IV. TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini disajikan tinjauan pustaka tentang pendekatan terhadap masalah yang diteliti, dimulai dari tinjauan penelitian ekonomi gula terdahulu sebagai titik tolak langkah pendekatan. Berdasarkan tinjauan tersebut dilakukan langkah pendekatan lainnya yaitu tinjauan pendekatan multi-input, multi-output dan hasil penelitian empirik. Uraian dan bahasan tersebut
akan
menjadi masukan bagi
pengembangan kerangka teoritis dan penyusunan model pendekatan dalarn penelitian ini. Selain itu juga akan dapat diketahui pendekatan apa saja yang digunakan peneliti terdahulu dalam mempelajari ekonomi gula, serta kelebihan dan keterbatasan pendekatan tersebut.
4.1.
Tinjauan Penelitian Ekonomi Gula Terdahulu Penelitian-penelitian yang
telah
dilakukan mengenai ekonomi
gufa dl Indonesia ada yang memfokuskan pada analisis kebijakan, dan pada respon penawaran dan returns to scale serta
pada aspek
efisiensi. Model, metode analisis, sumber data dan cakupan studinya juga beragam.
4.1 .l. Studi Kebijakan lndustri Gula
Nelson dan Panggabean (1991) dalam penelitian yang berjudul The Costs of Indonesian Sugar Policy mengemukakan bahwa kebijakan
industri gula di
Indonesia merupakan suatu jaringan kebijakan yang
saling bertentangan dan komplek, baik diantara kegiatan produksi, price support, pupuk maupun subsidi kredit. Analisisnya
menggunakan
pendekatan Policy Analysis Matrix (PAM) yang dikembangkan Monke dan Pearson. Melalui PAM dikemukakan manfaat
sosial
perorangan
dan
(social
biaya
perspektii
oleh
tentang
benefit) maupun perbedaan diantara biaya masyarakat
(private
and
mengidentifikasikan distribusi transfer sumberdaya,
social baik
costs), terhadap
produksi di lahan beririgasi maupun di lahan kering di Jawa, sebagaj wilayah utama penghasil gula di Indonesia. Periode penelitian dilakukan pada saat dimulai diberlakukannya lnpres No. 9 tahun 1975, yaitu Program Tebu Rakyat Intensifikasi. Analisis kebijakan gula ini dilakukan, karena adanya tra-ff antara konsumen dan produsen, mengingat belum layaknya kebijakan gula di Indonesia. Anggaran dari produsen, konsumen dan pemerintah dialokasikan untuk mendukung program swasembada gula. Penelitian Nelson dan Panggabean menyimpulkan bahwa produksi gula di lndonesia tidak menguntungkan sehingga
petani, konsumen dan
pemerintah
ternyata mensubsidi pabrik gula. Bila dibandingkan dengan studi ini, terdapat beberapa perbedaan yang dapat dikemukakan sebagai berikut. Perbedaan yang utama adalah pada studi kebijakan Nelson dan Panggabean digunakan konsep single output dengan pendekatan PAM yang bersifat deterministik. Sedangkan studi ini menggunakan konsep
multi-output dengan pendekatan fungsi biaya translog yang memiliki sifat stokastik dan memiliki e r r o r t e r n . Studi kebijakan lainnya adalah studi yang dilakukan Sinaga (1975) tentang fungsi penawaran normatif tanaman tebu serta tentang sewa iahan optimum terhadap rencana perluasan pabrik gula Sragi, Jawa Tengah. Studi kebijakan ini menggunakan pendekatan linear programming (optimasi) yang bersifat statis. menggunakan
konsep
Keterbatasan studi
komoditas
tunggal
(single
Sinaga adalah
output)
dan
pendekatannya bersifat deterministik.
4.1.2. Studi Respon Penawaran dan Skala Usaha Soetrisno
(t984)
melakukan
penelitian
tentang respon
penawaran petani dan pabrik gula serta mengidentifikasi returns to pabrik gula milik pemerintah. Respon penawaran menggunakan
scale
pendekatan Nerlove sedangkan analisis returns to scale menggunakan pendekatan fungsi biaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani sangat
responsif
terhadap
harga,
sebaliknya
pabrik gula tidak
responsif. Pabrik gula dalarn kondisi "increasing returns to scale". Pabrik gula
tidak
dapat
memperoleh
manfaat dari "economies of scale",
karena menghadapi hambatan pasokan tebu sebagai akibat terbatasnya areal
sewa tanah dan
pabrik gula.
keragu-raguan
petani
mengangkut tebu ke
Penelitian Soetrisno memberikan tiga implikasi untuk kebijakan gula. Pertama, untuk meningkatkan produksi gula dapat dilakukan melalui peningkatan harga gula di tingkat produsen tanpa peningkatan harga gula di tingkat konsumen dengan cara mengurangi pajak gula. Ke dua, melakukan rehabilitasi
pabrik-pabrik
gula
di Jawa. Ke tiga adalah
melaiui strategi jangka pendek yang akan menghemat sumberdaya cara
dengan
mengimpor
gula pada saat harga gula dunia rendah.
Dalam jangka panjang, Indonesia harus meningkatkan produktivitas dan efisiensi
dalam
memproduksi
gula
domestik.
Studi
Soetrisno
menggunakan konsep single output yang tidak relevan dengan teknologi
jointness. Keterbatasan lain sudi Soetrisno adalah konsep skala usaha yang digunakan tidak menggunakan pendekatan Multiproduct Scale Economies (MPSE)
dan tidak
mempertimbangkan cakupan usaha
(economies of scope).
4.1.3. Studi Ekonomi guta di Negara Lain
Penelitian tentang efisiensi pabrik guia di India dilakukan oleh Ferrantino. M.J. dari US lntemational Trade Commission Office of Economics disertai Ferrier, G . D . dan Linvill, C.B. masing-masing dari
Departemen
Ekonomi
Efisjensi pabrik gula harga
dan
Universitas yang
diteliti
efisiens~ alokatif
Arkansas
pada
tahun
1994.
meliputi efisiensi teknis, efisiensi
dengan
menggunakan
pendekatan
nonstocastik-nonparametric production dan cost frontiers yang diestimasi
dengan
metode
menyimpulkan
finear
bahwa
programming.
pabrik
gula
Hasil
penelitian
tersebut
milik koperasi memiliki efisiensi
sama atau lebih besar dibandingkan efisiensi pabrik gula swasta dalam kondisi lebih baru, berkapasitas lebih besar d m menggunakan mesin dari luar negeri. Selain itu pabrik gula milik koperasi memiliki spesifikasi tenaga kerja
yaitu
tenaga
musimannya over-utilized dan tenaga
tetapnya under-utilized relatif terhadap
&-minimizing
proportions.
Keterbatasan studi di lndia ini adalah menggunakan metode linear programming (optimasi) yang bersifat statis, memiliki kendala (constraint) dan bersifat detenninistik sehingga tidak memiliki error terms. Kaitan studi ekonomi gula di lndia dengan penelitian ini adalah memiliki persamaan dalam ha1
menganalisisi efisiensis pabrik gula. Tetapi metode yang
digunakan dalam studi ekonomi gula di lndia bersifat nonparametrik dan nonstokastik.
4.2.
Pendekatan Multi-Input Multi-Output Dalam tinjauan pendekatan multi-input multi-output dibahas dua
aspek, yaitu analisis multi-input multi-output dan aspek joinfness.
4.2.1. Analisis Multi-Input Multi-Output
Dalam analisis produksi banyak digunakan pendekatan multi-input. multi-output. Menurut Lau (1972),teori multi-input, multi-output dimulai tahun 1964 oleh Mundlak. Mc Fadden mempelajari sifat-sifat fungsi
keuntungan konteks rnulti-produk. Keuntungan pendekatan multi-input, multi-output adalah tidak diperlukan pemisahan masing-masing input dan masing-masing output (Lau, 1978). Di samping itu, dengan multi-input, multi-output dapat digunakan untuk mendeteksi adanya keterkaitan keputusan berproduksi antara produk yang satu dengan produk yang lainnya (Hartoyo, 1994). Analisis multi-input, multi-output dapat dilakukan dengan metode primal dan metode dual. Just, Zilkerman (1983) menggunakan metode primal melalui model teknologi produksi nonpinness untuk menduga alokasi input tidak tetap. Model yang digunakan untuk rnenganalisis adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Metode dual dari fungsi produksi adalah Squires
fungsi (1987)
biaya,
fungsi
menganaIisis
penerimaan perusahaan
dan fungsi keuntungan. multi-output
dengan
rnenggunakan Long-Run Profit Function yang dikembangkan dari fungsi keuntungan yang direstriksi. Formula untuk menentukan elastisitas substitusi jangka panjang Marshaflian, economies o f scope, product specific dan overall economies of scale, dikembangkan dari translog proft
function. Shumway et. al, (1988) menggunakan prosedur penentuan model dual untuk pendugaan ekonornetrik penawaran multi-output dan permintaan input terhadap produk pertanian Amerika Serikat. Model dual yang digunakan adalah fungsi keuntungan yang dinormalkan yang dapat menumnkan elastisitas penawaran output dan permintaan input.
Penelitian lain, Chambers et. al, (1989) menganalisis pemecahan masalah penentuan alokasi input tetap, tetapi dapat dialokasikan dengan menggunakan metode dual. Dalam analisisnya digunakan pendekatan fungsi keuntungan fleksibel untuk mengestimasi teknoiogi input-nonwnt dengan faktor-faktor tetap yang dapat dialokasikan. Alokasi input tidak tetap dapat ditentukan dengan teknologi yang diestimasi. Dalam penelitian Weaver (1983), pemilihan dan teknologi produksi multi-input dan multioutput menggunakan teori duality dengan translog profit functjon. Melalui pendekatan tersebut dapat diukur elastisitas pemilihan produksi, returns to size dan bias perubahan teknologi. Moore ef. al, (1994) menganalisis pengambilan keputusan produksi dari perusahaan multi-output meialui pendekatan normalized quadratic profit function.
4.2.2. Aspek Jointness
Dalam penetitiannya, Shumway (1983) mengemukakan bahwa hubungan produksi multi-output tidak dapat dijelaskan dengan pemisahan fungsi produksinya atau hubungan inputnya nonjont. Banyak studi tentang komoditas pertanian di
Indonesia baik yang
menggunakan fungsi
produksi, fungsi biaya dan fungsi keuntungan, dilakukan dengan model output tunggal (singleoutput). Contoh studi tersebut misalnya, studi yang dilakukan oleh Erwidodo (1990), Gunawan (1988) dan World Bank (1982). Model komoditas tunggal (single output) tidak akan mampu melihat keterkaitan antar output dan hubungan antar input. Dernikian juga
kemungkinan terjadi kesalahan spesifikasi model dan hipotesa nonjointness
dari output dianggap terpenuhi tanpa diuji terlebih dahulu
(Sawit, 1993). Dalam konsep multi-input, multi-output perlu diperhatikan aspek jointness
balk
dalam
output
maupun
dalam
input.
Lau
(f972)
mendefinisikan suatu fungsi produksi dikatakan nonjont dalam input dan atau output jika terjadi fungsi produksi individu. Dengan kata lain suatu komoditi dihasilkan dengan nonjoint teknologi jika keputusan mengenai produksi komoditi tersebut tidak tergantung dari keputusan produksi komoditi lainnya. Penelitian lain yang melakukan pengujian jointness antara lain adalah Ball (1988) dan Chambers dan Just (1989). Ball, selain melakukan pengujianjointness juga melakukan pengujian separabilitas output dengan menggunakan model fungsi keuntungan translog. Kesimputannya adalah bahwa melakukan penggabungan output dalam analisa ekonomi tidak memungkinkan. Sementara itu dalam pengujian jointness, Chambers membedakan jointness yang disebabkan oleh struktur teknologi produksi dan jointness yang disebabkan oleh kebutuhan jangka pendek alokasi input tetap diantara kornoditas yang bersaing. Faktor-faktor tetap yang dapat dialokasikan dalarn p e ~ s a h a a n multi-output, akan mengakibatkan kondisi jointness atau memiliki ciri economies kepada
of scope
bila alokasi marjinal input tidak tetap tergantung
atokasi input tetap yang menghasilkan product specific fixed
costs. Keseimbangan jangka panjang dari input tetap yang dapat dialokasikan, dan karena itu product specfic futed cost, tidak dapat ditentukan oleh fungsi biaya atau fungsi keuntungan jangka panjang (Shurnway et. at, 1984).
4.3.
Tinjauan Penelitian Empirik
Christensen et. al, (1973) mengemukakan bahwa production
possibility frontiers yang aditif dan homogenus memegang peranan penting dalam menformulasikan uji statistik dan teori produksi. Production
possibility frontiers merupakan the transcendental logarithmic production possibility frontiers atau the translog production frontiers. The production possibility frontiers merupakan fungsi transedental terhadap logaritma jumlah net output. Selain itu price possibility frontiem merupakan the
transcendental logarithmic price possibility frontiers. Konsep production and price frontiers banyak digunakan dalarn studi ekonometrik production of the translog frontiers yang memberikan perkiraan yang akurat. Pembagian production possibility frontiers yang aditif dan homogen memiliki persamaan dengan pembagian frontiers dalam kondisi elastisitas substitusi konstan dan transformasi. Bentuk the production possibility frontiers adalah : F (yl,yz,..y,,) komoditi ke i.
= 0 ; dimana yi (i = ?,2.....n) merupakan net output dari
Production possibility frontiers merupakan commodity-wise additive jika dan hanya jika the frontiers dapat ditulis dalam bentuk :
F (YI, Y2,
...yn) = F2(yi) + F2(y2) + ... + Fn(yn)= 0, dimana fungsi [F'] adalah
strictly monotone dan tergantung pada hanya sebuah variabel tunggal. Production possiblity frontiem dapat ditulis dalam bentuk : F(Y*,YZ.
....Y), = (sgn y d a l In lyll
+ (sgn y d a z In ly21+...+( sgn y.)a,ln
ly. I = 0 .
Untuk frontier ini agar merniliki kurva yang sesuai terdapat hanya satu output ; elastisitas substitusi antara input adalah konstan dan sama sampai unitari. Kesimpulannya bahwa production possibility frontiers yang memiliki ciri commodity-wise additive and homogeneous, tidak cocok untuk menjelaskan production possibility dengan rnulti-output dan multiinput. Sebaga~pengembangan dari ciri production possibility frontiers dengan kondisi constant returns to scale dikemukakan konsep additivity in
commodity groups. The production possibility frontiers merupakan group wise additive dalam m mutually exclusive dan exhaustive commodity groups jika dan hanya jika frontiers dapat ditulis dalam bentuk : f(y1, YZ,...yn) = F1(y1,...ynt) + ~'(ynl-',... yn2-~2)+. . .+Fm(ynl-n2+. ..Ym-1-1...y?,-I, ...+nm) = 0,dimana Cni
= n yaitu jumtah output. Untuk commodity-wise
addivity tiap-tiap grup terdiri dari output tunggal dan jumlah grup sama dengan jumlah komoditj. The production possibility frontiers adalah hornogen dan group-wise additive jika dan hanya jika : Fungsi [F'] homogen berderajat sama.
Fungsi [F'] merupakan fungsi dari fungsi logaritma homogen berderajat satu.
Production possibility frontiers yang merniliki ciri group-wise additive hanya merniliki satu grup output (berbentuk logaritma atau homogen dengan p < I ) atau hanya satu grup dari input (p > I ) , jika tiap kelompok output merupakan subsitusi sempurna (p = 1). Dalam tiap kondisi
production possibility frontiers adalah aditif dalam input dan dalam output bila merupakan multi-output. Kesimpulannya bahwa tiap
pengujian
implikasi additivity dimulai dengan pengujian additivify antara input dan output. Hornogenitas dan multi-level additivity mengimplikasikan bahwa
production
possibility
fmntiers
dapat
ditunjukkan dengan
bantuan
kornposisi dari fungsi kekuatan atau power functions dan fungsi logaritma. Sebagai contoh production possibili& frontiers yang aditif dan homogen misalnya untuk dua output (yl,y2) dan dua input ( ~ 3 ~ ~ produdion 4).
possibility frontiers homogen bila terdapat aditif baik dalam input maupun dalam output yang dapat ditulis dalam bentuk : [alylP' + (1-al)y2~']"~'= [a21yzP4 + (1-a2)y4P2]11p2(constant elasticity of
transformation antara dua output dan constant elasticity of substitution antara dua input) atau bentuk altematif fain yaitu: ln[alylPi+ ( I -a.r)y2Pi]1'Pi = azln)y3+ (I -as) InIy41(elasticity of subsitution = 1 ) Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa asumsi terhadap
commodity-wise elastisitas
additivity
substitusi
dalam
konstan,
kondisi fungsi
tidak
layak
produksi
sebagai
memiliki
dasar
untuk
penggunaan production possibility frontiers multi-input dan multi-output.
Group wise additivity mengimplikasikan bahwa multi-input dan multioutput harus aditif. Dualitas merupakan instrumen untuk pengujian teori produksi dan pengujian hipotesis mengenai bentuk the production
possibility fmntiem termasuk hipotesis addivity. Analisis struMur produksi dalam konteks multi-input dan multioutput dengan rnenggunakan pendekatan fungsi biaya translog melalui teori dualitas neoklasik, dapat menghitung elastisitas substitusi antar input dan elaslisitas harga permintaan input bila semua input ditingkatkan setiap waktu. Selain itu dapat pula dihitung persamaan biaya dan persamaan pangsa serta laju perubahan teknologi (Ray, 1982). Dengan cara memisahkan pengaruh substitusi dengan ekspansi, Lopez (1984) mengemukakan fungsi keuntungan yang bermanfaat secara empirik
yang
dapat
memperoleh
informasi
yang
lebih
banyak
dibandingkan pendekatan lain yang langsung tanpa masalah ekonometrik sebagai implikasi penggunaan variabel-variabel penjelas endogen. Selain itu
melalui
fungsi keuntungan dapat diduga pengaruh substitusi dan
ekspansi serta pengujian produksi nonjoint. Jonasson (1997) menganalisis kebijakan yang berorientasi kepada pengukuran efisiensi multi-input dan multi-output. Pengukuran efisiensi multi-input dan multi-output tersebut terdiri dari pengukuran efisiensi teknis dan
efisiensi
harga
yang
menggunakan
indeks
efisiensi
melalui
pendekatan non parametrik. Dalam analisisnya digunakan konsep sosial
dengan penekanan relevansi untuk pengambilan keputusan. Untuk menetapkan suatu indeks efisiensi tidak didasarkan pada asumsi-asumsi terbatas dan agar perusahaan tejarnin efisiensinya diperlukan : (1) Produksi pada batas kemungkinan produksi, (2) Skala operasi pada kondisi dengan produksi tertinggi per unit input, (3) Kombinasi input sedemikian rupa sehingga mencapai biaya minimum dari isokuan, dan (4) Kombinasi output sedemikian rupa sehingga mencapai penerimaan maksimum
terhadap
kurva
kernungkinan produksi.
Kombinasi
(1)
berkaitan dengan efisiensi tehnis, efisiensi harga pada kondisi (3) dan (4) sedangkan efisiensi struktural berkaitan dengan kondisi (2).
Sawit dan O'Brien (1991) menganalisis model multi-input dan multioutput temadap petani padi di Jawa Barat dengan menggunakan model fungsi keuntungan Reksibel translog. Model multi-input dan multi-output diestimasi dengan menggunakan bentuk fleksibel dari fungsi keuntungan yang diturunkan dari teori dualitas. Manfaat pendekatan ini, pertama, relatif mudah menurunkan fungsi permintaan input dan penawaran output dan ke dua, kondisi maksimisasi keuntungan dapat diuji.
Dengan
mengaplikasikan Hotelling's Lemma, dapat diturunkan fungsi permintaan input dan fungsi penawafan output melalui penurunan parsial dari fungsi keuntungan temadap harga input dan harga output. Azzam (1998) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa suatu perusahaan yang beroperasi dalam dua atau lebih tahap produksi akan memiliki
vertical economies
of scope bila
biaya
bersama
untuk
memproduksi dua atau lebih produk-produk yang berdekatan secara vertikal
(verticaljy
adjacent
product)
lebih
kecil
daripada
biaya
memproduksi produk tersebut secara sendiri-sendiri. Analisis lainnya tentang pengukuran scope and scale economies dilakukan oleh Comejo et. at, (1992). Dalam penelitiannya dikemukakan pengukuran dinarnis
scope and scale economies yang merupakan shadow costs, diduga secara empirik terhadap perusahaan multi-input, multiatput.
Translog profit function juga digunakan oleh Sawit (1993) untuk menentukan fungsi permintaan input dan fungsi penawaran output terhadap perilaku rumah tangga petani di Jawa Barat. Mengingat
error output
terns dan
antar pangsa
persamaan-persamaan persarnaan
pangsa
anggaran
input,
berkorelasi
pangsa serentak
(contemporaneously correlated) digunakan metoda Seemingly Unrelated Regression (SU R).