2016/08/22 15:39 WIB - Kategori : Warta Penyuluhan
JADILAH PENYULUH YANG MEMBUMI, PENGALAMAN SOPIYAN PENYULUH PERIKANAN KAB. TEMANGGUNG DALAM MEMBINA KELOMPOK PERIKANAN
TEMANGGUNG (22/8/2016) www.pusluh.kkp.go.id Pengangguran memang dekat dengan kemaksiatan. Contohnya adalah konsumsi miras. Itulah gambaran perilaku sebagian pemasar ikan di Pasar Ikan. Tapi itu dulu sebelum mereka berjualan lele, nila dan ikan mas di Pasar Ikan Mina Rahayu Desa Petirejo Kecamatan Ngadirejo, Kabupaten Temanggung. Kini mereka disibukan dengan melayani pembeli dari pagi hingga sore. Nilai perdagangan ikan pun cukup bagus untuk tingkat kecamatan, 3 ton setiap minggu. Pundi pundi uang pun mengalir dan kesejahteraan meningkat. Tio, salah satu anggota Poklahsar Mina Rahayu, kelompok yang mengelola Pasar Ikan, kini sudah mempunyai mobil sendiri untuk operasional pasar. Bahkan ketua kelompok, Sugiatno, sudah memiliki anak buah untuk membantu penjualan ikan. Pemuda kekar bertato yang dikenal sebagai preman kampung kini rutin ikut majelis taklim. Statusnya sekarang preman pensiun dan dikenal sebagai Bakul Ikan. Tidak gampang merubah sikap, tapi dengan penyuluhan melalui Sentuhan hati , kini mereka sudah punya penghasilan tetap dengan perilaku yang berbeda 180 derajat. Tahun 2010, awal penempatan saya sebagai penyuluh perikanan di Kecamatan Ngadirejo Kabupaten Temanggung dimulai dengan penggalian potensi. Sebagai wilayah dengan potensi perikanan darat, kecamatan dengan jumlah desa duapuluh ternyata belum memiliki Pasar Ikan. Objek
diperlukan. Setelah berkoordinasi dengan Lurah dan Perangkat Desa Petirejo, saya menginisiasi pendirian Pasar Ikan. Calon pembeli berasal dari pemuda pengangguran di desa tersebut. Tentunya dengan berbagai macam sifat dan karakter. Tidak mudah mengubah dan mengelolanya. Tapi melalui penyuluhan dengan Sentuhan hati , kini 10 anggota Pasar Ikan yang sudah memiliki fasilitas baik siap menyediakan aneka kebutuhan ikan konsumsi dan benih bagi masyarakat. Fisik tubuhnya kecil, bertato. Nampak ada bekas luka cacat pada punggungnya akibat kecelakaan. Tapi pemuda bernama Agus Susilo memiliki tekad baja dalam budidaya ikan lele. Kegagalan dan kegagalan tidak membuatnya kapok. Bahkan pernah benih lele produksinya mati massal. Pun tak membuatnya gulung terpal. Budidaya pembenihan ikan lele yang ditekuni sejak tahun 2011 kini membuahkan hasil. Motor Yamaha Mio dan biaya sekolah dua orang anaknya semua dari hasil panen lele. Keberhasilan budidaya lele membuatnya memutuskan untuk berhenti ‘mbakon’, usaha jual beli daun tembakau yang dilakukan keluarganya turun temurun. ‘Mbakon’ merupakan usaha sebagian besar masyarakat Kabupaten Temanggung yang kini menghadapi banyak kesulitan akibat aturan pembatasan produk tembakau. Untuk mengajak masyarakat sekitar tertarik budidaya ikan lele, bersama Bapak Aris Agus Triraharjo membentuk kelompok Mina Karya Makmur. Dimulai dari nol, usaha pun berkembang. Dengan pendekatan herbal sebagai pengendali serangan penyakit, kelompok tetap berproduksi walau di musim sulit. Selain budidaya pembenihan dan pembesaran ikan lele, kelompok juga membudidaya cacing sutra sebagai unit pakan alami penyedia pakan larva lele. Keberhasilan budidaya cacing sutra menjadikan kelompok didatangi pelaku perikanan dari hampir seluruh wilayah jawa. Tak ketinggalan sebagai narasumber, kelompok diundang oleh Dinas Perikanan kabupaten sekitar Temanggung. Perkenalan anggota kelompok dengan dunia lele diawali ketika saya memberikan penyuluhan kepada petani di Desa Medari. Skor pengetahuan dan ketrampilan anggota saat itu, nol. Sama sekali buta tentang budidaya lele. Melalui proses penyuluhan dengan Sentuhan hati yang panjang, tercipta ‘chemistery ’ antara penyuluh dengan pelaku utama. Hingga pada tahun 2014
kelompok berhasil menyabet Juara I lomba pokdakan Tingkat Kabupaten dan Juara III lomba pokdakan tingkat Provinsi Jawa Tengah pada tahun berikutnya. SKC, Sindosui Koi Club Temanggung merupakan organisasi pecinta, penghobi dan pembudidaya ikan koi berbentuk perkumpulan paguyuban sebagai wadah ramah tamah, tukar pengalaman dan informasi, ajang bisnis dan peduli sosial. Berawal dari kumpul – kumpul beberapa pembudidaya dan penghoby ikan koi di seputar wilayah Ngadirejo, hingga sepakat untuk membentuk sebuah wadah pada tahun 2013. Anggota SKC tersebar dari beberapa wilayah kecamatan dan dari berbagai profesi. Dengan kekuatan dan kekompakan 25 anggota, SKC secara rutin menyelenggarakan bursa sebagai ajang kumpul dan diskusi, temu usaha, kemitraan dan peduli sosial secara swadaya. Bahkan SKC telah mewujudkan kontes Koi antar anggota dan membukukan 200 lebih ikan yang dilombakan. Slogan guyub rukun yang dicetuskan Wahyo Praptono, seorang dokter yang merupakan Pembina SKC menjadi pedoman organisasi. Sebagai sarana komunikasi online, klub memiliki account FB : Sindosui Koi dan Grup Whatsapp. Terwujudnya kekompakan pada anggota SKC dengan latar belakang pendidikan dan tingkat sosial yang berbeda tak lepas dari penyuluhan dengan Sentuhan hati. Saat – saat menyelaraskan chemistery ‘ ’ antara penyuluh dan anggota klub menjadikan munculnya hoby ikan koi pada penyuluh. Hingga saat ini saya memiliki beberapa ikan koi yang dititipkan di anggota klub sebagai suatu ikatan silaturahmi. Kekompakan klub baik secara teknis dan social berhasil mengantarkan Pokdakan Akari Koi di Desa Gejagan, salah satu anggota klub, juara pertama lomba pokdakan ikan hias tingkat kabupaten dan provinsi pada tahun 2016. Dua “quote”dari tokoh penting Mantan Bupati Temanggung dan Korluhkan Kab. Temanggung di awal tulisan menjadi inspirasi dan renungan bagi saya untuk sebagai penyuluh perikanan di salah satu kecamatan di Kabupaten Temanggung Jawa Tengah. Renungan bahwa seorang penyuluh harus hidup bersama dengan pelaku perikanan. Penyuluh harus ‘membumi’, bukan di awang – awang dan sibuk dengan gadgetnya. Memahami keluarga, karakter, sifat, dan masalah yang ada pada mereka.
“Chemistery” harus dibangun agar terwujud ikatan yang ‘konek’. Dengan ikatan yang sudah ‘konek’ maka berbagai solusi teknis dalam masalah budidaya dan pengolahan hasil perikanan dapat lebih mereka terima dan dijalankan dengan baik. Setidaknya terdapat tiga pendekatan pada penyuluhan dengan sentuhan hati . Yang pertama yaitu : Lakukan pendekatan kepada pelaku perikanan dengan MERASA ‘BODOH’. Setinggi apapun ilmu teknis kita sebagai penyuluh tidak akan berguna jika kita hadir dengan kondisi merasa pintar. Sikap merasa pintar dapat membuat pelaku utama antipati pada penyuluh. Apalagi jika sikap pintar itu ditonjolkan pada awal perkenalan. Perlakukan diri kita sebagai pendengar yang baik. Jika sudah begitu maka akan ‘konek’ hati kita dengan pelaku utama. Meminjam istilah NOKIA, connecting people. Pendekatan selanjutnya yaitu bersikap ‘TULI’ agar pelaku perikanan dapat membuka diri. Dengarkan keluhan dan masalah mereka. Apa saja, yang penting dengarkan. Pada fase ini biasanya timbul gejolak dan tekanan untuk menyampaikan solusi dan saran. Tapi yakinlan itu tidak menyelesaikan masalah sesungguhnya jika kita tergoda menyampaikan saran. Denga mendengar maka kita akan tahu akar masalah sesungguhnnya. Bahkan terkadang kita tahu solusinya juga dari mereka. Kita sebagai penyuluh tinggal mendorong dan mengorganisasi solusinya untuk dieksekusi. Dengan mendengar pun akan terwujud ‘konek’ hati kita dengan pelaku utama.
Pendekatan yang terakhir adalah “Pemetaan Sumber Konflik Terselubung”. Terkadang sumber konflik pada anggota kelompok muncul dari pengurus bahan ketua kelompok. Informasi tentang konflik biasanya kita ketahui dari anjangsana. Biasanya seorang anggota saling menjelekan dan mencari kesalahan anggota yang lain. Pun jika kita anjangsana ke anggota yang lain. Kita sebagai penyuluh jangan sampai menjadi ‘kompor’ dan malah memperkeruh suasana dengan berpihak pada salah satu anggota. Malah terkadang sumber konflik bersifat sepele. Jadilah pendengar yang baik sambil memetakan sumber konflik. Jika konflik sudah dipetakan maka tinggal dimusyawarahkan solusi dan pemecahannya. Kontributor : SOFIYAN Penyuluh Perikanan Kecamatan Ngadirejo Kab. Temanggung Jawa Tengah