IV. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dan pengolahan data dilakukan pada bulan April 2007 sampai Maret 2008 di Propinsi Maluku Utara. Penetapan lokasi penelitian ini didasarkan pada wilayah Maluku Utara merupakan provinsi (kabupaten/kota) yang baru dimekarkan
sehingga
membutuhkan
suatu
konsep
pengembangan
yang
komprehensif sebagaimana yang diseminarkan pada Seminar Pembangunan Jangka Panjang Provinsi Maluku Utara pada 8 November 2006 di Jakarta. Adapun konsep pengembangan yang dilakukan dalam analisis yaitu dengan memakai pendekatan multisektoral.
4.2. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini semuanya berupa data sekunder dan data primer, yaitu Tabel Input-Output Provinsi Maluku Utara tahun 2001, PDRB provinsi, PDRB kabupaten/kota, dan data terkait lainnya. Semua data dikumpulkan dari Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Pemda porvinsi dan kabupaten/kota Maluku Utara, dan instansi terkait lainnya dalam bentuk dokumen dan studi literatur. Tabel InputOutput Provinsi Maluku Utara tahun 2001, yang diterbitkan oleh BPS Provinsi Maluku Utara, tersusun dengan klasifikasi 24 sektor. Jenis transaksi dalam model Tabel Input-Output Provinsi Maluku Utara tahun 2001 adalah transaksi atas dasar harga produsen. Adapun uraian pendekatan penelitian yang meliputi tujuan, teknik analisis, informasi dan output serta sumber data terlihat pada Tabel 8.
62
Tabel 8. Matriks Pendekatan Penelitian No.
Tujuan
Teknik Analisis
1.
Menganalisis sektorsektor unggulan di level provinsi dalam struktur perekonomian Provinsi Maluku Utara.
1. Updating Tabel I-O 2005 dengan Metode RAS 2. Analisis Tabel I-O
2.
Mengidentifikasi apakah sektor-sektor yang menjadi unggulan provinsi merupakan sektor basis pada tiap kabupaten/kota.
1. Analisis sektor basis dengan LQ dan SSA
3.
Merumuskan kebijakan pengembangan sektor pada level provinsi dan level kabupaten/kota di Maluku Utara.
1. Analisis Deskriptif
Sumber data 1. BPS 2. Pemda 3. Instansi terkait 4. Data survey
Informasi dan Output 1. I-O Malut 2001 dan informasi thn 2005 yaitu total input-output, total input antara, total output antara, total permintaan akhir dan total input primer. 2. Struktur, Koefisien Keterkaitan, Dampak Pengganda, Daya Penyebaran, dan Derajat Kepekaan (Nilai Arus Barang & Jasa) 1. PDRB tiap sektor tiap kab/kota. 2. Total PDRB masingmasing kab/kota. 3. PDRB tiap sektor pada Provinsi. 4. Total PDRB provinsi.
1. BPS 2. Pemda 3. Instansi terkait 4. Data survey
1. Hasil analisis I-O provinsi 2. Hasil analisis sektor basis kab/kota 3. Alokasi anggaran dan kelembagaan
1. Instansi terkait 2. Studi Literatur 3. Key Informan
4.3. Metode Pengumpulan Data 4.3.1. Studi Literatur dan Data Sekunder Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini semaksimal mungkin menggunakan data sekunder yang ada. Data ini bisa diperoleh dari berbagai lembaga atau departemen yang terkait seperti BPS, Pemerintah Daerah Provinsi Maluku Utara, pemerintah daerah kabupaten/kota dan Instansi terkait. 4.3.2. Wawancara Wawancara
dilakukan
dengan
BAPPEDA dan Instansi terkait lain.
informan-informan
kunci
seperti
63
4.4. Metode Pengolahan Data Untuk melakukan Updating dengan Metode RAS dan analisis Tabel InputOutput, segenap data yang tersedia diolah dengan menggunakan perangkat lunak komputer program GRIMP Versi 5.001 (Generation of Regional Input-Output Model Program) dan Python versi 2.2 dan Microsoft Office Excel 2003, pengolahan secara manual dengan excel dimaksudkan untuk menutupi kekurangan kemampuan software dalam menghasilkan output yang diinginkan. Sedangkan untuk analisis lokasional melalui identifikasi sektor basis dengan metode Location Quotient dan Shift Share digunakan program Microsoft Office Excel 2003.
4.5. Metode Analisis Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini dan disesuaikan dengan data yang terkumpul, maka metode analisis yang digunakan antara lain: 4.5.1. Metode RAS Matriks teknologi A memegang peranan yang sangat penting dalam analisis input-output. Jika untuk suatu waktu tertentu dapat diketahui besarnya transaksi antarsektor, maka dapat ditemukan matriks teknologi A untuk periode tersebut. Masalahnya kini adalah, bagaimana mendapatkan matriks transaksi antarsektor produksi. Matriks transaksi Input-Output seyogianya didapatkan dari survei yang dilaksanakan di perekonomian yang bersangkutan. Yang membuat kontruksi matriks transaksi tersebut menjadi sulit untuk dibuat adalah kenyataan bahwa survei yang dibutuhkan untuk membentuk suatu matriks transaksi InputOutput merupakan survei yang sangat besar. Diperlukan survei sektor-sektor,
64
survei rumah tangga, dan masih harus digabungkan lagi dengan data-data lain tentang pendapatan nasional (daerah) baik dari sisi penerimaan, sisi pengeluaran dan pula sisi output. Yang ditegaskan di sini adalah bahwa membuat suatu Tabel Transaksi Input-Output, sehingga bisa menghasilkan suatu matriks teknologi, bukanlah suatu hal yang mudah untuk suatu perekonomian yang sesungguhnya, oleh karena itu sulit sekali, dan hampir mustahil untuk dapat mempublikasikan Matriks Transaksi Input-Output hasil survei suatu perekonomian dengan interval waktu yang sangat pendek, tahunan misalnya. Untuk mengatasi hal tersebut dikembangkan suatu metode untuk menghasilkan matriks teknologi di tahun tertentu dengan menggunakan matriks teknologi di masa lalu, tanpa harus melakukan survei yang mendetail untuk mendapatkan matriks teknolgi tersebut. Survei yang harus dilakukan tersebut disebut dengan survei parsial, dan metode untuk mendapatkan matriks teknologinya disebut dengan Metode RAS (Nazara, 1997). Pada prinsipnya, metode RAS berupaya menghasilkan matriks teknologi pada tahun 1, yang dinotasikan dengan A(1), berdasarkan suatu matriks teknologi tahun 0, yang dinotasikan dengan A(0), tanpa harus memiliki n2 + n informasi di tahun 1 tersebut. Informasi yang diperlukan di tahun 1 adalah informasi mengenai tiga vektor saja. Pertama, vektor kolom berdimensi nx1 yang merupakan penjumlahan setiap baris matriks Z di tahun 1. Vektor ini dinotasikan dengan U(1). Kedua, suatu vektor baris berdimensi 1xn yang elemennya merupakan penjumlahan setiap kolom matriks Z di tahun 1 tersebut. Vektor ini dinotasikan dengan V(1). Ketiga, tentunya adalah matriks X di tahun 1 tersebut, yang dinotasikan dengan X(1). Di tahun 1, survei yang diperlukan hanyalah survei yang
65
cukup bisa menangkap U(1), V(1), dan X(1) saja. Oleh karena itulah surveinya disebut dengan survei parsial. Selanjutnya Ediawan (2003) menyatakan bahwa dengan metode RAS data yang diperlukan adalah matriks koefisien input atau koefisien teknologi (sebagai tabel dasar), total output, total permintaan antara dan total input antara masingmasing sektor. Adapun prosedur metode RAS, secara ringkas, metode ini berupaya mendapatkan matriks teknologi pada periode 1, yang dinotasikan dengan A(1), yaitu ⎡ a11 (1) a12 (1) a13 (1)⎤ A(1) = ⎢⎢a 21 (1) a 22 (1) a 23 (1)⎥⎥ ............................................................... (4.1) ⎢⎣ a31 (1) a 32 (1) a33 (1)⎥⎦
dengan menggunakan data matriks teknologi pada periode 0 yang telah dimiliki, dinotasikan dengan A(0), yang berisikan ⎡ a11 (0 ) a12 (0 ) a13 (0 )⎤ A(0 ) = ⎢⎢a 21 (0 ) a 22 (0) a 23 (0 )⎥⎥ ............................................................ (4.2) ⎢⎣ a31 (0 ) a32 (0 ) a33 (0 )⎥⎦
dan data dari periode 1 yang berupa jumlah output sektoral (dinotasikan dengan X(1)), jumlah kolom matriks transaksi Input-Output (dinotasikan dengan V(1)), dan jumlah setiap baris matriks transaksi Input-Output (dinotasikan dengan U(1)). Ketiga matriks tersebut ialah ⎡ X 1 (1) ⎤ X (1) = ⎢⎢ X 2 (1)⎥⎥ , ⎢⎣ X 3 (1)⎥⎦
⎡U 1 (1) ⎤ U (1) = ⎢⎢U 2 (1)⎥⎥ ⎢⎣U 3 (1)⎥⎦
⎡ ⎤ V (1) ) = ⎢V1 (1) V2 (1) V3 (1)⎥ ................................................................... (4.3) ⎢⎣ ⎥⎦
66
Matriks teknologi periode 2005 yang dicari tersebut memenuhi persamaan A 2 = R 1 A(0 )S 1 . ...................................................................................... (4.4) 4.5.2. Analisis Input-Output
Persoalan ekonomi cenderung makin rumit bersamaan dengan kemajuan ekonomi suatu negara (daerah). Interaksi antarsektor makin tidak dapat diabaikan, namun juga makin sulit untuk dimengerti, dan pengaruh berbagai jenis dan juga intensitas interaksi terhadap pertumbuhan dan perubahan struktural makin mempunyai peran penting dalam penentuan kebijakan. Dari sudut ini pendekatan general equilibrium seperti Input-Output mempunyai manfaat besar (Azis, 1985). Dalam menyusun Tabel I-O dan analisis ekonomi yang menggunakan model I-O, terdapat beberapa variabel yang perlu dijelaskan. Variabel-variabel tersebut menyangkut output, input antara, input primer (nilai tambah), permintaan akhir dan impor. Perumusan konsep dan definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Hasil-hasil yang diperoleh dari analisis Input-Output dengan program GRIMP antara lain:
4.5.2.1. Nilai Tambah Bruto
Dari aspek nilai tambah bruto (NTB) ini dapat diketahui kondisi perekonomian Provinsi Maluku Utara yang meliputi: 1. Besarnya masing-masing komponen yang terkandung di dalam NTB tersebut yaitu upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan, dan pajak tak langsung. 2. Tingkat efisiensi ekonomi daerah, baik terhadap penggunaan faktor produksi yang tersedia dalam menghasilkan output total daerah maupun terhadap kemampuan dalam menciptakan besarnya nilai tambah bruto itu sendiri.
67
4.5.2.2. Permintaan Akhir
Melalui permintaan akhir (PA) dapat diketahui masing-masing komponen yang terkandung di dalamnya, yaitu yang meliputi: permintaan konsumsi rumah tangga, permintaan konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap, perubahan stok dan ekspor netto. Disamping itu, juga dapat diketahui interaksi antar komponen itu sendiri baik terhadap masing-masing sektor maupun segenap sektor perekonomian daerah. Khususnya berkenaan dengan ekspor netto maka dapat diketahui kemampuan perekonomian daerah dalam menciptakan nilai surplus ekonomi kegiatan ekspor masing-masing sektor. Dalam nilai yang ditunjukkan oleh komponen ekspor ini, apabila terjadi nilai positif berarti sektor yang bersangkutan telah mampu melakukan kegiatan ekspor. Sebaliknya, apabila dalam nilai tersebut terjadi nilai negatif maka hal ini menunjukkan bahwa sektor yang bersangkutan belum mampu melakukan kegiatan ekspor atau dengan kata lain bahwa sektor tersebut masih bergantung pada kegiatan impor.
4.5.2.3. Tingkat Ketergantungan Faktor Input
Tingkat ketergantungan faktor input (TKFI) dimaksudkan sebagai kapasitas penggunaan faktor input suatu sektor untuk menghasilkan output. Semakin tinggi nilai TKFI suatu sektor, maka hal demikian menunjukkan semakin tinggi ketergantungan pada faktor input oleh sektor tersebut untuk menghasilkan output. Di dalam Tabel Input-Output terdapat dua jenis Input, yaitu Input Antara dan Input Primer. Input Antara diartikan sebagai segenap faktor input atau biaya,
68
baik dalam bentuk barang maupun jasa bagi segenap sektor perekonomian yang penggunaannya adalah secara langsung pakai dan langsung habis. Input Primer diartikan sebagai input atau biaya yang timbul sebagai akibat penggunaan faktor produksi dalam suatu kegiatan ekonomi. Faktor produksi di sini terdiri dari tenaga kerja, lahan, modal dan kewirausahaan. Wujud dari input primer adalah upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan barang modal, dan pajak tak langsung. Mengingat kedua input tersebut tidak bisa dipisahkan, maka nilai-nilai koefisien input keduanya bisa digunakan untuk menganalisis tingkat efisiensi teknis produksi daerah. Asumsi ini didasarkan pada dalil bahwa jumlah koefisien Input Antara dan koefisien Input Primer adalah 1 (Rauf, 2002). Jika nilai keofisien Input Antara lebih besar dari 0.5 maka hal demikian menunjukkan bahwa sektor yang bersangkutan masih mengutamakan ketergantungan pada penggunaan faktor produksi (faktor input produksi) daripada mengutamakan penciptaan NTB atau balas jasa yang bisa dinikmati oleh masyarakat. Kondisi demikian menunjukkan bahwa kemampuan teknis sektor yang bersangkutan belum efisien. Apabila nilai koefisien Input Primer lebih besar 0.5 maka hal demikian menunjukkan bahwa sektor yang bersangkutan sudah meningkatkan efisiensi teknis untuk menciptakan NTB atau pendapatan yang bisa dimanfaatkan masyarakat luas. Jika kondisi ini sudah bisa terjadi berarti sektor yang bersangkutan sudah mampu melakukan efisiensi teknis demi menghemat penggunaan faktor input. NTB, PA dan TKFI secara simultan dapat dijelaskan melalui analisis Tabel Input-Output, yaitu dengan menganalisis hubungan antara angka transaksi
69
dalam Tabel. Pada dasarnya penyusunan Tabel Input-Output adalah untuk memperlihatkan bagaimana output suatu sektor yang dialokasikan ke sektorsektor lain atau sebaliknya. Untuk itu dalam Tabel Input-Output secara horizontal atau menurut baris ditempatkan alokasi output masing-masing sektor ke sektor komponen lainnya dalam Tabel tersebut. Secara vertikal atau menurut kolom ditempatkan susunan input yang memperlihatkan perincian susunan input masingmasing sektor yang berasal dari sektor komponen lainnya. Tabel Transaksi InputOutput tersebut dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Tabel Transaksi Input-Output Sederhana Alokasi Output Susunan Input Sektor i ... Sektor j ... Sektor n Input Primer Total Input
i Xii ... Xji ... Xni Vi Xi
Permintaan Antara Sektor ... j ... ... Xij ... ... ... ... ... Xjj ... ... ... ... ... Xnj ... ... Vj ... ... Xj ...
n Xin ... Xjn ... Xnn Vn Xn
Permintaan Akhir Fi ... Fj ... Fn F
Total Outpu t Xi ... Xj ... Xn V X
Sumber: Richardson, 1972
Isian angka menurut kolom menunjukkan Input Antara maupun Input Primer yang disediakan oleh sektor-sektor lain untuk kegiatan produksi sehingga dihasilkan output. Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa sektor i akan menghasilkan output sebesar Xi dan kemudian dialokasikan secara baris sebesar X11, X12 dan X13 berturut-turut kepada sektor i, j dan n sebagai permintaan antara serta sebesar F1 untuk memenuhi permintaan akhir. Secara aljabar maka alokasi Output secara keseluruhan sektor dapat dirumuskan sebagai berikut: X11 + X12 + ... + X1n + F1 = X1
70
X21 + X22 + ... + X2n + Fi = X2 Xn1 + Xn2 + ... + Xnn + Fn = Xn ................................................................ (4.5) Rumusan aljabar di atas dapat disimbolkan lebih lanjut menjadi: n
∑ X ij + Fi = X i ; untuk i = 1, 2, 3 dan seterusnya ................................ (4.6)
i =1
dimana: Xij = Besarnya output sektor i yang digunakan sebagai input produksi sektor j Fi
= Permintaan akhir (PA) sektor i
Dengan mengikuti cara membaca seperti demikian maka persamaan aljabar secara kolom dapat dirumuskan dalam bentuk persamaan aljabar sebagai berikut: X11 + X21 + ... + Xn1 + V1 = X1 X21 + X22 + ... + Xnj + Vj = Xj X1n + X2n + ... + Xnn + Vn = Xn ............................................................... (4.7) Rumusan aljabar di atas dapat disimbolkan lebih lanjut menjadi: n
∑ X ij + V j = X j ; untuk j = 1, 2, 3 dan seterusnya ............................... (4.8) j =1
dimana: Xij = Besarnya output sektor i yang digunakan sebagai input produksi sektor j Vj = Input primer (NTB) sektor j Dari Tabel 9 dapat dianalisis mengenai koefisien input antara dan koefisien input primer. Koefisien input menggambarkan jumlah unit input dari masing-masing sektor menurut kolom yang dibutuhkan oleh sektor tersebut untuk
71
menghasilkan produksi sebesar satu unit. Koefisien input dibedakan atas koefisien input antara (aij) dan koefisien input primer (Vj). Untuk memperoleh kedua koefisien input tersebut digunakan rumus sebagai berikut:
aij = vij =
xij Xi
untuk i dan j = 1, 2, .... n, ...................................................... (4.9)
Vij Xj
untuk i dan j = 1, 2, ... n, .................................................... (4.10)
dimana: xij = Jumlah output sektor i yang digunakan sebagai input oleh sektor j untuk menghasilkan output sebesar Xi Xj = Total input sektor j, yang besarnya adalah sama dengan total output (Xi) Vj = Total input primer (NTB) untuk menghasilkan total input (Xj) aij = Jumlah unit output sektor i yang digunakan sebagai Input Antara sektor j untuk menghasilkan output sektor i vj
= Jumlah unit input primer yang dibutuhkan oleh sektor j untuk menghasilkan output sendiri sebesar satu unit.
4.5.2.4. Keterkaitan ke Depan dan Keterkaitan ke Belakang 1. Keterkaitan Langsung ke Depan dan Keterkaitan Langsung ke Belakang
Keterkaitan langsung ke depan menunjukkan akibat suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan sebagian output tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total. Untuk mengetahui besarnya keterkaitan langsung ke depan, digunakan rumus sebagai berikut:
72
n
Fi =
∑X j =1
ij
Xi
n
= ∑ aij ............................................................................. (4.11) j =1
dimana: Fi = Keterkaitan langsung ke depan (direct forward linkage) xij = Banyaknya output sektor i yang digunakan oleh sektor j Xi = Total output sektor i aij = Unsur matriks koefisien teknis Keterkaitan langsung ke belakang menunjukkan akibat dari suatu sektor tertetu terhadap sektor-sektor yang menggunakan sebagian input antara bagi sektor tersebut secara langsung perunit kenaikan permintaan total. Untuk mengetahui besarnya keterkaitan langsung ke belakang, digunakan rumus sebagai berikut: n
Bj =
∑X i =1
Xj
ij
n
= ∑ a ij ............................................................................ (4.12) i =1
dimana: Bj = Keterkaitan langsung ke belakang (direct backward linkage) xij = Banyaknya output sektor i yang digunakan oleh sektor j Xj = Total input sektor j aij = Unsur matriks koefisien teknis 2. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan
Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan merupakan alat untuk mengukur akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan output bagi sektor tersebut baik secara langsung maupun tak langsung per unit kenaikan permintaan total. Untuk mengukur besarnya
73
keterkaitan langsung dan tak langsung ke depan digunakan rumus sebagai berikut (Langham dan Retzlaff, 1982): n
FLTLi = ∑ bij ..................................................................................... (4.13) j =1
dimana: FLTLi = Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan bij
= Unsur matriks kebalikan Leontief terbuka
3. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang
Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang menyatakan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut baik secara langsung maupun tak langsung per unit kenaikan permintaan total. Untuk mengukur besarnya keterkaitan langsung dan tak langsung ke belakang digunakan rumus sebagai berikut (Langham dan Retzlaff, 1982): n
BLTL j = ∑ bij .................................................................................... (4.14) i =1
dimana: BLTLj
= Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang
bij
= Unsur matriks kebalikan Leontief terbuka
4.5.2.5. Koefisien Dampak Pengganda 1. Pengganda Pendapatan
Menurut Miller dan Blair (1985) terdapat empat jenis pengganda pendapatan, yaitu: (1) pengganda pendapatan sederhana, (2) pengganda
74
pendapatan total, (3) pengganda pendapatan tipe I, dan (4) pengganda pendapatan tipe II. a. Pengganda Pendapatan Sederhana dan Total
Pengganda pendapatan sederhana (MS) merupakan penjumlahan pengaruh langsung dan tak langsung secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:
n
MS j = ∑ a n +1,i ⋅ bij .............................................................................. (4.15) i =1
dimana: MSj
= Pengganda pendapatan sederhana sektor ke j
bij
= Unsur matriks kebalikan Leontief terbuka = (I – A)-1
an+1,i
= Koefisien input gaji / upah rumah tangga
Pengganda pendapatan total (MT) merupakan penjumlahan antara pengaruh
langsung
ditambah
pengaruh
tak
langsung
dan
pengaruh
induksi/imbasan (induce). Selanjutnya untuk menghitung pengganda pendapatan total, terlebih dahulu memasukkan vektor baris upah dan gaji rumah tangga dan vektor kolom konsumsi rumah tangga ke dalam matriks permintaan antara sehingga terdapat matriks baru yang disebut matriks Leontief tertutup. Setelah itu dicari matriks kebalikan Leontief tersebut, yaitu (I – D)-1. Secara matematis pengganda pendapatan total dapat dirumuskan sebagai berikut: n
MT j = ∑ a n +1,i ⋅ Dij .............................................................................. (4.16) i =1
dimana: MTj
= Pengganda pendapatan total sektor ke j
75
an+1,i
= Koefisien input gaji / upah rumah tangga
Dij
= Unsur matriks kebalikan Leontief tertutup
b. Pengganda Pendapatan Tipe I
Pengganda Pendapatan Tipe I adalah besarnya peningkatan pendapatan pada suatu sektor akibat meningkatnya permintaan akhir output sektor tersebut sebesar satu unit. Artinya apabila permintaan akhir terhadapa output sektor tertentu meningkat sebesar satu rupiah, maka akan meningkatkan pendapatan rumah tangga yang bekerja pada sektor tersebut sebesar nilai pengganda sektor yang bersangkutan. Pengganda pendapatan tipe I merupakan penjumlahan pengaruh langsung dan tidak langsung dibagi dengan pengaruh langsung yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
MI =
Pengaruh langsung + Pengaruh tidak langsung Pengaruh langsung
atau secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut: n
MI j =
∑a i =1
n + i ,1
a n +1, j
⋅ bij
.............................................................................. (4.17)
dimana: MIj = Pengganda pendapatan tipe I sektor ke j bij
= Unsur matriks kebalikan Leontief terbuka = (I – A)-1
an+1,j = Koefisien input gaji/upah rumah tangga sektor j c. Pengganda Pendapatan Tipe II
Pengganda Pendapatan Tipe II ini selain menghitung pengaruh langsung dan tak langsung juga menghitung pengaruh induksi (induce effects)
76
Pengaruh langsung + Pengaruh tidak langsung + Pengaruh induksi Pengaruh langsung atau secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut: MI =
n
MII j =
∑a i =1
n + i ,1
⋅ Dij ............................................................................ (4.18)
a n +1, j
dimana: MIIj = Pengganda pendapatan tipe II sektor ke j Dij
= Unsur matriks kebalikan Leontief tertutup = (I – D)-1
an+1,j = Koefisien input gaji/upah rumah tangga sektor j 2. Pengganda Tenaga Kerja
Pengganda tenaga kerja adalah besarnya kesempatan kerja tersedia pada sektor tersebut sebagai akibat penambahan permintaan akhir dari sektor yang bersangkutan sebesar satu satuan rupiah. a. Pengganda Tenaga Kerja Tipe I
Untuk menghitung pengganda tenaga kerja tipe I digunakan rumus sebagai berikut: n
MLI j =
∑w i =1
n +1,i
wn +1, j
⋅ bij
, wn +1,i =
Li ...................................................... (4.19) Xi
dimana: MLIj
= Pengganda tenaga kerja tipe I sektor j
W
= Vektor baris koefisien tenaga kerja (orang/satuan rupiah)
W
= [ wn+1,1, wn+1,2, ..., wn+1,n]
wn+1,i = Koefisien tenaga kerja sektor ke i (orang/satuan rupiah) wn+1,j = Koefisien tenaga kerja sektor ke j (orang/satuan rupiah) Xi
= Total output (satuan rupiah)
77
Li
= Komponen tenaga kerja sektor ke i
bij
= Unsur matriks kebalikan Leontief terbuka
b. Pengganda Tenaga Kerja Tipe II
Untuk menghitung pengganda tenaga kerja tipe II digunakan rumus sebagai berikut: n
MLII j =
∑w i =1
n +1,i
⋅ Dij
wn +1, j
......................................................................... (4.20)
dimana: MLIIj = Pengganda tenaga kerja sektor j wn+1,i = Koefisien tenaga kerja sektor ke i (orang/satuan rupiah) wn+1,j = Koefisien tenaga kerja sektor ke j (orang/satuan rupiah) Dij
= Unsur matriks kebalikan Leontief tertutup
3. Pengganda Output a. Pengganda Output Sederhana
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui sampai berapa jauh pengaruh kenaikan permintaan akhir suatu sektor di dalam perekonomian suatu wilayah terhadap output sektor yang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk menghitung pengganda output sederhana digunakan rumus sebagai berikut:
n
MXS j = ∑ bij i =1
dimana: MXSj = Pengganda Output Sederhana sektor. bij
= Unsur matriks kebalikan Leontief terbuka.
(4.21)
78
b. Pengganda Output Total
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui sampai berapa jauh pengaruh kenaikan permintaan akhir suatu sektor di dalam perekonomian suatu wilayah terhadap output sektor yang lain baik secara langsung atau tidak langsung maupun induksi. Untuk mengetahui pengganda output total digunakan rumus sebagai berikut: n
MXT j = ∑ Dij ..................................................................................... (4.22) i =1
dimana: MXTj = Pengganda output sederhana sektor j. Dij
= Unsur matriks kebalikan Leontief tertutup.
4.5.2.6. Daya Penyebaran 1. Koefisien Penyebaran (Coefficient of Dispersion)
Analisis ini menunjukkan koefisien kaitan yang memberikan gambaran tentang pengaruh yang ditimbulkan oleh satu unit permintaan akhir untuk semua sektor di dalam perekonomian. Koefisien penyebaran merupakan keterkaitan langsung dan tak langsung ke belakang yang dinormalkan dengan jumlah sektor dan jumlah seluruh koefisien matriks kebalikan Leontief (Rasmussen, 1956 dan Bulmer Thomas, 1982) secara matematis dapat ditulis dalam bentuk rumus sebagai berikut: n
Bd j =
n∑ bij n
i =1 n
∑∑b i =1 j =1
................................................................................... (4.23) ij
dimana: Bdj
= Koefisien penyebaran sektor ke j.
bij
= Unsur matriks kebalikan Leontief terbuka.
79
2. Kepekaan Penyebaran (Sensitivity of Dispersion)
Kepekaan penyebaran ini merupakan gambaran tentang pengaruh yang ditimbulkan oleh satu unit permintaan akhir untuk semua sektor di dalam perekonomian. Kepekaan penyebaran merupakan keterkaitan langsung dan tak langsung ke depan yang dinormalkan dengan jumlah sektor dan jumlah seluruh koefisien matriks kebalikan Leontief (Rassmusen, 1956 dan Bulmer Thomas, 1982) secara matematik dapat ditulis dalam bentuk rumus sebagai berikut: n
Fd
i
=
n ∑ b ij n
j =1 n
∑∑b i =1
j =1
............................................................................... (4.24) ij
dimana: Fdi
= kepekaan penyebaran sektor ke i
bij
= Unsur matriks kebalikan Leontief terbuka
Apabila nilai indeks Bd dari sektor i > 1, hal ini menunjukkan bahwa sektor tersebut memperoleh pengaruh dari sektor lainnya juga tinggi. Dengan perkataan lain, sektor tersebut peka terhadap pengaruh sektor lain. Sebaliknya apabila indeks Fd dari sektor j > 1, berarti pengaruh sektor tersebut terhadap sektor lainnya juga tinggi (Bulmer Thomas, 1982).
4.5.3. Analisis Location Quotient
LQ adalah suatu metode untuk menghitung perbandingan relatif sumbangan nilai tambah sebuah sektor di suatu daerah (Kabupaten/Kota) terhadap sumbangan nilai tambah sektor yang bersangkutan dalam skala provinsi atau nasional. Dengan kata lain, LQ dapat menghitung perbandingan antara share output sektor i di kab/kota dan share output sektor i di provinsi:
80
LQ =
v ik v k ............................................................................... (4.25) V ip V p
dimana: vik = Nilai output (PDRB) sektor i daerah studi k (kabupaten/kota misal) dalam pembentukan PDRBdaerah studi k. vk = PDRB total semua sektor di daerah studi k. Vip = Nilai output (PDRB) sektor i daerah referensi p (provinsi misalnya) dalam pembentukan PDRB daerah referensi p. Vp = PDRB total di semua sektor daerah referensi p. LQ > 1 mengindikasikan ada kegiatan ekspor di sektor tersebut atau sektor i
basis (B), sedangkan LQ < 1 disebut sektor nonbasis (NB). Asumsi teknik ini i
adalah: pertama, semua penduduk di setiap daerah mempunyai pola permintaan yang sama dengan pola permintaan pada tingkat nasional (pola pengeluaran secara geografis sama), produktivitas tenaga kerja sama, dan setiap industri menghasilkan barang yang homogen pada setiap sektor. Ada beberapa keunggulan dari metode LQ, antara lain: (1) Metode LQ memperhitungkan ekspor langsung dan ekspor tidak langsung dan (2) Metode LQ sederhana dan tidak mahal serta dapat diterapkan pada data historis untuk mengetahui trend. Beberapa kelemahan Metode LQ adalah: (1) Berasumsi bahwa pola permintaan di setiap daerah identik dengan pola permintaan nasional dan bahwa produktivitas tiap pekerja di setiap sektor regional sama dengan produktivitas tiap pekerja dalam industri-industri nasional dan (2) Berasumsi bahwa tingkat ekspor tergantung pada tingkat disagregasi.
81
Penggunaan metode Location Quotient dalam penelitian ini yaitu untuk membantu melihat secara spasial di daerah kabupaten/kota mana sektor-sektor unggulan hasil analisis Input-Output itu berada dan memiliki potensi dan keunggulan untuk dikembangkan dalam mendukung kebijakan sektoral di tataran provinsi. Oleh karena itu, dengan mengetahui sektor basis suatu daerah kabupaten/kota, dapat diperbandingkan dengan analisis kebijakan pengembangan sektoral provinsi.
4.5.4. Analisis Shift Share
Analisis Shift Share digunakan untuk menganalisis dan mengetahui pergeseran dan peranan perekonomian di daerah. Metode itu dipakai untuk mengamati struktur perekonomian dan pergeserannya dengan cara menekankan pertumbuhan sektor di daerah, yang dibandingkan dengan sektor yang sama pada tingkat daerah yang lebih tinggi atau nasional. Analisis tersebut dapat digunakan untuk mengkaji pergeseran struktur perekonomian daerah dalam kaitannya dengan peningkatan perekonomian daerah yang bertingkat lebih tinggi. Perekonomian daerah yang didominasi oleh sektor yang lamban pertumbuhannya akan tumbuh di bawah tingkat pertumbuhan perekonomian daerah di atasnya. Data yang biasa digunakan untuk analisis Shift Share adalah PDRB (Y) dengan tahun pengamatan pada rentang waktu tertentu, yaitu 2003 dan 2005. Pertumbuhan ekonomi dan pergeseran struktural suatu perekonomian daerah ditentukan oleh tiga komponen: 1. Provincial share (Sp), yang digunakan untuk mengetahui pertumbuhan atau pergeseran struktur perekonomian suatu daerah (kabupaten/kota) dengan melihat nilai PDRB daerah pengamatan pada periode awal yang dipengaruhi
82
oleh pergeseran pertumbuhan perekonomian daerah yang lebih tinggi (provinsi). Hasil perhitungan tersebut akan menggambarkan peranan wilayah provinsi yang mempengaruhi pertumbuhan perekonomian daerah kabupaten. Jika pertumbuhan kabupaten sama dengan pertumbuhan provinsi maka peranannya terhadap provinsi tetap. 2. Proportional (Industry-Mix) Shift adalah pertumbuhan Nilai Tambah Bruto suatu sektor i dibandingkan total sektor di tingkat provinsi. 3. Differential Shift (Sd), adalah perbedaan antara pertumbuhan ekonomi daerah (kabupaten) dan nilai tambah bruto sektor yang sama di tingkat provinsi. Suatu daerah dapat saja memiliki keunggulan dibandingkan daerah lainnya karena lingkungan dapat mendorong sektor tertentu untuk tumbuh lebih cepat. Menurut Glasson (1977), kedua komponen shift yaitu Sp dan Sd memisahkan unsur-unsur pertumbuhan regional yang bersifat eksternal dan internal: Sp merupakan akibat pengaruh unsur-unsur eksternal yang bekerja secara nasional (provinsi), sedangkan Sd adalah akibat dari pengaruh faktor-faktor yang bekerja di dalam daerah yang bersangkutan (Richardson, 1972). Sektor-sektor yang memiliki differential shift (Sd) positif memiliki keunggulan komparatif terhadap sektor yang sama di daerah lain. Selain itu, sektor-sektor yang memiliki Sd positif berarti bahwa sektor tersebut terkonsentrasi di daerah dan mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan daerah lainnya. Apabila Sd negatif maka tingkat pertumbuhan sektor tersebut relatif lamban. Menurut Capello (2007) Perbedaan antara tingkat pertumbuhan nasional dan regional, yang dikenal dengan ”shift”(s)- memiliki dua efek; Pertama, efek
83
komposisi (efek proporsi) yang ditunjukkan oleh struktur sektoral wilayah – juga diukur dengan ’efek MIX’ – dan pengendalian pada sektor-sektor wilayah dengan dinamika pasar pada tingkat nasional untuk meningkatkan permintaan pada sektor-sektor tersebut. Kedua, adalah efek kompetisi (perbedaan shift) pada struktur sektoral wilayah-wilayah – atau ’efek DIF’ – dimana dikendalikan oleh kemampuan ekonomi regional untuk membangun setiap sektor yang lebih besar dengan pertumbuhan rata-rata daripada dicapai melalui penyesuaian sector-sektor secara nasional. Pada dasarnya, ada dua pendekatan yang dapat dipakai untuk mengukur pertumbuhan ekonomi suatu daerah (Capello, 2007): Vir0 0 i =1 Vr
⎛ Vin1 Vn1 ⎞ ⎜⎜ 0 − 0 ⎟⎟ ⎝ Vin Vn ⎠
Vir0 0 i =1 V r
⎛ Vir1 Vin1 ⎜ 0 − 0 ⎜V ⎝ ir Vin
n
MIX = ∑ n
DIF = ∑
dan
⎞ ⎟ .................................................................... (4.26) ⎟ ⎠
dimana: MIX
= Composition effect (proportional effect)
DIF
= Competition effect (differential shift)
Vin1 Vin0
= Laju pertumbuhan sektor i provinsi
Vir1 Vir0
= Laju pertumbuhan sektor i di daerah kabupaten/kota
Vn1 Vn0
= Laju pertumbuhan ekonomi provinsi
Keunggulan analisis Shift Share antara lain: 1. Memberikan gambaran mengenai perubahan struktur ekonomi yang terjadi, walau analisis shift share tergolong sederhana.
84
2. Memungkinkan seorang pemula mempelajari struktur perekonomian dengan cepat. 3. Memberikan gambaran pertumbuhan ekonomi dan perubahan struktur dengan cukup akurat. Kelemahan analisis Shift Share, yaitu 1. Hanya dapat digunakan untuk analisis ex-post. 2. Masalah benchmark berkenaan dengan homothetic change, apakah t atau (t+1) tidak dapat dijelaskan dengan baik. 3. Ada data periode waktu tertentu di tengah tahun pengamatan yang tidak terungkap. 4. Analisis ini sangat berbahaya sebagai alat peramalan, mengingat bahwa regional shift tidak konstan dari suatu periode ke periode lainnya. 5. Tidak dapat dipakai untuk melihat keterkaitan antarsektor. 6. Tidak ada keterkaitan antardaerah.
4.5.5. Analisis Deskriptif Kebijakan Pengembangan Sektor Perekonomian
Analisis ini mencoba untuk memadukan berbagai hasil analisis kuantitatif yaitu I-O, LQ, dan SSA dengan analisis kualitatif yaitu keterkaitan alokasi anggaran dan faktor kelembagaan dalam pengembangan perekonomian daerah Maluku Utara. Hasil dari analisis diharapkan dapat merekomendasikan suatu kebijakan yang siginifikan dalam penyusunan perencanaan pembangunan wilayah.