KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Kemiskinan dan kesenjangan sosial pada kehidupan nelayan menjadi salah satu perhatian utama bagi kebijakan sektor perikanan. Menurut pemerintah bahwa kemiskinan dan keterbelakangan nelayan antara lain disebabkan karena hasil tangkapan yang sangat kecil sementara stok ikan masih sangat melimpah. Kecilnya hasil tangkapan tersebut antara lain disebabkan karena penggunaan sarana tangkap yang kurang memadai yakni dengan menggunakan teknologi sederhana. Teknologi sederhana tersebut hanya dapat menjangkau wilayah pinggir pantai dengan populasi ikan yang sangat terbatas Pemerintah memandang perlu untuk memperbaiki taraf hidup nelayan. Realisasinya dilakukan antara lain dalam bentuk modernisasi perikanan (Revolusi Biru). Hal penting modernisasi perikanan adalah melalui perbaikan teknologi kapal atau alat tangkap untuk peningkatan produksi. Salah satu aspek penting dari modernisasi bidang perikanan ini adalah subtitusi teknik produksi dari cara-cara tradisional kepada cara yang lebih rasional. Perihal kebijakan modernisasi ini diharapkan terjadi peningkatan produktivitas yang dampkanya seara langsung dapat memperbaiki kesejahteraan nelayan. Dalam satu komunitas yang komunal seperti halnya Suku Bajo masuknya program modernisasi tidak langsung diterima begitu saja oleh anggota komunitasnya, walaupun berhubungan dengan kepentingan mereka sendiri. Penerimaan maupun penolakan berkaitan dengan proses mental sejak seseorang mengetahui adanya inovasi, pelapisan sosial dalam masyarakat, pola ekologi dan kebijakan pemerintah, disamping nilai-nilai serta budaya masyarakat itu sendiri. Suku Bajo sebagai suku bangsa yang dominan menempati pesisir pantai dan kepulauan, memilih usaha penangkapan ikan sebagai mata pencaharian satu-satunya untuk memenuhi berbagai jenis kebutuhannya. Disamping itu, kecenderungan hidup dengan budaya laut dan nelayan menjadikan laut dekat dan “bersahabat” dengan mereka sejak turun temurun. Dalam pandangan orang Bajo, laut adalah segalanya. Dengan teknologi yang tergolong sederhana, sebenarnya kemampuan mereka untuk mendapatkan ikan hanya cukup untuk keperluan sehari-hari. Ternyata, selama berabad-abad, teknologi menangkap ikan yang dimiliki orang Bajo sama sekali tak mengalami perubahan. Sejarah panjang serta budaya tersebut menyebabkan pemaknaan laut
serta pekerjaan nelayan secara ekonomis, sosiologis, psikologi, teologis serta makna budaya sangat penting sebagai salah satu variabel yang berhubungan dengan respons (kecepatan adopsi) terhadap inovasi baru yang berkaitan dengan eksplotasi sumberdaya laut. Suatu hal yang sangat mempengaruhi keputusan adopsi dalam konteks nelayan adalah sejauhmana mereka memaknai laut dan pekerjaan nelayan. Variabel yang mempengaruhi makna adalah faktor sosial ekonomi individu dalam hal ini karakteristik seseorang, faktor lingkungan berupa kondisi alam, kebijakan pemerintah maupun sosial budaya masyarakat serta hubungan dan keterlibatan pada obyek antara individu dengan obyek yang dimaknai. Dalam konteks nelayan, hubungan dengan laut dan pekerjaan sebagai nelayan terkait dengan pengalaman usaha menangkap ikan, lamanya tinggal dan menetap di pantai serta kepentingan terhadap laut dan pekerjaan nelayan itu sendiri. Pemaknan positif terhadap laut dan pekerjan nelayan pada aspek ekonomis, sosiologis, teologis psikologis serta budaya yang dimiliki oleh nelayan mempengaruhi proses adopsi sampai pada keputusan untuk menerima atau menolak inovasi tersebut. Implementasi dari keputusan menerima inovasi tersebut adalah penggunaan teknologi serta meninggalkan teknologi lama. Sedangkan implementasi dari keputusan menolak yakni tetap menggunakan teknologi lama atau ikut kelompok penangkapan pada teknologi baru sebagai pekerja (sawi). Salah satu tipe keputusan adopsi inovasi adalah tipe keputusan inovasi oleh otoritas. Pada kasus kelompok nelayan, keputusan adopsi menjadi otoritas pemilik sarana produksi dalam hal ini ponggawa. Dalam hal ini pemaknaan terhadap laut dan pekerjaan nelayan dimasukan sebagai salah satu faktor internal (individu) dalam variabel yang mempengaruhi keputusan tersebut. Makna laut dan makna pekerjaan nelayan mengandung pemahaman tentang sejauh mana arti laut dan nelayan dalam kehidupan nelayan itu sendiri. Makna diperoleh melalui interaksi sosial yang dialami oleh seseorang. Selain itu, dalam pemaknaan individu terhadap suatu simbol terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pola pikir (pemahaman simbol) yang mengarahkan perilaku seseorang antara lain: sifat alamiah individu, pengalaman, pengetahuan, budaya dan struktur sosial masyarakat tempat individu itu tinggal. Disamping itu dalam konteks nelayan, variabel penting penilaian terhadap laut yakni: (a) tingkat kepentingan; (b) produktivitas, dalam arti mudah tidaknya proses distribusi berjalan serta (c) sistem kepercayaan terhadap laut itu sendiri. Oleh karena itu
pemaknaan terhadap laut dan pekerjaan nelayan dipengaruhi oleh faktor individu dan faktor lingkungan. Modernisasi perikanan berdampak pada kehidupan sosial nelayan maupun komunitas nelayan tersebut. Dampak tersebut adalah perubahan pola kerja dari penggunaan teknologi lama yang masih sederhana menjadi teknologi bar yang lebih modern, efektif dan efisien. Efektivitas dan efisiensi modernisasi tersebut menimbulkan diferensiasi yakni munculnya unit-unit sosial baru yang berdampak pada perubahan struktur sosial nelayan. Perubahan struktur tersebut terjadi pada level nelayan maupun komunitas. Pada level nelayan, diferensiasi tersebut menimbulkan nelayan terstratifikasi dalam beberapa lapisan. Perubahan lapisan nelayan tersebut jelas berdampak pada perubahan stratifikasi pada level komunitas sehingga struktur sosial menjadi berubah. Pola kerja lebih efisien tersebut juga berdampak pada perolehan tangkapan yang mempengaruhi pendapatan nelayan. Oleh karena itu modernisasi berupa alih teknologi tersebut juga berdampak pada kesejahteraan nelayan. Pembangunan ekonomi melalui bentuk-bentuk modernisasi cenderung mempengaruhi struktur sosial masyarakat tradisional Dampak struktural tersebut terjadi oleh karena modernisasi menciptakan satu unit/posisi sosial yang baru dan otonom. Munculnya unit fungsional baru tersebut menimbulkan proses integrasi (penyatuan) sebagai bentuk koordinasi Penggunaan/penerapan teknologi berdampak pada pola kerja, struktur sosial maupun tingkat kesejahteraan nelayan yang berbeda baik pada teknologi lama maupun teknologi baru. Pada penggunaan teknologi lama, pola kerja dengan dimensi daya jelajah lebih dekat, waktu melaut lebih singkat, jumlah pekerja lebih kecil serta pembagian kerja tidak ada atau ada tetapi tidak jelas. Sedangkan penggunaan tekologi baru (modernisasi) pola kerja pada dimensi daya jelajah lebih jauh, waktu melaut lebi panjang, jumlah pekerja lebih banyak serta pembagian kerja menjadi lebih jelas. Program motorisasi perahu dan modernisasi perikanan dari berbagai studi dan kajian menunjukan bahwa program tersebut bukannya menciptakan perikanan tambah maju dan pelakunya (nelayan) menjadi sejahtera. Program tersebut justru menciptakan kompleksitas permasalahan perikanan yang diwariskan secara turuntemurun hingga saat ini. Sebelum penggunaan teknologi (modernisasi), dalam hal struktur sosial, dengan dimensi diferensiasi belum beragam, stratifikasi pada konteks komunitas
berdasarkan kehormatan dan pekerjaan (ascribed and achieved status) serta pola hubungan non eksplotatif dan egaliter pada penggunaan teknologi lama. Sedangkan pada penggunaan teknologi baru (modernisasi) diferensiasi lebih beragam, stratifikasi lebih didasarkan pada achieved status serta pola hubungan semi eksploitatif serta hierarkis. Sedangkan perubahan tingkat kesejahteraan tergambar bahwa peningkatan pendapatan cukup tinggi terjadi pada nelayan ponggawa. Nelayan dengan status sawi, peningkatan pendapatan tidak signifikan. Secara ringkas, alur kerangka pemikiran penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Kemiskinan Nelayan
Faktor Sosial Ekonomi Individu Karakteristik: umur, pendidikan, pengalaman status sosial
Teknologi lama
Teknologi Baru (Modernisasi)
Adopsi Pemaknaan
Hubungan / keterlibatan pada obyek
Dampak Faktor Lingkungan: - Kebijakan Pemerintah - Kondisi Alam (ekosistem) - Sosial Ekonomi Lingkungan
Nelayan
Perubahan: o Pola kerja nelayan o Struktur sosial nelayan o Tingkat kesejahteraan nelayan
Komunitas Komunitas
o Diferensiasi Pekerjan o Perubahan Stratifikasi
Gambar 1. Alur Kerangka Pemikiran Penelitian Respons Komunitas Nelayan Terhadap Modernisasi Perikanan Keterangan: : Mempengaruhi, : Variabel
Hipotesa Penelitian Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui hubungan antara makna laut dan makna pekerjaan nelayan dengan adopsi (penerimaan) Suku Bajo terhadap modernisasi perikanan (hipotesa kerja). Disamping itu penelitian juga dimaksudkan untuk mengetahui dampak modernisasi perikanan pada komunitas nelayan Suku Bajo (pola kerja nelayan, struktur sosial dan tingkat kesejahteraan) yang dianalisa secara kualitatif (hipotesa pengarah). Untuk mengarahkan pencapaian tujuan penelitian tersebut, diajukan beberapa hipotesa kerja: 1. Makna laut dan makna pekerjaan nelayan meliputi makna ekonomis, makna sosiologis, makna teologis, makna psikologis serta makna budaya. 2. Terdapat hubungan antara makna laut dan makna nelayan dengan kecepatan adopsi (penerimaan) nelayan Suku Bajo terhadap modernisasi perikanan. Nelayan yang memiliki makna ekonomis, sosiologis dan teologis yang tinggi akan lebih cepat mengadopsi teknologi (modernisasi). Sedangkan adopter yang lambat lebih banyak terdapat nelayan yang memiliki penilaian positif makna budaya tinggi. Tinggi rendahnya makna berdasarkan skor yang dicapai responden. 3. Terdapat hubungan antara kecepatan adopsi dengan tingkat kesejahteraan nelayan yang diukur berdasarkan pendapatan. Adopter lebih awal memiliki pendapatan lebih tinggi dibanding adopter yang lebih lambat. Sedangkan hipotesa pengarah adalah: 1) Modernisasi perikanan berdampak pada perubahan pola kerja nelayan Suku Bajo dari pola kerja lama menjadi pola kerja baru yang meliputi: a perubahan dari penggunaan perahu/kapal serta alat tangkap sebelum modernisasi (koli-koli dengan alat tangkap pancing, ngkuru-ngkuru pancing dan jaring), menjadi mini pursein/gae dengan alat tangkap pukat cincin setelah modernisasi. b perubahan daya jelajah (jangkauan melaut); dari wilayah dekat atau sekitar pantai (inshore) sejauh ≤ 5 km wilayah sekitar pantai menjadi wilayah sedang (5 – 10 km) serta wilayah lepas pantai (offshore) atau daerah dengan populasi ikan yang banyak yakni sejauh > 20 km. c perubahan waktu melaut dari waktu yang singkat (≤ 7 jam) menjadi sedang (710 jam) dan setelah modernisasi menjadi lebih panjang (> 12 jam) setiap hari.
d perubahan pembagian kerja dari tidak ada, ada tetapi kurang jelas menjadi pembagian kerja lebih jelas. 2. Dampak modernisasi perikanan pada struktur sosial nelayan Suku Bajo meliputi: d perubahan diferensiasi pekerjaan menjadi semakin kompleks dimana sebelum modernisasi hanya terbagi pada tugas ponggawa sebagai pemilik dan sawi sebagai pekerja. Sedangkan setelah modernisasi diferensiasi menjadi lebih banyak sesuai keterampilan yan dimiliki pekerja. e perubahan posisi sosial serta struktur yang ada pada masyarakat nelayan, dimana jenis lapisan untuk dimensi stratifikasi sebelum moderniasi menempatkan ponggawa pada lapisan atas dan sawi pada lapisan bawah. Jenis lapisan juga menempatkan kaum bangsawan pada lapisan atas dan non bangsawan pada lapisan bawah (level komunitas). Sedangkan pada penerapan modernisasi jenis lapisan terdapat lapisan atas, menengah dan bawah berdasarkan jenis pekerjaan (diferensiasi). c. peningkatan pendapatan nelayan karena hasil tangkapan lebih banyak.
Definisi Operasional Untuk membatasi pengertian akan aspek-aspek penelitian dilakukan definisi operasional sebagai berikut: 1. Nelayan adalah orang/individu yang melakukan kegiatan menangkap ikan dan sumber laut lainnya sebagai mata pencaharian utama, karena keberadaan/jam kerja di laut lebih 1 jam secara terus menerus dalam seminggu. 2. Ponggawa adalah nelayan yang memiliki kapal serta alat tangkap dan memiliki pekerja (sawi) dengan imbalan bagi hasil. 3. Sawi adalah buruh nelayan yang menjual tenaganya dengan imbalan bagi hasil sesuai kesepakatan yang didasari nilai dan budaya setempat. 4. Umur responden adalah usia nelayan pada saat penelitian dilaksanakan. 5. Lama pendidikan adalah waktu diperlukan oleh responden dalam mengenyam pendidikan 6. Pengalaman usaha adalah lama responden melakukan kegiatan usaha nelayan 7. Pendapatan responden adalah pendapatan rata-rata yang dikonversikan seharga 1 liter beras. 8. Status sosial responden adalah status kebangsawananan nelayan
9. Respons adalah tanggapan nelayan terhadap masuknya teknologi perikanan yakni menerima, atau menolak. Respons tersebut diukur berdasarkan kecepatan mengadopsi teknologi perikanan (kapal dan alat tangkap) yang dibedakan: a. Early adalah adopsi teknologi antara tahun 1981-1987 b. Medium adalah adopsi teknologi antara tahun 1988 -1995 c. Late adalah adopsi teknologi antara tahun 1996 -2003 5. Adopter adalah nelayan yang menggunakan teknologi perikanan (kapal dan alat tangkap) yang dibedakan atas: a. Early Adopters adalah adopter teknologi antara tahun 1981-1987 b. Medium Adopters adalah adopter teknologi antara tahun 1988 -1995 c. Late Adopters adalah adopter teknologi antara tahun 1996 -2003 6. Makna laut adalah arti/pandangan dan penafsiran terhadap laut bagi suku Bajo. Pemaknaan tersebut dibedakan menjadi: a. makna ekonomis adalah penafsiran terhadap laut sebagai pemberi manfaat ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup. b. makna sosiologis adalah penafsiran terhadap laut sebagai penguat kekerabatan melalui hubungan sosial sebgai tempat berinteraksi. c. makna psikologis adalah penafsiran terhadap laut berdasarkan nilai emosional dalam bentuk senang atau tidak senang. d. makna budaya adalah penafsiran terhadap laut yang memiliki aspek kesejarahan, budaya, adat ataupun mitos. e. makna teologis adalah penafsiran terhadap laut berdasarkan nilai agama (religius) sejauhmana makna selalu dikaitkan terhadap hubungan dengan Tuhan. 7. Makna nelayan adalah arti/pandangan, penilaian dan penafsiran terhadap pekerjaan nelayan bagi Suku Bajo. Pemaknaan tersebut terdiri dari: a. makna ekonomis adalah penafsiran terhadap pekerjaan nelayan sebagai pemberi manfaat ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup. b. makna sosiologis adalah penafsiran terhadap pekerjaan nelayan sebagai penguat kekerabatan melalui hubungan sosial sebagai tempat berinteraksi. c. makna psikologis adalah penafsiran terhadap pekerjaan nelayan berdasarkan nilai emosional dalam bentuk senang atau tidak senang.
d. makna budaya adalah penafsiran terhadap pekerjaan nelayan memiliki aspek kesejarahan, budaya, adat ataupun mitos. e. makna teologis adalah penafsiran terhadap pekerjaan nelayan berdasarkan nilai agama (religius) sejauhmana makna selalu dikaitkan terhadap hubungan dengan Tuhan. Pengukuran tersebut berdasarkan skor pada setiap pernyataan-pernyataan yang diberikanyang dicapai responden. Skor adalah respons yang diberikan responden tersebut diperoleh dengan cara: 1. Setuju/ya; skor 2 2. Tidak Setuju; skor 0 Makna laut yang diperoleh dibedakan atas : 1. Makna Ekonomis; a. ekonomis positif dengan skor ≥ 6, b. ekonomis negatif dengan skor < 6. 2. Makna Sosiologis; a. sosiologis positif dengan skor ≥ 4, b. sosiologis negatif dengan skor < 4. 3. Makna Budaya, a. budaya positif dengan skor ≥ 2, b. budaya negatif dengan skor < 2. 4. Makna Teologis, a. teologis positif dengan skor ≥ 2, b. teologis negatif dengan skor < 2. 5. Makna psikologis a. psikologis positif dengan skor ≥ 2, b. psikologis negatif dengan skor < 2. Sedangkan tingkatan makna pekerjaan nelayan dikelompokan pada: 1. Makna Ekonomis; a. ekonomis positif dengan skor ≥ 7, b. ekonomis negatif dengan skor < 7. 2. Makna Sosiologis; a. sosiologis positif dengan skor ≥ 4, b. sosiologis negatif dengan skor < 4. 3. Makna Budaya, a. budaya positif dengan skor ≥ 2,
b. budaya negatif dengan skor < 2. 4. Makna Teologis, a. teologis positif dengan skor ≥ 2, b. teologis negatif dengan skor < 2. 5. Makna psikologis a. psikologis positif dengan skor ≥ 6, b. psikologis negatif dengan skor < 6. 8. Perubahan struktur sosial adalah perubahan struktur masyarakat dari sederhana menjadi lebih kompleks yang mencakup diferensiasi, stratifikasi (jenis lapisan, dasar pelapisan) serta pola hubungan kerja yang dianalisa secara kualitatif. 9.
Kesejahteraan adalah ukuran keadaan dimana nelayan dapat atau tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, dengan indikator pendapatan, pola makan, kondisi rumah, pendidikan serta cara berpakaian anggota keluarga nelayan yang dilakukan melalui observasi pada rumah tangga nelayan. Perubahan kesejahteraan dianalisa setiap periode penggunaan sarana penangkapan dengan analisa kualitatif. Analisa berdasarkan kriteria identifikasi kemiskinan dengan metode identifikasi Bangdes (Rusli et.al, 1995) dan klasifikasi keluarga sejahtera dari BKKBN.
10. Pola kerja nelayan adalah metode kerja diukur berdasarkan: a. penggunaan jenis perahu dan alat tangkap yakni perahu tradisional (kolkoli), perahu layar motor (ngkuru-ngkuru) dan kapal mini pursein (gae). b. daya jelajah yakni dekat (≤ 5 km), sedang (5 - 10 km) dan jauh (> 20 km) dari pantai. c. waktu melaut yakni singkat (≤ 7 jam) sedang (7 - 10 jam) dan lama (lebih dari 12 jam) setiap hari. d. pembagian kerja yakni tidak ada, ada tetapi kurang jelas, dan pembagian kerja lebih jelas. 11. Pola hubungan kerja/produksi adalah hubungan sosial ekonomi timbal balik antara nelayan ponggawa dan sawi dalam kelompok penangkapan maupun di luar kegiatan penangkapan. 12. Dampak modernisasi perikanan adalah perubahan-perubahan dalam kelompok nelayan maupun komunitas yang terjadi akibat penerapan teknologi baru (gae). Perubahan tersebut meliputi perubahan struktur sosial, perubahan pola kerja dan perubahan kesejahteraan nelayan.