Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
JILBAB DAN MARTABAT PEREMPUAN [caption id="attachment_301" align="alignleft" width="150"]
Jilbab dan Martabat Perempuan[/caption] Oleh: Dr. Noor Fitri, M.Si* Saat ini kecenderungan pemakaian jilbab pada Muslimah bukan lagi pemandangan yang aneh dan langka di Indonesia. Jilbab mulai banyak dikenakan awal tahun 80-an saat berlangsungnya revolusi Iran yang menjalar ke Indonesia melalui kampus negeri terkemuka di Indonesia seperti ITB dan IPB. Mahasiswa, pelajar, kalangan umum dan pekerja awalnya masih sangat jarang menggunakan jilbab bahkan mendapat penolakan dari sekolah, tempat kerja maupun lingkungan keluarga. Namun seperti layaknya sunnatullâh gerakan ini malah memberi hasil yang bertolak belakang dari sebelumnya dimana jilbab menjadi suatu new fashion dengan model dari setiap lapisan masyarakat. Jika anda berada di suatu tempat, insya Allah akan ditemukan Muslimah berjilbab dengan variasi usia, pekerjaan dan perbedaan ekonomi dengan style mereka masing-masing. Bahkan kalangan artis yang selalu diidentikkan dengan hal-hal glamour, konsumtif, berjarak dengan hal-hal spiritual sudah familier menggunakan jilbab walaupun dengan motivasi yang berbeda-beda. Hal-hal tersebut secara positif menjadi pertanda peningkatan keberagamaan Islamis di Indonesia. Saya punya pengalaman unik saat studi banding ke Malang tahun 1994. Ketika itu, kami ke Pujasera di pusat kota Malang. Karena Malang terkenal dengan bakso Malangnya yang khas, kami bermaksud untuk menyantap bakso malang, setelah survey tempat yang nyaman, akhirnya kami memilih salah satu tempat yang menjual bakso Malang. Kami langsung duduk dan memanggil pelayan untuk memesan makanan. Pelayannya datang dengan wajah kebingungan. Kami langsung pesan makanan, namun pelayannya berkata, “maaf mbak, kami menjual bakso malang daging bab 1.” “ oh, gitu ya mas? Mohon maaf kami tidak jadi pesan, saya kira daging sapi biasa”. Alhamdulillâh rabbil âlamîn, kami tidak jadi makan bakso Malang tersebut. Alhamdulillâh pelayannya berbaik hati mau menyampaikan hal tersebut. Kami baru menyadari mengapa pelayan tersebut memandang kami dengan keheranan, alhamdulillâh karena berjilbab, pelayan tersebut tahu bahwa kami Muslimah dan tidak boleh makan daging babi. Hal inilah yang
1/8
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
mungkin dimaksud dalam al-Qur’ân surat al-Ahzâb [33]: 59, “…diwajibkannya Muslimah berjilbab agar mudah dikenali…” Kisah lain adalah kisah anak gadis usia 16 tahun dari seorang pembantu rumah tangga, kita sebut saja si Fulanah. Fulanah, tamatan SMP, harus membantu kedua orang tuanya dengan bekerja part time sebagai cleaning service di sebuah rumah kos putra. Sebelum berjilbab, Fulanah sering digodain oleh anak-anak kos tempatnya bekerja. Baju kotor yang harus dicucinya, disebar di dalam kamar, sehingga si Fulanah harus masuk ke kamar putra tersebut dan memunguti satu persatu baju kotor tersebut. Alhamdulillâh, setelah berjilbab rapi sesuai syar’i, Fulanah tidak diganggu lagi oleh anak-anak kos tersebut. Bahkan karena sikap Fulanah yang tenang dan berwibawa setelah berjilbab, anak kos tersebut jadi segan dan hormat. Baju kotornya dimasukkan dalam keranjang dan diletakkan di depan kamar, sehingga Fulanah tidak perlu lagi masuk ke dalam kamar. Selain itu, karena sikapnya yang sopan dan akhlaqnya yang mulia, Fulanah juga diminta untuk mengajar anak-anak TPA di masjid dekat rumahnya. Kedua orang tuanya sangat bangga dan terharu hingga menitikkan air mata, karena berjilbab, anaknya tidak dilecehkan lagi, bahkan diangkat derajatnya menjadi guru TPA. Menjadi guru TPA adalah suatu penghormatan tak ternilai bagi mereka yang hanya tamatan SMP dan bekerja sebagai cleaning service. Dengan berjilbab Fulanah lebih mudah dikenali dan tidak diganggu serta ditinggikan martabatnya sesuai yang dijanjikan Allâh Subhanahu wa Ta’âlâ dalam al-Qur’ân surah al-Ahzab ayat 59. “59. Wahai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin, "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya[1] ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu dan Allâh adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS al-Ahzab [33]: 59) Jilbab telah mengantarkan Fulanah, seorang gadis tamatan SMP yang bekerja sebagai cleaning service meraih derajat kemuliaan sebagai Muslimah shalihah. Gelar pendidikan dan status sosial bukan lagi prioritas utama untuk meningkatkan harkat dan martabatnya, melainkan iman dan ketaqwaan sesuai kalam Ilahi dalam al-Qur’ân surat al-A’râf [7]: 26, “26. Wahai anak Adam[2], sesungguhnya kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan dan pakaian taqwa[3] itulah yang paling baik, yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.” (QS al-A’râf [7]: 26) Berdasarkan ayat tersebut (QS al-A’râf [7]: 26), pakaian lahiriah berfungsi untuk menutupi aurat, perhiasan bagi umat manusia, melindungi tubuh dari panas dan dingin, serta dapat menutupi cacat dan aib. Adapun pakaian taqwa dinyatakan lebih baik dari pakaian tersebut karena pakaian taqwa dapat melindungi dan mencegah dari perbuatan tercela dan dapat menjaga martabat manusia. Jika yang digunakan adalah pakaian taqwa, secara otomatis pakaian lahiriah yang sesuai syar’i akan menghiasi tubuhnya. Muslimah berjilbab merupakan salah satu upaya Muslimah untuk menggunakan pakaian taqwa.
2/8
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
Secara psikologis dan terkadang tanpa disadari, Muslimah berjilbab merasa harus menjaga jilbabnya dan termotivasi dengan menjalankan perintah Allah dengan sebaik-baiknya, menjauhi larangan-Nya, serta berupaya berakhlaq mulia. Sehingga berjilbab merupakan gerbang baru dalam ber amar ma’ruf nahi mungkar. Pakaian taqwa juga merupakan bekal yang hakiki bagi manusia, sebagaimana Allâh berfirman, “197. ...Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa[4] dan bertaqwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal.” (QS al-Baqarah [2]: 197). Di ayat yang lain Allâh menegaskan bahwa keluarga, anak istri, harta, dan tempat tinggal bukanlah tujuan utama hidup di dunia, namun ketaqwaan dan kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya: “24. Katakanlah, "Jika bapak-bapak, anak-ana, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allâh dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan nya, maka tunggulah sampai Allâh mendatangkan keputusan-Nya" dan Allâh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS al-Taubah [9]: 24)
Pengertian Jilbab dalam al-Qur’ân Jilbab menurut QS al-Ahzab [33]: 59 berarti kain yang menutup dari atas sampai bawah, tutup kepala, selimut, kain yang dipakai lapisan yang kedua oleh perempuan dan semua pakaian perempuan. Imam Qurthubi, Ibnu al-’Arabi, dan al-Nasafi mengatakan, “Jilbab berarti kain yang lebih besar ukurannya dari khimar (kerudung) dan menutup semua badan.” Ibnu Abbas menafsirkannya sebagai al-ridâ’ (mantel) yang menutup tubuh dari atas hingga bawah. Berdasarkan pendapat ulama tersebut dapat disimpulkan jilbab adalah pakaian longgar yang tidak transparan dan menutupi pakaian yang biasa dikenakan sehari-hari. Berdasarkan al-Qur’ân surat al-Ahzab [33]: 59 jelas tertera bahwa Muslimah diperintahkan untuk menutupkan jilbab ke seluruh tubuhnya. Jadi pengertian Muslimah di Indonesia bahwa jilbab adalah penutup kepala dan leher perlu diluruskan, karena dalam al-Qur’ân jelas tertera jilbab yang menutupi seluruh tubuh. Hal ini diperjelas lagi bahwa kain kudung tersebut (jilbab ala Indonesia) haruslah menutup dada (QS al-Nûr [24]: 31). Untuk apa berjilbab? Allah telah menjawabnya pada akhir ayat QS al-Ahzab [33]: 59, yaitu “Agar Muslimah mudah dikenali dan tidak diganggu.” Pengertian ini berbeda dengan pemahaman sebagian besar Muslimah di Indonesia. Jilbab selama ini diartikan kain yang menutupi kepala dan leher, bukan pakaian yang menutupi seluruh badan dari atas sampai bawah. Pengertian jilbab di Indonesia adalah identik dengan pengertian kerudung dalam bahasa al-Qur’ân, “31. Dan katakanlah kepada perempuan yang beriman, "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali
3/8
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
yang (biasa) nampak dari padanya dan kerudung kedadanya...” (QS al-Nûr [24]: 31).
hendaklah
mereka
menutupkan
kain
Walaupun demikian, umumnya Muslimah Indonesia telah memahami bahwa aurat yang boleh diperlihatkan hanyalah wajah dan kedua telapak tangan, sehingga dalam berjilbab, biasanya tetap menggunakan pakaian yang menutup aurat. Perbedaan pemahaman ini kemungkinan disebabkan perbedaan budaya, jarak waktu dan tempat diturunkannya al-Qur’ân.
Berjilbab: Mengangkat Martabat Perempuan Perintah berjilbab bagi Muslimah merupakan wujud bahwa Islam sangat memuliakan perempuan dan mengangkat martabat perempuan. Dengan berjilbab sesuai syari, Muslimah tidak akan dinilai hanya berdasarkan penampilan luarnya atau karena keindahan fisiknya. Sehingga penghargaan kepada perempuan akan sama seperti penghargaan kepada laki-laki, yaitu berdasarkan kepribadian, intelektualitas, maupun akhlaknya. Dalam al-Qur’ân, Allâh menegaskan bahwa laki-laki dan perempuan adalah setara: “35. Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang Muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin[5], laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, lakilaki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS alAhzab [33]: 35). Allâh juga menegaskan bahwa tujuan menciptakan manusia, baik laki-laki maupun perempuan, semata-mata ditujukan untuk mengabdi kepada-Nya. Firman Allâh dalam al-Qur’ân, ''Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia (laki-laki dan perempuan) melainkan supaya mereka menyembahKu.'' (QS al-Dzâriyat [51]: 56). Dalam surat al-Huhujurât ayat 13 Allah menegaskan kesetaraan harkat dan martabat perempuan dan laki-laki, ''Wahai seluruh manusia (laki-laki dan perempuan) sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari (sepasang) laki-laki dan perempuan.'' (QS al-Hujurât [49]: 13) Seharusnya hal ini yang diusung oleh kaum emansipasi perempuan bahwa kesamaan hak antara laki-laki dan perempuan adalah kesamaan memandangnya sebagai manusia karena kemampuan yang dimiliki baik dari segi ibadah, sikap, kecerdasan dan karyanya bukan karena fisiknya. Allâh Subhanahu wa Ta’âlâ berfirman dalam al-Qur’ân surat Ali’Imrân ayat 195, ''Sesungguhnya Aku (Allâh) tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik seorang laki-laki maupun perempuan.'' (QS Ali’Imrân [3]: 195). Adapun perintah berjilbab bagi Muslimah karena ada perbedaan bentuk fisik antara laki-laki dan perempuan. Keindahan fisik perempuan dapat merupakan fitnah bagi laki-laki, sehingga harus ditutupi. Kaum feminis yang menganggap berjilbab merupakan belenggu bagi Muslimah, perlu
4/8
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
diluruskan pemahamannya. Muslimah berjilbab adalah tanda bahwa dia menghargai dirinya dan menjaga kehormatan sehingga orang lain juga akan menghargai dan menghormati dirinya. Budaya saling menghargai sesama manusia akan menciptakan suasana yang nyaman dan harmonis. Sebaliknya perempuan yang tidak berjilbab dan memamerkan auratnya, akan menimbulkan suasana yang panas dan tidak nyaman. Perempuan akan dilecehkan, digoda dan diganggu. Hal ini menyebabkan sebagian besar orang masih memandang perempuan sebagai obyek seksual, perempuan dinilai dari fisiknya bukan dari segi intelektual dan keshalihannya. Sebagai contoh, icon iklan motor maupun mobil bahkan alat traktor, biasanya menggunakan model perempuan dengan pakaian minim, yang sebenarnya tidak ada hubungannya dengan barang yang akan diiklankan. Sasaran iklan tersebut tentu saja konsumen laki-laki, akan tertarik membeli mobil tersebut karena modelnya perempuan cantik berpakaian minim dengan pose aduhai menantang. Atau misalnya perempuan yang berjalan melenggak-lenggok di dalam ring tinju dengan membawa papan ronde juga dimaksudkan sebagai pencerah permainan tinju tersebut. Akibatnya, larangan-larangan Allâh dilanggar dan kejahatan seperti perzinaan dan pemerkosaan akan mudah tersulut, sehingga tercipta lingkungan yang meresahkan dan perasaan tidak aman dan tidak nyaman.
Jilbab dan Pakaian Syar’i Muslimah yang berjilbab rapih sesuai dengan aturan syar’i, akan membuat orang hormat dan segan untuk mengganggunya dan dapat mengangkat martabatnya. Bagaimanakah pakaian berjilbab yang ideal yang sesuai syar’i yang mengangkat martabat perempuan? Jumhur ulama sepakat bahwa aurat perempuan adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Artinya, keseluruhan tubuh Muslimah wajib ditutup termasuk telapak kaki, kecuali wajah dan telapak tangan. Dengan demikian, berjilbab yang sesuai syar’i adalah menggunakan pakaian yang menutupi seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Mengenai telapak kaki, para mufassir sepakat bahwa jilbab yang dikenakan itu harus bisa menutupi seluruh tubuhnya, termasuk di dalamnya telapak kaki. Hal ini didasarkan pada Hadits Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam, “Siapa saja yang menyeret bajunya lantaran sombong, Allâh tidak akan melihatnya pada Hari Kiamat.” Ummu Salamah bertanya, “Lalu bagaimana dengan ujung-ujung pakaian kami?” Beliau menjawab, “Turunkanlah satu jengkal.” Ummu Salamah bertanya lagi, “Kalau begitu, telapak kakinya tersingkap.” Lalu Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam, bersabda lagi, “Turunkanlah satu hasta dan jangan lebih dari itu.” (HR al-Tirmidzi) Berdasarkan hadits ini, jilbab yang diulurkan dari atas hingga bawah harus bisa menutupi dua telapak kaki perempuan. Dalam hal ini, para perempuan tidak perlu takut jilbabnya menjadi najis jika terkena tanah yang najis. Sebab, jika itu terjadi, tanah yang dilewati berikutnya akan mensucikannya. Ahmad, Abû Dawud, al-Tirmidzi, dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Ummu al-Walad Abdurrahmân bin Auf, ia pernah bertanya kepada Ummu Salamah radhiyallâh ‘anha, tentang ujung pakaiannya yang panjang dan digunakan berjalan di tempat yang kotor. Ummu Salamah
5/8
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
menjawab bahwa Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam, pernah bersabda, Yuthahhiruhu mâ ba’dahu (Itu disucikan oleh apa yang sesudahnya). Bagaimana sebenarnya pakaian Muslimah yang syar’i? Para ulama sepakat bahwa berjilbab yang syar’i adalah tidak tembus pandang, tidak ketat hingga membentuk lekuk tubuh, tidak menyerupai pakaian laki-laki atau tidak menyerupai pakaian ‘khas’ milik orang kafir atau pakaian orang fasik. Adapun model pakaian, warna, corak dan style-nya dapat bervariasi sesuai dengan budaya dan kebiasaan setempat. Misalkan orang Eropa senang menggunakan warna hitam, orang Afrika senang menggunakan baju dengan warna terang dengan corak ramai, sedangkan di Indonesia juga sangat beragam warna, corak dan modelnya. Saat ini di Indonesia sedang tren jilbab gaul yang belum memenuhi standar jilbab yang ideal, misalnya kerudung tidak menutupi dada, baju yang tidak ketat tapi membentuk tubuh seperti baju yang terbuat dari bahan kaos, atau panjang lengan hanya sampai siku. Walaupun pakaian tersebut belum memenuhi standar berjilbab yang syar’i, namun untuk langkah awal mengenalkan busana Muslimah sudah cukup baik jika dibandingkan dengan orang yang tidak berjilbab dan memamerkan auratnya. Hal ini merupakan tantangan bagi kita untuk memotivasi Muslimah yang “berjilbab gaul” untuk lebih memahami hakekat berjilbab yang benar. Pendekatan yang humanis, dukungan yang besar bukan mencemoh, dan pemahaman nilai-nilai Islam, akan menyadarkan mereka sehingga akan merubah penampilan mereka sendiri dengan berjilbab yang ideal.
Ikhtitâm Pada hakekatnya perintah dan larangan Allâh adalah untuk kemaslahatan manusia. Islam mensyariatkan pemakaian jilbab dalam upaya menjaga martabat, kesucian dan kehormatan kaum perempuan. Berjilbab merupakan wujud dari rasa patuh dan taat kepada perintah Allâh. Keikhlasan berjilbab karena menjalankan perintah Allâh dapat merupakan gerbang penegakan amar ma’ruf nahi mungkar. Model, corak dan warna dalam berjilbab tidak ditentukan sehingga Muslimah dibebaskan untuk berkreasi selama sesuai aturan syar’i. Penulis menghaturkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian tulisan ini, terutama kepada Bapak Drs. Nanang Nuryanta, M.Pd dan Ibu Dr. Nina Situmorang.
Marâji’ Abu Syuqqah, Abdul Halim. 2000. Kebebasan Wanita. Penerjemah: As’ad Yasin, Khath Arab, Hafidz. Gema Insani Press. Jakarta. Al-Jamal, Ibrahim Muhammad. 1986. Fiqih Perempuan. Alih bahasa: Anshori Umar. Asy Syifa.
6/8
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
Semarang. Al-Jazairi, Abu Bakr Jabir. 2008. Ensiklopedi Muslim Minhajul Muslim. Penerjemah: Fadhli Bahri. Darul Falah. Jakarta. Al-Qarni, Aidh. 2005. Menjadi Perempuan Paling Bahagia. Qisthi Press. Jakarta Ibnu Hajar Al-Atsqalâni, Bulughul Maram Imam al-Nawawi. Riyadhus Sholihin. Uwaidah, Syaikh Kamil Muhammad. 2012. Fiqih Perempuan edisi lengkap. Penerjemah; M. Abdul Ghoffar E.M. Pustaka al-Kautsar. Jakarta. Zaini Dahlan. 1995. Al-Qur’ân dan Tafsirnya. Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta
* Penulis adalah Dosen tetap dan Wakil Dekan FMIPA
[1] Jilbab ialah sejenis baju kurung yang lapang yang dapat menutup kepala, muka dan dada
[2] maksudnya ialah umat manusia
[3] maksudnya ialah selalu bertaqwa kepada Allah.
7/8
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
[4] ialah bulan Syawal, Dzulqaidah dan Dzulhijjah.
[5] yang dimaksud dengan Muslim di sini ialah orang-orang yang mengikuti perintah dan larangan pada lahirnya, sedang yang dimaksud dengan orang-orang Mukmin di sini ialah orang yang membenarkan apa yang harus dibenarkan dengan hatinya.
8/8 Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)