IV. KERANGKA PEMIKIRAN 4.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 4.1.1. Penduduk, Tenaga Kerja dan Angkatan Kerja
Penduduk Indonesia termasuk keempat terbesar di dunia setelah Republik Rakyat Cina (RRC), India clan Amerika Serikat. Penduduk Indonesia bertambah dari 118.4 juta pada tahun 1971 menjadi 146.8 juta pada tahun 1950 ,bertambah menjadi 179.2 juta orang pada tahun 1990, dan pada tahun 1995 menjadi 194.8 juta orang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Penduduk dan Angkatan Kerja Indonesia 1961-2000
Sumbrr. SUPAS 1961,1971,1980dan 1990 SAKERNAS 1976.1985.1995
-
Sejalan dengan pertumbuhan penduduk tersebut, tenaga k e j a dan angkatan kerja juga meningkat. Tenaga kerja bertambah dari 104.4 juta dalam tahun 1980 menjadi 135 juta pada tahun 1990 clan menjadi sekitar 170.6 juta pada tahun 2000.
Dengan demikian jelas bahwa semakin besar jumlah penduduk semakin besar pula penyediaan tenaga kerja dan angkatan kerja. Penduduk Indonesia termasuk dalam golongan struktur umur muda. Artinya hanya sebagian kecil penduduk yang produktif dapat menghasilkan barang dan jasa, sedangkan sebagian besar penduduk berada dalam kelompok umur yang membutrtuhkan pelayanan. Pada kelompok umor 5 - 19 tahun atau usia sekolah terdapat 52.8 juta atau 37.5 persen. Sebagian besar mereka membutuhkan fasilitas pendudt~k.Dalam kelompok umur 20 - 29 tahun terdapat 25.4 juta atau 17.1 persen, sebagian besar merupakan angkatan kerja yang barn masuk pasar kerja dali ninuinnya beli~mmemplmyai pengalaman kerja. Dari nraian tersebut dapat disimpdkan baliwa hanya sebagian kecil penduduk yang produktif menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan banyak orang. Tuntutan akan penyediaan fasilitas kesehatan, pendidikan dan kesempatan kerja untuk tenaga muda yang belum berpengalaman semakin besar. Penduduk terbagi menjadi dua bagian yaitu penduduk usia kerja dan bilkan usia kerja. Di lndonesia sainpai tahun 1998, dipilih batas usia 15 tahun tanpa batas usia maksimum. Jadi tenaga kerja di Indonesia dimaksudkan sebagai penduduk yang ben~sia 15 tahun atau lebih. Pemilihan 15 tahun sebagai hatas usia minimum berdasarkan kenyataan bahwa pada osia tersebut sudah banyak penduduk yalg bekerja. Tenaga kerja atau manpower terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja atau laborforce terdin dari: 1 . Golongan yang bekerja 2. Golongan yang tidak bekerja tetapi sedang mencari kerja
Kelompok bukan angkatan kerja terdiri dari: 1. Golongan sedang bersekolah 2. Golongan yang mengurus rumah tangga 3. Golongan lain-lain
Menurut Badan Pusat Statistik (1998), pengtlkluan golongan angkatan kerja dan bukan angkatan k e j a didasarkan pada periode time refirence, yaih~kegiatan yang dilakukan selama seminggu yang lalu. Tenaga kej a dalam golongan angkatan kerja terdiri dari pendu~dukyang bekerja dan tidak bekerja tetapi sedang mencari kerja. Tiap negara dapai memberikan pengertian dan definisi yang berbeda mengenai dua ha1 diatas. Di Indonesia, bekeja didefinisikan sebagai kegiatan melakukan pekerjaan dengan tujuan memperoleh nafkah atau membantu memperoleh natkah paling sedikit satu jam secara tens menerus selama seminggu yang lalu. Kegiatan bekerja ini mencakup, baik yang sedang bekerja mauptin yang memiliki pekejaan tetapi dalam seminggu yang lalu sementara tidak aktif bekerja misalnya karena cuti, sakit dan sejenisnya. Sementara yang dimaksud dengan mencari pekerjaan adalah upaya yang dilakukan untuk memperoleh pekerjaan pada suatu periode waktu (time reference). Banyahya pencari kerja dibandingkan dengan banyaknya angkatan kerja adalah merupakan indikator tinggi rendahnya tingkat pengangguran pada suato wilayah dan waktu tertentu. Untuk dapat digolongkan sebagai penganggur , t i p kriteria hams dipenuhi secara bersama-sama. Kriteria tersebut adalah: (1) tidak bekerja dan tidak memptmyai pekerjaan , (2) bersedia menerima pekerjaan atau bersedia bekerja dan (3), sedang mencari pekerjaan selama seminggu yang lalu.
Selanjutnya kelompok bukan angkatan kerja terdiri dari tiga golongan yaihl: I . Golongan yang masih bersekolah, yaitu mereka yang kegiatan utamanya adalah
sekolah.
2. Golongan yang Inengurus rumah tangga, yaitu mereka yang mengurus rumah tangga tanpa memperoleh upah. 3. Golongan lain-lain, yaitu:
a. Golongan penerima pendapatan, yaitu mereka yang tidak melakukan suatu kegiatan ekonomi tetapi memperoleh pendapatan seperti tunjangan pensiun, bunga atas simpanan atau sewa atas milik. b. Golongan yang hidi~pnyatergantung dari orang lain misalnya karena lanjut usia, cacat, dalam penjara atau sakit. Pada dasarnya golongan yang tennasuk kelompok bukan angkatan kerja ini sewaktu-waktu dapat masuk ke pasar kerja. Oleh sebab itu kelompok ini dapat juga disebut juga sebagai angkatan kerja potensial (potential labor force). Termasuk dalam kelompok angkatan kerja potensial ini adalah mereka yang menarik diri dari pasar kerja. Misalnya, setelah cukup lama tidak berhasil memperoleh pekerjaan yang diharapkan dan tingginya jumlal~ pengangguran, seseorang dapat membatalkan niatnya untuk mencari pekerjaan. Mereka sebenamya ingin bekerja, tetapi tidak ada kesempatan kerja yang dibarengi dengan tingginya jurnlah pengangguran.
4.1.2. Teori Permintaan Tenaga kej a
Menurut Borjas (1996), teori permintaan tenaga kerja dapat dipelajari melalui fungsi produksi dari suatu perusahaan. Fungsi produksi menggambarkan jumlah teknologi yang digunakan oleh perusahaan untuk menjalankau proses produksinya. Misalkan, perusahaan mempergunakan dua input untuk proses produksi yaitu, banyaknya tenaga k e j a (L) dan modal (K). K didefinisikan sebagai jumlah tanah, mesin-mesin dan input fisik lainnya. Dapat dituliskan sebagai berikut: q =f!L,K)
dimana q didefinisikan sebagai output perusahaan. Fungsi produksi ini menggambarkan berapa banyak produksi yang dihasilkan dengan kombinasi tenaga kerja dan modal. Permintaan pengusaha atas tenaga k e j a berlainan dengan pemintaan konsumen terhadap barang dan jasa. Orang membeli barang karena barang i h ~ memberikan utility kepada pembeli. Akan tetapi pengusaha mempekerjakan seseorang karena seseorang itu membantu memproduksi barang dan jasa untuk dijnal kepada konsumen. Dengan kata lain, pertambahan permintaan pengusaha terhadap tenaga kerja tergantung dari pertambahan permintaan masyarakat terhadap barang yang diproduksinya. Permintaan akan tenaga k e j a yang seperti itu disebut derived demand. Meningkatnya permintaan terhadap nunah misalnya akan menimbulkan
tambahan permintaan terhadap karyawan bangunan, tukang kayu, tukang cat, tukang instalasi mmah, dan secara tidak langsung dapat mempengamhi jumlah tenaga pengangkutan, pabrik semen, dan lain-lain.
Selanjutnya, ha1 yang terpenting yang berhubungan dengan fimgsi produksi perusahaan adalah marginal product of labor (MPL) yang didefinisikan sebagai perubahan output sebagai hasil dari tambahan tenaga kerja dimana input lain konstan. Atau dapat dituliskan sebagai berikut:
Marginal product
dari kapital dapat didefinisikan sebagai perubahan output dari
tambailalar, 1 unit modal, dimana input lain dianggap konstan maka:
MPK
=-
diasumsikan bahwa marginal product dari tenaga kerja dan modal adalah positif. Jadi penambahan input akan meningkatkan output. Selanjutnya, untuk menganalisa jumlah permintaan tenaga kerja, diasumsikan bahwa pen~sahaan akan memaksimumkan keuntungan, yang dapat dimmuskan sebagai berikut:
dimana: p = harga output w = tingkat upah r
= harga
kapital
diasumsikan bahwa perusahaan adalah kompetitif sempuma di dalam pasar output dan pasar input. Harga output p dipengan~hiole11 berapa banyak output yang diproduksi dan dijual oleh pemsahaan. Sedangkan harga input dipengaruhi oleh
berapa banyak tenaga kerja dan kapital yang dimiliki. Jadi harga input w dan r adalah konstan. Jika fungsi produksi disubstitusikan kedalam persamaan maksimisasi keuntungan, maka:
rr = p.f (L,K ) - wL - rK karena harga output dan harga input konstan, maka persamaan di atas dapat ~nenggambarkanbagaimana perusahan memutuskan untuk menambah satu satuan tenaga kerja dengal memperhitungkan berapa banyak tenaga kerja dapat digunakan dengan jumlah yang tepat. Pada jangka peudeic, d i i a n a kapital adalah konstan keuntungan perusahaan dapat diukur dengan berapa banyak output yang ditambahkan oleh pekerja dengan melihat kurva marginal product, untuk menghitung berapa banyak output yang dihasilkan oleh pekerja. Marginalproduct tenaga kerja dikalikan dengan unit harga p disebut dengan Value Marginal Product of Labor
WL= p x MPL Selanjutnya, perusahaan akan menghitung jumlah uang yang diterima dengan tambahan hasil tersebut. Jumlah uang yang diterima ini disebut marginal revenue
(MR). Jadi nilai MR sama dengan nilai dari MPL, yaitu besarnya MPL dikalikan dengan unit harga, sehingga MR Kemudian pengusaha
= WL = MPLx P.
membandingkan
MR tersebut dengan biaya
mempekejakan tambahan seorang pekerja tadi. Jumlah biaya yang dikeluarkan pengusaha sehubungan dengan mempekeqakan tambahan seorang pekeja adalah upahnya sendiri (W) dan dinamakan biaya marjinal atau n?arginal cost (MC). Bila
tambahan penerimaan marjinal (MR) lebih besar daripada biaya mempekerjakan orang yang menghasilkannya (W), maka mempekerjakan tambahan orang tersebut akan menambah keuntungan pengusaha. Dengan kata lain dalam rangka menambah keuntungan, pengusaha akan terus menambah jumlah karyawan selama MR lebih besar dari W. Penentuan pemintaan tenaga kerja dapat ditutunkan dari h g s i produksi yang lnerupakan fungsi dari tenaga kerja (L) dan modal (K), yang dapat dimmuskan sebagai berikut: TP, AP dan MP
Sumber: Debertin, 1986
.
Gambar 1. Hubungan antara Produksi Total, F'roduksi Rata-Rata dan F'roduksi Marginal dan Penggunaan Tenaga Kerja Bila diasumsikan bahwa pengusaha memiliki dana tidak terbatas, menghadapi pasar persaingan sempurna, dan harga bersifat positif, maka faktor prodiiksi akan mengalami deliminiring tahap produksi seperti pada Gambar 1. Pada gambar tersebut,
daerah atau bidang tersebut, daerah atau bidang produksi dibagi menjadi tiga bagian. Tahap I didefinisikan sebagai daerah dimana APL menaik (e>l). Tahap I1 adalah daerah dimana APL mulai menumn dan h4P~masih positif ( O<e
Gambar 2a
menunjitkkan bahwa semakin banyak tenaga kerja yang digunakan, semakin sedikit produksi marginal yang diciptakan oleh setiap tambahan pekeja, dengan asumsi bahwa faktor prodtlksi lain jumlahnya tetap. Pekerja ke b dapat menghasilkan produksi tambahan sebanyak MPo sedangkan pekerja ke LI dapat menghasilkan prodnksi tambahan sebanyak MPI. terlihat bahwa MPo > MPI, ini disebabkan karena
L1 > Lo, sehingga perbandingan alat-alat produksi unhk setiap pekerja menjadi lebih kecil pula. Inilah yang dinamakan hukum diminishing return (Gambar 2b).
Produksi Marginal Pekerja
I
Tingkat Upah
I
(a) Produksi Marginal Pekerja
@) Pennintaan Tenaga Kerja
Sumber: Sukirno, 2000 ~ Tenaga Kerja Gambar 2. Menentukan K L I NPermintaan Klwa
DL pada Gambar 2b melukiskan besarnya nilai hasil marginal tenaga
kerja (value marginal physical product of labor / VMPPL) untuk setiap penggunaan tenaga kerja. Dengan kata lain menggambarkan hubungan antara tingkat upah (W) dan penggunaan tenaga kerja yang ditunjukkan oleh titik A, B, dan C. Dengan menarik garis melalui titik-titik tersebut diperoleh k w a pennintaan tenaga kerja. Misalkan ji~mlahkaryawan yang dipekerjakan sebanyak
Lo, maka nilai hasil kerja
orang ke Lo sama dengan MPLo x P = Wopada titik B. apabila WAadalah tingkat upah yang sedang berlaku maka nilai Wo lebih besar daripada WA, sehingga laba pengusaha masih akan bertambah dengan penambahan tenaga kerja baru. Pengusaha dapat terns menambah laba dengan mempekerjakan orang hingga sejumlah LA,
karena pada saat ini pengusaha akan mencapai laba maksimum, dimana MPLAx P
=
WA yakni pada titik A. Penambahan tenaga kerja lebih besar dari LA misalnya LI akan mengurangi keuntungan pengusaha, karena nilai marginal yang diperoleh hanya sebesar MPr.1 x P
=
WI, yakni pada titik C. dan karena WI < WA maka pengusaha
cenderung untuk menghindarr penggunaan jumlah karyawan yang lebih besar dari LA, apabila perusahaan menggimakan tenaga sebanyak LA.
4.1.3. Teori Penawaran Tenaga Kerja Kerangka pemikiran untuk menganalisa penawaran tenaga kerja adalah model neoklasik dari pilihan tenaga kerja yang memilih tidak bekerja. Tenaga kerja dapat memutuskan apakah dia akan rnasuk ke pasar kerja atau menggunakan waktunya untuk istirahat. Individu akan mendapatkan kepuasan dengan mengkonsumsi barang dan menggunakan waktu luang Yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
u = U(C, L) dimana:
U = tingkat utilitas C = konsurnsi atas barang dan jasa
L = menggunakan waktu loang (lei.szire) Dala~nmengkonsumsi barang dan jasa serta mengyrnakan waktu luangnya, tenaga kerja dibaiasi oieh waktu dan pendapatannya. Misalkan h adalah jumlah wakhr yang digunakan untik bekerja. Maka kendala wakh~&pat ditulis:
T=L+h dimana:
T =total jam kerja Pekeja juga dihadapkan pada kendala pendapatan (budget constraint). Bagian dari pendapatan tenaga kej a seperti pendapatan rumah tangga, bagi hasil dan lotere tidak tergantung pada berapa jam dia bekerja. Atau dapat dikatakan sebagai non labor income ( V ) . Disamping itu pekeja dapat menambah pendapatan dengan bekeja.
Misalkan w adalah upah rata-rata per jam, sehingga budget constraint dapat dituliskan sebagai berikut: C=wh+V Nilai dari barang clan jasa hams sama dengan jumlah penghasilan tenaga kerja dan jumlah non labor income. Dari persamaan di atas dapat dilihat bahwa penawaran tenaga kej a dipengaruhi oleh tingkat upah. Untuk melihat bagaimana tenaga keja memanfaatkan waktu luang, persamaan budget constraint di kombinasikan dengan time constraint. Sehingga persamaan penggunaan waktu luang dapat dituliskan
sebagai berikut:
wT+V=C+wL sisi kiri disebut sebagai full income, yang didapatkan dari penggunaan waktu tenaga kej a yang digunakan secara keselun~hanuntuk bekerja. Jumlah tenaga kerja keseluluhan yang disediakan bagi suatu perekonomian terganhlng pada jumlah penduduk, persentase jumlah penduduk yang memilih masuk dalam angkatan kerja dan jumlah jam k e j a yang ditawarkan oleh angkatan kerja. Lebih lanjut, masing-masing dari ketiga komponen ini , dari jumlah tenaga kerja
keselumhan yang ditawarkan tergantung pada upah pasar. Dalam penawaran tenaga kerja jangka pendek, dimaksudkan sebagai periode waktu dimana tidak mungkin dilakukan sejumlah penyesuaian dengan sejumlah keadaan yang tidak dapat diubah. Penawaran adalall suatu hubungan antara harga dan kuantitas. Apabila disebutkan penawaran akan suattl komoditi, maka ha1 tersebut menlpakan hubungan antara harga dan kuantitas komoditi tersebut. Sehubungan dengan tenaga keja, penawaran adalah suatu hubungan antara tingkat upah dengan jumlah tenaga kej a . Secara khusus, suatu kuwa penawaran melukiskan jumlah maksimum yang siap dised~akanpada setiap kemungkinan harga dalam jangka waktu tertentu. Dalam kasus tenaga kerja, kurva penawaran melukiskan jirmlah tenaga kerja maksimum yang dapat disediakan oleh pasar tenaga kerja pada berbagai kemungkinan tingkat upah
untuk tiap periode tertentu. Ahli ekonomi klasik melihat pekerja itu sebagai seseorang yang rasional yang membuat pilihan di antara bekerja dan menikmati masa istirahatnya (leisure). Pekerja tersebut akan memaksimumkan kepuasannya dalam membagi waktu untuk memperoleh dua pilihan yaitu, pertama; kepuasan dari bekej a dan memperoleh uang , dan kedua; kepuasan dari menikmati rnasa istirahatnya. Dari sikapnya membuat
pemilihan itu dapat dibentuk suatu kurva penawaran tenaga kerja oleh seorang pekerja. Kurva tersebut menunjukkan hubungan diantara tingkat upah dengan jumlah jam kerja yang akan ditawarkan oleh seorang pekerja. Gambar 2 di bawah ini menunjukkan bagaimana seorang pekerja membuat pilihan di antara bekeja dan beristirahat untuk memaksimumkan kepuasannya dan bagaimana kurva penawaran tersebut dibentuk.
Tingkat Upah
lumlah Uuah
(8)
Masa Jstirahat dan Bekeja
Sumber: Sukirno. 2000
Gambar 3. Menentukan Kurva Penawaran Tenaga Keqa Gambar 3 menunjukkan bagaimana seorang pekeja membuat pilihan antara menawarkan tenaganya untuk bekeja atau memilih untuk menikmati masa istirahat. Sumbu datar menunjukkan jam kerja dan jam istirahat yang dapat dinikmati seseorang ddam satu hari, yang mempunyai waktu 24 jam. Jumlah waktu ini di tunjukkan di sumbu datar, dan dilihat dari sebelah kanan ke kiri dan dimulai dari titik
0.garis lurus Wo, WI, dan W2 menunjukkan tiga alternatif tingkat upah pekeja, yaitu nilai upah yang dibayarkan untuk setiap jam kerja. Garis upah yang semakin tinggi menggambarkan tingkat upah yang semakin tinggi. Dengan demikian W2 > WI > WO. Kurva Uo, U1 dan U2 menggambarkan tingkat kepuasan yang dinikmati dari memilih berbagai kombinasi masa bekerja dan beristirahat. Kurva U yang semakin tinggi
menggambarkan bahwa pekerja menikmati kepuasan yang lebih tinggi Berarti, dari segi tingkat kepuasan yang dicapai Uz > UI
UO. Dalam analisis kurva dengan
tingkat kepuasan yang sama, telah dipelajari bahwa seseorang akan mencapai kepuasan maksimum dengan mengkonsumsi dua birang (dalam ha1 ini kedua barang itu adalah leisure dan upah yang diperoleh dari bekeja). Apabila kuwa kepuasan menyinggung garis pendapatan atan belanja. Pada analisis ini garis pendapatan tersebut adalah garis upah yang ditunjddcan oleh kuwa Wo, W, dan Wz. Pada Gambar 3a menun!ukkan pekerja mencapai kepuasan maksimum dalam membagi waktu diantara istirahat dan bekerja pada titik A, yang menggambarkan bahwa ia akan bekerja selama 6 jam (yang diukur pada sumbu datar yang dimulai dari titik 0 dan menuju ke arah sebelah kiri), dan istirahat selama 18 jam. Jumlah upah yang diterima pekerja dalam sehari adalah 6W0 dan nilai ini ditunjukkan pada sumbu tegak. Kenaikan upah menjadi W1 menyebabkan keseimbangan kepuasan pekerja bergerak ke titik B (yang menggambarkan ia akan bekeja selama 10 jam dan 14 jam lainnya adalah waktu istirahatnya. Jumlah upah yang diterimanya adalah 10W 1 . Apabila tingkat upah meningkat lagi, yaitu menjadi W?, pekerja tersebut akan bekerja lebih giat (yaitu bekerja selama 12 jam dan menikmati waktu istirahat selama 12 jam, sedangkan upah meningkat menjadi 12Wz), keadaan keseimbangan baru ditunjukkai~ oleh titik C. Dengan menggunakan analisis tersebut dapat diterangkan sifat seorang pekerja dalam menawarkan tenaganya. Ternyata terdapat hubungan yang erat diantara tingkat upah yang akan diperoleh dan jumlah tenaga yang akan ditawarkannya. Pada tingkat upah yang rendah (misalnya Wo) penawaran tenaga hanya sebesar 6 jam.
Semakin tinggi tingkat upah semakin tinggi pula masa kerja yang ditawarkan. Sifat hubungan ini digambarkan pada Gambar 3b. Titik
4 B dan C masing-masing
menunjukkan hubungan diantara tingkat ipah tertentu dengan jumlah jam kerja yang ditawarkan seorang pekeja. Apabila dibuat kurva melalui titik
4 B clan C akan
diperoleh kuwa penawaran tenaga kerja. Penawaran tenaga kerja dalam jangka panjang mempakan konsep penyesuaian yang lebih lengkap terhadap perubahan kendala-kendala. Analisis jangka panjang tentang penawaran tenaga kerja memperkenalkan kepada individu waktu yang diperlukan untuk melakukan penyesuaian yang lebih lengkap terhadap pembahan-pembahan di dalam lingkungan. Suatu pembahan bersifat jangka panjang dalam perubahan-perubahan partisipasi tenaga keja. Meskipun partisipasi angkatan kerja secara keseluruhan telal~menunjukkan kecenderungan yang relatif konstan, namun terdapat pergeseran yang nyata pada umur dan komposisi jenis kelamin dalam angkatan kerja. Terutama penambahan tingkat partisipasi angkatan kerja wanita telah menikah yang cukup besar, dan penunman tingkat partisipasi angkatan kerja penduduk usia lanjut dan anak-anak. Penyesi~aianlainnya adalah dalam bentuk jumlah pendi~di~k. Suatu analisis jangka panjang tentang penawaran tenaga kerja menjajaki hubungan antara kesuburan dan pembahan jangka panjang dalam upah pasar dan pendapatan.
4.1.4. Keseimbangan Dalam Pasar Tenaga Kerja
Analisis mengenai permintaan clan penawaran hanya meliputi analisis mengenai permintaan tenaga kerja oleh silatu perusaham dan penawaran tenaga keja oleh
seorang pekerja. Sedangkan dalam analisis pasar tenaga kerja secara makro yang ingin dianalisis adalah permintaan dan penawaran tenaga kerja dalam perekonomian. Disamping menyadari perbedaan ini, perlu pula diingat bahwa permintaan tenaga kerja dan penawaran tenaga kerja merupakan gabungan dari permintaan tenaga kerja oleh perusahaan-pen~sahaan dan gabungan penawaran tenaga kerja oleh pekerja. Kurva pennintaan tenaga k e j a dalam perekonomian dapat diwujudkan dengan menjumlahkan permintaan tenaga kerja oleh perusahaan-perusahaan . demikian juga dengan kurva penawaran tenaga kerja dalam perekonomian dapat ditentukan dengan menjumlahkan
kurva penawaran tenaga kerja perorangan. Berdasarkan kepada
pemikiran ini dapailah disimpulkan sifat permintaan dan penawaran tenaga kerja dalam perekonomian, yaitu: 1. Semakin tinggi tingkat upah, semakin rendah pennintaan atas tenaga kerja 2. Semakin tinggi tingkat upah, semakin banyak tenaga kerja yang ditawarkan. Pada Gambar 10, Kurva N' menggambarkan permintaan tenaga kerja dalam perekonomian. Kurva ini merupakan jumlah dari semua kuuva permintaan buruh oleh perusahaan-perusahaan yang ada dalam perekonomian. Kurva N~ menggambarkan penawaran tenaga kerja dalam perekonomian dan dibentuk dengan menjumlahkan kurva penawaran tenaga kerja dari semua pekerja dalam perekonomian. Keseimbangan di pasaran tenaga kerja akan tercapai apabila pennintaan tenaga kerja di pasaran adalah sama dengan penawarannya. Keadaan ini dicapai pada I%, yaitu pada tingkat upah Wo dan tingkat kesempatan kerja NO. Kedudukan kesei~nbanganini dapat dibuktikan dengan melihat keadaan yang akan berlaku pada tingkat upah yang lain, misalnya pada WI atau W2. Apabila tingkat upah adalah W1
akan berlaku keleblhan penawaran tenaga kerja (yang berarti sebagian tenaga keja menganggur). Menurut para ahli ekonomi klasik, pengangguran akan mengakibatkan kemerosotan tingkat upah. Kemerosotan tingkat upah akan menambah permintaan tenaga kerja dan mengurangi penawaran tenaga kerja. Proses penyesuaian ini hanya akan berbenti apabila permintaan dan penawaran tenaga kerja mencapai keseimbangan, yaitu di titik Eo.Penyesuaian yang sebaliknya akan berlaku apabila upah terlalu rendah. Misalnya, apabila tingkat upah adalah W2akan berlaku kelebihan permintaan tenaga kerja. Keadaan ini akan menyebabkan kenaikan upah, yang seterusnya rnenyebabkan penawar-an tenaga kerja bertambah dan permintaan tenaga kerja berkurang, yang pa& akhirnya pennintaan dan penawaran tenaga kerja akan mencapai keseimbangan pada titik G (Sukirno, 1998). Analisis diatas menunjukkan bahwa apabila tingkat upah adalah fleksibel, maka mekanisme pasar dalam pasar tenaga kerja akan menjamin bahwa permintaan dan penawaran tenaga kerja akan selalu seimbang. Keseimbangan pasar tenaga kerja mempakan suatu posisi tertentu yang terbentuk oleh adanya interaksi permintaan dan penawaran tenaga kerja. Permintaan tenaga kerja pasar dan penawaran tenaga kerja secara bersama menentukkan suatu tingkat itpah keseimbangan dan suatu penggunaan tenaga keja keseimbangan (Bellante dan Jackson, 1990). Hal serupa juga dikemukakan oleh Todaro (1999), bahwa dalam pasar persaingan sempuma (perject competition) dengan produsen dan konsumen yang "atomistik", yaitu tidak ada satu produsen dan konsumen yang mempunyai pengaruh atau kekuatan yang cukup besar untuk mendikte harga input maupun output produksi, maka tingkat penyerapan tenaga kerja dan tingkat upah
ditentukan secara bersamaan oleh segenap harga output dan faktor-faktor produksi (diluar produksi tenaga kerja) dalam suatu perekonomian melalui perimbangan kekuatan-kekuatan permintaan dan penawaran. Kelebihan Penamran Tenaga Kerja
N~
No Jumlah Tenaga Kerja Sumber: Sukirno, 2000
Gambar 4. Penentuan Keseimbangan di Pasar Tenaga Kerja
4.2. Tinjauan Empiris Pengamatan mengenai keragaan tenaga kerja dapat dilihat dari beberapa sisi, antara lain: angkatan kerja, kesempatan kerja, tingkat upah, produktivitas pekerja, migrasi dan tingkat pengangguran. Hal tersebut telah banyak diiaji dalam penelitian terdahulu tenitama penelitian berskala nasional. Adriani (2000) melakukan analisis dengan melihat bagaimana dampak kebijakan pemerintah terhadap keragaan pasar kerja dan migrasi pada penode krisis di Indonesia. Hasil analisis menunjukkan bahwa
peningkatan angkatan kerja dipengaruhi oleh pertambahan penduduk usia produktif dan jumlah angkatan kerja tahun sebelumnya baik di wilayah perkotaan maupun pedesaan. Upah bukan merupakan faktor utama yang mendorong peningkatan jumlah angkatan kerja. Perilaku tersebut disebabkan karena peningkatan jumlah angkatan kerja yang tidak seimbang antara wilayah pedesaan dan perkotaan serta tidak tersedianya kesempatan kerja yang memadai. Selanjutnya, diketahui bahwa peningkatan kesempatan kerja sektoral dipengaruhi secara nyata oleh pendapatan nasional sektoral, program padat karya di perkotaan dan pembangunan prasarana pendukung desa tertinggal di pedesaan. Penciptaan kesempatan kerja lebih responsif terhadap perubahan program padat karya dan pembangunan prasarana pendukung desa tertinggal daripada pendapatan nasional sektoral. Hal tersebut menunjukkan adanya indikasi pendapatan nasional sektoral, walaupun berpengaruh positif tetapi lebih banyak digunakan unttk kegiatan penciptaan kapital daripada untuk penciptaan kesempatan kerja, sedangkan program padat karya dan pembangunan prasarana pendukung desa tertinggal benar-benar ditujukan untuk penciptaan kesempatan kerja. Demikian juga untuk tingkat upah, hasil analisis dari Adriani (2000) menunjukkan jika spah riil sektoral dihubungkan dengan daya beli pekerja, maka p e n m a n upah tersebut akan mengarah pada huunnya daya beli masyarakat. Dan hasil analisis tersebut dapat dilihat bahwa upah riil di luar Jawa lebih tinggi daripada di pulau Jawa. Karena upah merupakan suatu faktor yang mempengan~hiseseorang untuk bermigrasi maka perbedaan upah tersebut diperkirakan akan mendorong terjadinya ams perpindahan pendudik dari Jawa ke li~arpulau Jawa.
Upah riil sektor industri memberikan penganih terbesar bagi peningkatan produktivitas pekej a sektor tersebut dibandingkan dengan sektor lainnya. Penerapan program jaring pengaman sosial bidang kesehatan menunjukkan hasil yang positif bagi peningkatan produktivitas pekerja pada sektor primer, sekunder dan tenier. Untuk tingkat migrasi desa-kota, dapat dilihat bahwa migrasi desa-kota lebih responsif terhadap perubahan upah riil relatif sektor indushi daripada upah riil sektor pertanian. Migrasi desa-kota juga lebih responsif terhadap perubahan tingkat pengangguran di perkotaan daripada di daerah pedesaan. Apabila faktor upah riil relatif sektor industri dan tingkat pengangguran di perkotaan dikatagorikan sebagai faktor penarik untuk bermigrasi dan mengkatagorikan faktor upah nil sektor pertanian serta tingkat pengangguran di pedesaan sebagai faktor pendorong, maka ha1 ini menunjukkan migrasi desa-kota lebih disebabkan oleh adanya faktor penarik dari perkotaan daripada faktor pendorong yang ada di pedesaan. Sulistyaningsih (1997) melakukan analisis mengenai hubungan antara perubahan struktur ekonomi dan shuktur tenaga kerja di Indonesia. Hasil analisis menunjukkan bahwa perubahan shuktur ekonomi Indonesia terjadi dari ekonomi yang bertumpu pada sektor pertanian kepada ekonomi yang bertumpu pada sektor manufakttu dan jasa. Selanjubya, diketahui bahwa pen~bahanstrukhr ekonomi mempenganlhi strukhlr penyerapan tenaga kerja. Berdasarkan analisis diketahui bahwa meskipun belum terdapat pergeseran dominasi penyerapan tenaga k e j a &\am ekonomi, tetap terjadi pen~bahanperanan penyerapan tenaga kerja di masing-masing sektor. Peranan sektor pertanian menurun dalam penyerapan tenaga keja dari 57.7 persen pada tahun 1980 menjadi 44.8 persen pada tahun 1993, walauptm penyerapan
tenaga k e j a di sektor manufakhu dan jasa pada periode 1980 sampai 1993 rata-rata meningkat, tetapi peningkatan peranan sektor ini belum dapat mengimbangi sektor pertanian. Perpindahan yang mencerminkan pergeseran tenaga kerja ini berlangsung relatif lambat karena tenaga kerja sektor pertanian yang pindah ke sektor manufaktur dituntut unttk memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Safrida (1999), menganalisis mengenai dampak kebijakan upah minimum dan makroekonomi terhadap laju inflasi, kesempatan kerja serta keragaan permintaan dan penawaran agregat di Indonesia. Hasil analisis menunjukkan bahwa pengaruh peningkatan upah minimum terhadap penawaran tenaga k e j a dan peningkatan pennintaan tenaga kej a sektor pertanian dan jasa cukup besar dan berpengaruh nyata. Sedangkan terhadap pennintaan tenaga kerja sektor industi pengaruhnya kecil dan tidak berpengaruh nyata. Melihat keadaan ini pemerintah hatus lebih berhati-hati dalam menetapkan kebijakan peningkatan upah minimum sektor pertanian dan jasa dibandingkan dengan peningkatan upah minimum sektor industri. Karena jika upah minimum sektor pertanian dan jasa meningkat kemungkinan terjadi penganggcuan akan lebih besar dibandingkan dengan sektor indushi. Respon permintaan tenaga kerja pada masing-masing sektor terhadap upah minimumnya lebih baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Tetapi diantara ketiga sektor tersebut terlihat permintaan tenaga k e j a sektor industi yang paling lemah responnya terhadap upah minimum. Selanjutnya, kebijakan peningkatan upah minimum memberikan dampak negatif pada peningkatan laju inflasi. Sedangkan dampak yang ditimbulkan terhadap pendapatan nasional, investasi, tabungan dan permintaan penawaran tenaga k e j a
berdampak positif karena meningkatnya harga output. Sehingga mengakibatkan setiap rumah tangga harus mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk mengkonsumsi output dalam jumlah yang sama. Penelitian yang dilakukan oleh Benu (1990) tentmg bagaimana peranan sektor tersier dalam penyerapan tenaga kerja di Sulawesi Utara, menghasilkan bahwa sektor primer merupakan sektor yang menyerap tenaga kerja paling besar, namun proporsinya terhadap total kesempatan kerja menurun yaitu dari 68.28 persen pada tahun 1971 lnenjadi 58.28 persen pada tahun 1985. Sebaliknya sektor sekunder mengalami kenaikan yaitu ddri 6.84 persen pada tahun 1971 menjadi 11.13 persen pada tahun 1985. Kenaikan kesempatan kerja di sektor ini sejalan dengan kebijakan pemerlntah yang mengharapkan pengembangan sektor ini sebagai penunjang sektor pertanian. Seperti halnya sektor sekunder maka sektor tersier juga mengalami kenaikan yaitu dari 24.90 persen pada tahun 1971 menjadi 30.58 persen pada tahun 1985. Hal-hal tersebut menunjukkan bahwa di Sulawesi Utara terjadi pergeseran kesempatan kerja dari sektor primer ke sektor sekunder dan sektor tersier. Sektor sekunder pada periode tahun 1971-1985 mempunyai pertumbuhan kesempatan kerja yang paling tinggi kemi~diandisustll oleh sektor tersier dan sektor primer. Pada periode yang sama pertumbuhan Produk Domestik Regional Bn~toyang paling besar adalah sektor sekunder kemi~diansektor tersier dan sektor primer. Pada peride 1980-1985, sektor primer mempunyai pertumbuhan kesempatan kerja yang paling besar kemudian disusul oleh sektor tersier dan sektor sekunder. Sementara pada periode yang sama pula pada sektor sekunder terjadi pemunbuhan yang tinggi
pada Produk Domestik Regional Bn~to kemudian diikuti oleh sektor tersier, sedangkan sektor primer mengalami penurunan. Khusus untuk sektor tersier, sektor perdagangan merupakan sektor yang memberikan peranan yang sangat besar bagi penyerapan tenaga keja. Ini terlihat dari kontribusi penyerapan tenaga kerja sebesar 5.28 persen pada tahun 1971 menjadi 12.04 persen pada tahun 1985. Untuk periode 1980-1985 pertumbuhan kesempatan
keja per tahun dari sektor ini adalah 10.28 persen, sementara sektor lain mengalami penurunan kecuali sektor jasa dengan pertumbuhan 1.87 persen. Tetapi sektor jasa yang merupakan sektor basis dalam sektor tersier. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya kontribusi penyerapan tenaga kerja sektor jasa di tingkat daerah lebih besar daripada konhibusi sektor yang sama pada sektor tersier di tingkat nasional.
4.3. Kerangka Pemikiran Penelitian Penelitian ini akan mengamati tentang keragaan tenaga kerja dan pendapatan daerah di Jawa Barat, dengan menggunakan pendekatan sebagai benkut:
1. Angkatan kerja pada sektor tersier 2. Penyerapan tenaga kerja pada sektor tersier
3. Upah riil sektor tersier 4. koduktivitas tenaga kej a sektor tersier
5. Pendapatan daerah Berdasarkan model umum dari penyerapan tenaga keja yang telah di kemukakan sebelumnya, maka kerangka model penyerapan tenaga keja pada sektor tersier Jawa Barat dapat dilihat pada Gambar 5 dibawah ini
Konsumsi Kalori
Pendapatan Daerah (5)
Produktivitas Sektor
Angkatan Keja Sektor
Kerja Sektor Tersier (2)
lumlah Penduduk Sarana Kesehatan
-TidakProduktif
Keterangan: = variabel endogen
0
= variabel
eksogen
Gambar 5 . Model Konseptual Keragaan Pasar Kerja Sektor Tersier dan Pendapatan Daerah Jawa Barat