POKOK-POKOK PIKIRAN
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG (PJP) TAHUN 2005-2025 dan PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH (PJM) TAHUN 2004 - 2009 BIDANG KESEJAHTERAAN SOSIAL
DEPARTEMEN SOSIAL RI JL. SALEMBA RAYA NO. 28 JAKARTA PUSAT TLP. (021) 3100309 2005
KATA PENGANTAR
Dalam
Undang-undang
Nomor
25
tahun
2004
tentang
Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional pada pasal 1 ayat 4 dijelaskan bahwa Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) adalah dokumen perencanaan untuk periode 20 tahun, sedangkan pada ayat 5 disebutkan bahwa Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) adalah dokumen perencanaan untuk periode 5 tahun. RPJP Nasional merupakan penjabaran dari tujuan dibentuknya pemerintahan Negara Indonesia dalam bentuk Visi, Misi dan arah pembangunan nasional, sedangkan RPJM Nasional merupakan penjabaran dari Visi, Misi dan program Presiden yang penyusunannya berpedoman pada RPJP Nasional. Departemen Sosial sebagai salah satu kementerian dalam susunan Kabinet Indonesia Bersatu, berkewajiban untuk menyiapkan rancangan RPJP dan RPJM khususnya yang berkaitan dengan arah kebijakan pembangunan kesejahteraan sosial kedepan sebagai kerangka acuan dalam pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial. Buku Pokok-pokok Pikiran tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP)
dan
Rencana
Pembangunan
Jangka
Menengah
(RPJM)
bidang
kesejahteraan sosial ini disusun sebagai masukan bagi BAPPENAS dalam menyusun RPJP dan RPJM Nasional. Jakarta,
April 2005
Kepala Biro Perencanaan
Drs. Max H. Tuapattimain, M.Si NIP. 170007188
2
DAFTAR ISI PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG ............................................................
5
KONDISI UMUM
......................................................................................
5
KONDISI YANG DIINGINKAN ....................................................................
6
ARAH KEBIJAKAN .....................................................................................
9
PROGRAM POKOK ............................................................................ 1. Program Perlindungan Sosial ..................................................................... A. Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial ........................................................ B. Jaminan Kesejahteraan Sosial .......................................................
9 9 9 10
2. Program Pemberdayaan Potensi Kesejahteraan Sosial..................................
11
3. Program Pengembangan Manajemen Pelayanan Kesejahteraan Sosial ...........................................................................
12
POSISI DAN KONTRIBUSI PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG...........................................
13
PENUTUP .................................................................................................
14
PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH ....................................................
15
BAB I PENDAHULUAN .................................................................. A. Latar Belakang ............................................................................. B. Tujuan ....................................................................................... C. Sasaran ....................................................................................... D. Landasan Hukum ........................................................................ E. Kondisi Umum Yang Diinginkan ........................................................... F. Sistematika ................................................................................
15 15 16 16 16 19 22
BAB II GAMBARAN UMUM PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL TAHUN 2001 - 2004.......... A. Manajemen Pelayanan Sosial .............................................................. B. Pencapaian Hasil Pelaksanaan Program ……..........................................
23 23 30
BAB III PROYEKSI PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL KEDEPAN .......................................................................................... A. Kondisi Umum..................................................................................... B. Analisis............................................................................................... C. Paradigma Pembangunan kesos ke depan ….........................................
35 35 39 43
3
BAB IV ARAH, KEBIJAKAN DAN PROGRAM ............................................ A. Tujuan ............................................................................................. B. Arah Kebijakan ………. ............................................................................ C. Strategi.............................................................................................. D. Pokok-Pokok Program..........................................................................
50 50 50 50 52
BAB V PENUTUP
56
...............................................................................
4
PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG (PJP) KONDISI UMUM •
Pembangunan yang menempatkan manusia sebagai pusat perhatian dalam proses pembangunan selayaknya memberikan manfaat bagi semua pihak. Dalam konteks ini, masalah kemiskinan, disharmoni keluarga, tindak kekerasan, kerawanan sosial ekonomi dan meningkatnya pengangguran perlu mendapat perhatian utama karena bisa menjadi penyebab instabilitas pembangunan yang akan membawa pengaruh negatif dalam bentuk dehumanisasi, seperti longgarnya ikatan-ikatan sosial dan melemahnya nilai-nilai serta hubungan antar manusia. Karena itu, komitmen global dalam berbagai konvensi international diarahkan pada upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi dengan cara-cara yang adil dan tanpa mengecualikan penduduk miskin dan rentan sosial ekonomi, peningkatan keterpaduan sosial dan ekonomi yang didasari hak asasi manusia, dan pemberian perlindungan sosial kepada mereka yang kurang beruntung. Pembangunan kesejahteraan sosial pada hakikatnya merupakan piranti dalam mewujudkan keadilan sosial secara kongkrit melalui redistribusi hasil-hasil pembangunan yang dicapai bagi penduduk miskin, marginal dan rentan.
•
Tantangan yang dihadapi pada masa yang akan datang perkembangan masalah sosial seperti kemiskinan, ketunasosialan, penyalahgunaan NAPZA, keterlantaran, kecacatan, keterpencilan, korban tindak kekerasan, bencana alam dan sosial; membutuhkan penanganan secara komprehensif dan menyeluruh. Jika tidak dilakukan langkah-langkah perlindungan sosial dalam bentuk upaya pencegahan, rehabilitasi sosial, pemberdayaan dan pemberian bantuan serta jaminan kesejahteraan sosial; maka dampak sosial berupa kerawanan sosial dan tindak kejahatan akan dapat menjadi pemicu terjadinya disintegrasi sosial; yang akhirnya menjadi beban sosial masyarakat dan pemerintah serta membutuhkan biaya pembangunan yang lebih besar. Hal ini secara potensial akan mempengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi.
•
Pelayanan kesejahteraan sosial ditujukan untuk meningkatkan fungsi sosial individu, keluarga dan komunitas yang dikategorikan sebagai penyandang masalah kesejahteraan sosial. Aksesibilitas penyandang masalah kesejahteraan sosial terhadap pelayanan sosial dasar secara sistematis terus ditingkatkan, sehingga kualitas hidup dan taraf kesejahteraannya dapat semakin meningkat, yang pada akhirnya
5
dapat mencegah depresiasi kualitas sumber daya manusia pada generasi selanjutnya.
•
Paradigma pembangunan yang mengedepankan peran aktif masyarakat perlu dijabarkan dengan menggali, mempertahankan dan mengembangkan modal sosial. Nilai-nilai sosial budaya, seperti kesetiakawanan sosial dan gotong royong, harus dioptimalkan sebagai modal dasar menciptakan ketahanan sosial masyarakat sekaligus sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa.
•
Dalam era otonomi daerah, pelaksanaan program pembangunan kesejahteraan sosial lebih bernuansa pada pendekatan partisipatif yang melibatkan masyarakat, dunia usaha dan pemerintah daerah. Implikasinya adalah bahwa kebijakan, strategi dan program pembangunan kesejahteraan sosial yang bertumpu pada pemberdayaan potensi lokal atau regional menjadi fokus pembangunan kesejahteraan sosial pada masa yang akan datang, dengan tetap berada dalam kerangka kesatuan pembangunan nasional. KONDISI YANG DIINGINKAN
Berkaitan dengan eksistensi dan tantangan Departemen Sosial di masamasa mendatang, maka pembangunan kesejahteraan sosial perlu diarahkan pada: 1. Integrasi pembangunan kesejahteraan sosial dan pembangunan lainnya. Adanya pandangan yang melihat bahwa pembangunan kesejahteraan sosial merupakan sektor yang terpisah dengan pembangunan lainnya khususnya pembangunan ekonomi dan politik. Hal ini dapat kita lihat dari kenyataan dan pengalaman yang terjadi selama ini, di mana pembangunan ekonomi kurang mempertimbangkan aspek pembangunan kesejahteraan sosial, bahkan akibat pembangunan ekonomi dan politik sering menjadi sumber permasalahan sosial. Karena itu, pengintegrasian sektorsektor ini menjadi agenda yang penting dan prioritas di masa-masa mendatang. 2. Pelayanan yang menekankan pendekatan HAM. Pelayanan sosial yang diberikan selama ini diarahkan pada pemenuhan kebutuhan dasar (basic need) dan berorientasi pada masalah (problem) melalui
6
pendekatan selektivitas. Di masa mendatang, pelayanan sosial perlu diarahkan pada pelayanan yang bersifat universal bagi setiap orang. 3. Pelayanan pengembangan (developmental services). Fungsi ini bertujuan untuk menggali dan menumbuhkan berbagai sumbersumber dan potensi yang dimiliki oleh kelompok masyarakat baik yang bersifat individu, kelompok, maupun yang bersifat sosial termasuk pengembangan keserasian berbagai peraturan perundangundangan yang ada, standarisasi, akreditasi, dan lain-lain. Fungsi ini di samping berperan sebagai fungsi pengembangan juga berperan sebagai fungsi pencegahan. 4. Penanganan masalah-masalah yang berskala makro. Pelayanan kesejahteraan sosial perlu diarahkan pada pelayanan-pelayanan yang berskala luas (makro), mendasar dan mempunyai cakupan nasional atau berdampak positif terhadap penanganan permasalahan sosial lainnya, secara lintas sektor. 5. Pendekatan desentralistik (bottom-up). Sesuai dengan UndangUndang No. 32 tahun 2004 dan Undang-Undang No. 33 tahun 2004, untuk masa yang akan datang, Departremen Sosial harus menerapkan pendekatan desentralistik (bottom up) yang bertumpu pada kebutuhan-kebutuhan, aspirasi-aspirasi, sumber-sumber dan potensi serta kebiasaan-kebiasaan atau nilai-nilai yang dimiliki oleh masyarakat setempat, dan perlu membangun suatu jaringan kerja sama dengan pemerintah daerah untuk dapat merumuskan suatu pelayanan yang berorientasi pada kebutuhan, sumber dan potensi masyarakat lokal. 6. Pendekatan masyarakat sejahtera. Di masa mendatang, Departermen Sosial hanya berperan sebagai fasilitator dan motivator dalam meningkatkan kemampuan masyarakat untuk tumbuh dan berkembang serta berperan dalam pembangunan kesejahteraan sosial. 7. Pendekatan modal sosial (sosial capital). Di masa-masa mendatang pelayanan sosial harus berupaya menggali modal sosial (social capital) yang ada dalam masyarakat. Banyak permasalahpermasalahan sosial yang belum terjangkau pelayanan karena kemampuan modal ekonomi pemerintah yang sangat terbatas. Di sisi lain, permasalahan sosial cenderung semakin bertambah dan berkembang serta semakin kompleks. Untuk itu, pengembangan pelayanan sosial yang mengandalkan modal sosial melalui kemampuan masyarakat menjadi prioritas utama dalam penanganan permasalahan sosial tersebut.
7
8. Peranan sebagai role maker. Di masa mendatang Departemen Sosial perlu melakukan ’role making’, yaitu mengembangkan peran baru yang dapat mengatasi dan menjawab berbagai masalah yang sifatnya lebih mendasar, dan meningkatkan peranan ’agent of change’ dalam pembangunan tersebut. 9. Penanganan masalah yang bersifat sosietal. Penanganan masalah yang bersifat sosietal seperti masalah disintegrasi bangsa, pembangunan nilai-nilai sosial budaya, dan lain-lain perlu mendapat perhatian dalam pelayanan kesejahteraan sosial. Pergeseran pelayanan ke arah sosietal ini menjadi semakin penting seiring dengan diterapkannya desentralisasi dan berkembagnya isu-isu globalisasi di masa yang akan datang. 10. Profesi Pekerjaan Sosial. Penanganan permasalahan sosial membutuhkan profesionalisme khususnya disiplin pekerjaan sosial yang didasarkan pada kerangka nilai, teoritik dan keterampilan, sehingga program-program pelayanan yang diberikan tidak menimbulkan bias. Profesi pekerjaan sosial harus proaktif untuk terlibat dalam merumuskan dan mengembangkan berbagai konsepsi, model dan pendekatan-pendekatan penanganan permasalahan sosial demi terwujudnya pelayanan sosial yang profesional. 11. Pengembangan SDM Kesejahteraan Sosial. Untuk dapat mengimbangi permasalahan sosial yang semakin kompleks, maka pengembangan kualitas SDM kesejahteraan sosial yang profesional perlu semakin ditingkatkan, baik melalui jalur pendidikan formal maupun melalui pendidikan nonformal, yaitu pelatihan struktural, teknis dan fungsional. Pengembangan SDM ini perlu dirumuskan secara konseptual sehingga terlihat sinkronisasi antara kebutuhan real dengan konsepsi penyediaan SDM. 12. Tantangan yang bersifat teknis operasional a. Makin beragamnya permasalahan yang berimplikasi pada meningkatnya jumlah penyandang masalah kesejahteraan sosial. b. Kecenderungan kerawanan sosial yang timbul dari kurangnya sumber informasi yang dipercaya oleh masyarakat. c. Akurasi data populasi sasaran, target dan hasil program masih mengalami kendala. d. Pelaksanaan kebijakan sesuai Undang-undang No. 32 tahun 2004 dan Undang-undang No. 33 tahun 2004 masih terbatas. e. Peningkatan motivasi, pemahaman, kemampuan SDM kesejahteraan sosial belum secepat tuntutan terhadap peningkatan kinerja.
8
f. Dengan berlakunya sistem anggaran berbasis kinerja, maka konsistensi antara perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan menjadi makin diperlukan. ARAH KEBIJAKAN
1. Peningkatan kualitas hidup dan akses seluas-luasnya penyandang masalah kesejahteraan sosial terhadap pelayanan dasar, fasilitas pelayanan publik, dan jaminan kesejahteraan sebagai hak setiap warga negara untuk meningkatkan kesejahteraan sosial.
bagi sosial sosial taraf
2. Peningkatan prakarsa dan peran aktif masyarakat termasuk masyarakat mampu dan dunia usaha dalam penyelenggaraan pembangunan kesejahteraan sosial sebagai investasi modal sosial yang terpadu dan berkelanjutan, serta terpeliharanya stabilitas dan integrasi sosial melalui penguatan ketahanan sosial masyarakat berlandaskan prinsip kemitraan dan nilai-nilai sosial budaya bangsa. 3. Peningkatan kualitas manajemen pelayanan kesejahteraan sosial dalam mendayagunakan sumber-sumber kesejahteraan sosial untuk mencegah, mengendalikan dan mengatasi permasalahan sosial, dampak negatif globalisasi dan industrialisasi, serta beragam krisis yang mungkin terjadi. 4. Peningkatan wawasan dengan orientasi kesejahteraan sosial dalam pertimbangan perumusan kebijakan publik. PROGRAM POKOK
1. Program perlindungan sosial terdiri atas komponen program pelayanan dan rehabilitasi sosial, serta jaminan kesejahteraan sosial. a. Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Komponen Program Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial menitikberatkan kegiatannya pada upaya yang bersifat teraupetik dan rehabilitatif tanpa mengesampingkan upaya pencegahan dan pelayanan sosial dasar guna pemenuhan hak dasar penyandang masalah kesejahteraan sosial.
9
Komponen Program Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial merupakan serangkaian upaya yang terkoordinasi dan terpadu, terdiri atas upaya-upaya medis, bimbingan mental dan keagamaan, bimbingan sosial, edukasional, penyesuaian psikososial dan pelatihan vokasional untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri, kemandirian dan kemampuan menolong diri sendiri, serta mencapai kemampuan fungsional sesuai dengan potensi-potensi yang dimiliki, baik potensi fisik, mental, sosial dan ekonomi. Tujuan Program Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial adalah: (1) meningkatkan keserasian kebijakan publik, pengkajian strategi dan pelaksanaan program pelayanan dan rehabilitasi sosial; dan (2) memulihkan fungsi sosial bagi penyandang cacat, tuna sosial, korban penyalahguna NAPZA, serta memberikan pelayanan sosial bagi lanjut usia terlantar dan anak yang membutuhkan perlindungan khusus untuk kelangsungan hidup dan tumbuhkembangnya. Sasaran program ini adalah terlayaninya anak yang membutuhkan perlindungan khusus, penyandang cacat, lanjut usia, tuna sosial, korban penyalahgunaan narkotika, obat-obat terlarang dan zat adiktif lainnya, serta penyandang perilaku menyimpang lainnya. Komponen Program Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial dilaksanakan melalui kegiatan pokok: (1) pelayanan kesejahteraan sosial anak ; (2) pelayanan kesejahteraan sosial lanjut usia; (3) pelayanan dan rehabilitasi sosial penyandang cacat; (4) rehabilitasi sosial tuna sosial; (5) pelayanan dan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan narkotika, obat-obatan terlarang dan zat adiktif. b. Jaminan Kesejahteraan Sosial Komponen program jaminan kesejahteraan sosial menitikberatkan pada upaya pengembangan sistem bantuan kesejahteraan sosial yang sifatnya sementara atau permanen, serta pelembagaan sistem asuransi kesejahteraan sosial bagi (eks) penyandang masalah kesejahteraan sosial untuk memelihara, menjamin dan melindungi taraf kesejahteraan sosial. Tujuan program adalah: (1) meningkatkan keserasian kebijakan publik, pengkajian strategi dan pelaksanaan program jaminan kesejahteraan sosial; (2) terpenuhinya hak atas kebutuhan dasar, peningkatan kemampuan dan keberdayaan fakir miskin, pemulihan fungsi sosial korban bencana alam dan bencana sosial,
10
serta pekerja migran korban tindak kekerasan, dan (3) terselenggaranya jaminan kesejahteraan sosial untuk mempertahankan kualitas hidup dan taraf kesejahteraan sosial bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial. Sasaran program ini adalah terlayaninya fakir miskin, korban bencana alam, bencana sosial, korban tindak kekerasan dan pekerja migran, serta adanya jaminan penghidupan dan perlindungan bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial. Komponen Program Jaminan Kesejahteraan Sosial dilaksanakan melalui kegiatan pokok: (1) bantuan sosial fakir miskin; (2) bantuan sosial korban bencana alam; (3) bantuan sosial korban bencana sosial; (4) bantuan sosial korban tindak kekerasan dan pekerja migran; dan (6) asuransi kesejahteraan sosial. 2. Program Pemberdayaan Potensi Kesejahteraan Sosial Program pemberdayaan potensi sosial menitikberatkan pada upaya memelihara, meningkatkan dan mengembangkan partisipasi dan tanggung jawab sosial masyarakat, peningkatan kemampuan masyarakat, serta aktualisasi peran-peran kelembagaan sosial masyarakat dan dunia usaha/ swasta dalam pendayagunaan potensi sosial. Program ini dilandasi nilai-nilai sosial budaya, seperti kesetiakawanan sosial dan gotong royong, guna mencegah, menangani masalah dan memperkuat ketahanan sosial masyarakat. Tujuan program ini adalah: (1) meningkatkan keserasian kebijakan publik, pengkajian strategi dan pelaksanaan program pemberdayaan potensi sosial ; (2) memberdayakan komunitas adat terpencil; (3) meningkatkan peran keluarga, kemampuan masyarakat dan tanggung jawab sosial dunia usaha dalam mencegah dan menangani masalah sosial; (4) meningkatkan ketahanan sosial masyarakat. Program ini juga ditujukan untuk memelihara dan mengamalkan nilainilai kepeloporan dan kejuangan dari veteran serta kearifan dan pengalaman, yang didukung oleh pengembangan budaya yang menjunjung tinggi serta menghormati orang tua secara melembaga dan berkesinambungan pada generasi muda dan masyarakat pada umumnya, serta terlindunginya hak-hak para pahlawan dan perintis kemerdekaan dalam mengakses fasilitas pelayanan publik dan jaminan kesejahteraan sosial. Sasaran yang akan dicapai dari program ini adalah berkembangnya kesadaran kolektif, tanggung jawab sosial, kesetiakawanan sosial dan
11
kepedulian sosial masyarakat khususnya tenaga kesejahteraan sosial masyarakat (TKSM)/ relawan sosial; organisasi sosial kemasyarakatan dan LSM; wahana kesejahteraan sosial berbasis masyarakat; karang taruna dan organisasi kepemudaan; dunia usaha; lembaga-lembaga perlindungan sosial; dan lembaga-lembaga sumbangan sosial masyarakat, serta perlindungan akses para pahlawan dan perintis kemerdekaan. Program Pemberdayaan Potensi Sosial dilaksanakan melalui kegiatan pokok: (1) pemberdayaan dan penguatan peran keluarga; (2) pemberdayaan dan perlindungan komunitas adat terpencil; (3) pemberdayaan dan penguatan kapasitas tenaga kesejahteraan sosial masyarakat; (3) peningkatan peran kelembagaan sosial dan kemitraan; (4) pelestarian nilai kepahlawanan, keperintisan, dan kejuangan; (5) pendayagunaan sumber-sumber sosial; (6) penguatan ketahanan sosial masyarakat. 3. Program Pengembangan Manajemen Pelayanan Kesejahteraan Sosial Program Pengembangan Manajemen Pelayanan Kesejahteraan Sosial menitikberatkan pada upaya-upaya peningkatan kualitas SDM, penataan peraturan perundang-undangan, penataan manajemen sistem informasi, pengembangan metode pekerjaan sosial, dan penataan sarana prasarana Tujuan program ini adalah : (1) meningkatkan keserasian kebijakan publik, pengkajian strategi dan pelaksanaan program pengembangan manajemen pelayanan kesejahteraan sosial; (2) meningkatkan kualitas manajemen instansi sosial dan lembaga-lembaga pelayanan kesejahteraan sosial, serta profesionalisme SDM pembangunan kesejahteraan sosial. Sasaran program ini adalah tertatanya kelembagaan dan metode pelayanan kesejahteraan sosial, SDM, peraturan perundang-undangan; data pembangunan kesejahteraan sosial, sistem dan mekanisme hubungan pusat dan daerah, serta sarana prasarana. Program Pengembangan Manajemen Pelayanan Kesejahteraan Sosial dilaksanakan melalui kegiatan pokok: (1) penelitian masalah sosial dan pengembangan alternatif intervensi pekerjaan sosial; (3) penyuluhan sosial; (4) penataan sistem dan mekanisme kelembagaan; (5) peningkatan kualitas sarana dan prasarana pelayanan kesejahteraan sosial; (6) peningkatan kemampuan sumber daya manusia dan kompetensi pekerja sosial serta tenaga kesejahteraan sosial masyarakat; (7) penetapan standarisasi dan akreditasi lembaga
12
pelayanan kesejahteraan sosial; (8) pengembangan sistem pendataan dan manajemen informasi; (9) penataan sistem desentralisasi pembangunan kesejahteraan sosial; dan (10) tertatanya sistem peraturan dan perundang-undangan kesejahteraan sosial, termasuk menyempurnakan peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan otonomi daerah dan perkembangan masalah kesejahteraan sosial.
POSISI DAN KONTRIBUSI PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG
Posisi pembangunan kesejahteraan sosial seperti halnya pembangunan ideologi, politik, ekonomi, dan budaya adalah merupakan bagian pelengkap dalam sistem pembangunan nasional secara menyeluruh. Oleh karena itu, untuk pembangunan kesejahteraan sosial maka Departemen Sosial menempati posisi sebagai leading sector departemen lainnya. Pengalaman pada Tahun 1997 menunjukkan bahwa pembangunan yang terlalu menitikberatkan pada sektor ekonomi dan teknologi tanpa ditopang oleh pembangunan sosial ternyata mengakibatkan krisis ekonomi yang berkepanjangan dan pada gilirannya mengakibatkan krisis multidimensi. Hal ini disebabkan beberapa hal yaitu (1) struktur masyarakat yang lebih terfokus dipedesaan; (2) pembangunan ekonomi yang lebih condong di perkotaan dan di wilayah barat; (3) perbandingan anggaran pada sektor industri jauh lebih banyak dibanding sektor pertanian, sementara itu daya serap tenaga kerja pada sektor industri jauh lebih sedikit dibanding sektor pertanian. Oleh karena itu, kedepan pembangunan kesejahteraan sosial harus dilakukan secara beriringan dan terkoordinir dengan pembangunan lainnya dalam kerangka pembangunan nasional, sehingga diharapkan akan terbentuk kualitas Manusia Indonesia yang seutuhnya. Sebagai salah satu bagian dari sistem pembangunan nasional, maka konstribusi pembangunan kesejahteraan sosial adalah meningkatkan kualitas kesejahteraan sosial bagi anggota masyarakat yang berada dalam kondisi rentan dan tidak mampu yang dikenal dengan istilah penyandang masalah kesejahteraan sosial sebagai wujud penambahan hak dasar warga negara untuk memperoleh pelayanan sosial, serta memperkuat institusi masyarakat yang ikut serta dalam melaksanakan pelayanan kesejahteraan sosial sebagai mitra pembangunan kesejahteraan sosial.
13
PENUTUP
Pokok-pokok pikiran Pembangunan Jangka Panjang (PJP) Tahun 2005 – 20025 Departemen Sosial ini telah disusun secara cermat dengan memperhatikan perubahan dan perkembangan terbaru penyandang masalah kesejahteraan sosial baik kuantitas maupun kualitasnya, pelaksanaan paradigma otonomi daerah, serta kemungkinan perubahan sistem organisasi tata kerja (SOTK) Departemen Sosial RI. PJP Depsos merupakan acuan usulan pembangunan bidang kesejahteraan sosial nasional yang programnya telah tercantum dalam Bab 28 PJM/PJP Nasional tentang Peningkatan Perlindungan dan Kesejahteraan Sosial dan telah diundangkan dalam PP No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2004 – 2009. Untuk selanjutnya, maka hasil PJP Depsos ini dapat digunakan sebagai acuan resmi dalam pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial baik yang dilaksanakan oleh Depsos maupun oleh instansi sosial di daerah.
14
PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH (PJM) BAB I PENDAHULUAN A LATAR BELAKANG Pembangunan menempatkan manusia sebagai pusat perhatian dan proses pembangunan selayaknya memberikan manfaat bagi semua pihak. Dalam konteks ini, masalah kemiskinan, disharmoni keluarga, tindak kekerasan, kerawanan sosial ekonomi dan meningkatnya pengangguran perlu mendapat perhatian utama karena bisa menjadi penyebab instabilitas pembangunan yang akan membawa pengaruh negatif dalam bentuk dehumanisasi, seperti longgarnya ikatan-ikatan sosial dan melemahnya nilainilai serta hubungan antar manusia. Karena itu, komitment global dalam berbagai konvensi international adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan cara-cara yang adil dan tanpa mengecualikan penduduk miskin dan rentan sosial ekonomi, meningkatkan keterpaduan sosial dan ekonomi yang didasari hak asasi manusia, dan memberikan perlindungan kepada mereka yang kurang beruntung. Pembangunan kesejahteraan sosial sebagai bagian integral dari pembangunan nasional diarahkan untuk menangani berbagai permasalahan sosial yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, baik yang berkaitan dengan faktor-faktor penyebab internal yang bersumber dari ketidakmampuan individu, keluarga atau komunitas masayarakat untuk melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar maupun juga diakibatkan oleh pengaruh global yang membawa serta sistem nilai baru yang tidak sesuai dengan kondisi masyarakat. Perubahan sosial yang cepat sebagai dampak negatif kekurang mampuan individu, keluarga dan komunitas masyarakat dalam menyikapi pengaruh global dan juga nasional tersebut, secara nyata telah mendorong ke arah tumbuh kembangnya berbagai permasalahan sosial dalam berbagai dimensi, baik yang bersifat konvensional, kontemporer dan bahkan juga permasalahan sosial kemasyarakatan seperti disintegrasi, diskriminasi sosial dan sebagainya yang berkaitan langsung dengan permasalahan bangsa dan negara. Konfigurasi permasalahan sosial yang sangat beragam tersebut membutuhkan penanganan yang bersifat komprehensif dan terpadu baik pada tataran hilir maupun juga akar permasalahan yang menjadi faktor penyebabnya dengan mengikutsertakan seluruh sumber dan potensi yang
15
ada, baik pemerintah, masayarakat, dunia usaha, perguruan tinggi dan sebagainya, termasuk para penyandang masalah kesejahteraan sosial sendiri. Untuk itulah dipandang perlu disusun kerangka konseptual pembangunan kesejahteraan sosial sebagai arahan dan panduan dalam pelaksanaan aksi untuk jangka menengah dan jangka panjang yang selanjutnya akan dijabarkan lebih jauh oleh daerah (propinsi, kabupaten/kota) dengan memperhatikan kekhususan wilayah atau daerah masing-masing. B TUJUAN 1. Diperolehnya acuan dalam merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan kebijakan dan program pembangunan di bidang kesejahteraan sosial 2. Terwujudnya kesatuan pemahaman, gerak dan langkah antar pelaku pembangunan kesejahteraan sosial. 3. Terwujudnya koordinasi dan keterpaduan sinergis dalam pelaksanaan program pembangunan kesejahteraan sosial C SASARAN Rencana Pembangungan Jangka Menengah Bidang Pembangunan Kesejahteraan Sosial ini digunakan sebagai arahan dan pedoman bagi para pelaku pembangunan kesejahteraan sosial dalam melaksanakan peran dan fungsinya, baik pemerintah, LSM/ Orsos, dunia usaha, perguruan tinggi dan masyarakat pada umunya yang peduli terhadap pembangunan kesejahteraan sosial D LANDASAN HUKUM Pembangunan Kesejahteraan Sosial didukung oleh oleh berbagai peraturan perundang-undangan di bidang kesejahteraan sosial yang berfungsi sebagai: 1. landasan/dasar hukum bagi pelaksanaan usaha kesejahteraan sosial; 2. pemberi arah kepada pemerintah dalam menetapkan kebijaksanaan pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan tugas pembangunan di bidang kesejahteraan sosial; 3. alat kontrol/kendali pelaksanaan usaha kesejahteraan sosial. Landasan hukum utama berupa peraturan kesejahteraan sosial dimaksud meliputi :
perundang-undangan
16
1. Komitmen Global/Regional Komitmen Dunia tentang pembangunan sosial/kesejahteraan sosial, yang disepakati oleh berbagai negara termasuk Indonesia, membawa konsekuensi bahwa permasalahan sosial dan penanganannya di setiap negara yang dipantau sekaligus didukung oleh masyarakat internasional. Sebagai wujud komitmen, setiap negara diharapkan untuk melaporkan hasil yang telah dicapai. Komitmen global dan regional dalam pembangunan kesejahteraan sosial yang harus diupayakan pencapaiannya meliputi antara lain konvensi-konvensi tentang HAM, hak anak, hak wanita, hak penyadang cacat/ orang yang memiliki kemampuan yang berbeda, pelayanan sosial bagi korban NAPZA, dan berbagai protokol tambahan yang terkait, antara lain : Single Convention on Drugs Tahun 1961 beserta Protokol 1972 (Dasar Hukum Narkotika Internasional); Convention on Psychotropic Substances 1971; Deklarasi Menlu ASEAN tentang Narkotikas di Manila tahun 1976; Resolusi PBB No. 44/1982 tanggal 20 Desember 1989, Penetapan Tahun 1994 sebagai Tahun Keluarga Internasional; UN-World Programme of Action Concerning Disabled Persons, 1980; Convention on the Right of the Child (Konvensi Hak Anak), 1990; Resolusi PBB No. 047/237 tanggal 8 Desember 1993, Penetapan tanggal 15 Mei 1993 sebagai Hari Keluarga Internasional; Konferensi Dunia tentang Hak Azasi Manusia (HAM), Wina 1993, (Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan Adalah Pelanggaran HAM); KTT Dunia Pembangunan Sosial (WSSD) 1995; Konferensi Dunia ke IV tentanG Perempuan, di Beijing 1995 (12 bidang kristis yang perlu ditindaklanjuti); Sidang Khusus ke 24 Majelis Umum PBB mengenai hasil KTT Pembangunan Kesejahteraan Sosial (Copenhagen + 5 di Jeneva) Tahun 2000; Asia Pacific Decade of Disabled Persons : 1993-2002 (12 Rencana Aksi); Deklarasi Majelis Umum PBB tentang Hari Internasional Penyandang Cacat; Konvensi PBB tentang Hak Asasi Penyandang Cacat (Piagam Millenium III).
2. Amanat konstitusi Pembangunan kesejahteraan sosial merupakan perwujudan dari upaya mencapai tujuan bangsa dan amanat yang dituangkan dalam UUD 45. Didalam sila ke-5 Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 secara jelas dinyatakan bahwa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia menjadi dasar salah satu filosofis pembangunan bangsa, karenanya setiap warga Negara Indonesia berhak atas kesejahteraan sosial yang sebaik-baiknya. Urusan pemerintahan yang diamanatkan oleh UUD 45 tersirat dalam alinea IV Pembukaaan UUD 45 yaitu : melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan melaksanakan ketertiban dunia.
17
Agar keadilan dan kesejahteraan umum ini dapat dicapai, maka setiap warga Negara Indonesia berhak dan wajib sesuai kemampuannya masing-masing untuk sebanyak mungkin ikut serta dalam memajukan kesejahteraan sosial. Didalam Undang-Undang Dasar 1945 khususnya Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28 huruf H ayat (3), Pasal 34 ayat (1) dan (2) mengatur mengenai hak-hak warga Negara dalam mewujudkan kesejahteraannya, yaitu : 1. Pasal 27 ayat (2) menyatakan: “ Tiap-tiap warga Negara Indonesia
berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan “. 2. Pasal 28 huruf H ayat (3) menyatakan : “ Setiap orang berhak atas Jaminan Sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat “. 3. Pasal 34 ayat (1) menyatakan: “ Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara “. 4. Pasal 34 ayat (2) menyatakan: “ Negara mengembangkan sistem Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan “.
Pasal-pasal dalam amanat konstitusi tersebut memberi penegasan bahwa setiap warga Negara berhak atas kesejahteraan sosial yang sebaik-baiknya dan pemerintah wajib melindungi kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia dan berusaha untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi setiap warga Negara Indonesia. Pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3039) khususnya Pasal 1, Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 5 ayat (1) menyatakan : 1. Pasal 1 : “Setiap warga Negara berhak atas taraf kesejahteraan
sosial yang sebaik-baiknya dan berkewajiban untuk sebanyak mungkin ikut serta dalam usaha-usaha kesejahteraan sosial”. 2. Pasal 4 ayat (1) : “Usaha-usaha pemerintah di bidang kesejahteraan sosial meliputi: - Bantuan sosial kepada warga Negara baik secara perorangan maupun dalam kelompok yang mengalami kehilangan peranan sosial atau menjadi korban akibat terjadinya bencana-bencana, baik sosial maupun alamiah atau peristiwa-peristiwa lain. - Pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial melalui penyelenggaraan suatu sistem Jaminan Sosial. - Bimbingan pembinaan dan rehabilitasi sosial, termasuk didalamnya penyaluran ke dalam masyarakat, kepada warga Negara baik perorangan maupun dalam kelompok, yang
18
-
terganggu kemampuannya untuk mempertahankan hidup, yang terlantar atau yang tersesat. Pengembangan dan penyuluhan sosial untuk meningkatkan peradaban, perikemanusiaan dan kegotong-royongan.
Selain UU No 6 tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial, berbagai peraturan perundang-undangan telah diterbitkan untuk melandasi berbagai kegiatan di bidang kesejahteraan sosial, yaitu : UU 9/1961 tentang Undian, UU 5/ 1964 tentang Penetapan Penghargaan / Tunjangan kepada Perintis Pergerakan Kebangsaan/ Kemerdekaan, UU 33/1964 tentang Penetapan Penghargaan dan Pembinaan Terhadap Pahlawan, UU 4/1979 tentang Kesejahteraan Anak, UU 7/1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita, UU 8/1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan, UU 4/1972 tentang Perumahan dan Pemukiman, UU 10/1972 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, UU 4/1997 tentang Penyandang Cacat, UU 13/97 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, UU 3/1997 tentang Pengadilan Anak, UU 5/1997 tentang Psikotropika, UU 22/97 tentang Narkotika, UU 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU39/1999 tentang HAM, UU 1/2000 tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 182 Mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak, UU23 /2002 tentang Perlindungan Anak,. E. KONDISI UMUM YANG DIINGINKAN Berkaitan dengan eksistensi dan tantangan Departemen Sosial di masa-masa mendatang, maka pembangunan kesejahteraan sosial perlu diarahkan pada: 1. Integrasi pembangunan kesejahteraan sosial dan pembangunan lainnya. Adanya pandangan yang melihat bahwa pembangunan kesejahteraan sosial merupakan sektor yang terpisah dengan pembangunan lainnya khususnya pembangunan ekonomi dan politik. Hal ini dapat kita lihat dari kenyataan dan pengalaman yang terjadi selama ini, di mana pembangunan ekonomi kurang mempertimbangkan aspek pembangunan kesejahteraan sosial, bahkan akibat pembangunan ekonomi dan politik sering menjadi sumber permasalahan sosial. Karena itu, pengintegrasian sektorsektor ini menjadi agenda yang penting dan prioritas di masa-masa mendatang. 2. Pelayanan yang menekankan pendekatan HAM. Pelayanan sosial yang diberikan selama ini diarahkan pada pemenuhan kebutuhan dasar (basic need) dan berorientasi pada masalah (problem) melalui
19
pendekatan selektivitas. Di masa mendatang, pelayanan sosial perlu diarahkan pada pelayanan yang bersifat universal bagi setiap orang. 3. Pelayanan pengembangan (developmental services). Fungsi ini bertujuan untuk menggali dan menumbuhkan berbagai sumbersumber dan potensi yang dimiliki oleh kelompok masyarakat baik yang bersifat individu, kelompok, maupun yang bersifat sosial termasuk pengembangan keserasian berbagai peraturan perundang-undangan yang ada, standarisasi, akreditasi, dan lain-lain. Fungsi ini di samping berperan sebagai fungsi pengembangan juga berperan sebagai fungsi pencegahan. 4. Penanganan masalah-masalah yang berskala makro. Pelayanan kesejahteraan sosial perlu diarahkan pada pelayanan-pelayanan yang berskala luas (makro), mendasar dan mempunyai cakupan nasional atau berdampak positif terhadap penanganan permasalahan sosial lainnya, secara lintas sektor. 5. Pendekatan desentralistik (bottom-up). Sesuai dengan UndangUndang No. 32 tahun 2004 dan Undang-Undang No. 33 tahun 2004, untuk masa yang akan datang, Departremen Sosial harus menerapkan pendekatan desentralistik (bottom up) yang bertumpu pada kebutuhan-kebutuhan, aspirasi-aspirasi, sumber-sumber dan potensi serta kebiasaan-kebiasaan atau nilai-nilai yang dimiliki oleh masyarakat setempat, dan perlu membangun suatu jaringan kerja sama dengan pemerintah daerah untuk dapat merumuskan suatu pelayanan yang berorientasi pada kebutuhan, sumber dan potensi masyarakat lokal. 6. Pendekatan masyarakat sejahtera. Di masa mendatang, Departermen Sosial hanya berperan sebagai fasilitator dan motivator dalam meningkatkan kemampuan masyarakat untuk tumbuh dan berkembang serta berperan dalam pembangunan kesejahteraan sosial. 7. Pendekatan modal sosial (sosial capital). Di masa-masa mendatang pelayanan sosial harus berupaya menggali modal sosial (social capital) yang ada dalam masyarakat. Banyak permasalah-permasalahan sosial yang belum terjangkau pelayanan karena kemampuan modal ekonomi pemerintah yang sangat terbatas. Di sisi lain, permasalahan sosial cenderung semakin bertambah dan berkembang serta semakin kompleks. Untuk itu, pengembangan pelayanan sosial yang mengandalkan modal sosial melalui kemampuan masyarakat menjadi prioritas utama dalam penanganan permasalahan sosial tersebut.
20
8. Peranan sebagai role maker. Di masa mendatang Departemen Sosial perlu melakukan ’role making’, yaitu mengembangkan peran baru yang dapat mengatasi dan menjawab berbagai masalah yang sifatnya lebih mendasar, dan meningkatkan peranan ’agent of change’ dalam pembangunan tersebut. 9. Penanganan masalah yang bersifat sosietal. Penanganan masalah yang bersifat sosietal seperti masalah disintegrasi bangsa, pembangunan nilai-nilai sosial budaya, dan lain-lain perlu mendapat perhatian dalam pelayanan kesejahteraan sosial. Pergeseran pelayanan ke arah sosietal ini menjadi semakin penting seiring dengan diterapkannya desentralisasi dan berkembagnya isu-isu globalisasi di masa yang akan datang. 10. Profesi Pekerjaan Sosial. Penanganan permasalahan sosial membutuhkan profesionalisme khususnya disiplin pekerjaan sosial yang didasarkan pada kerangka nilai, teoritik dan keterampilan, sehingga program-program pelayanan yang diberikan tidak menimbulkan bias. Profesi pekerjaan sosial harus proaktif untuk terlibat dalam merumuskan dan mengembangkan berbagai konsepsi, model dan pendekatan-pendekatan penanganan permasalahan sosial demi terwujudnya pelayanan sosial yang profesional. 11. Pengembangan SDM Kesejahteraan Sosial. Untuk dapat mengimbangi permasalahan sosial yang semakin kompleks, maka pengembangan kualitas SDM kesejahteraan sosial yang profesional perlu semakin ditingkatkan, baik melalui jalur pendidikan formal maupun melalui pendidikan nonformal, yaitu pelatihan struktural, teknis dan fungsional. Pengembangan SDM ini perlu dirumuskan secara konseptual sehingga terlihat sinkronisasi antara kebutuhan real dengan konsepsi penyediaan SDM. 12. Tantangan yang bersifat teknis operasional g. Makin beragamnya permasalahan yang berimplikasi pada meningkatnya jumlah penyandang masalah kesejahteraan sosial. h. Kecenderungan kerawanan sosial yang timbul dari kurangnya sumber informasi yang dipercaya oleh masyarakat. i. Akurasi data populasi sasaran, target dan hasil program masih mengalami kendala. j. Pelaksanaan kebijakan sesuai Undang-undang No. 32 tahun 2004 dan Undang-undang No. 33 tahun 2004 masih terbatas. k. Peningkatan motivasi, pemahaman, kemampuan SDM kesejahteraan sosial belum secepat tuntutan terhadap peningkatan kinerja.
21
l. Dengan berlakunya sistem anggaran berbasis kinerja, maka konsistensi antara perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan menjadi makin diperlukan. F. SISTEMATIKA Naskah RPJM Pembangunan Kesejahteraan Sosial disusun dalam sistematika sebagai berikut : BAB I
PENDAHULUAN
BAB II GAMBARAN UMUM PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL TAHUN 2001-2004 BAB III PROYEKSI PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL KEDEPAN BAB IV ARAH KEBIJAKAN DAN PROGRAM BAB V PENUTUP
22
BAB II GAMBARAN UMUM PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL TAHUN 2001 - 2004 A.
MANAJEMEN PELAYANAN SOSIAL Pembangunan kesejahteraan sosial kurun waktu 2001-2004 diwarnai oleh meningkatnya jumlah penyandang masalah kesejahteraan sosial, bobot, serta kompleksitas permasalahannya. Kondisi demikian terjadi sebagai akibat dampak krisis multi dimensi yang berkepanjangan, serta terbatasnya jangkauan sosial yang didukung APBN dan APBD, sehingga jumlah populasi penyandang masalah tidak berkurang secara signifikan, sementara kemampuan kelembagaan kesejahteraan sosial masyarakat dalam mendukung penanganan masalah kesejahteraan sosial juga belum secara signifikan meningkat. Dalam kondisi demikian, Departemen Sosial mengambil langkah-langkah penanganan terpadu dengan berbagai pihak; masyarakat, lintas sektor dan dunia usaha di samping mengupayakan peningkatan kemampuan dan peran kelembagaan kesejahteraan sosial masyarakat. Sementara itu telah ditetapkan 5 (lima) prioritas permasalahan strategis yaitu : kemiskinan, keterlantaran, kecacatan, ketunaan sosial, dan korban akibat bencana sosial yang memerlukan penanganan secara sinergis dan terpadu. Dengan diterapkannya komitmen politik pemerintah tentang Otonomi Daerah, penyelenggaraan pembangunan kesejahteraan sosial kurun waktu 2001-2004 mengalami perubahan mendasar baik yang berkaitan dengan kelembagaan organisasi pemerintah (Pusat dan Daerah), program/kegiatan maupun kewenangan pelaksanaannya. Dalam kaitan dengan kelembagaan organisasi pemerintah telah dilaksanakan serangkaian penataan baik di tingkat Pusat (Departemen) maupun Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota), sementara itu untuk program/kegiatan telah dilaksanakan penyusunan Program Pembangunan Nasional (Propenas 2000-2004). Sedangkan untuk kewenangan penyelenggaraan telah dilaksanakan pergeseran peran dan fungsi dari pusat ke daerah, dengan memberikan kewenangan dan tanggung jawab yang seluas-luasnya kepada daerah dan masyarakat untuk melaksanakan pembangunan kesejahteraan sosial. Memperhatikan situasi dan perkembangan permasalahan kesejahteraan sosial, tantangan serta kemampuan yang tersedia, telah ditetapkan Visi,
Misi, Kebijakan, Strategi dan kesejahteraan sosial sebagai berikut :
Program
pembangunan
23
1.
Visi
2.
Misi
Pembangunan kesejahteraan sosial kurun waktu tahun 2000-2004 dilaksanakan berdasarkan visi ”KESEJAHTERAAN SOSIAL OLEH DAN UNTUK SEMUA ”
Dengan visi tersebut Departemen Sosial mengemban misi : a Meningkatkan harkat, martabat serta kualitas hidup manusia b Mengembangkan prakarsa serta peran aktif masyarakat dalam pembangunan kesejahteraan sosial sebagai investasi/modal sosial c Mencegah, mengendalikan serta mengatasi masalah sosial d Mengembangkan sistem jaminan dan perlindungan sosial e Memperkuat ketahanan sosial
3.
Kebijakan
4.
Strategi
Sebagai upaya untuk melaksanakan visi dan misi pembangunan kesejahteraan sosial maka kebijakan pembangunan kesejahteraan sosial adalah sebagai berikut : a. Peningkatan profesionalitas pelayanan sosial b. Peningkatan jangkauan dan pemerataan pelayanan sosial yang lebih adil c. Pemantapan manajemen sosial yang mencakup aspek perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi dan pelaporan, koordinasi dan keterpaduan d. Peningkatan dan memantapkan peran aktif masyarakat e. Mendukung terlaksananya kebijakan desentralisasi dalam pembangunan kesejahteraan sosial Untuk melaksanakan kebijakan pembangunan kesejahteraan sosial, strategi yang ditetapkan adalah sebagai berikut : a Pemberdayaan Sosial, yang mengandung makna pembinaan bagi aparatur pelaku pembangunan kesejahteraan sosial untuk meningkatkan profesionalisme dan kinerjanya, serta pemberian kepercayaan dan peluang pada masyarakat, dunia usaha dan penyandang masalah kesejahteraan sosial untuk mencegah dan mengatasi masalah yang ada di lingkungannya. b Kemitraan Sosial, yang mengandung makna adanya kerjasama, kepedulian, kesetaraan, kebersamaan dan jaringan kerja yang menumbuh kembangkan kemanfaatan timbal balik antara pihak-pihak yang bermitra c Partisipasi Sosial, yang mengandung makna adanya prakarsa dan peranan dari penerima pelayanan dan lingkungan sosialnya dalam pengambilan keputusan serta
24
d
5.
melakukan pilihan terbaik untuk peningkatan kesejahteraan sosialnya Advokasi Sosial, yang mengandung makna adanya upayaupaya memberikan perlindungan dan pembelaan terhadap hak-hak warga masyarakat yang dilanggar oleh pihak lain agar mampu mendapatkan haknya kembali.
Program Sesuai Undang-undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang PROPENAS di bidang kesejahteraan sosial terdapat 5 (lima) program yang satu sama lainnya saling menunjang dan saling melengkapi, dengan tujuan, sasaran, dan kebijakan masing-masing program sebagai berikut : a
Program Pengembangan Potensi Kesejahteraan Sosial; 1) Tujuan, adalah untuk mengembangkan kesadaran, kemampuan, tanggung jawab dan peran aktif masyarakat dalam menangani permasalahan sosial di lingkungannya, dan memperbaiki kualitas hidup serta kesejahteraan penyandang masalah kesejahteraan sosial 2) Sasaran, mencakup sasaran perorangan, keluarga, kelompok masyarakat, dan lembaga/ organisasi pelayanan sosial yang memiliki dan memanfaatkan kemampuannya dalam mengembangkan taraf kesejahteraan sosial bagi diri, keluarga, dan lingkungannya, sertabagi mereka yang masih mengalami permasalahan dama memelihara, memperbaiki, dan meningkatkan taraf kesejahteraan sosialnya, selain itu potensi kesejahteraan sosial juga mencakup nilai-nilai konstuktif, serta ilmu pengetahuan dan tehnologi. 3) Kebijakan, kebijakan program pengembangan potensi kesejahteraan sosial diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat, dengan indikator kinerja sebagai berikut : (a) Meningkatnya pendayagunaan potensi, kemampuan dan kompetensi, serta sumber-sumber sosial masyarakat seperti Tenaga Kesejahteraan Sosial Masyarakat (TKSM), Organisasi Sosial (Orsos), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Karang Taruna, kelompok-kelompok sosial tingkat lokal termasuk Wahana kesejahteraan sosial berbasiskan masyarakat, lembaga perlindungan sosial masyarakat lainnya, dana sumbangan sosial dan dunia usaha dalam upaya memperluas jangkauan pelayanan sosial. (b) Meningkatnya kemampuan dan kepedulian masyarakat termasuk dunia usaha untuk mengatasi penyandang
25
masalah sosial. (c) Meningkatnya pelayanan kesejahteraan sosial bagi penyandang masalah sosial. (d) Meningkatnya iklim yang mendukung upaya integrasi sosial (e) Meningkatnya kepedulian dan ketahanan sosial masyarakat dalam menghadapi masalah sosial. b) Program Peningkatan Kualitas Manajemen dan Profesionalisme Pelayanan Sosial; 1) Tujuan, untuk meningkatkan mutu dan profesionalisme pelayanan sosial melalui pengembangan alternatifalternatif intervensi di bidang kesejahteraan sosial, peningkatan kemampuan dan kompetensi pekerja sosial dan tenaga kesejahteraan sosial masyarakat, serta penetapan standarisasi dan legislasi pelayanan sosial 2) Sasaran, mencakup pekerja sosial dan tenaga kesejahteraan sosial masyarakat, serta kebijakan dalam penetapan standarisasi pelayanan sosial 3) Kebijakan, kebijakan program ini diarahkan pada meningkatnya kualitas manajemen dan profesionalisme pelayanan sosial bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial dengan indikator program sebagai berikut : a. Tersusunnya standar pelayanan minimal pembangunan kesejahteraan sosial; b. Terumuskannya standarisasi dan legislasi pelayanan sosial; c. Meningkatanya kemampuan tenaga pekerja sosial; d. Meningkatnya kemampuan lembaga sosial masyarakat dalam pelayanan sosial; e. Teridentifikasinya berbagai indikator strategis masalah sosial; c) Program Pengembangan Keserasian Kebijakan Publik Dalam Penanganan Masalah-Masalah Sosial; 1) Tujuan, untuk mewujudkan keserasian kebijakan publik dalam penanganan masalah-masalah sosial ke arah terwujudnya ketahanan sosial masyarakat dan terlindunginya masyarakat dari dampak penyelenggaraan pembangunan dan perubahan sosial yang cepat melalui wadah jaringan kerja. 2) Sasaran, adalah terumuskannya dan terlaksananya kebijakan penanganan masalah-masalah sosial dalam keselarasan antara pemerintah, dunia usaha dan masyarakat melalui wadah jaringan kerja 3) Kebijakan, kebijakanj program ini diarahkan pada terwujudnya pengembangan keserasian kebijakan publik dalam penanganan masalah-masalah sosial, sehingga
26
semakin meningkat peran masyarakat di dalam penanganan penyandang masalah kesejahteraan sosial d) Program Pengembangan Sistem Informasi MasalahMasalah Sosial; 1) Tujuan, untuk mengidentifikasi jenis data dan informasi yang diperlukan untuk bahan penentuan kebijakan masalah-masalah sosial, membangun sistem informasi yang diperlukan sebagai alat peringatan dini dan meningkatkan fungsi dan koordinasi jaringan informasi kelembagaan dalam upaya pembentukan keterpaduan pengendalian masalah-masalah sosial 2) Sasaran, adalah untuk memberikan data dan informasi tentang : a. Perkembangan masalah menyangkut aspek sosial, politik, ekonomi, dan budaya; b. Modal sosial yang dimiliki masyarakat dan dunia usaha serta sumber daya ekonomi; c. Perkembangan masalah-masalah sosial itu sendiri, data dan informasi tersebut dapat didayagunakan untuk pemberdayaan masyarakat dalam rangka penanganan masalah-masalah sosial; 3) Kebijakan, kebijakan program ini diarahkan untuk meningkatkan kualitas data dan informasi kesejahteraan sosial, serta adanya jaringan penyebarluasan data dan informasi kesejahteraan sosial berbasis komputer, arah kebijakan ini ditempuh dengan maksud untuk : a. Terwujudnya mekanisme penyelenggaraan sistem informasi masalah-masalah sosial; b. Tersedianya data dan informasi kesejahteraan sosial; c. Tersusunnya sistem pengelolaan data dan informasi masalah-masalah sosial; Untuk mewujudkan indikator kinerja program ini ditempuh melalui kegiatan pengumpulan dan pengelolaan data kesejahteraan sosial. Hal ini ditempuh dengan menjalin kerjasama dengan instansi terkait terutama dengan Badan Pusat Statistik. e)
Program Peningkatan Peran Masyarakat dan Pemampuan Kelembagaan Pengarusutamaan Gender; 1) Tujuan, untuk meningkatkan peran dan kemandirian lembaga-lembaga yang memiliki visi pemberdayaan perempuan 2) Sasaran, terutama organisasi perempuan, memperkuat peran aktif masyarakat dalam upaya pemberdayaan perempuan, meningkatkan kapasitas dan kemampuan
27
institusi-institusi pemerintah dalam melakukan pengarusutamaan gender dalam setiap tahap dan proses pembangunan 3) Kebijakan, kebijakan program ini diarahkan untuk meningkatkan keterampilan dan keahlian, perencanaan program dalam pengambangan mekanisme perencanaan, pelaksanaan, pamantauan, dan evaluasi pembangunan kesejahteraan sosial yang berwawasan gender, indikator program yang ingin dicapai adalah : a. Meningkatnya peranan perempuan di bidang kesejahteraan sosial; b. Meningkatnya kemampuan dan keterampilan perempuan; c. Semakin majunya organisasi perempuan bidang kesejahteraan sosial; 6. Pengelolaan Program a.
Perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan 1) Perencanaan Perencanaan jangka menengah tertuang dalam Repenas, sementara perencanaan tahunan yang didukung dana dekonsentrasi difokuskan pada pemenuhan kebutuhan daerah yang disesuaikan dengan kemampuan APBN. Rambu-rambu perencanaan program ditetapkan oleh Pusat yang dalam pelaksanaan proses perencanaan di daerah dapat saja disesuaikan kondisi setempat dengan tetap memperhatikan rambu-rambu tersebut. 2) Pelaksanaan Pelaksanaan sampai dengan pertanggung jawaban mengacu pada ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Selanjutnya diberlakukannya UU nomor 17 Tahun 2003 tentang ketentuan-ketentuan sebagaimana ditetapkan secara bertahap dilaksanakan, utamanya yang berkenaan dengan pertanggung jawaban baik sistem maupun bentuk pelaporannya. 3) Pengawasan Pengawasan reguler terhadap pelaksanaan program dilaksanakan melalui mekanisme pemantauan, evaluasi dan pelaporan dilaksanakan oleh satuan kerja masingmasing; disamping pengawasan oleh aparat pengawas baik internal (Inspektorat Jenderal Departemen Sosial) maupun eksternal seperti Badan Pemeriksa Keuangan dan Badan Pengawas Daerah.
28
b. Sumber Daya Pembangunan Kesejahteraan Sosial 1) Anggaran. Dukungan dana pembangunan kesejahteraan sosial bersumber dari APBN, APBD dan sumber-sumber lain seperti dunia usaha, organisasi sosial mitra kerja Departemen Sosial dan lain sebagainya. Dukungan anggaran meningkat secara signifikan sejak tahun anggaran 2001, seiring dengan terjadinya bencana sosial yang mengakibatkan pengungsi + 1,2 juta jiwa. Dalam perkembangan selanjutnya tahun 2002 s.d. 2004 relatif tidak terjadi peningkatan yang berarti. Demikian juga dirasakan adanya kecenderungan semakin meningkatnya penyediaan dukungan anggaran pada APBD baik provinsi maupun kabupaten/kota walaupun belum merata. 2)
Sumber Daya Manusia (SDM) Peningkatan kualitas SDM kesejahteraan sosial baik pada tingkat pusat maupun daerah sebagai komponen utama pelaksana pembangunan kesejahteraan sosial telah dilakukan baik melalui penataan kelembagaan, penyempurnaan perangkat lunak seperti kerangka konseptual pengembangan SDM kesejahteraan sosial, penyempurnaan kurikulum diklat maupun juga pengembangan jejaring kerja antar lembaga diklat baik dalam skala nasional maupun dengan lembaga pendidikan luar negeri. Secara kuantitatif terlihat adanya peningkatan jumlah tenaga pegawai, baik di kantor pusat maupun di daerah yang berhasil menyelesaikan program pendidikan S2 dan S3 dan sekaligus merupakan potensi bagi peningkatan kinerja secara menyeluruh. Sementara itu SDM masyarakat selama 3 tahun terakhir juga menunjukkan peningkatan kemampuan dan peran yang diindikasikan dari peningkatan pendayagunaan dalam pendampingan kegiatan. Perhatian terhadap Pekerja Sosial dalam bentuk pelatihan apresiasi, penyesuaian angka kredit; serta peran lembaga profesi pekerja sosial secara nyata meningkat.
3)
Kelembagaan; Instansi Sosial Daerah menunjukan perkembangan yang berarti dalam arti keberadaannya yang semakin jelas dan mandiri serta peran yang lebih meningkat termasuk di Kabupaten/Kota.
29
4)
Sistem dan mekanisme pengelolaan. Sistem dan mekanisme pengelolaan pembangunan kesejahteraan sosial secara koordinatif dan sinergis antara pemerintah dengan propinsi dengan kabupaten/kota merupakan mendasar, dalam kaitan dengan upaya peningkatan mutu dan jangkauan pelayanan sosial, seiring dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah dan besarnya volume dana dekonsentrasi pembangunan kesejahteraan sosial.
B. PENCAPAIAN HASIL PELAKSANAAN PROGRAM 1) Pelaksanaan program pembangunan kesejahteraan sosial kurun waktu tahun 2001 - 2004 telah dapat menangani berbagai permasalahan kesejahteraan sosial yang terus berkembang dan sekaligus telah dapat meningkatkan kepedulian, kemampuan dan peran aktif masyarakat dalam pembangunan kesejahteraan sosial. 2) Berdasarkan struktur dan nomenklatur program sebagaimana ditetapkan dalam Propenas hasil pelaksanaan program / kegiatan yang telah dicapai selama kurun waktu 2001-2004 adalah sebagai berikut :
a. Program Pengembangan Potensi Kesejahteraan Sosial Hasil yang telah dicapai, sebagai berikut : (1) Sosialisasi tentang hak-hak anak perempuan dan lanjut usia di 30 propinsi; (2) Pemberdayaan terhadap 246.587 anak terlantar dan 149.409 anak jalanan; (3) Santunan bagi lanjut usia sebanyak 48 953 orang; (4) Pemberdayaan peran keluarga sebanyak 105.978 keluarga; (5) Rehabilitasi dan perlindungan sosial bagi penyandang cacat sebanyak 63.143 orang dan 8.998 anak cacat, serta penyempurnaan sarana dan prasarana pusat rehabilitasi dan panti cacat; (6) Rehabilitasi sosial bagi anak nakal 6.360 anak dan korban penyalahgunaan narkotika sebanyak 9.444 orang; (7) Rehabilitasi tuna sosial meliputi wania tuna susila, gelandangan, pengemis dan bekas narapidana 10.612 orang serta penyempurnaan sarana dan prasarana panti tuna sosial; (8) Pemberdayaan perempuan rawan sosial ekonomi, komunitas adat terepencil bagi 20.261 KK, dan keluarga fakir miskin dalam bentuk kelompok usaha bersama (KUBE) bagi 434.400 KK, serta perbaikan rumah dan lingkungan kumuh di daerah perkotaan bagi 9.346 KK;
30
(9) Peningkatan dan jumlah tenaga kesejahteraan sosial masyarakat (TKSM), pemberdayaan relawan sosial sebanyak 17.896 orang, organisasi sosial kemasyarakatan 4.077 Orsos, LSM, Karang Taruna untuk 5.786 KT di 30 Propinsi, lembagalembaga perlindungan sosial, lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan dan kelompok-kelompok tingkat lokal serta peningkatan koordinasi antar organisasi sosial yang dilakukan di tingkat pusat oleh Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial (DNIKS), ditingkat propinsi oleh Badan Koordinasi kegiatan Kesejahteraan Sosial (BKKKS) dan di tingkat kabupaten/kota oleh Koordinasi kegiatan kesejahteraan sosial (KKKS); (10) Penyuluhan sosial bagi masyarakat dan dunia usaha bagi 5.838 desa/kelurahan dan advokasi kepada dunia usaha dalam bentuk penguatan pada terciptanya corporate social responsibility melalui social invesment; (11) Penghargaan bagi pihak-pihak yang berperan aktif menyelenggarakan pelayanan sosial; (12) Pelestarian Nilai Kepahlawana, Keperintisan dan Kejuangan melalui ziarah wisata, ceramah dan sarasehan, pemugaran 86 Taman Makam Pahlawan, 11 Makam Pahlawan Nasional, serta bantuan bahan bangunan rumah untuk keluarga perintis kemerdekaan 198 KK; (13) Pengembangan wahana kesejahteraan sosial berbasis masyarakat di 167 kegiatan; (14) Pengkajian pengembangan dan uji coba program jaminan, perlindungan dan asuransi kesejahteraan sosial 242 kegiatan; (15) Rintisan penyelenggaraan forum kerjasama lintas sektor dunia usaha 129 kegiatan dan pendayagunaan sumber dana dalam rangka pengumpulan sumbangan sosial 462 kegiatan; (16) Visualisasi data bencana di Indonesia, pengadaan peralatan penanggulangan bencana alam bagi propinsi baru dan pemberian bantuan bahan bangunan rumah untuk rehabilitasi rumah penduduk 17.948 KK serta pelatihan kesiapsiagaan bagi tenaga penanggulangan bencana baik di pusat dan daerah; (17) Bantuan sosial korban bencana sosial berupa bantuan tanggap darurat bagi 2.196.794 jiwa dan bantuan pemulangan/terminasi 88.426 KK/371.535 jiwa; (18) Penyempurnaan sarana pelayanan edukatif bagi 166 tempat penitipan anak (TPA) dalam rangka memberikan pelayanan sosial bagi balita terlantar dan balita yang ibunya bekerja; (19) Pengkajian dan pengembangan program bantuan sosial korban tindak kekerasan dan pekerja migran kepada instansi pemerintah pusat dan daerah serta pemberian bantuan sosial bagi korban tindak kekerasan dan pekerja migran sebanyak 4.439 orang;
31
(20) Tambahan biaya makan bagi anak dan lanjut usia terlantar serta penyandang cacat sebanyak 532.299 orang di 12.321 panti sosial milik masyarakat dan pemerintah di 30 Propinsi dan 1.710 bantuan Usaha Ekonomi Produktif (UEP); (21) Selain kegiatan-kegiatan tersebut diatas juga dilaksanakan kegiatan terobosan dengan melibatkan berbagai pihak yang peduli terhadap penanganan permasalahan kesejahteraan sosial, seperti penanganan Fakir Miskin melalui berbagai program Kelompok Usaha Bersama (KUBE) di bidang pertanian, peternakan, dan berbagai bidang usaha lainnya. Disamping itu beberapa upaya terobosan juga dilaksanakan seperti kerjasama dengan Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK) di Tangerang dan di Sukabumi melalui program Adopsi Desa Miskin (ADEM) serta pengembangan terpadu KUBE dengan Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Selain itu usaha penggemukan sapi sebagai pilot project telah dilaksanakan di beberapa daerah yaitu di Kuningan Jawa Barat, Lamongan Jawa Timur, dan Lampung Utara bekerjasama dengan pengusaha Australia dan mendapat pembinaan oeh instansi pertanian juga merupakan terobosan dalam menangani masalah kemiskinan.Di samping itu telah dilaksanakan upaya mempercepat penanggulangan permasalahan kesejahteraan sosial dengan meningkatkan peran kelembagaan sosial masyarakat, lintas sektor dan dunia usaha seperti pemberdayaan komunitas adat terpencil di Kalimantan Timur dengan Perusahaan Kalimantan Prima Coal (KPC). Pemberdayaan masyarakat di pulau Nasi, NAD, kerjasama dengan Kantor Menristek/BPPT b. Program Peningkatan Kualitas Profesionalisme Pelayanan Sosial
Manajemen
dan
Hasil yang telah dicapai sebagai berikut : (1) Penelitian dan pengembangan kesejahteraan sosial sebanyak 28 judul; (2) Pendidikan dan pelatihan tenaga kesejahteraan sosial masyarakat 420 orang TKSM dan 4.810 orang pegawai; (3) Penyusunan instrumen standarisasi pelayanan sosial; (4) Peningkatan kualitas tenaga dan lembaga pelayanan sosial melalui jenjang pendidikan kedinasan S2 dan S3 sebanyak 322 orang untuk bidang ilmu sosial, sosialogi pembangunan dan psikologi dan lainnya; (5) Pengembangan sistem informasi kesejahteraan sosial; (6) Pengembangan sistem legislasi kesejahteraan sosial sebanyak 23 naskah;
32
(7) Penyusunan perencanaan program pembangunan sosial berbasiskan kabupaten/kota termasuk pelatihan bagi petugas perencanaan di pusat maupun di daerah; (8) Sosialisasi mengenai standarisasi pelayanan sosial minimum bagi masyarakat, pemerintah daerah dan lembaga legislatif di tingkat propinsi dan kabupaten/kota; (9) Penyiapan data dan informasi yang tepat, cepat dan akurat yang dihimpun dalam sistem informasi kesejahteraan sosial; (10) Pengembangan kurikulum dan analisa kebutuhan pendidikan dan pelatihan (diklat) serta standarisasi penyelenggaraan diklat, dan peningkatan prasarana fisik; (11) Konsistensi pelaksanaan pengawasan fungsional; c. Program Pengembangan Keserasian Kebijakan Publik dalam Penanganan Masalah-Masalah Sosial Hasil yang dicapai sebagai berikut : (1) Mengadakan identifikasi, inventarisasi, dan analisa data dan informasi masalah-masalah sosial; (2) Perumusan besaran masalah-masalah sosial yang dihadapi; (3) Pengkajian dan perumusan kebijakan publik antara lain tentang diskriminasi, pelestarian nilai-nilai sosial, jaminan sosial masyarakat, peningkatan kesadaran masyarakat mengenai masalah kenakalan remaja dan perlindungan hak; (4) Studi kebijakan penanganan masalah-masalah sosial; (5) Sosialisasi dan advokasi mengenai kebijakan-kebijakan yang telah dihasilkan dalam rangka penanganan masalah-masalah sosial; (6) Merumuskan besaran masalah-masalah sosial yang dihadapi; d. Program Pengembangan Sistem Informasi MasalahMasalah Sosial Hasil yang telah dicapai sebagai berikut : (1) Perumusan dan sosialisasi sistem informasi masalah-masalah sosial; (2) Peningkatan kapasitas dan kemampuan pengelolaan serta perencanaan program; (3) Pengumpulan, pengelolaan dan penyajian data dasar masalahmasalah sosial; (4) Pengumpulan, pengelolaan dan penyajian data dasar masalahmasalah sosial;
33
e. Program Peningkatan Peran Masyarakat Dan Pemampuan Kelembagaan Pengarusutamaan Gender Hasil yang telah di capai sebagai berikut : (1) Penyelenggaraan komunikasi, informasi, edukasi dan advokasi mengenai kesetaraan dan keadilan gender; (2) Pembentukan forum kesetaraan dan keadilan gender melalui KUBE; (3) Bantuan teknis dalam upaya pengembangan sosial program pemberdayaan perempuan di daerah; (4) Pelatihan untuk kepemimpinan sosial wanita; (5) Mengintegrasikan kebijakan pembangunan pemberdayaan perempuan ke dalam berbagai kebijakan pembangunan lainnya secara terpadu di tingkat pusat dan daerah; (6) Pengkajian dan penyempurnaan hukum dan peraturan perundang-undangan yang masih diskriminatif terehadap perempuan dan tidak berkeadilan gender; (7) Pengkajian kebijakan pembangunan pemberdayaan perempun dalam rangka mencari alternatif kebijakan yang lebih efektif; (8) Penelitian dan pengembangan masalah gender sesuai dengan kondisi sosial budaya, agama dan perkembangan masyarakat;
34
BAB III PROYEKSI PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL KEDEPAN A. KONDISI UMUM 1. Proklamasi Kemerdekaan Repubik Indonesia, 17 Agustus 1945 merupakan gerakan nasional dan cerminan tekad dan komitmen nasional seluruh lapisan warga bangsa untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu kesejahteraan sosial rakyat kearah tercapainya kehidupan dan penghidupan yang lebih manusiawi, bermartabat dan berkeadlian sosial sebagaimana tertuang dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945. Permasalahan sosial makro tersebut menjadi amanat konstitusional bagi setiap warga bangsa untuk mewujudnyatakan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 2. Dalam perjalanannya, Departemen/Kementrian Sosial yang dibentuk sebagai tindak lanjut Proklamasi Kemerdekaan, dihadapkan pada permasalahan sosial aktual dalam wujud besarnya rakyat yang berada dalam kondisi miskin, terlantar, cacat dan hidup serba kekurangan dan ketidak mampuan disamping keterbatasan kemampuan para pelaksananya baik jumlah maupun kualitas profesionalisme. Permasalahan sosial itulah yang selanjutnya menjadi lingkup tugas dan tanggung jawab Departemen Sosial guna meningkatkan kemampuan perorangan, keluarga dan komunitas masyarakat agar dapat melaksanakan peran dan fungsi sosialnya secara wajar. 3. Data kuantitatif sampai dasarwarsa tahun 2000-an masih menunjukkan jumlah populasi penduduk miskin, terlantar, cacat, tuna sosial dan penyandang masalah sosial lainnya cukup besar. Berdasarkan data Pusdatin Departemen Sosial dan Badan Pusat Statistik Tahun 2003, diketahui bahwa warga masyarakat yang tercatat sebagai “fakir miskin” berjumlah sekitar 15,8 juta jiwa (kurang lebih 42 % dari jumlah populasinya orang miskin di Indonesia yang berjumlah sekitar 37,3 juta jiwa. Disamping itu, masih terdapat pula sejumlah warga masyarakat lainnya yang termasuk kategori PMKS seperti gelandangan, pengemis, bekas narapidana terlantar, anak jalanan, penyandang cacat terlantar, lansia terlantar, tuna susila, komunitas adat terpencil dan sebagainya, yang berjumlah sekitar 9,6 juta jiwa. Secara keseluruhan, jumlah warga PMKS yang membutuhkan perhatian adalah sebesar 25,4 juta jiwa. 4. Apabila permasalahan sosial tersebut tidak ditangani secara serius oleh pemerintah dan masyarakat, maka akibat langsung yang ditimbulkan dapat berupa kecemburuan sosial, kerawanan sosial, tindak kejahatan
35
dan kesenjangan sosial. Kondisi ini beresiko munculnya kelompokkelompok masyarakat yang bersikap anti sosial yang rentan dimobilisasi dan menjadi pemicu terjadinya disintegrasi sosial; yang akhirnya menjadi beban sosial masyarakat dan pemerintah serta membutuhkan biaya pembangunan yang lebih besar. Hal ini, secara potensial akan mempengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. 5. Masalah sosial dialami oleh anak, keluarga, komunitas dan masyarakat; yang mengalami hambatan fungsi sosial (disfungsi sosial), seperti hambatan fisik (kecacatan fisik, kecatatan mental), hambatan ilmu pengetahuan (kebodohan, kekurangtahuan informasi), hambatan keterampilan (tidak mempunyai keahlian yang sesuai dengan permintaan lapangan kerja modern), hambatan mental/ sosial psikologis (kurang motivasi, kurang percaya diri, depresi/ stres), hambatan budaya (mempertahankan tradisi yang kurang mendukung kemajuan sosial, tidak ada kemauan, pasrah, patah semangat), hambatan geografis (keterpencilan terhadap fasilitas pelayanan sosial dasar). Selain faktorfaktor internal yang menunjukkan hambatan fungsi sosial, berkembangnya PMKS juga disebabkan oleh faktor-faktor eksternal yang bersifat struktural seperti kebijakan publik yang belum berpihak kepada penduduk miskin, dampak sosial negatif dari pembangunan ekonomi dan ketidakadilan sosial. Hambatan fungsi sosial yang dialami PMKS mengakibatkan mereka mengalami kesulitan dalam memperoleh akses terhadap sistem pelayanan sosial dasar atau pelayanan publik lainnya, sehingga tidak dapat mencapai taraf kualitas hidup dan kesejahteraan yang memadai. 6. Kenyataan demikian menunjukkan ada sebagian warga negara yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup mereka secara mandiri karena kondisi mereka yang mengalami hambatan fungsi sosial, sehingga mengalami kesulitan dalam mengakses sistem pelayanan sosial dasar atau tidak dapat menikmati kehidupan yang layak bagi kemanusiaan. Bagi mereka tersebut diperlukan langkah-langkah perlindungan sosial (protection measures) dalam bentuk bantuan kesejahteraan sosial, baik bantuan kesejahteraan sosial yang sifatnya darurat maupun bantuan kesejahteraan sosial yang bersifat tetap/permanen serta pemberian pelayanan sosial dasar dan rehabilitasi sosial; sebagai perwujudan pelaksanaan kewajiban negara (state obligation) dalam menjamin terpenuhinya hak dasar dasar warganya yang tidak mampu, miskin atau marginal. Dalam UUD 1945 Pasal 28 H
ayat 2 dinyatakan bahwa setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakukan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. Selain itu dalam UndangUndang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, khususnya yang tertuang dalam Pasal 5 ayat (3) yang menyatakan “setiap orang
36
yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenan dengan kekhususannya”. 7. Permasalahan sosial, jika tidak ditangani secara serius dalam bentuk upaya pencegahan, rehabilitasi, pemberdayaan dan perlindungan sosial, serta pemberian bantuan dan jaminan kesejahteraan sosial; maka dampak sosial yang akan terjadi yaitu kerawanan sosial, tindak kejahatan dan dapat menjadi pemicu terjadinya disintegrasi sosial; yang akhirnya menjadi beban sosial masyarakat dan pemerintah serta membutuhkan biaya pembangunan yang lebih besar, yang secara potensial akan mempengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Dalam hal ini pelayanan kesejahteraan sosial ditujukan untuk meningkatkan fungsi sosial anak keluarga dan komunitas agar aksesibilitas terhadap pelayanan sosial dasar dapat diperoleh atau ditingkatkan, sehingga kualitas hidup dan taraf kesejahteraannya dapat semakin meningkat, yang pada akhirnya dapat mencegah depresiasi kualitas sumber daya manusia pada generasi selanjutnya 8. Seiring dengan semakin intensifnya kerjasama antar negara, baik melalui lembaga PBB maupun yang bersifat langsung antar negara, khususnya dalam kaitan dengan pembangunan sosial, telah disepakati berbagai komitmen global dan regional dalam upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat kemanusiaan setiap warga dunia. Pada saat bersamaan berkembang pula berbagai issu global seperti HAM, kependudukan, desentralisasi, debirokratisasi, civil society, kesetaraan gender, pelestarian lingkungan hidup dsb. Dinamika sosial dimaksud berdampak sangat mendasar dalam kehidupan sosial masyarakat dan menimbulkan perubahan sosial yang cepat, yang dalam banyak hal belum mampu diimbangi oleh sebagian warga masyarakat. Kondisi demikian merupakan potensi kearah tumbuh kembangnya permasalahan sosial baru ditanah air seperti semakin maraknya peredaran obat terlarang / Napza, tindak kekerasan dan berbagai tindak exploitasi kenakalan anak, keretakan keluarga dsb disamping permasalahan sosial lainnya seperti kemiskinan, keterlantaran, kecacatan dsb. 9. Demikian juga seiring dengan lajunya kegiatan pembangunan nasional sejak tahun 1969 dan juga kenyataan kemajemukan latar belakang kehidupan sosial budaya dan sosial ekonomi masyarakat, disamping hasil positif yang dicapai, ternyata membawa pula berbagai dampak negatif dalam wujud tumbuh kembangnya permasalahan sosial baru seperti disintegrasi sosial, erosi sistem nilai dasar kesejahteraan sosial, diskriminasi sosial, kesenjangan sosial dsb yang berkaitan dengan upaya untuk menjaga keutuhan NKRI yang dikenal sebagai masalah sosial kemasyarakatan (sosietal).
37
10. Sementara itu perubahan sistem dan mekanisme penyelenggaraan pemerintahan sebagaimana tertuang dalam UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah berikut peraturan pelaksanaannya, yang memberikan peran kepada daerah, khususnya Kabupaten/ Kota sebagai pemegang hak dan kewajiban penyelenggaraan pemerintahan didaerahnya , telah merubah peran , posisi, dan fungsi aparat pemerintah pusat sebatas perumus kebijakan publik, pelaksanaan bimbingan teknis, standarisasi dan akreditasi, khususnya terhadap tugas pokok yang sudah didesentralisasikan ke daerah. 11. Perubahan paradigma penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan dengan pemberian peran kepada masyarakat termasuk LSM, yang dicanangkan beberapa tahun terakhir, juga berlaku terhadap pembangunan kesejahteraan sosial dengan memberikan peran dan posisi strategis kepada masyarakat termasuk organisasi sosial / LSM usaha kesejahteraan sosial. Untuk itu wacana untuk menumbuh kembangkan civil society atau masyarakat madani sebagai wahana bagi aktualisasi hak dan kewajiban sosial individu, keluarga dan masyarakat menjadi penting dan mendesak untuk diwujud nyatakan. 12. Tantangan lainnya dalam keadaan penanganan masalah kesejahteraan sosial dihadapkan pada keterbatasan sumber-sumber pembangunan, maka kondisi kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat perlu didukung dengan peran aktif, kepedulian dan kemampuan masyarakat dalam pelayanan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan dalam situasi dan iklim yang konstruktif, sehingga dapat memberi rasa aman bagi kehidupan masyarakat dan ketahanan sosial masyarakat dapat dipertahankan. Paradigma pembangunan yang mengedepankan peran aktif masyarakat perlu dijabarkan dengan menggali, mempertahankan dan mengembangkan modal sosial (social capital). Nilai-nilai budaya yang dapat merekat persatuan dan kesatuan, kesetiakawanan sosial, gotong royong, harus dioptimalkan sebagai modal dasar menciptakan ketahanan sosial masyarakat. 13. Lingkungan strategis pembangunan kesejahteraan sosial telah berubah seiring dengan pemberlakuan otonomi daerah, baik hal-hal yang berkaitan dengan struktur maupun fungsi kelembagaan pusat dan daerah. Karena itu, reposisi sektor kesejahteraan sosial dan reformasi paradigma serta strategi pembangunan kesejahteraan sosial harus merupakan komitmen bersama antara pusat dengan daerah. Pemahaman yang beragam antara pusat dengan daerah tentang kebijakan, strategi penanganan, penggalian sumber, penetapan kelembagaan, penjabaran program, pengembangan jaringan kerja, pengembangan SDM, dan dimensi-dimensi strategis lainnya; menunjukkan perlunya penataan kembali Sistem Pembangunan Kesejahteraan Sosial Nasional.
38
14. Dalam era otonomi daerah, pelaksanaan program pembangunan kesejahteraan sosial lebih bernuansa pada pendekatan partisipatif yang melibatkan masyarakat, dunia usaha dan pemerintah daerah. Implikasinya adalah bahwa kebijakan, strategi dan program pembangunan kesejahteraan sosial yang bertumpu pada pemberdayaan potensi lokal atau regional menjadi fokus pembangunan kesejahteraan sosial pada masa yang akan datang, dengan tetap berada dalam kerangka kesatuan pembangunan nasional. 15. Pertumbuhan, mobilitas serta kualitas penduduk baik pada tataran global, regional maupun nasional kedepan akan menjadi faktor pendorong bagi tumbuh kembangnya berbagai permasalahan sosial dan kemanusiaan. Kondisi demikian juga akan dihadapi oleh bangsa Indonesia seiring dengan kecenderungan pertumbuhan kualitas, populasi dan struktur penduduk dalam wujud antara lain kenyataan adanya sebagian warga bangsa yang hidup dalam kondisi miskin berikut permasalahan sosial yang menyertai seperti keterlantaran anak, kecacatan, tindak kekerasan, meningkatnya populasi lanjut usia yang berbarengan dengan semakin beratnya beban keluarga, disamping kualitas penduduk sebagai sumber daya yang tidak memiliki daya saing dalam era pasar terbuka. 16. Kondisi geografis negara Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau dan perbatasan dengan beberapa negara tetangga serta sarana komunikasi transportasi yang masih terbatas telah menyebabkan kenyataan adanya daerah dan komunitas masyarakat yang hidup dalam suasana keterpencilan, keterasingan dan ketertinggalan. Hal demikian perlu disikapi secara bijaksana kearah terwujudnya integrasi sosial dalam wadah NKRI. B. ANALISIS Dengan memperhatikan kecenderungan perkembangan kondisi umum dimaksud serta potensi dan sumber daya sosial yang dimiliki sampai saat ini dan dikaitkan dengan harapan untuk terwujudnya citra pembangunan kesejahteraan sosial kedepan kiranya perlu diperhatikan hal-hal pokok sebagai berikut : 1. Seiring dengan tumbuh kembangnya berbagai permasalahan sosial strategis pada era tahun 2001-2004 , seperti permasalahan kemiskinan dan juga disintegrasi sosial yang dihadapi oleh sebagian (besar) warga bangsa diberbagai wilayah tanah air , posisi dan peran pembangunan kesejahteraan sosial dalam penanganan permasalahan sosial bangsa dirasakan semakin meningkat. Melalui pendekatan kemanusiaan dan
39
kesejahteraan (prosperty approach), peran dan posisi pembangunan kesejahteraan sosial telah berkembang menjadi salah satu faktor dominan dalam menilai keberhasilan pembangunan nasional seiring dengan pendekatan keamanan (security approach). 2. Jika memperhatikan pengalaman negara-negara lain, maka negara Indonesia nampaknya belum dapat mewujudkan sistem kesejahteraan sosial yang dikelola penuh oleh pemerintah (welfare state) yang memungkinkan pelayanan kesejahteraan sosial merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam sistem jaminan sosial nasional. Keterbatasan sumber daya pembangunan dan sistem kelembagaan jaminan sosial yang sudah cenderung sektoral, turut mempersulit terwujudnya welfare state. Negara-negara yang sudah welfare state yang bertumpu pada redistribusi pendapatan negara melalui sistem pengelolaan pajak yang disalurkan melalui sistem jaminan sosial nasional. Oleh karena itu, sistem pembangunan sosial yang bertumpu pada welfare state merupakan hal yang sulit diterapkan di Indonesia. Di lain pihak, jika urusan pelayanan kesejahteraan sosial dilimpahkan seluruhnya kepada masyarakat, maka terjadi pengabaian pelaksanaan kewajiban negara kepada masyarakat dalam memenuhi hak atas pemenuhan kebutuhan dasar warga yang miskin dan tidak mampu. Oleh karena itu, kombinasi dari welfare state dan welfare society nampaknya merupakan alternatif pada masa sekarang. Untuk itu pada pemerintahan pusat dan daerah diperlukan kelembagaan (kementrian dan dinas) yang memiliki kewenangan dalam membuat peraturan dan perundang-undangan, menentukan kebijakan, memfasilitasi pelayanan dan peran aktif masyarakat, serta meningkatkan kualitas manajemen pelayanan kesejahteraan sosial. 3. Nilai dasar kesejahteraan sosial kesetiakawanan sosial nasional, nilai kegotong-royongan, nilai kebersamaan dalam perkembangannya akhirakhir ini telah dipandang sebagai salah satu komponen strategis dalam penyelesaian persoalan bangsa dan perlu terus ditumbuh kembangkan sesuai dengan permasalahan aktual yang dihadapi. 4. Pembangunan kesejahteraan sosial yang diarahkan pada upaya untuk meningkatkan taraf kesejahteraan sosial individu , keluarga dan komunitas masyarakat yang berada dalam kondisi rentan dan tidak mampu, memiliki posisi strategis dalam upaya bangsa untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat sesuai harkat dan martabat kemanusiaan dan sekaligus berperan sebagai piranti untuk mewujudkan kesejahteraan yang berkeadilan sosial dengan menjunjung tinggi prinsip HAM. 5. Demikian juga strategi pembangunan kesejahteraan sosial yang diarahkan pada upaya pengorganisasian sosial pada tingkat bawah melalui peningkatan kemampuan organisasi sosial, LSM usaha
40
kesejahteraan sosial, tenaga kesejahteraan sosial dipandang sangat sejalan dengan komitmen politik pemerintah untuk memberdayakan masyarakat dalam penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan dan kemitraan dengan dunia usaha. 6. Persepsi tentang pembangunan kesejahteraan sosial sebagai program dan kegiatan yang hanya berkaitan dengan kegagalan pelaksanaan program sektor lain merupakan kendala dan hambatan yang harus dihadapi kearah tercapainya kesetaraan antar sektor pembangunan. 7. Perumusan kerangka konseptual pembangunan kesejahteraan sosial yang belum mampu secara jelas dan tegas menunjukkan kekhususan pendekatan pekerjaan sosial dirasakan sebagai kondisi yang perlu memperoleh perhatian dan tindak lanjut secara terencana dan berkelanjutan. 8. Perubahan paradigma penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan sebagaimana tertuang dalam UU 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang mengakibatkan perubahan secara mendasar dalam sistem dan mekanisme pembangunan kesejahteraan sosial secara nyata telah menimbulkan kendala baik teknis maupun administratif manajemen pembangunan kesejahteraan sosial dalam wujud terjadinya inkonsistensi antara perumusan kebijakan dengan implementasi / operasionalisasinya pada tataran operasional. 9. Sementara itu komitmen global, regional dan nasional tentang pembangunan sosial merupakan peluang dan potensi yang harus dimanfaatkan dalam upaya peningkatan pembangunan kesejahteraan sosial kedepan, Berdasarkan kondisi umum dan kecenderungan situasi yang akan dihadapi dalam kurun waktu 5 tahun kemudian selanjutnya dapat diidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi dalam lingkungan internal dan eksternal pembangunan kesejahteraan sosial sebagai berikut : 1. Lingkungan internal a. Kelemahan -
Permasalahan sosial baik permasalahan sosial konvensional maupun kontemporer yang terus meningkat secara cepat masih belum sebanding dengan dukungan anggaran pembangunan kesejahteraan sosial dalam kurun waktu 2001-2004;
41
-
Jumlah dan kualitas/profesionalitas Sumber Daya Manusia khususnya untuk Tenaga di lapangan masih belum proporsional/memadai dibandingkan dengan beban tugas yang harus dilaksanakan.
-
Koordinasi,
-
Data hasil pelaksanan program/kegiatan belum dapat ”terekam”
komunikasi dan informasi Pusat dan Daerah khususnya Pusat dengan Kabupaten/Kota maupun Propinsi dengan Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial masih lemah.
secara baik dan akses memperoleh informasi yang berkaitan dengan keberadaan, persebaran permasalahan kesejahteraan sosial serta kemampuan potensi dan sumber kesejahteraan sosial juga masih terbatas.
b. Kekuatan -
Tersedianya berbagai peraturan perundang-undangan di bidang kesejahteraan sosial yang mengamanatkan pentingnya pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial sangat lengkap dan jelas.
-
Tersedianya sarana dan prasarana yang baik dan memadahi dalam memberikan pelayanan kesejahteraan sosial
-
Adanya motivasi dan komitmen yang tinggi dari SDM Aparatur maupun masyarakat dalam mendukung percepatan penanganan masalah kesejahteraan sosial.
-
Tersusunnya visi, misi, kebijakan, strategi dan program/kegiatan secara jelas sebagai acuan dasar dalam pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial.
-
Tersedianya pedoman program/kegiatan.
-
Terbuktinya kesempatan untuk publikasi dan penyebarluasan informasi program-program pembangunan kesejahteraan sosial.
dan
petunjuk
teknis
pelaksanaan
42
2. Lingkungan eksternal a. Tantangan
b.
-
Permasalahan kesejahteraan sosial semakin variatif dan sulit dicegah, dikendalikan dan diatasi dengan pendekatan konvesional dan charity.
-
Rendahnya komitmen sebagian pemerintah daerah terhadap pembangunan kesejahteraan sosial yang tercermin dari kelembagaan/organisasi pemerintah daerah yang bertanggung jawab di bidang kesejahteraan sosial terutama ditingkat Kabupaten/Kota yang sangat variatif dan kecilnya dukungan APBD; disamping juga terjadinya alih fungsi berbagai lembaga pelayanan sosial yang dibangun sebelumnya.
-
Keterpaduan lintas sektor/program dan jejaring kerja dalam
-
Peningkatan
pelaksanaan program/kegiatan khususnya dalam menangani permasalahan kesejahteraan sosial dan merespon maupun mengatisipasi perubahan issue strategis diberbagai lokalitas masih belum optimal. dan pendayagunaan potensi dan sumber kesejahteraan sosial/ Infrastruktur Sosial dalam mendukung percepatan penanganan permasalahan kesejahteraan sosial secara berkelanjutan masih belum optimal
Peluang -
Komitmen global dan regional tentang pembangunan sosial yang
-
Adanya ”political will” dari pemerintah khususnya Pemerintah Pusat akan arti penting dan strategisnya pembangunan kesejahteraan sosial dan kesadaran akan resiko yang akan timbul apabila permasalahan kesejahteraan sosial tidak segera ditangani.
sekaligus mendorong pemerintah dan menindaklanjuti dengan program aksi.
masyarakat
untuk
C. PARADIGMA PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL KEDEPAN Perubahan konfigurasi permasalahan sosial dimaksud dan yang secara bersamaan telah terjadi pula perubahan issu-issu global dan komitmen nasional, perlu disikapi dengan perubahan paradigmatik pembangunan kesejahteraan sosial kedepan secara mendasar yang sekaligus memberikan
43
kejelasan tentang peran, posisi dan kontribusi dan sasaran program pembangunan kesejahteraan sosial kedepan sebagai berikut : 1. Lingkup cakupan pembangunan kesejahteraan sosial ke depan akan tetap mencakup permasalahan sosial dan potensi dan sumber kesejahteraan sosial (modal sosial): a.
Permasalahan sosial
(1) Kemiskinan, meliputi kelompok warga yang menyandang ketidakmampuan sosial ekonomi atau warga yang rentan menjadi miskin seperti: (1) keluarga fakir miskin; dan (2) keluarga rawan sosial ekonomi. (2) Keterlantaran, meliputi warga masyarakat yang karena sesuatu hal mengalami keterlantaran fisik, mental dan sosial, seperti: (1) balita terlantar, (2) anak dan remaja terlantar, termasuk anak jalanan dan pekerja anak, (3) orang dewasa terlantar, (4) keluarga bermasalah sosial psikologis, dan (5) lansia terlantar. (3) Kecacatan, meliputi warga masyarakat yang mengalami kecacatan fisik dan mental sehingga terganggu fungsi sosialnya, seperti: (1) cacat veteran, (2) cacat tubuh, (3) cacat mental (retardasi, cacat mental psychotik), (3) tuna netra, (4) tuna rungu wicara dan (5) cacat bekas penderita penyakit kronis. (4) Ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku, meliputi warga masyarakat yang mengalami gangguan fungsi-fungsi sosialnya akibat ketidakmampuannya mengadakan penyesuaian (social adjusment) secara normatif, seperti: (1) tuna susila, (2) anak konflik dengan hukum/ nakal, (3) bekas narapidana, (4) korban narkotika, (5) gelandangan; (6) pengemis dan (7) korban HIV/AIDS dan (8) eks penyakit kronis terlantar. (5) Keterasingan/ keterpencilan dan atau berada dalam lingkungan yang buruk, meliputi warga masyarakat yang berdomisili di daerah yang sulit terjangkau, atau terpencar-pencar, atau berpindah-pindah, yang lazim disebut Komunitas Adat Terpencil. (6) Korban Bencana, meliputi warga masyarakat yang mengalami musibah atau bencana, seperti: (1) korban bencana alam, dan (2) korban bencana sosial yang disebabkan oleh konflik sosial dan kemajemukan latar belakang sosial budaya. (7) Kekumuhan, meliputi warga masyarakat yang berdomisili di lingkungan kumuh (slum area). (8) Korban Tindak Kekerasan, Eksploitasi dan Diskriminatif, meliputi warga masyarakat yang mengalami tindak kekerasan, seperti: (1) anak yang dilacurkan, diperdagangkan dan bekerja dalam situasi terburuk (2) wanita korban tindak kekerasan, (3) Lanjut Usia korban tindak kekerasan; (4) pekerja migran korban tindak kekerasan, eksploitasi dan diskriminatif.
44
(9) Kerentanan sosial, meliputi individu, keluarga dan warga masyarakat yang berpotensi menjadi penyandang masalah kesejahteraan sosial. b. Potensi dan sumber kesejahteraan sosial (1) nilai kepahlawanan, kejuangan, dan keperintisan/ (2) nilai kesetiakawanan sosial (3) peran organisasi sosial (orsos, karang taruna/organisasi kepemudaan, organisasi kewanitaan, organisasi keagamaan, organisasi lokal) (4) Kesukarelaan (TKSM) (5) Tanggungjawab sosial dunia usaha (Corporate Social Responsibbility) (6) Pendayagunaan modal sosial (jaringan sosial, kearifan budaya, pranata sosial) Disamping itu secara bersamaan dan proposional perlu juga diberikan perhatian khusus terhadap permasalahan sosial kemasyarakatan yang dapat menimbulkan dampak baik positif maupun negatif terhadap upaya untuk menjaga keutuhan NKRI. Pada sisi lainnya upaya untuk meningkatkan kesadaran sosial , tanggung jawab sosial dan kemampuan masyarakat untuk berperan serta dalam kegiatan pembangunan melalui upaya pemberdayaan infra struktur kesejahteraan sosial sebagai mitra pemerintah dalam pembangunan kesejahteraan sosial akan terus ditingkat kembangkan. Pembangunan kesejahteraan sosial di Indonesia masih dihadapkan kepada upaya peningkatan fungsi-fungsi sosial penyandang masalah kesejahteraan sosial melalui pendekatan dan intervensi profesi pekerjaan sosial, sehingga PMKS yang ada ditingkatkan fungsi sosialnya agar mampu akses terhadap pelayanan sosial dasar. Dalam hal ini, bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial, persoalannya tidak terpenuhinya pelayanan sosial dasar seperti kesehatan, pendidikan, sandang, pangan, papan, dan kebutuhan dasar lainnya. Dengan demikian pemenuhan kebutuhan dasar bagi PMKS membutuhkan pengelolaan tersendiri, karena jangkauan dan populasi sasaran yang luas dan membutuhkan koordinasi dalam pelayanan pemenuhan kebutuhan dasar. Pada periode 1999 –2004, masalah sosial strategis yang ditetapkan adalah kemiskinan, kecacatan, ketunaan sosial, keterlantaran, dan korban bencana. Memperhatikan kecenderungan perkembangan masalah sosial, untuk periode 2005-2009, masalah sosial strategis meliputi : kemiskinan, keterlantaran dan kecacatan, penyimpangan perilaku, keterpencilan/ ketertinggalan/ keterasingan, dan korban tindak kekerasan.
45
2. Posisi peran dan kontribusi pembangunan kesejahteraan sosial dalam pembangunan jangka menengah: a. Departemen Sosial mempunyai tanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan melalui pelayanan sosial dasar bagi masyarakat yang mengalami masalah sosial, rentan dan miskin. Selain itu adanya komunitas yang menjadi objek pengaturan, baik komunitas penyandang masalah kesejahteraan sosial, maupun komunitas sebagai potensi dan sumber kesejahteraan sosial untuk terlibat aktif dalam penanganan masalah sosial. Kebutuhan pengembangan potensi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat, seperti kesetiakawanan sosial, kegotong royongan, keswadayaan masyarakat dan kelembagan-kelembagaan sosial / organisasi sosial, perlu diperkuat dan difasilitasi oleh pemerintah melalui Departemen Sosial dan instansi sosial di daerah, agar ketahanan sosial masyarakat tetap terpelihara. Pada sisi lain keberadaan institusi sosial, dinas sosial/ dinas kesejahteraan sosial, Orsos/ LSM di bidang kesejahteraan sosial, panti-panti sosial yang berada dalam kewenangan pemerintah pusat, pemerintah daerah dan swasta membutuhkan peningkatan kapasitas, standarisasi dan suatu saat nanti perlu diakreditasi, sehingga profesionalisme pelayanan kesejahteraan sosial dapat ditingkatkan. b. Kewajiban negara dalam pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial adalah : 1. Menyediakan sarana dan prasarana pelayanan kesos 2. Mempromosikan pelayanan kesejahteraan sosial bagi PMKS 3. Mendorong keluarga dan masyarakat agar dapat melaksanakan tanggungjawab sosial untuk peningkatan taraf kesos 4. Memenuhi kebutuhan dasar 5. Melindungi kelompok rentan anak dan perempuan 6. Mensubsidi / memberi bantuan / memberi asistensi 7. Mengambil semua langkah legislasi 8. Menetapkan kebijakan nasional dan regional 9. Menetapkan standar pelayanan minimal, akreditasi dan sertifikasi pelayanan kesos 10. Meningkatkan kerjasama 11. Mengambil langkah yang layak untuk menjamin terpeliharanya taraf kesejahteraan sosial 12. Mengawasi penyelenggaraan pelayanan kesejahteraan sosial 13. Memelihara dan mengembangkan kearifan lokal 14. Menyusun “Grand Strategy” Pembangunan kesejahteraan sosial sebagai masukan bagi pembangunan sektor/ bidang lain
46
15. Mendorong dan memberikan inspirasi kepada Kab/ Kota , masyarakat termasuk LSM, UKS dan dunia usaha dalam pembangunan kesejahteraan sosial. c.
Amanat konstitusi tentang pemberdayaan dan jaminan sosial Sasaran pembangunan kesejahteraan sosial yang bertumpu pada pemberdayaan masyarakat, adalah individu, keluarga dan komunitas memungkinkan untuk melakukan tindakan/ aksi dalam meningkatkan kualitas hidup dan kemaslahatannya (quality of life and wellbeing). Oleh karena itu, penggunaan strategi pemberdayaan masyarakat dalam program pembangunan kesejahteraan sosial mempunyai implikasi agar setiap kegiatan yang diciptakan bertumpu pada proses yang sifatnya partisipatif (terakomodasinya aspirasi, terbuka pilihanpilihan dan terlibatnya semua komponen masyarakat/stakeholders). Walaupun demikian, pemenuhan seluruh kebutuhan masyarakat untuk peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan sosial tidak dapat sepenuhnya dibebankan kepada masyarakat. Pemenuhan kebutuhan dasar (terutama pendidikan dasar, pelayanan kesehatan dasar dan pelayanan kesejahteraan sosial) selayaknya merupakan kewajiban pemerintah; karena masyarakat juga telah dibebankan membayar pajak baik secara individu maupun melalui korporasi tempat bekerja. Pada kenyataannya, pada masyarakat mana pun, selalu ada yang individu keluarga, kelompok atau komunitas yang miskin, rentan atau mengalami masalah sosial karena memiliki hambatan fungsi sosial (disfungsi fisik, mental, sosial budaya, psikologis, ekonomi, geografis), yang pada akhirnya harus diatasi melalui program-program pembangunan yang ditujukan kepada warga masyarakat yang dikategorikan kurang beruntung tersebut, termasuk PMKS yang sudah dikenal selama ini. Oleh karena itu, diberbagai negara telah dikenal skema/ kebijakan publik formal (formal public schemes) yang dikelola oleh pemerintah yang mencakup Kebijakan Subsidi Konsumen (consumers subsidies) dan Jaminan Sosial (social security). Kebijakan subsidi saat ini yang sedang berjalan dalam bentuk program kompensasi BBM. Adapun sistem jaminan sosial mencakup program asuransi sosial (social insurance) dan bantuan sosial (social assistance). Kegiatan ‘bantuan sosial’ ini sudah banyak dilakukan oleh Departemen Sosial, walaupun ‘bantuan sosial’ yang dimaksud masih sifatnya charity. Adapun asurasi sosial, sudah diujicobakan dalam bentuk program Asuransi Kesejahteraan Sosial. Semua pembiayaan tersebut didanai dari redistribusi pendapatan negara, melalui skema APBN / APBD.
47
Diantara proses pemberdayaan dan sistem jaminan sosial, terdapat strategi peningkatan inklusi sosial, yang dapat diartikan kemampuan untuk aksesibilitas terhadap sumber pelayanan sosial. Dalam pekerjaan sosial, peran pekerja sosial menjadi Pemungkin (enabler) ditujukan dalam rangka peningkatan inklusi sosial. Pemberdayaan sosial, inklusi sosial dan jaminan sosial, merupakan dimensi-dimensi pembangunan sosial (dalam pengertian terbatas menjadi dimensi pembangunan kesejahteraan sosial) dalam rangka membantu masyarakat secara lebih adil, efisien dan berkelanjutan (help make societies more equitable, efficient and sustainable). Peran dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat secara proporsional dan jelas posisinya, akan menghasilkan sistem perlindungan sosial (social protection) sebagai basis dalam pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) . Untuk membuat agar pembangunan kesejahteraan sosial dapat berkelanjutan, maka 3 (tiga) persyaratan utama, yaitu : 1. Pembangunan kesejahteraan sosial harus responsif (social responsive) terhadap kebutuhan dan aspirasi masyarakat miskin dan kelompok rentan Tindakan: - Tidak masa bodoh terhadap permasalahan yang dialami penduduk miskin - Reaksi cepat terhadap gejala degradasi, habisnya sumber daya dan bencana sosial, karena penduduk miskin paling menderita - Deteksi dini terhadap permasalahan yang berkembang di masyarakat - Membangun kelembagaan yang efektif dalam pemberdayaan, jaminan dan inklusi sosial. 2. Pembangunan kesejahteraan sosial harus dapat diandalkan (social reliable) yang ditunjukkan oleh penyelenggaraan yang efisien dari apa yang diharapkan dengan dibangunnya modal sosial. Tindakan: - Community-driven development - Akuntabilitas sosial dan lingkungan - Pendekatan terpadu untuk analisis sosial dan lingkungan - Kelembagaan yang efektif dan bertanggungjawab (akuntabilitas publik) 3. Pembangunan kesejahteraan sosial harus melahirkan masyarakat yang mempunyai ketahanan sosial (social resilient) terhadap
48
situasi yang berisiko, goncangan (schocks), tekanan sosial budaya, ekonomi dan politik.
darurat, krisis,
Tindakan: - Pendekatan terpadu untuk analisis sosial, ekonomi, lingkungan dan pemecahan masalah (termasuk pengembangan indikator sosial). - Manajemen resiko sosial (termasuk manajemen konflik)
49
BAB IV ARAH KEBIJAKAN DAN PROGRAM A. TUJUAN Tujuan pembangunan kesejahteraan sosial yang akan dicapai dalam periode 2004-2009 adalah: 1. Meningkatkan aksesibilitas penyandang masalah kesejahteraan sosial terhadap pelayanan sosial dasar 2. Meningkatkan kualitas hidup penyandang masalah kesejahteraan sosial sesuai harkat dan martabat kemanusiaan 3. Meningkatkan kemampuan dan kepedulian sosial masyarakat dalam pelayanan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan. 4. Meningkatkan ketahanan sosial individu, keluarga dan komunitas masyarakat dalam mencegah dan menangani permasalahan kesejahteraan sosial. 5. Meningkatkan kualitas manajemen pelayanan kesejahteraan sosial 6. Meningkatkan kesadaran dan wawasan kesejahteraan sosial dalam perumusan kebijakan publik. B. ARAH KEBIJAKAN Untuk mencapai tujuan tersebut ditetapkan arah kebijakan pembangunan kesejahteraan sosial adalah: 1. Peningkatan kualitas hidup dan akses seluas-luasnya bagi PMKS terhadap pelayanan sosial dasar, fasilitas pelayanan publik, dan jaminan kesejahteraan sosial 2. Peningkatan prakarsa dan peran aktif masyarakat termasuk masyarakat mampu, dunia usaha perguruan tinggi, dan Orsos/LSM dalam penyelenggaraan pembangunan kesejahteraan sosial secara terpadu dan berkelanjutan. 3. Penguatan ketahanan sosial masyarakat berlandaskan prinsip kemitraan dan nilai-nilai sosial budaya bangsa. 4. Pengembangan sistem perlindungan sosial nasional 5. Peningkatan kualitas manajemen pelayanan kesejahteraan sosial dalam mendayagunakan sumber-sumber kesejahteraan sosial. C. STRATEGI Strategi pokokyang digunakan dalam mencapai tujuan pembangunan kesejahteraan sosial sampai tahun 2009 adalah: 1. Pemberdayaan, mengandung adanya partisipasi seluruh sasaran pelayanan dan komunitas sekitarnya serta masyarakat umumnya; adanya pendelegasian wewenang kepada daerah dalam menyusun
50
rencana, melaksanakan dan mengendalikan program pembangunan kesejahteraan sosial; adanya peningkatan kemampuan sasaran pelayanan; serta aktualisasi peran-peran kelembagaan sosial masyarakat dan swasta dalam mengkoordinasikan pelaksanaan program pembangunan kesejahteraan sosial bersama-sama pemerintah. Strategi pemberdayaan digunakan dalam pelaksanaan program pembangunan kesejahteraan sosial dilaksanakan karena potensi dan sumber kesejahteraan sosial yang tersedia belum didayagunakan secara optimal. Pemberdayaan dapat dilakukan dengan menggali kemampuan sasaran pelayanan, mendayagunakan potensi dan sumber yang tersedia di masyarakat dengan memberikan pelatihan ketrampilan, pendampingan dan bimbingan sosial serta pengembangan usaha ekonomi produktif. 2. Kemitraan, mengandung makna adanya kerjasama, kesetaraan, kebersamaan, kepedulian dan jaringan kerja yang menumbuhkembangkan kemanfaatan timbal balik antara pihak-pihak yang bermitra dalam penyelenggaraan program pembangunan kesejahteraan sosial, yang meliputi lembaga-lembaga pelayanan kesejahteraan sosial, Pemerintah Daerah, Departemen Sosial, instansi sosial/ dinas sosial/ dinas yang terkait di daerah, Departemen atau dinas yang terkait, Organisasi Sosial/ Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)/ Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat (LPSM), Dunia Usaha, Tokoh Masyarakat/ Tokoh Adat dan masyarakat pada umumnya. Kemitraan dilaksanakan karena adanya kesamaan visi dan misi dalam penyelenggaraan program pembangunan kesejahteraan sosial, sehingga potensi dan sumber sosial yang tersedia dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kegiatan pembangunan kesejahteraan sosial. Kemitraan dapat dilaksanakan melalui pembentukan jaringan kerja usaha kesejahteraan sosial yang memiliki hubungan fungsional satu sama lain. 3. Pengembangan Budaya Kewirausahaan, mengandung makna adanya sikap mental untuk mau maju semaksimal mungkin dalam melakukan usaha ekonomi produktif berdasarkan potensi dan kreativitas yang dimiliki. Pentingnya strategi kewirausahaan untuk mengantisipasi dampak negatif dari bantuan sosial kepada penyandang masalah kesejahteraan sosial agar tidak memiliki ketergantungan terus menerus atau menyadari bahwa bantuan yang diterima merupakan stimulan untuk modal usaha untuk selanjutnya harus mampu dikembangkan atas dasar kekuatan sendiri atau potensi kelompok usaha bersama. Kewirausahaan dilaksanakan melalui kegiatan bimbingan sosial, motivasi, pelatihan kewirausahaan, magang kerja, dan peningkatan akses terhadap sumber-sumber sosial.
51
4. Advokasi Sosial, yang mengandung makna adanya upaya memberikan pendamping, perlindungan dan pembelaan terhadap hak-hak para penyandang masalah kesejahteraan sosial yang dilanggar oleh pihak lain agar dapat mendapatkan haknya kembali. 5. Penguatan Kapasitas SDM dan Kelembagaan, mengandung makna peningkatan profesionalisme dan kinerja pelaku program pembangunan kesejahteraan sosial termasuk aparatur pemerintah di tingkat pusat dan daerah, masyarakat/ organisasi sosial/ dunia usaha serta penerima pelayanan, untuk mencegah dan mengatasi masalah kesejahteraan sosial yang ada serta merealisasikan aspirasi dan harapan dalam peningkatan kualitas hidupnya. Pentingnya strategi penguatan kapasitas SDM dan kelembagaan agar dalam pelaksanaan program pembangunan kesejahteraan sosial dapat dilaksanakan dengan profesional sesuai dengan prinsip-prinsip akuntabilitas, efisiensi, efektivitas dan kesinambungan program. Penguatan kapasitas SDM dan kelembagaan dilaksanakan melalui kegiatan pedidikan, pelatihan, magang kerja, bimbingan teknis, asistensi sosial, studi banding, dan penyebarluasan kebijakan teknis serta pedoman-pedoman yang mendukung pencapaian tujuan programprogram bantuan dan jaminan sosial. D. POKOK-POKOK PROGRAM Program-program indikatif yang akan dilaksanakan dalam kurun waktu 2005-2009 adalah : 1. Program Pelayanan dan Rehabilitasi Kesejahteraan Sosial Tujuan Program Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial adalah: (1) meningkatkan keserasian kebijakan publik, pengkajian strategi dan pelaksanaan program pelayanan dan rehabilitasi sosial; dan (2) memulihkan fungsi sosial bagi penyandang cacat, tuna sosial, korban penyalahguna NAPZA, serta memberikan pelayanan sosial bagi lanjut usia terlantar dan anak yang membutuhkan perlindungan khusus untuk kelangsungan hidup dan tumbuhkembangnya. Komponen Program Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial dilaksanakan melalui kegiatan pokok: (1) menyusun kebijakan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi PMKS; (2) meningkatkan kualitas pelayanan, sarana dan prasarana rehabilitasi kesejahteraan sosial bagi PMKS; (3) meningkatkan pembinaan, pelayanan dan perlindungan sosial dan hukum bagi anak terlantar, lanjut usia, penyandang cacat, dan tuna sosial; (4) menyelenggarakan pelatihan keterampilan dan praktek belajar kerja bagi PMKS; (5) memberikan pelayanan psikososial dan membangun pusat pelayanan krisis (trauma center) bagi PMKS; (6)
52
melakukan komunikasi, informasi dan edukasi mengenai anti eksploitasi, kekerasan, perdagangan perempuan dan anak, reintegrasi eks-PMKS, dan penyelahgunaan NAPZA. 2.
Program Bantuan dan Jaminan Kesejahteraan Sosial Tujuan program adalah: (1) meningkatkan keserasian kebijakan publik, pengkajian strategi dan pelaksanaan program bantuan dan jaminan sosial; (2) terpenuhinya hak atas kebutuhan dasar, peningkatan kemampuan dan keberdayaan penyandang masalah kesejahteraan sosial dan (3) terselenggaranya jaminan sosial untuk mempertahankan kualitas hidup dan taraf kesejahteraan sosial bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial. Komponen Program Jaminan Kesejahteraan Sosial dilaksanakan melalui kegiatan pokok: (1) menyusun berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan bantuan dan jaminan kesejahteraan sosial; (2) menyediakan bantuan dasar pangan, sandang, papan, dan fasilitas bantuan tanggap darurat dan bantuan pemulangan/ terminasi, serta stimulan bahan bangunan rumah bagi korban bencana alam, bencana sosial dan PMKS lainnya; (3) memberikan bantuan bagi daerah penerima eks-korban kerusuhan dan pekerja migran bermasalah, (4) memberikan bantuan bagi korban tindak kekerasan; (5) menyelenggarakan bantuan kesejahteraan sosial permanen bagi PMKS yang tidak memiliki kemampuan produktif lagi; dan (6) memberikan asurasi kesejahteraan sosial bagi fakir miskin, kelompok rentan dan PMKS lainnya.
3. Program Pemberdayaan Fakir Miskin, Komunitas Adat Terpencil dan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial Lainnya Tujuan program ini untuk meningkatkan kemampuan, keberdayaan sosial dan kualitas hidup keluarga, fakir miskin, komunitas adat terpencil dan penyandang masalah kesejahteraan sosial lainnya. Kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain meliputi : (1) melakukan pemberdayaan sosial keluarga, fakir miskin, KAT dan PMKS lainnya melalui peningkatan Usaha Ekonomi Produktif (UEP) dan Usaha Kesejahteraan Sosial (UKS) melalui Kelompok Usaha Bersama (KUBE); (2) memberikan santunan hidup dan akses jaminan kesejahteraan sosial; (3) melakukan rehabilitasi rumah tidak layak huni dan menata sarana lingkungan pada pemukiman kumuh; (4) meningkatkan akses permodalan melalui pendirian Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di setiap desa miskin dan terpencil; (5)
53
membangun kerjasama kemitraan antara pengusaha dengan kelompok usaha bersama (KUBE) dan LKM; (6) melakukan kerjasama dengan perguruan tinggi dalam penerapan teknologi tepat guna KUBE PMKS; (6) memberdayakan KAT secara bertahap dan berkesinambungan; (8) mengembangkan manajemen sistem informasi kemiskinan; (9) melaksanakan pelatihan dan praktek belajar kerja bagi pendamping sosial. 4.
Program Pengembangan Sistem Perlindungan Sosial Tujuan program ini untuk penataan sistem dan mekanisme kelembagaan, serta pengembangan kebijakan perlindungan sosial di tingkat nasional dan daerah, termasuk pengkajian strategi pendanaan perlindungan sosial, terutama bagi penduduk miskin dan rentan. Kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain meliputi : (1) menyerasikan peraturan perundang-undangan dan kebijakan tentang penyelenggaraan pelayanan perlindungan sosial; (2) mengembangkan kebijakan dan strategi pelayanan perlindungan sosial, termasuk sistem pendanaannya; (3) menyempurnakan kebijakan yang berkaitan dengan bantuan sosial bagi penduduk miskin dan rentan; (4) mengembangkan model pelembagaan bentukbentuk kearifan lokal perlindungan sosial.
5. Program Pemberdayaan Kelembagaan Kesejahteraan Sosial Tujuan program ini adalah: meningkatkan kemampuan, kepedulian, pelestarian dan pendayagunaan nilai dasar kesejahteran sosial dan ketahanan sosial masyarakat, khususnya organisasi sosial, tenaga kesejahteraan sosial masyarakat/ relawan sosial dan dunia usaha. Program Pemberdayaan Potensi Sosial dilaksanakan melalui kegiatan pokok: (1) meningkatkan kualitas SDM kesejahteraan sosial dan masyarakat (TKSM/ relawan sosial, Karang Taruna, Organisasi Sosial termasuk kelembagaan sosial di tingkat lokal); (2) meningkatkan peran aktif masyarakat dan dunia uasaha dalam mendukung upayaupaya penyelenggaraan pelayanan kesejahteraan sosial bagi PMKS; (3) membentuk jejaring kerjasama pelaku-pelaku UKS masyarakat termasuk organisasi sosial tingkat lokal; (4) meningkatkan pelestarian nilai kepahlawanan, keperintisan, dan kejuangan.
54
6. Program Penelitian Kesejahteraan Sosial
dan
Pengembangan
Manajemen
Tujuan program ini adalah : (1) meningkatkan keserasian kebijakan publik, pengkajian strategi dan pelaksanaan program pengembangan manajemen pelayanan kesejahteraan sosial; (2) meningkatkan kualitas manajemen instansi sosial dan lembaga-lembaga pelayanan kesejahteraan sosial, serta profesionalisme SDM pembangunan kesejahteraan sosial, (3) Meningkatkan kesadaran dan wawasan kesejahteraan sosial dalam perumusan kebijakan publik. Program Penelitian dan Pengembangan Manajemen Kesejahteraan Sosial dilaksanakan melalui kegiatan pokok: (1) mengkaji dan meneliti masalah sosial serta mengembangkan alternatif intervensi pekerjaan sosial; (3) mengembangkan model-model yang memperkuat ketahanan sosial masyarakat; (4) melakukan penataan sistem perencanaan dan mekanisme pendanaan program pembangunan kesejahteraan sosial; (5) meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pelayanan kesejahteraan sosial; (6) meningkatkan kemampuan kompetensi dan sertifikasi pekerja sosial serta tenaga kesejahteraan sosial masyarakat; (7) standarisasi dan akreditasi pendidikan, pelatihan dan lembaga pelayanan kesejahteraan sosial; (8) mengembangkan sistem pendataan dan manajemen informasi serta publikasi pelayanan kesejahteraan sosial; (9) melakukan penataan sistem desentralisasi pembangunan kesejahteraan sosial; dan (10) menata sistem peraturan dan perundang-undangan kesejahteraan sosial, termasuk menyempurnakan peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan otonomi daerah dan perkembangan masalah kesejahteraan sosial. 7. Program Peningkatan Kualitas Penyuluhan Kesejahteraan Sosial Tujuan program ini untuk meningkatkan kesadaran dan tanggungjawab sosial masyarakat dalam penanganan masalah sosial. Kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain meliputi : (1) meningkatkan penyuluhan kesejahteraan sosial, khususnya di daerah kumuh, perbatasan, terpencil, rawan konflik dan gugus pulau; (2) meningkatkan kualitas dan kuantitas penyuluhan sosial melalui media cetak dan elektronik; dan (3) meningkatkan kualitas penyuluhan kesejahteraan sosial melalui pelatihan dan teknik komunikasi.
55
BAB V PENUTUP Pokok-pokok pikiran Pembangunan Jangka Menengah (PJM) Tahun 2005 – 2009 ini disusun dengan mengacu pada Pembangunan Jangka Panjang 2005 – 2025 bidang kesejahteraan sosial. Seperti halnya Renstra 2004 – 2009 Departemen Sosial, maka PJM ini diharapkan dapat mempertegas posisi dan peranan pembangunan kesejahteraan sosial serta dapat menyatukan derap langkah semua pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pembangunan kesejahteraan sosial (stake holders) baik Pemerintah, Dunia Usaha dan institusi kemasyarakatan untuk mencapai suatu arah yaitu terlaksananya perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian program yang sesuai dengan paradigma pembangunan serta kebutuhan dan aspirasi masyarakat sebagai pengguna layanan (beneficiaries/ customer) pembangunan kesejahteraan sosial. PJM Tahun 2005 – 2009 dalam pelaksanaan pembangunan Kesejahteraan Sosial telah mempertimbangkan kondisi permasalahan sosial sampai saat ini dan perkembangan terakhir termasuk dampak berbagai krisis yang ditimbulkannya serta perubahan paradigma yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi kecenderungan yang terjadi. Oleh karena itu, maka PJM ini dapat digunakan untuk penyusunan Rencana Strategis 2004 – 2009 Departemen Sosial RI.
Jakarta, April 2005 Biro Perencanaan
56