IV KAJIAN WILAYAH STUDI 4.1 Letak Administratif dan Geografis Wilayah pesisir dan laut Teluk Banten terletak di pantai utara Pulau Jawa, sekitar 60 km sebelah barat Jakarta. Secara administratif, pesisir dan laut Teluk Banten termasuk ke dalam wilayah pantai utara Kabupaten Serang. Kabupaten ini memiliki 32 kecamatan yang terdiri dari 351 desa dan 20 kelurahan. Dari 32 kecamatan yang dimiliki, 7 di antaranya merupakan kecamatan pesisir yang berbatasan langsung dengan Teluk Banten; dari barat ke timur secara berturutturut sebagai berikut: Kecamatan Puloampel, Bojonegara, Kramatwatu, Kasemen, Pontang, Tirtayasa dan Tanara. Secara geografik, wilayah pesisir dan laut Teluk Banten terletak di antara 05°52'-06°05' Lintang Selatan dan 106°07'-106°35' Bujur Timur. Gambar 5 menunjukkan posisi Teluk Banten di pantai utara Kabupaten Serang dengan 7 kecamatan pesisir yang mengelilingi teluk tersebut. Batas wilayah pesisir dan laut dalam penelitian ini ditetapkan berdasarkan batas wilayah perencanaan (planning zone) (Dahuri, et al., 2004). Batas ini meliputi seluruh wilayah daratan (hulu) dan lautan (hilir), tempat terdapatnya kegiatan manusia (pembangunan) yang dapat me nimbulkan dampak secara nyata terhadap lingkungan, sumberdaya pesisir dan laut. Meskipun demikian, karena dampak terbesar dari berbagai aktivitas pembangunan tersebut langsung dirasakan oleh masyarakat yang tinggal berbatasan dengan laut, maka fokus penelitian ini diarahkan pada 7 kecamatan pesisir di sekeliling Teluk Banten. 4.2 Kondisi Biofisik 4.2.1 Karakteristik Pantai Teluk Banten merupakan wilayah pesisir bermorfologi landai dengan relief rendah; memiliki karakteristik pantai berlumpur berpasir dengan material tanah penyusun yang terdiri dari lumpur, lempung, lanau dan pasir. Dataran lumpur digenangi air dan ditumbuhi mangrove sebagai vegetasi yang mampu beradaptasi di habitat pantai.
6 6 0 0 0 0
6 4 0 0 0 0
6 2 0 0 0 0
6 0 0 0 0 0
9 3 6 0 0 0 0
9 3 6 0 0 0 0
P. Tun da
L
A
U
T
J
A
W
GAM BA R 7 P E TA A DM IN I S TR A TI F KE C A M A TA N P E S IS IR T E LUK B A NTE N K A B U P A T E N S E RA NG 20 07
A 300 0
0
30 0 0
Me ter s
D
A
N
S
U
N
P. S a lira
A
T
P. Te m p uru ng
Pr o ye k si : T ra ns ve r se M erc a tor Siste m G rid : Gr id U ni ve r sa l Tr an sv er se M e r ca to r D a tum H or iso nt al : W GS 84
S
E
L
P. K al i
P . P anj an g
P. S a ng i ang
P. Me ra k P. P am uja n B es ar P . M er ak K e ci l T g. Po nt a ng Mu ar a U jun g
P. Ta rah an
9 3 4 0 0 0 0
P. P a mu jan K eci l
9 3 4 0 0 0 0
T
E
L
U
K
B
A
N
T
E
N
P. K ubur
P. Ula r
LE G E N DA :
K ec . P ulo am pe l K ec . B ojo ne gar a
P. K a mb ing
KO T A C IL EGO N
K ec . K ram at wa tu
P . D ua
K ec . K as em en K ec . P on t ang K ec . T irta ya sa K ec . T an ara
KA BU P A TE N S ER A NG
9 3 2 0 0 0 0
KAB . SE R AN G
9 3 2 0 0 0 0
KA B. T AN GE RA N G
Su m b e r : P e ta Ru pa b u m i D i g i ta l In d o ne sia sk al a 1: 25 .0 00 , t a h un 19 9 9 At las Su m b e rd a y a P e s is i r d an L a u t Ka b u p a ten S er an g, sk a la 1 : 2 0 0 .0 0 0 tah u n 2 0 0 2
KAB . PA N D EG L AN G
KA B . L EBA K
9 3 0 0 0 0 0
6 6 0 0 0 0
6 4 0 0 0 0
6 2 0 0 0 0
6 0 0 0 0 0
9 3 0 0 0 0 0
Gambar 5. Peta administratif kecamatan pesisir Teluk Banten Kabupaten Serang 2007
PR O GRA M S T UD I PEN G ELO L AA N S UM B ERD AY A AL A M D A N L IN GK U N GA N IN ST IT U T PE R T AN IA N B OG O R
Pada beberapa bagian wilayah, Teluk Banten membentuk tanjung-tanjung kecil seperti Tanjung Awuran, Tanjung Kopo, Tanjung Gorenjang dan Tanjung Baju di pesisir barat; serta Tanjung Pontang di pesisir timur. Beberapa sungai yang bermuara di Teluk Banten seperti Sungai Cilengkong, Cibanten dan Ciujung sering membentuk delta di daerah hilir sebagai hasil dari proses sedimentasi. Proses ini menyebabkan bertambah luasnya daratan (akresi) dan terjadinya pendangkalan dasar laut. Menyatunya Pulau Dua di Kecamatan Kasemen dengan daratan Pulau Jawa ditengarai sebagai hasil pendangkalan dasar laut akibat proses pengendapan lumpur yang dibawa oleh beberapa sungai yang bermuara di Teluk Banten. 4.2.2 Karakteristik Oseanografi Perairan Teluk Banten berlokasi di atas dangkalan Sunda Besar yang menghubungkan Pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Luas total permukaan perairan teluk diperkirakan mencapai 150 km2 dengan kedalaman rata-rata 7 m. Di sebelah utara perairan Teluk Banten, berlangsung penambangan pasir laut yang cukup intensif. Hasil pemeruman (sounding) yang dilakukan oleh Tim PKSPL IPB pada bulan Juni 2004 di wilayah berlangsungnya penambangan pasir laut, menunjukkan profil dasar laut yang cenderung mendangkal ke arah barat daya dari arah timur laut. Studi itu juga menunjukkan adanya beberapa cekungan yang dalamnya bervariasi antara 2 sampai 5 m di wilayah tersebut; namun demikian masih diperlukan kajian khusus untuk menentukan apakah cekungan yang terbentuk merupakan dampak penambangan pasir laut atau rona alami. Wilayah perairan Teluk Banten terletak pada sumbu utama angin muson (monsoon). Pada periode musim barat (Desember-Februari), angin di wilayah ini bertiup dari arah barat/barat laut; sedangkan pada musim timur (Juni-Agustus), angin bertiup dari arah timur/tenggara. Rata-rata kecepatan angin muson mencapai 7 m/det. Pada musim peralihan, kecepatan angin lebih rendah dengan arah tiupan yang bervariasi . Posisi perairan Teluk Banten yang berada pada sumbu utama angin muson membawa konsekuensi pada gerakan massa air mendatar (arus) di wilayah tersebut. Pada musim barat, arus bergerak ke timur; pada musim timur, arus
bergerak ke barat. Kecepatan arus musim mencapai 20-40 cm/det. Pasang-surut yang terjadi di Samudera Indonesia dan merambat ke Teluk Banten melalui Selat Sunda juga mempengaruhi arus perairan Teluk Banten. Pada kondisi pasang, arus bergerak ke utara; pada kondisi surut, arus bergerak ke selatan. Jenis pasang surut yang terjadi di perairan Teluk Banten adalah pasang surut harian tunggal, artinya dalam satu hari terjadi satu kali pasang dan satu kali surut. Angin muson juga menyebabkan terjadinya gelombang permukaan. Pada musim barat, gelombang tertinggi di perairan Teluk Banten bisa mencapai 2,6 m; pada musim timur mencapai 1,9 m. Pada musim peralihan, gelombang yang terbentuk lebih kecil dengan tinggi kurang dari 0,5 m. Gelombang bergerak ke arah pantai dan berpotensi menyebabkan terjadinya abrasi. 4.2.3 Kualitas Air Hasil studi Tim PKSPL IPB pada bulan Juni 2004 dengan mengambil contoh air dari tiga stasiun pengamatan, yakni Pulau Panjang, Tanjung Pontang, dan Bojonegara, menunjukkan bahwa kualitas air Teluk Banten secara umum dinilai relatif masih baik. Untuk lebih jelasnya, nilai parameter kualitas air Teluk Banten menurut hasil studi Tim PKSPL IPB disajikan pada Tabel 5. Dari Tabel 5 diketahui, bahwa suhu perairan Teluk Banten (berkisar antara 29ºC sampai 30,4ºC) masih berada pada batas normal dan tidak jauh berbeda dengan suhu perairan laut tropis pada umumnya. Tingkat kekeruhan yang tinggi di stasiun pengamatan Tanjung Pontang diduga berkaitan dengan tingginya input dari daratan yang dibawa oleh Sungai Ciujung sehingga berdampak pada TSS yang tinggi (29 mg/l), kekeruhan yang tinggi (15 NTU), dan kecerahan air yang rendah (0,3 m). Penelitian yang dilakukan oleh Ambarwulan dan Hobma (2004) memberikan hasil yang tidak jauh berbeda. Pada penelitian itu, konsentrasi TSM (total suspended matter) rata-rata di Teluk Banten berkisar antara 1,5 sampai 13,4 g/m3; konsentrasi terendah dijumpai di dasar laut yang jauh dari input massa air sungai; konsentrasi tertinggi dijumpai tepat di muara Sungai Ciujung. Glimmerveen (2001) memprediksi tingkat kekeruhan perairan Teluk Banten akan terus meningkat di masa yang akan datang, mengingat beberapa indikator penting seperti erosi dan sedimentasi yang terus meningkat.
Tabel 5. Nilai parameter kualitas air Teluk Banten No
Parameter
Fisika: 1. Suhu 2. Kecerahan 3. Kekeruhan 4. TSS Kimia: 5. Salinitas 6. pH 7. Oksigen terlarut 8. COD 9. BOD5 10. Amonia (NH3+NH4) 11. Nitrit (NO2 - N) 12. Nitrat (NO3 - N) 13. Minyak dan lemak 14. Ortofosfat 15. Raksa (Hg) 16. Timah hitam (Pb) 17. Kadmium (Cd) 18. Tembaga (Cu) 19. Krom total (Cr) 20. Sulfida (H2S) 21. Fenol Biologi: 22. Klorofil-a *
Satuan
Stasiun pengamatan P. Panjang T. Pontang Bojonegara
Baku mutu*
ºC meter NTU mg/l
29 4,5 1,4 8
30 0,3 15,0 29
30,4 1,5 3,0 11
=80
‰ mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
29 7,0 10,5 44,83 6,7 0,042 0,004 0,025 <0,01 0,002 <0,001 0,008 0,003 0,038 <0,001 <0,01 0,009
30 7,0 10,5 52,98 5,7 0,039 0,005 0,077 <0,01 <0,001 <0,001 0,005 0,004 0,041 <0,001 <0,01 0,007
29 7,0 9,3 48,90 5,1 1,843 0,002 0,061 <0,01 0,003 <0,001 0,012 0,006 0,103 <0,001 <0,01 0,080
= 0,03 = 80 =1 nihil 0,20 0,002 =1,0 -
µg/l
1.978 2.711 1.356 Bapedal Propinsi Banten dan PKSPL IPB (2004)
Baku mutu yang digunakan adalah baku mutu air laut untuk budidaya perikanan menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 179 tahun 2004 tentang ralat atas Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut. Kandungan nutrient (nitrogen anorganik terlarut dan ortofosfat) di perairan Teluk Banten dinilai cukup tinggi. Kondisi ini terdeteksi misalnya di stasiun pengamatan Bojonegara (ortofosfat 0,003 mg/l; amonia 1,843 mg/l). Kandungan amonia di stasiun ini bahkan telah melewati baku mutu yang ditetapkan. Kandungan nutrient yang tinggi diduga berkaitan dengan tingginya volume limbah yang mengalir lewat sungai-sungai yang bermuara di Teluk Banten. Heun dan Yap (1996) seperti dikemukakan Douven (1999) mengatakan, bahwa Teluk Banten merupakan tempat penampungan limbah terbesar di pesisir utara
Kabupaten Serang. Kota Serang menyumbang limbah domestik dengan volume 6 kali lebih besar dari volume limbah industri. Kota Cilegon menyumbang limbah industri dengan volume 4 kali lebih besar dari volume limbah domestik. Sementara itu Bojonegara (termasuk Puloampel), Kramatwatu dan Kasemen merupakan kecamatan-kecamatan pesisir penghasil limbah dengan volume besar yang semuanya masuk ke Teluk Banten. Analisis volume limbah yang mengalir ke Teluk Banten selengkapnya disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Volume limbah domestik dan industri per kecamatan dan persentase limbah yang mengalir ke Teluk Banten No
Kecamatan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Baros Bojonegara Cikeusal Cilegon Ciruas Kasemen Kragilan Kramatwatu Pabuaran Petir Serang Taktakan Walantaka Total
Volume limbah (m3/th) Persentase mengalir ke Teluk Banten Domestik Industri 691.586 7.900 15 1.049.996 1.759.700 100 912.447 9.033 15 1.156.886 4.354.846 100 880.745 3.545 100 1.230.506 30.075 100 897.715 387.166 15 942.029 10.950 100 814.169 13.600 100 1.238.593 173 15 2.713.866 352.095 100 752.922 21.167 100 922.847 96.919 15 14.204.307 7.047.169 Heun dan Yap dalam Douven (1999)
Kandungan logam berat di perairan Teluk Banten dinilai relatif tinggi. Walaupun belum melewati baku mutu yang ditetapkan, kandungan logam berat di stasiun pengamatan Bojonegara (Cu 0,103 mg/l; Cd 0,006 mg/l; Pb 0,012 mg/l) perlu diwaspadai, mengingat aktivitas industri yang makin intensif di wilayah tersebut, berpotensi meningkatkan volume kontaminan logam berat di Teluk Banten. Menurut Heun dan Yap (1996) seperti dikemukakan Douven (1999), Cilegon dan Bojonegara merupakan penyumbang limbah industri terbesar pertama dan kedua yang mengalirkan limbahnya ke Teluk Banten. Kondisi perairan Teluk Banten dengan flushing capacity yang rendah berdampak pada rendahnya
kemampuan perairan dalam menetralisir kontaminan, sehingga bahan pencemar terakumulasi dengan cepat di lokasi tersebut. Dari tiga stasiun pengamatan di Teluk Banten, nilai COD tertinggi (52,98 mg/l) dijumpai di stasiun pengamatan Tanjung Pontang. Nilai ini memang masih jauh di bawah baku mutu (<80 mg/l). Nilai BOD5 di stasiun ini mencapai 5,7 mg/l. COD merupakan indikasi banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk melakukan perombakan kimiawi terhadap bahan organik yang sulit diuraikan di perairan. BOD5 merupakan indikasi yang sama, tetapi dengan perombakan yang dilakukan secara biologi. Relatif tingginya nilai COD dan BOD5 di stasiun pengamatan Tanjung Pontang terkait dengan tingginya input bahan organik (berupa limbah domestik dan industri) dari daratan melalui sungai-sungai yang bermuara di Teluk Banten, sehingga dibutuhkan oksigen dalam jumlah relatif besar untuk menguraikannya baik secara kimiawi maupun biologi. Nilai parameter minyak dan lemak di tiga stasiun pengamatan di Teluk Banten sangat rendah (<0,01 mg/l) dan jauh di bawah baku mutu yang ditetapkan (0,20 mg/l). Hal ini menunjukkan, bahwa peraian Teluk Banten tidak mengalami pencemaran minyak. Kondisi ini didukung oleh tidak adanya aktivitas industri, pertambangan, transportasi laut maupun aktivitas lainnya yang menghasilkan limbah minyak dan lemak di wilayah tersebut dalam jumlah yang signifikan. Nilai parameter fenol di tiga stasiun pengamatan di Teluk Banten cukup rendah. Nilai tertinggi dijumpai di Bojonegara, itu pun hanya 0,080 mg/l. Hal ini menunjukkan, bahwa peraian Teluk Banten juga tidak mengalami pencemaran fenol. Kondisi ini didukung oleh rendahnya aktivitas industri dan aktivitas lainnya yang menggunakan dan atau menghasilkan limbah fenol di wilayah tersebut. Klorofil-a berasal dari biomassa phytoplankton dan digunakan sebagai indikator kesuburan perairan. Semua stasiun pengamatan di Teluk Banten menunjukkan tingginya nilai klorofil-a, yang berarti kandungan biomassa phytoplankton di perairan tersebut juga tinggi. Kondisi fisik perairan yang kaya nutrient berkaitan erat dengan tingginya biomassa phytoplankton di perairan tersebut. Akumulasi nutrient berasal dari limbah domestik yang mengalir melalui sungai-sungai yang bermuara ke Teluk Banten. Tingginya kandungan biomassa phytoplankton di Teluk Banten menunjukkan bahwa perairan di wilayah ini telah
mengalami eutrofikasi yang tinggi pula. Apabila kondisi ini terus berlanjut, maka fenomena red tide (harmful algal bloom) yang sering menimpa Teluk Jakarta bukan tidak mungkin akan terulang di Teluk Banten. 4.2.4 Biota Perairan Studi Tim PKSPL IPB pada bulan Juni 2004 berhasil mengidentifikasi tiga kelompok besar biota perairan di Teluk Banten yaitu phytoplankton, zooplankton, dan benthos. Jenis, kepadatan dan beberapa indeks ekologi komunitas phytoplankton disajikan pada Tabel 7. Dari Tabel 7 diketahui, bahwa spesies paling dominan di ketiga stasiun pengamatan adalah Chaetoceros sp. dan Thalassiothrix sp. Kedua spesies ini merupakan spesies kosmopolitan dan dijumpai di hampir semua perairan laut. Kepadatan Chaetoceros sp. yang tinggi di perairan Pulau Panjang perlu mendapat perhatian, karena walaupun spesies ini tidak berbahaya bagi manusia, tetapi dapat menyebabkan kematian beberapa jenis ikan (merusak insang) dan invertebrata (Hallegraeff, 1995). Chaetoceros sp. juga merupakan salah satu spesies yang pernah blooming di perairan Teluk Jakarta pada tahun 1976 dengan kepadatan mencapai lebih dari 17 juta sel/m3, pada tahun 1977 dengan kepadatan lebih dari 87 juta sel/m3 (Adnan, 1980) dan pada tahun 2003 dengan kepadatan lebih dari 12 juta sel/m3 (Sinar Harapan, 14 Mei 2004). Jenis Pyrodinium sp. yang dikenal bersifat toksik dijumpai di semua stasiun pengamatan di Teluk Banten dengan kepadatan yang belum membahayakan. Kepadatan Pyrodinium sp. selain berkaitan dengan kandungan nutrient di perairan, juga dipengaruhi oleh kecepatan angin yang tinggi dan mengganggu dasar perairan tempat berkumpulnya kista. Naiknya kista dan nutrient ke permukaan berpotensi menyebabkan terjadinya ledakan populasi Pyrodinium sp. Terjadinya ledakan populasi Pyrodinium sp. di perairan Indo-Pasifik Barat diduga berkaitan dengan terjadinya el nino di wilayah tersebut (Hallegraeff, 1995). Indeks keragaman dan keseragaman yang relatif tinggi di ketiga stasiun pengamatan diduga berkaitan dengan tingginya kandungan nutrient di perairan sehingga meningkatkan kemampuan lingkungan dalam mendukung kehidupan phytoplankton. Tingginya kandungan nutrient di perairan memberi peluang bagi
banyak spesies untuk tumbuh dan berkembang sehingga indeks dominansi relatif rendah yang menunjukkan tidak adanya dominansi spesies tertentu.
Tabel 7. Jenis, kepadatan (sel/m3) dan beberapa indeks ekologi komunitas phytoplankton di perairan Teluk Banten Stasiun pengamatan P. Panjang T.Pontang Bojonegara
No. Phytoplankton Bacillariophyceae (Diatomae): 1. Bacteriastrum sp. 2. Chaetoceros sp. 3. Stephanopyxis sp. 4. Rhizosolenia sp. 5. Thalassionema sp. 6. Thalassiothrix sp. 7. Gyrosima sp. 8. Lauderia sp. 9. Eucampia sp. 10. Hemiaulus sp. 11. Biddulphia sp. 12. Leptocylindrus sp. 13. Licmophora sp. 14. Coscinodiscus sp. 15. Navicula sp. 16. Hyalodiscus sp. 17. Guinardia sp. 18. Amphora sp. 19. Climacosdium sp. 20. Triceratium sp. 21. Nitzschia sp. 22. Skeletonema sp.
4.912.988 106E+08 19.646.365 356.394 1572327 5.136.268 104.821 356.394 251.572 0 83.857 41.928 41.928 41.928 41.928 20.964 41.928 0 0 0 272.536 0
0 1.178.782 209.642 41.928 41.928 754.704 0 0 20.964 0 20.964 0 0 104.821 0 0 20.964 20.964 0 0 2.488.539 0
20.964 1.027.253 0 398.322 0 628.931 41.928 104.822 20.964 83.857 0 607.966 0 20.964 0 0 41.928 0 41.928 41.928 62.893 670.859
Dinophyceae (Dinoflagellata): 23. Ceratium sp. 24. Pyrodinium sp.
41.928 62.893
104.821 20.964
41.928 20.964
0
0
20.964
Cyanophyceae (blue green algae): 25. Trichodesmium sp. Jumlah spesies Jumlah sel/m3 Indeks keragaman Indeks keseragaman Indeks dominansi
19 13 18 139.446.759 5.029.985 3.899.363 0,93 1,45 1,96 0,32 0,56 0,67 0,61 0,33 0,19 Bapedal Propinsi Banten dan PKSPL IPB (2004)
Jenis, kepadatan dan beberapa indeks ekologi komunitas zooplankton disajikan pada Tabel 8. Dari Tabel 8 diketahui bahwa stasiun pengamatan Pulau Panjang memiliki jumlah spesies zooplankton terbanyak (8 spesies) dengan spesies yang kepadatannya tertinggi adalah Vorticella sp. (103.896 sel/m3).
Tabel 8. Jenis, kepadatan (sel/m3) dan beberapa indeks ekologi komunitas zooplankton di perairan Teluk Banten No. Zooplankton
Stasiun pengamatan P. Panjang T.Pontang Bojonegara
Protozoa: 1. Vorticella sp.
103.896
41.482
0
Copepoda: 2. Nauplius sp. 3. Calanus sp. 4. Euterpina sp. 5. Oithona sp.
2.664 2.664 2.664 1.998
17.777 0 0
16.771 0 0 4.193
0
2.963
0
1.998 666
0 0
0 0
Copelata: 6. Oikopleura sp. Decapoda: 7. Mysis sp. 8. Lucifer sp. Larva Polychaeta Jumlah spesies Jumlah sel/m3 Indeks keragaman Indeks keseragaman Indeks dominansi
666 2.963 4.193 8 4 3 117.216 65.185 25.157 0,55 0,92 0,86 0,27 0,67 0,79 0,79 0,48 0,50 Bapedal Propinsi Banten dan PKSPL IPB (2004)
Walaupun kandungan nutrient cukup tinggi, Noctiluca scintillans (spesies penyebab red tide dari kelompok Protozoa) belum dijumpai keberadaannya di wilayah perairan Teluk Banten. Namun demikian bila pencemaran limbah organik semakin besar, bukan tidak mungkin ledakan populasi Noctiluca scintillans akan terjadi di masa yang akan datang seperti yang pernah terjadi di Teluk Jakarta.
Indeks keragaman dan keseragaman zooplankton yang relatif tinggi di ketiga stasiun pengamatan, diduga berkaitan dengan tingginya indeks keragaman dan keseragaman phytoplankton di wilayah tersebut. Melalui mekanisme pemangsaan, populasi zooplankton akan menekan populasi phytoplankton, sehingga akhirnya terbentuk keseimbangan dinamik antara kedua populasi tersebut. Komposisi dan kepadatan benthos di perairan Teluk Banten disajikan pada Tabel 9. Dari Tabel 9 diketahui, bahwa benthos hanya ditemukan di stasiun pengamatan Pulau Panjang, yakni dari spesies Nephtys sp. dan Venericardia sp. Di stasiun pengamatan Tanjung Pontang tidak ditemukan benthos sama sekali. Hal ini diduga berkaitan dengan kondisi permukaan substrat dasar perairan yang cukup dinamis, sehingga kurang sesuai untuk kehidupan benthos.
Tabel 9. Komposisi dan kepadatan benthos (sel/m3) di perairan Teluk Banten No.
Stasiun pengamatan P. Panjang T. Pontang
Organisme benthos
Polychaeta: 1. Nephtys sp.
58
0
Pelecypoda: 2. Venericardia sp.
29
0
Jumlah spesies Jumlah sel/m3 Indeks keanekaragaman Indeks keseragaman Indeks dominansi
2 0 87 0 1,0 0 1,0 0 0,5 0 Bapedal Propinsi Banten dan PKSPL IPB (2004)
4.2.5 Ekosistem Alami Wilayah pesisir dan laut Teluk Banten memiliki beberapa ekosistem alami bernilai tinggi seperti hutan mangrove, padang lamun, terumbu karang dan cagar alam Pulau Dua. Lokasi beberapa ekosistem alami di wilayah pesisir dan laut Teluk Banten disajikan pada Gambar 6.
A
U
T
J
A
W
6 4 8 0 0 0
6 4 2 0 0 0
6 3 6 0 0 0
6 3 0 0 0 0
6 2 4 0 0 0
6 1 8 0 0 0
L
A
LO KA SI EK OS ISTEM A LA MI PE SISIR TEL UK B ANTEN KAB UP ATEN S ERA NG 20 07
9 3 4 8 0 0 0
N 1000
0
1000 Meters
Pr oyek si : Trans ver se Merc ator Sistem G rid : Gr id Univer sal Tr ans v ers e Mer cator Datum H or is ontal : W GS 84
P. Kali
9 3 4 8 0 0 0
P. Panjang LE GE NDA :
P. Pamujan Besar
9 3 4 2 0 0 0
P. Tarahan P. Pamujan Kecil
Tg. Pontang
Mangrov e Lam un Karang Bird breeding area
9 3 4 2 0 0 0
KA BUP ATE N S ERA NG
T E L U K B A N T E N P. Kubur P. Kambing 9 3 3 6 0 0 0
9 3 3 6 0 0 0
P. Dua
Sumb er : P eta Li ng kun ga n Pan ta i Ind one sia skal a 1: 50 .000 , ta hun 199 9
6 4 8 0 0 0
6 4 2 0 0 0
6 3 6 0 0 0
6 3 0 0 0 0
6 2 4 0 0 0
6 1 8 0 0 0
Atlas Su mb erda ya Pe sisi r dan La ut Kab up aten S eran g, ska la 1 : 20 0.00 0 tahu n 20 02
P RO GRA M S TUDI PE NG ELO LAA N S UMB ERD AY A ALA M DA N LING K UNGA N INS TITUT PE RT ANIA N B OG O R
Gambar 6. Lokasi ekosistem alami wilayah pesisir dan laut Teluk Banten Kabupaten Serang 2007
a. Hutan Mangrove Mangrove merupakan komunitas tumbuhan yang toleran terhadap kadar garam (salinitas) yang tinggi dan biasa dijumpai di zona intertidal. Zona ini biasanya bergaram (salt deposits) dan berlumpur (mud deposits). Mangrove tumbuh di daerah yang berbatasan langsung dengan laut dan sering kali tergenang air. Sebagai bagian penting dari sumberdaya alam di wilayah pesisir dan laut, mangrove memiliki nilai ekonomi total (total economic value) yang bisa diukur dari use value dan nonuse value yang dimiliki (Aguero dan Flores, 1996). Use value mengacu pada benefit sumberdaya mangrove menurut penilaian pasar, sehingga bisa bersifat direct, indirect atau option value. Direct value mengacu pada output/services yang dapat langsung dikonsumsi, misalnya berupa kayu bakar, alkohol atau tanin. Indirect value mengacu pada functional benefit yang dimiliki, yakni sebagai habitat berbagai jenis flora dan fauna, substrat bagi bivalvia, nursery grounds, produksi primer seresah hutan dan barrier alami melawan gelombang dan angin. Option value mengacu pada potential benefit yang merupakan preferensi untuk melindungi mangrove dari kemungkinan pemanfaatannya di masa depan. Nonuse value terdiri dari existence value dan bequest value. Existence value mengacu pada nilai mangrove yang menyebabkan keberadaannya perlu dilestarikan. Bequest value mengacu pada besarnya dorongan untuk menjaga keberadaan mangrove agar bisa dimanfaatkan oleh generasi mendatang. Beberapa jenis mangrove yang tumbuh di pesisir Teluk Banten, di antaranya adalah bakau (Rhizophora spp), api-api (Avicennia spp), pedada (Sonneratia spp), tanjung (Bruguiera spp), nyirih (Xylocarpus spp), tengar (Ceriops spp), dan butabuta (Exoecaria spp) (Bapedal Propinsi Banten dan PKSPL IPB, 2004). Avicennia spp dapat tumbuh mencapai ketinggian 6-15 m; Rhizophora spp dapat mencapai lebih dari 15 m. Mangrove jenis tertentu bahkan dapat tumbuh mencapai ketinggian 35 m. Kepadatan optimum mangrove mencapai 800 pohon/ha. Data dari peta rupabumi digital Indonesia lembar 1109-634 dan 1110-321 (Serang, 2000) menunjukkan, bahwa mangrove di pesisir Teluk Banten tersebar di beberapa lokasi; di antaranya di sisi tenggara pantai Pulau Panjang, di cagar alam
Pulau Dua, di pantai timur Pulau Pamujan Besar, di sisi utara Pulau Lima dan di sepanjang pantai di Kecamatan Pontang dan Tanara. Hasil survei Tim PUSPICS Fakultas Geografi UGM pada tahun 2002 menunjukkan, bahwa mangrove di sisi tenggara pantai Pulau Panjang masih berada dalam kondisi yang baik dengan lebar zona mangrove mencapai 400 m. Pasokan lumpur dari sungai Ciujung yang terbawa oleh arus laut dinilai telah memberikan kontribusi besar terhadap perkembangan mangrove di zona ini. Kondisi yang berbeda, dijumpai di zona mangrove di sepanjang pantai timur Teluk Banten. Zona mangrove di wilayah ini sudah semakin tipis kondisinya karena alih fungsi menjadi tambak (Douven, 1999). Secara ekologis, kondisi ini dinilai merugikan karena menyebabkan penetrasi langsung sinar matahari, peningkatan suhu dan salinitas serta penurunan kadar oksigen sehingga merusak substrat lumpur sebagai habitat penting dari berbagai jenis ikan. Beberapa kelompok ikan bernilai ekonomi penting yang berasosiasi dengan mangrove di antaranya adalah udang dari genus Penaeus, yakni P. vannamei, P. stylirostris dan P. occidentalis. Spesies-spesies ini memiliki siklus migrasi tertentu dan sangat bergantung pada mangrove. Beberapa spesies moluska bernilai ekonomi penting yang juga bergantung pada mangrove di antaranya adalah Anadara tuberculosa, Anadara similis, Anadara grandis, Mytella guayanensis, Ostrea columbiensis dan Chione subrugosa (Bell dan Cruz-Trinidad, 1996). b. Padang Lamun Padang lamun merupakan komunitas tumbuhan berbiji tunggal (monokotil) dari kelas angiospermae. Keunikan lamun dari tumbuhan laut lainnya terletak pada perakarannya yang ekstensif dengan sistem rhizome. Lamun berkembang di perairan dangkal dengan substrat lunak dan penetrasi cahaya matahari yang cukup. Sirkulasi air yang baik sangat penting bagi lamun karena akan memberikan pasokan nutrient dan membuang sisa-sisa metabolisme. Ekosistem lamun memiliki beragam potensi. Di antaranya adalah kemampuan untuk memperangkap (trapped) sedimen, menstabilkan substrat dasar dan menjernihkan air. Selain itu, lamun juga berfungsi sebagai sumber makanan langsung bagi kebanyakan hewan laut dan habitat bagi berbagai jenis hewan air. Lamun memiliki kemampuan untuk memindahkan unsur hara di permukaan
sedimen dan mengikatnya menggunakan rhizome sehingga dasar perairan terjaga dari erosi. Lamun juga memiliki kemampuan menyaring bahan pencemar (Supriharyono, 2002). Sebagai habitat penting perikanan, ekosistem lamun merupakan nursery ground bagi berbagai juvenile kerapu bernilai ekonomi tinggi seperti Ephinephelus bleekeri, E. fuscoguttatus, E. mera, E. Septemfasciatus, E. tauvina, dan Plectropoma sp. Berbagai spesies udang, kepiting dan kerang juga memanfaatkan lamun sebagai nursery ground, sementara beberapa spesies herbivora bernilai ekonomi penting seperti baronang dan duyung/dugong memanfaatkan lamun sebagai feeding ground (Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Banten dan PUSPICS Fakultas Geografi UGM, 2002). Studi yang dilakukan Tim PKSPL IPB pada bulan Juni 2004 menemukan delapan jenis tumbuhan lamun di perairan di Teluk Banten, yakni Enhalus acoroides, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Halodule uninervis, Halophila ovalis, Halophila minor, Syringodium isoetifolium dan Thalassia hemprichii. Jenis lamun yang dominan di wilayah ini adalah Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii. Menurut studi itu, luas total padang lamun di perairan Teluk Banten mencapai 366,9 ha dan terdistribusi di beberapa lokasi seperti disajikan pada Tabel 10. Hasil studi itu juga menunjukkan bahwa kerapatan ratarata lamun di perairan Teluk Banten berkisar antara 40 sampai 3.920 individu/m2. Kerapatan tertinggi ditemukan pada jenis Syringodium isoetifolium, kerapatan terendah pada jenis Enhalus acoroides dan Halodule uninervis. Distribusi padang lamun yang terkonsentrasi di pantai barat Teluk Banten dan
berdekatan
dengan
lokasi
permukiman
dan
perindustrian,
dinilai
Glimmerveen (2001) semakin membuat rentan kondisi ekosistem ini. Semakin terdesaknya ekosistem lamun oleh aktivitas reklamasi juga ditunjukkan Douven (1999). Aktivitas reklamasi yang berlangsung intensif berdampak pada terjadinya pergeseran garis pantai ke arah laut yang pada akhirnya mendesak keberadaan ekosistem lamun.
Tabel 10. Distribusi padang lamun di perairan Teluk Banten No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Lokasi Luas (ha) Gorenjang-Bojonegara 15,0 Kepuh-Bojonegara 120,0 Cikantung 40,0 Kuala Pasar 72,0 Pulau Panjang dan Pulau Semut 37,0 Pulau Tarahan 3,5 Pulau Kubur 15,5 Pulau Kambing 22,0 Pulau Lima 15,0 Pulau Pamujan Kecil 0,1 Pulau Pamujan Besar 13,0 Pulau Dua 0,3 Gosong Besar 7,0 Gosong Dadapan 6,5 Total 366,9 Bapedal Propinsi Banten dan PKSPL IPB (2004)
c. Terumbu Karang Terumbu karang merupakan komunitas organisme yang hidup di dasar laut dangkal dan membentuk endapan kalsium karbonat (CaCO3). Berdasarkan hal tersebut, dikenal dua tipe terumbu karang, yaitu hermatypic corals dan ahermatypic corals (Supriharyono, 2002). Hermatypic corals merupakan komunitas binatang karang yang dapat membentuk bangunan karang. Dalam hidupnya, karang jenis ini bersimbiosis dengan zooxanthellae (sejenis algae yang dapat berfotosintesis). Ahermatypic corals merupakan komunitas binatang karang yang tidak dapat membentuk bangunan karang. Terumbu karang memiliki sejumlah manfaat penting bagi manusia. Tingginya produktivitas primer di perairan terumbu karang memungkinkan perairan ini berfungsi sebagai tempat pemijahan, pengasuhan dan mencari makan bagi berbagai jenis ikan. Zooxanthellae yang hidup di polyp karang dapat membantu mengawetkan unsur hara dengan cara mengakumulasikan sisa-sisa metabolisme binatang karang. Di daerah reef flat terumbu karang, sering tumbuh berbagai jenis rumput laut (seaweed) yang bermanfaat sebagai bahan makanan dan obat-obatan. Terumbu karang juga berfungsi sebagai barrier untuk mencegah terjadinya erosi pantai.
Hasil survai Tim PUSPICS Fakultas Geografi UGM pada tahun 2002 menunjukkan, bahwa jenis-jenis karang yang hidup di perairan Teluk Banten didominasi oleh bentuk-bentuk masif dengan polyp yang besar dan bentuk daun (foliose). Kondisi ini diduga berkaitan dengan tingginya kekeruhan perairan karena tingkat sedimentasi yang tinggi. Luas total ekosistem terumbu karang di perairan Teluk Banten mencapai 250 ha dan tersebar terutama di sekeliling Pulau Panjang (Bapedal Propinsi Banten dan PKSPL IPB, 2004). Data dari peta lingkungan pantai Indonesia lembar LPI 110-09 (Teluk Banten, 1999) menunjukkan, bahwa selain di sekeliling Pulau Panjang, pulau-pulau kecil lainnya yang dikelilingi terumbu karang adalah Pulau Kubur, Pulau Kambing, Pulau Lima, Pulau Pamujan Kecil, Pulau Tarahan, Pulau Tanjungbatu, Pulau Cikantung, Pulau Kamanisan dan Pulau Kali. Selain itu, terumbu karang juga dijumpai di sekitar Tanjung Awuran, Tanjung Kopo, Tanjung Gorenjang dan di pantai timur Argawana. Berbagai jenis karang yang hidup di perairan Teluk Banten disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Berbagai jenis karang di perairan Teluk Banten No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
Nama Ilmiah Caulastrea sp. Symphyllia sp. (1) Symphyllia sp. (2) Lobophylla sp. Favia sp. Goniopora sp. Platygyra sp. Leptoseris sp. Acropora sp. (1) Acropora sp. (2) Porites sp. Montipora sp. Pavona sp. Millepora sp. (1) Millepora sp. (2) Jenis X
Bentuk Lokasi masif P. Panjang, P. Tunda masif P. Panjang masif P. Panjang masif P. Panjang, P. Tunda masif P. Panjang, P. Tunda, P. Kubur masif P. Panjang, P. Tunda, P. Kubur masif P. Panjang submasif P. Panjang branching P. Panjang, P. Tunda digitate P. Panjang, P. Tunda digitate P. Kubur foliose,encrusting P. Panjang, P. Tunda foliose P. Kubur, P. Pamujan digitate P. Panjang, P. Kubur submasif P. Kubur encrusting P. Panjang Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Banten dan PUSPICS Fakultas Geografi UGM (2002)
Di perairan Teluk Banten, berbagai jenis ikan bernilai ekonomi penting hidup berasosiasi dengan terumbu karang. Hasil survai Tim PUSPICS
menunjukkan, bahwa jenis-jenis ikan yang dominan di zona terumbu karang Teluk Banten adalah ikan-ikan hias dari famili Pomacentridae (betok), Labridae (keling/keleng), dan Chaetodontidae (kepe-kepe) serta ikan-ikan konsumsi dari famili Caesionidae (ekor kuning), Haemulidae (kerapu) dan Serranidae (kerapu). Berbagai jenis ikan yang berasosiasi dengan terumbu karang di perairan Teluk Banten selengkapnya disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Berbagai jenis ikan yang berasosiasi dengan terumbu karang di perairan Teluk Banten No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24.
Nama Ilmiah Nama Lokal Keterangan Chaetodon ornatissimus kepe-kepe ikan hias Chaetodon citrinellus kepe-kepe ikan hias Chelmon rostratus kepe-kepe ikan hias Coradion altivelis kepe-kepe ikan hias Pomacanthus xanthometopon enjel ikan hias Pygoplites diacanthus enjel ikan hias Abudefduf vaigiensis betok ikan hias Amblyglyphydodon aureus betok ikan hias Acantochromis polyacanthus betok ikan hias Amphiprion ocellaris ikan badut ikan hias Dascyllus sp. dakocan ikan hias Dascyllus trimaculatus dakocan ikan hias Thalossoma lunare keling ikan hias Halichoeres melanurus keling ikan hias Labroides dimidiatus dokter ikan hias Zanclus canescens moris ikan hias Apogon sealei seriding ikan hias Apogon doederleini seriding ikan hias Paracirrhites forsteri hawkfish ikan hias Platax pinnatus batman ikan hias/konsumsi Plectorhynchus celebicus kakap ikan konsumsi Caesio spp. ekor kuning ikan konsumsi Cephalopholis spp. kerapu ikan hias/konsumsi Epinephelus spp. kerapu ikan konsumsi Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Banten dan PUSPICS Fakultas Geografi UGM (2002) Hasil survai Tim PUSPICS juga menunjukkan, bahwa tingkat penutupan
karang di perairan Teluk Banten cukup rendah (30-40%). Rendahnya tingkat penutupan karang ini bersifat alami dan diduga merupakan hasil adaptasi karang terhadap kekeruhan. Pada banyak lokasi, tingkat penutupan karang di perairan Teluk Banten bahkan lebih rendah lagi (0-20%). Kondisi ini diduga disebabkan
oleh faktor alam dan manusia. Hantaman gelombang berpotensi merusak beberapa jenis karang dengan bentuk tertentu (terutama bentuk branching dan tabulate). Aktivitas penambangan karang yang intensif juga terbukti telah merusak keberlangsungan hidup berbagai jenis karang. Penduduk memanfaatkan karang untuk berbagai keperluan, seperti bahan bangunan (karang hidup dan mati) dan untuk membuat akuarium yang diperdagangkan (karang hidup). Hasil studi Douven (1999) menunjukkan bahwa lebih dari 850 m2 karang hidup ditambang setiap tahun oleh penduduk. Hal ini merupakan faktor utama penyebab kerusakan terumbu karang di Teluk Banten. Beberapa penyebab lain di antaranya adalah lalu lintas perairan (5.000 m2/th), metode penangkapan ikan yang merusak (1.600 m2/th) dan budidaya rumput laut (75 m2/th) (Glimmerveen, 2001). d. Cagar Alam Pulau Dua Pulau Dua ditetapkan sebagai cagar alam berdasarkan SK Menteri Kehutanan No.253/KPTS-II/1984. Luas cagar alam ini mencapai 30 ha, termasuk kawasan Pulau Satu dan tanah timbul yang memanjang ±200 m ke arah selatan. Selama breeding season, Pulau Dua merupakan habitat penting bagi lebih dari 45.000 ekor burung. Menurut Douven (1999), sekitar 50% burung-burung di Pulau Dua merupakan pemakan ikan (fish eaters), sedangkan sisanya pemakan serangga (insect eaters). Area untuk mencari makan (feeding area) bagi burungburung ini terbentang mulai dari pantai barat Teluk Banten sampai di sebelah barat Bandara Soekarno Hatta. Ke arah darat, feeding area diperkirakan bisa mencapai Serang, bahkan Bogor. Namun demikian, wilayah penting bagi burungburung tersebut dalam mencari makan adalah di sekitar breeding area Pulau Dua dan Pulau Pamujan Besar. Studi Tim PKSPL IPB di cagar alam Pulau Dua pada bulan Juni 2004 berhasil mengidentifikasi ±108 spesies burung dari 39 famili. Burung-burung yang banyak dijumpai di cagar alam Pulau Dua di antaranya adalah kuntul kerbau (Bulbulcus ibis), kuntul besar (Casmerodius albus), kuntul sedang (Egretta intermedia), kuntul kecil (Egretta garzetta), kowak maling (Nycticorax nycticorax), cangak merah (Ardea purpurea), dan roko-roko (Plegadis falcinellus). Sekitar 38 spesies burung di Pulau Dua berstatus dilindungi, satu
spesies di antaranya termasuk dalam kategori langka dan terancam punah (endangered) yakni Baintayung (Fregata andrewsi), satu spesies rentan (vulnerable) yakni Bluwok (Mycteria cinerea), dan satu spesies langka (rare) yakni Kacamata (Zosterops flavus). Persoalan utama yang dihadapi cagar alam Pulau Dua saat ini adalah tingginya tingkat konversi lahan yang menyebabkan semakin jauhnya jarak antara breeding area dengan feeding area (Douven, 1999; Glimmerveen, 2001). Kondisi ini mendorong burung-burung melakukan migrasi untuk mencari breeding area yang baru. Bila feeding area menjadi semakin tidak memadai, bisa dipastikan eksistensi Pulau Dua sebagai habitat burung akan hilang karenanya. Tingginya aktivitas antropogenik juga telah menimbulkan tekanan yang berat bagi keberlanjutan ekosistem di pesisir Teluk Banten. Beberapa faktor yang berkaitan dengan aktivitas antropogenik dan relevansinya dengan kerusakan ekosistem pesisir dan laut disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13. Tekanan antropogenik dan relevansinya dengan kerusakan ekosistem pesisir dan laut Teluk Banten No. Tekanan antropogenik 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Perusakan mangrove Reklamasi pantai Volume limbah Sedimentasi Gangguan Pulau Dua Feeding area Penambangan karang Coral fisheries Bondet fishery Penangkapan kerapu Penambangan pasir laut
Jenis ekosistem/komponen ekosistem Karang Lamun Burung Kerapu ** ** ** ** ** ** ** * * ** * * ** ** ** ** ** ** ** * * * ** ** ** ** Douven (1999) dengan beberapa modifikasi
Keterangan: -=tidak relevan, *=relevan, **=penting
4.3 Kondisi Sosial Ekonomi 4.3.1 Kependudukan Kependudukan merupakan salah satu variabel penting yang sangat menentukan keberhasilan pengelolaan lingkungan. Dalam konteks PSIR (Pressure-State-Impact-Response), aktivitas penduduk bahkan dianggap sebagai faktor paling menentukan keberhasilan manusia memposisikan sistem alam dalam konteks sosial. Pada tahun 2004, jumlah total penduduk Kabupaten Serang mencapai 1.834.514 jiwa. Jumlah ini mengalami peningkatan sebesar 267,1% (lebih dari 2,5 kali lipat) dibandingkan dengan jumlah penduduk pada tahun1961. Peningkatan jumlah penduduk Kabupaten Serang tahun 1961-2004 disajikan pada Tabel 14. Bila dilihat dari distribusi umur, pertumbuhan penduduk Kabupaten Serang tergolong cepat untuk masa-masa yang akan datang, karena 47,9% dari total penduduk berumur di bawah 20 tahun (usia produktif), dan hanya 9,7% saja yang berumur di atas 50 tahun. Jumlah penduduk Kabupaten Serang menurut kelompok umur disajikan pada Tabel 15. Tabel 14. Peningkatan jumlah penduduk Kabupaten Serang tahun 1961-2004 Tahun 1961 2002 2003 2004
Jumlah penduduk Peningkatan (%) 686.930 1.735.560 252,7 1.776.995 258,7 1.834.514 267,1 BPS Kabupaten Serang (2005)
Tabel 15. Jumlah penduduk Kabupaten Serang tahun 2004 menurut kelompok umur No
Kelompok umur
1. 2. 3.
0-19 20-49 =50 Total
Jumlah penduduk Persentase (jiwa) 877.680 47,9 778.576 42,4 178.258 9,7 1.834.514 100,0 BPS Kabupaten Serang (2005)
Pada tahun 2004, jumlah penduduk di kecamatan-kecamatan yang berbatasan langsung dengan Teluk Banten mencapai 370.251 jiwa. Jumlah yang merupakan 20,2% dari total penduduk Kabupaten Serang ini juga merupakan jumlah penduduk 7 kecamatan pesisir dari total 32 kecamatan di Kabupaten Serang. Kepadatan penduduk di kecamatan-kecamatan pesisir (1.074,83 jiwa/km2) sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan kepadatan penduduk Kabupaten Serang pada umumnya (1.057,91 jiwa/km2). Jumlah penduduk dan kepadatannya di kecamatan-kecamatan yang berbatasan langsung dengan Teluk Banten tahun 2004 disajikan pada Tabel 16. Jumlah penduduk yang besar pada satu sisi memang merupakan modal pembangunan, tetapi pada sisi lain juga bisa merupakan beban pembangunan bila tidak disertai dengan kualitas sumberdaya manusia yang memadai. Tingkat keberhasilan pembangunan sumberdaya manusia digambarkan oleh indeks pembangunan manusia (IPM). IPM merupakan indeks gabungan dari tiga komponen, yakni: indeks harapan hidup (angka harapan hidup), indeks pencapaian pendidikan (angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah), serta indeks pendapatan (tingkat daya beli). IPM Kabupaten Serang tahun 1999-2004 disajikan pada Tabel 17.
Tabel 16. Jumlah penduduk dan kepadatannya di kecamatan-kecamatan pesisir Teluk Banten tahun 2004 No. Kecamatan pesisir 1. Puloampel 2. Bojonegara 3. Kramatwatu 4. Kasemen 5. Pontang 6. Tirtayasa 7. Tanara Pesisir Teluk Banten Kabupaten Serang
Jumlah penduduk (jiwa) 29.901 39.450 87.685 81.214 54.506 40.938 36.557 370.251 1.834.514
Persentase
Kepadatan (jiwa/km2) 8,08 918,34 10,66 1.301,98 23,68 1.804,59 21,93 1.281,79 14,72 840,49 11,06 635,09 9,88 741,52 20,2 1.074,83 1.024,74 BPS Kabupaten Serang (2005)
Tabel 17. IPM Kabupaten Serang tahun 1999-2004 Tahun 1999 2002 2003 2004
Angka harapan hidup (tahun)
59,6 60,2 60,5 61,1
Angka melek huruf (%)
Rata-rata lama sekolah (tahun)
Pengeluaran riil perkapita (Rp)
IPM
92,2 5,9 577.700 60,8 91,9 6,8 602.300 63,7 92,9 6,9 604.000 64,4 93,8 7,1 611.100 65,5 Bappeda dan BPS Provinsi Banten (2004) BPS Kabupaten Serang (2005)
Dari Tabel 17 diketahui, bahwa terjadi kenaikan angka harapan hidup dari 59,6 pada tahun 1999 menjadi 60,2 pada tahun 2002; 60,5 pada tahun 2003; dan 61,1 pada tahun 2004. Secara teoretik, terdapat hubungan negatif antara angka harapan hidup dengan angka kematian bayi. Hal ini menunjukkan bahwa dalam kurun waktu yang sama, telah terjadi penurunan angka kematian bayi (yakni dari 56,7 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1999 menjadi 53,4 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2004) (BPS Kabupaten Serang, 2005). Tingkat pendidikan penduduk Kabupaten Serang pada umumnya masih rendah. Meskipun angka melek huruf (kemampuan baca-tulis) penduduk usia 15 tahun ke atas cukup tinggi, tetapi pencapaian pendidikan formal relatif masih rendah. Pada tahun 2004, persentase penduduk melek huruf telah mencapai 93,8%, yang berarti masih terdapat penduduk buta huruf sebesar 6,2%. Rata-rata lama sekolah baru mencapai 7,1 tahun yang berarti pada umumnya penduduk baru menamatkan bangku Sekolah Dasar (SD). Kondisi perekonomian masyarakat Kabupaten Serang pada umumnya juga masih belum baik. Hal ini bisa dilihat dari pengeluaran riil perkapita (daya beli) masyarakat yang masih berada di bawah standard UNDP (pada tahun 2004 mencapai Rp. 611.100,00 sedangkan standard minimal UNDP Rp 732.720,00). Walaupun demikian, kondisi ini memang mengalami kenaikan, karena pada tahun 1999, pengeluaran riil perkapita masyarakat baru mencapai Rp 577.700,00. Secara keseluruhan, pada tahun 2004, IPM Kabupaten Serang berada pada posisi 65,5 yang berarti masih berada pada status pembangunan manusia “menengah-bawah”. Di tingkat Provinsi Banten, Kabupaten Serang menduduki posisi ke-4 dari 6 kabupaten/kota yang ada (BPS Kabupaten Serang, 2005).
4.3.2 Perekonomian Wilayah Aktivitas perekonomian wilayah pesisir dan laut Teluk Banten didukung oleh beberapa sektor ekonomi utama seperti pertanian, industri, pariwisata, perdagangan, hotel dan restoran, transportasi dan jasa-jasa. Gambaran secara menyeluruh tentang aktivitas perekonomian wilayah pesisir dan laut Teluk Banten dapat dilihat melalui produk domestik regional bruto (PDRB) Kabupaten Serang pada Tabel 18. Dari Tabel 18 diketahui, bahwa sektor industri memberikan sumbangan yang cukup signifikan (48,90%) terhadap PDRB Kabupaten Serang. Bila dilihat dari luas lahan yang digunakan, sektor industri hanya menempati areal seluas 8.176,68 ha (5%) dari total luas lahan di Kabupaten Serang. Sektor pertanian yang menempati areal seluas 128.864,80 ha (75%), justru hanya menyumbangkan 13,99% dari total PDRB. Kondisi ini dimungkinkan, mengingat industri merupakan sektor padat modal, sehingga untuk memperoleh gain ekonomi yang tinggi, sektor ini tidak membutuhkan lahan yang luas. Sebaliknya, pertanian yang merupakan mata pencaharian sebagian besar penduduk ternyata belum mampu memperoleh gain ekonomi yang tinggi, walaupun lahan yang luas telah digunakan untuk kepentingan tersebut. Tingginya aktivitas industri berdampak pada berkembangnya kegiatan pendukung dan sektor jasa, yakni perdagangan, hotel dan restoran yang mencapai 10,40%, transportasi dan komunikasi (3,38%) serta jasa-jasa (8,04%).
Tabel 18. PDRB Kabupaten Serang tahun 2004 atas dasar harga berlaku (dalam jutaan rupiah) dan persentasenya No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Sektor/lapangan usaha Pertanian Pertambangan Industri Listrik, gas, dan air bersih Bangunan Perdagangan, hotel, dan restoran Transportasi dan komunikasi Keuangan, sewa, jasa perusahaan Jasa-jasa Total
PDRB Persentase 1.397.533 13,99 6.174 0,06 4.884.462 48,90 522.155 5,23 632.407 6,33 1.038.786 10,40 337.792 3,38 367.197 3,68 802.923 8,04 9.989.429 100,00 BPS Kabupaten Serang (2005)
Peranan wilayah pesisir dalam menunjang perekonomian Kabupaten Serang dapat dilihat dari kontribusi wilayah tersebut terhadap PDRB Kabupaten Serang (Tabel 19). Dari Tabel 19 diketahui besarnya kontribusi wilayah pesisir (74%) terhadap PDRB Kabupaten Serang. Peranan wilayah pesisir yang cukup dominan berkaitan dengan potensi sumberdaya alam (berupa lahan yang subur untuk pertanian) dan keunggulan lokasi (locational rent) yang memungkinkan wilayah ini berkembang menjadi kawasan industri, pelabuhan dan pariwisata.
Tabel 19. Peranan wilayah pesisir pada perekonomian Kabupaten Serang (diukur melalui kontribusi terhadap PDRB (dalam jutaan rupiah) tahun 2004) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Sektor/lapangan usaha PDRB Persentase* Pertanian 1.397.533 25 Pertambangan 6.174 50 Industri 4.884.462 80 Listrik, gas, dan air bersih 522.155 75 Bangunan 632.407 60 Perdagangan, hotel, dan restoran 1.038.786 80 Transportasi dan komunikasi 337.792 75 Keuangan, sewa, jasa perusahaan 367.197 75 Jasa-jasa 802.923 75 Total 9.989.429 74 Bapedal Propinsi Banten dan PKSPL IPB (2004) dengan penyesuaian pada nilai PDRB
Keterangan: *=peran wilayah pesisir untuk tiap sektor berdasarkan expert judgment.
4.3.3 Sumberdaya Perikanan Kondisi kelimpahan ikan di perairan Teluk Banten (lokasi penambangan pasir laut dan daerah penangkapan ikan tradisional) ditunjukkan oleh nilai densitas yang mewakili kelimpahan ikan pelagis dan demersal. Hasil survai Tim PKSPL IPB pada bulan Juni 2004 menunjukkan, bahwa densitas ikan rata-rata berada di atas 500 fish/1.000m3. Bila dibandingkan dengan kelimpahan tertinggi pada periode itu (mencapai 40.753,2 fish/1.000m3), densitas ikan rata-rata yang relatif rendah diduga berkaitan erat dengan gejala terjadinya overfishing. Densitas ikan di perairan Teluk Banten ditunjukkan pada Tabel 20.
Tabel 20. Densitas ikan di perairan Teluk Banten Posisi awal Track
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Bujur Timur
106°16.319 106°16.171 106°14.798 106°14.295 106°13.043 106°12.43
Lintang Selatan
Posisi akhir Bujur Timur
Lintang Selatan
Densitas (fish/1.000m3)
05°52.701 106°16.220 05°53.002 1.308,6 05°53.085 106°14.800 05°54.954 940,2 05°54.949 106°14.308 05°52.900 1.096,9 05°52.871 106°13.042 05°55.017 1.275,8 05°54.827 106°12.664 05°53.617 40.753,2 05°52.99 106°11.048 05°54.906 615,1 Bapedal Propinsi Banten dan PKSPL IPB (2004)
Perairan Teluk Banten juga dikenal sebagai daerah penghasil kerapu (Epinephelus spp.) yang bernilai ekonomi tinggi. Dua spesies kerapu yang menjadi andalan nelayan di pesisir Teluk Banten adalah kerapu lumpur (Epinephelus coioides) dan kerapu lodi/sunu (Epinephelus maculatus). Tingginya tingkat eksploitasi kerapu di perairan Teluk Banten (Tabel 21) berdampak pada tingginya ancaman terhadap keberadaan spesies tersebut. Beberapa spesies kerapu bahkan telah berada pada status rentan (vulnerable) menurut kriteria IUCN (international union for the conservation of nature and natural resources) (Tabel 22). Kondisi ini terjadi, mengingat penurunan populasi secara tajam dan berlangsung secara terus-menerus, berpotensi mengancam kelangsungan hidup spesies kerapu di masa yang akan datang.
Tabel 21. Tingkat eksploitasi kerapu di perairan Teluk Banten
Di
No.
Nama kerapu
1. 2. 3.
Kerapu lumpur Kerapu lodi/sunu Kerapu macan Total
Total tangkapan (kg/minggu) 88 29 25 142 Glimmerveen (2001)
kecamatan-kecamatan pesisir Teluk Banten, budidaya perairan
didominasi oleh budidaya udang, bandeng, kerapu dan rumput laut. Aktivitas budidaya di wilayah ini berkembang cukup baik. Meskipun demikian, perikanan tangkap masih merupakan sektor unggulan dengan total produksi mencapai
5.910,50 ton (tahun 2004). Dibanding tahun 2003 (total produksi mencapai 5.430,60 ton), kondisi ini mengalami peningkatan sebesar 8,83%. Secara faktual, meskipun produksi perikanan laut hampir mencapai lima kali lipat dibandingkan dengan produksi perikanan tambak, tetapi nilai produksi perikanan tambak pada tahun 2004 (Rp18.971.800.000,00) tidak terpaut begitu jauh dengan nilai produksi perikanan laut (Rp25.606.660.000,00). Produksi dan nilai produksi perikanan di kecamatan-kecamatan pesisir Teluk Banten disajikan pada Tabel 23. Luas areal tambak di wilayah tersebut disajikan pada Tabel 24. Tabel 22. Status beberapa jenis kerapu No. 1. 2. 3. 4. 5.
Spesies kerapu Epinephelus coioides Epinephelus maculatus Epinephelus spp. Epinephelus fuscoguttatus Epinephelus sexfasciatus
Nama lokal kerapu lumpur kerapu lodi/sunu kerapu macan kerapu karang
Status menurut IUCN vulnerable tidak diketahui vulnerable tidak diketahui Glimmerveen (2001)
Tabel 23. Produksi dan nilai produksi perikanan kecamatan-kecamatan pesisir Teluk Banten tahun 2003-2004 No. Jenis Perikanan 1. 2.
Perikanan laut (tangkap) Perikanan tambak Jumlah
Produksi (ton) Nilai Produksi (Rp. 1.000) 2003 2004 2003 2004 5.430,60 5.910,50 21.242.597 25.606.660 1.299,90 1.543,90 12.090.995 18.971.800 6.730,50 7.454,40 33.333.592 44.578.460 BPS Kabupaten Serang (2005)
Tabel 24. Luas areal tambak di pesisir Teluk Banten No. 1. 2. 3. 4. 5.
Kecamatan pesisir Luas (ha) Kramatwatu 378 Kasemen 860 Pontang 2.203 Tirtayasa 2.024 Tanara 1.445 Total 3.464,5 BPS Propinsi Banten (2005)
Peranan sektor perikanan pada perekonomian Kabupaten Serang dinilai cukup penting.
Pada tahun 2004, kontribusi sektor perikanan terhadap total
PDRB mencapai Rp. 140.936.000.000,00 (1,41%). Walaupun secara nominal nilai ini meningkat 9,39% dari tahun 2003 (Rp. 12.101.000.000,00), tetapi kontribusinya terhadap total PDRB cenderung turun (0,02%). Meskipun demikian, pertumbuhan PDRB sektor perikanan cenderung naik (dari 7,09% pada tahun 2003 menjadi 9,39% pada tahun 2004). Kondisi ini menunjukkan lemahnya sinergi antar sektor dan adanya kecenderungan dominasi oleh sektor tertentu, terutama industri. Struktur PDRB sektor perikanan di Kabupaten Serang dapat dilihat pada Tabel 25.
Tabel 25. Struktur PDRB sektor perikanan di Kabupaten Serang No. Indikator 1. 2. 3. 4.
Total PDRB (juta Rp) PDRB sektor perikanan (juta Rp) Kontribusi terhadap total PDRB (%) Laju pertumbuhan PDRB perikanan (%)
Tahun 2003 2004 8.998.670 9.989.429 128.835 140.936 1,43 1,41 7,09 9,39 BPS Kabupaten Serang (2005)
4.3.4 Pertanian dan Perkebunan Sebagian besar wilayah pesisir Teluk Banten yang berada pada ketinggian 03 m dpl; memiliki jenis tanah alluvial; curah hujan rata-rata 141,8 mm; dan tipe iklim C1 (menurut klasifikasi Oldeman). Kondisi ini sangat mendukung potensi wilayah sebagai daerah pertanian yang cukup subur dengan hamparan persawahan yang luas. Di wilayah ini dijumpai tiga jenis sawah, yakni sawah beririgasi teknis (terdiri dari sawah beririgasi sepanjang tahun dan beririgasi tidak sepanjang tahun), sawah beririgasi non teknis dan sawah tadah hujan. Tingginya intensitas kegiatan perekonomian di wilayah pesisir Teluk Banten berdampak pada tingginya tingkat konversi lahan pertanian. Konversi lahan berlangsung cukup intensif, terutama di pesisir barat. Pengembangan zona industri berskala besar sudah dan sedang berlangsung di wilayah ini, yakni Pelabuhan
Internasional Bojonegara (PIB) di bagian utara (di Kecamatan Puloampel) dan sebuah industrial estate (dengan luas mencapai 1.300 ha) di bagian selatan. Secara keseluruhan, pengembangan zona ekonomi khusus di pesisir barat Teluk Banten memerlukan lahan seluas 11.000 ha yang terhampar di 3 kecamatan, yakni Kecamatan Kramatwatu, Bojonegara dan Puloampel. Di pesisir timur Teluk Banten, konversi lahan berlangsung lebih terkendali dan hanya untuk keperluan permukiman perdesaan dengan skala kecil. Luas lahan pertanian di wilayah pesisir Teluk Banten disajikan pada Tabel 26. Dari Tabel 26 diketahui bahwa Kecamatan Puloampel dan Bojonegara relatif memiliki persentase luas lahan pertanian yang lebih besar dibanding kecamatan-kecamatan pesisir lainnya (79,36% dan 83,70%). Kecamatan Pontang, Tirtayasa dan Tanara memiliki lahan basah terluas (2.206 ha, 2.029 ha dan 1.445 ha).
Tabel 26. Luas lahan pertanian (ha) di wilayah pesisir Teluk Banten tahun 2004 No. Kecamatan pesisir 1. Puloampel 2. Bojonegara 3. Kramatwatu 4. Kasemen 5. Pontang 6. Tirtayasa 7. Tanara
a 18 123 388 869 2.206 2.029 1.445
Jenis lahan b c 2.084 482 1.608 805 1.252 394 2.060 87 63 23 72 293 78 45
Luas* Persentase** d 2.584 3.256 79,36 2.536 3.030 83,70 2.034 4.859 41,86 3.016 6.336 47,60 2.292 6.485 35,34 2.394 6.446 37,14 1.568 4.930 31,81 BPS Provinsi Banten (2005)
Keterangan: a=lahan basah, b=lahan kering, c=lahan tanaman tahunan, d=luas total lahan pertanian, *=luas kecamatan, **= persentase lahan pertanian terhadap luas kecamatan.
Produksi tanaman pangan penting di wilayah pesisir Teluk Banten disajikan pada Tabel 27. Dari Tabel 27 diketahui, bahwa pesisir Teluk Banten memberikan sumbangan besar (34%) terhadap total produksi padi di Kabupaten Serang. Wilayah pesisir bahkan memberikan sumbangan terbesar (46%) terhadap total produksi kacang tanah. Petani di wilayah pesisir cenderung memilih kacang tanah sebagai palawija unggulan, mengingat selain memiliki nilai ekonomi yang tinggi, kacang tanah merupakan jenis palawija yang sesuai untuk jenis tanah alluvial dan
relatif mudah pemeliharaannya. Untuk palawija lainnya (jagung, kedelai dan ubi jalar), sumbangan wilayah pesisir tergolong kecil (di bawah 10%).
Tabel 27.
Produksi tanaman pangan penting di wilayah pesisir Teluk Banten tahun 2004
No. Kecamatan 1. Puloampel 2. Bojonegara 3. Kramatwatu 4. Kasemen 5. Pontang 6. Tirtayasa 7. Tanara Pesisir T. Banten Kab. Serang Peran pesisir (%)
Padi 2.009 3.030 25.931 32.806 50.074 25.974 14.868 154.692 454.615 34
Komoditas (ton) Jagung Kedelai K.Tanah Ubi jalar 100 336 294 15 4.002 407 159 210 409 104 24 357 49 17 107 19 2 89 41 28 165 487 4.619 1.828 9.154 37 10.127 52.327 5 46 4 BPS Kabupaten Serang (2005)
4.3.5 Pariwisata Dengan keindahan alam perdesaan yang dimiliki dan ekosistem laut yang eksotik (mangrove, lamun, karang dan bird breeding area), wilayah pesisir dan laut Teluk Banten menyimpan potensi pariwisata yang cukup besar. Masyarakat Banten yang religius juga memiliki obyek wisata keagamaan yang sangat terkenal sejak zaman dahulu. Walaupun kontribusi sektor pariwisata pada PDRB Kabupaten Serang relatif kecil (pada tahun 2004 sebesar 0,04%), tetapi memiliki multiplier effect di sektor perhotelan dan restoran. Kontribusi sektor perhotelan dan restoran pada PDRB Kabupaten Serang tahun 2004 mencapai 2,81%. Beberapa obyek wisata yang sudah dan potensial untuk dikembangkan di wilayah pesisir dan laut Teluk Banten di antaranya adalah: a. Obyek wisata ziarah Syech Nawawi Al-Bantani di Kecamatan Tanara. Obyek wisata ini banyak dikunjungi para peziarah dari berbagai pelosok Indonesia. b. Daerah wisata Banten Lama di Kecamatan Kasemen. Banten Lama merupakan kota sejarah kesultanan Banten yang terkenal dan memiliki
sejumlah peninggalan sejarah bernilai tinggi, di antaranya adalah Masjid Agung Banten Lama. c. Obyek wisata cagar alam Pulau Dua di Kecamatan Kasemen. Pulau Dua merupakan habitat dari berbagai jenis burung migran dengan kawasan penyangga berupa hutan mangrove. d. Wisata bahari Teluk Banten yang menawarkan keindahan berupa terumbu karang, lamun dan berbagai jenis ikan karang yang memiliki nilai estetika tinggi. Berbagai pulau kecil di Teluk Banten juga menawarkan keindahan alami khas wilayah tropis yang sukar ditemui di tempat lain.