“PERANAN PENYULUH PERIKANAN UNTUK MEMASYARAKATKAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT BAGI MASYARAKAT SUMBA TIMUR – NTT”
“PERANAN PENYULUH PERIKANAN UNTUK MEMASYARAKATKAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT BAGI MASYARAKAT SUMBA TIMUR – NTT” Oleh: IMANUEL NOMLENI
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1
Latar Belakang Budidaya rumput laut memiliki peran penting dalam meningkatkan usaha perikanan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi serta memenuhi kebutuhan pasar dalam maupun luar negeri, memperluas lapangan kerja, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan nelayan dan petani ikan serta menjaga kelestarian hayati perairan. Beberapa tahun yang lalu, rumput laut hanya hanya dimanfaakan sebagai bahan makanan manusia. Seiring dengan kemajuan sain dan tehnologi, pemanfaatan rumput laut telah meluas diberbagai bidang : pertanian, peternakan, kedokteran, farmasi dan industri lainnya. Jenis rumput laut di Indonesia yang mempunyai nilai ekonomis penting yaitu, dari kelas Prodophyeceae yang mengandung keraginan dan agar-agar. Alga yang termasuk dalam Rhodophyceae yang mengandung keraginan, terdiri dari marga Eucheuma dan Hypnea Propinsi Nusa Tenggara Timur khususnya Kabupaten Sumba timur memiliki 6133 Ha wilayah yang berpotensi untuk bududaya rumput laut, sementara wilayah yang baru dimanfaatkan 218 Ha (3, 55%). Produksi rumput laut yang dipanen dari tahun ketahun selalu bervariasi, hal ini tergantung dari luas areal tanam dan metode budidaya yang dikembangkan serata lokasi atau keadaan perairan/perameter teknis yang cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan rumput laut itu sendiri. Salah satu faktor pendukung keberhasilan budidaya rumput laut penerapan tehnologi dan metoda tali panjang (long line method). Bertolak dari uraian diatas, maka harus diadaakan berbagai cara, baik pendekataan, promosi, sosiali secara terus-
2
menerus kepada masyarakat khususnya yang berdomisili di Wilayah daerah pesisir Kabupaten Sumba Timur tentang manfaat melakukan usaha budidaya rumput laut. 1.2
Permasalahan Produksi rumput laut di Kabupaten Timur yang dipanen dari tahun ketahun selalu bervariasi ada yang tinggi dan ada yang rendah tergantung dari luas areal tanam, metode tanam, pemeliharaan dan keadaan lokasi perairan yang cocok bagi pertumbuhan rumput laut itu sendiri.
Usaha budidaya rumput laut yang dilakukan oleh nelayan (
petani rumput laut ) masih bersifat apa adanya tanpa memperhatikan penerapan teknologi usaha tani yang secara intensif/intensifikasi. Keberhasilan usaha budidaya rumput laut sangat ditentukan oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut adalah fisika, kimia, biologi seperti arus, cahaya, suhu, kualitas air, unsur hara selain itu faktor teknis seperti metode budidaya dan aplikasi lainnya. salah satu faktor yang menghambat upaya pengembangan budidaya rumput laut secara optimal adalah pengetahuan, sikap dan prilaku manusia/petani nelayan terutama yang berkaitan dengan penerapan teknologi. Faktor yang turut mempengaruhi proses budidaya juga adalah dukungan modal serta sarana prasarana lainnya. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah Daerah lewat Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sumba timur adalah memberikan subsidi/bantuan kepada kelompok –kelompok berupa sarana prasarana apa adanya selain itu juga mengalokasikan tenaga –tenaga pendamping teknis
1.3
Tujuan dan Kegunaan 1.3.1 Tujuan Tujuan dari karya tulis ini yakni :
3
1.
Memberi dukungan terhadap program -program Pemerintah Daerah dalam upaya meningkatkan pendapatan petani nelayan khususnya kelompok –kelompok nelayan yang tersebar di wilayah Sumba timur.
2.
Memberikan pedoman dan motivasi secara teknis kepada petani nelayan khususnya kelompok pelaku utama pembudidaya rumput laut.
3.
Sebagai
bahan
dan
proses
pembelajaran
bagi
penulis
dalam
mengembangkan profesi sebagai seorang Penyuluh Perikanan 4.
Sebagai salah satu persyaratan bagi Penyuluh Perikanan dalam mengikuti lomba tulisan karya ilmiah tingkat Nasional
1. 3. 2 Kegunaan Kegunaan dari tulisan ini yakni : 1. Sebagai suatu bahan informasi untuk pengembangan rumput laut bagi petani nelayan di Kabupaten Sumba timur 2. Sebagai bahan informasi bagi semua pihak yang berkompoten dalam usaha budidaya Rumput laut
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi Menurut Trono ( 1997 ) Eucheuma cottonii sebagai berikut: Devisio
: Rhodophyta
Class
: Rhodophyceae
Ordo
: Gigartinales
Familia
: Solieriaceae
Genus
: Eucheuma
Species
: Eucheuma cottonii
2.2 Morfologi Rumput laut (seaweed) tidak termasuk dalam keluarga Graminae melainkan tergolong bangsa yang hidup di laut (Marine Algae) Alga pada hakekatnya tidak mempunyai akar, batang dan daun
yang berfungsi seperti pada tumbuhan darat yang
lazim kita kenal, seluruh wujud alga itu terdiri dari semacam batang yang disebut thallus hanya bentuknya yang beraneka ragam ( Nontji, 1987 ). Aslan (1998) mengatakan bahwa secara keseluruhan tanaman ini memiliki morfologi yang mirip dengan Eucheuma spinosum, walau sebenarnya berbeda. 2.3 Ciri –ciri Umum Eucheuma cottonii Menurut Aslan (1998) ciri- ciri umum marga Eucheuma adalah : a. Thalli (kerangka tubuh tanaman) bulat silindris atau gepeng b. Berwarna merah cerah, merah coklat, hijau kekuning-kuningan berselang bercabang tidak teratur, ”di atau trikhotomous “ c. Memiliki benjolan-benjolan (blunt nodule) dan duri-duri (spines).
5
d. Substansi thalli “gelatinus” dan atau kartilagenus (lunak seperti tulang rawan) Indriani dan Sumiarsi (1992) mengemukakan bahwa Eucheuma cottonii memiliki ciri -ciri sebagai berikut : a. Thallus agak pipih dengan percabangan yang tidak teratur (bercabang dua atau lebih) b. Ujungnya tumpul atau runcing, permukaan tubuh kasar bergerigi biasa tumbuh melekat pada karang mati c. Ukuran bervariasi tergantung pada tempat hidupnya dan berwarna kuning hijau kecoklatan. 2.4 Peranan Eucheuma cottonii Euheuma cottonii merupakan salah satu species dari alga merah (Rhodophyceae) yang memiliki bagian terbesar dari voleme eksport. Eucheuma cottonii sangat berperan bagi kehidupan manusia karena mengandungekstrak yang bermanfaat yaitu sebagai bahan penetral, pengental dan pemadat industri makanan, pasta gigi, tekstil dan kosmetik (Anonimous, 1987). Rumput laut banyak digunakan sebagai bahan makanan secara langsung karena mempunyai kandungan gizi yang cukup baik sehingga berguna bagi kesehatan tubuh manusia ( Suptijah, 2002 ).
Secara umum, komposisi rumput laut terdiri dari protein,
Carbohidrat, Lemak dan Abu. Kandungan gizi rumput laut adalah Protein : 17, 2 -27, 13 % , Carbohidrat 39 -51 % , Lemak 0, 8 dan Abu 1, 5 (Suptijah, 2002). Selain komposisi seperti diatas rumput laut juga mengandung sejumlah kecil mineral seperti K, Ca, P, Na, Fe serta Vitamin-vitamin seperti, A, B1, B2, B6, B12, C dan karaten (Suptijah, 2002, Winarno 1990)
6
Tabel 1. Kandungan Gizi Padarumput Laut 39 – 51%
17, 2 - 27, 13%
1, 5 0, 8 Protein
Karbonhidrat
Lemak
Abu
2.5 Reproduksi Rumput laut (Seaweed) secara biologi termasuk salah satu alga yang merupakan tumbuhan berklorofil. Hidupnya bersifat bentik didaerah perairan dangkal, berpasir, berlumpur atau berpasir dan berlumpur, daerah pasang surut, jernih dan biasa menempel pada karang mati, potongan kerang dan substrat yang keras lainnya (Sediadi dan Budihardjo, 2000). Alga mempunyai bentuk bermacam-macam seperti benang atau tumbuhan tingkat tinggi. Ciri utamanya tidak memiliki alat berupa akar, batang dan daun yang dinding selnya dilapisi lendir. Alga bersifat autotrof dan proses pertumbuhan sangat tergantung pada sinar matahari yang digunakan untuk proses fotosintesis, sehingga rumput laut lebih baik hidup di perairan dangkal karena penetrasi sinar matahari dapat mencapai dasar perairan ( Anonimous, 1987 ) Pada dasarnya tanaman rumput laut memiliki tiga pola reproduksi yaitu yaitu reproduksi generatif ( seksual ) gamet, reproduksi vegetatif (aseksual) dengan spora dan reproduksi fragmentasi dengan potongan thallus. 7
Stek (Aslan, 1998 ) Pola reproduksi Fragmentasi ini biasanya digunakan oleh petani/ nelayan dalam membudidayakan rumput laut Eucheuma Cottonii. Dalam hal ini dari rumpunan thallus dibuat potong-potongan dengan ukuran tertentu (30 – 150 gram) untuk dijadikan bibit. Bibit ini ditanam dengan mengikatnya pada tali-tali nilon diatas perairan dengan jarak tertentu dengan metode budidaya yang diinginkan. 2.6 Kondisi Ekologi Menurut Aslan (1998) atau Wantasen (1999) bahwa produktvitas rumput laut sangat ditentukan oleh beberapa, antara lain yaitu : 2.6.1
Dasar Perairan Dasar yang cocok untuk budidaya rumput laut adalah tipe subsratum yang ideal yang meliputi daerah karang yang dasarnya terdiri dari pasir kasar (coar sand) yang bercampur dengan potongan -potongan karang. Lokasi seperti ini biasanya berarus sedang sehingga memungkinkan tanaman tumbuh dengan baik dan tidak mudah terancam oleh faktor-faktor lingkungan pemasangan konstruksi budidayanya yang kita gunakan sangat mudah.
2.6.2
Kedalaman Air Secara alami, Eucheuma spp hidup dan tumbuh dengan baik pada kedalaman air 10 – 30 cm
2.6.3
pada surut terendah.
Kualitas Air Kualitas perairan yang cocok untuk Eucheuma cottonii adalah salinitas sekitar 30 – 35 ppt untuk pertumbuhan optimal. Penurunan salinitas akibat masuknya air tawar akan menyebabkan tumbuhan tidak menjadi normal. Sedangkan suhu berkisar antara 27-30
0
C, kenaikan suhu yang tinggi
menyebabkan thallus menjadi pucat kekuningan dan tidak sehat, selain itu, faktor keasaman( pH ) dimana rumput laut biasa tumbuh pada kisaran pH
8
antara 7, 0-9, 0 khususnya untuk Eucheuma cottonii tumbuh optimal pada pH 7, 5 – 8, 0. 2.6.4
Kecerahan Dalam budidaya rumput laut, tingkat kecerahan yang tinggi sangat dibutuhkan sehingga penetrasi cahaya dapat masuk kedalam air, intensitas sinar yang diterima secara sempurna oleh thallus merupakan faktor utama dalam proses fotosintesis. Kondisi air yang jernih dengan tingkat transparansi sekitar 1, 5 meter cukup baik bagi pertumbuhan rumput laut
2.6.5
Angin dan Arus Kesuburan dan lokasi dan lokasi tanaman dapat ditentukan oleh adanya gerakan air.
Hal ini merupakan pengangkut yang paling baik untuk zat
makana yandibutuhkan bagi pertumbuhan rumput laut. Menurut Indriani dan Sumiarsi (1991) bahwa, gerakan air selain berfungsi untuk mensuplai zat hara, juga membantu rumput laut menyerap zat hara, membersihkan kotoran yang ada dan melangsungkan pertukaran CO2 dan O2 sehingga kebutuhan oksigen tidak menjadi masalah. Gerakan air mengalir ( arus ) yang baik untuk pertumbuhan rumput laut antara 20 – 40 cm/detik. 2.6.6
Pemilihan Bibit Pemilihan bibit dalam budidaya rumput laut merupakan hal yang sangat penting. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah : Bibit yang berupa stek dipilih dari tanaman yang segar dapat diambil dari tanaman yang tumbuh secara alami ataupun dari tanaman bekas budidaya selain itu bibit harus baru dan masih muda Bibit yang unggul mempunyai ciri-ciri bercabang banyak
Bibit sebaiknya dikumpulkan dari perairan pantai sekitar lokasi budidaya
9
Menurut Indriani dan Sumiarsi (1991), bibit dipilih dan dipotong dari bagian ujung thallus dengan panjang 10 – 20 cm karena bagian ini terdiri dari sel dan jaringan muda sehingga akan memberikan pertumbuhan yang optimal. Selain faktor-faktor ekologis yang menunjang produktivitas rumput laut sebagaimana dijelaskan di atas, maka menurut Mubarak (1991) ada pula faktor terhambat
karena
morbiditas
(abnormal/tidak
wajar)
dan
mortalitas.
Mordibitas disebabkan oleh penyakit atau tumbuhan menempel sehingga mengakibatkan rendahnya aneka pertumbuhan yang berbeda akibat penurunan produktivitas Penyakit dapat disebabkan oleh infeksi mikroorganisme atau tekanan lingkungan yang buruk. Simptom yang umum terdapat pada Eucheuma dan disebut Ice-ice. Sering berhubungan dengan tekana keadaan fisik-kimia yang tidak dapat ditolerir. Biasanya hal ini berkaitan dengan kurangnya gerakan air yang berlanjut dengan menurunnya kandungan zat hara perairan. Pada hamparan lahan yang sangat padat dengan budidaya rumput laut. Ice-ice ini sering menyerang tanaman terutama pada saat stagnase air laut. Menurut Aslan ( 1998 ) bahwa adanya pencemaran pada lokasi budidaya berupa hasil buangan industri rumah tangga dan tumpahan minyak akan mengakibatkan kerusakan tanaman yaitu thallus menjadi rontok dan gugur.
2.7 Metode Budidaya Tali Panjang (Long Line Method ) Metoda “tali panjang” (long line method) pada prinsipnya hampir sama dengan metode rakit tetapi tidak memakai bambu sebagai rakit, tetapi menggunakan tali polyethyline dan botol aqua bekas sebagai pelampungnya. Metode ini dimasyarakatkan
10
karena selain ekonomis, juga bisa diterapkan diperairan yang agak dalam (Sujatmiko dan Angkasa, 2002). Lebih lanjut dijelaskan bahwa, budidaya rumput laut Eucheuma cottonii, dengan metode ini dapat diterapkan diperairan yang relatif dalam maupun perairan dangkal yang mempunyai keunggulan-keunggulan tertentu dibanding metode lain. Metode ini sudah diterapkan dan dikembangkan kepada petani nelayan rumput laut diProvinsi NTT dan NTB dan terbukti memberikan hasil yang sangat menggembirakan. Keuntungan metode ini adalah : a.
Tanaman cukup menerima sinar matahari
b.
Tanaman lebih tahan terhadap perubahan kualitas air
c.
Tanaman bebas dari hama yang biasanya menyerang didasar perairan
d.
Pertumbuhannya lebih cepat
e.
Cara kerjanya lebih mudah
f.
Kualitas rumput laut yang dihasilkan lebih baik
2. 8 Pertumbuhan Rumput Laut Eucheuma cottonii Doty dalam Mubarak (1991) menyatakan bahwa, pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai perubahan ukuran dan para pakar biologi mengartikan pertumbuhan sebagai pertambahan jumlah sel, jaringan, bahkan keturunan dan apabila dipandang dari segi individu, maka pertumbuhan dapat berarti pertambahan panjang dan berat. Jadi apabila individu tersebut adalah rumput, maka pertumbuhan dapat diartikan sebagai pertambahan panjang dan berat rumput laut sebagai akibat pertambahan sel dan jaringan dalam tubuh individu itu sendiri, dalam jangka waktu tertentu.
11
Lebih lanjut dinyatakan bahwa,
pertumbuhan rumput laut jenis Eucheuma
cottonii adalah tercepat apabila terkena sinar atau cahaya yang paling terang. Akan tetapi, ada petunjuk bahwa cahaya yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman untuk suatu periode waktu dan mempercepat apa yang disebut “aging effect” (efek penuaan). Pertumbuhan Eucheuma yang ditanam dekat permukaan dengan kedalaman tetap biasanya berjalan lambat pada minggu pertama yang kemudian menjadi maksimum untuk minggu kedua atau ketiga dan minggu berikutnya dan selanjutnya diikuti penurunan terus-menerus untuk minggu ke enam sampai sepuluh minggu sampai pada akhirnya thallus mati. Jadi secara umum dikatakan bahwa, pertumbuhan mengikuti sifat eksponensial, yaitu suatu sifat pertumbuhan dimana pada umur masih muda mengalami pertumbuhan yang cepat, dan kemudian setelah batas umur tertentu pertumbuhan tersebut mulai lambat dan akhirnya menurun (Pakar dalam Mubarak , 1978)
12
BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT
3.1 Persiapan a. Mendiskusikan
kegiatan
memasyarakatkan
budidaya
rumput
laut
dengan
pimpinan/Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan serta Kepala Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan b. Bersama Pimpinan melaporkan rencana kegiatan tersebut Kepada Pemerintah Daerah dalam hal ini Bupati dan Wakil Bupati. c. Membuat jadwal kegiatan dari tahap persiapan sampai pada tahap pelaksanaannya. d. Mengundang pihak-pihak yang terkait dan kompoten seperti petugas teknik, para Camat,
Lurah/Kepala Desa pada wilayah pesisir untuk mengadakan rapat dan
sosialisasi tentang rencana pelaksanaan kegiatan dimaksud e. Menyiapkan dana, materi serta bahan dan alat yang akan digunakan pada
tahapan
pelaksanaan kegiatan. f. Melaksanakan kegiatan sosialisasi kepada sasaran masyarakat pembudidaya lewat berbagai media/langsung sesuai jadwal yang telah ditentukan dan dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan khususnya kepada kelompok- kelompok pelaku utama (POKDAKAN).
3.2 Pelaksanaan Budidaya Rumput Laut a. Pemilihan Lokasi 1. Budidaya Rumput laut perlu diperhatikan kualitas air antara lain : salinitas 28-33 Ppt, suhu 26-300C, kecerahan tinggi sekitar 2-5 meter dan lokasi terlindung dari arus dan ombak yang kuat.
13
2. Pada daerah pasang surut mulai dari kedalaman 0, 3 m pada surut terendah hingga kedalaman 15 m atau lebih 3. Dekat dengan daerah budidaya rumput laut sehingga muda untuk mendapatkan bibit 4. Kepemilikan lokasi harus jelas sehingga tidak berbenturan dengan kepentingan instansi atau lembaga lain sesuai dengan rencana induk pengembangan daerah setempat 5. Lokasi mudah dijangkau, tersedianya sarana dan prasarana transportasi yang memadai 6. Kemampuan pasar untuk menyerap produksi cukup terbuka atau dapat diprediksi bahwa sampai waktu panen produksi dapat diserap oleh pasar. 7. Lokasi cukup aman baik dari gangguan hama dan penyakit maupun pencuri. 8. Adanya dukungan baik dari pemerintah maupun tokoh masyarakat. b. Pemilihan Bibit 1. Tanaman induk dipilih yang sehat dari hasil budidaya bukan dari stok alam 2. Bibit harus dipilih dari thallus yang mudah, segar, keras, kenyal dan tidak layu. 3. Berat bibit pada awal penanaman lebih kurang 100 gram perikat 4. Bibit sebaiknya disimpan pada tempat yang teduh terlindung dari sinar matahari langsung atau direndam di laut dengan menggunakan kantong jaring 5. Bibit harus terhindar dari air tawar, air hujan, minyak dan kotoran-kotoran lain c. Bahan dan Alat 1. Tali plastik diameter 12 mm yang di pakai sebagai tali bingkai dan tali jangkar 2. Tali plastik diameter 8 mm sebagai tali utama 3. Tali plastik diameter 5 mm sebagai tali ris untuk mengikat bibit 4. Tali plastik diameter 2 mm sebagai pengikat bibit
14
5. Bibit rumput laut seperti jenis Eucheuma sp 6. Pelampung utama dan sedang 7. Botol bekas minuman mineral 8. Patok bambu/kayu sebagai jangkar 9. Sarana jemur (para-para) 10. Perahu/sampan d. Prosedur Penanaman 1. Ukuran unit yang di pakai adalah 50 x 50 m. 2. Potong tali jangkar (PE 12 mm) yang panjangnya disesuaikan dengan kedalaman perairan pada waktu pasang tertinggi sebanyak 4 buah 3. Rentangkan kedua tali bigkai pada lokasi perairan yang telah dipilih dengan posisi saling berhadapan dengan jarak 50 m dan ikatkan tali jangkar pada kedua ujungnya pada patok bambu/kayu yang ditancapkan di dasar laut kemudian disudut-sudutnya dipasang pelampung utama 4. Ikatkan tali utama ke tali bigkai dengan jarak sesuai petunjuk teknik, ikatkan bibit ke tali ris, dengan jarak 20-25 cm, kemudian semua tali ris yang telah terisi dengan bibit segera diangkat ke perahu menuju lokasi budidaya rumput laut 5. Rentangkan tali ris kemudian ikatkan pada tali utama di kedua ujungnya dengan jarak masing-masing tali ris sekitar 1 m 6. Pengikatan tali ris pada tali utama disesuaikan sehingga jarak tanaman dari permukaan air sekitar 30-50 cm 7. Setelah tali ris di ikat semua maka ikatkan pelampung botol plastik pada tali ris, masing-masing ris sebanyak 10 buah dengan jarak sekitar 3 m
15
e. Perawatan tanaman Dalam usaha budidaya rumput laut perlu dlakukan perawatan tanaman yang meliputi: 1. Membersihkan kotoran-kotoran yang melekat, endapan lumpur atau tumbuhan yang menempel. 2. Mengganti tanaman yang rusak atau hilang dengan tanaman yang baru. 3. Memperbaiki kontruksi yang rusak seperti posisi tali, jangkar dan pelampung. f. Pemberantasan hama dan penyakit Tanaman yang rusak atau mati biasanya disebabkan oleh gelombang yang besar atau dimakan oleh ikan. Untuk menghindari serangan hama dan penyakit dapat dilakukan upaya sebagai berikaut : 1. Lokasi dipilih agak jauh dari terumbu karang yang merupakan habitat bagi jenis jenis ikan herbifora. 2. Tanaman rumput laut biasanya sering ditempeli dengan endapan lumpur sehingga menyebabkan tanaman mudah terserang beberapa jenis cacing dan munculnya penyakit ice-ice, untuk mengatasi hal tersebut maka secara berkala tanaman harus selalu digoyang-goyang agar tanaman selalu bersih. 3. Beberapa tumbuhan yang menempel sepaerti ulva, hypnea dan lain-lain yang sering melilit tanaman rumput laut, perlu dilepas dan disingkirkan dan dibuang kedarat. g. Panen Tanaman rumput laut sudah dapat dipanen pada umur 45-60 hari dengan cara diangkat dengan tali secara total (full harvest).
16
h. Penanganan paca panen rumput laut : 1. Rumput laut hasil panen dibersihkan dari kotoran-kotoran seperti pasir, batubatuan, lumpur dan disortasi/dipilih dari berbagai jenis. 2. Setelah rumput laut bersih dijemur diatas para-para/lantai jemur selama 2-3 hari sampai menjadi kering kawat yang ditandai dengan keluarnya butiran garam. 3. Rumput laut yang sudah kering diayak-ayak untuk merontokan butiran garam atau debu yang menempel serta dilanjutkan dengan sortiran. 4. Setelah itu rumput laut itu dicuci dengan air tawar sampai benar-benar bersih kemudian dijemur kembali selama 1-2 hari sampai betul-betul kering. i. Penyimpanan 1. Setelah kering dan bersih maka rumput laut dimasukan dalam karung goni/plastik untuk dipasarkan atau disimpan dalam gudang. 2. Isi/volume
rumput laut dalam pengepakan/pengemasan dalam karung dapat
disesuaikan dengan permintaan pasar/pembeli. 3. Gudang penyimpanan perlu ditata dengan baik sehingga sirkulasi udara dapat berjalan dengan baik atau dapat terhindar dari tumpahan minyak, embun, air hujan, embun atau air tawar.
17
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Potensi Budidaya Laut Kabupaten Sumba Timur Kabupaten Sumba Timur dengan luas wilayah 7000,5 KM2, memiliki satu buah pulau kecil dibahagian selatan yang berpenghuni yaitu Pulau Salura, dan dua pulau yang belum ada penghuni yaitu pulau kotak dan pulau Mangkudu. disamping itu terdapat satu buah pulau dibahagian timur yang belum berpenghuni yaitu pulau Nuha dan masih terdapat 97 buah pulau lainnya yang belum berpenghuni dan belum bernama. Kabupaten Sumba Timur merupakan salah satu Kabupaten yang memiliki garis pantai sepanjang 433, 6km dengan luas laut 8. 373, 51 km2. Potensi kegiatan budidaya sangat besar untuk dikembangkan yakni: a. Kegiatan budidaya air tawar masih terbatas pada kolam rakyat yang berpotensi 134, 5 Ha denganpemanfaatan baru mencapai 6, 2Ha ( 4, 6 % ), potensi mina padi sebesar 183, 25 Ha dan belum dimanfaatkan. b. Potensi budidaya air payau (tambak) yang dapat dikembangkan untuk budidaya bandeng, udang dan rumput laut jenis tertentu seluas 500 Ha, tingkat pemanfaatan baru mencapai 2, 3Ha (1, 20%). c. Potensi lahan budidaya air laut yang dapat dikembangkan adalah : Potensi pengembangan budidaya rumput adalah sebesar 3. 172 Ha yang terdiri dari areal lahan Lepas dasar (sistim pancang) 2. 613Ha, areal lahan sistim permukaan (long line dan rakit apung): 1. 159 Ha. Tingkat pemanfaatan potensi budidaya sistim lepas dasar baru mencapai 218 Ha (8, 3%) dengan jumlah pembudidaya sebanyak 1371 RTP dan potensi budidaya sistim permukaan belum termanfaatkaan adalah (0%).
18
Potensi Budidaya rumput laut kegiatan usaha budidaya laut yang
telah
berkembang dan sudah dikuasai sebagian teknologinya oleh masyarakat antara lain adalah budidaya rumput laut. Usaha budidaya dikembangkan secara intensif pada tahun
1999 oleh 2 perusahaan berbadan hukum didesa Kaliuda Kecamatan
Pahungalodu dan di Desa Hadakamali Kecamatan Wula waijelu, namun kurang berkembang baik dan pada akhirnya membubarkan diri. Diawal tahun 2001, Dinas Kelautan dan Perikanan bersama masyarakat mulai melakukan kegiatan budidaya disekitar lokasi Benda (Desa Kaliuda, kecamatan Pahungalodu) dan terus berkembang sampai sekarang, bahkan sudah dikembangkan di Kecamatan Karera, Kecamatan Wulawejelu, Kecamatan Rindi, Kecamatan Pandawai, Kecamatan kota Waingapu, Kecamatan Kanatang dan di Kecamatan Haharu. Budidaya abalone, kepiting, teripang, mutiara, kerapu, kakap, dan lain-lain 1. 575 Ha, hingga saat ini belum dimanfaatkan atau dikelola. Jenis komoditi yang dikembangkan adalah Eucheuma cottonii (kappapyicus Alvarezii),
sedangkan jenis Eucheuma Spinosum merupakan jenis rumput laut yang
tumbuh secara alamiah dan bergeser permintaan pasarnya telah dikembangkannya jenis Eucheuma cottonii. Produksi rumput laut dari tahun 2001 sampai tahun 2005 meningkat terus, dan mengalami penurunan pada tahun 2006 dan pada tahun 2009 disebabkan oleh lambatnya persiapan bibit dan perubahan suhu air yang meningkat/ekstrim yang pada akhir bulan september sampai awalan bulan Nopember. Produksi rumput laut dari tahun 2001 sampai 2012 adalah Tahun 2001 produksi 81,3 ton, 2002 = 186,6 ton, 2003 = 489,8 ton, 2004 = 879,1ton, 2005=1.546,1 ton, 2006 = 881,9 ton, 2007 =1.8 55,1 ton, 2008 = 1.420,8 ton, 2009 =179,52 ton, 2010 = 703,8 ton, 2011 = 575,6 ton dan Tahun 2012 = 1393,8 ton. 19
4.2 Prasarana pendukung budidaya Rumput laut Prasarana pendukung budidaya rumput laut yang berada di Kabupaten Sumba Timur yaitu bangunan pabrik Rumput laut 1 unit, Pabrik Rumput laut diKabupaten Sumba Timur berada di Kecamatan Pahunga Lodu di Desa Lambakara, luas lahan/lokasi pabrik 14 Ha, yang terdapat beberapa bangunan yang sudah dibangun yaitu: Pos keamanan, ruang pertemuan,
Mes Karyawan, Rumah dinas, tendon air, Pabrik
pengolahan terdiri dari:Lantai jemur, ruang penyimpanan bahan baku dan bahan kimia, ruang pencucian dan laboratorium, Gudang pengolahan Chips dan pembuangan limbah. Bahan baku pengolahan pabrik berupa rumput laut biasanya berasal dari petani lokal dan didatangkan dari luar Kabupaten seperti dari Kabupaten Sabu Raijua, Kabupaten Rote Ndao, Pulau Flores, dan Pulau Timor. Rumput laut yang didistribusikan kepabrik dikemas didalam sak berukuran 25kg yang berisikan rumput laut basah. 4.3 Rencana Tindak Lanjut Upaya pelaksanaan kegiatan memasyarakatkan budidaya Rumput laut maka ada langkah –langkah yang perlu dilaksakan adalah : a. Melaporkan
dan
mendiskusikan
dengan
pimpinan/Kepala
Dinas
Kelautan
danPerikanan serta Kepala Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan kehutanan dalam rangka meyakinkan mereka terhadap rencana Pemasyarakatan rumput laut kepada masyarakat. b. Bersama para pimpinan menghadap dan melaporkan rencana ini kepada Pemerintah Daerah dalam hal ini Bupati dan Wakil Bupati Sumba Timur untuk direstui. c. Membuat Jadwal kegiatan mulai dari tahap perencanaan sampai tahap pelaksanaan.
20
d. Mengundang Pihak - pihak yang yang terkait dan berkompoten seperti petugas petugas teknik, Para Camat, Lurah/kepala –kepala desa wilayah pesisir dalam rangka rapat tentang rencana dan pelaksanaan kegiatan dimaksut. e. Menyiapkan materi materi, bahan dan alat yang akan digunakan pada acara tahap pelaksanaan kegiatan. f. Pelaksanaan kegiatan sosialisasi dan Pemasyarakatan budidaya lewat berbagai media dan langsung kesasaran sesuai jadwal yang telah ditentukan dan akan dilakukan secara terus –menerus dan berkelanjutan, khususnya kepada kelompok – kelompok sasaran. g. Mengadakan monitoring, evaluasi terhadap pelaksanan dan perkembangan kegiatan pemasyarakatan budidaya rumput laut.
21
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Berdasarkan pengalaman dan pengamatan penulis maka ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Rumput laut merupakan salah satu komoditi unggulan yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi maka perlu dikembangakan lewat usaha budidaya sehingga meningkatkan pendapatan petani-nelayan khususnya petani pembudidaya. 2. Kabupaten Sumba Timur memiliki Potensi garis pantai dan perairan yang cukup besar untuk pengembangan budidaya rumput laut. 3. Budidaya rumput laut teknologinya mudah dikerjakan oleh petani-nelayan dan tidak membutuhkan modal usaha yang besar. 4. Memasyarakatkan budidaya rumput laut bagi masyarakat Sumba Timur perlu adanya bantuan peranan dari berbagai pihak baik Pemerintah dan Swasta lewat motivasi maupun bantuan dana/modal usaha. 5. Produksi rumput laut di Kabupaten Sumba Timur dari tahun ketahun sangat berfariasi dan tidak stabil disebabkan oleh rendahnya tingkat pengetahuan dan kemampuan petani-nelayan serta terbatasnya modal usaha.
5.2 Saran Berdasarkan Kesimpulan diatas, dapat disarankan berbagai hal sebagai berikut : 1. Perlu adanya suatu terobosan berupa gerakan bersama yang dilaksanakan oleh pihak Pemerintah Daerah untuk memotivasi dan membangkitkan kesadaran dan kemauan masyarakat pesisir untuk membudidayakan rumput laut secara besar-besaran.
22
2. Perlu adanya bantuan modal/sarana prasarana budidaya rumput laut dari pihak Pemerintah dan swasta bagi masyarakat khususnya kepada petani-nelayan Pembudidaya rumput laut. 3. Perlu adanya penetapan harga yang tinggi dan stabil oleh Pihak Pemerintah dan swasta agar masyarakat tergiur dan semangat dalam usaha budidaya rumput.
23
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, 1987. Rumput laut Komersial. Direktorat Bina Produksi Departemen pertanian Hal :92-93 _________,
2001 Statistik Produksi Perikanan Dinas Kelautan dan perikanan Kabupaten Kupang.
_________,
Hal 4
2002 Aspek sosial ekonomi Rumput laut, Sistim Informasi Pengembangan Usaha kecil, Bank Indonesia. Hal : 1 – 2
_________,
2011. LaporanRancanganRencanaMasterplanKawasanMinapolitanKabupaten Sumba Timur. Hal. 23 – 25
Aslan L. M,
1998. Budidaya Rumput Laut. Kanisius, Jakarta Hal 11 -20-25.
Dwidjosepoetro, D. 1985 Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Penerbit PT Gramedia, Jakarta Hal : 14, 25, 28. Hidayat, A. S. 1994
Budidaya Rumput Laut. Penerbit Usaha Nasional Surabaya Hal : 53 -
63. Indriani dan E Sumiarsi, 1992. Budidaya, Pengolahan dan Pemasaran Rumput Laut. Penebar Swadaya, Jakarta Hal : 18 – 20. Mubarak, H
1991. Potensi Karaginofit Indonesia. Dalam buku II Prosiding Temu Karya Ilmiah Teknologi Pascapanen Rumput Laut. Sub Balai Penelitian Perikanan Laut Slipi, Jakarta Hal : 16 – 17.
Nontji, A. 1987 . Laut Nusantara. Penerbit Djambatan, Jakarta Hal : 146 – 147. Syafei,
L S.
1993.
Sifat Kimia Perairan.
Bahan Ajar Materi Pokok II.
Akademi
Penyuluhan Perikanan, Bogor Hal : 4, 10 dan 13. Sediadi, A dan U. Budihardjo . 2000. Rumput Laut Komoditas Unggulan. Gramedia Widiasarana, Indonesia. Hal : 3, 11-20.
24
Sujatmiko, W dan W. I. Angkasa. 2002. Teknik Budidaya Rumput Laut dengan matode Talipanjang.
Direktorat
kebijaksanaan
Pengembangan
dan
Penerapan
Tehnologi II BPPT, Jakarta. Hal :1-5 Suptijah, P. 2002. Rumput Laut, Prospek dan tantangannya. Makalah Seminar Pengantar Falsafah Saains ( PPS702 ). Program Pasca Sarjana/S3. IPB. Hal 1 – 6. Susanto, A, B. 2002 Rumput Laut Bukan Sekedar Hidup di Laut. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNDIP, Semarang. Hal : 1-7. Trono. G. C. 1997. Field Guide and Atlas of seaweed of the Philippines Book Mark Inc Malenti City. 108 p. Wantansen. A. 1999. Prospek pengembangan Budidaya Rumput Laut Di Sulawesi Utara. Karya Ilmiah.
Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan.
Ratulangi, Menado, Hal : 10 – 12
25
Universitas Sam