MODEL PERSAMAAN ALOMETRIK BIOMASSA DAN MASSA KARBON POHON AKASIA MANGIUM (Acacia mangium Willd.) (Studi Kasus pada HTI Akasia mangium di BKPH Parung Panjang, KPH Bogor, Perum Perhutani Unit III, Jawa Barat dan Banten)
HANIA PURWITASARI
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
MODEL PERSAMAAN ALOMETRIK BIOMASSA DAN MASSA KARBON POHON AKASIA MANGIUM (Acacia mangium Willd.) (Studi Kasus pada HTI Akasia mangium di BKPH Parung Panjang, KPH Bogor, Perum Perhutani Unit III, Jawa Barat dan Banten)
HANIA PURWITASARI E14061115
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN HANIA PURWITASARI. E14061115. Persamaan Alometrik Biomassa dan Massa Karbon Pohon Akasia mangium (Acacia mangium Willd.) (Studi Kasus pada HTI Akasia mangium di BKPH Parung Panjang, KPH Bogor, Perum Perhutani Unit III, Jawa Barat dan Banten). Dibimbing oleh ELIAS. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dinitrogen oksida (N2O), hidrofluorokarbon (HFC), perfluorokarbon (PFC) dan sulfur heksafluorida (SF6) di atmosfer sudah menimbulkan dampak lingkungan dengan naiknya suhu udara di bumi. Hutan dapat menyerap GRK dengan cara mentransformasi CO2 dari udara menjadi simpanan karbon yang tersimpan di dalam pohon. Akasia mangium adalah jenis pohon yang tergolong cepat pertumbuhannya, mempunyai kemampuan tumbuh pada lahan marjinal, sehingga membuat spesies ini mudah ditanam di lahan kritis. Penelitian ini dilakukan di Hutan Tanaman Industri (HTI) Akasia mangium di BKPH Parung Panjang, KPH Bogor, Perum Perhutani Unit III, Jawa Barat dan Banten. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengetahui perbedaan kadar karbon pada bagian-bagian pohon Akasia mangium, (2) mengetahui persamaan alometrik biomassa dan massa karbon pohon Akasia mangium dan (3) mengestimasi stok karbon dari HTI Akasia mangium. Pemilihan pohon sampel dalam setiap kelas diameter dilakukan secara purposive sampling, mulai dari kelas diameter 0-5 cm sampai dengan 3540 cm. Uji laboratorium dilakukan untuk menentukan kadar karbon pada setiap bagian pohon. Persamaan terbaik dipilih dengan menggunakan persamaan alometrik berdasarkan nilai R2(adj) tertinggi. Hasil penelitian pada tegakan Akasia mangium memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan kadar karbon pada bagian-bagian pohon (akar, batang utama, cabang, ranting dan daun). Massa karbon terbesar terdapat pada bagian batang utama dan yang terkecil terdapat pada bagian daun. Model alometrik untuk biomassa pohon Akasia mangium adalah W = 0,140928 D2,31 dan model alometrik massa karbon pohon Akasia mangium adalah C = 0,060255 D2,39. Potensi karbon pohon Akasia mangium di BKPH Parung Panjang sebesar 25,4183 ton/ha. Kata kunci : HTI Akasia mangium, stok karbon, massa karbon, biomassa, alometrik
SUMMARY HANIA PURWITASARI. E14061115. Biomass and Carbon Mass Allometric Equation Models of Acacia mangium Willd. (A Case Study in Acacia mangium Plantation Forest at Parung Panjang Sub-District, Bogor District, Perum Perhutani Unit III, West Java and Banten). Under supervision of ELIAS. Increasing concentrations of greenhouse gases like carbon dioxide (CO2), methane (CH4), nitrous oxide (N2O), hydrofluorocarbons (HFC), perfluorocarbons (PFC) and sulfur hexafluoride (SF6) in the atmosphere already have environmental impacts caused by rising air temperature at the earth. Forests can absorb greenhouse gases by way of transforming CO2 from the air to deposit the carbon stored in trees. Acacia mangium is a fast growing tree species having ability to tolerate wide-range soil conditions, which make this spesies attractive for tree planting in critical lands. This research was conducted in Acacia mangium plantation forest at Parung Panjang Sub-District, Bogor District, Perum Perhutani Unit III, West Java and Banten. The objective of this research are (1) to learning the carbon content of tree biomass component, (2) to learning the allometric equation models for biomass and carbon mass estimation and (3) estimating the carbon stocks of Acacia mangium plantation. Selection of sample trees in each diameter class were conducted by purposive sampling, starting from diameter class 0-5 cm to those of 35-40 cm. Laboratory tests were conducted to determine the carbon content of tree biomass component. Selection of the best equation was conducted by using allometric regression based on the highest R2(adj). The results of the case study on Acacia mangium stands, showed that there is a differences in carbon content of tree biomass component (roots, stems, branches, twigs and leaves). The highest carbon mass is in the main stem of the tree, and the lowest is in the leaves. The model of tree biomass allometric equation of Acacia mangium is W = 0,140928 D2,31 and tree carbon mass allometric equation is C = 0,060255 D2,39. Potency of carbon stocks in Acacia mangium plantation forest at Parung Panjang Sub-District was 25,4183 ton/ha. Key words: Acacia mangium plantation, carbon stock, carbon mass, biomass, allometric
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Persamaan Alometrik Biomassa dan Massa Karbon Pohon Akasia mangium (Acacia mangium Willd.) (Studi Kasus pada HTI Akasia mangium di BKPH Parung Panjang, KPH Bogor, Perum Perhutani Unit III, Jawa Barat dan Banten) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi dan lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2011
Hania Purwitasari E14061115
Judul Skripsi
: Persamaan Alometrik Biomassa dan Massa Karbon Pohon Akasia mangium (Acacia mangium Willd.) (Studi Kasus pada HTI Akasia mangium di BKPH Parung Panjang, KPH Bogor, Perum Perhutani Unit III, Jawa Barat dan Banten)
Nama
: Hania Purwitasari
NIM
: E14061115
Departemen
: Manajemen Hutan
Menyetujui: Dosen Pembimbing,
Prof. Dr. Ir. Elias NIP 19560902 198103 1 003
Mengetahui : Ketua Departemen Manajemen Hutan,
Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP. 19630401199403 1 001
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt. yang telah memberikan rahmat, hidayah serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Model Persamaan Alometrik Biomassa dan Massa Karbon Pohon Akasia mangium (Acacia mangium Willd.) (Studi Kasus pada HTI Akasia mangium di BKPH Parung Panjang, KPH Bogor, Perum Perhutani Unit III, Jawa Barat dan Banten)”. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Kedua orang tua, adik dan nenek tercinta serta keluarga besar atas dukungan, motivasi, kasih sayang dan doanya 2. Prof. Dr. Ir. Elias selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama penelitian hingga penulisan skripsi ini 3. Dr. Ir. Sucahyo Sadiyo, MS selaku penguji dari Departemen Teknologi Hasil Hutan 4. Dr. Ir. Burhanuddin Masyud, MS selaku penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekowisata 5. Dr. Ir. Ulfah Juniarti Siregar, M.Agr selaku penguji dari Departemen Silvikultur 6. Bapak Dr. Ir. Didik Suharjito, MS. selaku Ketua Departemen Manajemen Hutan, Staf Tata Usaha (Pak Syaiful, Pak Edi, Bu Asih, dll.), mamang dan bibi serta seluruh keluarga besar Departemen Manajemen Hutan 7. Bapak Cecep, Bapak Sukidi, Bapak Kanta dan Bapak Ade serta staf pekerja di BKPH Parung Panjang yang telah banyak membantu dalam penelitian ini 8. Bapak Yaya, Bapak Udin, Ibu Esti, Kak Medy, Kak Maung, Yudis dan Anne yang telah membantu pelaksanaan penelitian serta Kak Afwan, Andi, Zie, Ifki dan Dwi yang telah membantu dalam pengolahan data 9. Suci Dian Firani, Miranti Dewi, Andina Ayu Mayang Sari Putri, Elisda Damayanti, Ratih Solichia Maharani dan May Caesarry atas persahabatan yang indah
ii
10. Teman-teman Jungle voices dan Fireworks Enterprise (Andre, Upi, Linda S, Danes, Yayat, Ica, Adnan, Suke, Rika, Rahma), Teman-teman MNH 43 (Budi, Sentot, Kris, Putri, Dola, Sipuy, Apit, Bayu, Dian O, Dhani, Lisa, Eci, Ana, Ani, Dhika, Yani, Ipeh, Ade, Aris, Anom, Indra, Radit, Ajo, Amel, Ferra, Aci, Devi, Chika, Wulan, Lana, Wiwin, Ayu, Linda Z, Cope, Yeni, Yudhis, Adnan, Cubluk, TB, Asep, Sesa, Bowo, Yuni, Nesya, Mince, Sofi, Hasan, Kiki, Cindra, Kholik, Harlen, Deden, Ican, Ma‟cie, Muti, Wowo, Dian N, Ina, Nana, Surya, Agus, Dadunk, Rangga, Ardi, Edi, Ian, Lemenk, Iyis, Aida, Adek, Dinul, Karjo, Janu, Yoyok) atas semangat dan keceriaannya 11. Teman-teman di Fakultas Kehutanan, yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu atas segala pembelajaran hidup dan kebersamaannya selama ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan menambah ilmu pengetahuan khususnya pada bidang kehutanan.
Bogor, Januari 2011
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 4 Juli 1988 dari ayah Anang Sumarna dan Ibu Sri Utami. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Jenjang pendidikan yang ditempuh penulis adalah SDN Pengadilan 2 Bogor dengan tahun kelulusan 2000 kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 4 Bogor dan lulus pada tahun 2003. Tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri 5 Bogor dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti beberapa kegiatan organisasi di kampus, antara lain menjadi staf divisi acara Gebyar Nusantara dan staf kesekretariatan acara Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa Baru Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa (BEM-KM) tahun 2006. Selain itu penulis aktif menjadi pengurus Music Agriculture Xpression (MAX) tahun 20062007, pengurus Divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia Forest Management Student Club (FMSC) tahun 2007-2008, ketua Divisi Media dan Komunikasi Forest Management Student Club (FMSC) tahun 2008-2009, Koordinator Konsumsi Miracle of Art for Agriculture (MAGIC) BEM-KM, panitia Bina Corps Rimbawan (BCR) BEM Fakultas Kehutanan dan Temu Manajer Departemen Manajemen Hutan tahun 2008 dan panitia E-Green tahun 2009. Penulis pernah mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Baturaden dan Cilacap (Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Banyumas Timur dan Barat), Jawa Tengah Juli-Agustus 2008, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi dan di Tanggeung (KPH Cianjur), Jawa Barat Juli 2009, Praktek Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK-HA PT. Erna Djuliawati Kalimantan Tengah selama periode Februari-April 2010. Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Persamaan Alometrik Biomassa dan Massa Karbon Pohon Akasia mangium (Acacia mangium Willd.), dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Elias.
ii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ........................................................................................ DAFTAR ISI ........................................................................................................ DAFTAR TABEL ............................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1.2 Tujuan.................................................................................................. II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 2.1 Deskripsi Akasia Mangium ................................................................. 2.2 Tempat Penyimpanan Karbon dalam Hutan ....................................... 2.3 Biomassa ............................................................................................. 2.4 Kadar Zat Terbang .............................................................................. 2.5 Kadar Abu ........................................................................................... 2.6 Potensi Karbon dalam Tegakan ........................................................... 2.7 Persamaan Alometrik Biomassa dan Massa Karbon Pohon ............... III METODOLOGI ........................................................................................... 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian............................................................... 3.2 Alat dan Bahan Penelitian ................................................................... 3.3 Metode Pengumpulan Data ................................................................. 3.4 Metode Pengambilan Data Primer ..................................................... 3.5 Metode Pengolahan Data ................................................................... 3.6 Analisis Data ...................................................................................... IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ........................................... 4.1 Letak dan Luas Areal ......................................................................... 4.2 Topografi dan Iklim ........................................................................... 4.3 Pemberdayaan Masyarakat Hutan ...................................................... V HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 5.1 Sifat Fisik dan Kimia Bagian Pohon .............................................. 5.2 Model Penduga Biomassa dan Massa Karbon Akasia Mangium .. 5.3 Potensi HTI Akasia Mangium di BKPH Parung Panjang ................... VI KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 6.1 Kesimpulan.......................................................................................... 6.2 Saran .................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... LAMPIRAN .................................................................................................
i ii iii
iv 1
1 2 3 3 4 5 8 8 8 10 11 11 11 12 12 19 21 23 23 24 25 28 28 36 41 43 43 43 44 47
iii
DAFTAR TABEL No. 1.
Halaman Model persamaan alometrik terpilih untuk pendugaan biomassa pohon Acacia crassicarpa ...................................................................
10
Model persamaan alometrik terpilih untuk pendugaan karbon pohon Acacia crassicarpa ..............................................................................
10
Kisaran diameter pohon Akasia mangium yang dijadikan bahan penelitian ..............................................................................................
13
4.
Kelas hutan Akasia mangium di BKPH Parung Panjang ....................
24
5.
Tinggi tempat, curah hujan dan jenis tanah per kelompok hutan di BKPH Parung Panjang.........................................................................
25
6.
Rata-rata kadar air Akasia mangium berdasarkan kelas diameter .......
28
7.
Rata-rata berat jenis Akasia mangium berdasarkan kelas diameter.....
29
8.
Rata-rata kadar zat terbang Akasia mangium pada berbagai bagian pohon ...................................................................................................
30
9.
Rata-rata kadar abu Akasia mangium pada berbagai bagian pohon ....
31
10.
Rata-rata kadar karbon Akasia mangium pada berbagai bagian pohon
32
11.
Hasil uji t-student kadar karbon Akasia mangium pada berbagai bagian pohon .......................................................................................
33
12.
Rata-rata biomassa Akasia mangium pada berbagai bagian pohon .....
34
13.
Rata-rata massa karbon Akasia mangium pada berbagai bagian pohon ...................................................................................................
35
14.
Model penduga biomassa bagian-bagian pohon Akasia mangium ......
37
15.
Model penduga massa karbon bagian-bagian pohon Akasia mangium
38
16.
Model alometrik biomassa dan massa karbon pohon Akasia mangium ..............................................................................................
40
2. 3.
iv
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
1.
Perhitungan Biomassa dan Massa Karbon Batang ..............................
48
2.
Perhitungan Biomassa dan Massa Karbon Cabang .............................
51
3.
Perhitungan Biomassa dan Massa Karbon Akar .................................
53
4.
Perhitungan Biomassa dan Massa Karbon Ranting .............................
53
5.
Perhitungan Biomassa dan Massa Karbon Daun ................................
53
6.
Potensi Biomassa dan Massa Karbon BKPH Parung Panjang ............
54
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dinitrogen oksida (N2O), hidrofluorokarbon (HFC), perfluorokarbon (PFC) dan sulfur heksafluorida (SF6) di atmosfer sudah menimbulkan dampak lingkungan dengan naiknya suhu udara di bumi. Konsentrasi CO2 di atmosfer terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Karbon dioksida dilepaskan oleh pembakaran bahan-bahan hidrokarbon seperti bahan bakar fosil (batubara, minyak bumi, gas alam), atau biomassa (kayu, dll.), oleh deforestasi dan kerusakan hutan, terlepasnya karbon bawah tanah (sub-soil carbon) karena rusaknya ekosistem gambut. Hutan menyerap karbon dioksida yang ada di atmosfer dalam proses fotosintesis, dimana CO2 di atmosfer diikat dan diubah menjadi bentuk energi (gugus gula) yang bermanfaat bagi kehidupan. Sebagian besar energi ini disimpan oleh tumbuhan dalam bentuk biomassa. Dalam Protokol Kyoto telah diakui 3 alternatif penurunan emisi yang terdiri dari Joint Implementation, Clean Development Mechanism (CDM) dan Emission Trading. Joint Implementation (implementasi bersama) adalah kerja sama antar negara maju untuk mengurangi emisi GRK di negaranya. CDM adalah solusi antara negara maju dan negara berkembang, di mana negara maju berinvestasi di negara berkembang dalam proyek yang dapat mengurangi emisi GRK dengan imbalan sertifikat pengurangan emisi atau Certified Emission Reductions (CER) bagi negara maju tersebut. Emission Trading (Perdagangan emisi) adalah perdagangan emisi antar negara maju. Indonesia sebagai negara berkembang memiliki peran yang sangat penting dalam upaya penurunan emisi. Upaya penurunan emisi yang bisa dilakukan melalui kegiatan CDM meliputi proyek energi terbarukan (misal: tenaga matahari, angin, gelombang, panas bumi, air dan biomassa), menurunkan tingkat konsumsi bahan bakar (efisiensi energi), mengganti bahan bakar fosil dengan bahan bakar
2
lain yang lebih rendah tingkat emisi GRKnya (pengganti bahan bakar, misal: minyak bumi menjadi gas), dan jenis-jenis lain seperti pemanfaatan gas metan dari pengelolaan sampah. Selain penurunan emisi, kegiatan yang bisa dilakukan dalam CDM ialah penyerapan emisi (carbon sink) yang bisa dilakukan di sektor kehutanan, karena hutan dapat menyerap emisi GRK. Oleh karena itu perlu dilakukan perhitungan yang tepat mengenai jumlah karbon yang terkandung di dalam pohon. Pada akhir tahun 1980-an Pemerintah Indonesia mencanangkan program pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI). Pembangunan HTI terutama dimaksudkan untuk merehabilitasi lahan-lahan dalam kawasan hutan tidak produktif. Di masa depan peran HTI untuk memasok kebutuhan kayu akan semakin penting, karena pasokan kayu dari hutan alam akan terus menurun. Kayu Akasia mangium telah menjadi salah satu spesies pohon yang penting dalam pembangunan HTI di Indonesia. Hingga saat ini, pohon Akasia mangium merupakan spesies yang paling banyak ditanam, terutama pada HTI di Sumatera dan Kalimantan. Spesies ini dikembangkan untuk HTI karena pertumbuhannya yang cepat, mempunyai kemampuan tumbuh pada lahan marjinal seperti alang-alang, kayunya cocok untuk berbagai keperluan seperti bahan baku pulp, MDF (medium density fiber board), papan partikel (particle board) dan kayu pertukangan (Hardiyanto 2004 dalam Sulistyawati 2009). Karena laju pertumbuhan yang cepat tersebut Akasia mangium juga banyak ditanam sebagai tanaman pokok di beberapa wilayah Perum Perhutani di Pulau Jawa.
1.2 Tujuan Tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui persamaan alometrik biomassa dan massa karbon pohon Akasia mangium di BKPH Parung Panjang, KPH Bogor, Perum Perhutani Unit III, Jawa Barat dan Banten 2. Mengestimasi stok karbon HTI Akasia mangium.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Akasia Mangium Akasia mangium (Acacia mangium Willd.) termasuk ke dalam sub famili Mimosoideae famili Leguminosae. Tanaman ini merupakan salah satu jenis tanaman cepat tumbuh (fast growing species) dan mudah tumbuh (adaptive) pada kondisi lahan yang rendah tingkat kesuburannya. Jenis ini tersebar secara alami di Australia, Papua Nugini, Maluku, Papua bagian utara dan Papua bagian selatan. Akasia mangium tidak memiliki persyaratan tumbuh yang tinggi, dapat tumbuh pada lahan dengan pH rendah yaitu 4,5; tanah berbatu serta tanah yang mengalami erosi. Tumbuh pada ketinggian 30-130 mdpl dengan curah hujan yang bervariasi antara 1000-4500 mm/tahun dan merupakan jenis yang sesuai ditanam di daerah terbuka (jenis intoleran) (Gunn dan Midgley 1991 dalam Leksono 1996). Pemanfaatan kayu Akasia mangium hingga saat ini telah mengalami spektrum yang luas, terutama untuk kayu serat sebagai bahan baku industri pulp dan kertas. Jamaludin et al. (2008) dalam Sulistyawati (2009) memberikan pendapat bahwa dengan adanya perubahan kondisional baik yang menyangkut kapasitas industri maupun adanya desakan kebutuhan kayu, maka kayu Akasia mangium digunakan pula sebagai kayu pertukangan maupun kayu energi sebagai bahan bakar arang. Menurut Mandang dan Pandit (1997), nama lain dari Akasia mangium adalah kasia, kihia (sunda), akasia (berlaku umum). Kayu Akasia mangium mempunyai ciri umum sebagai berikut : a. Warna : teras berwarna coklat pucat sampai coklat tua, kadang-kadang coklat zaitun sampai coklat kelabu, batasnya tegas dengan gubal yang berwarna kuning pucat sampai kuning jerami b. Corak : polos atau berjalur-jalur berwarna gelap dan terang bergantian pada bidang radial c. Tekstur : halus sampai agak kasar dan merata d. Arah serat : biasanya lurus, kadang-kadang berpadu
4
e. Kilap : permukaan agak mengkilap f. Kesan raba : licin g. Kekerasan : agak keras sampai keras. Sedangkan ciri anatominya adalah sebagai berikut : a. Pembuluh atau pori : baur, soliter dan berganda radial yang terdiri atas 2-3 pori, kadang-kadang sampai 4, diameter agak kecil, jarang sampai agak jarang, bidang perforasi sederhana b. Parenkim : bertipe paratrakeal bentuk selubung di sekeliling pembuluh, kadang-kadang bentuk sayap pada pembuluh kecil c. Jari-jari : sempit, jarang sampai agak jarang, ukurannya agak pendek sampai pendek d. Sifat fisis : berat jenis rata-rata 0,61 (0,43-0,66); kelas awet II; kelas kuat II-III
2.2 Tempat Penyimpanan Karbon dalam Hutan Hutan mempunyai peran penting dalam perubahan iklim melalui tiga cara, yaitu (1) sebagai carbon pool, (2) sebagai sumber emisi CO2 ketika terbakar, (3) sebagai carbon sink ketika tumbuh dan bertambah luas arealnya. Bila dikelola secara baik, hutan akan mampu mengatasi jumlah karbon yang berlebih di atmosfer dengan menyimpan karbon dalam bentuk biomassa, baik di atas maupun di bawah permukaan tanah. Bahan organik yang mengandung karbon mudah teroksidasi dan kembali ke atmosfer dalam bentuk CO2. Karbon disimpan di hutan dalam bentuk: (1) biomassa dalam tanaman hidup yang terdiri dari kayu dan nonkayu, (2) massa mati (kayu mati dan serasah) dan (3) tanah dalam bahan organik dan humus. Humus berasal dari dekomposisi serasah. Karbon organik tanah juga merupakan pool yang sangat penting (Wahyuningrum 2008). Menurut Dury et al. (2002) dalam Balinda (2008) dalam tegakan hutan, karbon terdapat dalam: a. Pepohonan dan akar: Biomassa hidup, baik yang terdapat di atas pemukaan dan di bawah permukaan tanah dari berbagai jenis pohon, termasuk batang, daun dan cabang serta akar. b. Vegetasi lain: Vegetasi bukan pohon (semak, belukar, herba dan rerumputan). c. Sampah hutan: Biomassa mati di atas lantai hutan, termasuk sisa pemanenan.
5
d. Tanah: karbon tersimpan dalam bahan organik (humus) maupun dalam bentuk mineral karbonat. Karbon dalam tanah mungkin mengalami peningkatan atau penurunan tergantung pada kondisi tempat sebelumnya dan sekarang serta kondisi pengolahan tanah.
2.3 Biomassa Menurut Anwar et al. (1984), biomassa tumbuhan adalah jumlah berat kering dari seluruh bagian tumbuhan yang hidup dan untuk memudahkannya kadang-kadang dibagi menjadi biomassa di atas permukaan tanah (daun, bunga, buah, ranting, cabang dan batang) dan biomassa di bawah permukaan tanah (akar). Biomassa hutan adalah jumlah total bobot kering semua bagian tumbuhan hidup, baik untuk seluruh atau sebagian tubuh organisme, produksi atau komunitas dan dinyatakan dalam berat kering per satuan luas (ton/ha). Sedangkan menurut Chapman (1976) biomassa adalah berat bahan organik suatu organisme per satuan unit area pada suatu saat, berat bahan organik umumnya dinyatakan dalam satuan berat kering (dry weight) atau kadang-kadang dalam berat kering bebas abu (ash free dry weight). Biomassa menunjukkan jumlah potensial karbon yang dapat dilepas ke atmosfer sebagai karbon dioksida ketika hutan ditebang dan atau dibakar. Sebaliknya,
melalui
penaksiran
dapat
dilakukan
perhitungan
jumlah
karbondioksida yang dapat diikat dari atmosfer dengan cara melakukan reboisasi atau dengan penanaman (Brown 1997). Besarnya biomassa tegakan hutan dipengaruhi oleh umur tegakan hutan, sejarah perkembangan vegetasi, komposisi dan struktur tegakan (Lugo dan Snedaker 1974 dalam Kusmana 1993). Faktor iklim, seperti curah hujan dan suhu merupakan faktor yang mempengaruhi laju peningkatan biomassa pohon (Kusmana 1993). Suhu tersebut berdampak pada proses biologi dalam pengambilan karbon oleh tanaman dan penggunaan karbon dalam aktivitas dekomposisi (Murdiyarso et al. 1999). Pendugaan biomassa hutan dibutuhkan untuk mengetahui perubahan cadangan karbon dan untuk tujuan lain. Pendugaan biomassa di atas permukaan tanah sangat penting untuk mengkaji cadangan karbon dan efek dari deforestasi
6
serta penyimpanan karbon dalam keseimbangan karbon secara global (Ketterings et al. 2001). Karbon tiap tahun biasanya dipindahkan dari atmosfer ke dalam ekosistem muda, seperti hutan tanaman atau hutan baru setelah penebangan, kebakaran atau gangguan lainnya (Hairiah et al. 2001). Sehingga jangka panjang penyimpanan karbon di dalam hutan akan sangat tergantung pada pengelolaan hutannya sendiri termasuk cara mengatasi gangguan yang mungkin terjadi (Murdiyarso et al. 1999). Selain itu menurut (Hairiah et al. 2001), potensi penyerapan karbon oleh ekosistem tergantung pada tipe dan kondisi ekosistemnya yaitu komposisi jenis, struktur, dan sebaran umur (khusus untuk hutan). Peningkatan cadangan karbon dapat dilakukan dengan (a) meningkatkan pertumbuhan biomassa hutan secara alami, (b) menambah cadangan kayu pada hutan yang ada dengan penanaman pohon atau mengurangi pemanenan kayu, dan (c) mengembangkan hutan dengan jenis pohon yang cepat tumbuh. Karbon yang diserap oleh tanaman disimpan dalam bentuk biomassa kayu, sehingga cara yang paling mudah untuk meningkatkan cadangan karbon adalah dengan menanam dan memelihara pohon (Rahayu et al. 2004).
2.3.1 Cara Pengukuran dan Pendugaan Biomassa Brown (1997) telah membuat model penduga biomassa di hutan tropika dengan model pangkat Y = aDb atau dengan model polinomial Y = a + bD+ cD² berdasarkan zona wilayah hujan kering, lembab dan basah. Model yang diusulkan Brown untuk zona lembab adalah: Y = 1,242 D² - 12,8 D + 42,69 nilai R² = 84% (untuk model polinomial) Y = 0,118 D2,53 nilai R² = 97% (untuk model pangkat) Di mana:
Y = Biomassa pohon (kg) D = Diameter rata-rata pada setiap kelas diameter (cm) R² = Nilai koefisien determinasi a, b, c merupakan konstanta
7
Chapman (1976) dalam Ojo (2003) mengelompokkan metode pengukuran biomassa di atas tanah ke dalam dua kelompok besar yaitu: 1. Metode destruktif (pemanenan) a. Metode pemanenan individu tanaman Metode ini digunakan pada tingkat kerapatan individu tumbuhan cukup rendah dan komunitas tumbuhan dengan jenis sedikit. b. Metode pemanenan kuadrat Metode ini mengharuskan memanen semua individu pohon dalam suatu unit contoh dan menimbangnya. c. Metode pemanenan individu pohon yang mempunyai luas bidang dasar rata-rata. Metode ini biasanya diterapkan pada tegakan yang memiliki ukuran seragam. 2. Metode non destruktif (tidak langsung) a. Metode hubungan alometrik Persamaan alometrik dibuat dengan mencari korelasi yang paling baik antara dimensi pohon dengan biomassanya. Pembuatan persamaan tersebut dengan cara menebang pohon yang mewakili sebaran kelas diameter dan ditimbang. b. Crop meter Penduga biomassa metode ini dengan cara menggunakan seperangkat elektroda listrik yang kedua kutubnya diletakkan di atas permukaan tanah pada jarak tertentu.
Menurut Hairiah dan Rahayu (2007), pendugaan biomassa di atas permukaan tanah bisa diukur dengan menggunakan metode langsung (destructive) dan metode tidak langsung (non destructive). Metode tidak langsung digunakan untuk menduga biomassa vegetasi yang berdiameter ≥ 5 cm, sedangkan untuk menduga biomassa vegetasi yang memiliki diameter < 5 cm (vegetasi tumbuhan bawah) menggunakan metode secara langsung.
8
2.4 Kadar Zat Terbang Kadar zat terbang menunjukkan kandungan zat-zat yang mudah menguap yang hilang pada pemanasan 950 ºC yang terkandung pada arang. Secara kimia zat terbang terbagi menjadi tiga sub golongan, yaitu senyawa alifatik, terpena dan senyawa fenolik. Zat-zat yang menguap ini akan menutupi pori-pori kayu dari arang (Haygreen dan Bowyer 1982). Zat mudah terbang adalah presentase gas yang dihasilkan dari pemanasan arang yang ditetapkan pada temperature dan selang waktu standar yaitu 950 ± 20 ºC selama 2 menit (ASTM 1990b).
2.5 Kadar Abu Kadar abu adalah jumlah oksida-oksida logam yang tersisa pada pemanasan tinggi. Abu tersusun dari mineral-mineral terikat kuat pada arang seperti kalsium, kalium dan magnesium. Komponen utama abu dalam kayu tropis ialah kalium, kalsium, magnesium dan silika. Galat dalam penetapan kadar abu dapat disebabkan oleh hilangnya klorida logam alkali dan garam-garam amonia serta oksidasi tidak sempurna pada karbonat dari logam alkali tanah (Achmadi 1990). Menurut Haygreen dan Bowyer (1982) kayu mengandung senyawa anorganik yang tetap tinggal setelah terjadi pembakaran pada suhu tinggi pada kondisi oksigen yang melimpah, residu semacam ini dikenal sebagai abu. Abu dapat ditelusuri karena adanya senyawa yang tidak terbakar yang mengandung unsur-unsur seperti kalsium, kalium, magnesium, mangan dan silika. Karena mineral-mineral yang penting untuk fungsi fisiologis pohon cenderung terkonsentrasi dalam jaringan kulit, kadar abu kulit biasanya lebih tinggi daripada kayu.
2.6 Potensi Karbon dalam Tegakan Kadar karbon rata-rata pada bagian-bagian pohon pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) adalah sebagai berikut pada bagian akar sebesar 41,39 %, batang sebesar 46,63 %, cabang sebesar 33,92 %, ranting sebesar 32,78 % sedangkan daun sebesar 31,12 %. Secara keseluruhan rata-rata kadar karbon pohon pinus adalah 41,51 %. Potensi massa karbon pada tegakan pinus (Pinus
9
merkusii Jungh et de Vriese) di KPH Sukabumi, Perhutani Unit III, Jawa Barat adalah sebagai berikut pada kelas umur I sebesar 15,9108 ton C/ha, kelas umur II sebesar 36,4361 ton C/ha, kelas umur III sebesar 60,1183 ton C/ha, kelas umur IV sebesar 122,1232 ton C/ha, kelas umur V sebesar 127,0875 ton C/ha dan kelas umur ≥VI sebesar 165,3442 ton C/ha (Erlangga 2009). Potensi kandungan karbon pohon pada tegakan sengon (Paraserienthes falcataria L Nielsen) yang paling tinggi terdapat pada kelas diameter 50 keatas yaitu sebesar 34,379 ton C/ha dan yang paling rendah terdapat pada kelas diameter 5-10 cm yaitu 0,078 ton C/ha. Presentase kandungan karbon pada bagian-bagian tegakan sengon (Paraserienthes falcataria L Nielsen) yang tertinggi terdapat pada bagian batang yaitu sebesar 47,23 %, sedangkan terkecil terdapat pada bagian daun yaitu sebesar 36, 12 % (Rachman 2009). Kadar karbon rata-rata pada bagian pohon Akasia mangium terbesar terdapat pada bagian batang yaitu sebesar 49,30 %, tunggak sebesar 43,31 %, bagian cabang tidak beraturan 42,55 %, bagian cabang beraturan 42,15 %, dan bagian ranting sebesar 37,78 % sedangkan kadar karbon terkecil terdapat pada bagian daun yaitu sebesar 37,73 %. Potensi massa karbon rata-rata dalam tegakan Akasia mangium berdasarkan persamaan C= 0,53 D1,44 H0,667 sebesar 90.385,57 kg C/ha (Fadhli 2009). Fungsi hutan selain memiliki fungsi ekonomis dan sosial juga memiliki fungsi konservasi lingkungan yaitu untuk konservasi karbondioksida (CO2), konservasi tanah, air, gudang nutrisi serta perbaikan iklim mikro. Hutan akasia pun dapat berperan dalam konservasi lingkungan terutama sebagai penyerap karbon. Acacia mearnesii menunjukan potensial karbon tertinggi 78 ton C/ha dalam rotasi 10 tahun. Sedangkan akasia jenis lain seperti Acacia nilotica memiliki simpanan karbon rata-rata 17 ton C/ha pada tempat tumbuh sedang dan hanya menyerap sebesar 12 ton C/ha pada tempat tumbuh terdegradasi (Mungkomdin 1993 dalam Ismail 2005).
10
2.7 Persamaan Alometrik Biomassa dan Massa Karbon Pohon Persamaan alometrik merupakan hubungan antara suatu peubah tak bebas yang diduga oleh satu atau lebih peubah bebas. Contuhnya adalah hubungan antara volume pohon, biomassa atau massa karbon dengan diameter dan tinggi pohon. Dalam hubungan ini volume pohon, biomassa atau massa karbon merupakan peubah tak bebas yang besar nilainya diduga oleh diameter dan tinggi pohon yang disebut sebagai peubah bebas. Hubungan alometrik biasanya dinyatakan dalam suatu model alometrik. Persamaan tersebut biasanya menggunakan diameter pohon yang diukur setinggi dada atau diukur 1,30 m dari permukaan tanah sebagai dasar. Pada Tabel 1 dan 2 berikut ini disajikan model persamaan alometrik untuk pendugaan biomassa dan massa karbon pohon Acacia crassicarpa. Tabel 1 Model persamaan alometrik terpilih untuk pendugaan biomassa pohon Acacia crassicarpa No. 1 2 3 4 5
Bentuk Hubungan Dbh-Biomassa Akar Dbh-Biomassa Batang Dbh-Biomassa Cabang Dbh-Biomassa Daun Dbh-Biomassa Pohon
Model Terpilih Power Power Growth Power Power
Persamaan WR = 0,025 D 2,414 WS = 0,019 D 2,977 WB = e 0,746+0,129D WL = 0,398 D 1,155 WT = 0,165 D 2,399
Sumber : Adiriono 2009
Tabel 2 Model persamaan alometrik terpilih untuk pendugaan karbon pohon Acacia crassicarpa No. 1 2 3 4 5
Bentuk Hubungan Dbh-Karbon Akar Dbh-Karbon Batang Dbh-Karbon Cabang Dbh-Karbon Daun Dbh-Karbon Pohon
Sumber : Adiriono 2009
Model Terpilih Power Power Power Power Power
Persamaan CR = 0,012 D 2,415 CS = 0,009 D 2,977 CB = 0,067 D 1,180 CL = 0,200 D 1,154 CT = 0,083 D 2,399
BAB III METODOLOGI
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlokasi di areal HTI Akasia mangium di BKPH Parung Panjang, KPH Bogor, Perum Perhutani Unit III, Jawa Barat dan Banten. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama 2 bulan, terdiri dari 2 tahap, yaitu tahap pengambilan data di lapangan pada bulan Mei 2010 dan tahap pengujian contoh uji laboratorium dilakukan pada bulan Juni-Juli 2010 di Laboratorium Peningkatan Mutu Kayu dan Kimia Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Alat dan Bahan Penelitian Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah pohon Akasia mangium yang terdapat di HTI Akasia mangium BKPH Parung Panjang sebanyak 8 pohon, terdiri dari kisaran diameter yang disesuaikan dengan kisaran pohon Akasia mangium di lapangan dan dapat mewakili kelas diameternya. Masing-masing pohon diambil 3 contoh uji tiap-tiap bagian pohon mulai dari daun, ranting, cabang, batang utama dan akar. Alat yang digunakan pada penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu alat yang digunakan untuk pengambilan data di lapangan berupa chainsaw, meteran, kompas, tongkat sepanjang 1,30 m, timbangan, parang, tambang, terpal, kantong plastik, sikat, kuas, koran bekas dan alat tulis. Sedangkan peralatan yang digunakan untuk pengujian contoh uji di laboratorium berupa timbangan, oven tanur listrik, desikator, cawan porselen, alat penggiling (willey mill) dan alat saring (mesh screen) ukuran 40-60 mesh.
12
3.3 Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan secara langsung di lapangan yaitu meliputi data diameter dan panjang setiap batang utama dan cabang serta berat basah dari daun, ranting dan akar. Sedangkan pengumpulan data sekunder diperoleh dari BKPH Parung Panjang berupa : 1. Peta lokasi penelitian 2. Keadaan lapangan yang meliputi topografi, tanah, geologi dan iklim 3. Keadaan hutan yang meliputi tipe hutan dan potensi hutan.
3.4 Metode Pengambilan Data Primer 3.4.1
Metode Survei Potensi Hutan Survey potensi hutan dilakukan dengan metode Systematic Sampling with
Random Start dengan luas plot 0,1 ha berbentuk lingkaran dengan jari-jari sepanjang 17,8 meter.
3.4.2
Metode Pemilihan Pohon Sampel Jumlah sampel pohon Akasia mangium yang diperlukan dalam penelitian
ini sebanyak 8 pohon yang dipilih dari kelas-kelas diameter pohon yang terdapat di lapangan dan ditebang dari HTI Akasia mangium di BKPH Parung Panjang, KPH Bogor, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Kriteria pemilihan pohon Akasia mangium yang dijadikan sampel (Elias 2010) sebagai berikut: 1. Sebaran diameter pohon-pohon Akasia mangium yang diambil sebagai sampel penelitian harus mewakili tiap-tiap kelas diameternya, sehingga ke-8 kelas diameter pohon sampel terwakili masing-masing oleh 1 pohon sampel. Sebaran diameter pohon Akasia mangium yang dijadikan sampel dapat dilihat dalam Tabel 3 2. Pohon sampel yang dipilih harus sehat dan bentuk pohonnya normal 3. Pohon sampel harus mewakili kondisi rata-rata pohon-pohon Akasia mangium pada kelas diameter pohon yang bersangkutan.
13
Tabel 3 Kisaran diameter pohon Akasia mangium yang dijadikan bahan penelitian No. Kelas Diameter (cm) 0-5 1 5-10 2 10-15 3 15-20 4 20-25 5 25-30 6 30-35 7 35-40 8 Total Jumlah Pohon Contoh
Jumlah Pohon Contoh 1 1 1 1 1 1 1 1 8
Tiap-tiap pohon sampel diukur diameternya pada ketinggian 1,30 m dari permukaan tanah dan diberi nomor pohon mulai dari nomor 1 sampai dengan 8. Kemudian pohon-pohon tersebut ditebang dan diukur volume batang utama dan cabangnya, serta berat basah ranting, daun, akar. Setelah pengukuran selesai dari masing-masing pohon diambil 3 buah sampel dari tiap-tiap bagian pohon, yang terdiri dari sampel batang utama, cabang, ranting, daun dan akar.
3.4.3
Metode Pengumpulan Data Pohon sampel Metode pengumpulan data pohon sampel melalui tahap (Elias 2010) sebagai berikut: 1. Pengukuran Diameter Pohon Sampel Setelah pohon sampel terpilih masing-masing pohon sampel diukur diameter setinggi dada (1,30 m di atas permukaan tanah) dengan menggunakan pita keliling dan tongkat setinggi 1,30 m. Hasil pengukuran dicantumkan dalam tally sheet sesuai dengan nomor pohonnya. 2. Persiapan Sebelum Penebangan Pohon Sampel Persiapan sebelum penebangan yang dimaksud adalah : a. Menyiapkan peralatan berupa chainsaw untuk pemangkasan cabang, penebangan dan pemotongan batang utama. Parang untuk pemangkasan ranting dan daun. Sedangkan penggalian akar menggunakan cangkul dan dibersihkan dengan kuas. b. Menyiapkan wadah dari terpal di atas permukaan tanah di sekitar pohon sampel
14
c. Menyiapkan pita keliling untuk pengukuran diameter batang utama dan cabang serta timbangan untuk menimbang berat basah cabang, ranting, daun dan akar. d. Menyiapkan tali tambang untuk menahan cabang pohon yang dipangkas agar tidak terjatuh langsung ke atas tanah, sehingga tidak terjadi kerusakan dan kehilangan bagian-bagian pohon sampel. 3. Pemangkasan Cabang Sebelum perebahan batang utama pohon (penebangan) terlebih dahulu dilakukan pemangkasan cabang-cabang pohon. Pemangkasan cabang dilakukan dengan cara memanjat pohon sampel dan dilakukan pemotongan cabang-cabang di atas pohon. Cabang yang telah dipotong diturunkan secara hati-hati ke atas permukaan tanah dengan menggunakan penahan tali tambang yang telah disiapkan sebelumnya. Cabang, ranting dan daun-daun hasil pemangkasan dikumpulkan dan disimpan di atas wadah terpal yang telah disiapkan. 4. Penebangan Batang Utama Penebangan batang utama pohon sampel dilakukan setelah pemangkasan cabang selesai. Dalam rangka menjaga keselamatan kerja dalam penebangan, perebahan batang utama pohon sampel yang berdiameter besar (>30 cm) dilakukan dengan membuat takik rebah dan takik balas pada tunggak pohon yang diusahakan sedekat mungkin dengan permukaan tanah. Apabila tunggak yang terjadi setelah penebangan lebih tinggi dari 30 cm dari permukaan tanah, maka bagian di atas permukaan tanah tersebut harus dipotong setelah penggalian akar dan disatukan dengan batang utama pohon. 5. Penggalian Akar Pohon Sampel Penggalian akar pohon harus dilakukan dengan hati-hati agar semua bagian akar dapat digali dari dalam tanah. Bagian akar yang masih terdapat tanah dibersihkan dengan parang, sikat dan kuas hingga bersih dari kotoran dan tanah.
15
6. Pemisahan Bagian-bagian Pohon Bagian-bagian pohon dipisahkan kedalam kelompoknya masingmasing, yaitu : a. Kelompok batang utama : dari pangkal (bagian tunggak) sampai ujung batang utama berdiameter 10 cm b. Kelompok cabang : bagian batang cabang yang berdiameter > 5 cm c. Kelompok ranting : bagian ranting yang berdiameter ≤ 5 cm d. Kelompok akar dan akar tunjang : bagian akar tunjang dan akarakar lainnya e. Kelompok daun : bagian tangkai daun dan daun-daun. 7. Pengukuran Volume Batang Utama dan Cabang Batang utama dan cabang diberi tanda pada tiap-tiap sekmen batangnya dengan interval ± 2 m, lalu diukur volumenya. Parameter yang diukur adalah : a. Panjang batang dari pangkal sampai cabang pertama (m) b. Panjang (m) dan keliling (cm) pangkal dan ujung batang utama tiap-tiap sekmen batang dari batang utama c. Panjang (m) dan keliling (cm) pangkal dan ujung batang cabang tiap-tiap sekmen cabang. 8. Penimbangan Berat Basah Ranting, Daun dan Akar Ranting, daun dan akar yang telah dipisahkan ditimbang berat basahnya masing-masing dengan alat timbang yang sesuai, yakni alat timbangan skala 25-100 kg. Daun, ranting dan akar-akar berdiameter kecil yang akan ditimbang masing-masing dimasukkan ke dalam karung plastik yang telah diketahui beratnya, kemudian ditimbang berat basahnya dalam satuan kg. Sedangkan ranting dan akar berdiameter besar masing-masing diikat dengan tali plastik, kemudian ditimbang berat basahnya dalam satuan kg.
16
3.4.4
Metode Pengambilan Bahan Uji Laboratorium di Lapangan Sampel bahan uji di laboratorium diambil dari bagian-bagian pohon
masing-masing sampel pohon, yakni dari bagian batang utama, batang cabang, ranting, daun serta akar. Sampel yang diambil dari masing-masing bagian pohon sampel sebanyak 3 kali ulangan, sehingga jumlah sampel bahan uji di laboratorium sama dengan 8 x 5 x 3 buah atau berjumlah 120 sampel, terdiri dari : a. 24 buah sampel batang utama b. 24 buah sampel batang cabang c. 24 buah sampel ranting d. 24 buah sampel daun e. 24 buah sampel akar dan tunggak Cara pengambilan sampel bahan uji di lapangan (Elias
2010) adalah
sebagai berikut: 1. Sampel batang utama, diambil dari ujung, pangkal dan bagian tengah batang utama dengan membuat potongan melintang batang setebal ± 5 cm 2. Sampel batang cabang diambil dari cabang yang besar, sedang dan kecil yang diameternya > 5 cm. Sampel diambil dengan cara membuat potongan melintang batang cabang setebal ± 5 cm 3. Sampel ranting, diambil dari ranting-ranting besar, ranting sedang dan ranting kecil yang panjangnya dipotong-potong menjadi bagian ranting-ranting sepanjang ± 20-30 cm. Setiap sampel beratnya ± 1 kg 4. Sampel daun diambil dari daun-daun yang telah dicampur sebanyak ± 1 kg sebagai sampel 5. Sampel akar diambil dari tunggak, akar tunjang dan akar-akar lainnya. Setiap sampel beratnya ± 1 kg. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik, diberi kode sampel dan diikat ujung kantong plastiknya. Contoh kode sampel pohon sebagai berikut : Batang utama : 1 BU P (Pohon ke-1-Batang utama-Pangkal) 1 BU T (Pohon ke-1-Batang utama-Tengah) 1 BU U (Pohon ke-1-Batang utama-Ujung)
17
Cabang
: 1 C B (Pohon ke-1-Cabang-Besar) 1 C S (Pohon ke-1-Cabang-Tengah) 1 C K (Pohon ke-1-Cabang-Kecil)
Ranting
: 1 R B (Pohon ke-1-Ranting-Besar) 1 R S (Pohon ke-1-Ranting- Sedang) 1 R K (Pohon ke-1-Ranting-Kecil)
Daun
: 1 D (Pohon ke-1-Daun)
Akar
: 1 A B (Pohon ke-1-Akar-Besar) 1 A S (Pohon ke-1-Akar-Sedang) 1 A K (Pohon ke-1-Akar-Kecil) 1 A T (Pohon ke-1-Akar-Tunjang)
3.4.5
Metode Pengujian Bahan Uji Laboratorium 1. Berat Jenis Kayu Contoh uji berat jenis kayu berukuran 2cm x 2cm x 2cm. Pengukuran berat jenis kayu dilakukan dengan tahapan kerja sebagai berikut : a. Menimbang contoh uji dalam keadaan basah untuk mendapatkan berat awal b. Mengukur volume contoh uji : contoh uji dicelupkan dalam parafin, lalu dimasukkan kedalam tabung erlenmayer yang berisi air sampai contoh uji berada di bawah permukaan air. Berdasarkan hukum Archimedes volume sampel adalah besarnya volume air yang dipindahkan oleh contoh uji c. Kemudian contoh uji dikeringkan dalam tanur selama 24 jam dengan suhu 103 ± 2 °C dan ditimbang untuk mendapatkan berat keringnya. 2. Kadar Air Kayu Contoh uji kadar air dari batang utama, cabang dan akar yang berdiameter > 5 cm dibuat dengan ukuran 2cm x 2cm x 2cm. Sedangkan contoh uji dari bagian daun, ranting dan akar kecil (berdiameter < 5 cm) masing-masing ± 300 g.
18
Cara pengukuran kadar air contoh uji adalah sebagai berikut : a. Contoh uji ditimbang berat basahnya b. Contoh uji dikeringkan dalam tanur 103 ± 2 °C sampai tercapai berat konstan, kemudian dimasukkan kedalam desikator dan ditimbang berat keringnya c. Penurunan berat contoh uji yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanur ialah kadar air contoh uji. 3. Kadar Zat Terbang Prosedur penentuan kadar zat terbang menggunakan American Society for Testing Material (ASTM) D 5832-98. Prosedurnya adalah sebagai berikut : a. Sampel dari tiap bagian pohon berkayu dipotong menjadi bagianbagian kecil sebesar batang korek api, sedangkan sampel bagian daun dicincang b. Sampel kemudian dioven pada suhu 80 °C selama 48 jam c. Sampel kering digiling menjadi serbuk dengan mesin penggiling (willey mill) d. Serbuk hasil gilingan disaring dengan alat penyaring (mesh screen) berukuran 40-60 mesh e. Serbuk dengan ukuran 40-60 mesh dari contoh uji sebanyak ± 2 gr, dimasukkan kedalam cawan porselen, kemudian cawan ditutup rapat dengan penutupnya dan ditimbang dengan alat timbang f. Contoh uji dimasukkan kedalam tanur listrik bersuhu 950 °C selama 2 menit. Kemudian didinginkan dalam desikator dan selanjutnya ditimbang g. Selisih berat awal dan berat akhir yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering contoh uji merupakan kadar zat terbang.
19
4. Kadar Abu Prosedur penentuan kadar abu menggunakan American Society for Testing Material (ASTM) D 2866-94. Prosedurnya adalah sebagai berikut : a. Sisa contoh uji dari penentuan kadar zat terbang dimasukkan ke dalam tanur listrik bersuhu 900 °C selama 6 jam b. Selanjutnya
didinginkan
didalam
desikator
dan
kemudian
ditimbang untuk mencari berat akhirnya c. Berat akhir (abu) yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanur contoh uji merupakan kadar abu contoh uji. 5. Kadar Karbon Penentuan kadar karbon contoh uji dari tiap-tiap bagian pohon menggunakan Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995, dimana kadar karbon contoh uji merupakan hasil pengurangan 100% terhadap kadar zat terbang dan kadar abu.
3.5 Metode Pengolahan Data 1. Volume menggunakan rumus Brereton : 1 𝐷𝑝 + 𝐷𝑢 𝑉= 𝜋 4 2 Dimana : V = Volume (cm3) Π = 3,14 (konstanta) Dp = Diameter Pangkal (cm) Du = Diameter Ujung (cm) L = Panjang (cm) 2. Berat Jenis, rumus yang digunakan : 𝐵𝐽 =
Dimana : BJ
𝐵𝐾𝑇 [ ] 𝑉 𝜌 𝑎𝑖𝑟
= Berat Jenis
BKT = Berat Kering Tanur (gr) V
= Volume (cm³)
ρ air = Kerapatan Air (gr/cm³)
2
𝑥𝐿
20
3. Persen Kadar Air, rumus yang digunakan : % KA =
BBc − BKc x 100% … … Haygreen dan Bowyer 1982 BKc
Dimana : BBc BKc
= Berat Basah Contoh (gr) = Berat Kering Contoh (gr)
% KA = Persen Kadar Air 4. Berat Kering, rumus yang digunakan : BK = Dimana :
BB 1 + [%KA ] 100
… … … … … … … (Haygreen dan Bowyer 1982)
BK
= Berat Kering (gr)
BB
= Berat Basah (gr)
% KA = Persen Kadar Air 5. Penentuan Kadar Zat Terbang Kadar zat terbang dinyatakan dalam persen dengan rumus sebagai berikut : Kehilangan Berat Contoh Kadar Zat Terbang = x 100%…… (ASTM 1990a) Berat Contoh Uji Bebas Air
6. Penentuan Kadar Abu Kadar abu dinyatakan dalam persen dengan rumus sebagai berikut : 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑏𝑢 =
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑖𝑠𝑎 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜 ℎ 𝑈𝑗𝑖 𝑥 100%……(𝐴𝑆𝑇𝑀 1990𝑏) 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜 ℎ 𝑈𝑗𝑖 𝐵𝑒𝑏𝑎𝑠 𝐴𝑖𝑟
7. Penentuan Kadar Karbon Kadar karbon tetap ditentukan berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995 sebagai berikut : Kadar Karbon = 100%-Kadar Zat Terbang-Kadar Abu 8. Model hubungan antara massa karbon dan diameter pohon. Fungsi hubungan ini dibangun melalui persamaan regresi sederhana. Dimana dari model tersebut akan diketahui tingkat keeratan hubungan antara massa karbon pohon dengan diameter pohon.
Pembuatan model menggunakan program minitab 14. Data yang digunakan untuk membangun persamaan biomassa dan massa karbon total pohon dan bagian-bagian pohon (daun, ranting, cabang, batang dan akar) adalah diameter dalam centimeter dan tinggi pohon dalam meter.
21
Model persamaan yang digunakan adalah :
Model penduga biomassa yang hanya terdiri dari satu peubah saja : W = aDb dan W = a + bD
Model penduga biomassa yang terdiri dari dua peubah bebas : W = aDb1Hb2 dan W = a + b1D + b2H
Model penduga massa karbonnya : C = aDb dan C = a + bD
Model penduga massa karbon dari dua peubah bebas : C = aDb1Hb2 dan C = a +b1D + b2H Dimana :
W = Biomassa (kg/pohon) C
= Massa Karbon (kg/pohon)
D
= Diameter Pohon (cm)
H
= Tinggi Pohon (m)
a,b = Konstanta
3.6 Analisis Data Metode analisis data yang digunakan adalah : 1. Analisis deskriptif dan penyajian dalam bentuk gambar (histogram, diagram batang dan lain-lain). 2. Analisis perbedaan kadar karbon pada bagian-bagian pohon dilakukan analisis statistik dengan uji beda nilai tengah menggunakan uji t-student. Adapun parameter yang diuji adalah: a. Perbedaan kadar karbon rata-rata setiap bagian pohon yaitu pada bagian akar, batang, cabang, ranting dan daun. b. Perbedaan kadar karbon berdasarkan kelas diameter setinggi dada (Ø 1,30 m) Prosedur uji statistiknya adalah sebagai berikut : 1. Menentukan formulasi hipotesis Ho : Tidak ada pengaruh X terhadap Y H1 : Ada pengaruh X terhadap Y 2. Menentukan taraf nyata dan t tabel
Taraf nyata yang digunakan 5% (0,05)
22
Nilai t tabel memiliki derajat bebas (db) = n-2 tα; n-2 = 2,015
3. Menentukan kriteria pengujian Ho diterima (H1 ditolak) apabila t-hit ≤ t tabel Ho ditolak (H1 diterima) apabila t-hit > t tabel 4. Menentukan nilai uji T (nilai t-hit) Rumus yang digunakan adalah (Walpole 1995) : T hitung =
x1 x2 d 0 s12 s22 n1 n2
Dimana : x1
= Rataan kadar karbon bagian pohon ke-1
x2
= Rataan kadar karbon bagian pohon ke-2
d0
= Selisih nilai beda tengah populasi = 0
S21
= Ragam bagian pohon ke-1
S22
= Ragam bagian pohon ke-2
n1
= Jumlah contoh bagian pohon ke-1
n2
= Jumlah contoh bagian pohon ke-2
5. Membuat kesimpulan Menyimpulkan Ho diterima atau ditolak.
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Letak dan Luas Areal Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Parung Panjang secara administratif pemerintahan berada pada 3 (tiga) wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Tenjo, Jasinga dan Parung Panjang. Sedangkan batas-batas pengelolaan BKPH Parung Panjang adalah sebagai berikut : 1. Sebelah barat berbatasan dengan KPH Banten 2. Sebelah selatan berbatasan dengan BKPH Jasinga 3. Sebelah timur berbatasan dengan BKPH Leuwiliang 4. Sebelah utara berbatasan dengan BKPH Tangerang Secara geografis BKPH Parung Panjang yang juga termasuk dalam KP Akasia mangium terletak pada 10626‟03” BT s.d 10635‟16” BT dan 0620‟59” s.d 0627‟01” LS. Kawasan Hutan BKPH Parung Panjang ditetapkan sebagai Kelas Perusahaan (KP) Akasia mangium (Berdasarkan Hasil Risalah Tahun 2006, jangka 2006-2010) terbagi dalam 3 (tiga) Resort
Pemangkuan Hutan (RPH)
seluas 5.397,24 ha yaitu RPH Tenjo seluas 1.536,15 ha, RPH Maribaya seluas 2.127,39 ha dan Jagabaya seluas 1.733,70 ha, dengan perincian kelas hutan seperti disajikan pada Tabel 4.
24
Tabel 4 Kelas hutan Akasia mangium di BKPH Parung Panjang No
Kelas Hutan
Luas (ha)
Keterangan
1
TBP
144,23
Tidak baik untuk produksi
2
LDTI
587,46
Lapangan dengan tujuan istimewa
3
KU I
403,86
Kelas umur I
4
KU II
414,73
Kelas umur II
5
KU III
311,69
Kelas umur III
6
KU IV
212,24
Kelas umur IV
7
KU V
425,48
Kelas umur V
8
KU VI
127,33
Kelas umur VI
9
KU VII
261,50
Kelas umur VII
10
KU VIII
374,44
Kelas umur VIII
11
KU XI
51,87
Kelas umur IX
12
KU X
-
Kelas umur X
13
MT
5,84
Masa tebang
14
MR
8,32
Masa riap
15
LTJL
528,92
16
TK/TPR
666,36
17
HAKL
2,96
18
TABK
755,23
Tanaman Akasia bertumbuhan kurang
19
TKL
104,78
Tanaman kayu lain
Total
Lapangan tebangan jangka panjang Hutan alam kayu lain
5397,24
Sumber : RKPH KP Acacia mangium Jangka 1 Januari 2006-31 Desember 2010
4.2 Topografi dan Iklim Kawasan hutan KP Akasia mangium di BKPH Parung Panjang termasuk dalam tipe iklim A dengan curah hujan rata-rata 3.000 mm/tahun, dengan suhu harian tertinggi 25,50 C dan Suhu terkecil 18 C berdasarkan ratio bulan basah dan bulan kering setiap tahun serta memiliki konfigurasi lapangan yang sebagian besar relatif datar sampai dengan landai, dengan kemiringan lapangan bervariasi mulai dari datar (0-8 %) dan kemiringan agak curam (15-25 %). Berdasarkan ketinggian tempat dari permukaan laut kelompok hutan di BKPH Parung Panjang dilihat pada Tabel 5.
25
Tabel 5 Tinggi tempat, curah hujan dan jenis tanah per kelompok hutan di BKPH Parung Panjang No
Kelompok Hutan
Tinggi Tempat (mdpl)
Kisaran Curah Hujan (mm/th)
1
Cikadu I – II
0 – 75
3000
2
Yan lapa
0 – 323
3000
3
Pr. Panjang I, II dan III
0 -75
3000
Jenis Batuan Oliocene, Sedimentary Facies Oliocene, Sedimentary Facies Oliocene, Sedimentary Facies
Jenis Tanah Tuff, Podsolik merah kuning Tuff, Podsolik merah kuning Tuff, Podsolik merah kuning
Sumber : RPKH KP Acacia mangium Jangka 1 januari 2006- 31 Desember 2010.
4.3 Pemberdayaan Masyarakat Hutan 4.3.1 Kondisi Sosial, Budaya dan Ekonomi Masyarakat Masyarakat sekitar hutan di BKPH Parung Panjang terdiri dari 50.000 penduduk dengan mayoritas tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) bahkan tidak sekolah. Pada penduduk dengan usia ± 20 tahun, hanya sekitar 10% yang berpendidikan di Perguruan Tinggi dan 25% memiliki tingkat pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA). Mata pencaharian utama penduduk adalah petani (sawah, ladang maupun ternak). Mata pencaharian sampingan yaitu anyam-anyaman dan produksi arang atau kayu bakar yang berasal dari hutan. Sebagian penduduknya ada yang bekerja di kota Jakarta dan Tangerang sebagai buruh. Terdapat kegiatan pengelolaan hutan Perhutani yang memberikan pengaruh positif untuk desa yaitu adanya kerjasama yang saling menguntungkan, petani sekitar hutan dapat ikut serta melakukan penanaman dengan sistem bagi hasil. Pembagian hasil tersebut antara lain :
Penjarangan I
Penjarangan II : 25% untuk Kelompok Tani Hutan (KTH)
Penjarangan III : 25% untuk Kelompok Tani Hutan (KTH)
: 100 % untuk Kelompok Tani Hutan (KTH)
Keuntungan tersebut hanya dirasakan oleh KTH yang tergabung dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) BKPH Parung Panjang. Hal ini karena KTH tersebut memiliki andil dalam pembangunan hutan tanaman Akasia mangium di BKPH Parung Panjang.
26
Kerjasama pengelolaan hutan tanaman BKPH Parung Panjang dengan LMDH masih belum dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa secara menyeluruh. Hal itu karena tidak semua masyarakat desa hutan di sekitar kawasan hutan BKPH Parung Panjang turut andil dalam program-program LMDH yang ada. Sebagian masyarakat desa hutan lebih memilih untuk bekerja menjadi buruh di kota-kota besar, seperti Jakarta dan Tangerang, maupun menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri. Namun bagi masyarakat desa hutan yang tergabung dalam LMDH, adanya pengelolaan hutan tanaman Akasia mangium BKPH Parung Panjang berpengaruh besar dalam peningkatan kesejahteraan hidup mereka. 4.3.2 Program Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan masyarakat berada di BKPH Parung Panjang, yaitu Desa Tapos, Babakan, Ciomas, Singabraja, Bojong dan Batok (Kecamatan Tenjo); Desa Barengkok dan Pangaur (Kecamatan Jasinga); serta Desa Jayabaya, Dago, Gorowong, Gunung Pingkul dan Pingku (Kecamatan Parung Panjang). Pelaksanaan
pemberdayaan
masyarakat
dilaksanakan
melalui
pengembangan usaha, yaitu kegiatan usaha Perum Perhutani (perorangan, kelompok atau badan usaha) diluar usaha pokok Perum Perhutani dalam kawasan hutan dengan prinsip saling menguntungkan. Tujuan pengembangan usaha adalah meningkatkan nilai produktivitas kawasan hutan, manfaat sosial dan fungsi ekologi berpola kemitraan. Dalam rangka usaha pemberdayaan masyarakat desa sekitar hutan, maka dibentuk LMDH. Terdapat 13 LMDH di kawasan pengelolaan BKPH Parung Panjang. Jenis-jenis usaha yang dikembangkan antara lain kerajinan bambu, ternak ayam, dodol, kerajinan kulit kayu akasia, budidaya lebah madu, kompos, pembuatan tape, lele dumbo, budidaya nanas, borong kerja, budidaya jarak, pembuatan batu bata dan budidaya tanaman hias. Peran Perhutani dalam membantu pengembangan usaha-usaha tersebut yaitu dalam bentuk penyediaan sarana prasarana usaha dan pemasaran produk. Bantuan penyediaan sarana prasarana usaha yaitu dalam bentuk barang maupun bantuan dana. Bantuan pemasaran produk baru dilaksanakan untuk usaha-usaha tertentu seperti kerajinan kulit kayu akasia dan madu. Khusus untuk pemasaran
27
madu telah dikelola oleh Kesatuan Bisnis Madu (KBM) sehingga tidak hanya dipasarkan secara lokal tetapi juga dapat dipasarkan kepada masyarakat nasional maupun internasional (Pratama 2010)
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik dan Kimia Bagian Pohon 5.1.1 Kadar Air Kadar air didefinisikan sebagai berat air yang terdapat di dalam kayu yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanur. Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa terdapat variasi kadar air, baik berdasarkan kelas diameter, maupun berdasarkan bagian-bagian pohon yang disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Rata-rata kadar air Akasia mangium berdasarkan kelas diameter Kadar Air (%)
Kelas Diameter (cm)
Akar
Batang Utama
Cabang
Ranting
Daun
0-5
78,05
79,93
-
94,13
95,87
5-10
90,07
91,04
-
92,80
94,70
10-15
77,73
72,75
102,57
85,63
95,68
15-20
90,82
92,24
88,33
96,30
97,66
20-25
91,03
88,53
105,93
78,03
98,92
25-30
93,89
96,45
88,07
81,07
99,86
30-35
85,14
82,76
80,16
85,71
97,98
35-40
83,80
102,99
86,56
87,25
102,56
Rata-rata
86,32
88,34
91,94
87,61
97,90
Secara umum pada semua kelas diameter, daun merupakan bagian pohon yang paling tinggi kadar airnya, yaitu dengan nilai rata-rata sebesar 97,90 % dan bagian pohon yang kadar airnya paling rendah terdapat pada akar dengan nilai rata-rata sebesar 86,32 %. Kadar air tertinggi pada bagian daun sejalan dengan hasil penelitian Onrizal (2004), Salim (2005) dan Limbong (2009) untuk berbagai jenis pohon. Daun memiliki kadar air yang tinggi karena merupakan unit fotosintesis yang pada umumnya memiliki banyak rongga sel yang diisi oleh air dan unsur hara mineral. Daun tersusun oleh banyak rongga stomata yang menyebabkan struktur daun menjadi kurang padat, sehingga kurang berat.
29
5.1.2 Berat Jenis Menurut Panshin (1980) dalam Pandit (2008) berat kayu meliputi berat zat kayunya sendiri, berat zat ekstraktif dan berat air yang dikandungnya. Jumlah zat kayu dan zat ekstraktif biasanya konstan, sedangkan jumlah airnya berubah-ubah, oleh karena itu berat jenis dari sepotong kayu besarnya dapat bervariasi, tergantung pada kadar air kayu tersebut. Berat jenis Akasia mangium pada penelitian ini disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Rata-rata berat jenis Akasia mangium berdasarkan kelas diameter Berat Jenis
Kelas Diameter (cm)
Akar
Batang Utama
Cabang
Ranting
0-5
0,37
0,49
-
0,34
5-10
0,41
0,42
-
0,39
10-15
0,35
0,41
0,32
0,33
15-20
0,41
0,46
0,42
0,39
20-25
0,45
0,46
0,40
0,39
25-30
0,39
0,53
0,46
0,35
30-35
0,44
0,55
0,54
0,49
35-40
0,47
0,47
0,42
0,45
Rata-rata
0,41
0,47
0,43
0,39
Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 7 dapat diketahui bahwa berat jenis kayu Akasia mangium berkisar antara 0,39-0,47. Hasil tersebut berbeda dengan Pandit (2008) yang menyatakan bahwa berat jenis Akasia mangium ratarata sebesar 0,6. Perbedaan tersebut diakibatkan adanya faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu umur, tempat tumbuh, posisi kayu dalam batang dan kecepatan tumbuh.
30
5.1.3 Kadar Zat Terbang dan Kadar Abu Zat terbang menunjukkan kandungan zat-zat yang mudah menguap dan hilang pada pemanasan 950 °C yang tersusun dari senyawa alifatik, terpena dan fenolik. Rata-rata kadar zat terbang Akasia mangium disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Rata-rata kadar zat terbang Akasia mangium pada berbagai bagian pohon Kadar Zat Terbang (%)
Kelas Diameter (cm)
Akar
Batang Utama
Cabang
Ranting
Daun
0-5
54,33
40,01
-
61,89
68,03
5-10
55,44
39,64
-
57,66
68,78
10-15
51,18
33,34
47,55
57,72
67,44
15-20
55,52
36,00
50,05
58,44
68,75
20-25
44,40
40,61
45,78
53,41
66,43
25-30
48,32
35,28
49,62
55,56
66,60
30-35
43,76
35,61
48,91
59,55
67,05
35-40
43,06
34,89
44,59
58,48
65,26
Rata-rata
49,50
36,92
47,75
57,84
67,29
Berdasarkan hasil analisis laboratorium yang disajikan pada Tabel 8, kadar zat terbang terbesar terdapat pada bagian daun sebesar 67,29 % sedangkan kadar zat terbang terkecil terdapat pada bagian batang utama sebesar 36,92 %. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Fadhli (2009) yang menyatakan bahwa kadar zat terbang terbesar pada Akasia mangium terdapat di bagian daun sebesar 60,39% dan yang terkecil terdapat pada bagian batang utama sebesar 49,30%. Keselarasan data juga terlihat pada jenis kayu lain yaitu pada hasil penelitian Erlangga (2009) yang menyatakan bahwa kadar zat terbang tertinggi pada kayu Pinus (Pinus Merkusii Jungh et de Vriese) terdapat pada bagian daun sebesar 68,46% dan yang terkecil terdapat pada bagian batang utama sebesar 53,34%. Berdasarkan hasil analisis laboratorium yang disajikan pada Tabel 9, kadar abu terbesar terdapat pada bagian daun sebesar 3,61 % sedangkan kadar abu terkecil terdapat pada bagian batang utama sebesar 1,46 %. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian Fadhli (2009) yang menyatakan bahwa kadar abu terbesar pada Akasia mangium terdapat di bagian ranting sebesar 2,37% dan yang terkecil terdapat pada bagian cabang sebesar 1,28%.
31
Tabel 9 Rata-rata kadar abu Akasia mangium pada berbagai bagian pohon Kadar Abu (%)
Kelas Diameter (cm)
Akar
Batang Utama
Cabang
Ranting
Daun
0-5
2,25
1,54
-
1,55
3,83
5-10
1,95
1,43
-
1,43
3,37
10-15
2,52
1,72
2,15
2,31
4,31
15-20
1,43
1,44
0,95
1,59
3,68
20-25
1,36
1,28
1,98
1,72
3,47
25-30
2,27
1,31
2,20
3,12
3,20
30-35
2,48
1,37
2,10
1,91
3,39
35-40
2,64
1,56
1,40
1,17
3,65
Rata-rata
2,11
1,46
1,80
1,85
3,61
Kadar abu adalah kadar oksida logam yang tersisa pada pemanasan tinggi, yang terdiri dari mineral-mineral terikat kuat pada arang seperti kalsium, kalium dan magnesium. Abu adalah sisa dari pembakaran bahan yang mengandung bahan-bahan anorganik. Pada penelitian ini daun memiliki kadar abu terbesar karena daun mengandung lebih banyak bahan anorganik dibanding bagian pohon yang lain. Besarnya kadar karbon ditentukan oleh besarnya nilai kadar zat terbang dan kadar abu. Persentase kadar zat terbang dan kadar abu pada cabang, ranting, daun dan akar yang lebih tinggi daripada batang menjadikan kadar karbon pada batang menjadi lebih tinggi dibandingkan bagian pohon yang lain.
5.1.4 Kadar Karbon Hasil perhitungan kadar karbon disajikan pada Tabel 10, diketahui bahwa pada setiap kelas diameter pohon, kadar karbon terbesar terdapat pada bagian batang yaitu berkisar antara 58,11-64,94 %, kemudian disusul berturut-turut yaitu bagian cabang 49,00-54,00 %, bagian akar 42,61-54,30 %, bagian ranting 36,5744,87 % dan bagian daun 27,57-31,09 %.
32
Tabel 10 Rata-rata kadar karbon Akasia mangium pada berbagai bagian pohon Kadar Karbon (%)
Kelas Diameter (cm)
Akar
Batang Utama
Cabang
Ranting
Daun
0-5
43,42
58,45
-
36,57
28,14
5-10
42,61
58,93
-
40,99
27,85
10-15
46,31
64,94
50,30
39,97
28,25
15-20
43,05
62,56
49,00
39,97
27,57
20-25
54,25
58,11
52,25
44,87
30,10
25-30
49,42
63,42
48,18
41,32
30,20
30-35
53,76
63,03
49,00
38,54
29,55
35-40
54,30
63,55
54,00
40,35
31,09
Rata-rata
48,39
61,62
50,46
40,32
29,09
Kadar karbon pada bagian jaringan pohon lainnya seperti cabang, ranting, daun dan akar lebih rendah dibandingkan kadar karbon pada batang, karena pada bagian-bagian ini kadar zat terbang dan kadar abu yang relatif lebih tinggi dibandingkan pada batang pohon. Batang memiliki kadar karbon yang terbesar karena pada masa pertumbuhan dan masa produktif, pohon menyerap karbon melalui daun dalam proses fotosintesis dan hasilnya langsung disebar ke seluruh bagian pohon yang lain. Bagian pohon yang mampu menyimpan lebih banyak adalah pada bagian terbesar yaitu batang. Sedangkan daun umumnya tersusun oleh banyak rongga stomata yang berfungsi untuk pertukaran gas sehingga kurang padat dan tidak banyak menyimpan karbon. Tingginya kadar karbon pada bagian batang disebabkan karena unsur karbon menurut Hilmi (2003) dalam Limbong (2009) merupakan bahan organik penyusun dinding sel-sel batang. Kayu secara umum tersusun oleh selulosa, lignin dan bahan ekstraktif yang sebagian besar disusun dari unsur karbon. Kadar karbon bagian batang pohon penting dalam menduga potensi karbon tegakan dan banyak digunakan sebagai dasar perhitungan dalam pendugaan karbon. Ini erat hubungannya dengan dimensi diameter (Dbh) sebagai indikator penting dalam kegiatan pengukuran dan perencanaan hutan. Variasi kadar karbon berdasarkan variasi diameter dan umur tanaman, adanya korelasi positif antara pertambahan diameter dan umur dengan
33
pertambahan kadar karbon. Demikian juga terdapat variasi kadar karbon pohon dimana bagian pangkal memiliki kadar karbon yang paling besar dan semakin keatas bagian ujung batang dan bagian pohon lainnya seperti cabang, ranting dan daun semakin kecil. Fenomena ini cenderung sama dengan kandungan bahan organik dan produksi biomassa pohon, variasi ini sangat dipengaruhi oleh berat jenis, kerapatan kayu dan kadar air pada setiap bagian jaringan pohon. Selain itu, dilakukan pengujian beda nyata kadar karbon antara bagianbagian pohon yang disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Hasil uji t-student kadar karbon Akasia mangium pada berbagai bagian pohon Batang Utama 0,000**
Akar
Cabang 0,254
tn
0,025*
Batang Utama Cabang
Ranting
Daun
0,003*
0,000**
0,000**
0,000**
0,774tn
0,327tn 0,000**
Ranting Keterangan : ** * tn
: Berbeda sangat nyata (P < 0,01) pada selang kepercayaan 99% : Berbeda sangat nyata (P 0,01-0,05) pada selang kepercayaan 95% : Tidak berbeda nyata (P > 0,05) pada selang kepercayaan 95%
Pada Tabel 11 dapat diketahui bahwa kadar karbon yang dihasilkan pada batang utama dengan akar, batang utama dengan cabang, batang utama dengan ranting, batang utama dengan daun, akar dengan daun, akar dengan ranting serta ranting dengan daun, berbeda satu terhadap yang lain karena nilai P berada pada selang 0,01-0,05 dan nilai P < 0,01. Sedangkan pada akar dengan cabang, cabang dengan ranting dan cabang dengan daun kadar karbon satu dengan yang lainnya tidak berbeda karena nilai P > 0,05
5.1.5 Biomassa Secara umun peningkatan kelas diameter setinggi dada (Dbh) akan meningkatkan biomassa beberapa bagian pohon akasia mangium. Proporsi biomassa merupakan persentase besarnya biomassa pada bagian pohon terhadap biomassa total tanaman. Tabel 12 memperlihatkan proporsi biomassa tertinggi terdapat pada bagian batang. Sebesar 57,83 % biomassa tanaman Akasia mangium terbesar terdapat pada bagian batang, kemudian diikuti bagian akar sebesar 16,97 %, bagian daun sebesar 10,30 %, bagian ranting sebesar 8,84 % dan terkecil pada bagian cabang sebesar 6,05 %.
34
Tabel 12 Rata-rata biomassa Akasia mangium pada berbagai bagian pohon Biomassa (kg)
Kelas Diameter (cm)
Akar
Batang Utama
Cabang
Ranting
Daun
0-5
0,230
1,481
-
0,155
0,511
2,376
5-10
2,762
5,453
-
2,593
3,852
14,661
10-15
12,378
57,272
0,809
10,774
8,943
90,177
15-20
25,679
114,826
1,112
13,754
26,561
181,933
20-25
47,636
134,691
28,392
20,783
25,136
256,638
25-30
47,965
226,626
12,782
29,823
33,023
350,220
30-35
41,050
229,482
25,077
38,771
34,852
369,231
35-40
124,048
258,480
12,540
40,587
50,355
486,010
Rata-rata
37,719
128,539
13,452
19,655
22,904
222,269
Total
Biomassa terbesar pada batang utama sejalan dengan hasil penelitian Adiriono (2009) pada jenis Acacia crassicarpa dengan metode karbonasi sebesar 64,36%, sedangkan berbeda pada proporsi terkecil yaitu pada bagian daun sebesar 5,01%. Perbedaan ini dikarenakan pada bagian cabang mempunyai proporsi yang rendah karena tidak adanya cabang pada KU I (0-5 cm) dan KU II (5-10 cm) serta jumlahnya yang sedikit pada setiap kelas diameter dibandingkan bagian-bagian pohon yang lain. Dalam proses fotosintesis, tanaman menyerap CO2 dari udara dan dengan bantuan sinar matahari lainnya. Proses reaksi fotosintesis terjadi melalui persamaan berikut ini : 6 CO2 + 6 H2O
C6H12O6 + 6 O2
Karbon di dalam tumbuhan terikat dalam bahan organik dan terdistribusi dalam selulosa (40%), polisakarida lain (26%), dan lignin (30%). Sementara itu distribusi lignin di dalam dinding sel dan kandungan lignin dalam bagian pohon tidak sama (Fengel 1983 dalam Adiriono 2009). Artinya, tiap bagian pohon memiliki kandungan lignin yang berbeda, sehingga persentase karbon, khususnya yang terikat pada lignin untuk tiap bagian pohon juga akan berbeda. Oleh karena itu proporsi kandungan karbon dari biomassa untuk tiap komponen pohon akan berbeda pula. Distribusi biomassa pada tiap komponen pohon menggambarkan besaran distribusi hasil fotosintesis pohon yang disimpan oleh tanaman. Melalui proses
35
fotosintesis, CO2 di udara diserap oleh tanaman dan dengan bantuan sinar matahari kemudian diubah menjadi karbohidrat untuk selanjutnya didistribusikan ke seluruh tubuh tanaman dan ditimbun dalam bentuk daun, batang, cabang, buah dan bunga (Hairiah dan Rahayu 2007). Walaupun aktifitas fotosintesis terjadi di daun, namun ternyata distribusi hasil fotosintesis terbesar digunakan untuk pertumbuhan batang. Batang umumnya memiliki zat penyusun kayu yang lebih baik dibandingkan dengan bagian pohon lainnya. Zat penyusun kayu tersebut menyebabkan bagian rongga sel pada batang banyak tersusun oleh komponen penyusun kayu dibanding air, sehingga bobot biomassa batang akan menjadi lebih besar. Sedangkan daun umumnya tersusun oleh banyak rongga stomata yang menyebabkan struktur daun menjadi kurang padat, sehingga kurang berat.
5.1.6 Massa karbon Sejalan dengan proporsi biomassa, maka proporsi karbon pada Tabel 13 yang tertinggi juga diperoleh pada bagian batang, yaitu sebesar 66,32 %. Hal ini artinya dari total karbon yang dikandung oleh tanaman, 66,32 % jumlah karbon tersebut terdapat di bagian batang, sisanya terdapat di bagian selain batang yaitu akar, cabang, ranting, dan daun masing-masing sebesar 15,75 %, 5,63 %, 6,81 % dan 5,49 %. Tabel 13 Rata-rata massa karbon Akasia mangium pada berbagai bagian pohon Massa Karbon (kg)
Kelas Diameter (cm)
Akar
Batang Utama
Cabang
Ranting
Daun
0-5
0,100
0,865
-
0,057
0,144
Total 1,166
5-10
1,177
3,214
-
1,061
1,073
6,525
10-15
5,732
37,192
0,407
4,307
2,527
50,165
15-20
11,055
71,846
0,545
5,498
7,323
96,267
20-25
25,843
78,269
14,835
9,324
7,566
135,837
25-30
23,704
143,726
6,158
12,321
9,973
195,884
30-35
22,068
145,124
12,288
14,941
10,300
204,721
35-40
63,426
164,264
6,771
18,719
14,397
267,576
Rata-rata
19,138
80,563
6,834
8,278
6,663
121,476
36
Hal diatas sejalan dengan hasil penelitian Adiriono (2009) pada jenis Acacia crassicarpa dengan metode karbonasi yaitu biomassa terbesar terdapat pada bagian batang sebesar 64,36%, sedangkan proporsi terkecil terdapat pada bagian daun sebesar 5,05%. Menurut Ahmadi (1990) dalam Aminudin (2008) batang merupakan kayu yang 40-45 % tersusun oleh selulosa. Selulosa merupakan molekul gula linear yang berantai panjang yang tersusun oleh karbon, sehingga makin tinggi selulosa maka kandungan karbon akan makin tinggi. Adanya variasi horizontal mengakibatkan adanya kecenderungan variasi dari kerapatan dan juga komponen kimia penyusun kayu. Makin besar diameter pohon diduga memiliki potensi selulosa dan zat penyusun kayu lainnya akan lebih besar. Lebih tingginya karbon pada bagian batang erat kaitannya dengan lebih tingginya biomassa bagian batang jika dibandingkan dengan bagian pohon lainnya. Faktor ini yang menyebabkan pada kelas diameter yang lebih besar kandungan karbonnya lebih besar.
5.2 Model Penduga Biomassa dan Massa Karbon Akasia Mangium Pengambilan sampel pohon Akasia mangium yang dilakukan secara destruktif dengan menebang pohon Akasia mangium pada berbagai kelas diameter telah menghasilkan persamaan alometrik biomassa dan massa karbon Akasia mangium. Persamaan yang diperoleh tersebut merupakan hubungan antara biomassa atau massa karbon pada tiap bagian-bagian pohon dengan diameter, tinggi bebas cabang ataupun tinggi total Akasia mangium. Model pendugaan biomassa dan massa karbon ini menggunakan pendekatan diameter, tinggi total dan tinggi bebas cabang hingga diperoleh suatu model terpilih. Persamaan terpilih tersebut selanjutnya dibandingkan dengan persamaanpersamaan lain yang menggunakan beberapa variabel bebas yang berbeda. Model terbaik dari suatu persamaan yang menggunakan suatu variabel bebas tertentu akan dipilih untuk menduga biomassa dan massa karbon pohon Akasia mangium.
37
Model alometrik yang berhasil dibangun untuk menduga biomassa dan massa karbon bagian-bagian pohon Akasia mangium di BKPH Parung Panjang disajikan pada Tabel 14 dan 15. Tabel 14 Model penduga biomassa bagian-bagian pohon Akasia mangium Bagian
Model Persamaan W = 0,012882 D2,49
Akar
Batang Utama
Cabang
Ranting
Daun
S
P
R-Sq (adj) (%)
F hit
F tabel (95%)
F tabel (99%)
0,1261
0,000**
98,0
335,98**
5,99
13,75
0,701
0,1278
0,000**
97,9
163,91**
5,79
13,27
W = 0,006606 D2,10 Hb1,04
0,1038
0,000**
98,6
249,92**
5,79
13,27
W = 0,070794 D2,36
0,1633
0,000**
96,2
179,21**
5,99
13,75
0,0758
0,000**
99,2
426,99**
5,79
13,27
W = 0,074131 D2,39 Hb-0,092
0,1787
0,000**
95,5
74,83**
5,79
13,27
W = 0,0910201 D1,36
0,5454
0,060tn
38,2
5,33tn
5,99
13,75
0,5827
0.180
tn
29,5
2.47
tn
5,79
13,27
W = 0,645654 D2,53 Hb-3,12
0,5314
0,113tn
41,4
3,47tn
5,79
13,27
W = 0,013182 D2.32
W = 0,007244 D
W = 0,011748 D
W = 0,020892 D
2,77
1,04
0,28
H
H
H
2,17
1,77
0,0832
0,000**
99,0
669,09**
5,99
13,75
-0,492
0,0834
0,000**
99,0
333,53**
5,79
13,27
W = 0,016982 D2,48 Hb-0,42
0,0834
0,000**
99,0
333,33**
5,79
13,27
W = 0,060256 D1,89
0,1153
0,000**
97,0
231,28**
5,99
13,75
0,1092
0,000**
97,3
129,57**
5,79
13,27
0,1188
0,000**
96,9
109,15**
5,79
13,27
W = 0,019498 D
2,62
W = 0,030199 D
1,37
W = 0,044668 D
1,71
Keterangan : W D H Hb R-sq (adj) P S F ** * tn
H
H
0,847
Hb
0,048
= Biomassa = Diameter Setinggi Dada (Dbh) (cm) = Tinggi Total (m) = Tinggi Bebas cabang (m) = Koefisien Determinasi = Taraf nyata = Simpangan Baku = Uji F = Berbeda sangat nyata (P < 0,01) pada selang kepercayaan 99% = Berbeda nyata (P 0,01-0,05) pada selang kepercayaan 95% = Tidak berbeda nyata (P > 0,05)
38
Tabel 15 Model penduga massa karbon bagian-bagian pohon Akasia mangium Bagian
Model Persamaan C = 0,004786 D2,58
Akar
C = 0,002630 D2,14 H0,727 C = 0,002754 D
2,26
Hb
0,858
C = 0,039810 D2,39 Batang Utama
Cabang
Ranting
Daun
C = 0,006760 D1,1 H2,13 C = 0,041686 D
2,43
C = 0,145881 D
1,01
Hb
-0,092
C = 0,057543 D0,32 H1,14 C = 1,023292 D
2,17
C = 0,004570 D
2,38
Hb
-3,09
S
P
R-Sq (adj) (%)
F hit
F tabel (95%)
F tabel (99%)
0,1267
0,000**
98,1
356,56**
5,99
13,75
0,1277
0,000**
98,0
175,86**
5,79
13,27
0,1167
0,000**
98,4
211,06**
5,79
13,27
0,1670
0,000**
96,2
176,33**
5,99
13,75
0,0901
0,000**
98,9
310,54**
5,79
13,27
0,1828
0,000**
95,4
73,62**
tn
0,5656
0,150
0,6138
0,374tn
0,5575
0.231
tn
0,0835
5,79
13,27
19,8
2,73
tn
5,99
13,75
5,6
1,21tn
5,79
13,27
tn
5,79
13,27
22,1
1,99
0,000**
99,0
697,67**
5,99
13,75
0,0825
0,000**
99,0
358,38**
5,79
13,27
0,0891
0,000**
98,9
306,81**
5,79
13,27
0,1126
0,000**
97,2
247,72**
5,99
13,75
C = 0,007762 D1,36 H0,909
0,1030
0,000**
97,7
149,12**
5,79
13,27
C = 0,012882 D1,78 Hb0,361
0,1193
0,000**
96,9
110,62**
5,79
13,27
C = 0,007079 D2,70 H-0,53 C = 0,005248 D
2,47
C = 0,016218 D
1,91
Keterangan : C D H Hb R-sq (adj) P S F ** * tn
Hb
-0,239
= Massa Karbon = Diameter Setinggi Dada (Dbh) (cm) = Tinggi Total (m) = Tinggi Bebas cabang (m) = Koefisien Determinasi = Taraf nyata = Simpangan Baku = Uji F = Berbeda sangat nyata (P < 0,01) pada selang kepercayaan 99% = Berbeda nyata (P 0,01-0,05) pada selang kepercayaan 95% = Tidak berbeda nyata (P > 0,05)
Model penduga biomassa dan massa karbon dengan diameter dan tinggi pohon adalah berbentuk pangkat (power) dengan nilai R-sq (adj) tertinggi dan nilai S terkecil diantara semua model yang dianalisis. Dari hasil analisis pada tabel 14 dan 15 dapat disimpulkan bahwa hubungan antara biomassa dan massa karbon dengan diameter dan tinggi pohon memiliki korelasi yang signifikan. Young (1982) dalam Adiriono (2009) mengatakan bahwa ukuran korelasi dinyatakan sebagai berikut : 1. 0,70 s.d. 1,00 menunjukkan adanya tingkat hubungan yang tinggi 2. 0,40 s.d. < 0,70 menunjukkan tingkat hubungan yang substansial
39
3. 0,20 s.d. < 0,40 menunjukkan tingkat hubungan yang rendah 4. < 0,20 menunjukkan tidak adanya hubungan Tabel 14 dan 15 memperlihatkan bahwa pada bagian akar persamaan alometrik terbaik adalah dengan menggunakan variabel bebas diameter dan tinggi bebas cabang pohon untuk perhitungan biomassa dan massa karbon. Perhitungan biomassa dan massa karbon bagian batang utama menggunakan variabel diameter dan tinggi total pohon sebagai persamaan alometrik terbaik. Bagian ranting menggunakan variabel bebas diameter dan tinggi total pohon dan daun menggunakan variabel bebas diameter dan tinggi total pohon untuk persamaan alometrik terbaiknya. Persamaan alometrik menggunakan variabel bebas diameter dan tinggi pohon didapatkan pada semua bagian pohon. Namun demikian, pada prakteknya di lapangan, jika ketersediaan data tinggi pohon tidak dapat dipenuhi, maka sebaiknya pendugaan biomassa dan massa karbon pohon Akasia mangium cukup menggunakan variabel bebas diameter pohon saja. Pengukuran diameter lebih mudah dan akurat di lapangan jika dibandingkan dengan pengukuran variabel tinggi. Umumnya pengukuran tinggi lebih sulit dilakukan, dimana kemungkinan terjadinya kesalahan sangat besar dengan kerapatan vegetasi yang tinggi. Simon (1993) dalam Adiriono (2009) menyatakan ada beberapa faktor yang dapat mengakibatkan kesalahan dalam kegiatan pengukuran tinggi pohon, yaitu : 1. Kesalahan melihat puncak pohon dikarenakan kondisi tegakan yang rapat sehingga puncak pohon tidak terlihat 2. Pohon yang akan diukur posisinya miring atau condong. Kesalahan ini dapat diminimumkan dengan membuat garis tegak lurus terhadap arah condong dan melakukan pengukuran dari garis tersebut 3. Jarak antara pengukur dengan pohon tidak horizontal, biasanya terjadi pada kondisi lapangan yang miring > 15% 4. Kesalahan dalam menentukan jarak, terjadi pada pengukuran menggunakan haga, dimana pengukuran dilakukan pada jarak yang sudah ditentukan.
40
Dalam penelitian ini, tinggi pohon diukur dengan cara mengukur panjang pohon pada saat pohon direbahkan ke tanah setelah ditebang, sehingga kesalahan tersebut dapat diusahakan seminimal mungkin. Melalui analisis uji nyata (P) dan uji F, dapat dilihat bahwa pada bagian akar, batang utama, ranting dan daun memiliki variabel bebas diameter, tinggi bebas cabang dan tinggi total berbeda sangat nyata pada selang kepercayaan 95% dan 99%. Artinya diameter, tinggi bebas cabang dan tinggi total berpengaruh nyata terhadap perubahan persamaan pada biomassa dan massa karbon bagian akar, batang utama, ranting dan daun. Sedangkan diameter, tinggi bebas cabang dan tinggi total tidak berpengaruh nyata terhadap persamaan pada bagian cabang. Model alometrik yang berhasil dibangun untuk menduga biomassa dan massa karbon total Akasia mangium disajikan pada Tabel 16. Tabel 16 Model alometrik biomassa dan massa karbon pohon Akasia mangium Bagian
Model Persamaan W = 0,140928 D2,31
Biomassa
W = 0,044668 D1,47 H1,38 W = 0,136144 D C = 0,060255 D
Massa Karbon
2,29
Hb
0,055
2,39
C = 0,016595 D1,44 H1,56 C = 0,060255 D
Keterangan : W C D H Hb R-sq (adj) P S F ** * tn
2,38
Hb
0,017
S
P
R-Sq (adj) (%)
F hit
F tabel (95%)
F tabel (99%)
0,0946
0,000**
98,7
514,76**
5,99
13,75
0,0088
0,000**
100
29941,19**
5,79
13,27
0,1035
0,000**
98,4
214,95**
5,79
13,27
0,1085
0,000**
98,3
415,94**
5,99
13,75
0,0252
0,000**
99,9
3899,03**
5,79
13,27
0,1189
0,000**
98,0
173,33**
5,79
13,27
= Biomassa = Massa Karbon = Diameter Setinggi Dada (Dbh) (cm) = Tinggi Total (m) = Tinggi Bebas cabang (m) = Koefisien Determinasi = Taraf nyata = Simpangan Baku = Uji F = Berbeda sangat nyata (P < 0,01) pada selang kepercayaan 99% = Berbeda nyata (P 0,01-0,05) pada selang kepercayaan 95% = Tidak berbeda nyata (P > 0,05)
Tabel 16 memperlihatkan bahwa model pendugaan biomassa dan massa karbon total pohon Akasia mangium dengan menggunakan variabel bebas diameter dan tinggi pohon memiliki nilai koefisien determinasi tertinggi yaitu untuk biomassa sebesar (R² adj. = 100 % ), nilai P terkecil (0,000) dan S terkecil
41
(0,0088) dan untuk massa karbon sebesar (R2 adj. = 99,9%), nilai P terkecil (0,000) dan S terkecil (0,0252). Namun demikian, jika ketersediaan atau pengambilan data tinggi total pohon Akasia mangium mengalami kesulitan dan kekhawatiran terhadap tingkat ketepatan serta untuk kepraktisan para pelaksana di lapangan, maka model alometrik dapat digunakan dengan variabel bebas diameter saja. Melalui uji nyata (P) dan uji F, model alometrik dengan menggunakan variabel diameter dapat menduga biomassa dan massa karbon pohon Akasia mangium sehingga bentuk W = 0,140928 D2,31 dan C = 0,060255 D2.39 dapat diterapkan.
5.3 Potensi HTI Akasia Mangium di BKPH Parung Panjang Tingkat penyerapan karbon di hutan dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain adalah iklim, topografi, karakteristik lahan, umur, kerapatan vegetasi, komposisi serta kualitas tempat tumbuh (Aminudin, 2008). Potensi biomassa dan massa karbon berdasarkan tahun tanam di BKPH Parung Panjang disajikan pada
Potensi Biomassa dan Massa Karbon
Gambar 1. 120 100 80 60 Biomassa 40
Massa Karbon
20 0 2008
2007
2006
2005
2004
2002
Tahun Tanam
Gambar 1 Potensi biomassa dan massa karbon (dalam ton/ha) di BKPH Parung Panjang. Potensi biomassa dan massa karbon pada tiap tahun tanam bervariasi. Variasi terjadi karena adanya perbedaan diameter dan jumlah plot yang diukur. Tahun tanam 2007 memiliki biomassa dan massa karbon yang paling rendah
42
dikarenakan jumlah plot yang lebih banyak pada areal ini sebanyak 27 plot. Pada penelitian ini total potensi biomassa dan massa karbon di BKPH Parung Panjang masing-masing adalah sebesar 47,1967 ton/ha dan 25,4183 ton/ha. Berdasarkan citra landsat ETM+ yang diteliti oleh Dahlan (2008), massa karbon Akasia mangium di BKPH Parung Panjang sebesar 16,25 ton/ha. Tegakan Akasia mangium sebagai vegetasi hutan mempunyai kemampuan untuk menyerap karbon dan menyimpannya di dalam ekosistem yang tersimpan di dalam vegetasi sebagai carbon sink. Jika tegakan Akasia mangium dapat dipertahankan keberadaannya maka akan memberikan kontribusi terhadap keselamatan lingkungan dari ancaman pemanasan global sebagai efek dari emisi gas rumah kaca.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Massa karbon terbesar pada pohon Akasia mangium terdapat pada bagian batang utama, sedangkan massa karbon terkecil terdapat pada bagian daun 2. Persamaan alometrik penduga biomassa dan massa karbon tanaman Akasia mangium di areal HTI BKPH Parung Panjang adalah pada bagian akar masing-masing adalah W = 0,012882 D2,49 dan C = 0,004786 D2,58. Bagian batang utama adalah W = 0,070794 D2,36 dan C = 0,039810 D2,39. Bagian ranting adalah W = 0,013182 D2,32 dan C = 0,004570 D2,38. Bagian daun adalah W = 0,060256 D1,89 dan C = 0,016218 D1,91 3. Persamaan alometrik yang telah berhasil dibangun untuk menduga potensi biomassa pohon akasia mangium adalah W = 0,140928 D2,31 sedangkan massa karbon total pohon Akasia mangium adalah C = 0,060255 D2,39 4. Potensi biomassa dan massa karbon di BKPH Parung Panjang, KPH Bogor, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten masing-masing sebesar 47,1967 ton/ha dan 25,4183 ton/ha.
6.2 Saran Pengukuran potensi massa karbon pada HTI dalam penelitian ini hanya difokuskan pada tegakan utama saja, sedangkan serasah, pohon mati, tumbuhan bawah dan tanah tidak diukur potensinya. Komponen-komponen tersebut memiliki potensi massa karbon yang besar. Oleh karena itu perlu adanya penelitian mengenai potensi massa karbon pada serasah, pohon mati, tumbuhan bawah dan tanah.
DAFTAR PUSTAKA Achmadi SS. 1990. Diktat Kimia Kayu. Bogor : Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. Adiriono T. 2009. Pengukuran Kandungan Karbon (Carbon Stock) dengan Metode Karbonasi pada Hutan Tanaman Jenis Acacia crassicarpa [tesis]. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada Aminudin S. 2008. Kajian Potensi Cadangan Karbon pada Pengusahaan Hutan Rakyat (Studi Kasus Hutan Tanaman Rakyat Desa Dengok, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul) [tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Anwar J, Damanik SJ, Hisyam N, Whitten AJ. 1984. Ekologi Ekosistem Sumatera. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. [ASTM] American Society for Testing Material. 1990a. ASTM D 2866-94. Standard Test Method For Total ash Content of Activated Carbon. Philadelphia. [ASTM] American Society for Testing Material. 1990b. ASTM D 5832-98. Standard Test Method For Total ash Content of Activated Carbon. Philadelphia. Balinda L. 2008. Pendugaan Simpanan Karbon di Atas Permukaan Tanah pada Tegakan Pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) di RPH Leuwiliang BKPH Leuwiliang KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten [skripsi]. Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan-IPB. Bogor. (Tidak dipublikasikan). Brown S. 1997. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forest. A Primer. FAO. Forestry Paper. USA. 134. 10-13. Chapman SB. 1976. Methods in Plant Ecology. 2nd ed. Blackwell Scientific Publisher. Oxford. 145-120 p. Dahlan. 2008. Pendugaan Kandungan Karbon Tegakan Acacia mangium Willd menggunakan Citra Landsat ETM+ dan Spot-5 [tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Elias. 2010. Inovasi Metodologi dan Metode Estimasi Cadangan Karbon dalam Hutan dalam Rangka Program Reduced Emissions from Deforestation and Degradation (REDD) Indonesia. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Erlangga J. 2009. Pendugaan Potensi Karbon pada Tegakan Pinus (Pinus Merkusii Jungh et de Vriese) di KPH Sukabumi, Perhutani Unit III, Jawa Barat dan Banten [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
45
Fadhli. 2009. Pendugaan Potensi Karbon dan Limbah Pemanenan pada Tegakan Acacia mangium Willd. di BKPH Parung Panjang, KPH Bogor, PT. Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Hairiah K, Sitompul SM, Noordwijk M, Palm C. 2001. Methods for Sampling Carbon Stock Above and Below Ground. Bogor. ICRAF Southeast Asia. Hairiah K dan Rahayu S. 2007. Pengukuran „Karbon Tersimpan‟ di Berbagai Macam Penggunaan Lahan. Bogor. World Agroforestry Centre – ICRAF, SEA Regional Office, University of Brawijaya, Unibraw, Indonesia. 77 p. Haygreen JG dan Bowyer JL. 1982. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu, Suatu Pengantar. Hadikusumo SA. Penerjemah; prawirohatmodjo S, Editor. Yogyakarta: Gadjah Mada. Ismail AY. 2005. Dampak Kebakaran Hutan terhadap Potensi Kandungan Karbon pada Tanaman Acacia mangium Willd di Hutan Tanaman Industri (HTI) [tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ketterings QM, Coe R, Noordwijk M, Ambagau Y, Palm CA. 2001. Reducing Uncertainty in The Use of Allometric Biomass Equation for Predicting Above Ground Tree Biomass in Mixed Secondary Forests. Forest Ecology and Management 146: 199-209 Kusmana C. 1993. A Study on Mangrove Forest Management Base on Ecological Data in East Sumatera, Indonesia [desertation]. Japan : Kyoto University, Faculty of agricultural. Leksono B. 1996. Eksplorasi Benih Acacia sp. dan Eucalyptus pellita di Merauke, Irian Jaya. Jayapura : Universitas Cendrawasih Limbong HDH. 2009. Potensi Karbon Tegakan Acacia Crassicarpa pada Lahan Gambut Bekas Terbakar [tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Mandang YI dan Pandit IKN. 1997. Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di Lapangan. Yayasan PROSEA, Bogor dan Pusat Pendidikan Latihan Pegawai dan Sumber Daya Manusia Kehutanan. Bogor Murdiyarso D, Noordwijk M, Juyanto A. 1999. Modeling Global Change Impacts on the Soil Environment. IC-SEA Repert No. 6 BIOTROP – GTCE/ Impacts Centre for Southeast Asia (IC-SEA). Bogor. Onrizal. 2004. Model Penduga Biomassa dan Karbon Tegakan Hutan Kerangas di Taman Nasional Danau Sentarum, Kalimantan Barat [tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ojo. 2003. Potensi Simpanan Karbon di Atas Permukaan Tanah pada Hutan Tanaman Jati di KPH Madiun [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Pandit IKN. 2008. Anatomi Kayu. Bogor. IPB Press
46
Pratama R. 2010. Intensitas Cahaya, Suhu, Kelembaban dan Perkembangan Akar Akasia (Acacia mangium Willd.) pada umur tegakan berbeda di KPH Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Rachman S. 2009. Pendugaan Potensi Kandungan Karbon pada Tegakan Sengon (Paraserienthes falcataria L Nielsen) di Hutan Rakyat [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Rahayu S, Lusiana B, Noordwijk M. 2004. Pendugaan Cadangan Karbon di Atas Permukaan Tanah pada Berbagai Sistem Penggunaan Lahan di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur. [www.worldagroforestry.org/sea/publications/files/book/BK008905/BK0089-05-2.PDF] [21 Oktober 2008]. Salim. 2005. Profil Kandungan Karbon pada Tegakan Puspa (Schima wallichii Kortht)[tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sulistyawati I. 2009. Karakteristik Kekuatan dan Kekakuan Balok Glulam Kayu Mangium [desertasi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Wahyuningrum N. 2008. Estimasi Biomassa Daun Pohon komersil di Hutan Sekunder Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur. Balai Penelitian Kehutanan Solo. Walpole RE. 1993. Pengantar Statistika Edisi ke-3. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Perhitungan Biomassa dan Massa Karbon Batang Keliling Batang Utama No
1
2
3
Sekmen ke-
Diameter Batang Utama
Panjang Batang Utama
Volume Batang Utama
Keliling Pangkal Batang (cm)
Keliling Ujung Batang (cm)
Diameter Pangkal Batang (cm)
Diameter Ujung Batang (cm)
Panjang Sekmen (m)
Volume (cm³)
1
14,3
8
4,5541
2,5478
2
1979,658
2
8
6,3
2,5478
2,0064
2
814,053
3
6,3
3,9
2,0064
1,2420
1,1
227,795
1
25
20,4
7,9618
6,4968
2
8205,255
2
20,4
9,6
6,4968
3,0573
2
3582,803
3
9,6
5,4
3,0573
1,7197
2,67
1195,760
1
53,7
48,6
17,1019
15,4777
2
41661,186
2
48,6
43,2
15,4777
13,7580
2
33547,930
3
43,2
37,2
13,7580
11,8471
2
25733,121
4
37,2
32,1
11,8471
10,2229
2
19118,193
5
32,1
25,3
10,2229
8,0573
2
13116,083
6
25,3
21,4
8,0573
6,8153
1,5
6511,415
BJ
Berat Batang Utama (kg)
C karbon (%)
Massa Karbon Batang (kg)
3021,505
0,49
1,481
58,45
0,865
12983,818
0,42
5,453
58,93
3,214
139687,928
0,41
57,272
64,94
37,192
Volume total per pohon (cm³)
48
Lampiran 1 (lanjutan)
4
5
6
60,5
55,4
19,2675
17,6433
2
53474,562
2
55,4
50,6
17,6433
16,1146
2
44729,299
3
50,6
48,2
16,1146
15,3503
2
38859,236
4
48,2
42,2
15,3503
13,4395
2
32532,484
5
42,2
36,7
13,4395
11,6879
2
24781,887
6
36,7
39,8
11,6879
12,6752
2
23297,174
7
39,8
37,3
12,6752
11,8790
2,7
31946,471
1
70,8
64,2
22,5478
20,4459
2
72551,752
2
64,2
60,9
20,4459
19,3949
2
62300,995
3
60,9
49,9
19,3949
15,8917
2
48871,975
4
49,9
47,2
15,8917
15,0318
2
37533,479
5
47,2
36,8
15,0318
11,7197
2
28089,172
6
36,8
34,2
11,7197
10,8917
2
20067,675
7
34,2
22,1
10,8917
7,0382
2
12618,193
8
22,1
17,8
7,0382
5,6688
3,4
10773,953
1
79,8
73,5
25,4140
23,4076
2
93554,498
2
73,5
66,4
23,4076
21,1465
2
77914,053
3
66,4
59
21,1465
18,7898
2
62600,159
4
59
60,3
18,7898
19,2038
2
56658,002
5
60,3
51,2
19,2038
16,3057
2
49491,441
6
51,2
40,5
16,3057
12,8981
2
33474,881
7
40,5
35,2
12,8981
11,2102
2
22812,460
8
35,2
33,6
11,2102
10,7006
3,3
31091,465
249621,113
0,46
114,826
62,57
71,846
292807,193
0,46
134,691
58,11
78,269
427596,959
0,53
226,626
63,42
143,726
49
1
Lampiran 1 (lanjutan)
7
8
1
91,6
85,6
29,1720
27,2611
2
124999,363
2
85,6
85,1
27,2611
27,1019
2
115997,174
3
85,1
54,2
27,1019
17,2611
2
77247,174
4
54,2
44
17,2611
14,0127
2
38388,694
5
44
41,7
14,0127
13,2803
2
29237,619
6
41,7
22,6
13,2803
7,1975
2
16458,957
7
22,6
16,5
7,1975
5,2548
4,9
14910,766
1
101,6
90,6
32,3567
28,8535
2
147057,484
2
90,6
95,1
28,8535
30,2866
2
137279,021
3
95,1
64,6
30,2866
20,5732
2
101529,021
4
64,6
54,7
20,5732
17,4204
2
56658,002
5
54,7
48,1
17,4204
15,3185
2
42069,427
6
48,1
41,5
15,3185
13,2166
2
31959,236
7
41,5
29,5
13,2166
9,3949
2
20067,675
8
29,5
17,4
9,3949
5,5414
2
8756,409
9
17,4
12,7
5,5414
4,0446
2,54
4580,544
417239,747
0,55
229,482
63,24
145,124
549956,818
0,47
258,4797
63,55
164,26385
50
Lampiran 2 Perhitungan Biomassa dan Massa Karbon Cabang Keliling Cabang No
No, Cabang
Keliling Pangkal Cabang (cm)
Keliling Ujung Cabang (cm)
Diameter Batang Utama Diameter Pangkal Cabang (cm)
Diameter Ujung Cabang (cm)
Panjang Cabang Panjang Sekmen (m)
Volume Cabang Volume (cm³)
Volume Total (cm³)
BJ
Berat Cabang (kg)
C karbon (%)
Massa Cabang (kg)
1
0
0
0
0,00
0
2
0
0
0
0,00
0
3
1
15,8
13,4
5,0318
4,2675
1,49
2528,729
2528,729
0,32
0,809
50,30
0,407
4
1
19
10,3
6,0510
3,2803
1,55
2648,606
2648,606
0,42
1,112
48,99
0,545
1
35,6
31,2
11,3376
9,9363
1,96
17408,420
2
21,4
13,5
6,8153
4,2994
5,74
13915,958
3
26,9
14,6
8,5669
4,6497
6,34
21733,808
4
18
12,3
5,7325
3,9172
2,63
4806,084
5
16,4
13,7
5,2229
4,3631
1,29
2326,339
70980,569
0,40
28,392
52,25
14,835
6
18,2
11,6
5,7962
3,6943
1,83
3234,700
7
16,6
12
5,2866
3,8217
2,3
3744,642
8
22
20,7
7,0064
6,5924
1,05
3810,618
1
37
13
11,7834
4,1401
2,91
14480,494
2
17
14
5,4140
4,4586
3,73
7134,813
3
17,2
11,3
5,4777
3,5987
2,25
3637,664
27787,024
0,46
12,782
48,18
6,158
4
18,3
15,4
5,8280
4,9045
1,121
2534,054
5
6
51
Lampiran 2 (lanjutan)
7
8
1
16,7
10,3
5,3185
3,2803
2,5
3627,588
2
18,8
8
5,9873
2,5478
3,53
5046,551
3
16,4
10,5
5,2229
3,3439
1,92
2765,389
4
27,8
12
8,8535
3,8217
4,1
12927,078
5
19,1
9,5
6,0828
3,0255
2,82
4591,256
6
24,9
10,6
7,9299
3,3758
3,82
9582,315
7
23,4
9,8
7,4522
3,1210
3,6
7898,217
1
28,6
12
9,1083
3,8217
4,56
14961,229
2
25,2
10,5
8,0255
3,3439
4,5
11415,615
3
20,6
8,6
6,5605
2,7389
2,05
3479,124
46438,393
0,54
25,077
49,00
12,288
29855,969
0,42
12,540
54,00
6,771
52
53
Lampiran 3 Perhitungan Biomassa dan Massa Karbon Akar No
Berat Basah (kg)
KA (%)
Biomassa (kg)
C (%)
1
0,41
78,05
0,2303
43,42
Massa Karbon Akar (kg) 0,100
2
5,25
90,07
2,7621
42,61
1,177
3
22
77,73
12,3783
46,31
5,732
4
49
90,82
25,6787
43,05
11,055
5
91
91,03
47,6365
54,25
25,843
6
93
93,89
47,9653
49,42
23,704
7
76
85,14
41,0500
53,76
22,068
8
228
83,80
124,0479
51,13
63,426
Lampiran 4 Perhitungan Biomassa dan Massa Karbon Ranting No
Berat Basah (kg)
KA (%)
Biomassa (kg)
C (%)
Massa Karbon Ranting (kg)
1
0,3
94,13
0,1545
36,57
0,057
2
5
92,80
2,5934
40,91
1,061
3
20
85,63
10,7741
39,97
4,306
4
27
96,30
13,7545
39,97
5,498
5
37
78,03
20,7830
44,87
9,325
6
54
81,07
29,8227
41,32
12,323
7
72
85,71
38,7701
38,54
14,942
8
76
87,25
40,5874
46,12
18,719
Lampiran 5 Perhitungan Biomassa dan Massa Karbon Daun Berat Basah (kg)
KA (%)
Biomassa (kg)
C (%)
1
1
95,87
0,5105
28,14
Massa Karbon Daun (kg) 0,144
2
7,5
94,70
3,8521
27,86
1,073
3
17,5
95,68
8,9432
28,25
2,526
4
52,5
97,66
26,5608
27,57
7,323
5
50
98,92
25,1357
30,10
7,566
6
66
99,86
33,0231
30,20
9,973
7
69
97,98
34,8520
29,55
10,299
8
102
102,56
50,3555
28,59
14,397
No
54
Lampiran 6 Potensi Biomassa dan Massa Karbon di BKPH Parung Panjang Tahun Tanam
Diameter (cm)
Jumlah Pohon (N)
Potensi Biomassa (ton/ha)
Potensi Massa Karbon (ton/ha)
2008
7.58
433
24.63
12.53
2007
9.7
1365
12.03
6.28
2006
11.5
1189
30.36
15.88
2005
16.51
443
55.38
29.88
2004
16.54
429
65.37
35.19
2002
23.71
346
95.41
52.75
47.1967
25.4183
Rata-rata