65
IV DESKRIPSI WILAYAH 4.1. Gambaran Wilayah Administratif Kabupaten TTU merupakan salah satu kabupaten dari 20 kabupaten/kota di NTT yang secara geografis terletak antara 124o04’221” – 124o46’01” Bujur Timur dan 9o2’481” – 9o37’361” Lintang Selatan. Secara administratif, batas wilayah Kabupaten TTU adalah sebagai berikut: -
Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Belu
-
Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Kabupaten Kupang
-
Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Sawu dan district enclave Oekusi – RDTL
-
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Timor Tengah Selatan
Luas wilayah Kabupaten TTU adalah 3.619,7 km2 yang terdiri dari luas daratan 2.669,70 km2 dan luas perairan 950 km2. Secara administrasi wilayah pemerintahan Kabupaten TTU terdiri atas 9 kecamatan dan 163 desa/kelurahan. Adapun luas setiap kecamatan dan penyebaran desa per kecamatan dapat dilihat pada Tabel 9. berikut ini. Tabel 9. Penyebaran desa dan luas wilayah per kecamatan Kecamatan Jumlah desa/kelurahan Luas wilayah (km2) Kota Kefamenanu 10 79,00 Miomafo Timur 40 447,33 Miomafo Barat 27 447,30 Noemuti 15 211,73 Insana 23 559,08 Insana Utara 11 106,72 Biboki Selatan 16 349,10 Biboki Utara 12 263,40 Biboki Anleu 9 206,40 Jumlah 163 2.669,70 Sumber : TTU Dalam Angka 2008 (2008)
66 4.2. Kondisi Fisik Wilayah a. Topografi Wilayah Kabupaten TTU memiliki topografi yang bervariasi dari datar sampai bergunung-gunung. Ketinggian tempat bervariasi antara 100 hingga 1.000 meter di atas permukaan laut (dpl). Sebagian besar wilayah (±60%) berada pada ketinggian 100-500 meter dpl dan 30% wilayah menyebar pada ketinggian 501–1.000 meter dpl; sedangkan 10% wilayah berada pada ketinggian di atas 1.000 meter dpl. Kemiringan lahan bervariasi dari datar sampai terjal (> 40%). Kurang lebih 70% wilayah Kabupaten TTU berada pada kemiringan < 40 % sedangkan sisanya sebesar 30% wilayah berada pada kemiringan > 40%.
b. Iklim Iklim wilayah Kabupaten TTU secara umum digolongkan ke dalam iklim tipe semi–arid dengan total curah hujan rata-rata 1.500 mm/tahun. Adapun musim hujan berlangsung selama 4 bulan yakni pada bulan Desember–Maret sedangkan musim kemarau berlangsung selama 8 bulan dari bulan April–November. Musim kemarau yang panjang menyebabkan masyarakat kekurangan air pada musim tersebut, meskipun pada musim hujan terjadi kelimpahan air. Oleh karena itu, diperlukan manajemen air yang tepat sehingga masyarakat dapat terpenuhi kebutuhan air sepanjang tahun meskipun dengan iklim yang demikian. Musim kemarau yang panjang tersebut berdampak pada suhu udara harian ratarata di Kabupaten TTU yakni rata-rata 27,6o C. Suhu udara yang panas merupakan suatu potensi untuk dikembangkan menjadi pembangkit listrik tenaga surya.
c. Jenis Tanah Berdasarkan data lembaga penelitian tanah (LPT) Bogor (RPJMD Kab.TTU, 2005), memperlihatkan bahwa jenis tanah di Kabupaten TTU terdiri atas tanah litosol yang berada pada lahan seluas 1.666,96 km2 atau 62,44% dari luas daratan Kabupaten TTU, tanah kompleks seluas 479,48 km2 atau 17,96% dari luas daratan Kabupaten TTU, tanah grumosol 523,26 km2 atau 19,60%.
67 d. Pola Penggunaan Lahan Wilayah daratan di Kabupaten TTU seluas 266.970 ha sebagian besar dimanfaatkan untuk lahan hutan seluas 114.454,5 ha (47,30%). Adapun lahan yang produktif untuk pertanian tanaman pangan, palawija dan hortikultura yang terdiri dari lahan sawah seluas 8.984 ha, tegalan 23.811 ha, ladang 17.136 ha. Selain itu, peruntukan lahan untuk perkebunan seluas 19.793 ha dan peternakan (savana) seluas 71.491,5 ha. Sedangkan lahan yang potensial untuk perikanan darat (kolam/empang) seluas 16 ha dan perikanan air payau (tambak) seluas 401 ha. Adapun lahan yang digunakan untuk perkampungan/pemukiman seluas 10.883 ha.
4.3. Potensi Pengembangan Wilayah a. Potensi Sumberdaya Mineral Potensi sumberdaya mineral di Kabupaten TTU cukup banyak dengan kapasitas yang cukup menjanjikan. Bahan galian di Kabupaten TTU terdiri dari bahan galian golongan A, B dan C. Potensi bahan galian tersebut sejauh ini belum dieksploitasi terutama untuk bahan galian golongan A dan B. Perincian potensi tambang golongan A dan B dapat dilihat pada Tabel 10. berikut ini. Tabel 10. Potensi bahan tambang golongan A dan B di Kabupaten TTU Jenis bahan tambang Lokasi Kandungan/Potensi Nikel Benus 2.150 PPP Bukit Neonbat 487 PPM 2 Emas Noetoko Bakitolas 1,5 PPM Bitefa 31,7 PPP 3 Tembaga Bansone 42,4 PPM Benus 223,8 PPM Bakitolas 31,7 PPM Bitefa 4 Mangan Noemuti 105.000 m3 5 Besi Naiola Kadar NuO2 = 88,67 % 6 Perak Bakitolas 3.115 PPM Noelmeto 1,6 PPM Bakitolas 3,1 PPM Benus 1,4 PPM Sumber : TTU Dalam Angka 2008 (2008) No 1
68 Adapun bahan galian golongan C cukup beragam jenisnya dan memiliki kapasitas yang cukup menjanjikan namun hingga kini yang telah dieksploitasi hanya marmer dan batu aji (investasi sejumlah Rp 34.100.650.000,-). Umumnya bahan galian C belum dieksploitasi karena terbatasnya sumberdaya modal dan teknologi sehingga potensi tersebut masih merupakan resource endowment dan belum dijadikan sumberdaya alam yang dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. Perincian potensi tambang golongan C dapat dilihat pada Tabel 11. berikut ini. Tabel 11. Potensi bahan galian C di Kabupaten TTU No
Jenis bahan tambang
1 2
Batu semi permata (aji) Mamer
3 4
Perlit Gamping/Koral
5 6 7 8
Lempung Gipsum Ultra Basa Diorit
9
Lafa
10
Rijang
11
Napal
12
Jekis
13 14
Oker Bresik Vulkanik
Lokasi Nia Fatunisuan, Ainiut, Nunmafo, Teba, Bakitolas, Banain, Napan, Sainoni, Kaenbaun, Jak, Amol, Oesena, Haumeni, Buk, Taekas, Inbate, Nainaban, Nimasi, Oelami, Benus, Bitefa, Nilulat Haumeni Tubu, Kuaken, Palak, Kabuta, Kuateum, Naenim (Maurisu) Kefa Utara dan Kefa Selatan Manunain B Nimasi, Bansone, Sasi, Jak, Benus Benus, Kaenbaun, Sunsea, Jak, Napan, Buk, Haumeni, Bitefa, Amol, Oesena Inbate, Nainaban, Nimasi, Oelbonak, Oelami, Nimasi, Napan, Sainoni, Haumeni, Amol, Oesena, Taekas Inbate, Nainaban, Oelami, Naiola, Sunsea Kaenbaun, Haumeni, Tubuhue, Haumeni Ana, Bansone Jak, Taekas, Tubuhue, Haumeni Ana, Bitefa, Kaenbaun Aijatulu (Jak) Manamas bagian utara sampai pantura
Sumber : Kabupaten TTU Dalam Angka 2008 (2008)
Kandungan/ Potensi 50 ha Jutaan ton
100 ha 83.593.750 m3 150 ha 7.556.250 m3 545.550.000 m3 10.172.937.500 m3
6.893.939.600 m3 636.312.500 m3 15.077.412.500 m3 1.350.000 m3 1.146.875.000 m3
69 b. Potensi Sumberdaya Alam Pertanian 1. Kehutanan Luas hutan di Kabupaten TTU adalah seluas 126.235 ha atau 47,3% dari luas daratan Kabupaten TTU. Klasifikasi berdasarkan fungsi hutan sebagai berikut: hutan produksi terbatas 53,9%; hutan lindung 32,5%; hutan produksi yang dapat dikonversi 10,7%; hutan cagar alam 1,7% dan hutan produksi tetap 1,2%. Primadona hasil hutan berupa kayu cendana, namun produksinya semakin menurun karena populasinya yang semakin berkurang. Data tahun 2006 menunjukkan bahwa produksi kayu cendana sebesar 33.678 kilogram. Hasil hutan lainnya yang cukup menonjol adalah asam dengan produksi 3.323 ton, kemiri isi 44 ton, kayu jati persegi 3
jenis dolgen 315,5 m . Selain itu, madu hutan juga merupakan salah satu produk hutan yang cukup potensial.
2. Tanaman Pangan, Palawija dan Hortikultura Iklim di Kabupaten TTU merupakan iklim kering sehingga budidaya pertanian lahan kering merupakan sumber mata pencaharian masyarakat di kabupaten yang berbatasan dengan district enclave Oekusi ini. Tanaman yang umum dibudidayakan adalah tanaman pangan karena cukup sesuai untuk dikembangkan di Kabupaten TTU. Tanaman pangan yang umum dibudidayakan adalah padi, jagung dan ubi-ubian. Sedangkan padi sawah umumnya terdapat pada daerah lahan basah seperti di Kecamatan Biboki Utara, Biboki Selatan, Biboki Anleu, sebagian Miomafo Timur dan Noemuti. Walau mengandalkan tanaman pangan, namun pada beberapa kecamatan (Kecamatan Miomafo Timur, Miomafo Barat dan Insana) cukup potensial untuk budidaya tanaman palawija seperti kacang tanah dan kacang hijau. Pengembangan ini didasarkan pada data produksi pangan dan palawija yang perinciannya dapat dilihat pada Tabel 12. Sedangkan tanaman hortikultura berupa sayur dan buah-buahan umumnya lebih sesuai dikembangkan di Kecamatan Miomafo Barat karena memiliki iklim yang lebih mendukung dan memiliki sumber air yang cukup karena berada di dekat gunung Mutis (gunung tertinggi di Pulau Timor). Jenis sayuran yang dikembangkan di daerah tersebut meliputi kentang, buncis, bawang putih, bawang merah, kacang merah, kacang panjang, cabai dan tomat. Sedangkan tanaman buah-buahan yang juga potensial untuk
70 dikembangkan adalah jeruk (keprok) dan alpukat. Tanaman buah-buahan lain seperti mangga, nenas, pisang dan pepaya dapat dikembangkan di seluruh kecamatan di Kabupaten TTU. Tabel 12. Luas lahan dan produksi tanaman pangan di Kabupaten TTU berdasarkan kecamatan tahun 2006 No 1 2 3 4 5 6 7
Jenis tanaman Padi a. sawah b. ladang Jagung Ubi Kayu Ubi Jalar Kacang Tanah Kacang Hijau Kacang Kedelai
Luas lahan (ha) 8.395 5.406 2.989 20.124 5.540 1.112 1.714 1.036 2
Produksi (ton) 12.106 9.519 2.641 20.408 36.902 8.557 543 5.146 1,80
Sumber : TTU Dalam Angka 2008 (2008)
3. Tanaman Perkebunan Tanaman perkebunan merupakan primadona baru yang sedang dikembangkan di Kabupaten TTU setelah potensi peternakan mengalami penurunan. Tanaman perkebunan yang potensial dikembangkan di Kabupaten TTU adalah kemiri, jambu mete, kelapa dan pinang yang data luas lahan dan produksinya dapat ditampilkan pada Tabel 13 berikut ini. Tabel 13. Luas lahan dan produksi tanaman perkebunan di Kabupaten TTU tahun 2006 No 1
3
4
5
Jenis tanaman Kelapa TBM TM TT Kemiri TBM TM TT Jambu Mete TBM TM TT Pinang TBM TM TT
Sumber : TTU Dalam Angka 2008 (2008)
Luas lahan (ha) 5.279,00 2.651,00 2.343,00 285,00 10.001,00 9.124,00 2.691,00 478,00 12.293,00 9.124,00 2.691,00 478,00 1.707,50 866,00 716,00 125,50
Produksi (ton) 739,51
1.301,25
1.219,80
578,53
71 Sedangkan pengembangan tanaman perkebunan lain (kopi, kakao, cengkeh dan vanili) di Kabupaten TTU sedang dalam tahap uji coba. Adapun data luas lahan total pengembangan tanaman perkebunan di Kabupaten TTU adalah seluas 19.793 ha.
4. Peternakan Kabupaten TTU pada era 1980-an dikenal sebagai ”gudang/kandang” ternaknya Indonesia karena populasi ternak yang tinggi. Ternak besar yang memiliki potensi pengembangan di seluruh wilayah Kabupaten TTU adalah sapi. Sedangkan kuda dan kerbau yang populasinya semakin berkurang dapat dikembangkan di Miomafo Barat, Miomafo Timur dan Biboki Anleu. Sedangkan ternak kecil berpotensi untuk dikembangkan di seluruh kecamatan di Kabupaten TTU. Perincian jenis dan jumlah ternak di Kabupaten TTU dapat dilihat pada Tabel 14. berikut ini. Tabel 14. Populasi ternak menurut jenis ternak di Kabupaten TTU tahun 2006 No 1 2 3 4 5 6 7 8
Jenis ternak Sapi Kerbau Kuda Babi Kambing/Domba Ayam Buras/Kampung Ayam Ras Itik
Jumlah ternak (ekor) 75.475 706 1.311 76.761 39.364 12.3007 138 44.652
Sumber: TTU Dalam Angka 2008 (2008) Potensi peternakan di Kabupaten TTU cukup besar sehingga selalu terjadi surplus produksi di Kabupaten TTU. Oleh karena itu, dikirim ke luar wilayah TTU baik melalui darat maupun melalui pelabuhan Wini. Data perdagangan ternak dapat dilihat pada Tabel 15. berikut ini. Tabel 15 . Jenis dan jumlah ternak yang diperdagangkan dari Kabupaten TTU No 1 2 3 4 5 6
Jenis ternak Sapi Kerbau Kuda Kambing Babi Ayam Buras
Melalui pelabuhan wini (ekor) 702 6 12 715 1.268 13.403
Sumber: TTU Dalam Angka 2008 (2008)
Transportasi darat (ekor) 13.456 257 100 886 1.709 13.321
72 5. Perikanan Produksi budidaya perikanan dapat diperoleh dari perikanan laut, tambak, kolam dan sawah. Adapun ikan dari laut dan tambak hanya dapat dikembangkan di sepanjang pantai utara (panjang garis pantai 52 km) yang tersebar di Kecamatan Insana Utara, Biboki Selatan dan Biboki Anleu. Ikan laut diperoleh dengan menggunakan alat tangkap seperti: lampara (7 unit), purse seine (8 unit), pukat pantai (14 unit), jaring insang (514 unit), bagan (10 unit). Sedangkan ikan tambak diperoleh dari penanaman modal dalam negeri sebesar Rp 440.000.000,-. Ikan air tawar meskipun jumlahnya sedikit karena curah hujan yang rendah, masih dapat dikembangkan di seluruh kecamatan di Kabupaten TTU. Adapun data perikanan darat dan perikanan laut dapat dilihat pada Tabel 16. berikut ini. Tabel 16. Produksi perikanan di Kabupaten TTU tahun 2006 No
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Miomafo Barat Miomafo Timur Noemuti Kota Kefamenanu Insana Insana Utara Biboki Selatan Biboki Utara Biboki Anleu Jumlah
Perikanan laut (ton) 184,69 35,49 18,24 238,42
Perikanan air payau (ton) 14,25 26,10 152,30 192,65
Perikanan air tawar (ton) 1,60 1,50 0,80 0,66 0,96 0,50 0,62 6,64
Jumlah (ton) 1,60 1,50 0,80 0,66 199,90 62,09 0,62 170,54 437,71
Sumber : TTU Dalam Angka 2008
4.4. Sumberdaya Manusia Aspek-aspek yang berkaitan dengan sumberdaya manusia mencakup jumlah penduduk dan tenaga kerja, pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan. Sumberdaya manusia yang berkualitas akan mampu meningkatkan kapasitas produksi aktivitas ekonomi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan meningkatkan PDRB kawasan perbatasan. Namun demikian, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada tahun 2005 sebesar 63,1 dan hanya menempati urutan 402 dari 440 kabupaten/kota se-Indonesia. Gambaran kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia dapat dilihat pada aspek-aspek berikut.
73 1. Jumlah penduduk dan tenaga kerja Penduduk di Kabupaten TTU sejumlah 222.824 jiwa dengan perincian laki-laki 110.235 jiwa dan perempuan 112.589 jiwa yang tersebar di 54.326 rumahtangga. Adapun jumlah keluarga miskin di Kabupaten TTU adalah sejumlah 36.265 KK (66,75%) dengan jumlah penduduk miskin sejumlah 183.432 jiwa (82,32%) dengan jumlah keluarga yang menghuni perumahan yang tidak layak huni sebanyak 13.040 (24%) keluarga. Penduduk terbanyak di Kecamatan Miomafo Timur (41.020 jiwa), namun kepadatan tertinggi terdapat di Kota Kefamenanu 426 orang/km2. Sedangkan rata-rata kepadatan penduduk di Kabupaten TTU hanya 83 jiwa/km2. Perincian jumlah penduduk per kecamatan dapat dilihat pada Tabel berikut ini : Tabel 17. Jumlah dan kepadatan penduduk di Kabupaten TTU tahun 2006 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kecamatan Miomafo Barat Miomafo Timur Noemuti Kota Kefamenanu Insana Insana Utara Biboki Selatan Biboki Utara Biboki Anleu Total
Jumlah RuTa(KK) 8.060 10.874 3.649 36.906 36.045 13.104 20.737 13.896 14.839 54.326
Penduduk (orang) Laki-laki Perempuan 15.467 15.951 19.979 21.041 7.476 7.383 18.335 18.571 18.186 17.859 6.487 6.617 10.274 10.463 6.870 7.026 7.161 7.678 110.235 112.589
Jumlah Kepadatan (orang) (Org/km2) 31.418 70 41.020 92 14.859 70 36.906 467 36.045 64 13.104 123 20.737 59 13.896 53 14.839 72 222.824 83
Sumber : TTU Dalam Angka 2008 (2008) Penduduk sebagai subjek pembangunan dapat terwujud bila penduduk tersebut mampu bekerja secara produktif. Penduduk usia produktif dapat melakukan aktivitas yang dapat mendatangkan pendapatan secara mikro (rumahtangga) dan regional (Kabupaten TTU). Oleh karena itu, perlu untuk disajikan data penduduk berdasarkan kelompok umur. Berdasarkan data tersebut, penduduk usia produktif (10–64 tahun) adalah sejumlah 159.757 jiwa sedangkan sisanya 63.067 jiwa merupakan penduduk bukan usia produktif yakni 8.793 jiwa merupakan penduduk lanjut usia (≥ 65 tahun) sedangkan 54.274 jiwa merupakan penduduk dengan usia di bawah 10 tahun. Penduduk usia produktif yang cukup banyak ini dapat dioptimalkan dalam menghasilkan produk tertentu yang dapat meningkatkan pendapatan daerah.
74 Tabel 18. Klasifikasi penduduk berdasarkan kelompok umur di Kabupaten TTU tahun 2006 No Kelompok Umur Laki-laki (Org) Perempuan (Org) Jumlah (Org) 1 0–4 14.045 13.284 27.329 2 5–9 13.861 13.084 26.945 3 10–14 12.961 12.395 25.356 4 15– 9 11.181 11.650 22.831 5 20– 4 8.057 9.934 17.991 6 25– 9 7.699 9.425 17.124 7 30– 4 7.874 8.985 16.859 8 35– 9 7.694 7.959 15.653 9 40– 4 6.399 6.424 12.823 10 45– 9 5.002 4.766 9.768 11 50– 4 4.163 4.161 8.324 12 55– 9 3.510 3.390 6.900 13 60– 4 3.129 2.999 6.128 14 ≥ 65 – 69 4.660 4.133 8.793 Total 11.0235 11.2589 222.824 Sumber : TTU Dalam Angka 2008 (2008) Namun demikian tidak semua penduduk usia produktif merupakan tenaga kerja karena sebagian sedang mencari pekerjaan, sebagian merupakan ibu rumahtangga dan sebagian lagi merupakan anak sekolah ataupun lainnya (misalnya : penikmat bunga uang). Dengan demikian perlu ditampilkan komposisi penduduk berdasarkan status ketenagakerjaan. Tabel 19. Komposisi penduduk berdasarkan status ketenagakerjaan di Kabupaten TTU dan Provinsi NTT tahun 2006 No Kegiatan seminggu yang Lalu Kabupaten Provinsi NTT TTU 1 Angkatan kerja (orang) 108.108 2.047.931 a. Bekerja (orang) 102.142 1.973.187 b. Mencari pekerjaan (orang) 5.966 74.744 2 Bukan angkatan kerja (orang) 48.010 706.036 a. Sekolah (orang) 29.282 201.374 b. Mengurus rumahtangga 14.559 352.386 (orang) 4.169 152.276 c. Lainnya (orang) 3 Presentase bekerja terhadap angkatan 94,48 96,35 kerja (%) 4 Tingkat pengangguran terbuka (%) 5,52 3,65 Sumber : TTU Dalam Angka 2008 (2008)
75 Tampilan data tersebut mengisyaratkan bahwa penduduk yang bekerja 94,48% dari angkatan kerja dan hanya 5,52% yang merupakan pengangguran terbuka namun demikian persentase yang bekerja di Kabupaten TTU masih lebih rendah dari Provinsi NTT (96,35%). Hal ini mengindikasikan bahwa perlu peningkapan sumberdaya manusia agar dapat membuka lapangan kerja baru secara mandiri. Meskipun persentase yang bekerja cukup tinggi (94,48%), namun umumnya merupakan tenaga kerja keluarga yang tidak diupah ataupun diupah tetapi upahnya kecil. Tampilan data pada Tabel 20. berikut akan menunjukkannya dengan jelas Tabel 20. Penduduk 10 tahun ke atas yang bekerja menurut status pekerjaan utama di Kabupaten TTU tahun 2006 No 1 2 3 4 5 6 7
Status pekerjaan utama Berusaha sendiri Bekerja dibantu buruh tidak dibayar Bekerja dibantu buruh dibayar Buruh/karyawan Pekerja bebas di pertanian Pekerja bebas di non pertanian Pekerja tidak dibayar/pekerja keluarga Total
Laki-laki (Org) 7.666 28.487
Perempuan (Org) 5.867 6.638
1.449
257
1.706
1,67
8.548 1.022
3.420 255
11.968 1.277
11,72 1,25
1.111
170
1.281
1,25
9.868
27.348
37.252
36,47
58.151
43.991
Jumlah (Org) 13.533 35.125
102.142
Persentase (%) 13,25 34,39
100,00
Sumber : TTU Dalam Angka 2008 (2008) Sebagaimana nampak jelas pada Tabel 20. di atas bahwa pekerja yang tidak dibayar mencapai 36,47%. Pekerja yang tidak dibayar tersebut, bekerja dengan sukarela karena umumnya bekerja pada usaha milik keluarga. Kondisi ini umumnya terjadi pada sektor pertanian sehingga tenaga kerja tersebut hanya memperoleh balas jasa berupa kepuasan mempertahankan ketersediaan pangan dalam rumahtangga. Sektor pertanian masih merupakan sektor yang menampung angkatan kerja terbanyak sebagaimana ditampilkan pada Tabel 21. berikut ini.
76 Tabel 21. Klasifikasi penduduk umur 10 tahun ke atas yang bekerja per sektor ekonomi di Kabupaten TTU tahun 2006 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sektor ekonomi Pertanian Pertambangan & penggalian Industri Listrik, Gas & Air Minum Konstruksi Perdagangan Transportasi & Komunikasi Keuangan Jasa – Jasa Total
Jumlah (orang) 76.283 85 8.075 170 3.240 2.568 3.428 172 8.121 102.142
Persentase (%) 74,68 0,08 7,91 0,17 3,17 2,51 3,36 0,17 7,95 100,00
Sumber : TTU Dalam Angka 2008 (2008) Penduduk Kabupaten TTU umumnya masih bekerja di sektor pertanian (74,68%) dan ini sekaligus menunjukkan bahwa sektor pertanian masih menjadi sumber mata pencaharian utama bagi masyarakat TTU. Namun demikian sektor tersebut banyak menampung pengangguran terselubung dan angkatan kerja yang kurang berpendidikan dan terampil. Angkatan kerja yang berpendidikan umumnya tidak mau bekerja di sektor pertanian karena ingin mencari pekerjaan lain dengan pendapatan yang lebih menjanjikan, namun demikian tidak semua tertampung oleh lapangan kerja yang tersedia sehingga umumnya masih mencari pekerjaan sebagaimana ditampilkan pada Tabel 22. Tabel 22. Jumlah pencari kerja menurut tingkat pendidikan di Kabupaten TTU tahun 2006 No 1 2 3 4
Tingkat Pendidikan Pencari Kerja SD SLTP SLTA Akademi/PT Jumlah
Jumlah (org) 10 4 383 979 1.376
Persentase (%) 00,73 00,29 27,83 71,15 100,00
Sumber : TTU Dalam Angka 2008 2. Pendidikan Melalui pendidikan diharapkan dapat meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di Kabupaten TTU. Semakin banyak masyarakat yang bersekolah diharapkan dapat membantu mencarikan solusi bagi setiap permasalahan di Kabupaten TTU yang merupakan kabupaten perbatasan. Sebagaimana ditampilkan dalam Tabel 23. berikut ini.
77 Tabel 23. Banyaknya sekolah, guru/dosen dan murid berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2006 No 1 2 3 4 5 6
Tingkat pendidikan SD SLTP SLTA SMK Akademi/Diploma PT
Jumlah sekolah 223 40 11 4 1 1
Jumlah guru/ dosen 1.560 419 302 108 12 79
Rata2 guru / sekolah 7 10 27 27 12 79
Murid/ mahasiswa 35.581 6.470 3.811 964 82 923
Rata2 murid / sekolah 160 162 346 241 82 923
Sumber : TTU Dalam Angka 2008 (2008) Sumberdaya manusia yang berkualitas dihasilkan melalui proses pembelajaran yang bermutu. Oleh karena itu, setiap komponen harus berperan aktif dalam meningkatkan pendidikan yang bermutu terutama dengan memberikan kesadaran dan kesempatan kepada anak-anak usia sekolah untuk mengenyam pendidikan dan dididik oleh guru/dosen yang memiliki kualifikasi yang memadai serta didukung oleh prasarana dan sarana yang baik. Namun demikian jumlah dan kualifikasi guru/dosen dari setiap jenjang pendidikan hanya mencapai jumlah minimal berdirinya sebuah sekolah. Oleh karena itu, dibutuhkan peningkatan jumlah dan kualifikasi dari pengajar sehingga output yang dihasilkan lebih berkualitas, selanjutnya akan memotivasi masyarakat untuk bersekolah karena hingga tahun 2006 masih terdapat 39,46% masyarakat Kabupaten TTU yang tidak memiliki ijasah. Sedangkan yang memiliki ijasah SD 41,37%; SLTP 9,28%; SMU 5,35%: SMK 1,85 % ; DI/DII 0,44%; D3 0,49% ; S1-S3 1,75%. 3. Kesehatan Pembangunan di bidang kesehatan dimaksudkan agar seluruh lapisan masyarakat dapat memperoleh pelayanan kesehatan dengan mudah, merata dan murah sehingga tercipta suatu kehidupan yang sehat. Masyarakat yang sehat akan memiliki waktu dan konsentrasi yang cukup untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang produktif sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya. Derajat kesehatan masyarakat di Kabupaten TTU pada tahun 2006 dapat diukur melalui beberapa indikator kesehatan diantaranya adalah jumlah kematian ibu sebesar 361,6/100.000 kelahiran hidup, angka kematian bayi sebesar 17,2/1.000 kelahiran hidup. Hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah kematian ibu dan bayi masih tinggi sehingga
78 perlu pelayanan kesehatan yang lebih baik. Sedangkan Umur Harapan Hidup (UHH) 62,63 tahun untuk laki-laki dan 67,0 tahun untuk perempuan yang menunjukkan bahwa diperlukan pelayanan kesehatan yang baik sehingga dapat memperpanjang usia produktif. Perilaku hidup sehat dan kondisi lingkungan sangat berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat di Kabupaten TTU. Secara umum penyakit yang paling sering diderita oleh masyarakat di Kabupaten TTU adalah penyakit batuk (65,25 %). Sedangkan penyakit-penyakit yang diderita oleh masyarakat berkaitan dengan status gizi masyarakat terutama bagi balita berdasarkan hasil penimbangan balita di posyandu memperlihatkan bahwa status gizi baik 60,19%; status gizi kurang baik 32,25%; sedangkan status gizi buruk 6,56%. Hal ini mencerminkan pola ketersediaan pangan yang bergizi di tingkat rumahtangga masih minim. Perincian penyakit yang paling bayak diderita oleh masyarakat di Kabupaten TTU pada tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 24. berikut ini. Tabel 24. Persentase penyakit yang diderita oleh masyarakat Kab.TTU dan Provinsi NTT tahun 2006 No 1 2 3 4 5 6 7 8
Jenis penyakit Panas Batuk Pilek Asma Diare Sakit kepala berulang Sakit gigi Lainnya
Kabupaten TTU (%) 57,12 62,25 53,70 5,74 11,50 23,99 7,94 30,05
Propinsi NTT (%) 49,80 61,69 58,05 8,33 9,34 25,40 9,04 26,65
Sumber : NTT Dalam Angka 2007 (2008)
4.5. Sumberdaya Sosial a. Sejarah Masyarakat Timor Parera (1994) Menyatakan bahwa orang Timor diyakini berasal dari Melayu dan mendarat pertama di Pulau Timor yang dikenal dengan Maromak Oan. Selanjutnya Maromak Oan memiliki 3 orang anak yang dikenal dengan Liurai Wewiku-Wehali (Belu Selatan), Liurai Likusaen (Timor Timur), Liurasi Sonbai (Timor Barat). Liurai Sonbai memiliki 8 orang putera yang disebut dengan (1) Boki Taek (Swapraja BibokiKabupaten TTU), (2) Sana Taek (Swapraja Insana–Kabupaten TTU), (3) Natu Taek (Swapraja Amanatun-Kabupaten TTS), (4) Nuba Taek (Swapraja Amanuban-Kabupaten TTS), (5) Benu Taek (Distrik Ambenu–Oekusi), (6) Elo Taek (Swapraja Amarasi–
79 Kabupaten Kupang), (7) Foan Taek (Swapraja Amfoang-Kabupaten Kupang), (8) Timo Taek (Swapraja Miomafo-Kabupaten TTU). Dengan demikian, Oekusi yang berada di bagian Barat dari Pulau Timor juga merupakan suku dawan yang berbahasa dawan seperti 8 suku yang lainnya yang merupakan perkembangan dari 8 putera Liurai Sonbai tersebut. Sedangkan wilayah Timor bagian timur termasuk Kabupaten Belu menggunakan bahasa Tetun, meskipun ada beberapa suku kecil di bagian Barat maupun bagian Timur dari Pulau Timor yang menggunakan bahasa berbeda. Namun, masyarakat Timor dipisahkan oleh penjajah Portugis dan Belanda sebagaimana dideskripsikan Wila (2006) bahwa Bangsa Portugis pertama kali menginjakkan kaki di Pulau Timor pada tanggal 18 Agustus 1512 dengan ekspedisi Portugal yang dipimpin oleh Conguistador kenamaan Alfons de Albuquergue. Ekspedisi ini mendarat di Lifau (Oekusi) dan Portugis langsung menancapkan kekuasaan pemerintahannya. Untuk mempertahankan kedudukannya di Timor, pada tahun 1665 Raja muda (Vice Rei) Portugis Anthonio de Melo Castro yang berkedudukan di Goa (India) menunjuk Luis sebagai capitaomor de Timor yang berkedudukan di Lifau (Oekusi) dengan tugas untuk memperlancar dan mengamankan perdagangan kayu cendana. Sementara pada saat yang sama kegiatan Belanda (VOC) di bagian Barat Pulau Timor semakin mengkhawatirkan Portugis. Untuk meningkatkan kekuatannya, Pemerintah Portugis pada tahun 1701 mengangkat Anthonio Colho Gurreiro sebagai Gubernur Portugis untuk wilayah Timor dan Solor yang berkedudukan di Lifau (Oekusi). Pada tahun 1769 Portugis memindahkan pusat pemerintahannya dari Lifau (Oekusi) ke Dili. Selanjutnya pada tahun 1854, Pemerintah Belanda dan Portugis menandatangani perjanjian Traktat Timor yang isi pokok perjanjiannya adalah pembagian wilayah Timor menjadi dua bagian masing-masing di bagian barat di bawah penguasaan Belanda dan di bagian Timur di bawah kekuasaan Portugis. Perjanjian tersebut diperbaharui tahun 1904 antara Portugis dan Belanda, serta dilanjutkan dengan keputusan Arbitrase tahun 1914. Ketika Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 yang wilayahnya meliputi seluruh wilayah Hindia Belanda (termasuk Timor Barat), wilayah Timor-Timur tidak termasuk di dalamnya dan masih di bawah cengkraman Portugis. Dalam
80 perkembangannya pada tahun 1962, Pemerintah Portugis sebagai salah satu Provinsi Portugal dengan ibukota
menjadikan Timor-Timur
Dili. Oekusi menjadi salah satu
Distrik atau Conchelo (setingkat kabupaten) dengan ibukota Pante Makassar. Selanjutnya pada tanggal 17 Juli 1976 melalui UU RI No.7 tahun 1976 wilayah Timor-Timur menjadi provinsi ke-27 dari Indonesia setelah pada tanggal 31 Mei 1976 Pemerintah Sementara Timor-Timur (PSST) dan DPR Timor-Timur mengeluarkan petisi yang
isinya mendesak pemerintah Indonesia agar dalam waktu yang sesingkat-
singkatnya menerima dan mengesahkan bersatunya rakyat serta wilayah Timor-Timur ke dalam NKRI. Petisi tersebut diserahkan kepada Presiden RI pada tanggal 7 Juni 1976 di Jakarta oleh para pemimpin PSST dan DPR Timor-Timur. Ketika Timor-Timur berintegrasi dengan Indonesia, Oekusi menjadi salah satu kabupaten dari Timor-Timur yakni Kabupaten Ambenu dengan ibukota Oekusi. Pada tahun 1999 Timor Leste merdeka sebagai sebuah negara setelah melalui proses jajak pendapat. Menyadari begitu pentingnya Oekusi bagi Timor-Timur karena lahirnya Timor-Timur berawal dari Lifau (Oekusi) sehingga Oekusi tetap dipertahankan menjadi salah satu district dari Timor Leste sebagai wilayah enclave. Sebagaimana tertuang dalam pasal 4 UU Republik Demokratik Timor Leste yang menetapkan bahwa Wilayah Republik Demokrat Timor Leste terdiri atas daerah daratan, zona maritim dan wilayah udara yang ditentukan oleh perbatasan negara yang secara historis terdiri atas bagian Timur Pulau Timor, daerah kantong Oecussi, Pulau Atauro dan Pulau Kecil Jaco. Dengan demikian luas wilayah Timor Leste adalah 14.609,38 km2 yang meliputi daratan seluas 13.670 km2, adapun wilayah Oekusi sebesar 787,50 km2. Perbatasan darat antara Indonesia dan Timor Leste didasarkan pada perjanjian tahun 1904 antara Portugis dan Belanda, dilanjutkan dengan keputusan Arbitrase tahun 1914. Meskipun telah Timor-Timur telah merdeka, namun karena merasa sebagai satu keturunan nenek moyang yang ditandai dengan adanya tambahan marga di belakang nama yang menunjukkan identitas mereka. Dimana sebagian masyarakat yang berada di Indonesia memiliki rumah adat di Timor Leste dan sebaliknya. Memahami perkembangan kehidupan sosial masyarakat Timor maka sangat tidak mudah memisahkan mereka oleh batas wilayah negara. Oleh karena itu, pemerintah kedua negara perlu memperhatikan sistem kepercayaan yang selanjutnya dimanifestasikan
81 dalam sistem pertanian, juga sistem sosial dan kekeluargaan yang melekat pada masyarakat di wilayah perbatasan sehingga pengelolaan wilayah perbatasan antara NKRI dan Timor leste dapat berlangsung baik. Selain itu, hal lainnya yang perlu memperoleh perhatian adalah berkaitan dengan kepercayaan orang Timor dapat digolongkan menjadi 3 sumber kepercayaan yakni: 1) adanya uruwaku/usi neno (dewa langit) yang menciptakan alam semesta dan pemelihara kehidupan di dunia; 2) kepercayaan terhadap makhluk-makhluk gaib yang mendiami dan menjaga tempat-tempat tertentu seperti hutan, mata air, sungai, pohon-pohon tertentu; 3) kepercayaan terhadap roh-roh nenek moyang. Orang Timor tidak mudah menerima suatu garis batas negara yang memisahkan tempat-tempat tersebut sehingga penentuan batas negara perlu memperhatikan kepercayaan orang Timor. Oleh karena rakyat Timor bagian barat dengan Timor bagian Timur berasal dari satu keturunan dan hanya dipisahkan oleh pembagian wilayah dari bangsa penjajah (Portugis dan Belanda), sedangkan interaksi antara masyarakat Timor secara keseluruhan dalam banyak bidang kehidupan tetap berlangsung sehingga memerlukan pengelolaan wilayah perbatasan yang lebih baik dengan memperhatikan nilai budaya dan sosial masyarakat yang telah mengakar dalam masyarakat serta memperhatikan aspek ekonomi masyarakat di Pulau Timor, khususnya mereka yang berada di wilayah perbatasan.
b. Kondisi Sosial Masyarakat Kabupaten TTU Kabupaten TTU merupakan kabupaten yang terbentuk oleh 3 swapraja (Miomafo, Biboki dan Insana) dan 18 kefetoran serta 176 temukung. Adapun secara de jure swapraja dan kefetoran telah dibubarkan pada tahun 1965 namun secara de facto swaprajaswapraja dan kefetoran-kefetoran tersebut masih hidup di dalam tatanan kehidupan masyarakat terutama pada acara-acara adat biasanya setiap swapraja bahkan kefetoran memiliki adat, budaya dan kebiasaan masing-masing sehingga merupakan salah satu kekuatan sumberdaya sosial yang bila dikembangkan ke arah yang baik akan menjadi kekayaan budaya yang tak pernah padam sehingga dapat dijadikan kawasan wisata, tetapi bila tidak dimanfaatkan dengan baik akan terjadi pemupukan ego swapraja bahkan kefetoran sebagaimana yang selama ini muncul pada tingkat pemerintahan. Hal ini dapat berdampak pada penentuan wilayah pengembangan yang tidak obyektif.
82 Pada saat ini Kabupaten TTU terdiri dari 9 kecamatan yang tersebar ke dalam 163 desa/kelurahan yang menjalankan fungsi pelayanan kepada masyarakat. Fungsi pelayanan ini juga dilakukan oleh LSM-LSM baik lokal, nasional maupun internasional. Adapun pada setiap desa/kelurahan umumnya terdapat kelompok tani yang dibentuk oleh pemerintah dan/atau LSM dengan maksud masyarakat yang umumnya adalah petani dilatih untuk lebih produktif dalam kelompok dan memiliki posisi tawar yang baik dalam memasarkan produknya. Adapun jumlah LSM di Kabupaten TTU sebanyak 57 LSM. Lembaga lainnya yang berperan dalam mengatur kehidupan bermasyarakat di Kabupaten TTU adalah lembaga agama. Umumnya (93,22%) masyarakat Kabupaten TTU memeluk agama Katholik. Sedangkan selebihnya 5,88 % Protestan, 0,90 % Islam. Lembaga pemerintah, agama dan adat selama ini saling melengkapi dalam menata kehidupan bermasyarakat di Kabupaten TTU melalui berbagai peraturan dan kebijakan. Meskipun lembaga adat di Kabupaten TTU tidak tertulis namun umumnya masyarakat masih menjunjung tinggi adat-istiadat dengan berbagai aturan-aturannya. Sebelum diberlakukannya UU No. 4 tahun 1974 tentang Pemerintahan Daerah yang memberlakukan desa gaya baru. Temukung (wakil fetor) yang memiliki jabatan setingkat desa mengatur wilayah desanya dengan menetapkan lokasi pemukiman, pertanian, peternakan dan konservasi untuk menjaga sumberdaya air. Hal ini menunjukkan bahwa lembaga adat sesungguhnya telah memiliki tata ruang wilayah pada masa itu. Namun kini, masyarakat adat umumnya hanya memiliki lokasi tertentu yang dijadikan sebagai lokasi konservasi sumberdaya air.
4.6. Sumberdaya Buatan a. Pendidikan Pengembangan infrastruktur pendidikan berhubungan erat dengan pengembangan sumberdaya manusia sehingga perlu memperoleh perhatian yang serius. Adapun jumlah sekolah di Kabupaten TTU pada tahun 2006 dapat dirinci menjadi TK 23 unit, SD 223 unit, SLTP 40 unit, SLTA 11 unit, SMK 4 unit, sedangkan Diploma dan Perguruan Tinggi masing-masing sebanyak 1 unit. Seluruh desa/kelurahan di Kabupaten TTU telah memiliki SD, sedangkan jumlah SLTP dan SLTA masih terbatas. Namun pemerintah
83 telah mengambil kebijakan untuk mengantisipasinya, sekaligus berupaya menyukseskan program wajib belajar 9 tahun dengan mendirikan SLTP satu atap dengan SD. Selain data sekolah-sekolah tersebut, juga terdapat 1 kampus diploma (D3) dan 1 kampus perguruan tinggi (PT) di kabupaten yang berbatasan district enclave Oekusi. Meskipun telah memiliki kampus, namun sarana dan prasarana pendidikan yang dapat memperlancar proses pendidikan dan menjamin mutu lulusan belum memadai. Hal ini nampak dari belum adanya laboratorium yang memadai sehingga mahasiswa yang melakukan penelitian harus menyewa laboratorium di tempat lain, misalnya di Universitas Nusa Cendana (UNDANA) Kupang. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan sarana dan prasarana pendidikan pada lembaga tersebut. b. Kesehatan Status kesehatan yang baik bagi masyarakat di suatu wilayah harus ditunjang oleh ketersediaan sarana pelayanan kesehatan yang baik dan memadai. Namun demikian, RSU di Kabupaten TTU hanya 1 unit dan sarana kesehatan pada umumnya masih lebih sedikit dibandingkan rata-rata Provinsi NTT sehingga belum dapat melayani kebutuhan akan kesehatan dari seluruh masyarakat di Kabupaten TTU. Data sarana pelayanan kesehatan dapat dilihat pada Tabel 25 berikut ini. Tabel 25. Sarana pelayanan kesehatan di Kabupaten TTU dan rata-rata Provinsi NTT tahun 2006 No
Jenis sarana
1 2 3 4 5 6 7
Rumah sakit umum Puskesmas Puskesmas pembantu Balai pengobatan Posyandu Klinik KB Puskesmas keliling
Jumlah di Kab.TTU 1 15 51 12 401 16 16
Rata-rata Prov. NTT 2 16 56 7 480 23 14
Sumber : NTT Dalam Angka 2007 (2008) Masyarakat dapat dilayani kesehatannya dengan baik tidak hanya dengan menyediakan prasarana kesehatan yang memadai namun harus ditunjang dengan ketersediaan tenaga medis yang profesional. Jumlah tenaga medis tersebut seharusnya dapat didistribusikan agar dapat menjangkau seluruh wilayah dan masyarakat Kabupaten TTU. Data tenaga medis dapat dilihat pada Tabel 26. berikut ini.
84 Tabel 26. Jumlah tenaga kesehatan di Kabupaten TTU dan rata-rata Provinsi NTT tahun 2006 No
Jenis tenaga kesehatan
1 2 3 4 5
Dokter Perawat Bidan Paramedis non perawat Paramedis lainnya
Jumlah di Kab. TTU 73 5 163 5 563
Rata-rata Prov. NTT 62 30 138 30 495
Sumber : NTT Dalam Angka 2007 (2008) c. Perhubungan Pembangunan infrastruktur perhubungan dikategorikan menjadi perhubungan darat, perairan (laut, sungai, danau) dan udara. Prasarana jalan merupakan media yang dapat membuka keterisolasian suatu daerah dan memudahkan aksesibilitas masyarakat di suatu wilayah dengan wilayah lainnya. Prasarana jalan yang baik akan memudahkan masyarakat untuk memasarkan hasil pertaniannya dan sebaliknya masyarakat memperoleh produk-produk lain yang tidak dihasilkan di wilayah tersebut dengan lebih mudah dan harga yang lebih terjangkau. Adapun panjang jalan di Kabupaten TTU pada tahun 2006 adalah 1.092,36 km dengan klasifikasi sebagai berikut: jalan nasional sepanjang 130,45 km (11,94%) dengan perincian Batas TTU – Noemuti 15,5 km; Noemuti – Kefamenanu 15,3 km; Kefamenanu – Maubesi 17,4 km; Maubesi – Junition 29,6 km dan Kelitin – Sakato 53 km, semuanya dalam kondisi baik karena jalan tersebut adalah jalan Trans Timor (Kupang-Atapupu) dan sebagian merupakan jalan yang menghubungkan Wini – Atapupu . Sedangkan jalan provinsi sepanjang 142,97 km (13,09%) dan jalan kabupaten sepanjang 819,01 km (74,97%). Perincian status dan kualitas jalan provinsi dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 27. Klasifikasi jalan provinsi menurut jenis permukaan di Kabupaten TTU tahun 2006 No
Nama ruas
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Noemuti – Haekto Kefa – Eban Kefa-Oelfaub Maubesi-Wini Kiupukan-Oelolok Oelolok-Haekto Jumlah
Panjang ruas (km) 21,62 30,9 22,7 43,78 2,97 21 142,97
Panjang tiap jenis permukaan Hotmix Lapen Kerikil Tanah V v v v v V
Sumber : Data Base Bappeda Kab.TTU (2007)
Ket. Rusak berat Baik Rusak ringan Baik Baik Rusak berat
85 Sesuai data tersebut di atas diketahui panjang jalan provinsi 142,97 km dengan perincian hotmix sepanjang 78,19 km (54,68%) dalam kondisi baik, aspal/lapen sepanjang 34 km (30,62%) dalam kondisi rusak yang merupakan akumulasi dari kerusakan segmen-segmen pada 6 ruas jalan provinsi tersebut. Sedangkan tipe jalan tanah dalam kondisi rusak sepanjang 21 km (14,68%). Pembangunan jalan selain melalui APBN dan APBD propinsi juga didanai melalui APBD kabupaten sehingga statusnya disebut sebagai jalan kabupaten. Perincian jalan kabupaten berdasarkan tipe dan kondisi permukaan jalan di Kabupaten TTU tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 28 berikut ini. Tabel 28. Klasifikasi jalan berdasarkan jenis permukaan di Kabupaten TTU tahun 2006 No 1. 2. 3. 4.
Kondisi jalan
Panjang tiap kondisi jalan (km)
Aspal (km)
Baik Sedang Rusak Rusak berat
44,86 256,3 326,06 191,79
44,86 77,21 76,88 0,96
Total
819,01
190,60
Panjang tiap jenis permukaan Batu (km) Kerikil Tanah (km) (km) 179,09 21,14 206,78 21,26 7,33 31,4 152,1 28,7
417,27
173,36
Sumber : Data Base Bappeda Kab.TTU (2007) Berdasarkan data tersebut, total jalan kabupaten adalah sepanjang 819,01 km dimana panjang jalan yang kondisinya baik dan sedang adalah 301,16 km (36,77%), sedangkan total jalan rusak 697,17 km (63,23%) dengan perincian jalan aspal 77,84 km, sedangkan jalan batu/kerikil/tanah 619,33 km. Hal ini mengindikasikan bahwa perhatian pemerintah kabupaten terhadap pembangunan prasarana jalan masih terbatas. Pemerintah juga mengusahakan pembangunan terminal di Kota Kefamenanu yang selama ini telah berfungsi cukup baik akan tetapi sub-sub terminal yang dibangun di ibukota kecamatan belum berfungsi dengan baik. Demikian pula halnya dengan terminal yang dibangun di lokasi yang berbatasan langsung dengan ditrict enclave Oekusi. Selain prasarana perhubungan darat tersebut, pemerintah juga membangun prasarana perhubungan laut berupa Pelabuhan Laut Wini. Namun hingga kini arus kunjungan/bongkar muat orang dan barang belum menunjukkan hasil yang diharapkan karena fasilitas pendukung pelabuhan yang masih terbatas dan pola pelayanan yang umumnya bersifat satu arah dimana hanya mengangkut ternak dari Kabupaten TTU ke
86 Pulau Jawa, pada tahun 2006 terdapat 1.337 ekor ternak yang diantarpulaukan. Sedangkan komoditi pertanian lainnya diantarpulaukan melalui pelabuhan Atapupu (Kabupaten Belu). Kapal-kapal yang masuk ke Pelabuhan Wini untuk mengantar barang sangat sedikit dengan barang yang dibongkar sebanyak 6 ton. Adapun kunjungan kapal pada tahun 2006 sejumlah 50 unit dengan perincian nusantara 1, khusus 14 dan pelayaran rakyat 35 kali (BPS TTU, 2006). d. Pengairan dan PDAM Seperti kita ketahui bahwa musim kemarau di Kabupaten TTU berlangsung selama 8 bulan dan musim hujan hanya berlangsung selama 4 bulan sehingga diperlukan pengelolaan air yang tepat. Untuk memenuhi kebutuhan pengairan pada daerah pertanian maupun untuk kepentingan konsumsi rumahtangga. Pengairan pada areal pertanian dilakukan pada lahan sawah melalui irigasi semi teknis dan sederhana ditampilkan sebagaiman pada Tabel 29. berikut. Tabel 29. Klasifikasi daerah irigasi berdasarkan luas lahan sawah di Kabupaten TTU tahun 2006 No 1 2
Jenis irigasi Semi teknis Sederhana Jumlah
Jumlah 27 51 78
Potensial 6.344 6.480 12.824
Luas (ha) Berfungsi Belum berfungsi 3.996 2.348 2.012 4.467 6.009 6.815
Sumber : TTU Dalam Angka 2008 (2008) Mengingat kondisi geografis dan topografi Kabupaten TTU yang umumnya berbukit-bukit dengan iklim kering, maka salah satu alternatif penyediaan air untuk pengairan adalah melalui penyediaan embung-embung. Selain itu, pemenuhan kebutuhan pengairan bagi masyarakat diusahakan melalui pengadaan sumur bor sebanyak 120 unit dengan perincian 65 unit oleh Dinas kimpraswil, yang berfungsi sebanyak 44 unit (67,69%) namun debit airnya kecil. Sedangkan Dinas Kehutanan juga membangun 50 unit sumur bor sebagai sumur resapan. Selanjutnya Dinas Pertanian membangun 5 sumur bor yang digunakan untuk pertanian. Sedangkan pembangunan embung-embung dilakukan oleh Dinas Pertanian, Kehutanan, dan Kimpraswil. Pembangunan embung-embung tersebut belum mampu menjangkau semua konsentrasi pemukiman dan sentra produksi namun cukup membantu
87 masyarakat di beberapa wilayah di Kabupaten TTU. Perinciannya dapat dilihat pada Tabel 30. berikut ini. Tabel 30. Inventaris embung-embung di Kabupaten TTU tahun 2005 dan 2006 Ket. No Tahun Jumlah Daya tampung Target pelayanan (m3) Manusia Hewan Kebun (ha) (orang) (ekor) 1 2005 60 1.384.798 4.858 14.379 242,59 Kimpraswil 20 12.000 2.000 1.000 100,00 Kehutanan 2 2006 12 * * * * Pertanian 15 9.000 1.500 1.500 37,50 Kehutanan Sumber : Data Base Bappeda 2007(2007) Keterangan : *) = data belum tersedia Pembangunan infrastruktur pengairan berupa irigasi, penyediaan embung-embung dan sumur bor diharapkan dapat memenuhi kebutuhan air bagi masyarakat untuk kepentingan produksi pertanian sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Sedangkan kebutuhan air bersih untuk kepentingan konsumsi bagi masyarakat, pemerintah menyediakan program perpipaan yakni mendatangkan air dari sumber-sumber mata air yang ada. Adapun perincian sumber-sumber mata air tersebut dapat dilihat pada Tabel 31. berikut ini. Tabel 31. Inventaris sumber mata air di Kabupaten TTU tahun 2006 No Lokasi Nama Mata Jarak Debit Keterangan Kec/Kel/Desa Air (km) (liter/detik) 1 Kefamenanu Taekas 5 3 Sudah dipakai 2 Kefamenanu Baen/Leten 8 3 Sudah dipakai 3 Kefamenanu Sungai Koko 12 10 Sudah dipakai 4 Kefamenanu Aspol 7 6 Sudah dipakai 5 Wini Oe jak 2 3 Sudah dipakai 6 Wini Leolboko 2 5 Sudah dipakai 7 Oeteas Oelasu 11 5 Sudah dipakai 8 Biloe Oelasu 8 5 Sudah dipakai 9 Tunbaen Oe siot 5 6 Sudah dipakai 10 Tunbaen Unab 5 5 Sudah dipakai 11 Lokomea Oe Muit I 4,5 6,5 Sudah dipakai 12 Lokomea Oe Muit II 8 7 Sudah dipakai 13 Boronubaen Oe Muit III 7 7 Sudah dipakai Sumber : Data Base Bappeda 2007 (2007)
88 Sumber-sumber mata air tersebut tersebar di beberapa kecamatan dan telah dimanfaatkan oleh masyarakat di beberapa kecamatan dengan jarak tempuh dan debit air yang bervariasi. Akan tetapi pada umumnya debit air tersebut berkurang pada musim kemarau sehingga pada musim tersebut umumnya masyarakat harus menggunakan air secara bergiliran, misalnya 3 hari sekali. Oleh karena itu, pemerintah terus berupaya mencari sumber mata air baru yang dapat memenuhi kebutuhan air masyarakat di Kabupaten TTU, diantaranya dengan mengusahakan sumber mata air Mutis untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat Kota Kefamenanu dan masyarakat yang wilayahya dilintasi oleh perpipaan tersebut. e. Listrik Listrik sangat bermanfaat bagi masyarakat dalam melakukan aktivitasnya dan juga menggerakkan perekonomian masyarakat. Hingga tahun 2006 telah terpasang 3.430 KW dengan jumlah tenaga listrik yang dibangkitkan sebesar 9.490.929 KWH dan yang telah disalurkan 9.256.736 KWH (97,5%) dimana tingkat pemakaian kepada konsumen sebesar 7.063.736 KWH (74,4%) yang digunakan oleh jumlah pelanggan listrik Kabupaten TTU sebanyak 8.633 unit, dengan perincian jumlah pelanggan rumahtangga 7.870 unit (91,2%) sedangkan sisanya pelanggan bisnis dan perhotelan 4,5%; kantor pemerintah dan penerangan jalan 1,6% serta pelanggan industri 0,1%. PLN belum mampu melayani kebutuhan listrik seluruh masyarakat karena berbagai keterbatasan. Oleh karena itu, pemerintah memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarakat melalui pengadaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), dan pemerintah melakukan pengadaan genset pada beberapa kel/desa melalui program pengembangan kecamatan. Adapun jumlah dan lokasi PLTS di Kabupaten TTU dapat dilihat pada Tabel 32. berikut ini
89 Tabel 32. Inventaris desa penerima program Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Kabupaten TTU No Tahun Anggaran Kel/Desa Jumlah (unit) 1 2005 Tasinifu 238 Inbate 34 Noetoko 9 Banain 9 2 2006 Noetoko 25 Banain 43 Napan 25 Ponu 3 3 2007 Noelelo 25 Naikake A 25 Naikake B 25 Jumlah 461 Sumber : Data Base Bappeda 2007 (2007) 4.6. Gambaran Umum Perekonomian Wilayah Struktur ekonomi suatu wilayah menggambarkan peranan masing-masing sektor ekonomi dalam memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB juga merupakan gambaran kemampuan suatu wilayah dalam mengelola sumberdaya (potensi) yang dimiliki di wilayah tersebut dalam rangka memberikan nilai tambah ekonomi. Struktur perekonomian Kabupaten TTU didominasi oleh sektor pertanian (41,22%) sedangkan sektor lainnya kontribusinya masih sedikit. Walau demikian, pertumbuhan sektor pertanian paling kecil (0,6%) sedangkan sektor pengangkutan dan komunikasi serta perdagangan memiliki pertumbuhan yang tinggi (>10%). Hal ini terjadi karena kelompok masyarakat yang berusia muda (khususnya laki-laki) memilih untuk bekerja sebagai tukang ojek. Selain itu, permintaan yang semakin tinggi terhadap handphone karena semakin mudah mengakses informasi melalui handphone menjadikan usaha-usaha di sektor komunikasi semakin berkembang. Sedangkan sektor perdagangan mengalami peningkatan karena masyarakat semakin sadar untuk memperoleh nilai tambah melalui pemasaran hasil pertanian dan sebagai pengecer. Data peranan setiap sektor ekonomi dan laju pertumbuhan setiap sektor ekonomi di Kabupaten TTU dapat ditampilkan pada Gambar 7. berikut ini.
90
Kontribusi sektor ekonomi terhadap PDRB kab.TTU tahun 2006 Pertanian
Penggalian Industri 23%
Listrik,gas&air 47%
3% 8%
7%
2%
7% 1% 2%
Bangunan Perdagangan, restoran & hotel Pengangkutan& komunikasi Keuangan Jasa-jasa
Gambar 7. Kontribusi setiap sektor ekonomi terhadap PDRB Kabupaten TTU tahun 2006 Data yang ditampilkan pada Gambar 7. dapat dielaborasi ke dalam sub-sub sektor ekonomi sehingga lebih mendetail dalam menjelaskan peran setiap sub sektor ekonomi terhadap perekonomian di Kabupaten TTU. Sub sektor tanaman pangan (24,15%), peternakan (17,48%) dan jasa pemerintahan (18,77%) masih memegang peranan penting. Oleh karena itu, pengembangan sektor-sektor tersebut dan sektor lainnya yang berkaitan perlu ditingkatkan. Peran setiap subsektor ekonomi selengkapnya dapat ditampilkan pada Tabel 33. Kegiatan perekonomian dari setiap sektor ekonomi tersebut dilakukan oleh stakeholder di Kabupaten TTU yang didukung oleh infrastruktur ekonomi seperti pasar sejumlah 24 buah, perdagangan besar 20 unit usaha, perdagangan menengah 243 unit usaha dan 825 unit usaha perdagangan kecil. Selain sektor perdagangan tersebut, terdapat 116 industri kecil pangan yang menyerap 706 tenaga kerja, 554 industri kecil sandang dengan 1.541 tenaga kerja, 110 industri kecil kimia dan bangunan yang mempekerjakan 645 tenaga kerja, 46 industri kecil logam dan elektronik dengan jumlah tenaga kerja 180 orang. Sedangkan 145 orang bekerja pada 13 industri kerajinan di Kabupaten TTU.
91
No 1
2 3 4 5 6
7
8
9
Tabel 33. Peranan sektor ekonomi di Kabupaten TTU tahun 2006 Lapangan Usaha PDRB Sektor Kontribusi (%) Pertanian 187.852.766 46,21 Pangan 98.178.418 24,15 Perkebunan 8.818.937 2,17 Peternakan 71.078.526 17,48 Kehutanan 7.341.486 1,81 Perikanan 2.435.399 0,60 Penggalian 6.745.419 1,66 Industri Pengolahan 6.421.803 1,58 Listrik, Gas & Air 2.730.563 0,67 Listrik 2.382.028 0,59 Air bersih 348.535 0,09 26.810.581 6,59 Konstruksi Perdagangan 30.947.417 7,61 Pedagang besar & eceran 26.146.360 6,43 Hotel 315.696 0,08 Restoran 4.485.361 1,10 Angkutan dan Komunikasi 31.287.287 7,70 Jalan raya 27.743.080 6,82 Jasa penunjang angkutan 521.168 0,13 Telkom & pos 3.023.039 0,74 Keuangan 13.722.016 3,38 Bank 5.003.549 1,23 Nirbank 3.189.989 0,78 Sewa bangunan 4.904.083 1,21 Jasa perusahaan 624.395 0,15 Jasa-Jasa 100.025.560 24,60 Pemerintah 76.302.079 18,77 Swasta 23.723.481 5,84 Sosial kemasyarakatan 15.276.761 3,76 Rekreasi & hiburan 704.605 0,17 Perorangan & rumah tangga 7.742.115 1,90 JUMLAH 406.543.412 Sumber : TTU dalam Angka (2006) Kegiatan-kegiatan ekonomi tersebut ditunjang oleh lembaga keuangan berupa 8
bank di Kabupaten TTU, dimana terdapat 1 cabang bank BRI dan 1 cabang bank NTT, sedangkan 6 bank yang lain merupakan BRI unit. Dengan demikian, masih diperlukan adanya bank lain yang seharusnya beroperasi di Kabupaten TTU sehingga tidak terjadi duopoli bank di Kabupaten TTU. Selain itu, melalui pendirian bank baru diharapkan masyarakat memiliki pilihan yang lebih banyak dalam memanfaatkan lembaga keuangan.
92 Lembaga keuangan lainnya yang berkembang di Kabupaten TTU adalah berupa koperasi sebanyak 20 unit, dimana terdapat 14 KUD dan 6 non KUD. Lembaga keuangan lainnya yang berperan seperti bank adalah credit union (CU) yang dikelola oleh yayasan yang bekerjasama dengan lembaga gereja. Lembaga keuangan bank maupun bukan bank berfungsi untuk menyimpan tabungan masyarakat dan sekaligus menyalurkan kredit bagi masyarakat. Data pada BRI cabang Kefamenanu menunjukkan bahwa jumlah tabungan di Kabupaten TTU sejumlah Rp 105.149.000.000,- sedangkan jumlah kredit di Kabupaten TTU sejumlah Rp 57.026.000.000,- yang berarti jumlah tabungan netto di Kabupaten TTU sebesar Rp 48.123.000.000,-. Dengan demikian, jumlah tabungan melebihi jumlah kredit di kabupaten TTU atau dengan kata lain terjadi kebocoran wilayah di Kabupaten TTU. Meskipun demikian, bila ditelusuri per kecamatan maka ada 2 kecamatan (Miomafo Timur dan Noemuti) yang memiliki tabungan netto negatif yang berarti jumlah tabungan lebih kecil dari kredit sehingga dapat dikatakan bahwa kedua kecamatan tersebut dapat memanfaatkan fasilitas kredit yang disediakan oleh BRI cabang Kefamenanu untuk menciptakan spread effect di wilayahnya. Sedangkan kehadiran BRI Cabang Kefamenanu bagi kecamatan lainnya memberi dampak backwash effect. Data posisi tabungan dan kredit pada bank BRI di Kabupaten TTU per kecamatan pada tahun 2006 selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 34. berikut ini. Tabel 34.Posisi tabungan dan kredit BRI Cabang Kefamenanu pada tahun 2006 NO Kecamatan Jumlah (Rp) Tabungan Kredit Netto 1 Miomafo Barat 8.004.000.000,- 4.039.000.000,3.965.000.000,2 Miomafo Timur 6.886.000.000,- 11.487.000.000,-4.601.000.000,3 Noemuti 6.485.000.000,- 7.467.000.000,-982.000.000,4 Kota Kefamenanu 58.298.000.000,- 20.293.000.000,- 38.005.000.000,5 Insana 7.938.000.000,- 6.221.000.000,1.717.000.000,6 Insana Utara 5.937.000.000,- 3.407.000.000,2.530.000.000,7 Biboki Selatan 5.161.000.000,5.161.000.000,8 Biboki Utara 4.521.000.000,- 4.112.000.000,409.000.000,9 Biboki Anleu 1.919.000.000,1.919.000.000,Jumlah 105.149.000.000,- 57.026.000.000,- 48.123.000.000,Sumber : TTU dalam Angka (2006)