan, unsur Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BPPD), unsur Kantor Wilayah Pertanahan Nasional, dan unsur SKPD yang menangani bidang pemberdayaan masyarakat.
11
Wawancara dengan Iim Rohimudin ST, MM. Kepala Seksi Perumahan Swadaya Formal dan Non Formal DTRBP Kabupaten Serang. Rabu, 5 Februari 2014. Pukul 08.00- 09.30 WIB di Kantor DTRBP Kabupaten Serang.
122
3) Kelompok Kerja Kabupaten/ Kota. Kelompok Kerja Kabupaten/ Kota terdiri dari unsur SKPD yang menangani bidang perumahan, unsur Badan perencanaan Pembangunan daerah, unsur Kantor Pertanahan, unsur SKPD yang menangani bidang pemberdayaan masyarakat, dan unsur SKPD yang menangani bidang sosial. Selain Kelompok Kerja Pusat, Kelompok Kerja Provinsi, dan Kelompok Kerja Kabupaten/ Kota, pelaksana Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya ini ialah Tenaga pendamping Masyarakat, Badan Keswadayaan Masyarakat, dan Kelompok Swadaya Masyarakat. Dengan demikian Pemerintah Kecamatan dan Pemerintah Desa bukanlah bagian dari pelaksana program ini. Sekretaris Camat Kecamatan Petir menyatakan bahwa 12: “Program ini merupakan program pusat dan lintas sektoral, melibatkan beberapa SKPD. Tapi utamanya dinas Tata Ruang dan Perumahan. Pada prakteknya petugas program ini langsung ke desa- desa. Kecamatan tidak dilibatkan.”
Berdasarkan hasil wawancara dengan Sekretaris Camat Kecamatan Petir di atas, diketahui bahwa pelaksana program yang ditugaskan oleh DTRBP Kabupaten Serang langsung bekerja ke desa yang menjadi sasaran program tanpa melalui Pemerintah Kecamatan Petir. Sama sekali tidak ada keterlibatan Pemerintah Kecamatan Petir dalam pelaksanaan program ini.
2
Wawancara dengan H. Aminudin Sekretaris Camat Kecamatan Petir. Senin, 27 Januari 2015. Pukul 10.00- 11.00 WIB di Kantor Kecamatan Petir.
123
Sebagaimana yang diketahui bahwa unit- unit dalam organisasi dibentuk untuk memudahkan pelaksanaan pekerjaan sehingga berjalan secara efektif dan efisien sehingga tujuan dan cita- cita organisasi dapat tercapai. Begitu pula dengan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya, pembentukan Kelompok KerjaKelompok Kerja, Tenaga Pendamping masyarakat, Badan Keswadayaan Masyarakat, serta Kelompok Swadaya Masyarakat dimaksudkan agar pelaksanaan program ini dapat berjalan secara efektif dan efisien sehingga tujuan dari program ini dapat tercapai. Dengan demikian maka berhasil atau tidaknya pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir bergantung pada kinerja dari masing- masing unit pelaksana hingga tahapan paling bawah. Struktur organisasi/ birokrasi Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya dipandang cukup efektif oleh para pelaksana program. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Kepala Seksi Perumahan Formal dan Non Formal DTRBP Kabupaten Serang mengatakan bahwa13: “Menurut saya dengan struktur yang seperti ini cukup efektif. Mulai dari kementrian sampai ke tingkat desa unit- unit yang dibentuk pastinya adalah yang paling ideal untuk program ini. Disini kita juga lebih transparan karena langsung masuk ke rekening masing- masing. Jadi masyarakat menerima langsung uangnya. Tidak mengendap dimanamana uangnya. Kalau kekurangan dalam sistem pasti ada, yang penting ialah bagaimana kita bekerja sebaik mungkin sebagaimana yang diminta kementerian.”
13
Wawancara dengan Iim Rohimudin ST, MM. Kepala Seksi Perumahan Swadaya Formal dan Non Formal DTRBP Kabupaten Serang. Rabu, 5 Februari 2014. Pukul 08.00- 09.30 WIB di Kantor DTRBP Kabupaten Serang.
124
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Seksi Perumahan Formal dan Non Formal DTRBP Kabupaten Serang di atas, diketahui bahwa pada dasarnya stuktur organisasi/ birokrasi dalam Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya dianggap cukup efektif. Selain karena dirasa ideal dan bisa menunjang pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya, struktur organisasi/ birokrasi yang ada dinilai lebih transparan karena pelaksana tidak mengelola dana bantuan. Penyaluran dana bantuan dalam Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya sebagaimana di atur dalam Peraturan Menteri Negara Perumahan rakyat Nomor 14 Tahun 2011 ialah dengan transfer langsung ke rekening masingmasing penerima bantuan. Adapun bank yang menjadi mitra pemerintah dalam penyaluran dana bantuan ialah Bank Bank Rakyat Indonesia (BRI). Penyaluran dana bantuan langsung ke rekening penerima bantuan ialah sebagai solusi atas masalah penggelapan dana bantuan ketika penyalurannya masih melalui lembaga keuangan koperasi atau Unit Pengelola Kegiatan sebagaimana yang peneliti kemukakan pada bab awal. Akan tetapi dengan sistem seperti inipun tidak lantas membuat dana bantuan yang diterima masyarakat jumlahnya utuh. Salah satu penerima bantuan di Desa Sindangsari Kecamatan Petir menyatakan bahwa14: “Saya mengobrol dengan yang punya toko material bangunan, katanya uang yang diterima oleh toko hanya empat juta saja dari perorang itu. Kemana itu sisanya. Informasinya enam juta, sementara kita cuma megang duit tujuh ratus ribu, dari yang tahap pertama tiga ratus lima puluh ribu, kemudian pas tahap dua ada pengembalian dari toko tiga ratus lima puluh ribu. Yang keterima ke kita empat juta tujuh ratus. Yang
125
sejuta tiga ratus ribunya kemana itu. Banyak yang bertanya- tanya, katanya sama pegawai- pegawainya itu.”
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan penerima bantuan di Desa Sindangsari Kecamatan Petir di atas, peneliti mengetahui bahwa dengan berubahnya struktur organisasi/ birokrasi khususnya dalam hal penyaluran dana bantuan tidak membuat pelaksanaan program ini bersih dari tindakan korupsi. Diketahui bahwa dana bantaun yang disetorkan ke toko material bangunan guna belanja bahan material bangunan bagi penerima bantuan jumlahnya tidak genap RP 6 juta. Dengan demikian jelas bahwa pernyataan Kepala Seksi Perumahan Swadaya Formal dan Non Formal DTRBP Kabupaten Serang yang menyebutkan bahwa dengan Struktur Organisasi/ Birokrasi yang ada pelaksanaan program menjadi transparan tidak benar adanya. Meski demikian mengenai pemotongan dana bantuan ini dibantah oleh Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Sindangsari Kecamatan Petir15: “Tidak pemotongan sama sekali. Warga menerima secara utuh. Hanya saja bukan dalam bentuk uang melainkan bahan material bangunan. Kalaupun ada yang bilang dipotong atau dikorupsi sekalipun silahkan saja. Toh saya punya buktinya.”
14
Wawancara dengan M. Ali. Penerima bantuan. Rabu, 13 November 2013. Pukul 13.30-14.30 WIB. Bertempat di kediaman informan. 15 Wawancara dengan Suhendra, SE. Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Sindangsari Kecamatan Petir. Selasa, 25 Maret 2014 Pukul 17.00- 18.30 WIB di Kediaman Informan.
126
Berdasarkan hasil wawancara dengan Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Sindangsari Kecamatan di atas, diketahui bahwa penerima bantuan menerima bantuan langsung dalam bentuk bahan material bangunan dan tenaga Pendamping masyarakat Desa Sindangsari Kecamatan Petirpun membantah apabila ada pemotongan dana bantuan karena ia memiliki bukti yang kuat. Bukti yang dimaksud disini ialah berupa surat serah terima yang ditandatangani penerima bantuan. Akan tetapi menurut peneliti bukti yang sifatnya administrasi seperti itu tidak cukup membuktikan bahwa tidak ada praktek korupsi dalam penyaluran dana bantuan. Selanjutnya, mengenai Struktur organisasi/ birokrasi dalam pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang menyatakan bahwa 16: Alhamdulillah dengan birokrasi yang ada semuanya relatif lancar. Mulai dari desa sampai ke kabupaten tidak ada kendala. Praktek di lapangan lebih fleksibel, tidak seformal aturannya.” Berdasarkan hasil wawancara dengan Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir di atas diketahui bahwa dalam pelaksanaannya
struktur
organisi/
birokrasi
Program
Bantuan
Stimulan
Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang cenderung fleksibel, dan tidak seformal sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 14 Tahun 2011. Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir sama sekali tidak merasa disulitkan dengan struktur organisasi/ birokrasi yang ada. 16
Wawancara dengan Ikhsan S.Pd Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir. Kamis, 6 Maret 2014 Pukul 17.00- 18.00 WIB di Kediaman informan.
127
Akan
tetapi,
Tenaga
Pendamping Masyarakat
Desa
Sindangsari
Kecamatan Petir berpendapat bahwa struktur organisasi/ birokrasi yang ada pada dasarnya tidak berjalan optimal. Ia mengatakan bahwa 17: “Sistem seperti ini tidak optimal karena pada kenyataannya di Desa Sindangsari peran Kepala Desa sangat dominan dibandingkan Badan Keswadayaan Masyarakat. Saya lebih banyak berkoordinasi dengan Kepala Desa dan Ketua RT. Jadi birokrasinya sebetulnya tidak seperti yang saya sebutkan tadi, pelaksana di Desa Sindangsari ya Kepala Desa dan Ketua RT. Tapi bagi saya mau bagaimanapun bentuknya yang terpenting pekerjaan saya selesai.”
Berdasarkan hasil wawancara dengan Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Sindangsari Kecamatan Petir di atas, peneliti mengetahui bahwa struktur organisasi/ birokrasi dalam pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya
di Kecamatan Petir kabupaten Serang tidak optimal. Karena pada
prakteknya di Desa Sindangsari Kecamatan Petir Badan Keswadayaan Masyarakat tidak berfungsi. Sebagaimana yang diketahui bahwa Badan Keswadayaan Masyarakat merupakan unit pelaksana di tingkat desa. Tenaga Pendamping Masyarakat dalam melakukan pekerjaannya seharusnya berkoordinasi dengan Badan Keswadayaan Masyarakat. Akan tetapi yang terjadi di Desa Sindangsari Kecamatan Petir Tenaga Pendamping Masyarakat berkoordinasi dengan Kepala Desa. Hal ini yang kemudian membuat seolah- olah Pemerintahan Desa merupakan bagian dari struktur organisasi/ birokrasi dalam pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang. 17
Wawancara dengan Suhendra, SE. Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Sindangsari Kecamatan Petir. Selasa, 25 Maret 2014 Pukul 17.00- 18.30 WIB di Kediaman Informan.
128
Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Sindangsari Kecamatan Petir sendiri beranggapan bahwa bagaimanapun struktur organisasi/ birokrasi yang ada, entah setiap unit berfungsi secara optimal ataukah tidak, baginya yang terpenting ialah pekerjaannya sebagai Tenaga Pendamping Masyarakat dapat terselesaikan dengan baik. Kedua, pelaksanaan tugas pokok dan fungsi. Setiap orang yang menduduki suatu unit dalam organisasi memiliki tugas pokok dan fungsi masing- masing. Agar tujuan organisasi dapat tercapai maka tugas pokok dan fungsi tersebut harus dilaksanakan dengan baik. Begitu pula dalam pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang. Berdasarkan observasi awal peneliti diketahui bahwa pekerjaan dalam rangka pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang tidak dilakukan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing- masing pelaksana sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 14 Tahun 2011. Di Desa Sindangsari Kecamatan Petir, Badan Keswadayaan Masyarakat yang seharusnya menjadi ujung tombak pelaksanaan program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya tidak berfungsi dengan baik. Bisa dikatakan bahwa keberadaan Badan Keswadayaan Masyarakat di Desa Sindangsari hanyalah formalitas belaka karena peran yang seharusnya dijalankan oleh Badan Keswadayaan Masyarakat pada prakteknya secara penuh dilakukan oleh Kepala
129
Desa Sindangsari di bantu oleh ketua RT. Hal ini dijelaskan oleh Kepala Desa Sindangsari Kecamatan Petir18: “Saya tegaskan bahwa Badan Keswadayaan Masyarakat dan juga Tenaga Pendamping Masyarakat yang bertugas sebagai pelaksana di Desa Sindangsari tidak melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagaimana mestinya. Yang menggerakkan program adalah ketua- ketua RT atas perintah saya selaku kepala desa. Badan Keswadayaan Masyarakat dan Tenaga Pendamping Masyarakat hanya menunggu kerja dari ketua RT dan kepala desa. Data itu datangnya dari ketua RT, KTP, KK yang mengumpulkan ketua RT. Untuk foto- foto rumah warga juga saya yang keliling foto satu- satu rumah warga. Memang secara peraturan ketua RT dan kepala desa tidak dilibatkan, akan tetapi secara praktek ketua RT maju paling depan dan ketua- ketua RT tidak akan mau bekerja kalau bukan kepala desa yang memerintahkan.”
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala Desa Sindangsari Kecamatan Petir di atas, diketahui bahwa tidak bisa dipungkiri bahwa keberadaan Ketua RT dan Kepala Desa sangat penting adanya dalam pelaksanaan program- program pemerintah, termasuk Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya. Ketua RT dan Kepala Desa adalah aparat yang paling dekat dengan masyarakat. Namun demikian pelaksana yang bertugas di Badan Keswadayaan Masyarakat dan juga Tenaga Pendamping Masyarakat menyerahkan tugas dan tanggung jawabnya kepada Ketua RT dan Kepala Desa. Ketua RT dan Kepala Desa sifatnya hanya membantu dan memfasilitasi agar pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang dapat berjalan dengan baik.
18
Wawancara dengan Rasim Rubisa, Kepala Desa Desa Sindangsari Kecamatan Petir. Senin, 25 November 2013. Pukul 17.00- 18.15 WIB. di kediaman informan.
130
Mengenai pelaksanaan tugas pokok dan fungsi pelaksana, Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Sindangsari mengatakan 19: “Saya selaku Tenaga Pendamping Masyarakat sudah melakukan tugastugas saya, yaitu melakukan pendampingan, sosialisasi desa, sinkronisasi data, mengurus pencairan. Yang menghitung Rencana Penggunaan Dana, dokumen- dokumen semuanya saya selaku Tenaga Pendamping Masyarakat. Dalam pengajuan usulan, saya dan penerima bantuan tidak dilibatkan, itu antara desa dengan kabupaten. Badan Keswadayaan Masyarakat di Desa Sindangsari tidak berfungsi. Badan Keswadayaaan Masyarakat hanya hadir pada saat sosialisasi desa saja, di pencairan tahap satu dan dua tidak ada. Setahu saya yang memfoto rumah- rumah wargapun hanya Pak Kades.” Berdasarkan hasil wawancara dengan Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Sindangsari Kecamatan Petir di atas, diketahui bahwa dalam prakteknya pelaksana di Badan Keswadayaan Desa Sindangsari tidak melakukan tugas pokok dan fungsinya. Pekerjaan yang seharusnya dilakukan oleh pelaksana di Badan Keswadayaan Masyarakat justru dilakukan oleh Kepala Desa Sindangsari. Selain itu penyusunan Rencana Penggunaan Dana serta dokumen pelengkap lainnya sepenuhnya dilakukan oleh Tenaga Pendamping Masyarakat tanpa melibatkan Badan Keswadayaan Masyarakat ataupun penerima bantuan. Berdasarkan hasil wawancara diketahui pula bahwa Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Sindangsari Kecamatan Petir tidak terlibat dalam proses pembuatan usulan. Berbeda dengan yang terjadi di Desa Sindangsari, Kepala Desa Kampung Baru Kecamatan Petir tidak terlibat aktif dalam pelaksanaan program. Pelaksanaan program di Desa Kampung Baru Kecamatan Petir dilakukan oleh Badan Keswadayaan Masyarakat. 19
Wawancara dengan Suhendra, SE. Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Sindangsari Kecamatan Petir. Selasa, 25 Maret 2014 Pukul 17.00- 18.30 WIB di Kediaman Informan.
131
Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir mengatakan bahwa20: “Sebetulnya yang bekerja hanyalah Badan Keswadayaan Masyarakat dan Tenaga Pendamping Masyarakat saja sedangkan Kelompok Swadaya Masyarakat tidak berjalan, pada prakteknya perannya hanya sebagai penerima bantuan saja. Mereka tidak terlibat dalam pembuatan usulan dan lain sebagainya yang secara peraturan harusnya merekapun ambil andil. Kelompok Swadaya Masyarakat hanya sekedar memberikan persyaratan, menunggu pencairan, dan realisasi penggunaan dana bantuan. Bahkan, untuk Badan Keswadayaan Masyarakatpun sebetulnya tidak bisa dikatakan benar- benar melakukan tugasnya sebagaimana mestinya. Badan Keswadayaan Masyarakat itu cuma mengambil persyaratan, foto rumah, misal saya minta foto awal, foto progress 50% atau 70%, sedangkan yang menyusun laporan hanya saya.”
Berdasarkan hasil wawancara dengan Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir di atas, peneliti mengetahui bahwa dalam prakteknya Badan Keswadayaan Masyarakat mengerjakan pekerjaan yang bersifat teknis saja seperti mengumpulkan data masyarakat dan memfoto rumah penerima bantuan. Sedangkan Tenaga Pendamping Masyarakat melakukan pekerjaan administratif seperti menyusun laporan pelaksanaan program. Adapun Kelompok Swadaya Masyarakat di Desa Kampung Baru tidak melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, sama halnya dengan yang terjadi di Desa Sindangsari Kecamatan Petir.
20
Wancara dengan Ikhsan S.Pd Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir. Kamis, 6 Maret 2014 Pukul 17.00- 18.00 WIB di Kediaman informan.
132
Tidak berfungsinya Kelompok Swadaya Masyarakat di Kecamatan Petir dikarenakan dalam pembentukannya hanya sekedar formalitas belaka. Padahal Dalam Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 14 Tahun 2011, Kelompok Swadaya Masyarakat sebagaimana unit pelaksana program lainnya memili tugas dan fungsi tersendiri. Pembentukan Kelompok Swadaya Masyarakat diatur secara rinci dalam Pasal 34 Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 14 Tahun 2011. Namun pada prakteknya pembentukan Kelompok Swadaya Masyarakat ini hanya berdasarkan nomor urut penerima bantuan sebagaimana yang tercantum dalam data by name by address. Kelompok satu beranggotakan penerima bantuan nomor urut satu sampai sepuluh, kelompok dua nomor urut sebelas sampai dua puluh, begitu seterusnya. Pembentukan Kelompok Swadaya Masyarakat dengan cara seperti ini dimaksudakan untuk mempermudah pekerjaan daripada Tenaga Pendamping Masyarakat. Namun sayangnya yang terjadi adalah Kelompok Swadaya Masyarakat ini tidak berfungsi, bahkan masyarakat penerima bantuan sendiri tidak mengetahui apa itu Kelompok Swadaya Masyarakat dan mereka tidak menyadari bahwa mereka bagian daripada Kelompok Swadaya Masyarakat yang memiliki tugas dan fungsi sebagai pelaksana program. Berkaitan dengan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi, berdasarkan Pasal 33 Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 14 tahun 2011 salah satu tugas daripada Kelompok Masyarakat ialah menyusun rencana teknis rinci atau
133
Detailed Engineering Design (DED), yakni suatu rancang bangun secara rinci suatu bangunan. Berdasarkan Detailed Engineering Design ini maka dapat diperkirakan berapa biaya yang harus dikeluarkan bagi tiap komponen yang akan diperbaiki atau yang biasa disebut dengan Rencana Anggaran Biaya. Selanjutnya, rincian kebutuhan material bangunan yang akan dibiayai dari dana bantuan disusun dalam Rencana Penggunaan Dana. Dalam penyusunan ,Detailed Engineering Design Kelompok Swadaya Masyarakat difasilitasi oleh Tenaga Pendamping Masyarakat. Idealnya, masing- masing penerima bantuan mengetahui rincian Rencana Anggaran Biaya dan Rencana Penggunaan Dana dalam rangka pembangunan rumahnya. Namun yang terjadi dalam pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang penerima bantuan sama sekali tidak mengetahui mengenai Rencana Anggaran Biaya dan Rencana Penggunaan Danaini. Hal ini tentu menyalahi ketentuan yang ada. Kepala Seksi Perumahan Swadaya Formal dan Non Formal DTRBP Kabupaten Serang mengatakan bahwa21: “Jelas masyarakat harus tahu mengenai Rencana Anggaran Biaya dan Rencana Penggunaan Dana. Salah kalau misalnya masyarakat tidak dilibatkan. Disini kan jelas bahwa bantuan yang diberikan berdasarkan kebutuhan masing- masing.”
21
Wawancara dengan Iim Rohimudin ST, MM. Kepala Seksi Perumahan Swadaya Formal dan Non Formal DTRBP Kabupaten Serang. Rabu, 5 Februari 2014. Pukul 08.00- 09.30 WIB di Kantor DTRBP Kabupaten Serang.
134
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Seksi Perumahan Swadaya Formal dan Non Formal DTRBP Kabupaten Serang di atas, diketahui bahwa penerima bantuan harus mengetahui rincian Rencana Anggaran Biaya dan Rencana Penggunaan Dana. Namun berdasarkan observasi peneliti, penerima bantuan sama sekali tidak mengetahui mengenai Rencana Anggaran Biaya dan Rencana Penggunaan Dana ini. Ketua Badan Keswadayaan Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir Menyatakan Bahwa 22: “Warga tidak tahu apa- apa. Jangankan warga, saya juga tidak tahu kalau masalah Rencana Anggaran Biaya dan Rencana Penggunaan Dana. Warga itu tahunya menyerahkan KTP dan pencairan saja. Soal dokumendokumen yang mengerjakan Tenaga Pendamping Masyarakat.”
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ketua Badan Keswadayaan Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir di atas , diketahui bahwa ia sendiri sebagai Ketua Badan Keswadayaan Masyarakat tidak dilibatkan dalam penyusunan Rencana Anggaran Biaya dan Rencana Penggunaan Dana. Penyusunan Rencana Anggaran Biaya dan Rencana Penggunaan Dana dilakukan sepenuhnya oleh Tenaga Pendamping Masyarakat. Hal inipun diakui oleh Tenaga Pendamping Masyarakat Desa kampung Baru Kecamatan Petir yang menyatakan bahwa23: “Masyarakat tidak mengerti mengenai perencanaan anggaran dan lainlain. Mengenai bagaimana caranya biar dilaporannya pas enam juta, tidak boleh kurang tidak boleh lebih. Kalaupun ada kurang atau lebih paling kisarannya beberapa rupiah saja, itu semua yang merekayasa Tenaga Pendamping Masyarakat”. 22
Wawancara dengan Abdul Ka’ab. Ketua Badan Keswadayaan Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir. Senin, 10 februari 2014 Pukul 17.00- 18.00 di Kediaman Informan. 23 Wancara dengan Ikhsan S.Pd Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir. Kamis, 6 Maret 2014 Pukul 17.00- 18.00 WIB di Kediaman informan.
135
Berdasarkan hasil wawancara dengan Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir di atas, diketahui bahwa penyusunan Rencana Anggaran Biaya dan Rencana Penggunaan Dana tidak melibatkan Penerima Bantuan dan Badan Keswadayaan Masyarakat. Rincian di dalam Rencana Anggaran Biaya dan Rencana Penggunaan Danapun hanya rekayasa atau fiktif belaka. Hal ini tentu menyalahi ketentuan, dimana penyusunan Rencana Anggaran Biaya dan Rencana Penggunaan Dana harus berdasarkan analisis per rumah penerima bantuan. Sama halnya dengan yang terjadi di Desa Kampung Baru, penerima bantuan di Desa Sindangsari Kecamatan Petir juga tidak dilibatkan dalam penyusunan Rencana Anggaran Biaya dan Rencana Penggunaan Dana. Berikut pernyataan Tenaga Pendamping Masyaraka Desa Sindangsari Kecamatan Petir24: “Rincian RAB dan RPD itu yang menyusun dari teknik. Masyarakat tidak ikut menyusun. Tinggal ambil materialnya saja di toko bangunan. Baca tulis saja susah bagaimana mau dilibatkan. Waktunya juga mepet.” Berdasarkan hasil wawancara dengan tenaga Pendamping Masyarakat Desa Sindangsari Kecamatan Petir di atas diketahui bahwa penerima bantuan tidak dilibatkan dalam penyusunan Rencana Anggaran Biaya dan Rencana Penggunaan Dana dikarenakan SDM penerima bantuan terbilang rendah, yakni terdapat penerima bantuan yang tidak bisa baca tulis. Peneliti sendiri berpendapat bahwa hal tersebut tidak bisa dijadikan alasan untuk sama sekali tidak melibatkan penerima bantuan. 24
Wawancara dengan Suhendra, SE. Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Sindangsari Kecamatan Petir. Selasa, 25 Maret 2014 Pukul 17.00- 18.30 WIB di Kediaman Informan.
136
Keterlibatan penerima bantuan dalam penyusunan Rencana Anggaran Biaya dan Rencana Penggunaan Dana ialah membantu pelaksana dalam menganalisis kebutuhan guna perbaikan atau pembangunan rumahnya masingmasing. Sehingga apa yang tercantum dalam Rencana Anggaran Biaya dan Rencana Penggunaan Dana sesuai dengan kebutuhan penerima bantuan. Dikarenakan penyusunan Rencana Anggaran
Biaya
dan Renana
Penggunan Dana hanya rekayasa Tenaga Pendamping Masyarakat dan fiktif adanya maka dapat dipastikan bahwa jenis dan jumlah volume bahan material bangunan yang diterima oleh penerima bantuan di Kecamatan Petir Kabupaten Serang tidak sesuai dengan Rencana Anggaran Biaya dan Rencana Penggunaan Dana. Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Sindangsari Kecamatan Petir membantah hal ini,ia menyatakan bahwa25: “Yang masyarakat terima pasti sesuai dengan Rencana Anggaran Biaya dan Rencana Penggunaan Dana. Adapun apabila ada masyarakat yang menghitung kembali dan merasa material yang didapat tidak sesuai dengan jumlah uang Rp.6 juta itu hak mereka. Yang jelas, mereka sudah memiliki komitmen dan menandatangani surat tanda terima.”
Berdasarkan hasil wawancara dengan Tenaga Pendamping masyarakat Desa Sindangsari Kecamatan petir di atas, diketahui bahwa Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Sindangsari Kecamatan Petir menjamin bahwa jenis dan jumlah volume bahan material bangunan yang didapat oleh penerima bantuan sesuai dengan Rencana Anggaran Biaya dan Rencana Penggunaan Dana, dan sesuai dengan jumlah dana bantuan RP. 6 juta. 25
Wawancara dengan Suhendra, SE. Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Sindangsari Kecamatan Petir. Selasa, 25 Maret 2014 Pukul 17.00- 18.30 WIB di Kediaman Informan.
137
Akan tetapi, pada kenyataannya Tenaga Pendamping Masyarakat tidak menunjukkan rincian Rencana Anggaran Biaya dan Rencana Penggunaan Dana. tersebut kepada penerima bantuan. Peneliti sendiri meyakini bahan baterial bangunan yang diterima oleh penerima bantuan jumlahnya tidak sesuai dengan dana bantuan RP. 6 juta. Salah satu penerima bantuan di Desa Sindangsari Kecamatan Petir menyatakan bahwa26: “Mana saya tahu sama apa tidak.tidak mengerti soal itu, itu urusan pengurus. Memang bahan- bahan yang di terima sesuai sama yang saya minta. Cuma harga- harganya saja yang tidak tahu. Pas selesai tahap dua baru dikasih kwitansi tapi itu juga enggak dicantumkan harganya berapa saja. Saya tanya ke yang punya toko material dirahasiakan. Tapi berdasarkan perhitungan saya tidak sampai enam juta. Paling cuma empat juta saja total semuanya. Saya juga tukang, jadi tahu.”
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan penerima bantuan di atas, diketahui bahwa penerima bantuanpun tidak diberikan informasi yang jelas mengenai harga bahan material bangunan yang diterima. Baik pelaksana ataupun pemilik toko material bangunan yang ditunjuk tidak memberikan informasi yang jelas mengenai rincian harga bahan material bangunan. Akan tetapi berdasarkan perhitungan penerima bantuan, diperkirakan jumlahnya tidak sampai Rp. 6 juta.
26
Wawancara dengan A. Maja Saifudin. Penerima bantuan. Jumat, 01 November 2013. Pukul 17.00- 17.30 WIB. Bertempat di kediaman informan.
138
Berbeda dengan Tenaga Pendamping Masyarakat Masyarakat Desa Sindangsari, Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Kampung Baru mengakui bahwa pembelanjaan bahan material bangunan tidak sesuai dengan Rencana Anggaran Biaya dan Rencana Penggunaan Dana, berikut pernyataannya 27: “Untuk di Desa Kampung Baru jujur saja tidak sesuai. Memang harusnya belanja itu sesuai dengan yang ada di rencana anggaran, akan tetapi kenyataannya karena warga langsung yang membelanjakannya jadi tidak akan mungkin sesuai.”
Berdasarkan hasil wawancara dengan Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir, dapat peneliti katakan bahwa penyusunan Rencana Anggaran Biaya dan Rencana Penggunaan Dana hanyalah untuk melengkapi persyaratan administrasi saja. Pada prakteknya pembelanjaan bahan material bangunan dilakukan tanpa menggunakan rencana anggaran yang ada karena pembelanjaannya sendiri diserahkan kepada penerima bantuan. Kembali kepada pembahasan mengenai pelaksanaan tugas pokok dan fungsi. Penerima bantuan di Kecamatan Petir sendiri menilai bahwa bahwa para pelaksana program telah melakukan pekerjaannya sesuai tugas pokok dan fungsinya dengan baik. Mereka beranggapan bahwa tidak mungkin program ini terealisasi apabila para pelaksana tidak bekerja dengan baik. Berikut ini pernyataan penerima bantuan Desa Sindangsari Kecamatan Petir 28: “Sudah. Makanya cair karena petugasnya kerja, mengurusi semua.
27
Wancara dengan Ikhsan S.Pd Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir. Kamis, 6 Maret 2014. Pukul 17.00- 18.00 WIB di Kediaman informan. 28 Wawancara dengan Idam. Penerima bantuan Desa Sindangsari Kecamatan Petir. Jumat, 01 November 2013. Pukul 13.00- 13.30 WIB. Bertempat di kediaman informan.
139
Berdasarkan hasil wawancara dengan penerima bantuan di Desa Sindangsari, diketahui bahwa terealisasinya pencairan merupakan ukuran bahwa pelaksana program sudah melakukan tugas pokok dan fungsinya dengan baik. Adapun di Desa kampung Baru Kecamatan petir salah satu penerima bantuan menyatakan bahwa29: “Sudah. Pak Sair yang mengumpulkan KTP dan KK warga. Memfoto- foto rumah warga semuanya. Terus mengurus pencairan ke Bank.”
Berdasarkan hasil wawancara dengan Penerima bantuan di Desa Kampung Baru Kecamatan Petir di atas, diketahui bahwa penerima bantuan menilai bahwa Ketua Badan Keswadayaan Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir telah melakukan tugas pokok dan fungsinya sebagaimana yang ia lihat selama ini. Yakni mengurusi pendataan sampai pencairan dana bantuan.
Ketiga, Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Kualitas SDM dalam organisasi sangat mempengaruhi kualitas pekerjaan yang dilakukan. Pada latar belakang masalah disebutkan bahwa kompetensi Kelompok Swadaya Masyarakat Tergolong Rendah. Berdasarkan penelitian lapangan peneliti hal itu memang benar adanya.Banyak masyarakat penerima bantuan yang tidak bisa baca dan tulis, tidak bisa tanda- tangan, atau bahkan sudah berusia lanjut sehingga akan dirasa percuma pula seandainyapun Kelompok Swadaya Masyarakat dipaksakan melakukan tugas dan fungsi sebagaimana yang diinginkan oleh peraturan yang ada.
29
Wawancara dengan Sarifudin. Penerima bantuan Desa Kampung Baru Kecamatan Petir. Senin, 10 Februari 2014. Pukul 13.30-14.00 WIB. Bertempat di kediaman informan.
140
Oleh karena itu yang lebih di tekankan kepada masyarakat penerima bantuan ialah bagaimana menggunakan dana bantuan yang diterima. Sedangkan hal- hal yang kaitannya dengan struktur organisasi/ birokrasi, tugas pokok dan fungsi, masyarakat penerima bantuan tidak perlu mengetahuinya. Namun demikian, peneliti berpendapat bahwa seharusnya bagaimanapun kualitas SDM masyarakat penerima bantuan, mereka tetap berhak mendapatkan informasi yang utuh. Sudah seharusnya dijelaskan kepada penerima bantuan mengenai struktur organisasi/ birokrasi yang ada dalam Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya beserta tugas dan fungsinya, terutama yang berkaitan dengan Kelompok Swadaya Masyarakat. Sehingga masyarakat tidak hanya sekedar menikmati dana bantuannya saja, tapi juga mengetahui tugas dan fungsinya. Dengan demikian akan menambah pengetahuaan daripada masyarakat penerima bantuan itu sendiri. Selanjutnya, mengenai kualitas SDM dalam pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang, Tenaga Pendamping masyarakat Desa kampung baru kecamatan petir mengatakan bahwa30: “Terus terang apabila kita bicara kualitas SDM sangat kurang. Pelaksana di Badan Keswadayaan Masyarakat di Kampung Baru, sama sekali tidak bisa mengoperasikan komputer. Tidak bisa membantu saya dalam hal menyusun dokumen. Paling yang mengerti staf desa, cariknya. Kelompok swadaya masyarakat malah lebih parah, masih banyak yang buta aksara bahkan untuk tanda tangan saja masih ada yang pakai cap jempol.”
30
Wancara dengan Ikhsan S.Pd Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir. Kamis, 6 Maret 2014 Pukul 17.00- 18.00 WIB di Kediaman informan.
141
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir di atas, diketahui bahwa Ketua Badan Keswadayaan Masyarakat di Desa Kampung Baru Kecamatan Petir tidak bisa mengoperasikan komputer, namun hal tersebut bisa digantikan oleh Carik (Sekretaris Desa) yang juga merupakan sekretaris Badan Keswadayaan Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir. Mengenai rendahnya SDM penerima bantuan yang tergabung dalam Kelompok Swadaya masyarakat Desa kampung Baru Kecamatan Petir adalah hal yang tidak bisa dihindari dan tidak bisa dijadikan alasan oleh pelaksana untuk tidak melibatkan penerima bantuan dalam proses pelaksanaan program. Justru dengan adanya Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya ini seharusnya bisa meningkatkan kualitas SDM penerima bantuan. Adapun mengenai kualitas SDM Tenaga Pendamping Masyarakat yang bertugas di Kecamatan Petir Kepala Seksi Perumahan Swadaya Formal dan Non Formal DTRBP Kabupaten Serang mengatakan bahwa31: “Jujur saja untuk kulaitas SDM pelaksana khususnya Tenaga Pendamping Masyarakat bisa dikatakan kurang memadai karena yang kita rekrut menjadi Tenaga Pendamping Masyarakat itu bukanlah orang- orang yang memiliki kapasitas. Bisa dikatakan bahwa dari keseluruhan Tenaga Pendamping Masyarakat yang kita punya 40% belum memahami, 60% sudah memahami program. Mereka pada dasarnya hanya mengerti teori namun dalam penerapannya berbeda. Untuk Tenaga Pendamping Masyarakat yang di Kecamatan Petir sendiri menurut penilaian saya cukup kompeten ya, karena dua- duanya kebetulan S1 dan memang termasuk orang- orang yang sudah terbiasa menangani program-program semacam ini, dan dari hasil pekerjaannyapun dapat terlihat tidak ada masalah berarti.” 31
Wawancara dengan Iim Rohimudin ST, MM. Kepala Seksi Perumahan Swadaya Formal dan Non Formal DTRBP Kabupaten Serang. Rabu, 5 Februari 2014. Pukul 08.00- 09.30 WIB di Kantor DTRBP Kabupaten Serang.
142
Berdasarkan hasil wawancara diatas bahwa secara umum Kualitas SDM Tenaga Pendamping Masyarakat dalam Program Bantuan Stimulan Perumaahan Swadaya Kabupaten Serang tidak semuanya memiliki kapasitas yang cukup untuk menjadi Tenaga Pendamping Masyarakat. Beruntung dalam pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang Tenaga Pendamping Masyarakat yang ditugaskan dianggap memiliki kualitas yang baik karena memiliki latar belakang pendidikan S1. Tenaga Pendamping Masyarakat di Desa Sindangsari merupakan penggiat program- program pemerintah, sedangkan Tenaga Pendamping Masyarakat di Desa Kampung Baru merupakan seorang akademisi, tepatnya guru sekaligus dosen. Penerima bantuan sendiri menilai bahwa SDM pelaksana program bantuan Stimulan Perumaha Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang cukup baik. Berikut pernyataan salah satu penerima bantuan di Desa Sindangsari Kecamatan Petir 32: “Menurut saya bagus- bagus saja. Kalau pengurusnya tidak bagus mana bisa berjalan. Kecuali masyarakat memang banyak yang tidak sekolah makanya diserahkan kepada pengurus saja. Masyarakat tahu beres.”
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan penerima bantuan di atas, diketahui bahwa penilaian penerima bantuan mengenai kualitas SDM pelaksana didasarkan kepada terealisasinya pencairan. Bagi mereka Program bantuan Stimulan Perumahan Swadaya tidak akan berjalan apabila pelaksana tidak memiliki kualitas SDM yang baik.
32
Wawancara dengan A. Maja Saifudin. Penerima bantuan. Jumat, 01 November 2013. Pukul 16.30- 17.30. Bertempat di kediaman informan.
143
Pemikiran penerima bantuan memang sangat sederhana. Meski tidak mengenal secara pasti siapa saja pelaksana Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang mereka meyakini bahwa para pelaksana tersebut adalah orang- orang yang pintar. Keempat, Rekrutmen Pelaksana. Pelaksana Program Bantuan Stimulan perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang terdiri dari Tenaga Pendamping Masyarakat, badan Keswadayaan Masyarakat, dan Kelompok Swadaya Masyarakat. Wilayah kerja pelaksana sendiri bukan di bagi per kecamatan, melainkan per desa. Jadi,satu desa terdapat paling tidak terdapat satu Tenaga Pendamping Masyarakat dan hanya ada satu Badan Keswadayaan Masyarakat
dalam
satu
desa.Mengenai
rekrutmen
Tenaga
Pendamping
Masyarakat Kepala Seksi Perumahan Swadaya Formal dan Non Formal DTRBP Kabupaten Serang menyatakan33 : “Pelaksanaan program ini dibebankan dan dilakukan secara swakelola oleh dinas, termasuk rekrutmen pelaksana. Dinas melakukan semacam open recruitment bagi yang ingin menjadi Tenaga Pendamping Masyarakat. Alhamdulillah banyak sekali yang berminat menjadi Tenaaga Pendamping Masyarakat. Kebanyakan yang menjadi Tenaga Pendamping Masyarakat ini adalah orang- orang pergerakan, LSM, tapi ada juga yang memang memiliki pekerjaan tetap.
33
Wawancara dengan Iim Rohimudin ST, MM. Kepala Seksi Perumahan Swadaya Formal dan Non Formal DTRBP Kabupaten Serang. Rabu, 5 Februari 2014. Pukul 08.00- 09.30 WIB di Kantor DTRBP Kabupaten Serang.
144
Berdasarkan keterangan di atas, diketahui bahwa rekrutmen Tenaga Pendamping Masyarakat yang bertugas di Kecamatan Petir merupakan tanggung jawab dari DTRBP Kabupaten Serang. DTRBP Kabupaten Serang melakukan open recruitment bagi calon Tenaga Pendamping Masyarakat. Para tenaga Pendamping Masyarakat ini umumnya juga memiliki pekerjaan lain. Selanjutnya, mengenai pelaksana yang bertugas di Badan Keswadayaan Masyarakat tidak melalui proses perekrutan. Badan Keswadayaan Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir, terdiri dari kader dan juga Sekretaris Desa. Meski demikian, pembentukan Badan Keswadayaan masyarakat ini berdasarkan akta notaris. Adapun Kelompok Swadaya Masyarakat, adalah suatu kelompok yang terdiri dari para penerima bantuan. Atau dengan kata lain, setiap masyarakat yang menjadi penerima bantuan otomatis menjadi anggota Kelompok Swadaya Masyarakat. Penerima bantuan tidak tahu menahu mengenai pengelompokkan ini, bahkan mereka tidak mengetahui apa itu Kelompok Swadaya Masyarakat. Pelaksana memang tidak memberikan informasi mengenai hal ini. Dengan demikian maka sangat wajar apabila penerima bantuan tidak mengetahui dengan baik apa tugas pokok dan fungsinya selain menerima dana bantuan yang diberikan.
145
Kelima, Perlengkapan, Alat Kerja, dan Biaya Operasional (BOP). Setiap program tentu memerlukan perlengkapan, alat kerja, juga biaya operasional guna mendukung setiap kegiatan. Begitu juga dengan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang. Tidak dapat dipungkiri bahwa perlengkapan dan alat kerja serta biaya operasional yang cukup merupakan faktor penunjang suatu program dapat terlaksana dengan baik. Guna menunjang kerja daripada Tenaga Pendamping Masyarakat dalam menyusun berbagai dokumen ataupun laporan yang berkaitan dengan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya, disediakan sebuah
basecampdi
Perumahan Widiya Asri Ciracas. Di basecampini disediakan beberapa unit komputer, printer, dan juga perlengkapan ATK. Selain itu untuk keperluan dokumentasi rumah penerima bantuan disediakan pula kamera digital. Selain perlengkapan dan alat kerja seperti yang peneliti sebutkan di atas, setiap Tenaga Pendamping Masyarakat diberi gaji sebesar Rp 1,8 juta setiap bulannya selama enam bulan kontrak kerja sedangkan bagi Badan Keswadayaan Masyarakat disediakan Biaya Operasional (BOP) sebesar 3% dari total dana bantuan yang diterima masyarakat. Ketentuan mengenai biaya operasional bagi Badan Keswadayaan masyarakat di atur dalam Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 14 Tahun 2011 Pasal 31. Ayat (1) Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) UPK/ BKM diberi dana operasional yang bersumber dari APBN. Ayat (2) Besar dana operasional sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) paling banyak 3% (tiga persen) dari dana bantuan stimulan yang disalurkan UPK/BKM yang
146
bersangkutan. Ayat (3) pembayaran dana operasional sebgaimana dimaksud ayat (1) dibayarkan dengan cara transfer dari rekening UPK/ BKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 yang waktunya bersamaan dengantransfer pembayaran dana bantuan stimulan sebagaimana yang dimaksud Pasal 19 ayat (1) huruf a dan b. Akan tetapi rupanya penyaluran dana operasional bagi BKM ini tidak berjalan sebagaimana mestinya. Mengenai ada atau tidaknya perlengkapan, alat kerja, serta biaya operasional
berikut pernyataan Ketua Badan Kewadayaan Masyarakat
Desa Kampung Baru Kecamatan Petir34: “Tidak ada, cuma dipinjami kamera digital saja buat foto- foto rumah. Bolak- balik pakai motor sendiri. Malah untuk fotokopi segala macam pakai uang saya. Warga juga Cuma dikasih uangnya saja, peralatan tidak. Ongkos buat tukang juga tidak ada, makanya yang tadinya mau berupa material jadinya dikasih uangnya saja. Aturannya berupa material cuma warga 100% inginnya uangnya saja karena bingung tidak ada untuk ongkos tukang. Biaya operasional tidak dikasih. Pas akhir pelaksanaan saja, sudah selesai semua saya ke tata ruang, katanya mau dikasih 6 juta. Tapi yang saya terima cuma 2 juta. Kalau mau itungitungan disini yang tekor justru saya karena harus mengeluarkan uang untuk ongkos potokopi dan lain sebagainya, belum kalau ada yang dari Serang. Kan harus keluar uang juga kita. Kalau di hitung sudah habis beberapa juta dari uang pribadi saya untuk program ini.”
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ketua Badan Keswadayaan Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir di atas, diketahui bahwa pembayaran biaya operasional bagi Badan Keswadayaan Masyarakat tidak dibayarkan sebagaimana mestinya.
34
Wawancara dengan Abdul Ka’ab. Ketua Badan Keswadayaan Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir. Senin, 10 februari 2014 Pukul 17.00- 18.00 di Kediaman Informan.
147
Di Desa Kampung Baru jumlah penerima bantuan ialah 78 orang, dengan demikian maka jumlah dana bantuan yang disalurkan ialah sebesar Rp. 468 juta. Jumlah biaya operasional yang seharusnya diterima oleh Badan Keswadayaan Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir kurang lebih Rp. 14 juta. Selisih Rp. 12 juta tentu angka yang sangat besar. Terlebih demi terlaksananya Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di desanya Badan Keswadayaan Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir guna keperluan operasional menggunakan dana pribadi. Hal ini dilakukan semenjak pendataaan calon penerima bantuan. Selain harus menggunakan dana pribadi guna keperluan program, Badan Keswadayaan Masyarakat Kecamatan Petir juga harus menyediakan dana khusus bagi Tenaga Pendamping Masyarakat. Untuk pelaksanaan program TA 2012, yang penyelesaiannya tahun 2013, Ketua Badan Keswadayaan Masyarakat tidak menyebutkan berapa jumlah uang yang ia keluarkan. Namun, informasi terakhir yang peneliti terima untuk program TA 2014, yang penyelesaiannya 2015, sudah Rp. 8 juta rupiah yang ia keluarkan untuk Tenaga Pendamping Masyarakat. Hal yang serupa juga terjadi di Desa Sindangsari Kecamatan Petir. Berikut adalah pernyataan Kepala Desa Sindangsari Kecamatan Petir 35: “Tidak ada. Jangankan difasilitasi untuk perlengkapan atau kerja seperti itu, buat beli kopi saja tidak ada. Paling kita dapat dari kebijakan supliernya, itu kalau supliernya bijak. Kalau tidak ada pengertian ya otak jawara yang kita keluarkan. Harusnya biarpun tidak tercantum sebagai pelaksana, sebagai ujung tombak program dikasihlah upah buat aparat desa atau RT, ini malah sebaliknya. Kita yang keluar uang. Tapi mau bagaimana lagi, untuk dapat kerbau paling tidak kita harus mau berkorban kambing”. 24
Wawancara dengan Rasim Rubisa, Kepala Desa Desa Sindangsari Kecamatan Petir. Senin, 25 November 2013. Pukul 17.00- 18.15 WIB. di kediaman informan.
148
Berdasarkan hasil wawancara di atas, diketahui bahwa tidak ada perlengkapan dan alat kerja, serta biaya operasional untuk aparat desa ataupun ketua RT. Memang tidak ada ketentuan pemerintah mengenai hal ini karena Kepala Desa dan Ketua RT bukanlah pelaksana kegiatan, namun pada prakteknya di Desa Sindangsari justru yang bekerja adalah Kepala Desa dan Ketua RT. Demi memenuhi kebutuhan operasional pelaksanaan program di Desa Sindangsari dan Desa Kampung Baru Kecamatan Petir, Kepala Desa serta Badan Keswadayaan Masyarakat terpaksa menggunakan dana pribadi. Hal ini tentu membebani Kepala Desa dan Badan Keswadayaan Masyarakat, terlebih Tenaga Pendamping Masyarakatpun juga meminta dana operasional dari Kepala Desa dan Badan Keswadayaan Masyarakat. Kepala Seksi Perumahan Swadaya Formal dan Non Formal DTRBP Kabupaten Serang menganggap bahwa perlengkapan dan alat kerja, serta biaya operasional yang diberikan kepada para pelaksana sudah cukup adanya dalam menunjang setiap kegiatan pelaksana. Namun hal ini dibantah oleh Para Tenaga Pendamping Masyarakat. Para Tenaga Pendamping Masyarakat lebih memilih menggunakan peralatan milik pribadi untuk bekerja, karena yang disediakan oleh DTRBP Kabupaten Serang Jumlahnya terbatas.
149
Berikut pernyataan Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Kampung Baru36: “Ya kita inisiatif pakai punya sendiri karena jelas tidak akan memadai kalau memakai fasilitas yang diberikan oleh dinas. Bayangkan saja kalau harus memakai komputer yang disediakan di basecamp, pasti keteteran pekerjaan kita. Untuk gaji yang saya terima itu dibayarnya sekaligus pas kontrak selesai, tidak dibayar diawal. Kalau dibilang menunjang atau tidak agak sulit ya, tapi yang jelas tidak sesuai sebagaimana yang dijanjikan. Harusnya Rp. 1,8 juta perbulan kali enam bulan, tapi yang dibayar kurang dari itu.”
Berdasarkan hasil wawancara dengan Tenaga pendamping Masyarakat di atas diketahui bahwa perlengkapan dan alat kerja yang disediakan DTRBP Kabupaten Serang tidak memadai. Karenanya ia berinisiatif menggunakan milik pribadi. Selain itu pembayaran gajinya sebagai Tenaga pendamping Masyarakat tidak sesuai dengan perjanjian awal. Seharusnya honorarium atau yang diberikan kepada para Tenaga Pendamping Masyarakat ataupun biaya operasional bagi badan Keswadayaan masyarakat jumlahnya sesuai dengan perjanjian semula karena hal tersebut adalah hak mereka sebagai pelaksana program. Selanjutnya, apakah perlengkapan dan alat kerja diberikan kepada pelaksana dapat menunjang pekerjaan para pelaksana berikut keterangan Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Sindangsari Kecamatan Petir 37: “Jelas tidak cukup karena jumlah komputer saja tidak sebanding dengan jumlah tenaga pendamping yang ada. Akan tetaapi itu tidak masalah karena memang kami sudah punya leptop dan kamera masing- masing.”
36
Wancara dengan Ikhsan S.Pd Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir. Kamis, 6 Maret 2014 Pukul 17.00- 18.00 WIB di Kediaman informan. 37 Wawancara dengan Suhendra, SE. Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Sindangsari Kecamatan Petir. Selasa, 25 Maret 2014 Pukul 17.00- 18.30 WIB di Kediaman Informan.
150
Berdasarkan hasil wawancara dengan Tenaga Pendamping masyarakat di atas dapat dikatakan bahwa sesungguhnya perlengkapan dan alat kerja yang disediakan oleh DTRBP Kabupaten Serang jumlahnya tidak memadai sehingga tidak dapat menunjang pekerjaan para Tenaga Pendamping Masyarakat. Namun para Tenaga Pendamping Masyarakat sendiri menganggap hal tersebut bukan masalah besar karena mereka menggunakan perlengkapan dan alat kerja seperti leptop dan kamera masing- masing. Bagi penerima bantuan tidak disediakan perlengkapan dan alat kerja ataupun biaya operasional untuk pembangunan rumah. Bantuan yang diperoleh hanya bantuan untuk bahan material bangunan saja sebesar RP. 6 juta sedangkan untuk ongkos tukang dan lain sebagainya harus swadaya sendiri. Berikut pernyataan penerima bantuan mengenai perlengkapan, alat kerja, dan biaya operasional38: “Tidak ada. Memang katanya bantuannya cuma barang saja. Kebutuhan yang lain- lain seperti ongkos tukang harus menambahi sendiri.”
Berdasarkan hasil wawancara di atas, diketahui bahwa penerima bantuan tidak mendapatkan fasilitas lain diluar dana bantuan sebesar Rp. 6 juta. Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya sifatnya hanya menstimulasi saja dan memerlukan partisipasi serta kemauan dari pada penerima bantuan untuk melakukan swadaya.
38
Wawancara dengan Jumri. Penerima bantuan. Jumat, 01 November 2013. Pukul 16.30- 17.00 WIBBertempat di kediaman informan.
151
Jumlah dana bantuan yang disalurkan ialah RP. 6 juta per orang. Dana tersebut seluruhnya harus dipergunakan untuk belanja bahan material bangunan. Adapun mengenai keperluan perlengkapan, alat kerja, biaya tukang, dan kebutuhan pembangunan lainnya harus diupayakan sendiri oleh penerima bantuan. Dengan tidak adanya perlengkapan, alat kerja, dan biaya operasional bagi Kepala Desa dan Ketua RT, tidak memadainya perlengkapan dan alat kerja bagi pelaksana, dan biaya operasional ataupun honor yang tidak dibayarkan sebagaimana mestinya kepada Badan Keswadayaan Masyarakat dan tenaga Pendamping Masyarakat pada akhirnya mengharuskan mereka mengeluarkan uang dari dana pribadinya demi keperluan operasional program. Hal inilah yang kemudian membuka peluang pelaksana pada tingkatan lebih atas untuk meminta dana kepada pelaksana pada tingkat bahwah sebagaimana yang telah dijelaskan. Adapun konsekuensi tidak adanya perlengkapan, alat kerja, serta biaya operasional bagi penerima bantuan mengharuskan mereka menggali sumber pendanaan lain guna membeli perlengkapan yang mungkin dibutuhkan, membayar ongkos tuakang, ataupun mencukupi kekurangan lainnya secara swadaya. Hal inilah yang harus pelaksana tekankan kepada masyarakat, bahwa program ini hanya bersifat stimulan. Keenam, Perangkat Hukum. Pelaksanaan suatu program membutuhkan suatu perangkat hukum yang jelas yakni dasar hukum serta aturan- aturan pendukung daripada program tersebut. Dasar Pelaksanaan Program Bantuan
152
Stimulan Perumahan Swadaya tahun 2013 ialah Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Selain itu, penyaluran dana bantuannya sendiri mengacu kepada Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 81/PMK.05/2012 Tentang Belanja Bantuan Sosial pada Kementrian Negara/ Lembaga. Selain kedua peraturan menteri tersebut, dalam pelaksanaaannya Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya juga mengacu kepada Surat Edaran (SE) yang dikeluarkan oleh Menteri Perumahan Rakyat. Perangkat hukum dalam pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya dirasa cukup jelas dan kuat oleh para pelaksana Program. Kepala Seksi Perumahan Swadaya Formal dan Non Formal DTRBP Kabupaten Serang mengatakan39: “Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya ini merupakan program pusat yang sifatnya nasional yang dari segi hukum dan peraturan tentu sudah sangat kuat dan jelas dan pastinya kementrianpun sudah melakukan uji sampel yang sudah dipikirkan pula baik buruknya.Kami di daerah sifatnya hanya mendampingi dan mengawasi pelaksanaannya saja. Untuk peraturan- peraturannya sendiri memang selalu terjadi perubahanperubahan, akan tetapi perubahan- perubahan tersebut dimaksudkan untuk perbaikan setelah diketahui adanya kekurangan ataupun melihat dinamika yang ada dilapangan.”
39
Wawancara dengan Iim Rohimudin ST, MM. Kepala Seksi Perumahan Swadaya Formal dan Non Formal DTRBP Kabupaten Serang. Rabu, 5 Februari 2014. Pukul 08.00- 09.30 WIB di Kantor DTRBP Kabupaten Serang.
153
Berdasarkan hasil wawancara di atas, diketahui bahwa kepala Seksi Perumahan Swadaya Formal dan Non Formal DTRBP Kabupaten Serang meyakini bahwa dasar hukum Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya adalah jelas dan kuat adanya dikarenakan program ini merupakan program kementrian yang dilakukan secara nasional. Selain itu, perangkat hukum tidak menjadi fokus utama dari pelaksana lagi karena mereka lebih berkonsentrasi pada pelaksanaan di lapangan. Namun demikian, meskipun perangkat hukum sudah jelas dan kuat pada pelaksanaan dilapangan seringkali terjadi penyesuaian baik secara administratif ataupun teknis. Ketujuh, Motivasi Pelaksanaan Program. Organisasi memiliki dampak pada proses kebijakan. Tujuan awal organisasi adalah menjalankan programprogram yang dirancang. Namun demikian tujuan lain akan bertambah seiring dengan munculnya motivasi- motivasi lain. Misalnya niat untuk mengembangkan diri ataupun menambah kekuatan suatu instansi, atau hanya sekedar untuk bertahan. Berbagai motivasi dalam pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang peneliti dapati berdasarkan keterangan para informan. Berikut adalah pernyataan Kepala Seksi Perumahan Swadaya Formal dan Non Formal DTRBP Kabupaten Serang40: ”Dinas Tata Ruang, Bangunan, dan Perumahan diberikan tanggung jawab untuk melaksanakan program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya oleh Kementrian Perumahan Rakyat, dan kami menyambut baik hal ini dan berusaha melaksanakan sesuai ketentuan. Bukan sematamata karena ingin mendapatkan penilaian yang baik dari pusat saja melainkan juga manfaat yang akan dirasakan oleh masyarakat. Backlog di Kabupaten Serang ini kan tergolong tinggi, dengan adanya Program ini tentu akan sangat membantu mengurangi jumlah rumah tidak layak yang ada. Saya rasa hal ini juga yang menjadi motivasi teman- teman di
154
Petir untuk mengajukan usulan. Meski tidak dapat dipungkiri pula adanya motivasi pribadi untuk mendapatkan honor dan lain sebagainya.” Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Seksi Perumahan Swadaya Formal dan Non Formal DTRBP Kabupaten Serang di atas terdapat beberapa motivasi dilaksanakannya Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang, yakni keinginan untuk membantu masyarakat, ingin mendapatkan apresiasi dari pemerintah pusat. Namun tidak dapat dipungkiri pula bahwa honorarium sebagai pelaksana juga menjadi salah satu motivasi utama daripada pelaksana program di Kecamatan Petir Kabupaten Serang. Adapun motivasi yang melatarbelakangi pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang menurut Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir adalah sebagai berikut41: “Program ini kan program nasional yang sangat bagus yang tujuannya untuk pemberdayaan masyarakat. Kabupaten Serang termasuk yang katakanlah beruntung bisa mendapatkan program ini, apalagi masih banyak saya rasa yang membutuhkan rumah layak. Ada program yang seperti ini kenapa tidak kita laksanakan. Menjadi Tenaga Pendamping masyarakat di program pemberdayaan seperti ini memberikan saya banyak pengalaman, terlebih saya juga seorang guru dan dosen juga, jadi penting bagi saya untuk bisa terjun ke masyarakat”
40
Wawancara dengan Iim Rohimudin ST, MM. Kepala Seksi Perumahan Swadaya Formal dan Non Formal DTRBP Kabupaten Serang. Rabu, 5 Februari 2014. Pukul 08.00- 09.30 WIB di Kantor DTRBP Kabupaten Serang. 41 Wancara dengan Ikhsan S.Pd Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir. Kamis, 6 Maret 2014 Pukul 17.00- 18.00 WIB di Kediaman informan.
155
Berdasarkan hasil wawancara dengan Tenaga Pendamping masyarakat Desa Kampung Baru di atas diketahui bahwa motivasi dibalik pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya bagi Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir ialah keinginan untuk membantu mensejahterakan masyarakat, dan juga mengembangkan diri. Berkaitan dengan motivasi, sulit bagi peneliti untuk mengesampingkan bahwa motivasi utama bagi para pelaksana Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya ialah materi. Hal ini dikarenakan peneliti melihat bahwa baik Kepala Desa Sindangsai Kecamatan Petir ataupun Badan Keswadayaan Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir begitu gigih mengusahakan agar program ini sampai ke Desa masing- masing. Apalagi mereka bersedia mengeluarkan uang pribadinya untuk operasional dan juga untuk memenuhi permintaan dari para Tenaga Pendamping Masyarakat. Kepala Desa Sindangsari Kecamatan Petir membantah bahwa motivasi dilaksanakannya Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya adalah mencari keuntungan materi. Berikut Pernyataan Kepala Desa Sindangsari Kecamatan Petir42: “Saya selaku kepala desa merasa berkewajiban untuk memajukan desa ini sehingga begitu ada informasi dari atas bahwa ada program saya sebisa mungkin aktif, jemput bola istilahnya. Saya melihat bahwa banyak warga saya yang rumahnya mau roboh, tidak layak huni, sudah kewajiban saya untuk memperjuagkan kesejahteraan warga saya. Walaupun mungkin tidak semuanya terbantu. Itu saja niat saya. Adapun saya mengatakan seharusnya ada operasional untuk kepala desa saya rasa wajar karena bagaimanapun dalam pendataan dari rumah ke rumah ada tenaga yang dipakai, ada biaya yang dikeluarkan, bahkan petugas dari serang juga harus kita jamu. Semua itu dari kantong pribadi kepala desa. Kalau dibilang motifnya mengharapkan dapat uang
156
dari proyek, terus terang banyak tekornya daripada untungnya. Kalau niatnya mencari keuntungan pribadi Tidak akan ada satupun program yang jalan”.
Berdasarkan
hasil
wawancara
dengan
Kepala
Desa
Sindangsari
Kecamatan petir di atas, kondisi tempat tinggal masyarakat di Desa Sindangsari yang memprihatinkanlah yang menjadi motivasi utama pelaksanaan program. Adapun ketika harus ada dana yang harus ia keluarkan merupakan bagian dari tanggung jawabnya sebagai kepala desa. Hal ini pula yang disampaikan oleh Ketua Badan Keswadayaan Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir yang menyatakan bahwa43: “Saya ingin memajukan Desa Kampung Baru. Ingin membantu warga yang memang pantas dibantu. Disini banyak yang rumahnya tidak layak. Kebetulan saya yang tahu ada program ini, siapa lagi yang membantu memajukan masyarakat kalau bukan saya”
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Kepala Desa Sindangsari Kabupaten Serang dapat dikatakan bahwa motivasi utamanya melaksanakan program bahkan terlibat langsung dalam pelaksanaan ialah bahwa ia memiliki keinginan besar dalam membantu mensejahterakan warganya. Pemerintah Kecamatan Petir juga memiliki pendapat yang sama mengenai motivasi dibalik pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang.
42
Wawancara dengan Rasim Rubisa, Kepala Desa Desa Sindangsari Kecamatan Petir. Senin, 25 November 2013. Pukul 17.00- 18.15 WIB. di kediaman informan. 43 Wawancara dengan Abdul Ka’ab. Ketua Badan Keswadayaan Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir. Senin, 10 februari 2014 Pukul 17.00- 18.00 di Kediaman Informan.
157
Berikut pernyataan Sekretaris Camat Kecamatan Petir 44: “Saya rasa, dilaksanakannya program bantuan perumahan dikecamatan petir ini tidak lepas dari keinginan pemerintah untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat kita. Dan Kepala Desa yang berusaha agar desanya mendapatkan bantuan, juga memiliki motivasi yang sama. Seorang Kepala Desa ketika dapat memajukan desanya maka akan mendapatkan apresiasi pula dari masyarakat.”
Berdasarkan wawancara dengan Sekretaris Camat Kecamatan Petir di atas, bisa dikatakan bahwa motivasi yang melatarbelakangi pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang bermacam- macam. Namun, keinginan untuk memajukan kehidupan masyarakat dengan cara membantu mewujudkan rumah yang layak huni memang harus dijadikan motivasi utama dilaksanakannya Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang. Kedelapan, Dukungan Terhadap Program.
Keberhasilan
pelaksanaan
suatu program sangat bergantung kepada dukungan publik dan pihak- pihak terkait (stakeholders) terhadap organisasi pelaksana ataupun terhadap program itu sendiri. Kurangnya dukungan dapat mempengaruhi pencapaian tujuan daripada program itu sendiri. Sebagaimana yang diketahui bahwa Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya merupakan program pemerintah pusat. Karena itu dalam pelaksanaannya perlu dukungan pemerintah daerah baik Pemerintah Provinsi ataupun Pemerintah Kabupaten. Selama ini kementrian Perumahan Rakyat selalu berkoordinasi dengan para Gubernur dan Bupati/ Walikota, termasuk dalam hal mobilisasi pendanaan dari APBD. 44
Wawancara dengan H. Aminudin Sekretaris Camat Kecamatan Petir. Senin, 27 Januari 2015. Pukul 10.00- 11.00 WIB di Kantor Kecamatan Petir.
158
Namun demikian, Kabupaten Serang sebagaimana yang peneliti jelaskan di bab awal belum bisa melakukan sharing dana. Pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya juga sangat memerlukan dukungan Pemerintah Desa sampai perangkat RT/RW mengingat bahwa sasaran program ini adalah masyarakat langsung. Untuk mengetahui bagaimana gambaran daripada dukungan terhadap pelaksanaan
Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di
Kecamatan Petir Kabupaten Serang. Berikut adalah pernyataan Kepala Seksi Perumahan Swadaya Formal dan Non Formal DTRBP Kabupaten Serang45: “Sejauh ini sikap masyarakat positif terhadap program ini. Bahkan terhadap program- program lainpun masyarakat selalu menerima dengan baik. Untuk di Kecamatan Petir sendiri baik- baik saja saya rasa, Kepala Desa juga sangat membantu. Karena kalau di Desa yang berpengaruh itu Kepala Desa. Apapun programnya, peran Kepala Desa sangat penting, karena yang menggerakkan adalah Kepala Desa. Pemerintah Kabupaten juga sangat mendukung, meskipun dukungannya belum pada tingkat sharing dana. Namun dalam hal ini, Pemerintah khususnya Dinas Tata Ruang, Bangunan, dan Perumahan sangat concern terhadap program ini karena menyangkut nama baik dinas.”
Bedasarkan keterangan di atas diketahui bahwa dukungan Kepala Desa sngat berarti dalam pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang. Peran Kepala Desa sangat besar adanya dalam menggerakkan ketua- ketua RT, terutama dalam hal pendataan dan penyampaian informasi kepada masyarakat. Selain itu DTRBP Kabupaten Srang juga memberikan perhatian lebih terhadap program ini dikarenakan DTRBP Kabupaten Serang merupakan SKPD yang diberikan kewenangan pelaksanaan. 45
Wawancara dengan Iim Rohimudin ST, MM. Kepala Seksi Perumahan Swadaya Formal dan Non Formal DTRBP Kabupaten Serang. Rabu, 5 Februari 2014. Pukul 08.00- 09.30 WIB di Kantor DTRBP Kabupaten Serang.
159
Masyarakat pada umumnya selalu mendukung dan menerima secara baik setiap program pemerintah terutama program yang berupa bantuan seperti Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya ini. Adapun permasalahan yang peneliti temukan ketika observasi awal, yakni rendahnya dukungan publik, hal ini lebih disebabkan karena adanya kecemburuan sosial di antara masyarakat. sebagaimana yang kita ketahui bahwa tidak semua Masyarakat Berpenghasilan Rendah yang diajukan pada akhirnya mendapatkan bantuan. Berikut ini adalah keterangan Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir46: “Saya rasa dukungan masyarakat bagus. Aparat desa juga welcome. Hanya saja karena masih banyak yang perlu dibantu sementara yang dapat bantuan sedikit jadi ada kecemburuan sosial saja.”
Berdasarkan hasil wawancara dengan Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir dapat dikatakan bahwa pada dasarnya masyarakat dan aparat desa menyambut baik adanya program ini, namun kecemburuan sosial memang rentan terjadi dalam pelaksanaan suatu program bantuan seperti Program Bantuan Stimulan perumahan Swadaya. Karena itu dalam proses verifikasi calon penerima bantuan harus dilakukan dengan seksama. Selain itu penting bagi para pelaksana dan aparat terkait untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat bahwa hanya yang memenuhi kriteria yang mendapatkan bantuan.
46
Wancara dengan Ikhsan S.Pd Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir. Kamis, 6 Maret 2014 Pukul 17.00- 18.00 WIB di Kediaman informan.
160
Para pelaksana program menganggap rendahnya kepercayaan masyarakat ini disebabkan oleh pemberitaan miring seputar program. Berikut keterangan tenaga Pendamping Masyarakat Desa Sindangsari Kecamatan Petir 47: “Pada dasarnya masyarakat, terutama penerima bantuan menerima program ini dengan baik. Siapa yang tidak ingin dapat bantuan. Akan tetapi tentu pandangan masyarakat ada saja negatifnya. Kita benarpun kadang tetap salah. Mereka semua kan tidak tahu teknisnya seperti apa. Apalagi LSM dan wartawan bisanya mencari- cari kesalahan padahal belum tentu mereka mengerti.” Berdasarkan hasil wawancara dengan Tenaga pendamping Masyarakat Desa Sindangsari Kecamatan Petir, dapat dikatakan bahwa pelaksana Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang merasa terganggu dengan aktivitas dari oknum LSM dan wartawan yang seolaholah hanya mencari- cari kesalahan dalam pelaksanaan program. Sebetulnya para pelaksana tidak perlu merasa disudutkan oleh oknum LSM dan wartawan apabila mereka bekerja sesuai dengan peraturan yang ada. Penerima bantuan sendiri mengakui bahwa Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya tidak mungkin akan terlaksana apabila tidak adanya dukungan dari pemerintah, termasuk Kepala Desa dan Ketua RT. Berikut pernyataan salah satu penerima bantuan di Desa Sindangsari Kecamatan Petir48: “Sangat bagus. Kalau tidak ada dukungan dari Pemerintah Desa mana bisa program ini masuk. Pastinya setiap program yang dilakukan di desa ini atas ijin dari Pak Lurah.”
47
Wawancara dengan Suhendra, SE. Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Sindangsari Kecamatan Petir. Selasa, 25 Maret 2014 Pukul 17.00- 18.30 WIB di Kediaman Informan. 48 Wawancara dengan A. Maja Saifudin. Penerima Bantuan. Jumat, 01 November 2013. Pukul 17.00-17.30 WIB. Bertemat di kediaman informan.
161
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan penerima bantuan di atas, dapat dikatakan bahwa penerima bantuan umumnya meyakini bahwa program apapun yang masuk ke desa mereka adalah berkat Kepala Desa. Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir memang dapat terlaksana dengan dukungan berbagai pihak termasuk aparat desa.
4.3.2.2 Interpretasi Pertama, pemahaman pelaksana program mengenai Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya. Interpretasi atau penafsiran yang seragam daripada pelaksana terhadap program dan juga peraturan- peraturan yang terkait program tersebut. Sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya bahwa pada setiap tahapan pembuatan keputusan. Hukum, perundangan, keputusan, pedoman, serta perintah tidak selalu hanya bersifat definitif. Diperlukan perhatian yang besar terhadap cara yang digunakan para pelaksana dalam menafsirkan tanggungjawab mereka, kepada siapa para pelaksana berorientasi, siapa yang dianggap memiliki otoritas. Dengan demikian maka berkaitan dengan interpretasi yang terpenting agar ialah bagaimana suatu kebijakan dikomunikasikan dengan baik sehingga setiap pelaksana dapat memiliki pemahaman yang sama dengan apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Penting bagi peneliti untuk mengetahui bagaimana pendapat pelaksana dan penerima bantuan mengenai kebijakan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang. Berdasarkan penelitian yang peneliti lakukan, secara umum para pelaksana dan juga penerima bantuan
162
menganggap bahwa Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya adalah kebijakan yang bagus apabila dilihat dari tujuannya. Akan tetapi, pelaksana juga memiliki pendapatnya sendiri- sendiri mengenai Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya ini. Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Sindangsari Kecamatan Petir menyatakan49: “Menurut saya program ini adalah program yang prematur. Dilihat dari berbagai segi terutama dari segi legalnya. Saya sudah lama di program tapi baru di program ini saja yang tidak jelas kontraknya. Selain itu ini menurut saya program ini bukan program pemberdayaan karena masyarakat hanya dicekoki. Hanya dikasih uang lalu disuruh membangun rumah. Tidak ada kelanjutannya. Tidak berkesinambungan. Menurut saya program ini bukan BLM tapi BLT.”
Berdasarkan hasil wawancara dengan Tenaga Pendamping masyarakat Desa Sindangsari, dapat dikatakan bahwa sebagai pelaksana, ia sendiri menganggap bahwa Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya adalah program yang prematur untuk dilaksanakan karena dari segi legalitas pelaksananya saja tidak kuat. Tidak ada kontrak kerja resmi sebagaimana program- program lainnya antara Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Sindangsari Kecamatan Petir dengan DTRBP Kabupaten Serang. ia hanya dibekali surat tugas saja.
49
Wawancara dengan Suhendra, SE. Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Sindangsari Kecamatan Petir. Selasa, 25 Maret 2014 Pukul 17.00- 18.30 WIB di Kediaman Informan.
163
Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Sindangsari Kecamatan Petir juga berpendapat bahwa Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya tidak ada bedanya dengan Bantuan Langsung Tunai (BLT) karena tidak ada proses pemberdayaan serta tidak berkesinambungan. Masyarakat hanya disuapi uang saja tanpa adanya tindak lanjut ataupun setelah dana disalurkan. Tidak ada nilai- nilai lain yang yang bisa diperoleh penerima bantuan. Berbeda
dengan Tenaga
Pendamping Desa
Sindangsari, Tenaga
Pendamping Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir merasa dari segi kontrak tidak ada masalah karena sampai pembentukan Badan Keswadayaan Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir dari segi legalitas sudah cukup kuat karena berdasarkan akta notaris. Hanya saja Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir merasa sedikit bingung dengan peraturan pendukung Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya ini. Berikut adalah pernyataan dari Tenaga Pendamping
Masyarakat Desa Kampung Baru
Kecamatan Petir40: ”Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya ini pada dasarnya merupakan kebijakan yang bagus, dimana masyarakat yang tidak bisa membangun rumah bisa terbantu. Akan tetapi sebagai pelaksana saya berharap harusnya program ini bisa lebih matang lagi dari segi peraturan. Bagaimana caranya kebijakan yang dibuat bisa mengcover sampai kebawah. Sehingga kami pelaksana di lapangan tidak dibuat bingung.”
50
Wancara dengan Ikhsan S.Pd Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir. Kamis, 6 Maret 2014 Pukul 17.00- 18.00 WIB di Kediaman informan.
164
Berdasarkan hasil wawancara di atas diketahui bahwa sebagai pelaksana ia merasa bahwa peraturan yang ada belumlah matang. Dalam artian bahwa peraturan yang ada terlalu umum bagi para pelaksana yang ada di lapangan. Peraturan yang ada tidak bisa mencakup sampai ke tingkat bawah. Sehingga para pelaksana yang berhadapan langsung dengan masyarakat merasa bingung karena harus mengambil keputusan sendiri. Mengenai
kebijakan
Program
Bantuan
Stimulan perumahan Swadaya Kepala Desa Sindangsari Kecamatan Petir sebagai aparat desa yang sudah berpengalaman dengan berbagai macam program berpendapat51: “Program ini sangat bagus. Dengan adanya program ini masyarakat merasa terbantu, merasa diperhatikan oleh pemerintah. Hanya saja yang disayangkan dari program ini ialah mengesampingkan peran RT dan Kepala Desa. Sama sekali tidak ada dana operasional buat RT dan Kepala Desa. Ketika ada partisipasi dari masyarakat untuk RT dan Desa dibilangnya pungutan. Kebijakannya bagus tapi tidak memikirkan kamikami ini. Selain itu peraturannya kok berubah- rubah. Masyarakat kan tidak semuanya bisa mengerti kalau ada perubahan akhirnya yang kena Kepala Desa, ini yang buat kebijakan tidak memikirkan yang di bawah. ”
Berdasarkan hasil wawancara di atas, diketahui bahwa Kepala Desa Sindangsari Kecamatan Petir mengkritisi Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya yang tidak melibatkan Kepala Desa dan Ketua RT sebagai pelaksana namun pada prakteknya justru Kepala Desa dan Ketua RT yang banyak bekerja. Selain itu, dengan berubah- ubahnya peraturan ia menilai bahwa pembuat kebijakan tidak memikirkan pelaksana pada tingkat paling bawah yang berhadapan langsung dengan masyarakat.
51
Wawancara dengan Rasim Rubisa, Kepala Desa Desa Sindangsari Kecamatan Petir. Senin, 25 November 2013. Pukul 17.00- 18.15 WIB. di kediaman informan.
165
Para
penerima
bantuan
menganggap
Program
bantuan
Stimulan
Perumahan Swadaya merupakan program yang bagus. Berikut ini pendapat salah satu penerima bantuan52: “Bagus. Diperbanyak saja program yang berpihak ke rakyat kecil.” Berdasarkan hasil wawancara dengan penerima bantuan di atas, dapat dikatakan bahwa penerima bantuan menganggap bahwa program ini merupakan kebijakan yang bagus karena berpihak kepada rakyat kecil. Program
Bantuan
Stimulan Perumahan Swadaya memang merupakan kebijakan yang sangat bagus apabila kita melihat tujuan daripada program dan manfaat yang dirasakan oleh penerima bantuan. Namun, pelaksana program juga memiliki pandangan lain, yaitu bahwa program ini dirasa masih prematur untuk dilaksanakan karena legalitas pelaksana program tidak kuat, tidak adanya proses pemberdayaan masyarakat selain memberikan dana sehingga pelaksana sendiri menganggap program ini tidak ada bedanya dengan BLT, peraturan pendukung pelaksanaan program juga dirasa belum matang karena tidak bisa merangkul sampai pelaksanaan di lapangan, sehingga pelaksana merasa kebingungan. Adanya pandangan yang kurang baik mengenai program bisa jadi karena pelaksana kurang memahami apa itu Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya ataupun peraturan- peraturan pendukung program ini sehingga mereka sendiri merasa kesulitan dalam melakukan tugasnya.
52
Wawancara dengan Juni. Penerima Bantuan. Sabtu, 02 November 2013. Pukul 13.00- 14.00 WIB. Bertempat di kediaman informan.
166
Kedua, pelatihan dan bimbingan teknis. Ada berbagai cara yang bisa dilakukan agar para pelaksana memiliki interpretasi atau penafsiran yang seragam. Salah satunya dengan mengadakan pelatihan atau bimbingan teknis bagi pelaksana program. Namun rupanya tidak ada pelatihan ataupun bimbingan teknis bagi para pelaksana program bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang. Berikut adalah pernyataan dari tenaga Pendamping Masyarakat Masyarakat Desa Sindangsari Kecamatan Petir 53: Tidak ada. Saya hanya kerja tiga bulan. Saya langsung ditugaskan ke desa tanpa mendapatkan bimbigan teknis atau pelatihan, hanya briefing saja.”
Berdasarkan hasil wawancara dengan Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Sindangsari Kecamatan Petir, diketahui bahwa tidak ada pelatihan ataupun bimbingan teknis yang diberikan kepada para pelaksana program. Bimbingan teknis ataupun pelatihan seputar program sangat penting peneliti rasa untuk diberikan kepada para pelaksana, terutama Tenaga Pendamping Masyarakat. Hal ini untuk menjamin bahwa Tenaga Pendamping masyarakat betul- betul memahami apa itu Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya, termasuk peraturan- peraturan didalamnya. Sekedar briefing peneliti rasa tidak cukup untuk membuat Tenaga Pendamping Masyarakat memahami semuanya.
53
Wawancara dengan Suhendra, SE. Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Sindangsari Kecamatan Petir. Selasa, 25 Maret 2014 Pukul 17.00- 18.30 WIB di Kediaman Informan.
167
Mungkin bagi badan Keswadayaan Masyarakat sekedar briefing atau pengarahan singkat tidak terlalu masalah karena memang pekerjaannya sangat teknis. Akan tetapi apabila Tenaga Pendamping Masyarakat tidak diberikan pelatihan atau bimbingan teknis akan sangat berpengaruh terhadap interpretasi daripada para Tenaga Pendamping Masyarakat itu sendiri.
Ketiga, Sosialisasi. Sosialisasi mengenai program dan juga peraturanperaturan pendukungnya sangat penting untuk dilakukan guna memberikan informasi yang cukup baik itu kepada masyarakat, pemerintah, dan juga pelaksana program itu sendiri. Kepala Seksi Perumahan Swadaya Formal dan Non Formal DTRBP Kabupaten Serang mengatakan bahwa sosialisasi mengenai adanya Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya sudah dilakukan. Berikut pernyataan Kepala Seksi Perumahan Swadaya Formal dan Non Formal DTRBP Kabupaten Serang54: “Tentunya ada ya. Dari awal program ini dicanangkan sudah dilakukan sosialisasi. Bohong kalau misalnya ada orang Desa atau Kecamatan yang bilang tidak tahu program ini karena tidak ada sosialisasi. Kan dalam musrenbang juga dibahas.”
54
Wawancara dengan Iim Rohimudin ST, MM. Kepala Seksi Perumahan Swadaya Formal dan Non Formal DTRBP Kabupaten Serang. Rabu, 5 Februari 2014. Pukul 08.00- 09.30 WIB di Kantor DTRBP Kabupaten Serang.
168
Berdasarkan hasil wawancara di atas, diketahui bahwaKepala Seksi Perumahan Swadaya Formal dan Non Formal DTRBP Kabupaten Serang menjamin bahwa sosialisasi mengenai Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya telah dilakukan sehingga apabila pihak Pemerintah Kecamatan ataupun Desa merasa tidak mendapatkan informasi mengenai program, sebagaimana permasalahan yang peneliti ungkapkan di bab awal, hal itu tidak benar adanya. Namun, berdasarkan informasi yang peneliti terima, Program Bantuan Stmulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang memang kurang disosialisasikan. Baik itu kepada Pemerintah Kecamatan dan Desa maupun kepada masyarakat yang menjadi sasaran program. sebagaimana yang dinyatakan oleh Sekretaris Camat Kecamatan Petir55: “Sosialisasi ke Pihak Kecamatan tidak ada. Jangankan sosialisai, pemberitahuan atau tembusan saja tidak ada. Kalau dibilang sembunyisembunyi mungkin terlalu berlebihan, akan tetapi memang untuk program bantuan seperti ini, yang dibatasi jumlah penerimanya mau tidak mau harus dibatasi pula informasinya. Karena apabila terlalu terbuka ataupun dilakukan sosialisasi sehinnga semua orang tahu, semua desa ingin dapat jatah, bisa menimbulkan polemik. Jadi desa yang dapat program ini biasanya Kepala Desanya memiliki koneksi ataupun aktif berhubungan dengan dinas- dinas terkait. Sehingga ketika ada program apapun mereka cepat dapat informasinya.”
55
Wawancara dengan H. Aminudin. Sekretaris Camat Kecamatan Petir. Senin, 27 Januari 2015. Pukul 10.00- 11.00 WIB. Bertempat di Kantor Kecamatan Petir.
169
Berdasarkan hasil wawancara dengan Sekretaris Camat Kecamatan Petir di atas, diketahui bahwa memang Program Bantuan Stimulan Perumahan tidak disosialisasikan secara terang- terangan. Meskipun backlog kebutuhan rumah terbilang tinggi, namun dana bantuan yang disalurkan jumlahnya terbatas dan hanya bisa memenuhi kebutuhan di beberapa desa saja. Apabila program ini disosialisasikan ke seluruh desa di Kecamatan Petir tentu akan banyak desa yang tidak mendapatkan dana bantuan. Hal inilah yang dikhawatirkan akan menimbulkan polemik, yakni kecemburuan sosial diantara masyarakat. Keterangan Sekretaris Camat Kecamatan Petir di atas juga menjadi jawaban mengapa hanya dua desa di Kecamatan Petir yang mendapatkan bantuan. Yakni hanya desa yang Kepala Desanya aktif dalam mencari informasi serta berhubungan baik dengan SKPD- SKPD terkait. Atau dengan kata lain Kepala Desa yang mau menjemput bola. Tidak hanya sekedar menunggu informasi dari Kecamatan. Berikut keterangan dari Ketua Badan Keswadayaan Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir56: “Sosialisasi dari pemerintah ke desa secara resmi tidak ada. Saya mendapat informasi awalnya dari anggota dewan yang memberitahu bahwa ada program baru. Kemudian saya tindak lanjuti, menanyakan ke dinas terkait, benar memang ada program tersebut. Selanjutnya koordinasi dengan Kepala Desa dan Carik. Ke masyarakat tidak ada sosialisasi.”
56
Wawancara dengan Abdul Ka’ab. Ketua Badan Keswadayaan Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir. Senin, 10 februari 2014 Pukul 17.00- 18.00 di Kediaman Informan.
170
Berdasarkan wawancara dengan Ketua Badan keswadayaan masyarakat di atas, bisa dikatakan bahwa memang tidak ada sosialisasi dari DTRBP Kabupaten Serang kepada Pemerintah Kecamatan Petir dan Desa di Kecamatan Petir. Begitu pula kepada masyarakat, tidak ada sosialisasi yang resmi dan dilakukan secara terbuka mengenai program. Sosialisasi yang dilakukan hanya sosialisasi desa khusus penerima bantuan itupun hanya dilakukan di Desa Sindangsari saja setelah adanya kepastian nama penerima bantuan dan tanggal pencairan. Adapun di Desa Kampung Baru tidak dilakukan sosialisasi desa. Mengenai sosialisasi, Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Sindangsari Kecamatan Petir menyatakan bahwa 57: “Kalau sosialisasi secara umum mungkin bukan bagian kami. Itu tugasnya yang diatas memberi tembusan apa bagaimana. Sebagai Tenaga Pendamping Masyarakat hanya di beri tugas untuk sosialisasi desa saja. Jadi setelah dapat shortlist penerima saya koordinasi dengan Pak Kades untuk mengumpulkan warga di Balai Desa. Di situ kita jelaskan apa dan bagaimana program ini.”
Berdasarkan hasil wawancara dengan tenaga Pendamping masyarakat Desa Sindangsari Kecamatan Petir diketahui bahwa bagi penerima bantuan dilakukan sosialisasi desa. Pada acara sosialisasi desa ini masyarakat penerima bantuan dikumpulkan kemudian diberikan penjelasan mengenai apa itu Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya, tujuan, penggunaan, teknis pencairan, dan lain sebagainya. Sayangnya di Desa Kampung Baru Kecamatan Petir tidak dilakukan. Penjelasan mengenai program hanya sambil lalu ketika pengambilan data masyarakat.
57
Wawancara dengan Suhendra, SE. Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Sindangsari Kecamatan Petir. Selasa, 25 Maret 2014 Pukul 17.00- 18.30 WIB di Kediaman Informan.
171
Berikut keterangan salah satu penerima bantuan Desa Kampung Baru Kecamatan Petir58: “Tidak ada sosialisasi yang bagaimana- bagaimana. Awalnya hanya dengar- dengar saja. Gosipnya mau ada bantuan rumah kumuh. Ternyata benar lalu dimintai KTP dan KK. Sama Pak Sair baru menjelaskan ketika akan pencairan.” Berdasarkan hasil wawancara dengan penerima bantuan di Desa Kampung Baru Kecamatan Petir di atas, diketahui bahwa tidak ada sosialisai yang formal. Informasi mengenai adanya program hanya diketahui dari mulut ke mulut. Ketua Badan Keswadayaan Masyarakat memberikan penjelasan mengenai program pada saat akan pencairan.Dengan mengenai sosialisasi ini jelas sekali bahwa pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya ini kurang disosialisasikan. Keempat, Komunikasi. Teori implementasi yang dikemukakan Jones (1996) mengatakan bahwa hal penting terkait interpretasi ialah komunikasi. Para pelaksana di lapangan biasanya menemui kesulitan dalam memahami maksud dari suatu kebijakan atau program serta peraturan- peraturan yang ada di dalamnya karena mereka berhadapan dengan hal- hal yang bersifat teknis.
58
Wawancara dengan Sumirah. Penerima bantuan. Senin, 10 Februari 2014 14.30- 15.00. Bertempat di kediaman Informan.
172
Koordinator program harus bisa menerjemahkan apa yang diinginkan oleh peraturan tersebut dan menyampaikannya kepada pelaksana. Tentunya diperlukan suatu komunikasi yang efektif antar pelaksana, sehingga apa yang diinginkan oleh peraturan bisa dipahami dengan baik oleh para pelaksana. Lebih dari itu, dalam pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan petir Kabupaten Serang peneliti rasa komunikasi yang baik dengan masyarakat penerima bantuan juga penting, mengingat sesungguhnya para penerima bantuan juga merupakan bagian dari pelaksana. Berkaitan
dengan
bagaimana
sesungguhnya
komunikasi
dalam
pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir kabupaten Serang, Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir menjelaskan bahwa59: “Komunikasi dengan Pak Sair Ketua Badan Keswadayaan Masyarakat lancar, dengan pak lurah juga sampai sekarang masih. Dengan Pak Iim lebih ke briefing, misalnya ada perubahan atau apa via telepon lalu dikumpulkan, briefing.”
Berdasarkan hasil wawancara dengan Tenaga Pendamping masyarakat Desa kampung baru di atas, dapat dikatakan bahwa komunikasi antar pelaksana relatif lancar. Pada era teknologi seperti saat ini tentu komunikasi bukanlah hal yang sulit untuk dilakukan. Apapun bisa segera diinformasikan dengan cepat via handphone.
59
Wancara dengan Ikhsan S.Pd Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir. Kamis, 6 Maret 2014 Pukul 17.00- 18.00 WIB di Kediaman informan.
173
Namun demikian komunikasi secara langsung seperti pada saat briefing diperlukan pula agar informasi yang diberikan bisa lebih akurat. dengan demikian dapat dikatakan pula bahwa komunikasi dalam rangka pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang tergolong lancar. Baik dengan Badan Keswadayaan Masyarakat, Kepala Desa Kampung Baru Kecamatan Petir, dan juga dengan Koordinator Program. Komunikasi yang lancar di antara pelaksana sebagaimana dijelaskan oleh Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Kampung Baru kecamatan Petir rupanya tidak berlaku bagi pelaksana dengan penerima bantuan. Tenaga Pendamping Masyarakat hanya berkomunikasi dengan Kepala Desa ataupun dengan badan keswadayaan masyarakat, sementara dengan penerima bantuan bisa dikatakan tidak sama sekali.Berikut ini keterangan salah satu penerima bantuan di Desa Sindangsari Kecamatan Petir60: “Tidak ada komunikasi. Biasa aja seperti program lainnya. Tahu jadi saja. Sama pak RT palingan karena dekat rumahnya suka bertemu.”
Berdasaran hasil wawancara dengan penerima bantuan di Desa Sindangsari Kecamatan Petir, diketahui bahwa selama pelaksanaan program tidak ada komunikasi dengan pelaksana program. Penerima bantuan justru lebih sering berkomunikasi dengan ketua RT yang pada dasarnya bukanlah pelaksana program. Hal yang sama terjadi pula di Desa Kampung Baru Kecamatan Petir juga terjadi hal yang sama, tidak ada komunikasi yang baik antara pelaksana dengan penerima bantuan. 60
Wawancara dengan Shobrigani. Penerima bantuan. Selasa, 02 November 2013. Pukul 14.3015.00 WIB. Bertempat di kediaman informan.
174
Berikut keterangan salah satu penerima bantuan di Desa Kampung Baru Kecamatan Petir61: “Pak Sair sibuk, jarang di rumah. Paling dulu kalau bertemu hanya bertanya kapan cair.”
Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat dikatakan bahwa tidak ada komunikasi yang berarti di antara pelaksana dengan penerima bantuan. Penerima bantuan cenderung pasif dan semuanya diserahkan kepada pelaksana. Karenanya sangat wajar apabila banyak hal yang tidak dipahami oleh penerima bantuan. Komunikasi antar pelaksana dan antara pelaksana dengan penerima bantuan sangat mempengaruhi interpretasi atau penafsiran daripada pelaksana dan penerima bantuan itu sendiri. Meski komunikasi antar pelaksana tergolong lancar namun
pada
kenyataannya
para
pelaksana
masih
kesulitan
dalam
menginterpretasikan peraturan- peraturan yang terkait program. Hal ini berdampak pada berbedanya teknis pelaksanaan program.
61
Wawancara dengan Kulsum. Penerima bantuan. Senin, 10 Februari 2014. Pukul 16.30-17.00. WIB. Bertempat di kediaman informan.
175
Kelima, Kesesuaian dengan Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis. Biasanya dalam pelaksanaan program dibuat suatu petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis bagi pelaksana. Petunjuk pelaksanaan merupakan petunjuk yang bersifat administratif sedangkan petunjuk teknis bersifat teknis. Petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis sangat penting adanya karena biasanya apa yang tertera dalam peraturan masih terlalu umum dan kurang detail yang mana bisa membuat para pelaksana di lapangan memiliki interpretasi yang salah. Kepala Seksi Perumahan Swadaya Formal dan Non Formal DTRBP Kabuaten Serang menyatakan bahwa pelaksanaan Program bantuan Stimulan perumahan Swadaya di kecamatan petir kabupaten Serang sudah sesuai dengan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang ada 62: “Saya jamin pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya ini telah sesuai petunjuk pelaksanaan yang ada. Di Kecamatan Petir misalnya, dana bantuan tidak akan turun apabila tidak memenuhi persyaratan administratif yang diminta. Teknis di lapangan kami selalu menyesuaikan dengan petunjuk teknis terbarusebagaimana yang diinstruksikan pusat. Saya langsung berkoordinasi dengan Tenaga Pendamping masyarakat jika ada perubahan- perubahan teknis. Entah itu kaitannya dengan mekanisme pencairan ataupun pelaksanaan pembangunan dan perbaikan rumah. Tapi teknis di lapangan tidak mungkin sempurna, tentunya ada kekurangan. Karena bagaimanapun kondisi di lapangan kan berbeda- beda.”
Berdasarkan hasil wawancara di atas diketahui bahwa kesesuaian dengan petunjuk pelaksanaan dilihat dari lolos atau tidaknya suatu usulan pada proses verifikasi. Apabila secara administratif tidak memenuhi, maka tidak akan lolos verifikasi atau ditolak, yang artinya bantuanpun tidak akan turun. 62
Wawancara dengan Iim Rohimudin ST, MM. Kepala Seksi Perumahan Swadaya Formal dan Non Formal DTRBP Kabupaten Serang. Rabu, 5 Februari 2014. Pukul 08.00- 09.30 WIB di Kantor DTRBP Kabupaten Serang.
176
Pernyataan Kepala Seksi Perumahan Swadaya Formal dan Non Formal DTRBP Kabupaten Serang di atas senada dengan apa yang disampaikan Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir berikut ini 63: “Secara administrasi sudah sesuai. Karena apabila tidak sesuai dengan ketentuan, tidak mungkin lolos verifikasi pusat. Teknis di lapangan selalu disesuaikan dengan standar dari pusat yang disampaikan melalui koordinator. Sebetulnya tidak ada panduan pelaksanaan dan teknis yang khusus. Peraturan, Surat Edaran, ada tapi tidak diberikan sebundelan begitu. Ketika ada perubahan dilalukan pada saat briefing. Petunjuk teknis langsung disampaikan secara lisan saja secara garis besar oleh koordinator.” Berdasarkan hasil wawancara dengan Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir, diketahui bahwa sesungguhnya pada pelaksanaan Program Bantuan stimulan Perumahan swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis langsung disampaikan secara lisan. Peraturan serta Surat Edaran- Surat Edaran yang dikeluarkan oleh Kementrian Perumahan Rakyat tidak dibagikan salinannya, melainkan hanya disampaikan secara lisan dan hanya bagian pokoknya saja. Hal ini dirasa lebih sederhana karena para pelaksana hanya perlu mendengarkan apa yang dikatakan oleh koordinator tanpa perlu membaca atau mempelajari terlebih dahulu.
63
Wancara dengan Ikhsan S.Pd Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir. Kamis, 6 Maret 2014 Pukul 17.00- 18.00 WIB di Kediaman informan.
177
Menurut pendapat peneliti alangkah baiknya apabila petunjuk pelaksanaan ataupun petunjuk teknis tidak hanya diberikan secara lisan namun juga tulisan. Hal ini penting guna menjaga agar tidak terjadi interpretasi yang berbeda- beda. Selain itu, apabila hanya disampaikan secara lisan ada kemungkinan para pelaksana tidak mengingat secara penuh apa yang seharusnya mereka lakukan.
4.3.2.3 Penerapan Penerapan merupakan proses ketiga dalam implementasi kebijakan Jones. Penyesuaian dalam organisasi serta interpretasi yang benar terhadap program mungkin saja pada akhirnya tidak dapat dipraktekkan di lapangan. Para pelaksana program biasanya dihadapkan pada suatu kondisi yang dinamis, sehingga dalam melaksanakan tugasnya diperlukan suatu arahan atau patokan khusus yang mengacu pada kondisi aktual di lapangan. Ada dua hal yang harus dimiliki suatu program terkait penerapan yakni program kerja yang jelas dan jadwal kegiatan pasti. Pertama, kesesuaian dengan prosedur. Hal pertama yang mempengaruhi dalam interpretasi ialah kejelasan prosedur. Biasanya dalam setiap pelaksanaan program selalu ada Standar Operasional Prosedur (SOP) yang harus dipenuhi. Suatu program tidak bisa dilaksanakan sesuka hati pelaksana melainkan harus dengan standar tertentu yang ditetapkan organisasi atau standar minimum yang diinginkan warga. Kepala Seksi Perumahan Swadaya formal dan Non Formal DTRBP Kabupaten Serang menjelaskan bahwa Program Bantuan Stimulan
178
Perumahan Swadaya memiliki prosedur yang jelas. Kepala Seksi Perumahan Swadaya formal dan Non Formal DTRBP Kabupaten Serang menyatakan bahwa64: “Saya rasa prosedur program ini sangat jelas. Tiap tahapan program ini mulai dari awal hingga akhir kegiatan jelas sekali poin- poin yang harus dilakukan. Mulai dari usulan, pencairan, hingga kegiatan pembangunan saya rasa sudah sangat gamblang di jelaskan.”
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Kepala Seksi Perumahan Swadaya formal dan Non Formal DTRBP Kabupaten Serang di atas, ia meyakini bahwa Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya memiliki prosedur yang jelas. Kegiatan dalam pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir kabupaten Serang harus dilakukan berdasarkann prosedur. Berdasarkan keteranganKepala Seksi Perumahan Swadaya formal dan Non Formal DTRBP Kabupaten Serang, Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya jelas adanya. Namun yang kemudian menjadi pertanyaan ialah apakah suatu program dapat dikatakan memiliki prosedur yang jelas apabila program tersebut tidak memiliki SOP. Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Sindangsari Kecamatan Petir menyatakan bahwa65: “Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya ini tidak memiliki prosedur yang jelas. Tidak ada SOP resmi. Biasanya di program lain SOP terlampir dalam kontrak kerja. Kontraknya saja tidak ada. Berdasarkan pengalaman di program lain saja. Pada dasarnya kan sama. Mungkin untuk orang baru akan kebingungan. Tapi di program ini saya lihat 70%nya orang- orang program semua”. 64
Wawancara dengan Iim Rohimudin ST, MM. Kepala Seksi Perumahan Swadaya Formal dan Non Formal DTRBP Kabupaten Serang. Rabu, 5 Februari 2014. Pukul 08.00- 09.30 WIB di Kantor DTRBP Kabupaten Serang. 65 Wawancara dengan Suhendra, SE. Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Sindangsari Kecamatan Petir. Selasa, 25 Maret 2014 Pukul 17.00- 18.30 WIB di Kediaman Informan.
179
Berdasarkan hasil wawancara dengan Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Sindangsari Kecamatan Petir di ketahui bahwa tidak ada SOP tertentu dalam pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang. Karenanya dalam pelaksanaannya tenaga Pendamping Masyarakat mengacu kepada SOP program lain yang pernah ia kerjakan sebelumnya. Meski setiap program memiliki karakteristik yang sama satu sama lain namun seharusnya tidak serta merta menggunakan SOP program lain untuk pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang karena setiap program memiliki tujuan yang berbeda pula. Berkaitan dengan SOP, Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir menyataka65: “Standar Operasional Prosedur ada tapi tidak yang tertulis secara baku. Seperti apa dan bagaimana pelaksanaannya kita mengikuti apa yang diinstruksikan saja. Jadi mungkin ketika di lapangan antara Tenaga Pendamping Masyarakat satu dengan yang lainnya agak sedikit berbeda pendekatannya.” Berdasarkan hasil wawancara dengan Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir, diketahui bahwa tidak ada SOP tertentu dalam pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang. Dalam melaksanakan tugasnya Tenaga Pendamping Masyarakat hanya mengacu kepada apa yang diinstrusikan oleh koordinator program. Dengan tidak adanya SOP ini membuat pelaksanaan program di Desa Sindangsari dengan Desa Kampung Baru sedikit berbeda, meskipun masih dalam satu periode yang sama. 65
Wancara dengan Ikhsan S.Pd Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir. Kamis, 6 Maret 2014 Pukul 17.00- 18.00 WIB di Kediaman informan.
180
Penerima bantuan umumnya tidak begitu memahami mengenai prosedur pelaksanaan program. Namun mereka juga tidak merasa kesulitan karena penerima bantuan hanya tinggal mengikuti apa yang diminta oleh pelaksana. Selain itu penerima bantuan tidak begitu dilibatkan dalam pelaksanaan program, selain menyerahkan data dan menunggu pencairan. Berikut keterangan salah satu penerima bantuan di Desa Sindangsari Kecamatan Petir66: “Prosedur tidak tahu. Mengikuti yang lainnya saja. Lagipula tidak sulit. Hanya menyerahkan KTP lalu menunggu pencairan.” Berdasarkan hasil wawancara dengan penerima bantuan di atas, dapat dikatakan bahwa penerima bantuan tidak merasa kesulitan dalam hal prosedur karena prinsipnya mereka hanya tinggal mengikuti arahan daripada pelaksana saja. Dengan tidak adanya SOP dalam pelaksanaan program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang, maka sesungguhnya prosedur pelaksanaannyapun tidak jelas. Baik petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis, serta prosedur yang hanya disampaikan secara lisan saja berupa instruksi ataupun pengarahan pada saat briefingpada akhirnya menimbulkan interpretasi yang berbeda- beda di antara pelaksana.
66
Wawancara dengan Arsdi. Penerima Bantuan. Slasa, 02 November 2013. Pukul 10.00. Bertempat di kediaman informan.
181
Interpretasi yang berbeda- beda dari para pelaksana akan mempengaruhi bagaimana ia bekerja. Hal ini pada akhirnya akan mempengaruhi hasil daripada pekerjaan yang mereka lakukan. Apabila para pelaksana Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang memiliki interpretasi yang berbeda- beda terhadap program serta peraturan- peraturan pendukungnya, maka tujuan daripada pelaksanaan program tersebut akan sulit tercapai. Kedua, program kerja. Program kerja yang dimaksud disini ialah setiap kegiatan yang diagendakan dalam pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang. Mengenai program kerja ini, Kepala Seksi Perumahan Swadaya Formal dan Non Formal DTRBP Kabupaten Serang menjelaskan bahwa67: “Karena kita bekerja sesuai prosedur, kita tahu pasti apa yang harus dilakukan step by stepnya, otomatis kita juga memiliki program kerja yang jelas agar program bisa berjalan. Jadi semua kegiatan terencana.”
Berdasarkan hasil wawancara di atas diketahui bahwa menurut pelaksana pelaksanaan Program Bantuan Stimulan perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang dilakukan sesuai prosedur dan setiap kegiatan memiliki program kerja yang jelas dan setiap tahapan kegiatan terencana dengan baik.
67
Wawancara dengan Iim Rohimudin ST, MM. Kepala Seksi Perumahan Swadaya Formal dan Non Formal DTRBP Kabupaten Serang. Rabu, 5 Februari 2014. Pukul 08.00- 09.30 WIB di Kantor DTRBP Kabupaten Serang.
182
Kejelasan mengenai program kerja dalam pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten serang juga disampaikam oleh Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Sindangsari Kecamatan Petir68: “Untuk program kerja kita punya yang namanya RKTL, Rencana Kerja Tindak Lanjut. Jadi setiap rapat koordinasi ada progress sekian, deadline sekian”.
Berdasarkan hasil wawancara di atas, Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Sindangsari Kecamatan Petir menyatakan bahwa dalam pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang memiliki Rencana Kerja Tindak Lanjut (RKTL) yang mana dalam setiap rapat koordinasi dibahas mengenai progres atau capaian program, serta target yang harus dicapai. Dengan kata lain, Program kerja juga sangat menentukan hasil akhir dari pelaksanaan program atau pencapaian tujuan program.Meski kepala Seksi Perumahan Swadaya Formal dan Non Formal DTRBP Kabupaten serang serta Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Sindangsari Kecamatan Petir menyatakan bahwa pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang memiliki program kerja yang jelas, Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir beranggapan sebaliknya.
68
Wawancara dengan Suhendra, SE. Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Sindangsari Kecamatan Petir. Selasa, 25 Maret 2014 Pukul 17.00- 18.30 WIB di Kediaman Informan.
183
Berikut pernyataan Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir69: “Program kerja tidak jelas. Tapi kalau pembangunan rumahnya sendiri ada. Pokoknya begitu pencairan langsung direalisasikan, dibelanjakan. Lalu kita buat laporan progress yang 50%, yang Rp 3 juta, kita foto. Setelah realisasi tahap satu ada jarak sekitar 1,5 sampai 2 bulan ke pencairan tahap dua, sisanya Rp 3 juta. Setelah tahap dua cair realisasi pembangunan lagi. Baru kita buat laporan yang global 100% Rp 6 juta, kita foto lagi yang hasil akhirnya. Jadi sampai seselesai- selesainya saja realisasinya sampai mana”. Berdasarkan hasil wawancara dengan Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir di atas diketahui bahwa tidak ada program kerja yang jelas dalam pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang. Tidak ada kegiatan yang diagendakan secara khusus dan terencana. Kegiatan pembangunan rumah memang dilakukan oleh penerima bantuan, namun sifatnya sendiri- sendiri. Tidak mengacu kepada suatu program kerja tertentu serta tidak ada batasan waktu yang diterapkan ataupun target yang harus dicapai. Kegiatan yang dilakukan sifatnya mengalir saja dan pelaksana program hanya melaporkan capaian pelaksanaan program secara apa adanya saja tanpa ada upaya untuk mengoptimalkan hasil daripada pelaksanaan tersebut sebelumnya. Tidak adanya program kerja yang jelas juga dirasakan oleh penerima bantuan. Yang mereka ketahui hanyalah ketika dana bantuan telah cair maka proses pembangunan rumah harus segera di lakukan.
69
Wancara dengan Ikhsan S.Pd Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir. Kamis, 6 Maret 2014 Pukul 17.00- 18.00 WIB di Kediaman informan.
184
Berikut ini adalah keterangan salah satu penerima bantuan di Desa Sindangsari Kecamatan Petir70: “Tidak tahu, saya tahunya dapat bantuan terus harus memperbaiki rumah. Tidak ada kelanjutannya lagi. Sudah cair ya sudah, dipakai bangun rumah ya sudah. Tidak ditanya- tanya lagi. Cuma difoto lagi saja ketika proses membangun rumah setengah jalan.”
Berdasarkan hasil wawancara di atas, diketahui bahwa penerima bantuan tidak mengetahui bagaimana program kerja daripada Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya. Tidak ada tindak lanjut setelah pencairan. Pelaksana program hanya beberapa kali datang untuk melakukan pengambilan foto rumah. Tidak adanya program kerja yang jelas dalam pelaksanaan Program Bantuan Stimulan perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang juga dapat dilihat dari kegiatan perbaikan dan pembangunan rumah yang tidak mengacu kepada gambar kerja. Detailed Engineering Design atau rencana kerja teknis, yang merupakan gambar rancang bangun rumah calon penerima bantuan yang pada mulanya hanya memuat foto kondisi awal serta rincian komponen yang akan diperbaiki kemudian berubah, selanjutnya juga harus memuat gambar proyeksi rumah setelah dilakukan pembangunan. Dengan demikian maka proses pembangunan rumah harus mengacu kepada gambar kerja tersebut dan hasil akhirnya minimal harus sesuai dengan apa yang diproyeksikan.
70
Wawancara dengan Idam. Penerima Bantuan. Jumat, 01 November 2013. Pukul 13.00- 13.30 WIB. Bertempat di kediaman informan.
185
Namun dikarenakan Detailed Engineering Design ini dibuat oleh Tenaga Pendamping Masyarakat, sementara penerima bantuan tidak mengerti sama sekali mengenai gambar kerja tersebut, maka pembangunannyapun menjadi tidak terarah sebagaimana seharusnya. Memang pada saat sosialisasi desa pelaksana memberikan beberapa pengarahan, namun tidak ada tindak lanjut secara nyata ketika
proses
pembangunan
rumah
para
penerima
bangunan
dimulai.
Pembangunan rumah pada akhirnya dilakukan sesuka penerima bantuan. Apabila hasil akhir rumah melebihi apa yang diproyeksikan tentu bukan masalah. Sebaliknya, apabila hasil akhir rumah tidak memenuhi target minimal maka tujuan daripada program ini tidak tercapai. Mengenai bagaimana kesesuaian antara hasil akhir rumah setelah mendapatkan bantuan dengan gambar kerja atau proyeksi sebelumnya. Berikut keterangan salah satu penerima bantuan di Desa Sindangsari Kecamatan Petir71: “Masyarakat tidak yang saklek harus membetulkan apa dulu, atau bagaimana dulu neng. Dikonsep pasti dikonsep namanya bangun rumah. Tapi itumah masing- masing saja. Tidak yang yang diharuskan dari sananya. Perubahan jelas ada, namanya diperbaiki.”
Berdasarkan hasil wawancara di atas, jelas bawa pelaksana program tidak konsisten dalam menerapkan perencanaan sebagaimana gambar kerja yang telah dibuat. Pada prakteknya penerima bantuan mengonsep sendiri rumahnya dan dalam proses pembangunannyapun dilakukan atas inisiatif masing- masing. tidak ada pengawasan ataupun pengarahan. 71
Wawancara dengan Juni. Penerima bantuan. Sabtu, 02 November 2013. Pukul 13.00- 14.00 WIB. Bertempat di kediaman informan.
186
Selanjutnya, berkaitan dengan gambar kerja Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Sindangsari Kecamatan Petir menyampaikan bahwa 72: “Sama persis pastinya tidak. Karena masyarakat pada prakteknya membangun sesuka mereka dan sesuai kemampuan mereka. Ada yang memang membangun seadanya dari dana bantuan, ada juga yang punya dana tambahan sehingga lebih dari yang direncanakan semula, jadi permanen. Yang dilihat disini adalah progressnya. Kalau tidak sesuai, dalam artian tidak ada progress, pada termin dua tidak akan cair. Memang tidak maksimum 100%, tapi dari semua rumah yang mendapatkan bantuan sekitar 80- 90% kondisinya jadi lebih baik.”
Berdasarkan hasil wawancara di atas, diketahui bahwa pada prakteknya penerima bantuan membangun rumah mereka sesuai kehendak mereka. Pelaksanapun tidak mempermasalahkan hal ini. Bagi pelaksana yang terpenting ialah dengan diberikannya bantuan maka ada perubahan terhadap kondisi rumah warga. Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Kampung Baru juga menyatakan hal yang sama, mengenai kondisi rumah setelah dilakukan perbaikan atau pembangunan tidak sesuai dengan gambar kerja. berikut pernyataannya 73: “Kalau yang dimaksud adalah sesuai atau tidak dengan perencanaan, tentu ada yang tercapai ada yang tidak, ada juga yang bahkan melebihi. Ada yang pada akhirya membangun rumah permanen karena mungkin sudah tanggung kepalang dan juga kebetulan ada dananya mungkin. Tapi ada juga yang realisasinya tidak maksimal. Dari total 71 rumah, paling yang terealisasi dengan baik hanya sekitar 30%- 35% saja. Dan kami juga memiliki keterbatasan kalau sampai ke hal yang detail seperti itu. Yang penting dana bantuan dibelanjakan dan ada realisasinya.”
72
Wawancara dengan Suhendra, SE. Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Sindangsari Kecamatan Petir. Selasa, 25 Maret 2014 Pukul 17.00- 18.30 WIB di Kediaman Informan. 73 Wancara dengan Ikhsan S.Pd Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir. Kamis, 6 Maret 2014. Pukul 17.00- 18.00 WIB di Kediaman informan.
187
Berdasarkan hasil wawancara di atas, diketahui bahwa pelaksana memang tidak sampai memantau kegiatan pembangunan rumah. Masyarakat dibiarkan bekerja
sesuai
dengan
inisiatif
mereka
sendiri.
Akibatnya
proses
pembangunannyapun menjadi tidak terarah dan hasilnya berbeda- beda. yang disayangkan ialah penerima bantuan yang tidak memiliki dana tambahan. Tanpa adanya
pengarahan
ataupun
pengawasan
selama
proses
pembangunan
pemanfaatan dana bantuan sebesar RP. 6 juta menjadi tidak optimal. Hasil wawancara dengan beberapa informan mengenai kejelasan program kerja dalam pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang menunjukkan bahwa sesungguhnya tidak ada program kerja yang jelas bagi masyarakat penerima bantuan. Program kerja yang dimaksud oleh pelaksana sebatas fasilitasi sampai pada tahap pencairan saja. Sementara dalam tahap pembangunan rumah tidak ada program kerja tertentu dan masyarakat dibiarkan membangun rumah sesuai inisiatif mereka sendiri.
Ketiga, jadwal kegiatan pasti. Pada latar belakang permasalahan disebutkan bahwa jadwal pencairan dana bantua yang kurang jelas. Padahal hal kedua yang juga penting dalam proses penerapan ialah bahwa suatu program harus memiliki jadwal kegiatan pasti. Sebagus apapun program namun apabila dalam pelaksanaannya tidak memiliki jadwal kegiatan yang pasti, tidak memiliki kapan pekerjaan tertentu harus dilakukan dan kapan harus selesai, tentu tidak akan mencapai hasil yang baik. Hal ini yang peneliti lihat dalam Pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang.
188
Mengenai jadwal kegiatan pasti Kepala Seksi Perumahan Swadaya Formal dan Non Formal DTRBP Kabupaten Serang menjelaskan bahwa 74: “Secara garis besar tahapan dari program ini kan diawali dari usulan, pencairan, serta kegiatan pembangunan dan perbaikan rumah, terakhir laporan. Dari usulan ke pencairan itu sekitar tiga bulan karena harus diverifikasi, dari pencairan tahap pertama ke tahap ke dua paling lama adalah dua bulan. Jika satu tahap sudah selesai maka berlanjut ke tahap berikutnya. Tapi jadwal bisa berubah ubah apabila ada satu dua hal yang masih kurang, fleksibel. Apalagi kondisi lapangan kan beda- beda. Jadi kalau yang dimaksud adalah jadwal pasti per tanggalnya mungkin tidak ada, kecuali pencairan, misalnya tanggal sekian untuk desa ini. Kalau jadwal kegiatan di lapangan seperti pembangunan atau perbaikan rumah itu pasti beda- beda.” Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Seksi Perumahan Swadaya formal dan Non Formal DTRBP Kabupaten Serang di atas diketahui bahwa pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang tidak memiliki jadwal kegiatan yang pasti. Pelaksanaan program lebih bersifat mengalir dan fleksibel. Meskipun pelaksanaannya sendiri memiliki tenggat waktu, yakni enam bulan, namun pada prosesnya membutuhkan waktu yang lebih lama. Sebagaimana permasalahan yang dikemukakan di awal bahwa jadwal pencairan dana bantuan tidak jelas. Padahal jadwal pencairan merupakan hal yang penting dalam program ini mengingat program ini bersifat stimulan dan membutuhkan swadaya daripada penerima bantuan itu sendiri.
74
Wawancara dengan Iim Rohimudin ST, MM. Kepala Seksi Perumahan Swadaya Formal dan Non Formal DTRBP Kabupaten Serang. Rabu, 5 Februari 2014. Pukul 08.00- 09.30 WIB di Kantor DTRBP Kabupaten Serang.
189
Dengan mengetahui kapan sesungguhnya dana bantuan akan turun penerima bantuan dapat lebih bersiap- siap dalam merencanakan pembangunan rumahnya, salah satunya dengan menyiapkan dana tambahan bagi pembangunan rumah. Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan petir kabupaten Serang yang peneliti teliti ialah program dengan TA 2012. Pendataan calon penerima bantuannya sendiri sudah dilakukan sejak tahun 2011, namun realisasi pencairan dan kegiatan pembangunan rumah baru bisa dilaksanakan awal tahun 2013. Dengan kata lain memang penyelesaian daripada program ini loncat tahunn sebagaimana yang dijelaskan oleh Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Sindangsari Kecamatan Petir75: “Saya di kontrak enam bulan, tapi tiga bulan sudah selesai. Kebetulan penyelesaiannya juga loncat tahun. Untuk jadwal kegiatan sendiri tidak ada jadwal pasti. Jadi dari pengajuan sampai ada daftar penerima bantuan itu tidak pasti. Sudah ada daftar namanyapun ke pencairan tidak jelas. Dari pencairan termin satu ke termin dua juga tidak tau dengan pasti. Jadi kita hanya menunggu saja kabar dari atasan. Misalnya tanggal sekian akan cair, ya kita informasikan lagi ke ketua RT supaya siap- siap. Untuk pembanguan juga tidak dibatasi harus selesai kapan, pokoknya begitu cair harus langsung dibangun.”
75
Wawancara dengan Suhendra, SE. Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Sindangsari Kecamatan Petir. Selasa, 25 Maret 2014 Pukul 17.00- 18.30 WIB di Kediaman Informan.
190
Berdasarkan pernyataan tersebut jelas bahwa tidak ada kepastian jadwal dalam pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang. Pelaksanaan program yang baik tentunya harus memiliki jadwal kegiatan pasti mulai dari awal hingga akhir pelaksanaan. Ketidakpastian jadwal ini juga termasuk dalam hal jadwal pencairan dana bantuan dimana pelaksana program sendiri tidak mengetahui dengan pasti kapan dana bantuan akan dicairkan. Senada dengan apa yang disampaikan tenaga Pendamping Masyarakat Desa Sindangsari, Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Kampung baru Kecamatan petirpun menyatakan bahwa76: “Mengenai jadwal menurut saya tidak jelas juga karena dari usulan ke pencairan saja sampai setahun baru realisasi. Jadi tidak ada kepastian jadwal. Jadwal kegiatan enam bulan itu dihitungnya dari saat akan cair, pencairan, sampai pembangunan. Pengambilan data KTP dan KK oleh BKM tidak masuk hitungan yang enam bulan itu. dari pengajuan ke pencairan juga waktunya tidak jelas”.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Tenaga Pendamping masyarakat Desa Kampung Baru di atas, diketahui bahwa tidak ada jadwal kegiatan pasti dalam pelaksanaan program. Dalam proses pendataan dan pengajuan usulan, pengumuman nama- nama penerima bantuan, pencairan, tidak ada kepastian mengenai jadwal. Baik pelaksana di lapangan maupun penerima bantuan hanya bisa pasrah menunggu informasi dari pusat.
76
Wancara dengan Ikhsan S.Pd Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir. Kamis, 6 Maret 2014 Pukul 17.00- 18.00 WIB di Kediaman informan.
191
Selain proses sebelum pencairan dan jadwal pencairan yang tidak pasti, kegiatan setelah pencairanpun tidak memiliki jadwal yang pasti. Kegiatan pembangunan rumah diserahkan kepada masing- masing penerima dan tidak ada batas waktu tertentu. Hal ini disampaikan oleh Ketua Badan Keswadayaan Masyarakat Desa Kampug Baru Kecamatan Petir 77: “Dari pengajuan ke pencairan habis waktu satu tahun. Tidak jelas kapannya, tidak dikasih tahu juga. Aturan untuk harus selesai satu bulan atau satu minggu misalnya, tidak ada. Yang penting begitu uang cair segera dibelanjakan material. Untuk pembangunan rumah juga sejadinya saja. Tidak di target waktunya kapan.” Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Ketua Badan Keswadayaan Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir di atas, diketahui bahwa pelaksanaan program tidak memiliki kejelasan jadwal. Tentu ada target atau tujuan yang ingin dicapai dengan dilaksanakannya Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang. Namun ketika dalam penerapannya tidak ada jadwal kegiatan pasti, alhasil menyebabkan segala sesuatunya berjalan molor dan tidak jelas penyelesaiannya. Realisasi pencairan dan penyelesaian program yang loncat tahun anggaran adalah dampak dari tidak adanya jadwal kegiatan pasti dalam pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan petir Kabupaten Serang.
77
Wawancara dengan Abdul Ka’ab. Ketua Badan Keswadayaan Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir. Senin, 10 februari 2014 Pukul 17.00- 18.00 di Kediaman Informan.
192
Ketidakpastian jadwal kegiatan dalam pelaksanaan program bantuan stimulan perumahan swadaya ini juga dirasakan oleh para penerima bantuan. Berikut keterangan salah satu penerima bantuan di Desa Sindangsari Kecamatan Petir78: “Jadwalnya tidak jelas. Programnya sudah ada sejak dulu. Diminta potokopi KTP sama KK juga sudah ada sekitar dua tahun. Baru cair tahun ini. Pencairan juga dikasih tahu pas beberapa hari sebelumnya. Tidak yang dikasih tahu sejak awal. Membangun rumah apalagi, sesempatnya saja.”
Berdasarkan hasil wawancara dengan penerima bantuan di atas, dapat dikatakan bahwa penerima bantuan dibiarkan berharap tanpa adanya kejelasan mengenai jadwal pencairan. Tidak adanya jadwal kegiatan yang tidak pasti ini berdampak terhadap penerima bantuan yakni mempengaruhi kesiapan penerima bantuan dalam melakukan swadaya. Terutama dalam hal mencari dana tambahan. Tidak adanya jadwal kegiatan pasti dalam pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang telah membuat bingung para penerima bantuan bahkan pelaksana program karena segala sesuatunya harus menunggu informasi dari pusat. Seharusnya dalam pelaksanaan suatu kebijakan, jadwal kegiatan dari awal hingga akhir bisa dipastikan hari dan tanggalnya. Apabila terjadi perubahan jadwalpun seharusnya diberitahu dengan jelas.
78
Wawancara dengan Siti Nurrohmah. Penerima Bantuan. Jumat, 01 November 2013. Pukul 13.30- 14.00. Bertempat di Kediaman Informan.
193
Tabel 4.4 Temuan Lapangan
No.
Indikator Penelitian
1
Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 14 Tahun 2011;
Temuan Lapangan
1. Tujuan; - Tujuan pelaksanaan tercapai.
program
Kendala
belum
1. Tujuan; - Sebagian besar penerima bantuan masih menempati rumah tidak layak.
2. Sasaran; 2. Sasaran; - Masih banyak masyarakat di Kecamatan - Terbatasnya jumlah quota bantuan. Petir yang menempati rumah tidak layak huni belum mendapatkan bantuan. 3. Penggunaan: 3. Penggunaan; - Di Desa Sindangsari belanja bahan - Kondisi sosial masyarakat dikedua material dilakukan secara kolektif oleh Desa tersebut berbeda. pelaksana sedangkan di Desa Kampung Baru belanja dilakukan oleh masingmasing penerima bantuan. -
Dana bantuan yang diperoleh tidak hanya digunakan untuk belanja bahan material bangunan saja. Sebagian ada yang dipergunakan untuk ongkos tukang dan keperluan pribadi.
-
Pelaksana memiliki keterbatasan dalam melakukan pengawasan.
193
194
2
Organisasi
-
Kelompok Swadaya Masyarakat dan Badan Keswadayaan Masyarakat tidak dilibatkan dalam pembuatan RAB dan RPD. Angka- angka di dalam RAB dan RPD adalah rekayasa Tenaga Pendamping Masyarakat
-
SDM Kelompok Swadaya Masyarakat dan Badan Keswadayaan Masyarakat tidak memadai sementara waktu yang dimiliki pelaksana sangat terbatas apabila analisis RAB dan RPD betul- betul dilakukan per rumah.
-
Bahan material bangunan yang diperoleh penerima bantuan di Desa Sindangsari jumlahnya kurang dari Rp. 6 juta. Yakni hanya berkisar Rp. 4 juta.
-
Penerima bantuan tidak mengetahui rincian Rencana Anggaran Biaya dan Rencana Penggunaan Dana.
-
Proses pembangunan rumah tidak berdasarkan gambar kerja sehingga ada sebagian penerima bantuan yang hasil akhir rumahnya tidak mencapai proyeksi minimal.
-
Tidak ada pengarahan pengawasan selama pembangunan rumah.
1. Struktur Organisasi/ Birokrasi; - Kelompok Swadaya Masyarakat di Desa Sindangsari dan Desa Kampung Baru tidak berfungsi.
1. Struktur organisasi/ Birokrasi; - Pembentukan Kelompok Swadaya Masyarakat hanya formalitas saja. -
-
Badan Keswadayaan Masyarakat di Desa Sindangsari Tidak berfungsi.
ataupun proses
Pelaksana Keswadayaan Sindangsari
dalam Badan Masyarakat Desa hanya ditunjuk
194
195
berdasarkan kedudukannya dalam masyarakat, bukan atas dasar kemampuannya. -
Dengan bermitra dengan Bank BRI tidak menghilangkan praktek korupsi, adanya dugaan pemotongan dana yang disetorkan ke toko bahan material bangunan
-
Tidak dilibatkannya penerima bantuan dalam penyusunan RAB dan RPD
2. Pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi; - Kelompok Swadaya Masyarakat di Desa Sindangsari dan Desa Kampung Baru Kecamatan Petir tidak melakukan tugastugasnya sebagai pelaksana program hanya melakukan perannya sebagai penerima bantuan. - Tugas Badan Keswadayaan Masyarakat Desa Sindangsari dikerjakan sepenuhnya oleh kepala Desa dibantu oleh Ketua RT.
2. Pelaksanaan Tugas Pokok dan fungsi; - Pelaksana program beralasan tidak memiliki waktu yang cukup membina Kelompok Swadaya Masyarakat.
3. SDM; - Kualitas SDM Kelompok masyarakat terbilang rendah.
3. SDM; - Tingkat pendidikan masyarakat rendah. 4. Rekrutmen Pelaksana; - Pelaksana beralasan tidak memiliki
Swadaya
4. Rekrutmen Pelaksana; - Kelompok Swadaya masyarakat adalah
-
Pelaksana dalam Badan Keswadayaan Masyarakat Desa Sindangsari Kecamatan Petir tidak pernah bekerja.
195
196
penerima bantuan. Pembentukan Kelompok Swadaya Masyarakat dilakukan secara sepihak oleh pelaksana tanpa melibatkan penerima bantuan dan hanya berdasarkan nomor urut. Bisa dibilang pembentukan Kelompok Swadaya Masyarakat ini hanya formalitas saja.
waktu yang cukup untuk membentuk suatu Kelompok Swadaya Masyarakat sebagaimana mestinya.
5. Perlengkapan, Alat Kerja, Biaya Operasional; - Pelaksana program menggunakan Perlengkapan dan alat kerja milik pribadi.
5. Perengkapan, alat kerja, biaya operasional; - Perlengkapan dan alat kerja yang disediakan DTRBP Kab. Serang jumlahnya tidak memadai. - Pembayaran biaya operasional pelaksana diatur oleh DTRBP Kabupaten Serang.
-
Honorarium bagi Tenaga Pendamping Masyarakat Dan Badan Keswadayaan Masyarakat tidak Diberikan Sebagaimana Mestinya.
-
Kepala Desa Sindangsari Kecamatan Petir dan juga Ketua Badan Keswadayaan Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir mengeluarkan uang guna keperluan operasional dan memenuhi permintaan Tenaga Pendamping Masyarakat.
6. Motivasi; - Motivasi dilaksanakannya program ini
-
Tidak ada biaya operasional bagi aparat desa dan Ketua RT, tenaga Pendamping Masyarakat meminta sejumlah uang kepada Kepala Desa dan Ketua Badan Keswadayaan Masyarakat.
6. Motivasi; - Motivasi
demi
mendapatkan
196
197
yaitu keinginan untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah agar memiliki rumah yang layak huni. Motivasi lainnya ialah pelaksana ingin mendapatkan penghargaan atau apresiasi, baik dari atasan ataupun masyarakat. Selain itu terdapat pula motivasi karena ingin mendapatkan keuntungan materi dari program ini.
keuntungan materi lebih dominan.
7. Dukungan terhadap Program; 7. Dukungan terhadap Program; - Tidak semua penerima bantuan memiliki - Tidak semua penerima bantuan kemampuan swadaya. memiliki cadangan aset atau dana tambahan. 2
Interpretasi
1. Pemahaman Pelaksana terhadap Program; - Pada dasarnya pelaksana program menilai Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir kabupaten Serang adalah program yang bagus namun pelaksana merasa peraturan dalam program ini membingungkan.
1. Pemahaman Pelaksana terhadap program; - Pelaksana program kesulitan menginterpretasikan peraturan yang masih terlalu umum.
2. Pelatihan dan Bimbingan Teknis; - Para Tenaga Pendamping Masyarakat yang bertugas di Kecamatan Petir tidak mendapatkan pelatihan dan bimbingan
2. Pelatihan dan Bimbingan Teknis; - DTRBP Kabupaten Serang tidak memfasilitasi bimbingan teknis dan pelatihan bagi pelaksana.
197
198
teknis. 3. Sosialisasi; - Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya tidak disosialisasikan secara terbuka kepada seluruh desa yang ada. Hanya desa yang memiliki koneksi dengan dinas anggota dewan yang mendapatkan informasi tentang adanya program ini.
3. Sosialisasi; - Adanya kekhawatiran terjadi polemik apabila program ini disosialisasikan secara terbuka ke masyarakat luas sementara dana bantuan yang disalurkan tidak sebanding dengan backlog rumah yang ada.
4. Komunikasi; 4. Komunikasi; - Tidak ada komunikasi antara - Tenaga Pendamping Masyarakat pelaksana dengan penerima bantuan. hanya berkomunikasi dengan Kepala Desa dan Ketua Badan Keswadayaan Masyarakat. 5. Kesesuaian dengan Petunjuk Pelaksanaan dan 5. Kesesuaian dengan Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis; Petunjuk Teknis; - Tidak ada petunjuk pelaksanaan dan - Petunjuk pelaksanaan dan petunjuk petunjuk teknis tertentu dalam bentuk teknis yang diberikan berupa tertulis yang diberikan kepada instruksi lisan. pelaksana. -
Terdapat perbedaan teknis pembelanjaan bahan material bangunandi Desa Sindangsari dengan Desa Kampung Baru.
-
Penerima bantuan di Desa Kampung Baru bersikukuh menginginkan pembelanjaan dilakukan oleh mereka sendiri.
198
199
3
Penerapan
1. Kejelasan prosedur; 1. Kejelasan Prosedur; - Prosedur pelaksanaan program kurang - Tidak ada SOP tertentu bagi para jelas. pelaksana dalam menjalankan tugasnya. 2. Program Kerja; 2. Program Kerja; - Program kerja bagi penerima bantuan - Tidak ada progam kerja tertetu setelah pencairan dana tidak jelas. dalam pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang, terutama dalam hal pembangunan rumah warga. 3. Jadwal Kegiatan Pasti; 4. Tidak ada kepastian jadwal. Pendataan, usulan, verifikasi, pengumuman namapenerima, pencairan, sampai kepada kegiatan pembangunan rumah, tidak terjadwal dengan pasti sejak awal.
3. Jadwal Kegiatan Pasti; - Pekerjaan yang dilakukan mematuhi tenggat waktu ditentukan.
tidak yang
199
200
Demikian temuan penelitian yang peneliti dapatkan dalam penelitian mengenai Pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang berasarkan kesesuaian dengan Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 14 Tahun 2011 serta teori implemenrasi Jones. Hasil penelitian ini adalah gambaran pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang Tahun Anggaran 2012 realisasi 2013 dan tidak dapat digunakan untuk mengeneralisasi pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya pada Tahun Anggaran dan realisasi yang berbeda maupun pada lingkup yang lebih luas.
201
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan pada Bab 4 maka peneliti berkesimpulan bahwa Implementasi Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang belum optimal. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut: Pertama, organisasi. Kelompok Swadaya Masyarakat di Desa Sindangsari dan Desa Kampung Baru Kecamatan Petir tidak berfungsi dengan baik. Pembentukan Kelompok Swadaya Masyarakat hanya formalitas semata. Pekerjaan tidak dilakukan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing- masing yang disebabkan SDM Kelompok Swadaya Masyarakat dan Badan Keswadayaan Masyarakat tergolong rendah. Perlengkapan, alat kerja, dan biaya operasional yang diberikan tidak memadai. Kepala Desa Sindangsari serta Ketua Badan Keswadayaan Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir dimintai sejumlah dana oleh Tenaga Pendamping Masyarakat guna biaya operasional. Selain itu, meski penyaluran dana bantuan melalui transfer langsung ke rekening penerima, namun di Desa Sindangsari Kecamatan Petir dana tersebut selanjutnya disetorkan secara kolektif ke toko bangunan oleh Tenaga pendamping masyarakat dan Kepala Desa serta jumlahnya kurang dari Rp. 6 juta. Kedua, interpretasi. Pelaksana program merasa kebingungan ketika terjun ke lapangan karena peraturan pendukung program di rasa ini terlalu umum dan
201
202
tidak bisa mendukung kegiatan yang sifatnya teknis, sementara para pelaksana tidak dibekali dengan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis tertentu dalam program ini. Hanya instruksi secara lisan pada saat briefing. Selain itu tidak ada pelatihan ataupun bimbingan teknis bagi Tenaga Pendamping Masyarakat yang membuat pelaksana memiliki interpretasi yang berbeda- beda dan pada pelaksanaan di lapangan menggunakan pendekatan yang berbeda pula. Salah satunya teknis pembelanjaan, di Desa Sindangsari pembelanjaan bahan material bangunan dilakukan secara kolektif, sedangkan di Desa Kampung Baru dilakukan oleh masing- masing penerima bantuan. Tidak ada sosialisasi secara terbuka baik ke Pemerintah Kecamatan ataupun Pemerintah Desa. Komunikasi yang terjalin hanya antara pelaksana dengan pelaksana. sedangkan antara pelaksana dengan penerima bantuan tidak ada. Secara umum pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya tidak sepenuhnya sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 14 tahun 2011. Ketiga, penerapan. Tidak adanya prosedur dan program kerja yang jelas serta jadwal kegiatan pasti. Jadwal pencairan dan kegiatan lainnya tidak pasti. Berkaitan dengan proses pembangunan rumah penerima bantuan dan tidak mengacu pada gambar kerja. Proses pembangunan rumah menjadi tidak terarah dan tidak ada batas waktu. 5.2 Saran Berdasarkan apa yang peneliti temukan selama penelitian, peneliti memiliki beberapa saran yang mungkin bisa menjadi pertimbangan bagi
203
pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang. Berikut beberapa saran tersebut: 1. Sebaiknya ada suatu petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis serta SOP yang baku, tertulis dan detail agar para pelaksana memiliki interpretasi yang seragam dan tidak ada perbedaan dalam pelaksanaan program di desa yang satu dengan desa yang lainnya. 2. Pembentukan unit- unit pelaksana dan sumber daya dalam organisasi seperti Kelompok Swadaya Masyarakat dan Badan Keswadayaan Masyarakat sebaiknya tidak sekedar formalitas namun benar- benar dilakukan sebagaimana peraturan yang ada agar bisa berfungsi dengan optimal. 3. Sebelum terjun ke lapangan sebaiknya pelaksana diberikan pelatihan dan bimbingan teknis agar lebih siap dalam melakukan tugasnya. 4. Sosialisasi mengenai adanya program sebaiknya dilakukan secara luas dan terbuka agar informasi bisa sampai ke seluruh desa. Dalam hal ini penting memberikan tembusan kepada Pemerintah Kecamatan Petir. 5. Program kerja dan jadwal kegiatan pasti dalam pelaksanaan program sebaiknya disusun sejak awal, sehingga ada kepastian waktu dan masyarakat tidak sekedar dibiarkan menunggu tanpa kejelasan. 6. Penerima bantuan sebaiknya dilibatkan dalam penyusunan Rencana Anggaran Biaya dan Rencana Penggunaan Dana.
204
DAFTAR PUSTAKA Agustino, Leo. 2008. Dasar- Dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta. Ali, Faried dan Alam, Andi Syamsu. 2012. Studi Kebijakan Pemerintah. Bandung: Refika Aditama. Irawan, Prasetya. 2006. Penelitian Kualitatif & Kuantitatif untuk Ilmu- Ilmu Sosial. Jakarta: DIA Fisip UI. Jones, Charles O. 1996. Pengantar Kebijakan Publik (Public Policy). Jakarta: Raja Grafindo Persada. Miles, Matthew B dan Huberman, A. Michael. 2009. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI Press. Nugroho, Riant. 2012. Public Policy. Dinamika Kebijakan, Analisis kebijakan, Manajemen Kebijakan. Jakarta: Kompas Gramedia. Parsons, Wayne. 2005. Public Policy. Pengantar Teori dan Analisis Kebijakan. Jakarta: Prenada Media. Satori, Djam’an dan Komariah, Aan. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Suharto, Edi. 2011. Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.
205
Wahab, Solichin Abdul.
2012. Analisis Kebijakan. Dari Formulasi ke
Penyusunan Model- Model Implementasi Kebijakan Publik. Jakarta: Bumi Aksara
Dokumen: Undang- Undang Dasar Republik Indonesia 1945 Undang- Undang
Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Pemukiman. Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 81/PMK.05/ 2012 tentang Belanja Bantuan Sosial pada Kementrian Negara/ Lembaga. Surat Edaran Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 18/M/PR.01.03/01/2012 tentang Mobilisasi Pendanaan untuk Menangani Rumah Tidak layak Huni bagi Masyarakat Miskin Provinsi. Surat Edaran Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 19/M/PR.01.03/01/2012 tentang Mobilisasi Pendanaan untuk Menangani Rumah Tidak layak Huni bagi Masyarakat Miskin Kabupaten/ Kota.
206
Surat Edaran Deputi Bidang Perumahan Swadaya Nomor 54 Tahun 2012 perihal Kriteria, Persyaratan, dan Tata Cara Penunjukkan Calon Tenaga Pendamping Masyarakat. Surat Edaran Deputi Bidang Perumahan Swadaya Nomor 01/ SE/ DPS/ 2013 perihal Pedoman Pembuatan Gambar Kerja dan Rencana Penggunaan Dana. Surat Edaran Deputi Bidang Perumahan Swadaya Nomor 61/ DS/ 2012 perihal Perubahan Tata Cara Penyaluran Dana Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS). Sumber Lain: http://www.bps.go.id. Diakses pada 10 Januari 2013. http://www.bps.serangkab.go.id. Diakses pada 10 Januari 2013 http://www.bps.bantenprov.go.id. Diakses pada 25 Mei 2015 http://kabar-banten.com/news/detail/10406. Diakses pada 20 Januari 2013 http://kabar-banten.com/news/detail/10364. Diakses pada 20 Januari 2013 Nahampun, Ika Ariyani. 2009. Skripsi dengan judul Implementasi Kebijakan Pembentukan Kabupaten Pakpak Bharat. Universitas Sumatra Utara.
207
208
209
210
211
212
213
214
215
216
217
218
219
220
221
222
223
224
225
226
227
228
229
230
231
232
233
234
235
236
PEDOMAN WAWANCARA PENELITIAN IMPLEMENTASI PROGRAM BANTUAN STIMULAN PERUMAHAN SWADAYA DI KECAMATAN PETIR KABUPATENSERANG
Penelitian ini dilakukan dalam rangka penyusunan SKRIPSI pada program Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Guna mendapatkan data yang dibutuhkan dalam penelitian maka peneliti menyusun pedoman wawancara sebagai berikut: Pelaksana (I1) I. Teori Jones a. Organisasi 1) Bagaimana struktur organisasi/ birokrasi Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang? 2) Apa pendapat anda mengenai struktur organisasi/ birokrasi Program Bantuan
Stimulan
Perumahan
Swadaya
di
Kecamatan
Petir
Kabupaten Serang? 3) Apa kedudukan anda dalam Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang? 4) Apa tugas pokok dan fungsi anda? 5) Siapa saja pelaksana Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang?
237
6) Apakah pelaksana Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir kabupaten Serang melakukan pekerjaan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing- masing? 7) Bagaimana kualitas SDM pelaksana Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang? 8) Seperti apa pola rekrutmen pelaksana Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang? 9) Adakah perlengkapan dan alat kerja serta biaya operasional yang diberikan dalam pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang? 10) Jika ada, apakah perlengkapan dan alat kerja serta biaya operasional tersebut dapat menunjang pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten serang? 11) Apakah pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang memiliki perangkat hukum yang jelas? 12) Motivasi apa yang melatarbelakangi dilaksanakannya
Program
Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang? 13) Bagaimana
dukungan
pemerintah
dan
masyarakat
terhadap
pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang?
238
b. Interpretasi 1) Apa pendapat anda tentang Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang? 2) Apakah sebelumnya pelaksana Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang diberikan pelatihan atau bimbingan teknis? 3) Apakah ada sosialisasi terkait pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang ? 4) Bagaimana Komunikasi anda dengan pelaksana Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang? 5) Apakah pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir kabupaten Serang sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 14 Tahun 2011? 6) Apakah pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang sesuai dengan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis? 7) Apakah Program
Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya
di
Kecamatan Petir Kabupaten Serang memiliki prosedur yang jelas?
c. Penerapan 1) Apakah Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang memiliki program kerja yang jelas?
239
2) Apakah Program
Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya
di
Kecamatan Petir Kabupaten Serang memiliki jadwal kegiatan pasti?
II. Peraturan Menteri Negara Perumahan rakyat Nomor 14 tahun 2011 a. Tujuan 1) Apa tujuan pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabuaten Serang? 2) Apakah tujuan pelaksanaan program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang telah tercapai? b. Sasaran 1) Kriteria apa saja yang harus dimiliki oleh penerima Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang? 2) Apakah Program
Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya
di
Kecamatan Petir Kabupaten Serang tepat sasaran? c. Penggunaan 1) Siapakah yang berhak membelanjakan dana bantuan? 2) dipergunakan untuk apa saja dana bantuan yang diperoleh? 3) Apakah ada pemotongan dana bantuan dalam pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang? 4) Apakah penerima Bantuan dilibatkan dalam penyusunan Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan Rencana Penggunaan Dana (RPD)?
240
5) Apakah volume material bangunan yang diterima sesuai dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan Rencana Penggunaan Dana (RPD)? 6) Apakah kondisi rumah setelah perbaikan/ pembangunan sesuai dengan gambar kerja?
241
MATRIK HASIL WAWANCARA SETELAH REDUKSI DATA
1. Organisasi I Q
I1.1
I1.2
I1.3
I1.4
Bagaimana struktur organisasi/ birokrasi Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang? “Struktur organisasi Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya mulai dari atas ialah Kelompok Kerja Pusat yang kemudian membawahi Kelompok Kerja Provinsi, Kelompok Kerja Kabupaten, Tenaga Pendamping Masyarakat, Badan Keswadayaan Masyarakat, kemudian yang terakhir ialah Kelompok Swadaya Masyarakat”. “Struktur organisasinya kurang lebih sama dengan program- program pemerintah lainnya. Dari pusat ke koordinator tingkat provinsi, kemudian koordinator kabupaten, koordinator kabupaten membawahi fasilitator atau Tenaga Pendamping Masyarakat. Dari Tenaga Pendamping Masyarakat selanjutnya di tingkat desa ada Badan Keswadayaan Masyarakat yang membawahi Kelompok Swadaya Masyarakat”. “Struktur pelaksana kurang lebih sama dengan program pusat lainnya. Dari pusat ke koordinator, lalu ke fasilitator alias Tenaga Pendamping Masyarakat, kemudian ke Badan Keswadayaan Masyarakat, dan yang terakhir ke Kelompok Swadaya Masyarakat, untuk pencairan kita bermitra dengan Bank BRI”. “Di tingkat desa ada yang namanya Badan Keswadayaan Masyarakat. Di dalamnya ada saya, Sahril, dan Carik. Saya ketua, Sahrir bendahara, Carik Sekretaris. Kita koordinasinya sama petugas dari dinas, Pak Iksan. Beliau itu sebagai Tenaga Pendamping Masyarakat.”
I2.1
“Program pusat, dan lintas sektoral, melibatkan beberapa SKPD. Tapi utamanya dinas Tata Ruang dan Perumahan. Pada prakteknya petugas program ini langsung ke desa- desa. Kecamatan tidak dilibatkan.”
I2.2
“Secara aturan dari kabupaten itu ada yang namanya Tenaga Pendamping Masyarakat, di Desa ada yang namanya Badan Keswadayaan Masyarakat, lalu ada Kelompok Swadaya Masarakat.
I2.3
“Program ini merupakan program pemerintah pusat yang kemudian dilaksanakan oleh daerah, susunannya sendiri dari Serang langsung ke desa, dimana setiap desa ada tenaga pendamping, dan juga untuk pelaksanaan ditingkat desa kita ada yang namanya Badan Keswadayaan Masyarakat. Ketuanya Sair”
242
I2.4
“Sepertinya sama fasilitatornya.”
I2.5
“Sama aja mungkin dengan program- program lain kaya PNPM. Dari Pemerintah Pusat, ke Provinsi, ke Kabupaten, terus ke Desa.”
I2.6
“Di program ini yang bergerak itu Badan Keswadayaan Masyarakat dan Desa. RT tidak begitu dilibatkan, hanya sekedar diminta tolong ngasih tahu siapa saja yang rumahnya kurang baik kondisinya lalu diminta KTPnya”
I Q
I1.1
I1.2
I1.3
saja
dengan
program
yang
lain,
ada
Apa pendapat anda tentang struktur organisasi/ birokrasi Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang? “Menurut saya dengan struktur yang seperti ini cukup efektif. Mulai dari kementrian sampai ke tingkat desa unit- unit yang dibentuk pastinya adalah yang paling ideal untuk program ini. Disini kita juga lebih transparan karena langsung masuk ke rekening masing- masing. Jadi masyarakat menerima langsung uangnya. Tidak mengendap dimana- mana uangnya. Kalau kekurangan dalam sistem pasti ada, yang penting ialah bagaimana kita bekerja sebaik mungkin sebagaimana yang diminta kementrian.” “Sejujurnya sistem seperti ini tidak optimal. Karena pada kenyataannya di Desa Sindangsari peran Kepala Desa sangat dominan banding Badan Keswadayaan Masyarakat. Saya lebih banyak berkoordinasi dengan Kepala Desa dan Ketua RT. Jadi birokrasinya sebetulnya tidak seperti yang saya sebutkan tadi, pelaksana di Desa Sindangsari ya Kepala Desa dan Ketua RT. Tapi bagi saya mau bagaimanapun bentuknya yang terpenting pekerjaan saya selesai.” “Alhamdulillah dengan birokrasi yang ada semuanya relatif lancar. Mulai dari desa sampai ke kabupaten tidak ada kendala. Praktek di lapangan lebih fleksibel, tidak seformal aturannya.”
I1.4
“Ya biasa saja sih. Prinsipnya sama saja dengan program yang lain. Koordinasi dan komunikasi dengan Tenaga Pendamping Masyarakat Lancar. Lagipula kita tinggal mengikuti saja apa yang diperintahkan dari atas.”
I2.1
“Ya biasa saja. Karena memang prosedurnya begitu. Dari SKPD yang diberikan wewenang langsung ke desa. Tidak masalah.”
243
I2.2
“Tidak jalan itu. Ada apa- apa tetap kepala desa. BKM sama KSM Cuma nama doang. Yang petugas dari serang juga, konsultannya tau beres aja. Tolong foto, tolong ini, tolong itu.”
I2.3
“Menurut saya bagus- bagus saja, karena bagi kami selaku aparat desa bagaimanapun bentuknya, ataupun mau program pemerintah ataupun pemda, selama kami bisa, tentu akan kami laksanakan demi kepentingan masyarakat.”
I2.4
“Ya biasa aja. Mau kaya gimana RTmah ngikut saja.”
I2.5
“Baik- baik saja. Bagus. Seperti apapun yang terpenting adalah program berjalan, masyarakat mendapatkan bantuan.”
I2.6
“Bagus. Sebagai RT saya merasanya tidak merasa disulitkan harus ini- itu. Kurang tahu kalau yang diatas. Yang dibawah nurut- nurut saja.”
I Q
Apa Kedudukan anda dalam Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya?
I1.1
“Di dini saya sebagai Kepala Seksi Perumahan Swadaya Formal dan Non Formal DTRBP Kabupaten Serang. Karena tupoksi saya di bidang perumahan secara langsung membidangi Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya juga tepatnya sebagai Koordinator”.
I1.2
“Disini saya sebagai Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Sindangsari Kecamatan Petir atau bisa juga disebut sebagai fasilitator program.”
I1.3
“Saya di program ini sebagai Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Kampung Baru Kecamatan Petir.”
I1.4
“Di program ini saya sebagai ketua Badan Keswadayaan Masyarakat. Bendaharanya Syahril, sekretarisnya Edi Carik.”
I2.1
“Pemerintah Kecamatan jelas tidak memiliki kedudukan ataupun peranan apa- apa disini. Hanya sebatas bahwa program ini hadir diwilayah kami.”
I2.2
“Kedudukan saya ya sebagai Kepala Desa Sindangsari saja.”
I2.3
“Di program sendiri tidak menjadi apa- apa. Ya seperti biasa aja jadi RT.”
244
I2.4
“Jabatan saya Sekretaris Desa Kampung Baru, di Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya ini saya merupakan sekretaris Badan Keswadayaan Masyarakat. Ketuanya Sair, bendaharanya Sahrir.”
I2.5
“Tidak ada. Saya tidak terlibat dalam program ini. Tahu- tahu sudah jalan aja.”
I2.6
“Tidak ada. Saya disini sebagai ketua RT. Akan tetapi dalam program ini saya tidak ikut terlibat.”
I3.1
“Sebagai penerima saja.”
I3.2
“Sebagai penerima saja.”
I3.3
“Sebagai warga biasa aja.”
I3.4
“Disini saya sebagai penerima bantuan.”
I3.5
“Sebagai masyarakat yang menerima bantuan dari Program Bedah Rumah.”
I3.6
“Sebagai penerima bantuan”
I3.7
“Sebagai anggota saja, yang menerima bantuan. Tidak jadi apaapa.”
I3.8
“Jadi anggota saja, nama bapaknya.”
I3.9
“Sebagai penerima saja neng.”
I3.10
“Warga penerima bantuan.”
I3.11
“Saya sebagai penerima bantuan saja, tidak jadi apa- apa.”
I3.12
“Tidak punya kedudukan apa- apa neng. Masyarakat biasa aja. Tidak melakukan apapun .”
I3.13
“Sebagai warga penerima bantuan.”
I3.14
“Tidak jadi apa- apa neng. Cuma warga biasa saja.”
I3.15
“Tidak jadi apa- apa neng. Sekedar menerima bantuan saja.”
245
I Q
I1.1
I1.2
I1.3
I1.4
Apa tugas pokok dan fungsi anda? “Untuk tupoksi lengkapnya bisa dilihat di peraturannya. Secara umum bisa saya jelaskan bahwa tugas saya sebagai koordinator di program ini ialah mengarahkan Tenaga Pendamping Masyarakat dalam melakukan pendampingan- pendampingan ke masyarakat.” “Tugas saya disini ialah mendampingi dan memfasilitasi penerima bantuan dalam pelaksanaan program seperti sosialisasi juga pencairan.” “Kalau Tupoksi secara rincinya saya juga tidak hafal. Intinya sebagai Tenaga Pendamping Masyarakat tugas pokok saya utamanya adalah menjembatani antara Pemerintah Desa dengan Koordinator program.” “Tugas saya pendataan, mengumpulkan KTP dan KK buat persyaratan, lalu memfoto rumah warga, dan mengawasi apa warga sudah belanja apa belum, sudah membangun rumah apa belum, begitu.”
I2.2
“Dalam Program ini tugas saya selaku Kepala Desa ialah membantu menggerakkan kegiatan dan juga mengawasi pelaksanaannya.
I2.3
“Tugas saya dalam program ini hanya seputar administrasi saja, membantu warga melengkapi persyaratan seperti ada yang KTPnya sudah mati saya bantu urus.”
I2.4
“Di program sendiri tidak menjadi apa- apa. Ya seperti biasa aja jadi RT.”
I2.5
“Tidak ada. Saya tidak terlibat dalam program ini. Tahu- tahu sudah jalan aja.”
I2.6
“Tidak ada.”
I3.1
“Cuma disuruh ngebangun rumah saja.”
I3.2
“Tidak mengerti. Pokoknya saya menerima bantuan.” “Tidak diberi tugas. Hanya mengumpulkan KTP kemudian ketika sudah dapat uangnya disuruh membangun rumah”
I3.3 I3.4
“Membelanjakan dana bantuan dan membangun rumah.”
I3.5
“Tidak punya tugas apa- apa. Cuma menerima bantuannya saja.”
I3.6
“Membelanjakan uang bantuan untuk pembangunan rumah.”
246
I3.7
“Namanya masyarakat, Cuma memanfaatkan apa yang diberi oleh pemerintah.”
I3.8
“Cuma menerima bantuan saja.”
I3.9
“Tanda tangan ke Bank saja, mengambil uangnya.” “Memanfaatkan dana bantuan yang diterima untuk keperluan memperbaiki rumah.” “Namanya penerima bantuan hanya menerima saja. Bantuan yang diperoleh untuk membangun rumah.”
I3.10 I3.11 I3.12
“Tidak ada. Hanya membelanjakan uang bantuan dan membangun rumah.”
I3.13
“Membelanjakan dana bantuan untuk keperluan membangun rumah.”
I3.14
“Membelanjakan uang bantuan kemudian membangun rumah.”
I3.15
“Mengikuti apa yang dikatakan Pak Sair saja.”
I Q
I1.1
I1.2
I1.3
I1.4
Siapa saja pelaksana Program Bantuan Stimulan perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang? “Pelaksanaannya kita langsung ke desa dimana setiap desa biasanya didampingi oleh satu Tenaga Pendamping Masyarakat, tergantung kebutuhannya. Satu orang Tenaga Pendamping Masyarakat mendampingi kurang lebih 70 KK. Selanjutnya setiap desa di bentuk Badan Keswadayaan Masyarakat yang membawahi kelompok Swadaya Masyarakat ataupun penerima bantuan.” “Pelaksananya itu per desa ada minimal satu Tenaga Pendamping Masyarakat, untuk desa Sindangsari karena penerimanya lebih dari 70 orang maka ada dua Tenaga Pendamping Masyarakat. Saya dan istri saya. Tapi prakteknya ya saya aja semua. Kemudian karena Badan Keswadayaan Masyarakat tidak jalan maka bisa dibilang yang kerja itu Lurah dan RT.” “Di Desa Kampung Baru ada saya selaku Tenaga Pendamping Masyarakat, kemudian untuk Badan Keswadayaan Masyarakat ada Pak Sair, Pak Edi, satu lagi Pak Sahrir.” “Di Kampung Baru ini yang melaksanakan Badan Keswadayaan Masyarakat, ada Saya, Carik Edi, dan Sahrir. Pak Lurah sendiri ibaratnya hanya memantau saja. Karena bagaimanapun beliau Kepala Desa. Tapi untuk kegiatannya sendiri beliau tidak ikut campur.”
247
I2.1
I2.2
I2.3
I2.4
“Saya tidak tahu ya kalau orangnya atau nama satu persatunya. Hanya biasanya kalau program pemerintah yang seperti itu ada pendamping, atau fasilitator yang ditunjuk per desa. Jadi si pendamping ini langsung aja berhubungannya dengan kepala Desa, dengan masyarakat. Tidak lewat kecamatan lagi. Sekedar laporan atau permisi juga tidak.” “Secara aturan saya bukan pelaksana. Hanya menggerakkan istilahya. Di susunannya enggak ada. Pelaksananya itu untuk di desa ya Badan Keswadayaan Masyarakat, tapi orangnya tidak pernah kelihatan. Kalau masalah uang aja cepet. Kerjanya enggak beres. Harusnya yang membantu Tenaga Pendamping Masyarakat itu Badan Keswadayaan Masyarakat. Bukan saya. Tapi mau bagaimana lagi. Orangnya tidak ada.” “Di Desa Kampung Baru ada satu orang Tenaga Pendamping Masyarakat, Kemudian di Badan Keswadayaan Masyarakat ada tiga orang. Saya, Sair, dan Sahrir. Itu saja. Kepala Desa lebih ke memantau saja. Bukan pelaksana. “Pelaksana program ini Lurah, namanya RT tugasnya membantu Lurah. Jadi mau program apa juga pasti ikut. Ada juga petugas dari serang.”
I2.5
“Pak Sair dengan aparat desa.”
I2.6
“Pak Sair, Carik, Lurah.”
I3.1
“Pak RT, Pak Lurah.”
I3.2
“Pak RT, Pak Lurah, sama petugas yang dari Serang juga ada.”
I3.3
“Pak RT yang mengurusi semuanya. Warga tinggal terima beres.”
I3.4
“Yang mengambil fotokopi KTP sama KK Pak RT. Yang foto- foto rumah anaknya Pak Lurah. Pak Lurah juga sempat kesini. Sama ada satu lagi yang pengurusnya itu. Yang dari serang, cuma saya enggak tahu namanya. Itu saja kayaknya.”
I3.5
“Pak RT pengurusnya, sama Pak Lurah. Tidak tahu kesananya ada siapa lagi.”
I3.6
“Di urusnya per RT, jadi Pak RT yang mengurusi.”
I3.7
“Pak RT kalau disini. Biasanya juga kalau ada program apa juga yang mengurusi Pak RT.”
I3.8
“Ada dari pak lurah yang foto. Sama RT.”
I3.9
“Pelaksananya itu Pak RT. Pokoknya apa- apa Pak RT. Namanya RT anak buah Pak Lurah.”
I3.10
“Disini yang kerja itu Pak RT, disuruh Pak Lurah.”
248
I3.11
“Saya tahunya Pak RT sama Lurah saja. Yang ini itu Pak RT, kalau yang foto- foto kesini anaknya Pak Lurah. Pegawai- pegawai yang di atas tidak tahu.”
I3.12
“Pak Sair, Carik, Lurah.”
I3.13
“Pak Sair, Carik, sama Sahrir. Lurah juga termasuk barangkali. Enggak tahu kesananya lagi siapa.”
I3.14
“Pak Sair yang saya tahu. RT sama Lurah barangkali.”
I3.15
“Pak Sair. Apa- apa juga di. Terus Edi Carik, sama Pak Lurah.”
I Q
I1.1
I1.2
I1.3
Apakah pelaksana Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang melakukan pekerjaan sesuai Tugas Pokok dan Fungsi masing- masing? “Alhamdulillah saya rasa sudah, karena dari pemantauan saya secara fisik terlihat. Tenaga Pendamping Masyarakat melakukan pekerjaannya seperti mengajukan usulan, sosialisasi, pendampingan terhadap masyarakat, dan juga pengarahan mengenai belanja material untuk kebutuhan perbaikan rumah.” “Saya selaku Tenaga Pendamping Masyarakat yaitu melakukan pendampingan, sosialisasi desa, sinkronisasi data, mengurus pencairan. Kalau proses pengajuan usulan saya tidak tahu menahu. Itu antara desa dengan kabupaten. Penerima bantuan juga tidak dilibatkan. Badan Keswadayaan Masyarakat di Desa Sindangsari tidak berfungsi. Badan Keswadayaaan Masyarakat hanya hadir pada saat sosialisasi desa saja, di pencairan tahap satu dan dua tidak ada. Yang hitung- hitung Rencana Penggunaan Dana, dokumen- dokumen semuanya saya selaku Tenaga Pendamping Masyarakat. Setahu saya yang memfoto rumah- rumah wargapun hanya Pak Kades.” “Bisa dikatakan bahwa sebetulnya yang bekerja disini hanyalah Badan Keswadayaan Masyarakat dan Tenaga Pendamping Masyarakat saja sedangkan Kelompok Swadaya Masyarakat tidak berjalan, dimana pada prakteknya hanya sebagai penerima bantuan saja. Mereka tidak terlibat dalam pembuatan usulan dan lain sebagainya yang secara peraturan harusnya merekapun ambil andil. Kelompok Swadaya Masyarakat hanya sekedar memberikan persyaratan, menunggu pencairan, dan realisasi penggunaan dana bantuan. Bahkan, untuk Badan Keswadayaan Masyarakatpun sebetulnya tidak bisa dikatakan benar- benar melakukan tugasnya sebagaimana mestinya. Badan Keswadayaan Masyarakat itu cuma mengambil persyaratan, foto rumah, misal saya minta foto awal, foto progress 50% atau 70%, tapi yang menyusun laporan ya saya
249
semua.”
I1.4
I2.2
I2.3
I2.4
I2.5
I2.6
”Ya. Saya, Sahrir, dan Carik sebagai Badan Keswadayaan Masyarakat di Desa Kampung Baru bekerja bersama- sama membuat usulan, mulai dari mengumpulkan persyaratan, memfoto rumah warga. Kalau Kelompok Swadaya Masyarakat tidak ada tugasnya, di pegang sama Badan Keswadayaan Masyarakat saja. Cuma nama saja, formalitas.” “Saya tegaskan bahwa Badan Keswadayaan Masyarakat dan juga Tenaga Pendamping Masyarakat yang bertugas sebagai pelaksana di Desa Sindangsari tidak melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagaimana mestinya. Yang menggerakkan program ini makanya bisa berjalan adalah ketua- ketua RT atas perintah saya selaku kepala desa. Badan Keswadayaan Masyarakat dan Tenaga Pendamping Masyarakat hanya menunggu kerja dari ketua RT dan kepala desa. Data itu datangnya dari ketua RT, KTP, KK yang mengumpulkan ketua RT. Untuk foto- foto rumah warga juga saya yang keliling foto satu- satu rumah warga. Memang secara peraturan ketua RT dan kepala desa tidak dilibatkan, akan tetapi secara praktek ketua RT maju paling depan, yang perang itu ketua RT. Dan ketua- ketua RT tidak akan mau melakukan itu kalau bukan kepala desa yang memerintahkan.” “Sudah. Kami selaku Badan Keswadayaan Masyarakat sudah melakukan apa yang menjadi tugas kami, dan apa yang diminta oleh fasilitator program atau Tenaga Pendamping Masyarakat.” “Saya kurang tahu yang lain bagaimana, pokoknya saya diminta untuk mengumpulkan KTP warga ya sudah saya kumpulkan. Untuk yang lainnya yang menjadi urusan Pak Lurah saya tidak ikut campur. Yang pasti saya fikir Pak Lurah sudah berusaha sebaik mungkin agar program ini berhasil.” “Kurang tahu. Saya tidak ikut terlibat. Tapi kalau programnya sudah jalan berarti sudah dilakukan semua pekerjaanya dengan baik.” “Kalau tidak melakukan tugasnya mungkin tidak jadi turun bantuannya. Yang ada mungkin tidak maksimal. Kalau bisa ya jangan hanya sebagian yang dikasih. Masalahnya masih banyak juga yang rumahnya pada rusak dan ingin dikasih bantuan juga.”
I3.1
“Sudah. Makanya cair karena petugasnya kerja, mengurusi semua.”
I3.2
“Sudah mungkin. Percaya saja. Kalau tidak diurus mana mungkin cair bantuannya.”
I3.3
“Sepertinya sudah. Saya percaya saja sama Pak RT dan Pak Lurah.”
I3.4
“Mengenai apakah sudah melakukan tugasnya mungkin sudah karena terbukti dananya cair. Tidak tahu persis bagaimana. Baik atau tidaknya masyarakat tidak tahu.”
250
I3.5
“Sudah. Makanya berjalan programnya karena pada bekerja.”
I3.6
“Ya, kalau tugas- tugasnya tidak dikerjakan mana pemerintah kasih uangnya ke masyarakat.”
I3.7
“Saya tidak mengurusi sampai kesana. Yang penting dapat uang.. Terserah itu pegawainya mau bagaimana.”
I3.8
“Sudah mungkin. Saya tahunya cair.” “Sudah barangkali neng. Kan sudah cair. Udah diterima sama masyarakat. Kita tahunya selesai.” “Sudah. Programnya sudah berjalan. Kalau tidak bekerja tidak mungkin sampai ke warga bantuannya.”
I3.9 I3.10
“Mungkin sudah. Soalnya programnya berjalan.”
I3.11
“Sudah. Pak Sair yang mengumpulkan KTP dan KK warga. Memfotofoto rumah warga semuanya. Terus mengurus pencairan ke Bank.” “Sudah. Soalnya sudah cair. Pak Sair bolak- balik ke masyarakat tidak berhenti keliling.”
I3.12 I3.13 I3.14
“Sudah. Pak sair yang mengerjakan semuanya.”
I3.15
“Sudah neng.”
I Q
I1.1
I1.2
Bagaimana kualitas SDM dalam Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang? “Jujur saja untuk kulaitas SDM pelaksana khususnya Tenaga Pendamping Masyarakat bisa dikatakan kurang memadai karena yang kita rekrut menjadi Tenaga Pendamping Masyarakat itu bukanlah orang- orang yang memiliki kapasitas. Bisa dikatakan bahwa dari keseluruhan Tenaga Pendamping Masyarakat yang kita punya 40% belum memahami, 60% sudah memahami program. Mereka pada dasarnya hanya mengerti teori namun dalam penerapannya berbeda. Untuk Tenaga Pendamping Masyarakat yang di Kecamatan Petir sendiri menurut penilaian saya cukup kompeten ya, karena duaduanya kebetulan S1 dan memang termasuk orang- orang yang sudah terbiasa menangani program-program semacam ini, dan dari hasil pekerjaannyapun dapat terlihat tidak ada masalah berarti.” “Berdasarkan apa yang saya lihat memang masyarakat penerima sebagian besar yang dari segi pendidikan rendah. Banyak yang dari mereka yang tidak bisa baca tulis, tidak bisa tanda tangan, banyak juga yang manula. Itu yang menyebabkan proses pencairanpun terhambat. Itu pula mengapa Kelompok Swadaya Masyarakat tidak
251
I1.3
I1.4
I2.2
I2.3
I2.4 I2.5
berjalan seideal yang diminta dalam peraturan. Badan Keswadayaan Masyarakat di Desa Sindangsari malah tidak ada kontribusinya. Padahal seharusnya Badan Keswadayaan Masyarakat itu membantu pekerjaan saya. Rencana Penggunaan Dana, Rencana Alokasi Biaya, laporan progress, dan lain sebagainya saya yang susun”. “Terus terang apabila kita bicara kualitas SDM sangat kurang. Pelaksana di Badan Keswadayaan Masyarakat di Kampung Baru, sama sekali tidak bisa mengoperasikan komputer. Tidak bisa membantu saya dalam hal menyusun dokumen. Paling yang mengerti staf desa, cariknya. Kelompok swadaya masyarakat malah lebih parah, masih banyak yang buta aksara bahkan untuk tanda tangan saja masih ada yang pakai cap jempol.” “SDM masyarakat bisa dibilang kurang. Penerima bantuan itu kebanyakan tidak sekolah jadi kurang mengerti. Kalau petugas dari dinas pastinya baguslah.” “Saya rasa untuk pelaksana, Khususnya Tenaga Pendamping Masyarakat adalah orang yang memiliki kompetensi yang baik. Kan tidak mungkin sembarangan orang dinas ngirim petugas. Tidak akan mungkin terkejar program ini jika dilaksanakan sama orang bodoh, pasti ketinggalan oleh desa lain. Dan yang saya lihat memang untuk masalah penghitungan anggaran yang Rp. 6 juta untuk masingmasing penerima itu yang merekap semua Tenaga Pendamping Masyarakat. Masyarakat paling hanya mengutarakan kebutuhannya apa saja, dibelanjakan apa saja, tapi yang mengurusi masalah administratif laporan segala macam ya Tenaga Pendamping Masyarakat. Karena masyarakat kita kan masih ada yang tidak bisa baca tulis”. “SDM pelaksana saya rasa sudah tidak usah disangsikan lagi karena memang disini yang menjadi Badan Keswadayaan Masyarakat, Sair, adalah kader desa yang biasa mengurusi berbagai program. Banyak program pemerintah yang masuk ke sini karena kerja keras Pak Sair. Apalagi fasilitator program, jelas orang yang ditunjuk oleh Pemerintah, khususnya Dinas Tata Ruang dan Perumahan. Sudah pasti merupakan orang yang cakap dan berpengalaman dalam program. Adapun masyarakat harus diakui memang asyarakat disini, khususnya penerima bantuan banyak yang tidak bisa baca tulis, sudah sepuh, tanda tangan saja tidak bisa, pakai cap jempol.” “Kalau Konsultan tentu bagus. Namanya orang berpendidikan. S1 atau mungkin S2 kita tidak tahu. Beda sama saya, RTsekolah juga tidak terus.” “Saya melihatnya bagus. Yang terpenting warga saya senang dapat bantuan.”
I2.6
“Bagus. Saya melihatnya Pak Sair dan Desa sudah berusaha.”
I3.1
“Petugas bagus. Namanya orang berpendidikan. Kalau masyarakat tahunya beres. Sekolah aja tidak tamat.”
252
“Kurang tahu. Bagus mungkin. Namanya petugas pasti orang sekolah semua. Tidak mungkin orang bodoh.” “Bagus. Pak Lurah bagus, Pak RT juga bagus. Kalau yang dari Serang saya tidak kenal. Belum pernah liat.” “Menurut saya bagus- bagus saja. Kalu pengurusnya tidak bagus mana bisa berjalan. Kecuali masyarakat memang banyak yang tidak sekolah makanya diserahkan kepada pengurus saja. Masyarakat tahu beres.”
I3.2 I3.3
I3.4
“Bagus.”
I3.5
“Kebanyakan masyarakat enggak sekolah. Jangankan masyarakat, RTnya saja tidak lulus sekolahnya. Kalau Kepala Desa keatas barulah orang- orang berpendidikan.” “Saya orangnya percaya- percaya saja dengan pemerintah. Saya sebagai masyarakat tidak tahu apa- apa. Sama semuanya juga tidak tahu apa- apa. Diserahkan ke yang mengerti aja.” “Intinya saya percaya saja sama RT, sama Lurah. Saya tidak sekolah. Menulis saja tidak bisa. Tidak seperti RT atau Lurah yang mengerti.” “Kalau masyarakat penerima kebanyakan tidak sekolah, sudah pada tua juga neng. Makanya semuanya di serahkan ke RT. Paling yang mengerti bagaimana- bagaimananya Pak Lurah sama yang di atasatasnya.” “Bagus. Ya percaya saja. Kalau orang seperti saya yang mengurusi tidak akan selesai barangkali.” “Kalau masalah itumah namanya mungkin orang pendidikan semua pastinya pintar- pintar. Apalagi yang di atas- atas. Tapi kan bukan jaminan jujur atau tidak” “Bagus. Buktinya oleh Pak Sair bisa cair. Bahkan banyak program lain yang dia kerjakan.”
I3.6
I3.7 I3.8
I3.9
I3.10 I3.11 I3.12 I3.13
“Bagus. Buktinya beres. Jadi cair.”
I3.14
“Bagus. Banyak program masuk kesini berkat Pak Sair.”
I3.15
“Pak Sair, Pak Edi, sama Lurah bagus neng. Terimakasih saya.”
I Q
I1.1
Seperti apa pola rekrutmen Pelaksana Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang? “Pelaksanaan program ini dibebankan dan dilakukan secara swakelola oleh dinas, termasuk rekrutmen pelaksana. Dinas melakukan semacam open rekrutmen bagi yang ingin menjadi Tenaga Pendamping Masyarakat. Alhamdulillah banyak sekali yang berminat
253
I1.2
I1.3
I1.4
I2.2
I2.3
menjadi Tenaaga Pendamping Masyarakat. Kebanyakan yang menjadi Tenaga Pendamping Masyarakat ini adalah orang- orang pergerakan, LSM, tapi ada juga yang memang memiliki pekerjaan tetap. Kalau Badan Keswadayaan Masyarakat yang direkrut adalah orang- orang yang biasanya aktif dikegiatan desa.” “Awal menjadi Tenaga Pendamping Masyarakat di Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya ini saya dipanggil oleh DTRBP Kabupaten Serang. Selanjutnya saya di kontrak selama enam bulan untuk melakukan pendampingan, namun pada prakteknya hanya tiga bulan dan tidak pakai surat kontrak, hanya surat tugas. Di surat tugas itu sudah ditentukan desa mana yang harus saya dampingi, yaitu Desa Sindangsari di Kecamatan Petir. Kebetulan saya memang sudah sering menjadi pendamping di program- program dan para Tenaga Pendamping Masyarakat di program inipun pada umumnya adalah orang- orang lama di program- program sebelumnya. Ketika saya mendapat surat tugas daftar nama penerima bantuan sudah ada dan Badan Keswadayaan Masyarakat sudah terbentuk. Badan Keswadayaan Masyarakat ditunjuk langsung oleh desa. Biasanya yang menjadi Badan Keswadayaan Masyarakat adalah orang yang mengerti betul kondisi masyarakat dan yang biasa mengurusi segala sesuatunya kalau ada program”. “Awalnya saya dapat informasi dari Dinas Tata Ruang, katanya lagi dibutuhkan Tenaga Pendamping Masyarakat untuk Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya, lalu mengajukan lamaran. Alhamdulillah diterima. Rekrutmen kemarin bisa dibilang terbuka, tapi memang informasinya dari mulut ke mulut, dari teman- teman, tidak ada di media. Kalau untuk Badan Keswadayaan Masyarakat itu kan tidak usah direkrut atau bagaimana, sudah ada di desa itu yang biasa aktif dikegiatan. Sedangkan untuk Kelompok Swadaya Masyarakat itu dari daftar penerima kita langsung kelompokkan saja, berdasarkan nomor urut.” “Jadi awalnya kenapa saya yang di Badan Keswadayaan Masyarakat karena memang yang menggerakkan saya. Saya dapat informasi dari dewan bahwa ada program pemerintah, mau tidak mengurusi. Ya saya bilang mau. Desa belum tahu. Saya yang memberi tahu Pak Lurah sama Carik. Karena Informasi awal dari saya, dan yang bolak- balik mengurusi juga saya jadinya ya saya jadi Ketua Badan Keswadayaan Masyarakat.Pak Lurah sifatnya hanya mengetahui saja. “Untuk Badan Keswadayaan Masyarakat itu ditunjuknya pas musyawarah di desa. Kebetulan memang kalau ada program ya ituitu saja orangnya. Kalau Kelompok Swadaya Masyarakat itu kan warga penerima”. “Tenaga Pendamping Masyarakat sudah ditetapkan dari dinasnya, kalau Badan Keswadayaan Masyarakat memang biasanya ya kami bertiga saja yang sibuk kalau ada kegiatan, yang aktif. Jadi mau program apa juga di desa ini kami yang biasanya bergerak.”
254
I Q
I1.1
I1.2
I1.3
I1.4
Adakah Perlengkapan dan alat kerja serta biaya operasional yang diberikan dalam pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang? “Perlengkapan dan alat kerja untuk pelaksanaan pembangunan atau perbaikan rumah tidak ada. Adapun untuk pelaksana program fasilitas yang disediakan adalah computer, kamera digital, dan kita juga ada base camp. Untuk biaya operasional jumlahnya adalah 3% dari keseluruhan dana bantuan yang disalurkan. Untuk Tenaga Pendamping Masyarakat kita sistemnya kontrak, digaji.” “Perlengkapan dan alat kerja semisal kamera, komputer, dan ATK sebenarnya disediakan. Hanya saja jumlahnya tidak memadai. Di base camp hanya ada tiga komputer saja kalau tidak salah, dan itu paling dipakai kalau mau ngeprint saja. Kita pakai kamera dan leptop masing- masing. Biaya operasional untuk bolak- balik ke lapangan juga tidak ada. Kita kan sistemnya gaji. Ada juga biaya operasional untuk yang di Desa itupun cairnya berbarengan dengan turunnya dana bantuan. Untuk masyarakat sendiri bantuan hanya berupa uang yang kemudian disalurkan berupa material bangunan, untuk pelaksanaan pembangunannya sendiri baik alat ataupun ongkos tukang itu swadaya sendiri.” “Bisa dibilang fasilitas untuk mendukung kerja tidak ada, tidak disediakan, motor sendiri, paling ATK, kalau lagi butuh ngprint banyak kan kita memang ke basecamp di Widiya Asri. Ada tiga komputer yang disediakan, tapi kebanyakan pakai leptop masingmasing. Untuk memfoto ada kamera digital yang dipinjamkan. Kalau perlengkapan dan alat kerja untuk pembangunan rumah tidak ada, cuma bantuan dananya saja, lainnya swadaya masyarakat sendiri. Tenaga Pendamping Masyarakat tidak diberi operasional, kami sistemnya gaji. Jadi selama enam bulan dkontrak perbulannya Rp. 1,8 juta. Biaya operasional itu untuk orang desa, untuk Badan Keswadayaan Masyarakat”. “Tidak ada, cuma dipinjami kamera digital saja buat foto- foto rumah. Bolak- balik pakai motor sendiri. Malah untuk fotokopi segala macam pakai uang saya. Warga juga Cuma dikasih uangnya saja, peralatan tidak. Ongkos buat tukang juga tidak ada, makanya yang tadinya mau berupa material jadinya dikasih uangnya saja. Aturannya sih pas waktu itu material Cuma warga 100% inginnya uangnya saja karena bingung tidak ada untuk ongkos tukang. Ya sudah saya yang mengalah. Biaya Operasional tidak dikasih. Pas terakhiran saja, sudah selesai semua saya ke tata ruang, katanya mau dikasih 6 juta. Tapi yang saya terima cuma 2 juta. Kalau mau itung- itungan disini yang tekor justru saya karena harus mengeluarkan uang untuk ongkos fotoKopi dan lain sebagainya, belum kalau ada petugas yang dari Serang. Kan harus keluar uang juga kita. Kalau di hitung sudah habis beberapa juta dari uang pribadi saya untuk program ini.”
255
I2.2
I2.3
I2.4
I2.5
I2.6
I3.1
I3.2 I3.3 I3.4 I3.5 I3.6
“Tidak ada. Jangankan difasilitasi untuk perlengkapan atau kerja seperti itu, buat ngopi saja tidak ada. Program- program yang sebelumnya juga sama, tidak ada itu operasional buat desa. Paling kita dapat dari kebijakan supliernya, itu kalau supliernya bijak. Kalau tidak ada pengertian ya otak jawara yang kita keluarkan. Untuk program perumahan swadaya ini memang ada juknisnya untuk desa, tapi sampai sekarang belum keluar. Jangankan untuk desa, untuk Tenaga Pendamping Masyarakat saja belum turun. Peraturannya kan turun berbarengan dengan turunnya dana bantuan, tapi pada prakteknya tidak ada. Harusnya biarpun tidak tercantum sebagai pelaksana sebagai ujung tombak program dikasihlah upah buat Desa atau RT, ini malah sebaliknya. Kita yang keluar uang. Tapi mau bagaimana lagi, untuk dapat kerbau paling tidak kita harus mau berkorban kambing”. “Perlengkapan, alat kerja tidak ada. Komputer pakai punya sendiri, motor punya sendiri, apalagi masyarakat, hanya bantuan uangnya saja, enam juta itu.” “Dari pemerintah hanya diberi enam juta itu saja. Tidak ada operasional atawa fasilitas untuk masyarakat atau RT. Masyarakat harus berusaha sendiri diluar yang dikasih pemerintah. Adapun RT sudah jadi kewajiban membantu masyarakat. Kalau ada yang ngasih Alhamdulillah tidak ngasih ya saya tidak pernah minta. Malah yang tidak mampu membangun saya sendiri yang membantu pakai dana saya.” “Kurang tahu. Yang jelas saya sebagai RT dalam program ini hanya penonton saja. Pak Sair sudah langganan jadi penggerak kegiatan.” “Tidak ada. Setahu saya bantuan hanya boleh untuk belanja bahan bangunan saja. Ongkos tukang dan alat- alat jadi tanggungan masingmasing warga. Operasional untuk desa saya kurang tahu, tapi saya sebagai RT tidak dapat apa- apa.” “Tidak ada neng. Sebisa- bisanya kita saja mencari tambahannya. karena memang kalau untuk masyarakat bantuan yang diterima hanya yang enam itu saja enggak kurang enggak lebih.” “Tidak ada. Memang katanya bantuannya cuma barang saja. Kebutuhan yang lain- lain seperti ongkos tukang harus menambahi sendiri.” “Cuma bantuan bahan bangunan saja. Perlengkapan dan alat- alat kerja tukang yang bawa. Ongkos tukang dari uang pribadi.” “Tidak ada kalau untuk masyarakat. Tapi untuk Kepala Desa mungkin saja ada. Masyarakat hanya dikasih yang matreial bangunan itu. Ongkos tukang dan kekurangan lainnya ditanggung masing- masing. “Tidak ada neng. Sebuletnya yang dibelanjakan bahan material saja. Tidak ada selain itu.” “Tidak ada neng. Bahan bangunan aja bentuk bantuannya juga. Uangnya enggak dibagi. Jadi tanggungan sendiri masalah tukang sama kekurangan segala macam.”
256
“Tidak ada neng, bantuannya khusus untuk bahan bangunan saja. Dari pemerintah dikasihnya uang, tapi masyarakat nerima dalam bentuk bahan bangunan. Uangnya kami tidak pegang. Apalagi alatalat. Tidak ada sama sekali.” “Tidak ada. Boro- boro. Dikasih tiga ratus ribu enggak cukup buat tukang. Harus beli rokok, kopi.. Harusnya bisa menambahi sendiri, tapi dari mana tambahnya. Kebon tidak punya, kerbau tidak punya. Tidak ada yang bisa dijual.” “Tidak ada neng. Bujeng- bujeng (boro- boro). Sepasnya bantuan bahan bangunan aja. Itupun uangnya kami tidak terima langsung. Numpang lewat aja. Malah yang pencairan kedua tidak lihat sama sekali. Makanya bingung buat ongkosnya.” “Tidak ada. Hanya yang dikasih oleh pemerintah saja. Tidak ada tambahnya lagi.” “Tidak ada. Malah ketika diminta KTP saya yang ngasih lima puluh ribu ke RT. Buat biaya ini itu. Ada juga tujuh ratus ribu yang dikasih dari uang bantuan itu, itu juga tidak cukup buat tukang segala macam.”
I3.7
I3.8
I3.9
I3.10
I3.11 I3.12
“Tidak ada selain enam juta itu. Kalau alat- alat tukang yang bawa.”
I3.13
“Tidak ada. Yang lain- lainnya harus usaha sendiri kalau ingin lebih. Berhubung saya tidak ada tambahnya, ya dari dana bantuan yang ada saja di pake buat ongkos.”
I3.14
“Tidak ada. Bantuan khusus buat bahan bangunannya saja.”
I3.15
“Tidak ada neng, dibantu- bantu sama anak saja.”
I Q
I1.1
I1.2
I1.3
Jika ada, apakah perlengkapan dan alat kerja serta Biaya Operasional yang diberikan dapat menunjang kerja daripada pelaksana Program Bantuan Stimulan perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang? “Saya rasa fasilitas yang disediakan selama ini cukuplah untuk menunjang kerja pelaksana. Pada prinsipnya apabila orientasi kita adalah bekerja, memberikan pelayanan, berbeda kalau orientasi kita materi.” “Jelas tidak cukup karena jumlah komputer saja tidak sebanding dengan jumlah tenaga pendamping yang ada. Akan tetaapi itu tidak masalah karena memang kami sudah punya leptop dan kamera masing- masing.” “Ya kita inisiatif pakai punya sendiri karena jelas tidak akan memadai kalau memakai fasilitas yang diberikan oleh dinas. Bayangkan saja kalau harus memakai komputer yang disediakan di basecamp, pasti keteteran pekerjaan kita. Untuk gaji yang saya terima itu dibayarnya kan sekaligus pas kontrak selesai, tidak dibayar diawal. Kalau dibilang menunjang atau tidak agak sulit ya, tapi yang jelas tidak
257
sesuai sebagaimana yang dijanjikan. Harusnya Rp. 1,8 juta per bulan kali enam bulan, tapi yang dibayar kurang dari itu. “Berapapun yang saya dapat saya terima saja. Malulah kalau bertanya soal honor. Ikhlas saja.”
I1.4
I Q
“Ya. Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya ini merupakan program pusat yang sifatnya nasional yang dari segi hukum dan peraturan tentu sudah sangat kuat dan jelas dan pastinya kementrianpun sudah melakukan uji sampel yang sudah dipikirkan pula baik buruknya. Kami di daerah sifatnya hanya mendampingi dan mengawasi pelaksanaannya saja. Untuk peraturan- peraturannya sendiri memang selalu terjadi perubahan- perubahan, akan tetapi perubahan- perubahan tersebut dimaksudkan untuk perbaikan setelah diketahui adanya kekurangan ataupun melihat dinamika yang ada di lapangan.” “Ya tentunya setiap program memiliki perangkat hukum. Tapi fokus kita tidak sampai kesana. Itu urusan kabupaten. Kita pelaksana saja. “Perangkat hukum tentu jelas dan kuat ya. Apalagi ini program kementrian tentu dasar hukumnya jelas juga. Bisa dilihatlah. Saya sendiri tidak hapal satu persatu dan tidak memahami secara keseluruhan juga, cukup memahami yang bagian saya saja”. ”Kalau masalah hukum dan peraturan pasti sudah kuat dan jelas. Cuma memang yang bikin pusing itu instruksi ke kita berubahberubahnya cepat begitu.”
I1.1
I1.2
I1.3
I1.4
I Q
I1.1
Apakah Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang memiliki perangkat hukum yang jelas?
Motivasi apa saja yang melatarbelakangi Pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang? ”Dinas Tata Ruang, Bangunan, dan Perumahan diberikan tanggung jawab untuk melaksanakan program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya oleh Kementrian Perumahan Rakyat, dan kami menyambut baik hal ini dan berusaha melaksanakan sesuai ketentuan. Bukan semata- mata karena ingin mendapatkan penilaian yang baik dari pusat saja melainkan juga manfaat yang akan dirasakan oleh masyarakat. Backlog di Kabupaten Serang ini kan tergolong tinggi, dengan adanya Program ini tentu akan sangat membantu mengurangi jumlah rumah tidak layak yang ada. Saya rasa hal ini juga yang menjadi motivasi teman- teman di Petir untuk mengajukan usulan. Meski tidak dapat dipungkiri pula adanya motivasi pribadi untuk
258
mendapatkan honor dan sebagainya.”
I1.2
I1.3
I1.4
I2.1
I2.2
I2.3
” Tentunya kondisi masyarakat yang memang membutuhkan program tersebut makanya diajukan. Adapun motivasi saya pribadi, saya dibesarkan di program dan terbiasa bertemu banyak orang. Setiap program memiliki stuktur yang berbeda- beda, saya jadi memiliki banyak pengalaman”. “Program ini kan program nasional yang sangat bagus yang tujuannya untuk pemberdayaan masyarakat. Kabupaten Serang termasuk yang katakanlah beruntung bisa mendapatkan program ini, apalagi masih banyak saya rasa yang membutuhkan rumah layak. Ada program yang seperti ini kenapa tidak kita laksanakan. Menjadi Tenaga Pendamping masyarakat di program pemberdayaan seperti ini memberikan saya banyak pengalaman, terlebih saya juga seorang guru dan dosen juga, jadi penting bagi saya untuk bisa terjun ke masyarakat” “Saya ingin memajukan Desa Kampung Baru. Ingin membantu warga yang memang pantas dibantu. Disini banyak yang rumahnya tidak layak. Kebetulan saya yang tahu ada program ini, siapa lagi yang membantu memajukan masyarakat kalau bukan saya” “Saya rasa, dilaksanakannya program bantuan perumahan di kecamatan petir ini tidak lepas dari keinginan pemerintah untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat kita. Dan Kepala Desa yang berusaha agar desanya mendapatkan bantuan, juga memiliki motivasi yang sama. Seorang Kepala Desa ketika dapat memajukan desanya maka akan mendapatkan apresiasi pula dari masyarakat.” “Saya selaku kepala desa merasa berkewajiban untuk memajukan desa ini sehingga begitu ada informasi dari atas bahwa ada program saya sebisa mungkin aktif, jemput bola istilahnya. Saya melihat bahwa banyak warga saya yang rumahnya mau roboh, tidak layak huni, sudah kewajiban saya untuk memperjuagkan kesejahteraan warga saya. Walaupun mungkin tidak semuanya terbantu. Itu saja niat saya. Adapun saya mengatakan seharusnya ada operasional untuk kepala desa saya rasa wajar karena bagaimanapun dalam pendataan dari rumah ke rumah ada tenaga yang dipakai, ada biaya yang dikeluarkan, bahkan petugas dari serang juga harus kita jamu. Semua itu dari kantong pribadi kepala desa. Kalau dibilang motifnya mengharapkan dapat uang dari proyek, terus terang banyak tekornya daripada untungnya. Kalau niatnya mencarii keuntungan pribadi Tidak akan ada satupun program yang jalan”. “Kami sebagai orang yang lahir dan besar di Petir, tentunya ingin masyarakat Petir, khususnya Desa Kampung Baru, memiliki kehidupan yang baik, maju dan sejahtera. Bisa di bilang masyarakat disini memang masih banyak yang hidupnya sederhana, miskin. Jangankan untuk memperbaiki rumah, untuk biaya sehari- hari dan anak sekolah saja kesusahan. Karenanya setiap ada program apapun
259
itu kami berusaha agar bisa terlaksana. Tentunya sudah menjadi kewajiban kita bersama untuk membantu saudara- saudara kita, masyarakat kita. Kita hidup ini harus bermanfaat untuk orang lain.” “Saya rasa ini tidak lepas dari inisiatif Kepala Desa yang ingin memajukan desa ini. Program apapun yang digulirkan pemerintah sebisa mungkin harus masuk ke desa ini, demi kepentingan warga.” “Mungkin namanya aparat, ingin punya andil dalam membangun masyarakat. Jangankan Lurah. Sayapun kalau bisa pasti saya lakukan. Ini karena memang saya tidak diperlukan mungkin, makanya diam saja juga” “Di Desa ini kan masih banyak warga yang rumahnya kurang bagus. Dengan adanya program ini Badan Keswadayaan Masyarakat dan aparat desa berharap ada kemajuan di desa ini. Kan sudah kewajiban kita semua membangun desa.”
I2.4
I2.5
I2.6
I Q
I1.1
I1.2
I1.3
I1.4
Bagaimana dukungan Pemerintah dan masyarakat terhadap Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang? “Sejauh ini sikap masyarakat positif terhadap program ini. Bahkan terhadap program- program lainpun masyarakat selalu menerima dengan baik. Untuk di Kecamatan Petir sendiri baik- baik saja saya rasa, Kepala Desa juga sangat membantu. Karena kalau di desa yang berpengaruh itu Kepala Desa. Apapun programnya, peran Kepala Desa sangat penting, karena yang menggerakkan adalah Kepala Desa. Pemerintah Kabupaten juga sangat mendukung, meskipun dukungannya belum pada tingkat sharing dana. Namun dalam hal ini, Pemerintah khususnya Dinas Tata Ruang, Bangunan, dan Perumahan sangat concern terhadap program ini karena menyangkut nama baik dinas.” “Pada dasarnya masyarakat, terutama penerima bantuan menerima program ini dengan baik. Siapa yang tidak ingin dapat bantuan. Akan tetapi tentu pandangan masyarakat ada saja negatifnya. Kita benarpun kadang tetap salah. Mereka semua kan tidak tahu teknisnya seperti apa. Apalagi LSM dan wartawan bisanya mencari- cari kesalahan padahal belum tentu mereka mengerti.” “Saya rasa dukungan masyarakat bagus. Aparat desa juga welcome. Hanya saja karena masih banyak yang perlu dibantu sementara yang dapat bantuan sedikit jadi ada kecemburuan sosial saja.” “Pak Lurah tentunya mendukung. Biarpun perannya lebih ke memantau dan mengawasi saja. Bagaimanapun program ini kan untuk memajukan desa. Carik juga jadi bagian dari Badan Keswadayaan Masyarakat. Ya tidak mungkin jadi juga kalau tidak ada persetujuan dari Lurah. Kalau kecamatan saya kurang tahu, soalnya kita juga koordinasinya langsung ke Dinas, tidak lewat Kecamatan lagi”
260
I2.1
I2.2
I2.3
I2.4
I2.5
I2.6
“Sebagai Pemerintah Kecamatan Petir, tentu sudah menjadi kewajiban kami mendukung setiap program pemerintah. Baik itu pusat ataupun daerah. Karena warga kami yang menjadi sasaran program maka apabila terjadi sesuatu hal yang tidak baik dalam pelaksanaannya, ataupun masyarakat merasa ada yang harus dilaporkan, silahkan menghubungi kami. Kami siap memfasilitasi, dan membantu menyelesaikan. Karena, meskipun tidak terlibat dalam pelaksanaan program, yang terjadi terhadap warga masyarakat Kecamatan Petir adalah tanggung jawab kami.” ”Pada dasarnya masyarakat, terutama penerima bantuan merasa berterimakasih dan bersyukur dengan adanya program bantuan ini dan memang sudah seharusnya begitu. Walaupun dari jumlah bantuan yang hanya sekian juta pastinya tidak mencukupi sepenuhnya, namun harus tetap disyukuri karena bantuan ini sifatnya cuma- cuma dan memang maksudnya untuk memancing masyarakat untuk sadar akan pentingnya rumah layak sehingga mereka mau berusaha mendapatkan dana tambahan dengan caranya masing- masing. Dengan adanya modal awal Rp. 6 juta masyarakat mau tidak mau memaksakan diri agar rumahnya selesai terbangun. Ada yang menjual sawah, kebun, ternak, macem- macemlah. Jadi program ini meningkatkan kemandirian. Intinya program seperti ini pasti mendapatkan respon positif dari masyarakat, hanya saja yang mungkin kurang menerima adalah yang tidak mendapatkan bantuan padahal merasa perlu dibantu. Merasa dianaktirikan oleh pemerintah. Dia dapat saya tidak pak lurah, begitu. Akibatnya RT, Jaro, Lurah yang jadi sasaran. Adapun sebagai aparat desa jelas saya sangat mendukung. Kalau tidak mendukung buat apa saya capek- capek keliling rumah warga satu persatu foto- fotoin rumah”. “Kepala Desa sangat bergembira dan menyambut baik program ini, dan beliau mempercayakan segala sesuatunya kepada kami. Beliau meskipun tidak terlibat secara langsung, beliau sangat mendukung kegiatan ini.” “Jelas sekali bahwa yang paling berjasa dalam pelaksanaan program ini ialah Pak Lurah. Dimana kalau bukan berkat usaha beliau tidak mungkin program ini bisa jalan. Bahkan menurut saya bukan hanya program ini saja, banyak sekali program pemerintah yang masuk selama beliau menjabat.” “Saya rasa semuanya juga atas dukungan pemerintah. Ini juga programnya punya pemerintah. Pemerintah Desa tinggal ikut saja.” “Sebagai RT saya sangat mendukung biarpun istilahnya saya cuma sekedar mengamati saja tidak terlibat langsung karena lebih ke Badan Keswadayaan Masyarakat dan Desa yang mengurusi. Dengan adanya bantuan di Desa ini sudah pasti karena adanya dukungan dari pemerintah. Masyarakat jelas sangat mendukung karena untuk kebaikan mereka juga.”
261
I3.1 I3.2 I3.3
I3.4
I3.5 I3.6 I3.7 I3.8
I3.9 I3.10
I3.11
I3.12 I3.13 I3.14 I3.15
\
“Namanya program pemerintah pasti masyarakat mendukungmendukung saja. Pak Lurah kalau enggak mendukung enggak mungkin kan ngurusin.” “Bagus. Kan semuanya juga diusahakan sama RT sama Lurah. Kitamah nerima beres.” “Sangat bagus. Kalau tidak ada dukungan dari Pemerintah Desa mana bisa program ini masuk. Pastinya setiap program yang dilakukan di desa ini atas ijin dari Pak Lurah.” “Terimakasih kepada Pak Lurah sama Pak RT, kalau tidak diurusurus sama Pak Lurah dan Pak RT mungkin saya enggak dapat. Masyarakat yang enggak dapet juga tetap bantuin sih, kan masih sodara juga sekampung inimah.” “Sangat mendukung. Terutama Pak Lurah. Terimakasih sudah mau menghadirkan program ini di desa ini.” “Sudah jelas Sindangsari dapat program ini karena pemerintahnya, lurahnya peduli. Kalau tidak peduli tidak akan mungkin diurusi.” “Semuanya berkat jasa pemerintah, berkat kerja Pak Lurah. Kalau tidak diurus sama Lurah mana bisa masuk ke desa sini programnya.” “Namanya dibantu saya terimakasih kepada Pak Lurah yang memasukkan saya. Sama saudara- saudara juga, Saya tidak punya rumah tadinya.” “Lurah mungkin sudah banyak membantu mengusahakan supaya program bantuan rumah ini jadi turun, soalnya udah lama baru sekarang cairnya.” “Yang paling berjasa Pak Lurah kalau masalah program seperti ini. Karena kalau Pak Lurah tidak mengusahakan tidak mungkin jadi.” “Saya melihatnya Pak Lurah sudah berusaha maksimal supaya warganya terbantu semua. Cuma kan keputusanmah bagaimana yang dari atas, jadinya biarpun semuanya diajukan foto- fotonya yang dapat sebagian saja. Kalau masyarakat umumnya menerima saja, apalagi yang dapat. Namanya pemerintah punya program, sebagai rakyat ya ikut saja.” “Bagus. Bagaimanapun tidak mungkin program ini berjalan kalau Lurah tidak setuju.” “Pak Lurah tidak pernah terlihat langsung langsung ke masyarakat, sudah di serahkan mungkin ke Carik sama Pak Sair. Jadi tinggal mengontrol saja barangkali.” “Bagus. Kalau tidak didukung sama pemerintah tidak bakalan dananya dikasih ke masyarakat.” “Alhamdulillah Pak lurah baik neng, mau membantu warganya yang rumahnya kumuh seperti saya.”
262
2. Interpretasi I Q
I1.1
I1.2
I1.3
I1.4
I2.1
I2.2
Apa Pendapat anda tentang Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang? “Program ini merupakan program yang sangat bagus karena memang backlog rumah tidak layak huni di kita cukup banyak. Berarti program ini memang dibutuhkan. Saya sendiri menilai di Kecamatan Petir pelaksanaannya cukup bagus. Tidak ada masalah yang berarti, dari segi laporan juga lengkap.” “Menurut saya program ini adalah program yang prematur. Dilihat dari berbagai segi terutama dari segi legalnya. Saya sudah lama di program tapi baru di program ini saja yang tidak jelas kontraknya. Selain itu ini menurut saya program ini bukan program pemberdayaan karena masyarakat hanya dicekoki. Hanya dikasih uang lalu disuruh membangun rumah. Tidak ada kelanjutannya. Tidak berkesinambungan. Menurut saya program ini bukan BLM tapi BLT.” ”Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya ini pada dasarnya merupakan kebijakan yang bagus, dimana masyarakat yang tidak bisa membangun rumah bisa terbantu. Akan tetapi sebagai pelaksana saya berharap harusnya program ini bisa lebih matang lagi dari segi peraturan. Bagaimana caranya kebijakan yang dibuat bisa mengcover sampai kebawah. Sehingga kami pelaksana di lapangan tidak dibuat bingung.” “Bagus. Belum ada kan sebelumnya disini bantuan rumah. Cuma ya dari pendataan sampe ke pencairan itu lama sekali. Lalu yang diajukanmah banyak tapi yang dapat Cuma sebagian. Padahalmah sama- sama jelek juga rumahnya. Ingin saya sih dibereskan semua.” “Kami yakin bahwa program ini merupakan salah satu kebijakan pemerintah yang memiliki tujuan yang sangat baik. Masyarakat tidak hanya diberikan bantuan berupa uang, beras, tapi juga diberikan bantuan khusus untuk perbaikan rumah. Seperti yang kita tahu bahwa masyarakat miskin yang penghasilannya rendah, hanya bisa memikirkan kebutuhan sehari- hari. Mudah- mudahan dengan adanya bantuan ini bisa membuat masyarakat menempati tempat yang lebih layak untuk tinggal.” “Program ini sangat bagus. Dengan adanya program ini masyarakat merasa terbantu, merasa diperhatikan oleh pemerintah. Hanya saja yang disayangkan dari program ini ialah mengesampingkan peran RT dan Kepala Desa. Sama sekali tidak ada dana operasional buat RT dan Kepala Desa. Ketika ada partisipasi dari masyarakat untuk RT dan Desa dibilangnya pungutan. Kebijakannya bagus tapi tidak memikirkan kami- kami ini. Selain itu peraturannya kok berubahrubah. Masyarakat kan tidak semuanya bisa mengerti kalau ada perubahan akhirnya yang kena Kepala Desa, ini yang buat kebijakan tidak memikirkan yang di bawah. ”
263
I2.3U
I2.4 I2.5 I2.6 I3.1 I3.2
I3.3
I3.4 I3.5 I3.6 I3.7
I3.8
I3.9 I3.10
“Program ini sangat bagus, sangat diharapkan masyarakat, sebelumnya, belum pernah dilaksanakan disini. Saya pribadi berterimakasih kepada pemerintah atas kebijakan yang telah dikeluarkan. Masyarakat yang tidak mampu akhirnya bisa memperbaiki rumahnya, meskipun tidak secara total.” “Program ini merupakan program yang bagus. Selama ini belum ada program yang khusus memperhatikan rumah. Biasanya dalam bentuk uang atau beras, akhirnya tidak ada perubahan yang bisa dilihat.” “Bagus. Hanya saja kok yang dapat hanya sebagian saja. Saudara saya diajukan tapi enggak dapat. Padahal butuh juga.” “Programnya bagus. Belum pernah ada sebelumnya bantuan khusus rumah seperti ini. Tidak bagusnya bantuannya kurang banyak. Masih banyak yang belum kebagian.” “Bagus. Alhamdulillah. Cuma saya enggak ada aja buat tambahnya. Jadinya pelan- pelan, kalau ada milik baru dilanjut lagi.” “Bagus. Kalau bisa nambah. Tidak ribet. Istilahnya sambil tidur tahutahu dikasih uang.” “Menurut saya bagus. Hanya lama sekali realisasinya. Sudah hampir lupa. Lalu program ini tidak merata. Dari sekian banyak yang rumahnya jelek cuma sebagian yang dapat. Kasian sama yang tidak dapat.” “Bagus. Karena belum ada sebelumnya. Kalau bisa diadakan lagi, biar sampai beres begitu.” “Sangat baik programnya. Tapi kalau bisamah dilanjut, ada lagi begitu.” “Bagus. Diperbanyak saja program yang berpihak ke rakyat kecil.” “Ya semuanya berkat jasa pemerintah, berkat kerja Pak Lurah. Kalau tidak diurus sama Lurah mana bisa masuk ke desa sini programnya.” “Alhamdulillah ada program ini, biarpun tidak sampai selesai rumahnya. Lumayan saja. Kalau bisa bantuannya sampe full. Kalau yang punya tambahnya enak tinggal meneruskan, kalau yang seperti saya malah acak- acakan jadinya” “Bagus, jadi masyarakat ada kemauan buat punya rumah yang lebih bagus. Kalau tidak didorong kan kadang malas. Biasanya kalau udah dimulai terus melihat belum beres terpaksa diteruskan.” “Bagus. Belum pernah dapat sebelumnya.”
I3.11
“Program ini menurut saya bagus. hanya ingin saya mendingan kalau bikin program buat usaha saja begitu. Terus pegawai- pegawainya harusnya jujur, tidak seperti sekarang ini. Bilangnya enam juta totalnya, kenyataannya tidak. Seandainya harus ada potongan lebih baik bilang dari awal.”
I3.12
“Bagus. Kalau bisa ada lagi. Ini kan belum selesai.”
264
I3.13
“Bagus. Kalau bisa ditambah.”
I3.14
“Bagus. Sebelumnya belum pernah dapat bantuan khusus buat rumah. Biasanya BLT atau raskin aja.”
I3.15
“Bagus. Alhamdulillah rejeki. Mudah- mudahan ada lagi.”
Q
“Ya tentunya ada. Para Tenaga Pendamping Masyarakat itudiberikan pembekalan- pembekalan dan juga pelatihan. Itu kan penting buat para pelaksana di lapangan. Bahkan untuk briefing- briefing kita sering sekali.”
I1.1
“Tidak ada. Saya hanya kerja tiga bulan. Saya langsung ditugaskan ke desa tanpa mendapatkan bimbigan teknis atau pelatihan, hanya briefing saja.” “Tidak ada. Harusnya ada. Cuma saya sendiri juga tidak tahu kenapa. Biasanya kalau di program- program lain ada pelatihan atau bimtek. Hanya briefing saja.”
I1.2
I1.3
“Buat BKM tidak ada pelatihan atau pembinaan. Biasa saja. sambil jalan dikasih tahu harus ini itunya.”
I1.4
I Q
I1.1
I1.2
I1.3
Apakah sebelumnya pelaksana Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang diberikan pelatihan atau bimbingan teknis?
Apakah ada sosialisasi terkait pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan petir Kabupaten Serang? “Tentunya ada ya. Dari awal program ini dicanangkan sudah dilakukan sosialisasi. Bohong kalau misalnya ada orang Desa atau Kecamatan yang bilang tidak tahu program ini karena tidak ada sosialisasi. Kan dalam musrenbang juga dibahas.” “Kalau sosialisasi secara umum mungkin bukan bagian kami. Itu tugasnya yang diatas memberi tembusan apa bagaimana. Sebagai Tenaga Pendamping Masyarakat hanya di beri tugas untuk sosialisasi desa saja. Jadi setelah dapat shortlist penerima saya koordinasi dengan Pak Kades untuk mengumpulkan warga di Balai Desa. Di situ kita jelaskan apa dan bagaimana program ini.” “Sosialisasi program mungkin ada tapi tidak secara terbuka ke masyarakat. Hanya dikalangan terbatas saja, di lingkungan pemerintah atau pelaksana. Ke masyarakat kita tidak ada sosialisasi. Masyarakat tahu ada program karena dimintai data kan.”
265
I1.4
I2.1
I2.2
I2.3
I2.4
I2.5 I2.6 I3.1 I3.2 I3.3
“Sosialisasi tidak ada. Saya tau ada program ini informasi dari dewan. Kan saya kenal sama Pak Feri dewan karena dulu pas kampanye saya yang bantu- bantu. Kebetulan pas ada program ini, beliau ngabarin. Mau mengerjakan tidak katanya. Ya sudah sayamah mau saja. Baru dari situ saya laporan ke Carik sama Lurah. Jadi ceritanya Desamah tahu ada program ini juga dari saya. Nah setelah itu barulah Pak Ikhsan koordinasi sama Lurah, sama Carik. Ke masyaakat tidak ada sosialisasi, ya sambil jalan aja. Ngasih tahu ke RT- RT ada program, kumpulin KTP sama KK, sudah.” “Sosialisasi ke Pihak Kecamatan tidak ada. Jangankan sosialisai, pemberitahuan atau tembusan saja tidak ada. Kalau dibilang sembunyi- sembunyi mungkin terlalu berlebihan, akan tetapi memang untuk program bantuan seperti ini, yang dibatasi jumlah penerimanya mau tidak mau harus dibatasi pula informasinya. Karena apabila terlalu terbuka ataupun dilakukan sosialisasi sehinnga semua orang tahu, semua desa ingin dapat jatah, bisa menimbulkan polemik. Jadi desa yang dapat program ini biasanya Kepala Desanya memiliki koneksi ataupun aktif berhubungan dengan dinas- dinas terkait. Sehingga ketika ada program apapun mereka cepat dapat informasinya.” “Sosialisasi hanya sekali itu yang dikumpulkan di Balai Desa. Itu juga hanya yang dinyatakan lolos saja. Kalau sosialisasi secara umum ke masyarakat tidak ada. Cuma sekedar tahu saja bahwa ada program bedah rumah, begitu.” “Sosialisasi dari pemerintah ke desa secara resmi tidak ada. Saya mendapat informasi awalnya dari anggota dewan yang memberitahu bahwa ada program baru. Kemudian saya tindak lanjuti, menanyakan ke dinas terkait, benar memang ada program tersebut. Selanjutnya koordinasi dengan Kepala Desa dan Carik. Ke masyarakat tidak ada sosialisasi.” “Sosialisasi secara umum ke warga tidak ada. Informasi mengenai program ini dari lurah saja. lalu disuruh ambilin itu data masyarakat, KTP dan KK. Baru setelah pasti siapa saja yang dapat bantuan dikumpulkanlah itu warga di Kantor Desa untuk rapat istilahnya. Disana diberi arahan- arahan, dikasih tahu program ini seperti apa, harus bagaimana.” “Sosialisasi yang resmi tidak ada. Saya juga tahunya dari warga saja. Namanya ada program, apalagi uang pasti ramai.” “Sosialisasi ke RT- RT tidak ada. Tahu dari warga, karena warga dimintai fotokopi KTP dan KK.” “Paling informasi dari RT. Kalau disuruh kumpul ya kumpul. Di suruh ke Bank ya pergi ke Bank.” “Tadinya kan rapat dulu dengan yang dari Serang di Balai Desa. Dijelaskan cara- caranya ” “Pernah waktu itu disuruh kumpul oleh RT, ke kantor desa. Tapi saya tidak datang.”
266
“Sosialisasi tidak ada. Jadi tahu ada program itu pas dimintai potokopi KTP, katanya ada bantuan buat memperbaiki rumah. Setelah itu lama tidak ada kabar. Baru setelah ada informasi bahwa akan cair kami disuruh ke baai desa buat rapat. Cuma dijelaskan bahwa uangnya buat membangun rumah begitu.” “Tidak ada. Sekali saja waktu itu dipanggil ke Kantor Desa, musyawarah.” “Sosialisasi ada. Waktu itu disuruh ke Kantor Desa.” “Langsung dimintai fotokopi KTP sama KK waktu itu, terus saya tanya buat apa. Ada bantuan buat rumah kumuh katanya, bedah rumahlah gitu.” “Waktu itu suami saya pernah dipanggil sama Pak RT, suruh kumpul. Mungkin itu barangkali.” “Tahunya sudah dari dulu ada program ini, dari sejak RT yang sebelumnya. Dikasih tahu gitu aja sih. Nah, udah lama enggak ada kabarnya tiba- tiba dikasih tahu bahwa jadi kataya buat bedah rumah yang waktu itu. Terus disuruh kumpul ke Kantor Desa. Dikasih tahu harus ini itu. Sudah itu saja.” “Yang waktu itu disuruh kumpul itu barangkali ya. Kalau itu berarti ada.” “Waktu awal- awal itu dikasih tau aja sih sama Pak RT kalau da program buat rumah kumuh. Sambil dimintai KTP dan KK. Sudah itu saja. “Tidak. Dikasih tahu pas dimintai KTP aja. Ya udah kita tungguin. Alhamdulillah dapet.” “Tidak ada sosialisasi yang bagaimana- bagaimana. Awalnya hanya dengar- dengar saja. Gosipnya mau ada bantuan rumah kumuh. Ternyata benar lalu dimintai KTP dan KK. Sama Pak Sair baru menjelaskan ketika akan pencairan.”
I3.4
I3.5 I3.6 I3.7 I3.8
I3.9
I3.10 I3.11 I3.12
I3.13 I3.14
“Tidak. Dengar- dengar saja terus dimintai KTP sama KK saja.”
I3.15
“Iya dari pertama juga tahu bakal ada bantuan buat rumah kumuh. Dikasih tahu Pak Sair.”
I Q
I1.1
Bagaimana komunikasi anda dengan pelaksana Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan petir Kabupaten Serang? “Alhamdulillah lancar. Kalau ada perubahan- perubahan dari pusat langsung saya komunikasikan dengan para Tenaga Pendamping Masyarakat. Biasanya via telepon. Kemudian kami sering melakukan briefing. Selain itu kamipun melakukan kunjungan ke masyarakat untuk mendengarkan dan melihat secara langsung sebagai bentuk evaluasi, tapi sifatnya random saja. Kebetulan kalau ke Kecamatan Petir saya belum pernah ke sana.”
267
I1.2
I1.3
I1.4
I2.1
I2.2
I2.3
I2.4
I2.5 I2.6 I3.1
I3.2
I3.3
“Terus terang saya koordinasinya langsung dengan Pak Kades dan RT. Saya sama sekali tidak pernah komunikasi dengan Badan Keswadayaan Masyarakatnya. Jadi kalau ada informasi apa dari atas langsung telpon Pak Kades.” “Komunikasi dengan Pak Sair Ketua Badan Keswadayaan Masyarakat lancar, dengan pak lurah juga sampai sekarang masih. Dengan Pak Iim lebih ke briefing, misalnya ada perubahan atau apa via telepon lalu dikumpulkan, briefing.” “Komunikasi sih lancar, dari awal sampe sekarang juga tetap jalan. Sekarangkan ada handphone jadi gampang kalau ada apa- apa tinggal telepon. Misalnya harus foto rumah warga lagi atau bagaimana biasanya Pak Ikhsan ngabarin. Tolong foto, begitu. Jarang kalau datang langsung. Beberapa kali saja” “Tidak ada komunikasi sama sekali. Pihak kecamatan tahunya ada program ini masuk, berjalan, atas informasi dari kader saja. Kami tidak pernah berkomunikasi, bertemu, dengan para pelaksana. Bahkan dengan Kepala Desa juga tidak ada komunikasi mengenai program ini.” “Komunikasi dengan Tenaga Pendamping Masyarakat lancar. Sayamah sering bolak balik ke dinas. Selain itu juga ada HP. Ke masyarakat apalagi. Namanya warga sendiri. Dari awal juga saya terjun langsung, memantau. Cuma sama Badan Keswadayaan masyarakat saja kurang lancar, dianya yang tidak pernah aktif. Apaapa saya yang mengerjakan.” “Alhamdulillah lancar. Beberapa kali tenaga Pendamping Masyarakat datang kesini. Berkoordinasi dengan Kepala Desa juga. Kami juga intens berkomunikasi lewat HP, selama pelaksanaan program.” “Saya sebagai RT lebih ke Pak Lurah komunikasinya. Begitu juga sebaliknya, kalu ada informasi apa- apa dari Serang lewat Lurah, nanti disampaikan ke RT. Jadi tidak secara langsung dengan Konsultan dari Serang. Saya juga tidak ingat nama konsultannya.” “Sering ketemu dengan Pak Sair ataupun Lurah dan Carik, tapi tidak membahas program ini.” “Tidak ada komunikasi seputar program ini, tidak dikasih tahu apaapa oleh Kepala Desa, tahu- tahu berjalan, soalnya program ini yang mengurusi ialah BKM.” “Tidak ada komunikasi. Paling urusannya dengan RT. Dengan Pak Lurah juga tidak ngobrol apa- apa.” “Tidak ada komunikasi. Paling dengan Pak RT saja. Sama aja Pak RT juga di suruh Pak Lurah. Pak Lurah dari atasnya lagi. Yang dari Serang ketemu pas rapat aja sekali terus sama yang moto juga tidak ngobrol apa- apa.” “Hanya ngobrol sama RT saja. Tidak kenal sama petugasnya, boroboro. Sama lurah saja jarang ketemu.”
268
“Tidak ada komunikasi apa- apa. Lihat juga cuma sekali. Paling kalau ada informasi itu Pak RT yang ngabarin.” “Tidak ada. Sempat ketemu yang musyawarah waktu itu. Sekali saja, dijelaskan bagaimana nanti kalau udah cair dananya.” “Komunikasi tidak ada sama petugas yang diatas. Kesini juga tidak pernah lihat. Paling ngobrol sama RT atau dengan yang lainnya sesama penerima.”
I3.4 I3.5 I3.6
“Tidak ada komunikasi. Biasa aja seperti program lainnya. Tahu jadi saja. Sama Pak RT suka bertemu karena tetangga.”
I3.7
“Tidak ada sama sekali. Hanya dengan Pak RT saja.”
I3.8
“Tidak ada komunikasi dengan petugas selain Pak RT. Pak Lurah juga tidak pernah ngobrol sama sekali. Pernah kelihatan memantau saja.” “Biasa saja. Enggak terlalu sering juga. Paling ketemu biasa aja sama RT. Enggak yang ngobrol panjang lebar. Paling dulu sebelum cair kalau ketemu kapan cairnya gitu.” “Paling saya ngobrol sama Pak RT. Sama Pak Lurah juga paling cuma ketemu biasa saja. Dengan pegawai- pegawai diatas tidak ada komunikasi sama sekali. Kenal juga tidak.” “Namanya sama Pak Sair tetangga, sebelum cair hampir tiap hari suka bertanya mengenai kapan pencairan.” “Biasa aja, suka ketemu.Saya tanya kapan cair. Ketika sudah cair Pak Sair yang menanyai saya, sudah belanja apa belum. Kemudian Pak Sair foto rumah saya lagi setelah direhab.” “Saya paling bertanya ke yang lain saja, kapan cair. Malu kalau bertnanya ke Pak Sair langsung.” “Pak Sair sibuk, jarang di rumah. Paling dulu kalau bertemu hanya bertanya kapan cair.”
I3.9
I3.10
I3.11 I3.12 I3.13 I3.14 I3.15
I Q
I1.1
I1.2
Apakah pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 14 Tahun 2011? “Bisa saya katakan pelaksanaan program ini sudah sesuai dengan Permenpera Nomor 14 Tahun 2011, karena dalam melaksanakan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya ini kita utamanya berpedoman kepada peraturan ini.” “Dikatakan sesuai seratus persen tentu tidak mungkin. Pasti ada kekurangan. Lagipula kami para tenaga pendamping tidak mempelajari peraturan secara detail. Kelamaan. Kami fokusnya di
269
lapangan. Saya kerja berdasarkan instruksi lisan saja. Dari briefingbriefing. Kalaupun ada edaran masuknya ke dinas, dan perihalperihal penting dari kementrian biasanya dibuat simpel saja oleh dinas” “Peraturan tersebut adalah pedoman utama dalam program ini. dikatakan sesuai sepenuhnya mungkin tidak, akan tetapi secara umum ya kita mengacu kepada peraturan tersebut. Ketika pelaksanaan tentunya ada perubahan atau penyesuaian- penyesuaian sesuai instruksi dari koordinator”.
I1.3
“Saya rasa sesuai. Buktinya cair. Kalau tidak sesuai pastinya tidak jadi cair kan.”
I1.4
I Q
I1.1
I1.2
I1.3
I1.4
Apakah pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang sesuai dengan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis? “Ya. Saya jamin pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya ini telah sesuai petunjuk pelaksanaan yang ada. Di Kecamatan Petir misalnya, dana bantuan tidak akan turun apabila tidak memenuhi persyaratan administratif yang diminta. Teknis di lapangan kami selalu menyesuaikan dengan petunjuk teknis terbaru sebagaimana yang diinstruksikan pusat. Saya langsung berkoordinasi dengan Tenaga Pendamping masyarakat jika ada perubahanperubahan teknis. Entah itu kaitannya dengan mekanisme pencairan ataupun pelaksanaan pembangunan dan perbaikan rumah. Tapi teknis di lapangan tidak mungkin sempurna, tentunya ada kekurangan. Karena bagaimanapun kondisi di lapangan kan berbeda- beda.” “Saya rasa sudah. Karena kalau tidak sesuai dengan ketentuan administratif, pas pengajuan misalnya, pasti oleh pusatpun akan ditolak, tidak lolos verifikasi. Laporan progress ataupun laporan akhirpun pasti akan dikembalikan. Dari segi teknis, setiap ada perubahan apapun dari atas pasti kita ikuti. Jadi saya rasa sangat sesuai” “Secara administrasi sudah sesuai. Karena apabila tidak sesuai dengan ketentuan, tidak mungkin lolos verifikasi pusat. Teknis di lapangan selalu disesuaikan dengan standar dari pusat yang disampaikan melalui koordinator. Sebetulnya tidak ada panduan pelaksanaan dan teknis yang khusus. Peraturan, Surat Edaran, ada tapi tidak diberikan sebundelan begitu. Ketika ada perubahan dilalukan pada saat briefing. Petunjuk teknis langsung disampaikan secara lisan saja secara garis besar oleh koordinator.” “Pokoknya saya itu bekerja sesuai apa yang diperintahkan Pak Iksan saja. Misalnya Pak Iksan minta foto ya saya fotoin, begitu. Administrasi juga tidak ada masalah sudah sesuai dengan petunjuk dari atas.”
270
I Q
I1.1
I1.2
I1.3
I1.4 I2.2
I2.3
I2.4
I3.1
I3.2 I3.3
I3.4
Apakah Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang memiliki prosedur yang jelas? “Ya, saya rasa prosedur program ini sangat jelas. Tiap tahapan program ini mulai dari awal hingga akhir kegiatan jelas sekali poinpoin yang harus dilakukan. Mulai dari usulan, pencairan, hingga kegiatan pembangunan saya rasa sudah sangat gamblang di jelaskan.” “Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya ini tidak memiliki prosedur yang jelas. Tidak ada SOP resmi. Biasanya di program lain SOP terlampir dalam kontrak kerja. Kontraknya saja tidak ada. Berdasarkan pengalaman di program lain saja. Pada dasarnya kan sama. Mungkin untuk orang baru akan kebingungan. Tapi di program ini saya lihat 70 %nya orang- orang program semua”. “Standar Operasional Prosedur ada tapi tidak yang tertulis secara baku. Seperti apa dan bagaimana pelaksanaannya kita mengikuti apa yang diinstruksikan saja. Jadi mungkin ketika di lapangan antara TPM satu dengan yang lainnya agak sedikit berbeda pendekatannya”. “Di lapangan sih prinsipnya mengalir saja. Tidak yang saklek. Mengikuti apa yang disuruh saja.” “Menurut saya tidak. Soalnya informasinya saja simpang siur. Saat ini disuruhnya begini, nanti disuruh begitu. Kalau program lain rasanya jelas dari awal kita mau apanya.” “Prosedur kita tinggal mengikuti apa yang diinstrusikan oleh tenaga Pendamping Masyarakat saja. Tidak dibuat ribet. Justru kalau prosedurnya tertulis bisa jadi kita bingung. Ini lebih enak karena tinggal mengikuti saja.” “Mengenai prosedur, kita yang di bawah tinggal mengikuti saja apa yang diperintahkan Pak Lurah. Sejauh ini cukup jelas saya rasa. Awalnya dilihat dulu sama Lurah dan RT mana yang benar- benar membutuhkan, lalu yang dari Serang juga meninjau lagi. Baru diserahkan ke atas. Nah dari Serang juga dipilah lagi mana kira- kira yang harus dapat.” “Enggak tahu ya neng, saya tahunya dapat bantuan terus benerin rumah gitu. Tapi emang enggak ada kelanjutannya lagi. Udah cairmah udah aja, pake bangun rumah ya sudah. Enggak ditanyatanya lagi. Cuma difoto lagi doang pas lagi setengah jalan itu.” “Prosedur jelas. Sudah di jelaskan semuanya sama Pak RT. Tinggal mengikuti saja.” “Prosedur tinggal ikuti apa yang dibilang Pak RT saja. Ya cukup jelas dan mudah. Warga tidak disuruh yang macam- macam.” “Dibilang jelas, kurang menurut saya. Soalnya membingungkan. Awalnya dibilang belanja sendiri. Prakteknya ternyata uang disetorkannya oleh lurah. Yang tahap kedua malah tidak melihat sama sekali wujud uangnya. Menurut saya sudah saja dari awal langsung
271
dikirim bahan matrial, kita tidak usah jauh- jauh ke bank nuat pencairan, toh uangnya juga kita enggak pegang.” “Prosedur tidak tahu. Mengikuti yang lainnya saja. Lagipula tidak sulit. Hanya menyerahkan KTP lalu menunggu pencairan.”
I3.5
I3.6
“Prosedur ya ikut saja. Saya tidak merasa sulit atau ribet. Biasalah kalau hanya ngumpulin KTP sebagai persyaratan. Semua program juga begitu.”
I3.7
“Prosedur kami tinggal ikuti saja. Bisa dibilang mudah dan jelas karena kita tinggal ikuti apa yang dikatakan Pak RT.”
I3.8
“Tidak ada sama sekali. Hanya dengan Pak RT saja.” “Prosedur tidak jelas menurut saya. Kan waktu itu bilangnya kita sendiri yang belanja. Uangnya dikasih, tapi malah langsung diambil lagi. Yang tahap dua enggak lihat sama sekali. Pergi ke bank, tanda tangan, tapi uangnya enggak dapat. Plin- plan aturannya.” “Kurang mengerti ya neng. Namanya masyarakat kitamah ngikut aja.” “Tidak tahu neng masalah prosedur- prosedur itu. Saya sebagai warga hanya nurut saja istilahnya. Disuruhkumpul ya kumpul, disuruh ke Bank ya pergi ke Bank, disuruhmembangun rumah ya membangun.” “Prosedur jelas. Sudah dijelaskan harus begini begitunya oleh Pak Sair.” “Tidak tahu bagaimana- bagaimananya. Tahunya uangnya cair saja. Biar jadi urusan Pak Sair saja.” “Saya tidak mengerti soal prosedur segala macam. Ya namanya kita warga, terserah gimana pemerintah aja. Tidak tahu bagaimananya, yang penting cair neng.” “Prosedur yang tahu Pak Sair. Warga semua tahunya cair, terus belanja bahan material.”
I3.9
I3.10
I3.11
I3.12 I3.13 I3.14 I3.15
3. Penerapan I Q
Apakah Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang memiliki program kerja yang jelas?
I1.1
“Ya, karena kita bekerja harus sesuai prosedur, kita tahu pasti apa yang harus dilakukan step by stepnya, otomatis kita juga memiliki program kerja yang jelas agar program bisa berjalan. Jadi semua kegiatan terencana.”
I1.2
“Untuk program kerja kita punya yang namanya RKTL, Rencana Kerja Tindak Lanjut. Jadi setiap rapat koordinasi ada progress
272
I1.3
I1.4 I2.2
I2.3
I2.4
I3.1
I3.2 I3.3 I3.4
sekian, deadline sekian”. “Program kerja tidak jelas. Tapi kalau pembangunan rumahnya sendiri ada. Pokoknya begitu pencairan langsung direalisasikan, dibelanjakan. Lalu kita buat laporan progress yang 50%, yang Rp 3 juta, kita foto. Setelah realisasi tahap satu ada jarak sekitar 1,5 sampai 2 bulan ke pencairan tahap dua, sisanya Rp 3 juta. Setelah tahap dua cair realisasi pembangunan lagi. Baru kita buat laporan yang global 100% Rp 6 juta, kita foto lagi yang hasil akhirnya. Jadi sampai seselesai- selesainya saja realisasinya sampai mana”. “Kalau program kerja tidak ada. Pokoknya begitu cair langsung dibelanjakan, langsung dikerjakan saja.” “Sepertinya tidak. Karena memang kan begitu warga menerima bantuan langsung bangun, selesai. Tidak ada program kerja apa- apa lagi.” “Program kerja di program ini tidak seperti kalau kita membangun jalan. Yang menggunakan kan langsung masyarakat. Jadi bisa dibilang tidak ada program kerja lagi. Sudah cair ya sudah.” “Enggak ada program kerja yang gimana sih. Cuma bantuan aja begitu. Masalah bangun rumah ya urusan masing- masing. Tidak ada kelanjutannya lagi dari pemerintah setelah cair.” “Tidak tahu, saya tahunya dapat bantuan terus harus memperbaiki rumah. Tidak ada kelanjutannya lagi. Sudah cair ya sudah, dipakai bangun rumah ya sudah. Tidak ditanya- tanya lagi. Cuma difoto lagi saja ketika proses membangun rumah setengah jalan..” “Tidak ada program kerja kalau warga. Cuma bangun rumah aja. Tapi itu juga terserah warga. Tidak yang diatur.” “Program kerja tidak ada rasanya kalau untuk warga. Warga Cuma disuruh membangun rumah saja.” “Program kerja sepertinya tidak ada. Pernah kumpul sekali saja dulu di Kantor Desa. Selanjutnya tidak ada kegiatan apa- apa lagi.”
I3.5
“Program kerja tidak tahu neng. Tahunya dapat uang saja.”
I3.6
“Program kerja membangun rumah diserahkan ke masing- masing penerima.”
I3.7
“Program kerja tidak tahu. Tahunya ya dapat bahan bangunan terus ditempelkan ke rumah.”
I3.8 I3.9
“Kurang tahu neng, pokoknya warga cuma dimintai KTP. Setelah cair harus langsung membangun rumah.” “Program Kerja tidak dijelaskan. Pokoknya begitu pencairan uangnya harus dibelanjakan bahan bangunan semua terus segera di bangun rumahnya.”
I3.10
“Kurang mengerti ya neng. Namanya masyarakat hanya ikut saja.”
I3.11
“Program ini ada memang ada tahap- tahapnya tapi kalau membangun rumahnya sendiri masing- masing saja. Tidak diatur.”
273
I3.12
“Jelas. Programnya membangun rumah warga.”
I3.13
“Tidak ada program kerja, orang disuruh belanja doang sama ngebangun.”
I3.14
“Jelas. Uangnya harus untuk membetulkan rumah.”
I3.15
“Program membangun rumah diserahkan ke masing- masing warga.”
I Q
I1.1
I1.2
I1.3
I1.4
Apakah Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang memiliki jadwal kegiatan pasti? “Secara garis besar tahapan dari program ini kan diawali dari usulan, pencairan, serta kegiatan pembangunan dan perbaikan rumah, terakhir laporan. Dari usulan ke pencairan itu sekitar tiga bulan karena harus diverifikasi, dari pencairan tahap pertama ke tahap ke dua paling lama adalah dua bulan. Jika satu tahap sudah selesai maka berlanjut ke tahap berikutnya. Tapi jadwal bisa berubah ubah apabila ada satu dua hal yang masih kurang, fleksibel. Apalagi kondisi lapangan kan beda- beda. Jadi kalau yang dimaksud adalah jadwal pasti per tanggalnya mungkin tidak ada, kecuali pencairan, misalnya tanggal sekian untuk desa ini. Kalau jadwal kegiatan di lapangan seperti pembangunan atau perbaikan rumah itu pasti bedabeda.” “Saya di kontrak enam bulan, tapi tiga bulan sudah selesai. Kebetulan penyelesaiannya juga loncat tahun. Untuk jadwal kegiatan sendiri tidak ada jadwal pasti. Jadi dari pengajuan sampai ada daftar penerima bantuan itu tidak pasti. Sudah ada daftar namanyapun ke pencairan tidak jelas. Dari pencairan termin satu ke termin dua juga tidak tau dengan pasti. Jadi kita hanya menunggu saja kabar dari atasan. Misalnya tanggal sekian akan cair, ya kita informasikan lagi ke ketua RT supaya siap- siap. Untuk pembanguan juga tidak dibatasi harus selesai kapan, pokoknya begitu cair harus langsung dibangun.” “Mengenai jadwal menurut saya tidak jelas juga karena dari usulan ke pencairan saja sampai setahun baru realisasi. Jadi tidak ada kepastian jadwal. Jadwal kegiatan enam bulan itu dihitungnya dari saat akan cair, pencairan, sampai pembangunan. Pengambilan data KTP dan KK oleh BKM tidak masuk hitungan yang enam bulan itu. dari pengajuan ke pencairan juga waktunya tidak jelas”. “Dari pengajuan ke pencairan habis waktu satu tahun. Tidak jelas kapannya, tidak dikasih tahu juga. Aturan untuk harus selesai satu bulan atau satu minggu misalnya, tidak ada. Yang penting begitu uang cair segera dibelanjakan material. Untuk pembangunan rumah juga sejadinya saja. Tidak di target waktunya kapan.”
274
I2.2
I2.3
I2.4
I3.1
I3.2
I3.3
I3.4
I3.5 I3.6 I3.7
I3.8
I3.9
I3.10
“Jadwalnya tidak pasti. Dari waktu menyerahkan data sampai ke pengumuman itu lama. Jadwal pencairan kita tunggu info dari atas saja.” “Program ini kegiatan pembangunannya kan langsung oleh masyarakat, jadi tidak bisa kita buat jadwal- jadwalnya. Karena tergantung kesiapan masing- masing. Lagipula sulit mendapatkan tukang apabila harus serentak dilaksanakan. Yang terpenting ialah setelah masyarakat mendapatkan bantuan, dibelanjakan, kemudian segera dilakukan perbaikan rumah. Karena kami diminta melaporkan juga.” “Kalau jadwal pencairan jelas. Dikasih tahu pas rapat desa. Yang tahap kedua juga dikabarin langsung.” “Jadwal kegiatan ngebangun rumahmah enggak ada jadwalnya. Atuh kapan aja sempetnya. Cuma kalau bisa segera setelah pencairan cepat dimanfaatkan bantuannya. Sampe selesainya kapan juga enggak dipatok- patok.” “Kalau jadwal pencairan pasti. Dikasih tahu. Jelas tanggal berapanya.” “Jadwalnya tidak pasti. Dari yang diminta KTP sampe ke pengumuman siapa- siapa saja yang dapat itu lama. Makanya yang saya bilang tadi sudah hampir lupa. Tau- tau dipanggil saja sama Pak RT suruh kumpul. Dari situ ke pencairan di Bank juga lama. Menunggu lagi. Setelah itu yang tahap duanya juga tidak dikasih tahu kapan kira- kira cairnya. Menunggu lagi.” “Jadwalnya tidak jelas. Tidak tahu kapan cair. Sudah pencairan tahap satu, tahap duanya tidak jelas lagi. Hanya menunggu saja. Baru pas udah dekat dikabarin. Kegiatan Pembangunan ya beda- beda tiap rumah. Segimana yang punya rumahnya saja. Kan tidak dipatok harus bagaimana atau selesai kapan. Sejadinya saja.” “Jadwal pencairan dikasih tahunya pas musyawarah waktu itu.” “Jadwal pencairan dikasih tahu. Kegiatan pembangunan segimana bisanya masyarakat. Tukang juga harus gantian.” “Pencairan aja sih yang pasti tanggalnya. Dikasih tahu waktu di Kantor Desa. Kegiatan lainnya tidak diatur. Namanya bangun rumah kan segimana kita ada ongkosnya.” “Jadwal pencairan awalnya kita tidak tahu kapannya. Namanya masyarakat hanya menunggu. Pas sudah dekat waktunya baru dikasih tahu tanggal sekian cair, begitu.” “Jadwalnya tidak jelas. Programnya sudah ada sejak dulu. Diminta potokopi KTP sama KK juga sudah ada sekitar dua tahun. Baru cair tahun ini. Pencairan juga dikasih tahu pas beberapa hari sebelumnya. Tidak yang dikasih tahu sejak awal. Membangun rumah apalagi, sesempatnya saja.” “Jadwal pencairan aja mungkin yang pasti. Tapi itu juga lama dikasih
275
tahunya. Jadwal kegiatan yang lain tidak ada.” “Tidak jelas menurut saya. Setelah dimintai KTP KK sampai ke pengumuman dapat apa tidaknya lama sekali. Setelah lama nunggu baru kemudian ada informasi bahwa dananya mau turun. Setelah ada informasi itu tidak lama kemudian cair yang tahap pertama. Setelah tahap pertama itu sekitar dua bulan kemudian baru cair lagi yang tahap dua.” “Kegiatan pencairan pasti, diumumkan. Tanggal sekian ke Bank, begitu. Sudah dapat uangnya kita belanja, terus langsung dikerjakan. Soalnya kan mau di foto lagi buat laporan ke atas.” “Jadwal pencairan dikasih tahu, tanggal segini ke Bank, mau pencairan. Tapi yang pas dimintai KTP itu belum tahu, namanya baru diajukan barangkali. Enggak jelas kapannya. Sabar aja nunggu, setahun lebih kali sampe ke cair ini.” “Jadwal pencairan dikasih tahu, tanggal sekian ke Bank. Tapi pas udah dekat waktunya. Sudah dah pasti siapa yang lolosnya.”
I3.11
I3.12
I3.13
I3.14
“Jadwal kegiatan pencairan pasti neng.”
I3.15
4. Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 14 Tahun 2011 Apa tujuan pelaksanaan Program Bantuan Stimulan perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang?
I Q
I1.1
I1.2 I1.3 I1.4
I2.1
I2.2
“Program ini dimaksudkan untuk membantu Masyarakat Berpenghasilan Rendah yang menempati rumah tidak layak huni agar bisa membangun rumahnya sehingga menjadi layak. Layak disini ialah rumah yang memenuhi standar kesehatan, seperti adanya ventilasi udara, dinding yang permanen, lantai, termasuk didalamnya toilet juga harus ada.” “Tujuan dari program ini adalah untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah untuk memiliki rumah yang layak huni” “Tujuannya ialah untuk memberdayakan masyarakat berpenghsilan rendah sehingga bisa mewujudkan rumah yang sehat dan layak huni.” “Tujuan Program ini membantu masyarakat yang tidak memiliki rumah yang layak jadi bisa memiliki rumah yang layak.” “Tujuan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya ini ialah untuk membantu masyarakat yang berpenghasilan kecil agar memiliki kemampuan untuk memperbaiki rumahnya, sehingga yang pada mulanya kurang layak menjadi lebih layak untuk ditempati.” “Tujuan program ini supaya masyarakat mau membangun rumahnya sehingga menjadi lebih layak.”
276
“Tujuannya ialah untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah agar mampu memperbaiki rumahnya sehingga lebih layak untuk ditempati.” “Tujuan program ini untuk membantu merehab rumah, jadi bukan bedah rumah secara total. Hanya membantu masyarakat untuk bisa memperbaiki kerusakan- kerusakan, mana yang harus ditambaltambal. Kalau mau lebih ya silahkan”
I2.3
I2.4
“Ya biar warga rumahnya enggak kumuh lagi. Lebih bagus.”
I2.5
I3.6
“Agar warga yang tidak mempunyai dana untuk merehab rumahnya bisa terbantu.” “Ya buat bedah rumah katanya. Buat rehab, benerin yang rusakrusak.” “Katanya buat bantu warga miskin gitu biar rumahnya lebih layak.” “Yang saya tahu katanya supaya warga itu rumahnya tidak bocor lagi, jadi lebih baguslah. Lebih enak untuk ditinggali.” “Agar masyarakat rumahnya menjadi bagus, rapih. Tidak bocor, dan enak untuk ditempati.” “Untuk membantu membedah rumah warga yang masih kurang bagus kondisinya.” “Supaya lebih enak barangkali masyarakat tempat tinggalnya.”
I3.7
“Ya buat ngebantu ngerehab rumah warga sedikit- sedikit.”
I2.6 I3.1 I3.2 I3.3 I3.4 I3.5
“Biar yang enggak punya rumah kaya saya bisa punya rumah kali. Bisa ngerehab barang sedikitmah.” “Ya denger- denger sih memang bantuannya khusus buat yang rumahnya butuh perbaikan atau yang enggak punya rumah gitu.” “Tujuannya biar masyarakat bisa membangun rumahnya. Biar lebih enak, nyaman.” “Agar rumah- rumah warga yang kurang mampu bisa terbantu sehingga jadi lebih bagus buat ditempati.” “Supaya warga rumahnya enggak kumuh lagi. Bisa diperbaiki yang usak- rusak. Jadi lebih enak ditempatinya.” “Buat membantu masyarakat yang tidak punya modal ngebangun rumah.” “Tujuannya buat ngebantu masyarakat barangkali mau membetulkan rumah tidak punya uangnya. Dikasih sama pemerintah.” “Pastinya untuk membantu kami- kami ini. Yang tidak punya rumah yang layak.”
I3.8 I3.9 I3.10 I3.11 I3.12 I3.13 I3.14 I3.15
I Q
Apakah tujuan pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang telah tercapai?
277
I1.1
I1.2
I1.3
I1.4
I2.1
I2.2
I2.3
I2.4
I2.5
“Alhamdulillah, dari laporan progress dan laporan akhir yang saya terima bisa dikatakan hampir semuanya membangun. Memang tidak semua progresnya bagus. Akan tetapi tujuan program ini kan sebatas menstimulasi masyarakat, mendorong, bukan seratus persen. Jadi tercapai atau tidak tidak hanya tergantung pada bantuan tapi juga keinginan dan kemampuan masyarakat itu sendiri. Kalau dengan hanya bantuan sekian sementara masyarakat tidak mau swadaya ya susah.” “Mungkin kalau tercapai sepenuhnya belum, tapi setidaknya dengan adanya bantuan ini yang tadinya belum dilantai jadi dilantai, yang tadinya semi permanen menjadi permanen.” “Tujuan program ini hanya membantu mewujudkan. Jadi tidak seratus persen. Berdasarkan yang saya lihat, setiap rumah ada progresnya meski tidak semuanya benar- benar menjadi rumah yang layak dan sehat.” “Tercapai 100% tentunya belum. Karena dari 200 KK yang saya ajukan yang dapat cuma 71 saja. Jadi lebih banyak yang belum terbantu.” “Terus terang kami memang tidak memantau ataupun mengawasi bagaimana pelaksanaan di lapangan. Kami tidak bisa menilai apakah program ini telah berjalan dengan baik ataupun ada kekurangan. Yang jelas, informasi yang masuk ke kami bahwa memang program ini sudah dilaksanakan dan warga penerima bantuan telah memperbaiki rumahnya.” “Dengan adanya bantuan ini setidaknya ada perubahan. Yang tadinya bilik jadi tembok, yang masih tanah dilantai. Ada yang perubahannya luar biasa, karena mungkin tanggung kalau uang segitu sehingga ada yang jual tanahlah, jual sawah untuk tambahtambah Ada juga yang tidak jalan, karena tidak ada dana tambahan lagi dan tidak mengikuti arahan kami.” “Tercapai sepenuhnya mungkin belum. Karena hasilnya beda- beda. Ada yang jadi bagus sekali, ada yang jadinya alakadarnya dari bantuan saja, ada pula yang segitu- gitu saja. Karena kemampuan orang juga beda- beda. Ada yang punya dana tambahan ada yang tidak. Selain itu tergantung pula bagaimana masyarakat memanfaatkan dana yang ada.” “Di sini kalau yang mengikuti arahan hasilnya rapi, hanya beberapa yang tidak dilanjutkan pembangunannya karena tidak mengikuti arahan. Seperti Jumri, biarpun rumahnya kecil tapi nyaman. Sebelumnya sudah dikasih tahu bahwa jangan dibongkar semua. Cukup diperbaiki saja. Apalagi kalau tidak ada tambahnya. Ini warga masalahnya ada yang terlalu percaya diri, ketika sudah dibongkar bingung mencari dana tambahannya. Jadinya malah terbengkalai.” “Saya tidak begitu memperhatikan, tapi memang warga pada membangun rumahnya. Ada perubahan.”
278
I2.6
I3.1 I3.2 I3.3 I3.4 I3.5
I3.6
I3.7 I3.8 I3.9 I3.10 I3.11 I3.12
I3.13
I3.14 I3.15
“Belum. Karena warga yang rumahnya jelek masih banyak yang belum dapat bantuan. Yang dapat bantuan saja perubahannya tidak banyak, kecuali yang punya dana tambahan.” “Ya rumah saya bisa dilihat masih acak- acakan belum selesai karena memang tanggung kalau enggak dibongkar semua. Malah keburu abis bahannya belum ada tambahnya buat belanja laginya.” “Alhamdulillah, bisa dibilang sudah tercapai. Ada perubahan. Tadinya kondisinya parah.” “Alhamdulillah sedikit- sedikit sudah. Tadinya tidak seperti ini rumah saya. Lebih parah.” “Belum. Karena yang dapat saja tidak bisa maksimal membangunnya dan masih banyak yang belum dapat. Berarti kan tidak tercapai.” “Tidak mengerti tercapai atau tidaknya. Apa yang mau dicapai. Bantuannya juga cuma segitu.” “Ya tercapai tidak tercapai sih, soalnya kalau ngukur sampe enggak bantuannya ya sampe diterima. Udah ditempelin juga ke rumah. Cuma kan rumahnya enggak semua beres. Dan belum semuanya menerima, kebanyakan yang enggak menerima dibanding yang dapet itu.” “Tercapai belum ya. Soalnya kan masih banyak gitu yang belum dapat. Kebanyakan yang enggak dapatnya. Kalau yang namanya berhasil kan rata gitu semuanya bisa membangun rumah.” “Enggak tahu ya. Rumah juga hasilnya segini doang. Nanggung. kalau tujuannya same rapih, beres, ya belum.” “Kalau sayamah belum. Orang rumahnya belum jadi. Nanggung sih neng uang segitu untuk rumahmah.” “Sudah mungkin, tidak tahu. Tapi dibilang sudah juga rumah perubahannya tidak banyak.” “Ya. Alhamdulillah sih, jadinya dengan ada program ini setidaknya terbantu dan mau tidak mau jadinya ingin memperbaiki rumah.” “Ya dibilang tercapai memang sudah ada perubahan biarpun sedikit. Tapi belum selesai juga sih rumahnya. Ini yang saya kan kondisinya sampe segini aja. Belum disemen lantainya.” “Buat saya pribadi belum, soalnya perubahannya cuma sedikit. Dapur juga masih sama aja, masih tanah bawahnya. sempat membetulkan bagian depan saja sedikit” “Alhamdulillah saya pribadi merasaanya sudah tercapai walaupun hasilnya tidak terlalu bagus. Paling tidak sudah enak untuk ditempati.” “Iya sudah, sudah pada diperbaiki.”
279
I Q
I1.1
I1.2
I1.3
I1.4 I2.1 I2.2 I2.3
I2.4
I2.5
Kriteria apa saja yang harus dimiliki oleh penerima bantuan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir kabupaten Serang? “Program ini diperuntukkan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah atau MBR. Artinya masyarakat yang mempunyai penghasilan, bukan masyarakat yang sama sekali tidak punya penghasilan. Bukan juga program bagi masyarakat miskin, kalau miskin tidak memeiliki kapasitas penghasilan, tidak tentu. Kalau berpenghasilan itu stabil dan dia secara materi bisa menghidupi, jadi dengan sedikit dorongan dia bisa membangun rumahnya. Selain itu, status dari tanah jelas, mau itu hibah atau hak milik, kemudian rumah yang dibangun atau diperbaiki ialah benar- benar rumah milik penerima bantuan, bukan rumah orang lain atau saudara. Selain itu tentunya kondisi dari rumah itu sendri, yang diusulkan utamanya adalah yang menurut kita tidak memenuhi standar layak huni.” “Secara umum penerima bantuan ini haruslah Masyarakat Berpenghasilan Rendah yang menempati rumah tidak layak huni. Kenapa harus yang berpenghasilan, bukan masyarakat miskin dikarenakan bantuan ini memerlukan kemampuan dan kemauan masyarakat penerima untuk membangun rumahnya. Kalau diberikan kepada masyarakat miskin yang tidak tentu penghasilannya maka bisa jadi tidak akan terbangun rumahnya”. “Tentunya yang masyarakat memiliki penghasilan rendah dan memiliki keinginan untuk memiliki rumah yang layak yakni rumah yang memenuhi standar kelayakan, dari segi kesehatan, dan kelayakan untuk dihuni”. “Waktu mengajukan itu langsung melihat kondisi rumahnya saja, sudah ketahuan layak menerima apa tidak. Secara kasat mata kan terlihat rumahnya mau roboh, masih panggung, kita ajukan” “Program ini merupakan program yang ditujukan bagi masyarakat dengan penghasilan rendah yang menempati rumah tidak layak huni.” “Pastinya yang rumahnya jelek. Yang masih panggung, bilik, lantainya masih tanah. Yang sudah bagusmah buat apa dibantu lagi.” “Yang kami utamakan memang yang kondisinya kurang layak, semisal mau roboh, masih panggung, belum permanen.Yang kondisinya sudah permanen tidak kami ajukan.” “Ya memang yang utamanya ialah warga dengan kondisi rumah kurang layak. Tapi kalau disini memang dimintai semua datanya, diajukan semua. Kecuali yang sudah bagus sekali tidak diajukan. Akhirnya karena mungkin dananya juga kurang kalau semua dikasih jadinya sebagian aja gitu yang dapat” “Katanya yang kumuh saja. Yang bagus tidak bisa ikutan.”
280
“Kriteria yang paling utama adalah warga yang kondisi rumahnya kurang baik semisal lantainya masih tanah, atapnya masih rumbia, atau yang rusak- rusak.” “Ya disinimah kayaknya semuanya juga diajukan, soalnya rata- rata rumahnya enggak bagus. Kaya yang saya. Rombeng neng.” “Yang kaya saya inilah. Rumah kan dulu panggung. Bilik semua.” “Yang kondisi rumahnya sudah jelek. Atap bocor. Masih tanah, masih panggung.” “Masyarakat miskin, yang penghasilannya tidak jelas, yang rumahnya jelek, yang tidak punya uang untuk memperbaiki rumah. Kalau yang sudah kaya dan rumahnya bagus tidak usah dikasih lagi.”
I2.6 I3.1 I3.2 I3.3 I3.4
“Harus yang rumahnya seperti saya ini, kurang bagus, jelek.”
I3.5
“Ya masyarakat disini rata- rata memenuhi kriteria soalnya masih jarang rumah yang bener- bener bagus. Tapi ya itu, yang dapat Cuma seberapanya paling.” “Di desa ini semuanya didaftarkan. Cuma katanya yang dianggap benar- benar pantas saja yang dapat. Mungkin yang kelihatannya jelek sekali.”
I3.6
I3.7
“Yang rumahnya jeleklah neng, yang sudah bagus buat apa dibantu.”
I3.8
“Yang rumahnya pada rusak, bocor, rumah panggung. Pokoknya orang miskinlah yang enggak kebangun rumah.” “Kurang tahu. Warga dimintai persyaratan semua sih. Biarpun judulnya untuk rumah yang enggak layak.”
I3.9 I3.10
“Yang rumahnya kumuh, reot, rombeng.”
I3.11
“Yang rumahnya kumuh neng. Yang enggak punya uang buat benerin.” “Yang kaya saya kali neng. Yang rumahnya jelek, penghasilan enggak jelas. Jangankan buat membetulkan rumah. Buat anak sekolah saja keteteran.” “Yang rumahnya kumuh, yang belum ditembok, yang masih tanah, yang reot. Pokoknya yang jeleklah neng.” “Yang rumahnya kumuh neng. Ini kan bantuan bedah rumah buat rumah kumuh katanya.”
I3.12 I3.13 I3.14 I3.15
I Q
Apakah pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang sudah tepat sasaran?
281
I1.1
I1.2
I1.3
I1.4
I2.1
I2.2
I2.3
I2.4 I2.5
I2.6
I3.1
“Menurut penilaian saya sudah tepat sasaran. Kalaupun ada yang kurang sesuai itu ada indikasi lain mungkin. Kita ada penilaian sendiri. Sebelumnya sayapun sudah berkali- kali ke desa untuk memantau, tidak ada masalah.” “Saya rasa sudah karena yang memverifikasi dan menetapkan penerima bantuan itu dari kementrian langsung. Sayapun melihat kenyataan di lapangan memang para penerima bantuan adalah orang yang masuk kriteria”. “Saya sendiri kurang kenal dengan warga atau dalam hal ini penerima bantuan apakah memang benar- benar pantas atau tidak apakah berdasarkan kriteria yang diminta peraturan atau tidak. Saya ketemu warga ketika pencairan saja. Foto- foto orang Badan Keswadayaan Masyarakat yang ambil. Tapi setelah pencairan saya keliling ke beberapa rumah masyarakat dan saya rasa memang warga tersebut adalah warga yang pantas mendapatkan bantuan. Hanya saja yang saya dengar penerima bantuan ini kebanyakan memiliki faktor kedekatan dengan kepala desa. Kerabat ataupun orang- orangnya kepala desa”. “Saya rasa sudah tepat sasaran semua. Rumah yang tergolong layak tidak lolos.” “Kami tidak mengetahui dengan pasti apakah pada prakteknya sudah tepat sasaran apa belum. Namun selama ini, yang saya tahu belum pernah ada laporan ataupun aduan dari masyarakat mengenai adanya penyimpangan ataupun kecurangan. Seandainyapun tidak tepat sasaran, saya rasa presentasenya kecil sekali.” “Untuk Di Desa Sindangsari saya jamin semuanya tepat sasaran. Soalnya saya sendiri yang foto- foto rumah warga. Saya tahu persis yang diajukan itu memang yang pantas dibantu. Malah masih banyak yang rumahnya jelek yang tidak dapat.” “Saya jamin untuk di Desa Kampung Baru ini sudah tepat sasaran. Bahkan kita kebingungan karena ada banyak yang belum kebagian.” “Sudah tepat sasaran. Tapi memang ada yang lebih susah, mau roboh, Pak Lurah sama konsultan sampe keluar air mata, malah enggak dapat.” “Sudah tepat sasaran. Memang saya lihat yang dapat itu memang sudah pada jelek rumahnya.” “Menurut pengamatan saya sudah tepat sasaran. Warga yang mendapatkan bantuan memang yang kondisi rumahnya kurang bagus. Yang rumahnya bagus tidak ada yang dapat. Yang jelek saja tidak semuanya dapat.” “Ya disinimah kayaknya semuanya juga diajukan, soalnya rata- rata rumahnya tidak bagus. Kaya yang saya. Rombeng(jelek) neng.”
282
“Tepat memangnya juga. Emang butuh rumah semua.” “Di sini sudah tepat sasaran. Karena memang yang dapat yang parah rumahnya. Yang hampir roboh juga ada. Tapi ya itu, masih banyak yang belum kebagian.” “Tepat sasaran iya. Memang yang dapat itu butuh perbaikan semua. Tapi ada juga yang sama- sama rusak malah lebih parah tapi tidak dapat.” “Tepat, Alhamdulillah. Kan disini memang sebagian besar rumahnya kurang bagus.” “Iya, sudah tepat sasaran. Tidak ada yang salah sasaran.”
I3.2 I3.3
I3.4 I3.5 I3.6 I3.7
“Biarpun enggak semuanya dapet tapi memangnya juga yang dapetmah yang butuh sih. Enggak ada yang salah sasaran.”
I3.8
“Iya sudah tepat sasaran.” “Tepat sasaran sih tepat sasaran, tapi masih banyak yang belum kebagian. Kasian udah lama nunggu tapi enggak dapet.” “Yang dapat memang yang butuh semua. Tidak dapat yang rumahnya cukup bagus.” “Sudah. Yang dapat memang yang kumuh seperti rumah saya ini. Tapi ada juga yang kondisinya seperti saya tapi tidak dapat bantuan. Mungkin terbatas dananya.” “Disini memang yang dapat pada butuh semua. Tepat sasaran. Cuma banyak yang belum kebagian. Nanti mungkin nyusul.” “Sudah. Memang disini yang dapat bantuan bisa terlihat rumahnya tidak ada yang bagus. Yang bagus tidak dapat neng. Tidak dimintai KTPnya juga.”
I3.9 I3.10 I3.11 I3.12 I3.13 I3.14
“Sudah. Memang pada kurang bagus semua yang dapat.”
I3.15
“Sudah. Yang dapat memang yang butuh- butuh semua. Ada juga yang tidak dapat.”
I Q
I1.1
I1.2
Siapakah yang membelanjakan dana bantuan?
“Awalnya memang masyarakat yang seharusnya membelanjakan sendiri dana bantuan yang diperoleh. Namun kemudian ada perubahan sistem. Ada instruksi dari pusat bahwa masyarakat hanya boleh menerima bantuan berupa material bangunan. Kenapa berubah, karena ada kekhawatiran dari pelaksana program apabila masyarakat yang membelanjakan akan digunakan untuk hal lain dan akhirnya rumahnya malah tidak terbangun” “Ini yang simpang siur. Awalnya, uang langsung ke masyarakat dan
283
I1.3
I1.4
I2.2
I2.3
I2.4 I2.5 I2.6
mereka sendiri yang membelanjakan dana bantuan, kesulitannya karena tahu sendiri kalau masyarakat sudah pegang uang kita tidak bisa mengontrol. Tapi kemudian pada termin kedua berubah lagi, uang langsung diserahkan ke toko bangunan. Jadi dalam waktu tiga bulan saja berubah. Termin satu dan dua berubah. Akhirnya banyak yang curiga dengan program ini. Bayangkan, yang awalnya pada termin satu pegang uangnya langsung, pada termin dua hanya tandatangan, ini yang kemudian jadi kemelut sehingga ada kalimat bahwa Kepala Desa makan uang, pendamping makan uang. Kalau termin satu sudah begitu aturannya tidak masalah, ini di tengah jalan berubah apa dasarnya? Harusnya kalau ada perubahan ada surat edarannya, jadi kalau ada LSM atau wartawan saya bisa jelaskan dan tunjukkan surat- suratnya.” “Awal sekali itu aturannya yang membelanjakan penerima bantuan, lalu kemudian ada instruksi dari pusat bahwa masyarakat tidak boleh menerima berupa uang melainkan material. Akan tetapi ketika pencairan masyarakat menolak. Masyarakat tetap menginginkan berupa uang. Menurut mereka lebih mudah bagi mereka mengatur segala sesuatunya apabila mereka yang belanja sendiri, kan tidak semua masyarakat memiliki dana tambahan seperti untuk ongkos tukang dan lain sebagainya. Oleh karena seratus persen masyarakat menginginkan berupa uang, ya sudah. Daripada malah menimbulkan polemik. Yang penting dibelanjakan, dan laporannya beres.” “Harusnya warga itu langsung menerima material, jadi ada toko bangunan yang di tunjuk begitu. Tapi warga seluruhnya inginnya belanja sendiri jadinya yang belanja material itu warga. Saya juga bingung disitu, tapi daripada ribut dan warga berfikiran macammacam ya sudah. Jadi pencairan warga ngambil uangnya ke bank, saya koordinir per RT. Setelah itu warga masing- masing belanja. Seterusnya saya memantau apakah benar sudah dibelanjakan atau tidak, mana kuitansinya, begitu.” “Yang belanja itu tetap masyarakat, cuma uangnya dikolektif. Jadi masyarakat penerima bantuan tinggal ke toko material lalu ambil barangnya.” “Yang belanja warga langsung. Setelah membelanjakannya sendiri ke toko matrial.”
pencairan
mereka
“Yang membelanjakan warga. Pas pencairan warga sendiri datang ke bank lalu langsung belanja. Sebelumnya disuruh nanya dulu ke tukang, kira- kira butuh apa saja. Yang mengerti kan tukang.” “Dengar- dengar warga langsung yang belanja. Jadi begitu pencairan langsung disuruh dibelanjakan bahan bangunan katanya.” “Sudah pasti warga. Kan bantuannya untuk warga. Kalau yang membelanjakan aparat desa nanti bisa- bisa menimbulkan kecurigaan.”
284
I3.1 I3.2
I3.3
I3.4
I3.5 I3.6 I3.7 I3.8
I3.9
I3.10
I3.11
I3.12 I3.13 I3.14 I3.15
“Yang ngambil ke matrial masyarakat, tapi uangmah di kasih ke matrial sama Pak RT.” “Dari atasnya langsung dibayarkan ke matrial. Kita pesan ke pak RT butuh apa saja, datang sendiri ke matrial terus diantarkan ke rumah barangnya.” “Pak Lurah. Warga tidak boleh pegang uangnya langsung katanya. Soalnya dari sananya tidak diperbolehkan. Jadi kami tinggal ke matrial saja ambil bahan- bahannya” “Dikolektif uangnya sama Lurah. Waktu tahap pertama begitu pencairan uangnya langsung dikasih lagi ke Pak RT, dikumpulin. Sama kita disuruh nyatat butuh apa saja, abis itu ngambil ke matrial. Yang tahap kedua belum sempat lihat uangnya katanya sudah dikasih ke matrial langsung.” “Yang ke Matrial kita, bawa catatan. Uangnya udah disetor duluan, bareng- bareng.” “Uangnya sudah dikasih duluan sekaligus semuanya, dikolektif. Warga tinggal ke matrial, terus sama matrialnya dikirim ke rumah.” “Dikolektif sama Lurah uangnya. Jadi masyarakat tinggal datang ke matrial saja.” “Uangya langsung dikasih ke matrial sama Pak RT. Jadi masyarakatmah enggak pegang uang.” “Yang belanja ya kita sendiri pergi ke matrial tapi uangmah udah dikasih duluan sama RT. Jadi begitu pencairan langsung dibalikin lagi. Apalagi yang tahap dua, bener- bener cuma numpang lewat aja. Jauh- jauh ke Bank cuma tanda tangan terus disuruh balik lagi.” “Yang ngambil ke matrial saya. Tapi uangnya sudah disetor duluan sama RT.” “Yang tahap pertama sama kedua uangnya langsung dikoordinir dan langsung dikasih ke yang punya matrial, tapi yang tahap satu masih lihat uangnya. Selanjutnya kira- kira dua bulan kemudian ada informasi suruh mengambil lagi. Pas ke bank tidak menerima uang sama sekali. Setelah tanda tangan suruh pulan. Uangnya sudah dimatrial katanya.” “Yang belanja saya sendiri. Begitu dapat langsung ke matrial belanja kebutuhan buat ngerehab.” “Saya sama bapaknya. Begitu pencairan langsung boncengan berdua ke Matrial.” “Yang belanja suami saya. Pas dapat uang harus belanja ya belanja. Namanya buat rumah sendiri.” “Yang pergi anak. Bapaknya lagi sakit waktu itu.”
285
I Q
I1.1
I1.2
I1.3
I1.4
I2.2
I2.3
I2.4
Dipergunakan untuk apa saja dana bantuan yang diperoleh? “Berdasarkan pemantauan saya selama ini, dan laporan yang saya terima, dana bantuan memang digunakan untuk belanja material bangunan.” “Pastinya digunakan untuk belanja material bangunan, seperti semen, pasir, batu bata. Karena seperti yang dijelaskan tadi bahwa kita kerjasama dengan toko bangunan, dan sayapun kroscek langsung ke toko bangunan tersebut. Apakah masyarakat sudah pada datang apa belum, apakah sudah diambil atau belum bahan bangunannya. Jadi tidak dipergunakan untuk hal yang lain selain untuk belanja material.” “Resiko kalau warga yang menerima bantuan dalam bentuk uang langsung ialah tidak semuanya digunakan sebagaimana mestinya. Begitu juga yang terjadi di Desa Kampung Baru. Dari yang saya dengar ada yang buat bayar hutanglah, anak sekolahlah, macammacam.” “Yang saya liat semuanya pada belanja material. Ada yang beli pasir, asbes, kaso, bambu, tapi kalau bambu kan tidak dihitung. Ada juga yang sudah dibelikan material, materialnya dijual lagi karena tidak ada uang untuk tukangnya.” “Dari enam juta itu semuanya dipergunakan untuk kebutuhan pembangunan. Sama sekali tidak ada potongan atau apapun. Waktu tahap pertama memang dari tiga juta diambil tiga ratus ribu, tapi itu untuk ongkos tukang, dan wara sendiri yang minta. Sedangkan untuk tahap dua, uangnya langsung dikasih ke matrial semua.” “Sebagaimana pemantauan saya warga membelanjakan dana bantuan untuk keperluan perbaikan rumah. Seperti semen, pasir, kayu balok, batu bata. Tidak ada yang tidak belanja. Karena mereka juga tahu bahwa bantuan ini untuk rumah. Mungkin ada sebagian yang menggunakan untuk keperluan diluar perbaikan rumah seperti untuk biaya sekolah bahkan makan. Tapi saya jamin tidak serats persen, paling hanya sebagian kecil. Akan tetapi kami juga tidak bisa mengontrol sampai sejauh itu karena yang pegang uang kan mereka, mereka yang belanja sendiri. “Jadi begini, memang kalau intruksi dari Serang, enam juta itu harus full material. Tapi pas rapat desa, ada konsultannya juga waktu itu, kebijakan lurah tolong ambil tujuh ratus ribu untuk ongkos tukang jangan dibelanjakan semua. Karena wargapun ada yang punya tambahnya ada yang tidak. Bantuan pemerintah kan memang hanya sekian, jadi kalau tidak cukup harus nerusin sendiri. Masalahnya tidak semua orang memiliki kemampuan itu.”
286
I2.5 I2.6 I3.1 I3.2 I3.3
I3.4
“Yang saya lihat warga pada beli bahan bangunan seperti pasir, batu bata, semen.” “Yang saya lihat warga pada beli bahan bangunan seperti pasir, batu bata, semen.” “Untuk Bahan bangunan semua. Enggak megang uangnya. Makanya bingung namany tukang harus diongkosin.” “Untuk barang matrial semua.” “Buat belanja matrial semua. Saya tidak dikasih uangnya. Lihat saja tidak. Cuma tanda tangan di Bank. Ongkosmah lain lagi.” “Untuk bahan bangunan semua. Yang tahap pertama biarpun uangnya dibawa ke rumah langsung ditarik lagi. Enggak kemakan sepeserpun. Yang tahap dua malah enggak jelas. Ke bank Cuma tanda tangan saja, uangmah katanya sudah dibawa Pak Lurah.”
I3.5
“Untuk bahan bangunan semua, semen, pasir, segala macam.”
I3.6
“Berhubung kita tidak pegang uangnya, jadi ya seratus persen untuk bahan bangunan. tidak ada untuk sekedar kita belanja buat tukang.”
I3.7
“Seratus persen bahan bangunan. Tidak sepeserpun makan uangnya barang beli untuk rokok atau apa.”
I3.8
I3.9
I3.10 I3.11 I3.12 I3.13 I3.14 I3.15
“Buat ke toko maatrial semua. jangankan buat yan lain, tukang saja belum dibayar. Untung masih sodara jadi dikasih kopi doang juga mau.” “Yang belanja ya kita sendiri pergi ke matrial tapi uangmah udah dikasih duluan sama RT. Jadi begitu pencairan langsung dibalikin lagi. Apalagi yang tahap dua, betul- betul cuma numpang lewat saja. Jauh- jauh ke Bank cuma tanda tangan terus disuruh balik lagi.” “Buat bahan bangunan semua. Kan masyarakat enggak megang uangnya. Boro- boro buat yang lain.” “Karena langsung masuk matrial jadinya untuk bahan bangunan semua yang empat juta, yang tujuh ratus buat tukang” “Buat belanja separuh, ada juga buat ongkos tukang. Kan tukang harus dibayar, saya tidak punya buat ongkosnya. Ya sudah pakai uang bantuan yang itu.” “Buat keperluan rumah semua. Ada sedikit dipakai buat beli kopi tukang. Masa orang kerja tidak kita kasih minum, tidak kita bayar.” “Buat rumah semua. Beli kayu balokan sama bilik juga. Sama ini itunya.” “Buat beli- beli keperluan rehab rumah. Segala semen, segala opasir, yang begitu- begitulah neng.”
287
I Q
I1.1
I1.2
I1.3
I1.4
I2.2
I2.3
I2.4 I2.5 I2.6 I3.1 I3.2
Apakah ada pemotongan dana bantuan dalam pelaksanaan Program Bantuan Stimulan perumahan Swadaya di Kecamatan Petir Kabupaten Serang? “Saya rasa pemotongan itu tidak ada. Yang ada mungkin masyarakat yang memberi secara ikhlas sebagai ucapan terimakasih, dan itu diluar konteks. Ataupun ada kebijakan dari Toko Bangunan karena kita kan beli sekaligus dalam jumlah yang besar, jadi harganya lebih murah. Disitu mungkin ada kelebihannya.” “Tidak pemotongan sama sekali. Warga menerima secara utuh. Hanya saja bukan dalam bentuk uang langsung melainkan matrial bangunan. Kalaupun ada yang bilang dipotong atau dikorupsi sekalipun silahkan saja. Toh saya punya buktinya.” “Tidak ada. Uang langsung masuk ke rekening masing- masing penerima. Begitu pencairan uangnya langsung dibelanjakan. Petugas tidak ikut- ikutan soal uang. Hanya sekedar memfasilitasi pencairannya saja.” “Tidak ada. Kan warga datang langsung ke BRI ambil uangnya. Belanja sendiri.” “Dipotong bagaimana orang langsung disetor ke toko matrial. Ditukar dengan bahan bangunan. Waktu tahap pertama memang dari tiga juta itu diambil tiga ratus ribu, tapi itu bukan buat Kepala Desa, itumah warga sendiri yang minta karena tidak ada buat ongkos ngakunya. Ya sudah kita siasati. Jadi yang tahap pertama itu yang dibelanjakan bahan bangunan sekitar dua juta tujuh ratus ribu. Kalau dipotong mungkin bahan bangunannya kurang, tidak seperti yang diminta. Lagipula selama ini tidak ada yang melapor ke saya bahwa matrialnya kurang jumlahnya. Berarti kan pas.” “Tidak ada sama sekali. Masyarakat sendiri yang pergi ke Bank. Kalau uangnya masuk ke rekening saya bisa jadi saya potong. Ini masuknya ke rekening masing- masing. Harus tanda- tangan masingmasing juga. Mana ada kesempatan buat motong segala.” “Tidak ada pemotongan sama sekali. Adapun uang yang tujuh ratus ribu itu, itu kan untuk warga sendiri bukan untuk siapa- siapa.” “Kurang tahu. Tidak ada laporan juga ke sayanya. Mungkin bukan pemotongan, hanya seikhlasnya warga ngasih berapa begitu buat yang ngurus- ngurus.” “Kurang tahu. Tanyanya ke Pak Sair. Saya tidak tahu apa- apa.” “Kalau pemotongan tidak tahu pasti. Takutnya salah ngomong. Cuma memang katanya dari tahap pertama tiga juta itu ada tiga ratus ribu yang diambil. Katanya buat tukang, tapi mana enggak ada. Yang tahap dua langsung disetor ke matrial. Enggak liat sama sekali.” “Tidak ada.”
288
I3.3
“Kurang tahu ya neng. tidak mau suuzon. Segitu juga sudah dibantu.”
I3.4
“Kurang ngerti ada pemotongan atau tidak. Takutnya disangka suuzon. Saya nanya ke toko matrial kemana sisanya, kan menurut saya dan yang lain juga enggak mungkin sampe enam juta kalau segitu aja bahan- bahannya, katanya buat pengurus- pengurus. Ya kalau memang dari enam juta itu enggak semuanya disetor ke matrial, wajar aja mungkin. Kan mereka- mereka juga ingin rokok, kopi.”
I3.5
“Tidakk tahu. Sedikasihnya saja udah syukur.”
I3.6
I3.7
I3.8
I3.9
I3.10
I3.11
I3.12 I3.13 I3.14 I3.15
“Yang saya dengar begitu. Cuma saya tidak mau banyak omong. Segini juga udah syukur dikasih. Ya kan yang mengurusi juga capek. Ingin rokok, pengen ngopi.” “Saya tidak pernah mau ngulik- ngulik (mengorek- ngorek) seperti itu. Sudah dikasih juga Alhamdulillah.Segini juga pemerintah memperhatikan.” “Iya neng. Dapetnyamah cuma empat juta, kan katanya dulu bantuannya enam juta. Pas cair denger- denger yang masuk matrial cuma empat juta. Nah saya cuma nerima tiga ratus ribu. Apa diambil dari yang empat juta apa dari yang enam juta kurang tahu.” “Enggak tahu ya neng. Tapi denger- denger begitu. Malah katanya dapetnya lebih gede. Bukan enam juta. Makanya saya berani bikin pondasi.” “Kurang tahu. Enggak mau suuzon saya. Kalaupun iya biarin ajalah. Namanya mungkin yang ngurusin butuh ongkos, pengen ngopi segala macam.” “Saya mengobrol dengan yang punya toko material bangunan, katanya uang yang diterima oleh toko hanya empat juta saja dari perorang itu. Kemana itu sisanya. Informasinya enam juta, sementara kita cuma megang duit tujuh ratus ribu, dari yang tahap pertama tiga ratus lima puluh ribu, kemudian pas tahap dua ada pengembalian dari toko tiga ratus lima puluh ribu. Yang keterima ke kita empat juta tujuh ratus. Yang sejuta tiga ratus ribunya kemana itu. Banyak yang bertanya- tanya, katanya sama pegawai- pegawainya itu.” “Tidak ada neng. Semuanya dikasih ke warga langsung.” “Tidak ada. Ngasih Pak Sair, tapi tidak seberapa. Itu buat ucapan terimakasih aja karena sudah dibantu. Kasian juga bolak- balik demi warga.” “Tidak ada yang saya tahumah. Dikasihnya pas. Tapi enggak tahu juga sih, soalnya suami saya yang megang.” “Tidak ada sama sekali.”
289
I Q
I1.1
I1.2
I1.3
I1.4
I2.2
I2.3
I3.1 I3.2
Apakah penerima bantuan dilibatkan dalam penyusunan Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan Rencana Penggunaan Dana (RPD)? “Jelas masyarakat harus tahu mengenai Rencana Anggaran Biaya dan Rencana Pengunaan Dana. Salah kalau misalnya masyarakat tidak dilibatkan. Disini kan jelas bahwa bantuan yang diberikan berdasarkan kebutuhan masing- masing.” “Rincian Rencana Anggaran Biaya dan Rencana Pengunaan Dana itu yang menyusun dari bagian teknik Masyarakat tidak ikut menyusun. Tinggal ambil materialnya saja di toko bangunan. Baca tulis saja susah bagaimana mau dilibatkan. Waktunya juga sempit”. “Warga tidak tahu menahu mengenai rincian Rencana Anggaran Biaya dan Rencana Pengunaan Dana. Yang menyusun semua itu Tenaga Pendamping Masyarakat. Penerima bantuan hanya menggunakan dana saja.” “Warga tidak tahu apa- apa. Jangankan warga, saya juga tidak tahu kalau masalah itu. Itu bagiannya Tenaga Pendamping Masyarakat. Warga itu tahunya ngasih KTP sama pencairan saja. Soal dokumendokumen begitu yang mengerjakan Tenaga Pendamping Masyarakat.” “Mengenai usulan kami yang menyusun, tapi mengenai Rencana Anggaran Biaya dan Rencana Pengunaan Dana itu urusannya Tenaga Pendamping Masyarakat. Intinya masyarakat terima beres, terima enak. Urusan dokumen- dokumen, laporan ke atas biar Tenaga Pendamping Masyarakat yang urus. Dilibatkan juga tidak akan mengerti.” “Tidak. Warga tidak tahu menahu yang kaitannya dengan dokumen- dokumen begitu. Biar saja Rencana Anggaran Biaya dan Rencana Pengunaan Dana, laporan lainnya kami yang menyusun karena warga juga menyerahkan semuanya kepada kami. Tidak mau tahu juga mereka.” “Saya tahu beres aja. Enggak dilihat- lihatin yang begitu- begitumah. Urusan petugas, mungkin Pak RT atau Pak Lurah tahu.” “Disuruh mencatat kebutuhannya apa saja gitu. Di kasih ke Pak RT.buat dikasih ke matrialnya."
I3.3
“Tidak. Saya tidak tahu yang begitu- begitu.”
I3.4
“Tidak. Tidak mengerti mengenai hal itu. Urusan pengurus barangkali. Cuma disuruh mencatat butuh apa- apa saja, buat di kasih ke matrial. Jadi nanti tinggal diambil.”
I3.5
“tidak neng saya. Terima beres. Sama yang lain juga begitu.”
I3.6
“Masyarakat tidak tahu apa- apa neng. Sudah masalah berkas- berkas begitu biar jadi urusan yang petugasnya aja. Terima beres saja, selesai.”
290
“Sama sekali tidak tahu masalah itu. Itu urusan pegawai. Kalau Pak Lurah mungkin tahu.”
I3.7
I3.10
“Saja. Cuma dimintai KTP aja. Terus kita buat surat ke Pak RT butuh apa aja, itu untuk dikasih ke matrial.” “Tidak neng. Yang begitu- begitu nanyanya ke RT atau Lurah. Masyarakat tahunya menerima saja.” “Tidak, orang cuma dimintai KTP sama KK aja.
I3.11
“Tidak. tidak tahu apa- apa.”
I3.8 I3.9
“Tidak. Mengenai itu urusan Pak Sair. Di ajak juga tidak akan mengerti saya. Terserah Pak Sair aja.” “Tidak. Biar jadi Urusan Pak Sair aja. Yang penting saya dapat bantuan.” “Tidak neng. Bapaknya kan ke kebon aja pulang magrib. Ada bantuan ini ya sedikasihnya aja gitu. Terima beres. Biarin yang begitubegitumah Pak Sair yang mengerjakan.” “Saya sama bapaknya tahu beres aja. Diserahkan ke Pak Sair aja semuanya.”
I3.12 I3.13 I3.14 I3.15
I Q
I1.1
I1.2
I1.3
Apakah volume material bangunan yang diterima sesuai dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan Rencana Penggunaan Dana (RPD)? “Ya. Volume material yang diterima masyarakat pasti sesuai dengan Rencana Anggaran Biaya dan Rencana Pengunaan Dana . Rinciannya ada di laporannya. Semen berapa sak, pasir berapa banyak, itu ada poin- poinnya. Terlepas nanti kenapa ada kekurangan atau ketidaksesuaian dengan nominal uang Rp. 6 juta misalnya, tentu ada penjelasannya. Bisa ditanyakan kepada Badan Keswadayaan Masyarakat, Tenaga Pendamping Masyarakat, atau kepada Kami disini. Yang jelas, secara fakta dan hukum masyarakat telah mene rimadan juga menandatangani.” “Yang masyarakat terima pasti sesuai dengan Rencana Anggaran Biaya dan Rencana Pengunaan Dana Adapun apabila ada masyarakat yang menghitung kembali dan merasa material yang didapat tidak sesuai dengan jumlah uang Rp.6 juta itu hak mereka. Yang jelas, mereka sudah memiliki komitmen dan menandatangani surat tanda terima.” “Untuk di Desa Kampung Baru jujur saja tidak sesuai. Memang harusnya belanja itu sesuai dengan yang ada di rencana anggaran, akan tetapi kenyataannya karena warga langsung yang
291
I1.4
I2.2
I2.3
I3.1
I3.2
I3.3
I3.4
I3.5 I3.6
membelanjakannya jadi tidak akan mungkin sesuai. Masyarakat juga tidak mengerti mengenai perencanaan anggaran dan lain- lain. Mereka belanja sesukanya saja. Mengenai bagaimana caranya biar dilaporannya pas enam juta, tidak boleh kurang tidak boleh lebih. Kalaupun ada kurang atau lebih paling kisarannya beberapa rupiah saja, itu semua yang merekayasa Tenaga Pendamping Masyarakat”. “Karena warga yang membelanjakan, jadi ngatur masing- masing. Pastinya tidak akan sesuai. Tapi kalau laporan ke atasmah beres sih. Pak iksan urusannya”. “Tidak usah di pertanyakanlah sesuai atau tidak dengan Rencana Anggaran Biaya dan Rencana Pengunaan Dana Yang terpenting disini ialah bahwa memang betul dananya sudah diterima langsung oleh masyarakat, sudah dimanfaatkan oleh masyarakat untuk membangun rumah. Masalah administrasi seperti itu masyarakat juga tidak mau tahu. Mau uangnya saja.” “Jelas tidak akan sama. Bagaimana mungkin sama, yang membuat Rencana Anggaran Biaya dan Rencana Pengunaan Dana itu Tenaga Pendamping Masyarakat, sementara yang belanja masyarakat sendiri. Rincian Rencana Anggaran Biaya dan Rencana Pengunaan Dana itu hanya formalitas laporan saja. Yang penting uang yang diterima masyarakat memang benar enam juta.” “Ya memang yang saya minta segitu, dapetnya juga segitu. Tapi enggak ngitung- ngitung berapa- berapanya. Nyampe apa enggak ke enam juta. Terserah ajalah segini juga dikasih.” “Rencana Anggaran Biaya dan Rencana Pengunaan Dana aja tidak tahu apa. Pokoknya bahan- bahan yang saya minta dikasih, ya sudah. Mau kurang, mau lebih, segitu juga udah dikasih.” “Saya kurang tahu kalau masalah rencana anggaran itu. Itumah yang tahu Pak Lurah. Warga Cuma diminta KTP sama menerima bantuan saja. Jumlah matrial ya sesuai yang kita minta waktu itu. Tapi pas atau tidaknya enam juta saya tidak menghitung- hitung. Biar saja.” “Mana saya tahu sama apa tidak.tidak mengerti msoal itu, itu urusan pengurus. Memang bahan- bahan yang di terima sesuai sama yang saya minta. Cuma harga- harganya saja yang tidak tahu. Pas selesai tahap dua baru dikasih kwitansi tapi itu juga enggak dicantumkan harganya berapa saja. Saya nanya ke matrial dirahasiakan. Tapi berdasarkan perhitungan saya tidak sampai enam juta. Paling cuma empat juta saja total semuanya. Saya juga tukang, jadi tahu.” “Kurang tahu ya neng, segimana dikasihnya aja. Terserah mau ditulisnya berapa. Ya kan sama matrialnya juga dibatasi tidak mungkin lebih.” “Dikasih sama toko matrialnya cuma sekian ya diterima. Tidak ngulik- ngulik. Biar saja.”
292
I3.7
“Matrial ngasihnya segitu ya sudah. Matrial juga enggak mau rugi kan.”
I3.8
“Kurang tahu ya.Tidak mengerti tentang itu. Pokoknya saya dapatnya tidak full enam juta.”
I3.9
“Saya tidak hitung- hitung. Dikasih matrialnya segitu ya sudah.”
I3.10
“Tidak mengerti sama sekali. Terserah ajalah mau sesuai apa tidak.” “Ya dilibatkan saja tidak mana tahu sesuai apa tidak. Tapi kalau di laporannya enam juta jelas tidak sesuai, karena bahan bangunan yang saya terima totalnya empat juta.” “Pas belanja terserah saya. Kan yang tahu saya dan saya yang belanja sendiri, bukan bagaimana kata Pak Sair.” “Tidak tahu neng yang dicatatan sananya berapa. Tapi saya kan belanja sendiri. Tidak mungkin sama juga gitu. Kan tidak ditanyatanya rinciannya. Cuma ditanya sudah belanja belum, saya bilang sudah.” “Tidak tahu sesuai apa tida . Tapi uangnya dibelanjakan semua. Sama bapaknya.” “Tidak tahu ya neng. Tidak pakai Rencana Anggaran Biaya dan Rencana Pengunaan Dana. Langsung belanja saja.”
I3.11 I3.12
I3.13
I3.14 I3.15
I Q
I1.1
I1.2
I1.3
Apakah kondisi rumah setelah perbaikan/ pembangunan sesuai dengan gambar kerja? “Mengenai sesuai tidak dengan target yang direncanakkan, tentu kita ingin rencana kita maksimal. Tapi karena masyarakat kita tidak mampu swadaya, jadi perubahannya hanya sedikit. Sekitar 40% lah yang tidak sesuai itu. Ada yang menjadi rumah permanen tapi tidak selesai, ada yang diluar dugaan menjadi sangat bagus, ada yang makin tidak sehat. Masyarakat kadang kan seenaknya.” “Sama persis pastinya tidak. Karena masyarakat pada prakteknya membangun sesuka mereka dan sesuai kemampuan mereka. Ada yang memang membangun seadanya dari dana bantuan, ada juga yang punya dana tambahan sehingga lebih dari yang direncanakan semula, jadi permanen. Yang dilihat disini adalah progressnya. Kalau tidak sesuai, dalam artian tidak ada progress, pada termin dua tidak akan cair. Memang tidak maksimum 100%, tapi dari semua rumah yang mendapatkan bantuan sekitar 80- 90% kondisinya jadi lebih baik.” “Kalau yang dimaksud adalah sesuai atau tidak dengan perencanaan, tentu ada yang tercapai ada yang tidak, ada juga yang bahkan melebihi. Ada yang pada akhirya membangun rumah permanen karena mungkin sudah tanggung kepalang dan juga kebetulan ada dananya mungkin. Tapi ada juga yang realisasinya tidak maksimal. Dari total 71 rumah, paling yang terealisasi dengan baik hanya
293
I1.4
I2.2
I2.3
I3.1 I3.2 I3.3
I3.4
sekitar 30%- 35% saja. Dan kami juga memiliki keterbatasan kalau sampai ke hal yang detail seperti itu. Yang penting dana bantuan dibelanjakan dan ada realisasinya.” “Masyaraka pas ngebangun bagaimana mereka maunya saja. Ada sesuai rencana tapi banyak juga yang tidak sesuai rencana, ada yang lebih karena tanggung katanya. Bisa dibliang 50% seadanya, 50% nambah dari uang pribadi.” “Namanya juga gambar perkiraan, pas prakteknya bisa kurang bisa lebih. Untuk di Desa Sindangsari ini bisa saya katakan bahwa sebagian besar perubahannya bagus, malah ada yang luar biasa bagus sekali hasilnya karena mau usaha. Hanya sebagian kecil saja yang kondisinya tidak bagus yang disebabkan mereka tidak mengikuti arahan daripada saya dan TPM. Tidak bisa menyesuaikan dengan dana yang ada, main bongkar saja. Giliran bahan kurang, dana habis, jadi terbengkalai.” “Itu hanya perkiraan saja kok. Kira- kira nanti yang mau diperbaiki bagian yang mana. Jadinya seperti apa diserahkan ke masyarakat. Akan tetapi perlu diketahui bahwa hasilnya memang ada yang bagus, ada yang sama saja. Tergantung ada tidaknya kemauan dan dana tambahan daripada masyarakat." “Tidak tahu soal gambar kerja. Bagian petugas mungkin.” “Gambar kerja saya tidak tahu menahu. Tetapi ya memangnya juga rencananya ingin seperti ini.” “Waktu pembangunan sejadinya kita ada bahan saja. Saya juga niatnya pengen lebih. Tapi tidak ada tambahnya ya sudah.” “Sama pemerintahkan tidak boleh dibongkar total. Tapi saya bongkar semua. Rencananya sampai disemen gitu lantainya. Berhubung dananya kurang, buat nambahnya enggak ada lagi jadinya masih tetap tanah kaya dulu. Kalau dinding memang rencananya cuma ganti bilik saja.”
I3.5
“Tidak pakai gambar- gambar. Biasa aja, mengikuti gambar.”
I3.6
“Masyarakat tidak yang saklek harus membetulkan apa dulu, atau bagaimana dulu neng. Dikonsep pasti dikonsep namanya bangun rumah. Tapi itumah masing- masing saja. Tidak yang yang diharuskan dari sananya. Perubahan jelas ada, namanya diperbaiki.”
I3.7
“Rumah jelas ada perubahan. Tapi tidak berdasarkan gambar apapun. Niatnya membetulkan yang bagian dinding, atap, sudah.”
I3.8
I3.9
“Kurang tahu mengenai gambar kerja itu. Tapi Alhamdulillah ada bantuan ini jadi agak lumayan tadinya rumahnya parah sekali. Rencananya mau setengah badan, tapi tidak cukup. Keburu habis uangnya.” “Tidak tahu sesuai apa tidaknya. Tidak pakai gambar- gambar. Langsung bangun saja. Tapi memang dari awal rencananya mau
294
I3.10 I3.11
I3.12
I3.13
I3.14 I3.15
bangun dari awal. Kan kata RT tidak boleh, tapi nekat aja. Siapa tahu kedepan ada rejeki.” “Tidak tahu neng. Yang bikin gambar kerja petugas mungkin saya tidak tahu. bagaimana pantasnya saja. Secukupnya bahan yang ada.” “Kondisi rumah Alhamdulillah ada perubahan sedikit sedikit. Tapi kalau masalah gambar kerjamah saya kurang tahu. Ya sebangunbangunnya saja.” “Kurang tahu kalau gambar kerja. Cuma saya pibadi rencana awal itu sampe kesemen gitu lantainya. Cuma uangnya tidak cukup karena harus buat bayar tukang sebagian. Hasilnya masih tanah bawahnya.” “Tidak tahu masalah gambar kerja. Kondisinya ada perubahan bagian depan, dicat juga. Niatnya dulu ingin membetulkan dapur. Paling tidak lantainya disemen. Malah tidak kebagian uangnya. Keburu habis.” “Tidak. Diserahkan ke masing- masing warga saja. Tidak tahu soal gambar kerja.” “Tidak tahu. Yang jelas ada perubahan.”
295
296
297
298
299
300
301
302
303
304
305
306
307
308
309
310
311
312
313
314
315
316
317
318
Foto: Wawancara dengan Idam, penerima bantuan. Jumat, 01 November 2013
Foto: Wawancara dengan Jumri, penerima bantuan. Jumat, 01 November 2013
319
Foto:Wawancara dengan A. Maja S, penerima bantuan. Jumat, 01 November 2013
Foto: Wawancara dengan Sukra, penerima bantuan. Jumat, 01 November 2013
320
Foto: Wawancara dengan Siti Nurohmah, penerima bantuan. Jumat, 01 Nov 2013
Foto: Wawancara dengan Ipih, penerima bantuan. Jumat, 01 November 2013
321
Foto: Wawancara dengan Solikah, penerima bantuan.
322
Foto: Wawancara dengan Kulsum, penerima bantuan. Senin 10 Februari 2014
Foto: Wawancara dengan Sumirah, penerima bantuan. Senin, 10 Februari 2014
323
Foto: Wawancara dengan Hamdan, Ketua Rt 13 Ds Sindangsari. Jumat, 01 November 2013
Foto: Wawancara dengan Uyen, Ketua Rt 03 Ds. Kampung Baru. Selasa, 11 Februari 2014
324
Foto Wawancara dengan Fahruroji, Kepala Desa Ds. Kampung Baru. Senin, 10 Februari 2014.
Foto: Wawancara dengan Rasim Rubsa, Kepala Desa Ds. Sindangsari. Senin, 25 November 2013.
325
Foto: Wawancara dengan IIm Rohimudin ST., MM., Kasie Perumahan Swadaya Formal dan Non Formal DTRBP Kab. Serang. Rabu, 05 Februari 2014.
Foto: Wawancara dengan H. Aminudin, Sekretaris Camat Kecamatan Petir.Senin, 27 Januari 2015.
326
Foto: Foto: Rumah bapak Arsdi dalam proses pembangunan.
Foto: Rumah Bapak Juni dalam Proses pembangunan.
327
Foto: Rumah Bapak Idam dalam proses pembangunan.
Foto: Rumah Bapak Nawawi dalam proses pembangunan.
328
Foto: Rumah Bapak. Jumri dalam proses pembangunan.
Foto: Rumah Bapak Shobrigani dalam proses pembangunan.
329
Foto: Rumah Ibu Siti. Nurohmah dalam proses pembangunan.
Foto: Rumah Bapak. M. Ali dalam Proses pembangunan
330
Foto: Rumah Ibu Kulsum dalam proses pembangunan.
Foto: Rumah ibu Sumirah dalam proses pembangunan.
331
Foto: Rumah ibu Solikah dalam proses pembangunan.
Foto: Rumah Bapak Sarifudin dalam proses pembangunan.
332
Foto: Wawancara dengan Abdul Ka’ab (Sair), Ketua Badan Keswadayaan Masyarakat Desa Kampung Baru. Senin, 10 Februari 2014.
333
Foto; Wawancara dengan Ikhsan S.Pd, Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Kampung Baru. Kamis, 6 maret 2014.
Foto: Wawancara dengan Suhendra SE, Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Sindangsari. Selasa, 25 Maret 2014.
334
CATATAN LAPANGAN
NO.
1
TANGGAL
22 Maret 2013
WAKTU (WIB)
13.00- 15.00
2
23 Maret 2013
14.00- 15.30
3
25 Maret 2013
13.00- 1400
TEMPAT
Perumahan Ciceri Permai
Kp. Wadas Wetan Ds. Sindangsari Kec. Petir Kantor Desa Ds. Mekar Baru
KEGIATAN/HASIL TEMUAN 1. Observasi awal 2. Wawancara
1. Observasi awal 2. Wawancara 1. Observasi awal 2. Wawancara
INFORMAN Bapak Anis Fuad (Fasilitator Program BSPS Kabupaten Serang) Bapak Idam (Penerima Bantuan Program BSPS) Bapak A. Munzakir Bapak Dadang
4
5
17 April 2013
15 Juli 2013
09.00- 10.00
09.00 -09.30
DTRBP Kab. Serang
Kantor Kelurahan Kaligandu
1. Izin penelitian dan mencari data 2. Wawancara 3. Dokumentasi
Wawancara
(Kabid Perumahan DTRBP Kab. Serang) IIm Rohimudin ST, MM (Kasie Perumahan Swadaya Formal dan Non Formal) Bapak Linin (Lurah Kaligandu)
335
Kota Serang
6
7
15 Juli 2013
1 November 2013
09.30- 10.00
13.30- 18.00
Kantor Kecamatan Serang Kota Serang
Kp. Wadas Wetan Ds. Sindangsari Kec. Petir
Bapak M. Padma Wawancara
1. Wawancara 2. Dokumentasi
(Kasie Sosial Kec. Serang Kota Serang) Idam, Jumri, A. Maja S., Sukra, Ipih, Siti Nurohmah (penerima bantuan) Hamdan (Ketua RT)
Kp. Wadas Wetan
1. Wawancara
Ds. Sindangsari Kec. Petir
2. Dokumentasi
Juni, Arsdi, Nawawi, Sobrigani (penerima bantuan)
13.00- 14.30
Kp. Cijeruk Ds. Sindangsari Kec. Petir
1.Wawancara
M. Ali
2. Dokumentasi
(Penerma Bantuan)
17.00- 18.30
Kp. Cijeruk Ds. Sindangsari Kec. Petir
Wawancara
Bapak Rasim Rubisa
2. Dokumentasi
(Kades Sindangsari)
8
2 November 2013
10.00- 15.30
9
13 November 2013
10
25 November 2013
11
10 Februari 2014
12.00- 17.00
Kp. Nagara Padang
1. Wawancara
Ds. Kampung Baru Kec. Petir
2. Dokumentasi
Bapak. Fahruroji (Kades Kampung Barru) Sarifudin, Solikah, Sumirah, Kulsum (Penerima Bantuan)
336
Bapak Uyen ( Ketua RT) 12
13
11 Februari 2014
5 Februari 2014
14.00- 18.00
8.00- 10-00
Kp. Nagara Padang
1. Wawancara
Ds. Kampung Baru Kec. Petir
2. Dokumentasi
Kantor DTRBP Kab. Serang
1. Wawancara 2. Dokumentasi
Bapak Abdul Kaab/ Sair (ketua Badan Keswadayaan Masyarakat) Bapak IIm Rohimudin St, MM (Kasie Perumahan Swadaya Formal dan Non Formal/ Koordinator Program) Bapak Ikhsan S.pd
14
6 Maret 2014
17.00- 18.00
Perumahan Taman Persada Banten
1. Wawancara 2. Dokumentasi
(Tenaga Pendamping Masyarakat Desa Kampung Baru) Bapak Suhendra
15
25 Maret 2014
17.00- 18.30
Perumahan Serang Residence
16
27 Januari 2015
10.00- 11.00
Kantor Kecamatan Petir
1. Wawancara 2. Dokumentasi
(Tenaga Pendamping Masyarakat Ds. Sindangsari)
1. Wawancara
Bapak H. Aminudin
2. Dokumentasi
(Sekretaris Camat)
337
DAFTAR RIWAYAT HIDUP 1. Identitas Pribadi Nama
: Ruhnuri Musfiroh
Nim
: 6661081109
Tempat Tanggal Lahir
: Serang, 14 Januari 1989
Agama
: Islam
No.Handphone
: 085939059829
Email
:
[email protected]
Motto Hidup
: Alloh yang beri jalan, Alloh yang mudahkan
2. Identitas Orang Tua Nama Ayah
: Samun Effendi
Nama Ibu
: Khodijah
3. Riwayat Pendidikan SD
: SD Negeri Sindangsari (1995-2000) SD Negeri 1 Petir (2000-2001)
SMP
: MTs Nurul Falah Sabrang (2001-2004)
SMA
: SMA Negeri I Petir (2004-2007)
Perguruan Tinggi (S1)
: Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (2008-2015)