PENGUKURAN KADAR EKSTRAKTIF DAN SIFAT WARNA KAYU Acacia mangium DARI LIMA PROVENANS Ganis Lukmandaru, IGN Danu Sayudha, L. Surya Gustomo, dan Vendy E. Prasetyo Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada Abstrak Kadar ekstraktif merupakan sifat kimia yang banyak berpengaruh pada proses pengerjaan kayu menjadi produk akhir, sedangkan sifat warna menjadi salah satu faktor yang dipertimbangkan bila suatu produk mempersyaratkan aspek keindahan. Objek dari penelitian ini adalah kayu mangium yang juga menjadi salah satu spesies andalan dari Hutan Tanaman Industri karena sifat pohonnya yang cepat tumbuh. Pada penelitian ini, kayu mangium (25 tahun) dari 5 provenans telah diteliti kadar ekstraktif, sifat warna, serta korelasi pada kedua parameter tersebut. Sampel kayu diambil pada bagian pangkal (5 pohon tiap provenans) kemudian dibagi lagi menjadi bagian gubal, teras luar dan teras dalam. Kadar ekstraktif diukur dengan menggunakan 3 pelarut yaitu n-heksana, metanol, dan air panas. Sifat warna kayu diukur dengan spektrokolorimeter yang menunjukkan skala L*a*b* (L* = kecerahan, a* = kemerahan, b* = kekuningan). Kadar ekstraktif terlarut n-heksana (KEH), metanol (KEM) dan air panas (KEA) kayu mangium berkisar antara 0,7-8 %; 2-15 %; dan 1-10 %, secara berturutan. Nilai KEH dan KEM dipengaruhi secara nyata oleh faktor arah radial dimana kadar tertinggi didapatkan pada kayu terasnya. Pada sifat warna, kisaran kecerahan, kemerahan dan kekuningan di kayu teras mangium adalah 32-43, 9-13, dan 16-22, sedangkan pada kayu gubal adalah 60-72, 6-9, dan 17-23, secara berurutan. Pengaruh provenans dan arah radial sangat nyata pada nilai kecerahan (L*) dan kekuningan (b*) sedangkan pada kemerahan (a*) didapatkan interaksi antara provenans dan arah radial. Provenans Daintree (Australia) dan Sidei Irian (Indonesia) menerikan warna relatif lebih gelap. Korelasi terkuat antara warna dan ekstraktif kayu teras didapatkan pada nilai kecerahan L* dengan KEM (r = 0,51), sedangkan pada kayu gubal didapatkan pada nilai kemerahan a* dengan KEM (r = 0,64). Kata kunci : Acacia mangium, provenans, ekstraktif, warna, arah radial PENDAHULUAN Mangium (Acacia mangium) merupakan salah satu komoditas tumbuhan kayu terpenting di daerah tropis. Tanaman ini mulai diperkenalkan di Indonesia sebagai salah satu spesies Hutan Tanaman Industri, dengan keunggulan pohonnya relatif tidak mudah terserang penyakit, cepat tumbuh, mudah beradaptasi dengan tempat tumbuh serta kayunya bisa digunakan dalam berbagai penggunaan. Penggunaan utama kayu mangium di Indonesia, khususnya dalam usia muda, adalah untuk kebutuhan industri pulp dan kertas,. Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku kayu untuk berbagi macam produk, kayu mangium muali dijadikan alternatif dengan memperpanjang daur rotasinya untuk memenuhi ukuran komersial suatu pohon. Beberapa penelitian memfokuskan untuk menilai kelayakan kayu dan kulit mangium untuk kayu konstruksi dan panel serta produksi perekat (Korai et al. 2000; Yano et al. 2003; Firmanti et al. 2007; Subyakto et al. 2003; Subyakto et al. 2005). Dari segi bahan baku, tidak banyak penelitian yang mengukur kualitas mangium berdasarkan asalnya. Perbedaan sumber biji serta pengaruh iklim diduga akan berpengaruh pada kualitas kayu sehingga berpengaruh pada produk akhirnya. Penelitian sebelumnya yang berdasarkan perbedaan gegografis 372
pohon, telah dibandingkan sifat kimia dan dimensi serat (Syafii and Siregar 2006) atau sifat fisik dan mekanika (Hadjib et al. 2007). Kadar ekstraktif telah diketahui akan berpengaruh kualitas kayunya, contohnya pada sifat fisik (Chafe 1987; Torelli et al. 2006), sifat mekanik (Hernandez 2007), korosi (Krilov 1986), maupun keawetan alami (Amusant et al. 2007). Di lain pihak, warna kayu menjadi daya tarik pada kayu tropis dan berpengaruh pada nilai ekonominya. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap lebih dalam pengaruh provenans dalam spesies mangium. Parameter yang diteliti adalah sifat ekstraktif dan warna kayu serta korelasi antar kedua parameter tersebut. BAHAN DAN METODE Deskripsi Tempat dan Uji Provenans Tempat uji provenans mangium terletak di Hutan Pendidikan Wanagama, Jogja. Ditanam sejak 1983, dan mencakup 5 provenans dari 3 negara yaitu Sidei Papua (Indonesia), West of Morehead (Papua New Guinea), serta Daintree, Ellerbeck Red Cardwell, dan El Arish (Queensland, Australia). Penanaman dilakukan dalam desain plot 5 pohon dengan jarak tanam 4 x 4 m pada desain rancangan blok lengkap. Penebangan dilakukan pada tahun 2008, setiap provenans diwakili 5 pohon sehingga terdapat total 25 pohon dalam kisaran diameter 13-38 cm, dengan tinggi pohon 10-25 m. Sampel berupa pringan (disk) setebal 5 cm digergaji pada bagian pangkal pohon kemudian dibagi lagi menjadi 3 sampel dalam arah radial yaitu gubal, teras luar dan teras dalam. Pada setiap bagian tersebut, diambil dari dua sisi yang berlawanan dan disatukan menjadi satu sampel untuk menghindari variasi antar radial. Penentuan Kadar Ekstraktif Serbuk kayu sebanyak 2 g setara berat kering tanur diekstrak dengan pelarut nheksana dan metanol secara berturutan dalam alat soxhlet. Setiap ekstraksi dilakukan selama 6 jam. Secara terpisah, dilakukan ekstraksi pada 2 g serbuk kayu dengan air panas dalam penangas air selama 3 jam. Kadar ekstraktif ditentukan dengan menghilangkan pelarutnya kemudian ekstrak dikeringkan dalam oven (+ 100 0C) dan ditimbang. Pengukuran Sifat Warna Pengukuran dilakukan pada serbuk kering angin dengan alat NF333 spektrokolorimeter. Spesifikasi alat adalah diameter bukaan 5,0 mm, pencahayaan A serta sumber cahaya dari halogen tungsten. Sistem yang dipakai adalah CIEL*a*b dengan 3 kali ulangan. Nilai L* menunjukkan kecerahan suatu obyek dengan skala 100 untuk putih total dan 0 untuk gelap total. Nilai a* melambangkan kemerahan, sedangkan nilai b* untuk kekuningan pada skala 0 - 100 sumbu (+). Analisis Statistik Pengaruh faktor asal provenans dan arah radial pada kadar ekstraktif dan sifat warna dihitung dengan analisis varians (ANOVA) dwi-arah univariat. Pengaruh dianggap nyata pada tingkat 95 %. Uji lanjut untuk menunjukkan kelompok yang berbeda menggunakan uji perbandingan berganda Duncan. Korelasi Pearson digunakan untuk menilai keeratan hubungan antara parameter yang diteliti. Seluruh perhitungan statistik menggunakan program SPSS versi 10.0. HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Ekstraktif Penentuan kadar ekstraktif dilakukan melalui ekstraksi dengan 3 pelarut berbeda. Rerata kadar ekstraktif terlarut n-heksana (KEH) berkisar antara 1 -2 % di kayu gubal dan 2- 5 % di kayu terasnya. Rerata kadar ekstraktif terlarut metanol (KEM) 373
antara 3-4 % dan 8-11 % untuk kayu gubal dan teras secara berturutan. Dalam ekstraksi yang terpisah dari kedua pelarut di atas, kadar kelarutan dalam air panas (KEA) juga ditentukan dengan hasil 4-5 % untuk kayu gubal dan 6-9 % untuk kayu teras. Apabila diasumsikan kadar ekstraktif total merupakan penjumlahan dari KEH dan KEM, maka nilai yang diperoleh dari penelitian ini jauh lebih besar dari penelitianpenelitian sebelumnya yang tidak mencapai lebih dari 5 % (Mihara et al. 2005; Muladi et al. 2003; PROSEA 1996). Hal tersebut dimungkinkan karena penelitian-penelitian tersebut dilakukan pada mangium umur muda (di bawah 10 tahun) sesuai daur rotasi untuk kebutuhan bahan baku pulp, kontras dengan bahan yang digunakan pada penelitian ini yang mencapai 25 tahun. Kecenderungan yang sama juga berlaku untuk nilai KEA. Perlu dicatat bahwa ekstraksi dengan air panas dilakukan dengan sampel terpisah sehingga tidak bisa dilakukan penjumlahan total pada ketiga parameter tersebut karena ekstraktif-ekstraktif tertentu yang terlarut metanol juga bisa dilarutkan dengan air, demikian pula sebaliknya. Berdasarkan ringkasan hasil ANOVA (Tabel 1), tidak didapatkan interaksi maupun faktor provenans yang nyata. Hal ini berarti asal biji bukan faktor yang berpengaruh terhadap nilai kadar ekstraktif. Di lain pihak, arah radial berpengaruh secara nyata pada semua kadar ekstraktif yang diteliti. Hasil uji lanjut dengan uji Duncan bisa dilihat pada Gambar 1a-c. Dari gambar tersebut terdapat kecenderungan yang sama bahwa kayu gubal memiliki kadar ekstraktif paling rendah, sedangkan kayu teras terluar nilainya tertinggi dalam KEM (11,1 %). Pada nilai KEH dan KEA, tidak didapatkan beda nyata antara bagian teras dalam dan luar.
Kadar ekstraktif terlarut n-heksana (%)
Tabel 1. – Analisis variansi dari provenans dan arah radial pada kadar ekstraktif Acacia mangium . Sumber variasi Derajat Kadar Kadar ekstraktif Kadar bebas ekstraktif nMetanol ekstraktif air heksana panas Provenans 4 0.37 (ns) 0.87 (ns) 0.29 ns Arah radial 2 0.015* 0.01> ** 0.01> ** Prov x rad 8 0.39 (ns) 0.95 (ns) 0.20 ns Error 59 -----------Total 74 8.0 7.0
a ab
6.0 5.0
b
4.0 3.0 2.0 1.0 0.0 Teras dalam
Teras luar
(1a)
374
Gubal
Kadar ekstraktif terlarut metanol (%)
15
b
13
a
11 9 7
c
5 3 Teras dalam
Teras luar
Gubal
Kadar ekstraktif terlarut air panas (% )
(1b) 10 9 8 7 6 5 4 3 Teras dalam
Teras luar
Gubal
(1c) Gambar 1a-c. Kadar ekstraktif terlarut n-heksana, metanol, dan air panas (% berat kering tanur) dari kayu mangium (rerata dari 5 pohon) pada arah radial dengan error bar sebagai standar deviasi. Huruf yang sama pada grafik yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata pada uji Duncan dengan taraf kepercayaan 5 %. Fraksi non-polar yang terlarut pada pelarut n-heksana secara teoritis akan terdiri dari senyawa minyak-minyakan, lilin, lemak, terpen maupun sterol sedangkan fraksi polar yang terlarut dalam metanol akan melarutkan senyawa-senyawa polifenol. Air panas akan melarutkan tanin, gula- gula, zat-zat warna dan pati (ASTM 2002). Dari besaran nilainya, bisa disimpulkan bahwa kadar ekstraktif mangium sebagian besar terdiri dari fraksi polar (KEM dan KEA) dibanding fraksi non-polar (KEH) dalam kayu teras maupun gubal. Dengan demikian, bisa diinterpetasikan bahwa perubahan dari kayu juvenil (teras dalam) menjadi kayu lebih dewasa (teras luar) ditandai oleh kenaikan ekstraktif fraksi polar secara nyata. Pada umur pohon mencapai 25 tahun di penelitian ini, proporsi fraksi polar telah mendominasi di kayu teras mangium. Pada spesies lain, kecenderungan yang berbeda telah diamati pada kayu jati (Lukmandaru dan Takahashi, 2008; Narayanamurti et al. 1962). Sifat Warna Sifat warna diukur dengan sistem CIELAB dengan spektrokolorimeter. Seperti yang diduga, warna dari teras mangium cukup variatif. Indeks kecerahan (L*) dalam kisaran 60-72 pada gubal dan 28-43 pada teras. Indeks kemerahan (a*) dalam kisaran yang lebih sempit yaitu antara 6-9 dan 9-13 untuk gubal dan teras, secara berturutan, sedangkan indeks kekuningan (b*) antara 17-25 dan 17-22 pada gubal dan teras, 375
secara berturutan. Kisaran lebar pada nilai kecerahan tentunya akan memberikan kesan warna yang beda pada penglihatan manusia. Penelitian sebelumnya pada mangium yang tumbuh di Malaysia dalam kisaran L* = 71-73, a* = 6-7, and b*= 21-22 untuk gubal, serta L* = 52-53, a* = 12-13, dan b*= 23-24 untuk teras (Khalid et al. 2010). ANOVA dwi-arah menunjukkan interaksi nyata diamati parameter a*, sedangkan beda nyata diamati di faktor provenans dan arah radial pada nilai L* maupun b* (Tabel 2). Pada rerata nilai L*, provenans Daintree (L* = 44) dan Sidei Irian (L* = 45) lebih gelap secara nyata dibandingkan West of Morehead (L* = 48) maupun El-Arish (L* = 47) (Gambar 2a), sedangkan dalam arah radial warna tergelap diukur pada teras terluar (L* = 34). Interaksi antara provenans dan arah radial pada nilai a* menunjukkan bahwa nilai rerata tertinggi pada provenans El-Arish di bagian teras luar (a* = 12), selain itu tidak diamati beda nyata di antara kayu gubal antar provenans (Gambar 2b). Pada parameter b*, provenans West of Morehead dan El-Arish (b* = 20) memberikan nilai lebih tinggi dibanding provenans lainnya (Gambar 2c) meskipun dalam besaran yang relatif kecil, sedangkan pada arah radial perbedaan nyata hanya didapatkan antara bagian gubal dan teras. Tabel 2. Analisis varians dari provenans dan arah radial pada sifat warna Acacia mangium Sumber variasi
Derajat bebas 4 2 8 58 73
Provenans Arah radial Prov x rad Error Total 70
Kecerahan (L*)
65
a
Kecerahan (L*) 0.002 ** 0.001> ** 0.841 ns ----
Kemerahan (a*)
Kekuningan (b*)
0.576 ns 0.001> ** 0.015 * ----
0.008 ** 0.001> ** 0.813 ns -----------
(2a)
ab
bc
Sidei Irian
Ellerbeck
c
c
60 55 50 45 40 35 30 25 Daintree
)(2b)
14
Kem erahan (a*)
13
West of Morehead
bc ab c ab bc
b b b
El-Arish
a b
12 11
d d
10
d d d
9 8 7 Teras dalam D aintree
Teras luar Sidei Ellerbeck
376
W est of M orehead
G ubal El-Arish
(2c) 24
Kekuningan (b*)
23
a
a
ab
b
b
22 21 20 19 18 17 16 15 Daintree
Sidei Irian
Ellerbeck
West of Morehead
El-Arish
Gambar 2a-c. Sifat warna pada kayu mangium dalam provenans dan arah radial. Rerata dari 5 pohon dengan standar deviasi error bar. Huruf yang sama pada grafik yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata pada uji Duncan dengan taraf kepercayaan 5 %.
Warna kayu merupakan parameter penting untuk menentukan kegunaan khusus seperti furnitur atau konstruksi ringan lainnya pada produk solid. Sifat warna bisa bervariasi lebar dipengaruhi faktor genetis (Rink dan Phelps 1989) dan kondisi lingkungan (Wilkins dan Stamp 1990). Informasi mengenai warna mangium masih sangat terbatas. Selain itu, juga tidak tersedia data pengaruh genetis maupun lingkungan terhadap sifat tersebut. Hasil penelitian ini telah menunjukkan asal biji berpengaruh pada warna kayu. Untuk menunjukkan sifat khas tropis, tentunya lebih dipilih kayu yeng lebih gelap dan merah. Dalam hal ini, provenans Daintree dan Sidei Irian lebih memenuhi kriteria. Penelitian lanjutan perlu dilakukan untuk mengetahui keterwarisan (heritability) sifat warna pada kayu mangium. Hubungan antara Kadar Ekstraktif dan Sifat Warna Secara kimiawi, warna kayu disebabkan sebagian besar oleh keberadaan ekstraktif. Diduga warna kayu mangium bisa dihubungkan dengan kadar ekstraktif sehingga bisa menjadi penanda yang mudah untuk kualitas kayu. Analisis korelasi antara kadar ekstraktif dan sifat warna disajikan pada Tabel 3. Didapatkan hasil bahwa korelasi kuat antara KEM dan sifat warna (L* dan a*) tersebut bila data kayu teras dan gubal digabungkan. Hal ini masuk akal karena teras dan gubal mangium menunjukkan warna yang sangat kontras serta beda nyata dalam kadar ekstraktifnya. Untuk analisis yang lebih mendalam, data gubal dan teras telah dipisahkan dan dianalisis (Tabel 3). Korelasi moderat diperoleh antara KEA dan a* (r = 0,64) dalam kayu gubal serta antara KEM dengan L* (r = -0,51) di teras. Nilai tersebut diartikan sebagai semakin tinggi KEA, akan menaikkan nilai a*. Di lain pihak, semakin tinggi KEM akan menurunkan nilai L* atau menaikkan derajat kegelapan. Diagram pencar yang menjelaskan korelasi antara kedua parameter tesebut digambarkan pada Gambar 3ab. Pada kayu gubal yang masih mengandung sel-sel yang hidup diduga akan banyak mengandung ekstraktif primer seperti gula-gula sederhana atau lemak yang menunjang fungsi fisiologis pohon. Meskipun tidak diketahui senyawa yang berkorelasi dengan wana di kayu gubal, diindikasikan bahwa pada umur 25 dalam batas tertentu juga telah terbentuk zat-zat warna dalam gubal mangium. Dalam penelitian pada vinir kayu Eucalyptus pilularis, Yazaki et al. (1994) memperoleh korelasi kuat antara indeks kemerahan dengan KEA. Pada kayu teras, KEM diasumsikan melarutkan senyawa fenolat yang juga berupa zat warna sehingga terdapat korelasi yang nyata pada kedua parameter tersebut. Penelitian sebelumnya menunjukkan korelasi kuat antara kemerahan dengan kadar senyawa fenolat pada kayu Larix sp (Gierlinger et al. 2004). Pada spesies Juglans nigra, Hiller (1972) mendapatkan korelasi negatif antara 377
persentase kecerahan dan kadar ekstraktif yang larut air, alkohol atau benzena. Tabel 3. Koefisien korelasi Pearson (r) untuk sifat warna dan kadar ekstraktif Parameter Kecerahan (L*)
Sifat warna Kemerahan (a*)
Kekuningan (b*)
Gubal dan teras - Kadar ekstraktif terlarut n-heksana - Kadar ekstraktif terlarut metanol - Kadar ekstraktif terlarut air panas
-0.32** -0.88** -0.72**
0.33** 0.72** 0.60**
-0.35** -0.66** -0.52**
Gubal - Kadar ekstraktif terlarut n-heksana - Kadar ekstraktif terlarut metanol - Kadar ekstraktif terlarut air panas
0.23 -0.39 -0.38
-0.04 0.21 0.64**
-0.08 - 0.11 0.27
Teras - Kadar ekstraktif terlarut n-heksana - Kadar ekstraktif terlarut metanol - Kadar ekstraktif terlarut air panas
-0.10 -0. 51** -0.37**
0.17 0.02 -0.03
-0.23 -0.15 -0.14
Catatan
** = berbeda nyata pada tingkat 1 %,
* = berbeda nyata pada tingkat 5 %
Kadar ekstraktif terlarut air panas (%)
(3a) 7 y = 0.7791x - 2.2461 R2 = 0.4141
6 5 4 3 2 6
7
8 9 Kemerahan (a*)
10
11
kadar ekstraktif te rlarut me tan ol (% )
(3b) 18 y = -0.3263x + 21.947 R2 = 0.2597
16 14 12 10 8 6 4 30
32
34
36
38 40 Kecerahan (L*)
42
44
46
Gambar 3a-b. Diagram pencar antara kadar ekstraktif dan sifat warna pada kayu gubal (a) dan teras (b).
KESIMPULAN 378
1. Kadar ekstraktif terlarut n-heksana, metanol dan air panas tidak dipengaruhi secara nyata oleh faktor provenans, tetapi dipengaruhi oleh faktor arah radial pohon. 2. Sifat warna dipengaruhi oleh interaksi antara provenans dan arah radial pohon pada indeks kemerahan (a*), sedangkan faktor provenans dan arah radial secara terpisah berpengaruh secara nyata terhadap parameter kecerahan (L*) dan kekuningan (b*). 3. Korelasi terbaik dalam kayu gubal diperoleh pada kadar ekstraktif larut air panas dan indeks kemerahan (a*), sedangkan pada kayu teras diukur pada kadar ekstraktif larut metanol dan indeks kecerahan (L*). DAFTAR PUSTAKA Amusant N, Moretti C, Richard B, Prost E, Nuzillard JM, Th´evenon MF. 2007. Chemical compounds from Eperua falcata and Eperua grandiflora heartwood and their biological activities against wood destroying fungus (Coriolus versicolor). Holz als Roh- und Werkstoff 65: 23–28. ASTM International. 2002. D1110 test methods for water solubility of wood. Annual Book of ASTM Standards 2002, Section 4 : Construction. West Conshohocken, PA. pp. 187. Chafe SC. 1987. Collapse, volumetric shrinkage, specific gravity and extractives in Eucalyptus and other species Part 2: The influence of wood extractives. Wood Science and Technology 21:27-4. Firmanti A, Komatsu K, Kawai S. 2007. Effective utilization of fast-growing Acacia mangium Willd. timber as a structural material. Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kayu Tropis 5:29-37. Gierlinger N, Jacques D, Grabner M, Wimmer R, Schwanninger M, Rozenberg P, Paques LE. 2004. Color of larch heartwood and relationships to extractives and brown-rot decay resistance. Trees 18:102-108. Hadjib N, Hadi YS, Setyaningsih D. 2007. Sifat fisis dan mekanis sepuluh provenans kayu mangium (Acacia mangium Willd.) dari Parung Panjang, Jawa Barat. Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kayu Tropis 5:7-11. Herna´ndez RE. 2007. Influence of accessory substances, wood density and interlocked grain on the compressive properties of hardwoods. Wood Science and Technology 41:249–265 Hiller CH, Freese F, Smith DM. 1972. Relationships in black walnut heartwood between color and other physical and anatomical characteristics. Wood Fiber Science. 4 : 38-42 Khalid I, Wahab R, Sulaiman O, Mohammed A, Tabet TA, Alamjuri RH. 2010. Enhancing colour appearances of cultivated 15 year-old Acacia Hybrid through Oil Heat Treatment Process. International Journal of Biology 2: 199-208 Korai H, Nigel P, Liem T. 2000. Properties of Acacia mangium particle board II. Proceedings the fourth Pacific Rim Bio-based Composite Symposium. Bogor, November 2-5, pp. 189-194. Krilov A, Gref R. 1986. Mechanism of sawblade corrosion by polyphenolic compounds. Wood Science and Technology 20:369-375. Lukmandaru G, Takahashi K. 2008. Variation in the natural termite resistance of teak (Tectona grandis Linn fil.) wood as a function of tree age. Annals of Forest Science 65: 708. Mihara R, Barry KM, Mohammed CL, Mitsunaga T. 2005. Comparison of antifungal and 379
antioxidant of Acacia mangium and A. auriculiformis. Journal of Chemical Ecology 31: 789-804. Muladi S, Arifin Z, Arung ET, Yuliansyah, Amirta R, Patt R. 2003. Prospective of Acacia mangium as raw material of pulp and paper in Indonesia. International symposium on sustainable utilization of Acacia mangium. JSPS-LIPI Core University Program, October 21-22, pp 86-95. Narayanamurti D., George J., Pant H.C., and Singh J., 1962. Extractives in teak. Sylvae Geneticae 11: 57–63. PROSEA Timber Trees. 1996. CABI Publishing. Rink G, Phelps JE. 1989. Variation in heartwood and sapwood properties among 10year-old black walnut trees. Wood and Fiber Science 21: 177-182. Syafii W, Siregar IZ. 2006. Sifat kimia dan dimensi serat mangium (Acacia mangium Willd.) dari tiga provenans. Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kayu Tropis 4:28-32. Subyakto, Suryanegara L, Gopar M, Prasetiyo KW. 2005. Utilization of Acacia (Acacia mangium Willd) bark for particleboard with low phenol formaldehyde content. Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kayu Tropis 3:20-23 (in Indonesian). Subyakto, Suryanegara L, Sudijono, Gopar M, Prasetya B, Subiyanto B. 2003. Development of binderless particleboard from Acacia mangium bark. International symposium on sustainable utilization of Acacia mangium. JSPS-LIPI Core University Program, October 21-22, pp 119-123. Torelli N, Trajkovi J, Serti V. 2006. Influence of phenolic compounds in heartwood of Silver fir (Abies alba Mill.) on the equilibrium moisture content. Holz als Roh- und Werkstoff 64: 341–342. Wilkins AP, Stamp CM. 1990: Relationship between wood color, silvicultural treatment and rate of growth of Eucalyptus grandis (Hill) Maiden. Wood Science and Technology 24:297-304 Yano H, Ogawa S, Susanti CME. 2003. The direct conversion of Acacia mangium bark into waterproof wood adhesives. International symposium on sustainable utilization of Acacia mangium. JSPS-LIPI Core University Program, October 21-22, pp 96-99. Yazaki Y, Collins PJ, McCombe B. 1994. Variations in hot water extractives content and density of commercial wood veneers from blackbutt (Eucalyptus pilularis). Holzforschung 48 (Suppl.), 107-111.
380