IV METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kawasan industri tempe Semanan, Jakarta Barat, Propinsi DKI Jakarta. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa industri tempe di Semanan merupakan salah satu sentra produksi tempe di DKI Jakarta. Wilayah Jakarta Barat dipilih karena kebutuhan rata-rata kedelai per harinya di Jakarta Barat cukup tinggi. Setiap hari Jakarta Barat membutuhkan 97,65 kg kedelai per hari, lebih tinggi dibandingkan kebutuhan kedelai di Jakarta Pusat, Selatan, dan Utara yang setiap harinya secara berurutan membutuhkan kedelai sebanyak 48,02 kg; 49,47 kg; dan 52,51 kg8. Kegiatan pengumpulan data untuk keperluan penelitian dilakukan pada bulan Februari-Maret 2010. Waktu tersebut digunakan untuk memperoleh data dan keterangan dari para pengrajin tempe sebagai responden dan semua pihak yang terkait, seperti pengurus Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (KOPTI) Jakarta Barat dan Suku Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jakarta Barat.
4.2. Metode Penentuan Sampel Pemilihan sampel pengrajin tempe yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik nonprobability sampling, yaitu snowball dan purposive sampling. Teknik ini digunakan karena di lapangan tidak tersedia data nama pengrajin dan jumlah penggunaan kedelainya. Pengrajin tempe berdasarkan skala produksi atau size of businessnya oleh Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (KOPTI) terbagi menjadi tiga skala yaitu pengrajin tempe skala kecil, menengah, dan besar. Pengrajin tempe yang termasuk ke dalam skala kecil adalah pengrajin yang mengolah kurang dari 100 kg kedelai per hari. Pengrajin skala menengah adalah pengrajin yang mengolah mulai dari 100 hingga kurang dari 200 kg kedelai setiap harinya, sedangkan pengrajin skala besar adalah pengrajin yang mengolah mulai dari 200 kg kedelai setiap harinya.
8
http://kominfomas.barat.jakarta.go.id/detail.php [15 Januari 2010]
Pendekatan snowball digunakan untuk mengetahui gambaran umum usaha dengan mewawancarai tujuh puluh pengrajin tempe (10 persen dari total pengrajin) yang mewakili ketiga skala. Pendekatan purposive sampling dilakukan dengan mewawancarai secara mendalam sebanyak enam pengrajin tempe yang menjadi perwakilan dari tiap skala (masing-masing skala diwakili oleh dua pengrajin tempe).
4.3. Data dan Instrumentasi Jenis data dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung melalui pengamatan dan wawancara dengan responden pengrajin tempe dengan menggunakan instrument berupa panduan pertanyaan (kuisioner) yang telah disiapkan sebelumnya. Data primer pada penelitian, mencakup keragaan usaha produksi tempe seperti teknis pengolahan kedelai menjadi tempe, jumlah produksi, dan informasi lainnya yang berguna untuk menunjang penelitian ini. Data sekunder merupakan data pelengkap dari data primer yang bersumber dari literatur-literatur yang relevan. Data sekunder diperoleh dari instansi-instansi terkait, seperti Suku Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jakarta Barat dan Primkopti Swakerta Jakarta Barat. Selain itu, dilakukan juga penelusuran melalui situs resmi Badan Pusat Statistik (BPS) dan Departemen Pertanian (Deptan), buku serta penelitian-penelitian sebelumnya yang dapat dijadikan sebagai bahan rujukan yang berhubungan dengan topik penelitian. Data sekunder mencakup data produksi, produktivitas, luas areal tanam berbagai komoditas pangan, serta perkembangan harga kedelai di pasar domestik maupun di pasar internasional.
4.4. Metode Pengumpulan Data Data dikumpulkan berdasarkan wawancara dengan panduan pertanyaan yang telah dibuat sebelumnya (Lampiran 1) dan berdasarkan observasi langsung di tempat penelitian.
39
4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui gambaran umum usaha produksi tempe yang ditampilkan dalam bentuk deskriptif, sedangkan
analisis kuantitatif
disajikan dalam bentuk tabulasi dan grafik untuk menyederhanakan data ke dalam bentuk yang mudah dibaca. Dalam penelitian ini analisis kuantitatif meliputi analisis struktur biaya dan optimalisasi yang diolah dengan menggunakan perangkat lunak (software) Microsoft Excel 2007 dan Linear Interactive Discrete Optimizer (LINDO).
4.5.1. Analisis Struktur Biaya Analisis struktur biaya dilakukan dengan mengelompokkan biaya-biaya yang dikeluarkan pada usaha produksi tempe. Struktur biaya tersebut terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Metode perhitungan struktur biaya tiap skala usaha dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Struktur Biaya Produksi Usaha Tempe Uraian Skala Kecil Biaya tetap: - Penyusutan alat - Listrik penerangan - TKDK Jumlah biaya tetap Rata-rata Biaya variabel: - Kedelai - Ragi - Bahan bakar - Plastik - Daun pisang - TLKL - Listrik untuk penggunaan mesin pemecah kedelai Jumlah biaya variabel Rata-rata
Skala Menengah
Skala Besar
40
Untuk mendapatkan total biaya (TC) diperoleh dengan cara menjumlahkan total biaya tetap (TFC) dengan total biaya variabel (TVC) yang dirumuskan sebagai berikut: TC = TFC + TVC Untuk
menghitung
total
biaya
rata-rata
(ATC)
adalah
dengan
menjumlahkan biaya tetap rata-rata (AFC) dengan biaya variabel rata-rata (AVC). Penentuan skala usaha yang efisien akan mengacu pada struktur biaya dengan melihat ATC yang paling rendah, dirumuskan sebagai: ATC = AFC +AVC
Biaya penyusutan peralatan produksi dihitung berdasarkan metode penyusutan garis lurus atau rata-rata, yaitu nilai pembelian dikurangi taksiran nilai sisa dibagi dengan umur ekonomis. Rumus yang digunakan yaitu: Penyusutan = Nilai beli (Rp) - Nilai Sisa (Rp) Umur ekonomis (tahun)
4.5.2. Perumusan Model Linear Programming Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Linear Programming (LP). Terdapat tiga buah model LP yang mewakili masing-masing skala produksi pengrajin tempe. Masing-masing model LP, memiliki variabel keputusan, fungsi tujuan, dan fungsi kendala yang berbeda-beda. Adapun masingmasing perumusan model LP pada setiap skala produksi adalah sebagai berikut: 1) Model LP Pengrajin Tempe Skala Kecil a) Variabel Keputusan QK
: Jumlah kedelai yang digunakan (kg)
M1
: Jumlah bahan (ragi, plastik, daun pisang, kayu bakar) yang
digunakan
(setara
dengan
kg kedelai)
untuk
menghasilkan tempe jenis 1 M2
: Jumlah bahan untuk menghasilkan tempe jenis 2
QT11
: Jumlah tempe jenis 1 yang dihasilkan pengrajin skala kecil (kg/kedelai)
41
QT12
: Jumlah tempe jenis 2 yang dihasilkan pengrajin skala kecil (kg/kedelai)
b) Fungsi Tujuan Maks. Z = Keuntungan maksimum = - PM1M1 – PM2M2 – PKQK + PT11T11 + PT12T12 c) Sistem Kendala (1) Kendala kedelai QK ≤ b1 (2) Kendala tenaga kerja a11M1 + a12M2 ≤ b2 (3) Kendala kere a21M1 + a22M2 ≤ b3 (4) Kendala produksi minimum QT11 ≥ b4 QT12 ≥ b5 (5) Kendala transfer kedelai - 1.5 M1 + QT11 ≤ 0 - 1.5 M2 + QT12 ≤ 0 (6) Kendala non negativity Qk, a11, a12, a21, a22 ≥ 0 2) Model LP Pengrajin Tempe Skala Menengah a) Variabel Keputusan QK
: Jumlah kedelai yang digunakan (kg)
M1
: Jumlah bahan untuk menghasilkan tempe jenis 1
M2
: Jumlah bahan untuk menghasilkan tempe jenis 2
M3
: Jumlah bahan untuk menghasilkan tempe jenis 3
QT21
: Jumlah tempe jenis 1 yang dihasilkan pengrajin skala menengah (kg/kedelai)
QT22
: Jumlah tempe jenis 2 yang dihasilkan pengrajin skala menengah(kg/kedelai)
42
QT23
: Jumlah tempe jenis 3 yang dihasilkan pengrajin skala menengah (kg/kedelai)
TKL
: Jumlah jam penggunaan tenaga kerja luar keluarga (jam)
d) Fungsi Tujuan Maks. Z = Keuntungan maksimum = - PM1M1 – PM2M2 – PM3M3 - PKQK + PT21T21 + PT22T22 + PT23T23 e) Sistem Kendala (1) Kendala kedelai QK ≤ b1 (2) Kendala tenaga kerja a11M1 + a12M2 + a13M3≤ b2 (3) Kendala kere a21M1 + a22M2 + a23M3≤ b3 (4) Kendala produksi minimum QT21 ≥ b4 QT22 ≥ b5 QT23 ≥ b6 (5) Kendala transfer kedelai - 1.5 M1 + QT21 ≤ 0 - 1.5 M2 + QT22 ≤ 0 - 1.5 M3 + QT23 ≤ 0 (6) Kendala non negativity Qk, a11, a12, a13, a21, a22, a23 ≥ 0 3) Model LP Pengrajin Tempe Skala Besar a) Variabel Keputusan QK
: Jumlah kedelai yang digunakan (kg)
M1
: Jumlah bahan untuk menghasilkan tempe jenis 1
M2
: Jumlah bahan untuk menghasilkan tempe jenis 2
M3
: Jumlah bahan untuk menghasilkan tempe jenis 3
M4
: Jumlah bahan untuk menghasilkan tempe jenis 4
43
QT31
: Jumlah tempe jenis 1 yang dihasilkan pengrajin skala besar (kg/kedelai)
QT32
: Jumlah tempe jenis 2 yang dihasilkan pengrajin skala besar (kg/kedelai)
QT33
: Jumlah tempe jenis 3 yang dihasilkan pengrajin skala besar (kg/kedelai)
QT34
: Jumlah tempe jenis 4 yang dihasilkan pengrajin skala besar (kg/kedelai)
TKL
: Jumlah jam penggunaan tenaga kerja luar keluarga (jam)
f) Fungsi Tujuan Maks. Z = Keuntungan maksimum = - PM1M1 – PM2M2 – PM3M3 – PM4M4 - PKQK + PT31T31 + PT32T32 + PT33T33 + PT34T34 g) Sistem Kendala (1) Kendala kedelai QK ≤ b1 (2) Kendala tenaga kerja a11M1 + a12M2 + a13M3 + a14M4 ≤ b2 (3) Kendala kere a21M1 + a22M2 + a23M3 + a24M4 ≤ b3 (4) Kendala produksi minimum QT31 ≥ b4 QT32 ≥ b5 QT33 ≥ b6 QT34 ≥ b7 (5) Kendala transfer kedelai - 1.5 M1 + QT31 ≤ 0 - 1.5 M2 + QT32 ≤ 0 - 1.5 M3 + QT33 ≤ 0 - 1.5 M4 + QT34 ≤ 0 (6) Kendala non negativity Qk, a11, a12, a13, a14, a21, a22, a23, a24 ≥ 0
44
Untuk fungsi tujuan pada ketiga model LP, terdiri dari harga bahan untuk masing-masing jenis tempe (PM) dikalikan banyaknya bahan yang digunakan kemudian dikurangi harga jual masing-masing jenis tempe (PT) yang dikalikan dengan banyaknya tempe yang dihasilkan.
45