EVALUASI PERATURAN GUBERNUR NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG WAJIB BELAJAR MALAM HARI (WBMH) DI KECAMATAN MENTENG JAKARTA PUSAT
SKRIPSI Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Kebijakan Publik Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Oleh: MUHAMAD NURDIN NIM. 6661101571
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA Serang, Juli 2016
ABSTRAK Muhamad Nurdin. NIM. 6661101571. Skripsi. Evaluasi Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Program Wajib Belajar Malam Hari Di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat. Pembimbing I: Leo Agustino, Ph.D dan Pembimbing II: Juliannes Cadith, M.Si Salah satu prioritas dari kebijakan pembangunan pendidikan di Provinsi DKI Jakarta adalah meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menerapkan Program Wajib Belajar Malam Hari. Program Wajib Belajar Malam Hari ini merupakan program percontohan yang dilaksanakan pada masing-masing wilayah administratif di Jakarta, Kecamatan Menteng Jakarta Pusat adalah salah satu yang wilayah percontohan dan menjadi lokus dalam penelitian. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui capaian pelaksanaan program Wajib Belajar Malam Hari di Kecamatan Menteng, dan mengidentifikasi masalah pelaksanaan program Wajib Belajar Malam Hari. Penelitian menggunakan metode penelitian kualitatif. Pemilihan informan peneliti menggunakan teknik purposive. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pelaksanaan program belum dapat dikatakan berhasil mencapai tujuan yang ditetapkan, namun dalam pelaksanaan program masih terdapat beberapa kekurangan yang perlu perhatian untuk diperbaiki. Pelaksanaan lapangan berupa sosialisasi program, monitoring evalaluasi yang tidak berjalan. Kurangnya jumlah tenaga pendidik, fasilitas dan sarana prasarana yang tidak memadai untuk pelaksanaan program. Kata kunci : evaluasi, program wajib belajar malam hari, pendidikan
ABSTRACT Muhamad Nurdin. 6661101571. Reaserch Paper. Evaluation of Governor Regulation No. 22 Year 2014 About Compulsory Night Education In sub-district Menteng, Jakarta Pusat. Advisor I: Leo Agustino, Ph.D and Advisor II: Juliannes Cadit, M.Si One of the priorities of education development policy at Jakarta Province is to increase the quality of education. One of the efforts is by implementing the Compulsory Night Education. Compulsory Night Education is a pilot program that will be implemented in each administrative area in Jakarta, sub-district Menteng of Central Jakarta is one of the pilot area and it become the focus of the research. The purpose of this research is to determine the achievement and identify the problems of Compulsory Night Education program in sub-district Menteng. The research method of this research is qualitative research. Election of researcher informants is using purposive technique. The results indicate that the program not yet succeeded in achieving the goals set, however there are still some lacks of the program that need to be repaired. Implementation of the field such as socialization, monitoring and evaluation are not work well. The lack of the number of educators, facilities and infrastructure are inadequate for the implementation of the program. Keyword: evaluaton, compulsory night education, education
LEMBAR PERSEMBAHAN
Engkau tak dapat meraih ilmu, kecuali dengan Enam hal, yaitu: Cerdas, Selalu ingin tahu, Tabah, Punya bekal dalam menuntut ilmu, Bimbingan dari guru dan dalam waktu yang lama. (Ali Bin Abi Thalib RA)
Pengetahuan tidaklah cukup, kita harus mengamalkannya. Niat tidaklah cukup, kita harus melakukannya. (Johann Wolfgang Von Goethe)
Terimakasih ya Allah karena Engkau Telah Menganugrahkanku Nikmat Ilmu Pengetahuan yang Mampu Kugapai Sampai Detik ini Semoga Aku Mampu Mengamalkannya Sepenuh Hati Skripsi ini Ku Persembahkan Untuk Mu Ibu, Ayah, Kakak dan Sahabat Semoga Allah SWT Senantiasa Memberikan Kebahagiaan bagi Kita Semua
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirobbil’alamin, penulis panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT, karena atas berkat ridho, rahmat, karunia dan kasih sayang-Nya yang berlimpah akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi dalam rangka memenuhi salah satu syarat sarjana pada Prodi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang berjudul “Evaluasi Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Wajib Belajar Malam Hari Di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat”. Selesainya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak yang senantiasa mendukung membimbing penulis. Maka dari itu penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1.
Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd, Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
2.
Dr. Agus Sjafari, M.Si, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
3.
Rahmawati, S.Sos, M.Si, Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
4.
Iman Mukhroman, M. Ikom, Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
5.
Kandung Sapto Nugroho, S.Sos, M.Si, Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
6.
Listyaningsih, S.Sos, M.Si selaku Ketua Prodi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
7.
Riswanda, Ph.D selaku Sekretaris Prodi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
i
8.
Leo Agustino, Ph.D, sebagai Dosen Pembimbing I yang memberikan semangat dan membimbing peneliti dalam menyusun skripsi ini dengan teliti dan sabar dari awal hingga akhir.
9.
Juliannes Cadith, M.Si sebagai Pembimbing II yang meluangkan waktunya membantu dan memberikan masukan bagi peneliti dalam menyusun skripsi ini dari awal hingga akhir dan juga dalam perkuliahan.
10.
Dr. Suwaib Amirudin, M,Si sebagai Penguji yang telah memberikan banyak masukan dan saran bagi peneliti, agar skripsi ini menjadi lebih baik.
11.
Semua Dosen dan Staf Jurusan Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang membekali penulis dengan ilmu pengetahuan selama perkuliahan.
12.
Ibu dan Bapak
Syakuri yang telah memberikan kesempatan dan
kepercayaan bagi penulis untuk menempuh gelar Strata Satu. Mohon maaf apabila selama ini belum bisa memberikan yang terbaik dan belum bisa membalas segala kebaikan selama ini. 13.
Terima kasih kepada kakak Yuli, Yunita, dan Amat yang memberikan semangat dalam pembuatan skripsi ini.
14.
Terimakasih
kepada
Bapak
Dadang
Suherman
selaku
Penanggungjawab program WBMH di Kecamatan Menteng, yang telah bersedia memberikan waktunya untuk membantu penelitian dalam skripsi ini. 15.
Terimakasih kepada bapak RW dan RT, kemudian masyarakat Kecamatan Menteng sebagai narasumber yang sudah bersedia memberikan data dan informasi dalam penelitian ini.
16.
Sahabat-sahabatku penghuni kosan Kalpataru Haniv, Gunarso, Kesman, Imam, Boby, Singgih, Esa, Temon, Irdam, Idho, Andrianto, Ichwan, Yusuf, Rama, Afrizal, , Septian, Ambang, Kiki, Prapto, Rhino, terima kasih selalu memberi semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
ii
17.
Teman-teman Motega Crew, Sadam, Irfan, Adhi, Rizal, Babe Tiri, Imam, Robert, Juna, Juli, Anton, Aldy, Suhada, Irfan, Gilang, Tiar, Abu, Hasbih, terima kasih untuk semua dukungan yang kalian berikan.
18.
Kawan-kawan Jurusan Administrasi Negara FISIP UNTIRTA Reguler kelas B angkatan 2010, Dwie, Umam, Fityan, Syafrudin, Eka, Reni, Siska, Herly, Fany, Nisya, Agryan, Ismat, Iwenk, Nafis, Susi, Fauzi, Fachrurozy, Novryan, yang selalu memberikan canda tawa, masukan dan nasehat yang bermanfaat.
19.
Sahabat-sahabatku Anggi, Lukman, Leman, Aripin, Ika, Desta, Wahyu, Budi, Nanang, Achmad, Ipul, Adistian, Lilis, yang selalu memberikan motivasi dan dukungan.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, karena keterbatasan penulis, maka dari itu saran dan kritik yang membangun tetap di nantikan guna perbaikan dimasa yang akan datang. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
Serang,
Juli 2016
Muhamad Nurdin
iii
DAFTAR ISI Halaman Abstrak Abstract Lembar Orisinalitas Lembar Pengesahan Lembar Persetujuan Lembar Persembahan Kata Pengantar.................................................................................................. i Daftar Isi ........................................................................................................... iv Daftar Tabel ...................................................................................................... ix Daftar Gambar ................................................................................................ x BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2
Identifikasi Masalah ............................................................................... 17
1.3
Batasan Masalah ..................................................................................... 18
1.4
Rumusan Masalah ................................................................................... 18
1.5
Tujuan Penelitian .................................................................................... 18
1.6
Manfaat Penelitian .................................................................................. 19
iv
1.7
Sistematika Penulisan ................................................................................ 19
BAB II DESKRIPSI TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Deskripsi Teori .............................................................................................. 22 2.2 Konsep Evaluasi Program ............................................................................. 22 2.2.1 Pengertian Evaluasi .......................................................................... 23 2.2.2 Pengertian Program .......................................................................... 24 2.2.3 Pengertian Evaluasi Program ............................................................ 25 2.3 Tujuan Evaluasi Program .............................................................................. 27 2.4 Model Evaluasi.............................................................................................. 29 2.4.1 Model Evaluasi UCLA .................................................................... 29 2.4.2 Model Evaluasi Brinkerhoff ........................................................... 30 2.4.3 Model Evaluasi Stake ....................................................................... 31 2.4.4 Model Evaluasi CIPP ....................................................................... 33 2.5 Konsep Program Wajib Belajar Malam Hari (WBMH) ............................... 44 2.5.1 Program WBMH............................................................................... 45 2.5.2 Tujuan Program WBMH .................................................................. 46 2.5.3 Peserta Didik Program WBMH ........................................................ 46 2.5.4 Mekanisme Pelaksanaan Program WBMH ...................................... 47 v
2.5.5 Sarana dan Prasarana Program WBMH ........................................... 48 2.5.6 Satuan Tugas Pelaksana WBMH ...................................................... 48 2.5.7 Dasar Hukum Program WBMH ....................................................... 50 2.6 Penelitian Terdahulu ..................................................................................... 52 2.7 Kerangka Berpikir ......................................................................................... 58 2.8 Asumsi Dasar Penelitian ............................................................................... 60 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian ............................................................... 61 3.2 Fokus Penelitian ............................................................................................ 62 3.3 Instrumen Penelitian...................................................................................... 63 3.4 Informan Penelitian ....................................................................................... 64 3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data .......................................................... 66 3.5.1 Teknik Analisis Data ........................................................................ 73 3.5.2 Pengujian Keabsahan Data ............................................................... 77 3.6 Lokasi dan Jadwal Penelitian ....................................................................... 78 3.6.1 Lokasi Penelitian .............................................................................. 78 3.6.2 Jadwal Penelitian .............................................................................. 79
vi
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum lokasi Penelitian .............................................................. 81 4.1.1 Kondisi Geografis ............................................................................. 81 4.1.2 Letak Wilayah ................................................................................... 82 4.1.3 Pemerintahan .................................................................................... 84 4.1.4 Keadaan Pendidikan ......................................................................... 85 4.1.5 Program WBMH............................................................................... 86 4.2 Hasil Penelitian ............................................................................................. 91 4.1.1 Deskripsi Informan ........................................................................... 91 4.3 Evaluasi Program WBMH ............................................................................ 93 4.3.1 Evaluasi Konteks .............................................................................. 93 4.3.2 Evaluasi Masukan ............................................................................. 103 4.3.3 Evaluasi Proses ................................................................................. 111 4.3.4 Evaluasi Hasil ................................................................................... 120 4.4 Pembahasan ................................................................................................... 129 4.4.1 Evaluasi Konteks .............................................................................. 130
vii
4.4.2 Evaluasi Masukan ............................................................................. 137 4.4.3 Evaluasi Proses ................................................................................. 141 4.4.4 Evaluasi Hasil ................................................................................... 147
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ................................................................................................... 156 5.2 Saran……...................................................................................................... 157 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.1 Lokasi Percontohan Program WBMH ............................................. 8 Tabel 1.2 Profil Kecamatan Menteng............................................................... 13 Tabel 1.3 Sarana dan Prasarana Umum Program WBMH di Kelurahan Pegangsaan, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat ............................. 13 Tabel 1.4 Jumlah Peserta Didik Program WBMH di Kecamatan Menteng ..... 14 Tabel 2.1 Perbandingan Model Evaluasi Program ........................................... 44 Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu ........................................................................ 52 Tabel 3.1 Informan Penelitian .......................................................................... 65 Tabel 3.2 Jumlah Peserta Didik Program WBMH di Kecamatan Menteng ..... 66 Tabel 3.3 Pedoman Wawancara ....................................................................... 68 Tabel 3.4 Jadwal Penelitian.............................................................................. 80 Tabel 4.1 Penduduk Kecamatan Menteng Menurut Kelurahan 2015 .............. 83 Tabel 4.2 Data Kepegawaian di Kecamatan Menteng Tahun 2015 ................. 84 Tabel 4.3 Data Jumlah Sekolah Negeri & Swasta di Kecamatan Menteng ..... 86 Tabel 4.4 Daftar Informan ................................................................................ 92 Tabel 4.5 Lokasi Percontohan Program WBMH ............................................. 95 Tabel 4.6 Ringkasan Pembahasan .................................................................... 154
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 Model Evaluasi Stake .................................................................... 31 Gambar 2.2 Fokus Evaluasi Model CIPP ......................................................... 39 Gambar 2.3 Alur Kerja Model CIPP ................................................................. 43 Gambar 2.4 Organisasi Pelaksana Tingkat RW/RT Penerapan Wajib Belajar Malam Hari ................................................................................... 49 Gambar 2.5 Kerangka Berpikir ......................................................................... 59 Gambar 3.1 Komponen Analisis Data Dalam Kualitatif ................ ................. 74 Gambar 4.1 Peta Kecamatan Menteng .............................................................. 82 Gambar 4.2 Tujuan Program WBMH ............................................................... 94 Gambar 4.3 Spanduk Program WBMH ............................................................ 99 Gambar 4.4 Pertemuan Orangtua Peserta Didik Membahas Program WBMH ..........................................................................................100 Gambar 4.5 Sarana Untuk Program WBMH .................................................... 103 Gambar 4.6 Buku-buku Untuk Program WBMH ............................................. 104 Gambar 4.7 Tenaga Kependidikan Sebagai Fasilitator ..................................... 106 Gambar 4.8 Sumber Pembiayaan Program WBMH Menurut Pedoman Pedoman Pelaksanaan Dinas Pendidikan Prov.DKI Jakarta ........ 108 Gambar 4.9 Sumber Pembiayaan Program WBMH Menurut Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 ................................................. 110
x
Gambar 4.10 Satuan Tugas Pelaksana Program WBMH.................................... 112 Gambar 4.11 Peserta Didik Program WBMH..................................................... 113 Gambar 4.12 Pelaksanaan Program WBMH di Kelurahan Pegangsaan ............. 117 Gambar 4.13 Tugas Orangtua Sebagai Fasilitator .............................................. 118 Gambar 4.14 Kartu Monitoring Belajar Peserta Didik ....................................... 121 Gambar 4.15 Monitoring Evaluasi ...................................................................... 128
xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu instrumen atau komponen yang menentukan
kemajuan suatu bangsa dan merupakan sarana dalam membangun watak bangsa. Adanya pendidikan diharapkan akan terjadi proses transmisi ilmu pengetahuan, keyakinan, nilai-nilai, dan keterampilan sehingga dapat menghasilkan masyarakat yang cerdas dan mandiri. Masyarakat yang cerdas dan mandiri merupakan investasi besar dalam menunjang proses pembangunan di suatu negara, baik dari aspek budaya, sosial, politik, ekonomi, serta lingkungan. Terbentuknya kualitas pendidikan sangat bergantung pada kerangka sistem penyelenggaraan pendidikan meliputi arah kebijakan pendidikan yang ditetapkan pemerintah (Agryan 2014:1) Kebijakan pendidikan di Indonesia mendasarkan pada UUD 1945 Pasal 31 yang mengamanatkan bahwa: (i) Setiap warga berhak mendapat pendidikan; (ii) setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; (iii) pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undangundang; (iv) negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional, dan; (v) pemerintah nenajukan ilmu pengetahuan dan
1
2
teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan perdaban serta kesejahteraan umat manusia. Maka untuk menjalankan amanat yang demikian, pemerintah membuat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 4 yang menjadi prinsip penyelenggaraan pendidikan di Indonesia: 1) Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa; 2) Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbukan dan multi makna; 3) Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat; diselenggarakan dengan member keteladanan, 4) Pendidikan membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran; 5) Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat; 6) Pendidikan diselenggarakan dengan menberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan. Kedudukan Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia, menempatkan pendidikan sebagai pemegang peran penting dan sebagai salah satu kunci keberhasilan pembangunan nasional dan daerah. Melalui pendidikan yang bermutu dapat menciptakan Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta sebagai pusat pendidikan dan pusat pengembangan ilmu pengetahuan serta teknologi bagi bangsa Indonesia yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana standar internasional. Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan di Provinsi DKI Jakarta harus dilandasi dengan kemampuan dalam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan cerminan keberhasilan bangsa Indonesia di masa mendatang.
3
Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa baik di tingkat nasional maupun internasional, pemerintahan daerah dan masyarakat Provinsi DKI Jakarta bertekad untuk menghasilkan sumber daya manusia berkualitas melalui pendidikan yang bermutu sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga mampu menjawab berbagai tantangan zaman yang selalu berubah. Oleh karena itu, upaya yang dilakukan adalah melalui peningkatan mutu pendidikan, pemeratan pendidikan, serta efisiensi peneyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan sesuai dengan prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintah daerah. Berdasarkan
Undang-Undang
Nomor
23
Tahun
2014
tentang
Pemerintahan Daerah, bahwa urusan pendidikan merupakan salah satu urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah. Sejalan dengan itu, Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta menetapkan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Sistem Pendidikan sebagai komitmen untuk mencerdaskan kehidupan dan penghidupan masyarakat Jakarta menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam penyelenggaraan pendidikan sebagaimana tertuang di dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2006 Pasal 3 tentang Sistem Pendidikan, adalah:
4
(1) Pendidikan diselenggarakan secara professional, transparan dan akuntabel serta menjadi tanggungjawab bersama Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat dan Peserta Didik. (2) Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan system terbuka dan multimakna. (3) Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan secara berkesinambungan serta berlangsung sepanjang hayat. (4) Pendidikan diselenggarakan dalam suasana yang menyenangkan, menantang, mencerdaskan dan kompetitiff dengan dilandasi keteladan. (5) Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan daya budaya membaca dan belajar bagi segenap warga masyarakat. (6) Pendidikan diselanggarakan dengan memberdayakan seluruh komponen pemerintah daerah dan masyarakat serta memberikan keempatan kepada masyarakat untuk berperan serta dalam penyelenggaran dan peningkatan mutu pendidikan. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, sampai saat ini Pemerintah DKI Jakarta masih dihadapkan dengan berbagai permasalahan, baik permasalahan yang bersifat internal maupun eksternal, seperti tingkat kualitas pendidik yang belum memenuhi standar mutu, sarana-prasarana pendidikan yang masih kurang memadai, serta terbatasnya anggaran pendidikan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah. Selain faktor internal tersebut, tantangan paling berat dihadapi Pemerintah DKI Jakarta adalah bagaimana menyiapkan sumber daya manusia yang cerdas, unggul, dan berdaya saing. Untuk itu strategi yang dilakukan oleh Pemerintah DKI Jakarta dalam pembangunan di bidang pendidikan, sebagaimana terdapat didalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2006 Pasal 16 tentang Sistem Pendidikan adalah: (a) Mengatur, menyelenggarakan, mengarahkan, membimbing, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan; (b) Menetapkan standar kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan pada pendidikan anak usia dini, satuan pendidikan dasar, satuan pendidikan menengah;
5
(c) Menetapkan standar pelayanan minimal dalam penyelenggaraan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah; (d) Memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin pendidikan yang bermutu bagi warga masyarakat tanpa diskriminasi; (e) Menyediakan dana guna penuntasan wajib belajar 9 tahun; (f) Menyediakan dana guna terselenggaranya wajib belajar 12 tahun khususnya bagi peserta didik dari keluarga tidak mampu dan anak terlantar; (g) Pemberian beasiswa atas prestasi atau kecerdasan yang dimilik peserta didik; (h) Memberikan keempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk memperoleh pendidikan; (i) Memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga kependidikan yang professional, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu; (j) Memfasilitasi tersedianya pusat-pusat bacaan bagi masyarakat, sekurang-kurangnya satu di setiap Rukun Warga (RW); (k) Mendorong dan mengawasi pelaksanaan kegiatan jam wajib belajar peerta didik di rumah; (l) Mendorong pelaksanaan budaya membaca dan budaya belajar; (m) Membina dan mengembangkan pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat; (n) Menumbuhkembangkan sumber daya pendidikan secara terus-menerus untuk terselenggaranya pendidikan yang bermutu; (o) Memfasilitasi sarana dan prasarana pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi guna mendukung pendidikan yang bermutu; (p) Memberikan dukungan kepada perguruan tinggi dalam rangka kerjasama pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; (q) Menumbuhkembangkan motivasi, memberikan stimulitasi dan fasilitas, serta menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam penyelenggaraan pendidikan; (r) Mendorong dunia usaha/industry untuk berpartisipasi secara aktif dalam penyenggaraan dan peningkatan mutu pendidikan. Melalui strategi tersebut, diharapkan tujuan pendidikan dapat terwujud secara efektif dengan melibatkan berbagai pihak secara aktif, baik dari Pemerintah Daerah ataupun Masyarakat DKI Jakarta yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan. Untuk mewujudkan tujuan dan strategi dalam penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan, diperlukan pengaturan agar terpenuhi hak-hak dan
6
kewajiban yang mendasar bagi warga masyarakat di bidang pendidikan. Salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah DKI Jakarta, adalah menerapkan Program Wajib Belajar Malam Hari atau lebih dikenal dengan WBMH. Program Wajib Belajar Malam Hari adalah suatu kegiatan untuk menciptakan
kondisi
lingkungan
yang
ideal
untuk
mendorong
proses
pembelajaran anak dan warga yang berlangsung dalam suasana pembelajaran yang kondusif, untuk mencapai prestasi secara optimal. (Paparan Program Wajib Belajar Malam Hari Dinas Pemerintah Provinsi DKI Jakarta 2013:1). Alasan lain dari pemberlakuan program Wajib Belajar Malam Hari tersebut adalah untuk mengatasi pola kenakalan remaja yang marak terjadi belakangan ini. Keselamatan warga Jakarta masih terancam. Pasalnya, pelajar yang tawuran sudah berani menggunakan bahan kimia. Perilaku ini bukan fenomena biasa yang menjadi cermin kualitas kenakalan remaja yang semakin meningkat. “Ini sudah persoalan kriminal yang dilakukan pelajar, tingkat kenakalannya sudah diluar batas pelajar, mulai dari cara melakukan sampai melarikan diri setelah menyiramkan air keras. Perbuatan itu seperti perilaku kriminal jalanan, kenakalan RN pelaku penyiraman bahan kimia pada pekan lalu lebih banyak disebabkan faktor diluar sekolah. Sebab, pihak sekolah tidak pernah mengajarkan kekerasan kepada siswanya”. Kata Kepala Dinas Pemprov DKI Jakarta Taufik Yudi Mulyanto, Senin (7/10), di Jakarta. Dan penggunaan soda api juga terjadi dalam tawuran warga di Jalan Intan Johar Baru , 15 September. Seorang polisi bernama Brigadir Sugito Aritonang (26) menjadi korban siraman soda api (Kompas 2013, Kenakalan remaja makin mencemaskan, diakses tanggal 9 November 2014). Contoh kejadian di atas menandakan bahwa pola kenakalan remaja pada di Jakarta semakin memprihatinkan, dan menjadi pukulan bagi pemerintah DKI Jakarta khususnya di bidang pendidikan. Adapun rencana lain dari diberlakukan program Wajib Belajar Malam Hari tersebut adalah demi melindungi dan memproteksi anak dari bahaya di luar rumah yang terjadi di malam hari.
7
Menurut Gubernur Joko Widodo, rencana Jam Wajib Malam ini demi memproteksi anak-anak dari bahaya luar lingkungan rumah, selain memastikan perlindungan untuk mereka dari lingkungan rumah sendiri. Apabila proteksi ganda ini diberlakukan, maka keamanan untuk mereka maka keamanan untuk mereka diyakini akan lebih maksimal. (Viva News 2014, Menangkal tabrakan maut aqj dengan jam malam efektifkah, diakses tanggal 14 Oktober 2014). Landasan hukum dari pelaksanaan program Wajib Belajar Malam Hari adalah berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2006 dalam Pasal 7 Ayat (3) yang menyebutkan: “Orangtua berkewajiban untuk mendidik anaknya sesuai kemampuan dan minatnya serta menetapkan waktu belajar setiap hari dirumah bagi anaknya dari pukul 19.00 sampai dengan pukul 21.00 WIB”. Program ini bukan dimaknai bahwa seluruh masyarakat harus belajar pada jam tersebut, namun masyarakat diminta untuk menciptakan suasana yang kondusif untuk belajar anak dalam jangka waktu dua jam setiap hari. Untuk menindak lanjuti ketentuan Pasal 7 Ayat (3) Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Sistem Pendidikan, Pemerintah DKI Jakarta menetapkan Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 tentang Wajib Belajar Malam Hari. Peraturan ini dimaksudkan sebagai pedoman pelaksanaan program Wajib Belajar Malam Hari. Berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014, Pasal 2 tujuan dari pelaksanaan Program Wajib Belajar Malam Hari tersebut dimaksudkan: “Sebagai acuan dalam pelaksanaan wajib belajar malam hari baik di rumah maupun di luar rumah dengan tujuan agar peserta didik dapat mencapai hasil belajar yang maksimal dan optimal sehingga dapat meningkatkan prestasi di bidang akademiknya”. Dalam upaya mencapai tujuan tersebut Pemerintah Provinsi DKI melalui Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta melaksanakan program Wajib Belajar Malam Hari yang mulai dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 dan merupakan
8
pilot project atau proyek percontohan pada tahap uji coba di beberapa wilayah Jakarta. Apabila program tersebut berjalan baik dan efektif dalam meningkatkan minat belajar dan prestasi anak, maka target Pemerintah DKI Jakarta akan menerapkan program Wajib Belajar Malam Hari di seluruh wilayah DKI Jakarta. Tabel di bawah ini menunjukan wilayah yang dijadikan pilot project program Wajib Belajar Malam Hari: Tabel 1.1 Lokasi Percontohan Program Wajib Belajar Malam Hari No 1
Wilayah Jakarta Pusat
RT RW Kelurahan Kecamatan 016 006 Pegangsaan Menteng 008 008 Pegangsaan Menteng 2 Jakarta Utara 007 005 Koja Koja 001 002 Semper Barat Cilincing 001 011 Lagoa Koja 3 Jakarta Barat 004 004 Meruya Utara Kembangan 002 003 Meruya Selatan Kembangan 001 010 Sukabumi Utara Kebon Jeruk 4 Jakarta Selatan 003 006 Jagakarsa Jagakarsa 005 005 Ragunan Pasar Minggu 5 Jakarta Timur 001 007 Jati Pulogadung 009 012 Klender Duren Sawit 6 Kep. Seribu 005 Pulau Panggang Kep. Seribu Utara 004 Pulau Tidung Kep. Seribu Selatan Sumber: Paparan Program Wajib Belajar Malam Hari Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta (2013:9) Pemilihan wilayah yang dijadikan pilot project atau proyek percontohan tersebut dilihat dari aspek tingkat partisipasi masyarakat pada masing-masing wilayah. Berdasarkan hasil wawancara sementara peneliti (Ibu Rini staff seksi sarana & prasarana sekolah dasar, Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta pada tanggal 26 Maret 2014), menyatakan: “Bahwa sebenarnya wilayah yang akan dijadikan pilot project untuk Program Wajib Belajar Malam Hari tersebut, karena wilayah tersebut sudah menerapkan terlebih dulu program jam wajib malam di wilayahnya.
9
Seperti yang ada di Kelurahan Pegangsaan, Kecamatan Menteng sudah menjalankan program ini, dan sama halnya dengan Kecamatan Koja yang sudah terlebih dahulu menerapkan program jam wajib malam. Dan wilayah-wilayah lain di Jakarta yang dianggap tingkat partisipasi masyarakatnya baik”. Pemerintah DKI Jakarta berharap pelaksanaan program Wajib Belajar Malam Hari yang dilaksanakan di beberapa lokasi yang menjadi pilot project tersebut akan berjalan efektif dalam meningkatkan prestasi anak di bidang akademik. Sehingga akan diikuti oleh wilayah-wilayah lain di Provinsi DKI Jakarta, karena pada dasarnya program tersebut merupakan program swadaya yang dilakukan berdasarkan dari peran serta masyarakat yang peduli terhadap pendidikan. Prinsip dari program tersebut berdasarkan petunjuk pelaksanaan jam wajib belajar di malam hari dari paparan program Wajib Belajar Malam Hari Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta (2013:2), yaitu : 1. Pelakasanaan jam belajar wajib di malam hari dalam rangka meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) atau peserta didik. 2. Berbasis pada masyarakat dan orangtua (community based development). 3. Prinsip utama dalam kebijakan program Jam Wajib Belajar Malam (JWBM), adalah : a. Edukasi bukan represi (bersifat mendidik bukan memaksa), b. Bottom Up bukan Top Down (di mulai atau diawali pada tingkat RT dan berkembang menjadi RW, Kelurahan, Kecamatan dan Wilayah serta Provinsi). 4. Melibatkan partisipasi masyarakat (orangtua, pemuda, karang taruna, mahasiwa) dunia usaha dan pemerintah (Lurah, Camat, Walikota, Dinas Pendidikan dan SKPD terkait). 5. Menciptakan dan membangun kesadaran masyarakat untuk peduli terhadap pendidikan anak-anak dan lingkungan. Adapun yang menjadi peserta didik dalam program ini adalah anak yang berada pada usia 5 (lima) sampai dengan 18 (delapan belas) tahun, yaitu berada pada tingkat pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) sampai dengan Sekolah
10
Menegah Atas (SMA). Kemudian untuk kegiatan program ini adalah peserta didik belajar sesuai dengan kebutuhan masing-masing, dalam bentuk materi akademik dan non akademik, misalanya: mengerjakan tugas atau pekerjaan rumah yang diberikan oleh guru, mengulang/memperdalam materi pelajaran yang didapatkan pada hari itu, dan materi pembelajaran di kelompokan sesuai dengan jenjang pendidikan peserta didik. Namun di sisi lain, banyak masyarakat yang beranggapan bahwa pelaksanaan dari program Wajib Belajar Malam Hari, tidak akan berjalan dengan baik dan efektif. Karena masih banyak terdapat kelemahan dalam pelaksanaan program ini. Hal itu dapat dilihat dari waktu pelaksanaan program tersebut, waktu belajar dilakukan dari pukul 19.00 sampai dengan pukul 21.00, dan setelah jam belajar itu berakhir, tidak ada jaminan bahwa anak akan kembali berkeliaran di luar rumah (Berita Satu 2013, Dampak Pemberlakuan Jam Wajib Belajar, diakses tanggal 14 Oktober 2014). Salah satu wilayah yang dijadikan pilot project untuk program Wajib Belajar Malam Hari adalah di Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat. Di Kecamatan Menteng, program Wajib Belajar Malam Hari lebih dikenal dengan istilah Jam Wajib Belajar Malam atau disingkat JWBM. Wilayah ini sudah menerapkan program JWBM sejak tahun 2011, dan itu pun jauh sebelum Pemerintah DKI Jakarta memberlakukan kebijakan program JWBM, artinya program ini sudah berjalan selama tiga tahun sampai dengan 2014. Oleh karena itu, peneliti tertarik memilih
Kecamatan
Menteng,
Jakarta
Pusat
sebagai
locus
penelitian.
Sebagaimana dijelaskan oleh Dadang selaku Penanggungjawab program Wajib
11
Belajar Malam Hari Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat pada 16 Oktober 2014, menyatakan: “Bahwa pemberlakuan kegiatan WBMH di Kelurahan Pegangsaan, Kecamatan Menteng sendiri sudah ada selama empat tahun, tepatnya mulai ada semenjak tahun 2011, berarti kita sudah menerapkan terlebih dulu program tersebut di sini”. Adapun pertimbangan peneliti memilih Kecamatan Menteng menjadi locus penelitian karena Kecamatan Menteng menjadi salah satu pilot project implementasi Program JWBM di DKI Jakarta. Karena itu keberhasilan program JWBM di wilayah ini akan menjadi indikator keberhasilan dari keseluruhan wilayah di DKI Jakarta. Masyarakat di Kecamatan Menteng relatif masih banyak yang memiliki respon positif dalam menanggapi berbagai kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah DKI Jakarta. Wilayah tersebut memiliki jumlah penduduk yang padat dengan heterogenitas yang cukup tinggi, meliputi suku bangsa yang beragam, diferensiasi pekerjaan/profesi, ragam status dan tingkat perekonomian warga, tingkat pendidikan yang bermacam-macam dan lain-lain. Hal lainnya yang menjadi kontradiksi dalam memacu sinergi Program WBMH di wilayah ini adalah banyak munculnya sarana hiburan seperti rental Playstation (PS), warung internet (warnet) game, kafe-kafe, dan lain-lain. Tempat-tempat seperti ini menjadi favorit sebagian warga termasuk pelajar-pelajar sekolah. Kondisi ini akan menjadi tantangan dalam upaya untuk mendorong keberhasilan program WBMH. Tetapi dalam pelaksanaan program WBMH di Kecamatan Menteng, Kelurahan Pegangsaan Jakarta Pusat masih terdapat beberapa masalah yang dihadapi dalam menjalankan program tersebut. Berdasarkan dari hasil observasi awal di lapangan, masalah yang ditemui antara lain: Pertama, tidak ada sarana dan
12
prasarana beserta kelengkapan belajar yang disediakan Pemerintah DKI Jakarta untuk kegiatan Program Wajib Belajar Malam Hari di Kelurahan Pegangasaan, Kecamatan Menteng. Sedangkan sarana dan prasarana yang ada, hanyalah pos ronda kecil yang dibangun oleh masyarakat setempat, dan kelengkapan belajar seperti buku, adalah hasil sumbangan masyarakat setempat. Berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 22 Tahun 2014, Pasal 7: “Bahwa sarana dan prasarana yang digunakan untuk wajib belajar malam hari meliputi: a. Rumah tinggal; b. Balai warga; c. Pusat kegiatan belajar masyarakat; d. Sarana ibadah; dan e. Sarana lainnya yang memadai. Namun, rumah tinggal yang seharusnya menjadi sarana untuk kegiatan program JWBM tidak kondusif untuk anak atau peserta didik belajar dengan baik. Menurut Dadang ketua LMK RW 06 pada tanggal 16 Oktober 2014, mengatakan: “Anak-anak atau peserta didik yang mengikuti kegiatan JWBM di rumah umumnya tidak dapat belajar dengan baik karena situasi di rumah itu sendiri tidak kondusif”. Salah satu faktornya adalah karena umumnya di setiap rumah ditempati oleh beberapa kepala keluarga, jadi kondisi yang ramai tersebut membuat konsentrasi anak terganggu, sehingga tidak dapat belajar dengan baik”. Kecamatan Menteng merupakan salah satu wilayah padat penduduk di DKI Jakarta, terutama di Kelurahan Pegangsaan. Tabel di bawah ini menunjukan jumlah Kepala Keluarga di beberapa kelurahan yang ada di Kecamatan Menteng:
13
Tabel 1.2 Profil Kecamatan Menteng No 1 2 3 4 5
Kelurahan Luas (Km²) KK Menteng 2,44 4.711 Pegangsaan 0,98 10.780 Cikini 0,82 2.258 Gondang Dia 1,46 1.320 Kebon Sirih 0,83 3.459 Total 6,53 22.528 Sumber: Kecamatan Menteng Dalam Angka 2012
RT 137 104 66 40 77 424
Dari data di atas menunjukan bahwa Kelurahan Pegangsaan
RW 10 8 5 5 10 38 adalah
kelurahan dengan kepadatan tertinggi di Kecamatan Menteng, yaitu terdapat 10.780 Kepala Keluarga dan Kelurahan Gondang Dia adalah kelurahan dengan kepadatan terendah yaitu 1.320 Kepala Keluarga. Dan Sarana dan prasarana lain yang ada di Kelurahan Pegangsaan, Kecamatan Menteng guna kegiatan WBMH, antara lain: Tabel 1.3 Sarana dan prasarana umum Program Jam Wajib Belajar Malam di Kelurahan Pegangsaan, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat No Sarana yang tersedia Jumlah 1 Gardu Ilmu 2 2 Pendopo Ilmu 1 3 Pos RW 2 Sumber: Diolah peneliti dari Kelurahan Pegangsaan 2013
Lokasi RW 06 dan RW 08 RW 06 RW 06 dan RW 08
Berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 22 tahun 2014, Pasal 7, gardu ilmu, pendopo ilmu dan pos rw tergolong di dalam sarana dan prasaran lain yang mendukung kegiatan program WBMH. Dari data di atas menunjukan bahwa sarana dan prasarana yang ada di Kelurahan Pegangsaan, Kecamatan Menteng tersebut, kurang memadai dari segi jumlah yang ada dengan masyarakat di
14
wilayah ini, mengingat bahwa di Kelurahan Pegangsaan ini merupakan wilayah padat penduduk. Masalah kedua yang terlihat, rendahnya partisipasi peserta didik untuk mengikuti program Wajib Belajar Malam Hari. Tabel 1.4 Jumlah Peserta Didik Program Jam Wajib Belajar Malam di Kecamatan Menteng No 1 2
RW Jumlah Peserta Didik 006 39 anak 008 36 anak Total 75 anak Sumber: Diolah peneliti dari Kelurahan Pegangsaan 2014 Tabel di atas menunjukan jumlah seluruh peserta didik di Kecamatan Menteng sedangkan, berdasarkan observasi awal pada tanggal 9 Oktober 2014, dari sekian banyak anak yang menjadi peserta didik dalam program WBMH, di Kelurahan Pegangsaan, tidak semua peserta didik datang untuk mengikuti kegiatan WBMH, hanya nampak sekitar 20 anak di pos RW 06 yang mengikuti program ini. Hal ini menunjukan rendahnya tingkat partisipasi peserta didik untuk mengikuti program WBMH tersebut. Masalah ketiga yaitu, kurangnya peran dari orangtua peserta didik untuk mendukung dalam pelaksanakan program WBMH, terutama tugas orangtua sebagai garda terdepan dalam mengawasi anak. Dalam menjalankan program ini, pengawasan dilakukan secara bersama, baik itu orangtua maupun masyarakat setempat. Peran dari masyarakat dan orangtua dalam program ini adalah sebagai fasilitator. Menurut Zaky, salah seorang guru RW 06 pada tanggal 16 Oktober 2014, mengatakan :
15
“Umumnya orangtua dari anak di daerah sini terkesan tidak peduli terhadap kegiatan jam malam ini. Apabila sudah mendekati jam tujuh malam orangtua tetap saja menyalakan tv sampai larut malam. Biasanya orangtua ini beralasan acara tv pada jam-jam tersebut adalah tontonan favoritnya”. Hal tersebut bertentangan dengan tugas orangtua sebagai fasilitator dalam program WBMH, sebagaimana terdapat dalam Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 22 Tahun 2014 tentang Wajib Belajar Malam Hari, Pasal 6 menyebutkan Ayat (2) : “Tugas dan tanggung jawab fasilitator sebagaimana dimaksud pada ayat meliputi : a. Memotivasi peserta didik; b. Mendampingi peserta didik; c. Membimbing dalam mata pelajaran; dan d. Menyediakan sarana dan prasarana belajar. Pelaksanaan program WBMH yang dilaksanakan di rumah diatur berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 22 Tahun 2014 tentang Wajib Belajar Malam Hari Pasal, 8 Ayat(3): “Bagi peserta didik yang belajar di rumah didampingi dan dibimbing oleh orangtua/wali dan/atau anggota keluarga lainya serta dilakukan tahapan sebagai berikut : 1. Menghentikan seluruh kegiatan yang menggangu pelaksanaan wajib belajar malam hari; 2. Mengkondisikan peserta didik untuk belajar; dan 3. Membantu peserta didik dalam menyelesaikan belajarnya. Namun kurangnya peran serta dari orangtua peserta didik untuk ikut melaksanakan dan mengawasi program ini, menjadi kendala besar untuk keberhasilan program tersebut. Tentunya hal tersebut menjadi permasalahan yang penting untuk dikaji, mengingat peran dari orangtua sebagai fasilitator, dan bertugas untuk memotivasi semangat anak agar meningkatkan prestasi dalam bidang akademik dan memberikan situasi yang efektif bagi anak untuk belajar.
16
Apabila peran dari orangtua sendiri sudah tidak mendukung, maka tujuan pelaksanaan program WBMH, yakni agar anak dapat memperoleh prestasi akademik yang baik, akan sulit terwujud. Masalah keempat yaitu, kurangnya guru pengajar sebagai pendamping dalam kegiatan program WBMH. Guru pendamping yang ada hanya berjumlah 2 (dua) orang guru saja, yaitu bapak Zaky dan ibu Pipit. Menurut Zaky, salah seorang guru RW 06 pada tanggal 16 Oktober 2014, mengatakan : “Disini kita kekurangan tenaga pengajar dalam mendampingi anak-anak untuk belajar. Dari sekian banyak anak yang ikut program ini, hanya ada 2 orang guru pendamping saja untuk mendampingi mereka, yaitu saya dan ibu Pipit.” Kurangnya tenaga pendidk menjadi salah satu permasalahan yang terdapat dalam pelaksanaan program WBMH ini, karena guru berperan sebagai pemberi utama materi kepada peserta didik dalam kegiatan program WBMH ini. Masalah kelima yaitu, kurangnya peran dari pemerintah daerah setempat dalam mengawasi dan pelaksanaan program WBMH. Pemerintah daerah sebagai pembuat keputusan program pilot project ini sudah seharusnya berperan aktif untuk mengawasi penyelenggaraan program WBMH. Menurut Dadang Ketua LMK RW 06 pada tanggal 16 Oktober 2014, mengatakan: “Program WBMH ini, kurang didukung penuh oleh pemerintah. Pemerintah Daerah seharusnya rajin melakukan monitoring program untuk melihat permasalahan apa dan kendala-kendala apa saja yang dihadapi di lapangan dalam menjalankan program ini. Terhitung sejak bulan Oktober 2013 sampai dengan Oktober 2014 program ini di sah kan Pemerintah DKI Jakarta, baru tiga kali Dinas Pendidikan melakukan kunjungan untuk monitoring program. Padahal program ini sangat baik untuk anak jika dilihat dari tujuan program tersebut, yaitu untuk meningkatkan prestasi akademik anak”.
17
Pernyataan tersebut menandakan bahwa kurangnya peran dari Pemerintah DKI Jakarta dalam mengawasi pelaksanaan program WBMH di Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat. Atas dasar latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui permasalahan ini. Oleh karena itu peneliti memberi judul “Evaluasi Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Wajib Belajar Malam Hari di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat”.
1.2
Identifikasi Masalah 1. Tidak adanya fasilitas sarana dan prasarana beserta kelengkapan belajar yang disediakan oleh Pemerintah DKI Jakarta untuk kegiatan program Wajib Belajar Malam Hari di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat. 2. Rendahnya partisipasi peserta didik dalam mengikuti kegiatan program Wajib Belajar Malam Hari. 3. Kurangnya peran dari orangtua peserta didik dan masyarakat di Kecamatan Menteng untuk mendukung berlangsungnya kegiatan Wajib Belajar Malam Hari. 4. Kurangnya tenaga pendidik sebagai pendamping dalam kegiatan program Wajib Belajar Malam Hari. 5. Kurangnya peran dari Pemerintah DKI Jakarta untuk mengawasi program Wajib Belajar Malam Hari.
18
1.3
Batasan Masalah Dalam penelitian ini, peneliti membatasi ruang lingkup permasalahan
pada: Evaluasi Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Wajib Belajar Malam Hari di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat.
1.4
Rumusan Masalah Dengan bertitik tolak pada latar belakang penelitian di atas, maka peneliti
mengangkat rumusan masalah dalam penelitian Evaluasi Program Jam Wajib Belajar Malam (JWBM) di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat, yaitu: 1. Bagaimana Evaluasi Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Wajib Belajar Malam Hari di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat? 2. Bagaimana pelaksanaan program Wajib Belajar Malam Hari di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat?
1.5
Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengevaluasi Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Wajib Belajar Malam Hari di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat. 2. Mengidentifikasi masalah pelaksanaan program Wajib Belajar Malam Hari di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat.
19
1.6
Manfaat Penelitian a) Secara Teoritis 1. Untuk mengetahui hubungan antara teori dengan praktik yang ada di lapangan. 2. Untuk dapat memberikan input atau masukan mengenai kebijakan publik. b) Secara Praktis 1. Bagi pemerintah, diharapkan dapat menjadi masukan bagi Dinas Pendidikan
Provinsi
DKI
Jakarta
dan
masyarakat
untuk
mendukung dan mengawasi Program Wajib Belajar Malam Hari. 2. Bagi peneliti dapat memberikan input dan menambah pengetahuan dan wawasan serta melatih kemampuan menganalisis khususnya di bidang kebijakan publik. 3. Manfaat
bagi
masyarakat
adalah
membangun
kesadaran
masyarakat terutama dalam meningkatkan prestasi siswa di bidang akademik, sesuai dengan tujuan Program Wajib Belajar Malam Hari itu sendiri. 1.7
Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini menjelaskan tentang latar belakang dalam penelitian penelitian tersebut, lalu identifikasi masalah, batasan penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
20
BAB II DESKRIPSI TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR Pada bab ini, peneliti memaparkan teori-teori dari beberapa ahli yang relevan terhadap masalah dalam penelitian. Setelah memaparkan teori, lalu membuat kerangka berpikir yang menggambarkan alur pikiran peneliti sebagai kelanjutan dari deskripsi teori terhadap permasalahan yang diteliti.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menjelaskan tentang metode apa yang akan digunakan dalam penelitian. Selain itu dalam bab ini juga akan dijelaskan tentang instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, informan penelitian, teknik analisis data, dan uji validitas.
BAB IV HASIL PENELITIAN Hasil penelitian mencangkup deskripsi objek penelitian yang meliputi lokasi penelitian secara jelas, struktur organisasi dari objek yang diteliti, serta hal lain yang berhubungan dengan objek penelitian. Selain itu juga mencangkup deskripsi data yang menjelaskan hasil penelitian yang telah diolah dengan menggunakan teknik analisa data yang relevan. Kemudian dalam bab ini juga terdapat interpretasi hasil penelitian dan pembahasan lebih lanjut terhadap hasil analisis data.
21
BAB V PENUTUP Bab ini terbagi ke dalam dua bagian yaitu bagian kesimpulan dan saran. Dalam bab ini akan dikemukakan kesimpulan dari analisis dan pembahasan yang dikemukakan sebelumnya. Sedangkan pada bagian saran akan dikemukakan saran demi perbaikan sebagai hasil akhir dari penelitian.
BAB II DESKRIPSI TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR
2.1
Deskripsi Teori Deskripsi teori menjelaskan tentang teori atau konsep yang dipergunakan
dalam penelitian yang sifatnya utama di mana tidak tertutup kemungkinan untuk bertambah seiring dengan pengambilan data dilapangan (Fuad & Nugroho 2012:56). Deskripsi teori menjadi pedoman dalam penelitian ini untuk menjelaskan dengan fenomena-fenomena sosial yang terjadi dalam penelitian. Teori yang relevan peneliti kaji sesuai dengan masalah-masalah yang telah diuraikan pada bab sebelumnya. Penelitian mengenai Evaluasi Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Wajib Belajar Malam Hari Di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat dikaji dengan beberapa teori dalam ruang lingkup administrasi negara konsentrasi kebijakan publik, yaitu: Evaluasi Program, Tujuan Evaluasi Program, Model Evaluasi, Wajib Belajar Malam Hari dan untuk melengkapinya peneliti lampirkan penelitian terdahulu yang juga menjadi bahan kajian dalam penelitian ini.
22
23
2.2
Konsep Evaluasi Program
2.2.1
Pengertian Evaluasi Evaluasi berasal dari kata bahasa Inggris “evaluation” yang diserap dalam
perbendaharaan istilah bahasa Indonesia dengan tujuan mempertahankan kata aslinya dengan sedikit penyesuaian lafal Indonesia menjadi “evaluasi” yang dapat diartikan memberikan penilaian dengan membandingkan sesuatu hal dengan satuan tertentu sehingga bersifat kuantitatif. Pengertian evaluasi yang bersumber dari kamus Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English evaluasi adalah to find out, decide the amount or value yang artinya suatu upaya untuk menentukan nilai atau jumlah. Selain arti berdasarkan terjemahan, kata-kata yang terkandung didalam definisi tersebut pun menunjukan bahwa kegiatan evaluasi harus dapat dilakukan secara hati-hati, bertanggung jawab, menggunakan strategi, dan dapat dipertanggungjawabkan. (Arikunto, 2007:1). Anderson (dalam Arikunto 2004:1) memandang evaluasi sebagai sebuah proses menentukan hasil yang telah dicapai beberapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan. Definisi lain dikemukakan oleh Worthen & Sanders (dalam Arikunto 2004 :1), yang mengatakan bahwa evaluasi adalah kegiatan mencari sesuatu yang berharga tentang sesuatu; dalam mencari sesuatu tersebut, juga termasuk mencari informasi yang bermanfaat dalam menilai keberadaan suatu program, produksi, prosedur, serta alternatif strategi yang diajukan untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan. Seorang ahli yang terkenal dalam evaluasi program bernama Stufflebeam (dalam Arikunto 2004:1) mengatakan bahwa evaluasi merupakan proses penggambaran, pencarian, dan pemberian informasi yang sangat bermanfaat bagi pengambil keputusan dalam menentukan alternatif keputusan. Raph
24
Tyler (dalam Tayibnapis 2000:3) mendefinisikan bahwa evaluasi ialah proses yang menetukan sampai sejauh mana tujuan pendidikan dapat dicapai. Selanjutnya, Stark & Thomas (dalam Widyoko 2014:4) mengatakan bahwa, “evaluation is the process of ascertaining the decision of concern, selecting appropriate information, and collecting and analyzing information in order to report summary data useful to decision makers in selecting among alternatives”. Evaluasi merupakan suatu proses atau kegiatan pemilihan, pengumpulan, analisis dan penyajian informasi yang dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan serta penyusunan program selanjutnya. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan.
2.2.2
Pengertian Program Joan L. Herman (dalam Tayibnapis 2000:9) mengatakan, program ialah segala
sesuatu yang dicoba dengan harapan akan mendatangkan hasil atau pengaruh. Kemudian Arikunto (2009:4) pengertian secara umum dapat diartikan bahwa program adalah sebuah bentuk rencana yang akan dilakukan. Apabila program ini dikaitkan langsung dengan evaluasi program, maka program didefinisikan sebagai unit atau kesatuan kegiatan yang merupakan realisasi atau implementasi dari
25
kebijakan, berlangsung dalam proses yang berkesinambungan dan terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan sekelompok orang. Menurut Arikunto (2009:4) ada tiga pengertian penting yang perlu ditekankan dalam menentukan program, yaitu: (i) program adalah realisasi atau implementasi dari suatu kebijakan; (ii) terjadi dalam kurun waktu yang lama dan bukan kegiatan tunggal tetapi jamak berkesinambungan; dan (iii) terjadi dalam organisasi yang melibatkan sekelompok orang. Sebuah program bukan hanya kegiatan tunggal yang dapat diiselesaikan dalam waktu singkat, tetapi merukan kegiatan yang berkesinambungan karena melaksanakan suatu kebijakan. Oleh karena itu, sebuah program dapat berlangsung dalam kurun waktu yang relatif lama. Pengertian program adalah suatu unit atau kesatuan kegiatan, maka program merupakan sebuah sistem, yaitu rangkaian kegiatan yang dilakukan bukan hanya satu kali tetapi berkesinambungan. Pelaksanaan program selalu terjadi di dalam sebuah organisasi, yang artinya harus melibatkan sekelompok orang.
2.2.3
Pengertian Evaluasi Program Mugiadi (dalam Sudjana 2006:21) menjelaskan bahwa evaluasi program
adalah upaya pengumpulan informasi mengenai suatu program, kegiatan, atau proyek. Informasi tersebut berguna bagi pengambilan keputusan, antara lain untuk memperbaiki program, menyempurnakan kegiatan program lanjutan, menghentikan suatu kegiatan, atau menyebarluaskan gagasan yang mendasari suatu program atau
26
kegiatan. Informasi yang dikumpulkan harus memenuhi persyaratan ilmiah, praktis, tepat guna, dan sesuai dengan nilai yang mendasari dalam setiap pengambilan keputusan. Ralp Tyler (dalam Arikunto 2009:5) mendefinisikan bahwa evaluasi program adalah proses untuk mengetahui apakah tujuan program sudah dapat terealisasi. Sedangkan Cronbach & Stufflebeam (dalam Arikunto 2009:5) evaluasi program adalah upaya menyediakan informasi untuk disampaikan kepada pengambil keputusan. Arikunto (2004:14) evaluasi program adalah proses penetapan secara sistematis tentang nilai, tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Proses penetapan keputusan itu didasarkan atas perbandingan secara hati-hati terhadap data yang diobservasi dengan menggunakan standar tertentu yang telah dibakukan. Sedangkan menurut Widyoko (2009:10), evaluasi program biasanya dilakukan untuk kepentingan pengambilan keputusan dalam rangka menetukan kebijakan selanjutnya. Melalui evaluasi suatu program dapat dilakukan penilaian secara sistematik, rinci dan menggunakan prosedur yang sudah diuji secara cermat. Dari beberapa pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa evaluasi program merupakan proses pengumpulan data atau informasi yang ilmiah yang hasilnya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan dalam menunjukan alternatif kebijakan. Dengan menggunakan metode tertentu akan diperoleh data yang handal, dapat dipercaya sehingga penetuan kebijakan akan tepat, dengan catatan data
27
yang digunakan sebagai dasar pertimbangan tersebut adalah data yang tepat, baik dari segi isi, cakupan, format, maupun tepat dari segi penyampaian. 2.3
Tujuan Evaluasi Program Scriven (dalam Tayibnapis 2000:4) adalah orang pertama yang membedakan
antara evaluasi formatif dan evaluasi sumatif sebagai fungsi evaluasi. Kemudian Stufflebeam (dalam Tayibnapis 2000:4) juga membedakan sesuai di atas yaitu proactive evaluation untuk melayani pemegang keputusan, dan retroactive evaluation untuk keperluan pertanggungjawaban. Evaluasi dapat mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi formatif, evaluasi dipakai untuk perbaikan dan pengembangan kegiatan yang sedang berjalan, seperti: program, orang, produk, dan sebagainya. Dan fungsi sumatif, evaluasi dipakai untuk pertanggungjawaban, keterangan, seleksi atau lanjutan. Jadi evaluasi hendaknya membantu pengembangan, implementasi, kebutuhan suatu program, perbaikan program, pertanggungjawaban, seleksi, motivasi, menambah pengetahuan dan dukungan dari mereka yang terlibat. Arikunto (2009:25), secara singkat evaluasi program merupakan upaya untuk mengukur ketercapaian program, yaitu mengukur seberapa jauh sebuah kebijakan dapat terimplementasikan. Seperti disebutkan oleh Sudjana (2006:48) tujuan khusus evaluasi program terdapat enam hal, yaitu: 1.) Memberikan masukan bagi perencanaan program; 2.) Menyajikan masukan bagi pengambil keputusan yang berkaitan dengan tindak lanjut, perluasan atau penghentian program; 3.) Memberikan masukan bagi pengambil keputusan yang berkaitan tentang modifikasi atau perbaikan program;
28
4.) Memberikan masukan yang berkenaan dengan faktor pendukung dan penghambat program; 5.) Memberi masukan untuk kegiatan motivasi dan pembinaan (pengawasan, supervisi, dan monitoring) bagi penyelenggara, pelaksana, dan pelaksana program; 6.) Menyajikan data tentang landasan keilmuan bagi evaluasi program pendidikan luar sekolah. Dilihat dari tujuannya, yaitu ingin mengetahui kondisi sesuatu, maka evaluasi program dapat dikatakan merupakan salah satu bentuk dari penelitian, yaitu penelitian evaluatif. Oleh karena itu, dalam pembicaraan evaluasi program, pelaksana berpikir yang menentukan langkah sebagaimana melaksanakan penelitian. Menurut Arikunto (2009:7), terdapat perbedaan yang mencolok antara penelitian dan evaluasi program, adalah sebagai berikut : a. Dalam kegiatan penelitian, peneliti ingin mengetahui gambaran tentang sesuatu kemudian hasilnya dideskripsikan, sedangkan dalam evaluasi program pelaksana ingin mengetahui seberapa tinggi mutu atau kondisi sesuatu sebagai hasil pelaksanaan program, setelah data yang terkumpul dibandingkan dengan kriteria atau standar tertentu. b. Dalam kegiatan penelitian, peneliti dituntut oleh rumusan masalah karena ingin mengetahui jawaban dari penelitiannya, sedangkan dalam evaluasi program pelaksana ingin mengetahui letak kekurangan itu dan apa sebabnya. Dengan adanya uraian di atas, dapat dikatakan bahwa evaluasi program merupakan penelitian evaluatif, dimaksudkan untuk mengetahui akhir dari adanya kebijakan dalam rangka menentukan rekomendasi atas kebijakan yang lalu, yang pada tujuan akhirnya adalah untuk menentukan kebijakan selanjutnya.
29
2.4
Model Evaluasi
2.4.1
Model Evaluasi UCLA Alkin (dalam Tayibnapis 2000:15) menulis tentang kerangka kerja evaluasi
yang hampir sama dengan model CIPP. Alkin mendefinisikan evaluasi sebagai suatu proses meyakinkan keputusan, memilih informasi yang tepat, mengumpulkan, dan menganalisis informasi sehingga dapat melaporkan ringkasan data yang berguna bagi pembuat keputuan dalam memilih beberapa alternatif. Ia mengemukakan lima macam evaluasi, yakni: a.
System assessment, yang memberikan informasi tentang keadaan atau posisi sitem.
b.
Program planning, membantu pemilihan program tertentu yang mungkin akan berhasil memenuhi kebutuhan program.
c.
Program implementation, yang menyiapkan informasi apakah program sudah diperkenalkan
kepada
kelompok
tertentu
yang
tepat
seperti
yang
direncanakan? d.
Program improvement, yang memberikan informasi tentang bagaimana program berfungsi, bagaimana program bekerja, atau berjalan? Apakah menuju pencapaian tujuan, adalkah hal-hal atau masalah-masalah baru yang muncul tak terduga?
e.
Program certification, yang memberi informasi tentang nilai atau guna program.
30
2.4.2
Model Evaluasi Brinkerhoff Setiap desain evaluasi umumnya terdiri atas elemen-elemen yang sama, ada
banyak cara untuk menggabungkan elemen tersebut, masing-masing ahli atau evaluator mempunyai konsep yang berbeda dalam hal ini. Brinkerhoff (dalam Tayibnapis 2000:15-16) mengemukakan tiga golongan evaluasi yang disusun berdasarkan penggabungan elemen-elemen yang sama, seperti evaluator-evaluator lain, namun dalam komposisi dan versi mereka sendiri sebagai berikut: a.
Fixed vs Emergent Evaluation Design. Dapatkah masalah evaluasi dan kriteria akhirnya dipertemukan? Apabila demikian, apakah itu suatu keharusan?
b.
Formative vs Summative Evaluation. Apakah evaluasi akan dipakai untuk perbaikan atau untuk melaporkan kegunaan atau manfaat suatu program? Atau keduanya?
c.
Experimental and Quasi Ecperimental Design vs Natural/ Unobtrusive Inquiry. Apakah evaluasi akan melibatkan intervensi ke dalam kegiatan program/memanipulasi kondisi, orang diperlakukan, variabel ddipengaruhi dan sebagainya, atau hanya diamati, atau keduanya? Jawaban untuk ketiga pertanyaan tersebut mungkin tidak terlalu tepat, namun
kategori-kategori yang dikemukakan oleh pembagian yang luas ini mencerminkan sejumlah macam evaluasi dan kontrol yang di inginkan selama proses evaluasi.
31
Secara umum hal ini akan menolong dalam mengembangkan langkah awal yang membantu untuk menerangkan, memberi petunjuk, dan menilai tugas-tugas evaluasi. 2.4.3
Model Evaluasi Stake atau Model Countenance Stake
(dalam
Tayibnapis
2000:21),
analisis
proses
evaluasi
yang
dikemukakannya membawa dampak yang cukup besar dalam bidang ini, dan meletakan dasar yang sederhana namun merupakan konsep yang cukup kuat untuk perkembangan yang lebih jauh dalam bidang evaluasi. Stake menekankan adanya dua dasar kegiatan dalam evaluasi, ialah: Descriptions dan Judgement, dan membedakan adanya tiga tahap dalam program pendidikan, yaitu: Antecedents (Context), Transaction (Process), dan Outcomes (Output). Gambar 2.1 Model Evaluasi Stake RASIONAL
INTENTS
OBSERVATIONS
STANDARDS
JUDGEMENT
ANTECEDENTS TRANSACTIONS OUTCOMES DESCRIPTION MATRIX
JUDGEMENT MATRIX
Matrix Description menunjukan Intens (Goals) dan Obsevations (Effect) atau yang sebenarnya terjadi. Judgements mempunyai dua aspek, yaitu Standard dan
32
Judgement. Stake (dalam Tayibnapis 2000:22) mengatakan, bahwa apabila kita menilai suatu program pendidikan, kita melakukan perbandingan yang relatif antara satu program dengan program lain, atau perbandingan yang absolut (satu program dengan standard). Penekanan yang umum atau hal yang penting dalam model ini ialah, bahwa evaluator yang membuat penilaian tentang program yang dievaluasi. Stake (dalam Tayibnapis 2000:22) mengatakan description di satu pihak berbeda dengan judgement atau menilai. Dalam model ini, antecedents (masukan), transaction (proses), dan outcomes (hasil) data dibandingkan tidak hanya untuk menentukan apakah ada perbedaan tujuan dengan keadaan yang sebenarnya, tetapi juga dibandingkan dengan standar yang absolute, untuk menilai manfaat program. Sujdana (2006:51), berpendapat bahwa model evaluasi program dapat dikelompokan dalam enam kategori, yaitu: a. Model evaluasi terfokus pada pengambilan keputusan (jenis inilah yang terbanyak digunakan). b. Model evaluasi terhadap unsur-unsur program. c. Model evaluasi terhadap jenis/tipe kegiatan program. d. Model evaluasi terhadap proses pelaksanaan program. e. Model evaluasi terhadap pencapaian tujuan program. f. Model evaluasi terhadap hasil dan pengaruh program. Kegunaan utama model ini untuk mengkaji sejauhmana suatu lembaga penyelenggara dan pengelola pelayanan program pendidikan kepada masyarakat telah berhasil dalam melaksanakan misinya. Dalam konteks ini maka evaluasi diawali dengan mempelajari misi yang terdapat dalam program yang ingin dicapai dan/atau
33
hasil-hasil program yang tidak tercapai, model ini awalnya dikembangkan untuk mengevaluasi proyek-proyek pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM). 2.4.4
Model Evaluasi CIPP Model ini menurut Stufflebeam (dalam Tayibnapis 2000:14) pendekatan yang
berorientasi pada pemegang keputusan (a decision oriented evaluation approach structured)
untuk
menolong administrator
dalam
membuat
keputusan.
Ia
merumuskan evaluasi sebagai suatu proses menggambarkan, memperoleh, dann menyediakan informasi yang berguna untuk menilai alternatif keputusan. Dia membuat pedoman kerja untuk melayani para manajer dan administrator menghadapi empat macam keputusan pendidikan, membagi evaluasi menjadi empat macam, yaitu: a.
Context evaluation to serve planning decision. Konteks evaluasi ini membantu merencanakan keputusan, menentukan kebutuhan yang akan dicapai oleh program, dan merumuskan tujuan program (Tayibnapis 2000:14). Stufflebeam (dalam Hasan 2008:216) menyebutkan, tujuan evaluasi konteks
yang utama adalah untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan yang dimiliki evaluan, dengan mengetahui kekuatan dan ini, evaluator akan dapat memberikan arah perbaikan yang diperlukan. Arikunto (2004:29) menjelaskan bahwa, evaluasi konteks adalah upaya untuk menggambarkan dan merinci lingkungan kebutuhan yang tidak terpenuhi, populasi dan sampel yang dilayani, dan tujuan proyek. Dalam hal ini Arikunto (2004:29) memberikan contoh evaluasi Program Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMTAS) dalam mengajukan pertanyaan sebagai berikut: (a) kebutuhan apa
34
saja yang belum terpenuhi oleh program, misalnya jenis makanan dan siswa yang belum menerima?; (b) tujuan pengembangan apakah yang belum tercapai oleh program, misalnya peningkatan kesehatan dan prestasi siswa karena adanya makanan tambahan?; (c) tujuan pengembangan apakah yang dapat membantu megembangkan masyarakat, misalnya kesadaran orangtua untuk memberikan makanan yang bergizi kepada anaknya?; (d) tujuan-tujuan manakah yang paling mudah untuk dicapai, misalnya pemerataan makanan, ketepatan penyediaan makanan? b.
Input evaluation, structuring decision. Evaluasi ini menolong mengatur keputusan. Menentukan sumber-sumber yang ada, alternatif apa yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai kebutuhan. Bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya (Tayibnapis 2000:14). Tahap kedua dari model CIPP adalah evaluasi input, atau evaluasi masukan.
Menurut Widyoko (2014:182), evaluasi masukan membantu mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada, alternatif apa yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai tujuan, dan bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya. Komponen evaluasi masukan meliputi: (1) Sumber Daya Manusia (SDM); (2) saran dan peralatan yang pendukung; (3) dana atau anggaran; dan (4) berbagai prosedur dan aturan yang diperlukan. Suharsimi (2004:30) memberikan contoh pertanyaanpertanyaan evaluasi PMTAS yang dapat diajukan pada tahap evaluasi masukan ini: (1) apakah makanan yang di berikan kepada siswa berdampak jelas pada perkembangan siswa?; (2) berapa orang siswa yang menerima dengan senang hati
35
atas makanan tambahan itu?; (3) bagaimana reaksi siswa terhadap pelajaran setelah menerima makanan tambahan?; (4) seberapa tinggi tingkat kenaikan nilai siswa setelah menerima makanan tambahan? c.
Process evaluation, to serve implementing decision. Evaluasi proses untuk membantu mengimplementasikan keputusan. Sampai sejauh mana rencana yang telah diterapkan? Apa yang harus direvisi? Begitu pertanyaan tersebut terjawab, prosedur dapat dimonitor, dikontrol, dan diperbaiki (Tayibnapis 2000:14). Worthen & Sanders (dalam Widyoko 2014:182) menjelaskan bahwa, evaluasi
proses menekankan pada tiga tujuan: (1) do detect or predict in procedural design or its implementation stage; (2) to provide information for programmed decision; and (3) to maintain a record of the procedure as it occurs. Evaluasi proses digunakan untuk
mendeteksi
atau
memprediksi
rancangan
prosedur
atau
rancangan
implementasi selama tahap implementasi, menyediakan informasi untuk keputusan program dan sebagai rekaman atau arsip prosedur yang telah terjadi. Evaluasi proses meliputi koleksi data penilaian yang telah ditentukan dan diterapkan dalam praktik pelaksanaan program. Pada dasarnya evaluasi proses untuk mengetahui sampai sejauh mana rencana telah diterapkan dan komponen apa yang perlu diperbaiki. Sedangkan menurut Suharsimi (2004:30), evaluasi proses dalam model CIPP menunjuk pada “apa” (what) kegiatan yang dilakukan dalam program, “siapa” (who) oramg yamg ditunjuk sebagai penanggungjawab program, “kapan” (when) kegiatan akan selesai.
36
Dalam model CIPP, evaluasi proses di arahkan pada seberapa jauh kegiatan yang dilaksanakan di dalam program sudah terlaksana sesuai dengan rencana. Stuflebeam (dalam Arikunto 2004:30) mengusulkan pertanyaan-pertanyaan untuk evaluasi proses, sebagai berikut: (1) apakah pelaksana program sesuai dengan jadwal?; (2) apakah staf yang terlibat di dalam pelaksanaan program akan sanggup menangani kegiatan selama program berlangsung dan kemudian jika dilanjutkan?; (3) apakah sarana dan prasarana yang di sediakan dimanfaatkan secara maksimal?; (4) hambatan-hambatan apa saja yang yang di jumpai selama pelaksanaan program dan kemunginan jika program dilanjutkan? d.
Product evaluation, to serve recycling decision. Evaluasi produk untuk menolong keputusan selanjutnya. Apa hasil yang telah dicapai? Apa yang dilakukan setelah program berjalan? Huruf pertama dari konteks evaluasi dijadikan ringkasan CIPP, model ini terkenal dengan nama CIPP oleh Stufflebeam (Tayibnapis 2000:14). Sax (dalam Widyoko 2014:183) memberikan pengertian evaluasi produk atau
hasil adalah “to allow to project director (or teacher) to make decision of program”. Dari evaluasi proses diharapakan dapat membantu pimpinan proyek atau guru untuk membuat keputusan yang berkenaan dengan kelanjutan, akhir, maupun modifikasi program. Dari pendapat tersebut maka dapat di tarik kesimpulan bahwa, evaluasi produk merupakan penilaian yang dilakukan untuk melihat ketercapaian atau keberhasilan suatu program dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan
37
sebelumnya. Pada tahap evaluasi inilah seorang evaluator dapat menentukan atau memberikan rekomendasi kepada evaluan, apakah suatu program dapat dilanjutkan, di kembangkan/modifikasi, atau bahkan di hentikan. Pada tahap evaluasi ini Arikunto (2004:31) memberi contoh pertanyaan evaluasi PMTAS, sebagai berikut: (1) apakah tujuan-tujuan yang ditetapkan sudah tercapai?; (2) pernyataan-pernyataan apakah yang mungkin di rumuskan berkaitan antara rincian proses dalam pencapaian tujuan?; (3) dalam hal apakah berbagai kebutuhan siswa sudah dapat di penuhi selama proses pemberian makanan tambahan, misalnya variasi makanan, banyaknya ukuran makanan, dan ketepatan waktu pemberian?; dan (4) apakah dampak yang di peroleh siswa dalam waktu yang relatif panjang dengan adanya program makanan tambahan ini? Model evaluasi ini dikembangkan oleh Daniel Stufflebeam (1967) di Ohio State University. Evaluasi ini pada awalnya digunakan untuk mengevaluasi ESEA (the Elementary and Secondary Education Act). CIPP merupakan singkatan dari, context evaluation (evaluasi terhadap konteks), input evaluation (evaluasi terhadap proses), process evaluation (evaluasi terhadap proses), dan product evaluation (evaluasi terhadap hasil). Keempat singkatan dari CIPP itulah yang menjadi komponen evaluasi. Model CIPP berorientasi pada suatu keputusan. Menurut Stufflebeam (dalam Widyoko 2014:181) mengungkapakan bahwa, “the CIPP approach is based on the view that the moest important purpose of evaluation is not toprove but improve”. Konsep tersebut ditawarkan oleh Stufflebeam dengan
38
pandangan bahwa tujuan penting evaluasi adalah bukan membuktikan, tetapi untuk memperbaiki. Setelah memilih objek yang akan di evaluasi, maka harus ditentukan aspekaspek apa saja dari objek tersebut yang akan di evaluasi. Masa lalu evaluasi evaluasi berfokus kebanyakan atas hasil yang dicapai peserta. Akhir-akhir ini, usaha evaluasi ditujukan untuk memperluas atau memperbanyak variabel evaluasi dalam bermacammacam model evaluasi seperti: Stake, Stufflebeam, Alkin, dan Brinkerhoff (dalam Tayibnapis 2000:5). Model CIPP dari stufflebeam mengemukakan evaluasi yang berfokus pada empat aspek, yaitu: (1) Konteks; (2) Input; (3) Proses Implementasi; dan (4) Produk. Dengan menggunakan pendekatan ini, maka evaluasi lengkap terhadap evaluasi program WBMH akan menilai, yaitu: (a) manfaat tujuannya; (b) nutu rencana; (c) sampai sejauh mana tujuan dijalankan; dan (d) mutu hasilnya. Jadi evaluasi hendaknya berfokus pada tujuan dan kebutuhan, desain training, implementasi, transaksi, dan hasil training. Nama CIPP, dalam kenyataanya lebih dikenal masyarakat perguruan tinggi dan kalangan evaluator. Hal ini di mungkinkan sekali di sebabkan nama CIPP langsung menunjukan karakteristik model yang di maksud. Sesuai dengan namanya, model ini terbentuk dari 4 jenis evaluasi, yaitu evaluasi Context (konteks), Input (Masukan), Process (Proses), dan Product (Produk). Hasan (2008:215), berpendapat bahwa keempat evaluasi ini merupakan suatu rangkaian keutuhan. Adapun tugas evaluator dalam model CIPP:
39
Gambar 2.2 Fokus Evaluasi Model CIPP
KONTEKS
INPUT
Evaluator mengidentifikasikan berbagai faktor manajemen, fasilitas kerja, peraturan, masyarakat, dan faktor lain yang berpengaruh terhadap program.
Evaluator menentukan tingkat pemanfaatan berbagai faktor yang dikaji dalam konteks. Pertimbangan mengenai ini menjadi dasar bagi evaluator untuk menentukan apakah perlu ada revisi atau penggantian.
PROCESS
Evaluator mengumpulkan berbagai informasi mengenai keterlaksanaan implementasi, berbagai kekuatan dan kelemahan dalam implementasi. Evaluator harus merekam berbagai pengaruh variabel input terhadap proses.
PRODUCT
Evaluator mengumpulkan berbagai informasi mengenai program, membandingkannya dengan standar dan mengambil keputusan mengenai status program (direvisi, diganti, atau di lanjutkan).
Stufflebeam (dalam Hasan 2008:216), tujuan evaluasi konteks yang utama ialah untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan yang dimiliki evaluan. Dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan ini, evaluator dapat memberikan arah perbaikan yang di perlukan. Dalam melakukan evaluasi, evaluator harus dapat menemukan kebutuhan yang di perlukan evaluan. Oleh karena itu, evaluasi konteks ini sebagian tugasnya adalah melakukan need assessment. Selain dari need assessment, evaluasi konteks harus pula dapat memberikan pertimbangan apakah tujuan yang akan dicapai
40
sesuai dengan need (kebutuhan) yang telah di identifikasi. Dari evaluasi konteks terlihat adanya perbedaan anatara model CIPP dengan model-model evaluasi yang telah dibahas terdahulu. Model CIPP membantu evaluator untuk memutuskan apakah suatu program tersebut memerlukan suatu inovasi atau tidak. Apabila di perlukan, evaluator yang menggunakan model CIPP diharapakan dapat menentukan skala inovasi yang dilakukan. Evaluasi masukan penting dalam memberikan pertimbangan terhadap keberhasilan pelaksanaan suatu program. Stufflebeam (dalam Hasan 2008:217), memberikan alasan bahwa “orientasi utama evaluasi masukan ialah mengemukakan suatu program yang dapat mencapai apa yang diinginkan lembaga tersebut.” Program yang dimaksudkan adalah program yang membawa perubahan berskala penambahan dan pembaharuan. Dengan demikian evaluasi masukan tidak hanya melihat apa yang di lingkungan lembaga tersebut (baik material, maupun personal) tetapi juga harus dapat memperkirakan kemungkinan-kemungkinan yang akan dihadapi di waktu mendatang ketika suatu program diimplementasikan. Evaluator diharapkan dapat menentukan tingkat pemanfaatan faktor-faktor yang diidentifikasi dalam pelaksanaan suatu program. Dari semua yang telah dijelaskan mengenai evaluasi masukan, makin jelas bahwa CIPP tidak hanya dilaksanakan dalam situasi di mana suatu inovasi sedang dilaksanakan tetapi justru model dilakukan ketika inovasi akan atau belum dilaksanakan. Meskipun demikian, tidaklah berarti bahwa CIPP tidak dapat dilaksanakan apabila suatu inovasi program sedang dalam proses pelaksanaan. CIPP
41
tetap dapat dilakukan kendati suatu lembaga telah melaksanakan pengembangan program. Evaluasi proses adalah evaluasi mengenai pelaksanaan dari suatu inovasi program, jadi, jika evaluasi konteks adalah evaluasi program dalam dimensi pengertian sebagai ide, evaluasi masukan adalah evaluasi program dalam pengertian sebagai rencana, evaluasi proses adalah evaluasi program dalam dimensi pengertian sebagai realita atau kegiatan (Hasan 2008:218). Artinya evaluasi proses baru dapat dilakukan apabila inovasi program tersebut telah dilaksanakan, bukan pada waktu dalam proses konstruksi. Meskipun demikian, evaluator dapat menggunakan model CIPP walaupun ia baru diminta berpartisipasi setelah inovasi program dilaksanakan. Dalam pelaksanaannya, evaluasi proses dari model CIPP bertujuan memperbaiki keadaan yang ada. Evaluator diminta untuk menetukan sampai sejauh mana rencana inovasi program dilaksanakan di lapangan, hambatan-hambatan apa yang ditemui yang tak diperkirakan sebelumnya, dan perubahan-perubahan apa yang harus dilakukan terhadap inovasi program tersebut. Informasi yang berhasil dikumpulkan, disajikan sebagai umpan balik bagi para pengelola dan staf. Dengan demikian, keputusan-keputusan yang diperlukan dalam usaha memperbaiki proses yang sedang berlangsung dapat dilaksanakan. Dari tujuan yang akan dicapai oleh evaluasi proses model CIPP, terlihat jelas bahwa CIPP menggunakan pendekatan pengembangan kriteria yang baik yang bersifat fidelity maupun bersifat “mutuali adaptive”. Kriteria yang bersifat fidelity terlihat dari tujuan untuk menetukan samapi sejauh mana
42
rencana inovasi yang dibuat telah tercapai.pendekatan “mutualy adapative” terlihat dari adanya usaha untuk memperbaiki keadaan lapangan agar inovasi berjalan dengan baik, dan usaha perbaikan terhadap inovasi itu sendiri. Artinya, evaluator yang melaksanakan evaluasi proses harus dapat memberikan informasi mengenai hal-hal apa dari lapangan yang harus diubah dan komponen apa dari inovasi yang harus pula diubah. Dengan perubahan-perubahan tersebut diharpkan inovasi dan lapangan mencapai kesesuaian. Stufflebeam (dalam Hasan 2008:219) mengatakan, evaluasi hasil adalah kegiatan evaluasi berikutnya dalam model CIPP. Tujuan utama dari evaluasi hasil adalah untuk menentukan sampai sejauh mana program yang diimplementasikan tersebut telah dapat memenuhi kebutuhan kelompok yang menggunakannya. Diharapkan hasil evaluasi memperlihatkan pengaruh program, baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung. Pengaruh inovasi program tersebut yang bersifat positif (biasanya evaluasi hasil hanya melihat pengaruh dari sudut pandang negatif) maupun negatif. Adanya pengaruh negatif kedengarannya aneh, tetapi sebenarnya realistis. Bukanlah suatu hal yang mustahil bahwa suatu program menghasilkan pengaruh sampingan yang bersifat negatif yang tidak pernah diperkirakan sebelumnya oleh para pengembang. Oleh karena itu, dalam evaluasi model CIPP memberikan posisi penting bagi peran sumatif. Informasi yang dihasilkan evaluasi hasil CIPP diguanakan untuk menentukan apakah suatu program harus diganti, direvisi ataukah dipertahankan.
43
Gambar 2.3 Alur Kerja Model CIPP Kegiatan Rutin
Instalasi Solusi tidak
Evaluasi Konteks
ya ya
Perubahan
Definisikan masalah & rumuskan tujuan
tidak
Solusi memuaskan tidak
Evaluasi Masukan Strategi ditemukan
tidak
Perlu pengembangan
ya
implementasi Evaluasi proses & hasil
ya
ya Batalkan
tidak
ya
tidak
Memuaskan ?
dilanjutkan
Solusi diperlukan
tidak
Menurut Hasan (2008:222), secara keseluruhan prosedur lengkap evaluasi CIPP digambarkan pada gambar 2.3. gambar 2.3 jelas menunjukan langkah-langkah evaluasi dan fokus evaluasi secara keseluruhan. Alur tersebut merupakan alur kerja yang dapat disederhanakan sesuai dengan pembahasan mengenai pemisahan fokus yang telah dibahas di atas. Alur kerja pada gambar 2.3 memperlihatkan fokus evaluasi yang telah dibahas sebelumnya. Konteks yang ada dan kegiatan keseharian
44
yang dilakukan adalah kegiatan yang terjadi pada suatu program. Tabel di bawah ini menunjukan perbandingan dari beberapa model evaluasi program: Tabel 2.1 Perbandingan Model Evaluasi Program No. Model Evaluasi Kelebihan 1. Model Evaluasi Evaluasi yang dilakukan UCLA melalui unsur pendekatan ekonomi mikro 2. Model Evaluasi Model ini merupakan Brinkerhoff pengabungan dari beberapa elemen dalam evaluasi 3. Model Evaluasi Evaluator yang membuat Stake/Countenance penilaian tentang program yang di evaluasi 4. Model Evaluasi Lebih komprehensif, CIPP karena objek evaluasi tidak hanya pada hasil semata, tetapi juga mencakup konteks, masukan, proses, maupun hasil. 2.5
Kekurangan Evaluasi yang dilakukan hanya pada kurikulum sekolah Evaluasi yang dilakukan hanya pada kurikulum sekolah Evaluasi yang dilakukan hanya berfokus pada hasil Melibatkan banyak pihak, membutuhkan waktu dan biaya yang lebih.
Konsep Program Wajib Belajar Malam Hari Menurut Widyoko (2014:184) dibandingkan dengan model-model evaluasi
yang lain, model CIPP memiliki beberapa kelebihan antara lain: lebih komprehensif, karena objek evaluasi tidak hanya pada hasil semata, tetapi juga mencakup konteks, masukan (input), proses, maupun hasil. Model evaluasi CIPP dalam pelaksanaannya lebih banyak digunakan oleh para evaluator, hal ini dikarenakan model evaluasi ini lebih komprehensif jika dibandingkan dengan model evaluasi lainnya. Oleh karena
45
itu didalam penelitian ini, peneliti memilih untuk menggunakan model evaluasi CIPP sebagai pisau analisis dalam penelitian yang dilakukan. 2.5.1 Program Wajib Belajar Malam Hari Dalam Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014, Pasal 1 Ayat (6) tentang Wajib Belajar Malam Hari (WBMH), yang dimaksud dengan wajib belajar malam hari adalah kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh peserta didik pada malam hari. Program WBMH adalah proyek percontohan yang dicanangkan Pemerintah DKI Jakarta bersama dengan Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta yang dilakukan di beberapa wilayah di Jakarta yang dijadikan proyek percontohan. Wilayah yang dijadikan untuk proyek percontohan program tersebut adalah wilayah yang tingkat partisipasi masyarakatnya terbilang baik dan sudah menerapkan terlebih dahulu program WBMH di wilayahnya, seperti di Kelurahan Pegangsaan, Kecamatan Menteng. Alasan dilakukan proyek percontohan pada program WBMH, adalah karena pemerintah ingin melihat terlebih dahulu apakah program tersebut berjalan dengan baik dan efektif, apabila tujuan dari program tersebut terlaksana dengan baik, maka Pemerintah DKI Jakarta akan menerapkan program WBMH di seluruh wilayah Jakarta. Program WBMH ini merupakan program swadaya, artinya masyarakat yang sepenuhnya menjalankan dan mengelola program WBMH ini, dan peran pemerintah DKI Jakarta sebagai evaluator untuk menilai keberhasilan program WBMH dan memutuskan
untuk
melanjutkan,
memodifikasi/mengembangkan,
atau
memberhentikan program WBMH. Sasaran dari program WBMH adalah para peserta
46
didik yang termasuk dalam warga belajar yang berada pada jenjang pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) sampai dengan jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA). 2.5.2 Tujuan Program Wajib Belajar Malam Hari (WBMH) Tujuan dari pelaksanaan program WBMH terdapat di dalam Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 Pasal 2, yaitu: tujuan dari program WBMH adalah agar peserta didik dapat mencapai hasil belajar yang maksimal dan optimal, sehingga dapat meningkatkan prestasi di bidang akademiknya. Adapun tujuan lain dari pelaksanaan program WBMH tersebut adalah untuk melindungi anak dari tindak kriminal yang terjadi di malam hari. 2.5.3 Peserta Didik Program Wajib Belajar Malam Hari (WBMH) Adapun yang mengikuti program Wajib Belajar Malam Hari (WBMH) adalah peserta didik. Yang dimaksud dengan peserta didik adalah warga masyarakat yang menempuh pendidikan pada satuan pendidikan Taman Kanak-kanak/Raudatul Athfal, Sekolah
Dasar/Madrasah
Ibtidaiyah,
Sekolah
Menengah
Pertama/Madrasah
Tsanawiyah, Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah, Sekolah Menengah Kejuruan, Program Kesetaraan dan Pendidikan Luar Biasa. Peserta didik yang mengikuti kegiatan WBMH belajar sesuai dengan kebutuhan masing-masing, dalam bentuk materi akademik dan non akademik, antara lain: (i) Mengerjakan tugas atau pekerjaan rumah yang diberikan oleh guru; (ii) mengulang atau memperdalam materi pelajaran yang didapatkan di sekolah pada hari itu; (iii) belajar membaca Al-Qur’an,,
47
belajar menari, belajar memasak; (iv) materi pembelajaran yang di ajarkan dikelompokan sesuai dengan jenjang pendidikan peserta didik. 2.5.4 Mekanisme Pelaksanaan Program Wajib Belajar Malam Hari (WBMH) Mekanisme pelaksanaan Program WBMH berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 tentang Wajib Belajar Malam Hari di Pasal 8, adalah: 1. Wajib belajar malam hari dilaksanakan setiap hari oleh peserta didik dimulai pada pukul 19.00 sampai dengan pukul 21.00, kecuali pada malam hari libur. 2. Tanda waktu dimulainya wajib belajar malam hari sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) sesuai dengan situasi dan kondisi setempat yang dilakukan oleh satuan tugas. 3. Setelah tanda waktu dimulainya wajib belajar malam hari sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) dilakukan: a. Bagi peserta didik yang belajar diluar rumah didampingi dan dibimbing oleh fasilitator serta dilakukan tahapan sebagai berikut: 1. Pengelompokan peerta didik berdasarkan satuan pendidikan; 2. Mengidentifikasi materi yang diperlukan oleh peserta didik; dan 3. Memfasilitasi sesuai kebutuhan peserta didik. b. Bagi peserta didik yang belajar di rumah didampingi dan dibimbing oleh orang tua/wali dan/atau anggota keluarga lainnya serta dilakukan tahapan sebagai berikut: 1. menghentikan seluruh kegiatan yang mengganggu pelaksanaan wajib belajar malam hari; 2. Mengkondisikan peserta didik untuk belajar; dan 3. Membantu peserta didik dalam menyelesaikan belajarnya. Untuk pelaksanaan kegiatan WBMH dilakukan setiap hari Minggu s/d Kamis pada pukul 19.00 s/d 21.00 WIB. Kegiatan WBMH dilakukan di rumah tinggal si peserta didik ataupun di tempat yang telah disediakan oleh masyarakat sebagai sarana yang di gunakan untuk kegiatan program WBMH. Peran orangtua dari peserta didik adalah sebagai fasilitator untuk menciptakan situasi yang kondusif bagi anak untuk belajar.
48
2.5.5 Sarana dan Prasarana Program Wajib Belajar Malam Hari (WBMH) Sarana dan prasarana yang akan digunakan dalam kegiatan WBMH, antara lain: 1. Rumah tinggal; 2. Balai warga; 3. Pusat kegiatan belajar masyarakat; 4. Sarana ibadah; dan 5. Sarana lainnya yang memadai. Bila kondisi di rumah tidak memungkinkan bagi peserta didik untuk belajar misalnya karena tinggal berdesakan, maka diadakan kelompok belajar di luar rumah dalam bimbingan orang tua/wali/satuan tugas yang dibentuk pengurus RT atau Pemuka Masyarakat. Dan lokasi belajar di luar rumah dapat menggunakan sarana/fasilitas umum yang tersedia. 2.5.6 Satuan Tugas Pelaksana Wajib Belajar Malam Hari (WBMH) Dalam rangka membantu kelancaran pelaksanaan kegiatan program WBMH bagi peserta didik, dibentuk satuan tugas yang dilakukan oleh warga masyarakat setempat, satuan tugas sebagaimana dimaksud bertugas untuk memastikan pelaksanaan kegiatan wajib belajar malam hari agar dapat berjalan dengan baik, dan memfasilitasi kebutuhan pelaksanaan kegiatan WBMH. Satuan tugas tersebut, yaitu:
49
Gambar 2.4 Organisasi Pelaksana Tingkat RW/RT Penerapan Wajib Belajar Malam Hari Penanggungjawab (Ketua RW)
Ketua Pelaksana (Ketua RT)
Wakil Ketua
Sekretaris
Anggota : - Karang Taruna - Tokoh Masyarakat - Orang Tua Siswa
Guru Pendamping Jenjang SD
Guru Pendamping Jenjang SMP
Guru Pendamping Jenjang SMA/SMK
Warga Belajar Jenjang SD
Warga Belajar Jenjang SMP
Warga Belajar Jenjang SMA/SMK
Sumber: Pedoman Pelaksanaan program WBMH Dinas Pendidikan Prov. DKI Jakarta (2013:9)
Warga belajar adalah peserta didik yang mengikuti program WBMH di bagi berdasarkan tingkat pendidikan yang ditempuh oleh peserta didik, mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Peserta didik tersebut kemudian akan di bimbing atau didampingi oleh
50
guru pendamping berdasarkan tingkat pendidikan dari peserta didik, yang menjadi guru pendamping dari peserta didik antara lain: anggota karang taruna, tokoh masyarakat, dan orangtua dari peserta didik sendiri. Ketua Rukun Tetangga (RT) sebagai ketua pelaksana kegiatan WBMH dibantu oleh wakil ketua dan sekretaris dan bertugas untuk mengatur pelaksanaan kegiatan WBMH agar berjalan baik. Ketua Rukun Warga (RW) sebagai penanggungjawab program WBMH bertugas untuk mengawasi dan melaporkan hasil kegiatan program WBMH kepada Dinas Pendidikan terkait. 2.5.7 Dasar Hukum Program Wajib Belajar Malam Hari (WBMH) Untuk menindaklanjuti beberapa dasar hukum yang mengatur sistem pendidikan, maka dilaksanaan program WBMH di DKI Jakarta. Adapun dasar hukum yang menjadi acuan dalam pelaksanaan program WBMH di DKI Jakarta, antara lain: 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional; 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah; 3. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007ntentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia; 4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;
51
5. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan; 6. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan; 7. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 34 Tahun 2006 tentang Pembinaan Prestasi Peserta Didik yang Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa; 8. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa; 9. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 15 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan minimal Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota; 10. Peraturan Daerah nomor 8 Tahun 2006 tentang Sistem Pendidikan; 11. Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah; 12. Peraturan Gubernur Nomor 116 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif; 13. Peraturan Gubernur Nomor 124 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Luar Sekolah, Luar Biasa dan Pendidikan Khusus; 14. Peraturan Gubernur Nomor 11 Tahun 2009 tentang Jam Masuk Sekolah;
52
15. Peraturan Gubernur nomor 134 Tahun 2009 tentang Organisasi Tata Kerja Dinas Pendidikan 16. Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 tentang Wajib Belajar Malam Hari. 2.6
Penelitian Terdahulu Untuk Bahan pertimbangan dalam penelitian ini, dicantumkan hasil penelitian
terdahulu, dengan adanya penelitian terdahulu ini diharapkan akan mampu memecah masalah dalam penelitian Evaluasi Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Wajib Belajar Malam Hari di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat. Dalam penelitian terdahulu ini memiliki kesamaan dari segi fokus, tema dan judul namun lokusnya berbeda, sehingga penelitian terdahulu ini akan sangat membantu peneliti, di bawah ini adalah hasil penelitian terdahulu yang telah peneliti baca. Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu No
ITEM
Andrian Yudiarti
1.
Judul
2. 3.
Tahun Tujuan Penelitian
Pelaksanaan Jam Wajib Belajar Berdasarkan Peraturan Walikota Nomor 17 Tahun 2009 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Program Kota Mojokerto Berlingkungan Pendidikan (PKMBP) di Kota Mojokerto 2012 - Mendeskripsikan pelaksanaan jam wajib belajar berdasarkan Peraturan Walikota
Yasica Pratama Wulanuari Efektivitas Implementasi Program Gerakan Wajib Jam Belajar (GWJB) Dalam Keluarga di Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta
2012 - Tanggapan masyarakat Semanggi terhadap program GWJB - Tanggapan anak-anak dari Kelurahan
Triana Aprisia Evaluasi Program Jam Belajar Masyarakat (JBM) di Kota Metro
2014 - Mengetahui capaian/ pelaksanaan (achievement) Program Jam Belajar Malam di Kota Metro pada tahun 2010 –
Muhamad Nurdin Evaluasi Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Wajib Belajar Malam Hari di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat 2016 - Mengevaluasi Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014
53
No.17 Tahun 2009 tentang petunjuk pelaksanaan PKMBP di masyarakat - Mendeskripsikan faktor pendukung dan penghambat terwujudnya program jam wajib belajar berdasarkan Peraturan Walikota No.17 Tahun 2009 tentang petunjuk pelaksanaan PKMBP di masyarakat Kualitatif
Semanggi terhadap program GWJB - Pengawasan yang dilakukan pemerintah terhadap masyarakat pada program GWJB - Efektivitas implementasi dari program GWJB
2013 - Untuk mengukur kemajuan (progress), yang terkait dengan tujuan Program Jam Jam Belajar Masyarakat (JBM) - Untuk mengidentifikasi masalah pelaksanaan Program Jam Belajar Masyarakat (JBM) - Serta untuk melihat efektivitas Program Jam Belajar Masyarakat (JBM) atau melihat perbedaan yang dicapai program tersebut
Kualitatif
Kualitatif
- Tanggapan orangtua terhadap program GWJB ini masih kurang, karena sebagian besar masyarakat dari Kelurahan Semanggi belum begitu paham tentang manfaat program ini - Pengawasan dan pemantauan yang dilakukan oleh pemerintah kota maupun masyarakat mulai tidak berjalan secara efektif lagi - GWJB merupakan program dari pemerintah yang bersifat positif, namun dalam pelaksanaan program ini masih belum efektif Program yang diteliti serupa Fokus dan lokus penelitian Peran aktif dari masyarakat, terutama orangtua adalah yang terpenting dalam pelaksanaan program ini, fungsi pengawasan yang dilakukan pemerintah harus berjalan dengan baik, agar program GWJB dapat berjalan
Program JBM tidak berhasil dalam mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Hal ini dilihat dari berbagai ukuran, yaitu: belum maksimalnya publikasi dan sosialisasi program kepada warga masyarakat, masih rendahnya partisipasi dan kesadaran warga masyarakat dalam mendukung program JBM, belum teralokasikannya dana penunjang baik dari pemerintah maupun swadaya masyarakat dan pihak swasta, belum terbentuknya struktur kelembagaan sampai pada tingkat yang paling bawah, yaitu RT/RW, serta belum adanya upaya penyiapan Sumber Daya Manusia (SDM) yang baik.
4.
Metode
5.
Hasil Penelitian
Pelaksanaan Jam Wajib Belajar sudah diterapkan di masyarakat sudah hampir 3 tahun yang dalam pelaksanaannya sudah dapat dikatakan berhasil, karena sebagian besar masyarakat sudah menerapkan dan melaksanakan jam 18.00-19.00 WIB sebagai jam wajib belajar
6.
Persamaan
7.
Perbedaan
8.
Kritik
Program yang diteliti serupa Fokus dan lokus penelitian Faktor pendukung pelaksanaan jam wajib belajar yang utama adalah masyarakat, dukungan dari semua masyarakat sangat penting dalam terlaksananya program jam wajib belajar yang dicanangkan oleh
Program yang diteliti serupa Locus penelitian - Melakukan revisi SK Walikota Metro tentang Program Jam Belajar Masyarakat menjadi Peraturan Walikota agar lebih memiliki kekuatan hukum dalam pelaksanaannya yang dilampiri Juklak dan Juknis JBM.
Tentang Wajib Belajar Malam Hari di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat - Mengidentifika si masalah pelaksanaan program Wajib Belajar Malam Hari di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat Kualitatif Program WBMH belum berhasi mencapai tujuan yang ditetapkan
54
Pemerintah Kota Mojokerto, karena tanpa adanya respon positif dari masyarakat program jam wajib belajar tidak akan terlaksana
9.
Sumber
Skripsi
dengan semestinya.
Skripsi
- Perlu disusun strategi pelaksanaan Program Jam Belajar Masyarakat secara partisipatif berbasis ide-ide dan potensi masyarakat - Perlunya sinergitas Program Jam Belajar Masyarakat dengan Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) terkait serta sektor swasta, perguruan tinggi, kalangan profesional dan organisasi masyarakat lainnya Tesis
Skripsi
Penelitian pertama yaitu, penelitian yang dilakukan oleh Andrian Yuniarti, Universitas
Negeri Malang, 2012 dengan judul Pelaksanaan Jam Wajib Belajar
Berdasarkan Peraturan Walikota Nomor 17 Tahun 2009 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Program Kota Mojokerto Berlingkungan Pendidikan (PKMBP) di Kota Mojokerto. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan pelaksanaan jam wajib belajar berdasarkan Peraturan Walikota No. 17 Tahun 2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan PKMBP di masyarakat, (2) mendeskripsikan faktor pendukung dan penghambat terwujudnya program jam wajib belajar berdasarkan Peraturan Walikota No. 17 Tahun 2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan PKMBP di masyarakat, (3) mendeskripsikan cara mengatasi penghambat terwujudnya pelaksanaan jam wajib belajar di masyarakat. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kualitatif, dan hasil penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan Jam Wajib Belajar sudah diterapkan di masyarakat sudah hampir 3 tahun yang dalam pelaksanaannya sudah dapat dikatakan berhasil, karena sebagian besar masyarakat sudah menerapkan dan melaksanakan jam 18.00-19.00 WIB sebagai jam wajib belajar. Pihak yang memantau pelaksanaan jam wajib belajar adalah Pokja PKMBP. Setiap hari Senin
55
malam Pokja PKMBP melakukan pemantauan atau monitoring jam wajib belajar, yaitu dengan cara turun langsung kerumah-rumah warga. Faktor pendukung pelaksanaan jam wajib belajar yang utama adalah masyarakat, dukungan dari semua masyarakat sangat penting dalam terlaksananya program jam wajib belajar yang dicanangkan oleh Pemerintah Kota Mojokerto, karena tanpa adanya respon positif dari masyarakat program jam wajib belajar tidak akan terlaksana. Adapun juga faktor penghambat dari terwujudnya program jam wajib belajar, yaitu: faktor ekonomi, dimana para orangtua sibuk bekerja untuk mencari uang sehingga mereka tidak memperhatikan pendidikan anak mereka, bagaimana sekolahnya maupun anaknya belajar atau tidak, pemahaman soal anak dimana orangtua kurang memahami apa yang di butuhkan anak mereka. Pendidikan orangtua, laporan rutin satgas jam wajib belajar kepada Posko PKMBP dan dari Posko PKMBP kepada Pokja PKMBP masih belum terlaksana, faktor teknis pada waktu turun hujan saat jadwal monitoring PKMBP. Penelitian berikut, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Yasica Pratama Wulanuari, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2012 dengan judul Efektivitas Implementasi Program Gerakan Wajib Jam Belajar (GWJB) Dalam Keluarga di Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) tanggapan masyarakat Semanggi terhadap program GWJB, (2) tanggapan anak-anak dari Kelurahan Semanggi terhadap program GWJB, (3) pengawasan yang dilakukan pemerintah terhadap masyarakat pada program
56
GWJB, (4) efektivitas implementasi dari program GWJB. Penelitian ini mengambil lokasi di Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu deskriptif kualitatif dengan menggunakan strategi studi kasus untuk memperoleh pemahaman terkait program GWJB. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) tanggapan orangtua terhadap program GWJB ini masih kurang, karena sebagian besar masyarakat dari Kelurahan Semanggi belum begitu paham tentang manfaat program ini, (2) tanggapan anak terhadap program GWJB juga masih kurang, karena sosialisasi yang dilakukan pemerintah hanya kepada orangtua saja, sehingga membuat anak tidak begitu paham dengan konsep GWJB, (3) pengawasan dan pemantauan yang dilakukan oleh pemerintah kota maupun masyarakat mulai tidak berjalan secara efektif lagi, sehingga membuat anak tidak peduli dengan keberadaan program GWJB, (4) GWJB merupakan program dari pemerintah yang bersifat positif, namun dalam pelaksanaan program ini masih belum efektif. Penelitian selanjutnya, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Triana Aprisia, Universitas Lampung, 2014 dengan judul Evaluasi Program Jam Belajar Masyarakat (JBM) di Kota Metro. Penelitian ini dilakukan untuk: (a). Mengetahui capaian/pelaksanaan (achievement) Program Jam Belajar Malam di Kota Metro pada tahun 2010 – 2013. (b). Untuk mengukur kemajuan (progress), yang terkait dengan tujuan Program Jam Jam Belajar Masyarakat (JBM). (c). Untuk mengidentifikasi masalah pelaksanaan Program Jam Belajar Masyarakat (JBM). (d). Serta untuk
57
melihat efektivitas Program Jam Belajar Masyarakat (JBM) atau melihat perbedaan yang dicapai program tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dan fokus penelitian pada aktivitas warga masyarakat. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa program JBM tidak berhasil dalam mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Hal ini dilihat dari berbagai ukuran, yaitu: belum maksimalnya publikasi dan sosialisasi program kepada warga masyarakat, masih rendahnya partisipasi dan kesadaran
warga
masyarakat
dalam
mendukung
program
JBM,
belum
teralokasikannya dana penunjang baik dari pemerintah maupun swadaya masyarakat dan pihak swasta, belum terbentuknya struktur kelembagaan sampai pada tingkat yang paling bawah, yaitu RT/RW, serta belum adanya upaya penyiapan Sumber Daya Manusia (SDM) yang baik. Dari beberapa permasalahan yang muncul seputar program JBM tersebut, maka dapat dikatakan bahwa program ini termasuk kebijakan yang belum berhasil, karena tidak dapat mencapai tujuan yang ditetapkan. Penelitian-penelitian di atas dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti tidak jauh berbeda, yaitu untuk mengetahui menganalisis pelaksanaan program Wajib Belajar Malam Hari. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan berfokus pada evaluasi peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Wajib Belajar Malam Hari di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat. Dalam hal ini untuk menganalisisnya menggunakan model evaluasi CIPP (Context, Input, Process, Product) oleh Stufflebeam (1983).
58
2.7
Kerangka Berpikir Kerangka pemikiran merupakan alat berpikir peneliti dalam penelitan, untuk
mengetahui bagaimana alur berpikir peneliti dalam menjelaskan permasalahan penelitian, maka dibuatlah kerangka berpikir sebagai berikut: dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah “Evaluasi Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Wajib Belajar Malam Hari di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat”. Peneliti mendeskripsikan evaluasi program tersebut dengan senyatanya yang terjadi di lapangan dengan konsep yang telah dirancang oleh pemerintah, sehingga peneliti memperoleh banyak data dan informasi mengenai apa yang sebenarnya yang terjadi dalam pelaksanaan program tersebut. Ternyata banyak sekali masalah-masalah yang ditemukan, antara lain fasilitas sarana dan prasarana yang ada di Kecamatan Menteng masih kurang memadai untuk pelaksanaan kegiatan program Wajib Belajar Malam Hari. Rendahnya partisipasi peserta didik dalam mengikuti kegiatan program Wajib Belajar Malam Hari. Kurangnya partisipasi dari orang tua peserta didik dan masyarakat setempat untuk mendukung berlangsungnya kegiatan Wajib Belajar Malam Hari. Kurangnya peran dari Pemerintah DKI Jakarta untuk mengawasi program Wajib Belajar Malam Hari. Pada penelitian ini dilakukan evaluasi program Wajib Belajar Malam Hari, dimana program tesebut dilihat tingkat keberhasilannya ditinjau dari aspek konteks, input, proses, dan produk dengan menggunakan model evaluasi CIPP oleh Stufflebeam (1983). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat melalui gambar bagan berikut:
59
Gambar 2.5 Kerangka Berpikir Identifikasi Masalah :
Evaluasi Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Wajib Belajar Malam Hari di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat
1. Tidak adanya fasilitas sarana dan prasarana beserta kelengkapan belajar yang disediakan oleh Pemerintah DKI Jakarta untuk kegiatan program WBMH di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat. 2. Rendahnya partisipasi peserta didik dalam mengikuti kegiatan program Wajib Belajar Malam Hari. 3. Kurangnya partisipasi orang tua peserta didik dan masyarakat setempat untuk mendukung berlangsungnya kegiatan WBMH. 4. Kurangnya tenaga pendidik sebagai pendamping dalam kegiatan program WBMH. 5. Kurangnya peran dari Pemerintah DKI Jakarta untuk mengawasi program WBMH.
Evaluasi Program Model CIPP, Stufflebeam (1983) : 1. Context (Konteks) 2. Input (Masukan) 3. Process (Proses) 4. Product (Produk)
Tujuan Pergub No.22 Tahun 2014 Pasal 2: Peserta didik dapat mencapai hasil belajar yang maksimal dan optimal sehingga dapat meningkatkan prestasi di bidang akademik.
60
2.8
Asumsi Dasar Penelitian Asumsi dasar merupakan sebuah persepsi awal peneliti terhadap objek yang
akan diteliti. Asumsi yang disimpulkan didasarkan pada pengamatan peneliti di lapangan yang menunjukan bahwa pelaksanaan program Wajib Belajar Malam Hari belum berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Karena masih banyak kendala dalam pelaksanaan program tersebut. Selain menarik asumsi berdasarkan pengamatan di lapangan, peneliti juga menarik asumsi berdasarkan informasi yang didapat dengan wawancara sementara yang dilakukan, bahwa diakui adanya permasalahan dalam pelaksanaan program Wajib Belajar Malam Hari, terutama kurangnya kesadaran dari masyararakat untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan program Wajib Belajar Malam Hari. Mengingat program tersebut merupakan program swadaya yang sepenuhnya dilaksanakan oleh masyarakat.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Pendekatan dan Metode Penelitian Metode penelitian merupakan cara dan prosedur yang sistematis dan
terorganisasi untuk menyelidiki suatu masalah tertentu dengan maksud mendapatkan informasi untuk digunakan sebagai solusi atas masalah tersebut. Cara dimaksud dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah yang terdiri dari berbagai tahapan atau langkah-langkah. Oleh karena itu, metode merupakan keseluruhan langkah ilmiah yang digunakan untuk menemukan solusi atas suatu masalah. Dengan langkah-langkah tersebut, siapapun yang melaksanakan penelitian dengan mengulang atau menggunakan metode penelitian yang sama untuk objek dan subjek yang sama akan memperoleh hasil yang sama pula (Silalahi 2010:12-13). Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif eksploratif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian (Moleong, 2006:6). Sedangkan menurut Sugiyono dalam bukunya Memahami Penelitian Kualitatif (2005:1),
metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan
untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) di mana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan
61
62
data
dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data induktif dan hasil
penelitian data kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi. Maka penelitian mengenai Evaluasi Peraturan Gubernur Nomor 22 tahun 2014 Tentang Wajib Belajar Malam Hari di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif eksploratif. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif eksploratif peneliti bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian dengan cara mendeskripsikan dalam bentuk kata-kata dan bahasa, yang terdapat dalam suatu konteks yang khusus yang alamiah. Peneliti mengumpulkan data dengan cara bersentuhan langsung dengan situasi lapangan, misalnya mengamati (observasi) dan wawancara mendalam. Melalui pendekatan kualitatif ini peneliti diharapkan dapat memahami situasi sosial, peran, peristiwa, interaksi, dan kelompok serta kepentingan.
3.2.
Fokus Penelitian Menurut Sugiyono (2005:141), dalam penelitian kualitatif, penentuan fokus
berdasarkan hasil studi pendahuluan, pengalaman, referensi, dan disarankan oleh pembimbing atau orang yang di pandang ahli. Dalam penelitian ini peneliti memfokuskan pada evaluasi program WBMH. Fokus penelitian ini masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti di lapangan. Menurut Moleong (2006:94), penetapan fokus atau masalah dalam penelitian kualitatif akan dipastikan sewaktu peneliti sudah berada di arena atau lapangan penelitian. Dengan kata lain,
63
walaupun fokus penelitian sudah cukup baik dan telah dirumuskan atas dasar penelaahan kepustakaan dan dengan ditunjang oleh sejumlah pengalaman tertentu, bisa terjadi situasi di lapangan tidak memungkinkan peneliti untuk meneliti masalah itu. Dengan demikian, kepastian tentang fokus dan masalah itu yang menentukan adalah keadaan di lapangan.
3.3.
Instrumen Penelitian Menurut Irawan (2006:17), dalam sebuah penelitian kualitatif yang menjadi
instrumen penelitian adalah peneliti sendiri. Sedangkan menurut Moleong di dalam bukunya Metodologi Penelitian Kualitatif (2006:9),
mengatakan salah satu ciri
pokok dari tahapan penelitian kualitatif adalah peneliti sebagai alat penelitian, untuk itu peneliti harus memilki bekal teori dan wawasan yang luas, sehingga mampu bertanya, menganalisis, memotret, dan mengkonstruksi situasi sosial yang diteliti menjadi lebih jelas dan bermakna. Selanjutnya Nasution (Sugiyono 2005:60) menyatakan, dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrument penelitian utama. Alasannya ialah bahwa, segala sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil uang diharapkan, itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala Sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada
64
pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat mencapainya. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa dalam penelitian kualitatif pada awalnya di mana permasalahan belum jelas dan pasti, maka yang menjadi instrumen adalah peneliti sendiri. Tetapi setelah masalah dipelajari, maka dapat dikembangkan suatu instrumen. Selanjutnya setelah fokus penelitian menjadi jelas, maka kemungkinan akan dikembangkan instrumen penelitian sederhana, yang diharapkan dapat melengkapi data dan membandingkan dengan data yang telah ditemukan melalui observasi dan wawancara.
3.4.
Informan Penelitian Informan penelitian ini, peneliti merupakan instrumen kunci yang sesuai
dengan karakteristik penelitian kualitatif. Untuk itu peneliti secara individu akan turun ke tengah-tengah masyarakat guna memperoleh data dari informan. Informan diperoleh dari kunjungan lapangan yang dilakukan di lokasi penelitian di mana dipilih secara purposive merupakan metode penetapan informan dengan berdasarkan informasi yang dibutuhkan, artinya teknik pengambilan informan sumber data dengan pertimbangan tertentu. Informan tersebut ditentukan dan ditetapkan tidak berdasarkan pada jumlah yang dibutuhkan, melainkan berdasarkan pertimbangan fungsi dan peran informasi sesuai fokus masalah penelitian (Moleong 2004:217).
65
Tabel 3.1 Informan Penelitian NO
SEKTOR
INFORMAN
1
Pemerintah
Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta - Staff Seksi Sarana dan Prasarana Sekolah Dasar Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta Kecamatan Menteng - Penanggungjawab Program WBMH Kecamatan Menteng Kelurahan Pegangsaan - Sekretaris kelurahan pegangsaan - Kepala Seksi Pemberdayaan Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat Kelurahan Pegangsaan - Ketua RW 06 Kelurahan Pegangsaan
2
3
Satuan Tugas Pelaksana Program WBMH Masyarakat
- Ketua pelaksana program WBMH Kecamatan Menteng - Sekretaris Program WBMH Kecamatan Menteng - Guru pendamping Program WBMH - 2 Orangtua Peserta Didik - 3 Peserta Didik Tingkat SMA/SMK - 3 Peserta Didik Tingkat SMP - 2 Peserta Didik Tingkat SD
KETERANGAN - Key Informan
- Key Informan - Key Informan - Key Informan - Key Informan - Key Informan - Secondary Informan -
Secondary Informan Secondary Informan Secondary Informan Secondary Informan Secondary Informan
Di sini peneliti memilih informan yaitu semua stakeholder (semua pihak) yang terlibat dalam pelaksanaan program WBMH, dan memilih informan kunci (key informan) berdasarkan kepada pihak yang terlibat langsung dan sangat memahami permasalahan dalam pelaksanaan program WBMH, khususnya di Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat. Berikut adalah jumlah peserta yang mengikuti program WBMH di Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat:
66
Tabel 3.2 Jumlah Peserta Didik Program Wajib Belajar Malam Hari di Kecamatan Menteng No 1 2
RW Jumlah Peserta Didik 006 36 anak 008 39 anak Total 75 anak Sumber: Diolah peneliti dari Kelurahan Pegangsaan 2014 3.5.
Teknik Pengolahan dan Analisis Data Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan cara
mengumpulkan data primer dan sekunder yang berkaitan dengan masalah yang akan di bahas. Menurut Lofland & Lofland (dalam Moleong 2006:157) sumber data utama atau primer dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Adapun teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan adalah sebagai berikut: 1.
Wawancara Wawancara adalah percakapan dengan maksdud tertentu. Percakapan
itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan. Esterberg (dalam Sugiyono 2005:72) mendefinisikan interview sebagai berikut “a meeting of two person to exchange information and idea through question and respones, resulting in communication and joint construction of
67
meaning about a particular topic” (wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu). Susan Stainback (dalam Sugiyono, 2005: 72) mengemukakan bahwa “interviewing provide the researcher a mean to gain a deeper understanding of how the participants interpret a situation or phenomenon than can be gained through observation alon” (jadi dengan wawancara makan peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam menginterpretasikan siyuasi dan fenomena yang terjadi, dimana hal ini tidak bisa ditemukan melalui observasi). Dalam penelitian kualitatif, sering menggabungkan teknik observasi partisipatif dengan wawancara mendalam. Selama obsevasi, peneliti juga melakukan wawancara dengan orang-orang yang ada di dalamnya, yaitu pegawai pemerintah seksi Pendidikan Menengah Atas Suku Dinas Pendidikan Jakarta Pusat, masyarakat kecamatan Menteng (Ketua RW, Ketua RT, Karang Taruna, Komunitas Proklamasi), serta orangtua dan peserta didik yang mengikuti program WBMH. Dalam wawancara peneliti menggunakan wawancara terstruktur dan tidak tersruktur. Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui informasi apa yang akan diperoleh. Wawancara dilakukan dengan membawa instrumen sebagai pedoman wawancara, maka pengumpul data juga dapat menggunakan alat bantu seperti
68
tape recorder, gambar, dan material lain yang dapat membantu pelaksanaan wawancara menjadi lancar. Menurut Sugiyono (2005:74) mengatakan bahwa, wawancara tidak terstruktur atau terbuka adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis besar permasalahan yang akan ditanyakan. Pada penelitian ini, peneliti telah menyusun pedoman wawancara yang isinya mengenai hal-hal yang nantinya akan ditanyakan kepada informan yang akan memberikan jawab pada permasalahan yang ada. Pedoman wawancara yang digunakan untuk memperoleh informasi. Tabel 3.3 Pedoman Wawancara No 1
Aspek
Indikator
Context
- Latar belakang dan relevansi program WBMH - Tujuan program WBMH - Alasan dilakukan Pilot Project pada program WBMH - Pemilihan lokasi pilot project program WBMH - Sosialisasi yang dilakukan untuk program WBMH
Informan/Sumber 1. Penanggungjawab Program Jam Wajib Belajar Malam (JWBM) Kecamatan Menteng 2. Staff Seksi Sarana & Prasarana Sekolah Dasar Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta 3. Sekretaris Kelurahan Pegangsaan 4. Kepala Seksi Pemberdayaan Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat Kelurahan Pegangsaan 5. Ketua RW 06 Kelurahan Pegangsaan
69
No
Aspek
Indikator
Informan/sumber 6. Ketua Pelaksana Program Jam Wajib Belajar Malam Hari (JWBM) Kelurahan Pegangsaan 7. Ketua PKK RW 06 Kelurahan Pegangsaan 8. Satuan Tugas Pelaksana Program Jam Wajib Belajar Malam (JWBM) Kelurahan Pegangsaan 9. Orangtua Peserta Didik
2.
Input
- Sarana dan prasarana program WBMH - Tenaga pendidik program WBMH - Anggaran WBMH
program
1. Penanggungjawab Program Jam Wajib Belajar Malam (JWBM) Kecamatan Menteng 2. Staff Seksi Sarana & Prasarana Sekolah Dasar Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta 3. Sekretaris Kelurahan Pegangsaan 4. Kepala Seksi Pemberdayaan Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat Kelurahan Pegangsaan 5. Ketua RW 06 Kelurahan Pegangsaan 6. Ketua Pelaksana Program Jam Wajib Belajar Malam Hari (JWBM) Kelurahan Pegangsaan 7. Guru Pendamping Program Jam Wajib Belajar Malam (JWBM) Kelurahan Pegangsaan 8. Peserta Didik Tingkat SMA/SMK
70
No
Aspek
3.
Process
Indikator - Pelaksana WBMH
Informan/sumber program
- Partisipasi peserta didik program WBMH - Mekasnisme pelaksanaan WBMH
program
- Peran orangtua peserta didik program WBMH
1. Penanggungjawab Program Jam Wajib Belajar Malam (JWBM) Kecamatan Menteng 2. Staff Seksi Sarana & Prasarana Sekolah Dasar Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta 3. Ketua Pelaksana Program Jam Wajib Belajar Malam Hari (JWBM) Kelurahan Pegangsaan 4. Sekretaris Program Jam Wajib Belajar Malam (JWBM) Kelurahan Pegangsaan 5. Guru Pendamping Program Jam Wajib Belajar Malam (JWBM) Kelurahan Pegangsaan 6. Satuan Tugas Pelaksana Program Jam Wajib Belajar Malam (JWBM) Kelurahan Pegangsaan 7. Orangtua Peserta Didik 8. Peserta Didik Tingkat SMA/SMK 9. Peserta Didik Tingkat SMP
71
No
Aspek
4.
Product
Indikator - Prestasi peserta didik program WBMH di Bidang Akademik - Faktor pendukung keberhasilan program WBMH - Faktor penghambat keberhasilan program WBMH - Monitoring evaluasi yang dilakukan pemerintah DKI Jakarta
Informan/sumber 1. Penanggungjawab Program Jam Wajib Belajar Malam (JWBM) Kecamatan Menteng 2. Staff Seksi Sarana & Prasarana Sekolah Dasar Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta 3. Sekretaris Kelurahan Pegangsaan 4. Kepala Seksi Pemberdayaan Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat Kelurahan Pegangsaan 5. Ketua RW 06 Kelurahan Pegangsaan 6. Ketua Pelaksana Program Jam Wajib Belajar Malam Hari (JWBM) Kelurahan Pegangsaan 7. Sekretaris Program Jam Wajib Belajar Malam (JWBM) Kelurahan Pegangsaan 8. Guru Pendamping Program Jam Wajib Belajar Malam (JWBM) Kelurahan Pegangsaan 9. Satuan Tugas Pelaksana Program Jam Wajib Belajar Malam (JWBM) Kelurahan Pegangsaan 10. Orangtua Peserta Didik 11. Peserta Didik Tingkat SMA/SMK 12. Peserta Didik Tingkat SMP 13. Peserta Didik Tingkat SD
72
1.
Observasi Observasi adalah metode pengumpulan data melalui pengamatan
langsung atau peninjauan secara cermat dan langsung di lapangan atau lokasi penelitian. Dalam hal ini, peneliti berpedoman kepada desain penelitiannya perlu mengunjungi lokasi penelitian untuk mengamati langsung berbagai hal atau kondisi yang ada di lapangan. Penelitian selalu dimulai dengan observasi dan kembali kepada observasi untuk membuktikan kebenaran masalah yang ada pada penelitian ini. Nasution (dalam Sugiyono 2005:64) menyatakan bahwa observasi adalah dasar ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi. Data itu dikumpulkan dan sering dengan bantuan berbagai alat yang sangat canggih, sehingga benda-benda yang sangat kecil (proton dan elektron) maupun yang sangat jauh (benda ruang angkasa) dapat diobservasi dengan jelas. Marshall (dalam Sugiyono 2012:64) menyatakan bahwa “Through observation the researches learn about behavior and the meaning attached to those behavior” (melalui observasi, peneliti belajar tentang perilaku dan makna dari perilaku tersebut).
73
2.
Studi Dokumen Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen
bisa berbentuk tulisan, gambar. Studi dokumentasi merupakan pelengkap dari penggunaaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. Dokumen sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber data karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan. Menurut Guba & Lincoln (dalam Moleong 2006:216), dokumen adalah setiap bahan tertulis ataupun film, lain dari record, yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan seorang penyidik. Dokumen dalam penelitian ini menggunakan berupa peraturan perundang-undangan, jurnal, artikel, catatan serta dokumen lain yang terkait dalam penelitian. 3.5.1 Teknik Analisis Data Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai dilapangan. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan teknik analisis data Miles &
Huberman dalam buku Analisis Data Kualitatif (2009:16-20). Menurut kedua tokoh tersebut, bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif.
74
Gambar 3.1 Komponen Analisis Data Dalam Kualitatif Pengumpulan Data Penyajian Data
Reduksi Data Kesimpulan-kesimpulan : Penarikan/Verifikasi Sumber: Miles & Huberman (2009:20) Berdasarkan gambar di atas, analisis data kualitatif merupakan upaya yang berlanjut, berulang dan terus menerus. Masalah reduksi data penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi menjadi gambaran keberhasilan secara berurutan sebagai rangkaian kegiatan analisis yang saling susul menyusul. Namun dua hal lainnya itu senantiasa merupakan bagian dari lapangan. Kegiatan analisis data dijelaskan sebagai berikut : 1.
Reduksi Data (Data Reduction) Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan, perhatian
pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Menurut Miles & Huberman
75
(2009:17), reduksi data bukanlah suatu hal yang terpisah dari analisis, ia merupakan bagian dari analisis. Pilihan-pilihan peneliti tentang bagian data mana yang dikode, mana yang dibuang, pola-pola mana yang meringkas sejumlah bagian yang tersebar, cerita-cerita apa yang sedang berkembang, semuanya itu merupakan pilihan analitis. Sebagaimana diketahui, reduksi data, berlangsung secara terus menerus selama proyek yang berorientasi kualitatif berlangsung. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa sehingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi.
2.
Penyajian Data (Data Display) Alur penting yang kedua dari kegiatan analisis adalah penyajian data.
Penyajian
sebagai
sekumpulan
informasi
tersusun
yang
memberi
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan (Miles 2009:17). Penyajian data paling sering digunakan pada data kualitatif pada masa yang lalu adalah bentik teks naratif. Penyajian-penyajian yang dapat meliputi berbagai jenis matriks, grafik, jaringan dan bagan. Semua dirancang guna menggabungkan informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang padu. Dalam penelitian ini, peneliti menyajikan data dalam bentuk teks naratif untuk
76
memudahkan memahami apa yang terjadi dan kemudian merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami. 3.
Penarikan Kesimpulan/Verifikasi (Conclusions drawing/verification) Menurut Miles & Huberman (2004:19), penarikan kesimpulan
hanyalah sebagian dari satu kegiatan konfigurasi yang utuh, kesimpulankesimpulan juga di verifikasi selama penelitian berlangsung. Kegiatan analisis ketiga yang penting adalah menarik kesimpulan dan verifikasi, yaitu menyimpulkan dari temuan-temuan penelitian untuk dijadikan suatu kesimpulan penelitian. Kesimpulan awal yang dikemukakan bersifat sementara, kemudian akan berubah bila ditemukan temuan-temuan atau bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data selanjutnya. Dalam pengertian ini, analisis data kualitatif merupakan upaya yang berlanjut, berulang dan terus-menerus. Masalah reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau
verifikasi
menjadi
gambaran
keberhasilan secara berurutan sebagai rangkaian kegiatan analisis yang saling susul menyusul. Namun, dua hal lainnya itu senantiasa merupakan bagian dari lapangan.
77
3.5.2 Pengujian Keabsahan Data Dalam penelitian kualitatif keabsahan data lebih bersifat sejalan seiring dengan proses penelitian itu berlangsung. Keabsahan data kualitatif harus dilakukan sejak awal pengambilan data, display data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Adapun untuk pengujian keabsahan data, penelitian ini menggunakan dua cara yaitu: a.
Triangulasi Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan
data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu (Sugiyono 2008:125). Bila peneliti mengumpulkan data dengan triangulasi, maka sebenarnya peneliti mengumpulkan data yang sekaligus menguji keabsahan data, yaitu mengecek keabsahan data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai sumber data. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan
triangulasi
sumber
dan
triangulasi
teknik.
peneliti
menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi teknik, karena dirasa bagi peneliti yaitu untuk menguji keabsahan data yang dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber dengan melakukan wawancara dan untuk menguji keabsahan data yang dilakukan dengan cara observasi.
78
b. Mengadakan Membercheck Membercheck adalah proses mengecek data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data (Sugiyono 2008:129). Tujuan membercheck adalah untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Apabila data yang ditemukan disepakati oleh para pemberi data, itu artinya data tersebut valid sehingga semakin kredibel/dipercaya, tetapi apabila data yang ditemukan peneliti dengan berbagai penafsirannya tidak di sepakati oleh pemberi data, maka peneliti perlu melakukan diskusi dengan pemberi data dan apabila perbedaannya tajam, maka peneliti harus mengubah temuannya dan harus menyesuaikan dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Jadi, tujuan membercheck adalah agar informasi yang diperoleh dan akan digunakan dalam penulisan laporan sesuai dengan apa yang di maksud sumber data atau informan.
3.6
Lokasi dan Jadwal Penelitian
3.6.1
Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini berada di Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat, yang
sengaja dipilih. Dengan beberapa pertimbangan yaitu, sebagai berikut: 1. Kecamatan Menteng menjadi salah satu
pilot project implementasi
Program WBMH di DKI Jakarta. Karena itu keberhasilan program
79
WBMH di wilayah ini akan menjadi indikator keberhasilan dari keseluruhan wilayah di DKI Jakarta. 2. Masyarakat di Kecamatan Menteng relatif masih banyak yang memiliki respon positif dalam menanggapi berbagai kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah DKI Jakarta. 3. Wilayah tersebut memiliki jumlah penduduk yang padat dengan heterogenitas yang cukup tinggi, meliputi suku bangsa yang beragam, diferensiasi pekerjaan/profesi, ragam status dan tingkat perekonomian warga, tingkat pendidikan yang bermacam-macam dan lain-lain. 4. Hal lainnya yang menjadi kontradiksi dalam memacu sinergi Program WBMH di wilayah ini adalah banyak munculnya sarana hiburan seperti rental Playstation (PS), warung internet (warnet) game, kafe-kafe, dan lain-lain. Tempat-tempat seperti ini menjadi favorit sebagian warga termasuk pelajar-pelajar sekolah. Kondisi ini akan menjadi tantangan dalam upaya untuk mendorong keberhasilan program WBMH.
3.6.2
Jadwal Penelitian Jadwal penelitian berisi aktivitas yang dilakukan dan kapan akan dilakukan
proses penelitian (Sugiyono 2009:286). Berikut ini merupakan jadwal penelitian Evaluasi Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Wajib Belajar Malam Hari di Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat:
80
Tabel 3.4 Jadwal Penelitian Waktu No .
Februari s/d Desember 1 2 3 4 5 6 7
2015
2014 Kegiatan
Penyusunan Proposal Skripsi Seminar Proposal Skripsi Perizinan Observasi kembali Observasi Lapangan Pengolahan Data Penyusunan Hasil Penelitian Sidang Skripsi
Peneliti, 2016
Jan
Feb
Mar
April s/d Agustus
2016 September s/d Desember
Januari s/d Juli
Agust
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Kondisi Geografis Kecamatan Menteng merupakan bagian dari wilayah Kota Administrasi Jakarta Pusat dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1978, dan mempunyai areal seluas 653,46 ha. Kecamatan Menteng memiliki luas 23,39 persen terhadap wilayah Kota Administrasi Jakarta Pusat, sehingga memiliki peranan dan fungsi yang strategis bagi pengembangan kegiatan ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan kota. Kecamatan Menteng seperti umumnya daerah lain di Kota Administrasi Jakarta Pusat merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter di atas permukaan laut, dan terletak pada posisi 106°49‟30” s/d 106°51‟0” BT dan 6°11‟0” s/d 6°12‟30” LS, dengan luas wilayah berdasarkan SK Gubernur Nomor 171 Tahun 2007 adalah 6,530 Km². Wilayah Kecamatan Menteng terdiri dari 5 kelurahan, masing-masing kelurahan mempunyai luas yaitu, Kelurahan Menteng 2,44 Km², Kelurahan Pegangsaan 0,98 Km², Kelurahan Cikini 0,82 Km², Kelurahan Gondangdia 1,46 Km², dan Kelurahan Kebon Sirih 0,83 Km².
81
82
4.1.2 Letak Wilayah Batasan wilayah Kecamatan Menteng yaitu, di sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Gambir (Jakarta Pusat), di sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Senen (Jakarta Pusat), di sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Setia Budi (Jakarta Selatan), dan di sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Tanah Abang (Jakarta Pusat). Jelasnya mengenai wilayah Kecamatan Menteng dapat dilihat pada gambar peta dibawah ini. Gambar 4.1 Peta Kecamatan Menteng
Sumber: Publikasi Badan Pusat Statistik Jakarta Pusat, 2015 Pada Februari tahun 2015 tercatat penduduk jiwa dengan jumlah 29.136 KK. Dengan rincian sebagaimana terlihat pada tabel berikut:
83
Tabel 4.1 Penduduk Kecamatan Menteng Menurut Kelurahan 2015 Kelurahan
Luas (
)
RW
RT
KK
Penduduk Kepadatan
Menteng
2.44
10
138
6,989
29,203
11,968
Pegangsaan
0.98
8
104
8,999
26,608
27,151
Cikini
0.82
5
66
3,226
9,603
11,711
Gondangdia
1,46
5
40
4,678
4,663
3,194
Kebon Sirih
0,83
10
77
5,244
15,419
18,577
Kec. Menteng
6,530
38
425
29,136
85,496
72,601
Sumber : Publikasi Badan Pusat Statistik Jakarta Pusat, 2015 Berdasarkan hasil registrasi Sudin Kependudukan dan Catatan Sipil Tahun 2015, jumlah penduduk di Kecamatan Menteng sebesar 85,496 jiwa dengan luas wilayah 6,530 Km² yang tersebar pada 5 kelurahan. Kelurahan Menteng merupakan jumlah penduduk tertinggi di wilayah Kecamatan Menteng, yakni mencapai 29,203 jiwa dengan luas 2,44 Km², kemudian diikuti Kelurahan Pegangsaan mencatat angka 26,608 jiwa dengan luas 0.98 Km², selanjutnya Kelurahan Kebon Sirih sebanyak 15,419 jiwa dengan luas 0,83 Km², urutan keempat Kelurahan Cikini yakni 9,603 jiwa dengan luas wilayah 0.82 Km², yang terendah di Kelurahan Gondangdia yakni 4,663 jiwa dengan luas wilayah 1,46 Km².
84
4.1.3 Pemerintahan Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2007 Pasal 21, Kecamatan Menteng merupakan salah satu Kecamatan dari Kota Administrasi Jakarta Pusat, yang dipimpin oleh seorang Camat dari kalangan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur atas usul Walikota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Tabel 4.2 Data Kepegawaian di Kecamatan Menteng, Tahun 2015 NO.
NAMA
GOL./RUANG
JABATAN
1
Lilik Yuli Handayani, S.Sos, M.Si
IV/A
Camat
2
Ahmad Pahri, S.Sos
III/D
Wakil Camat
3
Poulinawati, SE
III/D
Sekretaris Kecamatan
4
Rusdi, S.Sos
III/D
Kepala Seksi Pemerintahan, Ketentraman, & Ketertiban
5
Dra. Hermi Andriani
III/D
Kepala Seksi Pemberdayaan Ekonomi & Kesra
6
Koanda, S.Sos, MM
IV/A
Kepala Seksi Sarana & Prasarana
7
Rachmat Fajar, S.Sos
III/B
Kepala Sub Bagian Umum
8
Nur Meilianasari, S.STP
III/B
Kepala Sub Bagian Perencanaan Anggaran
9
Herlina
III/C
Kepala Sub Bagian Keuangan
Sumber : Publikasi Badan Pusat Statistik Jakarta Pusat, 2015
85
Kecamatan Kalideres terdiri dari 5 kelurahan, 38 Rukun Warga (RW), dan 425 Rukun Tetangga (RT). Sebagaimana lazimnya Kecamatan, Kecamatan Meneteng
melaksanakan
mengkoordinasikan
tugas
pelaksanaan
yang tugas
dilimpahkan
pemerintahan
Gubernur
daerah
di
dan
wilayah
Kecamatan. Salah satu tugas tersebut adalah mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan, tidak terkecuali dalam hal kegiatan penyelenggaraan pemerintahan
di
Bidang
Pendidikan
oleh
Seksi
Dinas
Pendidikan
Dasar/Menengah Kecamatan. 4.1.4 Keadaan Pendidikan Pendidikan adalah salah satu cara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan penanggulangan kemiskinan. Sebagaimana telah dibahas pada bab pendahuluan, pentingnya pendidikan telah tertuang dalam UUD 1945 Pasal 31, dimana dinyatakan bahwa pendidikan merupakan hak setiap warga negara, yang bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan Bangsa. Pembangunan yang telah dilaksanakan di Kecamatan Menteng mencakup kebutuhan masyarakat yang amat penting ini yaitu pendidikan. Hal ini tergambar dari cukup banyaknya lembaga pendidikan formal yaitu sekolah yang ada di Kecamatan Menteng. Khusus pada jenjang Taman Kanak-kanak (TK), Kecamatan Menteng memiliki 29 sekolah yang terdiri dari 3 sekolah Negeri dan 26 sekolah Swasta, pada jenjang pendidikan dasar terdapat 24 sekolah, yang terdiri dari 11 sekolah Negeri dan 13 sekolah Swasta. Pada jenjang menengah pertama terdapat 13 sekolah, yang terdiri dari 4 sekolah Negeri dan 9 sekolah Swasta. Pada tingkat menengah atas terdapat 10 sekolah Swasta. Kemudian pada tingkat menengah
86
kejuruan terdapat 6 sekolah, yang terdiri dari 1 sekolah Negeri dan 5 sekolah Swasta. Berikut ini disajikan tentang jumlah sekolah yang terdapat di Kecamatan Menteng. Tabel 4.3 Data Jumlah Sekolah Negeri & Swasta di Kecamatan Menteng NO.
TINGKAT
NEGERI
SWASTA
JUMLAH
1
TK
3
26
29
2
SD
11
13
24
3
SMP
4
9
13
4
SMA
-
10
10
5
SMK
1
5
6
TOTAL
82
Sumber : Data Pendidikan Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, 2015
4.1.5 Program Wajib Belajar Malam Hari (WBMH) Untuk menindak lanjuti ketentuan Pasal 7 Ayat (3) Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Sistem Pendidikan, Pemerintah DKI Jakarta menetapkan Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 tentang Wajib Belajar Malam Hari. Peraturan ini dimaksudkan sebagai pedoman pelaksanaan program Wajib Belajar Malam Hari. Adapun yang dimaksud dengan Wajib Belajar Malam Hari (WBMH) adalah kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh peserta didik pada malam hari.
87
Program WBMH merupakan program swadaya, artinya masyarakat sepenuhnya menjalankan dan mengelola program WBMH ini, dan peran Pemerintah DKI Jakarta adalah sebagai evaluator untuk menilai keberhasilan program WBMH dan memutuskan/mengembangkan, atau memberhentikan program WBMH. Adapun wilayah yang dijadikan untuk proyek percontohan program tersebut adalah wilayah yang tingkat partisipasi masyarakatnya terbilang baik dan sudah menerapkan terlebih dahulu program WBMH di wilayahnya, seperti di Kelurahan Pegangsaan, Kecamatan Menteng . Alasan Pemerintah DKI Jakarta melakukan proyek percontohan pada program WBMH, adalah karena pemerintah ingin melihat terlebih dahulu apakah program tersebut berjalan dengan baik dan efektif, apabila tujuan dari program tersebut terlaksana dengan baik, maka Pemerintah DKI Jakarta akan menerapkan program WBMH di seluruh wilayah Jakarta. Tujuan dari pelaksanaan program WBMH terdapat di dalam Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 Pasal 2, yaitu: tujuan dari program WBMH adalah agar peserta didik dapat mencapai hasil belajar yang maksimal dan optimal, sehingga dapat meningkatkan prestasi di bidang akademiknya. Adapun tujuan lain dari pelaksanaan program WBMH tersebut adalah untuk melindungi anak dari tindak kriminal yang terjadi di malam hari. Sasaran dari program WBMH adalah para peserta didik yang termasuk dalam warga belajar yang berada pada jenjang pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) sampai dengan jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) atau berada pada usia 5 (lima) sampai dengan 18 (delapan belas) tahun. Yang dimaksud dengan
88
peserta didik adalah warga masyarakat yang menempuh pendidikan pada satuan pendidikan Taman Kanak-kanak/Raudatul Athfal, Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah,
Sekolah
Menengah
Pertama/Madrasah
Tsanawiyah,
Sekolah
Menengah Atas/Madrasah Aliyah, Sekolah Menengah Kejuruan, Program Kesetaraan dan Pendidikan Luar Biasa. Peserta didik yang mengikuti kegiatan WBMH belajar sesuai dengan kebutuhan masing-masing, dalam bentuk materi akademik dan non akademik, antara lain: (i) Mengerjakan tugas atau pekerjaan rumah yang diberikan oleh guru; (ii) mengulang atau memperdalam materi pelajaran yang didapatkan di sekolah pada hari itu; (iii) belajar membaca Al-Qur‟an,, belajar menari, belajar memasak; (iv) materi pembelajaran yang di ajarkan dikelompokan sesuai dengan jenjang pendidikan peserta didik. Menurut data yang diolah peneliti di Kecamatan Menteng, bahwa jumlah peserta didik sebanyak 75 anak. Mekanisme
pelaksanaan
Program
WBMH
berdasarkan
Peraturan
Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 tentang Wajib Belajar Malam Hari di Pasal 8, adalah: 1. Wajib belajar malam hari dilaksanakan setiap hari oleh peserta didik dimulai pada pukul 19.00 sampai dengan pukul 21.00, kecuali pada malam hari libur. 2. Tanda waktu dimulainya wajib belajar malam hari sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) sesuai dengan situasi dan kondisi setempat yag dilakukan oleh satuan tugas. 3. Setelah tanda waktu dimulainya wajib belajar malam hari sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) dilakukan: a. Bagi peserta didik yang belajar diluar rumah didampingi dan dibimbing oleh fasilitator serta dilakukan tahapan sebagai berikut: 1. Pengelompokan peerta didik berdasarkan satuan pendidikan; 2. Mengidentifikasi materi yang diperlukan oleh peserta didik; dan 3. Memfasilitasi sesuai kebutuhan peserta didik.
89
b. Bagi peserta didik yang belajar di rumah didampingi dan dibimbing oleh orang tua/wali dan/atau anggota keluarga lainnya serta dilakukan tahapan sebagai berikut: 1. menghentikan seluruh kegiatan yang mengganggu pelaksanaan wajib belajar malam hari; 2. Mengkondisikan peserta didik untuk belajar; dan 3. Membantu peserta didik dalam menyelesaikan belajarnya. Untuk pelaksanaan kegiatan WBMH dilakukan setiap hari Minggu s/d Kamis pada pukul 19.00 s/d 21.00 WIB. Kegiatan WBMH dilakukan di rumah tinggal si peserta didik ataupun di tempat yang telah disediakan oleh masyarakat sebagai sarana yang di gunakan untuk kegiatan program WBMH. Peran orangtua dari peserta didik adalah sebagai fasilitator untuk menciptakan situasi yang kondusif bagi anak untuk belajar. Sarana dan prasarana yang akan digunakan dalam kegiatan WBMH, antara lain: 1. Rumah tinggal; 2. Balai warga; 3. Pusat kegiatan belajar masyarakat; 4. Sarana ibadah; dan 5. Sarana lainnya yang memadai. Setiap rumah yang terdapat peserta didik, akan dipasang stiker dengan bentuk bebas, dengan syarat untuk memberikan motivasi. Bila kondisi di rumah tidak memungkinkan bagi peserta didik untuk belajar misalnya karena tinggal berdesakan, maka diadakan kelompok belajar di luar rumah dalam bimbingan orang tua/wali/satuan tugas yang dibentuk pengurus RT atau Pemuka Masyarakat. Dan lokasi belajar di luar rumah dapat menggunakan sarana/fasilitas umum yang tersedia.
90
Dalam rangka membantu kelancaran pelaksanaan kegiatan program WBMH bagi peserta didik, dibentuk satuan tugas yang dilakukan oleh warga masyarakat setempat, satuan tugas sebagaimana dimaksud bertugas untuk memastikan pelaksanaan kegiatan wajib belajar malam hari agar dapat berjalan dengan baik, dan memfasilitasi kebutuhan pelaksanaan kegiatan WBMH. Satuan tugas tesebut. Warga belajar adalah peserta didik yang mengikuti program WBMH di bagi berdasarkan tingkat pendidikan yang ditempuh oleh peserta didik, mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Peserta didik tersebut kemudian akan di bimbing atau didampingi oleh guru pendamping berdasarkan tingkat pendidikan dari peserta didik, yang menjadi guru pendamping dari peserta didik antara lain: anggota karang taruna, tokoh masyarakat, dan orangtua dari peserta didik sendiri. Ketua Rukun Tetangga (RT) sebagai ketua pelaksana kegiatan WBMH dibantu oleh wakil ketua dan sekretaris dan bertugas untuk mengatur pelaksanaan kegiatan WBMH agar berjalan baik. Ketua Rukun Warga (RW) sebagai penanggungjawab program WBMH bertugas untuk mengawasi dan melaporkan hasil kegiatan program WBMH kepada Dinas Pendidikan terkait. Dinas Pendidikan bersama dengan
Dinas
Pendidikan
akan
melakukan
Monitoring
Evaluasi
(Monev) untuk meminimalkan penyimpangan dari pelaksanaan program ini.
91
Berdasarkan paparan pelaksanaan Program WBMH, Sumber pembiayaan kegiatan WBMH diperoleh dari: 1. orangtua/wali 2. swadaya masyarakat 3. sumber lain yang tidak mengikat dari dunia usaha/Industri.
4.2 Hasil Penelitian 4.2.1 Deskripsi Informan Sebagaimana yang telah peneliti jelaskan di bab tiga, bahwa dalam penelitian mengenai Evaluasi Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Wajib Belajar Malam Hari di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat, dalam pemilihan informan penelitiannya, peneliti menggunakan teknik Purposive Sampling (sampel
bertujuan).
Adapun
informan-informan
yang peneliti
tentukan,
merupakan orang-orang yang menurut peneliti memiliki informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini, karena mereka (informan) dalam kesehariannya senantiasa berurusan dengan permasalahan yang sedang peneliti teliti. Informan dalam penelitian ini adalah stakeholder (semua pihak) yang terlibat dalam Evaluasi Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Wajib Belajar Malam Hari khususnya di Kecamatan Menteng kota Administrasi Jakarta Pusat. Adapun deskripsi informan dapat dilihat pada tabel yang peneliti buat.
92
Tabel 4.4 Daftar Informan No.
Nama Informan
Status Informan
1.
Dadang Suherman
Penanggungjawab Program Jam Wajib Belajar Malam (JWBM) Kecamatan Menteng
2.
Rini Sulastri
Staff Seksi Sarana & Prasarana Sekolah Dasar Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta
3.
Makfudi
Sekretaris Kelurahan Pegangsaan
4.
You Ming Ethgalangi
Kepala Seksi Pemberdayaan Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat Kelurahan Pegangsaan
5.
R. Kusuma Shollu
Ketua RW 06 Kelurahan Pegangsaan
6.
Neneng Fitria
Ketua Pelaksana Program Jam Wajib Belajar Malam Hari (JWBM) Kelurahan Pegangsaan (Ketua RT 12 RW 06 Kelurahan Pegangsaan)
7.
Tati Mulyati
Sekretaris Program Jam Wajib Belajar Malam (JWBM) Kelurahan Pegangsaan
8.
Onengsih
Ketua PKK RW 06 Kelurahan Pegangsaan
9.
Pipit Kustiawati
Guru Pendamping Program Jam Wajib Belajar Malam (JWBM) Kelurahan Pegangsaan
10.
Syahrul
Satuan Tugas Pelaksana Program Jam Wajib Belajar Malam (JWBM) Kelurahan Pegangsaan
11.
Tiri Orangtua Peserta Didik
12.
Rusmini
13.
Muhamad Renaldi
14.
Muhamad Farhan
15.
Romy Febriansyah
Peserta Didik Tingkat SMA/SMK
93
16.
Razika Satria
17.
Hendrawan
18.
Fandi Marwan
19.
Rio Akbar
20.
Muhamad Ardhiwijaya
4.3.
Peserta Didik Tingkat SMP
Peserta Didik Tingkat SD
Evaluasi Program Pembahasan merupakan isi dari hasil analisis data dan fakta yang peneliti
dapatkan dilapangan serta disesuaikan dengan teori CIPP (Context, Input, Process, Product) yang peneliti gunakan. Sebagaimana yang telah peneliti pelajari dalam Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014, Pedoman Program Wajib Belajar Malam Hari dan keterangan dari berbagai informan penelitian yang merupakan pelaksana program, diketahui bahwa tahap-tahap evaluasi program Wajib Belajar Malam Hari dimulai dengan evaluasi konteks, evaluasi masukan, evaluasi proses, dan terakhir evaluasi hasil dari program Wajib Belajar Malam Hari. 4.3.1
Evaluasi Konteks Evaluasi konteks diperlukan terhadap program Wajib Belajar Malam Hari
untuk mengetahui latar belakang diadakannya program WBMH, tujuan program WBMH, alasan pilot project (proyek percontohan) pada program WBMH, pemilihan wilayah-wilayah yang dijadikan lokasi percontohan program WBMH, dan sosialisasi yang dilakukan oleh Pemerintah DKI Jakarta kepada masyarakat.
94
Informan 1 sebagai penanggungjawab program WBHM di Kecamatan Menteng, menyatakan tentang latar belakang diberlakukannya program WBMH. “Diadakan program WBMH untuk menghindari kejadian yang tidak di iginkan pada anak, seperti kasus kecelakaan kemarin terjadi pak, itu yang anaknya artis si A. Selain itu juga untuk meminimalisir kenakalan remaja yang sering terjadi, seperti tawuran, narkoba, dan lain-lain.” (Informan I, wawancara 14 Desember 2015) Selanjutnya, tujuan dari pelaksanaan program WBMH berdasarkan peraturan gubernur nomor 22 tahun 2014, pasal 2 adalah Peserta didik dapat mencapai hasil belajar yang maksimal dan optimal sehingga dapat meningkatkan prestasi di bidang akademik. Sebagaimana disampaikan informan I, menyatakan: “Jika tujuan dari program WBMH ini adalah semata-mata untuk meningkatkan kualitas dari peserta didik, khususnya prestasi di sekolah. Kalau tujuan lainnya untuk menghindari anak agar tidak keluyuran atau pergi main malam hari.” (Informan I, wawancara tanggal 14 Desember 2015) Gambar 4.2 Tujuan Program WBMH
Sumber: Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 Kemudian alasan dari program WBMH ini dibuat pilot project (proyek percontohan) untuk program WBMH disampaikan oleh informan I, yang menyatakan: “Program WBMH ini memang program percontohan yang dilakukan Pemerintah DKI Jakarta. Alasannya karena pemerintah ingin melihat
95
apakah program ini berhasil atau tidak dalam meningkatkan prestasi anak di sekolah, pada daerah atau wilayah-wilayah yang menerapkan program WBMH ini. Apabila tujuan dari program ini berhasil, maka rencana dari pemerintah akan menerapkan program ini diseluruh wilayah Jakarta.” (Informan I, wawancara tanggal 14 Desember 2015) Adapun pemilihan wilayah-wilayah yang dijadikan proyek percontohan untuk program WBMH adalah wilayah yang memiliki tingkat partisipasi tinggi seperti di Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat. Sebagaimana disampaikan oleh informan I, menyatakan: “Kalau untuk pemilihan wilayah yang akan dijadikan lokasi percontohan program WBMH pastinya adalah wilayah yang memiliki tingkat partisipasi masyarakat yang tinggi, seperti di Kecamatan Menteng ini.” Dan pemberlakuan kegiatan WBMH di Kelurahan Pegangsaan, Kecamatan Menteng sendiri sebenarnya sudah ada selama empat tahun, tepatnya mulai ada semenjak tahun 2011, tetapi sebelum keluar Pergubnya, kegiatan Jam Malam ini belum rutin dilaksanakan, dan masih banyak warga yang belum melaksanakannya.”(Informan I, wawancara tanggal 14 Desember 2015) Tabel 4.5 Lokasi Percontohan Program Wajib Belajar Malam Hari No Wilayah RT RW Kelurahan Kecamatan 1 Jakarta Pusat 016 006 Pegangsaan Menteng 008 008 Pegangsaan Menteng 2 Jakarta Utara 007 005 Koja Koja 001 002 Semper Barat Cilincing 001 011 Lagoa Koja 3 Jakarta Barat 004 004 Meruya Utara Kembangan 002 003 Meruya Selatan Kembangan 001 010 Sukabumi Utara Kebon Jeruk 4 Jakarta Selatan 003 006 Jagakarsa Jagakarsa 005 005 Ragunan Pasar Minggu 5 Jakarta Timur 001 007 Jati Pulogadung 009 012 Klender Duren Sawit 6 Kep. Seribu 005 Pulau Panggang Kep. Seribu Utara 004 Pulau Tidung Kep. Seribu Selatan Sumber: Pedoman Pelaksanaan Program WBMH Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta (2013:9)
96
Pernyataan diatas mengartikan bahwa latar belakang diadakannya program WBMH adalah untuk menghindari pola kenakalan kenakalan remaja yang kian marak terjadi di wilayah DKI Jakarta, tujuan dari pelaksanaan program WBMH adalah untuk meningkatkan prestasi peserta didik khususnya dibidang akademik. Kemudian alasan dari pemberlakuan pilot project pada program WBMH adalah untuk melihat keberhasilan program WBMH yang dilaksanakan. Pemilihan wilayah-wilayah yang dijadikan lokasi percontohan adalah wilayah yang memiliki tingkat pastisipasi masyarakat yang tinggi terhadap suatu program yang dilaksanakan. Sebagaimana diungkapkan Informan 2, staff seksi & sarana prasarana Sekolah Dasar, Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, menyatakan: “Dilaksanakannya program Jam Malam karena, umumnya anak sekolah sekarang ini kerap melakukan hal-hal negatif pada malam hari. Oleh karena itu pak Gubernur membuat peraturan nomor 22 tahun 2014 tentang Wajib Belajar Malam Hari. Selain untuk mencegah anak menjadi korban kriminalitas di malam hari, program ini juga akan membiasakan anak untuk selalu belajar khususnya di luar jam sekolah. Dan program WBMH ini adalah program swadaya” (Informan 2, wawancara tanggal 13 Maret 2015) Pelaksanaan program WBMH didasarkan pada perilaku pelajar yang kerap melakukan hal-hal negatif di malam hari, kemudian tujuan dari program WBMH sebagaimana diungkapkan oleh Informan 2, menyatakan: “Tujuan dari pelaksanaan program ini tidak lain untuk meningkatkan potensi anak di sekolah, khususnya di bidang akademik dan mengembangkan minat anak dalam belajar.” (Informan 2, wawancara tanggal 13 Maret 2015) Hal serupa mengenai alasan pilot project terhadap program WBMH disampaikan oleh informan 2, menyatakan:
97
„Pelaksanaan pilot project merupakan tahapan uji coba implementasi yang dilakukan Pemerintah untuk melihat sejauhmana tingkat keberhasilan program WBMH ini, apabila tujuan dari program ini berhasil meningkatkan prestasi didik di bidang akademik, maka Pemerintah Jakarta akan menerapkan program ini diseluruh wilayah Jakarta.” (Informan 2, wawancara tanggal 13 Maret 2015) Kemudian hal senada mengenai pemilihan wilayah-wilayah yang dijadikan lokasi percontohan untuk program WBMH disampaikan oleh informan 2, yang menyatakan: “Bahwa sebenarnya wilayah yang akan dijadikan pilot project untuk Program Wajib Belajar Malam Hari tersebut, karena wilayah tersebut sudah menerapkan terlebih dulu program jam wajib malam di wilayahnya. Seperti yang ada di Kelurahan Pegangsaan, Kecamatan Menteng sudah menjalankan program ini, dan sama halnya dengan Kecamatan Koja yang sudah terlebih dahulu menerapkan program jam wajib malam. Dan wilayah-wilayah lain di Jakarta yang dianggap tingkat partisipasi masyarakatnya baik”. (Informan 2, wawancara tanggal 13 Maret 2015) Kemudian hal lain disampaikan oleh Informan 10, yang menyatakan bahwa program WBMH ini tidak akan berjalan dengan efektif, karena masih banyak terdapat kelemahan didalamnya. “Bagus sih memang Pemda DKI Jakarta menetapkan program ini, tetapi saya rasa belum efektif kalau program ini dilaksanakan, karena saya masih melihat banyak kekurangan pada program ini, yah salah satunya pada waktu pelaksaanaan program dari jam tujuh sampai jam 9. Itu kan gak menjamin kalau anak itu langsung pulang kerumah atau tidak.” (Wawancara Informan 10, tanggal 16 Desember 2015) Dari pernyataan diatas menunjukan bahwa pemberlakuan program WBMH di Kecamatan Menteng sudah terlebih dulu ada, sebelum diturunkan Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Wajib Belajar Malam Hari, tetapi belum rutin dilaksanakan dan belum banyak warga yang mengetahui dan melaksanakan program WBMH. Sebagaimana menurut Informan 3 sebagai Sekretaris Kelurahan Pegangsaan, menyatakan:
98
“Setau saya program WBMH ini sudah ada di Kelurahan Pegangsaan ini sekitar tahun 2011, kami menjalankan program WBMH ini berdasarkan inisiatif dari warga masyarakat dan komunitas disini yang peduli kepada anak-anak, walaupun belum rutin dilaksanakan dan belum banyak anak yang mengikuti. Kalau tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan prestasi anak di sekolah” (Informan 3, wawancara tanggal 17 Desember 2015) Pernyataan diatas menunjukan bahwa program WBMH ini dilaksanakan berdasarkan inisiatif masyarakat dan komunitas yang ada di Kecamatan Menteng. Hal serupa disampaikan oleh Informan 4 sebagai Kepala Seksi bidang Pemberdayaan Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat Kelurahan Pegangsaan, menyatakan: “Program WBMH sudah diterapkan di Kelurahan Pegangsaan jauh sebelum Pergub Nomor 22 turun mas, tetapi memang cuma jalan ala kadarnya, dan sekarang setelah keluar Pergubnya kita coba untuk menjalani secara serempak, dan program ini adalah program swadaya dari masyarakat. Kalau untuk tujuannya sendiri, program ini bertujuan untuk meningkatkan minat belajar anak dan prestasi anak disekolah. Juga menghindari anak keluar dimalam hari, agar tidak terjadi tindak kriminial yang dilakukan anak itu, ataupun menghindari anak itu sendiri yang menjadi korban tindak kriminal.” (wawancara Informan 4, tanggal 17 Desember 2015) Kemudian pada tahap sosialisasi program WBMH yang dilakukan Pemerintah DKI Jakarta dengan penyebaran informasi secara berjenjang. Dimulai dari Dinas Pendidikan, Suku Dinas, Penanggungjawab program Kecamatan, hingga sampai kepada masyarakat. Sebagaimana disampaikan informan 2, Setelah diberikan bahan sosialisasi oleh Dinas Pendidikan, Penanggungjawab program Kecamatan bersama Satuan tugas pelaksana program WBMH diberikan kewenangan untuk melakukan sosialisasi lebih efektif kepada masyarakat agar program WBMH dapat berjalan dengan baik dan lancar.
99
“Sosialisasinya kita lakukan secara berjenjang, dengan memberikan pengarahan kepada Suku Dinas, kemudian dilanjutkan pada Satuan Tugas pelaksana program WBMH di tingkat Kecamatan.” (Wawancara Informan 2, tanggal 14 Maret 2014) Hal serupa disampaikan oleh Informan 1, namun sayangnya Pemerintah DKI Jakarta tidak memfasilitasi media informasi berupa, spanduk ataupun stiker untuk mensosialisasikan kepada masyarakat. “Untuk sosialisasinya sendiri kita lakukan dengan mengadakan pertemuan Orangtua dari peserta didik dan satuan tugas pelaksana program, kemudian kita memberikan penjelasan mengenai program WBMH ini. Ada juga kita memasang spanduk program WBMH, dan kita menempelkan stiker di rumah-rumah peserta didik, apabila ada Orangtua peserta didik yang tidak hadir dalam pertemuan tersebut tetap mengetahui tentang program ini. Tetapi spanduk dan stiker itu kita adakan dengan dana pribadi dari ibu Camat maupun masyarakat, pemerintah tidak menyediakan itu. Pemerintah hanya sebatas memberikan pengarahan mengenai mekanisme pelaksanaan program WBMH saja, itupun hanya sekali dilakukan.” (Informan I, wawancara tanggal 15 Desember 2015) Demikian yang terjadi, bahwa pada tahap sosialisasi yang dilakukan oleh Pemerintah DKI Jakarta hanya memberikan pengarahan, tetapi tidak memberikan fasilitas berupa media informasi kepada masyarakat. Gambar 4.3 Spanduk Program WBMH
Sumber: Dokumentasi Peneliti (Desember 2015)
100
Salah satu tolak ukur keberhasilan sosialisasi yang terpenting adalah jika informasi sampai ke tingkat paling bawah dari sasaran program, yaitu para Orangtua peserta didik beserta peserta didik yang mengikuti program WBMH. Meskipun Pemerintah tidak memfasilitasi media informasi, seperti spanduk ataupun stiker, namun Orangtua peserta didik maupun peserta didik mengetahui adanya program WBMH, setelah diadakan pertemuan Orangtua peserta didik yang dilakukan oleh Satuan Tugas pengurus program WBMH. Sebagaimana Informan 5 sebagai Ketua RW 06, mengatakan: “Sosialisasinya pada waktu itu saya bersama tim Satuan Tugas pengurus program WBMH yang lain mengumpulkan para Orangtua peserta didik di pos RW, untuk diberikan pengarahan tentang program WBMH itu.” (Wawancara Informan 5, tanggal 17 Desember 2015) Gambar 4.4 Pertemuan Orangtua Peserta Didik Membahas Program WBMH
Sumber: Dokumentasi Dinas Pendidikan Prov. DKI Jakarta (Oktober 2013) Hal serupa disampaikan oleh Informan 6 sebagai Ketua Pelaksana Program WBMH di Kelurahan Pegangsaan, menyatakan: “Pernah dilakukan sosialisasi, waktu itu sehabis Isya, saya bersama temanteman pengurus dan pelaksana program WBMH yang lain mengumpulkan Orangtua peserta didik untuk diberikan penjelasan mengenai program WBMH tersebut.” (Wawancara Informan 6, tanggal 17 Desember 2015)
101
Pernyataan di atas dibenarkan oleh Informan 10 sebagai Satuan Tugas pengurus program WBMH Kelurahan Pegangsaan, bahwa telah dilaksanakannya sosialisasi kepada para Orangtua peserta didik, atas instruksi dari pihak kecamatan. “Atas instruksi dari ibu Camat, bersama pak Dadang, pak RW dan ibu RT kita melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Waktu itu juga ada orang dari dinas pendidikan yang datang untuk memberikan pengarahan tentang program WBMH.” (Wawancara Informan 10, tanggal 17 Desember 2015) Hal senada disampaikan oleh Informan 8, selaku Ketua PKK RW 06 Kelurahan Pegangsaan, meskipun tidak ikut menghadiri acara sosialisasi, tetapi mengetahui adanya program WBMH dari informasi warga dan spanduk yang dipasang. “Saya gak hadir dalam acara sosialisasi, waktu itu ada urusan mendadak. Tapi saya tau kok kalau ada program WBMH itu dari tetangga sama spanduk-spanduk yang dipasang.” (Wawancara Informan 8, tanggal 17 Desember 2015) Dari penelusuran dan wawancara peneliti di Kelurahan Pegangsaan Kecamatan Menteng, bahwa informasi tentang adanya program WBMH dari kegiatan sosialisasi yang dilakukan oleh tim Satuan Tugas Pelaksana telah sampai kepada para Orangtua peserta didik. Sebagaimana dinyatakan oleh informan 11 sebagai Orangtua peserta didik, yang menyatakan: “Iya, saya pernah mengikuti sosialisasi program WBMH itu, disana di jelasin bahwa ada program WBMH dan dihimbau untuk kita agar mengajak anak mengikuti program WBMH itu.” (Wawancara Informan 11, tanggal 16 Desember 2015) Kemudian hal senada disampaikan oleh Informan 12 sebagai Orangtua peserta didik, menyatakan:
102
“Memang dulu pernah dipanggil sama ibu RT untuk datang ke pos RW, katanya mau ngebahas soal program WBMH itu.” (Wawancara Informan 12, tanggal 16 Desember 2015). Pernyataan tersebut dibenarkan oleh pernyataan dari Informan 13, sebagai peserta didik program WBMH tingkat SMA, menyatakan: “Pernah, waktu itu Ibu RT datang kerumah manggil bapak untuk disuruh datang ke Pos RW, katanya mau ada sosialisasi program WBMH itu.” (Wawancara Informan 13, tanggal 16 Desember 2015) Berdasarkan dari penyataan-pernyataan di atas, bahwa latar belakang diadakannya program WBMH adalah untuk menghindari pola kenakalan kenakalan remaja yang kian marak terjadi di wilayah DKI Jakarta. Adapun tujuan dari program WBMH adalah adalah untuk meningkatkan prestasi peserta didik khususnya dibidang akademik. Kemudian alasan dari pemberlakuan pilot project pada program WBMH adalah untuk melihat keberhasilan program WBMH yang dilaksanakan. Adapun Pemilihan wilayah-wilayah yang dijadikan lokasi percontohan adalah wilayah yang memiliki tingkat pastisipasi masyarakat yang tinggi terhadap suatu program yang dilaksanakan. Kemudian pada tahap tahap sosialisasi program WBMH yang dilakukan Pemerintah DKI Jakarta dengan penyebaran informasi secara berjenjang. Dimulai dari Dinas Pendidikan, Suku Dinas, Penanggungjawab program Kecamatan, hingga sampai kepada masyarakat. Namun kurangnya dukungan Pemerintah dalam memberikan fasilitas berupa media informasi, seperti spanduk program guna mendukung proses sosialisasi agar maksimal dan sampai kepada seluruh masyarakat.
103
4.3.2
Evaluasi Masukan Evaluasi masukan terhadap program WBMH dibutuhkan untuk dapat
mengetahui masalah yang terdapat pada tahap input (masukan) dari sumberdaya yang ada, seperti: sarana dan prasarana untuk kegiatan program WBMH, tenaga pendidik untuk kegiatan program WBMH, dan sumber pembiayaan
untuk
pelaksanaan program WBMH. Informan 1, menyatakan mengenai sarana dan prasarana yang digunakan untuk program WBMH. “Untuk sarana yang digunakan, kita memanfaatkan pos RW dengan pospos ronda yang ada, kemudian kita hias sendiri pos-pos itu agar terlihat menarik dan untuk menambah semangat belajar juga untuk peserta didik. Tetapi kalau jumlah peserta didiknya banyak dan pos-pos itu tidak menampung lagi, terpaksa kita belajar dilapangan bulu tangkis yang ada. Dan prasarana seperti buku, kita dapatkan dari sumbangan-sumbangan warga, kemudian seperti meja belajar ada yang diberikan dari ibu Camat. Pemerintah sama sekali tidak menyediakan apapun.” (Wawancara Informan 1, tanggal 14 Desember 2015) Gambar 4.5 Sarana Untuk Program WBMH
Sumber: Dokumentasi Peneliti (Desember 2015)
104
Dari pernyataan di atas, menyatakan bahwa pemerintah tidak menyediakan sarana dan prasarasana untuk kegiatan ptogram WBMH, tetapi sarana dan prasarana yang disediakan, semuanya berasal dari sumbangan masyarakat. Sebagaimana disebutkan oleh Informan 2, bahwa program WBMH ini merupakan program swadaya yang dilaksanakan oleh masyarakat. “Sarana yang digunakan bisa di gardu-gardu, mushola atau masjid kemudian pos RW. Untuk buku-buku pelajaran dan alat tulis lainnya didapat dari sumbangan warga atau yang lainnya. Karena ini kan program swadaya mas.” (Wawancara Informan 2, tanggal 14 Maret 2014) Gambar 4.6 Buku-buku untuk Program WBMH
Sumber: Dokumentasi peneliti (Desember 2015) Hal senada disampakan oleh Informan 4, bahwa sarana dan prasarana tidak disediakan oleh Pemerintah, hanya didapat dari sumbangan warga. “Untuk sarana kegiatan WBMH kita gunakan yang ada, seperti gardu ilmu, pendopo hijau, ataupun lapangan bulu tangkis apabila peserta didiknya banyak. Kalau untuk prasarananya sendiri, seperti buku, dan lainlannya, kita kumpulkan dari sumbangan warga. Ibu Camat juga waktu itu ikut menyumbangkan beberapa meja belajar untuk digunakan kegiatan WBM itu. Jika dari pihak kelurahan, kecamatan atau Pemerintah DKI tidak menyediakan itu. Tetapi sih seharusnya Pemerintah perlu menyediakannya, karena kan kalau hanya mengandalkan sumbangan dari masyarakat pasti tidak mencukupi.” (Wawancara Informan 4, tanggal 17 Desember 2015)
105
Hal itu dibenarkan oleh Informan 7 selaku sekretaris program WBMH Kelurahan Pegangsaan, yang menyatakan: “Kegiatannya kita adakan di gardu-gardu ataupun di pos RW, untuk bukunya sendiri kita kumpulkan dari sumbangan warga, ada juga waktu itu Ibu Camat datang memberikan beberapa meja belajar untuk digunakan kegiatan WBMH.” (Wawancara Informan 7, tanggal 15 Desember 2015) Hal senada juga disampaikan oleh Informan 9, selaku Guru Pendamping Program WBMH, menyatakan: “Sarana yang kita gunakan itu gardu-gardu yang ada, seperti disini ada gardu ilmu, pendopo hijau. Untuk prasarana seperti buku-buku dan meja belajar kita dapatkan dari sumbangan warga, jika untuk alat tulisnya peserta didik membawa sendiri dari rumah.” (Wawancara Informan 9, tanggal 15 Desember 2015) Dilihat dari pernyataan di atas, bahwa pemerintah tidak menyediakan sarana dan prasarana untuk program WBMH. Meskipun program WBMH ini merupakan program swadaya, seharusnya pemerintah ikut mendukung dalam membantu menyediakan fasilitas untuk program WBMH, karena program WBMH ini merupakan kebijakan yang dibuat Pemerintah DKI Jakarta. Kemudian, untuk tenaga pendidik dalam program WBMH, dijelaskan oleh Informan 2, menyatakan: “Fasilitator tenaga pendidik berasal dari warga yang memiliki kemampuan untuk memberikan pengajaran kepada peserta didik dan mampu untuk membimbing dan memotivasi peserta didik, agar belajar dengan baik.” (Wawancara Informan 2, tanggal 14 Maret 2014)
106
Gambar 4.7 Tenaga Kependidikan Sebagai Fasilitator
Sumber: Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 Pernyataan yang tidak jauh berbeda disampaikan oleh Informan 1, menyatakan: “Kalau untuk tenaga pengajar sendiri, kita menggunakan tenaga sukarela dari warga yang bersedia untuk menjadi guru pendamping kegiatan Jam malam. Di Kelurahan Pegangsaan sendiri ada beberapa warga yang menjadi guru pendamping, tetapi yang aktif mengajar hanya dua orang saja, yaitu Bapak Zaky dan Ibu Pipit. Karena beberapa orang yang lainnya yang menjadi guru pendamping lainnya masih punya kesibukan lain seperti pekerjaan dan lain-lain.” (Wawancara Informan 1, tanggal 14 Desember 2015) Pernyataan tersebut dibenarkan oleh Informan 9 selaku Guru Pendamping Program Wajib Belajar Malam Hari, yang menyatakan: “Guru pendamping disini cuma ada saya sama bapak Zaky pak, sebenarnya ada juga warga lainnya yang menjadi tenaga pengajar program jam malam, tetapi yang aktif mengajar hanya tinggal saya dan pak Zaky. Mungkin karena kesibukan pekerjaan mereka atau hal lain, oleh karena itu hanya kami berdua yang masih aktif mengajar, terkadang juga saya atau bapak Zaky tidak bisa mengajar karena ada urusan mendadak, Akhirnya anak-anak yang belajar sendiri-sendiri pak.” (Wawancara Informan 9, tanggal 14 Desember 2015) Kemudian hal serupa disampaikan oleh Informan 14, selaku peserta didik program Wajib Belajar Malam Hari tingkat SMA/SMK Kelurahan Pegangsaan, menyatakan:
107
“Gurunya ibu Pipit, ada juga yang diajar sama bapak Zaky.” (Wawancara Informan 14, tanggal 20 Desember 2015) Hal yang tidak jauh berbeda diungkapkan oleh Informan 15, selaku peserta didik tingkat SMA/SMK program Wajib Belajar Malam Hari Kelurahan Pegangsaan, menyatakan: “Ada bapak Zaky sama ibu Pipit, kadang-kadang juga kita belajar sendiri kalau gak ada pak Zaky sama bu Pipit.” (Wawancara Informan 15, tanggal 20 Desember 2015) Hal lainnya diungkapkan oleh Informan 3, yang menyatakan bahwa minimnya ketersediaan guru pendamping: “Guru yang ada untuk kegiatan ini, itu sangat minim jumlahnya mas, dan tidak sesuai dengan jumlah peserta didik yang ada. Dan juga latar belakang mereka macam-macam ada yang memang benar guru dan ada yang hanya pegawai kantor. Tetapi karena susah juga untuk mencari tenaga sukarela yang mau menjadi guru pendamping, yasudah siapa saja yang mau membantu mengajar silahkan.” (Wawancara Informan 3, tanggal 17 Desember 2015) Hal serupa disampaikan oleh informan 4, yang menyatakan bahwa kurangnya jumlah guru pendamping yang ada di Kelurahan Pegangsaan: “Kita kekurangan tenaga pendidik disini, sedangkan tenaga pendidik yang ada tidak sesuai dengan jumlah peserta didik. Dan kualitas dari guru itu sebenarnya penting, karena salah satu faktor yang menentukan prestasi peserta didik adalah kualitas dari guru yang baik. Sedangkan tenaga pendidik atau guru disini, mereka mengajarkan yah apa adanya yang mereka ketahui. Dan orangtua peserta didik ikut mengawasi dan membimbing anak-anaknya. Tetapi tidak semua orangtua disini itu pernah duduk dibangku sekolah, ada juga yang dulunya tidak bersekolah. Bagaimana orangtua dari peserta didik mau membimbing, sedangkan (mohon maaf) mereka tidak bersekolah, yang mereka lakukan mungkin hanya mengawasi anak-anaknya belajar.” (Wawancara Informan 4, tanggal 17 Desember 2015)
108
Dari pernyataan di atas, dapat dilihat bahwa jumlah tenaga pendidik yang tidak sebanding dengan jumlah peserta didik yang ada di Kelurahan Pegangsaan, dan kurang diperhatikannya kualitas tenaga pendidik yang baik sebagai guru pendamping dalam program WBMH, dikarenakan sulitnya mencari tenaga sukarela. Kemudian sumber pembiayaan untuk program WBMH dijelaskan oleh Informan 2, menyatakan: “Program Wajib Belajar Malam Hari ini adalah program swadaya, jadi anggaran untuk program ini semuanya bersumber dari masyarakat, dan tidak ada anggaran dari Pemerintah DKI Jakarta untuk program Wajib Belajar Hari ini.” (Wawancara Informan 2, tanggal 14 Maret 2014) Hal tersebut dibenarkan oleh Informan 1, yang menyatakan bahwa tidak adanya anggaran dari Pemerintah DKI Jakarta untuk program WBMH: “Untuk anggaran kita dapatkan dari masyarakat, tetapi yang paling sering menyumbang adalah ibu Camat, pak RW, bahkan saya sendiri pun juga ikut menyumbang, walaupun tidak banyak. Jumlahnya juga tidak tentu, karena untuk SatGas sendiri kan mereka juga butuh minum dan makan, dan untuk membeli minuman dan makanan butuh uang apalagi untuk menyediakan sarana dan prasarana kegiatan Jam Malam.” (Wawancara Informan 1, tanggal 14 Desember 2015) Gambar 4.8 Sumber Pembiayaan Program WBMH
Sumber: Pedoman Program WBMH Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta
109
Hal serupa disampaikan oleh Informan 5, yang menyatakan bahwa anggaran untuk program WBMH didapat dari sumbangan masyarakat: “Yah kita semua menyumbang, tetapi kita tidak bisa memaksakan kepada warga, karena sebagian warga juga ada yang tidak mampu. Karena dalam pelaksanaan program ini kan butuh dana juga, mustahil kan kalo kita menjalankan suatu kegiatan tidak menggunakan anggaran.” (Wawancara Informan 5, tanggal 17 Desember 2015) Kemudian hal tersebut dibenarkan oleh Informan 6, selaku Ketua Pelaksana Program WBMH Kelurahan Pegangsaan, menyatakan: “Kalau anggaran dari Pemerintah tidak ada, yah kita dapet dana untuk kegiatan Jam Malam dari sumbangan aja sih, seperti dari Ibu Camat, Pak RW, Pak Dadang dan warga disini. Jumlahnya juga gak tentu, tetapi kita usahakan agar dana yang ada cukup untuk melaksanakan kegiatan.” (Wawancara Informan 6, tanggal 17 Desember 2015) Berdasarkan pernyataan di atas, bahwa sumber pembiayaan untuk program WBMH dibebankan kepada masyarakat, tidak ada anggaran yang diberikan oleh Pemerintah DKI Jakarta. Tetapi di dalam PerGub Nomor 22 Tahun 2014, Pasal 12 di sebutkan bahwa: “Biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan wajib belajar malam hari dibebankan pada: a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) melalui Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) SKPD/UKPD masing-masing yang terkait; dan/atau b. Sumber lain yang sah dan tidak mengikat.”
110
Gambar 4.9 Sumber Pembiayaan Program WBMH
Sumber: Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 Hal itu dijelaskan oleh Informan 2, yang menjelaskan bahwa belum dilakukan perencanaan terhadap pelaksanaan program WBMH, oleh karena itu tidak ada anggaran dari pemerintah melalui Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA): “Jika ada anggaran dari pemerintah untuk program WBMH, pastinya ada didalam DPA, namun kenyataan tidak ada. Program ini kan masih tahap percobaan, mungkin belum masuk dalam perencanaan.” (Wawancara Informan 2, tanggal 14 Maret 2014) Hal yang serupa disampaikan oleh Informan 4, yang menyatakan bahwa belum dilakukannya perencanaan anggaran untuk program WBMH ini: “Iyah memang ada didalam PerGub, tetapi kalau tidak direncanakan dan dibawa ke badan perencanaan, tidak akan keluar di DPA pak. Nah, tetapi karena itu masih percobaan, maksudnya masih dalam tahap uji coba, mungkin belum masuk kedalam perencanaan. Jika ada anggaran untuk program ini, pastinya masuk lewat saya pak, tetapi kenyataannya kan disini tidak ada.” (Wawancara Informan 4, tanggal 17 Desember 2015) Hal tersebut dibenarkan oleh Informan 1, yang menyatakan bahwa anggaran untuk pelaksanaan program WBMH bersumber dari swadaya masyarakat:
111
“Jujur saya baru tahu bahwa didalam PerGub itu, anggaran untuk kegiatan Jam Malam ini dibebankan pada APBD. Karena selama ini kita mendapatkan dana untuk pelaksanaan kegiatan Jam Malam ini dari swadaya, seperti yang saya jelaskan tadi.” (Wawancara Informan 1, tanggal 14 Desember 2015) Berdasarkan dari pernyataan di atas, bahwa kurangnya dukungan dari Pemerintah DKI Jakarta untuk program WBMH, dari mulai penyediaan sarana dan prasarana, tenaga pendidik sampai dengan sumber pembiayaan untuk program WBMH semuanya berasal dari masyarakat. Program WBMH ini memang merupakan program swadaya, namun Pemerintah DKI Jakarta sebagai pembuat kebijakan seharusnya mendukung ketersediaan input (masukan) untuk program WBMH seperti, sarana dan prasarana, tenaga pendidik dan anggaran. Karena semua program yang dilaksanakan/dijalankan, apabila kurang mendapatkan perhatian khususnya dari Pemerintah program tersebut tidak akan berjalan dengan baik. 4.3.3
Evaluasi Proses Evaluasi proses terhadap program WBMH dibutuhkan untuk dapat
mengetahui masalah yang terdapat pada tahap process (proses) dari unsur pelaksana program WBMH, mekanisme pelaksanaan program WBMH, partisipasi peserta didik program WBMH dan peran Orangtua peserta didik program WBMH. Informan 1, menjelaskan bahwa pelaksana program adalah Satuan Tugas Program WBMH, yaitu RW, RT, Orangtua peserta didik, guru pendamping, dan peserta didik sendiri:
112
“Yang menjadi pelaksana program yah semua masyarakat di Kelurahan Pegangsaan, mulai dari RW, RT, Orangtua, Guru, dan peserta didik sendiri. Mereka semua adalah SatGas pelaksana kegiatan Jam Malam. (Wawancara Informan 1, tanggal 14 Desember 2015) Hal serupa diungkapkan oleh Informan 2, yang menyatakan bahwa pelaksana program WBMH adalah Satuan Tugas yang dibentuk untuk melaksanaan program WBMH: “Pelaksana program WBMH adalah Satuan Tugas yang sudah dibentuk untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Dan satuan tugas berasal dari masyarakat.” (Wawancara Informan 2, tanggal 14 Maret 2014) Gambar 4.10 Satuan Tugas Pelaksana Program WBMH
Sumber: Pedoman Program WBMH Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta Hal yang tidak jauh berbeda diungkapkan oleh Informan 10, yang menyatakan bahwa semua masyarakat di Kelurahan Pegangsaan terlibat untuk program WBMH: “Semua masyarakat ikut terlibat untuk melaksanakan kegiatan ini, karena ini kan program swadaya, jadi harusnya semua masyarakat yang ikut berperan serta dalam pelaksanaan kegiatan Jam Malam ini, kita sebagai Satgas yang ditunjuk, bertugas hanya sebagai roh model atau panutan
113
untuk menjalankan kegiatan Jam Malam itu.” (Wawancara Informan 10, tanggal 16 Desember 2015) Dari pernyataan di atas, bahwa yang menjadi Satuan Tugas pelaksana program WBMH berasal dari masyarakat Kelurahan Pegangsaan. Kemudian yang menjadi peserta program WBMH dijelaskan oleh Informan 1, yang menyatakan: “Peserta program ini adalah peserta didik yang berada dalam usia sekolah antara 5 (lima) sampai dengan 18 (delapan belas) tahun, berarti dari peserta didik tingkat SD sampai tingkat SMA.” (Wawancara Informan 1, tanggal 14 Desember 2015) Hal tersebut dibenarkan oleh Informan 2, yang menyatakan bahwa peserta didik adalah anak usia sekolah pada tingkatan SD sampai dengan SMA/SMK yang mengikuti program WBMH: “Anak-anak yang berada dalam usia belajar tingkat SD sampai dengan SMA/SMK.” (Wawancara Informan 2, tanggal 14 Maret 2014) Hal serupa diungkapkan oleh informan 9, selaku guru pendamping program WBMH, menyatakan: “Yah anak-anak sekolah mas, ada yang dari SD, SMP, dan SMA juga SMK.” (Wawancara Informan 9, tanggal 15 Desember 2015) Gambar 4.11 Peserta Didik Program WBMH
Sumber: Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 Hal senada diungkapkan oleh Informan 7, yang menyatakan bahwa peserta didik yang mengikuti program WBMH, tidak semuanya mengenyam kursi pendidikan formal:
114
“Yang ikut kegiatan yah anak-anak sekolah, tapi ada juga beberapa anak yang tidak sekolah ikut kegiatan Jam Malam ini, karena disini kan kita tujuannya belajar bersama.” (Wawancara Informan 7, tanggal 15 Desember 2015) Hal itu dibenarkan oleh Informan 1, yang menyatakan bahwa tidak semua peserta didik yang mengikuti program WBMH bersekolah formal: “Memang ada juga peserta didik yang tidak besekolah ikut kegiatan Jam Malam, artinya program ini bagus dong pak, karena disisi lain anak yang tidak dapat bersekolah, karena faktor ekonomi atau faktor lain pun dapat belajar bersama dengan anak-anak lainnya.” (Wawancara Informan 1, tanggal 14 Desember 2015) Kemudian mekanisme pelaksanaan program WBMH dijelaskan oleh Informan 1, yang menjelaskan: “Untuk pelaksanaan program WBMH kita lakukan pada hari-hari sekolah, dari hari minggu malam sampai kamis malam dari jam 7 sampai jam 9, dan untuk pelaksaannya sendiri, pertama kita turun kerumah-rumah peserta didik bersama teman-teman SatGas lain. Dengan membawa toa, kita ajak dan beritahu anak-anak bahwa sudah masuk jam belajar, kadangkadang kita juga putar lagu mars belajar untuk menandakan bahwa jam malam sudah dimulai. Kemudian kita kumpulkan anak-anak yang sudah ada ketempat yang sudah disediakan untuk belajar.” (Wawancara Informan 1, tanggal 14 Desember 2015) Tidak jauh berbeda penjelasan mengenai mekanisme pelaksanaan program WBMH oleh Informan 2, yang menyatakan: “Mekanisme pelaksanaannya dilakukan pada malam di hari sekolah, dari pukul 19.00 sampai dengan 21.00, dan tanda dimulainya jam malam diperdengarkan lagu mars wajib belajar. Dan untuk teknis pembelajarannya sendiri kita serahkan kepada SatGas di wilayah sesuai dengan keperluannya.” (Wawancara Informan 2, tanggal 14 Maret 2014) Hal serupa diungkapkan oleh Informan 10, selaku SatGas pelaksana program WBMH, menyatakan: “Setiap hari kita keliling bersama teman-teman Satgas lain, kita bagi kelompok, kemudian kita beri himbauan kepada Orangtua agar mematikan
115
TV agar tidak mengganggu kegiatan Jam Malam.” (Wawancara Informan 10, tanggal 16 Desember 2015) Untuk pelajaran yang diberikan dalam program WBMH, dijelaskan oleh Informan 9, yang menyatakan: “Kalau untuk pelajaran, umumnya kita membahas apa yang sudah dipelajari anak di sekolah, kemudian kita juga membahas PR yang diberikan guru di sekolah. Kalau malam Jum‟at biasanya juga kita mengadakan pengajian.” (Wawancara Informan 9, tanggal 14 Desember 2015) Hal serupa disampaikan oleh Informan 6, yang menyatakan bahwa pelajaran yang diberikan adalah mengulang pelajaran di sekolah, dan membahas PR yang diberikan guru di sekolah: “Pelajarannya yah kebanyakan kita hanya mengulang pelajaran yang diberikan di sekolah, dan membahas PR yang diberikan.” (Wawancara Informan 6, tanggal 17 Desember 2015) Hal tersebut dibenarkan oleh Informan 15, selaku peserta didik tingkat SMA/SMK program WBMH, yang menyatakan: “Mengulang pelajaran di sekolah kalo ada yang gak ngerti kita bahas, sama ngerjain PR.” (Wawancara Informan 15, tanggal 20 Desember 2015) Hal senada disampaikan oleh Informan 16, selaku peserta didik tingkat SMP program WBMH, yang menyatakan: “Ngerjain PR sih paling sering.” (Wawancara Informan 16, tanggal 20 Desember 2015) Dari pernyataan di atas, bahwa mekanisme pelaksanaan program WBMH dilakukan pada hari minggu malam sampai dengan kamis malam dari pukul 19.00 WIB sampai pukul 21.00 WIB, dimulainya program WBMH ditandai dengan diperdengarkan lagu mars wajib belajar. Kemudian pelajaran yang diberikan adalah mengulang pelajaran yang dibahas di sekolah, dan membahas PR
116
(Pekerjaan Rumah) yang diberikan oleh guru di sekolah. Kemudian partisipasi peserta didik program WBMH, disampaikan oleh Informan 1, yang menyatakan: “Cukup banyak anak yang ikut, yah ada sekitar 40 anak, tetapi memang masih banyak juga anak-anak yang tidak ikut.” (Wawancara Informan 1, tanggal 14 Desember 2015) Hal serupa disampaikan oleh Informan 9, yang menyatakan bahwa cukup banyak peserta didik yang antusias untuk mengikuti program WBMH, namun tidak adanya sanksi untuk anak yang tidak mengikuti program ini menjadi salah satu faktor rendahnya partisipasi peserta didik: “Cukup banyak peserta didik yang antusias ikut kegiatan ini, namun masih banyak juga anak yang tidak ikut. Karena apabila kita memaksakan anak untuk ikut kan tidak dibenarkan juga. Program ini kan sifatnya mendidik bukan memaksa, menurut saya salah satu faktor masih banyaknya anak yang tidak ikut dalam kegiatan ini karena tidak ada sanksi yang diberikan, yah contohnya berupa denda apabila tidak mengikuti kegiatan ini.” (Wawancara Informan 9, tanggal 15 Desember 2015) Kemudian hal lain disampaikan oleh Informan 6, yang menyatakan bahwa rendahnya partisipasi peserta didik disebabkan oleh banyaknya aktivitas anak disekolah: “Masih terbilang sedikit anak yang mengikuti program Jam Malam ini, mungkin karena anak itu sudah lelah juga mas, karena banyaknya rutinitas kegiatan di sekolah, dan pada saat jam malam dimulai, ada anak yang tidur karena capek, kemudian ada juga yang belum pulang dari sekolah karena masih ada kegiatan di sekolah kata beberapa anak peserta didik.” (Wawancara Informan 6, tanggal 17 Desember 2015) Hal tersebut dibenarkan oleh Informan 14, selaku peserta didik tingkat SMA/SMK program WBMH, yang menyatakan: “Banyak kegiatan bang di sekolah, apalagi kita kelas 3 yang mau UN (Ujian Nasional), ada pelajaran tambahan juga di sekolah.” (Wawancara Informan 14, tanggal 20 Desember 2015)
117
Gambar 4.12 Pelaksanaan Program WBMH di Kelurahan Pegangsaan
Sumber: Dokumentasi peneliti (Oktober 2014) Kemudian peran dari Orangtua peserta didik dalam program WBMH, dijelaskan oleh Informan 1, yang menyatakan: “Jelas peran orangtua sangat penting dalam kegiatan jam malam ini, karena dari lingkungan keluarga itulah karakter anak dibentuk bang kemudian dari lingkungan sekitar, apabila kegiatan ini berjalan namun tanpa peran serta dari orangtua, kegiatan ini akan menjadi sia-sia saja. Tugas orangtua disini kan sebagai fasilitator, yaitu mengawasi dan memotivasi anak agar belajar dengan baik. Alhamdulillah disini para orangtua sudah mulai peduli dengan pendidikan anak, tapi masih ada juga orangtua yang tidak peduli, mungkin karena mereka dulu tidak mendapatkan pendidikan atau karena hal lain.” (Wawancara Informan 1, tanggal 14 Desember 2015) Selanjutnya, menurut Informan 2 mengungkapkan bahwa peran orangtua sangat penting dalam proses pembelajaran dalam program WBMH: “Tugas orangtua sebagai fasilitator, dan menjadi salah satu faktor penting dalam kesuksesan program WBHM ini, apabila peran orangtua yang semestinya mengawasi dan memotivasi anak dirumah tidak ada, maka akan berdampak kepada prestasi anak disekolah.” (Wawancara Informan 2, tanggal 14 Maret 2014)
118
Pernyataan tersebut mengaskan bahwa pentingnya peran serta orangtua sebagai fasilitator untuk mengawasi dan memotivasi peserta didik dalam program WBMH, untuk mencapai prestasi yang maksimal di bidang akademik. Demikian juga disampaikan oleh Informan 9, yang menyatakan: “Orangtua sebagai garda terdepan untuk membimbing anak, karena itu menjadi bagian penting peran orangtua dalam pelaksanaan kegiatan Jam Malam. Namun disini masih banyak orangtua yang kurang mendukung kegiatan ini, seperti masih banyak orangtua yang menyalakan tv pada saat waktu pelaksanaan Jam Malam, hal itu kan menggangu kegiatan jam malam” (Wawancara Informan 9, tanggal 15 Desember 2015) Gambar 4.13 Tugas Orangtua Sebagai Fasilitator
Sumber: Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 Masih kurangnya peran serta dari orangtua peserta didik untuk ikut melaksanakan dan mengawasi program ini, menjadi kendala besar untuk keberhasilan program tersebut. Tentunya hal tersebut menjadi permasalahan yang penting untuk dikaji, mengingat peran dari orangtua sebagai fasilitator, dan bertugas untuk memotivasi semangat anak agar meningkatkan prestasi dalam bidang akademik dan memberikan situasi yang efektif bagi anak untuk belajar.
119
Menurut Informan 10, mengungkapkan bahwa kurangnya peran dari orangtua disebabkan oleh kesibukan kerja, kurangnya kepedulian orangtua terhadap prestasi anak: “Banyak orangtua yang masih bekerja sampai larut malam, ada juga yang tidak peduli sama kegiatan ini. Namun kita tetap menghimbau kepada para orangtua, agar tetap memperdulikan pendidikan anak. Tapi yah itulah tantangannya.” (Wawancara Informan 10, tanggal 16 Desember 2015) Kemudian hal tersebut dibenarkan oleh Informan 1, yang mengungkapkan bahwa kurangnya peran orangtua disebabkan oleh kesibukan kerja, pendidikan orangtua yang rendah, dan keadaan keluarga yang tidak harmonis: “Banyak faktor yang mempengaruhi, contohnya ada orangtua yang kerja lembur sampai larut malam, ada orangtua yang tidak sekolah dan akibatnya dia bingung mau mengajarkan anak tuh apa, kemudian ada juga beberapa anak korban dari perceraian orangtua atau broken home.” (Wawancara Informan 1, tanggal 14 Desember 2015) Kurangnya peran serta orangtua juga disampaikan oleh Informan 12, yang menyatakan: “Sepi sih mas kalo orangtua yang ngawasain, kalo awalnya sih emang ramai, tapi makin kesini jadi sepi.” (Wawancara Informan 12, tanggal 16 Desember 2015) Kemudian hal selaras juga diungkapkan oleh Informan 14, yang mengatakan: “Kalau belajar yah sendiri, bapak kerja, ibu nonton film.” (Wawancara Informan 14, tanggal 20 Desember 2015) Berdasarkan pernyataan di atas, bahwa yang menjadi unsur pelaksana program WBMH adalah Satuan Tugas yang dibentuk oleh masyarakat, namun pelaksanaan Program WBMH ini melibatkan seluruh partisipasi masyarakat, mulai dari RW, RT, Orangtua dan peserta didik. Yang mengikuti
program
120
WBMH adalah warga masyarakat yang menempuh pendidikan pada satuan pendidikan Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas/Kejuruan (SMA/K), dan warga yang tidak mengikuti pendidikan formal di sekolah. Kemudian mekanisme pelaksanaan program dimulai dari pukul 19.00 WIB sampai 21.00 WIB pada hari sekolah, waktu pelaksanaan kerap dijadikan alasan bagi peserta didik yang tidak mengikuti program WBMH, karena dianggap berbenturan dengan kegiatan di sekolah. Dan kurangnya peran serta dari orangtua menjadi permasalahan dalam pelaksanaan program WBMH, mengingat peran dari orangtua sebagai fasilitator yang bertugas untuk memberikan motivasi semangat anak agar meningkatkan prestasi dalam bidang akademik dan memberikan situasi yang efektif bagi anak untuk belajar. Apabila peran dari orangtua sendiri sudah tidak mendukung, maka tujuan pelaksanaan program WBMH, yakni agar anak dapat memperoleh prestasi akademik yang baik, akan sulit terwujud. Peran dari Orangtua yang baik juga akan berpengaruh kepada tingkat partisipasi peserta didik untuk mengikuti program WBMH di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat.
4.3.4
Evaluasi Hasil Evaluasi hasil adalah kegiatan evaluasi berikutnya dalam model CIPP,
tujuan utamanya adalah untuk menentukan sampai sejauh mana program diimplementasikan tersebut telah dapat memenuhi kebutuhan kelompok yang menggunakannya (Stufflebeam, dalam Hasan Hamid 2008:219).
121
Dalam tahap evaluasi hasil program WBMH, akan dikaji beberapa aspek yaitu, capaian prestasi peserta didik di bidang akademik, faktor pendukung keberhasilan program, faktor penghambat pelaksanaan program WBMH dan monitoring evaluasi yang dilakukan terhadap program WBMH. Informan 2 menjelaskan tentang prestasi peserta didik di bidang akademik: “Pastinya ada peningkatan prestasi para peserta didik di bidang akademiknya, karena tujuan dari program ini sendiri adalah untuk meningkatkan prestasi anak di bidang akademik, dan berdampak kepada kebiasaan anak untuk belajar pada waktu malam hari, kita juga memberikan kartu monitoring kepada guru pendamping untuk memantau proses pembelajaran terhadap peserta didiknya .” (Wawancara Informan 2, tanggal 14 Maret 2014) Gambar 4.14 Kartu Monitoring Belajar Peserta Didik
Sumber: Pedoman Pelaksanaan Program WBMH Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta Kemudian hal yang sama disampaikan oleh Informan 1 yang menyatakan bahwa ada peningkatan prestasi peserta didik program WBMH di bidang akademik: “Ada pasti kalau untuk peningkatan prestasi anak di sekolah, karena kan anak-anak setiap malamnya belajar, pastinya berdampak dengan prestasinya juga.” (Wawancara Informan 1, tanggal 14 Desember 2015)
122
Berdasarkan dari pernyataan di atas menyatakan bahwa adanya peningkatan prestasi peserta didik program WBMH di bidang akademik di sekolah, kemudian hal serupa disampaikan oleh Informan 9, yang menyatakan bahwa beberapa peserta didik program WBMH mendapatkan peringkat 10 besar di sekolah: “Ada beberapa anak-anak disini yang mendapatkan peringkat di sekolah.” (Wawancara Informan 9, tanggal 15 Desember 2015) Pernyataan tersebut dibenarkan oleh Informan 14 selaku peserta didik program WBMH tingkat SMA, yang menyatakan bahwa: “Saya peringkat 8 di kelas.” (Wawancara Informan 14, tanggal 20 Desember 2015) Hal serupa disampaikan oleh Informan 16 selaku peserta didik program WBMH tingkat SMP, yang menyatakan: “Dapet sih 10 besar di sekolah.” (Wawancara Informan 16, tanggal 20 Desember 2015) Tidak jauh berbeda dengan pernyataan Informan 20 selaku peserta didik program WBMH tingkat SD, yang menyatakan: “Iyah dapet rangking.” (Wawancara Informan 20, tanggal 20 Desember 2015) Pernyataan tersebut dibenarkan oleh informan 11, selaku orangtua peserta didik program WBMH, yang menyatakan: “Allhamdulilah ada peningkatan prestasi terhadap anak saya di sekolahnya.” (Wawancara Informan 11, tanggal 16 Desember 2015) Namun ada juga beberapa peserta didik yang tidak mendapatkan peringkat di sekolah, seperti Informan 13 selaku peserta didik program WBMH tingkat SMA, yang menyatakan:
123
“Gak dapet rangking, tapi nambah pengetahuan saya.” (Wawancara Informan 13, tanggal 20 Desember 2015) Hal selaras disampaikan oleh Informan 18 selaku peserta didik program WBMH tingkat SMP, yang menyatakan: “Gak juga, tapi lumayan nambah ngerti sama pelajaran di sekolah.” (Wawancara Informan 18, tanggal 20 Desember 2015) Hal lainnya disampaikan oleh Informan 4, yang menyatakan bahwa program WBMH merupakan program unggulan yang dilakukan pemerintah DKI Jakarta yang bertujuan untuk meningkatkan prestasi anak di sekolah: “Jelas kalau untuk prestasi anak disekolah pastinya ada, karena ini kan merupakan salah satu program unggulan yang dilakukan untuk meningkatkan prestasi anak di sekolah.” (Wawancara Informan 4, tanggal 17 Desember 2015) Hal yang sama di ungkapkan oleh Informan 5, yang menyatakan bahwa program WBMH merupakan program yang sangat baik untuk mendidik anak selama anak berada di luar sekolah: “Program ini sangat bagus sekali pak, terutama untuk mendidik anak selama berada di luar lingkungan sekolah, daripada si anak ini juga keluyuran tidak jelas, lebih baik mereka belajar kan, karena itu saya sangat mendukung sekali pelaksanaan program ini.” (Wawancara Informan 5, tanggal 17 Desember 2015) Berdasarkan dari pernyataan di atas, bahwa tujuan dari program WBMH yaitu untuk meningkatkan prestasi peserta didik di bidang akademik sudah tercapai, namun masih kurangnya dukungan dari pemerintah DKI Jakarta menjadi salah satu faktor penghambat dalam pelaksanaan program WBMH. Kemudian faktor pendukung keberhasilan program WBMH disampaikan oleh Informan 1, yang menyatakan:
124
“Yang menjadi faktor pendukung keberhasilan program WBMH ini adalah masyarakatnya sendiri, karena yang pertama kita ketahui ini kan program swadaya, jadi masyarakat yang seharusnya berperan aktif di dalam program ini, kemudian dukungan dari pemerintah, dukungan dari pemerintah sangat dibutuhkan, karena mustahilkan program ini pemerintah yang menerapkan tetapi pemerintah tidak mendukungnya. Meskipun ini program swadaya, tetapi kalau tidak adanya dukungan dari pemerintah, program ini tidak akan berjalan lama.” (Wawancara Informan 1, tanggal 14 Desember 2015) Hal senada disampaikan oleh Informan 4, yang menyatakan bahwa partisapasi dari masyarakat dan dukungan dari Pemerintah DKI Jakarta merupakan faktor pendukung yang paling penting untuk keberhasilan suatu program: “Tentunya partisipasi dan peran serta dari masyarakat, baik itu SatGas, orangtua, peserta didik, dan masyarakat sekitar yang melaksanakan program WMBH. Kemudian dukungan dari Pemerintah DKI Jakarta, baik itu berupa anggaran, ataupun fasilitas yang diberikan untuk pelaksanaan program. Kedua elemen ini sangat penting untuk penentu keberhasilan program WBMH ini.” (Wawancara Informan 4, tanggal 17 Desember 2015) Hal lain di sampaikan oleh Informan 2, yang menyatakan bahwa masyarakat merupakan faktor yang paling penting untuk keberhasilan program ini, dan tugas pemerintah untuk mengawasi pelaksanaan program WBMH: “Masyarakat itu sendiri, karena program ini merupakan program swadaya, jadi sepenuhnya program ini dilaksanakan oleh masyarakat, pemerintah mengawasi pelaksanaan program dengan melakukan monitoring evaluasi terhadap pelaksanaan program WBMH.” (Wawancara Informan 2, tanggal 14 Maret 2014) Hal yang berbeda di sampaikan oleh Informan 3, yang menyatakan bahwa masyarakat dan pemerintah menjadi faktor penting untuk pelaksanaan program WBMH, dan harus berjalan seiringan:
125
“Masyarakat, tetapi dukungan dari pemerintahnya juga sangat perlu, walaupun ini hanyalah program swadaya tetapi kalau pemerintah tidak mendukung itu tidak akan berjalan mulus. Yah contohnya dalam hal anggaran, jika kita hanya mengandalkan anggaran yang didapat dari masyarakat, itu tidak akan cukup untuk membiayai pelaksanaan program WBMH ini.” (Wawancara Informan 3, tanggal 17 Desember 2015) Masyarakat merupakan faktor penting dalam penentu keberhasilan program WBMH ini, namun dukungan dan perhatian dari pemerintah DKI Jakarta juga sangat diperlukan, meskipun program WBMH ini merupakan program yang dilakukan secara swadaya yang dilakukan masyarakat. Kemudian faktor penghambat keberhasilan program WBMH disampaikan oleh Informan 1, yang menyatakan: “Sebenarnya masih banyak sekali yang menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan program WBMH ini, dari mulai sarana yang kita miliki untuk kegiatan ini sangat sedikit, kemudian fasilitas seperti buku-buku pelajaran yang ada tidak lengkap, tenaga pendidik yang tidak mencukupi, dari kesadaran orangtua dan juga anak. Dan yang paling utama ya masalah anggaran itu sendiri yang jumlahnya tidak mencukupi untuk pembiayaan program WBMH ini, walaupun kawan-kawan Satgas tidak digaji, minimal kita menyediakan makan dan minum untuk kawan Satgas, dan itu semua kan memakai anggaran.” (Wawancara Informan 1, tanggal 14 Desember 2015) Hal yang tidak jauh berbeda di sampaikan oleh Informan 9, yang menyatakan: “Kalau hambatan pastinya banyak sekali yang kita hadapi, kekurangan tenaga pengajar, kesadaran dari orangtua yang cenderung kurang memperhatikan pendidikan anaknya, fasilitas dan sarana untuk program WBMH yang masih minim sekali. Peran dan dukungan dari pemerintahnya sendiri, yang kalau kita bilang itu tidak ada sama sekali.” (Wawancara Informan 9, tanggal 15 Desember 2015) Hal serupa disampaikan oleh Informan 10 selaku Satuan Tugas program WBMH, yang menyatakan:
126
“Banyak sekali hambatan dalam pelaksanaan kegiatan program WBMH ini, yang paling penting sih masih kurangnya kesadaran orangtua dan tidak adanya dukungan dari pemerintah.” (Wawancara Informasi 10, tanggal 16 Desember 2015) Masih banyaknya faktor yang menjadi kendala dalam pelaksanaan program
WBMH di
Kecamatan Menteng, menjadi
penghambat
untuk
keberhasilan program WBMH ini, salah satunya adalah kurangnya dukungan dari Pemerintah DKI Jakarta dalam pelaksanaan Program WBMH, salah satunya di ungkapkan oleh Informan 3, yang menyatakan: “Yah salah satunya kurangnya peran pemerintah itu, kita kan tidak bisa jalan sendiri untuk menjalankan program ini, program WBMH ini bagus sekali memang, banyak masyarakat yang antusias pada program ini, tapi kalau pemerintah cuek atau cuma memberikan kebijakan saja tapi tidak diperhatikan, sama saja bohong.” (Wawancara Informan 3, tanggal 17 Desember 2015) Lingkungan politik yang berubah juga menjadi faktor hambatan dalam pelaksanaan program WBMH di Kecamatan Menteng, sebagaimana dijelaskan oleh Informan 1, bahwa: “Lingkungan politik juga menjadi pengaruh dalam pelaksanaan program, contohnya, seperti ibu Camat yang sebelumnya menjabat, sangat mendukung sekali pelaksanaan program WBMH ini, sedangkan kalau Camat yang sekarang ini jauh berbeda dengan Camat yang dulu.” (Wawancara Informan 1, tanggal 14 Desember 2015) Hal yang sama di ungkapakan oleh Informan 4, yang menyatakan bahwa lingkungan politik bisa menjadi hambatan dalam pelaksanaan suatu program. “Lingkungan politik juga sangat berpengaruh untuk nasib suatu program, contohnya saja program WBMH ini. Program WBMH ini kan ditetapkan oleh Gubernur sebelumnya dan rencananya akan menerapkan di seluruh DKI Jakarta, namun ketika terjadi pergantian Gubernur, tidak ada tindak lanjut terhadap program ini.” (Wawancara Informan 4, tanggal 17 Desember 2015)
127
Kemudian kurangnya kesadaran dari orangtua akan pendidikan juga menjadi salah satu kendala dalam pelaksanaan program WBMH, hal tersebut di sampaikan oleh Informan 6, yang menyatakan: “Yah setiap hari kita capek juga kalau harus memberitahu kepada warga kalau jam segini mulai kegiatan WBMH, seharusnya kan para orangtuanya juga sudah mengertilah, tanpa harus disuruh-suruh lagi.” (Wawancara Informan 6, tanggal 17 Desember 2015) Hal lainnya juga disampaikan oleh Informan 1, yang menyatakan bahwa keterbatasannya anggaran untuk pemberian reward kepada anak-anak peserta didik yang berprestasi di sekolah: “Kemarin banyak anak yang datang kepada saya, yah kira-kira ada 20 anak, mereka menagih janji kepada saya kalau mereka dapat peringkat di kelas akan diberikan handphone, memang benar mereka dapat peringkat semua, tapi sayanya lagi tidak ada duit pak, yah itu semua saya lakukan juga untuk memberikan rangsangan atau stimulus kepada mereka agar lebih giat belajar lagi dan berprestasi. Karena kan mereka juga bosen kalau belajar terus, yah yang saya minta kepada pemerintah, minimal diberikan penghargaan atau reward kepada anak-anak yang berprestasi, agar semangat belajar mereka tuh tetap ada.” (Wawancara Informan 1, tanggal 14 Desember 2015) Berdasarkan pernyataan di atas, menunjukan bahwa masih banyak faktor yang menjadi hambatan dari pelaksanaan program WBMH, mulai dari kurangnya tenaga pendidik, kurangnya sarana dan prasarana, minimnya kesadaran orangtua akan pendidikan anak, dan tidak adanya dukungan dari pemerintah DKI Jakarta dalam pelaksanaan program ini. Kemudian monitoring evaluasi yang dilakukan oleh pemerintah di sampaikan oleh Informan 2, yang menyatakan: “Akan dilaksanakan monitoring oleh dinas pendidikan pada setiap bulannya pada setiap wilayah yang melaksanakan program WBMH.” (Wawancara Informan 2, tanggal 14 Maret 2014)
128
Gambar 4.15 Monitoring Evaluasi
Sumber: Pedoman Pelaksanaan Program WBMH Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta Namun hal tersebut tidak dibenarkan oleh Informan 1, yang menyatakan bahwa monitoring yang dilakukan oleh pemerintah hanya pada awal pelaksanaan program WBMH saja, tetapi tidak berlanjut setelahnya. “Memang ada beberapa orang dari Dinas Pendidikan yang datang untuk melihat kegiatan WBMH di Menteng ini, tapi itu cuma awalnya saja, kesininya tidak ada yang datang lagi.” (Wawancara Informan 1, tanggal 14 Desember 2015) Pernyataan tersebut juga selaras dengan Informan 6, yang menyatakan bahwa: “Ada memang pas awal pelaksanaan program ini, itu sekitar bulan Maret, tapi sampai sekarang belum ada orang dari dinas yang datang lagi.” (Wawancara Informan 6, tanggal 17 Desember 2015) Kemudian hal serupa juga disampaikan oleh Informan 5, yang menyatakan adanya monitoring evaluasi yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan, tetapi hanya dilakukan dua kali.
129
“Pernah, tapi seingat saya cuma 2 kali mereka datang kesini untuk melihat pelaksanaan WBMH.” (Wawancara Informan 5, tanggal 17 Desember 2015) Pernyataan tersebut dibenarkan oleh Informan 7, yang menyatakan bahwa benar telah dilakukannya monitoring evaluasi yang dilakukan dari Dinas Pendidikan. “Iyah pernah ada, dan saya juga pernah di tanyain juga mengenai pelaksanaan program WBMH ini.” (Wawancara Informan 7, tanggal 15 Desember 2015) Hal yang berbeda di ungkapkan oleh Informan 4, yang menyatakan bahwa tidak ada monitoring yang dilakukan dari pemerintah selama program WBMH berjalan. “Tidak ada selama ini orang dari pusat, ataupun dinas pendidikan yang datang lewat saya untuk menanyakan pelaksanaan program WBMH ini, mungkin kalau mereka turun langsung kelapangan, saya tidak tahu mengenai itu.” (Wawancara Informan 4, tanggal 17 Desember 2015) Pernyataan
tersebut
juga
disampaikan
oleh
Informan
3,
yang
membernarkan bahwa tidak ada monitoring evaluasi yang dilakukan, baik dari pemerintah DKI Jakarta maupun Dinas Pendidikan. “Tidak ada.” (Wawancara Informan 3, tanggal 17 Desember 2015) 4.4
Pembahasan Langkah selanjutnya dalam proses analisis data adalah melakukan
pembahasan terhadap hasil penelitian. Yang dimaksud pembahasan hasil penelitian yaitu penafsiran terhadap hasil akhir dalam melakukan pengujian data dengan teori dan konsep para ahli sehingga dapat mengembangkan teori atau bahkan menemukan teori serta mendeskripsikan dari hasil data dan fakta di
130
lapangan. Peneliti dalam hal ini menghubungkan temuan hasil penelitian di lapangan dengan tahapan-tahapan evaluasi program seperti tahap evaluasi konteks, evaluasi masukan, evaluasi proses, evaluasi hasli dan teori evaluasi program yang diperkenalkan Stufflebeam, yang mengungkapkan bahwa tahapan evaluasi program dimulai dari evaluasi konteks, kemudian berlanjut ke tahap evaluasi masukan, setelah itu berlanjut ke tahap evaluasi proses, dan pada tahap terakhir adalah evaluasi hasil. 4.4.1
Evaluasi Program Setelah melakukan penelusuran penelitian di lapangan dapat dilihat
evaluasi Peraturan Gubernur Nomor 22 tahun 2014 tentang program Wajib Belajar Malam Hari (WBMH) di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat dari tahaptahap evaluasi yang dilakukan dapat ditelaah sebagai berikut : 4.4.1.1 Evaluasi Konteks Pada tahap evaluasi konteks ini digunakan agar evaluator dapat mengidentifikasikan berbagai faktor manajemen, fasilitas kerja, peraturan, masyarakat, dan faktor lain yang berpengaruh terhadap program. Beberapa aspek yang ada dalam evaluasi konteks tersebut, antara lain: A.
Latar belakang pelaksanaan program WBMH Untuk mewujudkan tujuan dan strategi dalam penyelenggaraan dan
pengelolaan pendidikan, diperlukan pengaturan agar terpenuhi hak-hak dan kewajiban yang mendasar bagi warga masyarakat di bidang pendidikan. Salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah DKI Jakarta, adalah menerapkan Program Wajib Belajar Malam Hari atau lebih dikenal dengan WBMH.
131
Pemerintah DKI Jakarta menetapkan Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 tentang Wajib Belajar Malam Hari (WBMH). Peraturan ini dimaksudkan sebagai pedoman pelaksanaan program Wajib Belajar Malam Hari. Program Wajib Belajar Malam Hari adalah suatu kegiatan untuk menciptakan kondisi lingkungan yang ideal untuk mendorong proses pembelajaran anak dan warga yang berlangsung dalam suasana pembelajaran yang kondusif, untuk mencapai prestasi secara optimal. Adapun latar belakang diadakannya program WBMH yang disampaikan oleh Informan 1 selaku penanggungjawab program WBMH yang dilaksanakan di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat, adalah karena makin maraknya tingkat kekerasan terhadap anak, pola kenakalan remaja yang semakin tidak terkendali yang sering terjadi di daerah Ibukota Jakarta, menjadi salah satu faktor diadakannya program WBMH tersebut. Kemudian menurut Informan 2 selaku Staff Seksi Sarana & Prasarana Sekolah Dasar Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta menyatakan bahwa latar belakang diterapkannya program WBMH selain untuk mencegah anak menjadi korban kriminalitas di malam hari, program WBMH juga diharapkan akan membiasakan anak untuk selalu belajar khususnya di luar jam sekolah. Namun di sisi lain, banyak masyarakat yang beranggapan bahwa pelaksanaan dari program Wajib Belajar Malam Hari salah satunya disampaikan oleh Informan 10 selaku Satuan Tugas Pelaksana Program Jam Wajib Belajar Malam (JWBM) Kelurahan Pegangsaan, yang menyatakan bahwa program ini tidak akan berjalan dengan baik dan efektif. Karena masih banyak terdapat kelemahan dalam pelaksanaan program ini. Hal itu dapat dilihat dari waktu
132
pelaksanaan program tersebut, waktu belajar dilakukan dari pukul 19.00 sampai dengan pukul 21.00, dan setelah jam belajar itu berakhir, tidak ada jaminan bahwa anak akan kembali berkeliaran di luar rumah. B.
Tujuan program WBMH Tujuan dari program WBMH sendiri berasarkan Peraturan Gubernur
Nomor 22 Tahun 2014 tentang WBMH adalah untuk meningkatkan prestasi peserta didik di bidang akademiknya, kemudian sebagaimana diungkapkan oleh Informan 2 yang menyatakan bahwa tujuan dari pelaksanaan program ini tidak lain untuk meningkatkan potensi anak di sekolah, khususnya di bidang akademik dan mengembangkan minat anak dalam belajar. Tidak jauh berbeda dengan penjelasan oleh Informan 1 bahwa tujuan dari program WBMH ini adalah sematamata untuk meningkatkan kualitas dari peserta didik, khususnya prestasi di sekolah, kemudian dijelaskan jika tujuan lainnya untuk melindungi anak agar tidak menjadi korban dari tindakan kriminalitas yang kerap terjadi di malam hari. Adapun tujuan dari pelaksanaan program WBMH dalam pedoman pelaksanaan program WBMH Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta adalah dalam rangka meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) atau peserta didik, kemudian adalah untuk menciptakan dan membangun kesadaran masyarakat untuk peduli terhadap pendidikan anak-anak dan lingkungan. C.
Alasan pilot project (proyek percontohan) pada program WBMH Alasan dari pemberlakuan pilot project pada program WBMH adalah
untuk melihat keberhasilan program WBMH yang dilaksanakan, seperti yang telah dijelaskan oleh Informan 1 dan Informan 2, bahwa Pemerintah DKI Jakarta
133
menerapkan program WBMH ini sebagai program percontohan adalah untuk melihat sampai sejauh mana program WBMH ini mampu meningkatkan prestasi anak di bidang akademiknya dan untuk menilai apakah program WBMH ini akan efektif apabila dilaksanakan secara swadaya oleh masyarakat. Apabila tujuan dari program ini berhasil, maka rencana dari pemerintah selanjutnya adalah menerapkan program ini diseluruh wilayah DKI Jakarta. Program WBMH ini telah dilaksanakan semenjak bulan Oktober tahun 2013, namun sampai pada saat ini belum ada rencana dari pemerintah untuk menjadikan program ini sebagai program wajib yang dilaksanakan di seluruh wilayah DKI Jakarta. D.
Pemilihan lokasi proyek percontohan program WBMH Pemilihan wilayah-wilayah di DKI Jakarta yang dijadikan lokasi
percontohan untuk program WBMH adalah wilayah yang memiliki tingkat pastisipasi masyarakat yang tinggi terhadap suatu program yang dilaksanakan. Informan 1 menjelaskan bahwa Kecamatan Menteng di tunjuk untuk di jadikan lokasi percontohan program WBMH adalah karena di Kecamatan Menteng sudah menerapkan program yang serupa WBMH, dan program tersebut sudah dilaksanakan sebelum pemerintah mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 tentang Wajib Belajar Malam Hari. Dari penjelasan tersebut bisa dikatakan bahwa program WBMH ini di adopsi dari program yang ada di Kecamatan Menteng. Seperti yang telah di jelaskan oleh Informan 2, bahwa wilayah yang dijadikan lokasi percontohan untuk program WBMH masing-masing diterapkan
134
dua wilayah yang berada di enam wilayah kota administratif Jakarta dan wilayah yang dijadikan lokasi percontohan program WBMH adalah setingkat RT. Wilayah yang dijadikan lokasi percontohan adalah yang memiliki partisipasi masyarakat yang tinggi terhadap suatu program yang di laksanakan. Pemilihan lokasi percontohan untuk program WBMH ini cenderung hanya melihat kepada tingat partisipasi masyarakat, akan lebih baik lagi apabila program ini dilaksanakan tidak hanya pada wilayah yang sudah menjalankan program tersebut, tetapi juga pada wilayah-wilayah yang memiliki tingkat partisipasi masyarakat yang rendah, karena pemerintah akan lebih dapat melihat, meninjau dan membandingkan tingkat keberhasilan dari masing-masing wilayah yang menjalankan program WBMH tersebut. E.
Sosialisasi Program WBMH oleh Pemerintah DKI Jakarta kepada masyarakat. Pada tahap tahap sosialisasi program WBMH yang dilakukan Pemerintah
DKI Jakarta dengan penyebaran informasi secara berjenjang. Dimulai dari Dinas Pendidikan,
kemudian
Suku
Dinas
Pendidikan
setempat,
berlanjut
ke
Penanggungjawab program Kecamatan, hingga sampai kepada masyarakat, sebagaimana telah di jelaskan oleh Informan 2 dalam wawancara yang dilakukan peneliti. Namun kurangnya dukungan pemerintah dalam memberikan fasilitas berupa media informasi, seperti spanduk program guna mendukung proses sosialisasi agar maksimal dan sampai kepada seluruh masyarakat, hal tersebut di ungkapkan oleh Informan 2 yang menjelaskan bahwa, anggaran untuk mencetak spanduk dan lain-lain berasal dari uang pribadi, bukan dari anggaran yang di
135
berikan pemerintah untuk proses sosialisasi program WBMH. Salah satu tolak ukur keberhasilan sosialisasi yang terpenting adalah jika informasi sampai ke tingkat paling bawah dari sasaran program, yaitu para orangtua peserta didik beserta peserta didik yang mengikuti program WBMH. Proses sosialisasi seharusnya di lakukan oleh pemerintah secara maksimal, agar informasi yang diberikan sampai dengan menyeluruh, agar semua masyarakat dapat mengetahui tentang adanya program WBMH tersebut. Secara keseluruhan, prosedur evaluasi konteks adalah untuk melihat kekuatan dan kelemahan dari program yang akan di evaluasi, adapun alur kerja evaluasi konteks adalah: Evaluasi Konteks
Relevansi program
Instalasi Solusi
Menurut Stufflebeam (dalam Hasan 2008:216) tujuan evaluasi konteks yang utama ialah untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan yang dimiliki program WBMH. Dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan ini, evaluator dapat memberikan arah perbaikan yang di perlukan. Dalam melakukan evaluasi, evaluator harus dapat menemukan kebutuhan yang di perlukan evaluan. Oleh karena itu, evaluasi konteks ini sebagian tugasnya adalah melakukan need assessment. Selain dari need assessment, evaluasi konteks harus pula dapat memberikan pertimbangan apakah tujuan yang akan dicapai sesuai dengan need (kebutuhan) yang telah di identifikasi. Peneliti dalam tahap konteks ini menemukan beberapa permasalahan di lapangan, antara lain: (1) Ruang lingkup pelaksanaan program WBMH yang kecil, ruang lingkup yang hanya sebatas
136
lingkungan RT dinilai terlalu kecil untuk melaksanakan program percontohan, ada baiknya Pemerintah DKI menerapkan wilayah yang menjadi lokasi percontohan lebih besar, misalnya mencakup satu wilayah Kelurahan Pegangsaan, agar dampak dari program ini akan lebih terlihat apabila wilayah yang dijadikan lokasi percontohan lebih luas. (2) Waktu pelaksanaan program WBMH yang dinilai kurang efektif oleh sebagian peserta didik, karena banyaknya rutinitas disekolah yang menjadi alasan bagi peserta didik untuk tidak ikut dalam program WBMH ini, ada baiknya Pemerintah meninjau kembali pada Pergub no 22, untuk waktu pelaksanaan program WBMH, (3) Pemilihan wilayah lokasi percontohan yang dinilai kurang tepat, karena dilihat hanya berdasarkan kepada wilayah yang memiliki partisipasi masyarakat yang tinggi, ada baiknya wilayah yang dijadikan lokasi percontohan juga diterapkan pada wilayah-wilayah yang memiliki tingkat partisipasi masyarakat yang rendah, guna menjadi perbandingan tingkat keberhasilan program, dan (4) Kurangnya keseriusan dari Pemerintah DKI Jakarta dalam mensosialisasikan program WBMH kepada masyarakat. 4.4.1.2 Evaluasi Masukan Pada tahap evaluasi masukan ini di gunakan oleh Evaluator menentukan tingkat pemanfaatan berbagai faktor yang dikaji dalam konteks, dan pertimbangan mengenai ini menjadi dasar bagi evaluator untuk menentukan apakah perlu ada revisi atau penggantian. Adapun beberapa aspek yang di kaji dalam evaluasi masukan, antara lain:
137
A.
Sarana dan prasarana untuk kegiatan program WBMH Sarana yang digunakan untuk pelaksanaan program WBMH adalah
beruipa gardu ilmu, pendopo ilmu dan pos rw tergolong di dalam sarana dan prasaran lain yang mendukung kegiatan program WBMH sebagaimana tertuang dalam Peraturan Gubernur Nomor 22 tahun 2014, Pasal 7. Dan menurut penjelasan dari Informan 1 adalah bahwa sarana yang digunakan untuk pelaksanaan program WBMH adalah dengan memanfaatkan pos RW dengan pos-pos ronda yang ada, dan prasarana seperti buku, dapatkan dari sumbangan-sumbangan warga. Namun ukuran dari pos yang digunakan itu sangatlah kecil dan tidak dapat menampung peserta didik apabila jumlahnya banyak. Kurangnya buku-buku pelajaran juga menjadi kendala dalam pelaksanaan program WBMH di Kecamatan Menteng, karena seluruh buku-buku yang ada semuanya berasal dari sumbangan warga di Kecamatan Menteng. Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan dari Informan 4 selaku Kepala Seksi Pemberdayaan Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat Kelurahan Pegangsaan, bahwa perlunya bantuan dari pemerintah DKI Jakarta dalam membantu menyediakan sarana dan prasarana untuk pelaksanaan program WBMH di Kecamatan Menteng, karena jika hanya mengandalkan dari sumbangan warga saja, tidak akan mencukupi. Dari beberapa pernyataan di atas menunjukan bahwa pemerintah tidak menyediakan sarana dan prasarana untuk program WBMH. Meskipun program WBMH ini merupakan program swadaya, seharusnya pemerintah ikut mendukung dalam membantu menyediakan fasilitas untuk program WBMH, karena program WBMH ini merupakan kebijakan yang dibuat Pemerintah DKI Jakarta.
138
B.
Tenaga pendidik untuk kegiatan program WBMH Tenaga pendidik untuk program WBMH yang ada di Kecamatan Menteng
sendiri hanya ada 2 orang saja, yaitu bapak Zaky dan Ibu Pipit, mereka berdua bertugas sebagai guru pendamping dalam program WBMH. Sedangkan jumlah dari peserta didik yang ada di Kecamatan Menteng ada sekitar 75 anak. Kurangnya ketersediaan dari tenaga pendidik menjadi salah satu hambatan dalam pelaksanaan program WBMH di Kecamatan Menteng. Hal tersebut di jelaskan oleh Informan 9 selaku guru pendamping program WBMH di Kecamatan Menteng bahwa guru pendamping yang ada hanya ibu Pipit bersama bapak Zaky dan sebenarnya masih ada juga warga lainnya yang menjadi tenaga pengajar program jam malam, tetapi yang aktif mengajar hanya Ibu Pipit dan Bapak Zaky, hal tersebut karena kesibukan pekerjaan mereka atau hal lainnya. Tenaga pendidik yang menjadi guru pendamping program WBMH dilakukan secara sukarela, mungkin hal tersebut yang menjadi salah satu faktor kurangnya ketersediaan tenaga pengajar untuk program WBMH ini. Hal tersebut dibenarkan oleh Informan 1, dan juga lainnya yang membuat minimnya jumlah tenaga pendidik program WBMH adalah karena banyaknya kesibukan yang dihadapi warga yang menjadi tenaga pendidik, seperti pekerjaan dan lainnya. Kemudian kualitas dari tenaga pendidik yang ada tidak memenuhi standar untuk mengajar, seperti yang telah disampaikan oleh Informan 4 bahwa kualitas dari guru itu sangatlah penting, karena salah satu faktor yang menentukan prestasi peserta didik adalah kualitas dari guru yang baik. Sedangkan tenaga pendidik tidak memenuhi standar guru yang ada, kemudian tidak semua orangtua dari
139
peserta didik pernah duduk dibangku sekolah, ada juga yang dulunya tidak bersekolah. Bagaimana orangtua dari peserta didik akan membimbing atau memberikan pelajaran kepada anak mereka, sedangkan mereka
sendiri tidak
mengerti akan pelajaran yang ada di sekolah. C.
Sumber pembiayaan untuk pelaksanaan program WBMH Sumber pembiayaan atau anggaran untuk pelaksanaan program WBMH
didapatkan dari sumbangan warga ataupun dari dunia usaha luar, dalam program WBMH tersebut Pemerintah DKI Jakarta tidak mengeluarkan anggaran untuk pelaksanaan program, sebagaimana yang telah disampaikan oleh Informan 1. Program WBMH sendiri merupakan program swadaya yang dilaksanakan oleh warga, dan anggaran yang digunakan pun berasal dari warga masyarakat yang melaksanakan program WBMH. Namun didalam Peraturan Gubernur nomor 22 tahun 2014 pasal 12 di sebutkan bahwa biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan wajib belajar malam hari dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) melalui Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) SKPD/UKPD masing-masing yang terkait atau sumber lain yang sah dan tidak mengikat. Hal tersebut berbeda dengan yang ada di dalam pedoman pelaksanaan program WBMH oleh Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta bahwa biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan program WBMH berasal dari orangtua peserta didik, swadaya masyarakat, maupun sumber lain yang sah seperti dunia usaha, dan lain-lain. Perbedaan tersebut kemudian dijelaskan oleh Informan 2 yang menyatakan bahwa pelaksanaan WBMH masih sebatas percobaan, dan anggaran
140
untuk pelaksanaan program WBMH pun belum direncanakan dan belum masuk di dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA), oleh karena itu tidak ada anggaran dari Pemerintah DKI Jakarta untuk pelaksanaan program WBMH tersebut. Kurangnya dukungan dari Pemerintah DKI Jakarta untuk program WBMH, dari mulai penyediaan sarana dan prasarana, tenaga pendidik sampai dengan sumber pembiayaan untuk program WBMH semuanya berasal dari masyarakat. Program WBMH ini memang merupakan program swadaya, namun Pemerintah DKI Jakarta sebagai pembuat kebijakan seharusnya mendukung ketersediaan input (masukan) untuk program WBMH seperti, sarana dan prasarana, tenaga pendidik dan anggaran. Karena semua program yang dilaksanakan atau dijalankan, apabila kurang mendapatkan perhatian khususnya dari Pemerintah, program tersebut tidak akan berjalan dengan baik. Menurut Widyoko (2014:182) secara keseluruhan prosedur dalam evaluasi masukan adalah untuk menentukan sumber-sumber yang ada, alternatif apa yang akan diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai tujuan dari program yang di evaluasi, adapun alur kerja evaluasi masukan: Evaluasi Masukan
Sumber-sumber yang ada
Strategi Ditemukan
Evaluasi masukan penting dalam memberikan pertimbangan terhadap keberhasilan pelaksanaan suatu program. Stufflebeam (dalam Hamid Hasan 2008:217), memberikan alasan bahwa “orientasi utama evaluasi masukan ialah mengemukakan suatu program yang dapat mencapai apa yang diinginkan lembaga tersebut.” Program yang dimaksudkan adalah program yang membawa perubahan
141
berskala penambahan dan pembaharuan, seperti program WBMH. Dengan demikian evaluasi masukan tidak hanya melihat apa yang di lingkungan lembaga tersebut (baik material, maupun personal) tetapi juga harus dapat memperkirakan kemungkinan-kemungkinan yang akan dihadapi di waktu mendatang ketika suatu program diimplementasikan. Evaluator diharapkan dapat menentukan tingkat pemanfaatan faktor-faktor yang diidentifikasi dalam pelaksanaan suatu program. Adapun temuan lapangan yang peneliti dapatkan, antara lain: (1) Fasilitas sarana dan prasarana untuk program WBMH masih sangat minim, tidak adanya bantuan dari Pemerintah DKI Jakarta untuk membantu menyediakan sarana dan prasarana untuk kegiatan program WBMH tersebut, (2) Kurangnya jumlah tenaga pendidik yang ada di Kecamatan Menteng untuk program WBMH, kesibukan kerja dan rutinitas lainnya menjadi salah satu faktor kurangnya masyarakat yang ikut berminat untuk menjadi tenaga pendidik, hendaknya Pemerintah juga ikut memperhatikan keberadaan tenaga pendidik yang ada, karena apabila ketersediaan tenaga pendidik yang ada kurang memadai, hal ini akan berdampak pada kurang optimalnya kegiatan proses belajar mengajar, dan (3) Terbatasnya jumlah anggaran untuk pelaksanaan program WBMH di Kecamatan Menteng yang bersumber dari warga.
4.4.1.3 Evaluasi proses Pada tahap evaluasi proses ini di gunakan oleh evaluator untuk menentukan tingkat pemanfaatan berbagai faktor yang dikaji dalam konteks, dan pada tahap ini evaluator mengumpulkan berbagai informasi mengenai
142
keterlaksanaan
implementasi,
berbagai
kekuatan
dan
kelemahan
dalam
implementasi. Evaluator harus merekam berbagai pengaruh variabel input terhadap proses. Adapun beberapa aspek yang di kaji dalam evaluasi proses, antara lain: A.
Pelaksana program WBMH Pelaksana program WBMH berasal dari warga masyarakat dalam rangka
membantu kelancaran pelaksanaan kegiatan program WBMH bagi peserta didik, kemudian dibentuk satuan tugas yang dilakukan oleh warga masyarakat setempat, satuan tugas sebagaimana dimaksud bertugas untuk memastikan pelaksanaan kegiatan wajib belajar malam hari agar dapat berjalan dengan baik, dan memfasilitasi kebutuhan pelaksanaan kegiatan WBMH, sebagaimana telah disampaikan oleh Informan 10 bahwa pada dasarnya semua masyarakat ikut terlibat untuk melaksanakan kegiatan ini, mulai dari tingkat RW, RT, komunitaskpmunitas yang ada, karena program WBMH sendiri adalah program swadaya, sehingga semua elemen masyarakat didalamnya harus ikut berperan serta dalam pelaksanaan program WBMH, dan tugas dari satuan tugas yang dibentuk, bertugas hanya sebagai roh model atau panutan untuk pelaksanaan program WBMH tersebut. Namun seharusnya keterlibatan dari pihak Pemerintah DKI Jakarta diperlukan dalam pelaksanaan program WBMH tersebut, tidak semata-mata dilakukan oleh masyarakat saja. Keterlibatan dari Pemerintah DKI Jakarta dirasa sangat diperlukan, agar dapat melihat berbagai kelemahan dan kekurangan yang ada dalam pelaksanaan program WBMH di Kecamatan Menteng.
143
B.
Partisipasi peserta didik program WBMH Sebagaimana di jelaskan dalam Peraturan Gubernur nomor 22 tahun 2014
bahwa, warga belajar adalah peserta didik yang mengikuti program WBMH di bagi berdasarkan tingkat pendidikan yang ditempuh oleh peserta didik, mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Adapun usia dari peserta didik tersebut adalah berada pada usia 5 (lima) sampai dengan 18 (delapan belas) tahun. Jumlah peserta didik program WBMH di Kecamatan Menteng sendiri terdapat sekitar 75 anak yang terdiri dari peserta didik tingkat SD, SMP, dan SMA. Namun pada pelaksanaan program WBMH tersebut, tidak semua peserta didik yang hadir. Rendahnya jumlah peserta didik yang mengikuti program WBMH di sampaikan oleh Informan 6 yang mengatakan, masih sedikitnya jumlah anak yang mengikuti program WBMH ini, disebabkan karena peserta didik sudah lelah akan banyaknya rutinitas kegiatan di sekolah, kemudian masih ada beberapa peserta didik yang belum pulang dari sekolah karena masih ada pelajaran tambahan di sekolahnya. Masih banyaknya alasan yang dilontarkan oleh peserta didik agar tidak mengikuti program WBMH tersebut, menandakan bahwa masih kurangnya tingkat kesadaran dari peserta didik yang berdampak pada rendahnya partisipasi peserta didik untuk mengikuti program WBMH tersebut. C.
Mekanisme pelaksanaan program WBMH Adapun
mekanisme
pelaksanaan
program
WBMH
Mekanisme
pelaksanaan Program WBMH berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 tentang Wajib Belajar Malam Hari di Pasal 8, adalah:
144
1. Wajib belajar malam hari dilaksanakan setiap hari oleh peserta didik dimulai pada pukul 19.00 sampai dengan pukul 21.00, kecuali pada malam hari libur. 2. Tanda waktu dimulainya wajib belajar malam hari sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) sesuai dengan situasi dan kondisi setempat yang dilakukan oleh satuan tugas. 3. Setelah tanda waktu dimulainya wajib belajar malam hari sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) dilakukan: 4. Bagi peserta didik yang belajar diluar rumah didampingi dan dibimbing oleh fasilitator serta dilakukan tahapan sebagai berikut: a. Pengelompokan peerta didik berdasarkan satuan pendidikan; b. Mengidentifikasi materi yang diperlukan oleh peserta didik; dan c. Memfasilitasi sesuai kebutuhan peserta didik. 5. Bagi peserta didik yang belajar di rumah didampingi dan dibimbing oleh orang tua/wali dan/atau anggota keluarga lainnya serta dilakukan tahapan sebagai berikut: a. menghentikan seluruh kegiatan yang mengganggu pelaksanaan wajib belajar malam hari; b. Mengkondisikan peserta didik untuk belajar; dan c. Membantu peserta didik dalam menyelesaikan belajarnya. Untuk pelaksanaan kegiatan WBMH dilakukan setiap hari Minggu s/d Kamis pada pukul 19.00 s/d 21.00 WIB. Kegiatan WBMH dilakukan di rumah tinggal si peserta didik ataupun di tempat yang telah disediakan oleh masyarakat sebagai sarana yang di gunakan untuk kegiatan program WBMH. Kemudian untuk pelajaran diberikan adalah mengulang pelajaran di sekolah dan membahas PR yang diberikan oleh guru di sekolah, sebagaimana yang telah di sampaikan oleh Informan 9. Namun waktu pelaksanaan kerap dijadikan alasan bagi peserta didik yang tidak mengikuti program WBMH, karena dianggap berbenturan dengan kegiatan di sekolah, dalam hal ini Pemerintah sebagai pembuat kebijakan perlu mengkaji kembali waktu pelaksanaan program WBMH, agar dapat diikuti oleh seluruh peserta didik.
145
D.
Peran orangtua peserta didik program WBMH Peran dari orangtua sebagai garda terdepan dalam mengawasi anak dalam
menjalankan program ini, pengawasan dilakukan secara bersama, baik itu orangtua maupun masyarakat setempat. Sebagaimana tertuang dalam Peraturan Gubernur nomor 22 tahun 2014, yang menyatakan bahwa tugas atau peran dari orangtua dalam pelaksanaan program WBMH adalah sebagai fasilitator. Masih kurangnya peran serta dari orangtua peserta didik untuk ikut melaksanakan dan mengawasi program ini, menjadi kendala besar untuk keberhasilan program tersebut. Tentunya hal tersebut menjadi permasalahan yang penting untuk dikaji, mengingat peran dari orangtua sebagai fasilitator, dan bertugas untuk memotivasi semangat anak agar meningkatkan prestasi dalam bidang akademik dan memberikan situasi yang efektif bagi anak untuk belajar. Salah satu faktor penyebab dari kurangnya peran serta dari orangtua disampaikan Informan 10, yang menyampaikan bahwa kurangnya peran dari orangtua disebabkan oleh kesibukan kerja, kurangnya kepedulian orangtua terhadap prestasi anak. Adapun faktor lainnya adalah karena latar belakang pendidikan orangtua yang rendah, dan keadaan keluarga yang tidak harmonis, seperti yang telah disampaikan oleh Informan 1. Worthen & Sanders (dalam Widyoko 2014:182) menjelaskan bahwa Secara keseluruhan prosedur evaluasi proses adalah untuk mendeteksi atau memprediksi rancangan prosedur atau rancangan implementasi selama tahap implementasi, menyediakan informasi untuk keputusan program dan sebagai rekaman atau arsip prosedur yang telah terjadi.
146
Evaluasi Proses
Implementasi
Solusi Diperlukan
Dalam pelaksanaannya, evaluasi proses dari model CIPP bertujuan memperbaiki keadaan yang ada. Evaluator diminta untuk menetukan sampai sejauh mana rencana inovasi program dilaksanakan di lapangan, hambatanhambatan apa yang ditemui yang tak diperkirakan sebelumnya, dan perubahanperubahan apa yang harus dilakukan terhadap inovasi program tersebut. Informasi yang berhasil dikumpulkan, disajikan sebagai umpan balik bagi para pengelola dan staf. Dengan demikian, keputusan-keputusan yang diperlukan dalam usaha memperbaiki proses yang sedang berlangsung dapat dilaksanakan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti dalam hal ini melihat bahwa Program Wajib Belajar Malam Hari di Kecamatan Menteng masih menjumpai sejumlah hambatan dalam pelaksanaannya, antara lain: (1) Struktur organisasi pelaksana program WBMH di Kecamatan Menteng belum sesuai, apabila mengikuti struktur organisasi pelaksana yang ada dalam Pedoman Pelaksanaan Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, sekiranya biarlah struktur organisasi pelaksana yang ada di Kecamatan Menteng berjalan sebagaimana mestinya, karena melihat program WBMH ini sendiri merupakan program swadaya yang sepenuhnya dilaksanakan oleh masyarakat, (2) Masih rendahnya partisipasi peserta didik yang mengikuti program WBMH di Kecamatan Menteng, dibandingkan dengan jumlah peserta didik yang ada, dalam hal ini peneliti melihat salah satu faktor yang menyebabkan masih rendahnya partisipasi peserta didik yang mengikuti program WBMH adalah karena tidak adanya penghargaan atau reward yang diberikan bagi peserta didik
147
yang berprestasi, pemberian reward kepada peserta didik akan memberikan stimulus atau rangsangan yang positif kepada peserta didik untuk lebih semangat dalam belajar dan mengikuti program WBMH, pemberian penghargaan kepada peserta didik sendiri belum terlaksana karena keterbatasan anggaran yang ada, dan (3) Kurangnya peran serta dari orangtua peserta didik dalam pelaksanaan program WBMH di Kecamatan Menteng, jika melihat dari latar belakang pendidikan dari orangtua peserta didik yang masih rendah, tetapi hal itu bukanlah menjadi alasan bagi orangtua untuk tidak memperhatikan pendidikan untuk anaknya, dalam hal ini seharusnya Pemerintah DKI Jakarta bersama Satuan Tugas pelaksana di Kecamatan Menteng lebih mensosialisasikan lagi akan pentingnya pendidikan.
4.4.1.4 Evaluasi Hasil Pada tahapan evaluasi hasil ini di gunakan oleh evaluator untuk menentukan tingkat pemanfaatan berbagai faktor yang dikaji dalam konteks, dan evaluator
mengumpulkan
berbagai
informasi
mengenai
program,
membandingkannya dengan standar dan mengambil keputusan mengenai status program (direvisi, diganti, atau di lanjutkan). Adapun beberapa aspek yang di kaji dalam evaluasi hasil, antara lain: A.
Prestasi peserta didik program WBMH di bidang akademik Pada tingkat pencapaian prestasi peserta didik program WBMH di
Kecamatan Menteng, telah mengalami peningkatan pada bidang akademiknya di sekolah setelah mengikuti program WBMH. Hal itu di benarkan oleh Informan 1 yang menyatakan bahwa terjadi peningkatan prestasi peserta didik program
148
WBMH
di bidang akademik, karena setiap hari mereka selalu rutin untuk
mengikuti program WBMH. Hal tersebut menandakan bahwa program WBMH tersebut telah berhasil dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah DKI Jakarta, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Gubernur nomor 22 tahun 2014 bahwa, pelaksanaan program WBMH adalah sebagai acuan dalam pelaksanaan wajib belajar malam hari baik di rumah maupun di luar rumah dengan tujuan agar peserta didik dapat mencapai hasil belajar yang maksimal dan optimal sehingga dapat meningkatkan prestasi di bidang akademiknya. Namun masih ada juga beberapa peserta didik yang tidak mendapatkan peringkat di sekolahnya, tetapi program ini dinilai sangat bermanfaat untuk peserta didik, karena menambah wawasan dan ilmu pengetahuan untuk mereka, seperti yang telah disampaikan oleh Informan 13 selaku peserta didik program WBMH tingkat SMA yang menyatakan bahwa, walaupun tidak mendapakat peringkat di sekolah, tetapi setidaknya program ini berdampak positif untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan bagi peserta didik program WBMH. B.
Faktor pendukung keberhasilan program Dalam setiap pelaksanaan program, pastinya terdapat faktor-faktor yang
mempengaruhi keberhasilan, faktor tersebut sangat penting untuk mendukung keberhasilan suatu program yang dijalankan. Adapun yang menjadi faktor pendukung keberhasilan program WBMH adalah peran aktif masyarakat yang melaksanakan program dan dukungan dari Pemerintah DKI Jakarta untuk ikut serta mengawasi dan membantu pelaksanaan program WBMH. Seperti yang telah dijelaskan oleh Informan 1, bahwa yang menjadi faktor pendukung dalam
149
pelaksanaan program WBMH ini adalah masyarakat itu sendiri, karena program WBMH adalah program swadaya yang sepenuhnya dilaksanakan oleh masyarakat, jadi masyarakat yang seharusnya berperan aktif di dalam program tersebut. Tetapi dukungan dari pemerintah sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan program WBMH, karena program ini adalah program yang diterapkan oleh pemerintah DKI Jakarta. Menurutnya, meskipun program ini adalah swadaya, tetapi jika tidak adanya dukungan dari pemerintah DKI Jakarta, program WBMH tersebut tidak akan berjalan dengan efektif. Peran aktif dari masyarakat dan dukungan dari Pemerintah DKI Jakarta harus berjalan secara bersama, dan tidak dapat dipisahkan, walaupun merupakan program swadaya. Kedua elemen tersebut merupakan faktor penting dalam pelaksanaan program WBMH, agar berjalan sesuai dengan yang diharapakan oleh Pemerintah DKI Jakarta. C.
Faktor penghambat pelaksanaan program WBMH Adapun yang menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan program
WBMH di Kecamatan Menteng yang pertama adalah kurangnya sumber daya manusia sebagai tenaga pendidik untuk program WBMH. Jumlah tenaga pendidik yang aktif sebagai guru pendamping
pada program WBMH di Kecamatan
Menteng sendiri hanya terdapat 2 orang dan kualitas dari tenaga pendidik tersebut kurang memenuhi standar untuk mengajar, menurut Informan 4, membenarkan bahwa di Kecamatan Menteng kekurangan tenaga pendidik untuk program WBMH, kekurangan tenaga pendidik tersebut menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan program WBMH.
150
Terbatasnya anggaran untuk pelaksanaan program WBMH, karena anggaran yang ada hanya bersumber pada warga, sedangkan kondisi ekonomi masyarakat di Kecamatan Menteng tergolong rendah, seperti yang dijelaskan oleh Informan 1, yang menyatakan bahwa jumlah anggaran yang ada tidak mencukupi untuk pelaksanaan program WBMH, karena tidak ada bantuan anggaran yang di keluarkan oleh Pemerintah DKI Jakarta untuk pelaksanaan program WBMH. Kemudian menurutnya, bahwa segala sesuatu dalam pelaksanaan program WBMH tersebut membutuhkan anggaran, seperti penyediaan fasilitas untuk belajar, pemberian penghasrgaan pada peserta didik yang berprestasi dan biayabiaya yang dikeluarkan lainnya untuk pelaksanaan program WBMH tersebut. Lingkungan politik juga menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan program WBMH, sebagaimana di ungkapakan oleh Informan 1, bahwa pergantian Camat yang terjadi di Kecamatan Menteng mempengaruhi keberlangsungan program WBMH, karena dinilai bahwa Camat yang sebelumnya mendukung penuh pelaksanaan program WBMH di Kecamatan Menteng. Sedangkan Camat yang sekarang menggantikan jabatan, di nilai kurang memperhatikan dan mendukung pelaksanaan program WBMH di Kecamatan Menteng. Hal tersebut dibenarkan juga oleh Informan 4, bahwa lingkungan politik sangat mempengaruhi pelaksanaan program, seperti halnya program WBMH yang dibuat dan diterapkan oleh Gubernur DKI Jakarta sebelumnya, dan ketika pergantian jabatan Gubernur DKI Jakarta yang baru, program WBMH tersebut dirasa sudah tidak diperhatikan oleh Pemerintah DKI Jakarta.
151
D.
Monitoring evaluasi yang dilakukan terhadap program WBMH Monitoring yang dilaksanakan oleh pemerintah DKI Jakarta bertujuan
untuk
mengawasi
pelaksanaan
program
WBMH,
untuk
meminimalkan
penyimpangan dalam pelaksanaan program ini, sebagaimana dijelaskan dalam pedoman program pelaksanaan program WBMH oleh Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta. Monitoring dilaksanakan oleh Pemerintah DKI Jakarta melalui Dinas Pendidikan atau Suku Dinas Pendidikan yang terkait, dan waktu pelaksanaan monitoring dilakukaan setiap bulannya, seperti yang telah disampaikan oleh Informan 2. Namun pada kenyataannya, monitoring yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan hanya dilaksanakan pada awal diterapkannya program WBMH. Tidak ada lagi monitoring yang dilakukan oleh pemerintah DKI Jakarta terhadap program WBMH di Kecamatan Menteng. Hal tersebut di benarkan oleh Informan 5, yang mengungkapkan bahwa hanya dua kali dilakukan monitoring oleh Dinas Pendidikan di Kecamatan Menteng, dan itupun pada awal pelaksanaan program WBMH. Monitoring evaluasi merupakan sesuatu hal yang wajib dan perlu untuk dilakukan, karena dari monitoring evaluasi itulah Pemerintah DKI Jakarta dapat mengambil langkah dan memutuskan untuk kelanjutan program WBMH, apakah program tersebut akan tetap dilanjutkan dengan perubahan/revisi ataupun diberhentikan. Menurut Tayibnapis (2000:14) menjelaskan bahwa secara keseluruhan evaluasi proses membantu mengimplementasikan keputusan, sampai sejauh mana
152
rencana yang telah diterapkan? Apa yang harus direvisi?, adapun alur kerja evaluasi hasil. Dilanjutkan Evaluasi Hasil
Tujuan yang ditetapkan
Direvisi Diberhentikan
Stufflebeam (dalam Hamid Hasan 2008:219) mengatakan, evaluasi hasil adalah kegiatan evaluasi berikutnya dalam model CIPP. Tujuan utama dari evaluasi hasil adalah untuk menentukan sampai sejauh mana program yang diimplementasikan tersebut telah dapat memenuhi kebutuhan kelompok yang menggunakannya. Diharapkan hasil evaluasi memperlihatkan pengaruh program, baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung. Pada tahap evaluasi hasil ini peneliti melihat, program WBMH yang dilaksanakan di Kecamatan Menteng telah berhasil mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu adalah untuk meningkatkan prestasi peserta didik di bidang akademik. Tetapi dalam pelaksanaannya di lapangan masih terdapat beberapa masalah yang dihadapi, antara lain dapat dilihat dari faktor-faktor yang menghambat keberhasilan program secara keseluruhan, yaitu: (1) Kurangnya ketersediaan sumber daya manusia di Kecamatan Menteng sebagai tenaga pendidik pada program WBMH, jumlah tenaga pendidik yang ada tidak sebangding dengan jumlah peserta didik yang ada, (2) Tebatasnya dana anggaran yang ada untuk pelaksanaan program WBMH, karena sumber anggaran sepenuhnya
diperoleh
dari
masyarakat, sedangkan lingkungan ekonomi
masyarakat di Kecamatan Menteng sendiri tergolong rendah, (3) Lingkungan
153
politik yang berubah di Kecamatan Menteng, ikut mempengaruhi kelangsungan program WBMH, (4) Pelaksaan program WBMH di Kecamatan Menteng sudah tidak berjalan dengan baik seperti pada awal penerapan program WBMH di Kecamatan Menteng, karena tidak ada lagi perhatian dari Pemerintah DKI Jakarta terhadap pelaksanaan program WBMH di Kecamatan Menteng, dan (4) Monitoring evaluasi yang dilakukan Pemerintah DKI Jakarta tidak berjalan dengan baik, tahap monitoring yang direncanakan oleh Pemerintah akan berlangsung setiap bulannya, tidak berjalan dengan baik. Program WBMH mulai dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 dan merupakan pilot project atau proyek percontohan pada tahap uji coba di beberapa wilayah Jakarta. Apabila program tersebut berjalan baik dan efektif dalam meningkatkan minat belajar dan prestasi anak, maka target Pemerintah DKI Jakarta akan menerapkan program Wajib Belajar Malam Hari di seluruh wilayah DKI Jakarta. Pelaksanaan program WBMH di Kecamatan Meneteng sendiri sudah berjalan sejak tahun 2011, dan itu pun jauh sebelum Pemerintah DKI Jakarta memberlakukan kebijakan program WBMH, jadi bisa dikatakan bahwa Pemerintah DKI Jakarta mengadopsi program WBMH tersebut dari Kecamatan Menteng. Permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan program WBMH di Kecamatan Menteng dikarenakan pengaruh berbagai variabel yang kompleks, baik variabel individual ataupun variabel organisasional. Masing-masing variabel pengaruh tersebut saling beketerkaitan satu sama lain.
154
Tabel 4.6 Ringkasan Pembahasan No. 1.
2.
3.
Evaluasi Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Wajib Belajar Malam Hari di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat a. Latar belakang pelaksanaan a. Program swadaya Konteks program WBMH yang dilaksanakan oleh masyarakat b. Tujuan program WBMH b. Untuk meningkatkan prestasi peserta didik di bidang akademik c. Alasan pilot project (proyek c. Untuk dilakukan uji percontohan) pada program publik oleh WBMH pemerintah DKI Jakarta d. Pemilihan lokasi proyek d. Berdasarkan kepada percontohan program WBMH wilayah yang memiliki partisipasi masyarakat yang tinggi e. Sosialisasi Program WBMH oleh e. Kurang seriusnya Pemerintah DKI Jakarta kepada pemerintah DKI masyarakat. Jakarta untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat a. Sarana dan prasarana untuk a. Kurang memadai Masukan kegiatan program WBMH b. Tenaga pendidik untuk kegiatan b. Minimnya jumlah program WBMH tenaga pendidik yang ada c. Sumber pembiayaan untuk c. Swadaya dari pelaksanaan program WBMH masyarakat a. Struktur Organisasi Pelaksana a. Belum sesuai Proses program WBMH dengan pedoman pelaksanaan Dinas Pendidikan Prov. DKI Jakarta b. Partisipasi peserta didik program b. Masih rendah WBMH c. Mekanisme pelaksanaan program c. Sudah berjalan baik WBMH d. Peran orangtua peserta didik d. Kurangnya peran program WBMH orangtua peserta didik
155
4.
Hasil
a. Prestasi peserta didik program WBMH di bidang akademik b. Faktor pendukung keberhasilan program
c. Faktor penghambat pelaksanaan program WBMH
d. Monitoring evaluasi yang dilakukan Pemerintah terhadap program WBMH
a. Terdapat peningkatan prestasi peserta didik di bidang akademik b. Peran aktif dari masyarakat dan dukungan dari Pemerintah DKI Jakarta c. Lingkungan politik yang berubah, sarana dan prasarana yang kurang memadai, terbatasnya anggaran untuk pelaksanaan program. d. Tidak berjalan
BAB V PENUTUP
5.1
Kesimpulan Penelitian mengenai Evaluasi Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014
Tentang Wajib Belajar Malam ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pelaksanaan program WBMH di Kecamatan Menteng ini belum sepenuhnya berhasil mencapai tujuan, karena dalam tahapan pelaksanaan program WBMH tersebut masih terdapat banyak kendala yang terjadi. Tahapan pelaksanaan program WBMH dimulai dari sosialisasi, penyediaan sarana dan prasarana, sumber pembiayaan program WBMH, dan monitoring evaluasi yang dilakukan Pemerintah DKI Jakarta. 2. Masih banyak terdapat kekurangan didalam Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 tentang wajib belajar malam hari sebagai acuan dalam pelaksanaan program WBMH di Kecamatan Menteng. 3. Kebijakan Program Wajib Belajar Malam Hari (WBMH) di Kecamatan Menteng dari sisi substansinya dapat dikategorikan sebagai kebijakan yang berfungsi untuk melaksanakan fungsi Pemerintah di bidang pemberdayaan masyarakat
tetapi
implementasi
keterlibatan
Pemerintah
DKI
kebijakannya
Jakarta
dan
kurang
warga
didukung oleh
masyarakat
dalam
melaksanakan Program Wajib Belajar Malam Hari tersebut. Dampak lemahnya kebijakan tentang pelaksanaan Program Wajib Belajar Malam Hari (WBMH) berakibat pada lemahnya pelaksanaan dan penyebarluasan Program WBMH
156
157
Kecamatan Menteng di tengah-tengah masyarakat. Masih banyak masyarakat yang belum mengetahui esensi dari Program WBMH yang dicanangkan oleh Pemerintah DKI Jakarta dan sosialisasi program WBMH belum dilakukan secara maksimal.
5.2
Saran Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian diatas, maka
peneliti memberikan beberapa saran yang dapat dijadikan masukan dan bahan pertimbangan bagi evaluasi Peraturan Gubernur nomor 22 tahun 2014 tentang Wajib Belajar Malam Hari di Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat. Adapun saransaran tersebut yaitu : 1.
Bagi Pemerintah DKI Jakarta beserta Dinas Pendidikan ataupun Suku Dinas Pendidikan Jakarta Pusat hendaknya meninjau kembali Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2014 tentang Wajib Belajar Malam Hari (WBMH), mulai dari waktu pelaksaan program, struktur pelaksana kegiatan program, sarana dan prasarana pendukung, sampai dengan anggaran untuk pelaksanaan program, agar program swadaya ini dapat berjalan baik dan optimal di masyarakat. Manajemen pengawasan program juga menjadi sisi yang harus mendapat
perhatian
serius,
hal
ini
dilakukan
agar
meminimalisir
penyimpangan yang terjadi dalam program WBMH, selain itu pengawasan program dapat berlangsung lebih efektif, kemudian Program Wajib Belajar Malam Hari harus menjadi prioritas kebijakan pemerintah DKI Jakarta dengan konsekuensi logis harus menjadi prioritas kerja dan prioritas anggaran
158
dan perlu disusun strategi pelaksanaan Program WBMH secara partisipatif berbasis ide-ide dan potensi masyarakat. 2.
Bagi satuan tugas pelaksana program WBMH di Kecamatan Menteng, harus menyiapkan sumberdaya yang memadai dan kompeten. Bagaimanapun pihak Satuan tugas yang lebih mengetahui kondisi di Kecamatan Menteng dibandingkan dengan Pemerintah atau Dinas Pendidikan, kemudian diperlukan sinergitas Program WBMH dengan Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) terkait serta sektor swasta,
3.
Bagi tenaga pendidik program WBMH di Kecamatan Menteng hendaknya dapat kembali memaknai julukan yang sangat melekat dengan profesi seorang guru laksana pahlawan tanpa tanda jasa. Guru adalah pelita bagi anak-anak Indonesia mengejar cita-citanya. Olehnya itu butuh ketulusan dan semangat pengabdian yang tinggi dalam melaksanakan segala tanggungjawab yang diberikan, tidak terkecuali dalam program WBMH ini. Jika memang belum ada fasilitas atau insentif khusus dari bergulirnya program WBMH ini, diharapkan tenaga pendidk tetap pada motivasi yang tinggi dalam mensukseskan program WBMH.
4.
Bagi orangtua peserta didik, hendaknya harus lebih memperhatikan dan memahami bahwa pendidikan sangat penting untuk anak, karena dengan pendidikan yang baik akan tercipta generasi yang unggul dan kompeten.
5.
Bagi peserta didik sendiri harusnya lebih mengingat kembali pada cita-cita yang diharapkan. Untuk mencapai itu, pendidikan merupakan jalan untuk meraihnya, tidak ada kata lelah dan tidak ada kata berhenti untuk belajar.
159
6. Bagi masyarakat khususnya di Kecamatan Menteng, untuk ikut berpartisipasi dan mendukung pelaksanaan program WBMH. Program swadaya ini tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya peran aktif dari masyarakat sendiri.
DAFTAR PUSTAKA Arifin, Zaenal. 2009. Evaluasi Pembelajaran: Prinsip, Teknik, dan Prosedur. Bandung: Remaja Rosdakarya Arikunto, Suharsimi. 2004. Evaluasi Program Pendidikan: Pedoman Teoritis Praktis bagi praktisi pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara _______, Suharsimi. 2009. Evaluasi Program Pendidikan: Pedoman Teoritis Praktis bagi praktisi pendidikan. Cetakan kedua, Jakarta: Bumi Aksara Fuad dan Nugroho. 2012. Panduan Praktis Penelitian Kualitatif. Serang: Fisip Untirta Press Hasan, Hamid. 2008. Evaluasi Kurikulum. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Irawan, Prasetya. 2006. Penelitian Kualitatif & Kuantitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial, Jakarta: Departemen Ilmu Administrasi FISIP-UI. Miles, Matthew dan Michael Huberman. 2009. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI Press Moleong, Lexy. 2006. Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Silalahi, Ulber. 2010. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Aditama Sudjana, Djuju. 2006. Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta _______ . 2008. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: CV. Alfabeta _______ . 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung: CV. Alfabeta _______ . 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Cetakan kelima belas, Bandung: CV. Alfabeta Tayibnapis, Farida Yusuf. 2000. Evaluasi Program. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Widyoko, Eko Putro. 2014. Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Dokumen - Dokumen: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Sistem Pendidikan Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Wajib Belajar Malam Hari Pedoman Pelaksanaan Program Wajib Belajar Malam Hari Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta Sumber Lain: Prayoga, Agryan Wahyu. 2013. Implementasi Program Kartu Jakarta Pintar Pada Jenjang Pendidikan SMA/SMK di Kecamatan Kalideres Kota Adminstrasi Jakarta Barat. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Aprisia, Triana. 2014. Evaluasi Program Jam Belajar Masyarakat (JBM) di Kota Metro. Universitas Lampung Wulanuari, Yasica Pratama. 2012. Efektifitas Implementasi Program Gerakan Wajib Jam Belajar (GWJB) di Kelurahan Semanggi, Kecamatan Kliwon, Kota Surakarta. Universitas Sebelas Maret Surakarta Yuniarti, Andrian. 2012. Pelaksanaan Jam Wajib Belajar Berdasarkan Peraturan Walikota Nomor 17 Tahun 2009 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Program Kota Mojokerto Berlingkungan Pendidikan (PKMBP) di Kota Mojokerto. Universitas Negeri Malang
Web: http://megapolitan.kompas.com/read/2013/10/08/0920254/Kenakalan.Remaja.Makin. Mencemaskan 9 November 2014 http://m.news.viva.co.id/cangkang/haji2014/read/446659-menangkal-tabrakan-mautaqj-dengan-jam-malam--efektifkahhttp;//beritasatu.co.id/dampakpemberlakuanjamwajibbelajarmalam 11 Oktober 2013
CATATAN LAPANGAN
NO
TANGGAL
WAK TU 13.02
TEMPAT
HASIL
INFORMAN
1
5 Februari 2014
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa KESBANGP OL Provinsi Banten KESBANGP OL Provinsi DKI Jakarta Kantor Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta
Surat Izin Penelitian
-
2
6 Februari 2014
15.00
Surat Izin Penelitian
-
3
25 Februari 2014
11.01
Surat Izin Penelitian
-
4
26 Maret 2014
10.12
5
16 Oktober 2014
13.33
Kantor Kelurahan Pegangsaan
6
16 Oktober 2014
15.27
7
13 Maret 2015
10.59
Kantor Pos RW 06 Kelurahan Pegangsaan Kantor Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta
Wawancara, Staff Seksi Pedoman Sarana dan Pelaksanaan Prasarana SD Program WBMH, Pergub No 22 Tahun 2014 Observasi Penanggung Wawancara Jawab Program Awal WBMH KEcamatan Menteng Observasi, Guru Wawancara Pendamping awal Program WBMH Observasi, Staff Seksi Wawancara Sarana dan Prasarana SD
8
14 Maret 2015
14.33
Kantor Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta Kantor Kelurahan Pegangsaan Rumah Ibu Tati
Konfirmasi Memberchek
Staff Seksi Sarana dan Prasana SD
9
14 Desember 2015
11.20
Wawancara,
13.34
Rumah Ibu Pipit
Wawancara
16 Desember 2015
09.12
Wawancara
13
16 Desember 2015
11.46
Kantor Sekretariat RW 01 Kelurahan Pegangsaan Rumah Bapak Tiri
Penanggung Jawab Program WBMH Ketua Pelaksana Progran WBMH Guru Pendamping Program WBMH Satuan Tugas Program WBMH
10
15 Desember 2015
12.19
11
15 Desember 2015
12
14
16 September 2015
13.16
Rumah Ibu Rusmini
Wawancara
15
16 Desember 2015
14.37
Wawancara,
16
17 Desember 2015
09.46
Halaman Kantor Sekretariat RW 06 Kelurahan Pegangsaan Pasar Cikini Kecamatan Menteng
Wawancara
Wawancara
Wawancara,
Orangtua Peserta Didik Program WBMH Orangtua Peserta Didik Program WBMH Peserta Didik Program WBMH Tingkat SMA
Sekretaris Kelurahan Pegangsaan
17
17 Desember 2015
11.47
Kantor Kelurahan Pegangsaan
Wawancara
Kasie Pemberdayaan Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat
18
17 Desember 2015
13.05
Wawancara
Ketua RW 06 Kelurahan Pegangsaan
19
17 Desember 2015
15.05
Wawancara
20
17 Desember 2015
16.09
Kantor Sekretariat Rw 06 Kelurahan Pegangsaan Kantor Kelurahan Pegangsaan Kantor Kelurahan Pegangsaan
21
20 Desember 2015
10.02
Wawancara
22
20 Desember 2015
13.15
23
20 Desember 2015
13.42
24
14 Januari 2016
08.33
Halaman Monumen Proklamasi Kecamatan Menteng Halaman Monumen Proklamasi Kecamatan Menteng Halaman Monumen Proklamasi Kecamatan Menteng Kantor Kelurahan Pegangsaan
Ketua RT 012 Kelurahan Pegangsaan Ketua PKK RW 06 Kelurahan Pegangsaan Peserta Didik Program WBMH Tingkat SMA
Wawancara
Wawancara
Peserta Didik Program WBMH Tingkat SMP
Wawancara
Peserta Didik Program WBMH Tingkat SD
Konfirmasi Memberchek
Penanggung Jawab Program WBMH Kecamatan
25
15 Januari 2016
11.47
Kantor Kelurahan Pegangsaan
Konfirmasi Memberchek
26
15 Januari 2016
13.45
Kantor Kelurahan Pegangsaan
Konfirmasi Memberchek
27
15 Januari 2016
14.15
Rumah Ibu Tati
Konfirmasi Membercheck
28
15 Januari 2016
15.01
Rumah Ibu Pipit
Konfirmasi Membercheck
29
16 Januari 2016
09.15
Konfirmasi Membercheck
30
16 Januari 2016
09.30
31
16 Januari 2016
10.14
32
16 Januari 2016
10.36
33
17 Januari 2016
13.47
Kantor Sekretariat RW 01 Kelurahan Pegangsaan Kantor Sekretariat RW 01 Kelurahan Pegangsaan Kantor Sekretariat RW 01 Kelurahan Pegangsaan Kantor Sekretariat RW 01 Kelurahan Pegangsaan Halaman Monumen Proklamasi
Menteng Kasie Pemberdayaan Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat Ketua RT 12/06 Kelurahan Pegangsaan Ketua Pelaksana Program WBMH Guru Pendamping Program WBMH Sekretaris Kelurahan Pegangsaan
Konfirmasi Membercheck
Ketua RW 06 Kelurahan Pegangsaan
Konfirmasi Membercheck
Ketua PKK RW 06 Kelurahan Pegangsaan
Konfirmasi Membercheck
Satuan Tugas Program WBMH
Konfirmasi Membercheck
Peserta Didik Program WBMH
34
17 Januari 2016
13.55
35
17 Januari 2016
14.03
36
20 Januari 2016
10.17
37
20 Januari 2016
15.40
Kelurahan Pegangsaan Halaman Monumen Proklamasi Kelurahan Pegangsaan Halaman Monumen Proklamasi Kelurahan Pegangsaan Rumah Ibu Rusmini Rumah Bapak Tiri
Tingkat SMA Konfirmasi Membercheck
Peserta Didik Program WBMH Tingkat SMP
Konfirmasi Membercheck
Peserta Didik Program WBMH Tingkat SD
Konfirmasi Membercheck
Orangtua Peserta Didik Program WBMH Orangtua Peserta Didik Program WBMH
Konfirmasi Membercheck
DOKUMENTASI PENELITIAN
Wawancara dengan Penanggung Jawab Program WBMH Kecamatan Menteng
Wawancara ke Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta
Wawancara dengan Ketua pelaksana
Wawancara dengan Ketua RT 012/006
program WBMH Kecamatan Menteng
Kelurahan Pegangsaan
Wawancara dengan Kasie Pemberdayaan &
Wawancara dengan guru pendamping
Kesejahteraan Rakyat Kelurahan Pegangsaan
program WBMH Kecamatan Menteng
Wawancara Dengan Sekretaris Kelurahan
Wawancara dengan Ketua PKK RW 06
Pegangsaan
Kelurahan Pegangsaan
Wawancara dengan Ketua RW 06
Wawancara dengan tim Satgas Program
Kelurahan Pegangsaan
Wawancara dengan peserta didik program WBMH tingkat SMA
WBMH Kecamatan Menteng
Wawancara dengan peserta didik program WBMH tingkat SMP
Wawancara dengan orangtua peserta didik Program WBMH
Wawancara dan observasi awal Di Kelurahan Pegangsaan
Wawancara awal dengan guru pendamping program WBMH
Pelaksanaan Program WBMH di Kelurahan Pegangsaan
MEMBER CHECK
Nama
: Dadang Suherman
Pekerjaan
: Penanggung Jawab Program WBMH Kecamatan Menteng
KONTEKS 1. Q : Apa yang menjadi latar belakang diadakannya program WBMH tersebut? A. : Diadakan program WBMH untuk menghindari kejadian yang tidak diiginkan pada anak, seperti kasus kecelakaan kemarin terjadi pak, itu yang anaknya artis si A. Selain itu juga untuk meminimalisir kenakalan remaja yang sering terjadi, seperti tawuran, narkoba, dan lain-lain. 2. Q : Apa yang menjadi tujuan dari program WBMH? A. : Jika tujuan dari program WBMH ini adalah semata-mata untuk meningkatkan kualitas dari peserta didik, khususnya prestasi di sekolah. Kalau tujuan lainnya untuk menghindari anak agar tidak keluyuran atau pergi main malam hari. 3. Q : Alasan dilakukan pilot project pada program WBMH? A. : Program WBMH ini memang program percontohan yang dilakukan Pemerintah DKI Jakarta. Alasannya karena pemerintah ingin melihat apakah program ini berhasil atau tidak dalam meningkatkan prestasi anak di sekolah, pada daerah atau wilayah-wilayah yang menerapkan program
WBMH ini. Apabila tujuan dari program ini berhasil, maka rencana dari pemerintah akan menerapkan program ini diseluruh wilayah Jakarta. 4. Q : Bagaimana pemilihan lokasi yang dijadikan pilot project untuk program WBMH? A. : Kalau untuk pemilihan wilayah yang akan dijadikan lokasi percontohan program WBMH pastinya adalah wilayah yang memiliki tingkat partisipasi masyarakat yang tinggi, seperti di Kecamatan Menteng ini.” Dan pemberlakuan kegiatan WBMH di Kelurahan Pegangsaan, Kecamatan Menteng sendiri sebenarnya sudah ada selama empat tahun, tepatnya mulai ada semenjak tahun 2011, tetapi sebelum keluar Pergubnya, kegiatan Jam Malam ini belum rutin dilaksanakan, dan masih banyak warga yang belum melaksanakannya. 5. Q : Bagaimana sosialisasi yang dilakukan pemerintah terhadap program WBMH kepada masyarakat? A. : Untuk sosialisasinya sendiri kita lakukan dengan mengadakan pertemuan Orangtua dari peserta didik dan satuan tugas pelaksana program, kemudian kita memberikan penjelasan mengenai program WBMH ini. Ada juga kita memasang spanduk program WBMH, dan kita menempelkan stiker di rumah-rumah peserta didik, apabila ada Orangtua peserta didik yang tidak hadir dalam pertemuan tersebut tetap mengetahui tentang program ini. Tetapi spanduk dan stiker itu kita adakan dengan dana pribadi dari ibu Camat maupun masyarakat, pemerintah tidak menyediakan itu. Pemerintah
hanya sebatas memberikan pengarahan mengenai mekanisme pelaksanaan program WBMH saja, itupun hanya sekali dilakukan.
MASUKAN 6. Q : Bagaimana sarana dan prasarana yang digunakan untuk program WBMH di Kecamatan Menteng? A. : Untuk sarana yang digunakan, kita memanfaatkan pos RW dengan pospos ronda yang ada, kemudian kita hias sendiri pos-pos itu agar terlihat menarik dan untuk menambah semangat belajar juga untuk peserta didik. Tetapi kalau jumlah peserta didiknya banyak dan pos-pos itu tidak menampung lagi, terpaksa kita belajar dilapangan bulu tangkis yang ada. Dan prasarana seperti buku, kita dapatkan dari sumbangan-sumbangan warga, kemudian seperti meja belajar ada yang diberikan dari ibu Camat. Pemerintah sama sekali tidak menyediakan apapun. 7. Q : Siapa yang menjadi tenaga pendidik dalam program WBMH di Kecamatan Menteng? A. : Kalau untuk tenaga pengajar sendiri, kita menggunakan tenaga sukarela dari warga yang bersedia untuk menjadi guru pendamping kegiatan Jam malam. Di Kelurahan Pegangsaan sendiri ada beberapa warga yang menjadi guru pendamping, tetapi yang aktif mengajar hanya dua orang saja, yaitu Bapak Zaky dan Ibu Pipit. Karena beberapa orang yang lainnya yang menjadi guru pendamping lainnya masih punya kesibukan lain seperti pekerjaan dan lain-lain.
8. Q : Darimana sumber anggaran untuk pelaksanaan program WBMH berasal? A. : Untuk anggaran kita dapatkan dari masyarakat, tetapi yang paling sering menyumbang adalah ibu Camat, pak RW, bahkan saya sendiri pun juga ikut menyumbang, walaupun tidak banyak. Jumlahnya juga tidak tentu, karena untuk SatGas sendiri kan mereka juga butuh minum dan makan, dan untuk membeli minuman dan makanan butuh uang apalagi untuk menyediakan sarana dan prasarana kegiatan Jam Malam. Jujur saya baru tahu bahwa didalam PerGub itu, anggaran untuk kegiatan Jam Malam ini dibebankan pada APBD. Karena selama ini kita mendapatkan dana untuk pelaksanaan kegiatan Jam Malam ini dari swadaya, seperti yang saya jelaskan tadi.
PROSES 9. Q : Siapa yang menjadi pelaksana program WBMH di Kecamatan Menteng? A. : Yang menjadi pelaksana program yah semua masyarakat di Kelurahan Pegangsaan, mulai dari RW, RT, Orangtua, Guru, dan peserta didik sendiri. Mereka semua adalah SatGas pelaksana kegiatan Jam Malam. 10. Q : Siapa yang menjadi peserta didik dalam program WBMH di Kecamatan Menteng? A. : Peserta program ini adalah peserta didik yang berada dalam usia sekolah antara 5 (lima) sampai dengan 18 (delapan belas) tahun, berarti dari peserta didik tingkat SD sampai tingkat SMA.
Memang ada juga peserta didik yang tidak besekolah ikut kegiatan Jam Malam, artinya program ini bagus dong pak, karena disisi lain anak yang tidak dapat bersekolah, karena faktor ekonomi atau faktor lain pun dapat belajar bersama dengan anak-anak lainnya. 11. Q : Bagaimana mekanisme pelaksanaan program WBMH di Kecamatan Menteng? A. : Untuk pelaksanaan program WBMH kita lakukan pada hari-hari sekolah, dari hari minggu malam sampai kamis malam dari jam 7 sampai jam 9, dan untuk pelaksaannya sendiri, pertama kita turun kerumah-rumah peserta didik bersama teman-teman SatGas lain. Dengan membawa toa, kita ajak dan beritahu anak-anak bahwa sudah masuk jam belajar, kadangkadang kita juga putar lagu mars belajar untuk menandakan bahwa jam malam sudah dimulai. Kemudian kita kumpulkan anak-anak yang sudah ada ketempat yang sudah disediakan untuk belajar. 12. Q : Bagaimana partisipasi peserta didik dalam program WBMH di Kecamatan Menteng? A. : Cukup banyak anak yang ikut, yah ada sekitar 40 anak, tetapi memang masih banyak juga anak-anak yang tidak ikut. 13. Q : Bagaimana peran dari orangtua peserta didik dalam program WBMH di Kecamatan Menteng? A. : Jelas peran orangtua sangat penting dalam kegiatan jam malam ini, karena dari lingkungan keluarga itulah karakter anak dibentuk bang
kemudian dari lingkungan sekitar, apabila kegiatan ini berjalan namun tanpa peran serta dari orangtua, kegiatan ini akan menjadi sia-sia saja. Tugas orangtua disini kan sebagai fasilitator, yaitu mengawasi dan memotivasi anak agar belajar dengan baik. Alhamdulillah disini para orangtua sudah mulai peduli dengan pendidikan anak, tapi masih ada juga orangtua yang tidak peduli, mungkin karena mereka dulu tidak mendapatkan pendidikan atau karena hal lain. Banyak faktor yang mempengaruhi, contohnya ada orangtua yang kerja lembur sampai larut malam, ada orangtua yang tidak sekolah dan akibatnya dia bingung mau mengajarkan anak tuh apa, kemudian ada juga beberapa anak korban dari perceraian orangtua atau broken home.
HASIL 14. Q : Bagaimana prestasi peserta didik program WBMH di bidang akademik setelah mengikuti program tersebut? A. : Ada pasti kalau untuk peningkatan prestasi anak di sekolah, karena kan anak-anak setiap
malamnya
belajar, pastinya
berdampak dengan
prestasinya juga. 15. Q : Apa yang menjadi faktor keberhasilan program WBMH di Kecamatan Menteng? A. : Yang menjadi faktor pendukung keberhasilan program WBMH ini adalah masyarakatnya sendiri, karena yang pertama kita ketahui ini kan program swadaya, jadi masyarakat yang seharusnya berperan aktif di
dalam program ini, kemudian dukungan dari pemerintah, dukungan dari pemerintah sangat dibutuhkan, karena mustahilkan program ini pemerintah yang menerapkan tetapi pemerintah tidak mendukungnya. Meskipun ini program swadaya, tetapi kalau tidak adanya dukungan dari pemerintah, program ini tidak akan berjalan lama. 16. Q : Apa yang menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan program WBMH di Kecamatan Menteng? A. : Sebenarnya masih banyak sekali yang menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan program WBMH ini, dari mulai sarana yang kita miliki untuk kegiatan ini sangat sedikit, kemudian fasilitas seperti buku-buku pelajaran yang ada tidak lengkap, tenaga pendidik yang tidak mencukupi, dari kesadaran orangtua dan juga anak. Dan yang paling utama ya masalah anggaran itu sendiri yang jumlahnya tidak mencukupi untuk pembiayaan program WBMH ini, walaupun kawan-kawan Satgas tidak digaji, minimal kita menyediakan makan dan minum untuk kawan Satgas, dan itu semua kan memakai anggaran. Lingkungan politik juga menjadi pengaruh dalam pelaksanaan program, contohnya, seperti ibu Camat yang sebelumnya menjabat, sangat mendukung sekali pelaksanaan program WBMH ini, sedangkan kalau Camat yang sekarang ini jauh berbeda dengan Camat yang dulu. Kemarin banyak anak yang datang kepada saya, yah kira-kira ada 20 anak, mereka menagih janji kepada saya kalau mereka dapat peringkat di kelas akan diberikan handphone, memang benar mereka dapat peringkat
semua, tapi sayanya lagi tidak ada duit pak, yah itu semua saya lakukan juga untuk memberikan rangsangan atau stimulus kepada mereka agar lebih giat belajar lagi dan berprestasi. Karena kan mereka juga bosen kalau belajar terus, yah yang saya minta kepada pemerintah, minimal diberikan penghargaan atau reward kepada anak-anak yang berprestasi, agar semangat belajar mereka tuh tetap ada. 17. Q : Bagaimana monitoring evaluasi yang dilakukan Pemerintah DKI Jakarta terhadap program WBMH di Kecamatan Menteng? A. : Memang ada beberapa orang dari Dinas Pendidikan yang datang untuk melihat kegiatan WBMH di Menteng ini, tapi itu cuma awalnya saja, kesininya tidak ada yang datang lagi.
MEMBER CHECK
Nama
: Rini Sulastri, S.Pd
Pekerjaan
: Staff Seksi Sarana dan Prasarana Sekolah Dasar Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta
KONTEKS 1. Q : Apa yang menjadi latar belakang diadakannya program WBMH tersebut? A. : Dilaksanakannya program Jam Malam karena, umumnya anak sekolah sekarang ini kerap melakukan hal-hal negatif pada malam hari. Oleh karena itu pak Gubernur membuat peraturan nomor 22 tahun 2014 tentang Wajib Belajar Malam Hari. Selain untuk mencegah anak menjadi korban kriminalitas di malam hari, program ini juga akan membiasakan anak untuk selalu belajar khususnya di luar jam sekolah. Dan program WBMH ini adalah program swadaya. 2. Q : Apa yang menjadi tujuan dari program WBMH? A. : Tujuan dari pelaksanaan program ini tidak lain untuk meningkatkan potensi
anak
di
sekolah,
khususnya
di
bidang
akademik
dan
mengembangkan minat anak dalam belajar. 3. Q : Alasan dilakukan pilot project pada program WBMH? A. : Pelaksanaan pilot project merupakan tahapan uji coba implementasi yang dilakukan Pemerintah untuk melihat sejauhmana tingkat keberhasilan
program WBMH ini, apabila tujuan dari program ini berhasil meningkatkan prestasi didik di bidang akademik, maka Pemerintah Jakarta akan menerapkan program ini diseluruh wilayah Jakarta. 4. Q : Bagaimana pemilihan lokasi yang dijadikan pilot project untuk program WBMH? A. : Bahwa sebenarnya wilayah yang akan dijadikan pilot project untuk Program Wajib Belajar Malam Hari tersebut, karena wilayah tersebut sudah menerapkan terlebih dulu program jam wajib malam di wilayahnya. Seperti yang
ada
di
Kelurahan
Pegangsaan,
Kecamatan
Menteng sudah
menjalankan program ini, dan sama halnya dengan Kecamatan Koja yang sudah terlebih dahulu menerapkan program jam wajib malam. Dan wilayah-wilayah lain di Jakarta yang dianggap tingkat partisipasi masyarakatnya baik. 5. Q : Bagaimana sosialisasi yang dilakukan pemerintah terhadap program WBMH kepada masyarakat? A. : Sosialisasinya kita lakukan secara berjenjang, dengan memberikan pengarahan kepada Suku Dinas, kemudian dilanjutkan pada Satuan Tugas pelaksana program WBMH di tingkat Kecamatan.
MASUKAN 6. Q :
Bagaimana sarana dan prasarana yang digunakan
WBMH?
untuk program
A. : Sarana yang digunakan bisa di gardu-gardu, mushola atau masjid kemudian pos RW. Untuk buku-buku pelajaran dan alat tulis lainnya didapat dari sumbangan warga atau yang lainnya. Karena ini kan program swadaya mas. 7. Q : Siapa yang menjadi tenaga pendidik dalam program WBMH? A. : Fasilitator tenaga pendidik berasal dari warga yang memiliki kemampuan untuk memberikan pengajaran kepada peserta didik dan mampu untuk membimbing dan memotivasi peserta didik, agar belajar dengan baik. 8. Q : Darimana sumber anggaran untuk pelaksanaan program WBMH berasal? A. : Program Wajib Belajar Malam Hari ini adalah program swadaya, jadi anggaran untuk program ini semuanya bersumber dari masyarakat, dan tidak ada anggaran dari Pemerintah DKI Jakarta untuk program Wajib Belajar Hari ini. Jika ada anggaran dari pemerintah untuk program WBMH, pastinya ada didalam DPA, namun kenyataan tidak ada. Program ini kan masih tahap percobaan, mungkin belum masuk dalam perencanaan.
PROSES 9. Q : Siapa yang menjadi pelaksana program WBMH? A. : Pelaksana program WBMH adalah Satuan Tugas yang sudah dibentuk untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Dan satuan tugas berasal dari masyarakat. 10. Q : Siapa yang menjadi peserta didik dalam program WBMH?
A. : Anak-anak yang berada dalam usia belajar tingkat SD sampai dengan SMA/SMK. 11. Q : Bagaimana mekanisme pelaksanaan program WBMH? A. : Mekanisme pelaksanaannya dilakukan pada malam di hari sekolah, dari pukul 19.00 sampai dengan 21.00, dan tanda dimulainya jam malam diperdengarkan
lagu
mars
wajib
belajar.
Dan
untuk
teknis
pembelajarannya sendiri kita serahkan kepada SatGas di wilayah sesuai dengan keperluannya. 12. Q : Bagaimana peran dari orangtua peserta didik dalam program WBMH? A. : Tugas orangtua sebagai fasilitator, dan menjadi salah satu faktor penting dalam kesuksesan program WBHM ini, apabila peran orangtua yang semestinya mengawasi dan memotivasi anak dirumah tidak ada, maka akan berdampak kepada prestasi anak disekolah.
HASIL 13. Q : Bagaimana prestasi peserta didik program WBMH di bidang akademik setelah mengikuti program tersebut? A. : Pastinya ada peningkatan prestasi para peserta
didik di bidang
akademiknya, karena tujuan dari program ini sendiri adalah untuk meningkatkan prestasi anak di bidang akademik, dan berdampak kepada kebiasaan anak untuk belajar pada waktu malam hari, kita juga memberikan kartu monitoring kepada guru pendamping untuk memantau proses pembelajaran terhadap peserta didiknya.
14. Q : Apa yang menjadi faktor keberhasilan program WBMH? A. : Masyarakat itu sendiri, karena program ini merupakan program swadaya, jadi sepenuhnya program ini dilaksanakan oleh masyarakat, pemerintah mengawasi pelaksanaan program dengan melakukan monitoring evaluasi terhadap pelaksanaan program WBMH. 15. Q : Bagaimana monitoring evaluasi yang dilakukan Pemerintah DKI Jakarta terhadap program WBMH? A. : Akan dilaksanakan monitoring oleh dinas pendidikan pada setiap bulannya pada setiap wilayah yang melaksanakan program WBMH.
MEMBER CHECK
Nama
: Makfudi
Pekerjaan
: Sekretaris Kelurahan Pegangsaan
KONTEKS 1. Q : Apa yang menjadi tujuan dari pelaksanaan program WBMH? A. : Kalau tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan prestasi anak di sekolah. 2. Q : Bagaimana pemilihan lokasi yang dijadikan pilot project untuk program WBMH? A. : Setau saya program WBMH ini sudah ada di Kelurahan Pegangsaan ini sekitar tahun 2011, kami menjalankan program WBMH ini berdasarkan inisiatif dari warga masyarakat dan komunitas disini yang peduli kepada anak-anak, walaupun belum rutin dilaksanakan dan belum banyak anak yang mengikuti. MASUKAN 3. Q : Siapa yang menjadi tenaga pendidik dalam program WBMH di Kecamatan Menteng? A. : Guru yang ada untuk kegiatan ini, itu sangat minim jumlahnya mas, dan tidak sesuai dengan jumlah peserta didik yang ada. Dan juga latar belakang mereka macam-macam ada yang memang benar guru dan ada
yang hanya pegawai kantor. Tetapi karena susah juga untuk mencari tenaga sukarela yang mau menjadi guru pendamping, yasudah siapa saja yang mau membantu mengajar silahkan. HASIL 4. Q : Apa yang menjadi faktor keberhasilan program WBMH di Kecamatan Menteng? A. : Masyarakat, tetapi dukungan dari pemerintahnya juga sangat perlu, walaupun ini hanyalah program swadaya tetapi kalau pemerintah tidak mendukung itu tidak akan berjalan mulus. Yah contohnya dalam hal anggaran, jika kita hanya mengandalkan anggaran yang didapat dari masyarakat, itu tidak akan cukup untuk membiayai pelaksanaan program WBMH ini. 5. Q : Apa yang menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan program WBMH di Kecamatan Menteng? A. : Yah salah satunya kurangnya peran pemerintah itu, kita kan tidak bisa jalan sendiri untuk menjalankan program ini, program WBMH ini bagus sekali memang, banyak masyarakat yang antusias pada program ini, tapi kalau pemerintah cuek atau cuma memberikan kebijakan saja tapi tidak diperhatikan, sama saja bohong. 6. Q : Bagaimana monitoring evaluasi yang dilakukan Pemerintah DKI Jakarta terhadap program WBMH di Kecamatan Menteng? A. : Tidak ada.
MEMBER CHECK
Nama
: You Ming Ethgalangi
Pekerjaan
: Kepala Seksi Pemberdayaan Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat Kelurahan Pegangsaan
KONTEKS 1. Q : Apa yang menjadi tujuan dari program WBMH? A. : Kalau untuk tujuannya sendiri, program ini bertujuan untuk meningkatkan minat belajar anak dan prestasi anak disekolah. Juga menghindari anak keluar dimalam hari, agar tidak terjadi tindak kriminial yang dilakukan anak itu, ataupun menghindari anak itu sendiri yang menjadi korban tindak kriminal. 2. Q : Bagaimana pemilihan lokasi yang dijadikan pilot project untuk program WBMH? A. : Program WBMH sudah diterapkan di Kelurahan Pegangsaan jauh sebelum Pergub Nomor 22 turun mas, tetapi memang cuma jalan ala kadarnya, dan sekarang setelah keluar Pergubnya kita coba untuk menjalani secara serempak, dan program ini adalah program swadaya dari masyarakat.
MASUKAN 3. Q : Bagaimana sarana dan prasarana yang digunakan untuk program WBMH di Kecamatan Menteng? A. : Untuk sarana kegiatan WBMH kita gunakan yang ada, seperti gardu ilmu, pendopo hijau, ataupun lapangan bulu tangkis apabila peserta didiknya banyak. Kalau untuk prasarananya sendiri, seperti buku, dan lainlannya, kita kumpulkan dari sumbangan warga. Ibu Camat juga waktu itu ikut menyumbangkan beberapa meja belajar untuk digunakan kegiatan WBM itu. Jika dari pihak kelurahan, kecamatan atau Pemerintah DKI tidak menyediakan itu. Tetapi sih seharusnya Pemerintah perlu menyediakannya, karena kan kalau hanya mengandalkan sumbangan dari masyarakat pasti tidak mencukupi. 4. Q : Siapa yang menjadi tenaga pendidik dalam program WBMH di Kecamatan Menteng? A. : Kita kekurangan tenaga pendidik disini, sedangkan tenaga pendidik yang ada tidak sesuai dengan jumlah peserta didik. Dan kualitas dari guru itu sebenarnya penting, karena salah satu faktor yang menentukan prestasi peserta didik adalah kualitas dari guru yang baik. Sedangkan tenaga pendidik atau guru disini, mereka mengajarkan yah apa adanya yang mereka ketahui. Dan orangtua peserta didik ikut mengawasi dan membimbing anak-anaknya. Tetapi tidak semua orangtua disini itu pernah duduk dibangku sekolah, ada juga yang dulunya tidak bersekolah. Bagaimana orangtua dari peserta didik mau membimbing, sedangkan
(mohon maaf) mereka tidak bersekolah, yang mereka lakukan mungkin hanya mengawasi anak-anaknya belajar. 5. Q : Darimana sumber anggaran untuk pelaksanaan program WBMH berasal? A. : Dari swadaya masyarakat, Iyah memang ada didalam PerGub yang menjelaskan tentang anggaran program ini bersumber dari APBD, tetapi kalau tidak direncanakan dan dibawa ke badan perencanaan, tidak akan keluar di DPA pak. Nah, tetapi karena itu masih percobaan, maksudnya masih dalam tahap uji coba, mungkin belum masuk kedalam perencanaan. Jika ada anggaran untuk program ini, pastinya masuk lewat saya pak, tetapi kenyataannya kan disini tidak ada.
HASIL 6. Q : Bagaimana prestasi peserta didik program WBMH di bidang akademik setelah mengikuti program tersebut? A. : Jelas kalau untuk prestasi anak disekolah pastinya ada, karena ini kan merupakan salah
satu
program
unggulan
yang dilakukan
untuk
meningkatkan prestasi anak di sekolah. 7. Q : Apa yang menjadi faktor keberhasilan program WBMH di Kecamatan Menteng? A. : Tentunya partisipasi dan peran serta dari masyarakat, baik itu SatGas, orangtua, peserta didik, dan masyarakat sekitar yang melaksanakan program WMBH. Kemudian dukungan dari Pemerintah DKI Jakarta, baik itu berupa anggaran, ataupun fasilitas yang diberikan untuk pelaksanaan
program. Kedua elemen ini sangat penting untuk penentu keberhasilan program WBMH ini. 8. Q : Apa yang menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan program WBMH di Kecamatan Menteng? A. : Lingkungan politik juga sangat berpengaruh untuk nasib suatu program, contohnya saja program WBMH ini. Program WBMH ini kan ditetapkan oleh Gubernur sebelumnya dan rencananya akan menerapkan di seluruh DKI Jakarta, namun ketika terjadi pergantian Gubernur, tidak ada tindak lanjut terhadap program ini. 9. Q : Bagaimana monitoring evaluasi yang dilakukan Pemerintah DKI Jakarta terhadap program WBMH di Kecamatan Menteng? A. : Tidak ada selama ini orang dari pusat, ataupun dinas pendidikan yang datang lewat saya untuk menanyakan pelaksanaan program WBMH ini, mungkin kalau mereka turun langsung kelapangan, saya tidak tahu mengenai itu.
MEMBER CHECK
Nama
: R. Kusuma Sholuh
Pekerjaan
: Ketua RW 06 Kelurahan Pegangsaan
KONTEKS 1. Q : Bagaimana sosialisasi yang dilakukan pemerintah terhadap program WBMH kepada masyarakat? A. : Sosialisasinya pada waktu itu saya bersama tim Satuan Tugas pengurus program WBMH yang lain mengumpulkan para Orangtua peserta didik di pos RW, untuk diberikan pengarahan tentang program WBMH itu.
MASUKAN 2. Q : Darimana sumber anggaran untuk pelaksanaan program WBMH berasal? A. : Yah kita semua menyumbang, tetapi kita tidak bisa memaksakan kepada warga, karena sebagian warga juga ada yang tidak mampu. Karena dalam pelaksanaan program ini kan butuh dana juga, mustahil kan kalo kita menjalankan suatu kegiatan tidak menggunakan anggaran. HASIL 3. Q : Bagaimana prestasi peserta didik program WBMH di bidang akademik setelah mengikuti program tersebut?
A. : Program ini sangat bagus sekali pak, terutama untuk mendidik anak selama berada di luar lingkungan sekolah, daripada si anak ini juga keluyuran tidak jelas, lebih baik mereka belajar kan, karena itu saya sangat mendukung sekali pelaksanaan program ini. 4. Q : Bagaimana monitoring evaluasi yang dilakukan Pemerintah DKI Jakarta terhadap program WBMH di Kecamatan Menteng? A. : Pernah, tapi seingat saya cuma 2 kali mereka datang kesini untuk melihat pelaksanaan WBMH.
MEMBER CHECK
Nama
: Neneng Fitria
Pekerjaan
: Ketua RT 012/006 Kelurahan Pegangsaan
KONTEKS 1. Q : Bagaimana sosialisasi yang dilakukan pemerintah terhadap program WBMH kepada masyarakat? A. : Pernah dilakukan sosialisasi, waktu itu sehabis Isya, saya bersama teman-teman pengurus dan pelaksana program WBMH yang lain mengumpulkan Orangtua peserta didik untuk diberikan penjelasan mengenai program WBMH tersebut. MASUKAN 2. Q : Darimana sumber anggaran untuk pelaksanaan program WBMH berasal? A. : Kalau anggaran dari Pemerintah tidak ada, yah kita dapet dana untuk kegiatan Jam Malam dari sumbangan aja sih, seperti dari Ibu Camat, Pak RW, Pak Dadang dan warga disini. Jumlahnya juga gak tentu, tetapi kita usahakan agar dana yang ada cukup untuk melaksanakan kegiatan. PROSES 3. Q : Bagaimana mekanisme pelaksanaan program WBMH di Kecamatan Menteng?
A. : Pelajarannya yah kebanyakan kita hanya mengulang pelajaran yang diberikan di sekolah, dan membahas PR yang diberikan. 4. Q : Bagaimana partisipasi peserta didik dalam program WBMH di Kecamatan Menteng? A. : Masih terbilang sedikit anak yang mengikuti program Jam Malam ini, mungkin karena anak itu sudah lelah juga mas, karena banyaknya rutinitas kegiatan di sekolah, dan pada saat jam malam dimulai, ada anak yang tidur karena capek, kemudian ada juga yang belum pulang dari sekolah karena masih ada kegiatan di sekolah kata beberapa anak peserta didik.
HASIL 5. Q :
Apa yang menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan program
WBMH di Kecamatan Menteng? A. : Kurangnya kesadaran orangtua menjadi hambatan juga dalam pelaksanaan program ini, yah setiap hari kita capek juga kalau harus memberitahu kepada warga kalau jam segini mulai kegiatan WBMH, seharusnya kan para orangtuanya juga sudah mengertilah, tanpa harus disuruh-suruh lagi. 6. Q : Bagaimana monitoring evaluasi yang dilakukan Pemerintah DKI Jakarta terhadap program WBMH di Kecamatan Menteng? A. : Ada memang pas awal pelaksanaan program ini, itu sekitar bulan Maret, tapi sampai sekarang belum ada orang dari dinas yang datang lagi.
MEMBER CHECK
Nama
: Tati Mulyati
Pekerjaan
: Ketua Pelaksana Program WBMH Kecamatan Menteng
MASUKAN 1. Q : Bagaimana sarana dan prasarana yang digunakan untuk program WBMH di Kecamatan Menteng? A. : Kegiatannya kita adakan di gardu-gardu ataupun di pos RW, untuk bukunya sendiri kita kumpulkan dari sumbangan warga, ada juga waktu itu Ibu Camat datang memberikan beberapa meja belajar untuk digunakan kegiatan WBMH.
PROSES 2. Q : Siapa yang menjadi peserta didik dalam program WBMH di Kecamatan Menteng? A. : Yang ikut kegiatan yah anak-anak sekolah, tapi ada juga beberapa anak yang tidak sekolah ikut kegiatan Jam Malam ini, karena disini kan kita tujuannya belajar bersama.
HASIL 3. Q : Bagaimana monitoring evaluasi yang dilakukan Pemerintah DKI Jakarta terhadap program WBMH di Kecamatan Menteng? A. : Iyah pernah ada, dan saya juga pernah di tanyain juga mengenai pelaksanaan program WBMH ini.
MEMBER CHECK
Nama
: Onengsih
Pekerjaan
: Ketua PKK RW 06 Kelurahan Pegangsaan
KONTEKS 1. Q : Bagaimana sosialisasi yang dilakukan pemerintah terhadap program WBMH kepada masyarakat? A. : Saya gak hadir dalam acara sosialisasi, waktu itu ada urusan mendadak. Tapi saya tau kok kalau ada program WBMH itu dari tetangga sama spanduk-spanduk yang dipasang.
MEMBER CHECK
Nama
: Pipit Kustiawati
Pekerjaan
: Guru Pendamping Program WBMH Kecamatan Menteng
MASUKAN 1. Q : Bagaimana sarana dan prasarana yang digunakan untuk program WBMH di Kecamatan Menteng? A. : Sarana yang kita gunakan itu gardu-gardu yang ada, seperti disini ada gardu ilmu, pendopo hijau. Untuk prasarana seperti buku-buku dan meja belajar kita dapatkan dari sumbangan warga, jika untuk alat tulisnya peserta didik membawa sendiri dari rumah. 2. Q : Siapa yang menjadi tenaga pendidik dalam program WBMH di Kecamatan Menteng? A. : Guru pendamping disini cuma ada saya sama bapak Zaky pak, sebenarnya ada juga warga lainnya yang menjadi tenaga pengajar program jam malam, tetapi yang aktif mengajar hanya tinggal saya dan pak Zaky. Mungkin karena kesibukan pekerjaan mereka atau hal lain, oleh karena itu hanya kami berdua yang masih aktif mengajar, terkadang juga saya atau bapak Zaky tidak bisa mengajar karena ada urusan mendadak, Akhirnya anak-anak yang belajar sendiri-sendiri pak.
PROSES 3. Q : Siapa yang menjadi peserta didik dalam program WBMH di Kecamatan Menteng? A. : Yah anak-anak sekolah mas, ada yang dari SD, SMP, dan SMA juga SMK. 4. Q : Bagaimana mekanisme pelaksanaan program WBMH di Kecamatan Menteng? A. : Kalau untuk pelajaran, umumnya kita membahas apa yang sudah dipelajari anak di sekolah, kemudian kita juga membahas PR yang diberikan guru di sekolah. Kalau malam Jum’at biasanya juga kita mengadakan pengajian. 5. Q : Bagaimana partisipasi peserta didik dalam program WBMH di Kecamatan Menteng? A. : Cukup banyak peserta didik yang antusias ikut kegiatan ini, namun masih banyak juga anak yang tidak ikut. Karena apabila kita memaksakan anak untuk ikut kan tidak dibenarkan juga. Program ini kan sifatnya mendidik bukan memaksa, menurut saya salah satu faktor masih banyaknya anak yang tidak ikut dalam kegiatan ini karena tidak ada sanksi yang diberikan, yah contohnya berupa denda apabila tidak mengikuti kegiatan ini. 6. Q : Bagaimana peran dari orangtua peserta didik dalam program WBMH di Kecamatan Menteng? A. : Orangtua sebagai garda terdepan untuk membimbing anak, karena itu menjadi bagian penting peran orangtua dalam pelaksanaan kegiatan Jam
Malam. Namun disini masih banyak orangtua yang kurang mendukung kegiatan ini, seperti masih banyak orangtua yang menyalakan tv pada saat waktu pelaksanaan Jam Malam, hal itu kan menggangu kegiatan jam malam.
HASIL 7. Q : Bagaimana prestasi peserta didik program WBMH di bidang akademik setelah mengikuti program tersebut? A. : Ada beberapa anak-anak disini yang mendapatkan peringkat di sekolah. 8. Q : Apa yang menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan program WBMH di Kecamatan Menteng? A. : Kalau hambatan pastinya banyak sekali yang kita hadapi, kekurangan tenaga pengajar, kesadaran dari orangtua yang cenderung kurang memperhatikan pendidikan anaknya, fasilitas dan sarana untuk program WBMH
yang
masih
minim
sekali.
Peran
dan
dukungan
pemerintahnya sendiri, yang kalau kita bilang itu tidak ada sama sekali.
dari
MEMBER CHECK
Nama
: Syahrul
Pekerjaan
: Satuan Tugas Program WBMH Kecamatan Menteng
KONTEKS 1. Q : Apa yang menjadi tujuan dari program WBMH? A. : Bagus sih memang Pemda DKI Jakarta menetapkan program ini, tetapi saya rasa belum efektif kalau program ini dilaksanakan, karena saya masih melihat banyak kekurangan pada program ini, yah salah satunya pada waktu pelaksaanaan program dari jam tujuh sampai jam 9. Itu kan gak menjamin kalau anak itu langsung pulang kerumah atau tidak. 2. Q : Bagaimana sosialisasi yang dilakukan pemerintah terhadap program WBMH kepada masyarakat? A. : Atas instruksi dari ibu Camat, bersama pak Dadang, pak RW dan ibu RT kita melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Waktu itu juga ada orang dari dinas pendidikan yang datang untuk memberikan pengarahan tentang program WBMH.
PROSES 3. Q : Siapa yang menjadi pelaksana program WBMH di Kecamatan Menteng?
A. : Semua masyarakat ikut terlibat untuk melaksanakan kegiatan ini, karena ini kan program swadaya, jadi harusnya semua
masyarakat yang ikut
berperan serta dalam pelaksanaan kegiatan Jam Malam ini, kita sebagai Satgas yang ditunjuk, bertugas hanya sebagai roh model atau panutan untuk menjalankan kegiatan Jam Malam itu. 4. Q : Bagaimana mekanisme pelaksanaan program WBMH di Kecamatan Menteng? A. : Setiap hari kita keliling bersama teman-teman Satgas lain, kita bagi kelompok, kemudian kita beri himbauan kepada Orangtua agar mematikan TV agar tidak mengganggu kegiatan Jam Malam. 5. Q : Bagaimana peran dari orangtua peserta didik dalam program WBMH di Kecamatan Menteng? A. : Banyak orangtua yang masih bekerja sampai larut malam, ada juga yang tidak peduli sama kegiatan ini. Namun kita tetap menghimbau kepada para orangtua, agar tetap memperdulikan pendidikan anak. Tapi yah itulah tantangannya.
HASIL 6. Q : Apa yang menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan program WBMH di Kecamatan Menteng? A. : Banyak sekali hambatan dalam pelaksanaan kegiatan program WBMH ini, yang paling penting sih masih kurangnya kesadaran orangtua dan tidak adanya dukungan dari pemerintah.
MEMBER CHECK
Nama
: Tiri
Pekerjaan
: Orangtua Peserta Didik Program WBMH Kecamatan Menteng
KONTEKS 1. Q : Bagaimana sosialisasi yang dilakukan pemerintah terhadap program WBMH kepada masyarakat? A. : Iya, saya pernah mengikuti sosialisasi program WBMH itu, disana di jelasin bahwa ada program WBMH dan dihimbau untuk kita agar mengajak anak mengikuti program WBMH itu.
HASIL 2. Q : Bagaimana prestasi peserta didik program WBMH di bidang akademik setelah mengikuti program tersebut? A. : Allhamdulilah ada peningkatan prestasi terhadap anak saya di sekolahnya.
MEMBER CHECK
Nama
: Rusmini
Pekerjaan
: Orangtua Peserta Didik Program WBMH Kecamatan Menteng
KONTEKS 1. Q : Bagaimana sosialisasi yang dilakukan pemerintah terhadap program WBMH kepada masyarakat? A. : Memang dulu pernah dipanggil sama ibu RT untuk datang ke pos RW, katanya mau ngebahas soal program WBMH itu.
PROSES 2. Q : Bagaimana peran dari orangtua peserta didik dalam program WBMH di Kecamatan Menteng? A. : Sepi sih mas kalo orangtua yang ngawasain, kalo awalnya sih emang ramai, tapi makin kesini jadi sepi.
MEMBER CHECK
Nama
: Muhamad Renaldi
Pekerjaan
: Peserta Didik Program WBMH Tingkat SMA
KONTEKS 1. Q : Bagaimana sosialisasi yang dilakukan pemerintah terhadap program WBMH kepada masyarakat? A. : Pernah, waktu itu Ibu RT datang kerumah manggil bapak untuk disuruh datang ke Pos RW, katanya mau ada sosialisasi program WBMH itu.
HASIL 1. Q : Bagaimana prestasi peserta didik program WBMH di bidang akademik setelah mengikuti program tersebut? A. : Gak dapet rangking, tapi nambah pengetahuan saya.
MEMBER CHECK
Nama
: Muhamad Farhan
Pekerjaan
: Peserta Didik Program WBMH Tingkat SMA
MASUKAN 1. Q : Siapa yang menjadi tenaga pendidik dalam program WBMH di Kecamatan Menteng? A. : Gurunya ibu Pipit, ada juga yang diajar sama bapak Zaky.
PROSES 2. Q : Bagaimana Partispasi Peserta Didik Terhadap Program WBMH di Kecamatan Menteng? A. : Saya sering gak ikut, karena banyak kegiatan bang di sekolah, apalagi kita kelas 3 yang mau UN (Ujian Nasional), ada pelajaran tambahan juga di sekolah. 3. Q : Bagaimana peran dari orangtua peserta didik dalam program WBMH di Kecamatan Menteng? A. : Kalau belajar yah sendiri, bapak kerja, ibu nonton film.
HASIL 4. Q : Bagaimana prestasi peserta didik program WBMH di bidang akademik setelah mengikuti program tersebut? A. : Saya peringkat 8 di kelas.
MEMBER CHECK
Nama
: Romy Febriansyah
Pekerjaan
: Peserta Didik Program WBMH Tingkat SMA
MASUKAN 1. Q : Siapa yang menjadi tenaga pendidik dalam program WBMH di Kecamatan Menteng? A. : Ada bapak Zaky sama ibu Pipit, kadang-kadang juga kita belajar sendiri kalau gak ada pak Zaky sama bu Pipit.
PROSES 2. Q : Bagaimana mekanisme pelaksanaan program WBMH di Kecamatan Menteng? A. : Mengulang pelajaran di sekolah kalo ada yang gak ngerti kita bahas, sama ngerjain PR.
MEMBER CHECK
Nama
: Razika Satria
Pekerjaan
: Peserta Didik Program WBMH Tingkat SMP
PROSES 1. Q : Bagaimana mekanisme pelaksanaan program WBMH di Kecamatan Menteng? A. : Ngerjain PR sih paling sering.
HASIL 2. Q : Bagaimana prestasi peserta didik program WBMH di bidang akademik setelah mengikuti program tersebut? A. : Dapet sih 10 besar di sekolah.
MEMBER CHECK
Nama
: Hendrawan
Pekerjaan
: Peserta Didik Program WBMH Tingkat SMP
HASIL 1. Q : Bagaimana prestasi peserta didik program WBMH di bidang akademik setelah mengikuti program tersebut? A. : Dapet ranking kok.
MEMBER CHECK
Nama
: Fandy Marwan
Pekerjaan
: Peserta Didik Program WBMH Tingkat SMP
HASIL 1. Q : Bagaimana prestasi peserta didik program WBMH di bidang akademik setelah mengikuti program tersebut? A. : Gak dapet rangking, tapi lumayan nambah ngerti sama pelajaran di sekolah.
MEMBER CHECK
Nama
: Rija Akbar
Pekerjaan
: Peserta Didik Program WBMH Tingkat SD
HASIL 1. Q : Bagaimana prestasi peserta didik program WBMH di bidang akademik setelah mengikuti program tersebut? A. : Iyah dapet.
MEMBER CHECK
Nama
: Muhamad Ardhi Wijaya
Pekerjaan
: Peserta Didik Program WBMH Tingkat SD
HASIL 1. Q : Bagaimana prestasi peserta didik program WBMH di bidang akademik setelah mengikuti program tersebut? A. : Iyah dapet rangking.
TRANSKIP DATA
Peneliti
I1
I2
Peneliti
I1
I2 I3
I4
I10
Apa yang menjadi latar belakang diadakannya program WBMH tersebut? Diadakan program WBMH untuk menghindari kejadian yang tidak diiginkan pada anak, seperti kasus kecelakaan kemarin terjadi pak, itu yang anaknya artis si A. Selain itu juga untuk meminimalisir kenakalan remaja yang sering terjadi, seperti tawuran, narkoba, dan lain-lain. Dilaksanakannya program Jam Malam karena, umumnya anak sekolah sekarang ini kerap melakukan hal-hal negatif pada malam hari. Oleh karena itu pak Gubernur membuat peraturan nomor 22 tahun 2014 tentang Wajib Belajar Malam Hari. Selain untuk mencegah anak menjadi korban kriminalitas di malam hari, program ini juga akan membiasakan anak untuk selalu belajar khususnya di luar jam sekolah. Dan program WBMH ini adalah program swadaya. Apa yang menjadi tujuan dari program WBMH?
Kode
Jika tujuan dari program WBMH ini adalah sematamata untuk meningkatkan kualitas dari peserta didik, khususnya prestasi di sekolah. Kalau tujuan lainnya untuk menghindari anak agar tidak keluyuran atau pergi main malam hari. Tujuan dari pelaksanaan program ini tidak lain untuk meningkatkan potensi anak di sekolah, khususnya di bidang akademik dan mengembangkan minat anak dalam belajar. Kalau tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan prestasi anak di sekolah. Kalau untuk tujuannya sendiri, program ini bertujuan untuk meningkatkan minat belajar anak dan prestasi anak disekolah. Juga menghindari anak keluar dimalam hari, agar tidak terjadi tindak kriminial yang dilakukan anak itu, ataupun menghindari anak itu sendiri yang menjadi korban tindak kriminal. Bagus sih memang Pemda DKI Jakarta menetapkan program ini, tetapi saya rasa belum efektif kalau program ini dilaksanakan, karena saya masih melihat banyak kekurangan pada program ini, yah salah satunya pada waktu pelaksaanaan program dari jam tujuh sampai jam 9. Itu kan gak menjamin kalau anak itu langsung pulang kerumah atau tidak.
3
1
2
4
5 6
7
Peneliti
I1
I2
Penelti
I1
I2
I3
Alasan dilakukan pilot project pada program WBMH? Program WBMH ini memang program percontohan yang dilakukan Pemerintah DKI Jakarta. Alasannya karena pemerintah ingin melihat apakah program ini berhasil atau tidak dalam meningkatkan prestasi anak di sekolah, pada daerah atau wilayah-wilayah yang menerapkan program WBMH ini. Apabila tujuan dari program ini berhasil, maka rencana dari pemerintah akan menerapkan program ini diseluruh wilayah Jakarta. Pelaksanaan pilot project merupakan tahapan uji coba implementasi yang dilakukan Pemerintah untuk melihat sejauhmana tingkat keberhasilan program WBMH ini, apabila tujuan dari program ini berhasil meningkatkan prestasi didik di bidang akademik, maka Pemerintah Jakarta akan menerapkan program ini diseluruh wilayah Jakarta. Bagaimana pemilihan lokasi yang dijadikan pilot project untuk program WBMH? Kalau untuk pemilihan wilayah yang akan dijadikan lokasi percontohan program WBMH pastinya adalah wilayah yang memiliki tingkat partisipasi masyarakat yang tinggi, seperti di Kecamatan Menteng ini.” Dan pemberlakuan kegiatan WBMH di Kelurahan Pegangsaan, Kecamatan Menteng sendiri sebenarnya sudah ada selama empat tahun, tepatnya mulai ada semenjak tahun 2011, tetapi sebelum keluar Pergubnya, kegiatan Jam Malam ini belum rutin dilaksanakan, dan masih banyak warga yang belum melaksanakannya. Bahwa sebenarnya wilayah yang akan dijadikan pilot project untuk Program Wajib Belajar Malam Hari tersebut, karena wilayah tersebut sudah menerapkan terlebih dulu program jam wajib malam di wilayahnya. Seperti yang ada di Kelurahan Pegangsaan, Kecamatan Menteng sudah menjalankan program ini, dan sama halnya dengan Kecamatan Koja yang sudah terlebih dahulu menerapkan program jam wajib malam. Dan wilayah-wilayah lain di Jakarta yang dianggap tingkat partisipasi masyarakatnya baik. Setau saya program WBMH ini sudah ada di Kelurahan Pegangsaan ini sekitar tahun 2011, kami menjalankan program WBMH ini berdasarkan inisiatif dari warga masyarakat dan komunitas disini yang peduli kepada anak-anak, walaupun belum rutin dilaksanakan dan belum banyak anak yang mengikuti.
8
9
10
11
12
Program WBMH sudah diterapkan di Kelurahan Pegangsaan jauh sebelum Pergub Nomor 22 turun mas, tetapi memang cuma jalan ala kadarnya, dan sekarang I4 setelah keluar Pergubnya kita coba untuk menjalani secara serempak, dan program ini adalah program swadaya dari masyarakat. Bagaimana sosialisasi yang dilakukan pemerintah Peneliti terhadap program WBMH kepada masyarakat? Untuk sosialisasinya sendiri kita lakukan dengan mengadakan pertemuan Orangtua dari peserta didik dan satuan tugas pelaksana program, kemudian kita memberikan penjelasan mengenai program WBMH ini. Ada juga kita memasang spanduk program WBMH, dan kita menempelkan stiker di rumah-rumah peserta didik, apabila ada Orangtua peserta didik yang tidak hadir I1 dalam pertemuan tersebut tetap mengetahui tentang program ini. Tetapi spanduk dan stiker itu kita adakan dengan dana pribadi dari ibu Camat maupun masyarakat, pemerintah tidak menyediakan itu. Pemerintah hanya sebatas memberikan pengarahan mengenai mekanisme pelaksanaan program WBMH saja, itupun hanya sekali dilakukan. Sosialisasinya kita lakukan secara berjenjang, dengan memberikan pengarahan kepada Suku Dinas, kemudian I2 dilanjutkan pada Satuan Tugas pelaksana program WBMH di tingkat Kecamatan. Sosialisasinya pada waktu itu saya bersama tim Satuan Tugas pengurus program WBMH yang lain I5 mengumpulkan para Orangtua peserta didik di pos RW, untuk diberikan pengarahan tentang program WBMH itu. Pernah dilakukan sosialisasi, waktu itu sehabis Isya, saya bersama teman-teman pengurus dan pelaksana I6 program WBMH yang lain mengumpulkan Orangtua peserta didik untuk diberikan penjelasan mengenai program WBMH tersebut. Saya gak hadir dalam acara sosialisasi, waktu itu ada urusan mendadak. Tapi saya tau kok kalau ada program I8 WBMH itu dari tetangga sama spanduk-spanduk yang dipasang. Atas instruksi dari ibu Camat, bersama pak Dadang, pak RW dan ibu RT kita melakukan sosialisasi kepada 110 masyarakat. Waktu itu juga ada orang dari dinas pendidikan yang datang untuk memberikan pengarahan tentang program WBMH. Iya, saya pernah mengikuti sosialisasi program WBMH I11
13
14
15
16
17
18
19
20
itu, disana di jelasin bahwa ada program WBMH dan dihimbau untuk kita agar mengajak anak mengikuti program WBMH itu. Memang dulu pernah dipanggil sama ibu RT untuk I12 datang ke pos RW, katanya mau ngebahas soal program WBMH itu. Pernah, waktu itu Ibu RT datang kerumah manggil I13 bapak untuk disuruh datang ke Pos RW, katanya mau ada sosialisasi program WBMH itu. Bagaimana sarana dan prasarana yang digunakan Peneliti untuk program WBMH di Kecamatan Menteng? Untuk sarana yang digunakan, kita memanfaatkan pos RW dengan pos-pos ronda yang ada, kemudian kita hias sendiri pos-pos itu agar terlihat menarik dan untuk menambah semangat belajar juga untuk peserta didik. Tetapi kalau jumlah peserta didiknya banyak dan posI1 pos itu tidak menampung lagi, terpaksa kita belajar dilapangan bulu tangkis yang ada. Dan prasarana seperti buku, kita dapatkan dari sumbangan-sumbangan warga, kemudian seperti meja belajar ada yang diberikan dari ibu Camat. Pemerintah sama sekali tidak menyediakan apapun. Sarana yang digunakan bisa di gardu-gardu, mushola atau masjid kemudian pos RW. Untuk buku-buku I2 pelajaran dan alat tulis lainnya didapat dari sumbangan warga atau yang lainnya. Karena ini kan program swadaya mas. Untuk sarana kegiatan WBMH kita gunakan yang ada, seperti gardu ilmu, pendopo hijau, ataupun lapangan bulu tangkis apabila peserta didiknya banyak. Kalau untuk prasarananya sendiri, seperti buku, dan lainlannya, kita kumpulkan dari sumbangan warga. Ibu Camat juga waktu itu ikut menyumbangkan beberapa I4 meja belajar untuk digunakan kegiatan WBM itu. Jika dari pihak kelurahan, kecamatan atau Pemerintah DKI tidak menyediakan itu. Tetapi sih seharusnya Pemerintah perlu menyediakannya, karena kan kalau hanya mengandalkan sumbangan dari masyarakat pasti tidak mencukupi. Kegiatannya kita adakan di gardu-gardu ataupun di pos RW, untuk bukunya sendiri kita kumpulkan dari I7 sumbangan warga, ada juga waktu itu Ibu Camat datang memberikan beberapa meja belajar untuk digunakan kegiatan WBMH. Sarana yang kita gunakan itu gardu-gardu yang ada, I9 seperti disini ada gardu ilmu, pendopo hijau. Untuk
21 22
23
24
25
26
27
prasarana seperti buku-buku dan meja belajar kita dapatkan dari sumbangan warga, jika untuk alat tulisnya peserta didik membawa sendiri dari rumah. Siapa yang menjadi tenaga pendidik dalam program Peneliti WBMH di Kecamatan Menteng? Kalau untuk tenaga pengajar sendiri, kita menggunakan tenaga sukarela dari warga yang bersedia untuk menjadi guru pendamping kegiatan Jam malam. Di Kelurahan Pegangsaan sendiri ada beberapa warga I1 yang menjadi guru pendamping, tetapi yang aktif mengajar hanya dua orang saja, yaitu Bapak Zaky dan Ibu Pipit. Karena beberapa orang yang lainnya yang menjadi guru pendamping lainnya masih punya kesibukan lain seperti pekerjaan dan lain-lain. Fasilitator tenaga pendidik berasal dari warga yang memiliki kemampuan untuk memberikan pengajaran I2 kepada peserta didik dan mampu untuk membimbing dan memotivasi peserta didik, agar belajar dengan baik. Guru yang ada untuk kegiatan ini, itu sangat minim jumlahnya mas, dan tidak sesuai dengan jumlah peserta didik yang ada. Dan juga latar belakang mereka macam-macam ada yang memang benar guru dan ada I3 yang hanya pegawai kantor. Tetapi karena susah juga untuk mencari tenaga sukarela yang mau menjadi guru pendamping, yasudah siapa saja yang mau membantu mengajar silahkan. Kita kekurangan tenaga pendidik disini, sedangkan tenaga pendidik yang ada tidak sesuai dengan jumlah peserta didik. Dan kualitas dari guru itu sebenarnya penting, karena salah satu faktor yang menentukan prestasi peserta didik adalah kualitas dari guru yang baik. Sedangkan tenaga pendidik atau guru disini, mereka mengajarkan yah apa adanya yang mereka I4 ketahui. Dan orangtua peserta didik ikut mengawasi dan membimbing anak-anaknya. Tetapi tidak semua orangtua disini itu pernah duduk dibangku sekolah, ada juga yang dulunya tidak bersekolah. Bagaimana orangtua dari peserta didik mau membimbing, sedangkan (mohon maaf) mereka tidak bersekolah, yang mereka lakukan mungkin hanya mengawasi anakanaknya belajar. Guru pendamping disini cuma ada saya sama bapak Zaky pak, sebenarnya ada juga warga lainnya yang I9 menjadi tenaga pengajar program jam malam, tetapi yang aktif mengajar hanya tinggal saya dan pak Zaky.
28
29
30
31
32
Mungkin karena kesibukan pekerjaan mereka atau hal lain, oleh karena itu hanya kami berdua yang masih aktif mengajar, terkadang juga saya atau bapak Zaky tidak bisa mengajar karena ada urusan mendadak, Akhirnya anak-anak yang belajar sendiri-sendiri pak. Gurunya ibu Pipit, ada juga yang diajar sama bapak I14 Zaky. Ada bapak Zaky sama ibu Pipit, kadang-kadang juga I15 kita belajar sendiri kalau gak ada pak Zaky sama bu Pipit. Darimana sumber anggaran untuk pelaksanaan Peneliti program WBMH berasal? Untuk anggaran kita dapatkan dari masyarakat, tetapi yang paling sering menyumbang adalah ibu Camat, pak RW, bahkan saya sendiri pun juga ikut menyumbang, walaupun tidak banyak. Jumlahnya juga tidak tentu, karena untuk SatGas sendiri kan mereka juga butuh minum dan makan, dan untuk membeli minuman dan I1 makanan butuh uang apalagi untuk menyediakan sarana dan prasarana kegiatan Jam Malam. Jujur saya baru tahu bahwa didalam PerGub itu, anggaran untuk kegiatan Jam Malam ini dibebankan pada APBD. Karena selama ini kita mendapatkan dana untuk pelaksanaan kegiatan Jam Malam ini dari swadaya, seperti yang saya jelaskan tadi. Program Wajib Belajar Malam Hari ini adalah program swadaya, jadi anggaran untuk program ini semuanya bersumber dari masyarakat, dan tidak ada anggaran dari Pemerintah DKI Jakarta untuk program I2 Wajib Belajar Hari ini. Jika ada anggaran dari pemerintah untuk program WBMH, pastinya ada didalam DPA, namun kenyataan tidak ada. Program ini kan masih tahap percobaan, mungkin belum masuk dalam perencanaan. Dari swadaya masyarakat, Iyah memang ada didalam PerGub yang menjelaskan tentang anggaran program ini bersumber dari APBD, tetapi kalau tidak direncanakan dan dibawa ke badan perencanaan, tidak I4 akan keluar di DPA pak. Nah, tetapi karena itu masih percobaan, maksudnya masih dalam tahap uji coba, mungkin belum masuk kedalam perencanaan. Jika ada anggaran untuk program ini, pastinya masuk lewat saya pak, tetapi kenyataannya kan disini tidak ada. Yah kita semua menyumbang, tetapi kita tidak bisa I5 memaksakan kepada warga, karena sebagian warga juga ada yang tidak mampu. Karena dalam
33 34
35
36
37
38
pelaksanaan program ini kan butuh dana juga, mustahil kan kalo kita menjalankan suatu kegiatan tidak menggunakan anggaran. Kalau anggaran dari Pemerintah tidak ada, yah kita dapet dana untuk kegiatan Jam Malam dari sumbangan aja sih, seperti dari Ibu Camat, Pak RW, Pak Dadang I6 dan warga disini. Jumlahnya juga gak tentu, tetapi kita usahakan agar dana yang ada cukup untuk melaksanakan kegiatan. Siapa yang menjadi pelaksana program WBMH di Peneliti Kecamatan Menteng? Yang menjadi pelaksana program yah semua masyarakat di Kelurahan Pegangsaan, mulai dari RW, I1 RT, Orangtua, Guru, dan peserta didik sendiri. Mereka semua adalah SatGas pelaksana kegiatan Jam Malam. Pelaksana program WBMH adalah Satuan Tugas yang I2 sudah dibentuk untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Dan satuan tugas berasal dari masyarakat. Semua masyarakat ikut terlibat untuk melaksanakan kegiatan ini, karena ini kan program swadaya, jadi harusnya semua masyarakat yang ikut berperan serta I10 dalam pelaksanaan kegiatan Jam Malam ini, kita sebagai Satgas yang ditunjuk, bertugas hanya sebagai roh model atau panutan untuk menjalankan kegiatan Jam Malam itu. Siapa yang menjadi peserta didik dalam program Peneliti WBMH di Kecamatan Menteng? Peserta program ini adalah peserta didik yang berada dalam usia sekolah antara 5 (lima) sampai dengan 18 (delapan belas) tahun, berarti dari peserta didik tingkat SD sampai tingkat SMA. Memang ada juga peserta I1 didik yang tidak besekolah ikut kegiatan Jam Malam, artinya program ini bagus dong pak, karena disisi lain anak yang tidak dapat bersekolah, karena faktor ekonomi atau faktor lain pun dapat belajar bersama dengan anak-anak lainnya. Anak-anak yang berada dalam usia belajar tingkat SD I2 sampai dengan SMA/SMK. Yang ikut kegiatan yah anak-anak sekolah, tapi ada juga beberapa anak yang tidak sekolah ikut kegiatan I7 Jam Malam ini, karena disini kan kita tujuannya belajar bersama. Yah anak-anak sekolah mas, ada yang dari SD, SMP, I9 dan SMA juga SMK.
39
40
41 42
43
44 45
46
Peneliti
I1
I2
I6
I9
I10 I15 I16 Peneliti I1
I6
Bagaimana mekanisme pelaksanaan program WBMH di Kecamatan Menteng? Untuk pelaksanaan program WBMH kita lakukan pada hari-hari sekolah, dari hari minggu malam sampai kamis malam dari jam 7 sampai jam 9, dan untuk pelaksaannya sendiri, pertama kita turun kerumahrumah peserta didik bersama teman-teman SatGas lain. Dengan membawa toa, kita ajak dan beritahu anakanak bahwa sudah masuk jam belajar, kadang-kadang kita juga putar lagu mars belajar untuk menandakan bahwa jam malam sudah dimulai. Kemudian kita kumpulkan anak-anak yang sudah ada ketempat yang sudah disediakan untuk belajar. Mekanisme pelaksanaannya dilakukan pada malam di hari sekolah, dari pukul 19.00 sampai dengan 21.00, dan tanda dimulainya jam malam diperdengarkan lagu mars wajib belajar. Dan untuk teknis pembelajarannya sendiri kita serahkan kepada SatGas di wilayah sesuai dengan keperluannya. Pelajarannya yah kebanyakan kita hanya mengulang pelajaran yang diberikan di sekolah, dan membahas PR yang diberikan. Kalau untuk pelajaran, umumnya kita membahas apa yang sudah dipelajari anak di sekolah, kemudian kita juga membahas PR yang diberikan guru di sekolah. Kalau malam Jum’at biasanya juga kita mengadakan pengajian. Setiap hari kita keliling bersama teman-teman Satgas lain, kita bagi kelompok, kemudian kita beri himbauan kepada Orangtua agar mematikan TV agar tidak mengganggu kegiatan Jam Malam. Mengulang pelajaran di sekolah kalo ada yang gak ngerti kita bahas, sama ngerjain PR. Ngerjain PR sih paling sering. Bagaimana partisipasi peserta didik dalam program WBMH di Kecamatan Menteng? Cukup banyak anak yang ikut, yah ada sekitar 40 anak, tetapi memang masih banyak juga anak-anak yang tidak ikut. Masih terbilang sedikit anak yang mengikuti program Jam Malam ini, mungkin karena anak itu sudah lelah juga mas, karena banyaknya rutinitas kegiatan di sekolah, dan pada saat jam malam dimulai, ada anak yang tidur karena capek, kemudian ada juga yang belum pulang dari sekolah karena masih ada kegiatan
47
48
49 50
51
52 53
54 55
di sekolah kata beberapa anak peserta didik. Cukup banyak peserta didik yang antusias ikut kegiatan ini, namun masih banyak juga anak yang tidak ikut. Karena apabila kita memaksakan anak untuk ikut kan tidak dibenarkan juga. Program ini kan sifatnya mendidik bukan memaksa, menurut saya salah satu faktor masih banyaknya anak yang tidak ikut dalam kegiatan ini karena tidak ada sanksi yang diberikan, yah contohnya berupa denda apabila tidak mengikuti kegiatan ini. I14 Banyak kegiatan bang di sekolah, apalagi kita kelas 3 yang mau UN (Ujian Nasional), ada pelajaran tambahan juga di sekolah. Bagaimana peran dari orangtua peserta didik dalam Peneliti program WBMH di Kecamatan Menteng? I1 Jelas peran orangtua sangat penting dalam kegiatan jam malam ini, karena dari lingkungan keluarga itulah karakter anak dibentuk bang kemudian dari lingkungan sekitar, apabila kegiatan ini berjalan namun tanpa peran serta dari orangtua, kegiatan ini akan menjadi sia-sia saja. Tugas orangtua disini kan sebagai fasilitator, yaitu mengawasi dan memotivasi anak agar belajar dengan baik. Alhamdulillah disini para orangtua sudah mulai peduli dengan pendidikan anak, tapi masih ada juga orangtua yang tidak peduli, mungkin karena mereka dulu tidak mendapatkan pendidikan atau karena hal lain. Banyak faktor yang mempengaruhi, contohnya ada orangtua yang kerja lembur sampai larut malam, ada orangtua yang tidak sekolah dan akibatnya dia bingung mau mengajarkan anak tuh apa, kemudian ada juga beberapa anak korban dari perceraian orangtua atau broken home. Tugas orangtua sebagai fasilitator, dan menjadi salah satu faktor penting dalam kesuksesan program WBHM I2 ini, apabila peran orangtua yang semestinya mengawasi dan memotivasi anak dirumah tidak ada, maka akan berdampak kepada prestasi anak disekolah. I9 Orangtua sebagai garda terdepan untuk membimbing anak, karena itu menjadi bagian penting peran orangtua dalam pelaksanaan kegiatan Jam Malam. Namun disini masih banyak orangtua yang kurang mendukung kegiatan ini, seperti masih banyak orangtua yang menyalakan tv pada saat waktu pelaksanaan Jam Malam, hal itu kan menggangu kegiatan jam malam. I9
56
57
58
59
60
I10
I12 I14
Banyak orangtua yang masih bekerja sampai larut malam, ada juga yang tidak peduli sama kegiatan ini. Namun kita tetap menghimbau kepada para orangtua, agar tetap memperdulikan pendidikan anak. Tapi yah itulah tantangannya. Sepi sih mas kalo orangtua yang ngawasain, kalo awalnya sih emang ramai, tapi makin kesini jadi sepi. Kalau belajar yah sendiri, bapak kerja, ibu nonton film.
Bagaimana prestasi peserta didik program WBMH Peneliti di bidang akademik setelah mengikuti program tersebut? I1 Ada pasti kalau untuk peningkatan prestasi anak di sekolah, karena kan anak-anak setiap malamnya belajar, pastinya berdampak dengan prestasinya juga. I2 Pastinya ada peningkatan prestasi para peserta didik di bidang akademiknya, karena tujuan dari program ini sendiri adalah untuk meningkatkan prestasi anak di bidang akademik, dan berdampak kepada kebiasaan anak untuk belajar pada waktu malam hari, kita juga memberikan kartu monitoring kepada guru pendamping untuk memantau proses pembelajaran terhadap peserta didiknya. I4 Jelas kalau untuk prestasi anak disekolah pastinya ada, karena ini kan merupakan salah satu program unggulan yang dilakukan untuk meningkatkan prestasi anak di sekolah. I5 Program ini sangat bagus sekali pak, terutama untuk mendidik anak selama berada di luar lingkungan sekolah, daripada si anak ini juga keluyuran tidak jelas, lebih baik mereka belajar kan, karena itu saya sangat mendukung sekali pelaksanaan program ini. I9 Ada beberapa anak-anak disini yang mendapatkan peringkat di sekolah. I11 Allhamdulilah ada peningkatan prestasi terhadap anak saya di sekolahnya. I13 Gak dapet rangking, tapi nambah pengetahuan saya.
61
62 63
64 65
66
67
68 69 70
I14
Saya peringkat 8 di kelas.
71
I16
Dapet sih 10 besar di sekolah.
72
I18
Gak juga, tapi lumayan nambah ngerti sama pelajaran di sekolah.
73
I20
Iyah dapet rangking.
Apa yang menjadi faktor keberhasilan program WBMH di Kecamatan Menteng? I1 Yang menjadi faktor pendukung keberhasilan program WBMH ini adalah masyarakatnya sendiri, karena yang pertama kita ketahui ini kan program swadaya, jadi masyarakat yang seharusnya berperan aktif di dalam program ini, kemudian dukungan dari pemerintah, dukungan dari pemerintah sangat dibutuhkan, karena mustahilkan program ini pemerintah yang menerapkan tetapi pemerintah tidak mendukungnya. Meskipun ini program swadaya, tetapi kalau tidak adanya dukungan dari pemerintah, program ini tidak akan berjalan lama. I2 Masyarakat itu sendiri, karena program ini merupakan program swadaya, jadi sepenuhnya program ini dilaksanakan oleh masyarakat, pemerintah mengawasi pelaksanaan program dengan melakukan monitoring evaluasi terhadap pelaksanaan program WBMH. I3 Masyarakat, tetapi dukungan dari pemerintahnya juga sangat perlu, walaupun ini hanyalah program swadaya tetapi kalau pemerintah tidak mendukung itu tidak akan berjalan mulus. Yah contohnya dalam hal anggaran, jika kita hanya mengandalkan anggaran yang didapat dari masyarakat, itu tidak akan cukup untuk membiayai pelaksanaan program WBMH ini. I4 Tentunya partisipasi dan peran serta dari masyarakat, baik itu SatGas, orangtua, peserta didik, dan masyarakat sekitar yang melaksanakan program WMBH. Kemudian dukungan dari Pemerintah DKI Jakarta, baik itu berupa anggaran, ataupun fasilitas yang diberikan untuk pelaksanaan program. Kedua elemen ini sangat penting untuk penentu keberhasilan program WBMH ini. Apa yang menjadi faktor penghambat dalam Peneliti pelaksanaan program WBMH di Kecamatan Menteng? I1 Sebenarnya masih banyak sekali yang menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan program WBMH ini, dari mulai sarana yang kita miliki untuk kegiatan ini sangat sedikit, kemudian fasilitas seperti buku-buku pelajaran yang ada tidak lengkap, tenaga pendidik yang tidak mencukupi, dari kesadaran orangtua dan juga anak. Dan yang paling utama ya masalah anggaran itu sendiri yang jumlahnya tidak mencukupi untuk pembiayaan program WBMH ini, walaupun kawan-
74
Peneliti
75
76
77
78
79
I3
I4
I6
I9
I10
kawan Satgas tidak digaji, minimal kita menyediakan makan dan minum untuk kawan Satgas, dan itu semua kan memakai anggaran. Lingkungan politik juga menjadi pengaruh dalam pelaksanaan program, contohnya, seperti ibu Camat yang sebelumnya menjabat, sangat mendukung sekali pelaksanaan program WBMH ini, sedangkan kalau Camat yang sekarang ini jauh berbeda dengan Camat yang dulu. Kemarin banyak anak yang datang kepada saya, yah kira-kira ada 20 anak, mereka menagih janji kepada saya kalau mereka dapat peringkat di kelas akan diberikan handphone, memang benar mereka dapat peringkat semua, tapi sayanya lagi tidak ada duit pak, yah itu semua saya lakukan juga untuk memberikan rangsangan atau stimulus kepada mereka agar lebih giat belajar lagi dan berprestasi. Karena kan mereka juga bosen kalau belajar terus, yah yang saya minta kepada pemerintah, minimal diberikan penghargaan atau reward kepada anak-anak yang berprestasi, agar semangat belajar mereka tuh tetap ada. Yah salah satunya kurangnya peran pemerintah itu, kita kan tidak bisa jalan sendiri untuk menjalankan program ini, program WBMH ini bagus sekali memang, banyak masyarakat yang antusias pada program ini, tapi kalau pemerintah cuek atau cuma memberikan kebijakan saja tapi tidak diperhatikan, sama saja bohong. Lingkungan politik juga sangat berpengaruh untuk nasib suatu program, contohnya saja program WBMH ini. Program WBMH ini kan ditetapkan oleh Gubernur sebelumnya dan rencananya akan menerapkan di seluruh DKI Jakarta, namun ketika terjadi pergantian Gubernur, tidak ada tindak lanjut terhadap program ini. Yah setiap hari kita capek juga kalau harus memberitahu kepada warga kalau jam segini mulai kegiatan WBMH, seharusnya kan para orangtuanya juga sudah mengertilah, tanpa harus disuruh-suruh lagi. Kalau hambatan pastinya banyak sekali yang kita hadapi, kekurangan tenaga pengajar, kesadaran dari orangtua yang cenderung kurang memperhatikan pendidikan anaknya, fasilitas dan sarana untuk program WBMH yang masih minim sekali. Peran dan dukungan dari pemerintahnya sendiri, yang kalau kita bilang itu tidak ada sama sekali. Banyak sekali hambatan dalam pelaksanaan kegiatan program WBMH ini, yang paling penting sih masih kurangnya kesadaran orangtua dan tidak adanya
80
81
82
83
84
dukungan dari pemerintah. Bagaimana monitoring evaluasi yang dilakukan Peneliti Pemerintah DKI Jakarta terhadap program WBMH? I1 Memang ada beberapa orang dari Dinas Pendidikan yang datang untuk melihat kegiatan WBMH di Menteng ini, tapi itu cuma awalnya saja, kesininya tidak ada yang datang lagi. I2 Akan dilaksanakan monitoring oleh dinas pendidikan pada setiap bulannya pada setiap wilayah yang melaksanakan program WBMH. I3 Tidak ada. I4
I5 I6 I7
Tidak ada selama ini orang dari pusat, ataupun dinas pendidikan yang datang lewat saya untuk menanyakan pelaksanaan program WBMH ini, mungkin kalau mereka turun langsung kelapangan, saya tidak tahu mengenai itu. Pernah, tapi seingat saya cuma 2 kali mereka datang kesini untuk melihat pelaksanaan WBMH. Ada memang pas awal pelaksanaan program ini, itu sekitar bulan Maret, tapi sampai sekarang belum ada orang dari dinas yang datang lagi. Iyah pernah ada, dan saya juga pernah di tanyain juga mengenai pelaksanaan program WBMH ini.
85
86 87 88
89 90 91
KODING DATA Kode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43
Kata Kunci Meminimalisir kenakalan remaja. Mencegah anak menjadi korban kriminalitas di malam hari. Untuk meningkatkan kualitas dari peserta didik. Meningkatkan potensi anak di sekolah. Meningkatkan prestasi anak di sekolah. Meningkatkan prestasi anak di sekolah. Masih banyak kekurangan dalam program WBMH. Untuk melihat keberhasilan program WBMH. Untuk melihat tingkat keberhasilan program WBMH. Wilayah yang memiliki partisipasi masyarakat yang tinggi. Tingkat partisipasi masyarakat tinggi. Sudah ada program WBMH semenjak tahun 2011. Program WBMH sudah ada di Menteng sebelum PerGub no 22 diturunkan. Sosialisasi dilakukan dengan mengadakan pertemuan orangtua peserta didik. Dilakukan secara berjenjang. Mengumpulkan orangtua peserta didik di pos RW. Pernah dilakukan sosialisasi. Tidak menghadiri acara sosialisasi. Melakukan sosialisasi dengan memberikan pengarahan kepada masyarakat. Pernah mengikuti sosialisasi program WBMH Dulu pernah dilakukan sosialisasi Pernah. Sarana yang digunakan berupa pos-pos ronda yang ada. Sarana yang digunakan bisa di gardu, mushola atau pos RW. Menggunakan sarana yang ada, dan dari sumbangan warga. Kegiatan diadakan di gardu atau pos RW. Sarana yang digunakan gardu dan buku-buku dari sumbangan warga. Warga yang bersedia menjadi guru pendamping. Warga yang memiliki kemampuan untuk memberikan pengajaran. Guru yang ada sangat minim jumlahnya. Kekurangan tenaga pendidik untuk program WBMH. Guru pendamping hanya saya dan bapak Zaky. Gurunya ibu Pipit dan pak Zaky. Ada bapak Zaky sama ibu Pipit. Anggaran kita dapatkan dari masyarakat. Anggaran untuk program ini, semuanya bersumber dari masyarakat. Dari swadaya masyarakat. Kita semua menyumbang. Kalau anggaran dari Pemerintah tidak ada. Semua masyarakat. Satuan Tugas yang sudah dibentuk dan berasal dari masyarakat. Semua masyarakat ikut terlibat. Peserta didik yang berada pada usia sekolah 5-18 tahun.
44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87
Anak-anak dalam usia belajar SD sampai SMA/SMK. Anak-anak sekolah. Anak-anak sekolah. Dilakukan pada hari sekolah, pada pukul 7 sampai 9. Pada malam hari sekolah pada pukul 19.00 sampai 21.00. Mengulang pelajaran yang diberikan disekolah. Membahas pelajaran yang diberikan disekolah. Setiap hari tim satgas keliling untuk memberi himbauan kepada orangtua. Membahas pelajaran dan mengerjakan PR. Ngerjain PR. Cukup banyak anak yang ikut. Masih terbilang sedikit. Cukup banyak peserta didik yang antusias mengikuti kegiatan. Banyak kegiatan di sekolah. Peran orangtua sangat penting dalam program ini. Tugas orangtua sebagai fasilitator dalam program ini. Masih banyak orangtua yang kurang mendukung kegiatan ini. Banyak orangutan yang bekerja sampai larut malam. Sepi, orangtua yang ikut mengawasi. Kalau belajar sendiri. Ada peningkatan prestasi peserta didik di bidang akademik. Ada peningkatan prestasi peserta didik di sekolah. Untuk peningkatan prestasi pastinya ada. Program ini sangat bagus sekali ontuk mendidik anak. Ada beberapa anak yang mendapatkan peringkat di sekolah. Ada penimgkatan prestasi terhadap anak saya. Gak dapet rangking tapi nambah pengetahuan. Peringkat 8 di kelas. Dapet 10 besar di sekolah. Gak, tapi jadi ngerti sama pelajaran disekolah. Iyah dapet rangking. Peran aktif masyarakat dan dukungan pemerintah. Masyarakat itu sendiri. Masyarakat, tetapi dukungan dari pemerintah juga sangat perlu. Tentunya partisipasi dan peran serta dari masyarakat. Masih banyak yang menjadi faktor penghambat, yang utama terbatasnya angaran untuk program WBMH. Kurangnya peran pemerintah. Lingkungan politik juga sangat berpengaruh terhadap nasib suatu program. Kurangnya kesadaran orangtua. Kekurangan tenaga pengajar, kurangnya kesadaran orangtua, fasilitas dan sarana yang masih minim. Masih kurangnya kesadaran orangtua dan dukungan dari pemerintah. Ada beberapa orang dari Dinas yang datang hanya diawal saja. Akan dilaksanakan monitoring evaluasi setiap bulannya. Tidak ada.
88 89 90 91
Tidak ada selama ini. Pernah, tapi cuma 2 kali. Ada memang pas awal pelaksanaan program. Iyah pernah ada.
KATEGORISASI DATA
Q1
I1
I2
Q2
I1
I2
I3
I4
Apa yang menjadi latar belakang Kesimpulan diadakannya program WBMH tersebut? Diadakan program WBMH untuk menghindari kejadian yang tidak diiginkan Diadakannya program pada anak, seperti kasus kecelakaan WBMH, untuk kemarin terjadi pak, itu yang anaknya membiasakan anak agar artis si A. Selain itu juga untuk belajar diluar waktu meminimalisir kenakalan remaja yang sekolah dan untuk sering terjadi, seperti tawuran, narkoba, mengindari anak menjadi dan lain-lain. korban tindak kriminalitas Dilaksanakannya program Jam Malam yang terjadi sering di karena, umumnya anak sekolah sekarang malam hari. ini kerap melakukan hal-hal negatif pada malam hari. Oleh karena itu pak Gubernur membuat peraturan nomor 22 tahun 2014 tentang Wajib Belajar Malam Hari. Selain untuk mencegah anak menjadi korban kriminalitas di malam hari, program ini juga akan membiasakan anak untuk selalu belajar khususnya di luar jam sekolah. Dan program WBMH ini adalah program swadaya. Apa yang menjadi tujuan dari program Kesimpulan WBMH? Jika tujuan dari program WBMH ini adalah semata-mata untuk meningkatkan Untuk meningkatkan kualitas dari peserta didik, khususnya prestasi peserta didik di prestasi di sekolah. Kalau tujuan lainnya bidang akademik. untuk menghindari anak agar tidak keluyuran atau pergi main malam hari. Tujuan dari pelaksanaan program ini tidak lain untuk meningkatkan potensi anak di sekolah, khususnya di bidang akademik dan mengembangkan minat anak dalam belajar. Kalau tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan prestasi anak di sekolah. Kalau untuk tujuannya sendiri, program ini bertujuan untuk meningkatkan minat belajar anak dan prestasi anak disekolah. Juga menghindari anak keluar dimalam hari, agar tidak terjadi tindak kriminial yang dilakukan anak itu, ataupun
I10
Q3
I1
I2
Q4
I1
menghindari anak itu sendiri yang menjadi korban tindak kriminal. Bagus sih memang Pemda DKI Jakarta menetapkan program ini, tetapi saya rasa belum efektif kalau program ini dilaksanakan, karena saya masih melihat banyak kekurangan pada program ini, yah salah satunya pada waktu pelaksaanaan program dari jam tujuh sampai jam 9. Itu kan gak menjamin kalau anak itu langsung pulang kerumah atau tidak. Alasan dilakukan pilot project pada program WBMH? Program WBMH ini memang program percontohan yang dilakukan Pemerintah DKI Jakarta. Alasannya karena pemerintah ingin melihat apakah program ini berhasil atau tidak dalam meningkatkan prestasi anak di sekolah, pada daerah atau wilayah-wilayah yang menerapkan program WBMH ini. Apabila tujuan dari program ini berhasil, maka rencana dari pemerintah akan menerapkan program ini diseluruh wilayah Jakarta. Pelaksanaan pilot project merupakan tahapan uji coba implementasi yang dilakukan Pemerintah untuk melihat sejauhmana tingkat keberhasilan program WBMH ini, apabila tujuan dari program ini berhasil meningkatkan prestasi didik di bidang akademik, maka Pemerintah Jakarta akan menerapkan program ini diseluruh wilayah Jakarta. Bagaimana pemilihan lokasi yang dijadikan pilot project untuk program WBMH? Kalau untuk pemilihan wilayah yang akan dijadikan lokasi percontohan program WBMH pastinya adalah wilayah yang memiliki tingkat partisipasi masyarakat yang tinggi, seperti di Kecamatan Menteng ini.” Dan pemberlakuan kegiatan WBMH di Kelurahan Pegangsaan, Kecamatan Menteng sendiri sebenarnya sudah ada selama empat tahun, tepatnya mulai ada
Kesimpulan Untuk melihat tingkat keberhasilan program WBMH.
Kesimpulan
Dipilih berdasarkan wilayah yang memiliki partisipasi masyarakat yang tinggi terhadap suatu program.
I2
I3
I4
Q5
I1
semenjak tahun 2011, tetapi sebelum keluar Pergubnya, kegiatan Jam Malam ini belum rutin dilaksanakan, dan masih banyak warga yang belum melaksanakannya. Bahwa sebenarnya wilayah yang akan dijadikan pilot project untuk Program Wajib Belajar Malam Hari tersebut, karena wilayah tersebut sudah menerapkan terlebih dulu program jam wajib malam di wilayahnya. Seperti yang ada di Kelurahan Pegangsaan, Kecamatan Menteng sudah menjalankan program ini, dan sama halnya dengan Kecamatan Koja yang sudah terlebih dahulu menerapkan program jam wajib malam. Dan wilayahwilayah lain di Jakarta yang dianggap tingkat partisipasi masyarakatnya baik. Setau saya program WBMH ini sudah ada di Kelurahan Pegangsaan ini sekitar tahun 2011, kami menjalankan program WBMH ini berdasarkan inisiatif dari warga masyarakat dan komunitas disini yang peduli kepada anak-anak, walaupun belum rutin dilaksanakan dan belum banyak anak yang mengikuti. Program WBMH sudah diterapkan di Kelurahan Pegangsaan jauh sebelum Pergub Nomor 22 turun mas, tetapi memang cuma jalan ala kadarnya, dan sekarang setelah keluar Pergubnya kita coba untuk menjalani secara serempak, dan program ini adalah program swadaya dari masyarakat. Bagaimana sosialisasi yang dilakukan pemerintah terhadap program WBMH kepada masyarakat? Untuk sosialisasinya sendiri kita lakukan dengan mengadakan pertemuan Orangtua dari peserta didik dan satuan tugas pelaksana program, kemudian kita memberikan penjelasan mengenai program WBMH ini. Ada juga kita memasang spanduk program WBMH, dan kita menempelkan stiker di rumah-rumah peserta didik, apabila ada Orangtua
Kesimpulan
Sosialisasi dilakukan secara berjenjang, mulai dari Dinas Pendidikan, Kecamatan, Kelurahan, Satuan Tugas, kemudian masyarakat.
I2
I5
I6
I8
110
I11
I12
peserta didik yang tidak hadir dalam pertemuan tersebut tetap mengetahui tentang program ini. Tetapi spanduk dan stiker itu kita adakan dengan dana pribadi dari ibu Camat maupun masyarakat, pemerintah tidak menyediakan itu. Pemerintah hanya sebatas memberikan pengarahan mengenai mekanisme pelaksanaan program WBMH saja, itupun hanya sekali dilakukan. Sosialisasinya kita lakukan secara berjenjang, dengan memberikan pengarahan kepada Suku Dinas, kemudian dilanjutkan pada Satuan Tugas pelaksana program WBMH di tingkat Kecamatan. Sosialisasinya pada waktu itu saya bersama tim Satuan Tugas pengurus program WBMH yang lain mengumpulkan para Orangtua peserta didik di pos RW, untuk diberikan pengarahan tentang program WBMH itu. Pernah dilakukan sosialisasi, waktu itu sehabis Isya, saya bersama teman-teman pengurus dan pelaksana program WBMH yang lain mengumpulkan Orangtua peserta didik untuk diberikan penjelasan mengenai program WBMH tersebut. Saya gak hadir dalam acara sosialisasi, waktu itu ada urusan mendadak. Tapi saya tau kok kalau ada program WBMH itu dari tetangga sama spanduk-spanduk yang dipasang. Atas instruksi dari ibu Camat, bersama pak Dadang, pak RW dan ibu RT kita melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Waktu itu juga ada orang dari dinas pendidikan yang datang untuk memberikan pengarahan tentang program WBMH. Iya, saya pernah mengikuti sosialisasi program WBMH itu, disana di jelasin bahwa ada program WBMH dan dihimbau untuk kita agar mengajak anak mengikuti program WBMH itu. Memang dulu pernah dipanggil sama ibu RT untuk datang ke pos RW, katanya mau ngebahas soal program WBMH itu.
I13
Q6
I1
I2
I4
I7
Pernah, waktu itu Ibu RT datang kerumah manggil bapak untuk disuruh datang ke Pos RW, katanya mau ada sosialisasi program WBMH itu. Bagaimana sarana dan prasarana yang digunakan untuk program WBMH di Kecamatan Menteng? Untuk sarana yang digunakan, kita memanfaatkan pos RW dengan pos-pos ronda yang ada, kemudian kita hias sendiri pos-pos itu agar terlihat menarik dan untuk menambah semangat belajar juga untuk peserta didik. Tetapi kalau jumlah peserta didiknya banyak dan pos-pos itu tidak menampung lagi, terpaksa kita belajar dilapangan bulu tangkis yang ada. Dan prasarana seperti buku, kita dapatkan dari sumbangan-sumbangan warga, kemudian seperti meja belajar ada yang diberikan dari ibu Camat. Pemerintah sama sekali tidak menyediakan apapun. Sarana yang digunakan bisa di gardugardu, mushola atau masjid kemudian pos RW. Untuk buku-buku pelajaran dan alat tulis lainnya didapat dari sumbangan warga atau yang lainnya. Karena ini kan program swadaya mas. Untuk sarana kegiatan WBMH kita gunakan yang ada, seperti gardu ilmu, pendopo hijau, ataupun lapangan bulu tangkis apabila peserta didiknya banyak. Kalau untuk prasarananya sendiri, seperti buku, dan lain-lannya, kita kumpulkan dari sumbangan warga. Ibu Camat juga waktu itu ikut menyumbangkan beberapa meja belajar untuk digunakan kegiatan WBM itu. Jika dari pihak kelurahan, kecamatan atau Pemerintah DKI tidak menyediakan itu. Tetapi sih seharusnya Pemerintah perlu menyediakannya, karena kan kalau hanya mengandalkan sumbangan dari masyarakat pasti tidak mencukupi. Kegiatannya kita adakan di gardu-gardu ataupun di pos RW, untuk bukunya sendiri kita kumpulkan dari sumbangan warga,
Kesimpulan
Sarana yang digunakan adalah pos-pos gardu, dan lapangan yang ada. Kemudian buku-buku pelajaran yang digunakan berasal dari sumbangan warga. Minimnya sarana dan prasarana yang ada di Kecamatan Menteng untuk program WBMH.
I9
Q7
I1
I2
I3
I4
ada juga waktu itu Ibu Camat datang memberikan beberapa meja belajar untuk digunakan kegiatan WBMH. Sarana yang kita gunakan itu gardu-gardu yang ada, seperti disini ada gardu ilmu, pendopo hijau. Untuk prasarana seperti buku-buku dan meja belajar kita dapatkan dari sumbangan warga, jika untuk alat tulisnya peserta didik membawa sendiri dari rumah. Siapa yang menjadi tenaga pendidik dalam program WBMH di Kecamatan Menteng? Kalau untuk tenaga pengajar sendiri, kita menggunakan tenaga sukarela dari warga yang bersedia untuk menjadi guru pendamping kegiatan Jam malam. Di Kelurahan Pegangsaan sendiri ada beberapa warga yang menjadi guru pendamping, tetapi yang aktif mengajar hanya dua orang saja, yaitu Bapak Zaky dan Ibu Pipit. Karena beberapa orang yang lainnya yang menjadi guru pendamping lainnya masih punya kesibukan lain seperti pekerjaan dan lainlain. Fasilitator tenaga pendidik berasal dari warga yang memiliki kemampuan untuk memberikan pengajaran kepada peserta didik dan mampu untuk membimbing dan memotivasi peserta didik, agar belajar dengan baik. Guru yang ada untuk kegiatan ini, itu sangat minim jumlahnya mas, dan tidak sesuai dengan jumlah peserta didik yang ada. Dan juga latar belakang mereka macam-macam ada yang memang benar guru dan ada yang hanya pegawai kantor. Tetapi karena susah juga untuk mencari tenaga sukarela yang mau menjadi guru pendamping, yasudah siapa saja yang mau membantu mengajar silahkan. Kita kekurangan tenaga pendidik disini, sedangkan tenaga pendidik yang ada tidak sesuai dengan jumlah peserta didik. Dan kualitas dari guru itu sebenarnya penting,
Kesimpulan
Warga yang bersedia untuk menjadi guru pendamping. Kurangnya jumlah tenaga pendidik yang ada di Kecamatan Menteng.
I9
I14 I15 Q8
I1
karena salah satu faktor yang menentukan prestasi peserta didik adalah kualitas dari guru yang baik. Sedangkan tenaga pendidik atau guru disini, mereka mengajarkan yah apa adanya yang mereka ketahui. Dan orangtua peserta didik ikut mengawasi dan membimbing anakanaknya. Tetapi tidak semua orangtua disini itu pernah duduk dibangku sekolah, ada juga yang dulunya tidak bersekolah. Bagaimana orangtua dari peserta didik mau membimbing, sedangkan (mohon maaf) mereka tidak bersekolah, yang mereka lakukan mungkin hanya mengawasi anak-anaknya belajar. Guru pendamping disini cuma ada saya sama bapak Zaky pak, sebenarnya ada juga warga lainnya yang menjadi tenaga pengajar program jam malam, tetapi yang aktif mengajar hanya tinggal saya dan pak Zaky. Mungkin karena kesibukan pekerjaan mereka atau hal lain, oleh karena itu hanya kami berdua yang masih aktif mengajar, terkadang juga saya atau bapak Zaky tidak bisa mengajar karena ada urusan mendadak, Akhirnya anakanak yang belajar sendiri-sendiri pak. Gurunya ibu Pipit, ada juga yang diajar sama bapak Zaky. Ada bapak Zaky sama ibu Pipit, kadangkadang juga kita belajar sendiri kalau gak ada pak Zaky sama bu Pipit. Darimana sumber anggaran untuk Kesimpulan pelaksanaan program WBMH berasal? Untuk anggaran kita dapatkan dari masyarakat, tetapi yang paling sering Bersumber dari swadaya menyumbang adalah ibu Camat, pak RW, masyarakat. bahkan saya sendiri pun juga ikut menyumbang, walaupun tidak banyak. Jumlahnya juga tidak tentu, karena untuk SatGas sendiri kan mereka juga butuh minum dan makan, dan untuk membeli minuman dan makanan butuh uang apalagi untuk menyediakan sarana dan prasarana kegiatan Jam Malam. Jujur saya baru tahu bahwa didalam PerGub itu, anggaran
I2
I4
I5
I6
untuk kegiatan Jam Malam ini dibebankan pada APBD. Karena selama ini kita mendapatkan dana untuk pelaksanaan kegiatan Jam Malam ini dari swadaya, seperti yang saya jelaskan tadi. Program Wajib Belajar Malam Hari ini adalah program swadaya, jadi anggaran untuk program ini semuanya bersumber dari masyarakat, dan tidak ada anggaran dari Pemerintah DKI Jakarta untuk program Wajib Belajar Hari ini. Jika ada anggaran dari pemerintah untuk program WBMH, pastinya ada didalam DPA, namun kenyataan tidak ada. Program ini kan masih tahap percobaan, mungkin belum masuk dalam perencanaan. Dari swadaya masyarakat, Iyah memang ada didalam PerGub yang menjelaskan tentang anggaran program ini bersumber dari APBD, tetapi kalau tidak direncanakan dan dibawa ke badan perencanaan, tidak akan keluar di DPA pak. Nah, tetapi karena itu masih percobaan, maksudnya masih dalam tahap uji coba, mungkin belum masuk kedalam perencanaan. Jika ada anggaran untuk program ini, pastinya masuk lewat saya pak, tetapi kenyataannya kan disini tidak ada. Yah kita semua menyumbang, tetapi kita tidak bisa memaksakan kepada warga, karena sebagian warga juga ada yang tidak mampu. Karena dalam pelaksanaan program ini kan butuh dana juga, mustahil kan kalo kita menjalankan suatu kegiatan tidak menggunakan anggaran. Kalau anggaran dari Pemerintah tidak ada, yah kita dapet dana untuk kegiatan Jam Malam dari sumbangan aja sih, seperti dari Ibu Camat, Pak RW, Pak Dadang dan warga disini. Jumlahnya juga gak tentu, tetapi kita usahakan agar dana yang ada cukup untuk melaksanakan kegiatan.
Q9
I1
I2
I10
Q10
I1
I2
I7
I9
Siapa yang menjadi pelaksana program WBMH di Kecamatan Menteng? Yang menjadi pelaksana program yah semua masyarakat di Kelurahan Pegangsaan, mulai dari RW, RT, Orangtua, Guru, dan peserta didik sendiri. Mereka semua adalah SatGas pelaksana kegiatan Jam Malam. Pelaksana program WBMH adalah Satuan Tugas yang sudah dibentuk untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Dan satuan tugas berasal dari masyarakat. Semua masyarakat ikut terlibat untuk melaksanakan kegiatan ini, karena ini kan program swadaya, jadi harusnya semua masyarakat yang ikut berperan serta dalam pelaksanaan kegiatan Jam Malam ini, kita sebagai Satgas yang ditunjuk, bertugas hanya sebagai roh model atau panutan untuk menjalankan kegiatan Jam Malam itu. Siapa yang menjadi peserta didik dalam program WBMH di Kecamatan Menteng? Peserta program ini adalah peserta didik yang berada dalam usia sekolah antara 5 (lima) sampai dengan 18 (delapan belas) tahun, berarti dari peserta didik tingkat SD sampai tingkat SMA. Memang ada juga peserta didik yang tidak besekolah ikut kegiatan Jam Malam, artinya program ini bagus dong pak, karena disisi lain anak yang tidak dapat bersekolah, karena faktor ekonomi atau faktor lain pun dapat belajar bersama dengan anak-anak lainnya. Anak-anak yang berada dalam usia belajar tingkat SD sampai dengan SMA/SMK. Yang ikut kegiatan yah anak-anak sekolah, tapi ada juga beberapa anak yang tidak sekolah ikut kegiatan Jam Malam ini, karena disini kan kita tujuannya belajar bersama. Yah anak-anak sekolah mas, ada yang dari SD, SMP, dan SMA juga SMK.
Kesimpulan Semua masyarakat Kecamatan Menteng.
Kesimpulan
Anak-anak yang berada dalam usia belajar tingkat SD sampai dengan SMA/SMK.
Q11
I1
I2
I6
I9
I10
I15 I16
Bagaimana mekanisme pelaksanaan program WBMH di Kecamatan Menteng? Untuk pelaksanaan program WBMH kita lakukan pada hari-hari sekolah, dari hari minggu malam sampai kamis malam dari jam 7 sampai jam 9, dan untuk pelaksaannya sendiri, pertama kita turun kerumah-rumah peserta didik bersama teman-teman SatGas lain. Dengan membawa toa, kita ajak dan beritahu anakanak bahwa sudah masuk jam belajar, kadang-kadang kita juga putar lagu mars belajar untuk menandakan bahwa jam malam sudah dimulai. Kemudian kita kumpulkan anak-anak yang sudah ada ketempat yang sudah disediakan untuk belajar. Mekanisme pelaksanaannya dilakukan pada malam di hari sekolah, dari pukul 19.00 sampai dengan 21.00, dan tanda dimulainya jam malam diperdengarkan lagu mars wajib belajar. Dan untuk teknis pembelajarannya sendiri kita serahkan kepada SatGas di wilayah sesuai dengan keperluannya. Pelajarannya yah kebanyakan kita hanya mengulang pelajaran yang diberikan di sekolah, dan membahas PR yang diberikan. Kalau untuk pelajaran, umumnya kita membahas apa yang sudah dipelajari anak di sekolah, kemudian kita juga membahas PR yang diberikan guru di sekolah. Kalau malam Jum’at biasanya juga kita mengadakan pengajian. Setiap hari kita keliling bersama temanteman Satgas lain, kita bagi kelompok, kemudian kita beri himbauan kepada Orangtua agar mematikan TV agar tidak mengganggu kegiatan Jam Malam. Mengulang pelajaran di sekolah kalo ada yang gak ngerti kita bahas, sama ngerjain PR. Ngerjain PR sih paling sering.
Kesimpulan
Dimulai pada pukul 19.00 sampai 21.00, di hari sekolah. Kegiatan yang dilakukan mengulang pelajaran dan membahas PR yang diberikan di sekolah.
Q12 I1
I6
I9
I14
Q13 I1
Bagaimana partisipasi peserta didik Kesimpulan dalam program WBMH di Kecamatan Menteng? Cukup banyak anak yang ikut, yah ada sekitar 40 anak, tetapi memang masih Masih sedikit peserta didik banyak juga anak-anak yang tidak ikut. yang mengikuti program Masih terbilang sedikit anak yang WBMH. mengikuti program Jam Malam ini, mungkin karena anak itu sudah lelah juga mas, karena banyaknya rutinitas kegiatan di sekolah, dan pada saat jam malam dimulai, ada anak yang tidur karena capek, kemudian ada juga yang belum pulang dari sekolah karena masih ada kegiatan di sekolah kata beberapa anak peserta didik. Cukup banyak peserta didik yang antusias ikut kegiatan ini, namun masih banyak juga anak yang tidak ikut. Karena apabila kita memaksakan anak untuk ikut kan tidak dibenarkan juga. Program ini kan sifatnya mendidik bukan memaksa, menurut saya salah satu faktor masih banyaknya anak yang tidak ikut dalam kegiatan ini karena tidak ada sanksi yang diberikan, yah contohnya berupa denda apabila tidak mengikuti kegiatan ini. Banyak kegiatan bang di sekolah, apalagi kita kelas 3 yang mau UN (Ujian Nasional), ada pelajaran tambahan juga di sekolah. Bagaimana peran dari orangtua peserta Kesimpulan didik dalam program WBMH di Kecamatan Menteng? Jelas peran orangtua sangat penting dalam kegiatan jam malam ini, karena dari Masih kurangnya peran lingkungan keluarga itulah karakter anak orangtua dalam program dibentuk bang kemudian dari lingkungan WBMH. sekitar, apabila kegiatan ini berjalan namun tanpa peran serta dari orangtua, kegiatan ini akan menjadi sia-sia saja. Tugas orangtua disini kan sebagai fasilitator, yaitu mengawasi dan memotivasi anak agar belajar dengan baik. Alhamdulillah disini para orangtua sudah mulai peduli dengan pendidikan anak, tapi
I2
I9
I10
I12 I14 Q14 I1
I2
masih ada juga orangtua yang tidak peduli, mungkin karena mereka dulu tidak mendapatkan pendidikan atau karena hal lain. Banyak faktor yang mempengaruhi, contohnya ada orangtua yang kerja lembur sampai larut malam, ada orangtua yang tidak sekolah dan akibatnya dia bingung mau mengajarkan anak tuh apa, kemudian ada juga beberapa anak korban dari perceraian orangtua atau broken home. Tugas orangtua sebagai fasilitator, dan menjadi salah satu faktor penting dalam kesuksesan program WBHM ini, apabila peran orangtua yang semestinya mengawasi dan memotivasi anak dirumah tidak ada, maka akan berdampak kepada prestasi anak disekolah. Orangtua sebagai garda terdepan untuk membimbing anak, karena itu menjadi bagian penting peran orangtua dalam pelaksanaan kegiatan Jam Malam. Namun disini masih banyak orangtua yang kurang mendukung kegiatan ini, seperti masih banyak orangtua yang menyalakan tv pada saat waktu pelaksanaan Jam Malam, hal itu kan menggangu kegiatan jam malam. Banyak orangtua yang masih bekerja sampai larut malam, ada juga yang tidak peduli sama kegiatan ini. Namun kita tetap menghimbau kepada para orangtua, agar tetap memperdulikan pendidikan anak. Tapi yah itulah tantangannya. Sepi sih mas kalo orangtua yang ngawasain, kalo awalnya sih emang ramai, tapi makin kesini jadi sepi. Kalau belajar yah sendiri, bapak kerja, ibu nonton film. Bagaimana prestasi peserta didik Kesimpulan program WBMH di bidang akademik setelah mengikuti program tersebut? Ada pasti kalau untuk peningkatan prestasi anak di sekolah, karena kan anak-anak Terdapat peningkatan setiap malamnya belajar, pastinya prestasi peserta didik di berdampak dengan prestasinya juga. bidang akademik. Pastinya ada peningkatan prestasi para peserta didik di bidang akademiknya,
I14
karena tujuan dari program ini sendiri adalah untuk meningkatkan prestasi anak di bidang akademik, dan berdampak kepada kebiasaan anak untuk belajar pada waktu malam hari, kita juga memberikan kartu monitoring kepada guru pendamping untuk memantau proses pembelajaran terhadap peserta didiknya. Jelas kalau untuk prestasi anak disekolah pastinya ada, karena ini kan merupakan salah satu program unggulan yang dilakukan untuk meningkatkan prestasi anak di sekolah. Program ini sangat bagus sekali pak, terutama untuk mendidik anak selama berada di luar lingkungan sekolah, daripada si anak ini juga keluyuran tidak jelas, lebih baik mereka belajar kan, karena itu saya sangat mendukung sekali pelaksanaan program ini. Ada beberapa anak-anak disini yang mendapatkan peringkat di sekolah. Allhamdulilah ada peningkatan prestasi terhadap anak saya di sekolahnya. Gak dapet rangking, tapi nambah pengetahuan saya. Saya peringkat 8 di kelas.
I16
Dapet sih 10 besar di sekolah.
I18
Gak juga, tapi lumayan nambah ngerti sama pelajaran di sekolah. Iyah dapet rangking.
I4
I5
I9 I11 I13
I20 Q15 I1
Apa yang menjadi faktor keberhasilan Kesimpulan program WBMH di Kecamatan Menteng? Yang menjadi faktor pendukung keberhasilan program WBMH ini adalah Peran aktif masyarakat dan masyarakatnya sendiri, karena yang dukungan Pemerintah DKI pertama kita ketahui ini kan program Jakarta. swadaya, jadi masyarakat yang seharusnya berperan aktif di dalam program ini, kemudian dukungan dari pemerintah, dukungan dari pemerintah sangat
I2
I3
I4
Q16 I1
dibutuhkan, karena mustahilkan program ini pemerintah yang menerapkan tetapi pemerintah tidak mendukungnya. Meskipun ini program swadaya, tetapi kalau tidak adanya dukungan dari pemerintah, program ini tidak akan berjalan lama. Masyarakat itu sendiri, karena program ini merupakan program swadaya, jadi sepenuhnya program ini dilaksanakan oleh masyarakat, pemerintah mengawasi pelaksanaan program dengan melakukan monitoring evaluasi terhadap pelaksanaan program WBMH. Masyarakat, tetapi dukungan dari pemerintahnya juga sangat perlu, walaupun ini hanyalah program swadaya tetapi kalau pemerintah tidak mendukung itu tidak akan berjalan mulus. Yah contohnya dalam hal anggaran, jika kita hanya mengandalkan anggaran yang didapat dari masyarakat, itu tidak akan cukup untuk membiayai pelaksanaan program WBMH ini. Tentunya partisipasi dan peran serta dari masyarakat, baik itu SatGas, orangtua, peserta didik, dan masyarakat sekitar yang melaksanakan program WMBH. Kemudian dukungan dari Pemerintah DKI Jakarta, baik itu berupa anggaran, ataupun fasilitas yang diberikan untuk pelaksanaan program. Kedua elemen ini sangat penting untuk penentu keberhasilan program WBMH ini. Apa yang menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan program WBMH di Kecamatan Menteng? Sebenarnya masih banyak sekali yang menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan program WBMH ini, dari mulai sarana yang kita miliki untuk kegiatan ini sangat sedikit, kemudian fasilitas seperti buku-buku pelajaran yang ada tidak lengkap, tenaga pendidik yang tidak mencukupi, dari kesadaran orangtua dan juga anak. Dan yang paling utama ya
Kesimpulan
Terbatasnya anggaran, minimnya sarana dan prasarana yang ada, lingkungan politik yang berubah.
I3
I4
masalah anggaran itu sendiri yang jumlahnya tidak mencukupi untuk pembiayaan program WBMH ini, walaupun kawan-kawan Satgas tidak digaji, minimal kita menyediakan makan dan minum untuk kawan Satgas, dan itu semua kan memakai anggaran. Lingkungan politik juga menjadi pengaruh dalam pelaksanaan program, contohnya, seperti ibu Camat yang sebelumnya menjabat, sangat mendukung sekali pelaksanaan program WBMH ini, sedangkan kalau Camat yang sekarang ini jauh berbeda dengan Camat yang dulu. Kemarin banyak anak yang datang kepada saya, yah kira-kira ada 20 anak, mereka menagih janji kepada saya kalau mereka dapat peringkat di kelas akan diberikan handphone, memang benar mereka dapat peringkat semua, tapi sayanya lagi tidak ada duit pak, yah itu semua saya lakukan juga untuk memberikan rangsangan atau stimulus kepada mereka agar lebih giat belajar lagi dan berprestasi. Karena kan mereka juga bosen kalau belajar terus, yah yang saya minta kepada pemerintah, minimal diberikan penghargaan atau reward kepada anak-anak yang berprestasi, agar semangat belajar mereka tuh tetap ada. Yah salah satunya kurangnya peran pemerintah itu, kita kan tidak bisa jalan sendiri untuk menjalankan program ini, program WBMH ini bagus sekali memang, banyak masyarakat yang antusias pada program ini, tapi kalau pemerintah cuek atau cuma memberikan kebijakan saja tapi tidak diperhatikan, sama saja bohong. Lingkungan politik juga sangat berpengaruh untuk nasib suatu program, contohnya saja program WBMH ini. Program WBMH ini kan ditetapkan oleh Gubernur sebelumnya dan rencananya akan menerapkan di seluruh DKI Jakarta, namun ketika terjadi pergantian Gubernur, tidak ada tindak lanjut terhadap program
ini. I6
I9
I10
Q17 I1
I2
I3 I4
I5
Yah setiap hari kita capek juga kalau harus memberitahu kepada warga kalau jam segini mulai kegiatan WBMH, seharusnya kan para orangtuanya juga sudah mengertilah, tanpa harus disuruh-suruh lagi. Kalau hambatan pastinya banyak sekali yang kita hadapi, kekurangan tenaga pengajar, kesadaran dari orangtua yang cenderung kurang memperhatikan pendidikan anaknya, fasilitas dan sarana untuk program WBMH yang masih minim sekali. Peran dan dukungan dari pemerintahnya sendiri, yang kalau kita bilang itu tidak ada sama sekali. Banyak sekali hambatan dalam pelaksanaan kegiatan program WBMH ini, yang paling penting sih masih kurangnya kesadaran orangtua dan tidak adanya dukungan dari pemerintah. Bagaimana monitoring evaluasi yang Kesimpulan dilakukan Pemerintah DKI Jakarta terhadap program WBMH? Memang ada beberapa orang dari Dinas Pendidikan yang datang untuk melihat Tidak berjalan dengan baik. kegiatan WBMH di Menteng ini, tapi itu cuma awalnya saja, kesininya tidak ada yang datang lagi. Akan dilaksanakan monitoring oleh dinas pendidikan pada setiap bulannya pada setiap wilayah yang melaksanakan program WBMH. Tidak ada. Tidak ada selama ini orang dari pusat, ataupun dinas pendidikan yang datang lewat saya untuk menanyakan pelaksanaan program WBMH ini, mungkin kalau mereka turun langsung kelapangan, saya tidak tahu mengenai itu. Pernah, tapi seingat saya cuma 2 kali mereka datang kesini untuk melihat pelaksanaan WBMH.
I6
I7
Ada memang pas awal pelaksanaan program ini, itu sekitar bulan Maret, tapi sampai sekarang belum ada orang dari dinas yang datang lagi. Iyah pernah ada, dan saya juga pernah di tanyain juga mengenai pelaksanaan program WBMH ini.
PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, Menimbang
:
a.
bahwa pendidikan harus mampu menjawab berbagai tantangan sesuai dengan tuntutan dan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan internasional, maka pendidikan diselenggarakan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan untuk mewujudkan pemerataan dan perluasan akses, peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing serta penguatan tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik dalam menyelenggarakan dan mengelola pendidikan sebagai satu sistem pendidikan;
b.
bahwa pendidikan harus mampu mewujudkan Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia yang representatif dalam pergaulan dunia, untuk itu diperlukan sumber daya manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta mampu bersaing pada taraf nasional dan internasional;
c.
bahwa Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan pendidikan merupakan urusan wajib yang menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah daerah, maka perlu pengaturan untuk memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan;
d.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Sistem Pendidikan.
Mengingat
:
1.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3039);
2.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3670);
3.
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Propinsi Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 146, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3878);
4.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3886);
5.
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3890);
6.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4132) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4132);
7.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 4168, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2);
8.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4235);
9.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4279);
10. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286);
11. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4301); 12. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4355); 13. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389); 14. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437); 15. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438); 16. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4586); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); 18. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2000 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4014); 19. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4276); 20. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4496); 21. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4578); 22. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4609); 23. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah; 24. Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 11 Tahun 1988 tentang Ketertiban Umum Dalam Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 1989 Nomor 72); 25. Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 7 Tahun 1991 tentang Bangunan Dalam Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 1991 Nomor 23); 26. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 1999 Nomor 23); 27. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 3 Tahun 2001 tentang Bentuk Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2001 Nomor 66); 28. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota jakarta Nomor 8 Tahun 2001 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2001 Nomor 92); 29. Peraturah Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 17 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Barang Daerah (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2004 Nomor 72); 30. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Nomor 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2005 Nomor 23).
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA dan GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA MEMUTUSKAN: Menetapkan
:
PERATURAN DAERAH TENTANG SISTEM PENDIDIKAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksudkan dengan: 1.
Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.
2.
Daerah adalah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta selanjutnya disebut Provinsi DKI Jakarta.
3.
Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
4.
Gubernur adalah Gubernur Provinsi DKI Jakarta.
5.
Perangkat Daerah adalah Perangkat Daerah Provinsi DKI Jakarta yang terdiri dari Sekretariat Daerah, Sekretariat Dewan, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Kotamadya dan Kabupaten Administrasi, Kecamatan, dan Kelurahan di Provinsi DKI Jakarta.
6.
Dinas adalah Perangkat daerah yang bertanggungjawab di bidang pendidikan.
7.
Kantor Wilayah Departemen Agama yang selanjutnya disebut Kanwil Departemen Agama adalah Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi DKI Jakarta.
8.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembang-kan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara, yang diselenggarakan di Provinsi DKI Jakarta.
9.
Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
10. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan. 11. Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan. 12. Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan. 13. Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. 14. Pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah, berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah, atau bentuk lain yang sederajat. 15. Pendidikan menengah adalah jenjang pendidikan lanjutan pendidikan dasar, berbentuk Sekolah Menengag Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) atau bentukk lain yang sederajat. 16. Pendidikan tinggi adalah pendidikan formal setelah pendidikan menengah yang mencakup program diploma, sarjana, magister, doktor, dan spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. 17. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
18. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. 19. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. 20. Pendidikan bertaraf internasional adalah pendidikan yang diselenggarakan dengan menggunakan standar pendidikan nasional yang diperkaya dengan standar pendidikan negara maju. 21. Pendidikan khusus adalah pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, intelektual, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. 22. Pendidikan layanan khusus adalah pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi. 23. Pendidikan jarak jauh adalah pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari pendidik dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi komunikasi, informasi, dan media lain. 24. Pendidikan keagamaan adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menguasai, memahami, dan mengamalkan ajaran agama dan/atau menjadi ahli ilmu agama. 25. Pendidikan berbasis Daerah adalah satuan pendidikan dasar dan menengah yang menyelenggarakan pendidikan dengan acuan kurikulum yang menunjang upaya pengembangan potensi, ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat Jakarta sebagai daerah dan/atau sebagai ibukota negara Republik Indonesia. 26. Pendidikan berbasis masyarakat adalah penyelenggaraan pendidikan ber-dasarkan kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat. 27. Taman Penitipan Anak yang selanjutnya disebut TPA adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program kesejahteraan sosial, program pengasuhan anak, dan program pendidikan anak sejak lahir sampai dengan berusia 6 (enam) tahun. 28. Kelompok bermain yang selanjutnya disebut KB adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan non formal yang menyelenggarakan program pendidikan dan program kesejahteraan bagi anak berusia 2 (dua) tahun sampai dengan 4 (empat) tahun. 29. Taman kanak-kanak selanjutnya disebut TK adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak usia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun. 30. Raudhatul Athfal selanjutnya disebut RA dan Bustanul Athfal yang selanjutnya disebut BA adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan agama Islam bagi anak usia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun. 31. Taman Kanak-Kanak Al Qur'an yang selanjutnya disebut TKQ adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program pendidikan Al Qur'an bagi anak usia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun. 32. Sekolah Dasar yang selanjutnya disebut SD adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan dasar. 33. Madrasah Ibtidaiyah yang selanjutnya disebut MI adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan dasar di dalam binaan Departemen Agama. 34. Taman Pendidikan Al Qur'an yang selanjutnya disebut TPQ adalah salah satu bentuk satuan pendidikan nonformal yang menyelenggarakan pendidikan Al Qur'an bagi anak usia 7 (tujuh) tahun keatas. 35. Sekolah Menengah Pertama yang selanjutnya disebut SMP adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan dasar sebagai lanjutan dari SD, MI atau bentuk lain yang sederajat. 36. Madrasah Tsanawiyah yang selanjutnya disebut MTs adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan dasar sebagai lanjutan dari SD, MI atau bentuk lain yang sederajat di dalam binaan Departemen Agama. 37. Sekolah Menengah Atas yang selanjutnya disebut SMA adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat.
38. Sekolah Menengah Kejuruan yang selanjutnya disebut SMK adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat. 39. Sekolah Luar Biasa yang selanjutnya disebut SLB adalah pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan khusus, bersifat segregatif dan terdiri atas Taman Kanak-Kanak Luar Biasa (TKLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Madrasah Ibtidaiyah Luar Biasa (MILB), Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB), Madrasah Tsanawiyah Luar Biasa (MTsLB), Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB), dan Madrasah Aliyah Luar Biasa (MALB). 40. Madrasah Aliyah yang selanjutnya disebut MA adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat di dalam binaan Departemen Agama. 41. Madrasah Aliyah Kejuruan yang selanjutnya disebut MAK adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat di dalam binaan Departemen Agama. 42. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat yang selanjutnya disebut PKBM adalah satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan nonformal. 43. Majelis Taklim adalah salah satu bentuk satuan pendidikan nonformal yang menyelenggarakan pendidikan agama Islam pada warga masyarakat. 44. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. 45. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. 46. Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penerap-an mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyeleng-garaan pendidikan. 47. Akreditasi adalah kegiatan penilaian kelayakan program dan/atau satuan pendidikan berdasarkan kriteria atau standar yang telah ditetapkan. 48. Sistem Informasi Pendidikan adalah layanan informasi yang menyajikan data kependidikan meliputi lembaga pendidikan, kurikulum, peserta didik, tenaga pendidik dan kependidikan, sarana dan prasarana, pembiayaan, dan kebijakan pemerintah, pemerintah daerah serta peranserta masyarakat yang dapat diakses oleh berbagai pihak yang memerlukan. 49. Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. 50. Standar pendidikan adalah kriteria minimal tentang berbagai aspek yang relevan dalam pelaksanaan pendidikan, yang berlaku dan yang harus dipenuhi oleh penyelenggara dan/atau satuan pendidikan di wilayah Provinsi DKI Jakarta. 51. Penyelenggara pendidikan adalah Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan. 52. Penyelenggaraan pendidikan adalah kegiatan pelaksanaan komponen-komponen sistem pendidikan pada satuan/program pendidikan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan agar proses pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. 53. Pengelola pendidikan adalah Pemerintah, Pemerintah Daerah, Badan Hukum penyelenggara satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal, Badan Hukum penyelenggara satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal, satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal, dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal. 54. Pengelolaan pendidikan adalah proses pengaturan tentang kewenangan dan penyelenggaraan sistem pendidikan nasional oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, masyarakat dan satuan pendidikan agar pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. 55. Pendidik adalah tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat terutama bagi pendidik dan perguruan tinggi. 56. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.
57. Peserta didik adalah warga masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu. 58. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut PNS adalah pegawai tetap yang diangkat sebagai pegawai negeri sipil oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah berdasarkan Peraturan Perundang-undangan. 59. Pegawai Non-PNS yang selanjutnya disebut Non-PNS adalah pengawai tidak tetap yang diangkat oleh satuan pendidikan atau badan hukum penyelenggara pendidikan atau Pemerintah atau Pemerintah Daerah berdasarkan perjanjian kerja. 60. Wajib belajar adalah peserta didik yang mengikuti program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga masyarakat atas tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah. 61. Badan Akreditasi Provinsi Sekolah/Madrasah adalah badan evaluasi mandiri yang menetapkan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah jalur formal dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan. 62. Badan Akreditasi Provinsi Pendidikan Non-Formal adalah badan evaluasi mandiri yang menetapkan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan jalur pendidikan nonformal dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan. 63. Dewan Pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai unsur masyarakat yang peduli pendidikan terdiri dari Dewan Pendidikan Provinsi dan Dewan Pendidikan Kotamadya/Kabupaten. 64. Komite Sekolah/Madrasah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orangtua/wali peserta didik, komunitas sekolah atau madrasah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan. 65. Kepala Sekolah/Madrasah adalah guru yang diberi tugas tambahan sebagai Kepala satuan pendidikan. 66. Warga masyarakat adalah penduduk DKI Jakarta, penduduk luar DKI Jakarta, dan warga negara asing yang tinggal di DKI Jakarta. 67. Masyarakat adalah kelompok warga masyarakat non pemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan. 68. Budaya membaca adalah kebiasaan warga masyarakat yang menggunakan sebagian waktunya sehari-hari secara tepat guna untuk membaca buku atau bacaan lain yang bermanfaat bagi kehidupan. 69. Budaya belajar adalah kebiasaan warga masyarakat yang menggunakan sebagian waktunya sehari-hari secara tepat guna untuk belajar guna meningkatkan pengetahuan. 70. Budaya belajar di luar jam sekolah adalah kebiasaan warga belajar menggunakan sebagian waktunya sehari-hari pada hari efektif sekolah secara tepat guna untuk belajar di luar jam sekolah. BAB II FUNGSI DAN TUJUAN Pasal 2 Pendidikan berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak warga
masyarakat yang cerdas dan bermartabat untuk mewujudkan kehidupan yang beradab, bertujuan mengembangkan potensi peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, mampu bersaing pada taraf nasional dan internasional serta menjadi warga masyarakat yang demokratis dan bertanggungjawab. BAB III PRINSIP PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN Pasal 3 (1) Pendidikan diselenggarakan secara profesional, transparan dan akuntabel serta menjadi tanggung jawab bersama Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat dan Peserta Didik. (2) Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan system terbuka dan multimakna.
(3) Pendidikan diselenggarakan sebagai satu proses pembudayaan dan pemberdayaan secara berkesinambungan serta berlangsung sepanjang hayat. (4) Pendidikan diselenggarakan secara adil, demokratis dan tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai agama, nilai budaya lokal dan kebhinekaan. (5) Pendidikan diselenggarakan dalam suasana yang menyenangkan, menantang, mencerdaskan dan kompetitif dengan dilandasi keteladanan. (6) Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca dan belajar bagi segenap warga masyarakat. (7) Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan seluruh komponen pemerintahan daerah dan masyarakat serta memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berperanserta dalam penyelenggaraan dan peningkatan mutu pendidikan. BAB IV HAK DAN KEWAJIBAN Bagian Kesatu Warga Masyarakat Pasal 4 (1) Setiap warga masyarakat berhak memperoleh pendidikan yang bermutu. (2) Warga masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat. (3) Warga masyarakat yang memiliki kelainan fisik, mental, emosional, dan mengalami hambatan sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. (4) Warga masyarakat yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa berhak mendapatkan pendidikan khusus. (5) Warga masyarakat di wilayah terpencil dan/atau mengalami bencana alam dan/atau bencana sosial berhak memperoleh pendidikan layanan khusus. (6) Warga masyarakat berperanserta dalam penguasaan, pemanfaatan, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya untuk meningkatkan kesejahteraan pribadi, keluarga, bangsa, dan umat manusia. Pasal 5 (1) Warga masyarakat yang berusia 7 (tujuh) sampai 18 (delapan belas) tahun wajib mengikuti pendidikan dasar dan menengah sampai tamat. (2) Warga masyarakat memberikan dukungan sumber daya pendidikan untuk kelangsungan penyelenggaraan pendidikan. (3) Warga masyarakat berkewajiban menciptakan dan mendukung terlaksananya budaya membaca dan budaya belajar di lingkungannya. Bagian Kedua Orangtua Pasal 6 Orangtua berhak berperanserta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi perkembangan pendidikan anaknya. Pasal 7 (1) Orangtua berkewajiban memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anaknya untuk memperoleh pendidikan. (2) Orangtua berkewajiban memberikan kesempatan kepada anaknya untuk berfikir dan berekspresi sesuai dengan tingkat intelektualitas dan usianya. (3) Orangtua berkewajiban untuk mendidik anaknya sesuai kemampuan dan minatnya serta menetapkan waktu belajar setiap hari di rumah bagi anaknya dari pukul 19.00 sampai dengan 21.00 WIB. (4) Orangtua berkewajiban atas biaya untuk kelangsungan pendidikan anaknya sesuai kemampuan, kecuali bagi orangtua yang tidak mampu dibebaskan dari kewajiban tersebut dan menjadi tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Bagian Ketiga Masyarakat Pasal 8 (1) Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan. (2) Peran serta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan. Pasal 9 Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan. Bagian Keempat Peserta Didik Pasal 10 (1) Setiap peserta didik berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama. (2) Setiap peserta didik yang memiliki kelebihan kecerdasan berhak mendapatkan kesempatan program akselerasi. (3) Setiap peserta didik berhak mendapatkan pelayanan pendidikan dan pembelajaran dalam rangka pengembangan pribadinya sesuai dengan bakat, minat, kecerdasan, dan kemampuannya. (4) Peserta didik yang berprestasi dan/atau yang orangtuanya tidak mampu membiayai pendidikan berhak mendapatkan beasiswa dan/atau bantuan biaya pendidikan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau Masyarakat. (5) Setiap peserta didik berhak memperoleh penilaian hasil belajarnya. (6) Setiap peserta didik berhak mencari, menerima, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat intelektual dan usianya demi pengembangan dirinya sepanjang sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan. Pasal 11 (1) Setiap peserta didik berkewajiban menyelesaikan program pendidikan sesuai kecepatan belajarnya dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan. (2) Setiap peserta didik berkewajiban menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan. (3) Setiap peserta didik berkewajiban belajar setiap hari efektif sekolah di rumah dari pukul 19.00 sampai dengan 21.00. (4) Setiap peserta didik berkewajiban memelihara sarana dan prasarana serta kebersihan, ketertiban, dan keamanan pada satuan pendidikan yang bersangkutan. (5) Setiap peserta didik berkewajiban mentaati segala ketentuan peraturan perundangundangan. Bagian Kelima Pendidik dan Tenaga Kependidikan Paragraf 1 Pendidik Pasal 12 Pendidik terdiri dari guru, tutor, pamong belajar, instruktur, fasilitator atau sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. (1) Guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, dalam melaksanakan tugas berhak: a.
memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimal dan jaminan kesejahteraan sosial;
b.
mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c.
memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;
d.
memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi;
e.
memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugasnya;
f.
memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
g.
memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas;
h.
memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi selama tidak mengganggu tugas dan kewajibannya;
i.
memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan;
j.
memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi; dan/atau k. memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.
(2) Dalam melaksanakan tugas guru berkewajiban: a.
merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran termasuk pelaksanaan belajar yang bermutu serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
b.
memberikan tauladan dan menjaga nama baik lembaga dan profesi;
c.
meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
d.
memotivasi peserta didik melaksanakan waktu belajar di luar jam sekolah;
e.
memberikan keteladanan dan menciptakan budaya membaca dan budaya belajar;
f.
bertindak obyektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
g.
menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, kode etik guru serta nilainilai agama, dan etika;
h.
memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa. Pasal 14
(1) Tutor, pamong belajar, instruktur, fasilitator, atau sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dalam melaksanakan tugas berhak: a.
memperoleh penghasilan sesuai kebutuhan hidup minimal dan jaminan kesejahteraan sosial berdasarkan status kepegawaian dan beban tugas serta prestasi kerja;
b.
memperoleh penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c.
memperoleh pembinaan, pendidikan dan pelatihan sebagai pendidik pendidikan nonformal dari pemerintah, pemerintah daerah dan lembaga pendidikan nonformal;
d.
memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas;
e.
memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi selama tidak mengganggu tugas dan kewajibannya;
(2) Dalam melaksanakan tugas Tutor, Pamong Belajar, Instruktur, Fasilitator, atau sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya berkewajiban : a.
menyusun rencana pembelajaran;
b.
melakukan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan kurikulum, sarana belajar, media pembelajaran, bahan ajar, maupun metode pembelajaran yang sesuai;
c.
mengevaluasi hasil belajar peserta didik;
d.
menganalisis hasil evaluasi belajar peserta didik;
e.
melaksanakan fungsi sebagai fasilitator dalam kegiatan pendidikan nonformal;
f.
mengembangkan model pembelajaran pada pendidikan nonformal;
g.
melaporkan kemajuan belajar. Paragraf 2 Tenaga Kependidikan Pasal 15
(1) Tenaga kependidikan meliputi pengelola satuan pendidikan, penilik, pengawas, peneliti, pengembang, pustakawan, laboran, dan teknisi sumber belajar. (2) Tenaga kependidikan berhak mendapatkan: a.
penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang layak dan memadai;
b.
penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c.
pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas;
d.
perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas
(3) Tenaga kependidikan berkewajiban: a. b.
menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dialogis, inovatif, dan bermartabat; mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan;
c.
memberikan tauladan dan menjaga nama baik lembaga dan profesi;
d.
memberikan keteladan dan menciptakan budaya membaca dan budaya belajar;
e.
mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Keenam Pemerintah Daerah Pasal 16
Pemerintah Daerah wajib: a.
mengatur, menyelenggarakan, mengarahkan, membimbing, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan;
b.
menetapkan standar kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan pada pendidikan anak usia dini, satuan pendidikan dasar, dan satuan pendidikan menengah;
c.
menetapkan standar pelayanan minimal dalam penyelenggaraan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah;
d.
memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin pendidikan yang bermutu bagi warga masyarakat tanpa diskriminasi;
e.
menyediakan dana guna penuntasan wajib belajar 9 tahun.
f.
menyediakan dana guna terselenggaranya wajib belajar 12 tahun khususnya bagi peserta didik dari keluarga tidak mampu dan anak terlantar;
g.
pemberian beasiswa atas prestasi atau kecerdasan yang dimiliki peserta didik;
h.
memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada warga masyarakat untuk memperoleh pendidikan;
i.
memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga kependidikan yang profesional, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu;
j.
memfasilitasi tersedianya pusat-pusat bacaan bagi masyarakat, sekurang- kurangnya satu di setiap Rukun Warga (RW);
k.
mendorong dan mengawasi pelaksanaan kegiatan jam wajib belajar peserta didik di rumah;
l.
mendorong pelaksanaan budaya membaca dan budaya belajar;
m. membina dan mengembangkan pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat;
n.
menumbuhkembangkan sumber daya pendidikan secara terus menerus untuk terselenggaranya pendidikan yang bermutu;
o.
memfasilitasi sarana dan prasarana pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi guna mendukung pendidikan yang bermutu;
p.
memberikan dukungan kepada perguruan tinggi dalam rangka kerjasama pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
q.
menumbuhkembangkan motivasi, memberikan stimulasi dan fasilitas, serta menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam penyelenggaraan pendidikan;
r.
mendorong dunia usaha/dunia industri untuk berpartisipasi secara aktif dalam penyelenggaraan dan peningkatan mutu pendidikan. BAB V JALUR, JENJANG DAN JENIS PENDIDIKAN Bagian Kesatu Umum Pasal 17
(1) Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. (2) Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. (3) Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus. Jalur, jenjang dan jenis pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 yang diselenggarakan Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau Masyarakat, dapat diwujudkan dalam bentuk: a.
pendidikan anak usia dini;
b.
pendidikan dasar;
c.
pendidikan menengah;
d.
pendidikan tinggi;
e.
pendidikan nonformal;
f.
pendidikan informal;
g.
pendidikan bertaraf internasional dan berbasis keunggulan daerah;
h.
pendidikan khusus dan layanan khusus;
i.
pendidikan jarak jauh;
j.
pendidikan keagamaan. Bagian Kedua Pendidikan anak usia dini Paragraf 1 Fungsi dan Tujuan Pasal 19
(1) Pendidikan anak usia dini berfungsi membina, menumbuhkan,dan mengembangkan seluruh potensi anak usia dini secara optimal sehingga terbentuk perilaku dan kemampuan dasar sesuai dengan tahapan perkembangannya agar memiliki kesiapan untuk memasuki pendidikan selanjutnya. (2) Pendidikan anak usia dini bertujuan: a.
membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri dan menjadi warga masyarakat yang demokratis dan bertanggungjawab;
b.
mengembangkan potensi kecerdasan spiritual, intelektual, emosional dan sosial peserta didik pada masa emas pertumbuhannya dalam lingkungan bermain yang edukatif dan menyenangkan. Paragraf 2 Jalur, Bentuk, dan Jenis Pendidikan
Pasal 20 (1) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal. (2) Bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi TK, RA, BA, atau bentuk lain yang sederajat. (3) Bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi KB, TPA, TKQ atau bentuk lain yang sederajat. (4) Bentuk pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan pendidikan yang dilaksanakan dalam bentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang dilaksanakan masyarakat setempat. (5) Jenis pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pendidikan umum, keagamaan dan khusus. Pasal 21 Penyelenggaraan pendidikan pada TK, RA, BA atau bentuk lain yang sederajat memiliki program pembelajaran satu tahun atau dua tahun. Paragraf 3 Peserta Didik Pasal 22 (1) Peserta didik TPA atau bentuk lain yang sederajat berusia sejak lahir sampai berusia 6 (enam) tahun. (2) Peserta didik KB atau bentuk lain yang sederajat berusia 2 (dua) tahun sampai 4 (empat) tahun. (3) Peserta didik TKQ atau bentuk lain yang sederajat berusia sejak 4 (empat) tahun sampai 6 (enam) tahun. (4) Peserta didik TK, RA, BA atau bentuk lain yang sederajat berusia antara 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun. Pasal 23 Pengelompokan peserta didik untuk program pendidikan pada TPA, KB atau bentuk lain yang sederajat disesuaikan dengan kebutuhan, usia dan/atau perkembangan anak. Pasal 24 Peserta didik pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal maupun nonformal dapat pindah ke jalur atau satuan pendidikan lain yang sederajat. Paragraf 4 Penyelenggaraan Pasal 25 Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur dan tata cara penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 sampai dengan Pasal 24 diatur dengan Peraturan Gubernur. Bagian Ketiga Pendidikan Dasar Paragraf 1 Fungsi dan Tujuan Pasal 26 (1) Pendidikan dasar berfungsi menanamkan nilai-nilai, sikap, dan rasa keindahan, serta memberikan dasar-dasar pengetahuan, kemampuan, dan kecakapan membaca, menulis, dan berhitung serta kapasitas belajar peserta didik untuk melanjutkan ke pendidikan menengah dan/atau untuk hidup di masyarakat sejalan dengan pencapaian tujuan pendidikan nasional. (2) Penyelenggaraan pendidikan dasar bertujuan membangun landasan bagi berkembangannya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kritis, kreatif,
inovatif, mandiri, percaya diri, dan menjadi warga masyarakat yang demokratis serta bertanggung jawab untuk mengikuti pendidikan lebih lanjut. Paragraf 2 Jalur, Bentuk, dan Jenis Pendidikan Pasal 27 (1) Pendidikan Dasar diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal. (2) Bentuk satuan pendidikan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat serta SMP, MTs atau bentuk lain yang sederajat. (3) SD dan MI terdiri atas 6 (enam) tingkat, SMP dan MTs terdiri atas 3 (tiga) tingkat kecuali program akselerasi. (4) Jenis pendidikan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat berupa pendidikan umum, keagamaan, dan khusus. Paragraf 3 Peserta Didik Pasal 28 (1) Peserta didik pada SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat dapat berusia sekurangkurangnya 6 (enam) tahun (2) Bagi peserta didik yang berusia kurang dari 6 (enam) tahun sebagaimana dimaksud ayat (1), dapat diterima setelah memperoleh rekomendasi tertulis dari psikolog. (3) Peserta didik pada SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat adalah lulusan SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat. (4) Peserta didik pada SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat, SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat dapat pindah ke jalur atau satuan pendidikan lain yang setara. (5) Peserta didik yang belajar secara mandiri dapat pindah ke SD, MI, SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat setelah melalui tes penempatan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan. (6) Peserta didik yang belajar di negara lain pada jenjang pendidikan dasar dapat pindah ke SD, MI, SMP, atau MTs, atau bentuk lain yang sederajat. Paragraf 4 Penyelenggaraan Pasal 30 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan Pendidikan Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 sampai dengan Pasal 29 diatur dengan Peraturan Gubernur. Bagian Keempat Pendidikan Menengah Paragraf 1 Fungsi dan Tujuan Pasal 31 (1) Pendidikan menengah umum berfungsi menyiapkan peserta didik untuk dapat melanjutkan ke pendidikan tinggi dan/atau untuk hidup di masyarakat. (2) Pendidikan menengah kejuruan berfungsi menyiapkan peserta didik menjadi manusia produktif dan mampu bekerja mandiri, terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu sesuai persyaratan pasar kerja. Pasal 32 (1) Pendidikan menengah bertujuan membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab untuk mengikuti pendidikan lebih lanjut atau bekerja dalam bidang tertentu. (2) Pendidikan menengah umum bertujuan untuk membentuk manusia berkualitas secara spiritual, emosional, intelektual, hidup sehat, memperluas pengetahuan dan seni, memiliki keahlian dan keterampilan, menjadi anggota masyarakat yang bertanggung
jawab serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan lebih lanjut sejalan dengan pencapaian tujuan pendidikan nasional. (3) Pendidikan menengah kejuruan bertujuan untuk membentuk manusia berkualitas secara spiritual, emosional, intelektual, dan fisik yang menguasai ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, memiliki sikap wirausaha dan memberikan bekal kompetensi keahlian kejuruan kepada peserta didik untuk bekerja dalam bidang tertentu sejalan dengan pencapaian tujuan pendidikan nasional. Paragraf 2 Jalur, Bentuk, dan Jenis Pendidikan Pasal 33 (1) Pendidikan Menengah diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal. (2) Pendidikan Menengah berbentuk SMA, MA, SMK, dan MAK, atau bentuk lain yang sederajat. (3) SMA dan MA dikelompokkan dalam program studi sesuai dengan kebutuhan untuk belajar lebih lanjut di Pendidikan Tinggi dan hidup di dalam masyarakat. (4) SMA dan MA terdiri atas 3 (tiga) tingkat, kecuali program akselerasi dan untuk SMK dan MAK dapat ditambah satu tingkat. (5) Jenis Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa pendidikan umum, kejuruan, keagamaan, dan khusus. Pasal 34 (1) Penjurusan pada SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat berbentuk bidang keahlian. (2) Setiap bidang keahlian terdiri atas 1 (satu) atau lebih program keahlian. (3) Pengembangan jenis program keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di dasarkan pada perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni, dunia industri/dunia usaha ketenagakerjaan baik secara nasional, regional maupun global, kecuali untuk program keahlian yang terkait dengan upaya-upaya pelestarian warisan budaya. (4) Penataan dan pengembangan spektrum program keahlian dilaksanakan Pemerintah Daerah setelah mendapatkan masukan dari pemangku kepentingan (stakeholders). Paragraf 3 Peserta Didik Pasal 35 Peserta didik pada SMA, MA, SMK, MAK, atau bentuk lain yang sederajat adalah warga masyarakat yang telah lulus dari SMP, MTs, Paket B, atau satuan pendidikan lainnya yang sederajat. (1) Peserta didik pada SMA, MA, SMK, MAK, atau bentuk lain yang sederajat dapat pindah program keahlian pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara sesuai dengan persyaratan. (2) Peserta didik yang belajar di negara lain pada jenjang Pendidikan Menengah berhak pindah ke SMA, MA, SMK, MAK, atau bentuk lain yang sederajat. Paragraf 4 Penyelenggaraan Pasal 37 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan Pendidikan Menengah sebagaimana dimaksud dalam pasal 31 sampai dengan pasal 36 diatur dengan Peraturan Gubernur. Bagian Kelima Pendidikan Tinggi Paragraf 1 Fungsi dan Tujuan Pasal 38
(1) Pendidikan tinggi berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dengan melaksanakan dharma, meliputi : a. pendidikan dengan cara mengajarkan, menyebarluaskan, dan menerapkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni, dan nilai-nilai luhur untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat; b.
penelitian untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni, serta memperkaya budaya untuk memperkuat daya saing dan jatidiri bangsa;
c.
pengabdian kepada masyarakat untuk mendorong modernisasi dan perwujudan masyarakat madani sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan nilai-nilai luhur bangsa.
(2) Pendidikan tinggi bertujuan: a.
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkepribadian unggul, sehat, berilmu, cakap, kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri, menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab, memiliki wawasan kebangsaan, menghargai pluralisme dan hak-hak asasi manusia, peduli pada pelestarian lingkungan, berintegritas dan taat kepada hukum termasuk kesadaran membayar pajak dan sikap anti korupsi serta tidak tercerabut dari akar budaya bangsa Indonesia.
b.
membentuk manusia yang menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni, dan berkualitas secara spiritual, emosional, intelektual, dan fisik serta memiliki profesionalitas dan kemampuan kepemimpinan serta jiwa kewirausahaan untuk mendukung peningkatan daya saing bangsa. Paragraf 2 Penyelenggaraan Pasal 39
(1) Pemerintah Daerah dapat menyelenggarakan pendidikan tinggi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Pemerintah Daerah mendukung dan/atau membantu penyelenggaraan pendidikan tinggi selain pengaturan kurikulum, akreditasi, dan pengangkatan tenaga akademik. (3) Pemerintah Daerah memberikan pertimbangan pembukaan dan penutupan serta pembinaan dan penertiban penyelenggaraan pendidikan tinggi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Pemerintah Daerah dapat memberikan pembinaan dan maslahat tambahan terhadap dosen pendidikan tinggi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Pemerintah Daerah mendukung dan/atau membantu penyelenggaran kegiatan ekstrakurikuler dan penelitian pendidikan tinggi yang relevan dengan kepentingan daerah. (6) Pemerintah Daerah mendukung dan/atau membantu kegiatan ekstrakurikuler mahasiswa, penyelesaian tugas akhir bagi mahasiswa yang tidak mampu dan penyelesaian studi bagi mahasiswa yang berprestasi. Bagian Keenam Pendidikan Nonformal Paragraf 1 Fungsi dan Tujuan Pasal 40 (1) Pendidikan nonformal berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan untuk mengembangkan potensinya dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional, serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. (2) Pendidikan nonformal bertujuan untuk membentuk manusia yang memiliki kecakapan hidup, keterampilan, sikap wirausaha, dan kompetensi untuk bekerja dalam bidang tertentu, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Paragraf 2 Bentuk dan Program Pendidikan
Pasal 41 (1) Satuan pendidikan nonformal berbentuk: a.
lembaga kursus;
b.
lembaga pelatihan;
c.
kelompok belajar;
d.
pusat kegiatan belajar masyarakat;
e.
majelis taklim, dan
f.
satuan pendidikan yang sejenis.
(2) Lembaga kursus dan lembaga pelatihan menyelenggarakan pendidikan bagi warga masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, sikap dan kecakapan hidup untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, berusaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. (3) Kelompok belajar menyelenggarakan kegiatan untuk menampung dan memenuhi kebutuhan belajar sekelompok warga masyarakat yang ingin belajar melalui jalur pendidikan nonformal. (4) Pusat kegiatan belajar masyarakat memfasilitasi penyelenggaraan berbagai program pendidikan nonformal untuk mewujudkan masyarakat gemar belajar dalam rangka mengakomodasi kebutuhannya akan pendidikan sepanjang hayat, dan berasaskan dari, oleh, dan untuk masyarakat. (5) Majelis taklim menyelenggarakan pembelajaran agama Islam untuk memenuhi berbagai kebutuhan belajar masyarakat pada jalur pendidikan nonformal. Pasal 42 Program pendidikan nonformal meliputi: a.
pendidikan kecakapan hidup;
b.
pendidikan anak usia dini;
c.
pendidikan kepemudaan;
d.
pendidikan pemberdayaan perempuan;
e.
pendidikan keaksaraan;
f.
pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja;
g.
pendidikan kesetaraan; serta
h.
pendidikan lainnya Pasal 43
(1) Pendidikan kecakapan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf a merupakan pendidikan yang memberikan kecakapan personal, kecakapan intelektual, kecakapan sosial, dan kecakapan vokasional untuk bekerja, berusaha dan/atau hidup mandiri. (2) Pendidikan kecakapan hidup berfungsi meningkatkan kecakapan personal, kecakapan intelektual, kecakapan sosial, dan kecakapan vokasional untuk bekerja, berusaha dan/atau hidup mandiri. (3) Pendidikan kecakapan hidup dapat dilaksanakan secara terintegrasi dengan programprogram pendidikan nonformal lainnya dan/atau tersendiri. Pasal 44 (1) Pendidikan kepemudaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf c merupakan pendidikan yang diselenggarakan untuk mempersiapkan kader pemimpin bangsa. (2) Pendidikan kepemudaan berfungsi mengembangkan potensi pemuda dengan penekanan pada penguatan nilai keimanan dan ketakwaan, wawasan kebangsaan, etika dan kepribadian, estetika, ilmu pengetahuan dan teknologi, sikap kewirausahaan, kepeloporan, serta kecakapan hidup bagi pemuda sebagai kader pemimpin bangsa. (3) Pendidikan kepemudaan mencakup berbagai bentuk pendidikan dan pelatihan di bidang keagamaan, etika dan kepribadian, wawasan kebangsaan, kepanduan/kepramukaan, seni dan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi, kesehatan dan keolahragaan, kepeloporan, kepemimpinan, palang merah, pencinta alam dan lingkungan hidup, kecakapan hidup dan kewirausahaan.
Pasal 45 (1) Pendidikan pemberdayaan perempuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf d merupakan pendidikan untuk mengangkat harkat dan martabat perempuan. (2) Pendidikan pemberdayaan perempuan berfungsi meningkatkan kemampuan perempuan dalam pengembangan potensi diri, nilai, sikap, dan etika perempuan agar mampu memperoleh hak dasar kehidupan yang setara dan adil secara gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. (3) Pendidikan pemberdayaan perempuan mencakup: a.
peningkatan akses pendidikan bagi perempuan;
b.
pencegahan terhadap pelanggaran hak-hak dasar perempuan; dan
c.
penyadaran terhadap harkat dan martabat perempuan. Pasal 46
(1) Pendidikan keaksaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf e merupakan pendidikan bagi warga masyarakat yang buta aksara agar mereka dapat membaca, menulis, berhitung, berbahasa Indonesia, dan berpengetahuan dasar untuk meningkatkan kualitas hidupnya. (2) Pendidikan keaksaraan berfungsi memberikan kemampuan dasar membaca, menulis, berhitung, dan berkomunikasi dalam bahasa Indonesia kepada peserta didik yang dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. (3) Pendidikan keaksaraan dilaksanakan terintegrasi dengan pendidikan kecakapan hidup. (4) Pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 huruf f merupakan pendidikan yang diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dengan penekanan pada penguasaan keterampilan fungsional yang sesuai kebutuhan dunia kerja atau kebutuhannya untuk menjadi manusia produktif. (5) Pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja berfungsi untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional sesuai dengan kebutuhan dunia kerja atau kebutuhannya untuk menjadi manusia produktif. Pasal 48 (1) Pendidikan kesetaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf g merupakan program pendidikan nonformal yang menyelenggarakan pendidikan umum setara SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA yang mencakup program Paket A, Paket B, dan Paket C. (2) Pendidikan kesetaraan berfungsi sebagai layanan jenjang pendidikan dasar dan menengah pada jalur pendidikan nonformal. (3) Program Paket A berfungsi memberikan pendidikan umum setara SD/MI. (4) Program Paket B berfungsi memberikan pendidikan umum setara SMP/MTs. (5) Program Paket C berfungsi memberikan pendidikan umum setara SMA/MA. (6) Pendidikan kesetaraan dilaksanakan terintegrasi dengan pendidikan kecakapan hidup. Paragraf 3 Peserta Didik Pasal 49 (1) Peserta didik pada lembaga pendidikan, lembaga kursus, dan lembaga pelatihan adalah warga masyarakat yang memerlukan bekal untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah dan/atau melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. (2) Peserta didik pada kelompok belajar dan pusat kegiatan belajar masyarakat adalah warga masyarakat yang ingin belajar untuk mengembangkan diri, bekerja, dan/atau melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi. (3) Peserta didik pada majelis taklim adalah masyarakat muslim yang ingin belajar dan mendalami ajaran Islam dan/atau untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan kecakapan hidup. (4) Peserta didik pada pendidikan kepemudaan adalah warga masyarakat pemuda. (5) Peserta didik pada pendidikan keaksaraan adalah warga masyarakat usia 15 (lima belas) tahun ke atas yang belum dapat membaca, menulis, berhitung dan/atau berkomunikasi dalam bahasa Indonesia.
(6) Peserta didik pada Program Paket A adalah anggota masyarakat yang berminat menempuh pendidikan setara SD/MI. (7) Peserta didik pada Program Paket B adalah anggota masyarakat yang telah lulus program Paket A, atau SD/MI atau pendidikan lain yang sederajat yang berminat menempuh pendidikan setara SMP/MTs. (8) Peserta didik pada Program Paket C adalah anggota masyarakat yang telah lulus program Paket B, atau SMP/MTs atau pendidikan lain yang sederajat yang berminat menempuh pendidikan setara SMA/MA. Paragraf 4 Penyelenggaraan Pasal 50 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan Pendidikan Nonformal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 sampai dengan Pasal 49 diatur dengan Peraturan Gubernur. Bagian Ketujuh Pendidikan Informal Paragraf 1 Fungsi dan Tujuan Pasal 51 (1) Pendidikan Informal berfungsi sebagai upaya mengembangkan potensi warga masyarakat guna mendukung pendidikan sepanjang hayat. (2) Pendidikan informal bertujuan untuk memberikan keyakinan agama, menanamkan nilai budaya, nilai moral, etika dan kepribadian, estetika, serta meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peserta didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional. Paragraf 2 Bentuk dan Program Pendidikan Bentuk dan Kegiatan Pasal 52 (1) Pendidikan informal dilakukan keluarga dan/atau lingkungan yang berbentuk kegiatan pembelajaran secara mandiri. (2) Pendidikan informal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: pendidikan yang dilakukan melalui media massa, pendidikan masyarakat melalui berbagai kegiatan sosial dan budaya, serta interaksi dengan alam. Paragraf 3 Peserta Didik Pasal 53 Peserta didik pada pendidikan informal adalah setiap warga masyarakat. Paragraf 4 Pengakuan Hasil Pendidikan Informal Pasal 54 (1) Hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal maupun nonformal setelah melalui ujian oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah/Pemerintah Daerah. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai ujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Gubernur. Bagian Kedelapan Pendidikan Bertaraf Internasional dan Berbasis Keunggulan Daerah Paragraf 1 Fungsi dan Tujuan
Pasal 55 (1) Pendidikan bertaraf internasional berfungsi sebagai sarana pembelajaran untuk menghasilkan peserta didik yang berkualitas internasional. (2) Pendidikan bertaraf internasional bertujuan untuk menyiapkan peserta didik yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan kepribadian yang berdaya saing global. (3) Pendidikan berbasis keunggulan daerah berfungsi sebagai sarana pembelajaran untuk menghasilkan peserta didik yang mampu mengembangkan keunggulan daerah. (4) Pendidikan berbasis keunggulan daerah bertujuan untuk menyiapkan peserta didik yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan kepribadian yang mampu menunjang pengembangan potensi ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat kota. Paragraf 2 Jalur, Bentuk dan Jenis Pendidikan Pasal 56 (1) Pendidikan bertaraf internasional diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal dan/atau nonformal. (2) Pendidikan berbasis keunggulan daerah diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal dan/atau informal. (3) Pendidikan bertaraf internasional dan berbasis keunggulan daerah pada jalur pendidikan formal berbentuk TK, SD, MI, SMP, MTs, SMA, MA, SMK, dan MAK serta satuan pendidikan lain yang sederajat. (4) Pendidikan bertaraf internasional dan berbasis keunggulan daerah nonformal berbentuk lembaga kursus, lembaga pelatihan serta satuan pendidikan lain yang sederajat. (5) Pendidikan berbasis keunggulan daerah informal berbentuk pendidikan keluarga dan lingkungan. (6) Jenis pendidikan bertaraf internasional dan berbasis keunggulan daerah sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) dapat berupa pendidikan umum, kejuruan, keagamaan, dan khusus. Paragraf 3 Penyelenggaraan Pasal 57 (1) Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya lima pada satuan pendidikan dasar dan pendidikan menengah untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional. (2) Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya lima pada satuan pendidikan dasar dan pendidikan menengah untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan berbasis keunggulan daerah. (3) Masyarakat dapat menyelenggarakan satuan pendidikan bertaraf internasional dan pendidikan berbasis keunggulan daerah. (4) Pemerintah Daerah membimbing dan membantu masyarakat dalam penyelenggaraan dan pengembangan satuan pendidikan bertaraf internasional dan berbasis keunggulan daerah. Pasal 58 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan Pendidikan Bertaraf Internasional dan Berbasis Keunggulan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 sampai dengan Pasal 57 diatur dengan Peraturan Gubernur. Bagian Keenam Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Paragraf 1 Fungsi dan Tujuan Pasal 59 (1) Pendidikan khusus berfungsi memberikan layanan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kendala fisik, emosional, mental, sosial dan/atau peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa.
(2) Pendidikan khusus bagi peserta didik yang mengalami kendala fisik, emosional, mental dan sosial bertujuan untuk mengembangkan potensi pengetahuan, keterampilan, dan kepribadian seoptimal mungkin menuju kemandirian hidup. (3) Pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa bertujuan untuk mengembangkan kelebihan kualitas kecerdasan spiritual, intelektual, emosional, sosial, dan bakat istimewa yang dimilikinya. (4) Pendidikan layanan khusus berfungsi memberikan layanan pendidikan bagi peserta didik di pulau terpencil di kepulauan seribu, mengalami bencana alam, dan bencana sosial. (5) Pendidikan layanan khusus bertujuan untuk memberikan layanan pendidikan secara berkesinambungan. Paragraf 2 Jalur, Bentuk dan Jenis Pendidikan Pasal 60 (1) Pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal dan informal. (2) Pendidikan khusus formal bagi peserta didik yang memiliki kendala fisik, emosional, mental, sosial berbentuk Sekolah Luar Biasa (SLB) dan/atau kelas inklusif sesuai dengan jenjang masing-masing. (3) Pendidikan khusus formal bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa dapat diselenggarakan pada satuan pendidikan SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat. (4) Bentuk penyelenggaraan program pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan dalam bentuk kelas khusus dan/atau satuan pendidikan khusus. (5) Pendidikan khusus formal bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa dapat berupa program percepatan, program pengayaan, atau gabungan program percepatan dan program pengayaan. (6) Pendidikan khusus dan layanan khusus nonformal berbentuk lembaga kursus, kelompok belajar, lembaga pelatihan serta satuan pendidikan lain yang sederajat. (7) Pendidikan khusus dan layanan khusus informal berbentuk pendidikan keluarga dan lingkungan. (8) Jenis pendidikan khusus dan layanan khusus sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat berupa pendidikan umum, kejuruan, keagamaan, dan khusus. Paragraf 3 Peserta Didik Pasal 61 Peserta didik pada pendidikan khusus dan layanan khusus adalah warga masyarakat yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada pasal 59. Paragraf 4 Penyelenggaraan Pasal 62 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 sampai dengan Pasal 61 diatur dengan peraturan Gubernur. Bagian Ketujuh Pendidikan Jarak Jauh Pasal 63 Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat dapat menyelenggarakan pendidikan jarak jauh sesuai dengan kebutuhan dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Bagian Kedelapan Pendidikan Keagamaan
Paragraf 1 Fungsi dan Tujuan Pasal 64 (1) Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi warga masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama. (2) Pendidikan keagamaan bertujuan untuk membentuk peserta didik yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama yang berwawasan luas, kritis, kreatif, inovatif, dan dinamis dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia. Paragraf 2 Jalur dan Bentuk Pendidikan Pasal 65 Jalur dan bentuk pendidikan keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 3 Penyelenggaraan dan Pengelolaan Pasal 66 (1) Penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan keagamaan harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Pemerintah daerah dapat memberi bantuan sumber daya pendidikan kepada pendidikan keagamaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan Pendidikan Keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 sampai dengan Pasal 66 diatur dengan peraturan Gubernur. BAB VI PENGELOLAAN PENDIDIKAN Bagian Kesatu Umum Pasal 68 (1) Pengelolaan Pendidikan dilakukan oleh: a.
Pemerintah;
b.
Pemerintah Daerah;
c.
Badan hukum penyelenggara satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan badan hukum penyelenggara satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal.
d.
Satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal.
(2) Pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan pada: a.
Pemerataan akses pendidikan dan pencapaian standar minimal mutu layanan pendidikan;
b.
Peningkatan mutu, relevansi dan daya saing pendidikan;
c.
Peningkatan efektivitas, efisiensi, akuntabilitas, dan pencitraan publik. Pasal 69
(1) Pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 didasarkan pada program kerja dan anggaran tahunan yang disusun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Program kerja dan anggaran tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang disusun oleh Pemerintah Daerah didasarkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD).
(3) Program kerja dan anggaran tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang disusun badan hukum penyelenggara satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan/atau badan hukum penyelenggara satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal didasarkan pada rencana strategis masing-masing mengacu pada RPJMD dan RPJPD. (4) Program kerja dan anggaran tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang disusun satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal didasarkan pada rencana strategis masing-masing yang mengacu pada RPJMD dan RPJPD. Bagian Kedua Pengelolaan oleh Pemerintah Daerah Pasal 70 (1) Gubernur bertanggung jawab mengelola sistem pendidikan di daerah dan menetapkan kebijakan daerah di bidang pendidikan sesuai dengan kewenangan. (2) Kebijakan daerah di bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan sekurang-kurangnya dalam: a.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD);
b.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD); dan
c.
Peraturan Perundang-undangan daerah bidang pendidikan.
(3) Kebijakan daerah di bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) mengikat: a.
Semua Perangkat Daerah;
b.
Badan hukum penyelenggara satuan pendidikan;
c.
Satuan pendidikan yang belum berbadan hukum;
d.
Penyelenggara pendidikan formal, nonformal dan informal;
e.
Dewan Pendidikan Provinsi;
f.
Dewan Pendidikan Kotamadya/Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu;
g.
Pendidik dan tenaga kependidikan;
h.
Komite sekolah atau nama lain yang sejenis;
i.
Peserta didik;
j.
Orangtua/wali peserta didik;
k.
Masyarakat;
l.
Pihak-pihak lain yang terkait dengan pendidikan. Pasal 71
(1) Pemerintah Daerah mengarahkan, membimbing, mensupervisi, mengawasi, mengkoordinasikan, memantau, mengevaluasi, dan mengendalikan penyelenggara satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sesuai dengan kebijakan nasional bidang pendidikan dan kebijakan daerah bidang pendidikan dalam kerangka pengelolaan sistem pendidikan nasional. (2) Pemerintah Daerah bertanggung jawab: a.
menyelenggarakan sekurang-kurangnya Pendidikan anak usia dini, Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah, Pendidikan Non Formal, Pendidikan Bertaraf Internasional dan Berbasis Keunggulan Daerah, Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus;
b.
memfasilitasi penyelenggaraan Pendidikan anak usia dini, Pendidikan Dasar, Menengah, Pendidikan Tinggi, Pendidikan Non-Formal, Pendidikan Informal, Pendidikan Bertaraf Internasional dan Berbasis Keunggulan Daerah,Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus, Pendidikan Jarak Jauh, Pendidikan Keagamaan yang diselenggarakan masyarakat;
c.
mengkoordinasikan penyelenggaraan pendidikan, pembinaan,pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan, untuk pendidikan formal,nonformal dan informal yang diselenggarakan Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat;
d.
membantu penyelenggaraan pendidikan di wilayah perbatasan;
e.
menuntaskan program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun;
f.
menuntaskan program buta aksara;
g.
mendorong percepatan pencapaian target nasional bidang pendidikan didaerah;
h.
mengkoordinasikan dan mensupervisi pengembangan kurikulum pendidikan;
i.
mengevaluasi penyelenggara dan pengelola satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan jalur pendidikan nonformal untuk pengendalian dan penjaminan mutu pendidikan;
j.
mengembangkan dan melestarikan pendidikan seni budaya Betawi. Pasal 72
(1) Pemerintah Daerah melakukan pembinaan penjaminan mutu satuan pendidikan dan/atau program pendidikan, dengan berpedoman pada kebijakan nasional bidang pendidikan, standar nasional pendidikan dan pedoman penjaminan mutu yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. (2) Pemerintah Daerah melaksanakan akreditasi terhadap satuan pendidikan dan/atau program pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Untuk melaksanakan akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Gubernur membentuk badan akreditasi provinsi untuk pendidikan formal dan pendidikan nonformal. Pasal 73 (1) Pemerintah Daerah mengembangkan dan melaksanakan sistem informasi pendidikan daerah secara online dan kompatible dengan sistem informasi pendidikan nasional yang dikembangkan Departemen Pendidikan Nasional. (2) Sistem informasi pendidikan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup data dan informasi pendidikan pada semua jalur, jenjang, jenis, satuan, program pendidikan. (3) Pemerintah daerah mendorong satuan pendidikan untuk mengembangkan dan melaksanakan Sistem Informasi Pendidikan sesuai dengan kewenangan. (4) Sistem informasi pendidikan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirancang untuk menunjang pengambilan keputusan, kebijakan pendidikan yang dilakukan Pemerintah Daerah dan dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan pendidikan. Bagian Ketiga Pengelolaan oleh Badan Hukum Penyelenggara Satuan Pendidikan Formal dan Pendidikan Nonformal Pasal 74 (1) Badan hukum penyelenggara satuan pendidikan formal dan/atau badan hukum penyelenggara pendidikan nonformal bertanggungjawab terhadap satuan dan/atau program pendidikan yang diselenggarakan. (2) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a.
menjamin ketersediaan sumber daya pendidikan secara teratur dan berkelanjutan bagi terselenggaranya pelayanan pendidikan sesuai dengan standar nasional pendidikan;
b.
menjamin akses pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang memenuhi syarat sampai batas daya tampung satuan pendidikan;
c.
mensupervisi dan membantu satuan dan/atau program pendidikan yang diselenggarakannya dalam melakukan penjaminan mutu, dengan berpedoman pada kebijakan nasional bidang pendidikan, standar nasional pendidikan, dan pedoman penjaminan mutu yang diterbitkan Departemen Pendidikan Nasional;
d.
memfasilitasi akreditasi satuan dan/atau program pendidikan oleh badan akreditasi sekolah/madrasah tingkat nasional/provinsi atau Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Non-Formal dan/atau Lembaga Akreditasi lain yang diakui oleh Pemerintah;
e.
tanggung jawab lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;
f.
membina, mengembangkan, dan mendayagunakan pendidik dan tenaga kependidikan yang berada di bawah binaan pengelola.
Bagian Keempat Pengelolaan oleh Satuan Pendidikan Pasal 75 Pengelolaan oleh satuan pendidikan meliputi perencanaan program, pengembangan kurikulum, penyelenggaraan pembelajaran, pendayagunaan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, pengelolaan sarana dan prasarana, penilaian hasil belajar, pengendalian, pelaporan dan fungsi-fungsi manajemen pendidikan lainnya sesuai dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah/satuan pendidikan nonformal. Pasal 76 (1) Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, dasar, dan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah. (2) Standar pelayanan minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). (3) Manajemen berbasis sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan pada prinsip kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan dan akuntabilitas. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan minimal dan manajemen berbasis sekolah/madrasah mengacu pada peraturan Menteri Pendidikan Nasional dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan. BAB VII KURIKULUM Pasal 77 (1) Kurikulum program kegiatan belajar pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan jarak jauh, dan pendidikan keagamaan mengacu standar nasional pendidikan. (2) Kurikulum pendidikan pada jalur pendidikan nonformal, pendidikan informal, pendidikan berbasis keunggulan daerah, dan pendidikan khusus dan layanan khusus menggunakan standar nasional pendidikan, potensi dan keunggulan lokal. (3) Kurikulum pendidikan bertaraf internasional mengacu pada standar nasional pendidikan yang diperkaya dengan standar pendidikan negara maju. Pasal 78 (1) Kurikulum pada satuan pendidikan dasar, pendidikan menengah dan jalur pendidikan nonformal dapat dikembangkan dengan standar yang lebih tinggi dari standar nasional pendidikan sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut: a.
berbasis kompetensi, perkembangan, kebutuhan, kepentingan peserta didik dan lingkungan;
b.
beragam dan terpadu;
c.
tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya;
d.
relevan dengan kebutuhan kehidupan;
e.
menyeluruh dan berkesinambungan;
f.
belajar sepanjang hayat;
g.
seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman penyusunan dan pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan Gubernur. BAB VIII PENDIDIKAN LINTAS SATUAN DAN JALUR PENDIDIKAN Pasal 79 (1) Peserta didik SD/MI, SMP/MTs, SMSA/MA, dan SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat dapat: a.
pindah satuan atau program pendidikan;
b.
mengambil program atau mata pelajaran pada jenis dan/atau jalur pendidikan yang sama, atau berbeda sesuai persayaratan akademik satuan pendidikan penerima.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perpindahan peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur peraturan Gubernur. Pasal 80 (1) Peserta didik SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat dapat mengambil mata pelajaran atau program pendidikan pada satuan pendidikan nonformal yang terakreditasi untuk memenuhi ketentuan kurikulum pendidikan formal yang bersangkutan. (2) Peserta didik pada satuan pendidikan nonformal dapat mengambil mata pelajaran atau program pendidikan pada satuan pendidikan formal untuk memenuhi beban belajar pendidikan nonformal yang bersangkutan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengambilan mata pelajaran atau program pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur oleh peraturan Gubernur. BAB IX BAHASA PENGANTAR Pasal 81 (1) Bahasa pengantar dalam pendidikan menggunakan Bahasa Indonesia. (2) Bahasa asing dapat dipergunakan sebagai bahasa pengantar selain Bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan peserta didik. BAB X PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN Bagian Kesatu Umum Pasal 82 (1) Pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 merupakan tenaga profesional yang tugasnya merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, menganalisis, dan menindaklanjuti hasil pembelajaran. (2) Tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan. Bagian Kedua Persyaratan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pasal 83 (1) Pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (1) harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. (2) Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tingkat pendidikan minimal S1 atau D IV. (3) Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah, meliputi: a.
kompetensi pedagogik,
b.
kompetensi kepribadian,
c.
kompetensi profesional, dan
d.
kompetensi sosial.
(4) Seseorang yang tidak memiliki ijazah dan/atau sertifikat keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetapi memiliki keahlian khusus yang diakui dan diperlukan dapat diangkat menjadi pendidik setelah melewati uji kelayakan dan kesetaraan. (5) Ketentuan mengenai persyaratan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (2) diatur dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
Bagian Ketiga Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pasal 84 (1) Pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan Pemerintah Daerah, dilakukan Gubernur dengan memperhatikan keseimbangan antara penempatan dan kebutuhan, yang pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (2) Pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan masyarakat, dilakukan penyelenggara satuan pendidikan yang bersangkutan, dengan memperhatikan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), tidak boleh diskriminasi. (4) Penugasan pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan Pemerintah Daerah dilakukan Gubernur atas usulan Kepala Dinas. (5) Penugasan pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan masyarakat, dilakukan penyelenggara satuan pendidikan yang bersangkutan. Pasal 86 (1) Pemindahan tugas pendidik dan tenaga kependidikan yang kedudukannya Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan Pemerintah Daerah dilaksanakan Kepala Dinas. (2) Pemindahan tugas pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dalam rangka pembinaan karier dan peningkatan mutu pendidikan. Pasal 87 (1) Pemberhentian dengan hormat terhadap pendidik dan tenaga kependidikan, atas dasar: a.
permohonan sendiri;
b.
meninggal dunia;
c.
mencapai batas usia pensiun;
d.
diangkat dalam jabatan lain.
(2) Pemberhentian tidak hormat terhadap pendidik dan tenaga kependidikan, atas dasar: a.
hukuman jabatan;
b.
akibat pidana penjara berdasarkan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
c.
melakukan perbuatan pelanggaran peraturan perundang-undangan;
d.
menjadi anggota atau pengurus partai politik. Bagian Keempat Pembinaan dan Pengembangan Pasal 88
Penyelenggara satuan pendidikan wajib membina dan mengembangkan pendidik dan tenaga kependidikan. (1) Pembinaan dan pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan pemerintah dan/atau masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88, meliputi pendidikan dan pelatihan, kenaikan pangkat dan jabatan, didasarkan pada prestasi kerja dan disiplin.
(2) Pendidikan dan pelatihan pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk meningkatkan atau mengembangkan kemampuan dan profesionalisme. Pasal 90 (1) Pembinaan dan pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (1), yang kedudukannya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Pembinaan dan pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan Pemerintah Daerah yang kedudukannya bukan Pegawai Negeri Sipil (Non PNS), dilaksanakan Kepala Dinas. Pasal 91 (1) Pembinaan disiplin pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan Pemerintah Daerah menjadi tanggung jawab Kepala Dinas. (2) Pembinaan disiplin pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan masyarakat menjadi tanggung jawab penyelenggara satuan pendidikan yang bersangkutan. Bagian Kelima Kesejahteraan Pasal 92 Pendidik dan tenaga kependidikan yang kedudukannya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) berhak memperoleh penghasilan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Pasal 93 Kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan yang kedudukannya bukan Pegawai Negeri Sipil (Non-PNS), pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan Pemerintah Daerah dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (1) Pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan masyarakat yang kedudukannya bukan Pegawai Negeri Sipil (Non-PNS), berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial didasarkan pada perjanjian tertulis yang dibuat antara penyelenggara satuan pendidikan dengan pendidik dan/atau tenaga kependidikan bersangkutan. (2) Pemerintah Daerah dapat memberikan subsidi tunjangan fungsional kepada pendidik pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan masyarakat. (3) Dunia usaha dan Dunia Industri dapat membantu kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan pemerintah daerah dan masyarakat. Pasal 95 Ketentuan lebih lanjut mengenai kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 dan 94 diatur dengan peraturan Gubernur. Bagian Keenam Penghargaan Pasal 96 (1) Penghargaan kepada pendidik dan tenaga kependidikan diberikan atas dasar prestasi kerja, pengabdian, kesetiaan pada Negara, berjasa terhadap negara, karya luar biasa dan/atau meninggal dalam melaksanakan tugas. (2) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diberikan Pemerintah Daerah dan/atau dunia usaha dan/atau penyelenggara dan pengelola pendidikan berupa kenaikan pangkat, tanda jasa atau penghargaan lain. (3) Selain bentuk penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat juga diberikan dalam bentuk piagam, bintang, lencana, dan uang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan kepada pendidik dan atau tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), diatur dengan peraturan Gubernur. Bagian Ketujuh Perlindungan Pasal 97 (1) Perlindungan diberikan kepada setiap pendidik dan tenaga kependidikan. (2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a.
perlindungan hukum yang mencakup terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakukan tidak adil dari peserta didik, orangtua peserta didik, masyarakat, aparatur, dan/atau pihak lain;
b.
perlindungan profesi yang mencakup perlindungan terhadap pelaksanaan tugas sebagai tenaga profesional yang meliputi pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan kebebasan akademik, dan pembatasan atau pelarangan lain yang dapat menghambat dalam pelaksanaan tugas;
c.
perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yang mencakup perlindungan terhadap resiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau resiko lain. Bagian Kedelapan Organisasi Profesi Pasal 98
(1) Pendidik dan tenaga kependidikan dapat menjadi anggota organisasi profesi sebagai wadah yang bersifat mandiri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak mengganggu tugas dan tanggung jawab. (2) Organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk meningkatkan dan/atau mengembangkan kemampuan, profesionalitas, dan kesejahteraan. (3) Pemerintah Daerah dapat memfasilitasi organisasi profesi dalam pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi. Bagian Kesembilan Pendidik Warga Negara Asing Pasal 99 (1) Untuk peningkatan mutu pendidikan, penyelenggara pendidikan dapat meminta warga negara asing yang memiliki ilmu pengetahuan dan/atau keahlian tertentu yang langka dan/atau sangat diperlukan sebagai pendidik. (2) Pendidik warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus mendapat izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kesepuluh Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM Paragraf 1 Umum Pasal 100 (1) Untuk dapat diangkat sebagai Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM, calon Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM pada satuan pendidikan yang diselenggarakan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat, selain memiliki standar kompetensi minimal dan kualifikasi, juga harus memenuhi persyaratan: a.
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b.
setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c.
sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari dokter;
d.
tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau lebih, dibuktikan dengan surat keterangan dari Kepolisian setempat;
e.
memiliki komitmen untuk mewujudkan tujuan pendidikan;
f.
memiliki kemampuan manajemen pendidikan;
g.
memiliki pengalaman sebagai pendidik dan/atau membimbing sekurangkurangnya 4 (empat) tahun sejak diangkat menjadi pendidik.
(2) Pegawai Negeri Sipil yang akan mendapat tugas tambahan sebagai Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), juga harus memenuhi persyaratan lain yang berlaku bagi PNS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 2 Pemindahan dan Pemberhentian Pasal 101 (1) Pemindahan dan pemberhentian Kepala Sekolah pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan Kepala PKBM yang diselenggarakan Pemerintah Daerah, dilakukan Kepala Dinas. (2) Pemindahan dan pemberhentian Kepala Madrasah pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah yang diselenggarakan Departemen Agama, dilakukan Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama. (3) Pemindahan dan pemberhentian Kepala Sekolah/Madrasah pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan masyarakat, dilakukan penyelenggara satuan pendidikan yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 3 Tugas dan Tanggung Jawab Pasal 102 (1) Kepala Sekolah/Madrasah dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab, pada satuan pendidikan dasar dan pendidikan menengah dibantu Wakil Kepala Sekolah/Madrasah. (2) Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi, membina pendidik dan tenaga kependidikan, mendayagunakan serta memelihara sarana dan prasarana pendidikan. (3) Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM bertanggung jawab atas pelaksanaan program wajib belajar 12 (dua belas) tahun pada satuan pendidikan yang dipimpinnya. (4) Kepala Sekolah/Madrasah mendorong terlaksananya jam wajib belajar di luar jam sekolah dan budaya membaca bagi peserta didik. (5) Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM melaporkan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab secara periodik kepada Kepala Dinas atau Kepala Kanwil Departemen Agama. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme dan tata cara pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan tanggung jawab kepala sekolah/madrasah/PKBM sebagaimana dimaksud pada ayat (5), diatur dengan Peraturan Gubernur. Pasal 103 (1) Kepala Sekolah/madrasah/PKBM wajib melarang segala bentuk promosi barang dan/atau jasa di lingkungan sekolah/madrasah atau tempat belajar mengajar yang cenderung mengarah kepada komersialisasi pendidikan. (2) Kepala Sekolah/madrasah/PKBM wajib melarang kegiatan yang dianggap merusak citra sekolah/madrasah dan demoralisasi peserta didik. Pasal 104 (1) Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM wajib mewujudkan kawasan sekolah / madrasah/ PKBM yang bersih, aman, tertib, sehat, nyaman, hijau, dan kekeluargaan, serta dilarang merokok. (2) Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM wajib melarang dan mengawasi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan terhadap penggunaan minuman beralkohol dan penyalahgunaan narkotika serta psikotropika.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan kawasan sekolah/madrasah/PKBM yang bersih, aman, tertib, sehat, nyaman, hijau, dan kekeluargaan, serta dilarang merokok, dan larangan dan pengawasan terhadap penggunaan minuman beralkohol dan penyalahgunaan narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Paragraf 4 Asosiasi Pasal 105 (1) Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM dapat membentuk asosiasi sebagai wadah yang bersifat mandiri. (2) Asosiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bertujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan, serta profesionalisme dalam penyelenggaraan pendidikan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan asosiasi Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), sesuai dengan peraturan perundang-undangan. BAB XI PRASARANA DAN SARANA Pasal 106 (1) Setiap penyelenggara satuan pendidikan wajib menyediakan prasarana dan sarana yang memadai untuk keperluan pendidikan sesuai pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik. (2) Pengadaan prasarana dan sarana yang diperlukan dalam penyelenggaraan pendidikan dilakukan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat. (3) Pendayagunaan prasarana dan sarana pendidikan sesuai tujuan dan fungsinya menjadi tanggung jawab penyelenggara dan/atau pengelola satuan pendidikan. Pasal 107 (1) Pemerintah Daerah dapat memberikan bantuan prasarana dan sarana pendidikan pada penyelenggara satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat dan/atau penyelenggara satuan pendidikan yang dikelola oleh Kantor Wilayah Departemen Agama. (2) Gubernur menetapkan standar prasarana dan sarana minimal pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 108 (1) Gubernur dapat memberikan penghargaan atau kemudahan kepada masyarakat dan/atau pelaku usaha yang memberikan bantuan prasarana dan sarana pendidikan. (2) Pemberian penghargaan atau kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 109 (1) Prasarana pendidikan berupa bangunan gedung, wajib memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai fungsinya. (2) Persyaratan administratif bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung, izin mendirikan bangunan, dan izin penggunaan bangunan. (3) Persyaratan teknis bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan dan kelaikan bangunan gedung. (4) Ketentuan persyaratan bangunan gedung pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 110 Penghapusan prasarana dan sarana pendidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XII EVALUASI, AKREDITASI, DAN SERTIFIKASI Bagian Kesatu Evaluasi Pasal 111 (1) Evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan yang dilakukan sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. (2) Evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, lembaga, dan program pendidikan pada jalur pendidikan formal dan pendidikan nonformal untuk semua jenjang, satuan, dan jenis pendidikan. Pasal 112 (1) Evaluasi hasil belajar peserta didik dilaksanakan pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. (2) Evaluasi peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, lembaga, dan program pendidikan pada jalur pendidikan formal dan pendidikan nonformal dilakukan Pemerintah Daerah dan/atau lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistematis untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dilaporkan kepada Gubernur. Pasal 113 (1) Lembaga mandiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (2), dapat melakukan fungsinya setelah mendapatkan persetujuan Gubernur. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai lembaga mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur. Bagian Kedua Akreditasi Pasal 114 (1) Gubernur membentuk Badan Akreditasi Provinsi Sekolah/Madrasah dan Pendidikan Nonformal yang bertugas membantu pelaksanaan akreditasi yang menjadi kewenangan Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah dan Pendidikan Nonformal. (2) Badan Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas melaksanakan akreditasi terhadap program keahlian, dan/atau satuan pendidikan sekolah/madrasah dan pendidikan nonformal. (3) Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sebagai bentuk akuntabilitas publik yang dilakukan secara objektif, adil, transparan, dan komprehensif dengan menggunakan instrumen dan kriteria sesuai standar nasional pendidikan. (4) Prosedur pelaksanaan akreditasi dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 115 Satuan pendidikan yang telah diakreditasi Badan Akreditasi, harus diinformasikan kepada masyarakat. Bagian Ketiga Sertifikasi Pasal 116 (1) Sertifikat berbentuk ijazah dan sertifikat kompetensi. (2) Ijazah diberikan kepada peserta didik sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar dan/atau penyelesaian suatu jenjang pendidikan setelah lulus ujian yang diselenggarakan satuan pendidikan yang terakreditasi. (3) Sertifikat kompetensi diberikan penyelenggara pendidikan dan lembaga pelatihan kepada peserta didik dan warga masyarakat sebagai pengakuan terhadap kompetensi untuk melakukan pekerjaan tertentu setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan satuan pendidikan terakreditasi atau lembaga sertifikasi.
(4) Ketentuan mengenai sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai standar nasional pendidikan dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 117 (1) Satuan pendidikan dapat memperoleh sertifikasi pelayanan pendidikan bertaraf internasional. (2) Sertifikasi pelayanan pendidikan bertaraf internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat bekerjasama dengan lembaga pendidikan luar negeri yang diakui Pemerintah. BAB XIII PENDANAAN Bagian Kesatu Umum Pasal 118 (1) Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat. (2) Pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan, berkelanjutan, transparan dan akuntabel. (3) Penyelenggara dan/atau pengelola satuan pendidikan wajib mendayagunakan dana pendidikan, guna menjamin kelangsungan dan peningkatan mutu pendidikan. Bagian Kedua Sumber Pendanaan Pendidikan Pasal 119 (1) Pendanaan atau pembiayaan penyelenggaraan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah Daerah bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan Belanja Daerah, dan Masyarakat. (2) Pendanaan atau pembiayaan penyelenggaraan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat bersumber dari Masyarakat, Anggaran Pendapatan Belanja Negara, dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah. (3) Dana pendidikan yang bersumber dari masyarakat berdasarkan musyawarah dan sukarela pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Ketiga Pengalokasian Dana Pendidikan Paragraf 1 Kewajiban Pasal 120 (1) Pemerintah Daerah wajib menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (4) Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. (2) Anggaran pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), selain gaji pendidik, dan biaya pendidikan kedinasan. (3) Pemerintah Daerah wajib mengalokasikan dana darurat untuk mendanai keperluan mendesak dalam penyelenggaraan pendidikan yang diakibatkan peristiwa tertentu. (4) Pemerintah Daerah dapat mengalokasikan anggaran untuk satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah dan/atau masyarakat dalam bentuk bantuan biaya pendidikan. Pasal 121 Pemerintah Daerah wajib membiayai penyelenggaraan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar. Paragraf 2 Beasiswa Pasal 122
(1) Peserta didik dari keluarga kurang mampu berhak memperoleh beasiswa dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat. (2) Peserta didik yang berprestasi dapat memperoleh beasiswa dari Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur pemberian, persyaratan peserta didik dan pendistribusian beasiswa sebagaimana pada ayat (1) dan ayat (2), diatur dengan peraturan Gubernur. (4) Bagian Keempat Pengelolaan Dana Pendidikan Pasal 123 (1) Gubernur berwenang dalam pengelolaan dana pendidikan yang berasal dari APBD maupun APBN. (2) Gubernur dapat melimpahkan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Perangkat Daerah terkait dalam perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban serta pengawasan keuangan pendidikan. (3) Satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah Daerah berwenang dalam pengelolaan dana pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. (4) Satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat serta badan hukum penyelenggara satuan pendidikan berwenang dalam pengelolaan dana pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. (5) Setiap pengelolaan dana pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), dilaksanakan berdasarkan prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengelolaan dana pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Gubernur. BAB XIV PEMBUKAAN, PENAMBAHAN, PENGGABUNGAN,DAN PENUTUPAN LEMBAGA PENDIDIKAN Bagian Kesatu Umum Pasal 124 Pemerintah Daerah dapat melaksanakan pembukaan, penambahan, penggabungan, dan penutupan satuan pendidikan pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal. Bagian Kedua Pembukaan Pasal 125 (1) Setiap pembukaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal, wajib memiliki izin penyelenggaraan pendidikan. (2) Pembukaan satuan pendidikan tinggi wajib memiliki izin penyelenggaraan pendidikan dari Pemerintah setelah mendapatkan rekomendasi dari Gubernur. (3) Izin penyelenggaran pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), melalui tahapan: a.
izin prinsip penyelenggaraan pendidikan;
b.
izin operasional penyelenggaraan pendidikan.
(4) Izin prinsip penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, berlaku untuk jangka waktu 2 (dua) tahun. (5) Izin operasional penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b berlaku selama penyelenggaraan pendidikan berlangsung sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (6) Izin penyelenggaran pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tidak dapat dipindahtangankan dengan cara dan/atau dalam bentuk apapun. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur pembukaan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Ketiga Penambahan dan Penggabungan Pasal 126 (1) Penambahan dan penggabungan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan/atau program keahlian pada pendidikan menengah kejuruan, dan pendidikan nonformal dilakukan setelah memenuhi persyaratan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur penambahan dan penggabungan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur. Bagian Keempat Penutupan Pasal 127 (1) Satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat yang tidak memenuhi persyaratan dapat ditutup. (2) Satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah ditutup dilarang melaksanakan kegiatan belajar mengajar. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur penutupan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur. Bagian Kelima Pendidikan di Bawah Pembinaan Kanwil Departemen Agama Pasal 128 Pembukaan, penambahan, penggabungan, dan penutupan satuan pendidikan di bawah pembinaan Kanwil Departemen Agama dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang - undangan. Bagian Keenam Lembaga Pendidikan Asing Pasal 129 (1) Lembaga pendidikan asing dapat menyelenggarakan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal di daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah yang diselenggarakan lembaga pendidikan asing, wajib memberikan pendidikan agama, bahasa Indonesia, kewarganegaraan dan muatan lokal bagi peserta didik. (3) Lembaga pendidikan asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat bekerjasama dengan lembaga pendidikan yang ada di daerah, dan harus mengikutsertakan pendidik dan tenaga kependidikan warga masyarakat. Pasal 130 Satuan pendidikan yang diselenggarakan perwakilan negara asing yang berlokasi di luar wilayah kedutaan besar, pelaksanaannya harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB XV PENJAMINAN MUTU Pasal 131 (1) Setiap satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan. (2) Penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bertujuan untuk memenuhi atau melampaui standar nasional pendidikan. (3) Penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan secara bertahap, sistematis, dan terencana dalam suatu program penjaminan mutu yang memiliki target dan kerangka waktu yang jelas.
Pasal 132 Gubernur berkewajiban melakukan pembinaan penjaminan mutu satuan pendidikan pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal serta dapat bekerjasama dengan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan. BAB XVI PERAN SERTA MASYARAKAT Bagian Kesatu Umum Pasal 133 (1) Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peranserta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan, pengelolaan, dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan. (2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan. (3) Peran serta masyarakat dalam pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berbentuk perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian penyelenggaraan pendidikan. (4) Peran serta masyarakat dalam pengendalian mutu pelayanan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup partisipasi dalam perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan yang dilaksanakan melalui dewan pendidikan provinsi dan kotamadya/kabupaten dan komite sekolah/madrasah atau nama lain yang sejenis pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal; (5) Pelaksanaan peranserta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur. Pasal 134 (1) Peran serta perseorangan, keluarga dan kelompok sebagai sumber pendidikan dapat berupa kontribusi pendidik dan tenaga kependidikan, dana, prasarana dan sarana dalam penyelenggaraan pendidikan, dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan kepada satuan pendidikan. (2) Peran serta organisasi profesi sebagai sumber pendidikan dapat berupa penyediaan tenaga ahli dalam bidangnya dan nara sumber dalam penyelenggaraan pendidikan formal, pendidikan nonformal dan pendidikan informal. (3) Peran serta pengusaha sebagai sumber pendidikan dapat berupa penyediaan fasilitas prasarana dan sarana pendidikan, dana, beasiswa, dan nara sumber dalam penyelenggaraan pendidikan formal, pendidikan nonformal dan pendidikan informal. (4) Peran serta organisasi kemasyarakatan sebagai sumber pendidikan dapat berupa pemberian beasiswa, dan nara sumber dalam penyelenggaraan pendidikan formal, pendidikan nonformal dan pendidikan informal. Pasal 135 (1) Peranserta perseorangan, keluarga atau kelompok sebagai pelaksana pendidikan dapat berupa partisipasi dalam pengelolaan pendidikan. (2) Peranserta organisasi profesi sebagai pelaksana pendidikan dapat berupa pembentukan lembaga evaluasi dan/atau lembaga akreditasi mandiri. (3) Peranserta dunia usaha/dunia industri sebagai pelaksana pendidikan berkewajiban menerima peserta didik dan/atau tenaga pendidik asal sekolah DKI Jakarta dalam pelaksanaan sistem magang, pendidikan sistem ganda, dan/atau kerjasama produksi dengan satuan pendidikan sebagai institusi pasangan. (4) Peranserta organisasi kemasyarakatan sebagai pelaksana pendidikan dapat berupa penyelenggaraan, pengelolaan, pengawasan, dan pembinaan satuan pendidikan. Pasal 136 (1) Peranserta dunia usaha/dunia industri sebagai pengguna hasil pendidikan dapat berupa kerjasama dengan satuan pendidikan dalam penyediaan lapangan kerja, pemanfaatan hasil penelitian, pengembangan, dan kerjasama pengembangan jaringan informasi. (2) Dunia usaha/dunia industri dapat menyelenggarakan program penelitian dan pengembangan, bekerjasama dengan satuan pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
Pasal 137 (1) Untuk peningkatan mutu dan relevansi program pendidikan, Pemerintah Daerah bersama pendidikan tinggi dan/atau pelaku usaha dan/atau dunia Industri dan/atau asosiasi profesi dapat membentuk Forum Koordinasi Konsultasi dan Kerjasama. (2) Pembentukan Forum Koordinasi Konsultasi dan Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. Bagian Kedua Dewan Pendidikan Pasal 138 (1) Dewan Pendidikan merupakan wadah peranserta masyarakat dalam peningkatan mutu layanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan. (2) Dewan Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai lembaga mandiri berkedudukan di Provinsi dan kotamadya/kabupaten administrasi kepulauan seribu. Pasal 139 (1) Dewan Pendidikan Provinsi berperan memberikan pertimbangan, saran, dan dukungan tenaga, prasarana dan sarana, serta pengawasan dalam penyelenggaran pendidikan kepada Gubernur. (2) Dewan Pendidikan Kotamadya/Kabupaten Administrasi berperan memberikan pertimbangan, saran, dan dukungan tenaga, prasarana dan sarana, serta pengawasan dalam penyelenggaran pendidikan kepada Walikota dan Bupati Administratif. Bagian Ketiga Komite Sekolah/Madrasah/Pendidikan Non-Formal Pasal 140 (1) Komite Sekolah/Madrasah/Pendidikan Non-Formal atau nama lain yang sejenis merupakan wadah peranserta masyarakat dalam peningkatan mutu layanan pendidikan meliputi perencanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal. (2) Komite Sekolah/Madrasah/Pendidikan Non-Formal atau nama lain yang sejenis berperan memberikan pertimbangan, saran, dan dukungan tenaga, prasarana dan sarana serta pengawasan penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal. (3) Komite Sekolah/Madrasah/Pendidikan Non-Formal atau nama lain yang sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah, bersifat mandiri dan tidak mempunyai hubungan hirarkis dengan Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau Dewan Pendidikan. (4) Komite Sekolah/Madrasah/Pendidikan Non-Formal atau nama lain yang sejenis dapat terdiri dari satu di satuan pendidikan atau satu di beberapa satuan pendidikan dalam jenjang yang sama atau satu di beberapa satuan pendidikan yang berbeda jenjang pada lokasi yang berdekatan atau satuan pendidikan yang dikelola oleh satu penyelenggara pendidikan. Bagian Keempat Penghargaan Pasal 141 (1) Pemerintah Daerah dapat memberikan penghargaan kepada masyarakat yang berjasa di bidang pendidikan. (2) Pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB XVII KERJASAMA Pasal 142 (1) Penyelenggara dan/atau pengelola pendidikan dapat melakukan kerjasama dengan lembaga pendidikan dan/atau dunia usaha/dunia industri dan/atau asosiasi profesi dalam negeri dan/atau luar negeri.
(2) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam rangka meningkatkan mutu, relevansi, dan pelayanan pendidikan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur. BAB XVIII PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN Pasal 143 (1) Pemerintah Daerah, Dewan Pendidikan, Komite Sekolah/Madrasah/Pendidikan NonFormal atau nama lain yang sejenis melakukan pengawasan atas penyelenggaraan pendidikan pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal sesuai dengan kewenangan masing-masing. (2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan prinsip profesional, transparan dan akuntabel. Pasal 144 Pengendalian penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan merupakan kewenangan Gubernur yang pelaksanaannya dilakukan Kepala Dinas. Pasal 145 Pengawasan dan pengendalian satuan pendidikan di bawah pembinaan Kanwil Departemen Agama dilaksanakan Kepala Kanwil Departemen Agama. BAB XIX SANKSI ADMINISTRASI Pasal 146 Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf a sampai dengan huruf f, Pasal 14 ayat (2), Pasal 15 ayat (3), Pasal 88, Pasal 103 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 104 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 109 ayat (1), Pasal 118 ayat (3), Pasal 125 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 131 ayat (1) dapat dikenakan sanksi administrasi berupa: a.
peringatan tertulis;
b.
pembatalan izin prinsip dan izin operasional;
c.
pencabutan izin operasional. BAB XX PENYIDIKAN Pasal 149
(1) Selain pejabat penyidik Polri yang bertugas menyidik tindak pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini dapat dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah yang pengangkatannya ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Dalam melaksanakan tugas penyidikan, pejabat penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berwenang: a.
menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya pelanggaran;
b.
melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian dan melakukan pemeriksaan;
c.
menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
d.
melakukan penyitaan benda dan atau surat;
e.
mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
f.
memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
g.
mendatangkan seorang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
h.
mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa terebut bukan merupakan tindak pelanggaran
dan selanjutnya memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum tersangka atau keluarganya; i.
mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
(3) Dalam melaksanakan tugasnya, penyidik pegawai negeri sipil tidak berwenang melakukan penangkapan dan penahanan. (4) Penyidik pegawai negeri sipil membuat berita acara setiap tindakan tentang: a.
pemeriksaan tersangka;
b.
pemasukan rumah;
c.
penyitaan benda;
d.
pemeriksaan surat;
e.
pemeriksaan saksi;
f.
pemeriksaan ditempat kejadian;
g.
mengirimkan berkasnya kepada Pengadilan Negeri dan tembusannya kepada Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia. BAB XXI KETENTUAN PIDANA Pasal 150
(1) Setiap orang dan/atau pengelola dan/atau penyelenggara pendidikan yang melanggar ketentuan dalam Pasal 13 ayat (2) huruf g dan huruf h, Pasal 110, Pasal 127 ayat (2), Pasal 129 ayat (2) diancam dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tindak pidana pelanggaran. BAB XXII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 151 Semua ketentuan yang berkaitan dengan pendidikan yang telah ditetapkan sebelum ditetapkannya Peraturan Daerah ini, masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Daerah ini. BAB XXIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 152 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 21 Desember 2006 GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 29 Desember 2006
SUTIYOSO
SEKRETARIS DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,
RITOLA TASMAYA NIP.140091657 LEMBARAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2006 NOMOR 8.
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN I. UMUM Tidak dapat dipungkiri dengan kedudukan Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia, pendidikan memegang peran penting dan (sebagai) salah satu kunci keberhasilan pembangunan nasional dan daerah. Melalui pendidikan yang bermutu dapat menciptakan DKI Jakarta sebagai pusat pendidikan dan/atau pusat pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi bangsa Indonesia yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana standar internasional. Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan di Provinsi DKI Jakarta harus dilandasi dengan kemampuan dalam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (serta imtak) yang merupakan cerminan keberhasilan bangsa Indonesia dimasa mendatang. Dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa baik di tingkat nasional maupun internasional, Pemerintahan Daerah dan Masyarakat Provinsi DKI Jakarta bertekad untuk menghasilkan sumber daya manusia berkualitas melalui pendidikan yang bermutu sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (serta imtak), sehingga mampu menjawab berbagai tantangan zaman yang selalu berubah. (Oleh) Karena itu upaya yang dilakukan adalah (melalui) peningkatan mutu pendidikan, pemerataan pendidikan, serta efisiensi penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan sesuai dengan prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa urusan pendidikan merupakan salah satu urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintahan Daerah. Sejalan dengan itu, Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta menetapkan Peraturan Daerah tentang Pendidikan sebagai komitmen untuk mencerdaskan kehidupan dan penghidupan masyarakat Jakarta menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Upaya yang dilakukan oleh Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta, adalah: (a) mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh masyarakat Jakarta; (b) membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar; (c) meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian bangsa yang bermoral; (d) meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar nasional dan internasional; (e) memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan sesuai dengan kedudukan Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, strategi yang dilakukan dalam pembangunan di bidang pendidikan, adalah: (a) pelaksanaan pendidikan agama serta akhlak mulia; (b) pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi; (c) proses pembelajaran yang mendidik dan dialogis; (d) evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi pendidikan yang memberdayakan; (e) peningkatan keprofesionalan pendidikan dan tenaga kependidikan; (f) penyediaan sarana belajar yang mendidik (memadai); (g) pembiayaan pendidikan yang sesuai dengan prinsip pemerataan dan berkeadilan; (h) penyelenggaraan pendidikan yang terbuka dan merata; (i) pelaksanaan wajib belajar; (j) pelaksanaan otonomi manajemen pendidikan; (k) pemberdayaan peran serta masyarakat; (l) pusat pembudayaan dan pembangunan masyarakat; (m) pelaksanaan pengawasan dalam sistem pendidikan nasional. Melalui strategi tersebut, diharapkan tujuan pendidikan dapat terwujud secara efektif dengan melibatkan berbagai pihak secara aktif dalam penyelenggaraan pendidikan. Untuk mewujudkan tujuan dan strategi dalam penyelenggaraan dan atau pengelolaan pendidikan, diperlukan pengaturan agar terpenuhi hak-hak dan kewajiban yang mendasar bagi warga masyarakat di bidang pendidikan. Oleh sebab itu, diperlukan Peraturan Daerah sebagai landasan hukum bagi semua unsur yang terkait dengan pendidikan, serta mengikat semua pihak baik Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta maupun masyarakat. Pendidikan di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta diselenggarakan sebagai usaha untuk mencerdaskan kehidupan warga masyarakat Jakarta berdasarkan sembilan asas, meliputi: a.
nilai keagamaan, bahwa segala upaya yang dilakukan dalam pendidikan harus dilandaskan pada agama, sebagai umat manusia serta semua kehidupan dan kekayaan alam adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, sehingga segala apa upaya yang dalam pendidikan didasarkan pada keimanan dan ketaqwaan kepada-Nya.
b.
demokratis, yang dimaksud demokratis adalah kebebasan berfikir dalam mengembangkan sikap dan kemampuan kepribadian dan bakat sesuai potensi yang dimiliki peserta didik.
c.
ketelaudanan, bahwa pendidikan diselenggarakan untuk membangun kemauan dan mengembangkan kreativitas peserta didik dan masyarakat melalui proses pembelajaran.
d.
manfaat, bahwa manfaat penyelenggaraan pendidikan bagi kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat serta bangsa dan negara Republik Indonesia;
e.
tidak diskriminatif, bahwa dalam penyelenggaraan pendidikan tidak membatasi, melecehkan atau mengucilkan baik langsung maupun tidak langsung yang didasarkan pada pembedaan atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, mental dan fisik, serta umur yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan, pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dalam memperoleh pendidikan.
f.
pembudayaan dan pemberdayaan, bahwa pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik dan masyarakat sepanjang hayat.
g.
seimbang, serasi dan selaras dalam perikehidupan, bahwa pendidikan diselenggarakan secara seimbang, serasi dan selaras dengan perikehidupan.
h.
pemanfaatan optimal ilmu pengetahuan dan teknolologi, bahwa penyelenggaraan didasarkan pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan peluang yang harus dimanfaatkan secara optimal;
i.
budaya bangsa, bahwa segala upaya yang dilakukan dalam pendidikan harus dilandaskan pada budaya bangsa Indonesia.
j.
keterbukaan adalah penyelenggara pendidikan baik yang diselenggarakan masyarakat maupun Pemerintah dan Pemerintah Daerah membuka diri atas hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
k.
bertanggung jawab, yang dimaksud bertanggung jawab adalah perwujudan akuntabilitas, moral dan etika, legal, dan mental dalam penyelenggaraan pendidikan.
l.
kepastian hukum, dimaksudkan hak dan kewajiban masyarakat, orangtua, peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah, dalam penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan ada kepastian hukum.
PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2
Cukup jelas. Cukup jelas.
Pasal 3 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan pendidikan dengan sistem terbuka adalah pendidikan yang diselenggarakan dengan fleksibilitas pilihan dan waktu penyelesaian program lintas satuan dan jalur pendidikan, berkelanjutan melalui pembelajaran tatap muka atau jarak jauh. Yang dimaksud dengan pendidikan multimakna adalah proses pendidikan yang diselenggarakan dengan berorientasi pada pembudayaan, pemberdayaan, pembentukan watak dan kepribadian, serta berbagai kecakapan hidup. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup jelas Ayat (7) Yang dimaksud dengan memberdayaan seluruh komponen masyarakat adalah pendidikan diselenggarakan oleh pemerintah dan masyarakat dalam suasana kemitraan dan kerjasama yang saling melengkapi dan memperkuat Pasal 4 Ayat (1) Yang dimaksud pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang memenuhi standar nasional pendidikan, meliputi standar: isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan warga masyarakat memiliki kelainan fisik adalah warga masyarakat penyandang cacat. (UU tentang Penyandang cacat) Yang dimaksud dengan warga masyarakat yang memiliki kelainan mental adalah kelainan dalam kemampuan intelektual yang dapat menyebabkan/disertai dengan kelambatan pada gerak motoriknya atau juga dapat dikatakan disertai dengan kelainan fisiknya. Yang dimaksud dengan warga masyarakat yang memiliki kelainan emosional adalah kelainan dalam kemampuan emosional (ketidakpekaannya terhadap emosional) Misalnya : Tidak ada perasaan empati, tidak bisa membedakan di saat mana dia suka atau duka Marah yang tidak terkendali atau sebaliknya. Yang dimaksud dengan warga masyarakat yang mengalami hambatan sosial dalam ayat ini antara lain : a. anak yatim dan/atau piatu yang secara ekonomi tidak mampu; b. anak yang tidak terpenuhi kebutuhan jasmani, rohani, dan/atau sosial; c. anak yang memiliki perilaku menyimpang dari norma-norma masyarakat. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6)
Cukup jelas Pasal 5 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan sumber daya pendidikan adalah pendukung dan penunjang penyelenggaraan pendidikan yang berwujud tenaga, pemikiran, dana, serta prasarana dan sarana. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan waktu belajar setiap hari adalah hari efektif sekolah. Ayat (4) Cukup jelas Pasal 8 Cukup jelas Pasal 9 Cukup jelas Pasal 10 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan program akselerasi adalah pengaturan program pendidikan bagi peserta didik yang mencapai standar kompetensi yang dipersyaratkan lebih cepat dari waktu yang ditentukan. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Yang dimaksud dengan guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada satuan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Yang dimaksud dengan tutor adalah tenaga pendidik yang memberikan bantuan belajar kepada peserta didik dalam proses pembelajaran mandiri atau proses pembelajaran kelompok pada satuan pendidikan. Yang dimaksud dengan pamong belajar adalah tenaga pendidik yang memberikan penyuluhan, bimbingan, pengajaran, pelatihan, pengembangan model program pembelajaran, alat pembelajaran, dan pengelolaan pembelajaran pada jalur pendidikan nonformal. Yang dimaksud dengan instruktur adalah tenaga pendidik yang memberikan pelatihan teknis pada kursus dan/atau pelatihan. Yang dimaksud dengan fasilitator adalah tenaga pendidik yang memberikan pelayanan pembelajaran pada lembaga pendidikan dan pelatihan. Pasal 13 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan kebutuhan hidup minimal dan jaminan kesejahteraan sosial adalah pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup guru dan keluarganya secara wajar, baik sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, rekreasi maupun jaminan hari tua. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g
Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 14 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Huruf b Yang dimaksud dengan metode belajar yang sesuai adalah penggunaan metode – metode pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik warga belajar. Pasal 15 Ayat (1) Yang dimaksud dengan pengelola satuan pendidikan adalah orang yang diberikan tugas, wewenang dan tanggung jawab dalam mengelola penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan. Yang dimaksud dengan pengembang adalah seseorang yang diberi tugas atau kewenangan sebagai tim perekayasa kurikulum. Pasal 16 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan standar kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan adalah kemampuan minimal yang harus dimiliki pendidik dan tenaga kependidikan dalam rangka meningkatkan mutu kualitas pendidik dan tenaga kependidikan dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Huruf c Yang dimaksud dengan standar pelayanan minimal adalah spesifikasi teknis sebagai patokan pelayanan minimal yang wajib dilakukan oleh penyelenggaran pendidikan. Huruf d Untuk memberikan layanan dan kemudahan tanpa diskriminasi pada semua jenjang pendidikan, upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah antara lain dengan pembangunan sarana dan prasarana yang memadai dan secara selektif memperhatikan potensi serta kebutuhan masyarakat guna mendorong penuntasan wajib belajar sembilan tahun, menekan angka putus sekolah melalui penyediaan beasiswa. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Menyediakan dana dimaksudkan dalam rangka pembiayaan pendidikan bagi anak dari keluarga kurang mampu dan anak terlantar termasuk beasiswa untuk menarik anak yang masih berada di luar sistem sekolah sebagai akibat kemiskinan. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Satuan pendidikan yang dimaksud adalah satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Cukup jelas. Huruf l Cukup jelas Huruf m Yang dimaksud dengan pendidik dan tenaga kependidikan adalah pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal. Huruf n Cukup jelas. Huruf o Cukup jelas. Huruf p Cukup jelas. Huruf q Cukup jelas. Huruf r Cukup jelas Pasal 17 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3)
Yang dimaksud dengan pendidikan umum adalah pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah yang mengutamakan perluasan pengetahuan yang diperlukan oleh peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Yang dimaksud dengan pendidikan akademik adalah pendidikan tinggi program sarjana, dan pascasarjana yang diarahkan terutamakan pada penguasaan disiplin ilmu pengetahuan tertentu. Yang dimaksud dengan pendidikan profesi adalah pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus. Yang dimaksud dengan pendidikan vokasi adalah pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal setara dengan program sarjana. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Bentuk lain yang sederajat antara lain Tarbiyatul Athfal (TA), Taman Kanak-Kanak Al-Qur'an (TKQ), dan Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPQ). Ayat (3) Bentuk lain yang sederajat antara lain Taman Bermain, Taman Balita, Taman Pendidikan Anak Sholeh (TAPAS), dan pendidikan anak usia dini yang diintegrasikan dengan program layanan yang telah ada seperti Posyandu dan Bina Keluarga Balita. Jenis pendidikan anak usia dini pada pendidikan umum di antaranya Taman Kanak-Kanak (TK). Jenis pendidikan anak usia dini pada pendidikan keagamaan di antaranya Raudhatul Athfal (RA) dan Bustanul Athfal (BA). Jenis pendidikan anak usia dini pada pendidikan khusus di antaranya Taman Kanak-Kanak Luar Biasa (TKLB). Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan TKQ adalah TK yang orientasi pembelajaran membaca AL-Qur'an sejak dini. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Cukup jelas Pasal 31 Cukup jelas Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) SMK dan MAK dapat terdiri atas 4 (empat) tingkat sesuai dengan tuntutan dunia kerja. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 34 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksud program keahlian adalah unit terkecil pada sekolah menengah kejuruan/madrasah aliyah kejuruan yang menyelenggarakan pembelajaran dengan karakteristik keahlian sesuai dengan jenis pekerjaan di dunia usaha dan industri. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Yang dimaksud dengan pemangku kepentingan (stakeholders) adalah berbagai pihak yang terkait dengan program keahlian seperti asosiasi profesi dan dunia usaha/dunia industri terkait. Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Cukup jelas. Pasal 38 Cukup jelas. Pasal 39 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Yang dimaksud dengan maslahat tambahan adalah pemberian tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa, penghargaan, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Bantuan penyelenggaraan pendidikan tinggi yang diberikan oleh pemerintah daerah meliputi; bantuan beasiswa bagi mahasiswa yang memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku, bantuan penyelenggaraan kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, serta bantuan lain sesuai dengan kemampuan pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Pasal 40 Cukup jelas. Pasal 41 Cukup jelas. Pasal 42 Cukup jelas. Pasal 43 Ayat (1) Yang dimaksud dengan kecakapan personal atau kecakapan pribadi adalah kecakapan dalam melakukan ibadah sesuai dengan agama yang dianutnya, kecakapan dalam pengenalan terhadap kondisi dan potensi diri, kecakapan dalam melakukan koreksi diri, kecakapan dalam memilih dan menentukan jalan hidup pribadi, percaya diri, kecakapan dalam menghadapi tantangan dan problema serta kecakapan dalam mengatur diri. Yang dimaksud dengan kecakapan intelektual adalah kecakapan yang mencakup kecakapan terhadap penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau seni sesuai dengan bidang yang dipelajari, berpikir kritis dan kreatif, kecakapan melakukan penelitian dan percobaan-percobaan dengan pendekatan ilmiah. Yang dimaksud dengan kecakapan sosial adalah kecakapan yang mencakup kecakapan dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, kecakapan bekerjasama dengan sesama, kecakapan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan, empati atau tenggang rasa, kepemimpinan dan tanggung jawab sosial. Yang dimaksud dengan kecakapan vokasional adalah kecakapan yang mencakup kecakapan dalam memilih bidang pekerjaan, mengelola pekerjaan, mengembangkan profesionalitas dan produktivitas kerja dan kode etik bersaing dalam melakukan pekerjaan. Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 44 Cukup jelas. Pasal 45 Cukup jelas. Pasal 46 Cukup jelas. Pasal 47 Cukup jelas. Pasal 48 Cukup jelas. Pasal 49 Cukup jelas. Pasal 50 Cukup jelas. Pasal 51 Ayat (1) Pendidikan informal diselenggarakan dalam rangka meletakan dasar-dasar kesiapan hidup peserta didik sebagai anggota masyarakat, karena itu aturannya merupakan tanggung jawab keluarga peserta didik, melalui keikuitsertaan dalam kelompok belajar, kursus, atau kegiatan belajar dengan menggunakan bahan belajar yang dapat dikaji sendiri atau mandiri Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 52 Pasal 53 Pasal 54
Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas.
Pasal 55 Ayat (1) Yang dimaksud dengan pendidikan bertaraf internasional adalah pola penyelenggaraan pendidikan mengacu pada input, proses, dan output pendidikan yang unggul yang dapat dilakukan melalui kerjasama Pemerintah Daerah dengan lembaga pendidikan asing yang diakui atau direkomendasikan Pemerintah. Penyelenggaraan pendidikan bertaraf internasional merubah satuan pendidikan yang sudah ada menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan pendidikan berbasis keunggulan daerah adalah pendidikan yang diperkaya dan dikembangkan sesuai potensi dan kekhasan budaya Betawi dan/atau potensi Jakarta sebagai ibukota Negara Republik Indonesia. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 56 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Yang dimaksud dengan pendidikan lain yang sederajat adalah pendidikan bertaraf internasional dan berbasis keunggulan daerah dalam bentuk kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat atau majelis taklim yang diselenggarakan oleh masyarakat atau lembaga asing dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 57 Ayat (1) Pengembangan satu satuan pendidikan bertaraf internasional pada jenjang pendidikan dasar, menengah umum dan menengah kejuruan diupayakan dilakukan pada setiap wilayah kotamadya. Namun apabila berdasarkan standar pelayanan minimal pengembangan sekolah bertaraf internasional tidak memungkinkan, maka pengembangan di satu wilayah kotamadya dapat dilakukan di wilayah lainnya. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4)
Cukup jelas. Pasal 58 Cukup jelas. Pasal 59 Cukup jelas. Pasal 60 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan kelas inklusif adalah layanan pendidikan yang memberikan kesempatan bagi perserta didik yang berkelainan/kendala fisik untuk belajar bersama-sama dengan peserta didik normal di satuan pendidikan formal. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas. Pasal 61 Yang dimaksud dengan peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa adalah peserta didik yang memiliki potensi jauh di atas rata-rata dalam salah satu atau lebih kemampuan; akademik, seni, olahraga, kepemimpinan, dan lainnya yang relevan. Penetapan peserta didik yang dimaksud dilakukan oleh ahli yang relevan. Pasal 62 Cukup jelas. Pasal 63 Yang dimaksud dengan penyelenggaraan pendidikan jarak jauh adalah pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah yang meliputi; karakteristik, sistem pembelajaran, peserta didik, persyaratan pendirian satuan dan/atau program pendidikan, sarana dan prasarana harus mengacu pada ketentuan perundangundangan yang berlaku. Pasal 64 Cukup jelas. Pasal 65 Cukup jelas. Pasal 66 Cukup jelas. Pasal 67 Yang dimaksud dengan penyelenggaraan pendidikan keagamaan adalah pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah yang meliputi pendidikan keagamaan Islam, Kristen, Budha, Hindu dan Konghuchu harus mengacu pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 68 Cukup jelas. Pasal 69 Cukup jelas. Pasal 70 Cukup jelas. Pasal 71 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan memfasilitasi adalah memberikan bimbingan, arahan, pedoman, rekomendasi, izin operasional (pembukaan, penutupan dan penggabungan pendidikan), bantuan/subsidi, pendanaan serta peralatan pendidikan sesuai dengan kemampuan keuangan daerah. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Yang dimaksud dengan wilayah perbatasan adalah daerah-daerah yang berbatasan langsung dengan Provinsi DKI Jakarta. Huruf e Cukup jelas.
Huruf f Cukup Huruf g Cukup Huruf h Cukup Huruf i Cukup
jelas. jelas. jelas. jelas.
Pasal 72 Cukup jelas. Pasal 73 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan data dan informasi pendidikan adalah data dan informasi tentang lembaga pendidikan, tenaga pendidik dan kependidikan, peserta didik, sarana dan prasarana, anggaran, kurikulum dan lain lainnya. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 74 Cukup jelas. Pasal 75 Cukup jelas. Pasal 76 Ayat (1) Yang dimaksud dengan standar pelayanan minimal adalah kriteria minimal berupa nilai kumulatif dari standar nasional pendidikan yang harus dipenuhi oleh setiap satuan pendidikan. Yang dimaksud dengan manajemen berbasis sekolah/madrasah adalah bentuk otonomi satuan pendidikan. Dalam hal ini Kepala sekolah/madrasah dan guru dibantu Komite sekolah/madrasah atau nama lain yang sejenis/madrasah dalam mengelola sekolah/madrasah. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 77 Cukup jelas. Pasal 78 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tidak diperuntukkan bagi pendidikan Informal. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 79 Cukup jelas. Pasal 80
Cukup jelas.
Pasal 81 Ayat (1) Bahasa pengantar dalam pendidikan menggunakan bahasa Indonesia. Bagi siswa kelas 1 s.d. III dapat menggunakan bahasa ibu sebagai media pembelajaran. Bahasa ibu disini dapat menggunakan bahasa daerah yang dikuasai peserta didik. Ayat (2) Yang dimaksud bahasa pengantar selain bahasa Indonesia adalah bahasa asing yang dipergunakan sebagai bahasa pengantar dalam proses pembelajaran. Pasal 82 Ayat (1) Yang dimaksud dengan profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 83 Ayat (1) Yang dimaksud dengan kualifikasi akademik adalah ijazah yang merefleksikan kemampuan yang dipersyaratkan bagi guru untuk melaksanakan tugas sebagai pendidik pada jenjang, jenis dan satuan pendidikan atau mata pelajaran yang diampunya sesuai dengan Standar Pendidikan Nasional.
Yang dimaksud dengan kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh pendidik dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Huruf a Yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik adalah kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi: a. pemahaman wawasan atau landasan kependidikan; b. pemahaman terhadap peserta didik; c. pengembangan kurikulum/silabus; d. perancangan pembelajaran; e. pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis; f. pemanfaatn teknologi pembelajaran; g. evaluasi belajar; dan h. pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Huruf b Kompetensi kepribadian sekurangnya mencakup kepribadian yang: a. mantap; b. stabil; c. dewasa; d. arif dan bijaksana; e. jujur; f. berwibawa; g. berakhlak mulia; h. menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat; i. secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri; dan j. mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan. Huruf c Yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah kemampuan guru dalam penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam. Huruf d Yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali perserta didik dan masyarakat sekitar. Ayat (4) Yang dimaksud pelaksana uji kelayakan dan kesetaraan adalah lembaga yang ditetapkan pejabat yang berwenang untuk melakukan uji kemampuan keahlian seseorang dan menentukan kesetaraan keahlian tertentu dengan penggolongan jabatan guru. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 84 Ayat (1) Pengangkatan, penempatan, atau pemindahan pendidik dan tenaga kependidikan berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam rangka pemerataan dan atau meningkatkan mutu pendidikan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan tidak boleh diskriminasi adalah menurut pertimbangan gender, agama, ras, suku, asal daerah, atau pertimbangan lain yang tidak ada hubungannya dengan kualifikasi dan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan Pasal 85 Cukup jelas. Pasal 86 Cukup jelas. Pasal 87 Ayat (1) Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Yang dimaksud dengan : a. jabatan lain untuk pendidik adalah jabatan-jabatan di luar jabatan fungsional pendidik. b. jabatan lain untuk tenaga kependidikan adalah jabatan-jabatan di luar tenaga kependidikan. Ayat (2) Cukup Jelas. Pasal 88 Cukup jelas. Pasal 89 Cukup jelas. Pasal 90 Cukup jelas. Pasal 91
Ayat (1) Pembinaan disiplin pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan bercirikan agama menjadi tanggung jawab Kantor Wilayah Departemen Agama. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 92 Cukup jelas Pasal 93 Cukup jelas. Pasal 94 Cukup jelas. Pasal 95 Cukup jelas. Pasal 96 Cukup jelas. Pasal 97 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan resiko lain adalah perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja sesuai dengan kriteria yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Pasal 98 Cukup jelas. Pasal 99 Cukup jelas. Pasal 100 Cukup jelas. Pasal 101 Cukup jelas. Pasal 102 Cukup Jelas Pasal 103 Ayat (1) Yang dimaksud komersialisasi pendidikan adalah memanfaatkan sumber daya satuan pendidikan sematamata untuk memperoleh keuntungan pribadi, kelompok dan/atau perusahaan. Ayat (2) Kegiatan yang dianggap merusak citra sekolah/madrasah dan demoralisasi di kalangan pelajar adalah kegiatan yang menjadikan sumber daya satuan pendidikan yang tidak sesuai dengan misi pendidikan seperti pembuatan sinetron dan/atau film yang menvisualisasikan pelajar secara vulgar, sensual, brutal, kriminal, pelaku sex bebas, dan sebagainya . Pasal 104 Ayat (1) penetapan kawasan dilarang merokok rokok untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan dalam lingkungan yang sehat bebas dari asap rokok. Penetapan kawasan dilarang merokok untuk meningkatkan kualitas kesehatan peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan, agar tercipta lingkungan hidup sehat yang bebas dari asap rokok. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 105 Cukup jelas. Pasal 106 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan tujuan dan fungsi sarana dan prasarana meliputi sarana (alat) penunjang kegiatan belajar dan mengajar sesuai dengan materi yang diajarkan dan prasarana adalah gedung tempat berlangsungnya kegiatan belajar mengajar. Pasal 107 Cukup jelas. Pasal 108 Cukup jelas. Pasal 109
Cukup jelas. Pasal 110 Cukup jelas. Pasal 111 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud lembaga adalah penyelenggara dan/atau pengelola pendidikan. Pasal 112 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Evaluasi peserta didik mencakup kognitif, afektif, dan psikomotorik. Evaluasi kognitif dilakukan dengan tes tertulis, evaluasi afektif dan psikomotoris dengan tes perbuatan atau nontes. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 113 Cukup jelas. Pasal 114 Cukup jelas. Pasal 115 Cukup jelas. Pasal 116 Cukup jelas. Pasal 117 Cukup jelas. Pasal 118 Ayat (1) Yang dimaksud dengan pendanaan pendidikan adalah seluruh biaya penyelenggaraan pendidikan, meliputi antara lain : a. biaya investasi misalnya biaya pembangunan prasarana dan sarana pendidikan, pengembangan sumber daya manusia; b. biaya operasi pendidikan, misalnya telepon, air, listrik, gaji, dan alat tulis kantor; c. Biaya personal meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan peserta didik untuk mengikuti proses pembelajaran secara teratur; Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.
yang
diperlukan
untuk
Pasal 119 Cukup jelas Pasal 120 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud peristiwa tertentu adalah kejadian-kejadian yang tidak terduga seperti bencana alam, kebakaran, dan kerusuhan sosial. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 121 Yang dimaksud dengan kewajiban Pemerintah Daerah membiayai penyelenggaraan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar adalah biaya investasi dan biaya operasi bagi yang diselenggarakan Pemerintah Daerah, dan biaya operasi bagi yang diselenggarakan masyarakat. Pasal 123 Cukup jelas. Pasal 124 Cukup jelas. Pasal 125 Cukup jelas. Pasal 126 Cukup jelas. Pasal 127 Cukup jelas.
Pasal 128 Cukup jelas. Pasal 129 Cukup jelas. Pasal 130 Cukup jelas. Pasal 131 Cukup jelas. Pasal 132 Cukup jelas. Pasal 133 Cukup jelas Pasal 134 Cukup jelas. Pasal 135 Ayat (1) Yang dimaksud dengan pelaksana pendidikan adalah peran serta masyarakat sebagai fasilitator, penyelenggara, penilai, dan pengawas. Ayat (2) Cukup Jelas Ayat (3) Yang dimaksud institusi pasangan adalah lembaga pemerintah, non pemerintah, dunia usaha/dunia industri dan/atau asosiasi profesi yang menjadi mitra SMK dalam penyelenggaraan pendidikan sistem ganda. Ayat (4) Cukup Jelas Pasal 136 Cukup jelas. Pasal 137 Cukup jelas. Pasal 138 Cukup jelas. Pasal 139 Cukup jelas. Pasal 140 Cukup jelas. Pasal 141 Cukup jelas. Pasal 142 Cukup jelas. Pasal 143 Cukup jelas. Pasal 144 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 145 Cukup jelas Pasal 146 Cukup jelas. Pasal 147 Cukup jelas. Pasal 148 Cukup jelas. Pasal 149 Cukup jelas. Pasal 150 Cukup jelas. Pasal151
Cukup jelas Pasal152 Cukup jelas
SALINAN PERATURAN
GUBERNUR PROVINSI DAERAH IBUKOTA JAKARTA NOMOR
KHUSUS
22 TAHUN 2014 TENTANG
WAJIB BELAJAR DENGAN
RAHMAT TUHAN
PROVINSI
DAERAH
MALAM HARI
YANG MAHA ESA GUBERNUR
KHUSUS
IBUKOTA
JAKARTA,
Menimbang
bahwa untuk menindaklanjuti ketentuan Pasal 7 ayat (3) Peraturan Daerah Nornor 8 Tahu,n 2006 tentang Sistem Pendidikan, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Wajib Belajar Malam Hari;
Mengingat
1. Undang-Undang Nasional;
2.
Nornor ,
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Undang-Undang Nomer 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebaqairnana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Norn,or 12 Tahun 2008; .
3. Undanq-Undanq 4.
Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia; Undang-Undang N0m0r 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundanqlundanqan:
5. Peraturan
i
pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 . Tahun 2013;
6.
Peraturan Pernerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraaran Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintahi Nomor 66 Tahun 2010;
7. Peraturan
Menteri pendidikan Nasional Nomor tentang Pembinaan Prestasi Peserta Didik yang Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa;
8.
34 Tahun Memiliki
2006
Potensi '.
Peraturan Menteri pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendldlkan : Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Mernllik] Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa;
9. Peraturan tentang Kota;
Menteri pendidikan Nasional Nomor 15 Tahun 2010 Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar di Kabupatenl
2 10. Peraturan
Daerah Nomor 8 Tahun 2006 tentang
11. Peraturan Perangkat
Daerah Daerah;
Nomor
10
Tahun
2008
Sistem Pendidikan; tentang
Organisasi
I
12. Peraturan Gubernuj Pendidikan lnklusif]
Nomor 116 Tahun 2007 tentang
Penyelenggaraan
13. Peraturan Gubernur Nomor 124 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Luar Sekolah, Luar Biasa dan Pendidikan Khusus; 14. Peraturan Sekolah:
Gubernur
Nomor
11 Tahun
2009
tentang
15. Peraturan Gubernur Nomor 134 Tahun 2009 tentang Kerja Dinas Pendidikan;
Jam
Masuk
Organisasi
Tata
MEIMUTUSKAN: Menetapkan
PERATURAN
GUBERNUR
TENTANG
WAJIB BELAJAR
MALAM HARI.
BAB I KETENTUAN UMUM Pasall Dalam Peraturan
Gubernur
ini yang dimaksud
dengan :
1. Daerah adalah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 2.
Pemerintah Daerah unsur penyelenqqara
3, Gubernur Jakarta,
adalah
adalah Gubernur dan Perangkat Pemerintahan Daerah. lKepala
Daerah
Provinsi
Daerah
Daerah
sebagai
Khusus
Ibukota
4.
Satuan Kerja : Peranqkat Daerah yang selanjutnya disebut SKPD adalah Satuan :Kerja Perangkat Daerah pada Pemerintah Provinsi Daerah Khusus lbukota Jakarta.
5.
Unit Kerja Peranpkat Daerah yang selanjutnya disebut UKPD adalah bagian atau subordinat SKPD yang melaksanakan satu atau beberapa program,
6. Wajib Belajar Malam Hari adalah kegiatan dilakukan oleh peserta didik pad a malam hari.
belajar
mengajar
yang
7. Peserta Didik adalah warga masyarakat yang menempuh pendidikan pada satuan pendidikan TKlRA, SD/MI, SMP/MTs, SMAlMA, SMK, Program Kesetaraan dan PLB.
8. Masyarakat mempunyai 9.
adalah Ikelompok warga
masyarakat
non pemerintah
perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan. I
yang
, Satuan Tugas ada1'ah tim yang dibentuk oleh masyarakat setempat untuk mendukung kelancaran pelaksanaan kegiatan belajar malam hari. :
3 Pasal2 Peraturan Gubernur wajib belajar malam tujuan agar peserta dan optimal sehingga
in~ dimaksudkan sebagai acuan dalam pelaksanaan liari baik di rumah maupun di luar rumah dengan dldik dapat mencapai hasil belajar yang maksimal dapat meningkatkan prestasi di bidang akademiknya. Pasal3
Pelaksanaan wajib belajar malam hari sebagaimana Pasal 2 bersifat rnendidik bukan memaksa.
dimaksud dalam
BAB II RUANG LlNGKUP Pasal4 Ruang lingkup pengaturan wajib belajar malam hari meliputi : a. peserta didik; b. fasilitator; c.
sarana dan prasarana:
d. mekanisme; dan e. materi. BAB III PELAKSANAAN Bagian Kesatu Peserta Didik Pasal5 Peserta Didik sebaqalmana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, ineliputi : a. warga daerah yang! bersekolah di daerah; dan b. warga daerah yangl bersekolah di luar daerah. Bagian Kedua Fasilitator Pasal6 (1) Fasilitator sebaqairnana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b, meliputi : a. b. c. d. e.
orang tua; pendidik dan tenaqa kependidikan; organisasi rnasyarakat; pemuka rnasyajakat: dan warga masyarakat,
4 (2) Tugas dan tanggurng jawab fasilitator sebagaimana I ayat (1) meliputi: a, b. c. d.
dimaksud pada
memotivasi pes,rta didik; mendampingi peserta didik; membimbing dalarn mata pelajaran; dan menyediakan sarana dan prasarana belajar. Bagian Ketiga Sarana dan Prasarana Pasal7
(1) Sarana dan Prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, yang digunakan un~uk wajib belajar malam hari, meliputi : a. b. c. d. e.
rumah tinggal; balai warga; pusat kegiatan sarana ibadah; sarana lainnya
: belajar masyarakat; dan yang memadai.
(2) Kelengkapan saraina dan prasarana wajib belajar malam hari sebagaimana dlmaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan kondisi. Bagian Keempat Mekanisme Pasal8 (1) Wajib belajar rnalam hari dilaksanakan setiap hari oleh peserta didik dimulai pada pukut 19.00 sampai dengan pukul 21.00, kecuali pada malam hari libur, (2) Tanda waktu dirnulainya wajib belajar malam hari sebagaimana dimaksud pad a ayat (1) sesuai dengan situasi dan kondisi setempat yang dilakukan ole~ satuan tuqas. (3) Setelah tanda waktu dimulainya wajib belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan :
malam
hari
a, Bagi peserta didik yang belajar d! luar rumah didampingi dan dibimbing oleh fasilttator serta dilakukan tahapan sebagai berikut: 1, penqelornpokan peserta didik berdasarkan satuan pendidikan; 2. mengidentifilkasi materi yang diperlukan oleh peserta didik; dan 3, memfasilitasi sesuai kebutuhan peserta didik. b.
BstJl peserta
dlqlK yang belaJar dl rumah
oleh orang tua/wall dan/atau anggota dilakukan tahapan sebagai berikut :
elldamplhgl dah tllblft1blng
keluarga
lainnya
serta
1, menqhentikan seluruh kegiatan yang mengganggu pelaksanaan wajib belajar malam hari;
5
2. menqondisikan peserta didik untuk belajar; dan 3. membantu peserta didik dalam menyelesaikan belajarnya. Bagian Kelima Materi Pasal9 Materi dalam pelaksanaan wajib belajar malam dimaksud dalam Pasal4 huruf e, dapat berupa : a. mengerjakan
tugas atau pekerjaan
hari
sebagaimana
rumah;
b. mengulang dan/atau diberikan sebelurnnya;
memperdalam
materi
c.
mempelajari dan/atau diberikan; dan/atau
mempersiapkan
d.
materi lainnya yang.sejenis.
pelajaran
materi
yang
telah
yang
akan
pelajaran
BAB IV SA TUAN TUGAS Pasal10 (1) Dalam rangka mernbantu kelancaran pelaksanaan wajib malam hari bagi peserta didik, dapat dibentuk satuan tugas. pada
ayat
(1)
(1) dan
ayat
(2)
(2) Pembentukan satuan tugas sebagaimana dimaksud dapat dilakukan oleh warga masyarakat setempat.
(3) Satuan
tugas sebaqairnana dimaksud terdiri dari unsur: : a. b. c. d.
pada
ayat
belajar
Rukun Warga (8W); Rukun Tetanqqa (RT); Masyarakat; dan/atau Pihak lain yang terkalt. Pasal11
Satuan tugas sebaqairnana dimaksud a. memastikan pelaksanaan berjalan dengan bajk; dan b. memfasilitasi
kebutuhan
dalam Pasal1 0 bertugas
kegiatan
wajib
pelaksanaan
belajar
kegiatan
rnalarn
untuk : hari dapat
belajar malam hari.
BABV PEM81AYAAN Pasal12 Biaya yang diperlukan] untuk pelaksanaan hari dibebankan pada :
kegiatan
wajib belajar
malam
6 a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) melalui Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) SKPD/UKPD masing-masing yang terkait; dan/atau b. Sumber lain yang sah dan tidak mengikat. BABVI KpTENTUAN PENUTUP I
Pasal13 Peraturan Gubernur ini m~lai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 18 Februar2 i 014 GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, Ttd. JOKOWIDODO Diundangkan di Jakarta pad a tanggal 20 Februari2014 PIt. SEKRETARIS DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, Ttd. WIRIYATMOKO BERITA DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2014 NOMOR 65007 '
Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BIRO SEKRETARIATDAERAH
------------------WAJIB BELAJAR MALAM HARI Pukul 19.00 - 21.00 (PERDA Nomor 8 tahun
BELAJAR
YES!
2006)
TV, WARNET, HP, GAME
NO!
BELAJAR UNTUK MASA OEPAN YANG LEBIH GEMILANG
PRINSIP-PRINSIP JAM WAJIB BELAJAR DI MALAM HARI 1.
2.
3.
Jam Belajar Wajib di 4. Malam Hari dalam rangka meningkatkan kualitas SDM/peserta didik Berbasis pada masyarakat dan orangtua 5. (community based development) Prinsip utama dalam kebijakan adalah : a. Edukasi bukan 6. Represi. b Bottom Up bukan Top Down
Melibatkan partisipasi masyarakat (orang tua, pemuda, karang taruna, mahasiswa) dunia usaha dan pemerintah (Lurah, Camat, Walikota, Dinas Pendidikan dan SKPD terkait) Menciptakan, membangun kesadaran masyarakat untuk peduli terhadap pendidikan anak-anak dan lingkungan Dimulai/diawali pada tingkat RT dan berkembang menjadi RW, Kelurahan, Kecamatan dan Wilayah serta Provinsi
Pendidikan Untuk Semua
WAJIB W WA JIB BELAJAR MALAM HARI 1. Pasal 7 ayat (3) Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun T 2006 tentang Sistem Pendidikan berbunyi : “Orangtua berkewajiban untuk mendidik anaknya sesuai kemampuan dan minatnya serta menetapkan waktu belajar setiap hari di rumah bagi anaknya y dari pukul 19.00 s.d. 21.00. 2. Peserta didik belajar di rumah yang difasilitasi dan dikondisikan oleh orang tua/semua anggota keluarga, antara lain : menghentikan semua aktivitas yang mengganggu kegiatan belajar
WAJIB BELAJAR MALAM HARI Bila kondisi rumah tidak memungkinkan untuk Peserta didik belajar (misalnya, karena tinggal berdesakan) makan diadakan kelompok belajar di luar rumah dalam bimbingan orang tua/wali/satuan tugas yang dibentuk pengurus RT atau Pemuka Masyarakat 4. Lokasi belajar di luar rumah dapat menggunakan sarana/fasilitas umum yang tersedia, antara lain : Balai Warga/Masjid, Mushola atau Fasilitas Pendidikan yang tersedia 5. Organisasi pelaksana, Pengurus RT, Warga Masyarakat, Karang Taruna, Penanggung Jawab Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), Para Pendidik yang berada di wilayah wajib ikut memonitor pelaksanaan jam belajar malam hari 3.
,
CANANGKAN LONCENG "WA)16 BElAJAR"
-_----~--._...-..".-.--. - . ---""*" ......._._-
WAJIB W WA JIB BELAJAR MALAM HARI 6. Peserta Didik belajar sesuai dengan kebutuhan masing-masing, dalam bentuk materi akademik dan non akademik, misalnya : • Mengerjakan tugas atau pekerjaan rumah yang diberikan oleh guru; • Mengulang/memperdalam materi pelajaran yang didapatkan pada hari itu; • belajar membaca Al-Qurán, belajar menari, belajar memasak; • Materi pembelajaran dikelompokan sesuai dengan jenjang pendidikan peser didik. peserta 7.Tanda dimulainya wajib belajar malam hari dengan diperdengarkan “Mars Wajib Belajar”.
WAJIB W WA JIB BELAJAR MALAM HARI 8. Mekanisme Pembelajaran : • Peserta didik sudah berada di tempat belajar sebelum pukul 19.00; • Pada pukul 19.00, mars wajib belajar diperdengarkan sebagai tanda dimulainya waktu belajar; • Pukul 21.00, mars wajib belajar diperdengarkan kembali sebagai tanda diakhirinya waktu belajar. • Teknis pembelajaran diserahkan kepada masing-masing sesuai dengan keperluannya
9. Masyarakat melalui pengurus RT membentuk Satuan Tugas/Gugus guna pengendalian pelaksanaan gerakan wajib belajar malam hari dengan melibatkan berbagai pihak/tokoh masyarakat yang peduli 10. Satuan Tugas/Gugus Tugas menyusun program (rencana) tindakan wajib belajar pada ,malam hari 11. Apabila kegiatan belajar pada malam hari dilakukan di luar rumah, maka orang tua atau wali wajib mengawasi/mendampingi.
One Sto
Learn in
Center
WAJIB W WA JIB BELAJAR MALAM HARI 12. Dalam pelaksanaan tugasnya Gugus/Satuan Tugas yang dibentuk RT dapat bekerjasama dengan lembaga pendidikan/komunitas yang peduli pendidikan untuk membantu pelaksanaan belajar pada malam hari, serta dalam memenuhi Sarana yang dibutuhkan, meliputi : buku-buku, peralatan sekolah, pendampingan guru. 13. Sumber pembiayaan kegiatan belajar pada malam hari diperoleh dari : – Orang tua/wali; – Swadaya masyarakat; – Sumber lain yang tidak mengikat dari dunia usaha/Industri
14. Akan ada sanksi sosial yang disepakati bersama oleh masyarakat di masing-masing wilayah. 15. Dipasang stiker di setiap rumah yang ada peserta didik dengan bentuk stiker bebas dengan syarat memberikan motivasi. 16. Akan dilakukan Monitoring Evaluasi (Monev) untuk meminimalkan penyimpangan dari pelaksanaan program ini.
LOKASI PERCONTOHAN JAM BELAJAR MALAM HARI NO
WILAYAH AH
RTT
RW W
1
JAKPUS
016
06
PEGANGSAAN
MENTENG
008
08
PEGANGSAAN
MENTENG
007
05
KOJA
KOJA
001
02
SEMPER BARAT A AT
CILINCING
001
011 LAGOA
KOJA
004
04
MERUYA UTARA
KEMBANGAN
002
03
MERUYA SELATAN
KEMBANGAN
001
010 SUKABUMI UTARA
KEBON JERUK
003
06
JAGAKARSA
JAGAKARSA
005
05
RAGUNAN
PASAR MINGGU
001
07
JATI
PULOGADUNG
009
012 KLENDER
DUREN SAWIT
-
05
PULAU PANGGANG
KEP. SERIBU UTARA
-
04
PULAU TIDUNG
KEP. SERIBU SELATAN
2
3
4 5 6
JAKUT
JAKBAR
JAKSEL JAKTIM KEP. SERIBU
KELURAHAN
KECAMATAN
WAJIB BELAJAR MALAM HARI
BELAJAR MALAM HARI DI KELURAHAN PEGANGSAAN JAKARTA PUSAT
KASUDIN DIKMEN JAKARTA TIMUR SEDANG BERDIALOG DENGAN PESERTA WAJIB BELAJAR MALAM HARI DI RT 009 RW 012 KLENDER, DUREN SAWIT - JAKARTA TIMUR
WALIKOTA JAKARTA TIMUR BESERTA TIM TERPADU MENINJAU SUASANA JAM BELAJAR MALAM HARI DI RT 009 RW 012 KLENDER, DUREN SAWIT - JAKARTA TIMUR
PERTEMUAN ORANG TUA PADA ACARA WAJIB BELAJAR MALAM HARI DI KELURAHAN PEGANGSAAN JAKARTA PUSAT
WALIKOTA JAKARTA TIMUR MEMBERIKAN BANTUAN BUKU UNTUK MENDUKUNG PROGRAM WAJIB BELAJAR MALAM HARI DI BUARAN JAKARTA TIMUR
ORGANISASI PELAKSANA TINGKAT RW/RT PENERAPAN WAJIB BELAJAR MALAM HARI Penanggungjawab (Ketua RW)
Ketua Pelaksana (Ketua RT)
Wakil Ketua
Sekretaris
Anggota : - Karang Taruna - Tokoh Masyarakat - Orang Tua Siswa
Guru Pendamping Jenjang SMP
Guru Pendamping Jenjang SD
Warga Belajar Jenjang SD
Warga Belajar Jenjang SMP
Warga Belajar Jenjang SMA/SMK
Guru Pendamping Jenjang SMA/SMK
FORMAT A MONITORING AT JAM BELAJAR MALAM HARI Identitas Peserta Didik : 1. Nama 2. TTempat Te mpat Tinggal 3. Nama Sekolah 4. Kelas Hari/Ta T nggal Ta 5. Hari/Tanggal
NO..
: : : : :
KEGIATAN AN
1.
Waktu belajar
2.
Tempat belajar
3.
Kegiatan belajar
PENJELASAN
PENANGGUNG JAWAB
4. 5. Mengetahui Orang tua/wali, (.............................)
Peserta Didik, (..............................)
9
I
I
RUKOC~
ARW05
•
I
KASUDIN DIKMEN JAKARTA SELATAN SEDANG BERDIALOG DENGAN PESERTA BELAJAR MALAM HARI DI RT 005/05, KEL. RAGUNAN JAKARTA SELATAN
KASUDIN DIKMEN JAKARTA SELATAN SEDANG MENINJAU PESERTA WAJIB BELAJAR MALAM HARI DI RT 005/05 KEL RAGUNAN, JAKARTA SELATAN
WALIKOTA JAKARTA SELATAN SEDANG MENINJAU KEGIATAN JAM BELAJAR MALAM HARI DI KELURAHAN RAGUNAN, JAKARTA SELATAN
Organisasi Pelaksana Tingkat RW/RT Penerapan Program Wajib Belajar Malam Hari (WBMH) Di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat Penanggungjawab Dadang Suherman
Ketua Pelaksana Tati Mulyati
Wakil Ketua
Sekretaris
Ebah
Denny
Anggota : - Syahrul - Neneng Fitria - Orang Tua Peserta Didik
Guru Pendamping Zaky
Peserta Didik Jenjang SD
Guru Pendamping Pipit Kustiawati
Peserta Didik Jenjang SMP
Peserta Didik Jenjang SMA/SMK
DATA PESERTA DIDIK PROGRAM WBMH DI KECAMATAN MENTENG JAKARTA PUSAT No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
NAMA M. Renaldi M. Farhan Romy Febriansyah Razika Satria Hendrawan Fandy Marwan Rija Akbar M. Ardhi Wijaya Siti Molly Z Desy Puspitasari Rendi Raharja Rini Setyowati Zul Ijal Gunarto Rini Setyawan M. Ardhi S Sukma Wardhani Arifin Sadam Anwar Devi Satria N Puput Rahayu Bhaktie P Benazar Sunio Wiwin Sekarwati Della Azizah Nona Rosita Dea Fitri Toro Gumilang Reza Andi Achmad Dwi Permana Sheila Hastari Dewi P Robihat Ajeng Rahayu Hermanto
TINGKAT SMA/SMK SMA/SMK SMA/SMK SMP SMP SMP SD SD SMP SMA/SMK SMP SD SMP SD SD SMP SMP SMP SMA/SMK SD SMP SMA/SMK SMA/SMK SD SD SD SD SMP SD SMA/SMK SMP SD SD SMP SMP SMP
No 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75
NAMA Lukman H Anggi Suseno Leman Irwanto Kusniatun Richa Septiawan M. Kusuma W Nina Herlina Soyid Gilang R Ester Kartika P Rizky Suhada M. Nur Dwi Fauzi Tresna Dwi A Syafira K Kikan Putri Julian D Wahyu Nugroho Brando P Bhaktiar M Puti Zaskia Novryan Cahya Perwira T Ade Hilda M. Roji Suhardi Wijaya Ulfahmi Aqmal Maulana Joni Tambunan Ike Kartika July Tilar W Septi Amalia Ajeng P Sugiarto Septian Putra M. Ikhwan
TINGKAT SMA/SMK SMP SD SD SMP SMA/SMK SMP SMP SMP SD SD SD SD SMA/SMK SMA/SMK SMP SMP SMP SMP SD SD SD SD SD SD SD SD SMA/SMK SMA/SMK SD SMA/SMK SMP SMP SMA/SMK SD
37 38 39 40
M. Gustafa Tb. Prasetyo Trinanensih Agustina Sinaga
SD SD SD SMA/SMK
RIWAYAT HIDUP
Nama NIM Tempat, Tanggal Lahir Agama Alamat Telepon Email
IDENTITAS PRIBADI : Muhamad Nurdin : 6661101571 : Jakarta, 11 Agustus 1992 : Islam : Jl. Nurul Amal 22 Rt 015/005 No.41 Cengkareng Timur Jakarta Barat. 11730 : 085782606603 :
[email protected]
DATA PRIBADI Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 11 Agustus 1992 Jenis Kelamin : Laki-laki Status : Belum Menikah Agama : Islam Kewarganegaraan : Indonesia Nama Ayah Nama Ibu Pekerjaan Ayah Pekerjaan Ibu 1998-2004 2004-2007 2007-2010 2010-2016
IDENTITAS ORANGTUA : Syakuri : Robiatun : Wiraswasta : Ibu Rumah Tangga PENDIDIKAN : SD Negeri 03 Cengkareng Timur : SMP Negeri 45 Jakarta : SMA Negeri 84 Jakarta : Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Program Strata-1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Ilmu Administrasi Negara :-
ORGANISASI