III.
KERANGKA PEMIKIRAN
3.1
Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1
Definisi Konsumen Konsumen adalah setiap orang yang telah menggunakan atau memakai
produk atau jasa yang dihasilkan oleh produsen. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan (Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen)4. Menurut Sumarwan (2011) konsumen sering diartikan sebagai dua jenis konsumen yaitu konsumen individu dan konsumen organisasi. Konsumen individu diartikan sabagai konsumen yang membeli barang dan jasa untuk digunakan sendiri, anggota keluarga lain atau seluruh anggota keluarga atau sebagai hadiah. Konsumen organisasi meliputi organisasi bisnis, yayasan, lembaga sosial, kantor pemerintah, lembaga pendidikan, rumah sakit dan perkantoran. Konsumen organisasi dalam menggunakan barang dan jasa untuk menjalankan kegiatan organisasinya. Menurut Sumarwan (2002) konsumen individu dan konsumen organisasi adalah sama pentingnya. Mereka memberikan sumbangan yang sangat penting bagi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi, tanpa konsumen individu, produk dan jasa yang dihasilkan perusahaan tidak mungkin bisa laku terjual. Konsumen individulah yang langsung mempengaruhi kemajuan dan kemunduran perusahaan. Produk sebaik apapun tidak akan ada artinya bagi perusahaan jika ia tidak dibeli oleh konsumen individu. Konsumen individu adalah tulang punggung perekonomian nasional, sebagian besar pabrik dan perusahaan serta sektor pertanian menghasilkan produk dan jasa untuk digunakan oleh konsumen akhir. 3.1.2
Karakteristik Konsumen Menurut Sumarwan (2002), karakteristik konsumen meliputi pengetahuan
konsumen, demografi, ekonomi, dan sosial konsumen. Pengetahuan konsumen akan
mempengaruhi
keputusan
pembelian.
Ketika
konsumen
memiliki
pengetahuan lebih banyak, maka ia akan lebih baik dalam mengambil keputusan, 4
http://www.esdm.go.id/prokum/uu/1999/uu-8-1999.pdf [Diakses 22 Juni 2012]
ia akan lebih efisien dan lebih tepat dalam mengolah informasi dan mampu merecall informasi dengan lebih baik. Karakteristik demografi berperan sangat penting untuk memahami konsumen. Faktor-faktor yang mempengaruhi karakteristik demografi yaitu usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, agama, suku bangsa, pendapatan, jenis keluarga, status pernikahan, lokasi geografi dan kelas sosial. Memahami usia konsumen sangat
penting karena
konsumen
yang berbeda
usia
akan
mengkonsumsi produk dan jasa yang berbeda dan juga akan mengakibatkan perbedaan selera dan kesukaan terhadap merek. Pendapatan merupakan imbalan yang diterima oleh seorang konsumen dari pekerjaan yang dilakukannya untuk mencari nafkah. Pendapatan adalah sumberdaya material yang sangat penting bagi konsumen. Karena dengan pendapatan konsumen bisa membiayai kegiatan konsumsinya. Jumlah pendapatan akan menggambarkan besarnya daya beli dari seorang konsumen. Daya beli akan menggambarkan banyaknya produk dan jasa yang bisa dibeli dan dikonsumsi oleh seorang konsumen dan seluruh anggota keluarganya. 3.1.3
Karakteristik Produk Menurut Umar (2005), produk adalah suatu yang dapat ditawarkan ke
pasar untuk mendapatkan perhatian, untuk dibeli, digunakan atau dikonsumsi yang dapat memenuhi suatu keinginan atau kebutuhan. Hal yang mendasar dalam kebijakan produk yaitu mengenai kualitas produk. Kualitas suatu produk baik berupa barang maupun jasa perlu ditentukan melalui dimensi-dimensinya. Dimensi kualitas produk dapat dijelaskan sebagai berikut : 3.1.3.1 Dimensi Kualitas Produk Berupa Barang Menurut Gasperz dalam Umar (2005) ada delapan dimensi kualitas produk, yaitu sebagai berikut : 1. Performance, berkaitan dengan aspek fungsional suatu barang dan merupakan karakteristik utama yang dipertimbangkan pelanggan dalam membeli barang tersebut. 2. Features, aspek performansi yang berguna untuk menambah fungsi dasar, dan berkaitan dengan pilihan-pilihan produk dan pengembangannya.
3. Reliability, berkaitan dengan probabilitas atau kemungkinan suatu barang berhasil menjalankan fungsinya setiap kali digunakan dalam periode waktu tertentu dan dalam kondisi tertentu pula. 4. Conformance, berkaitan dengan tingkat kesesuaian terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan pelanggan. Konfirmasi merefleksikan derajat ketepatan antara karakteristik desain produk dengan karakteristik kualitas standar yang telah ditetapkan. 5. Durability, suatu refleksi umur ekonomis berupa ukuran daya tahan atau masa pakai barang. 6. Serviceability, karakteristik yang berkaitan dengan kecepatan, kompetensi, kemudahan, dan akurasi dalam memberikan layanan untuk perbaikan barang. 7. Aesthetics, karakteristik yang bersifat subyektif mengenai nilai-nilai estetika yang berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan refleksi dari prefensi individual. 8. Fit and Finish, sifat subyektif yang berkaitan dengan perasaan pelanggan mengenai keberadaan produk tersebut sebagai produk yang berkualitas. 3.1.3.2 Dimensi Produk Berupa Jasa atau Service Menurut Zeithaml dalam Umar (2005) ada lima dimensi dalam menentukan dimensi kualitas jasa, yaitu : 1. Reliability, kemampuan untuk memberikan pelayanan sesuai dengan janji yang ditawarkan. 2. Responsiveness, respon atau kesigapan karyawan dalam membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap, yang meliputi kesigapan karyawan dalam melayani pelanggan, kecepatan karyawan dalam menangani transaksi, dan penanganan keluhan pelanggan. 3. Assurance, kemampuan karyawan atas pengetahuan produk secara tepat, kualitas keramah-tamahan, perhatian dan
kesopanan dalam memberi
pelayanan, keterampilan dalam memberikan informasi, kemampuan dalam memberikan keamanan di dalam memanfaatkan jasa yang ditawarkan, dan kemampuan dalam menanamkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan. Dimensi kepastian atau jaminan ini merupakan gabungan dari dimensi:
a. Kompetensi (Competence), keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki oleh para karyawan untuk melakukan pelayanan. b. Kesopanan (Courtesy), meliputi keramahan, perhatian, dan sikap para karyawan. c. Kredibilitas (Credibility), yang berhubungan dengan kepercayaan kepada perusahaan, seperti reputasi, prestasi dan sebagainya. 4. Emphaty, perhatian secara individual yang diberikan perusahaan kepada pelanggan seperti kemudahan untuk menghubungi perusahaan, kemampuan karyawan untuk berkomunikasi dengan pelanggan, dan usaha perusahaan untuk memahami keinginan dan kebutuhan pelangganya. Dimensi Emphaty merupakan penggabungan dari dimensi : a. Akses (Access), kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang ditawarkan perusahaan. b. Komunikasi (Communication), kemampuan melakukan komunikasi untuk menyampaikan informasi kepada pelanggan atau memperoleh masukan dari pelanggan. c. Pemahaman pada Pelanggan (Understanding the Customer), usaha perusahaan untuk mengetahui dan memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan. 3.1.4
Perilaku Konsumen Menurut Schiffman dan Kanuk dalam Sumarwan (2002) perilaku
konsumen adalah perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka. Perilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan hal-hal diatas atau kegiatan mengevaluasi (Sumarwan 2002) Menurut Kotler dan Amstrong (2008) perilaku konsumen adalah perilaku pembelian konsumen akhir baik perorangan maupun rumah tangga yang membeli barang dan jasa untuk konsumsi pribadi. Sedangkan menurut Engel et al (1994) perilaku konsumen didefinisikan sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam
pemerolehan, pemakaian dan pengaturan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan ini. Perilaku konsumen dipengaruhi oleh faktor-faktor yang menjadi determinan dalam proses keputusan pembelian yaitu pengaruh lingkungan, perbedaan individu, dan proses psikologis. Berikut ini gambar model perilaku pengambilan keputusan konsumen pada Gambar 2.
Pengaruh Lingkungan Budaya, Kelas Sosial, Pengaruh Pribadi, Keluarga, dan Situasi Perbedaan Individu Sumber Daya Konsumen, Motivasi dan Keterlibatan, Pengetahuan, Sikap, Kepribadian, Gaya Hidup, Demografi
Proses Psikologis
Proses Keputusan Pengenalan Kebutuhan, Pencarian Informasi, Evaluasi Alternatif, Pembelian, dan Hasil
Pengolahan Informasi, Pembelajaran , Perubahan Sikap, dan Perilaku
Strategi Pemasaran
Gambar 2. Model Perilaku Pengambilan Keputusan Konsumen Sumber : Engel et al (1994)
Dalam model perilaku pengambilan keputusan konsumen yang telah dijelaskan dalam gambar diatas bahwa perilaku pengambilan keputusan konsumen dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya : a. Pengaruh lingkungan, dalam pengaruh lingkungan dipengaruhi oleh budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi, keluarga, dan situasi. Budaya dalam perilaku konsumen lebih mengacu pada nilai, gagasan, artefak, dan simbol-simbol lain yang bermakna yang membantu individu untuk berkomunikasi, melakukan penafsiran dan evaluasi sebagai anggota masyarakat. Kelas sosial adalah pembagian di dalam masyarkat yang
terdiri dari individu-individu yang berbagi nilai, minat, dan perilaku yang sama. Dalam perilaku mereka dibedakan oleh perbedaan status sosioekonomi yang berjajar dari yang rendah hingga yang tinggi. Pengaruh pribadi sangat berhubungan erat dengan tiap-tiap konsumen dan timbulnya orang-orang disekitar kita sebagai konsumen. Keluarga adalah kelompok yang terdiri dari atas dua orang atau lebih yang dihubungkan melalui darah, perkawinan, atau adopsi dan yang tinggal bersama. Keluarga merupakan unit pengambilan keputusan utama dengan pola peranan dan fungsi yang kompleks dan bervariasi. Pengaruh situasi dapat dipandang sebagai pengaruh yang timbul dari faktor yang khusus untuk waktu dan tempat yang spesifik yang lepas dari karakteristik konsumen dan karakteristik objek. Situasi konsumen sebenarnya dapat dipisahkan ke dalam tiga jenis utama yaitu situasi komunikasi, situasi pembelian, dan situasi pemakaian. Karakteristik utama dalam situasi konsumen yaitu lingkungan fisik dan sosial, waktu, tugas, dan keadaan anteseden. b. Perbedaan individu, dalam perbedaan individu dibedakan menjadi lima yaitu sumber daya konsumen, motivasi dan keterlibatan, pengetahuan, sikap dan kepribadian, gaya hidup dan demografi. Konsumen memiliki tiga sumber daya utama yang mereka gunakan dalam proses pertukaran dan melalui proses ini pemasar memberikan barang dan jasa. Ketiga sumber daya ini adalah ekonomi, temporal, dan kognitif. Persepsi konsumen mengenai sumber daya yang tersedia mungkin mempengaruhi waktu kesediaan untuk menggunakan uang atau waktu untuk produk. Pembelian sangat dipengaruhi oleh pendapatan konsumen. Kekayaan adalah variabel yang sangat menarik bagi pemasar. Sumber daya konsumen yang besar kedua adalah waktu. Produk dan jasa yang diklasifikasikan menurut sifat waktu disebut barang waktu. Barang yang menggunakan waktu mensyaratkan pemakaian waktu dengan produknya dan menyertakan produk. Produk yang menghemat waktu memungkinkan konsumen meningkatkan waktu leluasa mereka melalui pembelian jasa atau barang yang mengurangi waktu yang diperlukan dalam kegiatan lain. Konseptualisasi kontemporer adalah anggaran waktu, yang mencakupi
waktu yang dibayar, waktu wajib, dan waktu leluasa. Jenis sumber daya konsumen yang besar ketiga adalah kapasitas kognitif. Alokasi dari kapasitas kognitif dikenal sebagai perhatian. Karena kapasitas ini terbatas, orang harus selektif dalam apa yang mereka perhatikan dan berapa banyak perhatian dialokasikan selama pengolahan informasi. Kebutuhan adalah variabel utama dalam motivasi. Kebutuhan didefinisikan sebagai perbedaan yang disadari antara keadaan ideal dan keadaan sebenarnya, yang memadai untuk mengaktifkan perilaku. Bila kebutuhan diaktifkan, hal ini menimbulkan dorongan (perilaku yang diberi tenaga), yang disalurkan ke arah tujuan tertentu yang sudah dipelajari sebagai insentif. Keterlibatan adalah faktor penting dalam mengerti motivasi. Keterlibatan mengacu pada tingkat relevansi yang disadari dalam tindakan pembelian dan konsumsi. Bila keterlibatan tinggi, ada motivasi untuk memperoleh dan mengolah informasi dan kemungkinan yang jauh lebih besar dari pemecahan masalah yang diperluas. Pengetahuan merupakan informasi yang disimpan di dalam ingatan konsumen. Informasi yang dipegang oleh konsumen mengenai produk akan sangat mempengaruhi pola pembelian. Sikap didefinisikan sebagai evaluasi menyeluruh. Intensitas, dukungan, dan kepercayaan adalah sifat penting dari sikap. Hubungan sikap-perilaku seharusnya bertumbuh lebih kuat dari pengukuran sikap menetapkan secara benar komponen tindakan, target, waktu, dan konteks, interval waktu antara pengukuran sikap dan perilaku menjadi lebih singkat, sikap didasarkan pada pengalaman langsung dan perilaku menjadi kurang dipengaruhi oleh pengaruh sosial. Kepribadian, nilai dan gaya hidup merupakan sistem yang penting untuk mengerti mengapa orang memperlihatkan perbedaan dalam konsumsi produk dan preferensi merek. Kepribadian didefinisikan sebagai respon yang konsisten terhadap stimulus lingkungan. Gaya hidup adalah pola dimana orang hidup dan menghabiskan waktu serta uang. Gaya hidup adalah hasil dari jajaran total ekonomi budaya, dan kekuatan kehidupan sosial yang menyokong kualitas manusia seseorang. Gaya hidup dan kepribadian yang mendasari atau nilai yang dapat direfleksikan agar lebih tampak. Demografi adalah
karakteristik dimiliki oleh masyarakat dapat berupa umur, jenis kelamin, pekerjaan dan pendapatan. c. Proses psikologis, merupakan hal penting dalam mempengaruhi konsumen dalam proses keputusan. Ada tiga proses psikologis utama yaitu pemrosesan informasi, pembelajaran, dan perubahan sikap atau perilaku. Pemrosesan informasi adalah proses dimana suatu stimulus diterima, ditafsirkan, disimpan di dalam ingatan, dan belakangan diperoleh kembali. Pembelajaran
didefinisikan
sebagai
proses
dimana
pengalaman
menyebabkan perubahan dalam pengetahuan, sikap, dan atau perilaku. Perubahan sikap dan perilaku menjadi sasaran pemasaran karena dapat dipengaruhi oleh berbagai situasi. 3.1.5 Proses Keputusan Pembelian Menurut Engel et al (1995) terdapat lima tahapan proses pengambilan keputusan konsumen yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan hasil atau perilaku pasca pembelian. Secara umum proses pengambilan keputusan pembelian dapat dilihat pada Gambar 3.
Pengenalan
Pencarian
Evaluasi
Keputusan
Kebutuhan
Informasi
Alternatif
Pembelian
Perilaku Pasca Pembelian
Gambar 3. Tahapan Proses Pengambilan Keputusan Konsumen Sumber : Engel, Blackwell, dan Miniard (1994)
3.1.5.1 Pengenalan Kebutuhan Menurut Engel et al (1995) pengenalan kebutuhan didefinisikan sebagai persepsi atas perbedaan antara keadaan yang diinginkan dan situasi aktual yang memadai untuk menggugah dan mengaktifkan proses keputusan. Pengenalan kebutuhan pada hakikatnya bergantung pada berapa banyak ketidaksesuaian yang ada di antara keadaan aktual (yaitu situasi konsumen sekarang) dan keadaan yang diinginkan (yaitu situasi yang konsumen inginkan). Ketika ketidaksesuaian ini melebihi tingkat atau ambang tertentu, kebutuhan pun dikenali. Jika ketidaksesuaian berada di bawah tingkat ambang, maka pengenalan kebutuhan
pun tidak terjadi. Suatu kebutuhan harus lebih dahulu diaktifkan sebelum dapat dikenali. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pengaktifan kebutuhan yaitu keadaan yang berubah, pemerolehan produk, konsumsi produk, pengaruh pemasaran, dan perbedaan individu. Secara umum proses pengenalan kebutuhan dapat dilihat pada Gambar 4. Keadaan Yang Diinginkan
Dibawah Ambang
Keadaan Aktual Tingkat Ketidaksesuaian
Tidak Ada Pengenalan Kebutuhan
Diatas Ambang
Pengenalan Kebutuhan
Gambar 4. Proses Pengenalan Kebutuhan Berpusat pada Tingkat Ketidaksesuaian Sumber: Engel, Blackwell dan Miniard (1994)
3.1.5.2 Pencarian Informasi Menurut Engel et al (1995) pencarian informasi merupakan tahap kedua dari proses pengambilan keputusan yang didefinisikan sebagai aktivasi termotivasi dari pengetahuan yang tersimpan di dalam ingatan atau pemerolehan informasi dari lingkungan. Pencarian informasi dibedakan menjadi dua macam yaitu pencarian internal dan pencarian eksternal. a. Pencarian Internal Pencarian internal adalah pencarian informasi melalui ingatan untuk melihat pengetahuan yang relevan dengan keputusan yang tersimpan di dalam ingatan jangka panjang. Jika pencarian informasi ini mengungkapkan informasi yang memadai untuk memberikan arah tindakan yang memuaskan, maka pencarian eksternal tidak diperlukan. b. Pencarian Eksternal Pencarian eksternal diperlukan jika pencarian internal terbukti tidak mencukupi sehingga konsumen mungkin memutuskan untuk mengumpulkan informasi tambahan dari lingkungan. Menurut Kottler (2004) sumber-sumber
informasi utama yang menjadi acuan konsumen dan pengaruh relatif tiap sumber terhadap keputusan pembelian selanjutnya yaitu digolongkan kedalam empat kelompok : 1.
Sumber pribadi
: keluarga, teman, tetangga, kenalan
2.
Sumber komersial
: iklan, wiraniaga, penyalur, kemasan dan pajangan
3.
Sumber publik
: media massa, organisasi penentu peringkat konsumen
4.
Sumber pengalaman : penanganan, pengkajian, dan pemakaian produk
3.1.5.3 Evaluasi Alternatif Menurut Engel et al (1995) evaluasi alternatif merupakan tahap ketiga dari proses pengambilan keputusan dimana konsumen mengevaluasi alternatifalternatif dan diseleksi untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Pada tahap ini terdapat empat komponen dasar proses evaluasi alternatif yaitu (1) menentukan kriteria evaluasi yang akan digunakan untuk menilai alternatif, (2) memutuskan alternatif mana yang akan dipertimbangkan, (3) menilai kinerja dari alternatif yang dipertimbangkan, dan (4) memilih dan menerapkan kaidah keputusan untuk membuat pilihan akhir. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 5. Menentukan Kriteria
Menentukan Alternatif
Menilai Kinerja Alternatif Menerapkan Kaidah Keputusan Gambar 5. Komponen Dasar Proses Evaluasi Alternatif Sumber: Engel, Blackwell dan Miniard (1994)
Pada tahap ini, konsumen menggunakan kriteria evaluasi sebagai atribut yang digunakan dalam menilai alternatif-alternatif pilihan sehingga dapat memberikan manfaat yang dicari dan memuaskan kebutuhan tersebut. Kriteria evaluasi tidak lebih daripada dimensi atau atribut tertentu yang digunakan dalam menilai alternatif-alternatif pilihan. Kriteria evaluasi yang sering digunakan konsumen untuk mempertimbangkan evaluasi alternatif yaitu harga, nama merek,
negara asal, dan kriteria evaluasi yang bersifat hedonik (prestise, status). Kriteria evaluasi tertentu yang digunakan oleh konsumen selama pengambilan keputusan akan bergantung pada beberapa faktor yaitu pengaruh situasi, kesamaan alternatifalternatif pilihan, motivasi, keterlibatan, dan pengetahuan. Setelah kriteria evaluasi, selanjutnya konsumen harus menentukan perangkat alternatif yang dari suatu pilihan yang akan dibuat (perangkat pertimbangan) yang bergantung pada kemampuan konsumen untuk mengingat informasi-informasi yang bertahan dalam ingatan. Tahap terakhir setelah melakukan penilaian terhadap alternatifalternatif pilihan adalah menyeleksi kaidah keputusan. Kaidah keputusan menggambarkan strategi atau prosedur yang digunakan untuk membuat pilihan akhir. Kaidah ini disimpan di dalam ingatan dan diperoleh kembali jika diperlukan. 3.1.5.4 Keputusan Pembelian Menurut Engel et al (1995) tindakan pembelian adalah tahap besar terakhir di dalam model perilaku konsumen. Sekarang konsumen harus mengambil tiga keputusan yaitu (1) kapan membeli, (2) dimana membeli, dan (3) bagaimana membayar. Pembelian merupakan fungsi dari dua determinan yaitu (1) niat dan (2) pengaruh lingkungan dan atau perbedaan individu. Niat pembelian konsumen dimasukkan ke dalam dua kategori yaitu (1) baik produk maupun merek dan (2) kelas produk saja. Niat kategori pertama umumnya disebut pembelian yang terencana sepenuhnya. Hal ini merupakan hasil dari keterlibatan tinggi dan pemecahan masalah yang diperluas. Konsumen akan lebih bersedia menginvestasikan waktu dan energi dalam berbelanja dan membeli. Pada niat kategori kedua disebut sebagai pembelian terencana walaupun pilihan merek dibuat di tempat penjualan. Menurut Kotler (2004) terdapat dua faktor yang berada diantara niat pembelian dan keputusan pembelian yaitu sikap orang lain dan faktor situasi yang tidak terantisipasi. Sejauh mana sikap orang lain mengurangi alternatif yang disukai seseorang akan bergantung pada dua hal, yaitu (1) intensitas sikap negatif orang lain terhadap alternatif yang disukai konsumen dan (2) motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain. Semakin gencar sikap negatif orang lain dan semakin dekat orang tersebut dengan konsumen, semakin besar konsumen akan
mengubah niat pembeliannya. Keadaan sebaliknya juga berlaku jika preferensi seorang pembeli terhadap suatu merek akan meningkat jika seseorang yang ia sukai juga sangat menyukai merek yang sama. Faktor kedua yaitu faktor situasi yang tidak terantisipasi yang dapat muncul dan mengubah niat pembeli. 3.1.5.5 Hasil atau Perilaku Pasca Pembelian Menurut Engel et al (1995) perilaku pasca pembelian yang hasilnya adalah kepuasan atau ketidakpuasan. Kepuasan berfungsi mengukuhkan loyalitas pembeli, sementara ketidakpuasan dapat menyebabkan keluhan, komunikasi lisan yang negatif, dan upaya untuk menuntut ganti rugi melalui sarana hukum Menurut Sumarwan (2004) didalam suatu proses keputusan, konsumen tidak akan berhenti hanya sampai proses konsumsi. Konsumen akan melakukan proses evaluasi terhadap konsumsi yang telah dilakukannya. Hasil dari proses evaluasi pasca konsumsi adalah konsumen puas atau tidak puas terhadap produk atau merek yang telah dilakukannya. Setelah mengkonsumsi suatu produk atau jasa, konsumen akan memiliki perasaan puas atau tidak puas terhadap produk atau jasa yang dikonsumsinya. Kepuasan akan mendorong konsumen membeli dan mengkonsumsi ulang produk tersebut. Sebaliknya perasaan yang tidak puas akan menyebabkan konsumen kecewa dan menghentikan pembelian kembali dan konsumsi produk tersebut. 3.1.6
Jenis-Jenis Perilaku Keputusan Pembelian Menurut Kotler dan Amstrong (2008) proses perilaku keputusan
pembelian suatu produk dapat dibedakan menjadi empat perilaku keputusan pembelian. Keputusan yang lebih kompleks biasanya melibatkan peserta pembelian dan pertimbangan pembeli yang lebih banyak. Tipe perilaku pembelian konsumen berdasarkan tingkat keterlibatan pembeli dan tingkat perbedaan di antara merek yaitu sebagai berikut : 1. Perilaku Pembelian Kompleks Perilaku pembelian kompleks adalah perilaku pembelian konsumen dalam situasi yang ditentukan oleh keterlibatan konsumen yang tinggi dalam pembelian dan perbedaan yang dianggap signifikan antarmerek. Pembeli akan melewati proses pembelajaran, mula-mula mengembangkan keyakinan tentang produk, lalu
sikap, dan kemudian membuat pilihan pembelian yang dipikirkan masak-masak. Pemasar produk yang memerlukan keterlibatan tinggi harus memahami pengumpulan informasi dan perilaku evaluasi yang dilakukan konsumen dengan keterlibatan tinggi. Para pemasar perlu membantu konsumen untuk mempelajari atribut produk dan kepentingan relatif atribut tersebut. Pemasar harus membedakan fitur mereknya, mungkin dengan menggambarkan kelebihan merek lewat media cetak dengan teks yang panjang. Mereka harus memotivasi wiraniaga toko dan orang yang memberi penjelasan kepada pembeli untuk mempengaruhi pilihan merek akhir. 2. Perilaku Pembelian Pengurangan Disonansi Perilaku pembelian pengurangan disonasi adalah perilaku pembelian konsumen dalam situasi yang mempunyai karakter keterlibatan tinggi tetapi hanya ada sedikit anggapan perbedaan antarmerek. Perilaku pembelian pengurangan disonansi terjadi ketika konsumen sangat terlibat dalam pembelian yang mahal, jarang dilakukan, atau berisiko, tetapi hanya melihat sedikit perbedaan antarmerek. Setelah pembelian, konsumen mungkin mengalami disonansi pascapembelian (ketidaknyamanan pascapenjualan) ketika mereka mengetahui kerugian tertentu dari merek yang dibeli atau mendengar hal-hal yang menyenangkan tentang merek yang tidak dibeli. Untuk menghadapi disonansi semacam ini, komunikasi pascapenjualan yang dilakukan pemasar harus memberikan bukti dan dukungan untuk membantu konsumen merasa nyaman dengan pilihan merek mereka. 3. Perilaku Pembelian Kebiasaan Perilaku pembelian kebiasaan terjadi jika perilaku pembelian konsumen dalam situasi yang mempunyai karakter keterlibatan konsumen rendah dan anggapan perbedaan merek sedikit. Perilaku ini dilakukan oleh konsumen dikarenakan konsumen tidak mempunyai komitmen yang tinggi terhadap merek apapun, pemasar produk keterlibatan rendah dengan sedikit perbedaan merek sering menggunakan promosi harga dan penjualan untuk merangsang percobaan produk.
4. Perilaku Pembelian Mencari Keragaman Perilaku pembelian mencari keragaman terjadi ketika konsumen yang mempunyai karakter keterlibatan konsumen yang rendah tetapi dengan anggapan perbedaan merek yang signifikan. Pemasar memiliki strategi pemasaran yang berbeda-beda. 3.1.7
Bauran Pemasaran (Marketing Mix) Menurut Kotler dan Amstrong (2008) bauran pemasaran (marketing mix)
adalah sekumpulan alat pemasaran taktis terkendali dari produk, harga, tempat, dan promosi yang dibaurkan perusahaan untuk menghasilkan respon yang diinginkan di pasar sasaran. Menurut Tjiptono (2007) bauran pemasaran adalah seperangkat alat yang dapat digunakan pemasar untuk membentuk karakteristik jasa yang ditawarkan kepada pelanggan. Bauran pemasaran pada produk barang mencakup 4P yaitu product, price, promotion dan place. Namun untuk bauran pemasaran pada produk jasa terdapat tiga indikator tambahan yaitu people, process, dan physical evidence. Adapun karakteristik-karakteristik bauran pemasaran jasa dapat diuraikan sebagai berikut : 1.
Product (Produk) Produk adalah semua yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk diperhatikan, diakuisisi, digunakan, atau dikonsumsi dan dapat memuaskan kebutuhan atau keinginan (Kotler dan Amstrong 2008). Menurut Tjiptono (2007) produk adalah bentuk penawaran organisasi jasa yang ditujukan untuk mencapai tujuan organisasi melalui pemuasan kebutuhan dan keinginan pelanggan. Keputusan bauran produk yang dihadapi pemasar jasa bisa sangat berbeda dengan yang dihadapi pemasar barang. Produk pada jasa bersifat tidak nyata atau tidak dapat diamati secara langsung sehingga dapat diamati pada prosesnya bukan pada hasilnya.
2.
Price (Harga) Harga adalah jumlah uang yang dikenakan kepada suatu produk atau jasa, atau jumlah nilai yang dipertukarkan konsumen untuk mendapatkan manfaat memiliki atau menggunakan produk atau jasa (Kotler dan Amstrong 2008). Menurut Tjiptono (2007) harga adalah keputusan bauran harga berkenaan dengan kebijakan strategis dan taktis, seperti tingkat harga, struktur diskon,
syarat pembayaran, dan tingkat diskriminasi harga di antara berbagai kelompok pelanggan. Penetapan harga yang terlalu murah dan jauh dibawah harga bersaing akan mengesankan jasa tersebut berkualitas rendah, begitu pula sebaliknya. Penetapan harga harus benar melalui proses pertimbangan yang cukup matang dan rasional serta diikuti dengan komunikasi yang cukup. 3.
Promotion (Promosi) Promosi adalah aktivitas yang menyampaikan manfaat produk dan membujuk pelanggan membelinya (Kotler dan Amstrong 2008). Menurut Tjiptono (2007) promosi adalah metode untuk mengomunikasikan manfaat jasa kepada pelanggan potensial dan aktual. Promosi merupakan elemen penting dalam perusahaan jasa yang berguna untuk mengkomunikasikan manfaat jasa kepada konsumen. Dalam industri jasa komunikasi word of mouth merupakan promosi yang paling efektif dalam mempengaruhi konsumen terhadap produk jasa yang ditawarkan. Promosi melalui word of mouth memiliki kelemahan yaitu pada kebenaran dari informasi promosi yang diberikan, seperti apabila tidak sesuai dengan kebenarannya akan membuat konsumen benar-benar pergi dan tidak kembali lagi. Lain halnya apabila promosi yang diberikan sesuai dengan informasi yang diberikan, maka konsumen akan senang dan kembali lagi karena tidak merasa dibohongi.
4.
Place (Tempat) Tempat adalah kegiatan perusahaan yang membuat produk tersedia bagi pelanggan sasaran (Kotler dan Amstrong 2008). Menurut Tjiptono (2007) tempat adalah keputusan distribusi menyangkut kemudahan akses terhadap jasa bagi para pelanggan potensial. Pada perusahaan jasa yang berbasis personil dimana penyedia jasa dapat mendatangi konsumen yang fokusnya untuk mempermudah konsumen menghubungi perusahaan, misalnya dengan menambah jalur telepon, memperbanyak operator telepon dan lain-lain.
5.
People (Orang) Sebagian perusahaan jasa, karyawan merupakan unsur vital dalam bauran pemasaran (Tjiptono 2007). Jika perusahaan barang manufaktur, pelanggan tidak akan berpengaruh, misalnya oleh pakaian yang dipakai karyawan,
bahasa yang digunakan maupun sifat buruk lainnya yang mungkin tidak akan mempengaruhi barang yang dihasilkan. 6.
Process (Proses) Dalam perusahaan jasa, proses produksi lebih penting daripada hasilnya. Hal ini terjadi karena interaksi langsung antara produsen yang melakukan proses produksi dengan konsumen yang mengkonsumsi jasa pada saat bersamaan. Dalam perusahaan jasa, manajemen pemasaran dan manajemen operasi terkait erat dan sulit dibedakan dengan tegas.
7.
Physical Evidence (Bukti Fisik) Karakterisitik yang bersifat intangible, pada jasa menyebabkan pelanggan potensial tidak bisa menilai suatu jasa sebelum mengkonsumsinya. Ini menyebabkan risiko yang dipersepsikan konsumen dalam keputusan pembelian semakin besar (Tjiptono 2007). Tantangan kritis dalam pemasaran jasa membuat jasa lebih nyata dengan cara menawarkan bukti fisik dari karakteristik jasa. Konsumen tidak dapat melihat jasa yang ditawarkan. Apabila berbagai bukti fisik ini dikelola dengan baik akan memudahkan konsumen dalam menilai jasa dan mengurangi risiko dalam pengambilan keputusan.
3.1.8
Konsep Kepuasan Konsumen Di dalam suatu proses keputusan pembelian, konsumen tidak akan
berhenti hanya sampai proses konsumsi tetapi konsumen juga akan melakukan proses evaluasi terhadap konsumsi yang telah dilakukannya yaitu konsumen puas atau tidak puas terhadap konsumsi produk yang telah dilakukannya. Menurut Sumarwan (2004) kepuasan merupakan proses evaluasi terhadap suatu produk yang dilakukan oleh konsumen pasca pembelian suatu produk. Kepuasan akan memberikan dampak yang baik bagi produsen karena konsumen telah mencapai tujuan yang diinginkan dalam mengkonsumsi suatu produk. Menurut Kotler dan Amstrong (2008) kepuasan adalah tingkatan dimana kinerja anggapan produk sesuai dengan ekspektasi pembeli yang dimana kinerja produk tidak memenuhi ekspektasi, pelanggan akan merasa kecewa. Jika kinerja produk sesuai dengan ekspektasi, pelanggan akan merasa puas. Jika kinerja melebihi ekspektasi, pelanggan akan merasa sangat puas. Menurut Engel et al
(1995) kepuasan adalah evaluasi pascakonsumsi bahwa suatu alternatif yang dipilih setidaknya memenuhi atau melebihi harapan. Dalam membeli produk atau jasa, jika konsumen dapat memenuhi keinginannya yaitu mencapai kepuasan dalam membeli suatu produk atau jasa maka konsumen akan terdorong untuk membeli dan mengkonsumsi secara berulang dan akan menjadi pelanggan terhadap suatu produk. Menurut Sumarwan (2011) teori yang menjelaskan bagaimana kepuasan dan ketidakpuasan konsumen terbentuk adalah The Expectancy Disconfirmation Model. Teori ini menyatakan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan konsumen merupakan dampak dari perbandingan antara harapan konsumen sebelum pembelian dengan yang sesungguhnya diperoleh oleh konsumen dari produk yang dibeli tersebut. Konsumen akan membeli suatu produk jika memiliki harapan tentang bagaimana produk tersebut berfungsi. Konsumen akan memiliki harapan mengenai bagaimana produk tersebut seharusnya berfungsi, jika harapan tersebut adalah standar kualitas yang akan dibandingkan dengan fungsi atau kualitas produk yang sesungguhnya dirasakan konsumen. Fungsi produk yang sesungguhnya dirasakan konsumen sebenarnya adalah persepsi konsumen terhadap kualitas produk tersebut. 3.1.8.1 Pengukuran Kepuasan Konsumen Menurut Kotler et al (2004) dalam Tjiptono dan Chandra (2007) mengidentifikasi empat metode untuk mengukur kepuasan pelanggan. Keempat metode diantaranya sebagai berikut : 1.
Sistem Keluhan dan Saran Setiap perusahaan yang berorientasi pada pelanggan perlu menyediakan kesempatan dan akses yang mudah dan nyaman bagi para pelanggannya guna menyampaikan saran, kritik, pendapat, dan keluhan. Media yang digunakan bisa berupa kotak saran yang ditempatkan di lokasi-lokasi strategis, kartu komentar, saluran telepon khusus bebas pulsa, website, dan lain-lain. Informasi-informasi yang diperoleh melalui metode ini dapat memberikan ide-ide baru dan masukan yang berharga kepada perusahaan, sehingga memungkinkannya bereaksi secara tanggap dan cepat untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul.
2.
Belanja Siluman (Ghost Shopping) Salah satu cara memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan adalah dengan memperkerjakan beberapa orang untuk berpura-pura sebagai pelanggan potensial produk perusahaan dan pesaing. Pembelanja siluman biasanya mengamati secara seksama dan menilai cara perusahaan dan pesaingnya melayani permintaan spesifik pelanggan, menjawab pertanyaan pelanggan dan menangani setiap keluhan.
3.
Analisis Pelanggan yang Hilang (Lost Customer Analysis) Analisis pelanggan yang hilang penting untuk dilakukan untuk mempelajari alasan konsumen berhenti membeli atau berganti pemasok. Perusahaan juga memantau seberapa besar tingkat kehilangan pelanggan tersebut. Jika tingkat kehilangan pelanggan meningkat menunjukkan kegagalan perusahaan dalam memuaskan pelanggan.
4.
Survei Kepuasan Pelanggan Perusahaan yang responsif akan mengukur kepuasan pelanggan secara langsung melalui survei berkala dengan bertanya langsung atau mengirim daftar pertanyaan konsumen yang ditetapkan sebagai responden. Survei ini berguna untuk mengajukan pertanyaan tambahan mengenai keinginan konsumen untuk membeli ulang dan mengukur kesediaan konsumen untuk merekomendasikan produk suatu perusahaan kepada orang lain. Survei ini bertujuan agar perusahaan memperoleh tanggapan dan balikan secara langsung dari pelanggan dan juga memberikan kesan positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap para pelanggannya.
Menurut Rangkuti (2006), kepuasan pelanggan dapat diukur dengan cara berikut: 1. Traditional Approach Berdasarkan pendekatan ini konsumen diminta memberikan penilaian atas masing–masing indikator produk atau jasa yang mereka nikmati. Pada umumnya, pendekatan ini menggunakan skala Likert, yaitu dengan cara memberikan rating dari 1 (sangat tidak puas) sampai 5 (sangat puas sekali). Kemudian, konsumen diminta untuk memberikan penilaian atas produk atau jasa tersebut secara keseluruhan. Pengukuran kepuasan dalam penelitian ini
menggunakan skala Likert. Skala Likert merupakan skala yang dapat menunjukkan tanggapan konsumen terhadap dua produk. 2. Analisis deskriptif Analisis kepuasan pelanggan sering kali hanya mengetahui pelanggan tersebut puas atau tidak dengan menggunakan analisis statistik secara deskriptif, seperti perhitungan rata-rata, nilai distribusi serta standar deviasi. Analisis kepuasan pelanggan sebaiknya dilanjutkan dengan cara membandingkan hasil kepuasan tahun lalu dengan hasil tahun ini sehingga kecenderungan perkembangannya dapat ditentukan. Analisis deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk menunjukkan karakteristik dan informasi mengenai perilaku konsumen. 3. Pendekatan secara terstruktur Pendekatan ini sering kali digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan. Salah satu teknik yang paling terkenal adalah sematic differential dengan menggunakan prosedur scalling. Caranya adalah responden diminta untuk memberikan penilaiannya terhadap suatu produk atau fasilitas. Penilaian ini juga dapat dilakukan dengan membandingkan suatu produk atau fasilitas lainnya dengan syarat variabel yang diukur sama. Salah satu bentuk pendekatan secara terstruktur adalah analisis Importance Performance Matrix. Matriks ini terdiri dari empat kuadran yaitu kuadran pertama terletak di sebelah kiri atas, kuadran kedua di sebelah kanan atas, kuadran ketiga di sebelah kiri bawah, dan kuadran keempat di sebelah kanan bawah. 3.1.8.2 Pengukuran Loyalitas Konsumen Menurut Aaker (1997), loyalitas konsumen dapat diukur berdasarkan tingkatan sebagai berikut: 1.
Switch Buyer Pembeli yang termasuk dalam tingkatan ini memiliki tingkat loyalitas
yang paling dasar. Semakin sering pembelian konsumen berpindah dari satu merk ke merk lain mengindikasikan bahwa mereka tidak loyal atau tidak tertarik pada merk tersebut, karena semua merk dianggap memadai dan memegang peranan kecil dalam keputusan pembelian. Ciri yang paling terlihat pada kategori ini adalah konsumen membeli suatu produk karena harganya yang murah.
2.
Habitual Buyer Pembeli yang termasuk pada tingkatan ini berarti mengalami kepuasan
dalam mengkonsumsi merk suatu produk. Mereka mengkonsumsi suatu merk hanya berdasarkan kebiasaan selama ini, sehingga tidak ada alasan yang kuat baginya untuk membeli merk produk lain atau berganti merk, terlebih jika peralihan tersebut membutuhkan usaha, biaya dan pengorbanan lain. 3.
Satisfied Buyer Pembeli pada tingkatan ini termasuk dalam kategori konsumen yang puas
dengan merk yang mereka konsumsi. Namun, pembeli pada kategori ini dapat menanggung switching cost atau biaya peralihan merk atau perubahan yang dilakukan merk tersebut sehingga membutuhkan biaya peralihan untuk mendapatkannya. Konsumen kategori ini rela menanggung biaya peralihan untuk mendapatkan merek yang akan dikonsumsinya tersebut. 4.
Liking the Brand Pada kategori ini pembeli yang sungguh–sungguh menyukai merek
tersebut. Pada tingkatan ini dijumpai perasaan emosional terhadap merek. Rasa suka didasari oleh asosiasi yang berkaitan dengan simbol, rangkaian pengalaman menggunakan merek tersebut sebelumnya, atau persepsi kualitas yang tinggi. 5.
Commited Buyer Pada tahap kategori ini pembeli merupakan pelanggan yang setia.
Mereka mempunyai kebanggaan dalam menggunakan suatu merek. Bahkan merek menjadi sangat penting baik dari segi fungsi maupun sebagai ekspresi siapa pengguna sebenarnya. Ciri yang terlihat adalah kesediaan untuk merekomendasikan dan mempromosikan merek yang digunakan kepada orang lain. Bagi merek yang mempunyai brand equity yang kuat, tingkatan dalam brand loyality-nya diharapkan membentuk segitiga terbalik. Segitiga terbalik memiliki arti bahwa semakin ke atas semakin melebar sehingga diperoleh jumlah commited buyer yang lebih besar daripada switcher buyer seperti tampak pada Gambar 6.
Commited Buyer Linking The Brand Satisfied Buyer Habitual Buyer Switcher Buyer
Gambar 6. Piramida Loyalitas Merek Sumber : Engel et al (1994)
3.1.9
Konsep Loyalitas Konsumen Menurut Oliver (1996) yang diterjemahkan oleh Hurriyati (2008) loyalitas
adalah komitmen konsumen bertahan secara mendalam untuk berlangganan kembali atau melakukan pembelian ulang produk/jasa terpilih secara konsisten di masa yang akan datang, meskipun pengaruh situasi dan usaha-usaha pemasaran mempunyai potensi untuk menyebabkan perubahan-perubahan perilaku. Menurut Griffin (2005) konsumen dalam melakukan pembelian suatu produk yang secara berulang hal ini menimbulkan kepuasan konsumen terhadap suatu produk. Kepuasan konsumen yang dilakukan berulang ketika konsumen membeli suatu produk dengan merek yang sama akan menunjukkan loyalitas konsumen terhadap suatu produk. Loyalitas konsumen adalah komitmen yang kuat dari konsumen sehingga bersedia melakukan pembelian ulang terhadap produk barang atau jasa yang disukai secara konsisten dalam jangka panjang. Konsumen yang loyal memiliki peranan yang cukup penting bagi perusahaan menjadi aset bagi perusahaan. Menurut Griffin (2005) karakteristik dari konsumen yang loyal adalah : 1. Melakukan pembelian secara teratur pada merek produk yang sama. 2. Membeli di luar lini produk dan atau jasa. 3. Mereferensikan produk atau jasa ke orang lain. 4. Menunjukkan kekebalan dari daya tarik produk sejenis dari pesaing.
Loyalitas konsumen dapat mengurangi biaya perusahaan karena konsumen yang loyal tidak hanya sebagai pelanggan terhadap suatu produk, melainkan loyalitas konsumen merupakan kesetiaan konsumen terhadap suatu produk. Loyalitas sangat berkaitan erat dengan kepuasan, karena jika seorang konsumen merasa puas maka konsumen tersebut maka secara tidak sengaja konsumen akan timbul rasa loyal terhadap suatu produk. 3.2
Kerangka Pemikiran Operasional Kota Bogor merupakan kota dari salah satu Propinsi di Jawa Barat. Letak
kota Bogor berada di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor dan letaknya sangat dekat dengan ibukota negara, serta merupakan potensi yang strategis bagi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi dan jasa bagi masyarakat Kota Bogor. Kota Bogor juga mengalami perubahan gaya hidup dari gaya hidup tradisional menuju gaya hidup modernisasi yang mengarahkan pola konsumsi makanan untuk beraktivitas diluar rumah. Perubahan gaya hidup menyebabkan masyarakat Kota Bogor semakin menginginkan nilai lebih dari sekedar makan dan gaya hidup telah merubah mengkonsumsi makanan memiliki pencitraan sendiri yang ditawarkan oleh restoran, seperti sarana sebagai berkumpul dan bertemu dengan keluarga maupun kolega dan menemukan suasana berbeda yang jarang ditemukan bila makanan ini dinikmati dirumah. Perubahan pola konsumsi yang terjadi pada sebagian besar masyarakat Kota Bogor saat ini disebabkan oleh kesibukan terhadap pekerjaan yang banyak menyita waktu sehingga mereka tidak lagi sempat untuk menyiapkan makanan di rumah. Kesibukan terhadap pekerjaan itu yang dapat menimbulkan masyarakat terbiasa untuk makan di luar rumah yang dinilai oleh konsumen lebih praktis, berkualitas, dan cepat saji. Selain dinilai lebih praktis, konsumen juga mengkonsumsi makanan yang menyehatkan dan bergizi. Konsumen tidak hanya mengkonsumsi suatu produk melainkan juga membutuhkan kenyamanan dalam mengkonsumsi suatu produk tersebut sehingga konsumen mendapatkan kepuasan yang maksimal. Selain membutuhkan kenyamanan dalam mengkonsumsi suatu produk, permintaan yang selalu dicari oleh konsumen yaitu inovasi terhadap produk atau produk lama yang telah dimodifikasi yang dapat memberikan peluang
bagi perusahaan untuk dapat memenuhi keinginan masyarakat Kota Bogor dalam memenuhi kebutuhannya. Salah satunya yaitu Restoran Karimata yang terletak di daerah Bogor tepatnya di daerah The Grand Sentul City yang menyajikan makanan beraneka ragam dari ikan patin, ikan gurame, ayam, udang, cumi dan menu-menu lainnya yang terdapat di Restoran Karimata dan para pengunjung juga dimanjakan dengan pemandangan yang indah dalam menyantap makanannya. Restoran Karimata memiliki jumlah pengunjung yang cenderung mengalami kenaikan tetapi pada bulan Juni 2011, November 2011, dan Februari 2012 mengalami penurunan. Dampak dari penurunan pengunjung pihak restoran mengalami penurunan pendapatan yang tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh pihak Restoran. Selain itu juga karena adanya keluhan konsumen seperti, area parkir yang kurang luas. Beragam restoran yang berada di sekitar Restoran Karimata mengakibatkan konsumen memiliki kebebasan untuk memilih restoran sehingga menciptakan situasi persaingan yang sangat ketat. Akibat dari penurunan jumlah pendapatan yang diterima oleh Restoran Karimata dan banyaknya pesaing disekitar restoran. Restoran Karimata belum dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan yang konsumen inginkan sehingga dibutuhkan analisis kepuasan dan loyalitas melalui perilaku konsumen. Kepuasan konsumen menjadi hal utama yang harus diperhatikan dalam menghadapi persaingan. Perusahaan juga harus mengetahui sejauh mana atributatribut perusahaan memiliki kinerja yang dapat membuat konsumen puas dan konsumen loyal terhadap produk yang diciptakan perusahaan. Loyalitas konsumen terbentuk dari pengunjung yang sering melakukan pembelian dan dapat meningkatkan keuntungan pada perusahaan dalam jangka panjang. Restoran Karimata perlu mengetahui tingkat kepuasan dan loyalitas yang dimiliki konsumennya. Analisis perilaku konsumen dimulai dari mengidentifikasi karakteristik konsumen, tahapan proses perilaku pembelian dan mengukur kepuasan konsumen. Identifikasi karakteristik demografi konsumen yang terdiri dari usia, jenis kelamin, pendidikan, pernikahan, pekerjaan, dan pendapatan kemudian dilakukan dengan analisis statistik deskriptif. Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui proses pengambilan keputusan dan analisis tingkat loyalitas.
Pengukuran untuk kepuasan konsumen digunakan dengan alat analisis Customer Satisfaction Index (CSI) dengan melakukan pembobotan terhadap tingkat kepentingan dan tingkat kinerja atribut produk, sehingga diperoleh indeks kepuasan konsumen secara keseluruhan. Tahapan berikutnya yaitu menggunakan analisis Importance Performance Analysis (IPA) yang digunakan untuk melakukan perbaikan atribut dan pemetaan persepsi konsumen terhadap tingkat kepentingan dan kinerja atribut sehingga dapat dilakukan perbaikan-perbaikan atirbut yang diperlukan. Setelah mengukur tingkat kepuasan konsumen, kemudian dilakukan pengukuran loyalitas konsumen dengan menggunakan analisis tingkat loyalitas atau piramida loyalitas. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tingkat kepuasan, informasi tingkat loyalitas dan rekomendasi perbaikan atribut yang perlu dilakukan agar pendapatan yang diperoleh Restoran Karimata dapat meningkat.
Peningkatan jumlah penduduk Kota Bogor. Perubahan gaya hidup masyarakat Pola konsumsi masyarakat yang berubah Peningkatan jumlah restoran Kota Bogor menyebabkan persaingan
Restoran Karimata dengan jumlah pengunjung yang mengalami penurunan pada bulan tertentu dan banyaknya pesaing di sekitar restoran serta adanya keluhan konsumen
Kebutuhan akan pengetahuan mengenai penilaian atribut-atribut dengan menggunakan pendekatan analisis perilaku konsumen.
Analisis Karakteristik Konsumen dan Proses Keputusan Pembelian
Bauran Pemasaran 7P : Price, Product, Promotion, Place, People, Process, Physical Evidence
Analisis Kepuasan Konsumen
Analisis Loyalitas Konsumen
Informasi Tingkat Kepuasan dan Loyalitas Konsumen dan rekomendasi perbaikan atribut yang diperlukan Restoran Karimata
Gambar 7. Kerangka Pemikiran Operasional