IV. METODE PENELITIAN 4.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Kota depok yang memiliki 6 kecamatan sebagai
sentra produksi Belimbing Dewa. Namun penelitian ini hanya dilakukan pada 3 kecamatan yang memiliki prodiktivitas dan luas lahan yang lebih tinggi yaitu kecamatan Sawangan, Pancoran Mas dan Beiji. Pemilihan tempat dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa wilayah Kota Depok merupakan salah satu penghasil Belimbing Dewa yang cukup besar di Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai Mei 2011. 4.2.
Data dan Instrumentasi Data yang digunakan terbagi kedalam dua bagian yaitu data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh dengan pengamatan secara langsung untuk mendapatkan informasi mengenai teknik pembudidayaan Belimbing Dewa serta unsur-unsur penerimaan dan pengeluarannya dengan melakukan wawancara dan diskusi pada pihak-pihak yang terkait dalam usaha tersebut. Data sekunder didapatkan dari laporan yang telah dipublikasikan maupun laporan yang tidak dipublikasikan yang bersumber dari berbagai literatur, majalah, data produksi dan pasar produk terkait dari dinas dan instansi yaitu Badan Pusat Statistik, Dinas Pertanian Kota Depok, penelitian terdahulu dan literatur yang terkait dengan penelitian serta media internet. 4.3.
Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi langsung di lokasi
penelitian, yakni dengan melakukan wawancara dan pengamatan langsung dengan berbagai pihak yang terkait disekitar lokasi penelitian dan juga pihak atau instansi terkait dengan penelitian mengenai usaha budidaya belimbing dewa dengan SOP. Selain itu, data juga dikumpulkan melalui penelusuran pustaka ataupun literatur di perpustakaan IPB, instansi terkait dan media internet. Populasi dari penelitian ini merupakan petani belimbing dewa yang menerapkan SOP. Pengumpulan datapun dilakukan dengan pengambilan sampel secara sengaja (purposive) dengan memilih delapan responden yang merupakan 33
pelaku usaha budidaya belimbing dewa. Responden adalah pelaku usaha budidaya belimbing dewa yang menerapkan SOP serta aktif dan kontinu memproduksi belimbing dewa dari 339 petani pelaku usaha budidaya belimbing dewa yang tersebar di wilayah Kota Depok khususnya di tiga kecamatan lokasi penelitian. Responden diambil dari tiga kelompok tani yang terdapat di tiga kecamatan yaitu Kelompok Tani RJB Rawa Denok di Kecamatan Pancoran Mas, Kelompok Tani Sakati Makmur di Kecamatan Sawangan dan Kelompok Tani Subur Makmur di Kecamatan Beiji. 4.4. Metode Pengolahan Data Data serta informasi yang telah dikumpulkan kemudian diolah dengan menggunakan bantuan komputer, yakni program Microsoft Excel 2007. Data dan informasi tersebut sebelumnya dikelompokan kedalam biaya dan manfaat, kemudian dilakukan analisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan menganalisis aspek pasar, teknis, manajemen dan hukum, sosial-ekonomi-budaya, serta lingkungan. Untuk mengetahui apakah usaha budidaya tersebut layak atau tidak secara nonfinansial. Sedangkan analisis kuantitatif dilakukan untuk menilai kelayakan usaha budidaya belimbing dewa dengan pengembangan melalui SOP secara finansial, yakni dengan melakukan perhitungan kriteria investasi. 4.4.1. Analisis Kelayakan Non Finansial Penelitian ini akan membahas kelayakan usaha budidaya belimbing dewa dengan SOP secara non finansial. Analisis non finansial mencakup aspek pasar, teknis, manajemen dan hukum, sosial-ekonomi-budaya serta lingkungan. Aspekpasar akan mengkaji pemasaran dari produk yaitu belimbing dewa, dengan menganalisis jumlah permintaan dan penawaran. Aspek teknis akan membahas mengenai prosedur budidaya belimbing dewa melalui standar operasional prosedur (SOP) seperti penyiapan lahan dan bibit, penanaman, pemupukan, pengairan, pemangkasan, pengendalian OPT hingga panen dan pendistribusian produk. Aspek manajemen dan hukum akan membahas mengenai bentuk usaha dari pertanaman belimbing, jumlah pekerja, pemilik usaha, susunan organisasi usaha hingga pembagian tugas masing-masing pekerja. Aspek sosial-ekonomi34
budaya akan mengkaji dampak dari adanya usaha ini terhadap masyarakat sekitar, apakah usaha ini mampu membuka lapangan pekerjaan dan meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar atau tidak. Aspek terakhir adalah lingkungan dimana akan dikaji dampak usaha budidaya belimbing dewa bagi kondisi dan kelestarian lingkungan sekitar lokasi usaha. 4.4.2. Analisis Kelayakan Finansial Analisis kelayakan finansial dilakukan dengan melakukan perhitungan secara finansial untuk mengetahui kelayakan usaha secara privat, dalam hal ini kelayakan yang dilihat dari sudut pandang individu atau pelaku usaha peternakan. Perhitungan secara finansial ini menggunakan komponen biaya dan manfaat untuk memudahkan pengelompokkan kedua bagian tersebut dan juga menggunakan kriteria investasi untuk mengetahui tingkat kelayakan usaha secara kuantitatif. 4.4.3. Komponen Biaya dan Manfaat Analisis dilakukan dengan mengelompokkan data yang didapat kedalam komponen biaya dan manfaat. Komponen biaya adalah segala bentuk pengeluaran yang dilakukan oleh usaha budidaya belimbing dewa yang menerapkan SOP. Pengeluaran ini terdiri dari beberapa bagian yaitu biaya investasi, biaya tetap, dan biaya variabel. Sedangkan yang termasuk kedalam komponen manfaat adalah segala bentuk pemasukan yang berasal dari produksi. 4.4.4. Kriteria Investasi Menurut Nurmalina, dkk (2009) metode yang dapat dipakai dalam penilaian aliran kas dari suatu investasi, atau yang biasa disebut dengan kriteria investasi, yaitu : 1. Net Present Value (NPV) Net Present Value (NPV) dapat diartikan sebagai nilai sekarang dari arus pendapatan yang ditimbulkan oleh penanaman investasi. Secara matematis, perhitungan NPV dapat dirumuskan sebagai berikut :
NPV = ∑
/ (
)
Keterangan: 35
NPV = Net Present Value Bt
= Benefit atau manfaat pada tahun ke-t
Ct
= Cost atau biaya pada tahun ke-t
i
= Suku Bunga yang digunakan
t
= Tahun ke-
2. Internal Rate of Return (IRR) Internal Rate of Return (IRR) adalah tingkat bunga maksimum yang dapat dibayar oleh suatu usaha untuk sumberdaya yang digunakan, karena usaha tersebut memerlukan dana untuk pemenuhan biaya-biaya operasi dan investasi dari usaha baru sampai tingkat pengembalian modal. Secara matematis, perhitungan IRR dapat dirumuskan sebagai berikut :
IRR =
NPV −
+
×( − )
Keterangan : IRR = Internal Rate of Return i1 = Suku Bunga yang menghasilkan NPV positif i2 = Suku Bunga yang menghasilkan NPV negatif NPV1 = NPV positif NPV2 = NPV negatif 3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio) Rasio ini diperoleh dengan membagi nilai sekarang arus manfaat (PV) dengan nilai sekarang arus biaya, yang bertujuan untuk mengetahui perbandingan antara jumlah biaya yang dikeluarkan pada suatu usaha terhadap manfaat yang akan diperolehnya. Secara matematis, perhitungan Net B/C Ratio dapat dirumuskan sebagai berikut :
∑ = ∑
− (1 + ) − (1 + )
( (
− −
)>0 )<0
36
Keterangan: Net B/C = Net Benefit Cost Ratio Bt
= Benefit atau manfaat pada tahun ke-t
Ct
= Cost atau biaya pada tahun ke-t
i
= Suku Bunga yang digunakan
t
= Tahun ke-1 sampai tahun ke-15
4. Payback Period (PP) Payback Period adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan aliran kas. Perhitungan Payback Period pada penelitian ini adalah dengan menghitung akumulasi aliran kas masuk bersih yang telah didiskontokan. Suatu investasi dinyatakan mencapai Payback Period jika aliran kas kumulatif telah bernilai positif. Secara matematis perhitungan Payback Period dapat dirumuskan sebagai berikut :
=
× 1Tahun
Keterangan : I = Nilai Investasi Ab = Kas Masuk Bersih yang telah di diskonto 4.4.5. Penilaian Risiko dalam Investasi Setiap keputusan investasi menyajikan risiko dan return tertentu. Berdasarkan pada kenyataan tersebut, semua keputusan penting harus ditinjau dari return yang diharapkan dan risiko yang dihadapi. Semakin tinggi risiko dari suatu investasi maka semakin tinggi tingkat pengembalian. Dalam penelitian ini, teknik mengukur risiko yang digunakan adalah analisis skenario. Analisis skenario merupakan teknik untuk menganalisis risiko dengan membandingkan situasi yang paling memungkinkan atas skenario dasar (semacam situasi normal) dengan keadaan yang baik dan buruk (Weston et al, 1995). Analisis skenario dipilih karena pada analisis ini lebih lengkap dibandingkan dengan analisis sensitivitas. Pada analisis sensitivitas hanya mempertimbangkan faktor sensitivitas NPV terhadap perubahan variabel-variabel 37
kunci sedangakan pada analisis skenario mempertimbangkan baik sensitivitas NPV terhadap perubahan variabel-variabel kunci maupun rentangan (range) dari nilai-nilai variabel yang memungkinkan.
Analisis ini dilakukan untuk melihat
tingkat risiko dari usaha budidaya belimbing dewa yang menerapkan SOP apabila terjadi penyimpangan-penyimpangan yang terdapat pada usaha. Skenario terburuk adalah keadaan dimana umtuk semua variabel masukan diberikan nilai terburuk berdasarkan perkiraan yang wajar. Skenario terbaik adalah keadaan dimana untuk semua variabel masukan diberikan nilai terbaik berdasarkan perkiraan yang wajar. Skenario dasar merupakan keadaan dimana untuk semua variabel diberikan nilai yang paling memungkinkan. Nilai-nilai variabel dalam skenario terburuk dipergunakan untuk memperoleh NPV terburuk, nilai-nilai dalam skenario terbaik dipergunakan untuk memperoleh NPV terbaik, serta nilai-nilai dalam skenario dasar atau normal yang paling memungkinkan untuk memperoleh NPV normal. Oleh karena itu, hasilhasil dari skenario tersebut digunakan untuk menentukan NPV yang diharapkan, standar deviasi dan koefisien variasi (CV). Dalam hal ini, diperlukan mengestimasi probabilitas terjadinya ketiga skenario (baik, dasar/normal, buruk) yang dinyatakan dengan P. 4.4.5.1. NPV yang diharapkan NPV yang diharapkan [E (NPV)] merupakan suatu nilai yang diharapkan oleh pelaku usaha dari suatu investasi yang ditanamkan pada usaha tersebut. Perhitungan NPV yang diharapkan dapat dirumuskan sebagai berikut : E(
) =∑
Pi(NPV )
Keterangan : E (NPV) = NPV yang diharapkan Pi NPVi
= Probabilitas terjadinya ketiga skenario = NPV dari setiap skenario
Penentuan probabilitas diperoleh berdasarkan kemungkinan dari suatu kejadian pada kegiatan budidaya belimbing dewa yang dapat diukur berdasarakan pengalaman yang telah dialami petani dalam mengusahakan belimbing DewaDewi. Probabiliti dari kegiatan usaha budidaya belimbing Dewa-Dewi pada setiap 38
kondisi (tertinggi, normal dan terburuk) akan diperoleh. Total peluang dari beberapa kejadian berjumlah satu dan secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut: P =1 Semakin tinggi NPV yang diharapkan, maka tingkat risiko yang dihadapi semakin besar. Pengukuran peluang (p) pada setiap kondisi skenario diperoleh dari frekuensi kejadian setiap kondisi dibagi dengan jumlah tahun selama umur pengusahaan belimbing Dewa-Dewi. 4.4.5.2. Standar Deviasi (σNPV) Standar deviasi merupakan ukuran satuan risiko terkecil yang menggambarkan penyimpangan yang terjadi dari suatu proyek investasi. Standar deviasi memiliki makna bahwa semakin kecil nilai standar deviasi maka semakin rendah risiko yang dihadapi dalam kegiatan usaha. Perhitungan standar deviasi dapat dirumuskan sebagai berikut :
=
− (
)
Keterangan : σNPV
= Standar Deviasi
Pi
= Probabilitas terjadinya ketiga skenario
NPVi
= NPV dari setiap skenario
E (NPV) = NPV yang diharapkan 4.4.5.3. Koefisien Variasi (CVNPV) Koefisien variasi juga merupakan alat untuk mengukur tingkat risiko yang dihadapi, dimana pengambil keputusan dapat memilih alternatif dari beberapa kegiatan usaha yang dijalankan dengan mempertimbangkan risiko yang dihadapi di setiap usaha untuk setiap return yang diperoleh. Semakin kecil niali koefisien variasi maka semakin rendah risiko yang dihadapi. Perhitungan koefisien variasi dapat dirumuskan sebagai berikut : 39
=
(
)
Keterangan : CVNPV = Koefisien Variasi E (NPV) = NPV yang diharapkan σNPV = Standar Deviasi Perhitungan terhadap setiap skenario dilakukan dengan menggunakan data harga jual belimbing dan jumlah produksi dari ketiga skenario yang ada. 4.5.
Asumsi Dasar Analisis kelayakan usaha budidaya belimbing dewa dikota depok dengan
penerapan SOP, menggunakan asumsi: 1. Seluruh modal yang digunakan dalam usaha budidaya belimbing dewa adalah modal sendiri. 2. Data yang digunakan dalam analisis merupakan data rata-rata yang didapatkan dari delapan orang petani yang menjadi responden pada penelitian. 3. Harga seluruh peralatan dari biaya-biaya yang digunakan dalam analisis ini bersumber dari survey lapang, dimana digunakan harga yang berlaku saat penelitian dilakukan yaitu April-Mei 2011. 4. Umur teknis dari proyek ditetapkan selama 15 tahun. Hal ini didasarkan pada umur teknis pohon yang dapat berproduksi sesuai dengan SOP. 5. Harga seluruh input dan output yang digunakan dalam analisis ini adala konstan, yang berlaku pada saat penelitian 6. Satu kali masa panen belimbing adalah empat bulan, diasumsikan dalam satu tahun tiga kali panen. 7. Dari analisis kelayakan finansial terdapat dua kondisi yaitu kondisi I dan kondisi II. Kondisi I merupakan analisis kelayakan finansial tanpa risiko (kondisi normal) dan kondisi II merupakan analisis kelayakan finansial dengan adanya risiko. Kondisi II memiliki dua skenario yaitu skenario I merupakan analisis kelayakan dengan adanya kondisi produksi dan skenario II menganalisis kelayakan dengan adanya kondisi harga output. 40
8. Tahun yang digunakan adalah tahun ke dua, karena belimbing Dewa dapat dipanen pada tahun kedua sejak penanaman dari bibit. 9. Produksi belimbing dewa optimal (100%) pada tahun ke tiga. Pada tahun ke dua diasumsikan kapasitas produksi belum optimal yaitu 60 persen. 10. Tanah merupakan modal investasi yang diperlukan sebagai tempat penanaman dan gudang. Maka, dalam perhitungan perlu diperkirakan harga jual tanah yaitu Rp 206.250,00/m2. 11. Output yang dihasilkan diasumsikan laku terjual dan habis terpakai dalam satu tahun 12. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani, pembelian bibit sebesar Rp 100.000 untuk bibit berukuran 100cm 13. Penyusutan investasi dihitung berdasarkan metode garis lurus 14. Tingkat suku bunga yang digunakan adalah suku bunga deposito rata-rata dari bank yang ada di Indonesia, yang berlaku pada saat penelitian dilaksanakan yaitu sebesar 6,75% pada tahun 2011. Tingkat suku bunga ini dipilih karena petani menggunakan modal pribadi bukan pinjaman. Oleh karena itu petani dihadapkan pada pilihan akan menginvestasikan modal pada usaha belimbing dewa atau mendopositokan di bank. 15. Pajak pendapatan yang digunakan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2008, pasal 17 ayat 2 a, yang merupakan perubahan keempat atas Undang-Undang nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan, yaitu: Pasal 17 ayat 1 b. Wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28% (dua puluh delapan persen) Pasal 17 ayat 2 a Tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b menjadi 25% (dua puluh lima persen) untuk tahun pajak 2010 dan seterusnya.
41