52
IV. KERANGKA PEMIKIRAN 4.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Sesuai dengan tujuan penelitian, kerangka teori yang mendasari penelitian ini disajikan pada Gambar 10. Set
P
P
P NPM=DCP
Sd
Se
O
Pw Pe Pd
De
Dd O
Q2 Q1
(a) ekspor CPO
QCPO O
AC
D B QCPO O
(b) pasar domestik
QCP QCPOt QCPO
(c) demand CPO
QMG
SMG QMG QM
O
QCP QCPOt QCPO (d) supply minyak goreng
Gambar 10. Pengaruh Kenaikan Pajak Ekspor terhadap Ekspor dan Harga Minyak Goreng Domestik Indonesia merupakan salah satu negara besar dan terbuka dalam perdagangan minyak sawit di pasar dunia. Oleh sebab itu, kurva penawaran ekspor CPO Indonesia dibersifat elastis dan ditandai dengan sudut kemiringan kurva yang relatif curam, sebagaimana disajikan pada Gambar 10, yang selengkapnya menggambarkan kerangka teori pengaruh peningkatan pajak ekspor terhadap minyak goreng sawit domestik.
Jika pemerintah meningkatkan pajak ekspor CPO, maka ekspor CPO Indonesia akan menurun. Dampak penurunan ini akan menambah ketersediaan CPO sebagai input bagi industri minyak goreng domestik.
Dengan semakin
meningkatnya input CPO, maka penawaran (supply) minyak goreng domestik akan meningkat yang ditandai dengan pergeseran supply minyak goreng ke kanan. Pergeseran tersebut akan mengakibatkan harga minyak goreng turun (ceteris paribus). Pada Gambar 10a, peningkatan pajak ekspor ditunjukkan oleh bergesernya kurva penawaran ekspor CPO dari Se menjadi Set. Volume ekspor CPO Indonesia menurun dari AB menjadi CD dan ketersediaan CPO domestik meningkat dari OQCPO menjadi OQCPOt (Gambar 10b). Dengan asumsi bahwa produsen minyak goreng berproduksi di area rasional, maka peningkatan input bahan baku CPO akan meningkatkan jumlah penawaran minyak goreng sawit domestik dari QMG ke QMGt (Gambar 10c). Sedangkan dari sisi permintaan (demand), jumlah permintaan minyak goreng sawit akan meningkat dari QMG ke QMGt.
Dampak perubahan pajak ekspor
merupakan shifter yang menggeser penawaran minyak goreng, dan dengan asumsi kurva permintaan tetap (ceteris paribus) maka harga minyak goreng sawit akan turun. Dari uraian di atas maka dapat dinyatakan hipotesa penelitian, yakni: peningkatan pajak ekspor CPO akan menurunkan volume ekspor CPO, permintaan CPO sebagai bahan baku minyak goreng meningkat. Dengan meningkatnya ketersediaan input CPO, produksi minyak goreng meningkat dan harga minyak goreng menurun.
Kerangka teori di atas dapat disajikan dalam pemaparan yang lebih rinci berdasarkan masing-masing bagian di bawah ini.
4.1.1. Pajak Ekspor Perdagangan bebas (free trade) bertujuan untuk memaksimalkan output dunia dan memberikan keuntungan bagi masing-masing negara yang terlibat di dalamnya (Salvatore, 1997). Dalam perdagangan bebas tersebut masing-masing negara menerapkan berbagai bentuk hambatan
perdagangan, yang bertujuan
untuk melindungi kepentingan negaranya sendiri (domestik). Salah satu bentuk hambatan perdagangan internasional adalah pengenaan tarif (tariff), berupa pajak atau cukai yang dikenakan pada komoditas yang diperdagangkan. Tarif dapat dibedakan atas tarif impor (import tariff) dan tarif ekspor (export tariff). Tarif impor adalah pajak yang dikenakan untuk komoditas yang diimpor dari negara lain, sedangkan tarif ekspor (bea keluar) adalah pajak untuk komoditas yang diekspor. Dampak pajak ekspor tergantung pada kekuatan pasar yang ada. Pelaksaaan pajak ekspor oleh negara yang memiliki kekuatan pasar akan lebih efektif dibandingkan dengan negara tanpa kekuatan pasar dalam mempengaruhi harga internasional, volume perdagangan, dan distribusi pendapatan. Sementara itu, dampak pajak ekspor pada suatu negara yang tidak memiliki kekuatan pasar akan memperburuk pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan nasional. Karena itu, apabila terjadi peningkatan perdagangan, hal tersebut akan diikuti dengan peningkatan harga ekspor. Helpman dan Krugman (2005) memaparkan bahwa penerapan pajak ekspor akan mengurangi harga domestik, sementara itu harga ekspor akan meningkat.
Kebijakan pajak ekspor (PE) ini tidak lepas dari pro dan kontra. Dampak buruk yang akan ditimbulkan PE antara lain tekanan pada harga beli tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di tingkat petani, dampak transfer sumberdaya (resource transfer) dari produsen CPO kepada industri minyak goreng, dan integrasi industri hulu-hilir yang justru menjadi ancaman baru bagi sistem persaingan usaha yang sehat. Khusus pada dampak yang pertama, transfer pembebanan tambahan PE yang selama ini dirasakan oleh pengusaha kepada petani sawit akan mengakibatkan turunnya harga jual TBS. Tentunya petanilah yang akan menjadi korban dari penerapan PE ini (Arifin, 2007). Pada Gambar 10a di atas, titik Pe menggambarkan tingkat harga sebelum pemberlakuan pajak ekspor, dimana harga ekspor sama dengan harga domestik dan jumlah CPO domestik yang ditawarkan adalah sebanyak 0B dan jumlah yang diminta perusahaan domestik sebanyak 0A, sehingga banyaknya CPO yang diekspor sebesar AB. Dengan pengenaan pajak ekspor, kurva penawaran akan bergeser ke kiri atas dari Se menjadi Set.
Saat itu, harga ekspor sebesar Pw dan yang diterima
eksportir sebesar Pd, yang lebih rendah dari Pe. Akibatnya jumlah CPO domestik yang ditawarkan sebesar CD, sedangkan yang diminta oleh perusahaan domestik sebesar 0C, sehingga jumlah CPO yang diekspor berkurang dari 0Q1 menjadi 0Q2.
4.1.2. Teori Penawaran Ekspor CPO Indonesia Penawaran suatu komoditas merupakan jumlah komoditas yang ditawarkan oleh produsen kepada konsumen dalam suatu pasar pada tingkat harga dan waktu tertentu. Beberapa faktor yang mempengaruhi penawaran suatu
komoditas adalah harga komoditas yang bersangkutan, harga faktor produksi, tingkat teknologi, pajak dan subsidi (Lipsey, et al., 1995). Berdasarkan pengertian lebih luas, ekspor suatu negara merupakan kelebihan penawaran domestik atau produksi barang atau jasa yang tidak dikonsumsi oleh konsumen dari negara yang bersangkutan atau tidak disimpan dalam bentuk stok (Kindleberger and Lindert, 1982). Dengan pengertian ini, maka ekspor minyak sawit dapat didefinisikan sebagai berikut :
Xt
= Qt – Ct + St .......................................................................... (1)
dimana : Xt Qt Ct St
= = = =
jumlah ekspor pada tahun ke-t jumlah produksi domestik pada tahun ke-t jumlah konsumsi pada tahun ke-t jumlah stok awal tahun ke-t
Asumsi yang digunakan dalam persamaan (1) adalah impor minyak sawit negara pengekspor relatif sangat kecil dibandingkan dengan jumlah produksinya, sehingga dapat diabaikan. Konsumsi domestik negara produsen pada umumnya relatif stabil sehingga dapat diabaikan. Mengingat besarnya tingkat produksi minyak sawit bila dibandingkan dengan permintaannya, maka walaupun terdapat stok di negara produsen diduga tidak berfungsi sebagai penyangga (buffer), namun merupakan sisa produksi pada akhir tahun yang tidak dapat disalurkan di pasar internasional. Penawaran ekspor suatu negara juga dipengaruhi oleh tingkat bunga dan nilai tukar valuta asing di negara pengekspor dan di negara partner dagang negara pengekspor (Branson and Litvack, 2007). Demikian juga harga minyak sawit negara produsen lain sebagai mitra dagang, berbagai kebijakan pemerintah suatu negara atau kebijaksanaan internasional, tidak kalah pentingnya dalam mempengaruhi keragaman ekspor suatu negara. Dengan demikian, maka
fungsi penawaran ekspor minyak sawit suatu negara dalam bentuk dinamis dapat dirumuskan sebagai berikut: Xt
= f (HCDNt, Qt, EXRt, Vt, Xt-1) ........................................... (2)
dimana : Xt HCDNt Qt EXRt Vt Xt-1
= = = = = =
jumlah ekspor minyak sawit pada tahun t harga minyak sawit domestik pada tahun t produksi pada tahun t nilai tukar mata uang asing pada tahun t faktor–faktor lain yang mempengaruhi ekspor tahun t jumlah ekspor minyak sawit pada tahun t-1 (lag)
4.1.3. Teori Penawaran Minyak Goreng Sawit Indonesia Penawaran adalah jumlah suatu barang dan jasa yang dipasarkan atau dijual produsen dalam jangka waktu tertentu dan kondisi tertentu.
Jumlah
produksi yang ditawarkan di pasar berasal dari produksi pada waktu tertentu dan persediaan (inventory) dari periode-periode sebelumnya. Perubahan pada penawaran dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : harga komoditas itu sendiri (Px), harga komoditas lain (Py), teknologi (T), harga input/faktor produksi (PF), jumlah produsen (POP), tujuan perusahaan (TP) dan pajak (Tx) atau subsidi. Dari uraian di atas, faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran suatu komoditas dapat digambarkan dengan fungsi berikut: QS = f (Px, Py, T, PF, POP, TP, Tx) ............................................... (3) Dalam penelitian ini, minyak goreng sawit merupakan hasil olahan dari CPO, sehingga apabila jumlah CPO meningkat maka produksi minyak goreng sawit juga akan meningkat. Hubungan ini sesuai dengan teori produksi, dimana fungsi produksi merupakan hubungan matematik antara input dan outputnya. Hubungan antara CPO dan minyak goreng dalam fungsi produksi minyak goreng sawit Indonesia dapat dirumuskan sebagai berikut :
QSMGt = f (HMGSt, HCDNt, STOIt, UPAHt, PCIt, PEt) ...............
(4)
dimana: QSMGt = penawaran minyak goreng sawit Indonesia tahun tahun t HMGSt = harga riel minyak goreng sawit periode t HCDNt = harga CPO domestik (input) periode t UPAHt = upah riel buruh (input) industri pada tahun t PCIt
= jumlah produksi CPO domestik (input)
PEt
= pajak ekpor (yang berkaitan dengan ketersediaan input)
4.1.4. Teori Permintaan Minyak Goreng Sawit Indonesia Permintaan (QD) adalah jumlah barang yang mampu dibeli oleh para pembeli pada tempat atau waktu tertentu dengan harga yang berlaku pada saat itu. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan adalah:
harga komoditi yang
bersangkutan (H), harga komoditi lain (HS), selera (S), jumlah Penduduk (POP) dan tingkat Pendapatan (Y), yang dapat dinyatakan dalam bentuk fungsi berikut. QD = f (H, HS, S, POP, Y) ..............................................................
(5)
Secara umum permintaan minyak goreng sawit dipengaruhi oleh harga minyak goreng sawit itu sendiri, harga komoditi substitusi atau komplementer (dalam hal ini minyak goreng kelapa), pendapatan dan jumlah penduduk. Sehingga persamaan permintaan minyak goreng sawit tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut : QDMGt = f(HMGSt, HMGKt, INKAPt) .......................................
(6)
dimana: QDMGt = permintaan minyak goreng sawit Indonesia tahun t (000 ton) HMGSt = harga riel minyak goreng sawit periode t HMGKt = harga riel minyak goreng periode t (barang substitusi) INKAPt = pandapatan per kapitan penduduk pada tahun t
4.1.5. Teori Nilai Tukar Hubungan antara perubahan nilai tukar terhadap perubahan penawaran ekspor dan volume perdagangan dijelaskan pada Gambar 11.
Bila Po adalah
nilai tukar mula-mula, dengan demikian harga dipasar pengimpor adalah
P
PQ
dan
di pasar pengekspor adalah sebesar PXo, dan keseimbangan perdagangan adalah P
P Q=
PXo. Berubahnya nilai tukar uang dari
o
ke
1
akibat devaluasi mata uang
de negara pengekspor, akan menyebabkan bergesernya kurva kelebihan penawaran (excess supply) negara pengekspor di negara pengimpor, yaitu dari Qo menjadi Q1. Hal ini menyebabkan harga produk di negara pengimpor lebih murah dari sebelum devaluasi, yaitu dari PM0 menjadi PM1.
Keseimbangan baru di
negara pengimpor adalah PM1 dan PM0, dan keseimbangan baru di negara pengekspor adalah PX1 dan QX1. Artinya, akibat devaluasi mata uang di negara pengekspor maka ekspor negara tersebut akan meningkat. `
45 O
Gambar 11.
Pengaruh Perubahan Nilai Tukar terhadap Harga dan Volume Perdagangan
Dari uraian di atas, secara matematis persamaan penawaran ekspor dapat dirumuskan menjadi: ESX = f(Qt, Ps, Pt, Ym, Nt, Tax)........................................................ (7) Dimana Nt adalah nilai tukar, Tax adalah pajak ekspor, Qt adalah produksi domestik, Ps harga komoditas bersangkutan. Pt adalah harga komoditas lainnya, dan Ym adalah tingkat pendapatan negara konsumen. Faktor waktu juga menjadi t pertimbangan dalam penyesuaian penawaran ekspor, oleh karena itu peubah bedakala (time lag) diduga juga berpengaruh terhadap penawaran ekspor. Dari uraian di atas, dihipotesakan bahwa ekspor minyak sawit Indonesia adalah fungsi dari: produksi minyak sawit Indonesia, harga minyak sawit dunia, impor minyak sawit dunia, nilai tukar, tingkat pendapatan negara pengimpor, ekspor sisa dunia, stok minyak sawit Imdonesia, ekspor negara pesaing, harga minyak sawit domestik dan peubah bedakala ekspor minyak sawit Indonesia. Penawaran ekspor minyak sawit dunia antara lain didominasi oleh penawaran ekspor Malaysia dan Indonesia sebagai negara produsen terbesar dunia. Penawaran ekspor kelapa sawit Malaysia dihipotesakan merupakan fungsi dari harga minyak sawit di pasar internasional, nilai tukar ringgit Malaysia, produksi minyak sawit Malaysia, stok minyak sawit Malaysia, ekspor minyak sawit Indonesia, harga minyak kedele di pasar internasional (New York), stok minyak sawit Indonesia, impor minyak sawit dunia dan peubah bedakala ekspor minyak sawit Malaysia.
4.1.6. Elastisitas Konsep elastisitas sangat berguna dan banyak sekali diaplikasikan dalam ilmu ekonomi dalam kaitannya dengan permintaan dan penawaran.
Pada
permintaan dikenal tiga konsep elastisitas yang penting, yakni elastisitas permintaan terhadap harga, elastisitas permintaan terhadap pendapatan dan elastisitas permintaan silang. Elastisitas permintaan terhadap harga merupakan usuran besarnya respon jumlah yang diminta dari statu komoditi tertentu terhadap perubahan harga. Elastisitas didefinisikan sebagai bilangan positif dan dapat bervariasi dari nol sampai tak terhingga. Jika bilangan elastisitas lebih kecil daripada satu, maka permintaannya bersifat inelastis. Ini berarti bahwa persentase perubahan kuantitas lebih kecil daripada persentase perubahan harga yang menyebabkannya. Jika bilangan elastisitasnya lebih besar daripada satu, permintaannya bersifat elastis. Ini berarti bahwa persentase perubahan kuantitas lebih besar daripada persentase perubahan harga yang menyebabkannya. Elastisitas permintaan terhadap pendapatan merupakan ukuran besarnya respon jumlah yang diminta dari suatu komoditi tertentu terhadap perubahan pendapatan. Untuk kebanyakan jenis barang, kenaikan pendapatan berakibat pada kenaikan permintaan dan elastisitas terhadap pendapatan akan positif. Barang barang demikian disebut barang normal. Barang-barang yang konsumsinya menurun sebagai respon terhadap kenaikan pendapatan memiliki elastisitas pendapatan yang negatif dan barang yang demikian disebut sebagai barang inferior. Elastisitas permintaan silang merupakan ukuran besarnya respon jumlah yang diminta dari suatu komoditi tertentu terhadap perubahan harga yang menyebabkannya dari beberapa komoditi lainnya. Istilah tersebut biasa digunakan untuk mendefinisikan komoditi yang merupakan barang substitusi antara satu barang dengan barang lainnya (elastisitas silang yang positif) dan komoditi yang
bersifat komplemen antara barang satu dengan barang lainnya (elastisitas silang yang negatif). Elastisitas penawaran dalam ilmu ekonomi merupakan konsep yang penting. Pada teori penawaran dua konsep elastisitas yang terpenting adalah elastisitas penawaran terhadap harga dan elastisitas penawaran silang. Elastisitas penawaran terhadap harga merupakan ukuran besarnya respon jumlah yang ditawarkan dari suatu komoditi tertentu terhadap perubahan harga. Sementara elastisitas penawaran silang merupakan ukuran besarnya respon jumlah yang ditawarkan dari suatu komoditi tertentu terhadap perubahan harga yang menyebabkannya dari beberapa komoditi lainnya. Apabila elastisitas harga silang antara dua jenis komoditi adalah positif maka kedua komoditi tersebut adalah merupakan joint product, dan jika elastisitasnya negatif maka kedua komoditi tersebut adalah competiting product. Elastisitas dapat dibedakan atas elastisitas jangak pendek dan elastisitas jangka panjang, dengan formula masing-masing sebagai berikut. ESR =
X ∗ b .................................................................................... (8) Y
ELR =
SR ................................................................................ (9) (1 - lag )
dimana ESR = elastisitas jangka pendek ELR = elastisitas jangka panjang b
= koefisien parameter
X
= rata-rata peubah eksogen
Y
= rata-rata peubah endogen
lag
= koefisien parameter peubah lag endogen
4.2. Kerangka Pemikiran Operasional Perekonomian dapat dibagi dalam dua bagian besar yakni perekonomian sektor domestik dan sektor luar negeri. Perubahan yang terjadi pada kedua sektor tersebut akan berpengaruh pada ekonomi secara keseluruhan. Komponen sektor domestik meliputi konsumsi swasta, investasi, dan pengeluaran pemerintah. Sedangkan sektor luar negeri (internasional) meliputi ekspor-impor yang menganalisa arus barang, jasa, dan pembayaran-pembayaran antara suatu negara dengan negara lain di dunia. Perkebunan kelapa sawit Indonesia memiliki keunggulam komparatif dan kompetitif, baik dari sisi iklim, daerah tropis, dan potensi areal tanam. Daya dukung tersebut disertai dengan kebijakan pemerintah telah mendorong pertumbuahan areal dan produksi yang cukup tinggi, yakni masing-masing ratarata
13.48 persen dan 11.45 persen per tahun. Perkembangan tersebut telah
menjadikan minyak sawit (CPO) menjadi komoditas unggulan ekspor Indonesia yang menghasilkan sumbangan devisa bagi negara, sehingga CPO dinyatakan sebagai komoditas strategis Indonesia. Dari sudut pasar global, CPO merupakan salah satu komoditas penting sebagai sumber minyak nabati dunia. Minyak kedele dan minyak sawit memiliki peran penting dan menguasai 86 persen pasar dunia. Komoditas CPO memiliki peran yang semakin penting karena trend konsumsi CPO dunia cenderung meningkat 9,66 persen per tahun, sementara pertumbuhan produksi CPO dunia hanya 7,94 persen per tahun. Artinya CPO merupakan komoditas dunia yang memiliki prospek pasar yang tinggi dan Indonesia memiliki peran penting sebagai negara produsen utama dunia. Secara ringkas kerangka pemikiran operasional digambarkan dalam Gambar 12.
keunggulan komparatif dan kompetitif
pasar oil and fat dunia
CPO sebagai komoditas strategis & peran Indonesia di pasar CPO dunia
pertumbuhan areal dan produksi tinggi ekspor unggulan dan penghasil devisa negara
kebutuhan domestik
industri non pangan
minyak kedele dan minyak sawit sumber utama permintaan dan impor CPO dunia tinggi
orientasi ekspor
ancaman bagi ketersediaan pangan
industri pangan (minyak goreng)
mengkaji pengaruh pajak ekspor terhadap ekspor dan industri minyak goreng (pangan) domestik
kebijakan pemerintah dalam menjaga keseimbangan ekspor dan melindungi industri minyak goreng
Gambar 12.
Kerangka Pemikiran Operasional
Ekspor CPO domestik akan meningkat apabila harga CPO dunia meningkat tajam, dan selanjutnya akan berdampak pada industri hilir CPO, khususnya industri minyak goreng. Orientasi ekspor CPO yang disertai dengan permintaan CPO di pasar dunia yang cukup tinggi merupakan ancaman bagi ketersediaan CPO untuk industri minyak goreng di pasar domestik. Untuk itu, pemerintah mengeluarkan kebijakan pajak ekspor untuk melindungi kepentingan industri domestik. Pada saat kelangkaan bahan baku CPO, harga minyak goreng sawit akan meningkat pesat. Oleh karena itu, pemberlakuan pajak ekspor CPO bertujuan untuk membatasi ekspor CPO dan sekaligus menjamin ketersediaan CPO sebagai bahan baku industri minyak goreng domestik. Dengan demikian, pajak ekspor mampu
berperan
sebagai
stabilisator
harga
minyak
goreng
domestik.