IV. METODE PENELITIAN
4.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua desa yaitu di Desa Tangkil dan Hambalang
di Kecamatan Citereup, Kabupaten Bogor. Penelitian di kedua desa ini adalah studi kasus dan sengaja dilakukan dengan mempertimbangkan bahwa kedua desa ini merupakan desa yang tergolong miskin dan kurang berkembang di sektor agribisnisnya. Pengambilan data ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2011. Berikut ini adalah peta lokasi Desa Tangkil dan Hambalang yang dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Peta Desa Tangkil dan Hambalang Sumber : Google Map, 2011
4.2.
Jenis dan Sumber Data Data yang diperlukan dalam penelitian ini berupa data primer dengan
didukung beberapa data sekunder yang diperlukan dalam penyusunan laporan hasil penelitian yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer yang diperoleh melalui survei lapang untuk mengetahui gambaran kegiatan agribisnis, karakteristik desa dan potensi agribisnis di Desa Tangkil dan Hambalang. Data primer akan ditangkap melalui dua tahapan, yaitu dengan menggunakan kuesioner serta wawancara secara mendalam (in depth interview) untuk melakukan pendalaman lebih jauh. Wawancara secara langsung dilakukan dengan Pemerintah Kabupaten Bogor khusunya Kepala dan petugas dari Badan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Gunung Putri yang membawahi Kecamatan Citereup, Petugas Pertanian Kecamatan (PPK) Citereup, Kepala Desa Tangkil dan Hambalang, perangkat desa terkait, tokoh masyarakat serta para pelaku agribisnis di kedua desa yang memahami kondisi kegiatan agribisnis di Desa Tangkil dan Hambalang. Data penunjang lainnya atau data sekunder diperoleh dari literatur yang terkait seperti penelitian terdahulu, Badan Pusat Statistik (BPS), LSI IPB, berbagai situs internet, artikel majalah, surat kabar, dan bahan pustaka lain yang relevan. Data kuantitatif diolah dengan menggunakan kalkulator dan program komputer Microsoft Excel yang disajikan dalam bentuk tabulasi guna memudahkan pemahaman.
4.3.
Metode Pengumpulan Data Responden dipilih secara sengaja (purposive) yang memiliki kontribusi besar
dalam perumusan dan
pelaksanaan strategi
pengembangan
agribisnis dan
pemberdayaan ekonomi di Desa Tangkil dan Hambalang. Pemilihan responden tersebut dilakukan atas dasar keterwakilan dari pemerintah dan masyarakat di kedua desa. Responden yang diambil berjumlah delapan orang yang terdiri dari Kepala BP3K Gunung Putri, Petugas Pertanian Kecamatan Citereup, Kepala Desa Tangkil dan Hambalang, tokoh ekonomi masyarakat di kedua desa serta perangkat desa terkait.
4.4.
Teknik Pengumpulan Data Primer Dalam hal ini teknik pengumpulan data primer dilakukan dengan cara :
a. Interview/Wawancara Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit. Wawancara dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak terstruktur, dan dapat dilakukan melalui tatap muka (face to face). Dalam penelitian ini kegiatan wawancara dilakukan secara tidak terstruktur dalam wujud tatap muka. b. Kuesioner Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan kepada responden untuk dijawab. Kuesioner merupakan teknik yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur. Dalam penelitian ini penyebaran kuisioner dilakukan oleh peneliti sehingga dapat mendampingi responden dalam pengisian jawaban. Kuisioner disajikan dalam bentuk pertanyaan campuran terbuka dan tertutup dengan tujuan untuk lebih mendalami jawaban responden terhadap variabel-variabel pertanyaan. c. Observasi dan Survey Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila responden yang diamati tidak terlalu besar. Dua proses terpenting dari observasi ini adalah pengamatan dan ingatan. Dalam penelitian ini observasi secara terstruktur dilakukan untuk memperoleh gambaran detail mengenai permasalahan dan potensi agribisnis di Desa Tangkil dan Hambalang. d. FGD Focus Group Discussion yang lebih terkenal dengan singkatannya FGD merupakan salah satu metode riset kualitatif yang paling terkenal selain teknik wawancara. FGD adalah diskusi terfokus dari suatu group untuk membahas suatu masalah tertentu, dalam suasana informal dan santai. Jumlah pesertanya bervariasi antara 8-12 orang, dilaksanakan dengan panduan seorang moderator. Berbeda dengan riset kuantitatif yang metodologinya memiliki sifat pasti (exact), metode FGD yang
bersifat kualitatif memiliki sifat tidak pasti, berupa eksploratori atau pendalaman terhadap suatu masalah dan tidak dapat digeneralisasi.
4.5.
Metode Pengolahan Data dan Analisis Data Perumusan alternatif strategi bagi pengembangan agribisnis di Desa Tangkil
dan Desa Hambalang dilakukan dengan menggunakan matriks. Proses perumusan alternatif strategi melalui tiga tahap yaitu : 1) Tahap pengumpulan data (Input Stage); 2) Tahap analisis (Matching Stage); dan 3) Tahap pengambilan keputusan (Decision Stage). 4.5.1. Proses Perumusan Alternatif Strategi 1. Tahap Pengumpulan Data Tahap ini pada dasarnya tidak hanya sekedar kegiatan pengumpulan data, tetapi juga merupakan suatu kegiatan pengklasifikasian dan pra analsis. Pada tahap ini data dapat dibedakan menjadi dua, yaitu data eksternal dan data internal. Penjelasan mengenai data eksternal dan internal telah disebutkan pada bab kerangka pemikiran. Dimana hal pertama yang dilakukan dalam tahap ini adalah melihat kegiatan agribisnis dan mengidentifikasi potensi agribisnis di kedua desa, selanjutnya dilakukan identifikasi data internal dan eksternal di perdesaan. Data eksternal dan internal organisasi yang teridentifikasi akan dirangkum dalam suatu matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE) dimana data-data tersebut merupakan faktor strategis. Matriks IFE digunakan untuk mengetahui kekuatan paling besar dan terkecil yang dimiliki maupun kelemahan terbesar dan terkecil yang dimiliki perdesaan, sedangkan Matriks EFE digunakan untuk mengetahui peluang terbesar dan terkecil yang dimiliki perdesaan dan ancaman terbesar maupun ancaman yang tidak mempengaruhi perdesaan. Setelah diketahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang ada pada kedua desa maka kita dapat mengetahui bagaimana efektivitas strategi yang dilakukan oleh pemerintah desa selama ini juga dapat menentukan strategi yang dapat memanfaatkan faktor internal dan eksternal yang ada sehingga dapat lebih meningkatkan sektor agribisnisnya.
2. Tahap Analisis Analisis lingkungan internal perdesaan di Desa Tangkil dan Hambalang menggunakan pendekatan Kerangka Penghidupan Berkelanjutan yang diterjemahkan dari bahasa Inggris Sustainable Livelihoods (SL). Kerangka SL mengungkap lima jenis modal yang harus dimiliki sehingga seseorang atau suatu wilayah bisa terhindar dari kemiskinan. Keluaran (Output) yang diharapakan dari kerangka SL ini adalah (1) pendapatan masyarakat menjadi lebih baik, (2) kesejahteraan meningkat, (3) kerentanan berkurang, (4) ketahanan pangan meningkat, dan (5) pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan. Setelah
mengumpulkan
semua
informasi
yang
berpengaruh
terhadap
kelangsungan agribisnis perdesaan, tahap selanjutnya adalah memanfaatkan semua informasi tersebut dalam model-model kuantitatif untuk menganalsis perumusan strategi. Model-model yang dapat digunakan sebagai alat analisis adalah matriks SWOT (Strength, Weakness, Opprtunities, Threats) (David, 2009). Matriks SWOT merupakan alat analisis penting yang dapat membantu pemerintah desa dalam mengembangkan empat macam strategi, yaitu strategi kekuatan-peluang (S-O strategies), strategi kelemahan-peluang (W-O strategies), strategi kelemahanancaman (W-T strategies) dan strategi kekuatan-ancaman (S-T strategies). Masingmasing strategi dijabarkan sebagai berikut : a.
Strategi S-O, startegi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran pemerintah desa yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk memanfaatkan peluang.
b.
Strategi S-T, menggunakan kekuatan perdesaan untuk mengatasi ancaman.
c.
Strategi W-O, strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan meminimalkan kelemahan yang ada.
d.
Strategi W-T, strategi ini berdasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.
3. Tahap Pengambilan Keputusan Tahap terakhir adalah tahap pengambilan keputusan. Setelah berhasil mengembangkan sejumlah alternatif strategi, perangkat desa harus mampu
mengevaluasi dan kemudian memilih strategi terbaik, yang paling cocok dengan kondisi internal perdesaan serta lingkungan eksternal. Untuk itu alat analisis yang dapat digunakan adalah Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM).
4.5.2. Kerangka
Penghidupan
Berkelanjutan
(Sustainable
Livelihoods
Framework) Sebagai kerangka kerja, sustainable livelihood berusaha memberikan gambaran kenyataan atau potret yang lebih utuh dengan realitas penghidupan unit komunitas tertentu yang diamati. Beranjak dari konteks tersebut, strategi penghidupan perdesaan terdiri dari berbagai aktifitas yang dibagi dalam dua kategorisasi yakni aktifitas penghidupan berbasis sumber daya alam (seperti pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan dan berbagai komoditas lainnya) dan aktifitas non-SDA seperti perdagangan, jasa, industri dan manufaktur. Dampak pada capaian keamanan penghidupan perdesaan seperti tingkat pendapatan yang stabil, risiko yang berkurang dan capaian keberlanjutan ekologis yakni kualitas tanah, hutan, air serta keragaman hayati yang terpelihara memberikan ilustrasi bahwa suatu unit perdesaan tertentu melangsungkan hidup dan penghidupannya dengan bertumpu pada berbagai asset yang dimilikinya. Aset tersebut meliputi modal sosial, modal manusia (SDM), modal finansial ekonomi, modal sumber daya alam dan lingkungan serta modal fisik infrastruktur.
4.5.3. Matriks IFE dan EFE Menurut David (2009) tahapan dalam membuat matriks IFE/EFE adalah sebagai berikut : 1) Menuliskan daftar semua kelemahan, kekuatan, peluang dan ancaman suatu perdesaan dengan dibuat secara rinci pada kolom pertama. 2) Memberikan bobot terhadap daftar yang telah dibuat untuk menunjukkan relatif tingkat kepentingan faktor dalam menuju kesuksesan organisasi. Pembobotan berkisar antara 0.00 (tidak penting) sampai 1.00 (sangat penting) yang diletakkan pada kolom kedua. Total bobot yang diberikan harus sama dengan satu.
3) Menentukan rating tiap faktor yang menunjukkan keefektifan strategi suatu organisasi dalam merespon faktor-faktor tersebut pada kolom ketiga. Untuk matriks IFE, 1 = kelemahan utama, 2 = kelemahan minor, 3 = kekuatan minor dan 4 = kekuatan utama sedangkan untuk matriks EFE, 4 = respon tinggi, 3 = respon diatas rata-rata, 2 = respon rata-rata dan 1 = respon kurang. Setiap rating digandakan dengan masing-masing bobot untuk memperoleh skor pembobotan. 4) Menjumlahkan skor tersebut sehingga diperoleh total skor pembobotan. Total skor pembobotan antara 1 sampai dengan 4 dengan nilai 1 pada matriks IFE menunjukkan kondisi internal perdesaan yang sangat buruk, sedangkan nilai 4 mengindikasikan bahwa situasi internal perdesaan sangat baik. Nilai 2.5 pada matriks IFE menunjukkan bahwa situasi perdesaan berada pada tingkat rata-rata sedangkan nilai 2.5 menggambarkan perdesaan mampu merespon situasi eksternal secara rata-rata untuk matriks EFE. Nilai 1 pada matriks EFE menunjukkan bahwa perdesaan tidak mampu memanfaatkan peluang untuk menghindari ancaman. Nilai 4 mengindikasikan bahwa perdesaan saat ini telah dengan sangat baik memanfaatkan peluang untuk menghadapi ancaman. Contoh Matriks IFE dapat dilihat pada Tabel 3 dan Matriks EFE pada Tabel 4.
Tabel 3. Bentuk Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) Faktor-faktor Internal Kekuatan 1. 2. dst… Kelemahan 1. 2. dst… Total
Sumber : David, 2009
Bobot
Rating
Skor Pembobotan
Tabel 4. Bentuk Matriks EFE (Eksternal Factor Evaluation) Faktor-faktor Eksternal Peluang 1. 2. dst… Ancaman 1. 2. dst… Total
Bobot
Rating
Skor Pembobotan
Sumber : David, 2009 4.5.4. Penentuan Bobot Setiap Variabel Penentuan bobot setiap variabel dilakukan dengan cara penilaian bobot faktor strategis eksternal dan internal organisasi kepada informan yang telah dipilih, yang mengetahui betul kondisi dan permasalahan pada suatu organisasi. Penentuan bobot untuk matriks IFE dan matriks EFE dilakukan dengan menggunakan metode Paired Comparison Scales (David, 2009). Metode tersebut digunakan untuk memberikan penilaian setiap faktor penentu eksternal dan internal. Untuk menentukkan bobot setiap variabel digunakan skala 1, 2 dan 3. Skala yang digunakan untuk pengisian kolom adalah : 1 = jika indikator horisontal kurang penting daripada indikator vertikal 2 = jika indikator horisontal sama penting daripada indikator vertikal 3 = jika indikator horisontal lebih penting daripada indikator vertikal Bentuk penilaian pembobotan faktor strategis internal organisasi dapat dilihat pada Tabel 5 dan bentuk penilaian pembobotan faktor strategis eksternal dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 5. Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal Organisasi Faktor Strategis Internal
A
B
C
D
……
Total
Bobot
A B C D …….. Total
Sumber : David, 2009 Tabel 6. Penilaian Bobot Faktor Strategis Eksternal Organisasi Faktor Strategis Eksternal
A
B
C
D
……
Total
Bobot
A B C D …….. Total
Sumber : David, 2009 4.5.5. Matriks SWOT Setelah menganalisis dengan matriks IFE dan EFE maka dilakukan berbagai kombinasi dengan menggunakan matriks SWOT. Matriks SWOT memiliki kelebihan dan kelemahan diantaranya : 1) strategi dapat diperiksa secara berurutan atau bersamaan; 2) tidak ada batas jumlah strategi yang dapat diperiksa atau dievaluasi; dan 3) membutuhkan ketelitian dalam memadukan faktor-faktor eksternal dan internal yang terkait dalam proses keputusan. Analisis SWOT didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths)
dan
peluang
(Opportunities),
namun
secara
bersamaan
dapat
meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan perdesaan. Dengan demikian perencana strategis (Strategic Planning) harus menganalisis faktor-faktor strategis perdesaan (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang saat ini. Hal tersebut disebut dengan analisis situasi.
Analisis SWOT dituangkan ke dalam matriks SWOT yang menghasilkan 4 kemungkinan alternatif strategi, yaitu strategi SO, strategi WO, strategi ST dan strategi WT (Tabel 7). Tabel 7. Matriks SWOT Analisis Internal
Kekuatan (S) Daftar 5-10 kekuatan
Kelemahan (W) faktor-faktor Daftar 5-10 faktor-faktor kelemahan
Analisis Eksternal Peluang (O) Daftar 5-10 faktor-faktor peluang
S – O Strategi Gunakan kekuatan untuk Memanfaatkan peluang
W – O Strategi Atasi kelemahan dengan Memanfaatkan peluang
Ancaman (T) Daftar 5-10 faktor-faktor ancaman
S – T Strategi Gunakan kekuatan untuk menghindari ancaman
W – T Strategi Meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman
Sumber : David, 2009 Terdapat delapan tahapan dalam membentuk matriks SWOT, yaitu : 1. Menuliskan peluang eksternal perdesaan yang menentukkan 2. Menuliskan ancaman eksternal perdesaan yang menentukan 3. Menuliskan kekuatan internal perdesaan yang menentukan 4. Menuliskan kelemahan internal perdesaan yang menentukan 5. Menyesuaikan kekuatan internal dengan peluang eksternal untuk strategi SO 6. Menyesuaikan kelemahan internal dengan peluang eksternal untuk strategi WO 7. Menyesuaikan kekuatan internal dengan ancaman eksternal untuk strategi ST 8. Menyesuaikan kelemahan internal dengan ancaman eksternal untuk strategi WT
4.5.6. Matriks QSPM Setelah berhasil mengembangkan sejumlah alternatif strategi, perdesaan harus mampu mengevaluasi dan kemudian memilih strategi terbaik yang paling cocok dengan kondisi internal perdesaan serta situasi lingkungan eksternal. Untuk itu dapat digunakan matriks QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix). Ada 6 langkah yang harus diikuti untuk membuat matriks QSPM, yaitu :
1. Menuliskan peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan 2. Memberikan bobot untuk masing-masing peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan. Bobot ini harus identik dengan bobot yang diberikan pada matriks IFE dan EFE 3. Menuliskan alternatif strategi yang dievaluasi 4. Bila faktor yang bersangkutan ada pengaruhnya terhadap alternatif strategi yang sedang dipertimbangkan berikan nilai AS (Atractiveness Score) yang berkisar antara 1 sampai dengan 4, nilai 1 = tidak dapat diterima, nilai 2 = mungkin dapat diterima, nilai 3 = kemungkinan besar dapat diterima dan nilai 4 = dapat diterima. Bila
tidak
ada
pengaruhnya
terhadap
alternatif
strategi
yang
sedang
dipertimbangkan dangan berikan nilai AS. 5. Mengkalikan bobot dengan nilai AS 6. Menghitung nilai totalnya (Weighted Atractiveness Score/WAS) Alternatif strategi yang memiliki nilai total terbesar merupakan strategi yang paling baik. Matriks QSPM dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Matriks QSPM Fakator Kunci Peluang Ancaman Kekuatan Kelemahan Total
Sumber : David, 2009
Bobot
Alternatif Strategi Strategi I Strategi II AS WAS AS WAS
Strategi III AS WAS