IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi Penelitian Pelaksaanan Penelitian ini dilakukan di beberapa Laboratorium diantaranya : Laboratorium Biokimia dan laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Universitas Brawijaya Malang, Laboratorium Produksi PusVetMa Surabaya, Laboratorium UPT Scanning Electron Microscope Fakultas Kedokteran dan Laboratorium Dasar Bersama (LDB) Universitas Airlangga Surabaya serta Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Universitas Widyagama Malang. Pelaksanaan penelitian laboratorium dimulai sejak 25 Juli 2004. 4.2. Pelaksanaan Penelitian 4.2.1. Bahan Dasar Penelitian Bahan dasar yang digunakan dalam penelitian berupa biji komak hitam, pepsin dan gum xanthan Biji komak hitam varietas uceng diperoleh dari hasil penanaman di Desa Sukoiber Gudo Jombang dan dipilih biji yang sudah masak optimal (35-40 hari pasca pembungaan ) umur panen seragam bebas hama dan penyakit. Gum xanthan yang digunakan adalah Vanzan yang diproduksi oleh R.T. Vanderbilt Company. Enzim pepsin 64271 produksi Merck Jerman 4.2.2. Tahapan Penelitian Penelitian dibagi dalam 4 tahap, masing-masing tahapan dijelakan sebagai berikut : A. Tahap I. Ekstraksi protein biji komak hitam dan evaluasinya Ektraksi protein biji komak hitam dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
32
Pembebasan sisa lemak . Biji komak hitam dikeringkan pada suhu 60oC hingga mencapai kadar air 12-14 persen. Selanjutnya dihancurkan hingga menjadi tepung dengan ukuran butiran 65 mesh. Butiran
ayakan selanjutnya dihancurkan lagi dengan plate mill dan diayak
dengan ukuran 100 mesh ( Sumner, Nielson dan Young, 1980).
Ekstraksi lemak
tepung biji komak hitam dilakukan dengan heksana (Sathe et al. 1982 dalam Herastuti 1990). Tepung komak hitam direndam dalam larutan heksana dengan perbandingan 1 : 5 b/v dan diaduk dengan mixer kecepatan medium selama 30 menit. Selanjutnya disaring dengan kertas saring kasar dan dicuci ulang 2 kali dengan heksana. Tepung ditiriskan pada suhu kamar selama 24 jam. Tepung biji komak hitam bebas lemak dievaluasi kadar lemak yang tersisa menggunakan metode solvent extraction (AOAC,1970). Pemisahan Isolat Protein Pemisahan isolat protein dari tepung biji komak hitam yang telah bebas lemak dilakukan dengan cara seperti yang dilakukan oleh Puppo dan Anon (1998) yang dimodifikasi sebagai berikut : Tepung biji komak hitam dilarutkan larutan alkali NaOH 0,1 M pH
8,0 ± 0,5
dengan perbandingan 1 : 10 b/v diaduk dengan mixer kecepatan rendah pada suhu ruang selama 30 menit. Selanjutnya fraksi protein biji komak hitam yang terlarut dipisahkan dengan cara sentrifugasi kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Endapan ditambah air destilat
dengan perbandingan 1 : 5 dan disentrifugasi fraksi protein
dipisahkan lagi ( pekerjaan ini dilakukan 2 kali ). Fraksi protein terlarut ditampung dalam beaker glass dan diendapkan pada pH 4,0 ± 0,2 dengan cara menambahkan HCL 0,1 M. Hasil endapan dipisahkan dari supernatan dengan menggunakan kertas
33
saring SS,
pencucian dilakukan dengan air destilat sebanyak 3 kali.
Endapan
ditampung sebagian dan sebagian dikeringkan di pengering beku untuk dievaluasi sifat fungsionalnya. Evaluasi Isolat Protein Produk Isolat protein dievaluasi tentang 1. Berat molekul isolat protein dievaluasi menggunakan elektroforesis SDSPAGE ( Aulanni’am, 2005) 2. Kadar protein dengan metode Lowry ( Aulanni’am, 2005) 3. Kelarutan Isolat protein pada berbagai pH ( Aluko dan Yada, 1994 dimodifikasi). 4. Oil holding capacity dan water holding capacity ( Subagyo, 2006) 5. Emulsion activity index dan emulsion stability index ( Pedrosa, et al., 1997) 6. Foam capacity index dan foam stability index ( Subagyo, 2006)
B. Tahap II. Isolasi dan Karakterisasi Isolat Globulin Tujuan penelitian tahap kedua adalah untuk mendapatkan isolat globulin menggunakan teknik invitro digestion dengan enzim pepsin Penelitian tahap II dititik beratkan untuk memisahkan fraksi protein yang tidak dapat dihidrolisis oleh pepsin dalam isolat protein komak hitam yang diduga kuat sebagai globulin. Penelitian menggunakan teknik in-vitro digestibility dengan enzim pepsin. Langkah-langkah penelitian disusun sebagi berikut : 1. Isolat protein dipersiapkan sebagaimana dalam penelitian tahap 1. 2. Proses digestion.
34
Proses digestion dilakukan seperti metode Chavan, et al., (2001) dengan beberapa modifikasi sebagai berikut : 1) Buffer enzim pepsin dipersiapkan dari HCl 0,05 M. pada pH 3,0 ± 0,2. 2) Konsentrasi digesti dibuat dengan pengenceran 20 kali 5g/100ml dalam erlenmeyer 200 cc menggunakan buffer 0,05 M HCl pH 3,0 – 3,5. 3) Mempersiapkan
campuran
enzim
pepsin
yang
telah
diencerkan
dan
dicampurkan dengan isolat protein komak hitam dengan rasio 100 : 1, ( Isolat protein : enzim ) (Venckatachalam, et al., 2002). 4) Semua digestion dikondisikan pada suhu 37oC dalam waterbath dengan suhu terkontrol. Proses digestion dilakukan selama 30 menit. 5) Protein yang mengendap merupakan protein yang tidak terhidrolisis oleh pepsin, sementara supernatan adalah hasil hidrolisis. 3. Pemisahan protein yang tidak terhidolisis oleh pepsin Pemisahan endapan protein yang tak terhidrolisis oleh pepsin dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1) Contoh hasil digesti disentrifugasi 3500 rpm selama 30 menit. 2) Supernatan dipisahkan dari endapan. 3) Endapan ditampung dan ditambah air destilat dengan perbandingan endapan : air (1 : 5 ) dan disentrifugasi (pekerjaan ini dilakukan 3 kali). 4). Isolat protein yang tak terhidrolisis oleh pepsin dipindahkan kedalam kertas saring Whatman no 4 dan dicuci lagi dengan air destilat 3 kali.
35
4. Evaluasi Evaluasi dilakukan untuk mengetahui perubahan protein selama proses digestion serta dominasi globulin dalam isolat yang tak terhidrolisis oleh pepsin Evaluasi tersebut meliputi : 1). Jumlah isolat yang dihasilkan 2). Berat molekul menggunakan SDS-PAGE ( Aulanni’am, 2005), pemeriksaan dilakukan terhadap isolat protein yang tak terhidrolisis oleh pepsin, supernatan hasil digestion, dan enzim pepsin. C. Tahap III. Fraksinasi Globulin 7S dan 11S 1. Fraksinasi 7S dan 11S globulin dari isolat globulin. Tujuan penelitian adalah mendapatkan fraksi globulin 7S dan 11S globulin menggunakan teknik pengendapan pada titik isoelektriknya. Protein memiliki kelarutan minimum pada titik isoelektriknya, sehingga akan mudah mengendap pada pH tersebut. Fraksi 7S mempunyai titik isoelektrik pada pH 4,8 dan fraksi 11S pada pH 6,4. (Tanh dan Shibasaki, 1976) Langkah-langkah pelaksanaan fraksinasi disusun berdasarkan modifikasi metode Tanh dan Shibasaki (1976) seperti alur berikut : 1) Isolat protein dipersiapkan sebagaimana pada penelitian tahap I 2) Fraksionasi
Isolat
globulin
dari
isolat
protein
dipersiapkan
dengan
menggunakan teknik invitro digestion seperti pada penelitian tahap II 3) Penurunan pH menjadi pH titik isoelektrik dilakukan dengan menambahkan HCl 0,1 M. 4) Hasil endapan dipisahkan dengan sentrifugasi kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Endapan yang diperoleh ditampung dalam beaker glass dan ditambah
36
air dengan perbanding isolat : air
(1 : 5) dan disentrifugasi lagi dengan
kecepatan 3000 rpm selama 15 menit ( pekerjaan ini dilakukan 3 kali ) sampai garam-garam terlarut dapat dibebaskan. 5) Endapan dipindahkan kedalam kertas saring whatman no 4 dan dicuci lagi dengan air destilat sebanyak 3 kali. 6) Isolat yang dihasilkan dikeringkan dengan pengering beku dan selanjutnya dikarakterisasi dan dikonfirmasi menggunakan KIT-glikoprotein Karakterisasi dan konfirmasi terhadap produk Isolat globulin 7S dan 11S meliputi : 1. Berat molekul menggunakan elektroforesis SDS-PAGE (Aulanni’am, 2005) 2. Struktur
mikro
diamati
dengan
menggunakan
Scanning
Electron
Microscope (SEM) ( Gustaw, et al., 2003 )
3. Glikoprotein menggunakan KIT-glikoprotein ( Aulanni’am, 2005) 2. Deteksi Gugus Fungsional dan Susunan Asam amino Tujuan percobaan untuk mengetahui jenis-jenis gugus fungsional dan susunan asam amino dari fraksi globulin 7S dan 11S. a. Deteksi Gugus Fungsional Gugus fungsional dideteksi dengan langkah-langkah percobaan yang disusun sebagai berikut : Pembentukan lempeng KBr dan sampel fraksi globulin 7S dan 11S dilakukan sebagai berikut :
1. Melakukan penimbangan serbuk KBr seberat 95 mg dan sampel seberat 5 mg ( sesuai sifat sampel ) 37
2. Sampel bersama KBr dimasukkan dalam cawan mortir agat dan dihaluskan dengan penempa hingga halus dan merata. 3. Diambil 50 mg serbuk yang sudah dihaluskan dan dimasukkan dalam alat pencetak yang sudah disusun, ditutup dengan lempeng dan diputar searah jarum jam sebanyak kurang lebih 5 kali. 4. Diletakkan perangkai pencetak tadi dibawah alat penekan hidrolis dan dilakukan penekanan 5 -10 ton. 5. Dihubungkan
dengan
selang
penghisap
dari
mesin
penghisap
kesusunan alat penghisap tadi, mesin penghisap dihidupkan dan ditunggu hingga 5 menit. 6. Dilakukan penekanan hingga mencapai 5 ton atau sesuai dengan sifat sampel dan ditunggu dalam waktu sampai 5 menit lagi. Setelah waktu mencapai 10 menit tombol mesin penghisap dihentikan. 7. Perangkat pencetak pelet sampel
dan KBr diambil dengan cara
mengkempeskan mesin penekan pencetak. 8. Susunan pencetak dibuka satu persatu dan lempeng KBr diambil dengan hati-hati dengan menggunakan skapel. 9. Lempeng KBr dan sampel diletakkan dalam holder, dan ditutup dengan penutup holder selanjutnya gugus fungsional dideteksi menggunakan Fourier Transform Infrared Spectrofotometer Jasco( FT-IR-5300) ( Nusantoro, 2005). 10. Hasil panjang gelombang dan intensitas dikorelasikan dengan jenis vibrasi dari macam-macam gugus fungsional.
38
b. Deteksi susunan asam amino Susunan asam amino dalam fraksi globulin 7S dan 11S dideteksi dengan langkah-langkah percobaan disusun sebagai berikut : Sebanyak 100 mg fraksi globulin (7S dan 11S) ditambah 4 ml HCl 6N dipanaskan 24 jam selanjutnya didinginkan. Dinetralkan dengan NaOH 6 N sampai pH 7. ( Catatan penambahan NaOH dilakukan tetes demi tetes hingga mencapai volume toritis ). Campuran selanjutnya diencerkan hingga 10 ml dan disaring dalam filter HPLC. Setelah derivatisasi post column asam amino ditambah dengan 20 μl larutan OPA . Reaktan selanjutnya diinjeksikan ke dalam Diode Array Detector HPLC Shimadzu 10 A. Intensitas flluorescence dari OPA-derivatisasi asam amino dimonitor pada panjang gelombang eksitasi 345 nm dan panjang gelombang emisisi 450nm Susunan dan jumlah asam amino hasil kromatogram dikonfirmasi dengan pada tabel PDA 1/340nm 4nm ( Settle, 1997)
3. Evaluasi Sifat Fisik-Kimia dan Sifat Fungsioanal dari Fraksi Globulin 7Sdan 11S Tujuan percobaan adalah untuk mengetahui sifat-sifat fisiko kimia dan sifat fungsional pada masing-masing fraksi. Evaluasi sifat fisik - kimia meliputi a. Kadar protein dengan metode Lowry ( Aulanni’am, 2005) b. Kelarutan isolat menggunakan metode Aluko dan Yada, (1994) yang dimodifikasi. c. Water Holding Capacity (WHC), dan Oil Holding Capacity (OHC) serta warna isolat (Subagyo, 2006) .
39
d. Emulsion Activity Index (EAI) dan Emulsion Stability Index (ESI) ( Pedrosa, et al., 1997) e. Stabilitas busa (Foam Stability/FS) dan kapasitas busa
(Foam
Capacity /FC ) ( Subagyo, 2006) D. Tahap IV. Interaksi 7S dan 11S globulin dengan gum xanthan Tujuan Penelitian untuk melakukan dan menemukan interaksi antara isolat globulin 7S dan 11S dengan gum xanthan dan mengetahui perubahan-perubahan karakter, sifat fisiko-kimia dan fungsional yang dipersiapkan sebagai calon ingredients pangan. Bahan dasar yang digunakan dalam penelitian berupa Isolat globulin 7S dan 11S biji komak hitam hasil penelitian tahap III, gum xanthan, HCl, NaOH, 1. Penetapan kurva equilibrium dari isolat globulin Tujuan untuk mendapatkan nilai pH isoelektrik (PII), pH asam (pK1) dimana isolat globulin mempunyai kelarutan tertinggi dan pH basa (pK2) dimana isolat globulin mempunyai kelarutan tertinggi. Langkah-langkah pelaksanaan 1. Isolat globulin diencerkan 10% menggunakan aquades dan diukur pH awal. 2. Diambil sebanyak 10 ml isolat globulin yang telah diencerkan. 3. Dititrasi dengan menggunakan HCl 0,01 M dan diukur nilai pH dan jumlah sisa endapan pada setiap penambahan 1 ml. Titrasi diakhiri sampai nilai pH mencapai < 2. 4. Titrasi yang sama juga dilakukan dengan menggunakan NaOH 0,01 M, Setiap volume penambahan NaOH 0,01 M diukur nilai pH dan sisa endapan. Titrasi diakhiri setelah pH mencapai angka ≥ 9. 40
5. Kurva hubungan antara nilai pH dengan jumlah persentase kelarutan merupakan kuva equilibrium. Nilai pK1 merupakan nilai pH dimana isolat globulin memiliki persentase kelarutan terbesar pada kondisi asam, sedangkan pK2 merupakan nilai pH dimana isolat globulin memiliki persentase kelarutan terbesar pada kondisi alkali. 2. Pengaturan pH untuk membentuk muatan positif globulin Pengaturan pH asam dalam pelarutan isolat globulin interaksi dengan gum xanthan
sebelum dilakukan
bertujuan untuk membentuk
muatan positif.
Pelaksanaan percobaan dilakukan dengan cara sebagai berikut. 1. Isolat globulin diencerkan pada konsentrasi 10% dengan menggunakan air destilat. Selanjutnya dikondisikan pada pK1 (pH = 2,95) dengan menggunakan larutan HCl 0,01 M ( Kondisi asam ) 2. Supernatan
merupakan
positif
charge
globulin
dipisahkan
selanjutnya
diinteraksikan dengan larutan gum xanthan. dengan konsentrasi (0,25%; 0,50 %; 0,75%; 1 % dan tanpa gum xanthan) 3. Penginteraksian isolat globulin dengan gum xanthan Tujuan percobaan untuk melakukan interaksi antara isolat globulin dengan gum xanthan guna mengembangkan sifat fisiko-kimia dan sifat fungsional produk interaksi. Pelaksanaan percobaan dilakukan sebagi berikut : 1.
Isolat globulin yang telah dilarutkan pada kondisi asam (pH 2,95) direaksikan dengan gum xanthan dengan konsentrasi ( 0,25%; 0,50 %; 0,75%; 1 % dan tanpa gum xanthan ). Rasio larutan isolat : larutan gum xanthan adalah 1 : 1
2. Hasil reaksi dikondisikan dalam waterbath pada suhu 37o C selama 120 menit (Gustaw, et al.,2003)
41
3. Hasil interaksi dikeringkan dengan pengering beku pada suhu – 40oC tekanan 60 micron. 4. Evaluasi hasil interaksi meliputi : a. Pengamatan interaksi yang dicapai menggunakan Scanning electron microscope (SEM), Sodium Dodecyl Sulphonate Poly Acrylamide Gel Electroforesis (SDS-PAGE) dan KIT Glycoprotein estimation. b. Sifat fisiko kimia dan
sifat fungsional fungsional
: Kelarutan ,
kemampuan menyerap dan mempertahankan minyak (Oil holding capacity /OHC), Kemampuan menyerap dan menahan air ( Water Holding Capacity/WHC), Kapasitas busa (foam capacity/FC), stabilitas busa ( foam stability index /FSI), kapasitas emulsi (emulsion capacity /EC), dan indeks stabilitas emulsi (emulsion stability index /ESI). c. Analisis statistik Percobaan diulang 3 kali dan nilai tengahnya (mean) yang dilaporkan. Data dianalisis menggunakan analisis variasi (analyzed of variance) dan untuk mengetahui perbedaan dilanjutkan dengan uji Duncan yang dideterminasi pada level P≤ 0,05 ( Steel & Torrie, 1980 )..
42