IV METODE PENELITIAN
1.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga April 2011. Penelitian
dilakukan dengan mengunjungi PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (PT. KPB Nusantara). Penentuan tempat dilakukan secara sengaja (purposive) karena tempat yang dikunjungi memiliki informasi mengenai pergerakan harga teh internasional.
1.2.
Data dan Instrumentasi Penelitian ini menggunakan yang diperoleh melalui studi pustaka di Biro
Pusat Statistik, Direktorat Jenderal Perkebunan (DitJenBun), Perpustakaan Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) Gambung, dan Perpustakaan Teknologi Pangan, Bogor. Data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain; data harga rata-rata teh grade Dust per lelang yang dilaksanakan setiap seminggu sekali yang ada di Jakarta Tea Auction (bersumber dari Auction Report Jakarta Tea Auction yang dilaksanakan oleh PT. KPB Nusantara), harga rataan Dust di Colombo Tea Auction (bersumber dari Market Report John Keels Ltd.), dan harga rata-rata Dust di Mombasa Tea Auction (bersumber dari situs Assam Exchange), dengan rentang data dari auction minggu ketiga Februari 2009 hingga minggu kedua April 2011. Selain itu diperoleh juga beberapa informasi tambahan melalui situs web internet, makalah dan jurnal penelitian.
1.3.
Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan model VAR yang
diperkenalkan oleh Sims pada tahun 1980, berdasarkan pemaparan Enders (1995), Widarjono (2010), dan Gujarati (2003). Software yang digunakan dalam penelitian ini antara lain; Microsoft Excel untuk membuat tabulasi data, Minitab 14, dan Eviews 7 untuk mengolah data model VAR. Secara garis besar, langkahlangkah untuk menggunakan metode VAR dalam sebuah penelitian adalah sebagai berikut;
Data Time Series
Stasioner
Belum Stasioner
Uji Stasioneritas Data (Uji Augmented Dickey Fuller)
Differencing (Pembedaan) Data
VAR in level
Tidak Ada Kointegrasi
VAR in difference (VARD)
Uji Kointegrasi Johansen Ada Kointegrasi
VECM (Vector Error Correction) Model)
Gambar 4. Skema Penyusunan Model VAR Sumber : Widarjono (2010)
1. Identifikasi Data Identifikasi data time series yang sudah disediakan. Identifikasi ini bertujuan untuk melihat apakah data memiliki komponen musiman atau tidak, dan identifikasi terhadap kestasioneran model. Jika data masih belum stasioner maka dilakukan pembedaan (differencing). Pembedaan diperoleh dengan mengurangi nilai dua pengamatan yang berurutan pada data dengan formulasi; ΔYt = Yt-Yt-1. Jika dalam differencing pertama data masih belum stasioner maka dilakukan differencing kedua, dan seterusnya hingga seluruh data stasioner. Pengujian kestasioneran data dilakukan menggunakan uji Augmented Dickey Fuller:
∑
∑ ∑
Dimana : Y = variabel yang diamati
31
T = Tren terhadap waktu Persamaan 1 digunakan apabila data observasi diasumsikan tidak memiliki konstanta dan tren, data observasi hanya memiliki intersep. Persamaan 2, digunakan dengan asumsi dalam data observasi terdapat konstanta dan intersep, dan terakhir persamaan 3 digunakan apabila dalam data yang akan diobservasi selain terdapat komponen konstanta dan intersep, juga dipengaruhi oleh komponen tren. Hipotesis yang akan diuji dalam uji Augmented Dickey Fuller adalah: H0: =0 (data bersifat tidak stasioner) H1: <0 (data bersifat stasioner) Nilai diduga melalui metode kuadrat terkecil dan pengujian dilakukan dengan menggunakan uji t. Statistik uji dapat dituliskan sebagai berikut: thit dengan ̂ merupakan dugaan dari , dan
̂ ̂ ̂
merupakan simpangan baku dari ̂.
Jika nilai thit < nilai kritis dalam tabel Dickey Fuller, maka keputusan yang diambil adalah tolak H0 atau data bersifat stasioner. Jika data sudah stasioner sejak awal maka model VAR in level dapat langsung dilakukan. Jika data belum stasioner, maka harus melalui proses differencing, kemungkinan model yang digunakan adalah model VAR in difference (VARD) dan VECM (Vector Error Correction Model).
2. Uji Kointegrasi Setelah data yang mengalami differencing (pembedaan) stasioner, dilakukan uji kointegrasi Johansen untuk melihat apakah terdapat hubungan jangka panjang antara variabel-variabel yang digunakan dalam metode VAR ini dengan pendugaan: H0 : rank = r H1 : rank > r Statistik uji yang digunakan: ( )
∑
(
̂)
32
dengan ̂ adalah akar ciri ke-i yang diperoleh dari matriks: ∑
[
] dan ̂ > ̂ >......> ̂
(berurut dari nilai terbesar hingga terkecil, dan T adalah jumlah observasi yang diamati. Jika
<
maka terima H0 yang artinya kointegrasi terjadi pada
rank r. Jika dalam data yang diduga di model VAR terdapat kointegrasi maka model VAR yang digunakan adalah model VECM (Vector Eror Correction Model) lag (kelambanan) p rank r, sedangkan jika tidak terdapat kointegrasi pada variabel-variabel yang ada maka digunakan model VARD (VAR in difference) lag (kelambanan) p.
3. Penentuan Panjang Lag Panjang lag (kelambanan) dalam VAR menunjukkan derajat bebas model. Jika panjang kelambanan dilambangkan dengan p, maka setiap n persamaan berisi n.p koefisien ditambah dengan intersep. Semakin panjang lag yang didapat maka semakin banyak pula data yang harus disediakan agar sebuah model dapat menangkap sebuah fenomena dengan baik. Dalam praktiknya, diperlukan pembatasan jumlah kelambanan dengan menentukan kelambanan ideal yang memberikan gambaran dinamika model, sehingga dapat mengaplikasikan model VAR. Enders (1995) juga menjelaskan dalam praktiknya pendugaan lag (kelambanan) biasanya ditentukan dengan menggunakan AIC (Akiake Information Criterion) maupun SBC (Schwarz Bayesian Criterion): AIC = T log || + 2N SBC = T log || + N log (T) dengan: T
= jumlah observasi yang digunakan
||
= determinan dari matriks varians/kovarians dari sisaan
N
= jumlah parameter yang diestimasi dari semua persamaan.
33
Nilai Akiake Information Criterion (AIC) terendah akan dipilih sebagai panjang kelambanan optimal dari model VAR. Hal ini dikarenakan, semakin kecilnya nilai AIC, maka nilai harapan yang dihasilkan oleh sebuah model akan semakin mendekati kenyataan.
4. Pendugaan Model VAR/VECM Secara umum model VAR
dapat digambarkan sebagai berikut; untuk
memahami model VAR, Enders memisalkan ada dua buah model bivariate;
Model diatas membentuk VAR dengan kelambanan satu. Jika dilihat dari stukturnya terjadi hubungan simultan karena yt dan zt saling mempengaruhi satu sama lainnya. Contohnya –b12 yang merupakan pengaruh perubahan zt pada yt dan 12
adalah perubahan yang disebabkan zt-1 terhadap yt. Kedua sistem diatas dapat
dirubah dengan menggunakan matrix algebra, sehingga rumus dapat ditulis menjadi:
di mana: [
];
[ ];
[
];
[
]; dan
[
]
Persamaan di atas menggambarkan persamaan VAR primitif. Perkalian kembali dengan matriks B-1 akan mengubahnya menjadi model persamaan VAR standar:
di mana; ;
; dan
Untuk keperluan notasi, aio bisa ditulis sebagai elemen i dari vector A0; aij sebagai elemen di baris i dan kolom j matriks A1, dan eit sebagai elemen i vector
34
et. Dengan menggunakan persamaan VAR di atas maka kedua persamaan awal bisa dituliskan sebagai berikut:
Setelah variabel-variabel sudah di lihat kestasionerannya, kointegrasi, kelambanan, dan kecocokan variabel untuk masuk ke dalam model, barulah model VAR dapat disusun. Berdasarkan penjelasan dari model VAR yang dilakukan oleh Widarjono (2010) dan Enders (1995) secara umum, dapat diasumsikan model VAR kelambanan satu yang akan digunakan dalam peramalan harga Jakarta Tea Auction adalah sebagai berikut: [
]
[
]
[
][
]
[
]
dengan: JTA
= Harga rata-rata Dust Jakarta Tea Auction
CTA
= Harga rata-rata Dust Colombo Tea Auction
GTA
= Harga rata-rata Dust Guwahati Tea Auction
Jika dalam data yang di cek kestasionerannya terdapat kointegrasi maka model yang digunakan adalah model VECM (Vector Eror Correction Model) lag p rank r, Menurut Enders (1995), Model VECM (Vector Eror Correction Model) lag p dengan rank kointegrasi r dapat dituliskan sebagai berikut; Δ dengan
∑
Δ
, β adalah matriks kointegrasi dengan ukuran nxr, α adalah
matriks adjustment (penyesuaian) dengan ukuran nxr dan
∑
.
5. Pengujian Model Widarjono (2010), menjelaskan bahwa dalam model VAR, interpretasi koefisien secara individual sulit untuk diinterpretasikan karena VAR merupakan permodelan simultan yang terbentuk dari reduced form matrix, yang bertujuan untuk menangkap dinamika data time series. Sehingga dalam permodelan VAR
35
terdapat beberapa analisis untuk menggambarkan bagaimana hubungan dinamis antar data yakni; peramalan, uji kausalitas Granger, fungsi respon impuls, dan dekomposisi ragam.
5.1. Fungsi Respon Impuls Analisis respon impuls merupakan salah satu hal yang penting dalam mengevaluasi model VAR yang telah dibuat. Analisis ini bertujuan melacak respon dari variabel endogen di dalam sistem VAR, yang dikarenakan adanya goncangan (shock) atau perubahan dalam variabel gangguan (Widarjono 2010). Enders (1995) menyatakan bahwa jika terdapat model VAR yang memiliki empat variabel, melalui proses iterasi dapat dinyatakan dalam Vector Moving Average (VMA) dengan persamaan sebegai berikut; ∑ () dengan; Matriks
[
()
()
()
]
merupakan fungsi respon impuls yang memberikan informasi
adanya perubahan simpangan baku suatu variabel terhadap peramalan variabel lain untuk periode ke-t, dan komponen
( ) merupakan pengaruh akibat
perubahan variabel k terhadap variabel j untuk peramalan i periode kedepan (i = 1,2,3,......t). Dilakukan pengujian kestasioneran data dengan uji Dickey Fuller atau Augmented Dickey Fuller, Jika data sudah stasioner maka VAR kelambanan p dapat langsung digunakan. Jika belum, dilakukan differencing dan uji Johansen. Jika rank kointegrasi (r)=0 maka digunakan model VARD (Vector Autoregression in Difference) dengan kelambanan p, jika ada kointegrasi digunakan model VECM (Vector Eror Correction Model) dengan kelambanan p rank r.
5.2. Variance Decomposition (Dekomposisi Ragam) Analisis ini bertujuan untuk menggambarkan tingkat kepentingan setiap variabel dalam model VAR dalam menjelaskan ragam (varians) suatu variabel yang akan datang (Enders, 1995). Enders mengemukakan dengan penggambaran dua persamaan simultan zt dan yt. Jika shock pada ezt tidak menjelaskan sedikitpun 36
forecast error variance dari yt pada semua tahapan ramalan ke depan, dapat dikatakan bahwa yt adalah variabel bebas (eksogen). Sebaliknya, jika shock pada ezt dapat menjelaskan sebagian besar atau keseluruhan forecast error variance dari yt maka dapat dikatakan bahwa yt merupakan variabel endogen.
5.3. Peramalan Dalam analisis ini dilihat bagaimana model VAR dalam mengambarkan pergerakan harga Jakarta Tea Auction yang akan datang. Semakin baik model VAR dalam menggambarkan data aktual dapat dilihat dari beberapa indikator seperti MAPE (Mean Absolute Percentage Error) dan MSE (Mean Squared Error). Dalam penelitian ini digunakan nilai MSE (Mean Squared Error) untuk membandingkan performa model VAR dengan model Naive Forecasting yang saat ini digunakan oleh PT. KPB Nusantara dalam menggambarkan pergerakan harga Jakarta Tea Auction yang akan datang. ∑
(̂
)
dengan: ̂ = hasil pendugaan nilai yt yt = nilai aktual saat t Dengan rumus di atas dapat dihitung nilai Mean Squared Error (MSE) dari model VAR dan Naive Forecasting dalam pendugaan pergerakan harga Jakarta Tea Auction. Semakin kecil nilai Mean Squared Error (MSE) menandakan bahwa nilai pendugaan model tersebut semakin mendekati data aktual yang terjadi. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa model tersebut dapat menggambarkan data aktual dengan baik.
37