IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tahapan Penyusunan Model Dalam penelitian yang menggunakan model ekonometrika, yang dimulai dengan langkah spesifikasi model, penaksiran, verifikasi/evaluasi, dan implikasi kebijakan berdasarkan parameter-parameter yang telah ditaksir. Dalam spesifikasi model dirumuskan persamaan-persamaan matematis yang menggambarkan hubungan antara berbagai variabel ekonomi. Spesifikasi model ekonometrika didasarkan pada teori ekonomi dan adanya informasi yang berhubungan dengan fenomena yang diteliti. Langkah selanjutnya adalah melakukan pendugaan atas model yang telah terspesifikasi dan hasil parameter yang didapat masih diperlukan adanya verifikasi secara statistik untuk menguji hasil pendugaan tersebut. Suatu model dikatakan baik jika model dapat memenuhi kriteria : 1. Kriteria Ekonomi (menyangkut tanda dan besar parameter dugaan). 2. Kriteria Statistik (menyangkut uji statistik). 3. Kriteria Ekonometrika (menyangkut asumsi model). Dari ketiga kriteria di atas yang lebih penting adalah kriteria ekonomi sesuai dengan tujuan penelitian yaitu menyangkut evaluasi ekonomi. Secara umum tahapan dalam penyusunan model dilakukan sebagai berikut:
4.2. Prosedur Spesifikasi Model Sebelum membangun model ekonomi, dibuat bagan alir dari variabelvariabel ekonomi yang akan membentuk model, seperti pada Gambar 4, agar lebih memudahkan dalam membangun model ekonomi dengan lebih baik.
60
Teori Ekonomi
Model Ekonomi
Fenomena
Sleksi variabel berpengaruh dengan justifikasi teori dan
Spesifikasi Model
Pengumpulan data Pendugaan Model
1. Menggunakan model persamaan simultan (Simultaneous equations model) 2. Metode pendugaan dengan 2 SLS (Two Stage Least Square)
Evaluasi
Kriteria Ekonomi (tanda dan besaran)
Kriteria statistic (F, DW dan t hitung)
Kriteria ekonometrika (penyimpanga n asumsi)
Evaluasi Daya Ramal
Model Ekonometrika
Tidak Go
Gambar 4. Tahapan Penyusunan Model
61
Model Ekonometrika
Structural Analysis: Interpretasi dari nilai paremater yang diperoleh
Evaluasi
RMSE, RMSPE, MSE, Um, Us, Uc
Perubahan instrumen variabel
Kalibarasi model, penyesuaian model / paramater sesuai perubahan yang mungkin terjadi Perubahan instrumen variabel pada masa yang akan datang
Multiplier Analysis: Melihat perubahan variabel eksogen terhadap endogenus pada masa datang : 1. Interim multiplier 2. Total multiplier
Daya Ramal Model
Go
Policy Simulation Simulasi ex- post (historis)
No
Peramalan Variabel Exogenus
Metode ARIMA, dll
Policy Simulation Simulasi ex ante (akan datang)
Forecasting : pendugaan nilai variabel endogenus pada masa datang
Gambar 5. Tahapan Evaluasi Daya Ramal Model
62
4.3. Model Ekonomi Pupuk dan Sektor Pertanian Penyusunan
model
ekonomi
pupuk
dan
sektor
pertanian
mempertimbangkan aspek produksi, konsumsi, dan aspek perdagangannya. Model yang telah tersusun di bawah ini merupakan abstraksi fenomena keterkaitan perilaku industri pupuk dengan perilaku sektor pertanian tanaman perkebunan maupun tanaman pangan. Model pada Gambar 6 menggambarkan industri pupuk
sebagaimana
kegiatan ekonomi lainnya melakukan kegiatan yang berkaitan dengan penyediaan bahan baku, produksi, dan perdagangan pupuk. Kegiatan yang dilakukan oleh industri pupuk memiliki keterkaitan yang kuat dengan sektor pertanian. Aspek ketersediaan dan akses pupuk untuk sektor pertanian menjadi faktor yang sangat menentukan kinerja sektor pertanian. Aspek ketersediaan menunjukkan adanya pupuk dalam kuantitas yang cukup, sedangkan aspek akses pupuk menunjukkan pada keterjangkauan petani dalam membeli pupuk serta kemudahan dalam mendapatkannya untuk kebutuhan input produksinya. Model ekonomi pupuk dan sektor pertanian disusun dalam sistem persamaan simultan dan dinamis. Model dikelompokkan dalam 12 kelompok. Berdasarkan pertimbangan jumlah pemakaiannya, maka tiga jenis pupuk, yaitu Urea, TSP/SP36, dan KCl yang dipilih untuk ditelaah lebih jauh mengenai produksi dan konsumsi, serta perdagangan ekspor dan impornya. Komoditas perkebunan yang dipilih terdiri dari 3 komoditas yaitu sawit, teh, kakao, dan komoditas pangan yang terdiri dari 3 komoditas yaitu padi, jagung, kedelai, juga ditelaah berdasarkan produksi dan perdagangan komoditas tersebut.
63
UREA Gas
KCL
Kap
Mneg K
Xneg I
I N P U T
Dlain
Xw
Pw
Durea
X=S-D XNa
DPerk
Mw
Mind.
Xneg.B Xw
Pw
Mw
Mneg C
MNi
Mneg D
MNj
XNc
MNe
MNf
MNrow
MInd
PKCL
Dlain
Mw
Mneg G
Subsid i
PTSP
Dlain
DTSP
Mneg H
DKCL
MNrow
MRow
XNb
Subsid i
STSP
DPerk
MRow
Dpgn
Pw
Xneg E DPerk
Dpgn
MNd
SKCL Kap
MNh
Pure Xneg.A
MRow
Xneg J
XRow a
Mneg L
B. Baku
XRow
Surea Subsidi
TSP
Dpgn
Xneg F
XNrow
Xw
XRow
Y
Areal
Y
Areal
PRODUKSI
SCPO
STeh
PCPO
Y
Areal
PTeh
Y
Areal
SKakao
SPadi
PKaka
PPadi
Y
Areal
SJg
MPadi
PJg
Y
Areal
SKed.
MJg
PKed.
MKed.
o
DCPO Ddom
DTeh XCPO
SAWIT
Ddom
TEH
DKakao XTeh
Ddom
DPadi
DJg
DKed.
XKakao
KAKAO
PADI
JAGUNG
KEDELAI
63
Gambar 6. Kerangka Pikir Model Simultan Dampak Liberalisasi Perdagangan Pupuk terhadap Kinerja Perdagangan Pupuk dan Sektor Pertanian di Indonesia.
64
Tabel 5. Pengorganisasian Model yang Digunakan (Perilaku dan Identitas) Nama Kelompok Persamaan
Nomor Persamaan
Jumlah Persamaan
Produksi dan Konsumsi Pupuk Urea
01 – 06
6
Perdagangan Pupuk Urea
07 – 25
19
Produksi dan Konsumsi Pupuk TSP
26 – 31
6
Perdagangan Pupuk TSP
32 – 43
12
Konsumsi Pupuk KCl
44 – 48
5
Perdagangan Pupuk KCl
49 – 60
11
Produksi dan Perdagangan Sawit
61 – 67
7
Produksi dan Perdagangan Teh
68 – 73
6
Produksi dan Perdagangan Kakao
74 – 79
6
Produksi dan Perdagangan Padi
80 – 87
8
Produksi dan Perdagangan Jagung
88 – 94
7
Produksi dan Perdagangan Kedelai
95 – 101
7
4.3.1
Produksi dan Konsumsi Pupuk Urea Indonesia memiliki 6 buah pabrik yang memproduksi urea dimana
kapasitas terpasangnya lebih besar dari pada kebutuhan urea dalam negeri. Dalam kondisi produksi normal, kebutuhan dalam negeri cukup dipenuhi dari produksi dalam negeri. Model yang digunakan untuk menggambarkan perilaku pupuk urea Indonesia seperti terspesifikasi dalam model berikut ini. 1. QU
= f (PU, PGAS, KAPU, QUL)
2.
SU
= QU-XU
3.
DU
= DUPKN + DUPGN + DUR
4.
DUPKN = f (PKK, QTEH, PUWL, PCPOL)
65
5.
DUPGN = f (PU, PKD, APD, AJG)
6.
PU
= f (SUBU, DUR, XU, PUWL, PUL)
Dari keenam model di atas terdapat 4 (empat) persamaan perilaku dan 2 (dua) persamaan indentitas.
Keterangan variabel yang digunakan sebagai
berikut :
4.3.2
QU PU PGAS KAPU QUL SU DU DUPKN DUPGN DUR PUW PKK QTEH
= = = = = = = = = = = = =
PCPOL PKD APD AJG PUWL PUL SUBU XU
= = = = = = = =
Produksi urea Indonesia (ribu ton) Harga urea domestik (Rp per kg) Harga gas bahan baku urea (US $ per MMBTU) Kapasitas produksi pupuk urea domestik (ton) Produksi urea Indonesia tahun lalu (ribu ton) Penawaran urea (ribu ton) Total permintaan untuk pupuk urea (ribu ton) Permintaan urea untuk perkebunan (ribu ton) Permintaan urea untuk tanaman pangan (ribu ton) Permintaan urea yang un-recorded (ribu ton) Harga dunia untuk pupuk urea (US $ per kg) Harga kakao domestik (US $ per kg) Produksi teh yang merupakan perkalian antara areal dengan produktifitas per satuan luasnya (ha) (ribu ton) Harga CPO domestik pada tahun yang lalu (US $ per kg) Harga kedelai domestik (Rp per kg) Areal padi domestik (ribu ha) Areal jagung domestik (ribu ha) Harga urea dunia tahun sebelumnya ( US $ per kg) Harga urea domestik tahun sebelumnya (Rp per kg) Subsidi untuk pupuk urea (milyar rupiah) Total ekspor urea Indonesia (ribu ton)
Perdagangan Pupuk Urea Ketersediaan kebutuhan pupuk urea dalam negeri merupakan syarat perlu
bagi peningkatan kinerja sektor pertanian saat ini. Sehingga pemerintah melarang ekspor urea ke luar negeri sebelum kebutuhan dalam negeri terpenuhi. Dengan kondisi demikian, maka ekspor merupakan residual setelah kebutuhan domestik. Meskipun produksi urea dalam negeri telah mencukupi, sering kali terjadi kelangkaan pupuk urea di pasar. Hal ini terjadi karena adanya urea yang ditimbun atau diekspor secara ilegal ke luar negeri. Hal ini terjadi karena harga di dalam
66
negeri lebih murah dibandingkan dengan luar negeri. Impor urea tidak pernah terjadi, karena jumlah produksi yang mencukupi ataupun harga domestik yang relatif lebih murah dibandingkan harga di luar negeri. Model yang digunakan untuk menggambarkan perdagangan pupuk urea seperti pada uraian berikut ini. 7. EXU = QU - DUPKN – DUPGN 8. XU
= XUIV + XUIT + XUIP + XUITH + XUIM + XULL
Pada dua persamaan di atas menunjukkan bahwa EXU merupakan excess supply, yaitu kelebihan produksi atas permintaan pupuk urea untuk perkebunan dan permintaan urea untuk tanaman pangan. Kelebihan dari produksi urea (excess supply) digunakan untuk memenuhi permintaan ekspor urea dan juga adanya peluang untuk keperluan lain yang tidak tercatat (DUR = permintaan urea yang un-recorded). Ekspor urea Indonesia digambarkan dari model berikut ini : 9. XUIV = f (PUW, ER, EXU, RLV, XUIVL) 10. XUIT = f (PUW, ER, EXU) 11. XUIP = f (PUW, ER, EXU, XUIPL) 12. XUITH= f (PUW, ER, EXU, PUTHL) 13. XUIM = f (PUW, ER, EXU, PUML) Dari kelima model di atas kesemuanya merupakan persamaan perilaku dengan keterangan variabel sebagai berikut : XUIV EXU RLV
= Ekspor urea Indonesia ke negara Vietnam (ribu ton) = Excess supply produksi urea domestik (ribu ton) = Perubahan luas lahan pertanian di Vietnam dari tahun sebelumnya XUIVL = Ekspor urea Indonesia ke Vietnam sebelumnya (ribu ton)
67
XUIT ER XUIP XUIPL XUITH PUTHL XUIM PUML
= = = = = = = =
Ekspor urea Indonesia ke Taiwan (ribu ton) Nilai tukar Rp per US $ Ekspor urea Indonesia ke Philiphina (ribu ton) Ekspor urea Indonesia ke Philiphina tahun sebelumnya Ekspor urea Indonesia ke Thailand (ribu ton) Harga urea Thailand (bath per kg) Ekspor urea Indonesia ke Malasyia (ribu ton) Harga urea Malasyia ($ Malasyia per kg)
Sedangkan untuk perdagangan dunia pupuk urea digambarkan dalam model berikut ini: 14. XUS
= f (PUW, ERS, INTS, XUSL)
15. XUC
= f (PUW, INTC, XUCL)
16. XUR
= f (PUW, INTR, XURL)
17. XUA
= f (PUW, ERA, INTA, XUAL)
18. XUU
= f (PUW, INTU, XUUL)
19. XUW
= XU + XUS + XUC + XUR + XUA + XUU + XURW
20. MUU
= f (GNPU, PUWL, MUUL)
21. MUV
= f (XUIV, GNPV, PUWL, PUVL)
22. MUAU = f (PUW, GNPAU, LAU, MUAUL) 23. MUTH
= f (PUW, PUTH, GNPTH, MUTHL)
24. MUW
= MUU + MUV + MUAU + MUTH + MURW
25. PUW
= f (MUW, XUW, PUWL)
Dari keduabelas persamaan di atas terdapat dua persamaan perilaku, yaitu untuk ekspor urea dunia dan impor urea dunia, sedangkan 10 (sepuluh) persamaan lainnya merupakan persamaan perilaku. Keterangan variabel dari persamaanpersamaan di atas adalah sebagai berikut : XUS ERS INT- x
= Ekspor urea Soviet (ribu ton) = Nilai tukar Soviet (Local current account per US $) = Intervensi pemerintah terhadap ekspor urea negara x (selisih harga domestik negara bersangkutan dengan harga dunia)
68
XUC XUCL XUR XURL XUA XUAL XUU XUUL XURW XUW MUU GNP-x MUV MUAU MUTH MURW MUW MUW XUW
= = = = = = = = = = = = = = = = = = =
Ekspor urea Canada (ribu ton) Ekspor urea Canada tahun sebelumnya (ribu ton) Ekspor urea Rumania (ribu ton) Ekspor urea Rumania tahun sebelumnya (ribu ton) Ekspor urea Arab Saudi (ribu ton) Ekspor urea Arab Saudi Tahun sebelumnya (ribu ton) Ekspor urea USA (ribu ton) Ekspor urea USA tahun sebelumnya (ribu ton) Ekspor urea negara sisa (ribu ton) Total ekspor dunia untuk pupuk urea (ribu ton) Impor urea USA (ribu ton) GNP negara – x Impor urea Vietnam (ribu ton) Impor urea Austalia (ribu ton) Impor urea Thailand (ribu ton) Impor urea negara sisa (ribu ton) Total impor dunia (ribu ton) Impor Urea dunia Ekspor urea dunia
4.3.3. Produksi Dan Konsumsi Pupuk TSP Meskipun Indonesia memproduksi pupuk TSP/SP36, tapi produksinya masih belum mencukupi kebutuhan dalam negeri. Indonesia hampir tidak pernah mengekspor pupuk TSP/SP36 karena produk dalam negeri tidak memiliki keunggulan kompetitif untuk bersaing dengan produk dari luar negeri, karena bahan baku pupuk ini sebagian besar merupakan barang impor. Model yang dibentuk untuk menggambarkan perilaku pupuk TSP adalah sebagai berikut : 26. QT
= f (PT, PBT, KAPT, QTL, I)
27. ST
= QT + MT
28. DT
= DTPKN + DTPGN + DTLL
29. DTPKN = f (PT, YTEH, YKK, YSW, DTPKNL) 30. DTPGN = f (PTER, PPD, PKD, AJG, DTPGNL) 31. PT
= f (RSUBT, PTL, PTWL, ERL, DTLL)
69
Produsen pupuk TSP/SP-36 di Indonesia adalah PT Petrokimia Gresik. Namun kapasitas produksinya masih jauh dari yang dibutuhkan. Sehingga impor dilakukan
untuk
memenuhi
kekurangan
penawaran
domestik
tersebut.
Keterangan variabel dari model di atas adalah sebagai berikut : QT PT PBT KAPT QTL ST MT DT DTPKN DTPGN DTLL YTEH YKK YSW DTPKNL DTPGNL PTER
= = = = = = = = = = = = = = = = =
PPD PKD AJG RSUBT
= = = =
PTL
=
Produksi TSP domestik (ribu ton) Harga pupuk TSP domestik (Rp per kg) Harga bahan baku TSP Kapasitas produksi TSP domestik (ribu ton) Produksi TSP domestik tahun sebelumnya (ribu ton) Penawaran TSP Indonesia (ribu ton) Impor TSP Indonesia (ribu ton) Permintaan TSP domestik (ribu ton) Permintaan TSP domestik untuk perkebunan (ribu ton) Permintaan TSP domestik untuk tanaman pangan (ribu ton) Permintaan TSP domestik untuk lain-lain (ribu ton) Produktifitas teh (ton per ha) Produktifitas Kakao (ton per ha) Produktifitas Kelapa Sawit (ton per ha) Permintaan TSP untuk perkebunan sebelumnya (ribu ton) Permintaan TSP tanaman pangan sebelumnya (ribu ton) Variabel interaksi antara harga TSP domestik dengan nilai tukar Harga padi domestik (Rp per kg) Harga kedelai domestik (Rp per kg) Areal jagung domestik (ribu ha) Variabel yang dibentuk dari subsidi TSP tahun sekarang dengan tahun sebelumnya (milyar rupiah) Harga TSP domestik tahun sebelumnya (Rp per kg).
4.3.4. Perdagangan Pupuk TSP Dalam perkembangan produksi pupuk TSP Indonesia masih menunjukkan belum mampu memenuhi kebutuhan TSP dalam negeri. Beberapa negara menjadi tujuan impor guna memenuhi kebutuhan TSP domestik. Model yang menggambarkan perdagangan pupuk TSP ini dapat di uraikan berikut ini. 32. XTU
= f (PTW, INTU, XTUL)
33. XTTU
= f (PTW, ERTU, INTTU, XTTUL)
70
34. XTMO
= f (PTW, ERMO, XTMOL)
35. XTW
= XTU + XTTU + XTMO + XTRW
Dari persamaan di atas menunjukkan bahwa perilaku perdagangan pupuk TSP dunia memfokuskan perhatian pada tiga negara utama produsen pupuk TSP yaitu USA, Tunisia, dan Maroko. Negara lainnya yang juga merupakan eksportir TSP termasuk dalam kategori XTRW (negara pengekspor TSP lainnya). Keterangan variabel yang menjelaskan 3 (tiga) persamaan perilaku dan 1 (satu) persamaan identitas di atas adalah sebagai berikut : XTU PTW INT-x XTUL XTTU ERTU XTMO ERMO XTMOL XTRW XTW
= = = = = = = = = = =
Ekspor TSP USA (ribu ton) Harga TSP dunia (US $ per kg) Intervensi negara – x dalam ekspor TSP Ekspor TSP USA tahun sebelumnya (ribu ton) Ekspor TSP Tunisia (ribu ton) Nilai tukar Tunisia yaitu LCU per US $ Ekspor TSP Maroko (ribu ton) Nilai tukar Maroko yaitu LCU per US $ Ekspor TSP Maroko tahun sebelumnya (ribu ton) Ekspor TSP negara sisa (ribu ton) Ekspor TSP dunia (ribu ton)
Bila ditinjau dari kondisi impor TSP domestik dapat
diuraikan
perilakunya berdasarkan model berikut ini: 36. MTIU
= f (PTW, ER, QT, LINA)
37. MTIMO = f (PTW, ER, QT, LINA, MTIU) 38. MTITU = f (PTW, ER, LINA, MTIU) 39. MT
= MTIMO + MTITU + MTIU + MTIRW
Model di atas menggambarkan keragaan impor TSP domestik yang memfokuskan pada perilaku impor domestik terhadap 3 (tiga) negara tujuan impor yaitu USA,
Maroko, dan Tunisia. Selanjutnya keterangan variabel yang
digunakan dalam model di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
71
MTIU MTIMO MTITU PTWN LINA
MTRW MT
= = = =
Impor TSP Indonesia dari USA (ribu ton) Impor TSP Indonesia dari Maroko (ribu ton) Impor TSP Indonesia dari Tunisia (ribu ton) Merupakan variabel interaksi antara harga TSP dunia dengan nilai tukar Rp per US $ = Merupakan variabel bentukan dari penjumlahan luas areal untuk perkebunan dan luas areal tanaman pangan Indonesia (ribu ha) = Impor Indonesia untuk pupuk TSP dari negara lainnya (ribu ton) = Total impor TSP Indonesia (ribu ton)
Keragaan negara-negara pengimpor TSP dunia selanjutnya dapat diamati dari spesifikasi model di bawah ini. Konsentrasi perhatian dalam model ini adalah pada beberapa negara yaitu Iran, dan juga Brasil. 40. MTIR
= f (PTW, GNPIR, MTIRL)
41. MTBR = f (PTW, LBR, GNPBR, MTBRL) 42. MTW
= MT + MTIR + MTBR + MTRW
43. PTW
= f (XTW, MTW, PTWL)
Variabel-variabel yang digunakan dalam menjelaskan keragaan impor TSP dunia dan juga harga dunia TSP ini dapat dijelaskan dalam keterangan sebagai sebagai berikut: MTIR MTIRL MTBR LBR MTBRL MTRW MTW XTW MTWL
= = = = = = = = =
Impor TSP Iran (ribu ton) Impor TSP Iran tahun sebelumnya (ribu ton) Impor TSP Brasil (ribu ton) Luas areal pertanian Brasil (ha) Impor TSP Brasil tahun sebelumnya (ribu ton) Impor dari negara-negara sisa (ribu ton) Impor TSP dunia Ekspor TSP dunia Impor TSP dunia tahun sebelumnya (ribu ton)
72
4.3.5. Konsumsi Pupuk KCl Indonesia tidak memproduksi pupuk KCl sampai saat ini, sehingga seluruh kebutuhan pupuk ini dipenuhi dengan mengimpor dari luar negeri. Dalam model ini dipertimbangkan berkenaan dengan permintaan KCl untuk tanaman pangan dan perkebunan saja. Kondisi perpupukan Indonesia untuk KCl digambarkan dengan model berikut ini. 44. SK
= MK
45. DK
= DKPKN + DKPGN + DKLL
46. DKPKN = f (PK, ASW, YTEH, QKK) 47. DKPGN = f (PK, AJG, YPD, PKD, DKPGNL, DKLL) 48. PK
= f (PKW, ER, RSUBK, PKL)
Persamaan-persamaan di atas menggambarkan perilaku pupuk KCl Indonesia dalam rangka memenuhi kebutuhan untuk tanaman perkebunan dan tanaman pangan. Berkenaan dengan keterangan variabel yang digunakan dalam persamaan di atas dijelaskan berikut ini. SK MK DK DKPKN DKPGN DKLL PK ASW YTEH QKK AJG YPD PKD DKPGNL PKL RSUBK
= = = = = = = = = = = = = = = =
Penawaran pupuk KCl domestik (ribu ton) Impor pupuk KCl domestik (ribu ton) Kebutuhan pupuk KCl (ribu ton) Permintaan pupuk KCl untuk tanaman perkebunan (ribu ton) Permintaan pupuk KCl untuk tanaman pangan (ribu ton) Permintaan pupuk KCl untuk lainnya (ribu ton) Harga pupuk KCl domestik (Rp per kg) Areal Kelapa Sawit (ribu ha) Produktifitas tanaman teh (ton per ha) Produksi kakao domestik (ribu ton) Areal jagung domestik (ribu ha) Produktifitas padi (ton per ha) Harga kedelai domestik (Rp per kg) Permintaan KCl untuk tanaman pangan tahun sebelumnya Harga KCl domestik untuk tahun sebelumnya (Rp per kg) Variabel bentukan yang merupakan selisih subsidi untuk KCl tahun tertentu dengan tahun sebelumnya
73
4.3.6. Perdagangan Pupuk KCl Pemenuhan kebutuhan input pupuk tidak dapat dilakukan secara sebagiansebagian. Pupuk urea, TSP mapun KCl merupakan penyedia unsur makro yang sangat penting bagi tumbuhan. Keberadaan unsur ini adalah saling melengkapi. Tidak diproduksinya jenis pupuk ini secara domestik menyebabkan perubahan-perubahan dalam perdagangan pupuk KCl internasional berdampak pada permintaan pupuk jenis ini di dalam negeri. Untuk mengetahui fenomena ini dibuat model berikut ini. 49. XKC = f(PKW, ERC, INTC, XKCL) 50. XKG = f(PKW, ERG, INTG, XKGL) 51. XKS
= f(PKW, ERS, INTS, XKSL)
52. XKW = XKC + XKG + XKS + XKRW Pembuatan model untuk menggambarkan kondisi ekspor pupuk KCl dunia memfokuskan perhatian pada perilaku ekspor beberapa negara yaitu Kanada, Jerman dan Soviet. Berikut ini keterangan variabel dari persamaan di atas. XKC INT- x XKCL XKG XKGL XKS XKSL XKRW XKW
= = = = = = = = =
Ekspor KCl negara Kanada (ribu ton) Intervensi ekspor negara – x Ekspor KCl negara Kanada tahun sebelumnya (ribu ton) Ekspor KCl negara Jerman (ribu ton) Ekspor KCl negara Jerman tahun sebelumnya (ribu ton) Ekspor KCl negara Soviet (ribu ton) Ekspor KCl negara Soviet tahun sebelumnya (ribu ton) Ekspor KCl negara sisa (ribu ton) Total ekspor KCl dunia (ribu ton)
Selain model untuk meliht gmbarn perdagangan pupuk KCl dunia, dibuat pula model perilaku impor pupuk KCl Indonesia yang terspesifikasi dalam model berikut ini: 53. MKIC = f (PKW, ER, APKN, APGN) 54. MKIG = f (PKW, ER, APKN, APGN)
74
55. MKIJ = f (PKWER, LINA, MKIJL) 56. MK
= MKIC + MKIG + MKIJ + MKIRW
Model perdagangan impor pupuk KCl domestik seperti terspesifikasi di atas memfokuskan perhatian pada perilaku impor pupuk KCl pada beberapa negara tujuan impor yaitu Kanada, Jerman, dan Yordania. Berikut keterangan variabel dari persamaan-persamaan di atas. MKIC MKIG MKIJ PKW ER APKN
= = = = = =
APGN
=
PKWER = LINA
=
MKIJL = MKIRW = MK =
Impor KCl Indonesia dari Kanada (ribu ton) Impor KCl Indonesia dari Jerman (ribu ton) Impor KCl Indonesia dari Yordania (ribu ton) Harga KCl dunia (US $ per kg) Nilai tukar Rp per US $ Luas areal perkebunan yang merupakan total areal kelapa sawit, kakao, dan teh (ribu ha) Luas areal tanaman pangan yang merupakan total padi, kedelai, dan jagung (ribu ha) Variabel interaksi antara harga KCl dunia dengan nilai tukar Rp per US $ Merupakan variabel bentukan dari penjumlahan luas areal untuk perkebunan dan luas areal tanaman pangan Indonesia (ribu ha) Impor KCl Indonesia dari Yordania untuk tahun sebelumnya Impor KCL Indonesia dari negara lainnya (ribu ton) Merupakan total keseluruhan impor KCl untuk kebutuhan domestik (ribu ton)
Model perdagangan pupuk KCl selanjutnya menggambarkan perilaku impor negara-negara di dunia yang dalam penelitian ini difokuskan pada beberapa negara saja yaitu Cina dan Brasil. Berikut ini model perilaku impor negara-negara tersebut. 57. MKCI = f (PKW, GNPCI, MKCIL) 58. MKBR = f (PKWL, LBR, MKBRL) 59. MKW = MK + MKU + MKCI + MKBR + MKFR + MKRW 60. PKW = f (MKW, XKW, PKWL)
75
Dari spesifikai model di atas berkenaan dengan variabel yang digunakan dapat dijelaskan sebagai berikut: MKCI MKCIL MKBR LBR MKBRL MKRW MKW XKW PKW
= = = = = = = = =
Impor KCL untuk negara Cina (ribu ton) Impor KCL untuk negara Cina sebelumnya (ribu ton) Impor KCL untuk negara Brasil (ribu ton) Luas areal pertanian negara Brasil (ha) Impor KCl untuk negara Brasil tahun sebelumnya (ribu ton) Impor KCl untuk negara sisanya (ribu ton) Total impor KCl dunia (ribu ton) Total ekspor KCl dunia (ribu ton) Harga dunia KCL (US $ per kg)
4.3.7. Produksi dan Perdagangan Sawit Dalam penelitian ini model perilaku pupuk memiliki keterkaitan dengan kinerja di dua sub-sektor pertanian masing-masing adalah pertanian tanaman pangan dan perkebunan.
Model yang digunakan untuk menjelaskan perilaku
pertanian perkebunan untuk kelapa sawit adalah sebagai berikut: 61. ASW
= f (PCPO, ASWL )
62. YSW
= f (PCPOW, PPUKL, (ASW-ASWL))
63. QSW
= YSW*ASW
64. SCPO
= QSW-XCPO
65. XCPO = f (QSW, ER, PCPOWL, PECPOL) 66. DCPO = DDCPO + XCPO 67. PCPO
= f (PCPOW, QSWL, PCPOL)
Perilaku ekonomi dari perkelapasawitan Indonesia diidentifikasi menurut produksi, produktifitas, ekspor, dan juga harganya. Dari model di atas, dapat dijelaskan variabel yang digunakan sebagai berikut: ASW PCPO PCPOL ASWL YSW
= = = = =
Areal kelapa sawit domestik (ribu ha) Harga CPO domestik (US $ per kg) Variabel lag dari PCPO (US $ per kg) Areal kelapa sawit Indonesia tahun sebelumnya (ribu ha) Produktifitas kelapa sawit Indonesia (ton per ha)
76
PPUK
= Merupakan variabel interaksi antara harga pupuk urea, pupuk TSP, dan pupuk KCl (Rp per kg) PPUKL = Variabel PPUK untuk tahun sebelumnya (Rp per kg) PCPOW = Harga CPO dunia (US $ per kg) QSW = Produksi kelapa sawit Indonesia (ribu ton) SCPO = Penawaran CPO domestik (ribu ton) XCPO = Ekspor CPO Indonesia (ribu ton) PCPOWL = Harga CPO dunia tahun sebelumnya (US $ per kg) QSWL = Variabel lag dari QSW (ribu ton) 4.3.8. Produksi dan Perdagangan Teh Teh juga merupakan komoditas ekspor yang dalam penelitian ini akan dilihat
kinerjanya
terkait
dengan
perekonomian pupuk Indonesia.
perubahan-perubahan
perilaku
pada
Spesifikasi model yang dibentuk untuk
komoditas teh adalah sebagai berikut: 68. ATEH = f (PTEH, ATEHL ) 69. YTEH = f (DTPKN, PK, ATEH, DUPKNL, YTEHL) 70. STEH = ATEH*YTEH 71. XTEH = f (ATEH, YTEH, XTEHL) 72. DTEH = DDTEH + XTEH 73. PTEH = f (PTEHW, ER, XTEH, PTEHL) Seperti halnya pada kelapa sawit, model yang dispesifikasi untuk melihat bagaimana perubahan-perubahan pada areal, produktifitas, ekspor, dan juga harga terkait dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada kondisi perpupukan Indonesia. Variabel yang digunakan dapat dijelaskan sebagai berikut: ATEH ATEHL YTEH YTEHL DTPKN DUPKNL
= = = =
Areal teh Indonesia (ribu ha) Areal teh Indonesia tahun sebelumnya (ribu ha) Produktifitas teh Indonesia (ton per ha) Produktifitas teh Indonesia tahun sebelumnya (ton per ha) = Permintan pupuk TSP tanaman perkebunaan (ribu ton) = Permintaan pupuk urea untuk tanaman perkebunan tahun sebelumnya (ribu ton)
77
PK STEH XTEH XTEHL DTEH
= = = = =
Harga pupuk KCl (Rp per kg) Penawaran teh Indonesia (ribu ton) Jumlah ekspor teh (ribu ton) Jumlah ekspor teh tahun sebelumnya (ribu ton) Total kebutuhan teh untuk konsumsi domestik maupun untuk memenuhi kebutuhan ekspor = Harga teh domestik (US $ per kg) = Harga teh domestik tahun sebelumnya (US $ per kg)
PTEH PTEHL
4.3.9. Produksi dan Perdagangan Kakao Komoditas kakao merupakan salah satu komoditas strategis bagi peningkatan devisa negara. Keragaan dari komoditas ini digambarkan dalam model berikut ini. 74. AKK = f (PPUK, AKKL) 75. YKK = f (AKK, YKKL) 76. SKK = AKK*YKK 77. XKK = f (PKKW, ER, SKK, XKKL) 78. DKK = DDKK + XKK 79. PKK = f (PKKW, SKK) Variabel-variabel yang digunakan dalam model di atas selanjutnya dapat dijelaskan berikut ini: AKK PPUK AKKL YKK YKKL SKK XKK XKKL DKK DDKK
= Areal kakao Indonesia (ribu ha) = Variabel ini merupakan interaksi antara harga pupuk urea, TSP, dan KCL (Rp per kg) = Areal kakao Indonesia tahun sebelumnya (ribu ha) = Produktifitas kakao domestik (ton per ha) = Produktifitas kakao domestik tahun sebelumnya (ton per ha) = Penawaran kakao Indonesia ( ribu ton) = Ekspor kakao Indonesia (ribu ton) = Ekspor kakao Indonesia tahun sebelumnya (ribu ton) = Permintaan total untuk komoditas kakao domestik maupun permintaan untuk ekspor (ribu ton) = Permintaan domestik untuk komoditas kakao (ribu ton)
78
PKK PKKW
= Harga kakao domestik (US $ per kg) = Harga kakao dunia (US $ per kg)
4.3.10. Produksi dan Perdagangan Padi Komoditas pangan ini sangat penting artinya bagi pembangunan Indonesia. Stabilitas pangan sampai sekarang terfokus pada bagaimana ketersediaan, akses, dan distribusi dari komoditas pangan ini. Model yang dibuat untuk memberikan gambaran perilaku komoditas pangan adalah sebagai berikut. 80. APD = f (DUPGN, PT, DKPGN, APDL) 81. YPD = f (PPD, DTPGN, DUPGNL, YPDL) 82. QPD = APD*YPD 83. QB
= 0.65*QPD
84. MB = f (RPBW, YPD, POP, APDL, MBL) 85. SB
= QB + MB
86. PB
= f ((PBW-PBWL), SBL, PBL)
87. DB
= f (PB, POP)
Model di atas terdiri dari 3 (tiga)
persamaan identitas dan 5 (lima)
persamaan perilaku. Variabel-variabel yang digunakan untuk menggambarkan perilaku ekonomi pangan khususnya untuk komoditas padi dapat dijelaskan berikut ini. APD APDL YPD YPDL QPD QB MB MBL SB PB DB
= = = = = = = = = = =
Areal padi Indonesia (ribu ha) Areal padi Indonesia tahun sebelumnya (ribu ha) Produktifitas padi Indonesia (ton per ha) Produktifitas padi Indonesia tahun sebelumnya (ton per ha) Produksi padi (ribu ton) Produksi beras Indonesia (ribu ton) Impor beras Indonesia (ribu ton) Impor beras Indonesia tahun sebelumnya (ribu ton) Penawaran beras Indonesia (ribu ton) Harga beras domestik (Rp per kg) Permintaan beras Indonesia (ribu ton)
79
PT = Harga pupuk TSP domestik (Rp per kg) DKPGN = Permintaan pupuk KCl untuk tanaman pangan (ribu ton) POP = Jumlah populasi penduduk Indonesia (juta jiwa) 4.3.11. Produksi dan Perdagangan Jagung Komoditas jagung memiliki dispersi penggunaan yang lebih luas. Pada perkembangannya komoditas ini dapat digunakan untuk diversifikasi makanan dalam bentuk olahannya, makanan ternak, dan lain-lain. Spesifikasi model perilaku komoditas jagung disajikan berikut ini. 88. AJG = f (PJG, DUPGN, DKPGN, PTL) 89. YJG = f (AJG, PPUKL, YJGL) 90. QJG = AJG * YJG 91. MJG = f (POP, QJGL) 92. SJG = QJG + MJG 93. PJG = f (SJG, PJGL) 94. DJG = f (PJG, POP) Model yang terspesifikasi di atas terdiri dari 2 (dua) persamaan identitas dan 5 (lima) persamaan perilaku. Penggunaan variabel dalam model komoditas jagung di atas dapat dijelaskan sebagai berikut : AJG DUPGN DKPGN PTL YJG YJGL PPUK
= = = = = = =
PPUKL QJG MJG SJG PJG
= = = = =
Areal jagung (ribu ha) Permintaan pupuk urea untuk tanaman pangan (ribu ton) Permintaan pupuk KCl untuk tanaman pangan (ribu ton) Harga pupuk TSP tahun sebelumnya (Rp per kg) Produktifitas tanaman jagung (ton per ha) Produktifitas tanaman jagung tahun sebelumnya (ton per ha) Variabel interaksi antara harga urea, TSP, dan KCl (Rp per kg) Variabel lag dari PPUK (Rp per kg) Produksi jagung Indonesia (ribu ton) Impor jagung Indonesia (ribu ton) Penawaran jagung Indonesia (ribu ton) Harga jagung domestik (Rp per kg)
80
DJG POP
= Permintaan jagung Indonesia (ribu ton) = Populasi penduduk Indonesia (juta jiwa)
4.3.12. Produksi dan Perdagangan Kedelai Kedelai merupakan salah satu mata dagangan yang pasokannya di Indonesia semakin menurun dan cenderung semakin lebar perbedaan antara permintaan dan penawaran domestik. Sekalipun dapat ditanam dengan cara yang paling sederhana sekalipun, produktifitas dan produksi dalam negeri hampir tidak mungkin dapat memenuhi permintaan yang semakin meningkat. Fenomena komoditas kedelai ini dirumuskan dalam model berikut ini: 95. AKD = f (PPUK, PKD, AKDL) 96. YKD = f (AKD, YKDL) 97. QKD = AKD * YKD 98. MKD = f (PKDW, (QKD-QKDL), MKDL) 99. SKD = QKD + MKD 100. PKD
= f ((PKDW-PKDWL), SKD, PKDL)
101. DKD = f (RPKD, POP) Persamaan di atas terdiri dari 2 (dua) persamaan identitas dan 5 (lima) persamaan perilaku. Variabel-variabel yang digunakan dalam model di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: AKD PPUK AKDL YKD YKDL QKD MKD
= Areal komoditas kedelai Indonesia (ribu ha) = Variabel interaksi antara harga urea, TSP, dan KCl (Rp per kg) = Areal komoditas kedelai Indonesia tahun sebelumnya (ribu ha) = Produktifitas tanaman kedelai (ton per ha) = Produktifitas tanaman kedelai tahun sebelumnya (ton per ha) = Produksi tanaman kedelai yang merupakan perkalian antara areal kedelai dengan produktifitasnya (ribu ton) = Impor komoditas kedelai (ribu ton)
81
SKD PKD DKD
= Penawaran komoditas kedelai yang merupakan penjumlahan dari produksi dalam negeri dan impor kedelai (ribu ton) = Harga kedelai domestik (Rp per kg) = Permintaan kedelai domestik (ribu ton)
4.4. Identifikasi Model Untuk menduga model dalam bentuk persamaan simultan, tahap pertama yang dilakukan adalah melakukan identifikasi model (Koutsoyianis, 1977). Rumus identifikasi model stuktural menurut Order Condition adalah: (K – k) ≥ (g –1). Jika: (K – k) = (g –1), disebut exactly identified (K – k) > (g –1), disebut over identified (K – k) < (g –1), disebut under identified dimana: K = Jumlah peubah dalam model (endogen dan pre-determined) k = Jumlah peubah (endogen dan eksogen) dalam persamaan yang diidentifikasi. g = Jumlah persamaan (jumlah perubah endogen). Model ekonomi pupuk dan sektor pertanian tersusun dalam
101
persamaan, yang terdiri dari 71 persamaan perilaku dan 30 persamaan identitas. Seluruh persamaan di dalam model adalah over identified, yaitu memenuhi kondisi (K – k) ≥ (g –1), dimana jumlah total variabel di dalam model (K)
sebanyak 451, jumlah endogen dan eksogen dalam persamaan (k) antara 3 sampai 6 variabel
dan jumlah persamaan (g) adalah 101.
Dengan
demikian, untuk persamaan dengan variabel terkecil jumlah K-k = 448 akan lebih besar dari g–1=100, artinya dalam model ini (K – k) > (g –1) adalah over identified.
82
4.5. Metode Pendugaan Model Berdasarkan hasil identifikasi model, pendugaan model dilakukan dengan metode Two Stage Least Squares (2SLS). Pengolahan data dilakukan dengan program komputer SAS ETS (Statistical System Econometric Time Series). Pengujian untuk mengetahui apakah peubah-peubah penjelas secara bersama-sama nyata atau tidak nyata terhadap peubah endogen pada masingmasing persamaan digunakan uji statistik F. Kemudian untuk menguji apakah masing-masing peubah penjelas secara individual berpengaruh nyata atau tidak nyata terhadap peubah endogen pada masing-masing persamaan digunakan uji statistik t. Dalam rangka memperoleh model yang konsisten dan koheren secara teoritikal dan fenomena, maka spesifikasi tanda dan besaran penduga parameter model menjadi sangat penting untuk dipenuhi. Oleh karena itu dalam mengevaluasi nilai pendugaan parameter yang diperoleh tidak semata-mata didasarkan pada aspek ekonomi atau statistik saja, namun menggunakan kriteria evaluasi secara kompromistis antara kriteria ekonomi, statistik, dan ekonometrika. Multikolinieritas dalam penelitian ini sengaja tidak dipersoalkan dengan alasan: (1) dalam model telah diyakini tidak ada hubungan yang sempurna secara linier antar peubah-peubah bebasnya dalam model, (2) adanya respesifikasi secara berulang-ulang untuk memperoleh kesesuaian tanda parameter dengan kriteria ekonomi dan fenomena, dan (3) masalah multikolinieritas yang tidak sempurna memang sulit dihindarkan. Begitu juga dengan masalah korelasi serial tidak dipersoalkan karena hanya mengurangi efisiensi pendugaan parameter dan tidak menimbulkan bias paramater regresi (Pindyck dan Rubinfeld, 1991).
83
4.6. Validasi Model Salah satu tujuan penelitian dengan menggunakan model ekonometrika adalah pengambilan keputusan yang menyangkut masa datang. Melalui teknik simulasi dapat dianalisis dampak yang dapat timbul dari pemilihan berbagai alternatif kebijakan. Oleh karena itu model yang digunakan perlu divalidasi apakah daya ramal yang dimilikinya cukup baik. Secara statistik kriteria yang sering digunakan untuk validasi model ekonometrika, antara lain adalah Root Mean Squares Error (RMSPE) dan Theil’s Inequality Coefficient (Pindyck and Rubinfeld, 1991). Kriteria-kriteria tersebut dirumuskan sebagai barikut : 0,5
⎡1 RMSE = ⎢ ⎣T
⎤ (Yt − Yt ) ⎥ ∑ t =1 ⎦
RMSPE =
⎡ 1 T (Yt s − Yt a ) ⎤ ⎢ ∑ ⎥ a 2 ⎣ T t =1 (Yt ) ⎦
2
T
s
⎡1 ⎢T ⎣
a
0,5
0,5
⎤ (Yt − Yt ) ⎥ ∑ t =1 ⎦ U= 0 , 5 2 2 0,5 ⎡1 T ⎤ ⎡1 T ⎤ a s (Yt ) ⎥ + ⎢ ∑ (Yt ) ⎥ ⎢T ∑ ⎣ t =1 ⎦ ⎣ T t =1 ⎦ Dimana:
RMSE = RMPSE = U = S Yt =
Yt a T
2
T
s
a
Akar tengah kuadrat galat. Akar tengah kuadrat persen galat. Koefisien Ketidaksamaan Theil. Nilai dugaan model
= Nilai aktual = Jumlah Pengamatan dalam simulasi
Semakin kecil nilai RMSE, RMSPE, dan U, semakin baik penduga model. Nilai U berkisar antara 0 dan 1. Jika U = 0 maka pendugaan model sempurna. Sebaliknya, jika nilai U = 1 maka pendugaan model adalah naif.
84
Indikator lain yang dapat digunakan dalam menjelaskan validasi model adalah nilai koefisien determinasi R2 dari peubah endogen aktual terhadap peubah eksogen simulasi dasar. Semakin besar nilai R2 dari setiap persamaan menunjukan semakin besar variasi perubahan peubah endogen aktual yang dapat dijelaskan oleh peubah endogen simulasi dasar yang berarti model semakin baik. Sebelum melakukan peramalan pada masa mendatang terkait dengan kondisi perpupukan Indonesia, maka kevalidan dari model tersebut perlu dilakukan pengujian lebih dahulu. Kadang-kadang dalam model dengan menggunakan persamaan yang banyak dan sangat kompleks timbul ketidak konsistenan. Oleh karena itu diperlukan kompromi antara kepentingan statistik dengan aspek teoritis dari fenomena ekonomi. Beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui kevalidan dari model yang digunakan adalah dengan pengujian RMSPE, U-Theil dengan komposisinya, yaitu UM (bias proporsi), US (bias variance) dan UC (bias covariance). Validasi model menggunakan data tahun 1987-2000.
4.7.
Analisis Simulasi Kebijakan Simulasi yang dilakukan dalam penelitian ini untuk periode tahun 2004 -
2010 dan dibagi dua bagian, yang pertama bila Indonesia saja yang melakukan liberalisasi perdagangan pupuk, sedangkan negara lain tidak melakukan liberalisasi perdagangan. Yang dilakukan dalam simulasi ini adalah pencabutan subsidi pupuk domestik dan menyamakan harga pupuk domestik dengan harga pupuk dunia. Simulasi yang kedua adalah bila seluruh negara yang terlibat dalam perdagangan pupuk, termasuk Indonesia, melakukan liberalisasi perdagangan pupuk.Yang dilakukan dalam simulasi ini adalah pencabutan subsidi pupuk
85
domestik, menyamakan harga pupuk domestik dengan harga pupuk dunia, dan menghilangkan (menjadikan nol) intervensi masing-masing negara. Simulasi ini terdiri dari: 1. Liberalisasi perdagangan pupuk urea Indonesia (SIMLB-01 yaitu dilakukan dengan menyamakan PU = PUW) 2. Liberalisasi perdagangan pupuk TSP Indonesia (SIMLB-02 yaitu dilakukan dengan menyamakan PT = PTW) 3. Liberalisasi perdagangan pupuk KCl Indonesia (SIMLB-03 yaitu dilakukan dengan menyamakan PK = PKW) 4. Liberalisasi perdagangan pupuk urea dunia (SIMLB-04 yaitu dilakukan dengan menyamakan PU = PUW dan intervensi perdagangan negara lain sama dengan
nol,
atau
INTS=INTS*0,
INTC=INTC*0,
INTR=INTR*0,
INTA=INTA*0, INTU=INTU*0) 5. Liberalisasi perdagangan pupuk TSP dunia (SIMLB-05 yaitu dilakukan dengan menyamakan PT = PTW dan intervensi perdagangan negara lain sama dengan nol) 6. Liberalisasi perdagangan pupuk KCl dunia (SIMLB-06 yaitu dilakukan dengan menyamakan PK = PKW dan intervensi perdagangan negara lain sama dengan nol) 7. Liberalisasi perdagangan pupuk urea, TSP dan KCl di dunia (SIMLB-07 yaitu dilakukan dengan menyamakan PU = PUW, PT= PTW, PK= PKW, dan intervensi perdagangan negara lain sama dengan nol) Liberalisasi perdagangan pupuk urea, TSP dan KCl di dunia (SIMLB-07) merupakan kondisi dasar untuk simulasi kebijakan produksi dan perdagangan pupuk dalam rangka liberalisasi perdagangan, dilakukan dengan menyamakan semua harga pupuk dengan harga dunia dan menghapus intervensi pemerintah
86
pada masing-masing negara yang dipertimbangkan dalam model ekonomi pupuk dan sektor pertanian. Dalam
menghadapi
kemungkinan
dampak
negatif
liberalisasi
perdagangan pupuk (SIMLB-)&) diperlukan alternatif-alternatif kebijakan untuk mengantisipasinya. Penentuan besarnya (persentase) perubahan alternatif simulasi kebijakan didasarkan pada pengalaman di bidang perdagangan pupuk dan pengamatan terhadap kondisi makro ekonomi Indonesia. Alternatif kebijakan akan dilakukan melalui analisis simulasi kebijakan berikut: 1.
Simulasi kebijakan produksi pupuk, meliputi : (a) Simulasi peningkatan kapasitas produksi pupuk urea sebesar 20 persen (SIMKB-01 yaitu KAPU = 1.2*KAPU) (b) Simulasi peningkatan kapasitas produksi TSP sebesar 20 persen (SIMKB-02 yaitu KAPT = 1.2*KAPT) (c) Simulasi kombinasi peningkatan kapasitas produksi urea (SIMKB-01) dan TSP (SIMKB-02) sebesar 20 persen (SIMKB-03 yaitu KAPU= 1.2*KAPU dan KAPT = 1.2*KAPT disimulasikan bersamaan)
2. Simulasi kebijakan perdagangan pupuk, meliputi : (a) Simulasi pembatasan ekspor urea sebesar 50 persen (SIMKB-04 yaitu dilakukan simulasi mengalikan seluruh persamaan ekspor urea Indonesia ke negara lain dengan 0.5) (b) Simulasi tetap mempertahankan subsidi harga pupuk urea sebesar 20 persen dari harga dunia (SIMKB-05 yaitu PU = 0.8*PUW) (c) Simulasi tetap mempertahankan subsidi harga pupuk TSP sebesar 20 persen dari harga dunia (SIMKB-06 yaitu PT = 0.8*PTW) (d) Simulasi tetap mempertahankan subsidi harga pupuk KCl sebesar 20 persen dari harga dunia (SIMKB-07 yaitu PK = 0.8*PKW)
87
(e) Simulasi subsidi harga pupuk urea 10 persen dan TSP 10 persen (SIMKB-08 yaitu PU = 0.9*PUW, PT = 0.9*PTW bersamaan) (f) Simulasi subsidi harga urea 10 persen dan KCl 10 persen (SIMKB-09 yaitu PU = 0.9*PUW, dan PK = 0.9*PKW disimulasikan bersamaan) (g) Simulasi subsidi harga pupuk KCl 10 persen dan TSP 10 persen (SIMKB-10 yaitu PT = 0.9*PTW, dan PK = 0.9*PKW disimulasikan bersamaan) 3. Simulasi kombinasi kebijakan produksi dan perdagangan, meliputi : (a) Simulasi subsidi harga urea
sebesar 10 persen
disertai dengan
peningkatan kapasitas produksi pupuk urea dan TSP
20 persen
(SIMKB-11 yaitu PU = 0.9*PUW, KAPU = 1.2*KAPU, KAPT= 1.2*KAPT disimulasikan bersamaan) (b) Simulasi
subsidi harga TSP
sebesar 10 persen
disertai dengan
peningkatan kapasitas produksi pupuk urea dan TSP
20 persen
(SIMKB-12 yaitu PT = 0.9*PTW, KAPU = 1.2*KAPU, KAPT= 1.2*KAPT disimulasikan bersamaan) (c) Simulasi subsidi harga KCl
sebesar 10 persen
disertai dengan
peningkatan kapasitas produksi pupuk urea dan TSP
20 persen
(SIMKB-13 yaitu PK = 0.9*PKW, KAPU = 1.2*KAPU, KAPT= 1.2*KAPT disimulasikan bersamaan)
4.8. Kriteria Seleksi Simulasi Kebijakan Seleksi terhadap berbagai simulasi kebijakan yang telah dilakukan dimaksudkan sebagai informasi kuantitatif bagi pemerintah dalam menyusun rumusan kebijakan. Adapun kriteria pokok yang menjadi dasar penilaian atas
88
kinerja simulasi kebijakan yang dilakukan adalah peningkatan produksi industri pupuk sehingga meningkatkan penawaran ekspor atau mengurangi impor. Dari kinerja sektor tanaman pangan adalah turunnya impor pangan, meningkatnya luas areal, meningkatnya produktifitas, sehingga dapat mengurangi ketergantungan pada impor pangan dari pasar dunia. Sedangkan dari sisi sektor tanaman perkebunan adalah meningkatnya ekspor, meningkatnya luas areal dan meningkatnya produktifitas.
4.9. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari Badan Pusat Statistik, Departemen Pertanian, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia (APPI), www.kompas.com, www.fao.org, www.wto.org, World Bank, publikasi-publikasi Indonesia dan internasional. Data yang digunakan adalah data urut waktu (time series) selama 22 tahun (tahun 1980 – 2002) dengan unit waktu tahunan. Sumber data dan jenis data tertera pada Lampiran 13.