IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian dilakukan pada bulan November 2011 sampai dengan Februari 2012. Lokasi penelitian adalah TWA Gunung Baung, yang terletak di wilayah Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. 4.2. Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan berupa peralatan lapangan untuk kegiatan analisis vegetasi, pengoleksian spesimen herbarium dan pengukuran nilai variabel lingkungan fisik. Peralatan tersebut adalah: Global Positioning System (GPS), pita ukur diameter, hagameter, digital lightmeter, pH tester, thermohigrometer, kompas, clinometer, kamera digital, gunting setek, dan peta tematik lokasi penelitian. Bahan yang digunakan berupa spesimen herbarium dan tegakan vegetasi di lokasi penelitian. 4.3. Metode Pengumpulan Data 4.3.1. Keanekaragaman Spesies Syzygium Studi pendahuluan berupa survey awal dilakukan untuk mengetahui gambaran lokasi penelitian, penyebaran spesies dan kondisi vegetasinya. Untuk mengetahui spesies-spesies Syzygium, khususnya yang terdapat di Jawa (Jawa Timur) dilakukan melalui studi awal spesimen herbarium baik yang terdapat di Herbarium Bogoriense (BO), Herbarium Purwodadiensis, dan studi koleksi Syzygium di kebun raya. Hal ini dilakukan untuk memperoleh data awal tentang keanekaragaman spesies Syzygium di Jawa Timur, terutama daerah yang berada di sekitar TWA Gunung Baung. Kegiatan survey dan pengamatan di lapangan dilakukan dengan metoda eksploratif. Metode eksploratif dilakukan untuk mengetahui keanekaragaman spesies Syzygium serta lokasi tempat tumbuhnya di dalam kawasan. Jalur yang digunakan adalah jalan setapak atau rintisan jalur patroli yang sudah terdapat di dalam kawasan serta jalur rintisan baru yang dibuat. Pada setiap perjumpaan dengan Syzygium di tandai posisi geografinya dengan menggunakan GPS, kemudian dibuatkan dokumentasi fotonya serta spesimen herbarium ataupun
22
vauchernya (terutama bagi spesies-spesies yang berbeda). Hal ini dilakukan untuk keperluan identifikasi dan validasi nama spesies. 4.3.2. Data Ekologi Syzygium Pencatatan dan pendokumentasian data dilakukan terhadap kondisi ekologi Syzygium. Data ekologi tersebut meliputi faktor fisik dan faktor biotik. Faktor fisik yang diukur meliputi: intensitas penyinaran, data topografi (ketinggian tempat, kelerengan dan arah lereng), pH tanah, kelembapan tanah, suhu udara, dan kelembapan udara serta sifat edafis tanah (fisik dan kimia tanah). Faktor biotik yang diukur adalah jumlah rumpun bambu, diameter rumpun bambu serta jumlah spesies dan kelimpahan tumbuhan di sekitar Syzygium. Pengukuran data ekologi dilakukan pada tiap petak pengamatan. Pengukuran intensitas penyinaran dilakukan dengan menggunakan digital lightmeter. Pengukuran ketinggian tempat tumbuh Syzygium dilakukan dengan menggunakan altimeter dan GPS. Pengukuran kelerengan dilakukan dengan menggunakan clinometer dalam satuan %. Selanjutnya nilai kelerengan dikelompokan ke dalam kelas-kelas kelerengan berdasarkan nilai rata-rata pada dari tiap petak pengamatan, sesuai dengan klasifikasi yang dibuat oleh Departemen Kehutanan dan Perkebunan (1999) dalam Kissinger (2002). Klasifikasinya adalah: tipe I, 0-3%, tipe II 3-8%, tipe III, 8-15%, tipe IV 15-30%, dan tipe V > 30%.
Arah kelerengan diukur dengan menggunakan kompas.
Pengukuran kelembapan dan pH tanah dilakukan dengan menggunakan pH tester tanah. Suhu dan kelembapan udara diukur dengan menggunakan termohigrometer digital. Pengukuran jumlah dan diameter rumpun bambu dilakukan pada setiap petak pengamatan. Data edafis berupa sifat fisik dan kimia tanah diperoleh dari hasil analisis laboratorium atas contoh tanah yang diambil di lokasi penelitian. Contoh tanah diambil pada setiap lokasi blok penempatan petak pengamatan yang mencirikan perbedaan kondisi lingkungannya, misalkan lokasi tempat terbuka dan lokasi rumpun bambu. Contoh tanah diambil sebanyak 2 titik di masing-masing blok pengamatan pada kedalaman 0-30 cm dan 30-60 cm. Faktor fisika tanah yang dianalisis adalah tekstur tanah (pasir, debu dan liat). Faktor kimia tanah yang dianalisis adalah kandungan bahan organik (rasio C/N), kandungan unsur N,P,K,
23
Ca dan Mg, serta Kapasitas Tukar Kation (KTK). Faktor-faktor tersebut dapat menjadi indikator kesuburan tanah (Partomihardjo dan Rahajoe 2005). Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Kimia Tanah, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya. 4.3.3. Data Vegetasi dan Struktur Populasi Data dan informasi yang diperoleh dari survey pendahuluan mengenai kondisi lokasi peneltian, lokasi persebaran spesies dan kondisi vegetasinya menjadi dasar untuk melakukan studi pola sebaran dan struktur populasi Syzygium. Populasi di sini diartikan sebagai kumpulan dari individu spesies Syzygium yang berada pada suatu lokasi dan waktu yang sama serta mampu melakukan reproduksi secara aseksual atupun seksual. Hal ini akan berkaitan dengan teknik penempatan petak pengamatan. Penempatan petak-petak contoh dilakukan secara terarah (purposive sampling) pada lokasi-lokasi yang diketahui banyak terdapat keberadaan Syzygium. Berdasarkan hasil survey pendahuluan tentang keberadaan Syzygium di Kawasan TWA Gunung Baung, maka dibuat petak pengamatan masing-masing sebanyak 50 petak pada 5 lokasi yang berbeda. Di samping menggambarkan keberadaan Syzygium, kelima lokasi tersebut juga mewakili lokasi serta kondisi vegetasi yang berbeda dari Blok Inti Kawasan TWA Gunung Baung (Gambar 6). Kondisi vegetasi pada setiap blok pengamatan ditampilkan dalam Tabel 1. Lokasi-lokasi blok penempatan petak-petak pangamatan tersebut adalah sebagai berikut: 1)
Blok 1, lokasi lereng, berbukit, dengan dominasi bambu duri (Bambusa blumeana);
2)
Blok 2, lokasi lereng, berbukit, dengan sedikit bambu;
3)
Blok 3, lokasi lereng, berbukit, dan punggung bukit dengan sedikit bambu;
4)
Blok 4, lokasi lereng, berbukit, dengan dominasi bambu Schizostachyum zollingeri;
5)
Blok 5, lokasi lereng, berbukit, dengan dominasi semak.
24
4 5 2
3
1
Blok pengamatan
Gambar 6
Lokasi blok penelitian dimana petak-petak pengamatan dibuat di Gunung Baung, Jawa Timur
Tabel 1 Kondisi vegetasi dominan pada tiap-tiap lokasi blok pengamatan Lokasi Blok Pengamatan
Blok 1
Blok 2
Blok 3
Blok 4
Blok 5
Kondisi vegetasi dominan pada masing-masing blok pengamatan Tingkat pohon didominasi oleh Syzygium pycnanthum, Ficus racemosa, Streblus asper, Ficus retusa, dan Tabernaemontana sphaerocarpha. Tumbuhan bawah didominasi oleh Cyathula prostata, Parameria laevigata, Rauvolfia verticilata, dan Piper cubeba. Permudaan pohon didominasi oleh Syzygium pycnanthum, Syzygium racemosum dan Tabernemontana sphaerocarpha. Bambu didominasi oleh Bambusa blumeana. Topografi lereng berbukit. Tingkat pohon didominasi oleh Schoutenia ovta, S. pycnathum, Emblica officinalis, dan Streblus asper. Tumbuhan bawah didominasi oleh Pennisetum purpureum dan Voacanga grandifolia. Permudaan pohon didominasi oleh Voacanga grandifolia, Schoutenia ovata dan Streblus asper. Bambu didominasi Bambusa blumeana. Topografi lereng berbukit. Dysoxylum gaudichaudianum, Ficus hispida dan Garuga floribunda mendominasi tingkat pohon. Tumbuhan bawah didominasi oleh Tithonia diversifolia dan Cyathula prostata. Permudaan pohon didominasi oleh Syzygium pycnanthum, Streblus asper, Voacanga grandifolia, dan Lepisanthes rubiginosa. Bambusa blumeana adalah spesies bambu yang mendominasi. Topografi lereng berbukit dan sebagian punggung bukit. Tingkat pohon didominasi oleh Ficus hispida, Sphatodea campanulata dan Streblus asper. Tumbuhan bawah didominasi oleh Mikania cordata dan Tithonia diversifolia. Permudaan didominasi oleh Streblus asper. Bambu didominasi oleh Schizostachyum zollingeri. Topografi lereng berbukit. Tingkat pohon didominasi oleh Schoutenia ovata, Microcos tomentosa. Tumbuhan bawah didominasi oleh Tithonia diversifolia, dan Mikania cordata. Permudaan pohon didominasi oleh Streblus asper, Schoutenia ovata, Syzygium pycnanthum dan Voacanga grandifolia. Bambu didominasi Bambusa blumeana. Topografi lereng berbukit.
25
Pembuatan petak contoh dilakukan untuk keperluan analisis vegetasi pada masing-masing lokasi blok pengmatan yang menjadi tempat tumbuh Syzygium. Metode yang digunakan adalah metode kombinasi jalur dan petak (Soerianegara dan Indrawan 1988). Adapun model metode kombinasi jalur berpetak yang dipakai ditampilkan dalam Gambar 7. 200 m
100 m
Gambar 7 Kombinasi jalur berpetak untuk kegiatan analisis vegetasi Petak ukuran 2 x 2 meter2 digunakan untuk tumbuhan dengan strata anakan pohon (seedling) dan tumbuhan bawah, petak ukuran 5 x 5 meter2 untuk tingkat pancang, petak ukuran 10 x 10 meter2 untuk tingkat tiang, dan petak ukuran 20 x 20 meter2 untuk tingkat pohon. Jumlah jalur yang dibuat sebanyak 5 jalur untuk setiap blok pengamatan dengan panjang setiap jalur 200 meter. Luas petak contoh yang dibuat adalah seluas 200 m x 20 m x 5 = 2 hektar untuk satu lokasi blok pengamatan. Jumlah blok pengamatan yang dibuat sebanyak 5 blok, sehingga luas total petak pengamatan adalah 10 hektar, yang mewakili perbedaan kondisi lingkungan (vegetasi) serta keberdaan Syzygium. Difinisi untuk masing-masing strata pertumbuhan pohon adalah sebagai berikut: (1) anakan atau semai (seedling) adalah regenerasi awal pohon dengan ukuran hingga tinggi kurang dari 1,5 meter, (2) pancang adalah regenerasi pohon dengan ukuran lebih tinggi dari 1,5 meter serta dengan diameter batang kurang dari 10 cm, (3) tiang adalah regenerasi pohon dengan diameter 10-20 cm, dan (4)
26
pohon adalah tumbuhan berkayu dengan diameter batang lebih dari 20 cm (Soerianegara dan Indrawan 1988). Analisis vegetasi dilakukan untuk mengetahui komposisi dan struktur komunitas vegetasi pohon pada setiap strata pertumbuhannya. Data yang dikumpulkan berupa kerapatan, frekuensi dan dominansi serta indeks nilai penting (INP) dari setiap spesies yang teramati. Data hasil analisis vegetasi juga digunakan untuk
menganalisis kelimpahan, komposisi dan struktur populasi
Syzygium di lokasi penelitian pada setiap fase pertumbuhannya (semai, tiang, pancang dan pohon). Data struktur populasi dapat digunakan untuk menganalisis status regenerasi spesies (Tripathi et al. 2010; Uma 2001). Data lain yang dicatat meliputi nama spesies, jumlah individu, diameter dan tinggi pohon, jumlah semai, pancang dan tiang, serta data kondisi lingkungannya. Posisi geografis perjumpaan dengan Syzygium dicatat dan didokumentasikan,
untuk
selanjutnya
digunakan
untuk
membuat
peta
persebarannya di dalam kawasan. Peta persebarannya diperoleh dengan mentransfer data dari GPS dengan menggunakan softwere map source dan GoogleEarth. 4.3.4. Pola Sebaran Syzygium Data untuk pola sebaran Syzygium diperoleh dari data frekuensi perjumpan Syzygium pada setiap petak pengamatan. Dengan demikian pengumpulan datanya dilakukan bersamaan dengan kegiatan analisis vegetasi yang diambil pada saat pembuatan petak contoh. Data tersebut selanjutnya dianalisis untuk mengetahui pola sebaran Syzygium di lokasi penelitian. 4.4. Metode Analisis Data 4.4.1. Analisis Keanekaragaman Spesies Analisis keanekaragaman spesies dilakukan dengan menggunakan nilai indeks keanekaragaman spesies. Indeks Keanekaragaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah Indeks Keanekaragaman Shannon-Weiner (Ludwig dan Reynolds 1988; Krebs 1989). Persamaannya adalah sebagai berikut:
27
H’ = - ∑ pi log pi, di mana pi = ni / N Keterangan: H’ adalah Indeks Keanekaragaman, pi adalah proporsi spesies i terhadap keseluruhan jumlah spesies yang dijumpai dalam petak contoh di lokasi penelitian, ni adalah jumlah individu spesies i, dan N adalah jumlah individu seluruh spesies yang dijumpai dalam petak pengamatan.
4.4.2. Analisis Vegetasi dan Struktur Populasi Data dari hasil analisis vegetasi yang dilakukan digunakan untuk mengetahui komposisi dan struktur populasi Syzygium. Penghitungan data dilakukan untuk mengetahui nilai Kerapatan, Kerapatan Relatif, Frekuensi, Frekuensi Relatif, Dominansi, Dominansi relatif serta Indeks Nilai Pentingnya. Kerapatan (K) adalah jumlah individu suatu spesies dalam suatu luasan tertentu. Persamaannya adalah sebagai berikut: Ki = ni / A Keterangan: Ki = kerapatan suatu spesies, ni = jumlah individu suatu spesies, A = luas total petak contoh.
Kerapatan Relatif (KR) adalah nilai proporsi jumlah individu suatu speses terhadap jumlah total individu seluruh spesies yang dijumpai dalam petak contoh. Persamaannya adalah sebagai berikut: KR = (ni / ∑n) x 100% Keterangan: KR = kerapatan relatif suatu spesies, ni = jumlah individu suatu spesies, ∑n = jumlah total individu seluruh spesies yang dijumpai dalam petak pengamatan.
Frekuensi (F) adalah parameter yang menunjukan kesempatan suatu spesies ditemukan pada suatu petak contoh. Nilai ini digambarkan dengan persamaan : F =
jumlah petak contoh ditemukan suatu spesies jumlah total keseluruhan petak contoh yang dibuat
Frekuensi Relatif (FR) adalah nilai proporsi frekuensi suatu spesies terhadap jumlah total nilai frekuensi seluruh spesies. Persamaan untuk FR adalah sebagai berikut: FR =
(Fi / ∑ Fi) x 100%
Keterangan: Fi = frekuensi ditemukannya suatu spesies, ∑ Fi = jumlah frekuensi seluruh spesies
28
Dominansi (D) adalah nilai yang menggambarkan penutupan permukaan tanah oleh keberadaan suatu spesies. Nilai ini diperoleh dari luas bidang dasar (lbds) yang diperoleh dari perhitungan lbds dari ukuran batang pohon atau luas bidang penutupan oleh tumbuhan bawah. Nilai dominansi dihitung dengan persamaan: D = ai / A; Keterangan: ai = luas bidang dasar (lbds) suatu spesies, A = luas total petak contoh
Dominansi Relatif adalah nilai proporsi dominansi suatu spesies terhadap jumlah total nilai dominansi seluruh spesies. DR = ( Di / ∑D) x 100% Keterangan: Di = Dominansi suatu spesies, ∑ Fi = Jumlah dominansi seluruh spesies
Indeks Nilai Penting (INP) adalah suatu nilai yang menggambarkan pentingnya peran suatu spesien tumbuhan dalam suatu ekosistem. Nilai indeks ini merupakan penjumlahan dari nilai kerapatan relatif, frekuensi relatif, dan dominansi relatif suatu spesies. Untuk anakan pohon, semak ataupun herba nilai INPnya dapat hanya dihitung dari nilai kerapatan relatif dan frekuensi relatifnya (Fachrul 2008). Persamaan untuk INP adalah sebagai berikut: INP = KRi + FRi + DRi Keterangan: KRi = kerapatan relatif suatu spesies, FRi = frekuensi relatif suatu spesies, DRi = dominansi relatif suatu spesies, INP = Indeks Nilai Penting
Analisis data struktur populasi Syzygium dilakukan secara deskriptif berdasarkan data struktur yang diperoleh dari hasil analisis vegetasi. Data kerapatan individu Syzygium pada tiap fase pertumbuhannya menjadi dasar untuk mengetahui sruktur populasinya. Analisis ini terutama berkaitan dengan struktur fase pertumbuhan Syzygium pada tingkat semai, pancang, tiang hingga tingkat pohon. 4.4.3. Analisis Pola Sebaran Untuk mengetahui pola sebaran Syzygium dilakukan bersamaan dengan kegiatan analisis vegetasi. Data yang diambil adalah data frekuensi perjumpaan pada tiap petak contoh. Analisis pola sebaran dilakukan dengan menggunakan metode rasio ragam, dan metode nilai indeks yang terdiri atas: Index of Dispersion (ID), Clumping Index (IC), dan Green’s Index (IG) (Ludwig dan Reynolds 1988).
29
Metode rasio ragam digunakan dengan cara membandingkan nilai rata-rata dengan nilai koefisien ragamnya. Adapun acuan nilai yang dipakai adalah: jika S2 = x, maka pola sebarannya acak, jika S2 < x, maka pola sebarannya homogen, dan jika S2 > x, maka pola sebarnnya berkelompok. Formula yang digunakan untuk penghitungan nilai indeksnya adalah sebagai berikut:
s2
Index of Dispersion (ID) = ____, di mana: x = n = ∑ x Fx , N ∑Fx
x
S2 = ∑ (x.Fx)2 – x.n , N-1
Index of Clumping (IC) = ID -1 Green’s Index (IG) = IC / n-1 Keterangan: N = jumlah petak pengamatan, n= jumlah individu total
Acuan nilai indeks yang digunakan untuk mengetahui karakter pola sebaran adalah nilai standar yang dapat menggambarkan karakter pola sebaran secara umum. Adapun acuan tersebut adalah : jika nilai ID<1, maka pola sebarannya adalah homogen, nilai ID = 1, maka pola sebarannya adalah acak, dan jika nila ID>1, maka pola sebarannya adalah berkelompok. Peta sebaran distribusi Syzygium yang dihasilkan dugunakan untuk mendukung analisis sebaran Syzygium di lokasi penelitan. 4.4.4. Asosiasi Syzygium dengan spesies lainnya Asosiasi antara Syzygium dengan spesies tumbuhan lain dilakukan secara berpasangan yaitu dengan spesies tumbuhan yang memiliki INP ≥ 10% (Botanri 2010). Diawali dengan membuat tabel kontingensi untuk setiap pasangan spesies (Tabel 2). Tabel 2 Tabel kontingensi berpasangan 2 x 2 untuk asosiasi spesies
Syzygium
ada tidak ada
Spesies B ada Tidak ada a b c d r=a+c s=b+d
m=a+b n=c+d
Keterangan: a = Jumlah petak pengamatan ditemukannya Syzygium dan spesies B b = Jumlah petak pengamatan ditemukannya Syzygium, namun tidak spesies B c = Jumlah petak pengamatan ditemukannya spesies B, namun tidak Syzygium d = Jumlah petak pengamatan tidak ditemukan kedua spesies
30
Hipotesis uji yang digunakan untuk menguji asosiasi antara Syzygium dengan spesies B adalah: H0 = keberadan Syzygium dengan spesies a adalah saling bebas H1 = terdapat asosiasi antara Syzygium dengan spesies a Persamaan uji Chi-Square yang digunakan adalah: 2 X2 hitung = ∑ (F(x) – E(x)) E(x)
Tahap selanjutnya adalah membandingkan nilai X2 hitung dan X2 tabel pada selang kepercayan 95%. Jika X2 hitung lebih kecil atau sama dengan X2 tabel pada selang kepercayan 95%, maka kesimpulannya terima H0, artinya tidak terdapat asosiasi antara Syzygium dengan spesies a. Jika Jika X2 hitung lebih besar dari pada X2 tabel pada selang kepercayan 95%, maka kesimpulannya terima H1, artinya terdapat asosiasi antara Syzygium dengan spesies a. Sifat asosiasi diketahui dengan membandingkan antara nilai pengamatan untuk a, F(a) dengan nilai harapan E(a). Jika F(a) > E(a), maka asosiasi bersifat positif. Sedangkan jika F(a) < E(a), maka asosiasi bersifat negatif (Ludwig dan Reynolds 1998). Asosiasi antara Syzygium dengan spesies tumbuhan lainnya dilakukan dengan pendekatan Indeks Jaccard (IJ) (Ludwig and Reynolds 1988). Formulasi untuk indeks tersebut adalah sebagai berikut: a
JI = a+b+c Keterangan: JI = Indeks Jaccard a = Jumlah petak pengamatan ditemukannya Syzygium dan spesies B b = Jumlah petak pengamatan ditemukannya Syzygium, namun tidak spesies B c = Jumlah petak pengamatan ditemukannya spesies B, namun tidak Syzygium
Nilai indeks berkisar antara 0 – 1. Semakin mendekati 1, maka tingkat asosiasinya semakin kuat. Untuk mempermudah penghitungan maka dibuatkan tabel kontingensi berpasangan antara dua spesies yang dibandingkan. 4.4.5. Analisis Faktor Ekologis Analisis ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh faktor ekologis terhadap keberadaan Syzygium. Faktor ekologis yang dimaksudkan dalam
31
penelitian ini adalah: jumlah individu tingkat semai, jumlah individu tingkat pancang, jumlah individu tingkat tiang, jumlah individu tingkat pohon, jumlah rumpun bambu, luas rumpun bambu, intensitas penyinaran, ketinggian tempat, kemiringan lereng, pH tanah, kelembaban tanah, suhu udara dan kelembaban udara. Data dianalisis dengan
analisis klaster, principle component analysis
(PCA) atau analisis komponen utama, analisis canonical, dan model regresi linear berganda
dengan
menggunakan
softwere
Minitab
14,
PAST
2.14
(PAlaeontological Statistics), dan CANOCO 4.5. Analisis
klaster
dilakukan
untuk
mengetahui
lingkungan tempat tumbuh antar spesies Syzygium
kemiripan
kondisi
dan antar lokasi blok
pengamatan. Analisis Komponen Utama dilakukan untuk melihat secara serentak keseluruhan hubungan antar variabel yang diamati untuk keperluan intepretasi dan analisis hubungan. Hal ini dilakukan dengan cara menyederhanakan variabel yang diamati menjadi variabel baru dengan jumlah yang lebih sedikit, yang disebut sebagai principle componen atau komponen utama. Hubungan antara spesies Syzygium dengan variabel faktor lingkungan secara lebih lanjut dilakukan dengan menggunakan metode Canonical Correspondence Analysis (CCA) dengan menggunakan CANOCO 4.5. Metode ini merupakan metode analisis multivariate yang bertujuan untuk menggabungkan dan menganalisis data kelimpahan spesies dengan data variabel lingkungan dari lokasi yang sama (ter Braak 1986). Metode CCA akan membentuk suatu kombinasi hubungan linear yang maksimal antara distribusi spesies terhadap variabel lingkungannya. Diagram ordinasi yang dihasilkan dapat menggambarkan pola variasi suatu komunitas dan juga distribusi spesies sepanjang variabel-variabel lingkungannya. Hal tersebut dapat terlihat dari eigenvalues yang dihasilkan dari analisis ini (ter Braak 1987). Analisis regresi linear berganda dilakukan dengan menggunakan prosedur regresi Stepwise. Hal ini dilakukan untuk mengetahui variabel bebas yang memiliki pengaruh paling determinan terhadap variabel tidak bebasnya. Model persaman regresi linear yang digunakan, terdiri atas variabel tak bebas yang akan diprediksi oleh beberapa variabel bebas (Walpole 1993; Iriawan dan Astuti 2006). Pada model ini jumlah individu Syzygium berlaku sebagai variabel tak bebas (Y) yang akan diramalkan berdasarkan hasil pengukuran beberapa variabel bebas (X).
32
Variabel bebas yang digunakanan adalah beberapa parameter ekologis bagi keberadaan Syzygium. Persamaan regresi linear yang digunakan adalah sebagai berikut:
Y1...n = a0 + a1x1 + a2x2 + a3x3 + a4x4 + ... + a11x11 + a12x12 + a13x13 + έ Keterangan: Y = jumlah individu Syzygium (individu / petak pengamatan) 1...n = Spesies Syzygium ke-1,...,ke-n. a0 = koefisien regresi a1,..,8 = koefisien variabel regresi x1 = luas rumpun bambu pada tiap petak pengamatan (m2) x2 = jumlah individu semai dan tumbuhan bawah pada tiap petak pengamatan (individu) x3 = jumlah individu pancang pada tiap petak pengamatan (individu) x4 = jumlah individu tiang pada tiap petak pengamatan (individu) x5 = jumlah individu pohon pada tiap petak pengamatan (individu) x6 = jumlah rumpun bambu pada tiap petak pengamatan (rumpun) x7 = intensitas penyinaran (lux) x8 = suhu udara (oC) x9 = kelembapan udara (%) x10 = pH tanah x11 = kelembaban tanah (%) x12 = kemiringan lereng (%) x13 = ketinggian tempat ( m dpl) έ = residual
4.5. Diagram Alir Penelitian Tahapan kegiatan penelitian sebagai acuan dalam melakukan kegiatan penelitian ini ditampilkan dalam bentuk diagram alir penelitian (Gambar 8).
33
SURVEY AWAL
MULAI
KOLEKSI DATA
KEANEKARAGAMAN SPESIES SYZYGIUM
ANALISIS VEGETASI DAN FAKTOR EKOLOGIS
DOKUMENTASI POSISI GEOGRAFIS SYZYGIUM
OVERLAY DENGAN PETA LOKASI PENELITIAN SPESIES SYZYGIUM
ANALISIS STRUKTUR POPULASI DAN POLA SEBARAN SYZYGIUM
PETA SEBARAN SYZYGIUM
KOMPOSISI, STRUKTOR POPULASI, POLA SEBARAN
SELESAI
Gambar 8 Diagram alir tahapan penelitian