IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilaksanakan di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara purposive dengan beberapa pertimbangan. Pertimbangan pertama, bahwa Kabupaten Pandeglang merupakan kabupaten yang memiliki persentase penduduk miskin terbesar di Provinsi Banten pada tahun 2004. Selain itu jumlah penduduk serta persentase penduduk miskin dari tahun 2005 ke tahun 2006 cenderung mengalami peningkatan, hal ini ditunjukkan pada Tabel 5.
Tabel 5.
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Kabupaten Pandeglang, Tahun 1993-2007
1993
Penduduk Miskin (Jiwa) 120 050
Persentase Penduduk Miskin (%) 13.35
Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bulan) 20 158
1996
111 577
11.94
32 159
1999
180 700
18.70
75 500
2000
198 983
19.80
84 725
2001
178 636
15.61
98 350
2002
157 291
15.11
105 402
2003
166 600
15.40
124 303
2004
151 500
13.77
133 300
2005
153 733
13.89
135 943
2006
177 895
15.82
144 543
2007
176 812
15.64
151 763
Tahun
Sumber: BPS Pandeglang, 2007
Pertimbangan kedua adalah apabila dibandingkan dengan kabupaten lain di Provinsi Banten, Kabupaten Pandeglang merupakan kabupaten yang memiliki persentase penduduk miskin terbesar, Indeks Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) terbesar seperti telah ditunjukan oleh Tabel 3 pada
57
Bab 1. Hal ini menunjukkan jarak rata-rata pengeluaran penduduk miskin dengan garis kemiskinan di Kabupaten Pandeglang relatif lebih jauh bila dibandingkan dengan kabupaten lain. Demikian pula dengan distribusi pengeluaran penduduk miskin di kabupaten ini memiliki ketimpangan yang lebih tinggi dari ketimpangan distribusi pengeluaran penduduk miskin di kabupaten lainnya di Provinsi Banten. Pertimbangan ketiga adalah Kabupaten Pandeglang merupakan salah satu kabupaten rawan pangan prioritas keempat pada Food Insecurity Atlas dan merupakan salah satu kabupaten pelaksana Program Aksi Desa Mandiri Pangan di Departemen Pertanian. Penelitian dilaksanakan selama tujuh bulan, yaitu sejak Desember 2007 hingga Juni 2008.
4.2 Jenis, Variabel dan Sumber Data Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Pengambilan data primer dilakukan dengan mewawancarai rumahtangga petani dan informan kunci (tokoh masyarakat, aparat kabupaten dan aparat desa) dengan menggunakan daftar pertanyaan. Sementara itu data sekunder yang dibutuhkan diperoleh dari dari berbagai sumber data antara lain: 1. Badan Pusat Statistik Pusat, Provinsi Banten dan Kabupaten Pandeglang. 2. Badan Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian. 3. Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Pandeglang. 4. Sumber-sumber terkait lainnya.
4.2.1 Analisis Kemisikinan Wilayah Desa Analisis kemiskinan di wilayah desa dilakukan dengan menggunakan data PODES Kabupaten Pandeglang Tahun 2005 dari BPS Kabupaten Pandeglang.
58
Data PODES dikumpulkan dari satuan unit wilayah terkecil dari pemerintahan yaitu desa. Cakupan desa meliputi desa persiapan dan desa yang telah ditetapkan dalam Surat Keputusan Departemen Dalam Negeri (Depdagri). Berdasarkan tinjauan hasil-hasil penelitan terdahulu maka digunakan 63 variabel yang dipilih sebagai bahan penetapan desa miskin. Penentuan variabel didasari pertimbangan bahwa variabel-variabel tersebut diduga menjadi faktor penyebab kemiskinan di wilayah desa. 63 variabel yang telah ditentukan tersebut kemudian disusun menjadi 12 faktor penyebab yang diduga berpengaruh terhadap kemiskinan di suatu wilayah, yaitu: 1.
Persentase Miskin BKKBN (PBKKBN) Persentase kemiskinan diduga menjadi salah satu indikator kemiskinan di wilayah desa. Semakin besar persentase rumahtangga miskin di desa tersebut maka diduga desa tersebut tergolong miskin.
2.
Persentase Buruh Tani (PBTANI) Tingkat pendapatan yang diterima oleh rumahtangga akan berpengaruh terhadap kesejahteraan penduduk. Tingkat pendapatan yang diterima oleh buruh tani yang tidak memiliki lahan pertanian sendiri relatif minim. Rendahnya pendapatan tersebut menyebabkan rendahnya kesejahteraan rumahtangga. Semakin tinggi jumlah rumahtangga yang tidak sejahtera maka akan menyebabkan desa tersebut diindikasikan sebagai desa miskin.
3.
Persentase Bukan Pengguna Listrik (PBLISTRIK) Kemiskinan suatu wilayah diduga diindikasikan oleh keberadaan listrik masuk desa. Desa yang rumahtangganya sebagian besar tidak menggunakan listrik diduga desa tersebut adalah desa miskin.
59
4.
Persentase Rumahtangga Rawan Bencana (PBCANA) Kejadian bencana dapat menyebabkan masyarakat suatu wilayah kehilangan harta benda/aset yang mereka miliki. Hal ini akan berdampak pada penurunan daya beli masyarakat wilayah tersebut. Persentase rumahtangga rawan bencana yang tinggi diduga dapat menjadi faktor penyebab kemiskinan di suatu desa.
5.
Persentase Rumahtangga Penerima Kartu Sehat (PKSEHAT) Rumahtangga pemegang kartu sehat adalah rumahtangga yang miskin. Sehingga persentase rumahtangga pemegang kartu sehat diduga dapat menjadi faktor penyebab kemiskinan di suatu wilayah desa.
6.
Persentase Skor Tidak Memiliki Fasilitas Pendidikan (PNDIDIK) Ada tiga jenis indikator pendidikan yang sering digunakan yaitu: tingkat pendidikan anggota rumahtangga, ketersediaan pelayanan pendidikan dan penggunaan pelayanan oleh anggota rumahtangga. Semakin rendah fasilitas pendidikan yang terdapat di suatu wilayah diduga akan menjadi faktor penyebab kemiskinan di suatu desa. Persentase skor fasilitas pendidikan dihitung dengan menghitung persentase skor jumlah sekolah TK, SD dan yang sederajat, SLTP dan yang sederajat, SMU dan yang sederjat, SMK, sekolah luar biasa dan pondok pesantren/Madrasah Diniyah. Persentase skor tidak memiliki fasilitas pendidikan dihitung dengan mengurangi skor 100 – persentase skor dari fasilitas pendidikan yang dimiliki.
7.
Persentase Skor Tidak Memiliki Fasilitas Pendidikan Ketrampilan (PNLPK) Persentase tidak memiliki fasilitas pendidikan dihitung dengan melihat skor ketiadaan sarana pendidikan keterampilan yang terdiri dari jenis keterampilan
60
bahasa, tata buku/akuntansi, komputer, tata boga, menjahit, kecantikan, montir, elektronik dan lainnya. Semakin tinggi persentase skor tidak memiliki sarana pendidikan keterampilan maka diduga akan menjadi faktor penyebab kemiskinan di suatu desa. Semakin rendah fasilitas pendidikan keterampilan yang terdapat di suatu wilayah diduga akan menjadi faktor penyebab kemiskinan di suatu desa. 8.
Persentase Skor Tidak Memiliki Fasilitas Kesehatan (PNKES) Menurut Bank Dunia (2003), penyebab dasar kemiskinan salah satunya adalah terbatasnya ketersediaan bahan kebutuhan dasar, sarana dan prasarana. Semakin rendah fasilitas kesehatan yang terdapat di wilayah tersebut diduga akan menjadi faktor penyebab kemiskinan di suatu desa. Persentase skor fasilitas kesehatan dihitung dengan menghitung persentase skor jumlah rumah
sakit,
rumah
sakit
bersalin/rumah
bersalin,
poliklinik/balai
pengobatan, Puskesmas, Puskesmas Pembantu, tempat praktek dokter, tempat praktek bidan dan apotik. Persentase skor tidak memiliki fasilitas kesehatan dihitung dengan mengurangi persentase skor 100 – persentase skor dari fasilitas kesehatan yang dimiliki. 9.
Persentase Skor Tidak Memiliki Tenaga Medis (PNMEDIS) Tenaga medis diduga akan menjadi faktor penyebab kemiskinan di suatu wilayah karena apabila tenaga medis di suatu wilayah sedikit maka masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan tidak dapat terpenuhi. Persentase skor tenaga medis dihitung dengan menghitung persentase skor jumlah dokter, mantri kesehatan, bidan dan dukun bayi. Persentase skor tidak
61
memiliki fasilitas tenaga medis dihitung dengan mengurangi skor 100 – persentase skor tenaga medis yang dimiliki. 10. Persentase Skor Tidak Memiliki Fasilitas Perlindungan Sosial (PNFPS) Persentase skor tidak memiliki fasilitas perlindungan sosial dihitung dengan melihat skor ketiaadaan jumlah panti asuhan, panti wreda, panti cacat, panti bina
remaja,
panti
rehabilitas
anak,
majelis
ta’lim/kelompok
pengajina/kelompok kebaktian, yayasan/kelompok/ persatuan kematian dan lembaga swadaya masyarakat di desa bersangkutan. Semakin tinggi persentase tidak memiliki fasilitas perlindungan sosial maka diduga akan menjadi salah satu faktor penyebab kemiskinan di wilayah desa. 11. Persentase Lahan Tidak Diusahakan (PLAHAN) Persentase lahan tidak diusahakan dihitung dengan menjumlahkan lahan sawah sementara tidak diusahakan dan ladang yang tidak diusahakan kemudian membaginya dengan luas desa kemudian dikalikan 100. Persentase lahan tidak diusahakan ini diduga akan berpengaruh terhadap kemiskinan di wilayah desa. Lahan tidak diusahakan tidak akan memberikan nilai tambah bagi desa tersebut. 12. Persentase Skor Tidak Memiliki Fasilitas Ekonomi (PNEK) Aktivitas ekonomi di suatu wilayah salah satunya diindikasikan oleh kegiatan perdagangan.
Kelompok
pertokoan
menandakan
bahwa
kegiatan
perdagangan di wilayah tersebut telah maju sehingga dapat memberikan lapangan kerja bagi penduduk sekitar.
Kelompok pertokoan yang
berkembang menandakan bahwa masyarakat wilayah tersebut memiliki daya beli sehingga dapat melakukan transaksi.
62
VARIABEL 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Jml. Penduduk Jml. Keluarga Persentase Keluarga Pertanian Jml. Pra KS Dan KS 1 Buruh Tani Keluarga Pengguna Listrik PLN dan Non PLN Keluarga Rawan Bencana Tanah Longsor Keluarga Rawan Bencana Banjir Keluarga Rawan Bencana Banjir Bandang Keluarga Rawan Bencana Gempa Keluarga Rawan Bencana Abrasi Pendidikan TK Pendidikan SD dan yang sederajat
14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27.
Pendidikan SLTP dan yang sederajat Pendidikan SMU dan SMK Sekolah Luar Biasa Pondok Pesantren/Madrasah Diniyah Jenis Keterampilan Bahasa Jenis Keterampilan Tata Buku Jenis Keterampilan Komputer Jenis Keterampilan Memasak Jenis Keterampilan Menjahit Jenis Keterampilan Kecantikan Jenis Keterampilan Montir Mobil Jenis Keterampilan Elektronik Jenis Keterampilan lainnya Rumah Sakit
28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40.
Rumah Sakit Bersalin Poliklinik/Balai Pengobatan Puskesmas Puskesmas Pembantu Tempat Praktek Dokter Tempat Praktek Bidan Apotik Dokter Mantri Kesehatan Bidan Dukun Bayi Keluarga Penerima Kartu Sehat Fasilitas Perlindungan Sosial Panti Asuhan 41. Fasilitas Perlindungan Sosial Panti Wreda
42. Fasilitas Perlindungan Sosial Panti Cacat 43. Fasilitas Perlindungan Sosial Panti Bina Remaja 44. Fasilitas Perlindungan Sosial Panti Rehabilitasi Anak 45. Fasilitas Perlindungan Sosial Panti Rehabilitasi WTS 46. Organisasi Kemasyarakatan Majelis Ta’lim/Kelompok Pengajian/Kebaktian 47. Yayasan/Kelompok/Persatuan Kematian 48. Lembaga Swadaya Masyarakat 49. Luas Desa 50. Lahan Sawah Tidak Diusahakan
51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63.
Ladang Tidak Diusahakan Kawasan Industri Sentra Industri Lingkupan/Perkampungan Industri Kecil (LIK/PIK) Kelompok Pertokoan Pasar Permanen Pasar Non Permanen Supermarket/Swalayan Hotel Penginapan ATM Penggadaian Lembaga Keuangan Mikro Informal
PEMBENTUKAN INDIKATOR
12 Indikator 1. Persentase Miskin BKKBN (PB KKBN) 2. Persentase Buruh Tani (PBTANI) 3. Persentase Bukan Pengguna Listrik (PBLISTRIK)
4. Persentase Rumahtangga Rawan Bencana (PBCANA) 5. Persentase Rumahtangga Penerima Kartu Sehat (PKSEHAT) 6. Persentase Skor Tidak Memiliki Fasilitas Pendidikan (PNDIDIK)
7. Persentase Tidak Memiliki Fasilitas Pendidikan Ketrampilan (PNLPK) 8. Persentase Skor Tidak Memiliki Fasilitas Kesehatan (PNKES) 9. Persentase Skor Tidak Memiliki Tenaga Medis (PNMEDIS)
10. Persentase Tidak Me miliki Fasilitas Perlindungan Sosial (PNFPS) 11. Persentase Lahan Tidak Diusahakan (PLAHAN) 12. Persentase Tidak Memiliki Fasilitas Ekonomi (PNEK)
DATA SAMPEL
ANALISIS FAKTOR 1. Letak Geografis (Pesisir dan Non Pesisir) 2. Usaha (Pertanian dan Non Pertanian) 3. Penduduk (Jarang, Sedang, Padat)
DESA TIDAK MISKIN FAKTORFAKTOR
ANALISIS CLUSTER DESA MISKIN
Gambar 6. Skema Proses Penelitian
62
63
Sebaliknya apabila di wilayah tersebut maka diduga bahwa di wilayah tersebut tidak ada aktivitas perdagangan sehingga dapat digolongkan menjadi wilayah desa miskin. Persentase skor tidak memiliki fasilitas ekonomi dihitung dengan melihat skor ketidakadaan kawasan industri, sentra industri, lingkungan/perkampungan industri kecil, kelompok pertokoan, bangunan pasar permanen, ATM, kantor penggadaian dan lembaga keuangan mikro informal (LDKP/BKD/LEPMM/BMT/Kelompok Simpan Pinjam). Variabel dan indikator yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 6.
4.2.2 Analisis Kemiskinan Rumahtangga Analisis
kemiskinan
rumahtangga
miskin
dilakukan
dengan
memanfaatkan data sekunder dari Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan Kabupaten Pandeglang yaitu Data Dasar Rumahtangga (DDRT). DDRT dikumpulkan
melalui
pendataan
lengkap
(sensus)
rumahtangga
dengan
menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) DDRT. Pertimbangan pemilihan model ini, antara lain: (1) variabel-variabel yang digunakan merupakan penyempurnaan dari model yang telah digunakan oleh BPS untuk mengidentifikasi rumahtangga miskin, (2) variabel-variabel yang digunakan telah memperhatikan kondisi sosial ekonomi masyarakat, (3) memasukan persepsi pencacah sehingga pengidentifikasian rumahtangga miskin lebih akurat, (4) model ini telah diujicobakan di beberapa kabupaten di wilayah Indonesia Timur dan Tengah, dan (5) Departemen Pertanian telah mengadopsi model ini dalam rangka mendukung Program Aksi Desa Mandiri Pangan. Jenis pertanyaan yang dikumpulkan terdiri atas 20 pertanyaan inti yang terbagi dalam sembilan kelompok pertanyaan sebagai berikut:
64
1. Keterangan umum rumahtangga meliputi: a. Pendidikan kepala rumahtangga Tingkat pendidikan tertinggi dikaitkan dengan peluang kerja dan pendapatan. Semakin tinggi pendidikan, peluang kerja dan peningkatan pendapatan semakin besar. b. Banyaknya anggota rumahtangga Jumlah
anggota
rumahtangga
berpengaruh
terhadap
kesejahteraan
rumahtangga, semakin banyak anggota rumahtangga yang tergantung maka semakin kecil tingkat kesejahteraan individu dalam rumahtangga tersebut. c. Banyaknya anggota rumahtangga balita d. Banyaknya anak usia sekolah 7 – 15 tahun e. Banyaknya anak usia 7 – 15 tahun yang masih sekolah Banyaknya anggota rumahtangga balita, anggota rumahtangga yang berumur 7 – 15 tahun dan anak usia 7 – 15 tahun adalah anggota di dalam rumahtangga yang masih memiliki ketergantungan kepada kepala rumahtangga. Rasio ketergantungan dihitung sebagai rasio jumlah anggota rumahtangga yang tidak berada dalam angkatan kerja terhadap mereka yang berada dalam rumahtangga tersebut. Rasio ketergantungan yang tinggi akan berkorelasi positif dengan tingkat kemiskinan rumahtangga. 2. Keterangan kondisi rumah tempat tinggal meliputi: a. Luas lantai b. Jenis lantai c. Sumber air minum d. Sumber penerangan
65
Tempat tinggal menunjukkan pada kerangka kerja keseluruhan dari kehidupan pribadi rumahtangga. Secara umum rumahtangga miskin hidup dalam kondisi yang lebih buruk, lingkungan yang kurang bersih, mempunyai kontribusi terhadap tingkat kesehatan dan produktivitas anggota rumahtangga yang lebih rendah. 3. Keterangan rumahtangga mengkonsumsi daging/ayam/ikan/telur selama seminggu yang lalu Penentuan
rumahtangga
miskin
juga
didasari
atas
ketidakmampuan
rumahtangga dari sudut ekonomi salah satunya diindikasikan oleh apabila rumahtangga dalam
satu minggu terakhir
ini
tidak mengkonsumsi
daging/ayam/telur/ikan selama satu minggu yang lalu. Rumahtangga miskin memiliki daya beli yang rendah sehingga tidak memiliki kemampuan untuk mengkonsumsi daging/ayam/ikan/telur yang memiliki harga yang tinggi. 4. Keterangan tentang ketersediaan bahan makanan pokok Penentuan
rumahtangga
miskin
juga
didasari
atas
ketidakmampuan
rumahtangga dari sudut ekonomi tentang ketersediaan bahan makanan pokok. Rumahtangga miskin umumnya tidak memiliki persediaan bahan pokok untuk dikonsumsi pada waktu yang akan datang. 5. Keterangan lapangan usaha dari pekerjaan utama rumahtangga Status dan sektor berusaha rumahtangga mempengaruhi peluang dan besaran pendapatan. Kemiskinan banyak terdapat pada penduduk dengan status pekerjaan informal dan mencari nafkah di sektor pertanian. 6. Keterangan tentang kemampuan daya beli rumahtangga yang diukur melalui kemampuan membeli pakaian dalam satu tahun terakhir
66
Penentuan rumahtangga miskin yang didasari atas ketidakmampuan rumahtangga dari sudut ekonomi juga dapat dilihat dari kemampuan daya beli rumahtangga yang diukur melalui kemampuan membeli pakaian dalam satu tahun terakhir. 7. Keterangan tentang kepemilikan asset yang meliputi: a. Luas lahan sawah/ladang/kebun b. Kepemilikan kendaraan bermotor c. Kepemilikan sepeda/sampan/kendaraan tidak bermotor lainnya d. Kepemilikan tempat tidur dengan kasur/busa e. Kepemilikan hewan ternak besar (babi, sapi, kerbau dan lainnya) Kepemilikan aset dimasukkan dalam kelompok variabel yang menjadi penciri kemiskinan dengan pertimbangan bahwa kemiskinan banyak terdapat pada penduduk dengan status pekerjaan pada sektor informal atau berusaha sendiri (Susenas, 2003) sehingga kepemilikan asset merupakan faktor yang mempengaruhi kemampuan untuk memperoleh pendapatan. Kepemilikan asset dapat menjadi agunan apabila rumahtangga memerlukan dana pinjaman modal dari bank atau lembaga kredit formal. Selain itu kepemilikan asset dapat menjadi alternatif sumber pendapatan sementara atau cadangan apabila ada gejolak terhadap pendapatan atau pengeluaran suatu keluarga. 8. Keterangan tentang pengeluaran rumahtangga yang meliputi: a. Pengeluaran untuk makanan sebulan Penentuan rumahtangga kurang mampu juga dilihat dari pola konsumsi makanannya, maka apabila proporsi membeli bahan makanan terhadap pengeluaran rumahtangga keseluruhan dalam satu bulan lebih besar dari 80
67
persen, maka dianggap rumahtangga tersebut sebagian besar memperoleh pendapatan hanya untuk makanan saja, untuk kebutuhan lain sangat kecil sehingga kemampuan rumahtangga untuk membeli kebutuhan pendidikan, kesehatan dan biaya-biaya listrik, bahan bakar tidak lebih dari 20 persen. b. Total pengeluaran sebulan Struktur pengeluaran konsumsi rumahtangga dapat digunakan untuk mencirikan rumahtangga dengan memberikan gambaran pengeluaran makanan dan non makanan. 9. Pendapat pencacah tentang keadaan rumahtangga apakah miskin atau tidak Verifikasi hasil penetapan rumahtangga miskin juga perlu dilakukan untuk melihat kembali pada persepsi petugas lapangan, sehingga apa yang sudah diamati secara langsung dan diberikan penilaian dapat dijadikan sebagai salah satu dasar yang lebih akurat untuk pengidentifikasian rumahtangga miskin tersebut.
4.2.3 Rekomendasi Strategi Penanggulangan Kemiskinan Hasil dari analisis sebelumnya dijadikan sebagai alat untuk merumuskan strategi penanggulangan kemiskinan. Studi mendalam (indepth study) yaitu upaya pencarian informasi, permasalahan dan pemahaman yang mendalam yang dilakukan secara ilmiah mengenai suatu objek yang diteliti khususnya berkaitan dengan mengamati gejala, perilaku dan proses sosial dengan cara wawancara mendalam, pengamatan lapangan dan mendengarkan dari apa saja yang ramai dibicarakan masyarakat berkaitan dengan objek yang sedang diamati juga dilakukan agar strategi yang dihasilkan lebih terarah.
68
Melalui studi mendalam diharapkan akan diperoleh pemahaman objek studi yang menyeluruh (holistik) dari suatu unit analisis, untuk memperoleh pemahaman yang diperlukan pada saat merumuskan suatu rekomendasi kebijakan yang realistis bagi kesejahteraan rumahtangga miskin. Studi ini akan sangat membantu analisis dari pendekatan survei yang tidak bisa diperoleh karena keterbatasan di dalam penyusunan daftar pertanyaan. Melalui studi mendalam akan diperoleh informasi tentang faktor eksternal (peluang dan tantangan) dan faktor internal (kekuatan dan kelemahan) yang terdapat di wilayah penelitian, permasalahan yang dihadapi secara lebih detil dan menyeluruh dalam rangka merumuskan strategi penanggulangan kemiskinan di wilayah penelitian secara lebih efektif.
4.3. Metode Pengambilan Contoh Kabupaten Pandeglang merupakan kabupaten yang terpilih sebagai lokasi penelitian untuk menganalisis wilayah desa. Contoh untuk menganalisis kemiskinan di tingkat rumahtangga dipilih secara purposive empat desa sebagai lokasi contoh, yaitu Desa Babakan Keusik, Bulagor, Cikalong dan Sudimanik. Penetapan desa yang menjadi daerah sampel penelitian adalah atas pertimbangan bahwa desa tersebut merupakan desa pertanian serta keempat lokasi tersebut merupakan lokasi pelaksana Program Aksi Desa Mandiri Pangan yang dilaksanakan oleh Departemen Pertanian. Contoh yang digunakan untuk studi mendalam adalah informan kunci yang berada di wilayah penelitian. Informan kunci tersebut terdiri dari aparat kabupaten, aparat desa, tokoh masyarakat dan perwakilan rumahtangga miskin.
69
4.4 Metode Analisis
4.4.1 Analisis Faktor Penyebab Kemiskinan di Wilayah Desa Analisis faktor penyebab kemiskinan di wilayah desa dilakukan dengan menggunakan metode Analisis Komponen Utama (AKU) dan Analisis Faktor (AF). Metode ini dipakai karena beberapa hal, antara lain: variabel yang digunakan dalam penelitian ini berskala interval atau rasio dan peubah atau unit pengamatan yang digunakan dalam penelitian banyak serta memiliki korelasi peubah yang cukup tinggi. Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis) adalah suatu teknik statistik yang digunakan untuk mentransformasi peubah-peubah asli yang masih berkorelasi satu sama lain menjadi satu set peubah baru yang sudah tidak berkorelasi lagi. Peubah-peubah baru yang terbentuk dikenal dengan Komponen Utama (Principal Component). Banyaknya sama dengan variabel asli. Melalui Peubah-peubah baru tersebut maka suatu set data akan lebih mudah diinterpretasikan. Salah satu tujuan analisis komponen utama adalah untuk mengurangi jumlah peubah dari sekian banyak menjadi sedikit (reduction of dimensionality). Karena komponen utama yang dihasilkan dari analisis ini mempunyai sifat, salah satu variabel yang semakin kecil pada komponen utama yang terakhir, maka sudah sepantasnya komponen utama yang terakhir tidak digunakan karena mempunya varian yang kecil dan karena komponen-komponen utama ini mempunyai varian yang relatif besar yang berarti telah dapat menjelaskan sebagian besar data yang digunakan.
70
Proporsi total varian yang telah dapat dijelaskan oleh masing-masing komponen utama dapat dipertimbangkan untuk dapat menentukan sampai komponen utama yang ke berapa yang akan digunakan untuk melakukan analisis. Peneliti kemudian dapat melihat nilai kumulatif proporsi total varian yang telah dijelaskan oleh komponen-kompoen utama tersebut. Ukuran ideal dari jumlah komponen utama (dua atau tiga). Komponen-komponen yang digunakan dalam analisis adalah komponen-komponen utama yang secara kumulatif telah dapat menjelaskan sekitar 60 persen atau lebih varian dalam data. Secara aljabar linier, komponen utama merupakan kombinasi-kombinasi linier tertentu dari p variabel acak x 1 , x 2 , ….x p .
x11 x12..................... x1 p x 21 x 22 ...........x 2 p ......................... = x1 , x 2 ,........, x p X ......................... ......................... x n1 x n 2 ...........x np
dimana: x nxp = nilai observasi pengamatan ke-n peubah ke-p xp
jika
= vektor kolom peubah ke-p
C px1 A pxp . X px1
dimana: X px1 = vektor peubah asal A pxp = matriks transformasi yang diambil agar menghasilkan peubah baru yang sudah tidak berkorelasi lagi.
71
a11 a12..................... a1 p a 21 a 22 ...........a 2 p ......................... A ......................... ......................... a p1 a p 2 ...........a pp maka
C px1 = matriks komponen utama atau dinyatakan dengan
C’ = [ C 1 ,C 2 ………C p ] Merupakan kombinasi linier dari peubah-peubah asli yang tidak berkorelasi satu dengan yang lain. Bentuk umum persamaan komponen adalah sebagai berikut : C =a
1
x =a 1 x 1 + a i 2 x 2 +a 13 x 3 + ………………………..+ a ip x p
dimana: Ci = komponen ke-i ; i = 1, 2,…………………., p Setiap komponen (Ci) memuat/menghimpun informasi dari semua variabel X. bentuk umum ini berarti akan terbentuk sebanyak p komponen, yaitu : C 1 = a 11 X 1 + a 12 X 2 + …………..+ a 1 p x p C 1 = a 21 X 1 + a 22 X 2 + …………..+ a 2 p x p . Cp
= a p1 X 1 + a p 2 X 2 + …………..+ a pp x p
dengan varian masing-masing:
Var (C i ) a ' i ai i ; i 1,2,...., p i =akar ciri dari komponen utama ke-i Varian totalnya adalah: Var (C) = ii 22 ...... pp = 1 2 .......... p
72
dimana: = simpangan baku Akar ciri-akar ciri ini memiliki sifat-sifat unik, yaitu: 1. 1 2 3 ....... p Variasi yang dijelaskan oleh komponen pertama lebih besar daripada komponen kedua, variasi data yang dijelaskan komponen kedua lebih besar daripada komponen ketiga dan seterusnya sehingga yang terkecil adalah variasi data yang dijelaskan oleh komponen ke-p. p
2.
i 1
i
1 2 ....... p p
Total seluruh akar ciri sama dengan jumlah variabel yang dianalisis, sehingga:
; i 1,2,...... p i
Sedangkan proporsi dari keragaman data yang diterangkan oleh komponen utama ke-i adalah : Proporsi =
i p
Komponen ke-1 = 1 p Komponen ke-2 = 2 p .. .. .. .. Komponen ke-p = p p Sehingga total proporsi data yang diterangkan oleh seluruh komponen adalah:
p
= i 1
i 1 p p i 1 100% p p i 1 p
73
Pereduksian dalam AKU dilakukan terhadap komponen-komponen yang terbentuk. Komponen-komponen yang dipilih tersebut harus memiliki keragaman data yang relatif besar. Syarat pemilihan komponen, antara lain: 1. Pilih komponen-komponen yang memiliki akar ciri ( i ) lebih besar dari 1. 2. Pilih komponen-komponen utama yang memiliki proporsi keragaman data kumulatif yang telah mencapai 60 persen. Kegunaan analisis komponen utama adalah: 1. Memudahkan interpretasi hasil penelitian karena analisis komponen utama telah berhasil mengurangi jumlah peubah yang semula banyak menjadi relatif sedikit. 2. Alat untuk melakukan pengujian kenormalan data. Bila komponen utama telah mengikuti distribusi normal, maka peubah-peubah asli juga berarti telah mengikuti distribusi normal. 3. Salah satu cara untuk mencari outliers. Sebagai salah satu cara untuk membentuk peubah-peubah yang tidak saling berkolerasi (yaitu peubah-peubah baru yang disebut sebagai komponen utama) dalam analisis regresi. Analisis komponen utama merupakan salah satu cara untuk mengatasi masalah multicollinearity dalam analisis regresi. 4. Analisis komponen utama merupakan tahap awal dari analisis faktor (faktor analysis) sebagai salah satu cara untuk dapat menginterpretasikan data secara lebih baik.
Analisis Faktor (AF) merupakan salah satu teknik peubah ganda (multivariate stastitical analysis) yang merupakan kelanjutan yang tidak terpisahkan dari AKU. Bila AKU hanya sebatas mereduksi dimensi variabel, yaitu
74
memilih sejumlah komponen utama yang menerangkan keragaman data sebesar 60 persen, maka dalam AF, dari sejumlah komponen terpilih pada AKU akan ditentukan komponen/faktor yang dominan. AF juga mengusahakan untuk memberikan nama faktor. Analisis faktor (faktor analysis) digunakan untuk meneliti keterkaitan (interrelationship) peubah-peubah dalam suatu set data. Jadi, seperti pada analisis komponen utama, analisis faktor merupakan salah satu teknik untuk menyederhanakan deskripsi dari suatu set data (peubah) yang banyak dan saling berkorelasi menjadi set data lain yang ringkas dan tidak saling berkorelasi. Perbedaan analisis faktor dengan analisis komponen utama adalah: 1. Pada analisis komponen utama, tujuan utama adalah untuk memilih sejumlah peubah baru (yang disebut sebagai komponen utama) yang menjelaskan total variasi dalam set data sebesar-besarnya (maksimum). 2. Pada analisis faktor, tujuan utama adalah untuk memilih faktor-faktor yang dapat menjelaskan keterkaitan (interrelationships) antar peubah asli. Analisis faktor bertujuan untuk menjelaskan arti peubah-peubah dalam set data. Analisis Faktor adalah: 1. Pengembangan dari AKU yang lebih terperinci dan teliti. 2. Mengecek konsistensi data terhadap struktur peubah. Tujuan analisis ini pada dasarnya adalah: 1. Data Summarization, yakni mengidentifikasi adanya hubungan antar variabel dengan melakukan uji korelasi. 2. Data Reduction, yakni setelah melakukan korelasi, dilakukan proses membuat
75
sebuah variabel set baru yang dinamakan faktor untuk menggantikan sejumlah variabel tertentu. AF dimulai dari penggunaan p peubah Xi dimana i = 1, 2,... ..., p. AF membuat peubah-peubah Xi sebagai kombinasi linier dari common faktor dan unique faktor, sedemikian sehingga maka perumusan model AF adalah sebagai berikut: X 1 1 L11 F1 L12 F2 ..... L1q Fq 1 X 2 2 L21 F1 L22 F2 ....... L2 q Fq 2
. . X p p L p1 F1 L p 2 F2 ........ L pq Fq p
atau dalam bentuk matrik: X px1 px1 L pxm Fmx1 px1
dimana: X i = vektor variabel awal i = rataan dari peubah k-i;i = 1,2,....,p dan j = 1,2....,q Lij = loading untuk peubah ke-i pada faktor ke-j i = spesific factor ke-i F j = common factor ke-j Pembentukan model faktor dilakukan berdasarkan asumsi-asumsi berikut: 1. E(F) = 0 2. Var (F) = E (FF’) = I mxm 3. E () = 0 4. Var () = E(’) = 5. Cov (, F’) = E (, F’) = 0; sehingga dan F independent
76
Model (X-) = LF + adalah linier dalam faktor bersama, sehingga varian X 1 juga terdiri dari bagian-bagian yaitu: 1. Komunitas (communality), yaitu bagian dari total varian yang disebabkan oleh faktor-faktor umum ( h12 ) 2. Spesifisitas (specificity), yaitu bagian dari total varian yang disebabkan oleh faktor-faktor spesifikan ( i ) karena varian X i ii Li1 Li 2 ........ Lim i 2
dimana
2
hi Li1 Li 2 ...... Lim 2
2
2
2
2
maka ii hi i ; i = 1, 2, ….p 2
Yang menjadi permasalahan dalam AF adalah menduga faktor loadings 2
( Lij ) dan besarnya ( hi ). Pendugaan faktor awalnya merupakan hasil komponen utama dalam analisis AKU yang telah dijelaskan terdahulu. Penentuan banyaknya faktor loadings yang signifikan didasarkan pada proporsi total keragaman yang dapat dijelaskan oleh masing-masing faktor (faktor-faktornya secara kumulatif mampu menerangkan sekitar 60 persen atau lebih keragaman data dan atau nilai akar ciri lebih besar sama dengan satu. Karena faktor awal yang diperoleh dengan analisis AKU sulit dan tidak jelas untuk diinterpretasikan karena antar faktor tidak saling independen, maka dalam Analisis Faktor dilakukan rotasi terhadap faktor loadings yang dihasilkan. Rotasi dilakukan untuk mendapatkan faktor-faktor yang saling independen sehingga arti dari faktor-faktor yang diperoleh mudah diinterpretasikan. Rotasi yang digunakan dalam penelitian ini sekaligus yang paling sering dipergunakan dalam analisis adalah rotasi orthogonal, karena analisis akan
77
dilanjutkan ke analisis yang lain. Rotasi orthogonal terdiri dari tiga macam: rotasi varimax, quartimax dan equimax. Rotasi varimax merupakan jenis rotasi yang paling sering digunakan, karena rotasi varimax menghendaki nilai varian yang maksimum dalam matrik faktor yang terbentuk. Pemisahan faktor yang dihasilkan dari rotasi varimax lebih jelas apabila dibandingkan dengan kedua jenis rotasi lain.
4.4.2 Analisis Penetapan Desa Miskin Pengelompokan desa miskin dilakukan Analisis Gerombol (Cluster). Analisis gerombol adalah suatu teknik analisis statistik untuk mengelompokkan individu-individu ke dalam cluster-cluster. Ciri-ciri individu-individu yang terdapat dalam satu cluster lebih homogen dibandingkan dengan individu yang ada dalam cluster lain. Individu tersebut digambarkan dengan sejumlah peubah. Analisis ini bertujuan untuk mengelompokkan sejumlah n individu pengamatan ke dalam kelompok yang secara relatif mempunyai kesamaan sifat (similarities). Pengelompokan berdasarkan pada ukuran kedekatan antara masingmasing individu yang disebut jarak (distance). Rumus ukuran kedekatan yang digunakan adalah Jarak Euclidean (Euclidian distance), yaitu:
dij
p
(x k 1
ik
p
=
(x k 1
ik
x jk ) 2
x jk )( xik x jk )
Berdasarkan konsep dasar tersebut dapat diperlihatkan bahwa pada dasarnya analisis kelompok mendasarkan analisisnya menurut ukuran kedekatan atau keserupaan (closeness atau similarity) dari dua observasi. Dapat disimpulkan
78
bahwa analisis kelompok mendasarkan analisisnya menurut ukuran jarak (distance). Ukuran jarak yang paling sering digunakan dalam analisis kelompok adalah apa yang disebut jarak Euclidian. Misalkan terdapat dua titik dengan koordinat-koordinat (X 11 , X 21) dan ( X 12, , X 22 ), maka jarak Euclidian adalah Jarak =
( X 11 X 12 ) 2 ( X 21 X 22 ) 2
Jarak Euclidean digunakan apabila peubah-peubahya tidak berkorelasi. Jika jarak Euclidean digunakan pada data asal, hasil yang didapatkan akan tidak memuaskan karena kesalahan disebabkan oleh perubahan skala peubah. Jika skala peubah berubah, maka jarak Euclidean tidak akan membuat ranking jarak yang tetap. Oleh karenanya, peubah-peubah yang diamati terlebih dahulu dibakukan menjadi skor baku Z dan jarak Euclidean dihitung berdasarkan peubah yang telah dibakukan.
4.4.3 Analisis Karakteristik Kemiskinan Wilayah Desa Analisis karakteristik kemiskinan di wilayah desa dilakukan secara deskriptif. Analisis dilakukan dengan menjabarkan faktor utama penentu kemiskinan suatu wilayah yang di dapat dari hasil analisis komponen utama dan analisis faktor.
4.4.4 Analisis Faktor Penciri Rumahtangga Miskin Analisis rumahtangga miskin di Kabupaten Pandeglang dilakukan dengan menggunakan Analisis CHAID. Metode Chi-square Automatic Interaction Detection (CHAID) merupakan salah satu dari beberapa macam metode AID (Automatic interaction Detection). Metode AID adalah suatu teknik untuk
79
menganalisis segugus data dengan ukuran besar dengan membaginya menjadi anak-anak gugus yang tidak saling tumpang tindih. Teknik pemecahan (splitting) kelompok menjadi beberapa sub-sub keompok yang secara maksimal saling berbeda. Metode AID bermanfaat dalam menganalisis keterkaitan struktural dalam data hasil survei (Fielding, 1977). Peubah-peubah tersebut dapat berupa satu peubah tak bebas dengan beberapa peubah bebas atau beberapa peubah tak bebas dengan beberapa peubah bebas. Metode CHAID merupakan teknik eksplorasi non parametrik untuk menganalisis sekumpulan data yang berukuran besar dan cukup efisien untuk menduga peubah-peubah bebas yang paling signifikan terhadap peubah tak bebas. Interaksi antar peubah juga dapat dideteksi melalui metode ini (Du Toit et al. 1986). Perbedaan CHAID sebagai salah satu dari metode AID lain adalah peubah tak bebas yang digunakan berskala nominal atau ordinal dengan statistik uji chi-square dan metode regresi logistik antara lain karena dalam analisis CHAID pengaruh peubah bebas terhadap peubah tak bebas dideteksi secara bertahap, sehingga untuk setiap kelompok data yang terbentuk, peubah bebas yang berpengaruh terhadap peubah tak bebas dapat berbeda-beda. Prinsip kerja CHAID adalah memisahkan data menjadi kelompokkelompok melalui tahap-tahap tertentu. Tahapan ini diawali dengan membagi data menjadi beberapa kelompok berdasarkan satu peubah bebas yang memiliki pengaruh paling signifikan terhadap peubah tak bebas. Masing-masing kelompok yang diperoleh diperiksa secara terpisah untuk membaginya lagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan peubah bebas. Melalui metode CHAID dapat
80
diketahui peubah-peubah bebas yang memiliki pengaruh paling signifikan terhadap peubah tak bebas. Tahapan
yang harus dilakukan dalam analisis
CHAID untuk
menghasilkan sebuah dendogram pemisahan pada dasarnya melalui tiga tahap yaitu penggabungan (merging), pemisahan (splitting) dan pemberhentian (stopping). Penggabungan (merging) dilakukan terhadap kategori peubah bebas yang memiliki pengaruh tidak signifikan terhadap peubah tidak bebas, pemisahan (splitting) dilakukan terhadap peubah bebas yang berpengaruh signifikan. Proses ini dilakukan secara berulang hingga tidak ada lagi peubah bebas yang signifikan atau ditemukan aturan pemberhentian (stopping). Tahapan-tahapan dalam metode ini dijelaskan pada algoritma berikut: 1. Buat tabulasi silang untuk masing-masing kategori peubah bebas dengan kategori peubah tak bebas. 2. Setiap tabulasi silang yang diperoleh disusun semua subtabel berukuran 2 x d yang mungkin. d adalah banyaknya kategori peubah tak bebas. Kemudian cari nilai 2hitung semua subtabel tersebut. Dari seluruh 2hitung yang diperoleh, cari 2 yang terkecil. Jika terkecil <2 ( ditetapkan, db=d-1), maka kedua kategori 2 peubah bebas yang memiliki terkecil digabung menjadi satu kategori.
Penggabungan untuk peubah ordinal hanya dapat dilakukan terhadap kategori yang berurutan. Ulangi tahap ini sampai ada peubah bebas yang melampaui nilai kritis. 3. Jika terdapat kategori gabungan yang terdiri dari tiga atau lebih kategori asal, maka harus dilakukan pembagian biner terhadap kategori gabungan tersebut.
81
Dari pembagian ini dicari 2hitung terbesar. Jika 2hitung terbesar > , maka pembagian biner berlaku. Selanjutnya kembali ke tahap dua. 4. Setelah diperoleh penggabungan optimal untuk setiap peubah bebas, hitung pvalue masing-masing tabel
yang terbentuk (tabel
yang mengalami
pengurangan kategori, p-value-nya dikalikan dengan pengganda Bonferoni sesuai dengan tipe peubahnya). Tentukan p-value terkecil < yang telah ditetapkan, maka X pada p-value tersebut adalah peubah bebas yang pengaruhnya paling signifikan bagi peubah tak bebas. 5. Jika pada tahap empat diperoleh peubah yang pengaruhnya paling signifikan, kembali ke tahap satu untuk setiap bagian data hasil pemisahan (untuk melakukan pembagian berdasarkan peubah yang belum terpilih). Statistik uji yang digunakan adalah statistik chi-square dengan persamaan sebagai berikut: 2hitung =
(Oij Eij ) 2 Eij i 1 j 1 r
c
dengan: Eij=
fi f j n
dimana: r
: jumlah baris pada tabel kontingensi
c
: jumlah kolom pada tabel kontingensi
Oij
: frekuensi amatan baris ke-i kolom ke-j
Eij
: frekuensi harapan baris ke-i kolom ke-j
Metode CHAID adalah metode yang menggabungkan kategori tak nyata dengan melihat semua cara pengelompokkan yang mungkin. Tabel yang
82
mengalami pengurangan kategori menjadi r kategori dari peubah asal c kategori (r < c), maka p-value yang digunakan dikalikan dengan pengganda Bonferroni. Pengganda Bonferoni ini tergantung tipe peubah kategorik: 1. Peubah Monotonik (kategori berskala ordinal). Dengan penggabungan r kategori, maka jumlah gabungan yang mungkin adalah Cn,r , menurut identitas combinatorial Cn,r=Cn-1,r-1 + Cn-1,r. Pada skala ordinal penggabungan hanya dimungkinkan dengan kategori terdekat, sehingga dari hubungan identitas tersebut diperoleh koefisien Bonferroni sebagai berikut: c 1 Bmonotonik=Cn-1,r-1= r 1 2. Peubah bebas (kategori berskala nominal). r 1
Bbebas = ( 1) i i 0
(r 1) 2 i!(r c)!
3. Peubah Mengambang (float variabel) Peubah ini perluasan dari skala ordinal dimana letak urutan kategori mengambang diragukan, sehingga cara menghitung koefisien Bonferroni adalah
mengeluarkan
sementara
kategori
mengambang
dan
menggabungkannya kembali. Melalui prosedur di atas maka akan diperoleh koefisien Bonferroni sebagai berikut: Bfloat : Cc-2,r-2+Cc-2,r-1 Pada metode ini diperkenalkan peubah mengambang (float variabel) yaitu kategori dalam skala ordinal yang kurang yakin posisi urutan tingkatannya. Algoritma CHAID terutama sesuai untuk mengeksplorasi data berukuran besar. Du Toit et al. (1986) mengungkapkan bahwa metode CHAID merupakan
83
eksplorasi non parametrik untuk menganalisa sekumpulan data yang berukuran besar dan tidak dapat diandalkan jika diterapkan pada data berukuran kecil. Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini adalah SPSS untuk analisis CHAID dengan taraf nyata =0.05. Hasil akhir analisis CHAID adalah berupa dendogram yang menggambarkan asosiasi antar peubah, interaksi antar peubah dan pengkategorian ulang peubah-peubah bebasnya. Tiga macam informasi yang dapat diperoleh dari hasil dendogram CHAID yaitu (Fielding, 1977): 1. Pengelompokkan pengamatan Pengamatan dikelompokkan kedalam kelompok-kelompok yang relatif homogen dalam kaitannya dengan nilai peubah bebas dan peubah tak bebas. 2. Asosiasi antar peubah bebas Kecenderungan nilai peubah bebas tertentu berpadanan dengan nilai peubah bebas yang lain. 3. Interaksi antar peubah bebas Peranan silang dua peubah bebas dalam pemisahan pengamatan menurut peubah tak bebas.
4.4.5 Analisis Karakteristik Rumahtangga Miskin Analisis
karakteristik
rumahtangga
miskin
dilakukan
dengan
menjabarkan faktor utama penentu kemiskinan rumahtangga yang di dapat dari hasil analisis CHAID. Selain itu untuk menganalisis karakteritik kemiskinan juga digunakan pendekatan kemiskinan relatif yang digunakan oleh Departemen Pertanian.
84
4.4.6 Analisis Strategi Penanggulangan Kemiskinan Perumusan strategi penanggulangan kemiskinan dilakukan berdasarkan informasi yang diperoleh hasil analisis sebelumnya dan studi mendalam. Hasil dari tabulasi tersebut kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan grafik untuk selanjutnya digunakan sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan. Analisis Strength, Weakness, Opportunities and Threats (SWOT) dilakukan untuk memperkuat analisis strategi penanggulangan kemiskinan. Perumusan strategi dengan analisis SWOT dilakukan melalui tiga tahap, yaitu tahap masukan ((input stage), tahap pemaduan (matching stage) dan tahap pengambilan keputusan (decision stage). Tahap masukan adalah menyimpulkan informasi dasar yang diperlukan untuk merumuskan strategi dengan menyimpulkan matriks Internal Faktor Evaluation (IFE) dan External Faktor Evaluation (EFE). Tahap pemaduan merupakan tahap dimana berbagai informasi dasar tersebut dipadukan untuk merumuskan alternatif strategi. Tahap kedua ini menggunakan matriks SWOT. Sedangkan tahap ketiga yaitu tahap pengambilan keputusan merupakan tahap pemilihan strategi dengan menggunakan Quantitative Strategic Matrix (QSP).
4.4.6.1 Matriks Internal Faktor Evaluation dan External Faktor Evaluation Matriks EFE digunakan untuk meringkas faktor-faktor eksternal yang berkaitan dengan peluang dan ancaman yang diahdapi wilayah. Sedangkan penilaian internal ditujukan untuk mengukur sejauh mana kekuatan dan kelemahan yang dimiliki wilayah. Langkah dalam melakukan penilaian internal adalah dengan menggunakan matriks IFE.
85
David (2002), matriks EFE dan IFE diolah dengan menggunakan beberapa langkah berikut : 1. Identifikasi faktor internal dan eksternal wilayah Langkah awal yang dilakukan adalah mengidentifikasikan faktor internal yaitu dengan mendaftarkan semua kelemahan dan kekuatan yang dimiliki wilayah. Daftarkan kekuatan terlebih dahulu, baru kemudian kelemahan wilayah. Kemudian identifikasikan faktor eksternal wilayah dengan melakukan pendaftaran semua peluang dan ancaman. Hasil identifikasi faktor-faktor di atas menjadi faktor penentu eksternal dan internal yang selanjutnya akan diberikan bobot dan rating. 2. Penetuan bobot setiap variabel Penentuan bobot dilakukan dengan mengajukan identifikasi faktor internal dan eksternal kepada stakeholder dengan menggunakan metode paired comparison. Metode ini digunakan untuk memberikan penilaian terhadap bobot setiap faktor penentu internal dan eksternal. Penentuan bobot setiap variabel dilakukan dengan memberikan skor 1, 2 dan 3. Skor yang digunakan untuk pengisian kolom adalah: skor 1 = jika indikator horizontal kurang penting dari pada indikator vertikal, skor 2 = Jika indikator horizontal sama penting dari pada indikator vertikal, skor 3 = Jika indikator horizontal lebih penting dari pada indikator vertikal. Bobot setiap variabel diperoleh dengan menentukan nilai setiap veriabel terhadap jumlah nilai keseluruhan variabel dengan menggunakan rumus: ai =
Xi n
X i 1
i
86
dimana: ai = Bobot Variabel ke-i Xi = Nilai variabel ke – i I = 1, 2, 3, …..n N = Jumlah Variabel
Total bobot yang diberikan harus sama dengan 1.0. Pembobotan ini kemudian ditempatkan pada kolom IFE – IFE. Bentuk penilaian bobot faktor strategis internal wilayah dapat dilihat pada Tabel 6. Sedangkan penilaian bobot faktor strategis eksternal disajikan pada Tabel 7.
Tabel 6. Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal Wilayah Faktor Strategis Internal A B C D …….. Total
A
B
C
D
…
Total
Bobot
…
Total
Bobot
Sumber: David, 2002
Tabel 7. Penilaian Bobot Faktor Strategis Eksternal Wilayah Faktor Strategis Internal A B C D … Total Faktor strategis Eksternal A B C D …….. Total
A
A
B
B
C
D
C
……
Total
Bobot
87
Faktor strategis Eksternal A B C D …….. Total Sumber: David, 2002
A
B
C
……
Total
Bobot
88
3. Penentuan peringkat (rating) Peringkat masing-masing variabel terhadap kondisi wilayah diukur dengan menggunakan skala 1, 2, 3 dan 4. Skala nilai peringkat yang digunakan adalah dalam matriks EFE: 1 = tidak berpengaruh
3 = kuat pengaruhnya
2 = kurang kuat pengaruhnya
4 = sangat kuat pengaruhnya
Sedangkan untuk matriks IFE, skala nilai peringkat yang digunaka yaitu: 1 = kelemahan utama
3 = kekuatan kecil
2 = kelemahan kecil
4 = kekuatan utama
4. Menghitung skor pembobotan Skor pembobotan diperoleh dengan mengalikan nilai pembobotan dengan peringkat pada tiap faktor. 5. Menjumlahkan skor pembobotan Semua skor pembobotan dijumlahkan secara vertikal untuk memperoleh total skor pembobotan. Total skor berkisar antara 1.0 sampai 4.0 dengan rata-rata 2.5. Total skor 4.0 pada matriks EFE menunjukan wilayah merespon peluang dan memanfaatkan dengan sangat baik peluang-peluang yang ada untuk menghadapi ancaman-ancaman. Skor 1.0 menunjukkan wilayah tidak dapat memanfaatkan peluang-peluang yang ada untuk menghindari dan menghadapi ancaman-ancaman yang dihadapi. bentuk matriks EFE dapat dilihat pada Tabel 8. Total skor dibawah 2.5 pada matriks IFE menunjukan bahwa wilayah tersebut memiliki kondisi internal yang lemah. Sedangkan jika total skor di atas 2.5 menunjukan bahwa wilayah memiliki kondisi internal yang kuat. Tabel 9 menunjukan bentuk Matriks IFE.
89
Tabel 8. Matriks External Faktor Evaluation Faktor Eksternal Kekuatan 1. 2. 3.dst Kelemahan 1. 2. 3. Total
Bobot
Rating
Total Skor
Sumber: David, 2002
Tabel 9. Matriks Internal Faktor Evaluation Faktor Eksternal Peluang 1. 2. 3. dst Ancaman 1. 2. 3. dst Total
Bobot
Rating
Total skor
Sumber: David, 2002
4.4.6.2 Matriks SWOT Analisis SWOT merupakan identifikasi yang bersifat sistematis dan dapat menyelaraskan faktor-faktor dari lingkungan eksternal dan internal serta dapat mengarahkan dan berperan sebagai katalisator dalam proses perencanaan strategis. Analisis SWOT dilaksanakan dengan mengfokuskan pada dua hal, yaitu peluang dan ancaman serta identifikasi kekuatan dan kelemahan intern. Analisis ini didasarkan ada asumsi bahwa pada suatu strategi yang efektif akan memaksimalkan kekuatan dan peluang serta meminimalkan kelemahan dan ancaman (Pearce dan Robinson, 1998).
90
Penentuan analisis SWOT dilakukan setelah mengetahui
kekuatan,
kelemahan, peluang, dan ancaman yang ada. Identifikasi terhadap faktor-faktor tersebut terlebih dahulu harus dilakukan dengan menggunakan matriks IFE dan EFE. Kedua matriks ini memperlihatkan faktor mana yang lebih berpengaruh dan faktor mana yang kurang berpengaruh terhadap wilayah. Dengan mengetahui rating pada masing-masing faktor dan bobot yang ada maka dapat ditentukan berbagai faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan. Matriks SWOT disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Matriks SWOT Internal
Eksternal OPPORTUNITIES ( O ) Daftar Peluang Eksternal
THREATS ( T ) Daftar Ancaman Eksternal
STRENGTH (S) Daftar Kekuatan Internal
WEAKNEES (W) Daftar Kelemahan Internal
STRATEGI S-O Gunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
STRATEGI W-O Mengatsai kelemahan dengan memanfaatkam peluang
STRATEGI S-T Gunakan kekuatan untuk menghindari ancaman
STRATEGI W-T Meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman
Sumber: David, 2002
4.4.6.3 Quantitative Strategic Planning Matriks Quantitative Strategic Planning Matriks (QSPM) merupakan dasar sasaran untuk memilih strategi terbaik karena QSPM mengungkapkan daya tarik relatif dari berbagai strategi alternatif, yaitu berdasarkan pada sejauh mana faktorfaktor strategi internal dan eksternal dimanfaatkan atau diperbaiki. QSPM terdiri dari kolom faktor-faktor kunci internal dan eksternal yang diperoleh dari matriks IFE dan EFE serta bobot. Baris atas terdiri dari strategi alternatif yang layak dan dibagi-bagi ke dalam setiap kolom dimana setiap kolomnya berisi Nilai Daya
91
Tarik dan Nilai Total Daya Tarik serta baris paling bawah yaitu Jumlah Total Nilai Daya Tarik. Bentuk Matriks QSPM dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Quantitative Strategic Planning Matriks
Faktor-faktor Kunci
Bobot
Alternatif Strategi Strategi 1 Strategi 2 AS TAS AS TAS
Faktor-Faktor Kunci Eksternal Faktor-Faktor Kunci Internal Jumlah Total Nilai Daya Tarik Sumber: David, 2002
4.5 Definisi Operasional 1.
Pedesaan adalah daerah pemukiman penduduk yang sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah, iklim, dan air sebagai syarat penting bagi terwujudnya pola kehidupan agraris penduduk di tempat itu (Kamus Besar Bahasa Indonesia).
2.
Desa atau yang disebut dengan nama lainnya (UU No. 32/2004) diartikan sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3.
Rumahtangga adalah seorang atau sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik atau sensus dan biasanya tinggal bersama serta makan dari satu dapur. Rumahtangga biasa umumnya terdiri dari ibu, bapak dan anak.
92
4.
Kepala rumahtangga adalah seorang dari sekelompok anggota rumahtangga yang bertanggung jawab atas kebutuhan sehari-hari rumahtangga atau orang yang dianggap/ditunjuk sebagai kepala rumahtangga.
5.
Anggota rumahtangga adalah semua orang yang biasanya bertempat tinggal di suatu rumahtangga, baik yang berada di rumahtangga pada waktu pencacahan maupun sementara tidak ada.
6.
Pendidikan kepala rumahtangga, yaitu tingkat pendidikan formal yang ditamatkan oleh kepala keluarga. Tingkat pendidikan formal adalah suatu jenjang pendidikan yang diikuti oleh seseorang dalam hidupnya, terdiri dari: Tidak/belum tamat SD, SD/sederajat, SMP/sederajat SMA/sederajat, DI/DII/DIII dan DV/SL/S2/S3.
7.
Anggota rumahtangga balita yaitu anggota rumahtangga yang berusia 0-59 bulan di rumahtangga tersebut.
8.
Luas lantai yang dimaksud di sini adalah luas lantai yang ditempati dan digunakan untuk keperluan sehari-hari (sebatas atap). Bagian-bagian yang digunakan bukan untuk keperluan sehari-hari tidak dimasukkan dalam perhitungan luas lantai seperti lumbung padi, kandang ternak, lantai jemur dan ruangan khusus untuk usaha (misalnya warung).
9.
Jenis lantai adalah bagian bawah/dasar/alas suatu ruangan, baik terbuat dari marmer/keramik/teraso, ubin/tegel, plester semen/pasangan bata, kayu/papan, bambu, tanah dan lainnya.
10. Sumber air minum yang digunakan rumahtangga dapat berasal dari: air kemasan, leding, pompa, sumur, sumur terlindung, sumur tak terlindung, air sungai, air hujan dan lainnya.
93
11. Sumber penerangan yang digunakan oleh rumahtangga responden dapat berasal dari: listrik PLN, listrik non PLN, petromak, sentir dan lainnya. 12. Persediaan bahan pokok adalah persediaan yang dimiliki rumahtangga baik dalam bentuk makanan pokok atau dalam bentuk uang/barang yang dapat digunakan untuk membeli makanan pokok sebagai persediaan selama seminggu yang akan datang. 13. Lapangan usaha/pekerjaan adalah bidang kegiatan dari pekerjaan/usaha/ perusahaan/kantor tempat seseorang bekerja, terdiri dari: (1) pertanian, (2) pertambangan dan penggalian, (3) industri kerajinan listrik, gas, dan air, (4) konstruksi/bangunan, (5) perdagangan, (6) angkutan, pergudangan, dan komunikasi, (7) keuangan, (8) jasa, (9) tidak bekerja, dan (10) lainnya. 14. Pakaian yang dimaksud adalah pakaian luar yang baru (bukan pakaian bekas) dan dibeli selama setahun yang lalu. Satu stel pakaian terdiri dari satu pakaian atas dan satu pakaian bawah atau satu pakaian terusan (termasuk pakaian seragam). 15. Luas lahan adalah luas lahan sawah/ladang/kebun yang dimiliki oleh rumahtangga responden dengan pembulatan satu angka dibelakang koma. Konsep yang digunakan adalah kepemilikan sehingga bila responden memiliki sawah tapi disewakan kepada orang lain maka responden tetap dikatakan memiliki sawah tersebut maka isikan luas sawahnya. 16. Pendekatan yang digunakan adalah konsep kepemilikan, artinya sepanjang barang tersebut milik responden, walaupun berada dalam penguasaan orang lain (dipinjam, digadai dan sebagainya), responden tetap dikategorikan memiliki barang tersebut.
94
17. Pengeluaran rumahtangga sebulan adalah rata-rata biaya yang dikeluarkan rumahtangga sebulan untuk konsumsi rumahtangga. Konsumsi rumahtangga dibedakan menjadi dua yaitu: (1) konsumsi makanan termasuk makanan jadi, dan (2) bukan makanan, seperti biaya perumahan, pendidikan, kesehatan, aneka barang dan jasa, pakaian dan barang tahan lama, tanpa memperhatikan asal barang.