17
IV PEMBAHASAN 4.1 Nilai pH dan Kadar Ekstraktif Kayu (Kelarutan Air Panas) Nilai pH merupakan ukuran konsentrasi ion-H (atau ion-OH) dalam larutan yang digunakan untuk menentukan sifat keasaman, basa atau netral. Nilai pH kayu penting untuk berbagai penggunaan. Pengujian kadar ekstraktif dan nilai pH yang dilakukan pada kayu solid dan kayu komposit menunjukkan nilai yang bervariasi (Tabel 4).
Tabel 4 Nilai pH dan Kadar Ekstraktif Jenis kayu
Nilai pH
Kadar Ekstraktif (%)
Papan Partikel
6,16
11,55
Oriented Strand Board (OSB)
6,61
8,83
Tapi-Tapi
4,47
3,85
Ulin
3,61
8,28
Hasil pada Tabel 4 menunjukkan bahwa kayu ulin memiliki tingkat keasaman yang paling tinggi yaitu sebesar 3,61 diikuti kayu tapi-tapi sebesar 4,47 sedangkan untuk kayu komposit memiliki nilai pH yang mendekati netral yaitu pada papan partikel sebesar 6,16 dan Oriented Strand Board sebesar 6,61. Derajat keasaman pada tiap jenis kayu
menunjukkan nilai yang berbeda-beda, hal ini
sesuai dengan yang dinyatakan McNamara, et al. (1970) bahwa derajat keasaman kayu terutama tergantung pada jenis, umur kayu,
lokasinya di pohon dan kondisi
fisik. Nawawi (2002) menyatakan bahwa keasaman kayu meningkat oleh oksidasi zat ekstraktif dan degradasi hidrolitik dari komponen kayu. Perbedaan derajat keasaman pada kayu komposit yang diuji selain diduga karena perbedaan tempat tumbuh dari jenis kayu yang digunakan juga disebabkan karena adanya penambahan perekat pada proses pembuatannya. Fengel dan Wegener (1983) manyatakan bahwa nilai pH kayu dari daerah beriklim sedang ada dalam kisaran asam lemah hingga sedang (3,3-6,4), sedangkan pH untuk kayu tropika berada dalam kisaran asam lemah hingga basa
18
lemah (3,7-8,2). Farmer (1967) menyatakan bahwa air ekstrak dari sebagian besar kayu adalah sedikit asam, dan kondisi asam dapat mempercepat proses korosi pada logam. Ekstraktif terdiri atas jumlah yang sangat besar dari senyawa-senyawa tunggal
tipe
lipofil
maupun
hidrofil.
Ekstraktif
dapat
dipandang
sebagai
konstituen kayu yang tidak struktural, hampir seluruhnya terbentuk dari senyawasenyawa ekstraselluler dan berat molekul rendah. Kandungan ekstraktif biasanya kurang dari 10%, tetapi dapat bervariasi hingga 40% dari berat kayu kering (Sjostrom 1995). Pengujian kadar ekstraktif kayu dengan menggunakan metode rendaman air panas menghasilkan nilai yang bervariasi. Nilai kadar ekstraktif tertinggi terdapat pada papan partikel yaitu sebesar 11,55% dan terendah terdapat pada kayu tapi-tapi yaitu sebesar 3,85%.
Perbedaan kandungan ekstraktif pada
kayu solid yang diuji dengan menggunakan metode air panas diduga karena perbedaan tempat tumbuh. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Fengel dan Wegener (1983) bahwa kandungan dan komposisi ekstraktif berubah-ubah di antara spesies kayu dan juga terdapat variasi yang tergantung pada tapak geografi dan musim. Higuchi
(1985) menyatakan bahwa zat ekstraktif merupakan komponen
non-struktural pada kayu dan kulit tanaman terutama berupa bahan organik yang terdapat pada lumen dan sebagian pada dinding sel. Ekstraksi dapat dilakukan dengan menggunakan air dingin atau panas dan bahan pelarut organik netral seperti alkohol atau eter. Jumlah dan jenis zat ekstraktif yang terdapat pada tanaman tergantung pada jenis tanaman dan letaknya. Pada kayu konvensional, zat ekstraktif banyak terdapat pada kayu teras. Getah, lemak, resin, gula, lilin, tanin, alkaloid merupakan beberapa contoh zat ekstraktif.
4.2 Kadar Abu dan Kadar Silika Selain bahan organik, pada kayu juga terdapat bahan anorganik berupa mineral dan silika yang tidak larut dalam air atau pelarut organik (Tsoumis 1991). Komponen utama abu adalah kalium, kalsium dan magnesium sedangkan pada kayu dari daerah tropis yang terbanyak adalah silika. Umumnya kayu lunak dan kayu keras dari daerah iklim sedang mempunyai kandungan abu yang sangat
19
rendah, sedangkan kayu keras dari daerah tropis mengandung abu yang cukup tinggi (Fengel dan Wegener 1983). Abu merupakan senyawa kimia berbobot molekul rendah yang terdapat dalam kayu dan biasanya memiliki nilai yang relatif kecil. Ellis (1962) dalam Fengel dan Wegener (1983) manyatakan bahwa komponen utama abu kayu adalah kalsium, kalium dan magnesium. Pada sebagian besar kayu, jumlah Ca hingga 50% atau lebih dari unsur total dalam abu kayu. K dan Mg masing-masing menduduki tempat kedua dan ketiga, diikuti Mn, Na, P dan Cl. Hasil pengujian kadar abu dan silika pada kayu solid dan kayu komposit yang diuji disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Nilai kadar abu dan silika pada kayu solid dan kayu komposit Jenis Kayu
Kadar Abu (%)
Kadar Silika (%)
Papan Partikel
2,87
0,95
Oriented Strand Board (OSB)
2,41
0,47
Tapi-Tapi
0,78
0,75
Ulin
0,52
0,35
Hasil pengujian terhadap kadar abu memperlihatkan bahwa papan partikel memiliki kadar abu yang paling tinggi dibandingkan dengan yang lainnya yaitu sebesar 2,87 %, diikuti OSB sebesar 2,41 %, kayu tapi-tapi sebesar 0,78 %, dan terendah kayu ulin sebesar 0,52 %. Abu dapat ditentukan karena adanya senyawa yang tidak terbakar yang mengandung
unsur-unsur
seperti kalsium,
kalium,
magnesium,
mangan dan
silikon. Kenyataan bahwa kayu-kayu domestik memiliki kandungan abu yang rendah terutama kandungan silikanya, adalah penting dari sudut pemanfaatannya. Kayu dengan kandungan silika lebih tinggi diatas 0,35% akan menyebabkan alatalat menjadi tumpul (Muladi 2005). Hasil pengujian kadar silika menunjukkan bahwa papan partikel memiliki kadar silika yang paling tinggi yaitu sebesar 0,95 % dibandingkan dengan yang lainnya, diikuti kayu tapi-tapi sebesar 0,75 %, OSB sebesar 0,47% dan terendah kayu ulin sebesar 0,35 %.
20
Haygreen dan Bowyer (1996) menyatakan bahwa silika berpengaruh terhadap sifat pengolahan kayu utuh terutama kandungan silika lebih dari 0,3 % dapat menumpulkan alat-alat pertukangan. Kandungan silika melebihi 0,5 % relatif umum terdapat pada kayu-kayu teras tropika dan pada sejumlah spesies kandungan ini mungkin lebih dari 2 % dari beratnya.
4.3 Kehilangan Berat Bahan Pisau dalam Rendaman Serbuk Hasil pengujian kehilangan berat bahan pisau secara kimia disajikan pada Tabel 6. Pada tabel tersebut terlihat bahwa pada bahan pisau High Speed Steel persentase kehilangan berat yang paling besar terjadi pada rendaman serbuk kayu tapi-tapi yaitu sebesar 0,60 % kemudian kayu ulin sebesar 0,58 %, berikutnya OSB sebesar 0,38 % dan terendah papan partikel sebesar 0,12 %. Walaupun kayu tapi-tapi memiliki kadar ekstraktif yang paling rendah dibandingkan dengan jenis kayu lainya tetapi kayu tapi-tapi menyebabkan High Speed Steel mengalami kehilangan berat yang paling besar. Hal ini diduga karena kandungan ekstraktif yang terdapat pada kayu tapi-tapi bersifat lebih korosif terhadap logam. Senyawa fenolik, terutama tropolon merupakan senyawa yang bersifat aromatik sehingga mampu mengkompleks ion logam berat. Kompleks besi inilah yang menyebabkan masalah korosi pada ketel pemasak pulp (Achmadi 1990). Krilov (1986) menyatakan bahwa terjadinya karat pada besi disebabkan karena adanya zat ekstraktif yang sangat kompleks. Zat ekstraktif tersebut terdiri dari berbagai senyawa yang sifatnya reaktif, seperti asam organik dan bahan polifenol, dimana beberapa diantaranya dapat membentuk organometallic complex. Organometallic complex inilah yang menyebabkan terjadinya reaksi pengkaratan antara kayu dengan besi tersebut.
Tabel 6 Persentase Kehilangan Berat Bahan Pisau dalam Rendaman Serbuk selama 8 Jam pada Suhu 80o C Jenis Pisau
Persentase Kehilangan Berat Papan Partikel
OSB
Tapi-Tapi
Ulin
High Speed Steel
0,12
0,38
0,60
0,58
Tungsten Carbide
0
0,11
O,11
0,22
21
Hasil pada Tabel 6 mengindikasikan bahwa Tungsten Carbide lebih tahan terhadap korosi dibandingkan dengan High Speed Steel. Tungsten Carbide mengalami persentase kehilangan berat terbesar pada rendaman serbuk kayu ulin yaitu sebesar 0,22 % sedangkan pada High Speed Steel persentase kehilangan berat terbesar terjadi pada rendaman serbuk kayu tapi-tapi yaitu sebesar 0,60 %. Tulhoff
(2000)
menyatakan
bahwa
Tungsten
Carbide
digunakan
untuk
meningkatkan ketahanan aus pada bagian mesin yang bergerak seperti pemutar dan bola, bantalan dan nozzel, alat pemotongan dan pengeboran serta peralatan pertambangan. Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa bahan pisau High Speed Steel mengalami persentase
kehilangan
berat
lebih
besar
dibandingkan
dengan
persentase
kehilangan berat yang terjadi pada bahan pisau Tungsten Carbide. Hal ini diduga karena lebih beragamnya bahan penyusun High Speed Steel dibandingkan dengan Tungsten Carbide yang hanya terdiri dari bahan penyusun tungsten (W), cobalt (Co), dan carbon (C) sehingga lebih kuat dibandingkan dengan High Speed Steel. Reynolds (1958) menyatakan bahwa jenis pisau Tungsten Carbide memiliki nilai kekerasan hingga 82 HRC, sedangkan pada jenis pisau High Speed Steel nilai kekerasan maksimum hanya mencapai 66 HRC. Selain itu jenis pisau Tungsten
Carbide
juga
memiliki
nilai
kekakuan,
kekuatan
tekan,
dan
konduktivitas yang lebih besar dibandingkan jenis pisau High Speed Steel, sehingga lebih kuat menahan gesekan pada kecepatan pemotongan tinggi. Balfas (1994) menyatakan bahwa untuk memperpanjang masa pakai pisau dalam penyerutan kayu biasa digunakan pisau serut yang bagian matanya diperkeras, seperti penggunaan bahan “tungsten carbide”.
4.4 Aus Pisau Secara Mekanis Aus pisau atau penumpulan mata pisau terjadi karena adanya gesekan yang tinggi pada permukaan pisau dengan objek dalam hal ini kayu secara terus menerus. Hal ini menyebabkan terjadinya pengikisan partikel logam pada pisau yang digunakan untuk memotong. Gesekan yang terjadi antara permukaan pisau dengan kayu menyebabkan tingginya temperatur dari pisau sehingga menurunkan daya tahan pisau terhadap gesekan. Penurunan daya tahan pisau mengakibatkan
22
hasil pemotongan tidak maksimal dan menghasilkan permukaan kayu yang tidak rata. Pada Tabel 7 disajikan kondisi kayu solid dan kayu komposit yang diuji dan pada Gambar 5 dan 6 disajikan jumlah aus pisau pada sisi clearance untuk setiap kayu yang diuji.
Tabel 7 Sifat-sifat kayu yang diuji Jenis
Kerapatan 3
Kadar
MOE
MOR
Air (%)
(Kg/cm )
(Kg/cm )
(kg/cm2 )
Papan Partikel
0,63
14,36
13.435
85
324
Oriented Strand Board
0,71
10,62
41.231
447
500
Tapi-Tapi
0,48
13,96
85.565
739
306
Ulin
1,03
17,97
184.000
1.113
973
1,6
2
Jumlah aus sisi clearance (µm)
250
2
Hardness
(g/cm )
kayu
2
papan partikel tapi-tapi OSB Ulin
200
150
100
50
0 0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
1,8
Panjang Pemotongan (km)
Gambar 5 Hubungan antara jumlah aus mata pisau High Speed Steel dengan panjang pemotongan.
Hasil pada Gambar 5 memperlihatkan bahwa aus pisau pada kayu solid yang paling besar terjadi pada saat pemotongan kayu tapi-tapi. Meskipun kayu tapi-tapi memiliki kerapatan
yang rendah yaitu sebesar 0,48 g/cm3 dibandingkan
dengan kayu ulin yang memiliki kerapatan sebesar 1,06 g/cm3 , tetapi kayu tapi-
23
tapi mengakibatkan tingkat keausan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kayu ulin. Hal ini disebabkan karena adanya kandungan silika yang lebih tinggi pada kayu tapi-tapi (0,75%) dibandingkan dengan kayu ulin (0,35 %). Pada pemotongan produk komposit dengan menggunakan pisau High Speed Steel, papan partikel mengakibatkan tingkat keausan pisau yang lebih tinggi dibandingkan dengan OSB. Pada pemotongan kayu komposit terjadi fenomena yang sama seperti pada kayu solid dimana papan partikel dengan kerapatan yang lebih kecil (sebesar 0,63 g/cm3) dibandingkan dengan OSB (sebesar 0,71 g/cm3), mengakibatkan tingkat keausan yang lebih tinggi. Hal ini diduga selain karena papan partikel memiliki kandungan silika yang lebih tinggi yaitu sebesar 0,95 %, juga karena adanya bahan abrasif lainnya seperti pasir atau debu yang terdapat pada partikel-partikel kayu dan perekat yang digunakan.
Jumlah Aus Sisi Clearance (µm)
250
papan partikel Tapi-Tapi
200
OSB
Ulin
150
100 50 0 0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
1,6
1,8
2
Panjang Pemotongan (km)
Gambar 6 Hubungan antara jumlah aus mata pisau Tungsten Carbide dengan panjang pemotongan.
Aus mata pisau pada saat pemotongan kayu solid dan kayu komposit dengan menggunakan Tungsten Carbide (Gambar 6) menunjukkan fenomena yang sama seperti pada saat pemotongan kayu solid dan kayu komposit dengan menggunakan pisau High Speed Steel. Papan partikel dan kayu tapi-tapi
24
mengakibatkan aus mata pisau yang paling besar dibandingkan jenis kayu yang lainnya. Berdasarkan hubungan pada Gambar 5 dan 6 dicari persamaan regresi linier dan koefisien korelasi dan hasilnya disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8 Persamaan regresi linear dan koefisien korelasi bagi hubungan antara jumlah aus dan panjang pemotongan yang tertera pada Gambar 5 dan 6. Jenis pisau
Jenis kayu
Persamaan linier
r
High Speed Steel
Papan Partikel
y = 35,64x + 135,9
0,99
Oriented Strand Board
y = 37,57x + 80,91
0,99
Tapi-Tapi
y = 39,30x + 123,1
0,99
Ulin
y = 75,29x – 1,828
0,97
Papan Partikel
y = 27,98x + 25,22
0,98
Oriented Strand Board
y = 17,15x + 22,72
0,93
Tapi-Tapi
y = 14,55x + 30,91
0,91
Ulin
y = 18,39x + 11,46
0,99
Tungsten Carbide
Catatan : y= jumlah aus pisau, x= panjang pemotongan, r= koefisien korelasi bagi hubungan antara aus dan panjang pemotongan.
Tingginya laju keausan mata pisau juga dipengaruhi oleh bentuk dan distribusi silika yang terdapat pada kayu solid maupun kayu komposit. Pada Gambar 7 disajikan bentuk dan distribusi silika yang terdapat pada kayu tapi-tapi hasil pengujian Scanning Electron Microscope (SEM).
Gambar 7 Bentuk dan distribusi silika kayu tapi-tapi.
25
Pada Gambar 7 menunjukkan bentuk silika pada kayu tapi-tapi berbentuk bulat dan padat dengan ukuran yang bervariasi. Porankiewicz et al. (2006) menyatakan bahwa bentuk silika pada kayu bervariasi tergantung kepada jenis kayu. Kayu Kelapa Sawit memiliki bentuk silika yang cenderung bulat padat, sehingga menyebabkan aus pisau yang lebih tinggi dibandingkan jenis kayu Kelapa, Jati, Pasang dan Meranti Merah. Darmawan (2000) menyatakan bahwa aus pisau secara mekanis disebabkan karena adanya gesekan pada proses pemotongan akibat adanya bahan-bahan abrasif seperti silika, pasir, debu, dan semen. Semakin tinggi kandungan silika yang terdapat pada kayu atau papan komposit maka semakin tinggi pula laju keausan pisau. Darmawan et al. (2006) juga menyatakan bahwa ektrakstif kayu memiliki peranan yang penting dalam keausan bahan pisau secara kimia sedangkan keausan bahan pisau secara mekanis lebih ditentukan oleh kandungan silika pada kayu. Hasil pengujian aus pisau secara mekanis pada Gambar 5 dan 6 menunjukkan bahwa jumlah aus pisau Tungsten Carbide lebih kecil dibandingkan dengan jumlah aus pisau High Speed Steel pada setiap jenis kayu yang dipotong. Hal ini dikarenakan pisau Tungsten
Carbide memiliki kekerasan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan pisau High Speed Steel. Reynolds (1958) menyatakan bahwa jenis pisau Tungsten Carbide memiliki nilai kekerasan hingga 82 HRC, sedangkan pada jenis pisau High Speed Steel nilai kekerasan maksimum hanya mencapai 66 HRC. Selain itu jenis pisau Tungsten Carbide juga memiliki nilai kekakuan, kekuatan tekan, dan konduktivitas yang lebih besar dibandingkan jenis pisau High Speed Steel, sehingga lebih kuat menahan gesekan pada kecepatan pemotongan tinggi. Gesekan yang terjadi antara mata pisau dengan kayu yang dipotong menyebabkan terjadinya perubahan bentuk pada mata pisau. Perubahan bentuk mata pisau yang terbesar dialami pada saat pemotongan kayu komposit yaitu pada pemotongan papan partikel. Perubahan bentuk mata pisau yang terjadi pada pemotongan papan partikel dapat dilihat pada Gambar 8.
26
High Speed Steel
(a)
Tungsten Carbide
High Speed Steel
(b)
Tungsten Carbide
Gambar 8 Perubahan bentuk mata pisau yang terjadi akibat pemotongan papan partikel pada pisau High Speed Steel dan Tungsten Carbide. Ket: (a) Kondisi awal pisau; (b) Kondisi akhir pisau (setelah pemotongan sepanjang 2 km).
Pemotongan dengan kecepatan tinggi menyebabkan terjadinya gesekan secara kontinyu pada temperatur tinggi. Hal ini menyebabkan mata pisau mengalami perubahan bentuk atau penumpulan yang sangat besar. Silika dan bahan abrasif yang terdapat pada papan partikel juga menjadi salah satu faktor penting yang dapat mempercepat ausnya mata pisau yang digunakan. Perubahan bentuk mata pisau yang paling besar akibat pemotongan kayu solid terjadi pada saat pemotongan kayu tapi-tapi. Perubahan bentuk yang terjadi pada kayu tapitapi dapat dilihat pada Gambar 9.
27
High Speed Steel
(a)
Tungsten Carbide
High Speed Steel
(b)
Tungsten Carbide
Gambar 9 Perubahan bentuk mata pisau yang terjadi akibat pemotongan kayu tapi-tapi pada pisau High Speed Steel dan Tungsten Carbide. Ket: (a) Kondisi awal pisau; (b) Kondisi akhir pisau (setelah pemotongan sepanjang 2 km)
Penumpulan pisau pengerat kayu dapat terjadi secara cepat dimana bagian kontak pisau mengalami kerusakan serius dalam tempo singkat, atau secara berangsur
melalui pengikisan mikroskopis partikel logam oleh kayu yang
berlangsung secara kontinu (Balfas 1994). Hasil pengujian keausan mata pisau yang dilakukan pada kayu komposit dan kayu solid memperlihatkan bahwa kayu komposit dengan kadar silika yang lebih tinggi menyebabkan tingkat keausan yang paling besar pada pisau pemotongan. Selain karena kadar silika yang tinggi pada kayu komposit, juga diduga karena adanya penambahan perekat pada saat pembuatannya menyebabkan laju aus mata pisau semakin besar.