Seminar Nasional XVIII MAPEKI
Rendemen dan Sifat Fisik Pulp Sulfat Kayu Gubal dan Teras Mangium (Acacia mangium Willd.) Asal Merauke pada Tiga Konsentrasi Alkali Aktif Siti Hanifah Mahdiyanti* dan Sri Nugoho Marsoem Bagian Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Jl. Ago No.1 Bulaksumur Yogyakarta55281 ___________________________________________________________________________ Abstract Acacia mangium, originated from Queensland, ussually is used as raw material in pulp and paper in Indonesia. Actually, Indonesia has its original A mangium distributed in Papua natural forest. Characteristics of sulfate pulp of A mangium especially from natural forest from Merauke Papua was examined. This study was to acquire the effect of heartwood and sapwood, active alkali concentration, and their interaction in order to determine the appropriate treatment in sulfate pulping. This study used a complete randomized design with two factorial factors: (1) heartwood and sapwood, and (2) active alkali concentration. A mangium trunk was chipped and their heartwood and sapwood was separated. Each heartwood and sapwood chips was cooked in sulfate process with three different active alkali concentrations, i.e. 12%, 14%, and 16%. The result showed that A mangium from Merauke, Papua can be treated in sulfate pulping with active alkali concentration of 14% and exhibited significant effect into screened yield and Kappa number. Sulfate pulping of A mangium resulted screened yield of 26.38 – 45.22% and Kappa number of 9.64 – 25.50. Heartwood and sapwood showed significant effect on all pulp sheet testing parameters. The paper from sapwood resulted burst index of 2.58 – 3.02 kPa.m2/g; tensile index of 35.44 – 37.71 Nm/g; and tear index of 2.91 – 4.95 mN.m2/g, while heartwood ones resulted burst index of 3.20 – 3.2 kPa.m2/g; tensile index of 52.07 – 60.70 Nm/g; and tear index of 5.98 – 7.06 mN.m2/g. Interaction between wood parts (heartwood and sapwood) and active alkali concentration showed significant effect on Kappa number. Keywords: Acacia mangium, Heartwood and sapwood, Merauke, active alkali concentration, Sulfate pulp properties ___________________________________________________________________________ *Korespondensi Penulis. Tel.: +62812-3502-9041. E-mail:
[email protected]
1. Pendahuluan Kayu Acacia mangium yang dikembangkan dalam Hutan Tanaman Industri (HTI) di seluruh Indonesia berasal dari benih asal Queensland, Australia (Simon dan Arisman, 2004), padahal Indonesia juga memiliki Acacia mangium asli yang terdistribusi secara berkelompok di hutan alam Indonesia bagian timur, yaitu di Kepulauan Aru, Seram, dan Papua (Soekotjo, 2004), namun sifat-sifatnya sebagai bahan baku pulp dan kertas belum diuji. Tumbuhan Prosiding Seminar Nasional XVIII MAPEKI 4-5 November 2015, Bandung
205
berkayu dengan jenis yang sama dapat memiliki karakteristik tertentu yang berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan tersebut diantaranya terdapat pada tapak dan genetik yang mempengaruhi variasi sifat dan karakteristik tumbuhan berkayu dari jenis yang sama (Bowyer et al., 2007). Kayu A mangium yang dikembangkan di HTI dengan A mangium yang tumbuh di hutan alam di Papua diduga memiliki sifat yang berbeda satu sama lain karena perbedaan tapak, walaupun masih dalam satu spesies. Sumber benih A mangium untuk HTI yang berasal dari Queensland merupakan provenans yang berbeda dengan A mangium yang berasal dari hutan alam Papua. Perbedaan-perbedaan tersebut selain memberikan perbedaan sifat pada kayunya, juga dapat memberikan hasil yang berbeda pada produk hasil pengolahan yang berbahan baku kayu tersebut, di antaranya produk pulp dan kertas. Bahan baku kayu memiliki karakteristik yang unik seperti adanya bagian kayu gubal dan teras yang dibedakan utamanya pada kandungan kimianya. Terdapat perbedaan kandungan kimia pada kayu teras dan gubal yang memiliki pengaruh signifikan pada produk pulp dan kertas yang dihasilkan (Sjöström, 1998). Bagian teras umumnya mengandung kadar ekstraktif yang lebih tinggi dibandingkan dengan bagian gubal. Bagian kayu gubal dan teras akan berinteraksi dengan larutan kimia yang digunakan pada proses pulping karena berhubungan dengan kadar ekstraktif yang terkandung dalam kayu teras. Hal tersebut mengurangi efektifitas dan dapat meningkatkan konsumsi bahan kimia sehingga akan menurunkan rendemen dan menghasilkan pulp dengan warna gelap yang akan mempengaruhi proses bleaching (Esteves et al., 2005). Faktor bahan kimia dalam proses pengolahan pulp sulfat mempengaruhi karakteristik pulp yang dihasilkan. Penggunaan konsentrasi bahan kimia yang terlalu tinggi dapat meningkatkan degradasi selulosa, meningkatkan biaya produksi, serta dapat meningkatkan pencemaran (Fengel dan Wegener, 1995). Salah satu faktor bahan kimia yaitu konsentrasi alkali aktif erat hubungannya dengan pemanfaatan energi, biaya yang harus dikeluarkan untuk bahan pemasak, serta banyaknya reject. Selain itu, konsentrasi alkali aktif juga merupakan salah satu faktor dalam pemasakan pulp sulfat yang paling berpengaruh terhadap rendemen dan bilangan Kappa (Rosli et al., 2009). Berdasarkan pertimbangan mengenai konsentrasi alkali aktif serta bagian gubal dan teras kayu, maka dalam penelitian ini akan dilakukan pemasakan pulp mengunakan proses sulfat dengan variasi konsentrasi alkali aktif yang lebih rendah daripada pulping sulfat konvensional yaitu 12% dan 14%, sedangkan untuk kontrol menggunakan konsentrasi alkali aktif 16%, serta bagian kayu dipisahkan bagian gubal dan terasnya. Penurunan konsentrasi alkali aktif dan pemisahan bagian kayu gubal dan teras tersebut bertujuan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap rendemen dan sifat fisik pulp sulfat A mangium asal Merauke.
2. Bahan dan Metode 2.1 Bahan penelitian Bahan baku yang akan digunakan untuk penelitian adalah disk dari tiga pohon mangium (Acacia mangium Willd.) yang diperoleh dari hutan alam Merauke – Papua melalui PT. MIL (Medcopapua Industri Lestari) di Buepe, District Okaba, Merauke, Papua. Bahan baku yang diperoleh berbentuk disk dari batang utama.
Prosiding Seminar Nasional XVIII MAPEKI 4-5 November 2015, Bandung
206
Bahan baku dibuat serpih (chips) dengan cara memotong kayu menjadi balok-balok kecil berukuran panjang 10 cm, lebar 3 cm dan tinggi 3 cm. Arah panjang ini mengikuti arah sumbu tangensial pohon, sedang arah lebar balok mengikuti sumbu longitudinal pohon. Balok-balok kayu kecil tersebut kemudian disayat sehingga didapatkan serpih berukuran panjang 3 cm, lebar 3 cm dan tebal 2-3 mm. Dalam penelitian ini, serpih dipisahkan ke dalam 2 bagian yaitu kayu teras dan gubal berdasarkan perbedaan warna. Kayu yang digunakan dalam penelitian ini, terdapat perbedaan warna pada bagian kayu teras dan kayu gubal. Bagian kayu gubal berwarna lebih terang daripada kayu teras. Serpih yang pada salah satu sisinya terdapat bagian gubal dan sisi lainnya terdapat bagian teras tidak digunakan dalam penelitian ini. 2.2 Metode penelitian dengan pulping sulfat Proses pemasakan kayu menjadi pulp dengan proses sulfat menggunakan larutan pemasak yang terdiri dari natrium hidroksida (NaOH) dan natrium sulfida (Na2S). Proses pemasakan diawali dengan perendaman bahan baku ke dalam larutan pemasak selama sekitar 15 menit. Perendaman ini bertujuan agar kondisi bahan baku menjadi homogen sebelum dimasak. Setelah perendaman, bahan baku dan larutan pemasak dimasukkan ke dalam digester hingga mencapai suhu 170oC. Setelah mencapai suhu tersebut, kran pengurang tekanan dibuka sekitar 10 detik untuk mengeluarkan tekanan udara semu dalam digester dan ditutup kembali setelahnya. Suhu pemasakan dijaga konstan pada 170oC, sedangkan tekanan dijaga tetap pada kisaran 5 – 7 atm selama 2 jam. 2.3 Pengujian sifat fisik dan bilangan kappa Pada penelitian ini sifat fisik yang akan diuji meliputi kekuatan sobek, kekuatan tarik dan kekuatan jebol. Sebelum diuji, lembaran pulp disiapkan sesuai dengan cara penyediaan lembaran pulp untuk uji sifat fisik sesuai dengan prosedur SNI 14-0489-1989-A. Pengujian kekuatan tarik dilakukan sesuai dengan prosedur SNI 14-0437-1989-A. Pengujian kekuatan sobek dilakukan sesuai dengan prosedur SNI 14-0436-1989. Contoh uji dan pengujian kekuatan jebol dipersiapkan sesuai dengan SNI 14-0489-1989. Bilangan kappa adalah bilangan yang menunjukkan banyaknya larutan kalium permanganat 0,1 N yang diserap oleh satu gram berat pulp kering tanur. Perlakuan ini dipakai untuk menentukan tingkat kematangan dan derajat delignifikasi pulp kimia dan semikimia belum putih maupun setengah putih. Penentuan bilangan kappa dilakukan menurut prosedur SNI 14-0494-1989-A.
3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Rendemen pulp Rerata rendemen tersaring pulp sulfat A mangium pada kedua bagian kayu teras dan gubal dalam penelitian ini yaitu 41,03% dengan kisaran 26,38 – 47,96%. Hasil ini lebih rendah daripada rendemen pulp sulfat A mangium menurut Xue et al. (2001) yaitu 50,15%, dan Marsoem (2004) yaitu 51,55%, namun kisaran penelitian ini mendekati kisaran penelitian pulp sulfat Rosli et al. (2009) yaitu 37,6 – 43,2%. Uji keragraman (Anova) menunjukkan bahwa interaksi antara bagian kayu gubal dan teras dengan konsentrasi alkali aktif pada Prosiding Seminar Nasional XVIII MAPEKI 4-5 November 2015, Bandung
207
pemasakan pulp sulfat A.mangium asal Merauke ini tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap rendemen pulp yang dihasilkan. Faktor bagian kayu gubal dan teras secara mandiri juga tidak memberikan pengaruh signifikan, namun konsentrasi alkali aktif memberikan pengaruh signifikan pada taraf uji 0,05 terhadap rendemen pulp sulfat yang dihasilkan.
Gambar 1. Pengaruh konsentrasi alkali aktif terhadap rendemen dan reject pulp A mangium Rendemen tersaring pulp pada pemasakan dengan konsentrasi alkali aktif 14% baik pada bagian gubal (47,96%) maupun teras (45,22%) menunjukkan nilai yang lebih tinggi daripada rendemen tersaring pulp pada pemasakan dengan konsentrasi alkali aktif 12% dan 16%. Kedua nilai tersebut juga masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan penelitian A mangium Sumatera oleh Bahar et al., (1996) dengan konsentrasi alkali aktif 13% dan sulfiditas 22,5% sebesar 44,5% dan rendemen tersaring penelitian A.auriculiformis oleh Jahan et al., (2007) dengan konsentrasi alkali aktif 14% dan sulfiditas 25% sebesar 41,7%, serta rendemen tersaring A. mangium Malaysia oleh Rosli et al. (2009) dengan konsentrasi alkali aktif 13% dan sulfiditas 25% yaitu sebesar 37,5%. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemasakan pulp sulfat A mangium asal Merauke pada penelitian ini dapat menghasilkan rendemen tersaring yang cukup baik pada kedua bagian kayu. Apabila dilihat dari nilai bilangan Kappa, bagian gubal yang memiliki nilai bilangan Kappa yang lebih rendah menunjukkan tingkat kematangan pulp yang lebih baik dibandingkan dengan bagian teras. Rendemen total pulp yang diperoleh dari jumlah rendemen tersaring dan reject juga cenderung menurun seiring dengan meningkatnya konsentrasi alkali aktif. Hasil yang sama ditunjukkan pada penelitian A. nilotica oleh Lukmandaru et al. (2002). Konsentrasi alkali aktif akan meningkatkan rendemen tersaring sampai batas tertentu dan menurunkan rendemen sisa, rendemen total, dan bilangan Kappa pulp (Lukmandaru et al., 2002). Hasil tersebut diperkuat oleh pendapat Fengel dan Wegener (1995) dan Sjöström (1998) bahwa tingkat konsentrasi alkali aktif yang tinggi akan menyebabkan proses pulping berjalan dengan cepat, namun seiring dengan meningkatnya kecepatan proses, degradasi lignin tidak dapat dihindari dan kerusakan selulosa akan semakin besar. 3.2 Bilangan kappa Nilai bilangan Kappa bagian gubal pada penelitian ini memiliki nilai yang lebih rendah (9,64 – 12,83) dibandingkan dengan bagian teras (12,53 – 25,5). Hasil ini serupa dengan penelitian Haroen dan Dimyati (2006) pada pulping sulfat A.mangium Banten bahwa bagian gubal memiliki nilai bilangan Kappa yang lebih rendah daripada bagian teras. Hal tersebut Prosiding Seminar Nasional XVIII MAPEKI 4-5 November 2015, Bandung
208
menunjukkan bahwa bagian gubal dapat diproses dengan lebih baik dan memberikan hasil yang lebih matang dibandingkan dengan pulping pada bagian teras, dan bagian gubal mengandung lignin yang lebih sedikit daripada bagian teras. Hasil analisis varian bilangan Kappa menunjukkan bahwa interaksi antara faktor konsentrasi alkali aktif dan bagian kayu memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nilai bilangan Kappa pada taraf uji 0,01. Faktor konsentrasi alkali aktif dan bagian kayu secara mandiri juga berpengaruh signifikan terhadap nilai bilangan Kappa pada taraf uji 0,01. Uji lanjut HSD memberikan hasil bahwa faktor konsentrasi alkali aktif berpengaruh signifikan pada ketiga konsentrasi, yaitu 12%, 14%, dan 16%.
Gambar 2. Interaksi antara konsentrasi alkali aktif dan bagian kayu terhadap bilangan Kappa pulp A mangium Nilai bilangan Kappa semakin menurun seiring dengan peningkatan konsentrasi alkali aktif, baik pada bagian teras maupun bagian gubal, dimana pada bagian gubal memiliki nilai bilangan Kappa yang lebih rendah dibandingkan dengan bagian teras. Hasil tersebut memperlihatkan bahwa bagian kayu gubal pada ketiga konsentrasi alkali aktif menunjukkan tingkat kematangan yang lebih baik dibandingkan dengan bagian teras. Selain itu, nilai uji anova pada bagian gubal dengan konsentrasi alkali aktif 16% tidak menunjukkan perbedaan signifikan dengan konsentrasi alkali aktif 14%. 3.3 Sifat fisik lembaran pulp Nilai rerata indek jebol pada bagian kayu teras yaitu 3,27 kPa.m2/g lebih tinggi daripada nilai indek jebol pada bagian kayu gubal yaitu 2,75 kPa.m2/g. Kedua nilai tersebut memenuhi standar SNI yang mensyaratkan nilai indek jebol pulp sulfat kayu daun sebesar 2,0 kPa.m2/g. Nilai rerata indek jebol tertinggi terdapat pada lembaran pulp bagian teras dengan konsentrasi alkali aktif 12% yaitu sebesar 3,32 kPa.m2/g, sedangkan nilai terendah terdapat pada lembaran pulp bagian gubal dengan konsentrasi alkali aktif 12% yaitu sebesar 2,58 kPa.m2/g. Oleh karena rendemen pulp pada konsentrasi alkali aktif 12% masih rendah, maka pulping sulfat yang dapat menghasilkan rendemen tersaring dan kekuatan jebol yang tinggi yaitu pulping sulfat menggunakan bagian teras dengan konsentrasi alkali aktif 14%.
Prosiding Seminar Nasional XVIII MAPEKI 4-5 November 2015, Bandung
209
Gambar 2. Hubungan bagian kayu gubal dan teras terhadap bilangan Kappa dan sifat fisik pulp A. mangium Nilai rerata indek tarik pada bagian kayu teras yaitu 56,09 Nm/g lebih tinggi daripada nilai indek jebol pada bagian kayu gubal yaitu 34,54 Nm/g. Kedua nilai tersebut memenuhi standar SNI yang mensyaratkan nilai indek tarik pulp sulfat kayu daun sebesar 30 Nm/g dan menunjukkan bahwa pulping sulfat A.mangium pada kedua bagian kayu tersebut menghasilkan pulp dengan nilai indek jebol yang baik. Nilai rerata indek sobek pada bagian kayu teras penelitian ini yaitu 6,41 mN.m2/g lebih tinggi daripada nilai indek jebol pada bagian kayu gubal yaitu 4,18 mN.m2/g. Nilai indek sobek pada bagian teras memenuhi standar SNI yang mensyaratkan nilai indek tarik pulp sulfat kayu daun sebesar 5,0 mN.m2/g, namun pada bagian gubal tidak termasuk dalam standar ini. Hal ini menunjukkan bahwa pulping sulfat kayu A mangium pada bagian kayu teras menghasilkan pulp dengan nilai indek jebol yang lebih baik daripada bagian gubal. Fatriasari dan Hermiati (2006) menerangkan bahwa indek jebol dan tarik erat kaitannya dengan nilai Runkel ratio. Nilai Runkel ratio pada bagian gubal lebih tinggi (0,905) daripada bagian teras (0,770), serta menunjukkan hasil uji fisik lembaran pulp dengan nilai indek jebol dan tarik pada bagian gubal yang lebih rendah dibandingkan dengan bagian teras. Jika nilai indek jebol, tarik, dan sobek A mangium asal Merauke dibandingkan dengan penelitian A mangium Banten oleh Haroen dan Dimyati (2006), maka hasil penelitian A mangium asal Merauke menunjukkan nilai yang lebih rendah pada indek jebol dan tarik. Hal tersebut disebabkan oleh nilai Runkel ratio A mangium Banten penelitian Haroen dan Dimyati (2006) lebih rendah (bagian gubal 0,50 dan bagian teras 0,45) daripada penelitian A mangium asal Merauke ini. Namun pada nilai indek sobek, penelitian A mangium asal Merauke bagian teras menunjukkan nilai yang lebih tinggi daripada penelitian A mangium Banten oleh Haroen dan Dimyati (2006). Nilai Muhlsteph ratio juga berpengaruh terhadap kekuatan lembaran pulp, seperti pernyataan Aprianis dan Rahmayanti (2008) bahwa semakin kecil perbandingan Muhlsteph maka kerapatan lembaran pulp yang dihasilkan akan semakin tinggi dengan sifat kekuatan yang semakin tinggi pula. Nilai perbandingan Muhlsteph yang lebih tinggi pada bagian gubal dibandingkan dengan bagian teras pada penelitian ini menunjukkan bahwa kekuatan lembaran pulp bagian teras lebih tinggi pada bagian gubal, baik pada nilai indek jebol, tarik, maupun sobek. Kelas kualitas yang ditunjukkan pada bagian teras pada nilai perbandingan Muhlsteph juga lebih tinggi dibandingkan dengan bagian gubalnya, yaitu II pada bagian teras dan III pada bagian gubal.
Prosiding Seminar Nasional XVIII MAPEKI 4-5 November 2015, Bandung
210
4. Kesimpulan Rendemen pulp sulfat dan sifat fisik pulp terbaik dapat dicapai pada pemasakan pulp bagian teras dengan konsentrasi alkali aktif 14% serta menghasilkan indek jebol 3,28 kPa.m2/g, indek tarik 60,70 Nm/g, dan indek sobek 7,06 mN.m2/g. Bagian kayu teras dan gubal A mangium asal Merauke berpengaruh nyata terhadap seluruh parameter sifat fisik lembaran pulp dan bilangan Kappa, sedangkan konsentrasi alkali aktif berpengaruh nyata terhadap rendemen pulp dan bilangan Kappa. Interaksi antara kedua faktor berpengaruh nyata terhadap bilangan Kappa.
Ucapan Terima Kasih Penulis menyampaikan terima kasih kepada PT. MIL (Medcopapua Industri Lestari) yang telah menyediakan bahan untuk penelitian ini.
Referensi Aprianis, Y. & S. Rahmayanti. (2008). Dimensi Serat dan Nilai Turunannya dari Tujuh Jenis Kayu Asal Provinsi Jambi. Litbang Kehutanan Riau. Bowyer, J.L, G.Haygeen,& R. Schmulsky. (2007). Forest Products and Wood Science: An Introduction. Fourth Edition. Iowa State Press. USA. Casey, J.P. (1980). Pulp and Paper Chemistry and Chemical Technology. Vol I: Pulping and Bleaching. Third Edition. Wild Interscience Publication. New York. Doran, J. C. & J. W.Turnbull (1997). Australian Trees and Shrubs: Species for Land Rehabilitation and Farm Planting in the Tropics. ACIAR Monogaph No. 24, viii, 384 p. Esteves, B., J.Gominho, J.C. Rodrigues, I. Miranda, & H. Pereira. (2005). Pulping Yield and Delignification Kinetics of Heartwood and Sapwood of Maritime Pine. J Wood Chemistry and Technology, 25, 217-230. Fengel, D. & Wegener,G. (1995). Kayu: Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi. Diterjemahkan oleh Hardjono Sastrohamidjojo. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Fatriasari, W. & Hermiati,E. (2006). Analisis Morfologi Serat dan Sifat Fisis Kimia Beberapa Jenis Bambu Sebagai Bahan Baku Pulp dan Kertas. Laporan Teknik Akhir Tahun 2006. UPT BPP Biomaterial-LIPI. Haroen, W.K. & F. Dimyati (2006). Sifat Kayu Tarik, Teras dan Gubal Acacia mangium Terhadap Karakteristik Pulp, Berita Selulosa, 41(1), 1 – 7. International Association of Wood Anatomists (IAWA). (1964). Multilingual glossary of terms used in wood anatomy. Verlagsanstalt Buchdruckerei Konkordia, Winterthur, Switzerland. 186 pp. Jahan, M.S., R.Sabina,& A.Rubaiyat (2007). Alkaline Pulping and Bleaching of Acacia Auriculiformis Gown in Bangladesh. Turk J Agic For. 339-347. Kementerian Perindustrian. (2011). Pedoman Pemetaan Teknologi Untuk Industri Pulp & Paper Implementasi Konservasi Energi dan Pengurangan Emisi CO2 di Sektor Industri (Fase 1). Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup Badan Pengkajian Iklim dan Mutu Industri (BPKIMI). Kementerian Perindustrian. Jakarta. Lukmandaru, G., R.M. Siagian, & S.N. Marsoem (2002). Kualitas Kayu Nilotika (Acacia nilotica) sebagai Bahan Baku Pulp. Prosiding Seminar Nasional MAPEKI V.
Prosiding Seminar Nasional XVIII MAPEKI 4-5 November 2015, Bandung
211
Kerjasama Fakultas Kehutanan UGM dengan Pusat Litbang Teknologi Hasil Hutan Bogor. Marsoem, S. N. (2012). Pulp dan Kertas. Bagian Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Miranda, I., J. Gominho, A.Lourenco, & H. Pereira (2007). Heartwood, Extractives and Pulping Yield of Three Eucalyptus globules Clones Gown in Two Sites. Appita J, 60, 486 – 488. Roliadi, H., Dulsalam, & D Anggaini (2010). Penentuan Daur Teknis Optimal dan Faktor Eksploitasi Kayu Hutan Tanaman Jenis Eucaliptus hybrid Sebagai Bahan Baku Pulp Kertas. Pusat Litbang Keteknikan dan Pengolahan Hasil Hutan. Bogor. Rosli, W.D.W., I. Mazlan, & K.N. Law (2009). Effect of Kraft Pulping Variables on Pulp and Paper Properties of Acacia mangium Kraft Pulp. School of Industrial Technology, University Sains Malaysia. Penang. Simon, H. & H.Arisman (2004). Sejarah Penggunaan Lahan di Sumatera Selatan dan Pembangunan Hutan Tanaman Acacia mangium. PT. Musi Hutan Persada. Palembang. Sjöström, E. (1998). Kimia Kayu dan Dasar-Dasar Penggunaannya. Diterjemahkan oleh Hardjono Sastromidjojo. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Soekotjo. (2004). Silvikultur Hutan Tanaman: Prinsip-Prinsip Dasar. PT. Musi Hutan Persada. Palembang. Standar Nasional Indonesia. (1989). Pulp – Cara Uji Bilangan Kappa. SNI 14-0494-1989-A.. Standar Nasional Indonesia. (1989). Kertas – Cara Uji Ketahanan Sobek – Metode Elemendorf. SNI 14-0436-1989. Standar Nasional Indonesia. (1989). Kertas dan Karton – Cara Uji Ketahanan Tarik. SNI 140437-1989-A. Standar Nasional Indonesia. (1989). Kertas dan Karton – Cara Uji Ketahanan Jebol. SNI 140489-1989. Turnbull, J.W. (1986). Multipurpose Australian trees and shrubs. ACIAR Monogaph No.1. Canberra. Xue, G. X., J.W.Zheng, Y. Matsumoto, & G.Meshitsuka. (2001). Pulping and Bleaching of Plantation Fast-gowing Acacias (Part 1) Chemical Composition and Pulpability. Journal of Nanjing Forestry University, 366 – 372.
Prosiding Seminar Nasional XVIII MAPEKI 4-5 November 2015, Bandung
212