36
IV.HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.Kualitas Air di Kawasan Permukiman Kumuh Perkotaan Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta memiliki daya tarik ekonomi tinggi yang ditunjukkan dengan meningkatnya laju urbanisasi. Peningkatan laju urbanisasi ini meningkatkan peluang meluasnya jumlah permukiman kumuh di Jakarta. Peningkatan jumlah penduduk tersebut, khususnya di kawasan kumuh, akan meningkatkan kebutuhan air masyarakat. Permasalahan ketersediaan air merupakan masalah serius yang dihadapi di wilayah Jakarta. Penyediaan air bersih perlu dilakuakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat agar mendapatkan kehidupan yang sehat dan produktif. Penyediaan air bersih telah menjadi kendala yang dihadapi oleh masyarakat yang tinggal di kawasan kumuh perkotaan. Keterbatasan sumberdaya air tidak hanya menyangkut jumlah sumber air yang menurun, tetapi juga tingkat pencemaran di sumber air yang meningkat. Dalam penelitian ini sumber air yang dianalisis adalah sumur gali yang umumnya digunakan di permukiman kumuh. Tabel 4 menunjukkan kualitas air sumur pada beberapa kecamatan yang dijadikan sampel penelitian. Hasil analisis kualitas air selengkapnya dapat dilihat pada Tabel Lampiran 3 sampai dengan Tabel Lampiran 6. Tabel 4. Kualitas Sumur di Empat Kecamatan Lokasi Penelitian No 1 2 3 4
Kecamatan Tanah Abang Sawah Besar Pademangan Tebet
Keterangan
:
Bsd = Buruk sedang
Skor Nilai Storet -25 -25 -15 -15 Bs
Kriteria Buruk sekali Buruk sekali Buruk sedang Buruk sedang
Kode Bs Bs Bsd Bsd
= Buruk sekali
Analisis terhadap empat belas parameter kualitas air diperoleh data bahwa lima parameter utama (kekeruhan, besi, nitrat, deterjen dan coliform tinja (E.coli), kecuali nitrat, ternyata hasilnya telah melampaui baku mutu. Sedangkan untuk sembilan parameter pendukung masih memenuhi baku mutu. Kualitas air sumur di Tanah Abang, Tebet tergolong pada kriteria buruk sedang, sedangkan di Pademangan dan Sawah Besar tergolong kriteria buruk sekali. Tabel 5 menunjukkan parameter utama kualitas air yang dianalisis.
37
Tabel 5. Parameter Utama Kualitas Air di Lokasi Penelitian. No
Kecamatan
1
Tanah Abang
2
Sawah Besar
Parameter Fisik Tidak Layak Layak
3
Pademangan
Layak
4
Tebet
Layak
Besi (Fe) Layak Tidak Layak Tidak Layak Layak
Parameter Kimia NO3-N Deterjen Layak Tidak Layak
Parameter Biologi Buruk Sedang
Layak
Tidak Layak
Buruk Sedang
Layak
Tidak Layak
Buruk Sedang
Layak
Tidak Layak
Buruk Sedang
Faktor dominan yang mempengaruhi rendahnya kualitas air sumur yang diteliti, yaitu pencemaran mikrobiologi (E. coli) dimana seluruh sampel 100% tidak memenuhi baku mutu dengan nilai skor -15, kemudian disusul pencemaran kimia (organik) yaitu deterjen sekitar 85% tidak memenuhi dengan nilai skor -10, kemudian pencemaran kimia (besi), hampir 60% tidak memenuhi dengan nilai skor -10, dan pencemaran fisik (kekeruhan) sekitar 14% tidak memenuhi baku mutu dengan nilai skor -1 parameter NO-3-N ternyata seluruhnya belum melampaui baku mutu. Kekeruhan air menunjukkan adanya bahan-bahan tersuspensi yang bervariasi dari ukuran koloidal sampai dispersi kasar. Pada daerah permukiman, kekeruhan disebabkan oleh buangan penduduk dan industri baik yang telah diolah maupun yang belum mengalami pengolahan (Saeni, 1989). Semakin banyak kandungannya, nilai kekeruhan semakin tinggi. Besi (dalam bentuk Fe2+) adalah zat terlarut dalam air yang sangat tidak diinginkan dalam keperluan rumah tangga, karena dapat menimbulkan bekas karat pada pakaian dan porselin, dan pada konsentrasi menimbulkan rasa tidak enak pada air minum (Saeni,1991). Sesuai dengan baku mutu air untuk air minum, nilai maksimum Fe adalah >0,3 mg/, maka untuk sampel tersebut sebagian nilainya telah melampaui baku mutu, Sawah Besar memiliki nilai maksimum 1,1 mg/l. Berdasarkan atas nilai tersebut, air tidak enak untuk diminum, dan tidak layak untuk diminum. Nitrat merupakan salah satu bentuk nitrogen yang larut dalam air, yang sumber pencemarannya dari lingkungan permukaan berasal dari kotoran manusia dan hewan, dan dari daerah pertanian dari aktivitas pemupukan. Dari hasil pengukuran nilai NO3-N minimum terendah 0,29 mg/l di Kecamatan Kemayoran
38
dan maksimum tertinggi 8,77 mg/l di Kecamatan Tanah Abang dan rata-rata 7,50 mg/l di Kecamatan Tanah Abang. Sesuai dengan baku mutu air minum dari Permenkes No. 416 tahun 1990 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air
dan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, nilai maksimum NO3-N adalah 10 mg/l, maka untuk sampel tersebut seluruh titik sumur nilainya belum melampaui batas baku mutu. Deterjen merupakan pencemaran yang keruh dari limbah air cucian rumah tangga. Dari hasil pengukuran, nilai deterjen minimum terendah sebesar 0,02 mg/l di Kecamatan Kramat Jati, nilai maksimum tertinggi sebesar 1,42 mg/l di Kecamatan Tanah Abang, dan nilai rata-rata tertinggi sebesar 1,25 mg/l di Kecamatan Tanah Abang. Bakteri Eschericia coli merupakan bakteri indikator adanya bakteri patogen di dalam air. Sumber pencemaran adalah dari tinja manusia, sehingga bila bakteri tersebut ditemui dalam sampel air, merupakan petunjuk bahwa air tersebut mengandung bakteri patogen kategori jarak sumur sampel dengan tangki septik lebih dari 10 m, dan kurang dari 10 m. Jarak ini dipilih sebagai titik tolak, dengan pertimbangan mengacu pada penyebaran mikroorganisme kuman-kuman di dalam tanah hanya mampu sejauh 11 m ; sehingga yang ideal jarak antara sumber air (sumur) dengan kakus (tangki septik) minimal 10 m (Ryadi, 1984). Sedang dalam permukiman kumuh karena keterbatasan lahan, maka jarak tersebut diduga lebih banyak yang kurang 10 m. Dari hasil penelitian pengambilan sampel tahun 2002 (data primer), kadar bakteri (E. coli) minimal rata-rata 17.280 MPN/100 ml, dan maksimum rata-rata adalah 22.508 MPN/100 ml, atau rata-rata 19.894 MPN/100 ml. Lokasi yang tertinggi kadar E.coli terdapat pada lokasi Tanah Abang, minimal 30.000 MPN/100 ml dan maksimal 98.000 MPN/100 ml, rata-rata 39.000 MPN/100 ml dan terendah di Tebet minimum 50 MPN/100 ml dan maksimum 500 MPN/100 ml atau rata-rata 560 MPN/100 ml. Dibanding dengan hasil penelitian tahun sebelumnya (data sekunder), ada peningkatan kadar E. coli yaitu kadar E. coli sebelum tahun 2002, minimum adalah 94.514 MPN/100 ml dan maksimum adalah
39
208.000 MPN/100 ml. Kualitas sumber dangkal terkait dengan jarak sumber air dengan tempat pembuangan limbah domestik penduduk, misalnya tangki septik. Apabila dikaitkan dengan jarak sumur dengan tempat penampungan akhir tinja yang sebagian besar <10 m, dari hasil diatas menunjukkan bahwa sebagian besar sumur yang diteliti berjarak <10 m dengan penampungan akhir tinja. Hal ini disebabkan karena padatnya bangunan, yang mengakibatkan kurangnya jarak yang ideal antara sumur dengan tempat buang akhir tinja, karena kecilnya ratarata ukuran persil per unit bangunan. jarak sumur banyak kurang dari 10 m (Tabel 6). Sistem pembuangan limbah manusia tersebut ternyata dapat mencemari sumur yang menjadi sumber air penduduk di permukiman kumuh. Penjelasan pasal 16 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum menyebutkan bahwa kepadatan penduduk sebesar 300 jiwa/ha atau lebih padat tidak layak menggunakan tanki septik tanpa mengakibatkan pencemaran sumur air bersih setempat (sumur dangkal). Dalam hal ini di kawasan permukiman dengan kepadatan tinggi sangat berpotensi untuk terjadinya pencemaran sumber air . Tabel 6. Presentase Rumah Tangga yang Mempunyai Jarak Sumur ke Penampungan Akhir Tinja < 10 m No 1 2 3 4
Lokasi Kecamatan Tanah Abang Sawah Besar Pademangan Tebet
Jarak ≤10 M (%) 60,20 64,71 73,61 61,90
4.2. Karakteristik Pengguna Air di Kawasan Kumuh Perkotaan Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, kebutuhan akan air dirasakan terus meningkat dan saat ini penyediaan air bersih bagi warga DKI Jakarta menghadapi berbagai kendala. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) sebagai salah satu perusahaan yang secara langsung bertanggung jawab terhadap penyediaan air bersih di DKI Jakarta. Sampai saat ini diperkirakan PDAM baru mampu menyuplai sekitar 60% kebutuhan air bersih warga DKI Jakarta. Dengan kata lain 40% kebutuhan air bersih untuk warga diperoleh dari sumber lainnya (air tanah). Akibatnya masyarakat dan pengusaha mengandalkan penyediaan air dari
40
sumber air tanah, baik berupa air tanah dangkal maupun air tanah dalam. Untuk keperluan konsumsi rumah tangga sudah mulai banyak yang menggunakan air mineral. Dari hasil penyusunan NSAD (Neraca Sumberdaya Alam Daerah) DKI Jakarta diperoleh informasi bahwa total penggunaan sumberdaya air untuk kebutuhan warga (domestik dan industri ) pada tahun 2003 sekitar 485,57 juta m3, terdiri dari air permukaan 291,34 juta m3 (60%) dan air tanah sebanyak 194,23 juta m3 (40%). Dari jumlah tersebut sebanyak 406,05 juta m3 (83,62%) digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik (rumah tangga, perkantoran/pertokoan, rumah sakit, hotel, pemadam kebakaran), dan kebutuhan industri sekitar 66,28 juta m3 (12,83% ).Sementara kebutuhan pertanian (irigasi lahan sawah) mencapai 17,24 juta m3 bersumber dari air permukaan yang bersumber dari danau buatan/waduk/bendungan/ dam (BPLHD DKI Jakarta, 2004). Rincian sumber air dan pemanfaatannya dilampirkan pada Tabel Lampiran 1 dan 2. Sumur dangkal digunakan penduduk untuk mencukupi kebutuhan air minum dan kebutuhan lainnya. Di Kecamatan Tanah Abang hampir 70% rumah tangga memanfaatkan air sumur untuk air minum. Di Sawah Besar dan Pademangan tidak ada rumah tangga yang menggunakan air sumur untuk air minum, sedangkan di Tebet mencapai hampir 50%.. Hasil penelitian selengkapnya terdapat pada Tabel 7. Pilihan sumber air minum dengan air sumur dengan kualitas air sumur ada hubungan. Lokasi dengan kriteria buruk sedang, rumah tangga yang memiliki sumur untuk sumber air buruk makin banyak, yaitu di lokasi Tanah Abang hampir 70% dan lokasi Tebet hampir 50% rumah tangga menggunakan air sumur sebagai sumber air minum. Di Kecamatan Sawah Besar dan Pademangan dengan kualitas air sumur tergolong buruk sekali tidak ada rumah tangga yang menggunakan air sumur untuk keperluan air minum. Untuk memenuhi kebutuhan airnya di daerah yang kualitas air sumurnya buruk sampai dengan buruk sekali rumah tangga menggunakan air ledeng. Dalam penelitian terlihat semakin kecil penggunaan sumur semakin besar penggunaan air ledeng. Untuk lokasi Sawah Besar dan Pademangan ternyata yang menggunakan air ledeng lebih dari 70% rumah tangga. Pemanfaatan air ledeng ini berkaitan dengan telah masuknya pipa jaringan air minum PDAM (Tabel 8). Pilihan dalam memanfaatkan air sumur dapat
41
dihubungkan dengan kualitas air sumur yang ada dan kemampuan ekonomi rumah tangga. Tabel 7. Parameter Rumah Tangga yang Memanfaatkan Sumber Air Minum
No
Kecamatan
Wilayah
1
Tanah Abang
Jakarta Pusat
2
Sawah Besar
Jakarta Pusat
3
Pademangan
Jakarta utara
4
Tebet
Jakarta Selatan
Tabel 8.
Sumber air minum rumah tangga KK Air dalam Ledeng Sumur Lainnya Kemasan (%) atau (%) pompa (%) 4,33 58,65 37,01 Tidak ada 2,50 75.00 Tidak Tidak ada ada 4,17 95,83 Tidak Tidak ada ada 4,69 44,53 49,22 4,56
Kriteria air sumur ** Buruk sedang Buruk sekali Buruk sekali Buruk sedang
Persentase Rumah Tangga yang Menggunakan Air Sumur untuk Air Minum dan Pendapatan/Pengelolaan Per Bulan
Pendapatan (%) Pengeluaran (%) Persentase pengRendah Menengah Tinggi Rendah Menengah Tinggi gunaan Kualitas No Lokasi < Rp. Rp. 400.000 > < Rp.400.000 > air sumur (kriteria) 400.000 sd Rp.600.000 Rp. sd Rp.600.000 (%) Rp.600.000 400.000 Rp.600.000 1. Tanah Abang* 68,23 Buruk 13,79 16,79 69,42 4,81 12,02 83,17 sekali 2. Sawah Besar* 0 Buruk 25 25 50 1,56 14,06 84,38 sekali 3. Pademangan* 0 Buruk 18,84 31,88 49,28 3,12 34,38 62,50 sedang 4. Tebet* 49,22 Buruk 14,46 36,14 49,40 5,49 15,6 78,91 sedang Sumber : BPS DKI Jakarta dalam angka, 2002 diolah kembali sesuai kebutuhan penelitian Keterangan : * Lokasi sumur yang diteliti (mewakili per wilayah) 1. Pendapatan rendah (kurang atau sama dengan Rp. 200.000) 2. Pendapatan menengah (antara Rp. 400.000 sampai dengan Rp. 599.999) 3. Pendapatan tinggi ( ≥ Rp. 600.000)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam pemanfaatan air sumur tersebut dibagi dalam dua kelompok pengguna, yaitu : 1. Kelompok yang tidak memanfaatkan air sumur untuk air minum, namun menggunakan air dalam kemasan dan air ledeng PDAM untuk memenuhi kebutuhan air minumnya. Rumah tangga yang termasuk dalam kelompok ini adalah :
42
a. Rumah tangga memiliki sumur dengan kualitas air sumur yang masih layak, tetapi karena kemampuan ekonominya tinggi, maka memilih untuk menggunakan sumber air minum dari luar. Sebagian kelompok meskipun kemungkinan untuk kebutuhan rumah tangga lainnya masih menggunakan air sumur (mandi, mencuci dan sebagainya) dan sebagian kelompok untuk memenuhi kebutuhan air bersih dengan air PAM. b. Kualitas air sumur buruk tidak layak untuk diminum, tetapi air sumur masih dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga lainnya, yaitu di wilayah Tebet dan Kemayoran. 2. Kelompok yang memanfaatkan air sumur untuk air minum. a. Kualitas air sumur layak, meskipun kemampuan ekonomi tinggi, tetapi tetap memanfaatkan air sumur untuk air minum, dan kebutuhan lainnya, yaitu di wilayah Sawah Besar. b. Kualitas air sumur layak, kemampuan ekonomi rendah, maka dapat dipastikan akan memanfaatkan air sumur untuk air minum dan kebutuhan lainnya. c. Kualitas air sumur buruk, kemampuan ekonomi tinggi, tetapi tetap memanfaatkan air sumur untuk air minum dan kebutuhan lainnya. d. Kualitas air sumur buruk, kemampuan ekonomi rendah, dan sumber air bersih dari air sumur, yaitu di Tanah Abang. Penduduk di kawasan permukiman kumuh dan sekitarnya menggunakan beberapa sumber air untuk mencukupi kebutuhan rumah tangganya. Pendapatan responden dan penggunaan sumber-sumber air menunjukkan adanya pola penggunaan sumber air yang beragam sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 9. Kelompok masyarakat baik yang berpenghasilan rendah sampai berpenghasilan tinggi untuk keperluan masak dan minumnya menggunakan air yang telah memenuhi syarat sebagai air baku minum walaupun dengan sumber air yang berbeda-beda. Pada kelompok masyarakat dengan pendapatan per bulan di atas Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah)/bulan, untuk memenuhi kebutuhan masak dan minumnya menggunakan air yang berasal dari aliran PDAM yang pipa sambungannya telah sampai ke rumahnya. Selain itu mereka juga ada yang membeli air dari pedagang air keliling. Sumber air pada kelompok masyarakat
43
yang tergolong mampu ini berasal dari air sumur, air PDAM, dan pedagang keliling. Data Tabel 9 menunjukkan bahwa makin tinggi pendapatan maka makin banyak perolehan sumber air yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan air rumah tangganya tersebut. Pada kelompok masyarakat dengan penghasilan rendah atau di bawah Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah)/bulan pilihan sumber air terbatas pada sumur dangkal, dan khusus untuk memenuhi kebutuhan masak dan minum membeli dari pedagang air keliling. Data Tabel 9 memperlihatkan bahwa keterbatasan sumber air untuk minum dan masak telah memaksa kelompok pendapatan rendah tersebut membeli air yang diperdagangkan oleh pedagang air keliling. Kondisi ini menunjukkan bahwa beban ekonomi dari kelompok pendapatan rendah ini dalam mendapatkan air bersih lebih berat dibandingkan dengan kelompok masyarakat dengan pendapatan besar. Jaringan pipa PDAM umumnya belum mampu melayani kebutuhan air penduduk di permukiman kumuh karena pengembagan infrastruktur
jaringan
pipa
air
mengalami
kesulitan
berkaitan
dengan
ketidakteraturan penataan ruang kawasan tersebut yang umumnya padat dan tidak teratur. Kondisi
yang
bersifat
paradoks
tersebut,
dimana
masyarakat
berpendapatan rendah menanggung beban ekonomi yang lebih berat dibandingkan kelompok berpendapatan tinggi, menunjukkan adanya ketimpangan pembangunan infrastruktur sumber daya air di permukaan. Program pembangunan perkotaan tersebut menunjukkan masih belum optimal (optimalnya fungsi pelayanan publik terutama dalam pelayanan air bersih untuk kelompok masyarakat miskin. Oleh karena itu pelayanan air bersih yang bersifat pro-masyarakat miskin perkotaan (pro-urban poor) perlu ditingkatkan, karena air merupakan kebutuhan dasar setiap manusia. Pemenuhan kebutuhan air minum sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan dan memenuhi standar baku air minum perlu menjadi perhatian serius pemerintah, karena air menjadi kunci utama terwujudnya permukiman penduduk yang sehat dan produktif.
44
Tabel 9. Karakteristik Pendapatan Responden per Bulan dan Penggunaan Sumber Air Pendapatan Responden
Penggunaan Air Masak
Minum
Mandi
Kakus
Cuci Perabot
Cuci Kendaraan
Siram Kebun
100.000 b B a a A 320.000 b B a a A 400.000 b B a a A 450.000 b B a a 500.000 b B c c C 500.000 b B a a A 500.000 b B a a A 600.000 b B b b B 750.000 b B a a A 750.000 b B a a 800.000 b B a a A 900.000 b B c c C 900.000 b B a a A 1.000.000 c C c c 1.000.000 b B a a A 1.150.000 c C c c C 1.200.000 b B a a A a a 1.500.000 c C c c C 1.500.000 b B a a A 1.500.000 b B a a A 1.950.000 b B b b B 1.960.000 b B a a A 2.000.000 a B a a A 2.000.000 c C b b B 2.000.000 c C c c C c c 2.500.000 b B a A 2.500.000 b B a a A a a 3.000.000 c C c c C c 3.000.000 c C b b B b b 3.200.000 c C a a A 3.500.000 c C c c C 3.750.000 c C a a A a a 4.000.000 c C a a A a a 4.500.000 c C a a A a a Keterangan : Sumber air yang digunakan terdiri dari a=air sumur; b=air dibeli dari pedagang air, dan c=air dari PDAM. Sumber : hasil pengolahan data primer.
Kualitas air sumur yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga di permukiman kumuh dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kepadatan penduduk,
kepadatan banguan (luas lantai permukiman), jumlah anggota
45
keluarga, jarak sumur dengan pembuangan tinja, tempat pembuangan tinja, dan fasilitas air minum. Masing-masing faktor tersebut diuraikan sebagai berikut ini. a. Kepadatan Penduduk Kondisi permukiman di lingkungan sumur yang diteliti berpenduduk padat, rata-rata 316,68 jiwa/ha, dengan kepadatan penduduk masing-masing kecamatan di lingkungan sumur yang diteliti di Kecamatan Tanah Abang 187,53 jiwa/ha, di Sawah Besar 190,80 jiwa/ha, Pademangan 103 jiwa/ha, dan Tebet 271,56 jiwa/ha. Kondisi permukiman yang padat ini menyebabkan potensi pencemaran sumber air di kawasan tersebut tinggi. b. Kepadatan Bangunan (luas lantai perumahan). Kondisi perumahan di lingkungan sumur yang diteliti padat tidak teratur, dengan ukuran bangunan mayoritas kecil-kecil. Dari seluruh lokasi, lebih dari 50% kumuh yang luas lantainya kurang dari 60 m2. Ukuran rumah yang ada dapat terlihat kepadatan bangunan yang sangat tinggi. karena ukuran lantai hampir sama dengan ukuran persil. Hubungannya dengan jarak tangki septik ke sumur yang ideal lebih besar dari 10 m, diperlukan luas lahan minimum lebih 60 m2. Dengan luas lantai yang sebagian besar kurang dari 60 m2, tidak memungkinkan membuat tangki septik berjarak >10 m, sehingga sangat dimungkinkan ada hubungan pencemaran air sumur oleh limbah dari jamban (bakteri E. coli.). Kepadatan bangunan dengan luas lantai kurang dari 60 m2 sebagian kecil, dan mayoritas berukuran kecil kurang dari 60 m2. Perbandingan luas lantai di empat kecamatan sampel ditampilkan pada Tabel 11. Tabel 10. Distribusi Rumah Tangga Menurut Luas Lantai No
1 2 3 4
Lokasi kecamatan
Jumlah Kelurahan
Tanah Abang Sawah Besar Pademangan Tebet
7 2 3 6
Kurang dari 20m3 28,37 17,19 38,90 12,55
Luas Lantai (%) 20m3Lebih dari 60m3 60m3 38,94 32,69 32,81 50,00 38,54 38,50 42,19 45,31
Sumber : BPS DKI Jakarta dalam angka, 2002 Diolah Sesuai Kebutuhan Penelitian
Kurang dari 60m3 67,69 50,00 61,40 54,69
46
Pendapatan responden secara tipe dan luas bangunan menunjukkan kecenderungan hubungan yang positif, dimana makin tinggi pendapatannya maka tipe bangunannya berupa tembok dengan luas bangunan yang makin besar. Dalam hal ini tipe dan luas bangunan mencerminkan tingkat kesejahteraan keluarga yang mendiaminya. c. Jumlah Anggota Rumah Tangga Kondisi pemakaian air dapat terlihat dari ukuran keluarga di lingkungan sumur yang diteliti, yang dapat mempengaruhi kualitas air. Jumlah anggota keluarga di hampir seluruh lokasi penelitian mempunyai anggota rumah tangga lebih dari empat orang. Kondisi ini dapat mempengaruhi penggunaan air sumur dan akan mempengaruhi kualitas airnya. karena dengan makin banyaknya anggota rumah tangga limbah rumah tangga makin banyak, terutama pada rumah tangga yang mempunyai saluran air kotor kurang memadai sehingga tumbuh dapat meresap ke dalam sumur. Kotoran rumah tangga cair yang banyak mencemari air sumur adalah limbah sabun deterjen, baik untuk cucian dapur, mencuci pakaian dan mandi. Distribusi jumlah anggota keluarga di lokasi penelitian ditampilkan pada Tabel 12. d. Jarak sumur dengan Pembuangan Akhir Tinja Kondisi jarak penampungan akhir tinja ke sumur yang diteliti, sesuai hasil penelitian banyak yang berjarak kurang dari 10 m. Hal ini dikarenakan ukuran persil rapat dan kecil-kecil (kepadatan bangunan) tinggi, sehingga tidak memungkinkan adanya jarak yang cukup antara sumur dengan penampungan akhir tinja. Kondisi ini dapat mempengaruhi kualitas air sumur dengan tingginya bakteri E. coli tinja.
47
Tabel 11. Pendapatan Responden serta Tipe dan Luas Bangunan No.Responden
Pendapatan (Rp/bln)
Tembok beton A. Kecamatan Tanah Abang-Kota Jakarta Utara 1 3.750.000 √ 2 800.000 3 2.000.000 4 2.500.000 √ 5 4.500.000 √ 6
500.000
7 750.000 8 900.000 √ 9 1.200.000 √ B. Kecamatan Sawah Besar-Kota Jakarta Pusat 1 3.000.000 √ 2 500.000 3 1.000.000 4 600.000 5 100.000 6 1.500.000 √ 7 1.500.000 √ 8 1.960.000 √ 9 3.000.000 √ 10 2.000.000 √ C. Kecamatan Pademangan-Kota Jakarta Utara 1 1.950.000 √ 2 900.000 3 500.000 √ 4 1.000.000 √ 5 1.150.000 √ 6 2.500.000 √ 7 1.500.000 √ 8 3.500.000 √ 9 1.950.000 D. Kecamatan Tebet-Kota Jakarta Selatan 1 4.000.000 √ 2 450.000 √ 3 400.000 √ 4 750.000 √ 5 320.000 √ 6 3.200.000 √ 7 2.000.000 √ Sumber : hasil pengolahan data primer.
Tipe dan Luas Bangunan KayuLuas Campuran bambu Tanah
√
√ √
√ √ √ √
√
Luas Bangunan
135 300 150 140 200
270 200 100 100 150
20
20
12 80
12 80
25 99 30 36 16 115 48 15 24 48
24 72 30 36 16 80 42 36 40 48
20 32 78 36 180 35 27 75
20 32 78 36 90 35 27 75
280 75 24 32 20 182 110
200 75 24 16 20 182 90
48
Tabel 12. Distribusi Rumah tangga Menurut Jumlah Anggota Rumah Tangga (tahun 2002) No
1 2 3 4
Lokasi kecamatan
Jumlah Kelurahan
Tanah Abang Sawah Besar Pademangan Tebet
Jumlah anggota rumah tangga (%) s.d. 3 orang 51,92 40,63 44,79 39,06
7 2 3 6
> 3 orang 48,08 59,37 55,21 60,94
> 5 orang 14,90 21,88 13,54 25,78
Sumber : BPS DKI Jakarta dalam angka, 2002 diolah sesuai kebutuhan penelitian
Berdasarkan uraian yang telah disampaikan sebelumnya, diperoleh informasi bahwa sebagian besar penduduk di permukiman kumuh masih memanfaatkan sumur dangkal sebagai sumber air minum dan kebutuhan rumah tangga lainnya. Bagi kelompok masyarakat yang menggunakan sumber air minum dari air sumur, adalah (a) kualitas air sumurnya masih layak, dan (b) lokasi hunian belum atau tidak dapat dijangkau air ledeng (PAM) karena hunian yang terlalu padat dan tidak terjangkau jalan, sehingga sulit untuk pemasangan saluran air PAM. Sedangkan bagi kelompok masyarakat yang kualitas air sumurnya tidak layak dikonsumsi, tidak memiliki fasilitas sumur, dan lokasi permukiman sudah terjangkau jaringan pipa ledeng PDAM pada umumnya sudah tidak lagi menggunakan air sumur untuk memenuhi kebutuhan air minumnya. Diantara yang menggunakan air minum bukan dari air sumur, sebagian besar menggunakan air ledeng (hampir 60%) dan sebagian menggunakan air dalam kemasan (hampir 7%). Untuk kelompok ini, diperlukan biaya untuk kebutuhan air minumnya, yang menggunakan sumber air dalam kemasan, biaya tersebut akan lebih tinggi. Kelompok yang tetap menggunakan sumur sebagian sumber air bersih tidak diperlukan biaya air bersih, selengkapnya seperti pada Tabel 13. Tabel 13. Distribusi Rumah Tangga Menurut Sumber Air Minum Tahun 2002 No
1 2 3 4
Lokasi Kecamatan
Tanah Abang Sawah Besar Pademangan Tebet
Jumlah Kelurahan
7 2 3 6
Dari air sumur Sumur Sumur tidak Terlindung terlindung (%) (%) 33,17 2,88 0,96 0 0 0 0 0 0 45,31 3,91 0
Pompa (%)
Air sumur 36,05 0 0 49,22
Dari Bukan air sumur (%) 63,98 100 100 50,78
Jumlah (%)
100 100 100 100
49
Penyediaan air bersih di kawasan kumuh membutuhkan sejumlah biaya. Biaya pengadaan air bersih berbeda untuk setiap kelompok pendapatan responden. Data pada Tabel 14 menunjukkan bahwa makin tinggi pendapatan masyarakat maka kesediaan membayar air makin tinggi. Kelompok masyarakat berpendapatan tinggi mengeluarkan dana yang lebih besar karena jumlah air yang digunakannya lebih besar. Mereka menggunakan air tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan primer (minum dan masak), tetapi air digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan lainnya seperti untuk mandi, kakus, cuci perabot, cuci kendaraan dan siram kebun. Data pada tabel tersebut menunjukkan bahwa makin tinggi tingkat pengolahan air yang dibutuhkan, maka makin besar biaya yang dikeluarkan
untuk
mendapatkannya. 4.3. Konflik Pemanfaatan Air di Kawasan Kumuh Berdasarkan hasil analisis data gambaran umum kualitas biofisik kimia dan hasil analisis data sosial ekonomi, seperti yang telah diuraikan sebelumnya, permasalahan air di kawasan kumuh Kota Jakarta menyangkut kualitas sumber air yang buruk. Pihak-pihak yang berpeluang menjadi pelaku konflik potensial di permukiman kumuh ternyata berbeda pada lokasi yang berbeda dan masalah sumber konflik yang berbeda, maupun tipe konflik yang berbeda.
Hal ini
berimplikasi pada perbedaan cara-cara pengelolaan konflik di lingkungan permukiman kumuh tersebut. Gambaran tentang para pihak yang berpotensi terlibat dalam konflik pengelolaan sumberdaya air dapat dilihat pada Tabel 15. Konflik pemanfaatan air di kawasan permukiman kumuh dapat terjadi antara : (a) pengguna dengan pengelola air bersih; (b) pengguna dengan penyedia air bersih; (c)pengguna dengan pengelola air bersih, (d) Antara pengguna dan pengelola dan dengan penyedia air bersih, dan (e) antara pengguna air bersih. Pada penelitian ini, potensi konflik yang terjadi karena pemanfaatan air dapat berupa : (1) kesalah pahaman atau salah persepsi berupa emosi, komunikasi buruk, perilaku buruk, (2) mempunyai kepentingan individu yang berbeda, (3) informasi kebijakan yang tidak diketahui/dipahami, (4) konflik struktural, dan (5) belum adanya aturan main dan keadilan. Berdasarkan teori konflik Max Weber (Anonim, 2006) ada tiga syarat timbulnya suatu konflik.
Jika ketiga syarat
50
tersebut diaplikasikan pada penelitian ini, timbulnya konflik pemanfaatan air dapat terjadi akibat sebagai beikut: 1. Adanya sekelompok kecil orang yang dapat memanfaatkan sumber air dengan segala kemudahannya, sementara sebagian besar masyarakat tidak punya kesempatan seperti itu (Kasus A). Adanya kesalahpahaman atau tidak tahunya informasi menyebabkan kelompok masyarakat secara emosi menuduh sekelompok
kecil
orang
saja
yang
diperbolehkan memanfaatkan sumber air.
umumnya
berpendapatan
kaya
Kenaikan harga juga memicu
konflik sehingga sasaran diarahkan kepada pengelola atau segelintir orang tersebut. 2. Sebagian masyarakat yang tadinya mempunyai kesempatan memanfaatkan sumber air dengan sangat mudah berbalik menjadi tidak mempunyai kesempatan semudah itu lagi (Kasus B). Individu yang pernah menikmati kemudahan memanfaatkan sumber air tersebut akan mudah menimbulkan konflik apabila kepentingan individu berkaitan dengan pemanfaatan sumber air terprovokasi, hal ini disebabkan karena mereka sudah tidak memperoleh kesempatan untukmemanfaatkan sumber air tersebut. 3. Rendahnya mobilitas sosial, seperti masyarakat yang berasal dari kelas bawah hanya memiliki sedikit peluang untuk meningkatkan pemanfaatan sumber air dibanding dengan mereka dari golongan masyarakat kelas atas atau aparat pemerintah (Kasus C). Pengelola mempunyai peluang atau kesempatan yang lebih besar dalam hal pemanfaatan sumber air dibanding pengguna. Apabila ketiga tipe konflik tersebut dikaitkan dengan para aktor konflik (pengguna, penyedia, dan pengelola) dan lokasi penelitian, maka hubungan ketiganya dapat dilihat pada Tabel 16. Pada umumnya hampir di semua lokasi, konflik terjadi antara pengguna-pengelola dan pengguna-penyedia, kecuali untuk lokasi Pademangan dimana tidak terjadi konflik pengguna-penyedia. Hal ini diduga bahwa pengguna di lokasi Pademangan memiliki sumur air sendiri sehingga tidak banyak berhubungan dengan pengelola dan atau dengan penyedia. Sedangkan konflik yang melibatkan semua aktor hanya terjadi pada lokasi penelitian Sawah Besar (kasus A dan C), dan Pademangan (kasus B).
51
Kasus B tidak terjadi pada konflik antar pengguna di semua lokasi penelitian.
Hal ini diduga tidak ada pengguna yang berubah status, seperti
misalnya pengguna yang mampu menjadi pengguna yang tidak mampu, dan atau konflik yang disebabkan oleh kepentingan individu yang dominan sehingga menimbulkan kekerasan pada individu lainnya. Tabel 14. Pendapatan Responden dan Kesediaan Membayar Air Per Bulan Pendapatan Responden 100.000 320.000 400.000 450.000 500.000 500.000 500.000 600.000 750.000 750.000 800.000 900.000 900.000 1.000.000 1.000.000 1.150.000 1.200.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.950.000 1.960.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.500.000 2.500.000 3.000.000 3.000.000 3.200.000 3.500.000 3.750.000 4.000.000 4.500.000
Akses Terhadap Sumber Langsung
Melalui Pedagang /PAM √
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
√ √ √ √
√ √ √ √
Kesediaan Membayar Air Per bulan (Rp) 30.000 30.000 30.000 15.000 30.000 20.000 25.000 20.000 30.000 40.000 45.000 40.000 50.000 60.000 60.000 60.000 55.000 59.000 50.000 60.000 55.000 60.000 115.000 105.000 100.000 150.000 100.000 164.000 140.000 200.000 150.000 150.000 250.000 300.000
52
Upaya mengurangi konflik atau bahkan menyelesaikan konflik tersebut sampai saat ini masih tersendat-sendat. Hal ini diduga institusi yang berwenang masih bersifat informal dan atau jika bersifat formal pun perannya masih belum mampu menyelesaikan konflik yang ada. Upaya resolusi konflik dapat dilakukan dengan mengembangkan instiusi lokal yang ada di permukiman. Dalam hal ini analisis tentang prioritas faktor dan aktor yang mempengaruhi pengelolaan air bersih di kawasan permukiman kumuh perkotaan perlu dilakukan. Tabel 15. Pihak-pihak Berpotensi Konflik Air di Permukiman Kumuh Perkotaan No
Tipe Konflik
Tipe Masalah Air Permukiman
Aktor yang Konflik
1
Pengguna
2
Pengelola
3
Penyedia
Penyediaan Air Bersih
Biaya Air Tinggi
1
1, 2, 3
2,3
2,3
1, 2, 3
2, 3
Keterangan : 1. Pengguna; 2. PDAM ; 3. Pedagang
Tabel 16. Tipe Potensi Konflik Antar Aktor di Masing-masing Lokasi. Konflik Antar Aktor Lokasi Tanah Abang Sawah Besar Pademangan Tebet Keterangan :
A B C
PenggunaPengelola
PenggunaPenyedia
PengelolaPenyedia
A, B A, B A, B, C A, B, C
A, B, C A, B, C A, C
A, C A, B A, C A, B
PenggunaPenyediaPengelola A, C B -
Antar Pengguna C A, C
= Konflik ketidakadilan = Konflik tidak ada kesempatan = Konflik karena perbedaan kelas/golongan
4.4. Pengembangan Institusi Lokal dalam Pengelolaan Air di Kawasan Kumuh Perkotaan Pengembangan institusi lokal dalam pengelolaan air bersih di kawasan permukiman kumuh perkotaan dilakukan untuk mencapai prinsip keadilan dalam pemanfaatan air bagi kelompok pengguna air di kawasan tersebut. Pengembangan institusi dilakukan untuk menghindari konflik penggunaan air akibat makin
53
tingginya tingkat permintaan air di kawasan permukiman kumuh dibandingkan dengan jumlah air yang tersedia dan kualitas air yang mulai tercemar. Analisis penataan pengelolaan air bersih di kawasan kumuh dilakukan secara hirarkis terhadap beberapa faktor dan aktor yang berperan dalam pengelolaan air tersebut. Hasil analisis hirarki pengelolaan air bersih di kawasan permukiman kumuh perkotaan disajikan pada Gambar 5. Institusi Pengelolaan Air Bersih Di Kawasan Kumuh Perkotaan
Tujuan/Fokus :
Faktor :
Aktor :
Jaminan Ketersedian Air Bersih (0,488)
Pemerintah Daerah (0,444)
Alokasi Air Bersih di Kawasan Kumuh (0,251)
Perusahaan Daerah Air Minum (0,255)
Distribusi Air Bersih di Kawasan Kumuh (0,157)
Rukun Tetangga/ Warga (0,185)
Resolusi Konflik Pengelolan Air (0,103)
Swasta/Pedagang Air (0,116)
Gambar 5. Hasil Analisis Hirarki Pengelolaan Air Bersih di Kawasan Permukiman Kumuh Perkotaan Urutan prioritas faktor yang mempengaruhi pengelolaan air bersih di kawasan kumuh perkotaan adalah : jaminan ketersediaan air bersih (0,488), alokasi air bersih di kawasan kumuh (0,251) distribusi air bersih di kawasan kumuh (0,157), dan resolusi konflik (0,103). Berdasarkan prioritas tersebut menunjukkan bahwa dalam pengelolaan air di kawasan permukiman kumuh, faktor jaminan ketersediaan air merupakan langkah pertama dalam mengelola air di kawasan tersebut. Air baku minum wajib memenuhi standar penyediaan air minum dalam hal ini jaminan ketersediaan air mencakup jumlah air yang dapat memenuhi kebutuhan pengguna air khususnya yang tinggal di kawasan permukiman kumuh perkotaan, serta didukung oleh kualitas air yang memenuhi standar sebagai air baku minum. Keterbatasan air akibat jumlah air yang tidak mencukupi dan atau kualitas air yang tidak memenuhi standar baku dapat memicu konflik diantara pengguna air di kawasan permukiman kumuh perkotaan. Oleh
54
karena itu upaya untuk mendapatkan sumber air dengan jumlah air yang memadai dan kualitas air yang sesuai dengan standar baku air untuk kebutuhan rumah tangga menjadi prioritas pertama dalam mengelola sistem air di kawasan kumuh perkotaan. Apabila di kawasan permukiman kumuh tersebut cukup memiliki jumlah air namun kualitas airnya tercemar maka diperlukan upaya pengolahan air (water treatment) terlebih dulu sebelum digunakan, sebaliknya apabila jumlah ketersediaan air terbatas maka diperlukan upaya untuk mendapatkan sumber air baru. Sumber air baru diperlukan untuk memenuhi kekurangan kebutuhan air masyarakat. Faktor kedua yang mempengaruhi pengembangan institusi air dikawasan permukiman adalah sistem alokasi air diantara pengguna air. Alokasi air yang dilakukan secara adil akan mampu menghindari terjadinya konflik di antara pengguna air. Alokasi air dilakukan untuk mencapai prinsip pemerataan air bagi masyarakat sesuai dengan kebutuhannya. Alokasi air akan menjamin kelompok masyarakat miskin memiliki akses yang sama untuk mendapatkan air. Di samping samping ketiga faktor yang telah dijelaskan sebelumnya, upaya resolusi konflik menjadi bagian penting dalam pengembangan institusi pengelolaan air di kawasan permukiman kumuh. Mekanisme resolusi konflik dalam pengembangan institusi dibutuhkan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya konplik diantara pengguna air. Prioritas faktor ketiga adalah sistem distribusi air yang menjangkau kebutuhan masyarakat yang tinggal di kawasan permukiman kumuh. Perhatian terhadap sistem distribusi ini terkait dengan masih minimnya infrastruktur fisik lingkungan karena padatnya. Sistem distribusi air di kawasan permukiman kumuh merupakan faktor prioritas kedua setelah jaminan ketersediaan air terpenuhi. Distribusi air menjadi masalah bagi masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh karena kondisi imfrastruktur fisiknya minim akibat pertumbuhan kawasan ini tidak terencana bahkan liar di luar rencana tataruang yang telah ditetapan. Distrtribusi air yang tidak merata diantara pengguna air menimbulkan ketimpangan yang memicu konflik air. Ssistem distribusi air harus dapat menjangkau semua kelompok masyarakat yang tinggal di kawasan kumuh, sehingga akses terhadap air dapat dinikmati secara adil. Tanpa adanya sistem
55
distribusi air yang memadai, pasokan air ke kawasan kumuh tertanggu sehingga mimicu konplik. Dalam hal ini pembenahan terhadap sistem distribusi air . Prioritas aktor yang mempengaruhi pengembangan institusi pengelolaan air di kawasan permukiman kumuh adalah : pemerintah daerah (0,444), Perusahaan Daerah Air Minum/PDAM (0,255), rukun tetangga/warga (0,185) dan swasta/pedagang air (0,116). Pemerintah adalah aktor yang dianggap mampu mengelola air di masyarakat yang tinggal di kawasan permukiman kumuh. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistim Penyediaan Air Minum Pasal 8 ayat (2), pemerintah daerah berkewajiban untuk menjamin air baku minum bagi kepentingan masyarakat di wilayahnya. Peran pemerintah untuk menjamin kebutuhan air penting dikedepankan di daerah-daerah permukiman kumuh yang belum mendapatkan layanan air bersih. Dalam hal ini pemerintah dapat mengalokasikan sejumlah program peningkatan penyediaan air bersih, sehingga kecukupan masyarakat terhadap air, selain itu peran pemerintah dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah sosial lainnya di kawasan permukiman kumuh. Pemerintah Daerah memiliki kewenangan dan tanggung jawab dalam pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM) terutama yang berkaitan dengan : (a) pemenuhan kebutuhan air minum masyarakat di wilayahnya sesuai dengan standar pelayanan air minum yang ditetapkan ; (b) memenuhi kebutuhan pelayanan sanitasi untuk meningkatkan kesehatan masyarakat di wilayahnya ; (c) melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan pengembangan SPAM di wilayahnya; dan (d). memfasilitasi pemenuhan kebutuhan air baku untuk pengambangan SPAM di wilayahnya. Perusahaan Daerah Air Minum dipandang sebagai lembaga yang secara profesional memiliki tugas pokok dalam menyedikan air minum bagi masyarakat. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) ini memiliki dua (2) fungsi pokok, yaitu fungsi produksi dan fungsi sosial. Sebagai perusahaan PDAM dituntut untuk mendapatkan keuntungan (profit) secara optimal tanpa mengabaikan fungsi sosial dalam melayani kebutuhan air minum masyarakat, termasuk didalamnya memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat di kawasan permukiman kumuh perkotaan. Respon responden dalam penelitian ini lebih memilih PDAM sebagai lembaga yang dipandang mampu memenuhi kebutuhan airnya.
56
Pengurus RT/RW adalah tokoh masyarakat yang dianggap mampu menyelesaikan masalah masyarakat yang langsung terjadi di lapangan, termasuk sengketa air. Walaupun begitu RT/RW secara teknis memiliki keterbatasan dalam menyediakan air yang memadai bagi kepentingan masyarakatnya. Pengurus RT/RW umumnya berfungsi dalam mengidentifikasi permasalahan penyediaan air dan meneruskannya kepada pihak yang secara teknis menyelesaikannya, terutama perusahaan air minum yang secara teknis menangani penyediaan air bersih. Kelompok swasta atau pedagang air adalah kelompok yang selama ini memasok kebutuhan air bagi masyarakat di permukiman kumuh perkotaan, terutama untuk memenuhi kebutuhan air baku minum. Masyarakat di kawasan permukiman kumuh menggunakan jasa pedagang air untuk air minumnya karena kualitas air yang berasal dari sumur galinya mengalami pencemaran. Analisis hirarki lebih lanjut dilakukan untuk melihat prioritas aktor dalam kaitannya dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Prioritas aktor terhadap setiap faktor ditampilkan pada Tabel 17. Prioritas aktor yang berperan terhadap faktor jaminan ketersediaan air adalah : pemerintah daerah (0,490), PDAM (0,255), RT/RW (0,122), dan swasta/pedagang air (0,132). Air sebagai kebutuhan dasar manusia perlu dijamin ketersediaan. Dari keempat aktor yang berkaitan dengan penyediaan air bersih tampaknya pemerintah daerah memegang peranan penting untuk menjamin ketersediaan air bagi masyarakatnya termasuk di kawasan permukiman kumuh. Peran pemerintah dalam menjamin ketersediaan air ini berkaitan dengan posisi strategis dan vital air untuk mendukung kehidupan masyarakat. Dengan kewenangan yang dimilikinya pemerintah daerah dapat menyediakan sumber air untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Peranan PDAM, RT/RW, dan swasta dalam menjamin ketersediaan air kurang signifikan karena kewenangan yang dimilikinya lebih terbatas dibandingkan kewenangan pemerintah daerah. Prioritas aktor yang berperan terhadap faktor distribusi air adalah : PDAM (0,40), pemerintah daerah (0,272), RT/RW (0,207), dan swasta/pedagang air (0,12). Distribusi air kepada pelanggan dapat dilakukan oleh berbagai aktor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PDAM yang secara profesional mengelola air minum di DKI Jakarta dipandang memiliki kemampuan untuk mendistribusikan
57
air kepada masyarakat. Sumberdaya manusia dan sarana operasional yang memadai dimiliki PDAM di bidang pengelolaan air bersih akan memudahkan distribusi air sampai ke pelanggan dengan baik. Mengingat bahwa masalah distribusi air ini merupakan masalah yang bersifat teknis, maka aktor yang mendistribusikannya
adalah
institusi
yang
secara
teknis
lebih
mampu
dibandingkan diantara aktor lainnya. Prioritas aktor yang berperan terhadap faktor alokasi air adalah : pemerintah daerah (0,489), RT/RW (0,232), PDAM (0,190), dan swasta/pedagang air (0,089). Alokasi air untuk berbagai pengguna untuk menghindari terjadinya konflik diantara pengguna air sebaiknya dilakukan oleh pemerintah daerah. Tabel 17. Prioritas Faktor dan Aktor Pengembangan Institusi dalam Pengelolaan Air di Kawasan Permukiman Kumuh Perkotaan Faktor
Prioritas Faktor
Jaminan Ketersediaan Air (0,488)
I
Distribusi Air (0,157)
II
Alokasi Air (0,251)
III
Resolusi Konflik (0,103)
IV
Aktor Pemerintah Daerah (0,490) PDAM (0,255) RT/RW (0,122) Swasta/Pedagang Air (0,132)
Prioritas Aktor I II III IV
Pemerintah Daerah (0,272) PDAM (0,401) RT/RW (0,207) Swasta/Pedagang Air (0,12)
II I III IV
Pemerintah Daerah (0,489) PDAM (0,190) RT/RW (0,232) Swasta/Pedagang Air (0,089)
I III II IV
Pemerintah Daerah (0,381) PDAM (0,187) RT/RW (0,335) Swasta/Pedagang Air (0,096)
I III II IV
Pemerintah daerah dengan kewenangan yang dimilikinya memiliki hak dalam mengalokasikan air di suatu wilayah untuk berbagai penggunaan secara merata, termasuk menyusun strategi pengembangan sumberdaya airnya. Alokasi air yang adil dapat mencegah terjadinya konflik air antar pengguna air. Alokasi air di kawasan kumuh perkotaan perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah daerah karena penduduk yang tinggal di kawasan tersebut umumnya kaum marjinal kota yang hidupnya dicirikan oleh rendahnya tingkat pendapatan dan pendidikan,
58
fasilitas fisik lingkungan yang jelek, dan akses terhadap pengambil keputusan kecil. Oleh karena itu pemerintah daerah dalam mengalokasikan air di wilayahnya harus memberikan perhatian khusus terhadap ketersediaan air di kawasan permukiman kumuh. Prioritas aktor yang berperan terhadap faktor resolusi konflik adalah : pemerintah daerah (0,381), RT/RW (0,335), PDAM (0,187), dan swasta/pedagang air (0,096). Konflik air yang terjadi di masyarakat merupakan masalah sosial yang dihadapi oleh para aktor di lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa walaupun aktor yang prioritas untuk menyelesaikan konflik air, namun persentase aktor lainnya selain swasta/pedagang juga cukup signifikan. Hal ini tersebut mengindikasikan bahwa dalam resolusi konflik air, semua pihak yang berkepentingan dengan masalah pengelolaan air harus dilibatkan. Berdasarkan hasil analisis terhadap faktor dan aktor yang berperan dalam pengelolaan air bersih di kawasan permukiman kumuh perkotaan dapat disusun prioritas faktor dan aktor yang perlu dipertimbangkan dalam menyusun rumusan institusi lokal sebagai berikut : a.
Prioritas Faktor 1. Faktor jaminan ketersediaan air bersih yang memenuhi kebutuhan penduduk di permukiman kumuh perkotaan. 2. Faktor alokasi air yang menjamin pemerataan air diantara pengguna air di permukiman kumuh perkotaan. 3. Faktor distribusi air bersih yang menjangkau kebutuhan penduduk di permukiman kumuh perkotaan.
b.
Prioritas Aktor 1. Pemerintah
daerah
yang
bertanggung-jawab
dalam
menjamin
ketersediaan air bersih dan mengalokasikan penggunaan air yang merata diantara pengguna air di kawasan permukiman kumuh perkotaan. 2. Perusahaan daerah air minum yang berperan dalam mengolah air dan mendistribusikannya kepada pelanggan sesuai dengan kebutuhan penduduk dan memenuhi syarat air baku minum sebagaimana yang telah ditetapkan.
59
3. Rukun warga berperan dalam mengantisipasi terjadinya konflik di lapangan, serta sebagai mediator pertama apabila konflik air terjadi diantara pengguna, penyedia, dan pengelola air di kawasan permukiman kumuh. 4. Swasta/pedagang air berperan sebagai penyedia air bersih di lokasi yang tidak terjangkau oleh jaringan pipa PDAM. 4.5. Pengembangan Institusi Lokal Pengembangan institusi lokal melibatkan berbagai pihak agar institusi baru hasil pengembangan mampu mengatasi berbagai konflik yang mungkin timbul. Gambar 6 menunjukkan keterkaitan berbagai pihak dalam proses pengembangan institusi lokal. Pihak-pihak yang berperan dalam mengembangkan institusi lokal adalah pemerintah setempat, masyarakat setempat, institusi-institusi lain yang ada. Sedangkan upaya perbaikan internal melalui perbaikan manajemen.
Gambar 6. Keterkaitan Berbagai Pihak Dalam Proses Pengembangan Institusi Lokal. Institusi lokal yang ada saat ini kurang mampu mengatasi berbagai konflik pemanfaatan air di permukiman, khususnya permukiman kumuh. Seperti yang dikemukakan pada pembahasan sebelumnya, institusi lokal ini dapat berupa pemerintah setempat, perwakilan PAM, organisasi kemasyarakatan, LSM, dan swasta. Pengembangan institusi tersebut sebaiknya tidak hanya tujukan pada salah satu institusi yang dipilih, namun institusi yang sudah ada diperkaya dengan
60
keterlibatan institusi lainnya dan tokoh masyarakat sebagai anggota institusi tersebut. Institusi lokal memiliki peranan penting dalam melakukan kontrol sosial terhadap suatu komunitas. Institusi lokal dapat meningkatkan interaksi yang berdampak
pada
meningkatnya
kepercayaan
diantara
orang-orang
yang
berinteraksi dalam komunitas tersebut, sebaliknya ketidakadaan institusi atau institusi yang tidak tertata baik berpeluang meningkatkan konflik yang memicu permasalahan sosial masyarakat seperti kriminalitas. Pengembangan institusi lokal dalam hal ini akan menjadi alat untuk mewujudkan integrasi sosial. Institusi lokal yang efektif akan dapat menyediakan sejumlah sumberdaya finansial, tenaga, politik, dan sosial terhadap keutuhan komunitasnya sehingga membentuk solidaritas sosial untuk menyelesaikan permasalahan bersama yang dihadapi. Ada tiga aspek penting yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan institusi lokal pengelolaan air di kawasan permukiman kumuh perkotaan, yaitu aspek hukum atau peraturan pengelolaan air (water law), aspek kebijakan pengelolaan air (water policy), dan aspek administrasi pengelolaan air (water administration). Ketiga aspek tersebut dalam implementasi sering terkait. Aspek hukum air umumnya memperkuat kebijakan pengelolaan air, dan sebaliknya kebijakan pengelolaan air dapat menginisiasi proses untuk pembentukan hukum air baru. Kedua aspek tersebut saling memperkaya satu sama lain, sehingga secara bersama-sama akan mendefinisikan struktur untuk memfungsionalisasikan administrasi pengelolaan air. Aspek hukum air secara umum mencakup pengaturan
tentang
hak
air,
manajemen
konflik,
akuntabilitas,
pertanggungjawaban (responsibilitas), partisipasi stakeholders, dan pengelolaan sumberdaya alam secara terpadu. Aspek kebijakan pengelolaan air umumnya berisikan kebijakan tentang prioritas penggunaan, seleksi proyek, pembiayaan proyek penyediaan air, transfer air, desentralisasi, dan kebijakan teknologi yang digunakan untuk mengelola sumberdaya air. Aspek administrasi pengelolaan air meliputi intervensi pemerintah, struktur organisasi pengelolaan air, sumberdaya manusia, keuangan, sistem pengumpulan dana (fee collection) dari pengguna air, dan manajemen informasi. Kaitan antara ketiga aspek tersebut ditampilkan pada Gambar 7.
61
Hukum Air
Kebijakan Pengelolaan Air
Hak Air, Manajemen Konflik, Akuntabilitas, Responsibilitas, Partisipasi stakeholders, dan Pengelolaan Sumberdaya Alam Terpadu
Prioritas penggunaan, Seleksi Proyek, Pembiayaan Proyek Air, Transfer Air, Desentralisasi, dan Kebijakan Teknologi Pengelolaan Air
Administrasi Pengelolaan Air Intervensi Pemerintah, Struktur Organisasi Pengelolaan Air, Sumberdaya Manusia, Keuangan, Sistem Pengumpulan Dana dari Pengguna Air, dan Manajemen Informasi
Gambar 7. Interaksi Antar Komponen Institusi Lokal Pengelolaan Air (Dimodifikasi dari Bandaragoda, 2000) Pemerintah berperan dalam menfasilitasi terbentuknya institusi lokal yang dapat mengakomodasi kepentingan semua pihak.
Hal ini dikarenakan peran
pemerintah sebagai pelayan masyarakat. Dilain pihak, masyarakat pun dapat berperan sebagai fasilitator, khususnya tokoh masyarakat, untuk menyatukan semua pihak membentuk atau memperbaiki institusi yang ada menjadi institusi baru yang dapat mengurangi konflik, khususnya konflik pemanfaatan air. Institusi lokal lainnya yang tidak ada kaitannya dengan pengelolaan/pemanfaatan sumberdaya air dapat berperan memantau dan memberi masukan dalam operasionalnya. Pada proses pengembangan institusi lokal tersebut, semua pihak harus bersepakat akan visi dan misi yang akan diemban oleh institusi tersebut. Visi dan misi ditetapkan karena adanya permasalahan sebelumnya yang harus dipecahkan, yaitu konflik pemanfaatan sumberdaya air. Hal ini sudah dapat dipastikan bahwa manajemen yang akan dianut harus berbeda dengan manajemen yang dianut oleh institusi sebelumnya, sehingga perlu ada perbaikan manajemen. Institusi lokal dibentuk sebagai kelanjutan dari analisis kebutuhan akan mediator dalam penanganan masalah konflik pemanfaatan sumberdaya air. Setiap pihak yang terlibat dalam institusi memiliki kedudukan dan suara yang sama. Keputusan diambil dalam sebuah forum bersama dengan landasan musyawarah untuk mufakat. Wilayah kerja institusi lokal bersifat terbatas dalam suatu kawasan
62
permukiman kumuh. Masa kerja institusi lokal itu sendiri terbatas sampai dengan target waktu penyelesaian konflik yang telah ditetapkan sebelumnya. Target waktu penyelesaian konflik ditentukan berdasarkan lama proses persiapan, sosialisasi, koordinasi antar pihak, penerapan solusi, dan pembinaan masyarakat pasca penerapan solusi. Institusi lokal bertanggungjawab atas kajian terhadap konflik dan faktor penyebabnya, akomodasi kepentingan masing-masing pihak, rekomendasi solusi, antisipasi dan penyelesaian konflik serta koordinasi dengan pihak eksternal sebagai pemilik sumberdaya dalam pelaksanaan rekomendasi solusi. Permasalahan lainnya seperti : alokasi anggaran, subsidi, tempat relokasi dan rencana tata kota sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah. Institusi lokal dibentuk sebagai mediator dari para pihak untuk mengakomodir semua kepentingan. Oleh karena itu, institusi ini mempunyai sifatsifat sebagai berikut: 1. Berperan sebagai faktor moderat dalam penyelesaian konflik pemanfaatan sumberdaya air. 2. Penetapan suatu kondisi untuk suatu persetujuan akan menghabiskan banyak waktu, biaya dan sumberdaya terutama pada proses pencapaian kesepakatan dan kesepahaman. 3. Kebijakan pemanfaatan sumberdaya air dalam lingkup nasional diperlukan untuk mendukung koordinasi antar pihak yang bersangkutan. Implementasi kebijakan ini bisa diwujudkan dalam peraturan perundang-undangan mengenai pemanfaatan sumberdaya air secara terpadu. 4. Aksi positif dalam pengelolaan air oleh pihak-pihak yang terlibat akan memberikan dampak positif terhadap keberadaan institusi lokal. Rumusan kebijakan pengembangan institusi lokal dalam pengelolaan air bersih di kawasan permukiman kumuh perkotaan disusun dengan memperhatikan beberapa pertimbangan sebagai berikut : a. Aspek analisis pemenuhan kebutuhan air untuk mencukupi kebutuhan air secara jumlah dan sesuai dengan kualitas air sebagai bahan baku air minum. b. Adanya penetapan tujuan khusus untuk mencegah penurunan kualitas dan kuantitas air.
63
c. Ketersediaan pelaku/aktor dan aturan main dalam pengelolaan air di kawasan permukiman kumuh. d. Mendeskripsikan fasilitas yang perlu dikembangkan yang berkaitan dengan pengadaan sarana dan prasarana distribusi dan pengelolaan sumberdaya air yang adil, kontinyu dan murah. e. Pengembangan norma dan aturan main yang disepakati oleh semua pihak, seperi membuat peraturan secara musyawarah, pemberian sanksi bagi yang melanggar secara tegas, adil dan kontinyu. f. Bentuk institusi lokal yang terlibat. Pengembangan institusi lokal yang berkaitan dengan pengelolaan air di kawasan kumuh perkotaan dirancang sesuai dengan tipe masalah yang terjadi sebagaimana diuraikan berikut ini. Analisis pengembangan institusi lokal dilakukan dengan memperhatikan beberapa unsur yang berkaitan dengan pengembangan institusi lokal tersebut, yaitu : (a) Aspek yang menyangkut pemenuhan kebutuhan pokok, (b) Tujuan khusus, (c) Pelaku pendukung dan peranannya, (d) Fasilitas institusi yang perlu dikembangkan, (e) Norma atau aturan main, (f) Keterbatasan antar institusi Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa konflik air di kawasan permukiman kumuh perkotaan yang diteliti bersumber pada masalah kualitas air yang buruk dan besarnya biaya untuk mendapatkan air yang harus dialokasikan oleh masyarakat yang umumnya merupakan penduduk miskin. Alternatif pengembangan institusi lokal berkaitan dengan kedua masalah tersebut diuraikan berikut ini. 1. Institusi Lokal Untuk Tipe Masalah Kualitas Air Buruk Unsur-unsur dan substansi dalam pengembangan institusi lokal untuk pengelolaan permukiman kumuh yang terkait dengan masalah kualitas air yang buruk ditampilkan pada Tabel 18. 2. Institusi Lokal Untuk Tipe Masalah Biaya/Harga Air Tinggi Pengembangan institusi lokal di lahan permukiman kumuh terkait masalah biaya/harga air tinggi (Tipe 2) dilihat pada Tabel 19.
64
Tabel 18. Institusi Lokal di Permukiman Kumuh Terkait dengan Masalah Kualitas Air Buruk (Tipe 1) No 1
Unsur Institusi Lokal Pemenuhan Kebutuhan
2
Tujuan Khusus
3
Pendukung dan peran
4
Fasilitas yang perlu dikembangkan
5
Norma/Aturan Main
6
Keterlibatan antar institusi lokal
Uraian Substansi Institusi Lokal Air bersih untuk minum dan industri dikelola secara proposional adil sejalan kebutuhan pelayanan yang kontinyu & memadai baik secara kualistas dan kuantitas Mencegah dampak industri lintas sektoral terpadu menjalankan penegakan hukum dalam proses penertiban sesuai dengan ketentuan norma setempat . Swasta : penyedia air bersih dan pembagian air secara merata. Pemukim : kesadaran memenuhi kewajiban sebagai pengguna biaya air bersih dengan harga yang terjangkau Pedagang air bersih : menyalurkan dan menjual air secara layak dan bersih. Penyalur : menyalurkan air bersih dan sehat dengan cara melakukan pemeliharaan, pengelolaan saluran dan pemanfaatan BUMD/PDAM berperan sebagai penyedia dan pengelola air secara adil dan berperan dalam pengawasan secara rutin atas kualitas dan kwantitas air. Pengelolaan sumberdaya air oleh permukiman perawatan jaringan air sampai rumah secara memadai standar pakai oleh pengelola air Koordinasi di tingkat permukiman (kelurahan) yang melibatkan lintas sektoral terkait Dinas Perumahan, Dinas Tata kota, Kasi Ekonomi, Pekerjaan Umum, Individu, POLRI (BABINKAMTIBMAS)
Pengembangan institusi lokal tersebut akan berjalan dengan baik apabila semua pihak memahami urgensi dan permasalahan pengelolaan kualitas air di kawasan permukiman kumuh perkotaan. Institusi lokal dikembangkan dengan memberikan peran yang lebih luas bagi masyarakat dan stakeholders lainnya untuk mengatasi permasalahan air bersih secara partisipatif dan sinergis. Keberhasilan institusi lokal dapat dikatakan berhasil apabila kinerja pengelolaan air di kawasan permukiman kumuh perkotaan dapat direalisasikan secara baik. Beberapa ukuran kinerja tersebut yang dapat dinilai adalah : a. Terpenuhinya kebutuhan penduduk di kawasan permukiman kumuh secara baik, baik dalam jumlah air yang mencukupi maupun kualitas air yang memenuhi syarat sebagai air baku minum. b. Konflik diantara pengguna, penyedia, dan pengelola air di kawasan permukiman kumuh perkotaan relatif rendah. c. Adanya alokasi air yang merata diantara pengguna air, sehingga kontinuitas pasokan air dapat terjamin sepanjang tahun.
65
d. Sanitasi lingkungan di kawasan permukiman kumuh dalam kondisi baik dengan tingkat kesehatan penduduknya baik pula. Tabel 19. Institusi Lokal di Permukiman Kumuh Terkait dengan Masalah Biaya Air Tinggi (Tipe 2) No 1
Unsur Institusi Lokal Pemenuhan Kebutuhan
2
Tujuan Khusus
3
Pendukung dan aturan
4
Fasilitas yang perlu dikembangkan
5
Norma/Aturan Main
6
Keterlibatan antar institusi lokal
Uraian Substansi Institusi Lokal Masayarakat dapat memenuhi kebutuhan air bersih yang sehat, aman, ekonomis sesuai standar air bersih untuk konsumsi dan pemakaian umum Pemenuhan kebutuhan air bersih yang sesuai standar kesehatan secara mudah dan murah dapat dijangkau semua lapisan masyarakat Bantuan dari stackholder pemakai lingkungan/empat untuk membantu dalam pendanaan dan pengadaaan air bersih. Pengadaan distribusi langsung dari pihak terkait (BUMN/PAM) dan distribusi langsung dari swasata yang dapat memotong/mengurangi biaya distribusi. Pembuatan peraturan/norma secara musyawarah dan pemberian sanksi bagi yang melanggar secara adi, tegas, menyeluruh dan kontinyu Melibatkan pihak terkait lintas sektoral antar Pemerintah (PAM), Dinas lingkungan, Pihak swasta/industri, dan masyarakat permukiman.