1
RASIO KAYU JUVENIL DAN KAYU DEWASA POHON DOMINAN DAN TERTEKAN PADA MANGIUM (Acacia mangium Willd.)
TRISNA MEGAWATY SITORUS
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
2
RASIO KAYU JUVENIL DAN KAYU DEWASA POHON DOMINAN DAN TERTEKAN PADA MANGIUM (Acacia mangium Willd.)
TRISNA MEGAWATY SITORUS
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Hasil Hutan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
3
RINGKASAN TRISNA MEGAWATY SITORUS. Rasio Kayu Juvenil dan Kayu Dewasa Pohon Dominan dan Tertekan pada Pohon Mangium (Acacia mangium Willd.). Dibimbing oleh I KETUT NURIDJA PANDIT. Indonesia merupakan Negara yang kaya akan sumberdaya hutannya sehingga merupakan salah satu “Megabiodiversity Country”. Namun akhir-akhir ini hutan Indonesia banyak mengalami kerusakan sehingga tidak lagi mampu untuk memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Salah satu usaha pemerintah untuk mengatasi masalah tersebut yaitu dengan melakukan pembangunan Hutan Tanaman, yakni Hutan Tanaman Industri dan Hutan Tanaman Rakyat. Keberhasilan program hutan tanaman salah satunya dapat ditentukan melalui pemilihan jenis tanamannya. Pemilihan jenis tanaman pada hutan tanaman diprioritaskan pada jenis tanaman cepat tumbuh (fast growing species). Salah satu jenis cepat tumbuh yang banyak ditanam di berbagai hutan tanaman di Indonesia adalah mangium (Acacia mangium Willd.). Mangium merupakan kayu yang memiliki sifat yang moderat dan memiliki umur tebangan yang pendek yaitu 1020 tahun dengan riap pertumbuhannya yang sangat besar 45 m3/hektar/tahun. Hal ini menyebabkan mangium selain cocok untuk bahan baku industri pulp dan kertas, mangium juga cocok digunakan sebagai bahan baku industri pertukangan sehingga kualitas kayu menjadi prioritas yang utama. Kualitas kayu pertukangan adalah berdasarkan besarnya rasio kayu juvenil dan kayu dewasa yang dikandung dalam kayu tersebut. Oleh karena itu, penelitian mengenai rasio kayu juvenil dan kayu dewasa pohon dominan dan tertekan sangat diperlukan. Penelitian kali ini bertujuan untuk melihat rasio kayu juvenil dan kayu dewasa pada pohon yang pertumbuhannya dominan dan tertekan pada suatu tegakan jenis mangium yang umurnya seragam. Bahan utama yang digunakan untuk penelitian ini adalah tegakan mangium (Acacia mangium Willd.) umur 12 tahun yang berasal dari hutan tanaman Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Pohon dominan dalam penelitian ini adalah pohon yang memiliki diameter rata-rata lebih besar dan pohon tertekan adalah pohon yang memiliki diameter rata-rata lebih kecil dalam suatu tegakan seumur. Dalam penelitian ini pohon dominan yang diambil sebagai bahan penelitian mempunyai diameter 22,9 cm dan pohon tertekan diameter 14,7 cm. Alat yang digunakan dalam penelitian ini selain menggunakan alat di lapangan, digunakan juga alat di laboratorium. Alat-alat yang digunakan adalah mikroskop merk Reichert Wien Nr. 27146 untuk mengamati dimensi serat, mikrofoto, kamera, penangas air, alat-alat gelas, slide warmer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengukuran terhadap persentase kayu teras dan kayu gubal pada bagian pangkal pohon dominan rata - rata rasio kayu teras terhadap kayu gubal adalah sebesar 3,6 : 1. Nilai rasio ini dapat diartikan bahwa persentase kayu teras mangium pada bagian pangkal pohon hampir 4 kali lebih besar jika dibandingkan dengan kayu gubalnya. Pada bagian ujung pohon dominan nilai rasio kayu teras lebih kecil terhadap kayu gubalnya yaitu sebasar 1 : 1,35. Artinya persentase kayu gubalnya lebih besar 0,35 dari kayu terasnya. Pada pohon yang tertekan rata-rata nilai rasio kayu teras dan kayu gubal pada pangkal adalah 1,85 : 1, artinya persentase kayu
4
terasnya lebih besar hampir 2 kali dari kayu gubalnya. Sementara pada bagian ujung nilai rasio kayu teras dan kayu gubal adalah sebesar 1 : 1,15 yang artinya persentasi kayu gubal lebih besar 0,15 kali dari kayu terasnya. Ini menunjukkan pada pohon yang pertumbuhannya dominan persentase kayu teras lebih besar. Hasil perhitungan persentase kayu juvenil pada pohon dominan sampai R3 dengan luas rata-ratanya adalah 92,22 cm2. Pada pohon tertekan luas rata-rata kayu juvenilnya sampai R2 adalah 50,47 cm2. Rasio rata-rata antara kayu juvenil dan kayu dewasa pada pohon dominan adalah sebesar 1 : 3,25 atau 4 : 13, artinya persentase kayu dewasa pada pohon dominan 3 kali lebih besar dari kayu juvenilnya. Sedangkan pada pohon tertekan perbandingan rata-rata antara kayu juvenil dan kayu dewasa adalah sebesar 1 : 2,15. Artinya persentase kayu dewasa pada pohon tertekan lebih besar 2 kali dari kayu juvenilnya. Dari nilai rasio ini dapat diketahui bahwa pohon tertekan lebih besar mengandung kayu juvenil dan dari hasil pengukuran juga diperoleh bahwa pada pohon tertekan memiliki panjang sel serat yang lebih pendek, tetapi tebal dindingnya lebih tebal. Berdasarkan penelitian dan pembahasan yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa pohon dominan memiliki persentase kayu teras dan kayu dewasa yang lebih besar dari pohon tertekan. Dari dua parameter ini, dapat dikatakan bahwa pohon dominan memiliki kualitas yang lebih baik untuk bahan kayu pertukangan. Kata kunci :
Acacia mangium Willd., Kayu Juvenil, Kayu Dewasa, Pohon Dominan, Pohon Tertekan.
5
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul ”Rasio Kayu Juvenil dan Kayu Dewasa Pohon Dominan dan Tertekan pada Mangium (Acacia mangium Willd.)” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal dari karya yang diterbitkan dari penulis lain disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka.
Bogor, September 2008
Trisna Megawaty.S NRP E24104052
6
Judul Skripsi
: Rasio Kayu Juvenil dan Kayu Dewasa Pohon Dominan dan Tertekan pada Mangium (Acacia mangiumWilld.)
Nama Mahasisiwa : Trisna Megawaty Sitorus NIM
: E24104052
Menyetujui: Dosen Pembimbing,
Dr.Ir. I Ketut N. Pandit, MS NIP. 130 516 494
Mengetahui: Dekan Fakultas Kehutanan IPB,
Dr.Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP. 131 578 788
Tanggal Ujian : Tanggal Lulus :
7
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 18 Maret 1985 di Pematang Siantar, Propinsi Sumatra Utara. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari keluarga Maruli Sitorus (Ayah) dan Marice Siburian (Ibu). Jenjang pendidikan formal yang dilalui penulis, Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri Balimbingan No. 091504 Tanah Jawa lulus tahun 1998, Sekolah Tingkat Pertama (SMP) di SMP Negari 1 Tanah Jawa lulus tahun 2001, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 03 Pematang Siantar lulus tahun 2004. Pada tahun 2004 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor pada Jurusan Teknologi Hasil Hutan. Sebagai salah satu syrat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis melakukan pratek khusus yang berjudul “Rasio Kayu Juvenil dan Kayu Dewasa Pohon Dominan dan Tertekan pada Mangium (Acacia mangium Willd.)” di bawah balimbingan Dr.Ir. I Ketut N. Pandit, MS.
i8
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunianya, sehigga karya ilmiah ini berhasil di selesaikan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Kehutanan IPB. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah Rasio Kayu Juvenil dan Kayu Dewasa Pohon Dominan dan Tertekan pada Mangium ( Acacia mangium Willd.) Sebagai ungkapan rasa bahagia, izinkan penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada: 1. Dr. Ir. I Ketut Nuridja Pandit, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, saran, nasehat, ilmu serta dukungan moril. 2. Dr. Ir. Mirza Dikari Kusrini, MSi dan Dr. Ir. Cahyo Wibowo M. Sc sebagai dosen penguji yang telah memberikan ilmu, arahan, dan saran. 3. Bapak, Ibu, Bang Johan, Bang Ando serta seluruh keluarga atas kasih sayang, doa, cinta dan dukungan baik moril maupun materi. 4. Teguh Saptono, yang mengajarkan saya untuk mencintai tanpa syarat. 5. Kepada kelompok kecilku, ka Hetty, Ocha, Fredy, Duma dan segenap penghuni pondok “AA” (Ines, Rini, Melincah, Panta) atas doa, persahabatan dan semangat selama ini. 6. Laboran Laboratorium bagian Peningkatan Mutu Kayu: mba Esti dan segenap teman-teman yang telah membantu arahan dan semangat selama penelitian. 7. My big family THH41: Citra, Fath, Lilis, Ali, Yanto, Emma, Edo, Nining, Ucok, Tumpal, Harjan, Helmy, Rizka dan yang tidak dapat penulis tuliskan satupersatu. Terimah kasih atas persehabatan, persaudaraan dan kerjasamanya selama ini. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini jauh dari kesempurnaan. Tetapi semoga karya ini dapat bermanfaat sebagai acuan dalam penelusuran informasi.
Bogor, Agustus 2008 Penulis
ii9
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ..................................................................................
i
DAFTAR ISI ...................................................................................................
ii
DAFTAR TABEL .........................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...................................................................................... B. Hipotesis ............................................................................................... C. Tujuan ................................................................................................... D. Manfaat .................................................................................................
v 1 2 2 2
TINJAUAN PUSTAKA A. Pertumbuhan Pohon ............................................................................. B. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan ............................... C. Keterangan Jenis Mangium (Acacia mangium) ................................... 1. Botani kayu mangium ..................................................................... 2. Tempat tumbuh dan penyebaran .................................................... 3. Pemanfaatan ..................................................................................... D. Struktur Anatomi Kayu Mangium (Acacia mangium) ......................... 1. Sifat makroskopik ............................................................................ 2. Sifat mikroskopik ............................................................................. E. Kayu Juvenil ......................................................................................... F. Sifat-sifat Kayu Juvenil.........................................................................
3 6 6 7 7 8 8 8 10 11 14
BAHAN DAN METODE A. Bahan dan Alat ..................................................................................... B. Metoda Penelitian ................................................................................ 1. Penetapan persentase kayu teras dan kayu gubal ............................ 2. Penetapan persentase kayu juvenil dan kayu dewasa ...................... 3. Analisis data ....................................................................................
17 18 18 19 21
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Rasio Kayu Teras Dan Kayu Gubal ..................................................... B. Rasio Kayu Juvenil Dan Kayu Dewasa ................................................
23 27
KESIMPULAN A. Kesimpulan........................................................................................... B. Saran ....................................................................................................
35 35
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
36
LAMPIRAN ....................................................................................................
38
10 iii
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Perbandingan Sejumlah Sifat-sifat Kayu Juvenil dan Kayu Dewasa ............................................................................................
15
Tabel 2. Persentasi Kaju Juvenil dan Kayu Dewasa pada Pohon Dominan dan Tertekan. ......................................................................................
32
11 iv
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Variasi Struktur Kayu pada Arah Horizontal dan Vertikal ........
14
Gambar 2. Perubahan Kayu Juvenil ke Kayu Dewasa dalam Konifer, Banyak Sifat Menunjukkan Kenaikan Berangsur-angsur ...........
16
Gambar 3. Perubahan Kayu Juvenil ke Kayu Dewasa dalam Konifer, Sejumlah Sifat Menunjukkan Penurunan ...................................
16
Gambar 4. Tegakan Pohon Akasia Sebelum Ditebang dengan Diameter yang Berbeda ..............................................................................
17
Gambar 5. Contoh Kayu Mangium yang Dipotong pada Penampang Melintangnya ..............................................................................
18
Gambar 6. Contoh Kayu untuk Pengambilan Unit Contoh Pembuatan Slide Maserasi ............................................................................
19
Gambar 7. Contoh Kayu yang Telah Dipotong dari Empelur Sampai ke Bagian Terluar pada Pohon Dominan dan Tertekan .............
20
Gambar 8. Perbedaan Warna antara Kayu Teras dan Kayu Gubal ...............
23
Gambar 9. Grafik Persentase Kayu Teras dan Kayu Gubal pada Bagian Pangkal dan Ujung Pohon Dominan dan Tertekan …...……..
24
Gambar 10. Hubungan Panjang Sel Serat Rata-rata dengan Riap Tumbuh pada Pohon Dominan dan Tertekan ……...……..
29
Gambar 11. Hubungan Tebal Dinding Sel Serat Rata-rata dengan Riap Tumbuh pada Pohon Dominan dan Tertekan …………….
30
Gambar 12. Hubungan Pertumbuhan Pohon dengan Persentase Kayu Juvenil dan Kayu Dewasa .................................................
32
12 v
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Prosedur Pembuatan Sediaan Maserasi ......................................
39
Lampiran 2. Variasi Panjang Sel Serat Radial Kayu Mangium pada Pohon Dominan dari Empelur ke Arah Kulit .............................
40
Lampiran 3. Variasi Panjang Sel Serat Radial Kayu Mangium pada Pohon Tertekan dari Empelur ke Arah Kulit .............................
44
Lampiran 4. Variasi Tebal Dinding Sel Serat Kayu Mangium pada Pohon Dominan dari Empelur ke Arah Kulit..............................
48
Lampiran 5. Variasi Tebal Dinding Sel Serat Kayu Mangium pada Pohon Tertekan Dari Empelur Ke Arah kulit ............................
49
Lampiran 6. Panjang Sel Fiber Rata-rata Hasil Pengukuran pada Pohon Dominan dan Tertekan .....................................................
50
Lampiran 7. Tebal Dinding Sel Fiber Rata-rata Hasil Pengukuran pada Pohon Dominan dan Tertekan .....................................................
51
Lampiran 8. Nisbah Kayu Teras-Gubal Mangium pada Umur 12 Tahun .......
52
Lampiran 9. Rasio Persentasi Kayu Juvenil dan Kayu Dewasa pada Pohon Dominan dan Tertekan ......................................................
53
1
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurunnya produktivitas sumberdaya hutan serta meningkatnya kebutuhan manusia akan kayu, mendorong adanya usaha untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan kayu. Pemanfaatan kayu secara berlebihan untuk memenuhi kebutuhan manusia mengakibatkan menurunnya ketersediaan kayu. Di lain pihak kondisi hutan yang merupakan sumber utama hasil hutan semakin berkurang baik luas maupun produktivitasnya. Selain itu persediaan kayu berkualitas tinggi semakin berkurang dan dirasa kurang mencukupi kebutuhan manusia. Pada periode 1997-2000 kerusakan hutan di Indonesia mencapai rata-rata 2,84 juta hektar per tahunnya. Total kerusakan hutan sampai tahun 2005 diperkirakan telah mencapai jumlah sekitar 59 juta hektar (Badan Planologi Kehutanan, 2005). Dalam laporan terakhir yang telah diperoleh dari Asosiasi Pengusaha Kayu Hutan Indonesia (APHI) meyebutkan bahwa Jatah Produksi Tebang (JPT) dari hutan alam untuk tahun 2007 yang ditetapkan Departemen Kehutanan hanya sebesar 9,1 juta m3 (APHI, 2007). JPT tersebut jauh di bawah kemampuan untuk memenuhi konsumsi bahan baku kayu untuk industri perkayuan pada tahun 2005 yang mencapai 44,5 juta m3 (Simangunsong, 2006). Kondisi ini menunjukkan bahwa produksi hutan alam tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan bahan baku kayu keperluan industri perkayuan di dalam negeri. Salah satu upaya untuk mengatasi masalah tersebut yaitu dengan melakukan pembangunan Hutan Tanaman (HT). Pembangunan HTI merupakan suatu usaha guna memenuhi kebutuhan kayu sehingga dapat dicapai suatu penyediaan bahan baku industri perkayuan secara berkesinambungan. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan pembangunan HTI adalah kualitas tanaman yang menghasilkan tegakan yang pertumbuhan riapnya cukup besar dan kualitas kayunya cukup baik. Jenis mangium (Acacia mangium Willd.) merupakan salah satu jenis yang diprioritaskan. Mangium merupakan salah satu jenis kayu yang rotasi penebangannya pendek sekitar 10-20 tahun dan riap pertumbuhannya yang sangat besar 45 m3/hektar/tahun (Departemen Kehutanan, 1992). Pemilihan pohon ini juga didasarkan atas pertimbangan antara lain mangium merupakan salah jenis kayu yang sifatnya moderat yang artinya kerapatannya
2
tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah (Pandit, 2002). Karena sifatnya yang sangat moderat, kayu mangium selain dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan pulp dan paper, juga dapat digunakan sebagai bahan kayu pertukangan. Kayu mangium juga mempunyai sifat multiguna, antara lain untuk kayu gergajian, moulding, venir, arang, kayu bakar dan meubel. Kayu juvenil adalah massa xylem yang dibentuk pada tahun-tahun pertama saat kambium vaskuler masih dipengaruhi oleh kegiatan meristem primer (Pandit, 1996). Sifat-sifat kayu juvenil sangat berbeda dengan kayu dewasa. Untuk kayu pertukangan persentase kayu juvenil ini sangat perlu diketahui karena kerapatan kayu juvenil sangat rendah. Oleh karena itu, persentase kayu juvenil dan kayu dewasa dapat dianggap sebagai cacat pada kayu. Rasio kayu juvenil dan kayu dewasa dapat mencerminkan kualitas kayu terutama untuk kayu pertukangan. Suatu jenis kayu dimana rasio kayu juvenilnya sangat tinggi umumnya tidak disukai dalam pertukangan. Oleh karena itu, penulis mencoba untuk melakukan penelitian rasio kayu juvenil dan kayu dewasa pohon dominan dan tertekan. Dalam penelitian ini pohon yang pertumbuhannya dominan dicirikan dengan diameter yang paling besar dan pohon tertekan dicirikan dengan diameternya yang paling kecil dalam suatu tegakan seumur. B. Hipotesis Pohon yang tumbuh dominan berbeda riap tumbuhnya dengan pohon tertekan. Oleh karena itu, diduga persentase kayu juvenil pada pohon dominan dan tertekan berbeda. C.Tujuan Melihat rasio kayu juvenil dan kayu dewasa pada pohon yang pertumbuhannya dominan dan tertekan pada suatu tegakan jenis mangium yang umurnya seragam. D. Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat terutama untuk mengetahui potensi kayu juvenil pada pohon dominan dan tertekan sehingga dapat diketahui kualitas kayu mangium sebagai kayu pertukangan.
3
TINJAUAN PUSTAKA A. Pertumbuhan Pohon Pertumbuhan pohon adalah pertambahan dimensi pohon atau tegakan sepanjang umurnya atau merupakan proses fisiologis yang berlangsung terus menerus hingga pohon atau tegakan mati secara alami (Suharlan dan Sudiono, 1977). Semua tumbuhan terdiri dari tiga bagian pokok, yaitu bagian akar, batang, dan daun. Akar bertugas membantu menguatkan berdirinya batang, mengisap air dan hara mineral yang terlarut dalam tanah. Batang pohon bertugas mengangkut larutan dari akar menuju daun; menyimpan makanan dan menyangga tajuk (Pandit dan Ramdan, 2002b). Batang pohon dibentuk oleh proses pertumbuhan memanjang batang dan proses pertumbuhan ke arah diameter batang. Pertumbuhan panjang batang terjadi oleh pertumbuhan primer yang berlangsung pada titik-titik tumbuh pada bagian ujung tanaman (apical growing points). Sedangkan pertambahan diameter batang terjadi oleh kegiatan kambium vaskular yang mengadakan pertumbuhan sekunder yang akan menghasilkan jaringan sekunder seperti xylem (xilem) dan phloem (floem) (Pandit dan Ramdan, 2002b). Apical growing points (meristem pucuk) disebut juga sebagai titik tumbuh. Pembentukan sel secara aktif selama musim tumbuh terjadi pada bagian terujung dari tanaman yang disebut sebagai daerah pertumbuhan primer atau promeristem. Dibawah daerah promeristem, sel yang telah terbentuk di dalam titik tumbuh mengalami perubahan ukuran, bentuk, dan fungsinya sehingga akhirnya membentuk jaringan permanen dan setelah berdiferensiasi berubah menjadi tiga lapisan, antara lain meristem dasar (ground meristem), prokambium, dan protoderm. Meristem dasar akan membentuk empulur di bagian tengah. Prokambium akan menghasilkan jaringan vascular berupa xilem primer dan floem primer, diantara xilem primer dan floem primer akan ditinggalkan lapisan kambium vascular (kambium kayu). Sedangkan protoderm akan membentuk lapisan luar sebagai sistem epidermis. Pada batang yang masih muda sistem epidermis ini dilapisi zat cutin untuk mengurangi penguapan dari jaringan di bawahnya (Pandit dan Ramdan, 2002b).
4
Pertambahan ke arah diameter terutama dihasilkan pembelahan se-sel di dalam kambium kayu terdiri atas dua tipe sel, yaitu sel inisial fusiform yang menghasilkan sel-sel longitudinal dan sel inisial jari-jari yang membentuk sel jarijari di dalam xilem dan floem. Penambahan diameter batang karena adanya satu atau lebih faktor sebagai berikut : a. Penambahan diameter tangensial dari sel inisial fusiform yang sudah ada. b. Penambahan panjang sel inisial fusiform c. Penambahan jumlah sel inisial fusiform d. Penambahan diameter sel inisial jari-jari e. Penambahan jumlah sel inisial jari-jari Dari kelima faktor tersebut, yang paling berperan dalam penambahan keliling kambium kayu adalah penambahan jumlah sel inisial yang baru (Pandit dan Ramdan , 2002b). Aktifitas kambium kayu di setiap daerah dengan iklim berbeda tidak sama antara daerah beriklim subtropis dibanding daerah beriklim tropis. Menurut Pandit (1996), di daerah subtropis aktifitas musiman kambium kayu daun lebar pola tata lingkar, kegiatan kambium nyata terjadi pada tahap permulaan pengembangan kuncup dan menyebar cepat ke cabang-cabang dan batang di bagian bawah dan dapat dikatakan bahwa pembelahan sel-sel kambium terjadi serentak di seluruh bagian batang. Pada kondisi yang baik pertumbuhan xilem dapat 6 kali lebih banyak daripada pembentukan floem. Tetapi perbandingan ini cepat berkurang pada kondisi tempat tumbuh yang buruk. Lamanya aktifitas kambium tidak selalu berhubungan dengan kelanjutan pertumbuhan primer yang aktif. Pada kayu daun lebar pola tata baur aktifitas kambium berhubungan dengan lamanya pertumbuhan memanjang batang. Sedangkan pada pola tata lingkar dan kayu konifer, aktifitas kambium akan terus membelah untuk beberapa waktu setelah berhentinya pertumbuhan pucuk. Di daerah tropis, mulainya aktifitas kambium untuk setiap jenis kayu tidak sama. Banyak jenis kayu memulai aktifitas kambiumnya setelah musim hujan, tetapi aktifitas kambium selalu dimulai dari aktifitas di dalam meristem pucuk. Adanya periodisitas kambium akan menimbulkan adanya riap pertumbuhan yang pada bidang lintang akan terlihat seperti cincin-cincin konsentris yang
5
berpusat di empulur. Dari bidang tangesial cincin-cincin ini akan terlihat seperti parabola yang saling tersusun dan terbalik. Sedangkan dari bidang radial cincincincin ini akan terlihat seperti pipa-pipa atau garis yang sejajar. Pada daerah tropis dalam satu tahun dapat terjadi pertumbuhan aktif lebih dari satu kali dan sebagian jenis kayu tropis tidak ada batasan yang tegas diantara riap pertumbuhan tersebut (Pandit, 1996). Menurut Theodore (1987), menyatakan pohon dapat dibagi menjadi: a. Pohon dominant (dominan) adalah pohon-pohon dengan tajuk meluas di atas permukaan tajuk pada umunya dan menerima cahaya matahari penuh dari atas dan dari samping serta sedikit lebih besar dari pada rata-rata pohon dalam tegakan, dengan tajuk berkembang baik dan pelebaran ke samping cukup besar. b. Pohon codominant (kodominan) adalah pohon-pohon dengan tajuk sama dengan rata-rata permukaan tajuk tegakan yang menerima cahaya penuh dari atas dan sedikit dari samping dan biasanya dengan ukuran tajuk sedang, pelebaran kesamping cukup dan sedikit kurang. c. Pohon intermediate (pertengahan) adalah pohon-pohon yang lebih kecil dari kedua kelas tersebut diatas, terletak diantara kelas dominan dan kodominan, menerima cahaya sedikit dari atas dan samping tak ada cahaya langsung. Pelebaran tajuk kesamping sangat sedikit. d. Pohon overtopped/suppressed (tertekan) adalah pohon dengan tajuk sama sekali dibawah codominant maupun intermediate, sehingga sama sekali tidak menerima cahaya langsung baik dari atas maupun dari samping. Pohon-pohon ini biasanya lemah dan tumbuh lambat. e. Pohon mati adalah pohon yang ditemukan pada tegakan bervariasi sesuai dengan jenis (toleransi), umur dan sejarah pertumbuhannya, dan kerapatan tegakan. Pada tegakan tak dikelola yang mulai dengan permudaan banyak, lambat laun sejumlah besar pohon harus mengalami tekanan dan mati. Seberapa jauh kecepatan terjadinya tergantung pada toleransi dan kualitas tempat tumbuh.
6
B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Pertumbuhan pohon merupakan hasil dari proses fisiologis yang sangat kompleks, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya dapat digolongkan kedalam dua golongan, yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam yaitu faktor yang terdapat di dalam pohon yang secara langsung mempengaruhi pertumbuhan, terdiri atas sifat generik pohon, bahan makanan yang terdapat di dalam pohon dan pertimbangan air yang terdapat di dalamnya. Faktor luar adalah yang tedapat di luar pohon yang berpengaruh secara tidak langsung, terdiri atas faktor biotis dan abiotis. Faktor abiotis yang mempengaruhi pertumbuhan adalah faktor iklim dan edafis (Toumey dan Korstian, 1947). Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan adalah cahaya temperatur, air, ketersediaan komponen udara dan kesuburan tanah. Sementara faktor internal yang mendukung pertumbuhan mencakup semua proses fisiologi dari jaringan, kodisi stomata, akumulasi atau ketersediaan bahan makanan seperti glukosa, dan perubahan struktural dari jaringan tumbuhan sebagai respon terhadap pertumbuhan, peningkatan umur pohon, serta penyakit yang terdapat pada bagian tumbuhan (Fritts, 1976 dalam Theodore, 1987). Laju pertumbuhan tergantung kepada sifat genetik dan keadaan lingkungan. Variasi laju dan lamanya pertumbuhan tergantung pada berbagai faktor yang sangat penting, antara lain adalah jenis dan varietas pohon, tanah, iklim, umur pohon, persaingan akar dan tajuk serta campur tangan manusia (Toumey dan Korstian, 1947). Menurut Chim (1972), kecepatan petumbuhan pohon sangat bervariasi antara dalam jenis pada berbagai tempat tumbuh. Perbedaan tersebut sangat nyata meliputi pengaruh bermacam-macam proses fisiologis dan kondisi yang menentukan pertumbuhan. C. Keterangan Jenis Mangium (Acacia mangium Willd.) Jenis tanaman mangium pertama kali ditemukan oleh George Eberhard Rumphius pada tahun 1653, tetapi baru dipublikasikan pada tahun 1750 (Pusat Penyelidikan Hutan, 1983). Mangium merupakan pohon yang selalu hijau, tinggi hingga 30 m. Bebas cabang dapat lebih dari setengah tinggi pohon; kadangkadang silindris pada batang bawah dan diameter jarang lebih dari 50 cm. Ranting kecil seperti sayap. Daun besar, panjangnya mencapai 25 cm, lebar 3-10 cm, daun
7
majemuk ketika bibit. Bunga berganda, putih atau kekuningan, dalam rangkaian yang panjangnya 10 cm, tunggal atau berpasangan disudut daun pucuk. 1. Botani kayu mangium Nama botani kayu mangium adalah Acacia mangium Willd. yang termasuk kedalam pohon berbuah polong-polongan (Leguminosae). Menurut National Research Council (1983) klasifikasi botanis ini secara lengkap adalah sebagai berikut: Sub kingdom
: Embryophyta
Phylum
: Tracheophyta
Sub phylum
: Pteropsida
Class
: Angiospermae
Sub class
: Dicotyledoneae
Family
: Leguminosae
Sub family
: Mimosoidae
Species
: Acacia mangium Willd.
2. Tempat tumbuh dan penyebaran Kayu mangium merupakan tumbuhan asli Indonesia Timur ( Maluku dan Irian Jaya). Penyebaran alaminya terpisah-pisah di kepulauan Sula, Seram, Aru dan Irian Jaya, kemudian di propinsi terbarat Papua New Guine dan Timur Laut Queensland di Australia. A. mangium mempunyai pertumbuhan yang sangat cepat, tumbuh baik dilahan kritis atau pada alang-alang dan dapat mendominasi gulma pada waktu kurang dari dua tahun tanpa pemeliharaan yang berarti. Pada tanah yang tingkat kesuburan tinggi mangium dapat tumbuh lebih baik bila dibandingkan dengan jenis tumbuhan yang cepat tumbuh lainnya, begitu pula daerah yang tanahnya tandus (Subroto dan Priasukmana, 1985). Mangium dapat tumbuh pada daerah dengan curah hujan tahunan bervariasi antara 1000 mm/thn sampai lebih dari 4500 mm/thn dan mempunyai suhu rata-rata 31-34° C serta rata-rata suhu pada bulan dingin adalah 12-16° C (Dursalam, 1987 dalam Susilowati, 1998).
8
3. Pemanfaatan Sejak awal pembangunan HTI, Acacia mangium merupakan spesies utama yang dipilih dengan beberapa alasan, diantaranya: 1) dari hasil uji spesies, menunjukkan sebagai spesies yang paling menjanjikan; 2) dari segi persyaratan silvikultur, relatif tidak sulit dalam hal ketersediaan benih, persemaian, penanaman dan pemeliharaan; 3) dari segi adaptasi, mampu tumbuh baik pada lahan-lahan yang relatif kurang subur, seperti lahan bekas perladangan yang didominasi alang-alang dan belukar serta pada tanah podsolik yang umumnya memeliki pH yang rendah dan miskin unsur hara; 4) dari segi hasil, kayunya memenuhi syarat untuk produksi pulp (Chandralika dan Herdiyanto, 1996). Mangium merupakan salah satu jenis yang banyak dipakai bahan baku pembuatan kertas dan bubur kertas (pulp and paper), namun akhir-akhir ini mulai banyak dipakai untuk bahan baku kayu pertukangan sebagai pengganti kayu jati karena selain umurnya yang pendek, kayu mangium juga memiliki corak yang mirip dengan kayu jati. Mangium memiliki karakteristik yang baik yaitu termasuk kedalam jenis fast growing spesies dengan riap berkisar antara 20-40 m3/ha pada umur 6-8 tahun, menghasilkan kayu serba guna untuk kayu gergajian, bahan baku pulp dan kertas, vinir dan kayu bakar (Awang dan Taylor, 1993). Mangium merupakan salah satu jenis kayu yang sifatnya sangat moderat (Pandit, 2002). Pemanfaatan lain meliputi vinir, kayu bakar, kayu kontruksi dan meubel (lemari, kusen pintu, jendela), kayu tiang, pengendali erosi, naungan dan perlindungan. D. Struktur Anatomi Kayu Mangium (Acacia mangium Willd.) Mengetahui struktur antomi kayu sangat penting untuk tujuan penggunaan kayu tersebut. Setiap kayu memiliki sifat anatomi yang berbeda. Sifat anatomi dapat diketahui dengan melihat sifat makroskopik dan sifat mikroskopik dari kayu tersebut. 1. Sifat makroskopik Metoda pengenalan kayu secara praktis adalah suatu metoda pengenalan kayu yang berdasarkan kepada sifat anatominya. Struktur anatomi suatu jenis
9
kayu adalah merupakan sifat yang objektif, yang secara konstan terdapat di dalam kayu. Sifat objektif kayu yang sudah jelas dilihat dengan mata telanjang atau paling-paling dibantu dengan loupe, sifat ini disebut sifat makroskopis (Pandit, 1991). a. Kayu gubal dan kayu teras Haygreen dan Bowyer (1982) menyatakan bahwa pengamatan suatu potongan melintang batang bagian tengah yang lebih gelap didekat empulur yang disebut sebagai kayu teras (heartwood) yang kemudian dikelilingi oleh bagian luar yang lebih terang yang disebut sebagai kayu gubal (sapwood). Di dalam kayu gubal inilah terdapat sel-sel yang hidup. Kayu teras secara fisiologis tidak berfungsi lagi tetapi hanya menunjang pohon secara mekanis. Dalam permulaan kehidupan, semua kayu yang dibentuk secara fisiologis aktif dan akan membentuk apa yang disebut kayu gubal. Tetapi sesudah batang bertambah diameternya dengan riap tahun dari lapisanlapisan kayu gubal baru di luar kayu yang sudah ada, kayu yang tua dibagian dalam lambat laun berhenti bekerja, kecuali secara mekanis. Kayu ini juga mengalami perubahan-perubahan tertentu lainnya, akibatnya kayu gubal yang lama diubah menjadi kayu teras yang kurang lebih berbeda nyata. Dengan bertambahnya diameter pohon, tebal kayu teras bertambah sedangkan kayu gubal relatif tetap. Akibatnya, pohon-pohon besar biasanya hanya mengandung lapisan luar kayu gubal yang relatif tipis, yang sebagai besar dihilangkan dalam penggergajian kayu bulat menjadi papan-papan dan kayu bangunan (Hunat dan Garrat, 1986 dalam Selvyana, 2005) Bagian kayu dalam pohon yang terdiri dari bangian xylem yang masih hidup sehingga menjamin proses fisiologis (fungsi penyalur, penyimpan cadangan makanan, kekuatan mekanis) dapat berjalan secara aktif, sebagian dari kayu disebut kayu gubal atau sapwood. Lama-kelamaan protoplasma sel-sel xylem yang masih hidup tadi menjadi mati sehingga proses fisiologis tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, bagian ini disebut kayu teras atau heartwood (Pandit, 1991).
10
Pandit (1991), penbentukan kayu teras dalam pohon nampaknya masih merupakan masalah pokok, sehingga walaupun telah banyak penelitian yang dilakukan sampai sekarang belum ada keterangan yang memuaskan tentang pembentukan kayu teras secara tuntas. Hal ini disebabkan karena proses pembentukan kayu teras terjadi di dalam pohon dan tidak terlihat oleh pengamatan langsung. Pembentukan kayu teras hanya dapat dilihat setelah terbentuk sehingga penyebab yang tepat dan waktu terbentuknya sulit diketahui. Perubahan kayu gubal menjadi kayu teras disamping dapat meningkatkan keawetan dan stabilitas kayunya juga dapat mempengaruhi: 1 . Permeabilitas kayu menjadi menurun. 2 . Sifat pengerjaan kayu menjadi semakin sulit. 3 . Nilai atau kualitas sebagai bahan baku pulp dan kertas menjadi menurun. Menurut Panshin dan de Zeuw (1980), kayu teras tidak hanya berbeda dalam hal warna dan zat-zat ekstraktif dengan kayu gubal tetapi biasanya berbeda beratnya dan terkadang mempunyai korelasi terhadap kekuatan serta keawetan dan permeabilitasnya. Pada kondisi kadar air yang sama, umunya kayu teras lebih berat daripada kayu gubal. Hal ini disebabkan oleh besarnya kandungan zat ekstrakitf atau zat pengisi pada kayu teras. Haygreen dan Bowyer (1982), menyatakan bahwa perbedaan antara kayu teras dan kayu gubal hampir seluruhnya bersifat kimia, maka adanya bahan-bahan kimia ini merupakan penyebab utama sifat-sifat kayu teras yang unik, beberapa diantaranya adalah: a. Kayu mungkin lebih gelap warnanya daripada kayu gubal. b. Kayu teras mungkin sangat tahan terhadap cendawan dan serangga. c. Kayu teras mungkin sukar ditembus oleh cairan (seperti bahan kimia pengawet). d. Kayu teras mungkin sukar dikeringkan e. Kayu teras mungkin memiliki bau yang khas. 2. Sifat mikroskopik Pengamatan kayu tidak hanya dapat dilakukan dengan mata biasa atau dengan memakai kaca pembasar (lup), namun juga dapat dilakukan
11
menggunakan mikroskop yang disebut dengan pengamatan sifat mikroskopik kayu. Kayu mangium memiliki tatanan pori baur, soliter, dan berganda radial yang terdiri atas 2-3 pori, kadang sampai 4. Diameter pori agak kecil, jarang sampai agak jarang (6-10/mm2), dan bidang perforasi sederhana. Bidang perforasi adalah bidang pertemuan antara dua sel pembuluh berupa dinding horizontal yang terdapat di atas dengan sel pembuluh dibawahnya pada fase tertentu, telah diabsorbir, sehingga terjadi lubang yang memanjang batang menyerupai saluran (Pandit dan Mandang, 2002a). Berdasarkan pengukuran pada bidang lintang kayu, ukuran diameter pembuluh kayu mangium berkisar antara 100,00-142,86 mikron. Menurut (Pandit dan Mandang, 2002a). klasifikasi ukuran pembuluh kayu mangium tergolong agak kecil (100-200 mikron). Menurut Pandit dan Ramdan (2002b), parenkima didefinisikan sebagai jaringan yang berfungsi untuk menyimpan serta mengatur bahan makanan cadangan. Pandit dan Mandang (2002a) menyebutkan bahwa mangium memiliki parenkima bertipe paratrakea bentuk selubung disekeliling pembuluh, kadang–kadang cenderung bentuk sayap pada pembuluh yang kecil. Lebar jari -jari kayu mangium tergolong sempit berkisar 15-30 mikron dan tingginya termasuk pendek yakni < 0,5 mm. Di dalam kayu, sel serabut berfungsi sebagai pemberi tenaga mekanik pada batang, kayu mangium memiliki sel-sel serabut dengan tebal dinding berkisar antara 3,03-4,55 mikron. Dilihat dari nilainya, maka dinding selnya tergolong sangat tipis sampai sedang. Panjang sel serabut berkisar antara 971,43-1300,00 mikron. Apabila digunakan untuk bahan baku pulp, kayu mangium dengan panjang serat tersebut masuk dalam kategori kelas mutu II. 3. Kayu Juvenil Banyak pengertian yang diberikan oleh para ahli mengenai kayu juvenil. Kayu juvenil adalah masa kayu yang dibentuk pada tahun-tahun pertama pertumbuhan suatu pohon artinya bahwa pertumbuhan kayu juvenil selalu berada dekat empulur (Haygreen dan Bowyer, 1989). Menurut Rendle (1960) dalam Haygreen dan Bowyer (1989), kayu juvenil telah diberi batasan sebagai xylem sekunder yang dihasilkan oleh kambium yang masih dipengaruhi oleh kegiatan meristem apikal. Secara struktural kayu juvenil dicirikan dengan kenaikan
12
dimensi panjang serat secara progresif sedangkan menurut Pandit (1996), kayu juvenil merupakan massa xylem yang dibentuk pada tahun-tahun pertama saat kambium vaskuler masih dipengaruhi oleh kegiatan
meristem primer.
Pembentukan kayu juvenil terkait dengan aktifitas meristem apikal yang aktif pada tajuk. Pada umumnya kualitas kayu juvenil lebih rendah dibandingkan kualitas kayu dewasa. Kayu juvenil kurang tepat disebut sebagai kayu muda atau kayu remaja, karena bagian ini justru dibentuk pada tahun-tahun pertama pertumbuhan pohon. Nama dan istilah lain untuk kayu juvenil mungkin lebih tepat disebut kayu inti atau kayu hati, karena selalu terdapat dibagian tengah disekitar empulur, sedangkan kayu dewasa terdapat dibagian luarnya Pandit (1991). Pada kayu mangium juga terdapat kayu juvenil dan kayu dewasa. Panshin dan de Zeuw (1980) mengatakan bahwa massa xylem (kayu) yang dibentuk pada tahun-tahun pertama pertumbuhan pohon disebut kayu juvenil. Prawirohatmodjo (1999) mengemukakan bahwa kayu juvenil adalah massa xylem yang diproduksi oleh kambium dan dipengaruhi oleh tajuk. Setelah tajuk semakin bergerak ke atas, pengaruh meristem apical pada daerah apical semakin berkurang dan terbentuklah kayu dewasa. Selain itu, kayu juvenil merupakan kayu inti dengan sifat-sifat yang kurang baik, seperti kekuatannya yang rendah, sehingga mudah patah. Keberadaan kayu juvenil ini umumnya kurang begitu disukai dibandingkan kayu dewasa. Namun penentuan kayu juvenil tidak semudah menentukan kayu teras dan kayu gubal. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan melihat variasi panjang serat dari empulur ke kayu terluar. Sel-sel kayu juvenil yang lebih pendek dari kayu dewasa dapat dijadikan sebagai batas antara kayu juvenil dengan kayu dewasa. Panjang serat yang memiliki kenaikan yang progresif sampai batas umur tertentu kemudian panjang serat tersebut berfluktuasi disekitar nilai tersebut. Panjang serat yang mempunyai nilai tinggi inilah batas kayu juvenilnya. Seperti yang dinyatakan oleh Haygreen dan Bowyer (1989) bahwa panjang sel kayu dewasa mungkin mencapai 3-4 kali panjang sel-sel kayu juvenil pada kayu daun jarum, sedangkan kayu daun lebar umumnya sel serabut kayu dewasa hanya mencapai 2 kali panjang sel serabut kayu juvenil.
13
Kayu juvenil pada pohon tidak hanya pada jenis-jenis cepat tumbuh saja. Pembentukan kayu ini adalah merupakan pengaruh umur dan karenanya kayu juvenil sudah tentu tidak dipengaruhi oleh kecepatan tumbuhnya. Lamanya periode tingkat juvenil ini bervariasi pada berbagai jenis pohon, tetapi kayu juvenil selalu terdapat melingkupi riap tumbuh pertama. Jumlah riap tumbuh ini tidak dapat ditentukan secara tetap, bukan saja hanya karena perbedaan pohon dan jenis pohon, tetapi juga karena pola variasi dari juvenil yang berbeda ( kayu akhir, panjang serat dan lain sebagainya) tidak bersesuaian (Tsoumis, 1991). Haygreen dan Bowyer (1989) menyatakan bahwa kayu juvenil terbanyak dalam 5-20 lingkaran tumbuh pertama, dengan lama pembentukan terutama tergantung pada spesies. Baker (1987) dalam Pandit (1991), juga menyatakan bahwa kayu juvenil terdapat pada 10-25 lingkaran tumbuh pertama. Kayu juvenil tidak hanya terjadi pada jenis-jenis yang cepat tumbuh saja. Lamanya periode juvenil sangat bervariasi menurut jenis pohon, tetapi selalu terdapat melingkari riap tumbuh pertama. Baker (1987) dalam Pandit (1991),
mengatakan pada lingkaran tahun
pertama sampai kesepuluh mempunyai kharakteristik antomis berbeda dengan kayu dewasa yang dibentuk kemudian. Karena itu kayu juvenil terdapat di seluruh pohon. Kualitas kayu juvenil sangat tergantung pada kecepatan pertumbuhan yang merupakan fungsi ukuran dan figor dari tajuk aktif. Sesudah pohon berumur 10-15 tahun lingkaran tahun pohon sebelah atas mempunyai kharakteristik kayu juvenil pada batang pohon sebelah atas dan mempunyai kharakteristik kayu dewasa pada batang sebelah bawah. Kayu juvenil dibentuk pada pusat pohon pada arah longitudinal seperti terlihat pada Gambar 1 (Tsoumis, 1991).
14
3 2 1
3 2 1
Gambar 1. Variasi Struktur Kayu pada Arah Horizontal dan Vertikal (1. Empulur, 2. Kayu juvenil, 3. Kayu dewasa) (Sumber: Tsoumis, 1991) 4. Sifat-sifat Kayu Juvenil Keberadaan kayu juvenil pada suatu jenis pohon menunjukkan struktur anatomi yang berbeda dengan kayu dewasanya. Struktur kayu juvenil memiliki perbedaan sifat mekanis antara lain: besarnya penyusutan pada arah longitudinal, kekuatan rendah yang berngaruh terhadap kualitas suatu produk. Kekuatan berkurang sampai 15-30%; besarnya penyusutan arah longitudinal menyebabkan distorsi, check, dan spilts pada papan dan produk lain, serat yang pendek dan mempunyai kerapatan yang rendah. Pandit (1996), menyatakan bahwa kayu juvenil mempunyai kecenderungan lebih besar untuk menghasilkan serat spiral (penyimpangan arah serat dari keadaan normal dibanding kayu dewasanya). Selain itu orientasi sudut mikrofibril pada lapisan dinding sekunder S-2 lebih besar dibandingkan kayu dewasa, sehingga kayu juvenil mempunyai penyusutan longitudinal yang sangat besar.
15
Tabel 1. Perbandingan Sejumlah Sifat-sifat Kayu Juvenil dan Kayu Dewasa. Sifat kayu Berat jenis ( segar)
Kayu javenil 0.42
Kayu dewasa 0.48
Kerapatan (kg/m³)
427.2
489.2
Panjang serat (mm)
2.98
4.28
1.28
2.68
Tebal dinding sel (µm)
3.88
8.04
Ukuran rongga sel (µm)
42.25
32.78
Diameter sel (µm)
50.01
48.86
55
20
28
10
37
7
0.57
0.10
0.59
0.10
100
113
100
116
100
124
Sudut fibril lapisan S-2(°)
Penyusutan longitudinal, segar ke kandungan air 12% (% dimensi segar) Keteguhan patah Indeks kekakuan Keteguhan tekan sejajar arah serat
Keterangan : Kayu juvenil diambil dari sampel kayu pinus umur 11 tahun Kayu dewasa diambil dari sampel kayu pinus umur 30 tahun Sumber : Haygreen dan Bowyer, 1982. Pada saat perubahan kayu juvenil menjadi kayu dewasa banyak sifat-sifat yang menunjukkan kenaikan berangsur-angsur seperti berat jenis kayu, kerapatan, panjang sel, kekuatan, tebal dinding sel, penyusutan transversal dan persen kayu akhir Bendtsen, (1978) dalam Haygreen dan Bowyer (1982). Gambar kenaikan sifat-sifat kayu secara berangsur-angsur disajikan pada Gambar 2.
16
Berat jenis Panjang Sel Kekuatan Tebal Dinding sel Penyusutan transversal Persen kayu akhir
Gambar 2. Perubahan Kayu Juvenil ke Kayu Dewasa dalam Konifer, Banyak Sifat Menunjukkan Kenaikan Berangsur-angsur. (Sumber: Haygreen dan Bowyer, 1982) Selain beberapa sifat mengalami kenaikan pada saat perubahan kayu juvenil menjadi kayu dewasa, namun ada sifat kayu yang mengalami penurunan yaitu sudut fibril sebagian-2, penyusutan longitudinal dan kadar air Gambar 3 Bendtsen (1978) dalam Haygreen dan Bowyer (1982).
Sudut fibril S-2 Penyusutan Longitudinal Kadar air
Gambar 3. Perubahan Kayu Juvenil ke Kayu Dewasa dalam Konifer, Sejumlah Sifat Menunjukkan Penurunan. (Sumber: Haygreen dan Bowyer, 1982) Karena perubahan yang berangsur-angsur dalam sifat-sifat kayu, maka tidak jelas dimana kayu juvenil berakhir dan kayu dewasa bermula. Lebih lanjut, lokasi batas ini tergantung pada sifat atau sifat-sifat yang digunakan untuk membatasi daerah tersebut. Misalnya, suatu sifat seperti panjang sel mungkin mencapai kedewasaannya sebelum sifat yang lain seperti tebal dinding sel. Namun penelitipeneliti umumnya setuju bahwa kayu juvenil adalah terbanyak dalam 5-20 lingkaran tumbuh pertama, dengan lama pembentukan terutama tergantung pada spesies. Sejumlah peneliti percaya bahwa rangsangan tumbuh (lewat pemupukan, irigasi, atau perlakuan silvikultur) selama periode pembentukan kayu juvenil akan memperpanjang periode juvenil.
17
BAHAN DAN METODE A. Bahan dan Alat Penelitian dilakukan selama 2 bulan terhitung dari bulan Mei sampai dengan Juni 2008. Di dalam penelitian ini jenis kayu yang dipakai berasal dari hutan tanaman di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Jenis pohonnya adalah mangium berumur 12 tahun. Dalam penelitian ini yang disebut pohon dominan adalah pohon yang memiliki diameter rata-rata besar dan pohon tertekan adalah pohon yang memiliki diameter rata-rata kecil dalam suatu tegakan. Pohon dominan dalam penelitian mempunyai diameter 22,9 cm dan pohon tertekan mempunyai berdiameter 14,7 cm. Hutan tanaman mangium yang dipakai bahan dalam penelitian dapat dilihat pada Gambar dibawah.
A
B
Gambar 4. Tegakan Pohon Mangium dengan Diameter yang Berbeda (A. Pohon Mangium dominan dan B. Pohon Mangium Tertekan). Dari kedua pohon tersebut, kemudian ditebang ± 130 cm dari permukaan tanah. Setelah itu batang pohon dipotong dengan ketebalan ± 5 cm. Untuk keperluan pengamatan sifat makroskopis, contoh terlebih dahulu diampelas pada bagian permukaannya sampai halus, sehingga gambar pada penampang melintang
18
kayunya terlihat jelas, sehingga dapat ditentukan batas antara kayu gubal dengan kayu teras. Bahan-bahan pembantu untuk pembuatan slide maserasi adalah asam asetat glasial, hidrogen peroksida (H2O2), safranin 2%, aqua destila, canada balsam, alkohol 10%, 20%, 30%, 50%, 70%, 80% dan 90%, xylol, milimeter blok, kertas kalkir dan kertas saring. Disamping alat-alat yang digunakan di lapangan. Digunakan juga alat di laboratorium. Alat-alat yang digunakan adalah mikroskop merk Reichert Wien Nr. 27146 untuk mengamati dimensi serat, mikrofoto, kamera, penangas air, alat-alat gelas, amplas untuk menghaluskan, gergaji mesin, pisau tajam, cutter, kuas preparat, coverglass, pensil dan alat bantu lainnya. B. Metode Penelitian 1. Penetapan persentase kayu teras dan kayu gubal Penampang melintang kayu mangium yang sudah terlihat jelas perbedaan antara kayu teras dan kayu gubalnya digambar dalam kertas kalkir, kemudian digambar kembali dalam kertas millimeter. Penentuan luas kayu teras dan kayu gubal pada pohon dominan dan pohon tertekan ditentukan dengan metoda Dot Grid. Contoh kayu mangium hasil pemgamplasan pada pohon dominan dan tertekan dapat dilihat pada Gambar dibawah ini.
Gambar 5. Contoh Kayu Mangium yang Dipotong pada Penampang Melintangnya (a. Foto Pohon Mangium dominan dan b. Foto Pohon Mangium Tertekan.
19
Pengukuran persentase kayu teras dan kayu gubal dilakukan dengan menggunakan metode Dot Grid, yakni dengan cara menggambar penampang lintang kayu yang terdiri dari penampang kayu teras dan kayu gubal di atas kertas millimeter. Untuk menetukan persentase kayu teras maupun kayu gubal, dilakukan dengan cara membandingkan antara luas permukaan kayu teras maupun kayu gubal dengan rumus dibawah ini : % Kayu teras = % Total kayu - % Kayu gubal.
2. Penetapan persentase kayu juvenil dan kayu dewasa Pembuatan slide maserasi sangat dibutuhkan untuk identifikasi kayu juvenil pada kayu. Pengambilan unit contoh pembuatan slide maserasi dengan memotong kayu dari empulur sampai ke kulit (Gambar 6), contoh kecil kayu pada pohon dominan panjangnya 12 cm dan tertekan 8 cm, kemudian dipotong menjadi 8 bagian yang sama. Panjang tiap riap untuk pohon dominan 1,5 cm dan panjang tiap riap pohon tertekan 1 cm dengan ketebalan ± 2 cm.
Gambar 6. Contoh Kayu untuk Pengambilan Unit Contoh Sembuatan slide Maserasi. Hasil potongan kayu dari empulur sampai bagian terluar yang telah dibagi menjadi 8 bagian dengan ukuran yang sama. Kemudian dibuat potongan-potongan yang lebih kecil dari setiap riap dengan tujuan memudahkan proses pemasakan. Potongan dari setiap bagian selanjutnya dibuat sampel untuk slide maserasi seperti pada Gambar 7 di bawah ini.
20
Gambar 7. Contoh Kayu yang Telah Dipotong dari Empulur Sampai ke Bagian Terluar pada Pohon Dominan (kiri) dan Tertekan (kanan) Sebelum pemisahan serat dilakukan, terlebih dahulu diberi kode pada contoh kayu. R1 adalah sampel kayu yang diambil dari bagian dekat empelur, R2 adalah bagian kayu yang dekat R1 dan Rn adalah bagian kayu paling luar. Slide maserasi dibuat dengan metoda Forest Product Laboratory (FPL), seperti yang tertera pada Lampiran 1. Penentuan panjang serat dilakukan dengan mengukur sebanyak 25 serat dari masing-masing riap pertumbuhan batang pohon. Kemudian hasil pengukuran panjang 25 serat dirata-ratakan untuk memperoleh panjang serat rata-rata setiap riap. Dalam penelitian untuk melakukan identifikasi kayu juvenil dilakukan dengan melihat variasi panjang serat dari setiap riap. Menurut Rendle (1960) dalam Haygreen dan Bowyer (1982), kayu juvenil adalah xilem sekunder yang dihasilkan oleh daerah-daerah kambium yang dipengaruhi oleh kegiatan dalam meristem apikal. Secara struktural kayu juvenil dicirikan dengan kenaikan dimensi panjang serat secara progresif. Oleh karena itu, suatu jenis kayu mencapai kayu dewasa ketika panjang seratnya sudah mulai stabil. Identifikasi kayu juvenil juga bisa dilihat dari ketebalan dinding sel seratnya yang semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan Bendtsen (1978) dalam Haygreen dan Bowyer (1982) yang menyatakan bahwa perubahan kayu juvenil ke kayu dewasa
menunjukkan
kenaikan berangsur-angsur seperti berat jenis kayu, kerapatan, panjang sel, kekuatan, tebal dinding sel, penyusutan transversal dan persen kayu akhir. Setelah diketahui pada riap tumbuh keberapa panjang serat kayu tidak signifikan, maka dilakukan perhitungan luas permukaan kayu juvenil baik pada
21
pohon dominan dan tertekan dengan menggunakan millimeter blok kalkir. Untuk menentukan persentase kayu juvenil dan kayu dewasa, dilakukan dengan cara membandingkan antara luas kayu juvenil dan kayu dewasa dengan menggunakan rumus dibawah ini: % Kayu juvenil = % Total kayu – % Kayu dewasa. 2. Analisis data a. Analisis rasio kayu teras dan kayu gubal Perhitungan rasio kayu teras terhadap kayu gubal dilakukan pada penampang pohon mangium yang telah diamplas. Diperoleh dengan metode Dot Grid yang dihitung berdasarkan luasan cm2 yang menggunakan rumus berikut ; % KT =
LKT × 100% LKTOT
Keterangan: %KT : Persentase kayu teras mangium : Luas penampang kayu teras yang diukur dalam cm2 LKT LKTOT : Total luas penampang kayu terdiri dari luas kayu teras dan gubal diukur dalam cm2 b. Metode identifikasi kayu juvenil Hasil pengamatan dapat bersifat kualitatif dan kuantitatif. Data hasil
pengolahan pengukuran panjang serat dan tebal dinding serat disajikan dalam bentuk statistik untuk memperoleh nilai rata-rata dan simpangan baku. Untuk menduga selang nilai rata-rata digunakan rumus Walpole, yaitu : ( X- Zα/2 . τ/√n < µ < x + Zα/2. τ/√n) Dimana : X = nilai rata-rata sampel τ = Simpangan baku (standar deviasi) α = Tingkat nyata (Walpole, 1991)
22
Perhitungan selang variabel diukur menggunakan tabel 2 (tabel normal baku). Zα/2 = 1,96 (Bilangan Z didapat dari tabel normal baku untuk selang kepercayaan 95%,dimana α/2 = 0,025) x - Zα/2. τ/√n = Batas bawah nilai rata-rata variabel dalam populasi x + Zα/2. τ/√n = Batas atas nilai rata-rata variabel dalam populasi. c. Analisis rasio kayu juvenil dan kayu dewasa
Penentuan Persentase Kayu Juvenil: secara struktural kayu juvenil dicirikan oleh adanya penambahan panjang serat (fiber cell) secara progresif. Atas dasar tersebut, identifikasi kayu juvenil dilakukan dengan melihat pertambahan panjang serat secara progresif mulai dari empulur sampai riap tumbuh dekat kambium. Batas kayu juvenil kemudian direpresentasikan jaraknya dari empulur dan ditetapkan sebagai jari-jari kayu juvenil, lalu dihitung luasnya (http:// www. google. co. id. / search ? hi = kayu + juvenil & batang). Dengan rumus yang digunakan:
Kj (%) =
A × 100% B
Kd (%) = 100% - Kj (%)
Keterangan : Kj (%) A B Kd (%)
: Persentase kayu juvenil : Luas kayu juvenil : Luas kayu secara keseluruhan : Persentase kayu dewasa.
23
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Rasio Kayu Teras dan Kayu Gubal Pembentukan kayu teras merupakan suatu proses yang terjadi di dalam pohon sehingga sulit sekali untuk dapat diamati secara langsung. Di dalam penelitian ini untuk mengidentifikasi bahwa sudah terjadi kayu teras dilihat adanya perbedaan warna pada pohon mangium. Kayu gubal pohon mangium memiliki warna lebih terang dibandingkan dengan kayu terasnya, ini sesuai dengan (Pandit, 1996), yang menyatakan bahwa perubahan dari kayu gubal menjadi kayu teras disertai oleh pembentukan berbagai zat organik yang secara umum disebut zat ekstraktif atau bahan luar. Selanjutnya perkembangan zat ekstraktif ini di dalam xilem ditandai dengan perubahan warna jaringan sehingga kayu teras berwarna lebih gelap. Dengan adanya perubahan dan perbedaan warna yang cukup mencolok antara bagian kayu teras dan gubal pohon mangium, sehingga membuatnya mudah diamati pada potongan melintang batang yang dibuat. Seperti yang terlihat pada Gambar 8 di bawah ini.
Gambar 8. Perbedaan Warna antara Kayu Teras dan Kayu Gubal Berdasarkan adanya perbedaan warna yang sangat mencolok dapat diketahui luas permukaan kayu teras dan kayu gubalnya. Pada bagian pangkal pohon dominan
24
luas rata-rata kayu terasnya adalah 305,83 cm2 dan luas rata-rata kayu gubalnya adalah 85,6 cm2. Pada bangian ujung pohon dominan luas rata-rata kayu terasnya adalah 54,15 cm2 dan luas rata-rata kayu gubalnya 72,5 cm2. Pada bagian pangkal pohon tertekan luas rata-rata kayu terasnya adalah 103,11 cm2 dan luas rata-rata kayu gubalnya 56,01cm2. Untuk bagian ujung pada pohon tertekan luas rata-rata kayu terasnya adalah 40 cm2 dan luas rata-rata kayu gubalnya adalah 44,2 cm2. Dari hasil pengukuran terhadap persentase kayu teras dan kayu gubal menunjukkan bahwa pada bagian pangkal pohon rasio kayu teras terhadap kayu gubal adalah sebesar 3,6 : 1. Nilai rasio ini dapat diartikan bahwa persentase kayu teras mangium pada bagian pangkal pohon lebih besar hampir 4 kali jika dibandingkan dengan kayu gubalnya. Sedangkan pada bagian ujung sortimen nilai rasio kayu teras lebih kecil terhadap kayu gubalnya yaitu sebesar 1 : 1,35. Artinya persentase kayu gubalnya lebih besar 0,35 dari kayu terasnya (Lampiran 8). Pada pohon yang tertekan rata-rata nilai rasio kayu teras dan kayu gubal pada pangkal adalah 1,85 : 1, artinya persentase kayu terasnya lebih besar hampir 2 kali dari kayu gubalnya. Sementara pada bagian ujung nilai rasio kayu teras dan kayu gubal adalah sebesar 1 : 1,15, yang artinya persentasi kayu gubal lebih besar 0,15 kali dari kayu terasnya. Dari nilai rasio tersebut dapat diketahui bahwa pada pohon yang pertumbuhannya dominan persentasi kayu teras lebih besar. Sedangkan persentase kayu gubal lebih besar pada pohon yang tertekan. Seperti yang terlihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Grafik Persentase Kayu Teras dan Kayu Gubal pada Bagian Pangkal dan Ujung Pohon Dominan dan Tertekan.
25
Menurut Panshin dan de Zeuw (1980), kayu teras tidak hanya berbeda dalam hal warna dan zat-zat ekstraktif dengan kayu gubal tetapi biasanya berbeda beratnya dan terkadang mempunyai korelasi terhadap kekuatan serta keawetan dan permeabilitasnya. Persentase kayu teras yang sangat besar pada pohon dominan dapat mengindikasikan bahwa pohon dominan memiliki kualitas yang lebih baik. Besarnya kayu teras pada pohon dominan disebabkan karena merupakan kayu tergolong cepat tumbuh sehingga memiliki riap pertumbuhan yang tinggi dibandingkan pohon tertekan yang tidak cepat tumbuh. Petumbuhan pohon dimulai didekat empulur pada bagian pangkal pohon dan berlangsung dalam 2 arah, yakni ke arah memanjang batang (longtudinal) dan ke arah diameter batang (tranversal). Pertumbuhan memanjang pohon berlangsung di daerah meristem pucuk (apical growing points) yang terjadi di daerah bagian ujung dari tanaman (promeristem). Sel-sel di bagian bawah promeristem berdiferensiasi menjadi 3 lapisan. Salah satunya adalah lapisan prokambium yang berfungsi membentuk jaringan vaskular berupa xilem dan floem. Xilem inilah yang membentuk kayu teras dan kayu gubal. Karena pertumbuhan pohon terjadi di dekat empulur dan pohon tumbuh memanjang ke atas serta xilem berdekatan dengan empulur pohon maka pembentukan kayu teras akan berlangsung mengikuti pertumbuhan empulur hingga ke bagian ujung pohon. Oleh karena itu, kayu teras dapat ditentukan di bagian ujung pohon pada ketinggian tertentu. Kecepatan pertumbuhan empulur dapat dipengaruhi oleh kecepatan pertumbuhan tananam itu sendiri. Semakin cepat pertumbuhan suatu jenis tanaman maka pertumbuhan empulur akan semakin cepat dan memicu pertumbuhan xilem yang lebih cepat dibandingkan dengan jenis tanaman yang tidak cepat tumbuh. Hal inilah yang mempengaruhi kayu teras pada pohon dominan lebih besar dari pohon tertekan. Hal ini juga sesuai dengan pola pertumbuhan riap pohon yang memiliki pola pertambahan riap berbentuk seperti kerucut yang bertingkat. Pola pertambahan riap pertumbuhan pohon berbentuk paraboloid, sehingga pertambahan diameter batang pohon akan berlangsung mengikuti pertumbuhan riap pohon. Nilai rasio kayu teras dapat disebabkan karena pertumbuhan kayu teras berlangsung mengikuti pola pertambahan riap pertumbuhan pohon yang berbentuk paraboloid
26
sehingga kayu teras yang dikandung dibagian pangkal pohon lebih tinggi dibanding di bagian ujung. Faktor lain adalah lingkungan, yang mampu mendukung pertumbuhan pohon dengan baik dimana persediaan air cukup, jarak tanam tidak terlalu rapat dan tidak banyak tumbuhan liar yang dapat menghambat pertumbuhan pohon, sehingga jaringan-jaringan yang terdapat pada kayu gubal dapat menjalankan fungsinya dengan baik dan akan menghambat pembentukan kayu teras. Begitupun sebaliknya, lingkungan yang kurang atau tidak mendukung pertumbuhan pohon menyebabkan kayu menjadi tertekan sehingga jaringan-jaringan dalam kayu gubal tidak berfungsi akhirnya mati dan akan mempercepat terbentuknya kayu teras. Jadi, proses pembentukan kayu teras dapat dipercepat dengan memberikan perlakuan berupa penanaman pada lingkungan yang kurang mendukung pertumbuhannya. Berdasarkan klasifikasi kayu teras maka kayu mangium termasuk kedalam jenis kayu teras yang terbentuk secara teratur (trees with regulary formed heartwood). Hal ini dapat disebabkan kayu teras mangium memiliki pigmen yang terlihat jelas. Pigmen tersebut tidak hanya mengisi lumen sel namun juga mengisi dinding selnya. Selain itu, jika dilihat secara melintang kayu teras mangium dapat dilihat secara makroskopik pada kedua belah pohon. Penilaian kualitas pada mangium berlaku apabila kayu mangium digunakan sebagai bahan baku kayu pertukangan dan tidak digunakan sebagai bahan baku pembuatan kertas dan bubur kertas (pulp and paper). Penggunaan kayu mangium sebagai bahan baku kayu pertukangan menuntut kualitas kayu yang tinggi. Salah satu penentu kualitas kayu adalah berdasarkan kandungan kayu teras yang tinggi. Kandungan kayu teras yang tinggi dapat menentukan tingginya keawetan dan kekuatan alami kayu. Keawetan suatu kayu ditentukan berdasarkan kandungan zat ekstraktif merupakan zat-zat tertentu yang terdiri dari resin, karet, koni, latex, dan manna yang memiliki fungsi berbeda dan salah satunya adalah untuk mencegah serangan hama dan penyakit pada kayu sehingga kayu memiliki keawetan alami yang tinggi (Hillis, 1987). Oleh karena itu, kayu teras menjadi salah satu faktor penentu kualitas kayu jika kualitas tersebut ditinjau dari faktor keawetan dan kekuatan.
27
B. Rasio Kayu Juvenil dan Kayu Dewasa Identifikasi kayu juvenil dapat dilihat dari kenaikan panjang serat tiap lingkaran tumbuh yang terlihat secara progresif mulai dari empulur. Setelah panjang serat tiap lingkaran tumbuh mulai stabil, berarti sudah merupakan batas kayu dewasa. Identifikasi kayu juvenil juga bisa dilihat dari ketebalan dinding sel seratnya yang semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan Bendtsen (1978) dalam Haygreen dan Bowyer (1982) yang menyatakan bahwa perubahan kayu juvenil ke kayu dewasa ditunjukkan oleh kenaikan berat jenis kayu, kerapatan, panjang sel, kekuatan, tebal dinding sel, penyusutan transversal dan persen kayu akhir. Tsomuis (1991), mengatakan bahwa kayu juvenil meliputi seluruh riap pertumbuhannya yang terletak dekat dengan empulur, dimana riap pertumbuhannya memiliki ciri-ciri adanya bagian kayu akhir yang kurang jelas, sel-selnya lebih pendek, sudut mikrofibrilnya lebih besar, derajat kristalis dan kadar selulosanya lebih rendah bila dibandingkan dengan kayu dewasa yang akan dibentuk kemudian. Hasil pengukuran dari 200 serat dapat diketahui bahwa
pohon dominan
memiliki ukuran panjang serat rata-rata yang lebih panjang dari pohon dengan pertumbuhan tertekan. Hasil pengukuran panjang sel serat rata-rata dari setiap riap mulai R1 sampai R8 yang mempunyai ukuran berbeda. Pengukuran panjang sel serat yang terpendek untuk pohon dominan didapat pada riap yang paling dekat dengan empulur (R1) dengan rata-rata R1: 897,5 µm dan panjang sel serat yang terpanjang di dapat dari hasil pengukuran riap dekat kulit (R8) dengan rata-rata R8: 1239,2 µm. Sedangkan pada pohon tertekan, hasil pengukuran menunjukkan bahwa panjang sel serat rata-rata yang terpendek juga terdapat pada riap yang dekat empulur (R1) dengan rata-rata R1: 740,5 µm. Hasil pengukuran panjang sel serat rata-rata yang terpanjang didapat pada riap dekat kulit (R8) dengan panjang rata-rata R8: 1158,2 µm. Menurut Priasukmana (1972) dalam Annisa (2005) panjang sel serat kayu hasil pengukuran termasuk ke dalam serat sedang dengan panjang berkisar 900-1600 µm. Dari hasil penelitian didapat bahwa panjang sel serat terpendek selalu terdapat pada riap yang dekat empulur. Hal ini disebabkan karena frekuensi pembelahan sel inisial fusiform secara anticlinal dan panjangnya terdapat hubungan yang negatif, artinya
28
makin cepat frekuensi pembelahan akan menghasilkan sel-sel yang makin pendek. Frekuensi pembelahan anticlinal lebih tinggi dekat empulur, dan berangsur-angsur menurun ke arah luar batang. Keadaan ini dapat menjelaskan mengenai pertambahan panjang sel-inisial fusiform dari empulur ke arah luar batang serta pertambahan panjang sel dari empulur ke kulit dipengaruhi adanya perubahan pada sel inisial kambium (sel induk xylem karena kedewasaan). Kecepatan pembelahan antiklinal miring (pseudotransversal) yang sangat cepat dan persentase hidup sangat besar sehingga panjang sel rata-rata sel inisial kambium dan sel-sel turunannya menjadi pendek pada awal pertumbuhan kemudian kecepatan pembelahan antiklinal miring dan persentase sel-sel yang dihasilkan semakin turun dengan semakin tuanya kambium. Keadaan ini akan menghasilkan sel-sel yang lebih panjang (Pandit, 1991). Dari hasil pengukuran panjang sel juga diperoleh panjang sel serat pohon domin (897,5-1239,2 µm) lebih panjang daripada pohon yang pertumbuhannya tertekan (740,5-1158 µm). Menurut Pandit (1991), perbedaan panjang sel dipengaruhi kecepatan pertumbuhan di mana hal ini memperngaruhi pertambahan panjang sel-sel inisial kambium. Kecepatan pertumbuhan yang tinggi akan menghambat pertumbuhan panjang sel-sel inisial kambium selama tahun-tahun pertama aktifitas kambium dan akan menunda produksi sel-sel dengan panjang maksimum. Dalam pembentukan kayu awal yang dihasilkan saat pertumbuhan yang cepat akan menghasilkan sel-sel yang lebih pendek. Pengurangan panjang sel juga sebanding dengan kecepatan tumbuh, artinya pertumbuhan yang lebih lambat dari kayu juvenil ke kayu dewasa (pohon dominan) cenderung akan menghasilkan sel-sel yang lebih panjang . Hal ini juga sesuai dengan prinsip-prinsip silvikultur yang mempercepat pertumbuhan sehingga mengakibatkan pohon-pohon yang tumbuh lebih cepat dalam tegakan mempunyai panjang sel yang lebih panjang daripada pohonpohon yang tumbuh lambat Fielding (1967) dalam Theodore (1987). Hasil pengukuran panjang sel rata–rata yang terlihat pada Gambar 10 pada pohon dengan pertumbuhan dominan adalah rata-rata R1: 897,5 µm; R2: 1011,9 µm; R3: 1191,3µm; R4: 1240,2 µm; R5: 1245,4 µm; R6: 1237,1 µm; R7: 1239,2 µm; R8: 1239,2 µm. Sedangkan pada pohon dengan pertumbuhan tertekan hasil pengukuran
29
panjang sel rata-rata R1: 740,5 µm; R2: 949 µm; R3: 1012,9 µm; R4: 1012,9 µm; R5: 1028,2 µm; R6: 1074,8 µm; R7: 1153,9 µm; R8: 1158 µm. Nilai rata-rata panjang untuk pohon dominan adalah sebasar 1162,7 µm dan untuk pohon tertekan 1017,1 µm (Lampiran 6).
Gambar 10. Hubungan Panjang Sel Serat Rata-rata dengan Riap Tumbuh pada Pohon Dominan dan Tertekan. Dari hasil uji beda nyata
pada selang kepercayaan 95% didapatkan hasil
perhitungan F hitung > dari F tabel sampai R3. Hasil ini menunjukkan bahwa proporsi kayu juvenil terjadi sampai R3 dengan pertumbuhan panjang yang signifikan sedangkan mulai dari R4 hasil perhitungan uji nyata F hitung < dari F tabel. Hal ini berarti kayu sudah memasuki kayu dewasa pada riap tumbuh ke empat (R4), dimana pertumbuhan panjang serat sudah stabil atau tidak berbeda nyata pada pohon dominan. Pada pohon tertekan terbentuknya kayu juvenil terjadi sampai masa R2 karena hasil uji nyata dimana F hitung > dari F tabel sampai R2 dan dari R3 kayu sudah memasuki kayu dewasa. Hal ini juga terlihat pada kenaikan grafik (Gambar 10) dari R1 sampai R3 pada pohon dengan pertumbuhan dominan sangat tajam, sedangkan dari R4 sampai R8 grafik sudah stabil, bahkan antara R7 dan R8 sama. Pada grafik di atas juga terlihat kenaikan yang tajam dari R1 sampai R2 pada pohon dengan
30
petumbuhan tertekan, kemudian dari R3 sampai R8 grafik sudah mulai stabil. Dari grafik (Gambar 10) juga terlihat pengaruh antara pertumbuhan pohon dan riap tumbuh dengan panjang sel, pertumbuhan pohon dominan memiliki panjang sel yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pohon tertekan. Hal ini karena pertumbuhan pohon dipengaruhi oleh variasi dari faktor abiotik dan biotik yang kompleks, namun dapat dinyatakan bahwa iklim dan kondisi tanah merupakan faktor yang dominan terhadap perioditas pertumbuhan pohon. Pada musim hujan, aktivitas kambium akan meningkat dan menyebabkan pertumbuhan diameter yang semakin besar Kramer (1963) dalam Theodore (1987). Pohon yang dalam pertumbuhannya mendapatkan unsur hara, air, cahaya yang cukup, iklim dan kondisi lingkungan yang baik akan menghasilkan pohon yang berdiameter besar dengan panjang sel yang lebih besar. Hal inilah yang menyebabkan pertumbuhan pohon dominan memiliiki diameter yang besar dan panjang sel yang besar. Hasil pengukuran rata-rata tebal dinding sel pada pohon dominan untuk tiap riap adalah R1: 3,1 µm; R2: 3,2 µm; R3: 3,2 µm; R4: 3,5 µm; R5: 3,7 µm; R6: 3,8 µm; R7: 3,9 µm; R8: 3,9 µm. Sedangkan untuk pohon tertekan, pengukuran tebal dinidng sel rata-rata adalah R1: 3,4 µm; R2: 3,5 µm; R3: 3,7 µm; R4: 3,8 µm; R5: 3,9 µm; R6: 3,9 µm; R7:4,1 µm; R8: 4,3. Pengukuran tebal dinding sel yang tertipis pada pohon dominan terdapat pada riap dekat empulur (R1): 3,1µm dan pangukuran tebal dinding sel paling tebal terdapat pada riap dekat kulit (R8): 3,9 µm, begitu juga untuk pohon tertekan pengukuran tertipis terdapat pada riap dekat empulur (R1): 3,4 µm dan paling tebal terdapat pada riap dekat kulit (R8): 4,3 µm. Seperti yang terlihat pada Gambar 11 di bawah ini.
31
Gambar 11. Hubungan Tebal Dinding Sel Serat Rata-rata dengan Riap Tumbuh pada Pohon Dominan dan Tertekan. Dari hasil pengukuran tebal dinding sel dari riap dekat empulur sampai riap dekat kulit mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan adanya persaingan yang terjadi antara pertumbuhan panjang internodia, produksi jarum-jarum baru dan pembentukan xilem dan floem baru adalah sangat keras. Akibatnya hasil fotosintesa yang diberikan kepada daerah kambium adalah minimum. Oleh karana itu ketebalan dinding sekunder menjadi sangat minim. Sesudah perkembangan tajuk berhenti maka hasil-hasil fotosintesa yang diberikan kepada daerah kambium bertambah banyak, sehingga dinding sel menjadi semakin tebal. Tebal dinding sel menjadi maksimum pada saat akhir musim tumbuh, terbentuknya bagian kayu akhir yang berdinding tebal. Dari hasil pengukuran pada grafik (Gambar 11) di atas, juga terlihat bahwa tebal dinding sel serat pada pohon tertekan lebih tebal dari pohon dominan. Nilai ratarata tebal dinding sel serat pada pohon dominan 3,6 µm dan pohon tertekan 3,8 µm. Diketahui bahwa ketebalan dinding sel serat kayu berbanding lurus dengan berat jenis kayu, hal ini
berkaitan dengan Zobet et.al., (1961) dalam Pandit (1991) yang
menyelidiki 370 pohon loblolly pine, menunjukkan bahwa kayu yang tumbuh lambat, berat jenisnya lebih besar. Jadi pertumbuhan yang lambat pada pohon mangium bisa menyebabkan ketebalan dinding sel serat menjadi lebih besar. Hal ini juga sesuai dengan tempat pertumbuhan pohon, dimana terjadi kompetisi antara individu pohon
32
dalam satu jenis maupun antar berbagai jenis, sehingga tidak setiap individu mendapatkan kesempatan untuk tumbuh secara wajar walaupun tidak mati Richard (1955) dalam dan Theodore (1987), mangium merupakan jenis pionir yang cepat tumbuh, sehingga sangat membutuhkan sinar matahari, oleh karenanya apabila mendapatkan naungan pertumbuhannya akan kurang sempurna dengan bentuk tinggi dan kurus (Badan penelitian dan Pengembangan kehutanan, 1994). Hal ini juga yang mempengaruhi pohon tertekan memiliki diameter yang kecil dengan panjang sel serat yang lebih pendek tetapi dinding selnya lebih tebal dari pohon dominan. Hasil pengukuran dua batang pohon mangium yang berasal dari hutan tanaman Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, menunjukkan bahwa hasil perhitungan persentase kayu juvenil pada pohon dominan sampai R3 luas rata-ratanya adalah 92,22 cm2. Pada pohon tertekan luas rata-rata kayu juvenilnya sampai R2 adalah 50,47 cm2. Tabel 2. Persentasi Kaju Juvenil dan Kayu Dewasa pada Pohon dominan dan Terteken. Pertumbuhan
Luas Penampang
Kayu Juvenil
Kayu Dewasa
Pohon
(cm2)
(%)
(%)
PD (1)
396,44
23,84
76,16
1 : 3,2
PD (2)
386,42
23,28
76,72
1 : 3,3
Rata-rata
391,43
23,56
76,44
1 : 3,25
PT (1)
158,29
31,42
68,58
1 : 2,2
PT (1)
159,95
32,01
67,99
1 : 2,1
Rata-rata
159,12
31,72
68,29
1 : 2,15
Rasio
Keterangan: PD : Pohon dominan PT : pohon tertekan
Dari tabel di atas kita bisa melihat rasio rata-rata antara kayu juvenil dan kayu dewasa pada pohon dominan adalah sebesar 1 : 3,25 atau 4 : 13, artinya persentase kayu dewasa pada pohon dominan 3 kali lebih besar dari kayu juvenilnya. Sedangkan pada pohon tertekan perbandingan rata-rata antara kayu juvenil dan kayu dewasa
33
adalah sebesar 1 : 2,15. Artinya persentase kayu dewasa pada pohon tertekan lebih besar 2 kali dari kayu juvenilnya (Gambar 12) di bawah ini.
Gambar 12. Hubungan Pertumbuhan Pohon dengan Persentase Kayu Juvenil dan Kayu Dewasa. Dari nilai rasio ini dapat diketahui bahwa pohon tertekan lebih besar mengandung kayu juvenil dan dari hasil pengukuran juga diperoleh bahwa pada pohon tertekan memiliki panjang sel serat yang lebih pendek, tetapi tebal dindingnya lebih tebal. Hal ini sesuai dengan Haygreen dan Bowyer (1989), batang yang tumbuh secara cepat selama jangka waktu juvenil akan memiliki proporsi kayu juvenil yang relatif tinggi dibandingkan dengan batang yang tumbuh secara lambat pada awal daur tersebut. Sedangkan menurut Panshin dan de Zeeuw (1980), mengatakan bahwa kayu juvenil dibentuk oleh kambium dalam kolom sekunder di sekitar empulur sebagai hasil perpanjangan pengaruh meristem apikal pada daerah tajuk yang aktif. Pengaruh meristem apikal pada kambium vascular akan berkurang setelah pohon makin tinggi dan kemudian akan terbentuk kayu dewasa. Alasan lain yang mengatakan bahwa, pohon tertekan memiliki persentase kayu juvenil lebih besar karena laju pertumbuhan pohon yang terganngu pada pohon tertekan
dan adanya persaingan akar untuk
mendapatkan unsur hara serta tajuk untuk mendapat cahaya. Laju pertumbuhan juga tergantung kepada sifat genetik dan keadaan lingkungan. Variasi laju dan lamanya pertumbuhan tergantung pada berbagai faktor yang sangat penting, antara lain adalah
34
jenis dan varietas pohon, tanah, iklim, umur pohon, persaingan akar dan tajuk serta campur tangan manusia (Toumey dan Kortian, 1947). Pada umumnya proporsi kayu juvenil yang tinggi akan mempengaruhi kualitas kayu karena kekuatan tariknya juga rendah. Dengan memperhatikan sifat-sifat kayu juvenil tersebut, maka kayu juvenil umumnya kurang baik jika digunakan untuk kayu solid (kayu utuh). Dalam industri penggergajian ini perlu mendapat perhatian yang lebih baik, karena apabila kayu juvenil ini dipergunakan sebagai kayu solid untuk kayu kontruksi besar kemungkinan akan terjadi cacat yang disebut getas (brashness) (Pandit, 1991). Yang sangat memprihatinkan dengan adanya cacat getas pada kayu ini adalah kondisi abnormal pada kayu yang menyebabkan kayu patah secara tiba-tiba (mendadak) tanpa memberikan peringatan pada beban yang lebih rendah dari biasanya. Kayu juvenil juga sering menyebabkan cacat melengkung dan jenis cacat lainnya pada saat proses pembuatan meubel karena pada pohon-pohon yang cepat tumbuh memiliki proporsi kayu juvenil yang sangat besar dibandingkan dengan kayu dewasa. Dalam pemanfaatan kayu, keberadaan kayu juvenil kurang disukai karena sifatnya yang kurang baik. Tsoumis (1991) menyatakan bahwa, pada jenis-jenis pohon yang cepat tumbuh persentase volume kayu juvenilnya tinggi dan kayu juvenil ini dicirikan oleh berat jenis rendah, karena persentase kayu akhir rendah, kadar selulosa rendah, trakeida lebih pendek, puntiran serat lebih tinggi. Karakteristik kayu juvenil ini mengakibatkan kayu cepat tumbuh mempunyai kekuatan rendah, penyusutan tinggi. Untuk mengurangi proporsi kayu juvenil dapat dilakukan dengan memberikan tindakan silvikultur yaitu tidak memberikan pupuk dan pengairan yang baik pada awal pertumbuhan pohon seperti dinyatakan oleh Bendtsen (1978) dalam Haygreen dan Bowyer (1989). Batang pohon yang ditumbuhkan secara cepat selama jangka waktu juvenil awal pertumbuhan pohon akan memiliki kayu juvenil yang lebih tinggi dibanding batang yang ditumbuhkan secara lambat pada awal daur.
35
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1. Pembentukan kayu teras pada mangium berlangsung relatif cepat. Kayu terasnya sangat berbeda dengan kayu gubalnya. 2. Rasio kayu teras dan kayu gubal pada pohon dominan lebih besar dari pohon tertekan. 3. Rasio kayu juvenil dan kayu dewasa pada pohon dominan lebih kecil dari pohon tertekan. 4. Pohon dominan memiliki persentase kayu teras dan kayu dewasa yang lebih besar dari pohon tertekan. Dari dua parameter ini, dapat dikatakan bahwa pohon dominan memiliki kualitas yang lebih baik untuk bahan kayu pertukangan. B. Saran Penelitian ini masih perlu diteliti lebih lanjut untuk penentuan rasio kayu juvenil dan kayu dewasa, terutama pada jenis-jenis kayu yang cepat tumbuh lainnya.
36
DAFTAR PUSTAKA Annisa. 2005. Struktur Anatomi Kayu Jati Plus Perhutani Dari Beberapa Seedlot Yang Tumbuh Di KPH Ciamis Pada Kelas Umum [skripsi]. Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Tidak Diterbitkan. Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia [APHI]. 2007. Jatah Tebangan Buletin APHI. Nomor 22 tahun 3. Februari 2007. Awang K, Taylor D. 1993. Acacia mangium Growing and Utilization. Winroc Internasional and The Food and Agricultural Organization. Bangkok. Badan Penelitian dan pengembangan Kehutanan. 1994. Pedoman Teknis Penanaman Jenis-jenis Kayu Komersial. Departemen Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta. Badan Planologi Kehutanan. 2005. Data Strategi Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Departemen Kehutanan. Chandralika, Herdiyanto S. 1996. Pengembangan sumber benih Acacia mangium di PT.Musi Hutan Persada. p. 67-70. dalam Penerapan prinsip-prinsip pemuliaan pohon dalam pengelolaan HTI. H. Suhaendi et, al (Eds). Prosiding seminar Nasional. Jogjakarta, 27 Maret 1996. Chim LT. 1972. Role of Tree Physiology in Forestry with Particular Reference to Malaysia. Mal. For. 35 (1). P. 37- 43. Departemen Kehutanan. 1992. Vademikum Hasil-hasil Penelitian Hutan Tanaman Industri. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Jakarta. Haygreen JG, Bower JL. 1982. Forest Product and Wood Science. An Introduction. Iowa State University Press Ames. USA. __________. 1989. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. Terjemahan. Gajah Mada Uversity Prees. Yogyakarta. Hillis WE. 1987. Heartwood and Tree Exudates. Germany: Springer- Verlag Berlin Heidenberg. National Research Council. 1983. Mangium and Other Fast Growing Acacia of The Humid Tropics: Innovation in tropical reforestation. National Academy of Press. Washington.DC, USA. Pandit IKN. 1991. Anatomi, Pertumbuhan Dan Kualitas Kayu. Bidang Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. __________. 1996.Diktat Anatomi, Pertumbuhan dan Kualitas Kayu. Bidang Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan. Fakultas Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Tidak diterbitkan. __________, IY Mandang. 2002a. Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di Lapangan. Bogor: Yayasan PROSEA Bogor dan pusat Diklat Pegawai dan SDM Kehutanan.
37
__________, Ramdan H. 2002b. Anatomi Kayu: Pengantar sifat kayu sebagai bahan baku. Bogor: Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan IPB. Panshin AJ, Zeeuw C de. 1980. Textbook of Wood Technology, Fourth Edition. New York :Mc Graw Hill Book Company. Prawirohatmodjo. 1999. Struktur dan Sifat-sifat Kayu Jilid I. Sifat-sifat Makroskopis dan Identifikasi Kayu. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta. Pusat Penyelidikan Hutan, Sandakan, sabah, Malaysia. 1983. Mangium and Other Acacias of the humid Tropics. National Academy Press, Washington Dc. P 9 – 23. Selvyana ER. 2005. Sifat-sifat Anatomi Kayu Jati (tectona grandis L. f) Plus Perhutani Dari Beberapa Seedlot di KPH Ngawi pada Kelas Umur 1. [Skripsi] Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Tidak Diterbitkan. Silitonga. T . 1987. Proceding Diskusi Sifat dan Kegunaan Jenis Kayu HTI. Badan Litbang Kehutanan Bekerjasama Dengan Sekretaris Pengendalian Pembangunan HTI. Jakarta. Simangunsong BCH. 2006. Revitalisasi Industri Perkayuan Indonesia Paper Workshop Indutri Perkayuan Indonesia. Jakarta 19-20 Des. 2006. 12p. Subroto AS, Priasukmana S. 1985. Teknik Pengembangan Persemaian Acacia mangiumWilld. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kehutanan I(2), Balai Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Bogor. Suharlan A, Sudiono Y. 1977. Ilmu Ukur Kayu. Lembaga Penelitian Hutan (LPH). BOGOR. Susilowati RS. 1998. Keawetan Alami Kayu Akasia (Acacia mangium Willd) dan Keterawetannya Bagi Senyawa Boron Secara Vakum Tekan. [Skripsi] Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Tidak Diterbitkan. Theodore WD. 1987. Prinsip-Prinsip Silvikultur. Soeseno OH, penterjemah; Marsono D, editor. Ed ke-2. Jogyakarta : Gadjah Mada University Press. Toumey JW, Korstian CF. 1947. Foundation of Silvikultur Upon Ecological Basis. John WiLey and Sons, Inc. New York. Tsomuis G. 1991. Science and Technology of Wood (Structure, Properties, Utilition). Van Nostrand Reinhold. New York. Wahyudi I, Arifien AF. 2005. Perbandingan Struktur Anatomis, Sifat Fisis, dan Sifat Mekanis Kayu Jati Unggul dan Kayu Jati Konvensional (Comparative Study on Anatomical Structure and Physical-Mechanical Properties between Tissue Cultural-and Conventional Teakwoods). Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis Vol. 3 no.2. http://www.google.co.id./search?hi = kayu + juvenil & batang [28 mei 2008].
38
39
Lampiran 1. Prosedur Pembuatan Sediaan Maserasi: Pembuatan sediaan maserasi dilakukan dengan metode Forest Product Laboratory (FPL) dengan urutan kerja sebagai berikut: a. Dibuat contoh kayu berukuran (5x1x1) mm atau sebesar batang korek api, sebanyak 4 buah dari setiap riap tumbuh pada batang pohon. b. Potongan-potongan sampel dimasukan ke dalam tabung reaksi tertutup yang berisi larutan dengan campuran 1 bagian asam asetat glacial dan 20 bagian (volume) H2O2. c. Tabung reaksi dipanaskan pada suhu 60ºC selama ± 18 jam di dalam alat pemanas tabung reaksi yang berisi air. Lama pemasakan tergantung kerapatan kayu yang diteliti. d. Pemanasan dihentikan jika terlihat sel-sel serabut mulai terlepas dan berwarna putih. e. Tabung reaksi didinginkan dengan cara menyemprotkan aquades ke dalam tabung reaksi. g. Zat warna dibuang dan dilakukan penghilangan air (dehidrasi) dengan cara memberikan alkohol berturut-turut 10%, 20%, 30%, 50%, 70%, 80 % dan terakhir 90%, masing-masing selama 2 menit. h. Sesudah dehidrasi serabut yang terlepas dipindahkan kegelas objek yang diberi xylol dan preparatnya diberi Canada balsam, lalu ditutup dengan cover glass. i. Pengeringan dilakukan diatas slide warmer dengan temperature sekitar 40-45º C.
40
Lampiran 2. Variasi Panjang Sel Serat Kayu Mangium pada Pohon Dominan dari Empelur ke Arah Kulit. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 Rata‐ rata
Panjang Panjang Panjang Panjang Panjang Panjang panjang panjang sel R1 sel R2 sel R3 sel R4 sel R5 sel R6 sel R7 sel R8 (µm) (µm) (µm) (µm) (µm) (µm) (µm) (µm) 858 455 689 338 1040 1170 806 1027 676 1040 806 1040 962 975 1170 650 1079 1235 650 1170 897 676 1209 949 871 897,52
1092 845 923 1079 936 1105 1079 1118 910 1131 819 1040 1105 962 1040 845 975 910 1118 819 1118 910 1235 1105 1079
1235 1027 1300 1625 1170 1105 897 1157 1690 1040 1066 988 1014 1417 1131 1274 1079 1040 1118 1430 1183 1391 1170 1144 1092
1274 1105 1300 1898 1105 1066 1300 1326 1027 1339 936 1339 1313 1300 1040 1118 1248 1079 1079 1144 1430 1365 1326 1378 1170
975 1040 1209 1092 1079 1274 1183 1118 1131 1430 1300 1131 1053 1625 1313 1508 1352 1170 1183 1365 1209 1222 1079 1326 1768
1011,92 1191,32
1240,2
1245,4
Keterangan: R1 : Riap tumbuh yang paling dekat dengan empelur. R2 : Riap tumbuh setelah riap tumbuh yang pertama. R3 : Riap tumbuh setelah riap tumbuh yang kedua. R8 : Riap tumbuh yang paling dekat dengan kulit
1339 1365 1105 1040 1300 1274 1300 1326 1274 1352 1170 1365 1313 1157 1040 1274 1118 1417 1131 1105 1300 1118 1391 1170 1183
1586 1209 1157 1144 1092 1209 1092 962 1326 1313 1105 1274 1261 1248 1404 1157 1261 1365 1235 1352 1391 1248 1157 1261 1170
1313 1157 1131 1248 1131 1209 1105 1131 1040 1209 1274 1235 1339 1222 1222 1326 1391 1274 1365 1196 1248 1456 1183 1300 1274
1237,08 1239,16 1239,16
41
Anova: Single Factor R1 dan R2 SUMMARY Groups Count Panjang sel R1 (µm) 25 Panjang sel R2 (µm) 25 ANOVA Source of Variation SS Between Groups 163592 Within Groups 1673154 Total 1836746 Anova: Single Factor R2 dan R3 SUMMARY Groups Count Panjang sel R2 (µm) 25 Panjang sel R3 (µm) 25 ANOVA Source of Variation SS Between Groups 402304,5 Within Groups 1220369 Total 1622674 Anova: Single Factor R3 dan R4 SUMMARY Groups Count Panjang sel R3 (µm) 25 Panjang sel R4 (µm) 25 ANOVA Source of Variation SS Between Groups 29865,68 Within Groups 1777163 Total 1807029
Sum Average 22438 897,52 25298 1011,92
Variance 56213,34 13501,41
df
MS F P‐value F crit 1 163592 4,693182 0,035278 4,042652 48 34857,38 49
Sum 25298 29783 df 1 48 49 Sum 29783 31005 df 1 48 49
Average 1011,92 1191,32 MS 402304,5 25424,36
Variance 13501,41 37347,31 F 15,82358
Average 1191,32 1240,2 MS 29865,68 37024,24
Variance 37347,31 36701,17 F 0,806652
P‐value 0,373595
F crit 4,042652
P‐value F crit 0,000234 4,042652
42
Anova: Single Factor R4 dan R5 SUMMARY Groups Count Panjang sel R4 (µm) 25 Panjang sel R5 (µm) 25 ANOVA Source of Variation SS Between Groups 338 Within Groups 1731912 Total 1732250 Anova: Single Factor R5 dan R6 SUMMARY Groups Count Panjang sel R5 (µm) 25 Panjang sel R6 (µm) 25 ANOVA Source of Variation SS Between Groups 865,28 Within Groups 1163626 Total 1164491 Anova: Single Factor R6 dan R7 SUMMARY Groups Count Panjang sel R6 (µm) 25 panjang sel R7 (µm) 25 ANOVA Source of Variation SS Between Groups 54,08 Within Groups 701485,2 Total 701539,3
Average 1240,2 1245,4 MS 338 36081,5
Variance 36701,17 35461,83 F 0,009368
Average 1245,4 1237,08 MS 865,28 24242,21
Variance 35461,83 13022,58 F 0,035693
Sum 30927 30979 df 1 48 49
Average 1237,08 1239,16 MS 54,08 14614,28
Variance 13022,58 16205,97 F 0,0037
P‐value 0,951746
F crit 4,042652
Sum 31005 31135 df 1 48 49 Sum 31135 30927 df 1 48 49
P‐value F crit 0,923299 4,042652
P‐value F crit 0,850947 4,042652
43
Anova: Single Factor R7 dan R8 SUMMARY Groups Count panjang sel R7 (µm) 25 panjang sel R8 (µm) 25 ANOVA Source of Variation SS Between Groups 1,16E‐10 Within Groups 612266,7 Total 612266,7
Sum 30979 30979 df 1 48 49
Average 1239,16 1239,16 MS 1,16E‐10 12755,56
Variance 16205,97 9305,14 F 9,13E‐15
P‐value F crit 1 4,042652
44
Lampiran 3. Variasi Panjang Sel Serat Kayu Mangium pada Pohon Tertekan dari Empelur ke Arah Kulit. No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 Rata‐ rata
Panjang sel R1 (µm)
Panjang sel R2 (µm)
Panjang sel R3 (µm)
Panjang sel R4 (µm)
Panjang sel R5 (µm)
Panjang sel R6 (µm)
panjang sel R7 (µm)
panjang sel R8 (µm)
871 585 780 910 936 598 715 819 455 689 845 780 819 546 624 910 702 845 715 585 598 845 936 689 715
845 910 936 1040 988 806 1079 1053 1170 1053 949 832 780 1014 1092 845 1014 1040 793 1235 663 949 910 819 910
1040 936 845 949 1118 923 871 910 1014 936 1131 1144 1066 1300 884 845 949 923 1170 1066 1170 1040 1144 1014 936
884 1170 611 1131 1092 1040 1326 1170 832 975 1001 910 1105 936 689 1105 1339 962 975 1118 936 806 1287 1040 1053
1170 715 1105 1118 1001 1014 936 780 1222 1339 1040 1105 845 975 1248 1131 1027 1040 910 1196 832 910 1118 910 1014
949 1196 949 884 936 1092 884 910 1222 975 1313 1053 975 910 1014 988 1222 1157 1456 1196 988 1118 1196 1040 1248
975 1274 1300 1014 1365 650 1235 1170 1300 1105 1274 949 1248 1313 1079 1248 936 975 1274 988 1378 1183 1079 1248 1287
1183 845 1339 1222 1170 988 1248 1118 1456 1053 949 1326 988 1014 1105 1183 1196 1209 1339 1274 1092 1079 1170 1248 1157
740,48
949
1012,96 1019,72 1028,04 1074,84 1153,88 1158,04
Keterangan: R1 : Riap tumbuh yang paling dekat dengan empelur. R2 : Riap tumbuh setelah riap tumbuh yang pertama. R3 : Riap tumbuh setelah riap tumbuh yang kedua. R8 : Riap tumbuh yang paling dekat dengan kulit.
45
Anova: Single Factor R1 dan R2 SUMMARY Groups Count Panjang sel R1 (µm) 25 Panjang sel R2 (µm) 25 ANOVA Source of Variation SS Between Groups 543507,4 Within Groups 858006,2 Total 1401514 Anova: Single Factor R2 dan R3 SUMMARY Groups Count Panjang sel R2 (µm) 25 Panjang sel R3 (µm) 25 ANOVA Source of Variation SS Between Groups 51136,02 Within Groups 772303 Total 1110225 Anova: Single Factor R3 dan R4 SUMMARY Groups Count Panjang sel R3 (µm) 25 Panjang sel R4 (µm) 25 ANOVA Source of Variation SS Between Groups 571,22 Within Groups 1109654 Total 1110225
Average 740,48 949 MS 543507,4 17875,13
Variance 17906,68 17843,58 F 30,40579
Sum Average 23725 949 25324 1012,96
Variance 17843,58 14335,71
Sum 18512 23725 df 1 48 49
P‐value F crit 1,37E‐06 4,042652
df
MS F P‐value F crit 1 51136,02 3,178194 0,080952 4,042652 48 16089,65 49
Sum 25324 25493 df 1 48 49
Average 1012,96 1019,72 MS 571,22 23117,79
Variance 14335,71 31899,88 F 0,024709
P‐value F crit 0,875753 4,042652
46
Anova: Single Factor R4 dan R5 SUMMARY Groups Count Panjang sel R4 (µm) 25 Panjang sel R5 (µm) 25 ANOVA Source of Variation SS Between Groups 865,28 Within Groups 1321242 Total 1322107 Anova: Single Factor R5dan R6 SUMMARY Groups Count Panjang sel R5 (µm) 25 Panjang sel R6 (µm) 25 ANOVA Source of Variation SS Between Groups 27378 Within Groups 1102434 Total 1129812 Anova: Single Factor R6 dan R7 SUMMARY Groups Count Panjang sel R6 (µm) 25 panjang sel R7 (µm) 25 ANOVA Source of Variation SS Between Groups 78091,52 Within Groups 1272908 Total 1351000
Average 1019,72 1028,04 MS 865,28 27525,88
Variance 31899,88 23151,87 F 0,031435
Average 1028,04 1074,84 MS 27378 22967,38
Variance 23151,87 22782,89 F 1,192038
Sum 26871 28847 df 1 48 49
Average 1074,84 1153,88 MS 78091,52 26518,92
Variance 22782,89 30254,94 F 2,944748
P‐value 0,092606
F crit 4,042652
Sum 25493 25701 df 1 48 49 Sum 25701 26871 df 1 48 49
P‐value F crit 0,860019 4,042652
P‐value F crit 0,280369 4,042652
47
Anova: Single Factor R7dan R8 SUMMARY Groups Count panjang sel R7 (µm) 25 panjang sel R8 (µm) 25 ANOVA Source of Variation SS Between Groups 216,32 Within Groups 1194222 Total 1194438
Sum 28847 28951 df 1 48 49
Average 1153,88 1158,04 MS 216,32 24879,62
Variance 30254,94 19504,29 F 0,008695
P‐value F crit 0,926097 4,042652
48
Lampiran 4. Variasi Tebal Dinding Sel Serat Kayu Mangium pada Pohon Dominan dari Empelur ke Arah Kulit. NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 RATA‐ RATA
Tebal Dinding Sel R1 (µm)
Tebal Dinding Sel R2 (µm)
Tebal Dinding Sel R3 (µm)
Tebal Dinding Sel R4 (µm)
Tebal Dinding Sel R5 (µm)
Tebal Tebal Tebal Dinding Dinding Dinding Sel R7 Sel R8 Sel R6 (µm) (µm) (µm)
3,5625 3,5625 2,85 2,1375 2,1375 2,85 3,5625 3,5625 2,85 2,85 2,85 2,1375 2,85 4,275 2,85 2,1375 1,425 2,85 4,275 2,85 4,275 1,425 4,9875 4,275 4,275
4,275 4,9875 3,5625 3,5625 3,5625 2,1375 2,85 3,5625 2,85 2,1375 3,5625 2,85 1,425 2,1375 3,5625 3,5625 2,1375 3,5625 4,275 4,275 4,9875 3,5625 2,1375 2,1375 2,85
2,85 2,85 2,85 2,85 2,1375 2,1375 2,85 3,5625 2,85 4,275 2,1375 4,9875 2,85 3,5625 2,85 4,275 3,5625 4,275 3,5625 2,85 3,5625 2,85 2,85 3,5625 3,5625
4,275 3,5625 2,1375 4,275 2,85 4,9875 2,1375 3,5625 4,275 3,5625 3,5625 2,85 4,275 2,1375 3,5625 2,85 2,85 4,9875 4,9875 2,1375 4,275 3,5625 3,5625 2,85 3,5625
4,275 3,5625 4,275 3,5625 2,85 3,5625 3,5625 3,5625 3,5625 3,5625 3,5625 3,5625 4,275 4,275 3,5625 3,5625 2,1375 2,85 1,425 5,7 4,9875 3,5625 5,7 3,5625 4,275
4,275 4,9875 4,275 5,7 3,5625 3,5625 3,5625 2,85 4,9875 3,5625 4,275 4,275 4,275 3,5625 4,275 3,5625 4,275 2,85 4,275 4,275 2,85 2,85 3,5625 2,1375 2,85
4,275 4,275 4,275 3,5625 3,5625 3,5625 3,5625 4,275 3,5625 5,7 4,9875 3,5625 5,7 4,275 3,5625 4,275 3,5625 3,5625 3,5625 3,5625 2,85 3,5625 2,85 3,5625 3,5625
5,7 4,275 4,275 4,275 3,5625 4,275 4,275 4,275 4,9875 4,275 4,9875 2,85 4,9875 4,275 2,85 2,1375 3,5625 3,5625 2,85 3,5625 2,1375 3,5625 4,275 4,275 4,275
3,1065
3,2205
3,2205
3,5055
3,7335
3,819
3,9045
3,933
Keterangan: R1 : Riap tumbuh yang paling dekat dengan empelur. R2 : Riap tumbuh setelah riap tumbuh yang pertama. R3 : Riap tumbuh setelah riap tumbuh yang kedua. R8 : Riap tumbuh yang paling dekat dengan kulit.
49
Lampiran 5. Variasi Tebal Sel Serat Kayu Mangium pada Pohon Tertekan dari Empelur ke Arah Kulit. NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 RATA‐ RATA
Tebal Dinding Sel R1 (µm)
Tebal Dinding Sel R2 (µm)
Tebal Dinding Sel R3 (µm)
Tebal Tebal Tebal Dinding Dinding Dinding Sel R6 Sel R5 Sel R4 (µm) (µm) (µm)
Tebal Tebal Dinding Dinding Sel R8 Sel R7 (µm) (µm)
3,563 4,275 2,138 2,850 3,563 2,850 4,275 4,275 2,850 3,563 2,138 3,563 2,850 4,988 4,988 3,563 2,850 3,563 3,563 2,850 3,563 3,563 2,850 2,850 3,563
2,85 2,1375 3,5625 4,9875 2,85 3,5625 4,275 4,275 3,5625 3,5625 4,275 3,5625 2,85 4,275 2,85 4,275 3,5625 4,275 4,275 2,1375 4,9875 2,85 2,85 2,1375 2,85
2,85 2,85 4,275 3,5625 2,85 3,5625 4,275 2,85 2,85 3,5625 3,5625 3,5625 2,85 3,5625 2,85 4,275 3,5625 5,7 4,9875 4,275 4,275 4,275 4,275 3,5625 3,5625
3,5625 2,85 2,85 3,5625 4,275 3,5625 3,5625 3,51975 3,5625 4,275 3,5625 3,5625 4,9875 4,9875 3,5625 4,275 3,5625 3,5625 3,5625 3,5625 4,275 3,5625 4,9875 3,5625 4,275
4,275 2,1375 4,275 4,275 4,275 3,5625 4,275 3,5625 3,5625 4,275 3,5625 4,275 4,9875 4,275 4,275 2,85 3,5625 2,85 4,275 4,275 4,9875 4,275 2,85 3,5625 4,275
3,5625 3,5625 4,9875 3,5625 2,85 4,275 3,5625 3,5625 4,275 3,5625 3,5625 3,5625 4,275 4,9875 4,275 3,5625 3,5625 3,5625 4,9875 4,275 3,5625 3,5625 4,275 3,5625 4,275
3,5625 3,5625 4,9875 4,275 4,275 3,5625 4,9875 3,5625 4,9875 3,5625 3,5625 4,9875 3,5625 4,275 2,1375 3,5625 4,9875 4,9875 4,275 4,275 3,5625 4,9875 3,5625 4,275 4,9875
4,275 4,275 4,275 6,4125 4,9875 2,1375 4,275 5,7 4,9875 6,4125 4,275 4,275 4,9875 3,5625 4,9875 4,275 4,9875 5,7 0,7125 2,85 3,5625 4,9875 2,85 3,5625 4,275
3,420
3,5055
3,705
3,81729
3,9045
3,9045
4,1325
4,3035
Keterangan: R1 : Riap tumbuh yang paling dekat dengan empelur. R2 : Riap tumbuh setelah riap tumbuh yang pertama. R3 : Riap tumbuh setelah riap tumbuh yang kedua. R8 : Riap tumbuh yang paling dekat dengan kulit.
50
Lampiran 6. Panjang Sel Serat Rata-rata Hasil Pengukuran pada Pohon Dominan dan Tertekan. Panjang Sel serat Rata-rata R1 R2 R3 R4 R5 R6
R7 R8 Rata-rata Keterangan :
Kayu Dominan (µm) 897,5 1011,9 1191,3 1240,2 1245,4 1237,1
1239,2 1239,2 1162, 7
R1 : Riap tumbuh yang paling dekat dengan empelur. R2 : Riap tumbuh setelah riap tumbuh yang pertama. R3 : Riap tumbuh setelah riap tumbuh yang kedua. R8 : Riap tumbuh yang paling dekat dengan kulit.
Kayu Tertekan (µm)
740,5 949,0 1013,0 1019,7 1028,0 1074,8 1153,9 1158,0 1017,1
51
Lampiran
7. Tebal Dinding Sel Serat Rata-rata Hasil Pengukuran pada Pohon Dominan dan Tertekan.
Tebal Dinding sel R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 Rata-rata
Pohon Dominan (µm)
Pohon Tertekan (µm)
3,1 3,2 3,2 3,5 3,7 3,8 3,9 3,9 3,6
3,4 3,5 3,7 3,8 3,9 3,9 4,1 4,3 3,8
Keterangan: R1 : Riap tumbuh yang paling dekat dengan empelur. R2 : Riap tumbuh setelah riap tumbuh yang pertama. R3 : Riap tumbuh setelah riap tumbuh yang kedua. R8 : Riap tumbuh yang paling dekat dengan kulit.
52
Lampiran 8. Nisbah Kayu Teras-Gubal Mangium pada Umur 12 Tahun
Pohon
Luas Total
Luas Total
Penampang
Penampang
Pangkal (cm2)
Ujung (cm2)
Luas
Persentase Penampang
Penampang
Pangkal (%)
Pangkal (cm2)
Luas Penampang
Persentase Penamp Ujung (%)
Ujung (cm2)
KT
KG
KT
KG
Rasio
KT
KG
KT
KG
R
PD (1)
396,44
129,3
308,11
88,33
77,72
22,28
3,5 : 1
52,3
77
40,5
59,6
1
PD (2)
386,42
124
303,55
82,87
78,55
21,45
3,7 : 1
56
68
45,2
54,9
1
Rata-rata
391,43
126,65
305,83
85,6
78,14
21,87
3,6 : 1
54,15
72,5
42,85
57,25
1:
PT (1)
158,29
80
101,27
57,02
63,98
36,02
1,8 : 1
39
41
48,8
51,3
1
PT (2)
159,95
88,4
104,95
55
65,61
34,39
1,9 : 1
41
47,4
46,4
53,6
1
Rata-rata
159,12
84,2
103,11
56,01
64,8
35,21
1,85 : 1
40
44,2
47,6
52,45
1:
Keterangan: PD : Pohon dominan PT : pohon tertekan KT : Kayu teras KG : Kayu gubal Hasil Perhitungan Nisbah Kayu Teras-Gubal : 1. Nilai persentasi kayu teras terhadap kayu gubal sangat tinggi di bagian pangkal pohon, dan semakin berkurang kebagian ujung pohon. 2. Nilai rata-rata rasio kayu teras-gubal pohon dominan pada penampang pangkal adalah sebesar 3,6 : 1, sedangkan untuk pohon tertekan adalah sebesar 1,85 : 1. 3. Nilai rata-rata rasio kayu teras-gubal pohon dominan pada penampang ujung adalah sebesar 1 : 1,35 sedangkan untuk pohon tertekan adalah sebesar 1 ; 1,15.
Lampiran 9. Rasio Persentasi Kayu Juvenil dan Kayu Dewasa pada Pohon Dominan dan Tertekan. Pertumbuhan Pohon
Luas Penampang (cm2) Kayu Juvenil (%)
Kayu Dewasa (%)
Rasio
PD (1)
396,44
23,84
76,16
1 : 3,2
PD (2)
386,42
23,28
76,72
1 : 3,3
Rata‐rata
391,43
23,56
76,44
1 : 3,25
PT (1)
158,29
31,42
68,58
1 : 2,2
PT (1)
159,95
32,01
67,99
1 : 2,1
Rata‐rata
159,12
31,72
68,29
1 : 2,15
53
Keterangan: PD : Pohon dominan PT : pohon tertekan
Hasil Perhitungan Rasio Kayu Juvenil dan Kayu dewasa : 1.
Persentase kayu juvenil pada pohon tertekan lebih besar dari pohon doniman.
2.
Nilai rata-rata Rasio kayu juvenil dan kayu dewasa pada pohon dominan adalah sebesar 3,25 : 1, sedangkan untuk pohon tertekan sebesar 2,15 : 1.