BAB IV TINJAUAN KARYA
4. 1 Karya ‘Mirror-mirror on the wall who’s the prettiest of them all’
Gambar 4.1
(Sumber : dokumentasi pribadi) Judul Tehnik Durasi Tahun
: Mirror- mirror on the wall who’s the prettiest of them all : Stop motion video : 2 menit 17 detik : 2007 Video ini diawali dengan jatuhnya kristal yang menyerupai bentuk air ke kelopak
bunga yang berwarna keemasan.lalu bunga tadi merunduk dan kelopaknya tergulung, tinggallah objek seperti telur, yang perlahan terbuka sampai akhirnya habis, dan ternyata di dalamnya terdapat putri. Putri tersebut memperhatikan sekeliling sebelum akhirnya berjalan-jalan melihat bunga-bunga di sekelilingnya. Samar-samar terdengar lagu yang membuat dia ingin menari, lalu dia berputar dan bajunya pun berubah menjadi pendek dengan sepasang sepatu balet yang sudah terpasang di kakinya. Sang putri pun menari balet dan setelah selesai dia membungkuk. Pada video ini penulis mencoba bermain dengan khayalannya tentang seorang putri yang biasa dibacanya pada buku-buku dongeng ataupun buku cerita lainnya. Pada bagian bunga yang menelurkan berbi, penulis adapasi dari dongeng Thumbellina, dimana putri tersebut lahir dari bunga. Adegan-adegan dari video ini ingin penulis tunjukkan
bahwa dalam khayalan semua bisa terjadi seperti halnya pada film kartun. Logika tidak berjalan seperti pada dunia nyata. Penulis gambarkan pada adegan sang Barbie yang menari balet dengan kepalanya yang ikut berputar, disitu penulis mencoba menggambarkan bahwa, walaupun Barbie mirip dengan manusia tetapi dia bukanlah manusia, karena manusia tidak akan ada yang bisa menirukan adegan tersebut, ataupun dapat sesempurna Barbie yang selalu tersenyum di kala apapun, termasuk juga putri yang tampak sangat sempurna pada cerita dongeng. Judul yang diambil, berasal dari cerita sebuah dongeng yang sangat terkenal yaitu putri salju atau snow white, dimana sang ibu tiri yang terobsesi dengan kecantikannya bertanya pada kaca, siapakah yang paling cantik di seluruh dunia. Pada ceritanya, tentulah sang putri salju yang tercantik di seluruh dunia menurut sang kaca tadi. Pada kenyataannya setelah besar tentulah tidak seperti itu, kecantikan merupakan hal yang subjektif dan relatif, tetapi yang dilihat, ternyata tetap saja orang-orang berusaha untuk mencari jawaban siapa yang tercantik di seluruh dunia seperti pada adegan di cerita tersebut, melalui kontes-kontes kecantikan.Judul ini juga diambil karena penulis ingin mengambil elemen-elemen yang ada pada dongeng-dongeng yang sering dibacanya. Walaupun dengan visual atau cerita yang mirip, tetapi pada video ini penulis melihat sebuah cara pandang terhadap dongeng-dongeng itu yang dulu sangat indah menurut penulis, sekarang sangatlah palsu. Pada budaya asli kita tidak ada satupun orang yang bermata biru dan berambut pirang atau berpakaian seperti putri, itu hanyalah hasil dari penetrasi budaya asing terhadap kita.
4. 2 Karya ‘ Me and My Fairy God Mother’
Gambar 4.2
( Sumber : dokumentasi pribadi)
Judul : Me and My Fairy Godmother Teknik : Video Durasi : 3 menit 06 detik Tahun : 2007
Karya video ini diawali dengan kaki wanita yang hanya sebatas lutut, jalan dengan bertelanjang kaki, kemudian di depannya terdapat sepatu-sepatu yaitu sepatu putih, sepatu yang cantik, sepatu balet, sepatu kaca, sandal bakiak jepang, sepatu lakilaki, sepatu boots. Setiap dia melangkah ke sepatu yang baru, dia melangkah dengannya dengan membawa karakter sepatu tersebut. Setelah sepatu terakhir dia bertelanjang kaki lagi kemudian melewati sepatu-sepatu yang tadi dia pakai. Dalam karya video ini menggambarkan tentang penulis yang berusaha mengingat, memasuki atau melangkah kembali ke khayalan, imajinasi ataupun mimpi saya sewaktu
kecil. Tetapi pada akhirnya penulis tetap nyaman dengan dirinya sendiri dengan bertelanjang kaki. Sepatu- sepatu dalam video ini merupakan penggambaran dari khayalan penulis, dimana sepatu putih merupakan mimpinya menjadi dokter, sepatu cantik merupakan mimpi penulis menjadi seorang peragawati, sepatu balet merupakan mimpi menjadi penari balet, sepatu kaca merupakan khayalannya menjadi Cinderella, bakiak jepang dan tiang masuk itu merupakan khayalan penulis tentang pintu kemana saja Doraemon ( komik Jepang ) dan mimpi penulis untuk pergi ke Jepang, sepatu laki-laki merupakan khayalannya menjadi laki-laki, dan sepatu boots dan stand mike merupakan khayalan menjadi penyanyi. Pada setiap khayalan dan mimpi terdapat cara pandang yang telah berubah atau berkembang, karena itu penulis mengambil alas kaki tersebut sebagai poin yang akan dipertimbangkan dan rumuskan kembali hal-hal tersebut saat ini, untuk melihat perkembangan yang sudah terjadi pada dirinya. Pada sepatu putih itu merepresentasikan tentang mimpi penulis pada jaman dahulu, dimana pemikirannya bahwa dokter itu adalah orang yang baik dan suka menolong sesama. Poin yang diambil adalah mengenai kebaikan, dimana saat kita kecil semua hal itu dipilah menjadi sesuatu yang baik dan buruk, itu adalah ajaran dari orangorang terdekat kita, karena sebagai anak kecil pada tahap awal, masih sulit membuat keputusan, sehingga segala hal dibuat menjadi lebih sederhana. Semua hal menjadi putih yang merupakan lambang dari kesucian, kebaikan, dan hitam sebagai lambang keburukan, karena itu saya representasikan dengan sepatu putih dengan background hitam. Pada perkembangannya semua hal menjadi abu-abu karena tidak ada orang atau sesuatu yang benar-benar baik, semua punya dua sisi tersebut. Pada sepatu yang cantik tadi merepresentasikan tentang mimpi penulis menjadi peragawati, dimana saat kecil penulis melihat mereka begitu cantik, dan sempurna. Selalu memakai beragam baju indah yang berganti-ganti, dan dikagumi oleh orang-orang. Pada perkembangannya, poin yang diambil mengenai kecantikan ideal, bahwa sekarang penulis melihat semua itu adalah gambaran yang palsu, dimana banyak sekali peragawati yang terkena anoreksia dan bulimia, karena ingin tampil sekurus mungkin dan apa yang
kita lihat dalam televisi ataupun majalah hanyalah rekayasa media belaka, semua bagai menjual mimpi. Pada adegan selanjutnya terdapat sepatu balet yang merepresentasikan khayalan saya menari balet, dimana saat saya kecil dan membaca cerita-cerita tentang sepatu balet, saya terkesima dengan gerakan yang digambarkan oleh cerita tersebut, tentang menari balet, kemampuan tubuh manusia untuk menopang beban tubuhnya pada ujung jari kaki. Semua sangat indah, mulai dari gerakan tariannya sampai kostum dan ceritanya yang juga banyak mengambil cerita tentang putri. Poin yang diambil adalah tentang kerja keras, Saat berkembang penulis menyadari bahwa membutuhkan kerja keras untuk dapat menari seperti itu, melewati berbagai proses. Pada sepatu ‘kaca’, menggambarkan khayalan penulis menjadi Cinderella yang tersakiti kemudian pada akhirnya dapat hidup bahagia selamanya bersama pangeran impiannya. Poin yang diambil mengenai akhir yang bahagia selamanya dan seorang pangeran yang sempurna telah menanti. Pada perkembangannya kehidupan tidak mungkin bahagia selamanya karena merupakan siklus yang naik turun dan tentang seorang pangeran yang sempurna dan hubungan asmara yang sesederhana dan seindah itu tidaklah terjadi pada dunia yang nyata, semua adalah siklus yang naik turun. Setelah itu penulis melangkah lagi dan menemukan batas yang merupakan penyederhanaan dari pintu, dimana pintu tersebut menggambarkan khayalan, dimana waktu dan ruang yang menjadi cair atau dapat kita kontrol, yang pada kenyataannya semua itu tidaklah mungkin. Selanjutnya penulis melangkah lagi kepada sepatu laki-laki, yaitu penggambaran saya yang ingin menjadi laki-laki, dimana saat kecil penulis masuk ke dalam teori freud tentang tahap pembelajaran genital pada anak dimana belajar tentang perbedaan laki-laki dan perempuan. penulis merasa aneh adanya pembagian itu yang disertai oleh hak yang berbeda dimana dirasa laki-laki mendapat hak yang lebih dari perempuan, sehingga penulis ingin menjadi laki-laki saja karena hal tersebut, tetapi pada perkembangannya poin yang diambil adalah hak disertai oleh kewajiban, dimana hak yang lebih pastilah mempunyai kewajiban yang lebih juga. Dalam hal ini, penulis melihat sebagai laki-laki mempunyai kewajiban yang lebih berat dari wanita karena dia harus menjadi pemimpin
juga kepala keluarga. Karena itu langkah yang dilakukan pada sepatu ini adalah langkah yang kuat dan berat. Selanjutnya pada sepatu boots dan stand mike menggambarkan khayalan menjadi penyanyi, dimana menjadi penyanyi yang penulis lihat dulu adalah salah satu cara untuk mendapatkan atensi orang, karena itu penulis memakai sepatu boots yang untuk budaya disini sangatlah mencolok, untuk mendapatkan atensi orang. Hal itu tercermin dari masa remaja dimana sedang mempertanyakan eksistensi diri, butuh pengakuan dan ingin didengar butuh atensi atau perhatian orang. Pada kenyatannya, setelah kita nyaman dengan diri sendiri, dan menemukan identitas kita tidak harus selalu mencolok untuk mendapatkan atensi dari orang. Judul yang diambil diambil dari dongeng Cinderella dimana khayalan seorang Fairy Godmother atau ibu peri akan datang dan menyulap semua mimpi dan khayalan penulis menjadi kenyataan, tetapi pada kenyataannya tidaklah begitu karena kita sendiri yang harus membuat mimpi kita menjadi nyata. Pada akhirnya penulis tetap melangkah bertelanjang kaki dan melewati semua mimpi dan khayalan masa kecilnya, penulis tak perlu alas kaki lagi untuk menunjukkan siapa dirinya sekarang.
4. 3 Karya ‘Happily Ever After’
Gambar 4.3 Sumber : dokumentasi pribadi
Judul : Happily Ever After Tehnik : video Durasi : 3 menit 23 detik Tahun : 2007
Judul ini diambil karena pada dongeng-dongeng akan selalu berjalan dengan akhir yang happily ever after atau bahagia selamanya. Pada kenyataannya tidaklah begitu, karena akhir cerita manusia adalah kematian dimana kebahagiaan merupakan hal yang subjektif dan siklus yang naik turun. Pada video ini menggambarkan penulis yang sedang berjalan di di jalan yang merupakan bagian dari dunia yang penulis bangun. Dimana perjalanan dimulai dari jalan setapak yang penuh pohon, lalu menuju jalan yang penuh rumah dan menuju kota yang padat dan dingin dengan banyaknya persimpangan dan jalan kosong.
Jalan setapak yang penuh pohon menggambarkan kesejukan dari warnanya yang hijau, hijau menggambarkan kepolosan yang mengacu pada anak-anak, masa kecil penulis yang diperkuat oleh bantuan audio dari anak kecil yang sedang berbicara, jalan itu sebuah jalan yang sederhana, jalan setapak, dimana kehidupan anak-anak adalah jalan yang sederhana, kehidupan yang sederhana, bermain dan belajar. Saat keluar dari jalan tersebut penulis menemui jalan penuh dengan rumah, dimana didominasi oleh warna merah dan coklat muda yang merupakan warna hangat. Pada jalan tersebut saya merasakan kehangatan dan perlindungan dari rumah dan keluarga, kita masih bisa berlindung dari kewajiban kita sebagai manusia dewasa di rumah dan keluarga yang selalu ada. Tetapi juga pikiran-pikiran dan tuntutan dari orang terus muncul dari audio yang diperdengarkan. Setelah kita melewati jalan yang penuh rumah tadi kita dihadapkan oleh jalan yang penuh dengan bangunan-bangunan yang dingin, penulis memakai warna dingin seperti putih dan abu-abu. Menggambarkan dunia setelah keluar dari perlindungan rumah yang nyaman, berhadapan dengan dunia luar, dunia dewasa yang sepertinya sangat dingin, individualis, dimana perjalanannya semakin cepat dan dalam waktu yang cepat itu pulalah kita harus mengambil keputusan-keputusan dalam hidup yang menentukan arah perjalanan kehidupan kita selanjutnya. Perjalanan ini penuh dengan kewajiban dan tuntutan dari dunia orang dewasa yang kita sudah tidak dapat lari dan berlindung lagi. Terkadang rutinitas itu membuat bosan, seperti kita merenung dan melihat ke bawah, ke jalan aspal yang panjang dan lambat, tetapi jalan tersebut membawa kita kembali kepada kehidupan padat itu. Tidak ada istilah bahagia selamanya, karena kebahagiaan yang subjektif itu harus kita usahakan sendiri.