72
IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di Provinsi Lampung, yang didasarkan atas beberapa pertimbangan, yaitu: (1) Provinsi Lampung memiliki aktivitas agroindustri yang dominan dibandingkan provinsi lain yang ada di Sumatera, sehingga layak menjadi sebuah obyek kajian ekonomi makro regional, (2) Provinsi Lampung merupakan lokasi utama pengembangan klaster agroindustri berdasarkan Kebijakan Pembangunan Industri Nasional 2004-2009, dan (3) Provinsi Lampung telah melaksanakan desentralisasi fiskal sehingga dapat lebih leluasa dalam mengelola kebijakan fiskalnya. 4.2. Jenis, Sumber dan Pengolahan Data
Data yang digunakan sebagai bahan analisis dalam penelitian adalah data yang diperoleh dari berbagai sumber. Data utama yang diperlukan dalam penelitian adalah PDRB Kabupaten/ Kota, PDRB Provinsi Lampung, Tabel Input-Output Provinsi Lampung Tahun 2000, serta Statistik Industri Besar dan Sedang Provinsi Lampung 1988-2005. Tabel Input-Output Provinsi Lampung Tahun 2005 diperoleh dengan cara meng-update dari Tabel Input-Output Tahun 2000 dengan metode RAS (lihat Lampiran 22). Untuk meng-update Tabel Input-Output Provinsi Lampung Tahun 2000 ke Tahun 2005 dilakukan dengan mencari data : Total Input Antara, Total Input Primer, Total Output Antara, dan Permintaan Akhir pada tahun 2005. Total Input merupakan penjumlahan Total Input Antara dengan Total Input Primer (Nilai Tambah). Total Output merupakan penjumlahan Total Output Antara dan Permintaan Akhir.
73 Data lain yang digunakan sebagai bahan analisis dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Departemen Perindustrian, Badan Pusat Statistik, Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Lampung, Bappeda Provinsi Lampung, Dinas Kebudayaan Pariwisata Promosi dan Investasi Provinsi Lampung, asosiasi perusahaan, dinas/instansi tingkat kabupaten/kota, serta berbagai sumber lain yang dianggap relevan dengan tujuan penelitian. Survei terhadap departemen/ dinas/ instansi di samping untuk mengumpulkan data sekunder, juga untuk mengetahui kebijakan/strategi/ program yang berkaitan dengan aglomerasi dan klaster industri. Survei dilakukan pada Bulan November 2006 sampai dengan Juli 2007. Pengolahan data penelitian menggunakan bantuan software Microsoft Office 2003, IO Windows for Practioners 1.0.1 , SAS/ ETS 6.12 dan GRIMP 7.2. 4.3. Analisis Input-Output
Data utama yang diperlukan dalam penelitian analisis Input-Output adalah Tabel Input-Output Provinsi Lampung Tahun 2000 dan 2005 (dua titik waktu). Tabel Input-Output Provinsi Lampung Tahun 2005 diperoleh dengan cara mengestimasi data input-output pada tahun 2000, sebagai data perekonomian setelah krisis ekonomi di Indonesia, khususnya di provinsi Lampung. Selain itu, diperlukan data-data lain yang dapat mendukung analisis dan pembahasan penelitian ini. Rancang bangun Tabel Input-Output Provinsi Lampung 2005 memerlukan beberapa jenis data antara lain dari Tabel Input-Output Provinsi Lampung 2000, Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), dan Statistik Keuangan Daerah. Data Tabel I-O Tahun 2000 meliputi : (1) alokasi nilai tambah faktor produksi tenaga kerja dan modal, (2) transaksi antar sektor produksi menurut harga pembelian, (3) ekspor, impor dan investasi, (4) marjin perdagangan dan pengangkutan, dan (5) pajak tidak langsung netto. Data Susenas meliputi : (1) pengeluaran golongan rumah
74 tangga atas komoditas, dan (2) pajak langsung masing-masing golongan rumah tangga, sedangkan Statistik Keuangan Daerah meliputi: (1) penerimaan pemerintah daerah, (2) pengeluaran pemerintah untuk rutin (APBD), (3) pengeluaran pemerintah untuk infrastruktur ekonomi, dan (4) pengeluaran pemerintah untuk infrastruktur sosial. Tabel Input-Output (I-O) Provinsi Lampung Tahun 2000 merupakan tabel dasar untuk penyusunan Tabel Input-Output (I-O) Provinsi Lampung Tahun 2005. Pada prinsipnya Tabel I-O Provinsi Lampung Tahun 2005 yang dibangun disusun dengan struktur sebagai berikut : 1. Kuadran I, yaitu kuadran transaksi antar sektor atau permintaan antara, yang terdiri dari atas 70 sektor. 2. Kuadran II, yaitu kuadran permintaan akhir, yang terdiri dari 5 jenis permintaan, yaitu: (1) konsumsi rumahtangga (C), (2) konsumsi pemerintah (G), (3) pembentukan modal tetap/ investasi (I), (4) perubahan stok (R), dan (5) ekspor (X). 3. Kuadaran III, yang merupakan kuadran nilai tambah atau input primer, terdiri dari : (1) upah dan gaji, (2) surplus usaha, (3) penyusutan, dan (4) pajak tidak langsung. Tabel Input-Ouput tahun 2005 dibangun dengan cara mengagregasi Tabel Input-Ouput Tahun 2000 yang terdiri dari 70 sektor menjadi 26 sektor. Hasil agegasi 26 sektor terdiri dari 12 sektor-sektor agroindustri dan 14 sektor-sektor non agroindustri. Nama dan kode transaksi Input-Output Provinsi Lampung Tahun 2000 dan agregasi sektor-sektor pada Tabel Input-Output Provinsi Lampung Tahun 2005 disajikan pada Tabel 6.
75 Tabel 6. Nama dan Kode Sektor berdasarkan Agregasi Sektor Tabel Input-Output Provinsi Lampung Nomor Sektor 1 2. 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Sektor Tahun 2000
27 28
Padi Jagung Ubi Kayu Sayur-sayuran Pisang Nanas Buah-buahan lainnya Tanaman bahan makanan lainnya Karet Tebu Kelapa Kelapa Sawit Kopi Cengkeh Kakao Lada Tanaman perkebunan lainnya Tanaman lainnya Peternakan dan hasil-hasilnya Unggas dan hasil-hasilnya Kayu Hasil hutan lainnya Perikanan laut Perikanan darat Udang Penambangan minyak/gas dan panas bumi Penambangan dan penggalian lainnya Industri pengolahan buah/ sayuran
29
Industri pengolahan ikan dan udang
30
Industri pengolahan/ pengawetan makanan lainnya Industri kopra Industri minyak/lemak
31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 47
Industri penggilingan padi Industri gula Industri pengupasan biji kopi Industri penggilingan kopi Industri pakan ternak Industri pengupasan/ penggilingan tanaman lainnya Industri makanan lainnya Industri minuman Industri barang karet dan plastik
Agregasi Sektor Tahun 2005 Tanaman Pangan
Kode TPGN
Tanaman Perkebunan
TKBN
Peternakan
PTK
Kehutanan
KHTN
Perikanan
IKAN
Pertambangan dan Penggalian
TBNG
Industri Buah dan Sayur Industri Ikan dan Udang Industri Tapioka & Tepung Lain Industri Kopra/ Kelapa Industri Minyak/ Lemak Industri Padi Industri Gula Industri Kopi
IBS IKUD ITKT IKKL IML IPD IGL IKP
Industri Pakan Ternak Industri Makanan Lainnya
IPKT IMLN
Industri Minuman Industri Pengolahan Karet
IMN IKRT
76 Tabel 6. Lanjutan Nomor Sektor 41 42 43 44 45 46 48 49
Sektor Tahun 2000
50 51 52 53
Industri permintalan dan rajutan Industri tekstil, pakaian dan kulit Industri bambo, kayu dan kulit Industri kertas, barang kertas dan karton Industri pupuk, pestisida dan kimia Industri pengilangan minyak bumi Industri barang mineral bukan logam Industri dasar besi/baja, logam dasar bukan besi Industri mesin, alat/perlengkapan bukan Industri alat angkut dan perbaikannya Industri barang lainnya Listrik, gas dan air minum
54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64
Bangunan Perdagangan Restoran Hotel Angkutan darat Angkutan air Angkutan udara Jasa penunjang angkutan Komunikasi Bank dan lembaga keuangan lainnya Usaha bangunan dan jasa perusahaan
65 66
Pemerintahan umum dan pertahanan Jasa kesehatan, pendidikan dan jasa pemerintahan lainnya Jasa kesehatan, pendidikan dan jasa swasta lainnya Jasa hiburan, rekreasi dan kebudayaan swasta Jasa perbengkelan, perorangan, dan jasa rumah tangga Kegiatan yang tidak jelas batasannya
67 68 69 70
Agregasi Sektor Tahun 2005 Industri Lainnya
Listrik, Gas dan Air Minum Bangunan/Konstruksi Perdagangan, Hotel &Restoran
Kode ILNY
LGA BKST PHR
Transportasi dan Komunikasi
TRKM
Lembaga keuangan, persewaan dan jasa perusahaan Pemerintahan Umum Jasa-jasa dan Lainnya
LKJP PTUM JJLN
Sektor-sektor agroindustri dalam Tabel Input-Output Provinsi Lampung Tahun 2005 diagregrasi berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 2005 dan International Standard of Industrial Clasification (ISIC), yaitu industri pengolahan buah/sayuran, industri pengolahan ikan dan udang, industri pengolahan/ pengawetan makanan lainnya, industri kopra, industri minyak/ lemak,
77 industri padi, industri gula, industri kopi, industri pakan ternak, industri makanan lainnya, dan industri minuman. Uji Perbedaan Kelompok Agroindustri dan Non Agroindustri Mann-Whitney
Uji Mann-Whitney (Mann-Whitney Test) disebut juga Uji U atau Uji Jumlah Peringkat Wilcoxon (Wilcoxon Rank Sum Test). Uji Mann-Whitney merupakan alternatif dari uji-t dua sampel independen. Uji Mann-Whitney berdasarkan jumlah peringkat (rank) data. Uji ini digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan ranking yang diberikan kepada kelompok agroindustri dan kelompok non agroindustri. Data dari kedua sampel digabungkan dan diberi peringkat dari terkecil hingga terbesar. Bentuk hipotesis untuk Uji Tanda : H 0 : η1 = η 2 H 1 : η1 ≠ η 2
dimana :
η1 = median peringkat pada group 1 (kelompok agroindustri) η 2 = median peringkat pada group 2 (kelompok non agroindustri) Dalam pengujian hipotesis, kriteria untuk menolak dan menerima Ho berdasarkan Pvalue adalah : Jika P-value < α, maka Ho ditolak Jika P-value ≥ α, maka Ho diterima 4.4. Analisis Konsentrasi Spasial dan Kekuatan Aglomerasi 1. Koefisien Hoover-Balassa
Pendekatan yang paling sering digunakan untuk menganalisis spesialisasi daerah adalah Location Quotient (LQ), yang juga disebut Koefisien Hoover-Balassa. Pendekatan ini menyatakan bahwa spesialisasi relatif (agroindustri) pada suatu
78 wilayah terjadi apabila spesialisasi industri pada suatu wilayah lebih besar dari pada spesialisasi industri pada wilayah agregat. LQ =
V iS S iS = VS Xi
(3.14)
dimana : LQ
= Location Quotient atau Koefisien Hoover-Balassa
Vi S
= pangsa subsektor agroindustri s di kabupaten/ kota terhadap industri provinsi
VS
= pangsa sektor agroindustri kabupaten/ kota terhadap agroindustri provinsi
S iS
= konsentrasi spasial industri s di kota/ kabupaten
Xi
= kontribusi kabupaten/ kota i terhadap agroindustri provinsi
Nilai LQ > 1 , menunjukkan bahwa subsektor s terspesialisasi secara relatif di
wilayah i, subsektor s merupakan subsektor unggulan yang layak untuk dikembangkan di wilayah i. Nilai LQ < 1 maka subsektor s bukan merupakan subsektor unggulan daerah tersebut. 2. Indeks Spesialisasi Regional
Indeks Spesialisasi Regional atau
K SPEC
merupakan indeks yang
dipergunakan untuk menganalisis perbedaan struktur industri pada suatu wilayah dengan struktur industri pada suatu wilayah lain maupun seluruh wilayah menjadi standar. Hasil penilaian menunjukkan tingkat spesialisasi wilayah yang dianalisis. Kim (1999) menyatakan bahwa nilai yang menjadi ukuran K SPEC berkisar antara nilai nol dan dua. N
S S K SPEC = ∑ V i − V S =1
dimana :
(3.15)
79 = indeks spesialisasi regional.
K SPEC Vi S
= pangsa subsektor agroindustri s di kabupaten/ kota terhadap agroindustri di tingkat provinsi
VS
= pangsa sektor agroindustri kabupaten/ kota terhadap agroindustri provinsi
K SPEC atau indeks spesialisasi regional menunjukkan tingkatan spesialisasi suatu
wilayah bila dengan wilayah lain dengan wilayah bersama sebagai benchmark. Dalam konteks Provinsi Lampung, yang menjadi benchmark dalam menganalisis K SPEC pada i adalah struktur agroindustri Provinsi Lampung. K SPEC bernilai dua
apabila struktur agroindustri pada wilayah i memiliki tidak memiliki kesamaan dengan struktur agroindustri di Lampung secara keseluruhan. K SPEC bernilai nol apabila persamaan struktur agroindustri daerah i sama dengan struktur agroindustri Lampung secara keseluruhan. K SPEC wilayah i bernilai lebih besar daripada satu sampai dengan lebih kecil sama dengan dua menunjukkan bahwa wilayah i lebih terspesialisasi daripada wilayah lain di Lampung. 3. Indeks Gini Lokasional
Indeks Gini Lokasional digunakan untuk menganalisis tingkat spesialisasi suatu sektor dan konsentrasi spasial antara beberapa wilayah. M
(
g EG = ∑ S is− X i i =1
)
2
(3.17)
dimana : g EG
= Indeks Gini Lokasional
S is
= kontribusi subsektor agroindustri di kabupaten/ kota terhadap agroindustri provinsi
Xi
= kontribusi sektor agroindustri kabupaten/ kota terhadap
80 agroindustri provinsi 4. Indeks Kekuatan Aglomerasi
Indeks Kekuatan Aglomerasi atau GEG yang biasa disebut raw concentration menunjukkan besarnya kekuatan aglomerasi yang mendorong konsentrasi spasial. G EG =
g EG
1 − ∑ (X i) M
2
(3.19)
i =1
dimana : G EG
= besarnya kekuatan aglomerasi
g EG
= Indeks Gini Lokasional (konsentrasi spasial)
Xi
= kontribusi sektor agroindustri kabupaten/ kota terhadap agroindustri provinsi
5. Indeks Ellison-Glaeser atau Pengaruh Aglomerasi
Indeks Ellison-Glaeser diperlukan untuk menganalisis pengaruh natural advantage dan knowledge spillovers terhadap konsentrasi spasial dari industri.
γ EG =
G EG − H 1− H
(3.22)
dimana :
γ EG
= Indeks Ellison-Glaeser
G EG
= besarnya kekuatan aglomerasi
H
= Indeks Herfindahl
Ellison and Glaeser (1997) menyatakan bahwa standar pengukuran dari indeks tersebut berdasarkan beberapa perhitungan empiris : di bawah 0.02 menunjukkan dispersi dan di atas 0.05 menunjukkan terjadinya aglomerasi yang kedua-duanya disebabkan oleh pengaruh natural advantage dan knowledge spillovers.
81
4.5. Analisis Penghematan Akibat Aglomerasi
Spesifikasi model yang dilakukan merupakan pengembangan model Somik (2004) dan Kanemoto (1996). Model tersebut mengikuti bentuk model yang menguji kontribusi faktor eksternal dalam suatu fungsi produksi sesuai model Moomaw (1983), Nakamura (1985) dan Henderson (1995). Model tersebut secara matematis dinyatakan sebagai berikut : ^
Yi = g ( Ai ) X ( K i )
(4.1)
g ( Ai ) = f ( Loc,Urb) ^
X ( K i ) = f(kapital, upah, bahan baku, energi) Dimana Yi adalah output pada industri i, g(Ai) menunjukkan pengaruh eksternal dari sumber-sumber aglomerasi; Loc merupakan ukuran penghematan akibat lokalisasi, sedangkan Urb merupakan ukuran penghematan akibat urbanisasi. ^
X ( K i ) merupakan input industri i, yang terdiri dari kapital, upah (labor), bahan
baku (material) dan energi. Spesifikasi model dalam penelitian ini merupakan fungsi produksi CobbDouglas dalam bentuk linier logaritma yaitu : LnYit = αˆ it + αˆ1 ln localit + αˆ 2 ln urbanit + βˆ1 ln capitalit + βˆ2 ln laborit +
(4.2)
βˆ3 ln materialit + βˆ4 ln energiit + ε it Dimana Yi merupakan output agroindustri industri yang tergantung pada jenis penghematan akibat aglomerasi yang terdiri dari penghematan akibat lokalisasi (lokalt) dan penghematan akibat urbanisasi (urbant). Jenis input produksi terdiri dari kapital, upah, bahan baku, dan energi.
82 Hipotesis yang digunakan adalah menduga bahwa α 1 , α 2 , β 1 , β 2 , β 3 , β 4 adalah positif. Seluruh variabel memiliki efek positif terhadap output industri. Nilai
koefisien tersebut merupakan elastisitas output kapital, elastisitas output labour, elastisitas output material, elastisitas output energi. Metode untuk menganalisis faktor-faktor penentu penghematan aglomerasi adalah uji regresi ols dan panel data untuk berbagai macam agroindustri pada industri besar dan sedang di Provinsi Lampung pada tahun 1988-2005. Variabel terikat yang digunakan adalah output, sedangkan variabel-variabel bebasnya adalah kapital, bahan baku, upah tenaga kerja, energi, penghematan akibat lokasi, dan penghematan akibat urbanisasi. Output produksi (OP) didefinisikan sebagai total nilai output yang dihasilkan oleh kelompok industri atau subsektor agroindustri dalam ribuan rupiah. Kapital (KPT) didefinisikan sebagai taksiran modal yang diperlukan dalam industri, terdiri dari taksiran gedung, mesin dan barang kapital lainnya dalam ribuan rupiah. Bahan Baku (BBK) atau material didefinisikan sebagai total nilai input yang diperlukan oleh kelompok industri dalam ribuan rupiah. Upah Tenaga Kerja (UTK) didefinisikan sebagai total upah tahunan pekerja dalam ribuan rupiah. Energi (ENG) didefinisikan sebagai energi yang dipergunakan dalam proses produksi yang dihitung dari total pembelian listrik dan bahan bakar dalam ribuan rupiah. Penghematan Lokalisasi (PLK) didefinisikan sebagai jumlah tenaga kerja pada sektor agroindustri.
Penggunaan ukuran jiwa pekerja ini sejalan dengan
manfaat spillovers karena lokalisasi ekonomi berasal dari aktivitas di suatu daerah. Penghematan Urbanisasi (PUB) didefinisikan sebagai kepadatan penduduk yang menggambarkan konsentrasi spasial. Penggunaan jiwa penduduk per km persegi sebagai ukuran konsentrasi spasial.
83 OPt
= f (KPT, BBK, UTK, ENG, PAL, PUB)
(4.3)
LnOPt = bo + b1LnKPTt+b2LnBBKt+ b3LnUTKt+b4LnENGt+ b5LnPALt +b6LnPUBt Paramater yang diharapkan : b1, b2, b3, b4, b5, b6 >0 dimana Sektor Agroindustri (berdasarkan ISIC/KLUI) yang dianalisis adalah : 1 = Industri Pengolahan Buah/ Sayuran 2 = Industri Ikan, Daging dan Udang 3 = Industri Tapioka dan Tepung Lain 4 = Industri Kopra/ Kelapa 5 = Industri Minyak/ Lemak 6 = Industri Padi 7 = Industri Gula 8 = Industri Kopi 9 = Industri Pakan Ternak 10 = Industri Makanan Lainnya 11 = Industri Minuman 12 = Industri Pengolahan Karet Kemudian dilakukan perbandingan antara industri yang beraglomerasi dan tidak beraglomerasi, dengan menggunakan persamaan gabungan sektor agroindustri sebagai berikut : OPit = f (KPT, BBK, UTK, ENG, PLK, PUB, DAG)
(4.4)
DAG = Dummy aglomerasi, jika sektor agroindustri beraglomerasi (berklaster) maka dinilai 1 dan yang tidak beraglomerasi dinilai 0. LnOPit=bo+b1LnKPTit+b2LnBBKit+b3LnUTKit+b4LnENGit+b5LnPLKit+ b6LnPUBit+ dAGit Paramater yang diharapkan : b1, b2, b3, b4, b5, b6 , d>0 4.6. Konstruksi Keterkaitan Model Input-Output dan Ekonometrika
Strategi integrasi model input dan ekonometrika yang digunakan dalam penelitian ini adalah linking, dengan tahapan :
84 1. Dalam penelitian ini pendugaan parameter menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Pada dasarnya, setiap persamaan yang terbaik memenuhi tiga kriteria yaitu : (1) ekonomi (tanda dan besaran), (2) statistika (R2, uji statistik F dan uji statistik t), dan (3) ekonometrika (multikolinearitas, heteroskedastis dan autokorelasi). Koefisien diterminasi digunakan untuk melihat kemampuan model dalam menjelaskan perilaku variabel endogen. Untuk mengetahui dan menguji apakah variabel penjelas secara bersama-sama menjelaskan atau tidak terhadap variabel yang dijelaskan digunakan uji statistik F, sedangkan untuk menguji apakah masing-masing variabel penjelas berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel yang diterangkan digunakan uji statistik t. 2. Model OLS juga digunakan untuk menentukan koefisien g ( Ai ) = f ( Loc, Urb) yang mengindikasikan besarnya pengaruh aglomerasi terhadap produktivitas. Masing-masing produktivitas output pada kelompok agroindustri diuji dengan model tersebut. 3. Industri-industri dalam kelompok agroindustri tersebut masuk dalam Tabel I-O yang dibangun pada tahun 2000 dan di-update tahun 2005 (lihat Tabel 7). Tabel 7. Klasifikasi Subyek Agroindustri berdasarkan Tabel I-O dan KBLI No. 1.
Subyek Agroindustri
Tabel Input-output Kode I-O Kode 28
Kode 30
Ekonometrika KBLI Kode 151 Kode 1513 Kode 151 Kode 1512 Kode 153
Kode 31 Kode 32 Kode 33 Kode 34 dan 35 Kode 36 dan 37
Kode 153 Kode 151 Kode 153 Kode 154 Kode 153
4. 5. 6. 7. 8.
Industri Pengolahan Buah/ Sayuran Industri Pengolahan Ikan dan Udang Industri Pengolahan/ Pengawetan Makanan Lainnya Industri Kopra/ Kelapa Industri Minyak/ Lemak Industri Padi Industri Gula Industri Kopi
9.
Industri Pakan Ternak
Kode 38
Kode 153
10.
Industri Makanan Lainnya
Kode 39
Kode 154
11.
Industri Minuman
Kode 40
Kode 155
12.
Industri Pengolahan Karet
Kode 47
Kode 251
2 3.
Kode 29
85 4. Masukan dari ekonometrika yang diperlukan dalam Model Input-Output adalah besarnya koefisien, elastisitas produksi, dan tanda positif atau negatif yang menentukan apakah sektor agroindustri beraglomerasi atau tidak, yang digunakan untuk menentukan kisaran permintaan akhir dalam simulasi kebijakan. 5. Masukan dari Model Input-Output adalah besarnya input antara, nilai tambah, dan output pada tahun 2000 dan 2005 yang dibandingkan dengan hasil survei industri besar dan sedang. 4.7. Analisis Simulasi
Analisis dampak digunakan untuk mengetahui dampak perubahan variabel eksogen (injeksi) terhadap neraca eksogen pada Tabel Input-Output Provinsi Lampung Tahun 2005. Tujuan analisis simulasi adalah untuk mengetahui dampak perubahan variabel eksogen (injeksi) pada permintaan akhir terhadap neraca endogen yaitu output, pendapatan rumah tangga, dan kesempatan kerja di Provinsi Lampung. Hasil analisis simulasi dipakai sebagai perumusan implikasi kebijakan (lihat Gambar 6). Dalam Model Input-Output, output memiliki hubungan timbal balik dengan permintaan akhir. Jumlah output yang dapat diproduksi tergantung pada jumlah permintaan akhirnya. Kenaikan output sektoral diikuti secara proporsional oleh kenaikan pendapatan rumah tangga dan jumlah kesempatan atau penyerapan tenaga kerja. 1. Dampak Permintaan Akhir terhadap Output X = ( I − A) −1 F dimana : X
= matriks output
(4.5)
86 ( I − A) −1 = matriks pengganda F
= permintaan akhir
2. Dampak Permintaan Akhir terhadap Pendapatan Rumah Tangga In = τν ( I − A) −1 F
(4.6)
dimana : In
= matriks pendapatan
τ
= matriks pendapatan
ν
= matriks koefisien nilai tambah
3. Dampak Permintaan Akhir terhadap Kesempatan Kerja L = γ ( I − A) −1 F
(4.7)
dimana :
L
= matriks kesempatan kerja
γ
= matriks koefisien tenaga kerja
Simulasi perubahan dampak kebijakan ekonomi di sektor agroindustri meliputi : 1. Kebijakan Pengeluaran Pemerintah
S1 : simulasi peningkatan pengeluaran pemerintah 30%, yang dialokasikan pada sektor agroindustri yang beraglomerasi secara proporsional. S2 : simulasi peningkatan pengeluaran pemerintah 30%, yang dialokasikan pada sektor agroindustri yang tidak beraglomerasi secara proporsional. S3 : simulasi peningkatan pengeluaran pemerintah 30%, yang dialokasikan pada pembangunan infrastruktur. Tujuan: Untuk mengetahui dampak kebijakan pengeluaran pemerintah terhadap perubahan output, pendapatan rumah tangga dan kesempatan kerja sektoral.
87
INDEKS KONSENTRASI SPASIAL
TABEL I-O TAHUN 2000
Updating Data Pemetaan Agroindustri
KLASTER INDUSTRI & BESARNYA Survei Industri
PENGHEMATA N AKIBAT AGLOMERASI
TABEL I-O TAHUN 2005
AGREGASI 12 SEKTOR AGROINDUSTRI
PENGGAN DA
KETERKAIT AN
SIMULASI DAN ANALISIS KEBIJAKAN
IMPLIKASI KEBIJAKAN
Gambar 6. Kerangka Operasional Penelitian
88 2. Kebijakan Investasi
S4 : simulasi peningkatan investasi 20%, yang dialokasikan pada semua sektor agroindustri yang beraglomerasi secara proporsional. S5 : simulasi peningkatan investasi 20%, yang dialokasikan pada semua sektor agroindustri yang tidak beraglomerasi secara proporsional. Tujuan: Untuk mengetahui dampak kebijakan investasi terhadap perubahan output, pendapatan rumah tangga dan kesempatan kerja sektor agroindustri yang beraglomerasi dan yang tidak beraglomerasi. 3. Kebijakan Ekspor
S6 : simulasi peningkatan ekspor 25%, yang dialokasikan pada semua sektor agroindustri yang beraglomerasi secara proporsional. S7 : simulasi peningkatan ekspor 25%, yang dialokasikan pada semua sektor agroindustri yang tidak beraglomerasi secara proporsional. Tujuan: Untuk mengetahui dampak kebijakan ekspor terhadap perubahan output, pendapatan rumah tangga dan kesempatan kerja. 4. Kebijakan Tunggal Komparasi
S8 : simulasi peningkatan pengeluaran pemerintah
sebesar
25% yang
dialokasikan pada semua sektor agroindustri secara proporsional. S9 : simulasi peningkatan investasi sebesar ekspor 25% yang dialokasikan pada semua sektor agroindustri secara proporsional. S10 : simulasi peningkatan ekspor 25% yang dialokasikan pada semua sektor agroindustri secara proporsional. Tujuan: Untuk mengetahui dampak kebijakan tunggal pengeluaran pemerintah, investasi dan ekspor (besar perubahan yang sama) terhadap perubahan output, pendapatan rumah tangga dan kesempatan kerja.
89 5. Kebijakan Gabungan
S11 : simulasi peningkatan pengeluaran pemerintah 30%, investasi 20%, dan ekspor 25% yang dialokasikan pada semua sektor agroindustri yang beraglomerasi secara proporsional. S12 : simulasi peningkatan pengeluaran pemerintah 30% , investasi 20%, dan ekspor 25% yang dialokasikan pada semua sektor agroindustri yang tidak beraglomerasi secara proporsional. S13 : simulasi gabungan peningkatan pengeluaran pemerintah 30%, investasi 20%, dan ekspor 25% yang dialokasikan pada tiga sektor agroindustri penyumbang output dan beraglomerasi terbesar secara proporsional. S14 : simulasi gabungan peningkatan pengeluaran pemerintah 30%, investasi 20%, dan ekspor 25% yang dialokasikan pada tiga sektor agroindustri yang merupakan penyerap tenaga kerja dan beraglomerasi terbesar secara proporsional. Tujuan : Untuk mengetahui dampak kebijakan gabungan pemerintah, investasi dan ekspor
terhadap perubahan
output,
pengeluaran pendapatan
rumah tangga dan kesempatan kerja Besaran angka pengeluaran pemerintah 30%, investasi 20% dan ekspor 25% di Provinsi Lampung merupakan rata-rata kenaikan pengeluaran pemerintah kabupaten/kota
dan
provinsi
dalam
program
pengembangan
agroindustri,
pertumbuhan investasi industri PMA/PMDN, dan peningkatan ekspor agroindustri selama tahun 2001-2005. Simulasi peningkatan pengeluaran pemerintah, investasi dan ekspor 25% pada kebijakan tunggal komparasi merupakan besaran rata-rata peningkatan
pengeluaran pemerintah 30%, pertambahan investasi 20%, dan
peningkatan ekspor 25%.