ISBN:
LAPORAN TAHUNAN BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN ACEH
2014
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN ACEH BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTRIAN PERTANIAN 2015
1
Penyunting: Ir. Basri A. Bakar, M.Si Dr. Rachman Jaya, M.Si
Dewan Redaksi: Zuardi Efendi, S.P Husaini, S.P
Cover dan Tata Letak: Fantashir Awwal Fuqara, S.P Irvandra Fatmal, S.P
Penerbit: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh Jalan Panglima Nyak Makam No. 27 Lampineung Banda Aceh, 23125 Telp: (0651) 7551811, Fax: (0651) 7552077 Email:
[email protected] website: www.nad.litbang.pertanian.go.id
2
KATA PENGANTAR Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Aceh sebagai salah satu unit kerja Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) mempunyai peran yang sangat penting dalam penyediaan dan penyampaian inovasi teknologi pertanian spesifik lokasi, untuk mendukung program pembangunan pertanian nasional. Pelaksanaan program pengkajian dan diseminasi pada tahun 2014, merupakan tahun keempat dari Renstra BPTP Aceh periode 2010-2014. Laporan tahunan ini merupakan sintesis dari pelaksanaan kegiatan BPTP Aceh pada tahun anggaran 2014, yang terdiri dari kegiatan pengkajian dan diseminasi serta kelembagaan struktural sebagai pendukung. Fokus kegiatan pengkajian dan diseminasi adalah pada kegiatan pengembangan teknologi spesifik lokasi dan pendampingan, khususnya pada pengelolaan tanaman terpadu (PTT) padi, kedelai, jagung dan swasembada daging sapi dan kerbau. Fakta menunjukkan bahwa pengguna teknologi dan pemangku kepentingan menaruh besar harapan kepada BPTP Aceh untuk berperan dalam pembangunan pertanian di Provinsi Aceh, walaupun terdapat beberapa kendala yang harus dihadapi seperti terbatasnya tenaga fungsional, beban kerja dan luasnya cakupan wilayah kerja. Pada dasarnya kondisi ini menjadi motivasi dari seluruh karyawan BPTP Aceh untuk lebih keras bekerja di masa yang akan datang. Akhirnya kami berharap semoga Laporan Tahunan 2014 ini bermanfaat bagi kita semua. Kritik dan saran sangat kami harapkan untuk perbaikan dan peningkatan kinerja BPTP Aceh.
Banda Aceh, Maret 2015 Kepala BPTP Aceh
Ir. Basri A. Bakar, M.Si
3
I. PENDAHULUAN Tahun 2014 merupakan salah satu tahun penting dalam sistem pertanian bagi Bangsa Indonesia, karena tahun tersebut merupakan awal dari sistem baru pasca pemilu presiden, dengan kata lain merupakan tahap awal dalam pembangunan sistem pertanian, melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Kementrian Pertanian. Dalam pencapaian Nawacita sistem pemerintahan Indonesia, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Aceh sebagai bagian integral dari sistem pertanian bangsa ini memiliki tugas dan fungsi melakukan pengkajian dan diseminasi, yang memiliki arti penting bila dilakukan melalui proses yang terencana dengan baik dan outputnya dapat memberikan manfaat lebih kepada pihak sasaran/pengguna secara terukur. Setidaknya terdapat 3 (tiga) aspek penting yang merupakan titik kritis yang berpengaruh terhadap keberhasilan pelaksanaan tugas dan fungsi yang diembankan kepada BPTP Aceh. Ketiga aspek penting yang menjadi pokok perhatian pengkajian dan diseminasi teknologi pertanian, yaitu proses perencanaan, pelaksanaan pengkajian dan diseminasi serta pemanfaatan output dari pengkajian dan diseminasi oleh pengguna teknologi tersebut. Identifikasi teknologi yang dibutuhkan pelaku sistem pertanian di Provinsi Aceh menjadi sangat penting untuk dapat meningkatkan efektivitas sistem pertanian, melalui peningkatan produktivitas berbagai sistem usahatani berbasis komoditas unggulan dan zona agroekosistem, selain itu juga melakukan upaya efisiensi dalam sistem pertanian tersebut agar pendapatan petani dapat ditingkatkan. Usahatani tersebut harus dikelola secara modern (precision farming), dengan tetap memperhatikan kearifan lokal (local wisdom) yang ada pada masing-masing daerah. Seiring dengan tuntutan pembangunan pertanian di Provinsi Aceh yang semakin kompleks, maka untuk mengatasi hal tersebut BPTP Aceh yang merupakan lembaga pengkajian dan diseminasi Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian telah dan akan terus menyediakan teknologi pertanian tepat guna spesifik lokasi yang sesuai dengan agroekosistem di Provinsi Aceh. Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa pentingnya peran BPTP Aceh dalam hal: (1) kegiatan penelitian dan pengkajian untuk menghasilkan teknologi terapan yang bersifat spesifik lokasi pada suatu Zona Farming System dan sesuai dengan kondisi sosial ekonomi petani atau pelaku lainnya, seperti pedagang pengepul dan pelaku bisnis berbasis komoditi pertanian; (2) keterkaitan antara para peneliti-penyuluh-petani dalam proses percepatan dan penerapan teknologi spesifik lokasi; (3) keterkaitan program BPTP Aceh dengan program pemerintah daerah Provinsi Aceh dalam pembangunan pertanian; (4) meningkatkan pengetahuan dan kemampuan seluruh sumberdaya manusia lingkup BPTP Aceh. Laporan tahunan ini merupakan hasil ringkasan pengkajian dan diseminasi dari sisi fungsionalitas serta keragaan organisasi BPTP Aceh Tahun Anggaran (TA) 2014. Laporan ini juga dapat digunakan sebagai tolok ukur kinerja BPTP Aceh dalam menjalankan tugas dan fungsinya pada TA. 2014.
4
II. PROGRAM PENGKAJIAN DAN DISEMINASI 2.1 Visi BPTP Aceh Pada tahun 2014 menjadi lembaga yang handal dan berstandar internasional dalam hal penyediaan informasi teknologi pertanian spesifik lokasi untuk mendukung pembangunan pertanian industrial di Provinsi Aceh secara berkelanjutan. 2.2 Misi 1. Melaksanakan kegiatan penelitian, pengkajian dan perakitan teknologi spesifik lokasi mendukung pembangunan pertanian industrial di Provinsi Aceh secara berkelanjutan. 2. Melaksanakan perakitan teknologi pertanian untuk materi penyuluhan, pelayanan infromasi dan jaringan umpan balik. 3. Membangun dan memperkuat jaringan kerjasama dengan stakeholder dalam pendayagunaan hasil pengkajian dan inovasi teknologi pertanian spesifik lokasi. 4. Mengembangkan kapasitas kelembagaan dan sumberdaya manusia BPTP Aceh. 2.3 Tujuan 1. Meningkatkan ketersediaan informasi pertanian spesifik lokasi melalui kegiatan penelitian, pengkajian dan perakitan teknologi pertanian spesifik lokasi. 2. Meningkatkan diseminasi teknologi pertanian unggulan hasil pengkajian dan materi penyuluhan. 3. Meningkatkan kerjasama/kemitraan dengan stakeholder dalam pelaksanaan kegiatan penelitian, pengkajian dan perakitan teknologi pertanian spesifik lokasi. 4. Meningkatkan kapasitas dan kapabilitas institusi serta sumberdaya manusia BPTP Aceh. 2.4 Sasaran 1. Meningkatnya ketersediaan inovasi teknologi pertanian spesifik lokasi yang sesuai dengan kebutuhan stakeholder. 2. Meningkatnya diseminasi teknologi pertanian unggulan hasil pengkajian dan materi penyuluhan yang sesuai dengan kebutuhan stakeholder. 3. Meningkatnya kerjasama/kemitraan dengan stakeholder dalam pelaksanaan kegiatan penelitian, pengkajian dan perakitan teknologi pertanian spesifik lokasi. 4. Meningkatnya kapasitas dan kapabilitas institusi serta sumberdaya manusia BPTP Aceh.
6
III. PELAKSANAAN KEGIATAN PENGKAJIAN DAN DISEMINASI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Aceh melakukan berberapa kegiatan melalui pendanaan yang dibiayai oleh DIPA Tahun Anggaran (TA) 2014. Pada TA 2014, secara umum BPTP Aceh melaksanakan kegiatan berbasis penyediaan benih sumber (UPBS), percepatan aplikasi teknologi SL-PTT (GP-PTT), beberapa kegiatan pendampingan teknologi berbasis padi, kedelai, jagung, bawang merah, kakao, tebu dan kopi, kegitan PSDSK, inventarisasi sumbedaya genetik (SDG), beberapa kegiatan diseminasi, penyuluhan dan penyebaran informasi teknologi pertanian dalam bentuk media cetak dan elektronik. 3.1 Kegiatan Pengkajian dengan Sumber Dana DIPA BPTP Aceh TA.2014
3.1.1 Kajian Beberapa Varietas Padi Gogo Berbasis Kelapa Sawit Mendukung Program P2BN di Provinsi Aceh TA. 2014 Tim Pelaksana : Idawanni SP, Fenty Ferayanti SP, M. Ramlan SP, Ahmad, Yusuf Ali Latar Belakang Padi gogo memegang peranan penting dalam sistem pertanian rakyat Indonesia. Hal ini dapat ditinjau dari segi pengadaan pangan maupun dalam menopang kelancaran usaha pertanian non pangan seperti perluasan lahan bukaan baru untuk perkebunan. Secara umum pertanaman padi gogo di Indonesia terdapat pada tiga sub ekosistem, yaitu: a) pada lahan datar termasuk bantaran sungai; b) pada lahan perbukitan daerah aliran sungai (DAS); dan c) sebagai tanaman tumpangsari pada pertanaman perkebunan dan hutan tanaman industri (HTI) muda. Padi gogo biasanya ditanam di lahan kering secara tunggal atau tumpangsari dengan tanaman pangan lainnya seperti jagung dan kacang-kacangan. Pemanfaatan lahan diantara tanaman sawit TBM umur 2 tahun merupakan salah satu alternatifT untuk menambah pendapatan petani.
Rendahnya produktivitas padi gogo di tingkat petani ini lebih disebabkan karena faktor keterbatasan pengetahuan petani dalam pengelolaan tanaman seperti, penerapan teknologi budidaya yang belum optimal, terutama dalam penggunaan varietas unggul, pemupukan, dan pengendalian penyakit seperti penyakit blas (P. gresea) yang merupakan masalah utama padi gogo. Selain itu, pada umumnya petani padi gogo termasuk golongan petani miskin yang tentu saja memiliki banyak keterbatasan. Karena keterbatasannyalah, petani padi gogo biasanya mengolah tanaman dengan “apa adanya”. Tujuan kajian ini yaitu : untuk mendapatkan varietas unggul baru padi gogo yang dapat beradaptasi pada lahan diantara tanaman kelapa sawit dan untuk menganalisis produktivitas dan pendapatan usahatani padi gogo pada lahan diantara tanaman kelapa sawit. Keluaran yang diharapkan yaitu : diperolehnya satu atau lebih varietas padi gogo yang memiliki daya adaptasi pada lahan diantara tanaman kelapa sawit muda dan - Tersedianya data analisis produktivitas dan pendapatan usahatani padi gogo pada lahan diantara tanaman kelapa sawit muda
7
Metode dan Hasil Kegiatan Pengkajian dilaksanakan di lahan kering pada daerah perkebunan kelapa sawit rakyat di Kabupaten Aceh Timur Kecamatan Peunaron Desa Arul Pinang dengan luas lahan pengkajian ± 3 ha. Pengkajian ini dilaksanakan mulai dari bulan Februari – Desember 2014, dengan melibatkan 1 kelompok tani Tunas Subur. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan 6 perlakuan dan 3 ulangan. Susunan perlakuan adalah V1 (inpago 4), V2 (inpago 5), V3 (inpago 8), V4 (Situ Patenggang), V5 (Batutegi) dan V6 ( Arias ). Lahan yang digunakan untuk penanaman padi gogo adalah lahan kebun kelapa sawit muda yang berumur 2 tahun. Tanam dilakukan awal musim hujan pada bulan Juni, sebelum tanam lahan sudah dibuat lubanglubang tanam dengan menggunakan tugal dengan kedalaman 3 cm. Penanaman padi gogo menggunakan jarak tanam 20 x 20 cm. Setelah lubang bekas tugal terbentuk kemudian 3 benih di masukkan kedalam lubang tanam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas Inpago 8, memberikan hasil tertinggi 4.86 ton /ha diikuti varietas Situ Patenggang 4.84 ton/ha, dan Batutegi 4.72 ton/ha. Penerapan teknologi usahatani padi gogo di antara tanaman kelapa sawit pada lahan kering dapat meningkatkan tambahan keuntungan sebesar Rp. 12.340.000,-/ha dengan nilai R/C sebesar 2,73 , dan B/C sebesar 1,73 Sedangkan dengan pola petani keuntungan usahatani sebesar Rp. 7.515.000,-/ha dengan nilai R/C sebesar 2,47 dan , B/C sebesar 1,47. Dokumentasi
Gambar 1. Peneliti melakukan pengamatan pertumbuhan padi gogo
Gambar 2. Salah satu varietas padi gogo yang diuji
8
3.1.2 Kajian Efektivitas Trichoderma Sp Dalam Pengendalian Penyakit Busuk Buah Kakao (Phytophthora palmivora) di Kabupaten Aceh Timur. Tim Pelaksana
: Fenty Ferayanty, SP, Ida Wanni, SP Ramlan, SP
Tujuan
:
- Untuk mengkaji efektivitas agensia hayati (Trichoderma sp) dalam pengendalian penyakit busuk buah kakao di Kabupaten Aceh Timur - diadopsinya penggunaan agensia hayati sebagai komponen PHT, sehingga dapat diterapkan petani kakao untuk mengendalikan busuk buah kakao.
Metode
:
Bahan yang akan digunakan dalam pengkajian ini adalah beberapa jenis jamur Trichoderma sp, Pengkajian ini akan dilaksanakan pada lahan pertanaman kakao milik petani di Kabupaten Aceh Timur yang akan dimulai pada bulan Mei hingga Desember 2014. Percobaan ini menggunakan tanaman eksis milik petani dengan luasan 1 ha dengan umur tanaman ± 5-6 tahun. Pengkajian yang akan dilaksanakan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) non faktorial yang terdiri atas 9 (sembilan) perlakuan dan kontrol.
Hasil
:
- Intensitas serangan yang terendah dijumpai pada perlakuan Th3 (Trichoderma harzianum) 25.63 % diikuti oleh Ta3 (Trichoderma asperellum) 28.75 % dan Tv3 (Trichoderma viren) 31.25%. Pada perlakuan kontrol di semua ulangan menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan perlakuan lainnya yaitu 68.75 %. - Aplikasi perlakuan Trichoderma harzianum dan Trichoderma asperellum lebih efektif digunakan dalam mengendalikan penyakit busuk buah kakao (Phytophthora palmivora ) dibanding dengan perlakuan Trichoderma viren.
Dokumentasi
Gambar 3. Proses aplikasi Trichoderma pada tanaman kakao
9
Gambar 4. Kondisi tanaman kakao setelah aplikasi Trichoderma sp 2 bulan
Gambar 5.Temu lapang pengkajian Efektivitas Trichoderma sp dalam Pengendalian Penyakit Busuk Buah Kakao 3.1.3 Peningkatan Produktivitas Tanaman Perkebunan (Kopi) Di Provinsi Aceh Tim Pelaksana: Firdaus, SP., M.Si, Husaini, SP., Yatiman SP. Latar Belakang Sentra produksi kopi Provinsi Aceh adalah Dataran Tinggi Gayo. Dataran tinggi Gayo merupakan suatu kawasan yang meliputi tiga kabupaten yaitu kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Gayo Lues. Ketiga daerah ini merupakan penghasil kopi Arabika Gayo namun kabupaten Aceh Tengah yang paling luas areal tanamnya sebesar 48.000 ha, diikuti Bener Meriah seluas 39.430 ha dan Gayo Lues 3.938 ha. Dataran tinggi Gayo yang memiliki ketinggian 600 - 1.200 m bahkan sampai 1.400 m dari permukaan laut sangat cocok untuk pengembangan pertanian, seperti sayursayuran dan juga tanaman tahunan seperti kopi. Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) merupakan hama utama yang sangat meresahkan petani kopi di Dataran Tinggi Gayo Provinsi Aceh. Hampir seluruh areal kopi Arabika di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah telah terserang PBKo. Persentase serangan mencapai 25 - 50 % menyebabkan kehilangan hasil serta menurunnya mutu produksi. Fenomena yang digambarkan di atas mendorong munculnya Program Pengendalian Hama secara Terpadu (PHT). Strategi PHT adalah memadukan secara kompatibel semua teknik atau metoda pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) didasarkan pada asas ekologi dan ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas dan efisiensi dari perpaduan beberapa tehnik pengendalian secara PHT di dalam pengendalian hama PBKo.
10
Tujuan Untuk mengetahui efektivitas dari perpaduan beberapa teknik pengendalian secara terpadu (PHT): pemangkasan, sanitasi, penyemprotan Beauveria bassiana dan pemasangan perangkap di dalam pengendalian hama penggerek buah kopi (PBKo). Keluaran Adanya paket teknik pengendalian secara terpadu (PHT) : pemangkasan, sanitasi, penyemprotan Beauveria bassiana dan pemasangan perangkap yang efektiv dan ramah lingkungan di dalam pengendalian hama penggerek buah kopi (PBKo). Metode Pengkajian dilaksanakan di Gampong Simpang Antara Kecamatan Wih Pesam Kabupaten Bener Meriah. Lokasi ini terletak pada 900 mdpl. Suhu harian antara 21280C, pH tanah antara 5,5-6. Jenis kopi pada areal percobaan adalah Arabika varietas Ateng Super berumur 7-10 tahun. Pemeliharaan tanaman cukup intensif dengan tanaman penaung dadap (Erythrina spp.) dan lamtoro (Leucaena leucocephala), suren (Toona sureni Merr). Jarak tanam 1,5-1,5 m sampai dengan 2 x 2 m. Pengkajian ini dimulai pada bulan Januari sampai Desember 2014. Penentuan daerah kajian didasarkan pada pertimbangan (1) daerah kajian merupakan sentra produksi kopi Arabika, (2) tingkat serangan dan kehilangan hasil karena hama PBKo cukup tinggi, dan (3) lokasi pengkajian memiliki tipe agroekologi yang sesuai untuk pengembangan kopi arabika. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK). Pengamatan dilakukan terhadap tingkat serangan buah oleh hama PBKo (H. Hampei). Di samping itu, juga dilakukan pengamatan terhadap jumlah buah/dompolan per cabang, dan hasil panen (kg/phn). Hasil Rata-rata persentase buah terserang terendah pada (P4) perlakuan pemangkasan, sanitasi, Beauveria dan pemasangan perangkap minggu ke V yaitu 8,92%, perlakuan P2 = Pemangkasan, sanitasi, Beauveria 15,13%, perlakuan P3 = Pemangkasan, Sanitasi, Perangkap hypophytan 19.04%, P1 = Pemangkasan, Sanitasi, 19.7, dan persentase tertinggi pada perlakuan budidaya petani 40.13. Tindakan pemangkasan wiwilan, cabang sakit dan cabang tidak produktif menghindari kondisi pertanaman yang terlalu gelap karena ada cabang yang tumpang tindih sehingga menciptakan suasana kebun yang tidak sesuai bagi hama bubuk buah kopi. Disamping itu, pemangkasan juga akan mengurangi persaingan makanan sehingga merangsang cabang produktif untuk berproduksi lebih banyak. Selanjutnya perlakuan Beauveria juga dapat menekan populasi hama bubuk buah ditambah lagi dengan pemasangan perangkap. Hal ini sesuai dengan pendapat Wiryadiputra (2007) bahwa pengendalian hama bubuk buah kopi dengan sanitasi sangat efektif untuk menurunkan intesitas serangan dari 40-90% menjadi 0,5-3%.
11
Dokumentasi
Gambar 6. Ilustrasi teknologi pengendalian Pbko pengendalian Pbko
Gambar 7. Ilustrasi aplikasi Beauveria bassiana untuk pengendalian Pbko 3.1.4 Kajian Adaptasi Beberapa Varietas Unggul Baru Padi Toleran Genangan Air Di Lahan Rawa Provinsi Aceh Tim pelaksana: Ir. Nasir Ali, Husaini SP, M. Ramlan, SP. Latar Belakang Salah satu strategi adaptasi yang dapat digunakan untuk menekan kehilangan hasil akibat banjir adalah dengan menanam varietas unggul padi yang toleran terhadap rendaman. Pada tahun 2008 Badan Litbang Pertanian melepas varietas unggul padi rawa Inpara-3 yang toleran terhadap rendaman air penuh selama seminggu. Selanjutnya pada tahun 2009, dilepas lagi dua varietas unggul baru toleran rendaman yang diberi nama Inpara 4 dan Inpara 5. Tingkat toleransi rendaman kedua varietas tersebut lebih baik dari pada Inpara 3, yakni toleran terhadap rendaman penuh sampai dua minggu. Ditetapkannya Kabupaten Aceh Jaya sebagai lokasi pengkajian karena kabupaten ini memiliki potensi lahan rawa dan gambut cukup luas. Luas lahan rawa di Kabupaten Aceh Barat diperkirakan sekitar 3.500 ha menyebar di beberapa kecamatan. Selama ini lahan rawa nyaris tidak dimanfaatkan oleh petani setempat karena sering banjir atau tergenang, sehingga terbengkalai begitu saja. Kajian yang akan dilaksanakan di Kabupaten Aceh Jaya, diharapkan dapat memanfaatkan lahan rawa dengan tanaman padi yang toleran terhadap genangan yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani.
12
Tujuan Menguji tingkat adaptasi beberapa varietas padi terhadap genangan air di lahan rawa dan memberdayakan lahan rawa dengan tanaman padi yang toleran genangan. Keluaran Terujinya tingkat adaptasi beberapa varietas padi terhadap genangan air di lahan rawa dan terberdayakanya lahan rawa dengan tanaman padi yang toleran genangan. Metode Kegiatan ini lebih mengarah kepada uji adapatasi varietas padi di lahan rawa, sehingga lahan rawa yang selama ini belum dimanfaatkan oleh petani mampu memberikan hasil dan pendapatan petani. Ruang lingkup kegiatan meliputi: (1) survei diagnostik yang meliputi : inventarisasi teknologi budidaya padi di lahan rawa, penentuan petani kooperator, dan karakteristik lokasi pengkajian. (2) pengkajian adaptasi varietas tahan genangan taitu Inpara-4, Inpara-5 dan Ciherang. Komponen teknologi yang diperkenalkan seperti penggunaan varietas dan umur bibit. Kegiatan ini melibatkan kelompok tani/petani, penyuluh pertanian kabupaten di bawah bimbingan peneliti dari BPTP Aceh. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial 3 x 2 dengan 3 ulangan. Parameter pengamatan mencakup Peningkatan produktivitas, Identifikasi tanah dan iklim, Identifikasi hama dan penyakit padi, Identifikasi masalah, Peningkatan adopsi inovasi oleh petani, Dampak penerapan teknologi kepada petani non kooperator, Analisa peluang pasar. Hasil Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa rata-rata umur 50% berbunga pada varietas unggul baru yang ditanam di lahan rawa tidak berbeda nyata terhadap tinggi tanaman baik yang ditanam umur 20 hari setelah semai (hss) maupun yang ditanam pada umur tanam 30 hari setelah semai. Rata-rata tinggi tanaman yang diukur satu minggu sebelum panen tidak berbeda nyata terhadap varietas unggul baru (VUB) yang ditanam pada umur 20 hari setelah semai maupun yang ditanam umur 30 hari setelah semai, selanjutnya rata-rata jumlah malai per rumpun varietas unggul baru di lahan rawa tidak berbeda nyata terhadap tinggi tanaman yang ditanam umur 20 hari setelai semai maupun yang ditanam pada umur 30 hari setelah semai terhadap semua varietas. Parameter rata-rata panjang malai padi tidak berbeda nyata dengan tinggi tanaman antara umur 20 hari dengan umur 30 hari setelah tanam terhadap semua varietas, sedangkan rata-rata gabah isi per malai pada kegiatan kajian adaptasi beberapa varietas unggul baru padi toleran genangan di lahan rawa tidak berbeda nyata terhadap tinggi tanaman baik yang ditanam umur 20 hari setelah semai atau yang ditanam umur 30 hari setelah semai terhadap semua varietas. Di lain pihak rata-rata hasil (ubinan 2,5 x 2,5 m) pada kegiatan kajian padi rawa tidak berbeda nyata dengan tinggi tanaman antara umur 20 hari dengan umur 30 hari setelah tanam terhadap semua varietas.
13
Dokumentasi
Gambar 8. Petani kooperator di lokasi kegiatan adaptasi padi rawa
Gambar 9. Petani dan peneliti di lokasi kegiatan adaptasi padi rawa 3.1.5 Analisis Peningkatan Nilai Tambah Produk Olahan Kopi Di Dataran Tinggi Gayo Provinsi Aceh Tim Pelaksana: Cut Nina Herlina, S.Pi, M. Ferizal, M.Sc, Cut Hielda, SP. Latar Belakang Di Indonesia, Provinsi Aceh merupakan daerah penghasil kopi Arabika terbesar dengan pusat pengembangannya terletak di Dataran Tinggi Gayo yaitu di Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meriah yang keseluruhannya merupakan usaha perkebunan rakyat. Pada tahun 2009 luas perkebunan rakyat di Dataran Tinggi Gayo adalah 87.492 ha dengan rincian 48.001 ha di Kabupaten Aceh Tengah dan 39.491 ha berada di Kabupaten Bener Meriah. Akan tetapi dari luasan areal perkebunan rakyat tersebut produksi yang dihasilkan hanya berkisar 27.444 ton dengan tingkat produktivitas per hektarnya ± 718 kg/tahun. Tingkat produksi dan produktivitas tersebut masih relatif rendah jika dibandingkan dengan produktivitas kopi Arabika nasional yang mencapai 852.36 kg/tahun. Tingkat produksi yang rendah otomatis menyebabkan tingkat pendapatan petani menjadi rendah. Untuk mengantisipasi hal tersebut pengolahan hasil kopi dengan kualitas yang baik dan memenuhi selera pasar menjadi sangat penting untuk meningkatkan nilai tambah. Salah satu tujuan pengolahan hasil pertanian adalah untuk meningkatkan kualitas. Kualitas atau mutu yang baik akan meningkatkan nilai barang pertanian menjadi lebih tinggi. Sejalan dengan hal tersebut, meningkatnya permintaan dan persaingan kopi bubuk pada gilirannya menyebabkan para pengusaha kopi terus berusaha untuk meningkatkan nilai tambah (Value Added) hasil perkebunan kopi melalui pengolahan lebih lanjut. Keberadaan industri pengolahan kopi secara tidak langsung telah membantu pemerintah daerah dalam penciptaan lapangan kerja. Sektor industri
14
pengolahan mencakup semua perusahaan yang melakukan kegiatan mengubah barang dasar/bahan baku menjadi barang setengah jadi ataupun barang jadi yang lebih tinggi nilainya dari sebelumnya. Tujuan Mengiventarisir Keragaan Industri Pengolahan Kopi di Dataran Tinggi Gayo Provinsi Aceh dan biaya serta pendapatan yang diterima petani kopi dan pelaku industri dalam bentuk beberapa produk olahan kopi. Menganalisis peningkatan nilai tambah beberapa produk olahan kopi di Dataran Tinggi Gayo. Keluaran Terinventarisirnya Informasi Keragaan Industri Pengolahan Kopi di Dataran Tinggi Gayo Provinsi Aceh, teranalisisnya biaya dan pendapatan usaha pengolahan kopi pada beberapa produk olahan kopi serta meningkatnya nilai tambah beberapa produk olahan kopi di Dataran Tinggi Gayo. Metode Pengkajian ini dilaksanakan di daerah dataran tinggi gayo pada daerah sentra produksi kopi. Lokasi kegiatan akan dilaksanakan di 2 kabupaten yaitu Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah. Mulai bulan Januari sampai dengan bulan Desembar 2014. Persiapan meliputi : Studi pustaka, Menyusun proposal, menyusun RODHP, koordinasi dengan instansi terkait, dll.Pelaksanaan meliputi kegiatan survey pada industri pengolahan kopi di kabupaten Aceh Tengah dan Bener meriah, menghitung besaran keuntungan dan menganalisis 3 jenis olahan kopi bubuk biasa, kopi premium dan kopi luwak. Parameter analisis mencakup pendapatan bersih usaha, B/C rasio, analisis nilai tambah Hayami et al. (1987). Hasil Hasil analisis R/C rasio atas menunjukan bahwa pendapatan tertinggi apabila petani kopi menjual dalam bentuk beras yaitu sebesar Rp. 26.764.000,- R/C ratio 2,796, disusul dengan labu kering Rp. 26.061.000,- dengan R/C ratio 2,770, gabah kering Rp. 23.508.000 dengan R/C ratio 2,667. dan gelondongan merah Rp. 19.831.000,- dengan R/C ratio 2.517, sedangkan B/C rasio 2,57 yang bermakna bahwa industri kopi yang memproduksi kopi luwak dengan nilai jual produk sebesar Rp. 500.000,- per kg, sehingga didapatkan keuntungan bagi pelaku industri kopi di kabupaten Aceh Tengah Rp. 475.200.000 dan di kabupapen Bener Meriah sebesar Rp. 570.240.000,- selama 1 tahun. Nilai tambah merupakan selisih antara nilai output dengan harga bahan baku dan sumbangan input lain. Nilai tambah tersebut merupakan nilai tambahan kotor karena masih mengandung bagian untuk pendapatan tenaga kerja. Nilai tambah yang diperoleh dari produksi dari produksi bubuk kopi biasa, luwak dan premium yaitu sebesar 40.000/kg, 280.000/kg dan 96.000/kg. Rasio nilai tambah merupakan presentase nilai tambah terhadap nilai output. Besarnya rasio nilai tambah yang didapatkan yaitu untuk kopi biasa sebesar 0,42 %, kopi luwak 0,70 % sebesar dan premium sebesar 0,55 %. Hasil ratio nilai tambah ini menunjukan bahwa setiap Rp. 100,- nilai produk kopi akan diperoleh nilai tambah sebesar Rp. 42,-, Rp. 70,- dan Rp. 55,-.
15
Dokumentasi
Gambar 10. Wawancara dengan pelaku industri kopi Gayo
Gambar 11. Pelaksanaan Temu Lapang di Kabupaten Bener Meriah 3.1.6 Pemanfaatan Biochar Dan Efisiensi Pemupukan Tanaman Pangan (Padi,
Jagung, Kedelai) Mendukung Program Pengelolaan Tanaman Terpadu Di Provinsi Aceh.
Tim pelaksana: Ir. Chairunnas, MS, Didi Darmadi, SP, M.Si Latar Belakang Biochar merupakan bahan kimia yang saat ini banyak digunakan dalam industri yang menggunakan proses absorpsi dan purifikasi. Penggunaan biochar di lahan sawah dapat meningkatkan jumlah bakteri dan bakteri fiksasi nitrogen (Azotobacter) di dalam tanah terutama di sekitar akar tanaman pangan. Potensi biochar sebagai pembenah tanah dan penerapan sistem budidaya PTT diharapkan mampu bersinergis dengan baik dan berkonstribusi positif terhadap keragaan dan produksi tanaman pangan secara optimal. Konsep sistem budidaya PTT dan penggunaan biochar pada sistem budidaya yang dilakukan diharapkan mampu menjaga kesehatan dari lingkungan tumbuh tanaman budidaya sehingga tanaman mampu untuk berproduksi secara optimal dan berkelanjutan. Ameliorasi biochar dan sistem budidaya PTT di kegiatan penelitian ini diharapkan memberi keluaran yang baik pada keragaan dan produksi yang optimal pada tanaman pangan (padi, jagung dan kedelai) oleh petani.
16
Tujuan
Untuk mengetahui pengaruh potensi Biochar sebagai bahan amelioran yang dapat meningkatkan kesuburan tanah, pertumbuhan dan hasil tanaman pangan (padi, jagung dan kedelai). Untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk anorganik (urea, SP-36, KCl) pada tanaman padi gogo, jagung dan kedelai serta Mengembangkan dan meningkatkan produktivitas padi, jagung, kedelai di Provinsi Aceh yang berkesinambungan. Keluaran
Biochar berpotensi sebagai bahan amelioran sehingga dapat meningkatkan kesuburan tanah dan keragaan tanaman pangan (padi gogo, jagung dan kedelai). Diperolehnya efisiensi pemupukan anorganik (urea, SP36, KCl) yang ideal setelah mendapat perlakuan Biochar pada tanaman padi gogo, jagung dan kedelai. Meningkatnya produktivitas padi gogo, jagung, kedelai di Provinsi Aceh yang bekesinambungan. Metode
Kegiatan penelitian dilakukan di Kabupaten Pidie yang merupakan daerah pengembangan lahan kering terluas dan merupakan daerah sentra produksi tanaman pangan lahan kering di Provinsi Aceh. Pengkajian ini menggunakan rancangan acak kelompok faktorial. Faktor I adalah tiga tingkat dosis biochar yaitu 0, 10, dan 20 ton/ha, factor II adalah tiga tingkat dosis pupuk anorganik (Urea, SP36 dan KCl). Apabila hasil uji F memberi pengaruh yang nyata, maka analisis akan dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5% (BNT0,05). Parameter amatan mencakup tinggi tanaman, jumlah anakan perumpun, jumlah malai perumpun, jumlah gabah perumpun, bobot 1000 biji dan hama dominan selama pengkajian. Hasil Pada komoditas padi gogo, analisis ragam menujukkan bahwa perlakuan pupuk NPK berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman, sedangkan perlakuan biochar, tidak berpengaruh nyata, demikian juga dengan interaksinya. Fakta ini juga terjadi pada parameter jumlah anakan, jumlah malai, jumlah gabah bernas, serta jumlah gabah hampa perumpun, dan berat 1000 butir. Demikian juga untuk produksi padi gogo (ton/ha). Berdasarkan komoditas lain yang di kaji yaitu kedelai dan jagung juga menunjukkan hasil yang sama.
17
Dokumentasi
Gambar 12. Peneliti sedang mengaplikasikan Bio-char
Gambar 13. Penanaman kedelai kegiatan pemanfaatan bio-char 3.1.7 Pengkajian Integrasi Usahatani Tanaman Kakao dan Sapi Tim pelaksana: Dr. Yenni Yusriani, S.Pt, MP., Ir. Nani Yunizar, Ir. Elvi Wirda Latar Belakang Ternak berperan sebagai bagian integral dalam sistem integrasi usahatani tanaman-ternak untuk saling mengisi dan bersinergi yang memberikan nilai tambah dan berperan dalam mata rantai daur hara melalui pakan ternak. Pola integrasi ternak dengan tanaman pangan atau crop-livestock system (CLS) mampu menjamin keberlanjutan produktivitas lahan, melalui perbaikan mutu dan kesuburan tanah dengan cara pemberian kotoran ternak secara kontinu sebagai pupuk organik sehingga kesuburan tanah terpelihara. Permasalahan yang dihadapi petani dalam usahatani padi adalah menurunnya produktivitas lahan sawah, keterbatasan penyediaan pupuk kandang dan pakan ternak, serta aspek lingkungan. Permasalahan tersebut diharapkan dapat diatasi secara simultan dengan menerapkan sistem integrasi padi-sapi. Untuk mendapatkan manfaat yang optimal dari sistem integrasi padi-sapi di lahan sawah perlu dipadukan antara kepentingan ekonomi, sosial-budaya, dan kelestarian lingkungan.
18
Kondisi demikian membuka peluang dalam program pengembangan usaha peternakan yang mampu memanfaatkan jerami padi sebagai pakan ternak. Integrasi usahatani yang tepat perlu dilihat dari komoditas ternak yang mampu memanfaatkan limbah jerami, serta kemudahan petani dalam mengaplikasikan teknologi tersebut. Integrasi usahatani sapi dan pemanfataan jerami padi perlu dikaji dengan tepat, sehingga mampu tercipta pola usaha sinergis sebagai pengembangan usahatani berkelanjutan berbasis tanaman padi dan ternak sapi. Tujuan Mengintroduksikan teknologi pakan sapi berbasis jerami padi untuk mempercepat adopsi inovasi teknologi peternakan dan mengintroduksikan teknologi pengolahan pupuk organik padat yang berasal dari kotoran sapi untuk tanaman padi Keluaran Meningkatnya produksi dan produktivitas ternak sapi sampai 10%, dan Tersediannya paket teknologi usahatani tanaman-ternak spesifik lokasi yang mampu meningkatkan produktivitas ternak. Metode Lokasi pengkajian dilaksanakan di Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Aceh. Pelaksanaan pengkajian dimulai pada bulan Maret hingga Desember 2014 yang meliputi persiapan penentuan lokasi, introduksi teknologi, pengamatan ternak serta pelaporan. Pengkajian ini menggunakan sapi yang dipelihara di areal petani kooperator. Ternak yang digunakan sebanyak 9 ekor sapi dengan bobot badan ratarata berkisar 150 – 300 kg. Sapi dikelompokkan berdasarkan rataan bobot badan. Sapi dipelihara menggunakan kandang individu bersekat sebanyak 9 buah yang dilengkapi dengan tempat makan dan air minum. Kandang ditempatkan dalam bangunan kandang utama yang permanen dan beratap sehingga sirkulasi udara baik dan peningkatan suhu kandang yang berlebihan tidak terjadi. Pakan berupa jerami padi fermentasi, hijauan dan konsentrat diberikan 1% dari bobot badan. Ternak diberi pakan dua kali sehari, pagi hari dan siang hari dan air minum diberikan secara ad libitum. Pengkajian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan. Ternak yang digunakan sebanyak 9 ekor sapi yang berasal dari peternak kooperator. Parameter amatan mencakup pertambahan bobot badan, (2) konsumsi ransum, (3) konversi dan (4) nilai R/C ratio. Hasil Pemberian pakan jerami padi fermentasi berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap pertambahan bobot badan harian sapi, selain itu pada parameter tingkat konsumsi pakan. Dari sisi financial pendapatan yang diperoleh mencapai Rp. 34.314.667 dengan nilai R/C 1,27 (R2). Sementara pendapatan petani (R0) dari usaha penggemukan sapi hanya Rp 21.388.667 dengan nilai R/C 0,8. Hal ini menunjukkan bahwa usaha penggemukan sapi dengan pendekatan sistem integrasi dapat meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani, sehingga layak dikembangkan dibandingkan dengan pola tradisional (perlakuan petani).
19
Dokumentasi
Gambar 14. Proses Pembuatan Pupuk Organik (Kompos)
Gambar 15. Pemberian Pakan Selama Penelitian 3.1.8 Pengelolaan Sumberdaya Genetik Komoditas Perkebunan Di Provinsi Aceh Tim Pelaksana: Dr. drh. Iskandar Mirza, MP., Didi Dharmadi, SP, M.Si Latar Belakang Sumber daya genetik tanaman untuk pangan dan perkebunan merupakan bahan yang dapat dimanfaatkan secara langsung atau tidak langsung untuk mendukung ketahanan pangan. Pemanfaatan langsung SDG tanaman berupa budidaya langsung untuk memenuhi kebutuhan tanpa memerlukan perbaikan tanaman melalui pemuliaan. SDG tanaman yang memiliki keunikan secara geografis, maka dapat dilindungi untuk memperoleh hak perlindungan indikasi geografis. Pemanfaatan SDG secara tidak langsung, yaitu memanfaatkan keanekaragaman bahan genetik yang terdapat di dalam SDG tanaman untuk merakit variertas unggul baru melalui kegiatan pemuliaan tanaman. Pengelolaan sumberdaya genetik (SDG) pertanian yang mencakup pelestarian dan pemanfaatan memerlukan informasi status dan sebaran SDG. Hingga saat ini, informasi tentang status dan sebaran SDG tanaman di Provinsi Aceh belum ada atau masih sangat terbatas. Kegiatan ini merupakan inventarisasi SDG tanaman. Kegiatan ini dilakukan agar data yang dikumpulkan dari peneliti setiap daerah (kabupaten/kecamatan) yang akan melaksanakan inventarisasi SDG menjadi seragam, sehingga akan mempemudah untuk melakukan analisis data. Kegiatan ini
20
mencakup inventarisasi SDG tanaman yang ada di lahan pekarangan, lahan petani dan kebun koleksi. Tujuan Menyediakan informasi tingkat keberagaman SDG tanaman perkebunan (kopi, kakao, nilam dan pala), baik di lahan pekarangan, lahan petani maupun kebun koleksi di Provinsi Aceh. Menyediakan informasi status SDG tanaman perkebunan (kopi, kakao, nilam dan pala) yang dapat digunakan sebagai bahan dalam penyusunan kebijakan pengelolaan SDG tanaman di Provinsi Aceh. Keluaran Diperolehnya database dan buku katalog inventaris SDG tanaman perkebunan di Provinsi Aceh. Didapatkanya informasi tingkat keberagaman sumberdaya genetik tanaman perkebunan, baik di lahan pekarangan, lahan petani maupun kebun koleksi di Provinsi Aceh. Metode Pengkajian ini dilaksanakan di multiagroekosistem di Provinsi Aceh. Pengkajian ini dilaksanakan mulai dari bulan Februari – Desember 2014. Metode yang digunakan dalam menganalisis data yang didapat yaitu menggunakan metode sampling dengan tahapan: sampling dengan 30 responden/rumah tangga atau lebih untuk setiap kabupaten, kabupaten yang dipilih, sedapat mungkin mencakup/meliput atau menyebar secara geografis di dalam provinsi, pemilihan rumah petani contoh (sample) dilakukan secara stratifikasi. Dasar stratifikasinya berdasarkan jarak dari ibukota kabupaten dan jenis jalan. Selanjutnya adalah menghitung Indeks diversitas SDG dalam suatu wilayah dapat dihitung dengan Indeks Shanon serta frekwensi sebaran. Hasil Pelaksanaan kegiatan Sumber Daya Genetik tahun 2014 diawali dengan koordinasi dan sosialisasi kegiatan sumber daya genetik (SDG) ke Dinas Pertanian dan Peternakan Aceh Barat Daya. Target lokasi ini adalah inventarisasi dan karakterisasi pala mawah. Di Kabupaten Aceh Selatan target berupa padi varietas Simalaysia. Selain padi, di kabupaten ini juga dilakukan kegiatan inventarisasi dan karakterisasi komoditas Nilam, yaitu varietas Lhoksumawe dan lokal. Kegiatan lainnya adalah inventarisasi dan karakterisasi komoditas kopi Gayo, yang fokus kepada varietas Ateng, Ateng Super, Catimor, P-88, Gayo 1 dan 2. Pada Kabupaten Aceh Besar dan Pidie fokus kepada komoditas sukun dan sagu.
21
Dokumentasi
Pala mawah
Padi Simalaysia
Nilam varietas lokal
Kopi Gayo 1
Gambar 16. Beberapa aktivitas SDG BPTP Aceh
22
3.1.9 Kajian Pewilayahan Komoditas Berdasarkan Zona Agro Ekologi Skala 1:50.000 Di Kabupaten Aceh Barat, Nagan Raya dan Aceh Barat Daya Tim Pelaksana: Didi Dharmadi, SP, M.Si, Ir. Chairunna, MS Latar Belakang Produksi pertanian di Provinsi Aceh relatif masih jauh dibawah potensi sumberdaya yang ada (genetif dan lingkungan). Masih banyak wilayah yang potensial untuk pertanian belum sepenuhnya dimanfaatkan secara maksimal. Kalaupun sudah di manfaatkan tetapi belum intensif serta teknologi yang diaplikasikan oleh petani masih bersifat umum dan tradisionil. Sebagai contoh teknologi Supra Insus untuk padi sawah, berlaku untuk semua wilayah padahal tipologi lahan termasuk agro-ekologinya berbeda antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Akibatnya potensi sumberdaya pertanian yang ada belum termanfaatkan secara optimal. Hingga saat ini telah banyak peta pewilayahan di bidang pertanian yang telah disusun dan dipublikasikan, seperti peta tanah, peta kemampuan wilayah, peta kesesuaian lahan, peta iklim dan lain-lainnya. Peta-peta tersebut pada umumnya dususun berdasarkan salah satu atau dua komponen agro-ekologi secara terpisah sehingga kurang mencerminkan kondisi dan potensi wilayah secara menyeluruh dan terpadu. Peta-peta tersebut agak sulit diinterprestasikan oleh pihak penentu kebijakkan, terutama yang tidak mempunyai latar belakang pertanian. Dengan demikian untuk tujuan praktis peta-peta tersebut terkesan kurang bermanfaat bagi pengambil kebijakkan dan pengguna lainnya. Sesuai tidaknya suatu tanaman atau teknologi pada suatu daerah dapat diketahui apabila ada informasi yang memadai mengenai keadaan agroekologi daerah tersebut. Untuk keperluan alih teknologi yang dihasilkan oleh pusat-pusat penelitian komoditas tersebut ke daerah pertumbuhan baru, diperlukan data agroekologi dari daerah yang menjadi sasaran. Data tersebut akan lebih berdaya guna jika diinterpretasikan secara terpadu dan akan lebih informatik jika disajikan dalam bentuk peta. Tujuan Menyusun data tentang keadaan biofisik dan sosial ekonomi ke dalam suatu sistem pangkalan data dan peta dan melakukan analisis tentang kesesuaian beberapa jenis tanaman/komoditas pertanian unggulan spesifik lokasi serta kebutuhan teknologinya. Keluaran Tersusunnya suatu sistem pangkalan data dan berbagai peta mengenai keadaan serta potensi biofisik dan sosial ekonomi, serta teridentifikasinya beberapa jenis komoditas pertanian spesifik lokasi teknologi budidayanya. Metode Pengkajian ini dilaksanakan pada multiagroekosistem dengan lokasi terplih yaitu Kabupaten Aceh Barat, Nagan Raya dan Aceh Barat Daya. Pengkajian ini dilaksanakan mulai dari bulan Februari – Desember 2014. Pengkajian ini menggunakan data primer dan data sekunder dari berbagai sumber yang berhubungan dengan lokasi pengkajian. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara langsung dengan responden yang telah ditentukan sebelumnya, pengukuran dan pengamatan di lapangan dan analisis laboratorium. Data sekunder diperoleh dari perpustakaan, analisis peta dan instansi terkait.
23
Tahapan pengkajian meliputi: Pengumpulan data sekunder dan peta dasar skala 1:50.000, survei lapangan, karakterisasi lokasi (sosial, budaya dan ekonomi), Inventarisasi tanaman budidaya yang ada, Pengambilan sampel tanah secara komposit, Analisis tanah (lab. Tanah), Penyusunan peta kesesuaian lahan skala 1:50.000, Verifikasi lapang, Pelaporan. Jenis analisis contoh tanah terdiri atas analisis ukuran partikel (tekstur), reaksi tanah atau pH (H2O dan KCl), karbon organik, nitrogen, P dan K potensial (25% ekstrak HCl), P2O5 tersedia. Hasil
Gambar 17. Peta satuan lahan skala 1:150.000 Kabupaten Aceh Barat
Gambar 18. Peta satuan lahan skala 1:50.000 Kabupaten Nagan Raya
Gambar 19. Peta administratif Kabupaten Aceh Barat Daya
24
3.1.10 Model Akselerasi Pembangunan Pertanian Ramah Lingkungan Lestari (MAP2RLL) Berbasis Padi Sawah Tim pelaksana: Firdaus, SP., M.Si, Yatiman SP, Husaini, SP Latar Belakang Kinerja usahatani padi sawah rendah secara umum kurang optimal dan dihadapkan pada berbagai kendala dan hambatan biofisik yang menyebabkan rendahnya tingkat produktivitas, tidak tercapai efisiensi input serta terjadi kemunduran kesuburan lahan. Akibat dari kejadian tersebut berdampak pada pendapatan usahatani yang rendah. Untuk mengatasi masalah tersebut, salah satu pendekatannya dengan sistem usahatani integrasi tanaman dan ternak. Konsep pertanian terpadu atau sistem usahatani integrasi tanaman dan ternak sebenarnya telah dikenal dan diterapkan sejak petani mengenal pertanian namun dalam penerapannya belum memperhatikan untung dan ruginya serta kelestarian lingkungan. Penelitian pertanian terpadu secara sistematis telah dimulai pada tahun 1980-an. Penelitian ini mempertimbangkan aspek keberlanjutan (sustainable), secara sosial diterima masyarakat (socially acceptable), secara ekonomi layak (economically testable) dan secara politis diterima (politically desirable). Pada dekade tahun 1990-an telah diintensifkannya integrasi tanaman padi dengan ternak kerbau. Dalam hal ini dioptimalkan pemanfaatan pupuk organik berasal dari kotoran kerbau bisa mencapai 40% dari pendapatan. Bertitik tolak dari hal tersebut, beberapa program peningkatan pendapatan mengacu pada program integrasi tanaman dan ternak dengan melibatkan ternak. Tujuan Membangun model sistem percepatan pembangunan pertanian ramah lingkungan berbasis padi sawah untuk peningkatan produksi dengan konsep PTT. Keluaran Model pembangunan pertanian ramah lingkungan berbasis padi sawah dengan menggunakan konsep PTT. Metode m-AP2RLL dibangun di Desa Nigan, Kecamatan Seunagan, Kabupaten Nagan Raya Provinsi Aceh pada tahun 2014 di lahan pertanian berupa lahan sawah irigasi dengan konsep PTT ramah lingkungan. Teknologi introduksi pada tanaman padi sawah melalui implementasi teknologi PTT padi sawah dengan komponen meliputi antara lain: Varietas unggul baru sesuai dengan karakteristik lahan, lingkungan dan keinginan petani, benih bermutu, bibit muda (< 21 HSS), jumlah bibit 1-3 batang perlobang dengan sistem tanam legowo 2:1, pemupukan N berdasarkan Bagan warna Daun (BWD), pemupukan P dan K berdasarkan status hara, PUTS, bahan organic (kompos jerami 5 ton/ha atau pupuk kandang 2 ton/ha), pengairan berselang, pengendalian gulma terpadu, pengendalian hama dan penyakit terpadu, panen beregu dan pascapanen menggunakan alat perontok. Tahapan kegiatan meliputi: Survei awal, 2. Diseminasi inovasi teknologi pola SDMC diawali sosialisasi dan avokasi, sekolah lapang (SL), 3. Survei akhir untuk mengetahui tingkat adopsi inovasi teknologi. Parameter amatan mencakup: Data persentase petani yang mengadopsi teknologi PTT Padi sawah (2) Data produktivitas padi sawah setelah diadopsi teknologi PTT Padi sawah.
25
Hasil Hasil pengkajian yang dilakukan pada lokasi M-AP2RL2 menunjukkan, tiga varietas unggul baru yang diuji menampakkan hasil yang beragam, tinggi tanaman secara berurutan masing-masing varietas; Inpari 30; 108 cm, Ciherang; 98 cm dan Mekongga 103 cm. Ini menunjukkan bahwa, Inpari 30 unggul dari tinggi tanaman dan jumlah anakan dibandingkan Ciherang dan Mekongga. Namun hingga kini, ciherang masih menjadi varietas primadona (unggulan) bagi petani karena adaptasinya tinggi dan rasa nasi enak. Inpari 30, meskipun terbilang varietas baru yang dicoba di lokasi kegiatan namun memiliki adaptasi yang bagus, baik tinggi tanaman dan jumlah anakan tidak berbeda nyata dengan varietas adaptif (eksisting) seperti Ciherang dan Mekongga. Tinggi tanaman dan jumlah anakan tanaman padi sangat dipengaruhi oleh lingkungan biotik seperti, kesuburan tanah (fisika dan kimia), ketersediaan air dan berbagai faktor lainnya. Dokumentasi
Gambar 20. Benih lebih 18 hari yang bukan VUB
Gambar 21. Sistem tanam belum jajar legowo
Gambar 22. Sosilalisasi Teknologi PTT pada MP AP2RLL
26
3.1.11 Analisis Rekomendasi Kebijakan Pembangunan Pertanian Ramah
Lingkungan Di Provinsi Aceh
Tim Pelaksana: Ir. Basri A. Bakar, M.Si, Ir. M. Ferizal, M.Sc, Nazariah, SP, MSi. Latar Belakang Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Aceh sebagai lembaga penelitian di daerah memiliki peran penting dalam mendukung pembangunan pertanian di Provinsi Aceh. Kontribusi BPTP Aceh tersebut berupa penyediaan teknologi pertanian spesifik lokasi yang berpotensi untuk meningkatkan produktivitas tanaman dan ternak serta mendiseminasikannya ke pengguna akhir, terutama petani sebagai pelaku utama kegiatan pertanian. Meskipun demikian, peran tersebut belum optimal bila BPTP Aceh tidak turut serta dalam kegiatan perencanaan pembangunan pertanian di Provinsi Aceh. Untuk itu, BPTP Aceh juga menyediakan rekomendasi sebagai masukan bagi pengambil kebijakan, khususnya Pemerintah Daerah Provinsi Aceh, dalam upaya percepatan pembangunan pertanian secara keseluruhan. Perakitan dan diseminasi teknologi pertanian di lapangan harus tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan pengguna dengan tetap memperhatikan konsep kebijakan pembangunan pertanian ke depan seperti aspek Blue Economy, Green Revolution dan konsep Bio-Industri yang secara konseptual juga memperhatikan dimensi teknis, ekonomi dan social. Keberhasilan pembangunan pertanian selama ini telah memberikan dukungan yang sangat tinggi terhadap pemenuhan kebutuhan pangan rakyat Indonesia, namun demikian disadari bahwa dibalik keberhasilan tersebut terdapat kelemahan-kelemahan yang perlu diperbaiki. Produksi yang tinggi yang telah dicapai banyak didukung oleh teknologi yang memerlukan input (masukan) bahanbahan anorganik yang tinggi terutama bahan kimia pertanian seperti pupuk urea, TSP/SP-36, KCl, pestisida, herbisida, dan produk-produk kimia lainnya yang berbahaya bagi kesehatan dengan dosis yang tinggi secara terus-menerus, terbukti menimbulkan banyak pencemaran yang dapat menyumbang degradasi fungsi lingkungan dan perusakan sumberdaya alam, serta penurunan daya dukung lingkungan. Adanya kesadaran akan akibat yang ditimbulkan dampak tersebut, perhatian masyarakat perlahan mulai bergeser ke pertanian yang berwawasan lingkungan. Dewasa ini masyarakat sangat peduli terhadap alam dan kesehatan, maka muncullah teknologi alternatif lain, yang dikenal dengan “pertanian organik”, “usaha tani organik”, “pertanian alami”, atau “pertanian berkelanjutan masukan rendah”. Pengertian tersebut pada dasarnya mempunyai prinsip dan tujuan yang sama, yaitu untuk melukiskan sistem pertanian yang bergantung pada produk-produk organik dan alami, serta secara total tidak termasuk penggunaan bahan-bahan sintetik. Pertanian merupakan sektor yang esensial bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Sektor ini sangat tergantung pada kondisi alam dan faktor teknis atau tindakan-tindakan yang dilakukan oleh petani selama proses budidaya. Hal ini menuntut adanya inovasi dalam teknik bercocok tanam dengan tetap mempertahankan keselarasan alam. Tujuan Menganalisis kesesuaian inovasi teknologi dengan kebutuhan petani petani pengguna di Provinsi Aceh; mengevaluasi potensi pengembangan pertanian ramah
27
lingkungan di tingkat petani di Provinsi Aceh dan menyusun rekomendasi kebutuhan teknologi pertanian di tingkat petani dan pengembangan teknologi pertanian ramah lingkungan. Keluaran Data dan informasi mengenai kebutuhan teknologi usahatani di tingkat petani dan potensi pengembangan pertanian ramah lingkungan dan rekomendasi alternatif kebijakan untuk mempercepat adopsi teknologi pertanian spesifik lokasi sesuai kebutuhan petani pengguna serta untuk perencanaan pengembangan pertanian ramah lingkungan sesuai dengan potensi daerah dan kondisi masyarakat petani di Provinsi Aceh. Metode Kajian dalam penelitian ini adalah masalah dan isu kebijaksanaan yang berlangsung (isu hangat) yang terkait dengan sektor pertanian yaitu isu kesesuaian inovasi teknologi dengan kebutuhan end user (petani) dan pengembangan pertanian ramah lingkungan. Karena itu, agar tidak kehilangan relevansi, analisis kebijaksanaan ini perlu dilakukan secara komprehensif dan tepat sehingga diperoleh hasil kajian yang masih tetap relevan untuk perumusan kebijaksanaan. Metoda penelitian ini berlandaskan teoritis dan mempertahankan objektivitas. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan, antara lain : (i) informasi relevan dalam bentuk perumusan kebijaksanaan, dan (ii) rekomendasi kebijaksanaan. Bentuk penyajian berupa : (i) memo atau policy brief untuk masalah sensitif, (ii) bahan untuk Rakorbang di Propinsi Aceh, dan (iii) makalah kerja untuk masalah kebijaksanaan yang tidak sensitif. Adapun pengguna hasil kajian ini sangat terbatas, antara lain : (i) Gubernur Provinsi Aceh (ii) Dinas lingkup pertanian, (iii) Kepala Biro Perekonomian, Bappeda, serta (iv) beberapa Eselon II lingkup Provinsi Aceh. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data sekunder dan data primer. Data sekunder adalah data mengenai perkembangan sektor pertanian dalam bentuk data di Provinsi Aceh, sedangkan data primer adalah data mengenai hasil atau dampak dampak dari suatu kebijaksanaan pembangunan yang diperoleh dengan teknik pemahaman secara singkat (Rapid Appraisal). Penarikan contoh untuk memperoleh data primer menggunakan teknik kuota sampling yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan untuk menjawab permasalahan yang dikaji tetap berpegang pada prinsip representatif. Lokasi penelitian di tingkat kabupaten dipilih secara sengaja dengan pertimbangan daerah tersebut telah secara intensif diintroduksi dengan teknologi pertanian oleh Balai Pertanian Teknologi Pertanian yang bekerjasama dengan petugal PPL serta instansi terkait. Untuk kedua sub- tema penelitian, dipilih lokasi yang berbeda. A. Analisis Kesesuian Inovasi Teknologi dengan Kebutuhan Petani, dipilih lokasi yaitu Kabupaten: Pidie, Pidie Jaya, Bireuen, Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya. B. Pengembangan Pertanian Ramah Lingkungan, dipilih lokasi: Kabupaten Aceh Tengah dan Bireuen.
28
Hasil 1. Identifikasi Inovasi di Lahan Kering Dataran Tinggi Komoditas unggulan berdasarkan prioritas yang disepakati untuk agroekosistem lahan kering dataran tinggi adalah padi gogo, kakao, dan kopi. Padi gogo banyak ditanam di lahan kering dataran tinggi yang umumnya ditanam pada lahan yang tidak diusahakan untuk tanaman produksi lainya ataupun ditanam di antara tanaman perkebunan seperti kelapa sawit atau karet yang baru diusahakan, dimana masih tersedia ruang bagi petani untuk mengupayakan tanaman padi gogo. Umumnya petani hanya menanam sekali dalam setahun, yaitu pada awal musim penghujan. Petani menggunakan varietas lokal dan teknik budidaya yang digunakan sangat sederhana, sehingga produktivitasnya rendah, yaitu sekitar 2,50 – 3,00 ton/ha gabah kering panen. Varietas lokal tersebut memiliki masa panen 5–7 bulan, sehingga memerlukan tenaga kerja dan waktu yang banyak dalam mengupayakannya. Permasalahan yang dihadapi petani adalah tidak tersedianya varietas padi lahan kering (gogo) yang memiliki masa panen lebih cepat. Oleh kerana itu petani memerlukan inovasi teknologi budidaya padi gogo yang lebih menguntungkan, yaitu varietas yang lebih memiliki masa panen lebih pendek, produktivitas lebih tinggi, dan rasa beras tetap enak. 2. Identifikasi Inovasi di Lahan Kering Dataran Sedang Komoditas unggulan berdasarkan prioritas yang disepakati untuk agroekosistem lahan kering dataran sedang adalah kacang tanah, nilam, dan cabai merah. Masalah utama dalam usahatani kacang tanah adalah benih yang tersedia di tingkat petani dan pasar komersial umumnya merupakan varietas lokal/ campuran, sehingga mutu biji kacang tanah tidak seragam. Perlu dilakukan kegiatan pemurnian ataupun pembaharuan benih pada varietas yang sudah adaptif. tingginya serangan penyakit layu, kualitas kesuburan tanah pada lahan lahan-lahan tertentu sehingga sering terjadi kehampaan pada polong kacang tanah. Teknologi pasca panen masih bersifat tradisional, sehingga mutu hasil kurang baik dan nilai tambah produk masih dikuasai oleh pedagang perantara dan industri pengolah. Berdasarkan itu inovasi yang diharapkan adalah bagaimana mengendalikan penyakit layu, teknologi pengolahan lahan, varietas murni introduksi dengan produktivitas tinggi. 3. Identifikasi Inovasi di Lahan Sawah Dataran Rendah Padi merupakan tanaman strategis untuk ketahanan pangan rumah tangga petani di daerah dengan agroekosistem sawah dataran rendah. Masalah utama yang dihadapi petani yaitu harga yang dipandang rendah, mutu benih tidak terjamin, benih langka dan tidak tersedia tepat waktu dan tenaga kerja terbatas. Akibat terbatasnya informasi varietas unggul baru, petani dominan menggunakan varietas ciherang setiap musim tanam. Umumnya Inovasi yang sesuai dengan harapan petani antara lain varietas unggul berdaya hasil tinggi, teknologi perbenihan sederhana tetapi menjamin ketersediaan benih bermutu ditingkat petani/pembinaan penangkar serta teknologi mekanisasi untuk mensiasati kendala terbatasnya tenaga kerja ditingkat petani. Masyarakat mengharapkan teknologi budidaya yang efisien seperti tabela (tanam benih langsung) dan pemanenan dengan menggunakan mesin.
29
4. Pengembangan Pertanian Ramah Lingkungan Apabila dilihat dari produksi tanaman yang dihasilkan pada penerapan sistem budidaya pertanian ramah lingkungan dan berkelanjutan tidak memberikan hasil yang signifikan jika dibandingkan dengan budidaya pertanian secara konvensional dengan menggunakan input kimia. Kemampuan produksi tanaman yang diusahakan lebih rendah dari produksi tanaman yang dibudidayakan secara konvensional. Fokus pengembangan pertanian ramah lingkungan mencakup: Pengendalian hama terpadu, sistem rotasi dan budidaya rumput, konservasi lahan, kualitas air lahan basah, tanaman pelindung, diversifikasi lahan dan tanaman, penggelolaan nutrisi tanaman, pengembangan agro-forestry (wana-tani), pemasaran berkelanjutan.
30
3.2 Kegiatan diseminasi dengan Sumber Dana DIPA BPTP Aceh TA.2014 3.2.1 Pendampingan Kalender Tanam
Tim pelaksana: Nazariah, SP., M.Si., Husaini SP, Irhas Latar Belakang Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 45/2011 tentang Tata Hubungan Kerja Antara Kelembagaan Teknis, Penelitian dan Pengembangan, dan Penyuluhan Pertanian dalam Mendukung Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN), pada dasarnya terkait dengan: a) pengembangan dan penerapan kalender tanam (katam), baik dalam penyusunan, maupun sosialisasi dan validasi/verifikasi lapang, dan b) mendukung upaya adaptasi sekaligus mitigasi perubahan iklim dalam pengamanan/penyelamatan atau pengurangan risiko, pemantapan pertumbuhan produksi, dan mengurangi dampak sosial-ekonomi. Kalender Tanam yang sudah dihasilkan oleh Kementerian Pertanian merupakan teknologi yang memuat berbagai informasi tanam pada skala kecamatan. Secara administratif, setiap kecamatan memiliki beberapa desa dengan luas, posisi desa dari jaringan irigasi maupun drainase, letak desa dari pasar pertanian yang menyediakan saprodi, dan letak desa dari pusat kegiatan ekonomi dan penyediaan tenaga kerja. Semua faktor tersebut mempengaruhi pengambilan keputusan oleh petani untuk menetapkan waktu tanam padi, sehingga waktu tanam akan bervariasi dalam satu kecamatan. Oleh karena itu, Gugus Tugas Katam dan PI BPTP dianjurkan melakukan pemetaan waktu tanam eksisting berdasarkan desa, kemudian diintegrasikan dengan sifat musim dan sifat hujan yang dipublikasikan oleh BMKG. Hasil analisis tersebut kemudian diinterpretasikan dan disosialisasikan kepada pemangku kepentingan. Dengan demikian dapat diketahui kebutuhan dan waktu penyediaan sarana produksi pada saat tanam padi di tingkat desa dan kecamatan secara lebih akurat. Tujuan Mendukung proses penyusunan Sistem Informasi Kalender Tanam Terpadu, Melaksanakan verifikasi dan sosialisasi Sistem Informasi Kalender Tanam Terpadu serta melaksanakan diseminasi Kalender Tanam ke kabupaten dan kecamatan (BPP). Keluaran Tersusunnya Sistem Informasi Kalender Tanam Terpadu, terlaksananya verifikasi dan sosialisasi Sistem Informasi Kalender Tanam Terpadu, terlaksananya diseminasi Kalender Tanam ke kabupaten dan kecamatan (BPP). Prosedur Ruang lingkup kegiatan pendampingan kalender tanam terpadu yang dilakukan meliputi: a. Sosialisasi Kalender Tanam (KATAM) Terpadu kepada Dinas/Instansi terkait serta stakeholder lainnya. b. Melaksanakan uji efektivitas dalam rangka penajaman dan akurasi Katam Terpadu c. Melaksanakan temu lapang kegiatan uji efektivitas dalam rangka penajaman dan akurasi Katam Terpadu
31
d. Pengumpulan data base dari Provinsi dan seluruh Kabupaten/Kota sebagai informasi dan data dukung penyusunan Katam Terpadu e. Tabulasi data, pengiriman data dan Update data ke Tim Katam Pusat f. Mengumpulkan Mendukung dan terlibat aktif bersama peneliti lainnya dalam proses penyusunan Katam Terpadu hingga siap di launching, yang dikoordinasikan oleh BBSDLP. Kegiatan Pendampingan kalender tanam dilaksanakan mulai bulan Januari sampai Desember 2014. Pelaksanaan kegiatan sosialisasi kepada Dinas/Instansi terkait serta stakeholder lainnya direncanakan dilakukan pada seluruh Kabupaten/kota dalam wilayah Provinsi Aceh. Khusus uji efektivitas dalam rangka penajaman dan akurasi Katam Terpadu akan dilaksanakan di Kabupaten Bireuen. Hasil Uji efektivitas informasi kalender tanam (Katam) terpadu dalam rangka penajaman dan akurasi juga sekaligus sebagai upaya mensosialisasi Kalender Tanam Terpadu kepada pengguna. Beberapa teknologi yang diterapkan adalah: a. Jadwal Tanam Jadwal tanam yang dilaksanakan adalah termasuk pada Musim Tanam (MT) II yang jatuhnya pada Mei I-II. Oleh karena itu penanaman dilaksanakan pada tanggal 20 Mei 2014. b. Varietas Sesuai dengan varietas yang direkomendasikan oleh katam, maka benih yang digunakan dalam pengujian ini adalah Inpari 15, Inpari 16 dan Ciherang. c. Pola Tanam Pola tanam yang diterapkan adalah legowo (jurong) 2 : 1. d. Pemupukan Untuk menentukan dosis pupuk yang tepat, maka selain dari rekomendasi katam juga dilaksanakan uji perangkat tanah sawah (UPTS) pada dua lokasi. Tidak terdapat perbedaan dosis pemupukan antara rekomendasi katam dan uji PUTS.
Gambar 23. Interface KATAM Kabupaten Bireuen
32
Gambar 24. Interface KATAM Kecamatan Samalanga Kabupaten Bireuen Dokumentasi
Gambar 25. Uji efektivitas KATAM di Kecamatan Pandrah Kabupaten Pidie Jaya
Gambar 26. Umur tanaman 77 HST 3.2.2 Kajian Teknologi Peningkatan Roduktivitas Dan Pengembangan Ayam Kampung Unggul Badan Litbang (KUB) Untuk Mendukung Swasembada Daging Di Provinsi Aceh. Tim Pelaksana: Ir. Nani Yunizar, Ir. Elviwirda Latar Belakang Kondisi ternak ayam kampung saat ini masih dipelihara secara tradisional dan masih diusahakan dalam bentuk sampingan sehingga produktivitas masih rendah. Rendahnya produktifitas diakibatkan ayam kampung lokal memiliki potensi
33
genetik yang rendah sehingga kemampuan produksinya pun sangat rendah. Untuk meningkatkan populasi dan produktivitas perlu upaya perbaikan dalam sistem pemeliharaannya, salah satunya dengan menggunaan bibit unggul. Pada dekade tahun terakhir ini Balai Pengkajian Ternak Ciawi Bogor selaku lembaga riset yang bergerak dalam bidang peternakan telah menemukan varietas bibit unggul berupa ayam kampung unggul yang memiliki potensi untuk dikembangkan diseluruh provinsi guna meningkatkan populasi sebagai sumber bibit. Salah satu keunggulan Ayam Kampung Unggul Badan Litbang (KUB) antara lain tahan terhadap penyakit, produksi telur/tahun 160 – 180 butir, konsumsi pakan 80-85 gram, sifat mengeram 10% dari total populasi, umur pertama bertelur, 22-24 minggu, bobot telur 35-45 gram dan konversi pakan 3,8. Dengan potensi yang dimiliki oleh ayam KUB tersebut, maka BPTP sebagai perpanjangan tangan badan litbang di daerah dalam upaya meningkatkan sumber genetic Ayam Kampung Unggul Ditingkat peternak diperdesaan perlu turun peran Langsung mentransfer hasil pengkajian dari Balitnak ke petani peternak di Provinsi Aceh. Pada tahun 2012 atas komitmen bersama antara Kementerian Pertanian dan Badan Litbang melaksanakan program pembinaan pembangunan pertanian di kabupaten Aceh Timur yang salah satu programnya adalah pengembangan ayam KUB. Menindak lanjuti kerjasama tersebut, BPTP Aceh selaku perpanjangan tangan Badan Litbang yang ada di daerah melalukan terobosan melalui pengkajian dan pengembangan ayam kampung unggul dengan tujuan untuk menumbuhkan sentra pembibitan ayam KUB. Tujuan Meningkatkan produktifitas ayam kampung unggul sebagai ayam petelur maupun pedaging dan memenuhi kebutuhan daging ayam pada wilayah pengembangan ayam kampung unggul. Keluaran Meningkatnya produktivitas ayam kampung unggul sebagai ayam petelur maupun pedaging dan terpenuhinya kebutuhan daging ayam pada wilayah pengembangan ayam kampung unggul. Prosedur Pelaksanaan kegiatan dimulai pada bulan Pebruari-Desember 2014 di Kabupaten Aceh Timur. Kegiatan menggunakan ayam kampung unggul yang di datangkan dari Balitnak Ciawi Bogor. Paket teknologi yang diuji terdiri tiga paket A, B dan C. Parameter amatan mencakup: Pertambahan berat badan, kecepatan produksi telur, Berat telur/butir, mortalitas, tebal kerabang dan analisa usaha tani. Hasil Parameter berat ayam setelah pemeliharaan 160 hari menunjukkan Paket 1.845 gram/ekor, Paket B 1.620 gram/ekor dan paket C sebesar 1.490, secara statitisk menunjukan perbedaan yang nyata antar paket yang di uji. Selanjutnya adalah konsumsi ransum Paket A 11,596 Kg/ekor/160 hari, B 12,567 Kg/ekor/160 hari, dan C 12,714 Kg/ekor/160 hari, secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, parameter konversi ransum menunjukkan perbedaan yang nyata antar paket, demikian juga parameter berat telur/butir dan ketebalan kerabang. Dari sisi finansial, analisis usahatani menunjukkan R/C ratio pada paket A sebesar 1,27, B 1,33 dan C 1,26.
34
Dokumentasi
Gambar 27. Ayam KUB pada masa adaptasi
Gambar 28. Penimbangan ayam KUB oleh petani kooperator
Gambar 29. Peneliti berada di kandang ayam KUB 3.2.3 Model Laboratorium Lapang Inovasi Pertanian Melalui Pengembangan Integrasi Tanaman Kelapa-Ternak Kambing Di Kabupaten Aceh Timur Tim Pelaksana: Ir. Nani Yunizar, Dr. Yeni Yusriani, S.Pt., MP. Latar Belakang Laboratorium Lapang merupakan salah satu media desiminasi yang cukup ampuh untuk penyampaian informasi, inovasi teknologi yang dihasilkan. Laboratorium lapang menjadi ajang pertemuan penyampaian inovasi teknologi Badan Litbang Pertanian kepada pemerintah daerah sebagai pengguna. Sebaliknya, laboratorium lapang ini juga menjadi media umpan balik untuk memperbaiki dan menyempurnakan inovasi teknologi sehingga lebih sesuai dengan kebutuhan pengguna.
35
Pada tahun 2014 BPTP Aceh dalam upaya mengoptimalisasi pemberdayaan kebun percobaan Paya Gajah di Aceh Timur berupaya melakukan kegiatan laboratorium lapang sebagai area pembelajaran bersama antara peneliti, penyuluh dan stakeholder yang pada giliriannya akan memberikan masukan yang sangat bermanfaat dalam penyempurnaan perencanaan kegiatan penelitian selanjutnya dapat berkontribusi dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi petani. Laboratorium ini menjadi rujukan pengembangan tanaman pangan perkebunan dan peternakan di masa yang akan datang dapat beroreantasi pada pola integrasi kelapa-ternak kambing yang bersinergis unit usaha tani taerpadu dalam pemanfaatan lahan.Maka untuk itu, perlu di cari solusi dalam memecahkan permasalahan yang ada ditingkat kabupaten guna pemberdayaan petani di daerah. Tujuan Membangun model diseminasi laboratorium lapang inovasi pertanian dalam mempercepat adopsi di tingkat petani. Keluaran Model diseminasi laboratorium lapang inovasi pertanian dalam mempercepat adopsi di tingkat petani. Prosedur Lokasi kegiatan Laboratorium Lapang Inovasi Teknologi Pertanian (LLITP) di Kabupaten Aceh Timur, KP Paya Gajah berdasarkan MoU kerjasama Badan Litbang Pertanian dan Pemerintah Kabupaten Aceh Timur, pelaksanaan kegiatan pada bulan Mei – Desember 2014. Kegiatan ini berupa demplot di lapangan dengan menggunakan unsur partisipatif dan kemitraan antara penelitian, penyuluh dan petani dalam pelaksanaannya melibatkan Pemda setempat. Pelaksanaan kegiatan mencakup pendampingan model budidaya ternak kambing yang terintegrasi dengan tanaman kelapa, pendampingan contoh atau demplot hijauan pakan rumput gajah seluas 1 Ha jarak tanam 30x40 disela-sela pohon kelapa, pendampingan berupa pemberian pupuk organik pada tanaman kelapa untuk meningkatkan kesuburan tanah, pengobatan ternak kambing secara masal, pemberian urea mineral blok pada ternak kambing dan Temu lapang dilokasi bekerjasama dengan Dinas Peternakan setempat. Hasil Pendampingan model budidaya ternak kambing yang berintegrasi dengan tanaman kelapa. Jumlah ternak yang terdapat pada Laboratorium Lapang ini berjumlah 28 ekor yang termasuk jenis kambing kacang, kambing boerka milik KP Paya Gajah yang dibentuk dalam kelompok pada pelaksaan kegiatan tersebut. Sistem perkandangan yang diaplikasikan adalah sistem perkandangan kreman, sedangkan pakan yang diberikan berupa gulma yang ada disekitar lokasi dan rumput gajah yang telah dibudidayakan. Konsentrat yang diberikan berupa dedak padi, jagung dan feed supplement. Dengan adanya demplot tersebut diharapkan nantinya akan diaplikasikan oleh petani peternak disekitar lokasi dalam budidaya ternak kambing-
36
kelapa secara intensif. Fokus kegiatan mencakup: manajemen perkandangan, pola pemberian pakan, demplot pakan hijauan. Pendampingan Pemberian Pupuk Organik Pada Tanaman Kelapa Lahan kebun kelapa seluas 1 Ha dengan perkiraan jumlah tanaman kelapa sebanyak 180 batang diberikan pupuk organic dengan dosis pemupukan sebesar 23 kg/batang dengan jarak pemupukan 1,5 – 2 cm. pembuatan pupuk organik dari campuran kotoran ternak kambing dan urin difermentasi dengan EM-4 1 liter, molasses 0,1 %, dedak 1%, kotoran ternak 600 kg, sekam padi 100 kg, tanah 300 kg, bahan tersebut didapati disekitar lokasi dan mudah diaplikasikan oleh petani. Pupuk organik setelah difermentasikan selama 7 hari kemudian dibuka dan dikering anginkan selama 15 menit baru dapat diberikan pada tanaman kelapa, waktu aplikasi pemupukan dianjurkan adalah 2 kali yaitu pada awal musim penghujan dan akhir musim penghujan. Proses pembuatan pupuk organik yang merupakan hasil akhir dari ternak berupa kotoran ternak yang akan dijadikan pupuk sebagai pengganti sebagian pupuk anorganik memberikan pengaruh terhadap kesuburan tanah dan peningkatan produksi bagi tanaman kelapa. Pengobatan Ternak Kambing Pengendalian kesehatan ternak kambing dilakukan juga pemberian vitamin B Complex setiap 1 (satu) bulan sekali dengan cara intra musseculer dengan dosis 2 cc yang dilakukan oleh petugas medis, yang bertujuan menambah nafsu makan ternak sehingga dapat mempercepat pertambahan berat badan dan mempertahankan daya tahan tubuh terhadap penyakit, selain itu diberikan juga pengobatan salap mata (Chlorophenicol) untuk mencegah penyakit pink eye dan dilakukan juga sanitasi lokasi serta kandang untuk mencegah berkembangnya penyakit baik jenis bakteri maupun virus. Pemberian Urea Blok Pada Ternak Kambing Urea Mineral Block adalah satu bahan yang sangat dibutuhkan oleh ternak kambing guna pencegahan terhadap kekurangan mineral untuk kebutuhan hidup pokok yang ditandai dengan gejala – gejala yaitu bulunya kusam, mata kurang jernih. Akibatnya pemberian mineral blok sangat dibutuhkan oleh ternak kambing. Bahan – bahan yang dugunakan untuk pembuatan mineral blok terdiri dari ultra mineral, garam dapur dan semen dengan perbandingan 1 : 7 : 2, semua bahan tersebut dicampur secara merata selanjutnya ditambah air secukupnya sampai adonan tersebut siap untuk dicetak. Cetakan yang digunakan berupa timba kecil yang tujuannya dapat digantung dalam kandang, hasil cetakan berukuran 1 kg, adonan yang sudah dicetak dikeringkan selama 2 – 3 hari dibawah sinar matahari. Setelah kering baru diberikan pada ternak dengan jalan menjilat – jilati mineral tersebut.
37
Dokumentasi
Gambar 30. Demplot Kebun Rumput Gajah
Gambar 31. Pengobatan ternak kambing
Gambar 32. Kegiatan temu lapang laboratorium lapang 3.2.4 Klinik Teknologi dan Visitor Plot Di Provinsi Aceh Tim Pelaksana: Ir. Elviwirda, Ir. Nurbaiti, M.Si, Drs. Adi Hidayat Latar Belakang Kegiatan klinik teknologi merupakan kegiatan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara langsung sebagai upaya dalam memecahkan masalah teknis pertanian, sosial budaya dan ekonomi yang ada di masyarakat. Selain itu konsep pengembangan diseminasi klinik teknologi pertanian tidak hanya untuk mempercepat transfer teknologi, baik fisik maupun sosial, tetapi juga untuk memahami kebutuhan dan masalah yang dihadapi petani di lapangan. Oleh karena klinik teknologi berperan melayani kebutuhan petani di dalam mengembangkan usahataninya pada berbagai bidang usahatani, maka petani perlu diupayakan berada dalam sebuah wadah yang disebut dengan kelompoktani.
38
Visitor plot merupakan petak percontohan teknologi dari hasil kegiatan penelitian dan pengkajian yang telah dilakukan oleh BPTP Aceh untuk dapat diperlihatkan kepada masyarakat, petani, mahasiswa, para penyuluh lapangan, pemerintah daerah serta pengguna lainnya. Visitor plot diharapkan mampu memberi contoh teknologi budidaya yang efisien dan mudah dilakukan oleh setiap pengguna teknologi. Kegiatan visitor plot merupakan salah satu strategi yang diterapkan dalam rangka peningkatan kinerja penelitian serta penyediaan teknologi dan informasi secara keseluruhan terutama memunculkan komoditas-komoditas yang unggul spesifik lokasi di lahan BPTP Aceh. Tujuan Melakukan pelayanan teknologi pertanian untuk membantu memecahkan permasalahan usahatani di masyarakat dan melakukan optimalisasi lahan kantor dan kebun percobaan serta menyediakan paket teknologi hasil-hasil Litkaji untuk pengguna teknologi. Keluaran Terlaksananya pelayanan teknologi pertanian untuk membantu memecahkan permasalahan usahatani di masyarakat, terlaksananya optimalisasi lahan kantor dan kebun percobaan serta tersedianya paket teknologi hasil-hasil Litkaji untuk pengguna teknologi. Prosedur Kegiatan Klinik Teknologi dilaksanakan pada bulan Februari sampai Desember 2014 dan lokasi kegiatan di kabupaten Aceh Jaya, Pidie, dan Aceh Utara. Tahapan kegiatan meliputi: identifikasi lokasi, perakitan komponen teknologi, pelaksanaan kegiatan dan temu wicara. Sedangkan Visitor plot dilaksanakan pada pekarangan BPTP Banda Aceh dengan luas + 2 ha, dan Kebun Percobaan Paya Gajah Aceh Timur. Pelaksanaan kegiatan visitor plot meliputi: penempatan komoditas dan lay out di lapangan sesuai dengan kaedah-kaedah penelitian dan pengkajian, pengolahan lahan pada plot yang telah ditetapkan, pelaksanaan penanaman dan pemeliharaan, pengumpulan data dan analisa data dan pelaporan. Data sekunder yang dikumpulkan dari berbagai sumber dan data primer yang dikumpulkan dari hasil kegiatan di lapangan diolah secara tabulasi untuk dilakukan analisis secara deskriptif. Hasil Klinik Teknologi Pada tahun 2014, diseminasi melalui klinik teknologi pertanian telah melakukan tiga kegiatan yaitu: (1) Introduksi teknologi pengendalian hama tikus pada padi sawah di kabupaten Aceh Jaya; (2) Demplot introduksi teknologi varietas unggul bawang merah pada lahan sawah di kabupaten Pidie dan (3) Temu Wicara (pengendalian penyakit defisiensi mineral pada ternak ruminansia). Kinerja yang dihasilkan dari kegiatan diseminasi klinik teknologi adalah: adanya transfer inovasi teknologi kepada petani dan penyuluh lapangan berupa penerapan teknologi sistem bubu perangkap untuk pengendalian hama tikus pada lahan padi sawah dan teknologi mineral blok untuk pengendalian penyakit defisiensi mineral pada ternak ruminansia.
39
Visitor plot Kegiatan visitor plot yang dilakukan di lahan pekarangan BPTP Banda Aceh yaitu membuat petak percontohan budidaya tanaman semusim dan tanaman hijauan makanan ternak serta budidaya ikan nila. Sedangkan di kebun percobaan Paya Gajah Aceh Timur petak percontohan budidaya cabe merah. Visitor plot juga dimanfaatkan sebagai tempat belajar dan latihan bagi petani, yang tujuannya untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan petani dalam berusahatani. Selain itu lahan visitor plot juga sebagai tempat magang dan penelitian mahasiswa yang berasal dari universitas negeri ataupun swasta di Propinsi Aceh. Beberapa kegiatan visitor plot TA. 2014 antara lain: Aplikasi Biochar dan Pupuk Kandang Pada Tanaman Jagung Manis, Aplikasi Biochar dan Pupuk Kandang Pada Tanaman Tomat, budidaya Kacang Hijau, budidaya Kacang Tanah, Terung dan Bawang Merah. Pembuatan Petak Percontohan Teknologi Budidaya Hijauan Makanan Ternak dan Ikan Air tawar di Kebun BPTP Banda Aceh yang terdiri dari: budidaya rumput Gajah, Indigovera, Ikan air tawar (Nila). Pada tahun 2014 kegiatan visitor plot di BPTP Aceh dilaksanakan untuk mendukung kegiatan Seminar Pekan Agro Inovasi. Pada lahan visitor plot ditanami komoditi – komoditi unggulan yang telah dikaji oleh BPTP Aceh sehingga memudahkan bagi pengunjung untuk melihat dan mempelajari lebih lanjut teknologi yang diterapkan di lahan visitor plot tersebut. Pengunjung visitor plot berasal dari masyarakat umum, petani, instansi pemerintah, mahasiswa dan siswa. Jumlah pengunjung visitor plot sebanyak ±125 orang. Pada lahan visitor plot juga telah dimanfaatkan sebagai tempat praktek magang mahasiswa yang berasal dari Universitas Al-Muslim, Universitas Malikul Saleh dan Universitas Syiah Kuala yang masing – masing berjumlah 17 orang, 12 orang, dan 4 orang. Selain itu lahan visitor plot juga digunakan untuk praktek dalam pelatihan perbanyakan benih sumber kedele bagi penangkar benih dan petugas BBU dari 10 kabupaten. Dokumentasi
Gambar 33. Pelatihan Perbanyakan Benih Sumber Kedele Di Lahan Visitor Plot
40
Gambar 34. Magang Mahasiswa Universitas Al-Muslim dan Malikul Saleh 3.2.5 Peningkatan Komunikasi Inovasi Teknologi/Penyuluh Di Provinsi Aceh Tim pelaksana: Ir. Yufniati ZA, Ir. T. Iskandar, Ir. Nani Yunizar Latar Belakang Penyebaran teknologi tidak hanya dilakukan hanya pada satu pola/metode diseminasi, tetapi dilakukan secara multi-chanel, sehingga diharapkan inovasi teknologi hasil penelitian dan pengkajian di lingkup Badan Litbang Pertanian dapat didistribusi secara tepat kepada pengguna melalui berbagai media secara simultan dan terkoordinir. Untuk mempercepat proses percepatan adopsi inovasi teknologi pertanian, Badan Litbang Pertanian melalui Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) di setiap Provinsi memiliki tugas pokok pada inovasi teknologi, bagaiman cara penyampaian serta penerimaannya di tingkat pengguna, melalui penjaringan umpan balik guna perbaikan dan pengembangan kedepan inovasi yang akan dihasilkan. Selama ini telah banyak teknologi spesifik lokasi yang dihasilkan dan direkomendasikan oleh BPTP kepada para petani dan pengguna lainnya, dan disamping itu telah banyak kebijakan dalam pembangunan pertanian daerah yang didasarkan pada hasil penelitian dan pengkajian yang berasal dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Hal tersebut menunjukkkan bahwa BPTP Aceh telah melakukan percepatan alih teknologi dan meyebarkan informasi teknologi pertanian diwilayah kerjanya. Namun keberlanjutan penerapan teknologi yang dihasilkan oleh BPTP belum sepenuhnya terlaksana sebagaimana diharapkan, hal ini disebabkan karena sebagian dari hasil penelitian dan pengkajian (Litkaji) belum menyebar secara menyeluruh kepengguna dan ada juga sebagian dari hasil Litkaji yang tidak sesuai dengan kebutuhan lapangan atau juga terlalu bersifat umum. Pertimbangan dalam pemilihan metode diseminasi kepada pengguna teknologi perlu memperhatikan beberapa hal yang terkait dengan; 1) kondisi kelompok sasaran (antara lain tingkat pendidikan, alat komunikasi, perilaku), 2) perubahan yang diharapkan (antara lain sadar/tahu, minat, evaluasi, mencoba, adopsi), 3) bentuk inovasi (antara lain untuk rumusan kebijakan, teknologi budidaya, informasi sumberdaya, informasi pasar dan peta pewilayahan komoditi). Tujuan Mempercepat teknologi dari hasil litkaji BPTP melalui demplot padi gogo, melakukan pelatihan petani untuk meningkatkan pengetahuan dalam kegiatan usahatani padi, melaksanakan gelar teknologi untuk mendiseminasikan teknologi
41
hasil litkaji baik kepada petani, penyuluh maupun stakeholders dan melaksanakan pengembangan media informasi tercetak dan audio visual. Keluaran Percepatan teknologi dari hasil litkaji BPTP melalui demplot padi gogo, terlaksananya pelatihan petani untuk meningkatkan pengetahuan dalam kegiatan usahatani padi, terlaksananya gelar teknologi untuk mendiseminasikan teknologi hasil litkaji baik kepada petani, penyuluh maupun stakeholders dan terlaksananya pengembangan media informasi tercetak dan audio visual. Prosedur Kegiatan Peningkatan Komunikasi Inovasi Teknologi/Penyuluh dilaksanakan dengan pendekatan partisipatif, yang dilaksanakan melalui beberapa metode diseminasi yaitu pembuatan demplot, pelatihan petani, gelar teknologi dan pengembangan media informasi tercetak dan audio visual. Kegiatan ini dilaksanakan pada lahan kering milik petani kooperator dengan luas 1,5 ha sebagai demplot padi Gogo. Beberapa pendekatan yang akan dilakukan dalam pelaksanaan kegiatan yaitu; Pendekatan partisipatif ,melalui penerapan inovasi teknologi hasil litkaji, persiapan lahan, penanaman sampai panen Peningkatan SDM melalui pelatihan dan Kegiatan gelar teknologi serta Perbanyakan media informasi tercetak dan audio visual. Hasil Secara keseluruhan kegiatan komunikasi inovasi teknologi mencakup: Koordinasi dengan dinas Pertanian dan Peternakan Aceh Barat mengenai lahan kering yang potensial untuk penanaman padi gogo yaitu Kecamatan Sungai Mas dan Woyla Timur, Koordinasi dengan Balai Penyuluhan Pertanian, Peternakan, Perkebunan dan Kehutanan (BP3K) mengenai adanya realisasi yang dicapai hanya berkisar 330 ha dan 70 ha mengalami puso akibat kekeringan dengan produksi 4,5 ton/ha, Selanjutnya adalah kunjungan lapang ke Desa Pasie Janeng dan sekaligus pertemuan dengan Ketua dan anggota kelompok tani Saree Tabina, yang bertujuan untuk menyampaikan rencana kegiatan yang akan dilaksanakan pada lokasi tersebut. Lahan yang akan dijadikan demplot padi gogo seluas ±1,5 ha dengan menggunakan varietas Inpago 8 dan padi lokal Makruf. Pada bagian ini kegiatan selanjutnya membuat Demplot Padi Gogo sebagai media penyuluhan dengan memperkenalkan teknologi budidaya anjuran padi gogo, sehingga teknologi inovatif yang dihasilkan tepat guna dan tepat sasaran. Tahap selanjutnya adalah Pelaksanaan Pelatihan Petani berdasarkan teknologi yang telah diujicobakan. 3.2.6 Pendampingan Pengelolaan Tanaman Terpadu (P PTT) Padi Di Provinsi Aceh Tim Pelaksana: Ir. Nasir Ali, Didi Dharmadi, SP, M.Si, Husaini, SP Latar Belakang Provinsi Aceh merupakan sentra produksi tanaman pangan (padi) dalam pemenuhan kebutuhan pangan, pakan dan industri nasional yang setiap tahunnya terus meningkat. Sekitar 16,6% kebutuhan beras nasional dipenuhi dari Provinsi Aceh, dengan rerata produktivitas 4,6 ton/ha. Produktivitas padi Provinsi Aceh mengalami peningkatan dari 4,26 ton per hektar pada 2008, meningkat jadi 4,32
42
ton per hektar pada 2009 atau meningkat sebesar 1,37 persen, sedangkan target peningkatan pada tahun 2012 sebesar 6,08% atau 4,6 ton per hektar. Padi sebagai salah satu komoditi pangan yang mempunyai potensi produksi dan pekembangan yang cukup tinggi di Provinsi Aceh. Ketersediaan lahan sawah potensial ada seluas 408.486 ha tersebar pada 21 kabupaten/kota. Dari data tersebut menunjukkan bahwa setiap musim tanam Aceh membutuhkan benih padi 12,25 juta ton dengan perhitungan kebutuhan benih 30 kg/ha. Peningkatan produktivitas tanaman padi antara lainnya disebabkan antara lain curah hujan dan persediaan pupuk yang cukup serta penggunaan bibit semakin berkualitas. Luas panen meningkat sebesar 5,87 persen dibandingkan tahun 2011. Ini disebabkan sudah berfungsinya irigasi secara baik di beberapa daerah seperti Kabupaten Pidie, Pidie Jaya, Aceh Utara, Aceh Timur dan Aceh Barat. Dengan berfungsinya irigasi tersebut, dan didukung curah hujan yang cukup, maka pemanfaatan lahan dapat lebih optimal, khususnya lahan yang sebelumnya tidak terairi. Selain itu peningkatan indeks penanaman (IP) di beberapa daerah, telah melakukan penanaman 2-3 kali setahun juga memberikan kontribusi bagi peningkatan produktivitas padi di Aceh (BPS, 2009). BPTP Aceh merupakan salah satu lembaga pelayanan teknis dibawah BBP2TP yang turut berperan dalam menghasilkan inovasi teknologi sekaligus berfungsi sebagai penyebar informasi teknologi hasil pengkajian kepada pengguna melalui kegiatan desiminasi. Penelitian/pengkajian yang diimplementasikan dalam bentuk ”Sekolah Lapang (demplot)” akan lebih bersifat lokal spesifik, dinamis dan partisipatif dimana petani terlibat langsung sejak perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pengembangannya. Petani dapat mengadopsi secara parsial atau paket spesifik tergantung kemampuan petani. Dengan pendekatan seperti ini teknologi hasil penelitian akan cepat sampai dan diadopsi petani karena paket tersebut sudah teruji langsung di lapangan. Salah satu kegiatan diseminasi yang akan dilaksanakan dalam upaya meningkatkan adopsi teknologi yaitu kegiatan SL-PTT. Sekolah Lapang ini diharapkan dapat memberi suatu daya tarik tesendiri terhadap petani dalam memecahkan masalah. Dengan pendekatan SL-PTT juga diharapkan petani dapat berpartisipasi aktif sejak perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan menentukan paket yang terbaik. SL-PTT yang nantinya diharapkan dapat ditiru dan diadopsi oleh pengguna secara berkelanjutan. Tujuan Melakukan Pendampingan Teknologi pada PTT Padi di Provinsi Aceh dan membangun model pendampingan spesifik lokasi. Keluaran Terlaksananya Pendampingan Teknologi pada PTT Padi di Provinsi Aceh dan model pendampingan spesifik lokasi. Prosedur Lingkup kegiatan berada di 4 kabupaten di Provinsi Aceh, dilaksanakan di PTT Padi (1.800 unit), akan dilakukan pendampingan PTT oleh BPTP Aceh bekerjasama dengan penyuluh (PPL). Masing-masing lokasi/kabupaten didampingi dan dikawal oleh LO (koordinator wilayah) yang dibantu oleh TPG (Tenaga Pengembangan Gapoktan) dari BPTP Aceh. Model PTT untuk komoditas padi sawah di suatu wilayah dapat berbeda dengan di wilayah lain, bergantung pada masalah yang akan diatasi. Langkah pertama dalam mengembangkan suatu model yaitu: (1)
43
mengidentifikasi masalah di suatu tempat, (2) mengidentifikasi ketersediaan sumber daya dan lingkungan fisik maupun biologi, (3) mengidentifikasi teknologi-teknologi yang tersedia untuk suatu ekosistem, dan (4) mempelajari keterkaitan dan sistem di antara teknologi lain yang tersedia dengan sosial budaya petani. Pengamatan hasil panen dilakukan secara ubinan 2 m x 5 m, yaitu di lokasi SL-PTT sebanyak 2 ubinan panen, di lokasi demoplot (LL) masing-masing varietas 1 ubinan panen (8 ubinan panen per lokasi) dan 2 lokasi di luar areal SL-PTT masing-masing 5 ubinan panen. Adapun pengamatan untuk Display VUB kegiatan PTT padi meliputi; (1) Komponen pertumbuhan dan (2) Komponen hasil. Data agronomis ditabulasi dan dianalisis secara deskriptif. Analisis tingkat efisiensi usahatani PTT, digunakan indikator imbangan penerima dan biaya, atau analisis R/C ratio. Hasil Pendampingan PTT pada tahun 2014 di Provinsi Aceh dilakukan oleh BPTP sebanyak 4 kabupaten yaitu; Aceh Besar, Pidie, Bireuen dan Aceh Tengah. Kegiatan dilaksanakan di Desa Tumbo Baro, Kecamatan Kuta Malaka, Desa Lamgapang, Kecamatan Krueng Barona Jaya, Desa Teungoh Tuwik, Kecamatan Indra Jaya, Desa Matang Sagoo, Kecamatan Peusangan dan Desa Kuyun Towa, Kecamatan Celala. Program pendampingan PTT padi pada 4 kabupaten di Provinsi Aceh, setiap program PTT tersebut terdiri 25 ha dan di dalamnya terdapat 1 ha laboratorium lapang (LL) sebagai tempat petani belajar, menganalisa setiap masalah dan memecahkan masalah secara bersama. Dalam kegiatan PTT adanya program Display Varietas Unggul Baru (VUB), yaitu kegiatan demontrasi di lapangan. Ketika kegiatan berjalan dilakukan pelatihan petani oleh BPTP dan Dinas Pertanian Kabupaten. Selain itu adanya kegiatan temu lapang (field day) atau hari tani. Pelaksanaan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan dan alih teknologi disampaikan kepada petugas/pemandu lapang dengan total jumlah petugas/pemandu lapang 401 peserta. Pelaksanaan display VUB terlaksana dengan baik di 4 kabupaten pada 6 lokasi dengan pembinaan di 18 kabupaten kota dengan tingkat adopsi teknologi PTT pada masing-masing lokasi ; Aceh Besar 87%, Pidie 96%, Bireuen 94% dan Aceh Tengah 83%, sedangkan produksi demplot tertinggi di Kabupaten Aceh Besar adalah 7.6 ton/ha dengan varietas Inpari 30, Kabupaten Pidie 7.8 ton/ha dengan varietas yang sama, Kabupaten Bireuen 7.4 ton/ha, sedangkan untuk Kabupaten Aceh Tengah produksi tertinggi 6.6 ton/ha, dengan varietas Inpari 28. Dokumentasi
Gambar 35. Pelatihan PTT Padi Petani Di Kabupaten Aceh Besar
44
Gambar 36. Display VUB SL-PTT di Kecamatan Kuta Malaka
Gambar 37. Display VUB SL-PTT di Celala Kabupaten Aceh Tengah 3.2.6 Pendampingan Program Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Di Sentra Produksi Jagung Di Provinsi Aceh Tim Pelaksana: Didi Darmadi, SP., M.Si; Ir. Chairunnas, MS. Latar Belakang Provinsi Aceh memiliki sumberdaya yang cukup potensial dalam pengembangan jagung, baik perluasan areal (ekstensifikasi) maupun peningkatan produksi (intensifikasi), mengingat hampir semua daerah (Kabupaten/Kota) merupakan daerah penghasil jagung, sementara dalam usaha peningkatan produksi masih banyak yang perlu dilakukan, karena produksi jagung masih di Provinsi Aceh antara 3-5 ton/ha dan rendahnya produksi ini antara lain disebabkan oleh pengelolaan tanaman yang masih terbatas. Model PTT mengacu kepada keterpaduan teknologi dan sumberdaya setempat yang dapat menghasilkan efek sinergis dan efesiensi tinggi, sebagai wahana pengelolaan tanaman dan sumberdaya spesifik lokasi. Dasar teknologi PTT bukanlah sauatu paket teknologi yang tetap, tetapi merupakan model atau cara pendekatan usahatani. Prinsip PTT adalah memprioritas pemecahan masalah setempat (petani dan lahannya) serta memadukan pengelolaan tanaman dan lingkungannya model pengembangan spesifik lokasi. Dalam berusahatani jagung, petani umumnya menggunakan benih bermutu rendah dan varietasnya konvensional, tanam bibit tidak berkualitas rendah, harga benih relatif mahal dan tidak terjangkau petani kawasan pertumbuhan dan penanaman >4 bibit per lubang sehingga benih yang digunakan jumlahnya banyak (> 40 kg/ha), tanam tidak serentak, menggunakan pupuk tidak berimbang dengan N tinggi (> 400 kg urea/ha) dan tidak menggunakan bahan organik, tidak mengairi bila kering terutama di lokasi mudah diairi, mengendalikan OPT kurang sempurna, sehingga serangannya tetap tinggi, serta cara panen kurang sempurna sehingga kehilangan hasilnya tinggi. Hal ini berdampak pada produktivitas tanaman kurang
45
optimal, biaya produksi tinggi (kurang efisien), masalah OPT menjadi lebih komplek dan kesuburan tanah turun. Tugas dari Badan Litbang Pertanian dalam rangka mendampingi pelaksanaan program PTT, maka BPTP Aceh melakukan pengawalan dan pendampingan oleh para peneliti/penyuluh terkait inovasi teknologi peningkatan produksi jagung Tujuan Melaksanakan pendampingan dan pengawalan teknologi pada kegiatan PTT Jagung sebanyak 2 (dua) lokasi di Provinsi Aceh, melaksanakan koordinasi dan keterpaduan pelaksanaan pendampingan PTT Jagung sebanyak 2 (dua) lokasi di Provinsi Aceh dan meningkatan produktivitas jagung dalam usaha meningkatkan pendapatan serta kesejahteraan petani pada areal PTT Jagung. Keluaran Terlaksananya pendampingan dan pengawalan teknologi pada kegiatan PTT Jagung sebanyak 2 (dua) lokasi di Provinsi Aceh, terlaksananya koordinasi dan keterpaduan pelaksanaan pendampingan PTT Jagung sebanyak 2 (dua) lokasi di Provinsi Aceh dan tercapainya peningkatan produktivitas jagung dalam usaha meningkatkan pendapatan serta kesejahteraan petani pada areal PTT Jagung. Prosedur Kegiatan pendampingan dilaksanakan di 2 kabupaten yaitu Pidie Jaya (dua lokasi di Pidie Jaya seluas masing-masing 1,0 Ha) dan Pidie (dua lokasi seluas masing-masing 1 Ha ), selain itu kegiatan pendampingan penanaman jagung komposit di Kabupaten Aceh Timur, Kec. Peunaron, Desa Puenaron Baru, dengan waktu pelaksanaan dari Bulan Februari sampai dengan November 2014. Detail pelaksanaan kegiatan PTT jagung adalah: Memberikan informasi PTT dalam bentuk bahan cetakan (cara pemberian leaflet PTT jagung, brosur pupuk organik, deskripsi varietas, leaflet pengendalian HPT) kepada petugas lapang. Pembuatan display VUB dan gelar teknologi di lokasi Laboratorium Lapangan (LL) di empat lokasi. Pembuatan display VUB bersertifikat berlabel kuning (BS) dan berlabel putih (FS) di dua lokasi yang berbeda dengan display VUB. Pemilihan lokasi berdasarkan syarat sertifikasi yang dikeluarkan oleh BPSB dalam pemurnian benih yaitu lokasi harus homogen minimal 500 – 1000 m dari varietas jagung lainnya dan atau penanaman VUB didahulukan atau ditelatkan 3 minggu dari penanaman varietas jagung lainnya. Sosialisasi VUB pada Laboratorium Lapangan (LL). Menjadi pemandu pada saat pelatihan di provinsi, kabupaten dan BPP. Sebagai narasumber pada pertemuan-pertemuan baik di tingkat petani maupun petugas khususnya mengenai informasi teknologi yang digunakan dalam mengelola PTT jagung terutama pada unit-unit LL yang dikawal. Komponen teknologi pendukung teknologi PTT-jagung yang diterapkan adalah sebagai berikut: 1. Varietas unggul bersaribebas, yaitu Srikandi kuning-1, Srikandi Putih-1, Lamuru dan Sukmaraga. 2. Benih berkualitas, daya kecambah 95-97% 3. Penyiapan lahan, olah tanah konservasi.
46
4. Saluran drainase, utamanya bagi petakan-petakan yang datar untuk mengantisipasi pada saat awal pertumbuhan tanaman adanya hujan yang kadang-kadang masih cukup tinggi. 5. Populasi tanaman optimal yaitu sekitar 62.000-66.000 tanaman per hektar, jarak tanam 70 cm antar baris dan 40 cm dalam baris, 2 tanaman per lubang tanam. Hasil Pelaksanaan pendampingan PTT Jagung dilakukan di Desa Lam Ujong Kec. Sakti Kabupaten Pidie. Kelompok tani kooperator diketuai oleh M. Nur. Penanaman dilakukan mulai tanggal 6 sampai 13 Mei 2014. Penyulaman dilakukan paling lama 7 hari setelah tanam. Lokasi penanaman diberi pupuk organik sebagai pupuk dasar. Penanaman dilakukan secara berkelompok yang berjumlah 8 orang. Jarak tanam yang digunakan pada penanaman jagung di lokasi PTT jagung adalah 70 cm x 20 cm, dengan sistem tugal dan sebar. Pendampingan di Kabupaten Pidie Jaya dilakukan di Desa Jeulangan Barat, dengan ketua kelompok yang diketuai oleh Jamal, seluas 2 ha, dengan jumlah anggota kelompok tani 8 orang. Produksi yang dihasilkan varietas komposit di Kabupaten Pidie Jaya yaitu kisaran 6,5 – 7 ton per hektar, hasil ini sangat memuaskan karena varietas hibrida yang ditanam juga menghasilkan produksi kisaran 6,0 – 7,5 ton. Pendampingan PTT jagung di Kabupaten Aceh Timur dilakukan pada kelompok petani penangkar di Desa Peunaron, Kecamatan Peunaron Baru, Kabupaten Aceh Timur. Ketua kelompok Jamali. Hasil panen di Kabupaten Aceh Timur, penangkaran benih komposit mendapatkan hasil dengan produksi kisaran 5,5 – 6,0 ton per hektar, hasil varietas tertinggi adalah varietas Sukmaraga (6 ton/hektar), Lamuru (5,7 ton/hektar) dan Srikandi kuning (5,5 ton/hektar). Selain pembuatan demplot kegiatan juga melakukan program pendampingan PTT jagung, setiap program PTT terdiri dari ±25 ha dan di dalamnya terdapat 1 ha laboratorium lapang (LL) sebagai tempat petani belajar, menganalisa setiap masalah dan memecahkan masalah secara bersama. Dalam kegiatan PTT adanya program Display Varietas Unggul Baru (VUB), yaitu kegiatan demontrasi di lapangan. Ketika kegiatan berjalan dilakukan pelatihan petani dan penyuluh oleh BPTP dan Bapeluh. Selain itu adanya kegiatan temu lapang (field day). Kegiatan pelatihan diikuti petani kooperator, petani sekitar, penyuluh pertanian lapangan, kepala Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) dan tokoh masyarakat. Untuk meningkatkan pemahaman tentang PTT yang lebih focus ke petugas pendamping dipandu untuk dapat melakukan mengumpulkan data dan informasi tentang kegiatan PTT dari kelompok tani kooperator. Dokumentasi
Gambar 38. Peneliti berada di site PTT jagung di Kabupaten Pidie
47
Gambar 39. Salah satu varietas yang diintroduksi
Gambar 40. Panen beberapa varietas komposit di Kabupaten Aceh Timur 3.2.7 Pendampingan Program PTT Kedelai Di Provinsi Aceh Tim Pelaksana: Ir. Chairunnas, MS; Ir. T. Iskandar, M.Si Latar Belakang Untuk menekan laju impor kedelai sekaligus mendukung swasembada kedelai tahun 2014 yang telah dicanangkan Kementrian Pertanian diperlukan upaya khusus peningkatan produksi kedelai nasional. Strategi yang disusun untuk peningkatan produktivitas dan produksi meliputi: 1) Peningkatan produktivitas, 2) Perluasan areal tanam, 3) Pengamanan produksi, dan 4) Pemberdayaan kelembagaan pertanian serta dukungan pembiayaan usahatani kedelai. Salah satu pendekatan untuk meningkatkan produktivitas kedelai dilakukan melalui introduksi varietas unggul baru dengan pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Penyerbar luasan PTT dilakukan melalui Sekolah Lapang (SL). PTT dan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) telah diadopsi oleh Direktorat Jenderal Tanaman Pangan sebagai salah satu Program Strategis Kementerian Pertanian untuk peningkatan produktivitas dan produksi pangan khususnya kedelai. Tujuan Memberikan pendampingan, pengawalan dan contoh teknologi budidaya kedelai spesifik lokasi, dalam upaya meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani kedelai di Provinsi Aceh. Keluaran Terlaksananya pendampingan, pengawalan dan contoh teknologi budidaya kedelai spesifik lokasi, dalam upaya meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani kedelai di Provinsi Aceh.
48
Prosedur Komponen teknologi pendukung teknologi PTT kedelai yang diterapkan sebagai berikut: Varietas unggul, yaitu Anjasmoro, Burangrang, Agromulyo dan Panderman Benih berkualitas, daya kecambah >85% Penyiapan lahan, olah tanah konservasi. Saluran drainase, bertujuan untuk membuang kelebihan air pada saat adanya hujan yang kadang-kadang masih cukup tinggi. Populasi tanaman optimal dengan jarak tanam 40 cm x 15 cm, 2 biji perlubang tanam Penananam dengan tugal, lubang tanam ditutup dengan abu jerami dan atau pupuk kandang Pemupukan: menggunakan pupuk NPK ponska (16-16-16) dengan dosis 200 kg/ha (berdasarkan PUTK, status hara tanan ; N rendah, P rendah-sedang dan K rendah-sedang) Penyiangan, secara manual pada umur 15-20 hst dan umur 35-40 hst Pengendalian hama dan penyakit secara terpadu Panen, tanaman kedelai yang sudah masak dipotong menggunakan sabit bergerigi, dikeringkan, kemudian pembijian menggunakan treshar. Kegiatan dilaksanakan di Desa Jumba dan Jeulanga Barat, Kecamatan Bandar Baru, Kabupaten Pidie Jaya dengan luas lahan mencapai 47 ha , sedangkan di Kabupaten Pidie di Desa Mee Tanjong Usi, Kecamatan Mutiara dan Mesjid Dijim, Kecamatan Indra Jaya, luas lahan mencapai 67 ha. Sistem tanam yang digunakan adalah tugal. adalah
Hasil
Secara keseluruhan varietas Burangrang dan Anjasmoro cocok dikembangkan pada musim kemarau di Kabupaten Pidie dan Pidie Jaya, karena lebih tahan kekeringan dibandingkan Agromulyo dan Panderman. Selain itu juga dilakukan kegiatan temu lapang yang merupakan bagian dari kegiatan pendampingan PTT kedelai di Provinsi Aceh. Temu lapang dilakukan dua kali, yaitu (1) Desa Mesjid Dijim Kecamatan Indrajaya Kabupaten Pidie dan (2) Desa Kumba Kecamatan Bandardua Kabupaten Pidie Jaya. Temu lapang pertama dilakukan pada tanggal 13 Agustus 2014 di Desa Mesjid Dijim Kecamatan Indrajaya Kabupaten Pidie yang dihadiri oleh Badan Pelaksana penyuluhan Kabupaten Pidie (M. Amin, SP), Dinas Pertanian Tanaman Pangan Pidie, Ka. BPP dan Penyuluh BPP Indarjaya, petani kedelai di Kabupaten Pidie, peneliti dan penyuluh dari BPTP Aceh, jumlah yang hadir 60 orang. Temu lapang merupakan sarana tukar informasi teknologi berupa anjuran benih bermutu, teknologi budidaya sampai teknologi pasca panen antara petani, penyuluh, dan peneliti dari BPTP Aceh. Temu lapang kedua dilakukan pada tanggal 19 September 2014 di Desa Kumba Kecamatan Bandardua Kabupaten Pidie Jaya yang dihadiri oleh Badan Pelaksana penyuluhan Kabupaten Pidie Jaya (Bpk Ir. Hamdani), Ka. BPP (Abdul Wahap SP) dan Penyuluh BPP Bandardua, petani kedelai di Kabupaten Pidie Jaya, peneliti dan penyuluh dari BPTP Aceh, jumlah yang hadir 50 orang. Untuk memberi gambaran umum, analisis usaha tani kedelai di Kabupaten Pidie dan Pidie Jaya dengan luas lahan 1 ha, pada lahan sawah tadah hujan yang berupa (1) biaya yang dikeluarkan petani dalam bentuk bahan (benih, pupuk,
49
pestisida, herbisida), upah harian lepas, sewa peralatan dan transfortasi, (2) Hasil yang diperoleh/pendapatan dan (3) keuntungan. Hasil analisis usahatani kedelai di Kabupaten dan Pidie Jaya tahun 2014 menunjukan bahwa terjadi peningkatan produksi kedelai dalam satu hektar sebesar 390 kg, 420 kg, 190 kg dan 170 kg masing-masing untuk varietas Anjasmoro, Burangrang, Agromulyo dan Pandrman dibandingkan dengan tanpa pendampingan. Hasil tertinggi diperoleh pada Varietas Burangrang (1,89 ton/ha). Disamping itu pendampingan SL-PTT kedelai juga meningkatkan pendapatan petani sebesar 49,26 %, 54,17 %, 16,80 % dan 11,32 % masing-masing untuk varietas Anjasmoro, Burangrang, Agromulyo dan Pandrman dibandingkan dengan tanpa pendampingan. Keuntungan tertinggi diperoleh pada Varietas Burangang (Rp. 5.937.000,-/ha). Dokumentasi
Gambar 41. Temu lapang Pendampingan PTT Kedelai di Kabupaten Pidie Jaya
Gambar 42. Penanaman Kedelai di Kecamatan Indrajaya Kabupaten Pidie
Gambar 43. Tanaman Kedelai di Kecamatan Indrajaya Kabupaten Pidie
50
3.2.8 Teknologi Peternakan Mendukung Program Peningkatan Swasembada Daging Sapi Kerbau (PSDSK) Tim Pelaksana: Dr.drh. Iskandar Mirza, MP; Ir. Syarifah Raihanah Latar Belakang Salah satu penyebab tidak terpenuhinya kebutuhan daging di Provinsi Aceh adalah kondisi ternak kurang baik, produktivitas HMT yang rendah, SDM peternak dan petugas yang kurang menunjang sehingga mengakibatkan angka service per conception (S/C) >2, conception rate (CR) kurang dari 70% , Calving Interval (CI) di atas 16 bulan, Estrus post partus masih di atas 90 hari. Oleh karena itu Pemerintah Aceh secara positif merespon program Kementerian Pertanian tentang Program swasembada daging sapi kerbau (PSDSK). BPTP Aceh sebagai salah satu UPT Badan Litbang Pertanian berkewajiban untuk mendukung keberhasilan program tersebut, sehingga sejak tahun 2010 2013 BPTP Aceh telah melakukan program pendampingan teknologi di 5 kabupaten/kota lokasi yaitu: (1) Aceh Besar (2) Bireun (3) Aceh Utara (4) Aceh Timur dan (5) Aceh Tamiang. Kegiatan yang telah dilakukan antara lain (1) Identifikasi kebutuhan pendampingan dan diseminasi, (2) pembinaan petani dan (3) implementasi teknologi sesuai kebutuhan teknologi di masing-masing kabupaten. Pada tahun 2014 kegiatan pendampingan direncanakan di 5 kabupaten/kota yang telah dilaksanakan pendampingan pada tahun sebelumnya dan ditambah dengan 1 lokasi baru. Untuk kabupaten terdahulu yaitu Aceh Besar, Bireun, Aceh utara, Aceh Timur dan Aceh Tamiang program pendampingan lebih difokuskan kepada kajian dampak dari implementasi teknologi yang pernah diterapkan. Untuk lokasi baru, teknologi yang diimplementasikan disesuaikan dengan kebutuhan petani dan potensi sumberdaya manusia dan sumberdaya alam yang dimiliki. Tujuan
Mendiseminasikan teknologi budidaya sapi potong yang bersifat opsional atau sesuai dengan kebutuhan petani. Keluaran Terdiseminasinya teknologi budidaya sapi potong yang bersifat opsional
atau sesuai dengan kebutuhan petani. Prosedur
Tahapan pelaksanaan kegiatan Diseminasi Teknologi Mendukung Swasembada Daging sapi antara lain: (1) Apresiasi dan koordinasi kegiatan dengan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten, (2) Pengumpulan data induk produktif dan kondisi kesehatan reproduksinya, (3) Melaksanakan bimbingan penerapan teknologi PKP, (4) Melaksanakan pelatihan petani dan petugas, (5) Melaksanakan bimbingan manajemen pemeliharaan, (6) Monitoring dan evaluasi kegiatan pendampingan PSDSK , dan (7) Analisa data dan Pelaporan. Kegiatan dilaksanakan di Kabupaten Pidie, Aceh Tamiang, Aceh Timur dan Aceh Utara. Secara detail kegiatan mencakup: pembuatan bank pakan, fermentasi jerami padi, manajemen perawatan pedet, pemberian pakan tambahan, pembuatan pupuk organik, pengendalian parasit interna dan pembuatan mineral blok.
51
Hasil Terdapat beberapa kendala dalam usahatani sapi potong di provinsi Aceh diantaranya; susah mendapatkan bakalan yang berkualitas terutama untuk sapi penggemukan; system penjualan ternak dari petani ke pedagang masih dengan system taksiran dan kredit, pakan hijauan (rumput) tidak tersedia sepanjang tahun; sistem budidaya yang masih ekstensif-semi intensif. Posisi Provinsi Aceh saat ini masih kekurangan daging sapi yang ditandai dengan harga daging dapat mencapai 130.000/kg. Secara keseluruhan dapat digambarkan bahwa teknologi yang diadopsi oleh petani adalah teknologi yang mudah dilaksanakan dan low external input. Teknologi yang sudah diadopsi dengan baik adalah teknologi fermentasi jerami dengan menggunakan starter trichoderma sp. Teknologi garam blok belum diadopsi dengan baik oleh petani. Dokumentasi
Gambar 44. Praktik perbanyakan starter Trichoderma
Gambar 45. Praktik perbanyakan starter Trichoderma saat Temu lapang
Gambar 46. Tempat penyimpanan jerami (Beurandang) yang dibangun menggunakan bahan lokal
52
3.2.9 Pendampingan Kawasan Agribisnis Hortikultura (PKAH) Di Provinsi Aceh Tim Pelaksana: Ir. T. Iskandar, M.Si; Ir. Nurbaiti, M.Si Latar Belakang Pendekatan yang dilakukan untuk peningkatan produksi komoditas hortikultura dapat dilaksanakan dengan konsep kawasan yang sudah dikembangkan oleh Ditjen Hotikultura sejak tahun 2007. Kawasan Agribisnis Hortikultura ialah suatu ruang geografis yang mempunyai keserupaan ekosistem dan disatukan oleh infrastruktur yang sama sehingga membentuk kawasan yang terdii dari berbagai kegiatan usaha berbasis hortikultura termasuk penyediaan sarana produksi, budidaya, penanganan dan pengolahan pascapanen, pemasaran serta berbagai kegiatan pendukung lainnnya. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian berperan melakukan pendampingan dan menyediakan teknologi spesifik lokasi yang sesuai kebutuhan secara aktif sebagai pengambil inisiatif pertemuan dan mengkonsultasikannya kepada pihak terkait. Melalui Pelaksanaan Program Pendampingan Pengembangan Kawasan Agribisnis Hotikultura diharapkan juga akan terjalin sinergisme (network) antar sentra produksi hortikultura yang sejenis sehingga dapat menjamin kesinambungan pasokan ke pasar melalui usaha tani dengan skala ekonomis yang berorientasi pada upaya meningkatkan produksi dan produktivitas Tujuan Memberikan dukungan inovasi hortikultura sesuai dengan Program Pendampingan Agribisnis Hotikultura di wilayah pembinaan/pendampingan teknologi di Provinsi Aceh dan memberikan rekomendasi teknologi hotikultura spesifik lokasi untuk tanaman cabe merah dan bawang merah. Keluaran Terselenggaranya pelaksanaan dukungan inovasi teknologi pada Program pendampingan Agribisnis di Propinsi Aceh dan adanya rekomendasi cabai merah dan bawang merah sesuai dengan Good Agriculture Practices (GAP). Prosedur Pelaksanaan kegiatan Pendampingan Kawasan Agribisnis Hortikultura (PKAH) dilakukan berdasarkan adanya program dan kebutuhan daerah terutama dalam mendukung program pemerintah pusat tentang penerapan GAP sayuran bawang merah dan cabe merah di kabupaten yang melaksanakan Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Produk Tanaman Hortikultura Berkelanjutan di Provinsi Aceh. Kegiatan yang akan dilaksanakan PKAH meliputi : 1. Koordinasi dengan instansi terkait 2. Identifikasi lokasi/analisis masalah 3. Pelatihan Agribisnis hortikultura. 4. Pembuatan demplot cabe merah dan bawang merah, 5. Kegiatan temu lapang agribisnis hotikultura. 6. Mendampingi kegiatan sosialisasi dan penerapan Good Agriculture Practice (GAP)
53
Lokasi Kegiatan dilaksanakan di Kabupaten Aceh Tengah dan Aceh Besar mulai bulan Januari sampai dengan bulan Desember 2014. Pengamatan pertumbuhan vegetatif bawang merah meliputi : Tinggi tanaman, bentuk penampang daun, ukuran daun, warna daun, jumlah daun perumbi, dan jumlah daun perumpun. Terdapat tiga varietas tanaman bawang merah yang ditanam pada demplot yaitu Varietas Lokal takengon, varietas pikatan dan varietas mentes. Hasil Pendampingan di Kabupaten Aceh Tengah Kegiatan Pendampingan Kawasan Agribisnis Hortikultura BPTP Aceh yang dilaksanakan di Desa Waq Toweran Kecamatan Lut Tawar Kabupaten Aceh Tengah dengan petani koopeator Kasem, Beuransyah, dan Amirullah. Hasil demplot menunjukan produktivitas varietas lokal takengon adalah 7 ton/ha, varietas pikatan 8.7 ton/ha dan varietas mentes mencapai 9.9 ton/ha. Untuk mempercepat adopasi teknologi dilakukan Kegiatan pelatihan Agribisnis Hortikultura yang dilaksanakan di BPP Lut Tawar. Materi Pengembangan Agribisnis Bawang merah di Provinsi Aceh disampaikan Ir. T. Iskandar,M.Si, sedangkan Ir. Nurbaiti M.Si, penyuluh Balai Pengkajian Pertanian Aceh memaparkan materi Budidaya bawang merah sesuai GAP/SOP. Kegiatan Temu Lapang Temu Lapang merupakan pertemuan antara petani dengan peneliti untuk bertukar pikiran dan pengalaman serta belajar atau saling mengajarkan sesuatu pengetahuan dan ketrampilan untuk diterapkan. Bentuk kegiatannya ungkapan pengalaman seseorang yang telah berhasil menerapkan suatu teknologi baru dibidang usahataninya. Pendampingan Kawasan Agribisnis Cabe Merah di Kabupaten Aceh Besar Kegiatan demplot dilaksanakan di Desa Naga Umbang kecamatan Lhok Nga Kabupaten Aceh Besar pada Kelompok Tani Tunas Harapan dengan ketuanya Ibu Zainabon. Kegiatan demplot budidaya cabe dengan menanam tiga varietas cabe yaitu varietas lokal cabe odeng, varietas kencana dan varietas cross. Kegiatan Pelatihan Agribisnis Hotikultura dilaksanakan di UPTB Saree yang dihadiri oleh petani dan petugas penyuluh petanian. Materi Pengembangan Agribisnis Cabe merah di Propinsi Aceh disampaikan oleh Ir. T. Iskandar,M.Si. Materi Rantai Agribisnis komoditi cabe di propinsi Aceh disampaikan oleh Ir. Ferizal M.Sc dari BPTP Aceh. Dokumentasi
Gambar 47. Kegiatan temu lapang di BPP Lut Tawar Kabupaten Aceh Tengah
54
Gambar 48. Demplot bawang merah di Desa Lut Tawar Kabupaten Aceh Tengah
Gambar 49. Persiapan lahan untuk demplot penanaman cabe merah
Gambar 50. Temu lapang PKAH di Kabupaten Aceh Besar 3.2.10 Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi (M-P3MI) Berbasis Padi Sawah Di Provinsi Aceh Tim Pelaksana: Mehran, SP; Abdul Azis, S.Pi, MP Latar Belakang Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi (m-P3MI) merupakan kegiatan pengembangan konsep diseminasi inovasi yang lebih efektif dengan basis lesson learn dari PRIMATANI, PUAP, FEATI, dan pendampingan program strategis Kementerian Pertanian (SL-PTT, Kawasan Hortikultura, PSDS, dan Gernas Kakao). m-P3MI di Provinsi Aceh berorientasi kepada percepatan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani dalam pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan (AIP) padi. Oleh karena itu, pembangunan pertanian di kawasan m-P3MI di Provinsi Aceh diimplementasikan hanya pada satu komoditas, yaitu padi untuk pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan (AIP) padi secara terpadu dari sektor
55
hulu ke hilir. Kegiatan ini dilaksanakan di Kabupaten Aceh Barat Daya yang merupakan daerah sentra produksi/lumbung padi di Provinsi Aceh. Tujuan Menyosialisasikan teknologi penangkaran benih padi dan membina petani penangkar benih padi. Keluaran Tersosialisasinya teknologi penangkaran benih padi di tingkat petani dan terbinanya petani penangkar benih padi. Prosedur Untuk memberikan arah dan pedoman dalam mencapai tujuan pengkajian, maka disusun rencana kegiatan melalui serangkaian tahapan pengakajian sebagai berikut: persiapan, Indentifikasi dan karakterisasi lokasi, perakitan teknologi, apresiasi kegiatan, implementasi, pengamatan, analisis data dan pelaporan. Parameter amatan mencakup jumlah anakan, tinggi tanaman, produktivitas. Varietas padi yang diintroduksi adalah Ciherang dan Cigeulis. Pada kondisi lain dalam kegiatan juga dilakukan pembuatan demfarm untuk komoditi tanaman sayuran. Hasil Hasil pengamatan terhadap dua varietas yang ditanam di areal demfarm, menunjukkan jumlah anakan padi rata-rata 27 – 30 batang/lubang, tinggi tanaman rata-rata 55-70 cm/batang, produktivitas rata-rata Ciherang 7.1 ton/ha, sedangkan Cigeulis 6.6 ton/ha. Untuk pencapaian tujuan kegiatan dilakukan kegiatan temu Koordinasi dengan dinas terkait kegitan m-P3MI, pembinaan kelompok tani, pelatihan teknis pembuatan kompos, sistem Jajar Legowo, penangkaran benih, pengendalian serangan OPT, pasca panen. Dokumentasi
Gambar 51. Demfarm kegiatan MP3MI
56
Gambar 52. Pelatihan Teknis Penangkar dan Budidaya padi Sawah
Gambar 53. Kepala BPTP Aceh di Demfarm MP3MI 3.2.11 Pendampingan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) Di Provinsi Aceh Tim Pelaksana: Dr. Yenni Yusriani, SPt, MP; Ir. Nurbaiti, M.Si Latar Belakang Kementerian Pertanian melihat potensi lahan pekarangan ini sebagai salah satu pilar yang dapat diupayakan untuk mewujudkan kesejahteraan keluarga, baik bagi rumah tangga di pedesaan maupun di perkotaan. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian mengembangakan konsep KRPL. Untuk mewujudkan gagasan tersebut di tingkat lapangan di daerah, maka setiap Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) di masing-masing provinsi ditugaskan melaksanakan pembangunan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL). Melalui pengembangan KRPL tersebut ditargetkan skor Pola Pangan Harapan (PPH) masyarakat meningkat dari 65,6 persen menjadi lebih dari 90 persen dan pengeluaran pangan keluarga menurun menjadi 50-55 persen. Dalam asyarakat perdesaan, pemanfaatan lahan pekarangan untuk ditanami tanaman kebutuhan keluarga sudah berlangsung dalam waktu yang lama dan masih berkembang hingga sekarang meski dijumpai berbagai pergeseran. Komitmen pemerintah untuk melibatkan rumah tangga dalam mewujudkan kemandirian pangan perlu diaktualisasikan dalam menggerakkan lagi budaya menanam di lahan pekarangan, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Tujuan Membangun unit percontohan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) di setiap kabupaten/kota di Provinsi Aceh dan membangun jejaring kerjasama dengan Pemerintah Daerah, swasta, dan organisasi masyarakat lainnya dalam pengembangan pemanfaatan lahan pekarangan menggunakan pola KRPL.
57
Keluaran Terbangunnya unit percontohan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) di setiap kabupaten/kota di Provinsi Aceh dan terbangunnya jejaring kerjasama dengan Pemerintah Daerah, swasta, dan organisasi masyarakat lainnya dalam pengembangan pemanfaatan lahan pekarangan menggunakan pola KRPL. Prosedur Pola kegiatan dilaksanakan dalam satu kawasan yang terdiri dari satu RT dengan pendekatan secara partisipatif yang melibatkan kelompok sasaran, tokoh masyarakat, dan perangkat desa. Lokasi kegiatan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) dilaksanakan di 21 (dua puluh satu) kabupaten/kota. Kegiatan dimulai bulan Januari sampai dengan bulan Desember 2014. Secara lengkap lokasi dan penanggung jawab kegiatan KRPL di sajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Nama Penanggung jawab, kota lokasi M-KRPL di Provinsi Aceh No 1 2
Kabupaten/Kota Aceh Besar Kota Banda Aceh
3
Pidie
4 5
Pidie Jaya Bireun
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Aceh Utara Lhokseumawe Kota Langsa Aceh Timur Aceh Tamiang Aceh Tengah Bener Meriah Gayo Lues Aceh Jaya Nagan Raya Aceh Barat Daya Aceh Barat Aceh Selatan Kota Singkil Subulusalam Aceh Tenggara
Tipe M-KRPL Perdesaan Perkotaan Perdesaan Perdesaan Perdesaan Perdesaan Perkotaan Perkotaan Perdesaan Perdesaan Perdesaan Perdesaan Perdesaan Perdesaan Perdesaan Perdesaan Perdesaan Perdesaan Perdesaan Perkotaan Perdesaan
Nama Penjab Cut Nina Herlina, SPi Ir. Basri AB, MSi Fenty Ferayanti, SP Idawanni, SP Nazariah, SPi, MSi Dr. Drh. Iskandar Mirza, MP Dr. Yenni Yusriani, SPt, MP Dr. Drh. Iskandar Mirza, MP Nazariah, SPi, MP Abdul Azis, SPi. MP Ir. T. Iskandar, MSi Ir. Yufniati ZA Ir. T. Iskandar, MSi Ir. Nani Yunizar Ir. Elviwirda Mehran, SP Ir. Basri AB, MSi Ir. Firdaus, MSi Ir. Chairunnas, MSc Didi Darmadi, SP,MSi Ir. Nasir Ali
Pendampingan pada lokasi KRPL yang sudah ada bertujuan untuk memperkuat kelembagaan yang sudah terbangun (Kelompok Wanita tani dan Kebun Bibit Desa) dan untuk pengembangan kawasan serta pemasaran. Melalui pendampingan ini, kelompok KRPL dan KBD akan terus dipertahankan keberlanjutannya dan akan diperluas kapasitasnya. Kawasan akan diperluas dengan menambah rumah tangga baru sebagai peserta kelompok ataupun dengan membentuk kelompok-kelompok baru di sekitar kawasan (desa). Sedangkan KBD akan dikembangkan kapasitas produksinya sehingga mampu mensuplai kebutuhan benih/bibit pada kawasan yang semakin bertambah. KBD-KBD tersebut akan dihubungkan dengan Kebun benih Induk (KBI) yang dibangun di BPTP Aceh sebagai sumber benih utama.
58
Hasil Perbaikan (upgrading) dan status kabupaten/kota yang ada kegiatan m-KRPL.
penilaian
dilakukan
pada
semua
Tabel 2. Kompilasi data m-KRPL Provinsi Aceh dan status penilaian No
Kabupaten/Kota
Jumlah Lokasi m-KRPL 2011 – 2013 (berdasarkan status) Hijau Kuning Merah √
Jumlah Lokasi yang diupgrade
Status Akhir 2014 (setelah diupgrade)
√
Kuning
1
Banda Aceh
2
Aceh Besar
√
√
Kuning
3
Pidie
√
√
Kuning
4
Pidie Jaya
√
√
Kuning
5
Bireuen
√
√
Kuning
6
Lhokseumawe
√
√
Kuning
7
Aceh Utara
√
√
Hijau
8
Langsa
√
√
Hijau
9
Aceh Timur
√
√
Kuning
10
Aceh Tamiang
√
√
Kuning
11
Aceh Tengah
√
√
Kuning
12
Bener Meriah
√
√
Kuning
13
Gayo Lues
√
√
Kuning
14
Aceh Tenggara
√
Kuning
15
Aceh Jaya
√
√
Kuning
16
Aceh Barat
√
√
Kuning
17
Nagan Raya
√
√
Kuning
18
Aceh Barat Daya
√
√
Kuning
19
Aceh Selatan
√
√
Kuning
20
Subulussalam
√
√
Kuning
21
Aceh Singkil
√
√
Kuning
√
Kegiatan Pendampingan Kawasan Rumah Pangan Lestari dilaksanakan di 21 Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh.Pendampingan dilakukan di lokasi binaan BPTP dan juga mendampingi kegiatan KRPL di provinsi Aceh yang dilaksanakan oleh Badan Ketahanan Pangan Provinsi dan P2KP kabupaten/kota. Dokumentasi
Gambar 54. Kegiatan di KBI, mulai dari pembibitan, penanaman dan panen
59
Gambar 55. Beberapa aktivitas M-KRPL 3.2.12 Perbanyakan Benih Sumber Tim Pelaksana: Ir. T. Iskandar, M.Si; M.Ramlan, SP Latar Belakang Benih merupakan salah satu faktor produksi yang paling utama dalam usaha meningkatkan produksi kedelai, tanpa benih yang baik dan bermutu mustahil kedelai dapat berproduksi dengan baik. Penurunan produksi kedelai sangat dipengaruhi oleh ketersediaan benih, benih yang tidak berkualitas akan memberi produksi yang rendah. Tanpa benih yang baik walaupun faktor produksi lain sudah memadai tetap tidak dapat meningkat. Untuk lebih inovatifnya petani terhadap penggunaan teknologi yang telah dihasilkan, peranan BPTP sangat diharapkan. Pada beberapa tahun belangkangan ini petani juga sudah begitu mengenal BPTP akibat adanya sosialisasi melalui berbagai macam kegiatan-kegiatan lapangan yang langsung bersentuhan dengan usaha petani itu sendiri. Laju peningkatan produksi padi dan kedelai di Aceh mengalami penurunan dan peningkatan. Pada tahun 2004, 2005 dan 2006 terjadi penurunan hal ini diakibatkan karena pengaruh berbagai faktor terutama kurang tersedianya benih yang terjamin mutunya, dengan demikian sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman secara signifikan, sehingga petani pada beberapa tahun tersebut dibeberapa wilayah kabupaten khususnya di daerah sentra-sentra porduksi padi mengalami penurunan produksi. Dengan demikian proses inovasi teknologi juga terabaikan yang akhirnya memberi pengaruh yang sangat signifikan terhadap peningkatan produksi. Tujuan Memfasilitasi ketersediaan benih padi kelas FS = 5,0 ton, SS = 35,0 ton dan benih kedelai kelas FS = 6,33 ton, SS = 78,25 ton dan terbinanya kelompok penangkar benih secara mandiri di wilayah kegiatan PTT Provinsi Aceh. Keluaran Keluaran tahunan kegiatan perbanyakan benih adalah: Tersedianya benih padi kelas FS = 5,0 ton, SS = 35,0 ton dan benih kedelai kelas FS = 6,33 ton, SS = 78,25 ton.
60
Prosedur Pelaksanaan pengembangan benih padi dan kedelai ini dilakukan pada daerah–daerah sentra produksi kedelai yang permasalahan utama dalam meningkatkan produksi terkendala akibat kurang tersedianya benih unggul yang bermutu. Kegiatan ini juga dilaksanakan terutama di daerah yang masyarakat tani sudah mengenal dan mau menggunakan teknologi yang sudah ada termasuk penggunaan varietas-varietas unggul yang telah dilepas. Kegiatan lapangan dilaksanakan di Kabupaten Aceh Besar, Pidie untuk padi. Varietas yang dikembangkan Inpari 15 dan 16, sedangkan untuk Kabupaten Pidie Varietas Inpari 15 dan Inpari Sidenuek. Pada dasarnya untuk menghasilkan benih bersertifikat harus melalui 27 tahap, yaitu mulai Menentukan varietas, memilih areal dan konsultasi sampai pada pengawasan pemasaran benih. Kegiatan ini memiliki cakup aktivitas yang cukup luas, untuk dibentuk struktur organisasi UPBS, yang secara lengkap disajikan pada Gambar 56.
Gambar 56. Struktur organisasi UPBS BPTP Aceh Hasil Untuk Kabupaten Aceh Besar, hasil panen Inpari 15 dengan luas 0,3 ha adalah 850 kg dan setelah dilakukan penjemuran dan sortasi yang dapat menjadi benih sebanyak 750 kg berarti susut sebanyak 100 kg (11,76 %). Hasil panen Inpari 16 dengan luas 0,7 ha adalah 1.650 kg dan setelah dilakukan penjemuran dan sortasi yang dapat menjadi benih sebanyak 1.450 kg berarti susut sebanyak 200 kg (12,12 %), hasil tersebut diluar tanaman pinggir dengan lebar 2 meter pada keliling petak penangkaran. Benih yang dihasilkan berjenis FS (Foundation Seed). Pada Kabupaten Pidie, hasil panen Inpari 15 dengan luas 0,5 ha adalah 1.650 kg dan setelah dilakukan penjemuran dan sortasi yang dapat menjadi benih sebanyak 1.450 kg berarti susut sebanyak 200 kg (12,13 %). Hasil panen Inpari Sidenuk dengan luas 0,5 ha adalah 1.550 kg dan setelah dilakukan penjemuran dan sortasi yang dapat menjadi benih sebanyak 1.350 kg berarti susut sebanyak 200 kg (12,90 %), hasil tersebut diluar tanaman pinggir dengan lebar 2 meter pada keliling petak penangkaran. Untuk benih kedelai, lokasi kegiatan adalah di Kabupaten Pidie, Pidie Jaya dan Bireuen. Pada tahun 2014 UPBS-BPTP Aceh mendapat mandat untuk perbanyakan benih sumber kedelai kelas BS sebanyak 320 kg, terdiri dari empat varietas yaitu (1) Anjasmoro 100 kg, (2) Panderman 100 kg, (3) Burangrang 60 kg dan (4) Agromulyo 60 kg. Jenis benih yang dihasilkan adalah BS (breeder seed).
61
Pada Kabupaten Pidie, hasil panen yang diperoleh sebanyak 1.550 kg yang terdiri dari empat varietas masing-masing Anjasmoro 400 kg, Panderman 500 kg, Burangrang 400 kg dan Agromulyo 250 kg. Setelah dilakukan penjemuran dan sortasi calon benih maka diperoleh benih masing-masing Anjasmoro 375 kg, Panderman 480 kg, Burangrang 380 kg dan Agromulyo 235 kg. Jumlah seluruhnya sebanyak 1.095 kg. Keseluruhan benih tersebut ditanam kembali untuk memproduksi benih kelas SS, sedangkan pada Kabupaten Pidie Jaya Hasil panen yang diperoleh sebanyak 2.500 kg yang terdiri dari empat varietas masing-masing Anjasmoro 1.000 kg, Panderman 500 kg, Burangrang 500 kg dan Agromulyo 500 kg. Setelah dilakukan penjemuran dan sortasi calon benih maka diperoleh benih masing-masing Anjasmoro 950 kg, Panderman 480 kg, Burangrang 475 kg dan Agromulyo 475 kg. Jumlah seluruhnya sebanyak 1.430 kg. Keseluruhan benih tersebut ditanam kembali untuk memproduksi benih kelas SS. Di Kabupaten Bireuen, hasil panen yang diperoleh sebanyak 2.500 kg yang terdiri dari tiga varietas masing-masing Anjasmoro 1.500 kg, Panderman 500 kg, dan Burangrang 500 kg. Setelah dilakukan penjemuran dan sortasi calon benih maka diperoleh benih masing-masing Anjasmoro 1.420 kg, Panderman 470 kg, dan Burangrang 475 kg. Jumlah seluruhnya sebanyak 2.365 kg. Keseluruhan benih tersebut ditanam kembali untuk memproduksi benih kelas SS. Dokumentasi
Gambar 57. Tanaman Kedelai umur 45 hari setelah tanam
Gambar 58. Monitoring oleh Tim dari Balitkabi Malang
Gambar 59. Panen Raya kedeli UPBS oleh Wamentan dan Ka.Balitbangtan
62
IV. ORGANISASI DAN KERAGAAN SDM Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Aceh merupakan Unit Kerja Teknis Departemen Pertanian yang berada dibawah Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian yang bertanggungjawab kepada Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BBP2TP). Kelancaran pelaksanaan tugas–tugas yang diemban oleh BPTP Aceh telah ditetapkan struktur organisasi dan personalia BPTP Aceh sesuai dengan Surat Keputusan No.02/OT.130/I.12.1/01/18 tanggal, 2 Januari 2013 berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No.16/Permentan/OT.140/3/2006 sebagai gambaran tentang struktur organisasi dapat dilihat pada Gambar 60.
Komisi Teknologi
Subsi Diseminasi
KEPALA BPTP
Koordinator Program Sub Bag.TU
Subsi Kerjasama
Subsi Jaringan Infotek
-
Ur.Kepeg/ RT
Ur. Keu/Perlk. Kasi Kerjasama dan Pelayanan Pengkajian
Lab UPBS Visplot Alsintan/ Bengkel
Kelti/ Pengkaji : 1. Budidaya 2. Sosek Pertanian 3. Pasca Panen 4. Sumberdaya lahan
KP. Paya Gajah
Kelompok Jabatan Fungsional
KP. Gayo
Gambar 60. Struktur Organisasi BPTP Aceh.
Untuk mewujudkan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan tugas pokok yang telah ditetapkan, maka sasaran dan tujuan kehadiran BPTP Aceh diharapkan untuk dapat memperkuat penelitian dan pengembangan di daerah berdasarkan sumberdaya yang ada dengan mengemban dan menyebarluaskan teknologi
63
pertanian spesifik lokasi yang berorientasi pasar sesuai kebutuhan pengguna dalam mendukung pembangunan agribisnis dan agroindustri serta diarahkan untuk menggerakkan pembangunan pertanian sekaligus sebagai pusat informasi teknologi pertanian, yang mempunyai tugas/fungsi : 1. Inventarisasi dan idetifikasi kebutuhan teknologi pertanian tepat guna spesifik lokasi. 2. Penelitian, pengkajian dan perakitan teknologi pertanian tepat guna spesifik lokasi. 3. Penyiapan paket teknologi hasil pengkajian dan perakitan untuk bahan penyusunan materi penyuluhan pertanian. 4. Pelayanan teknik kegiatan pengkajian, penelitian dan perakitan teknologi pertanian. 4.1. Sumber Daya Manusia Keragaan Sumber Daya Manusia (SDM) BPTP Aceh per 31 Desember 2014 jumlahnya mencapai 101 orang tenaga PNS dan 8 orang tenaga kontrak. Dalam tahun yang sama. Penyebaran tenaga PNS berdasarkan tempat tugas dapat dilihat pada Tabel 3. Sedangkan persentase pegawai, penyebarannya dapat dilihat berdasarkan unit kerja/tempat tugas seperti terlihat pada tabel yang sama. Persentase jumlah SDM yang bertugas di BPTP Aceh sebesar 74,3%, 13,8% bertugas di KP. Gayo dan 11.9 % bertugas di KP. Paya Gajah. Tabel 3. Penyebaran Jumlah PNS Menurut Unit Kerja dan Golongan Unit Kerja
IV
%
III
Golongan % II
%
I
%
Jumlah
%
BPTP ACEH
9
12
49
65.3
16
21.3
1
0.1
75
74.3
KP. GAYO
-
-
6
42.8
8
57.2
-
-
14
13.8
KP. PAYA GAJAH
-
-
3
25
5
41.6
4
33.3
12
11.9
Total
9
101
100
58
29
5
Berdasarkan golongan, pegawai terbesar adalah golongan III (57,42%), diikuti dengan urutan distribusi ; golongan II (28,71%), golongan IV (8,08%) dan golongan I (4,95%). Distribusi tenaga PNS menurut golongan dan ruang lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Distribusi Jumlah PNS Menurut Golongan dan Ruang A
%
B
Ruang % C
IV
5
55.6
4
44.4
-
-
III
12
20.6
22
37.9
7
12.0
II
3
10.3
13
44.8
6
I
-
-
1
20
2
Golongan
Total
%
D -
Jumlah
% -
9
17
29.3
58
20.6
7
24.1
29
40
2
40
5 101
64
Tahun 2014, PNS yang mengikuti diklat fungsional sebanyak tiga orang. Dua orang mengikuti diklat penyuluhan dan satu orang mengikuti diklat peneliti. Kegiatan diklat ini di laksanakan di Bogor pada bulan Juli 2014. Distribusi PNS yang mengikuti diklat menurut golongan dan pendidikan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Distribusi PNS Menurut Golongan yang Mengikuti Diklat Fungsional No Nama 1 Lamhot E.P, SP 2 Akram Hamidi, SST 3 Ir. Nurbaiti, M.Si Jumlah
Diklat Peneliti Penyuluh Penyuluh
Tempat LIPI Ciawi Ciawi
Jumlah 1 1 1 3
Berdasarkan tingkat pendidikan terakhir yang ditempuh pegawai BPTP Aceh terbanyak; S1 (37,37%), kemudian diikuti oleh SLTA (36,36%) S2 (8,08%), D3 (6,06%), SLTP (5,05%), SD (4,04%), S3 (2,02 %) dan D4 sebanyak 0,92%. Distribusi jumlah PNS berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Distribusi Jumlah PNS Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Unit Kerja Pendidikan S3 S2 S1 D4 SM D3 SLTA SLTP SD Total
BPTP
%
3 11 32 2 5 20 1 1 75
0.29 10.8 31.6 0.2 0.6 19.8 0.09 0.09
Unit Kerja KP % Gayo 2 0.19 1 0.09 11 10.8 14
KP. Paya Gajah 1 1 5 4 1 12
% 0.09 0.09 0.6 0.39 0.09
Jumlah 3 9 35 2 7 35 4 2 101
Keragaan sumberdaya manusia menurut tingkat usia dan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 7, sedangkan jumlah PNS menurut tingkat pendidikan dan kelompok usia dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 7. Keragaan SDM BPTP Aceh Menurut Tingkat Usia dan Jenis Kelamin No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Tingkat Usia 20 – 25 Tahun 26 – 30 Tahun 31 – 35 Tahun 36 – 40 Tahun 41 – 45 Tahun 46 – 50 tahun 51 – 55 tahun 56 – 60 tahun
Jumlah
Laki –laki 1 5 7 6 10 17 16 2
Perempuan 3 3 6 5 8 10 -
Jumlah 1 8 10 12 15 25 26 2
68
33
101
65
Tabel 8.
No
Distribusi Jumlah Pegawai BPTP Aceh Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Tingkat Usia
Unit Kerja
Pendidikan S3
S2
S1
D4
SM
D3
SLTA
SLTP
SD
1
20-25 Tahun
-
-
1
-
-
-
-
-
-
2
26-30 Tahun
-
-
2
1
-
-
3
1
1
3
31-35 Tahun
-
-
4
-
-
1
5
1
-
4
36-40 Tahun
-
3
2
-
-
1
6
5
41-45 Tahun
2
-
6
-
-
-
8
1
-
6
46-50 Tahun
1
2
12
-
-
3
8
2
-
7
51-55 Tahun
-
2
10
-
-
1
6
-
-
8
56-60 Tahun
-
1
-
-
-
-
-
-
1
3
9
35
2
-
7
35
4
2
Jumlah
-
Menurut pendidikan dan usia jumlah pegawai terbanyak pada strata S1 kisaran usia 46-50 tahun. Diikuti strata SLTA pada kisaran usia 51-55 dan pada umumnya pegawai terdistribusi ke semua tingkatan usia sedangkan pada strata S2 distribusi pada umur lebih dari 55 tahun hanya satu orang. Pada jenjang S3. terdapat 2 orang yang berumur antara 41-45 tahun, hal ini menunjukkan masih cukup panjang jenjang karir yang akan dilalui, walaupun secara kuantitas masih kurang dengan level kerja BPTP Aceh saat ini. Untuk meningkatkan motivasi dan prestasi kerja bagi PNS telah ditempuh berbagai upaya peningkatan kesejahteraan pegawai melalui pemberian uang makan dan Tunjangan Kinerja (TUKIN)). Sedangkan untuk proses kenaikan pangkat, kenaikan gaji berkala dan pengusulan karis/karsu, askes dan lain-lain lebih diprioritaskan dan lancar. Pada tahun 2014 tidak ada yang pensiun. BPTP Aceh merupakan unit pelaksana penelitian, pengkajian dan diseminasi hasil penelitian yang dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya harus didukung oleh tenaga fungsional, tenaga struktural dan tenaga administrasi lainnya. Keberadaan tenaga PNS Lingkup BPTP Aceh dapat dilihat pada Tabel 9.
66
Tabel 9. Jabatan Menurut Golongan di BPTP Aceh No A B
1 2
1 2 3 4 Total
Jabatan Struktural Eselon III Eselon IV Fungsional Peneliti Penyuluh Pustakawan Teknisi/Litkayasa
IV
Golongan III II
I
Jumlah
1 1
1
-
-
1 2
2 5 1 8
7*)
-
-
9 8 1 21
4 13
*) 1 orang sedang tugas belajar program magister di IPB
4.2. Keuangan a. Anggaran Belanja BPTP Aceh tahun anggaran 2014 memperoleh dana APBN sebesar Rp.14.468.873.000, (empat belas milyar empat ratus enam puluh delapan juta delapan ratus tujuh puluh tiga ribu rupiah). Gambaran tentang rincian dana untuk masing-masing kegiatan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Rincian dana Menurut Kode dan Jenis Kegiatan TA. 2014 No
Kode
Uraian Kegiatan
1. 2. 3.
1801.003 1801.008 1801.010
Penggelolaan Satker Pengkajian, pengembangan dan hasil litbang Koordinasi dan sinkronisasi kegiatan satker
4.
1801.013
Teknologi Spesifik lokasi
5.
1801.015
6. 7.
1801.016 1801.018
8.
1801.019
9. 10. 11.
1801.025 1801.994 1801.998
Rekomendasi kebijakan pembangunan pertanian Penggelolaan instalasi pengkajian Teknologi yang terdiseminasi ke pengguna Pendampingan inovasi pertanian dan program pengkajian Produksi benih Layanan perkantoran Gedung dan Bangunan Jumlah
b. Anggaran dan Realisasi
Jumlah Dana/pagu (RP) 752.815.000 32.000.000 30.500.000 1.384.811.000 63.500.000 79.682.000 390.925.000 2.012.684.000 1.397.500.000 6.922.656.000 1.401.800.000 14.468.873.000
a. Dalam melaksanakan tupoksinya sebagai unit pelaksana teknis dibidang pengkajian dan pengembangan Satker BPTP Aceh pada TA. 2014 didukung oleh sumber dana yang berasal dari Dana APBN dalam bentuk Rupiah Murni (RM), Rupiah Khusus (RK), serta Rupiah Murni Pendamping (RMP). b. Anggaran Satker BPTP Aceh dicairkan sesuai dengan Surat Pengesahan DIPA Tahun Anggaran 2014 dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor: SP DIPA018.09.2.567392/2014, tanggal 5 Desember 2013. Setelah mengalami beberapa kali revisi, karena adanya kebijakan penganggaran, jumlah Pagu DIPA Tahun Anggaran 2014 terakhir direvisi adalah sebesar Rp 14.468.873.000,- Alokasi anggaran BPTP Aceh berdasarkan jenis belanja
67
(menurut DIPA tahun 2014) terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan belanja modal. c. Realisasi belanja dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip penghematan dan efisiensi, namun tetap menjamin terlaksananya kegiatankegiatan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Rencana Kerja Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL). Realisasi anggaran dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Pagu, Realisasi dan Sisa Dana Per Jenis Kegiatan TA. 2014. No
Kode
1.
1801.003
2.
1801.008
3.
1801.010
4.
1801.013
5.
1801.015
6.
1801.016
7.
1801.018
8.
1801.019
9. 10. 11.
1801.025 1801.994 1801.998
Uraian Kegiatan Penggelolaan Satker Pengkajian, pengembangan dan hasil litbang Koordinasi dan sinkronisasi kegiatan satker Teknologi Spesifik lokasi Rekomendasi kebijakan pembangunan pertanian Penggelolaan instalasi pengkajian Teknologi yang terdiseminasi ke pengguna Pendampingan inovasi pertanian dan program pengkajian Produksi benih Layanan perkantoran Gedung dan Bangunan Jumlah
Jumlah Dana/pagu (RP) 752.815.000
Realisasi (Rp) 735.413.500
32.000.000
18.740.000
30.500.000
16.351.000
1.384.811.000
1.363.469.300
63.500.000
61.224.300
79.682.000
78.750.000
390.925.000
390.160.700
2.012.684.000
1.978.672.600
1.397.500.000 6.922.656.000 1.401.800.000 14.468.873.000
1.385.061.050 6.655.639.009 1.247.644.000 13.931.125.759
d. Dari DIPA sejumlah Rp 14.468.873.000,- realisasi belanja sampai dengan 31 Desember 2014, sebesar Rp. 13.931.125.759,- atau 96,28% dari nilai DIPA. Belanja tersebut digunakan untuk keperluan belanja pegawai (gaji PNS), belanja barang (kegiatan kantor) dan belanja modal (pengadaan alat/barang modal).Dalam pelaksanaan anggaran, digunakan prinsip efektif, efisien dan ekonomis serta transparan. Nilai manfaat dari penggunaan anggaran yang didukung oleh tertib administrasi juga sangat diperhatikan. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka pada tahun 2014 masih tersisa Rp 537.747.241 (0,4%) anggaran yang tidak digunakan. Disamping dana DIPA, BPTP Aceh pada tahun 2014 juga mendapat dana dari SMARTD sebesar Rp. 275.000.000,- dengan realisasi sebesar 100%.
e. Target dan Realisasi Pendapatan
Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang dihasilkan oleh BPTP Aceh pada tahun 2014 diperoleh dari penerimaan umum dan penerimaan fungsional. Target PNBP yang dialokasikan pada Satker BPTP Aceh sesuai DIPA tahun anggaran 2014 adalah sebesar Rp. 100.150.000., Realisasinya penerimaan pada akhir tahun anggaran 2014 sebesar Rp 358.511.439, sehingga dapat dikatakan target PNBP dari Satker BPTP Aceh pada tahun anggaran 2014 mengalami surplus sebesar Rp.
68
258.361.439, atau mencapai 357,97%. Secara lengkap target dan realisasi PNBP berdasarkan jenis kegiatan dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Target dan Realisasi PNBP Berdasarkan Jenis Kegiatan Tahun 2014 MAP 423141 423142 423111 423291
Uraian Kegiatan Pendapatan Sewa Tanah, gedung dan bangunan Pendapatan Sewa peralatan Pendapatan penjualan hasil pertanian, kehutanan dan perkebunan Pendapatan jasa lainya Jumlah
Target (Rp) 5.400.000,-
Realisasi (Rp) 25.362.706,-
10.000.000,80.000.000,-
0,288.731.850,-
4.750.000,100.150.000,-
3.800.000,358.511.439,-
4.3. Fasilitas Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh BPTP Aceh tersebar di 3 (tiga) lokasi; (1) Kantor BPTP Aceh di Banda Aceh ; (2) Kebun Percobaan Paya Gajah Peureulak kabupaten Barat Aceh Timur dan (3) Kebun Percobaan Gayo Pondok Gajah kabupaten Bener Meriah. Keadaan sarana dan prasarana yang disajikan dalam laporan ini merupakan gambaran secara garis besar. Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh BPTP Aceh meliputi: (1) Tanah; (2) Gedung dan Bangunan; (3) Perumahan; (4) Kendaraan roda dua dan empat (5) Peralatan dan mesin; (6) Jalan, Irigasi dan Jaringan dan (7) Aset tetap lainnya. a. Tanah BPTP Aceh saat ini mempunyai tanah seluas 1.069.748 m² yang terletak di 3 (tiga) lokasi: (1) Kota Banda Aceh; (2) Kabupaten Aceh Timur dan; (3) Kabupaten Bener Meriah, status kepemilikan tanah pada kantor BPTP Aceh mempunyai sertifikat setatus Hak Guna Pakai dari Pemda Aceh , hak milik Kementerian Pertanian dan akta pembebasan. Lokasi Tanah BPTP Aceh terdiri dari 3 (tiga ) lokasi : 1) Tanah BPTP Aceh yang setatusnya Hak pakai Pemda Aceh dengan luas: 0 m² yang terdiri dari tanah kebun Visitor Plot, bangunan kantor, perumahan, bengkel, gudang dan garasi. 2) Kebun Percobaan Paya Gajah dengan luas 1.410.917 m² yang terdiri dari kebun percobaan kelapa, bangunan kantor, perumahan, gudang dll, sedangkan Kebun Percobaan Gayo dengan luas: 198.830 m². Luas yang terdiri dari bangunan kantor, perumahan, bengkel, gudang dan garasi, dengan luas dan keragaan pemanfaatan tanaman Flasma Nutfah Tanaman kopi dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Luas, Lokasi dan Pemanfaatan Tanah Tahun 2014 No 1.
Uraian
Tanah Kebun Percobaan 2. Tanah Bangunan Kantor Pemerintah 3. Tanah Bangunan Rumah Negara GOL II/ Guest House/Gudang/ Bengkel/Gerasi Jumlah
BPTP Aceh
Luas (m²) KP P. Gajah KP. Gayo (Aceh Timur) (Bener Meriah)
Jumlah
0
1.392.817
190.508
1.583.325
0
2.100
4.773
6.873
0
16.000
3.550
19.550
0
1.410.917
198.830
1.609.748
69
b. Bangunan Gedung Keragaan bangunan gedung yang dimiliki oleh BPTP Aceh per 31 Desember 2014 meliputi gedung kantor, guest house, gudang/bengkel/parkir, garasi, pos jaga, lantai jemur, gudang benih/UPBS, gedung laboratorium, gedung multimedia dan gedung perpustakaan. Jenis, luas, lokasi dan banyaknya bangunan dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Jenis, Luas, Lokasi dan Banyaknya Bangunan Tahun 2014 No 1 2 3 4 5 6 7 6 Total
Uraian Kantor Guest House Gudang/ Bengkel/parkir Laboratorium Multimedia Perpustakaan Pos Jaga Pagar permanen Lantai jemur
BPTP Aceh Luas Unit (M2) 2 1.155,5 1 120
Lokasi KP. Gajah Luas Unit (M2) 1 205 1 120
KP. Gayo Luas Unit (M2) 1 784 -
Jumlah
4 2
Luas (M2) 2.144,5 240
Unit
4
826
5
311
4
2.704
13
3.841
4 1 1 1 1
480 120 120 33 75
-
-
-
-
4 1 1 1 1
480 120 120 33 75
1 16
210 3.139,5
7
636
5
3.488
1 28
120 7.263,5
c. Rumah Dinas Rumah dinas yang dimiliki oleh BPTP Aceh per 31 Desember 2014 berjumlah 53 unit dan kondisi rumah yang dimiliki pada saat ini rata-rata masih baik, dan rusak ringan, hanya rumah dinas yang berada di Kebun Percobaan Paya Gajah sebanyak 7 unit kondisinya sudah kurang baik, 1 unit sudah rusak berat dan sudah dihapus dalam daftar inventaris BPTP Aceh, dari 11 unit rumah dinas Gol II dalam kondisi rusak ringan sampai berat karena bangunannya sudah lama. Sedangkan rumah dinas yang ditinggalkan karena pensium terdapat pada lokasi BPTP Aceh sebanyak: 2 Unit dalam kondisi kosong dan ;1 Unit Type 120 direncanakan untuk rumah jabatan jenis, luas dan jumlah bangunan dapat di lihat pada Tabel 15. Tabel 15. Jenis, Luas dan Jumlah Bangunan Rumah Dinas Berdasarkan Lokasi Unit Kerja Tahun 2014 No
Uraian
1 2 3 4
Rumah dinas Type A Rumah dinas Type B Rumah Dinas Type C Rumah Dinas Type C Semi permanen 5 Rumah Dinas Type D 6 Rumah Dinas Type E Jumlah
BPTP Aceh Luas Unit (M2) 2 240 3 210 12 2 19
636 72 1.158
Lokasi KP. Gajah Luas Unit (M2) 120 189 3 204 4 3 10
202 105 820
KP. Gayo Luas Unit (M2) 1 190 3 360 4 280 2 9
112 942
Jumlah Unit 1 6 7 3 18 5 40
Luas (M2) 190 720 679 204 950 177 2.920
d. Kendaraan Dinas Untuk kelancaran pelaksanaan operasional kegiatan BPTP Aceh didukung oleh sarana transportasi kendaraan dinas roda dua, kendaraan dinas roda empat. Kondisi
70
per 31 Desember 2014, pada tahun anggaran 2014 tidak ada penambahan kenderaan. Jumlah kenderaan roda dua dan empat terdiri dari Pick Up : 4 unit, Mini Bus : 9 unit, dan sepeda motor : 33 unit. Kondisi kendaraan roda 2 dan 4 yang baik dan rusak antara lain BPTP Aceh rusak ringan/berat 14 unit, KP Paya Gajah 5 unit dan KP Gayo berjumlah 11 unit. Kondisi rusak ringan sampai dengan berat dan direncanakan akan dihapus pada tahun anggaran 2014. Jumlah dan lokasi kendaraan dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Jumlah dan Alokasi Kendaraan Dinas Berdasarkan Unit Kerja Tahun 2014 No
Uraian
1.
Kendaraan Dinas Roda 4 2. Kendaraan Dinas Roda 2 Jumlah
BPTP Aceh
Lokasi KP. Paya Gajah
KP. Gayo
12
3
1
16
18
4
11
33
30
7
12
49
Jumlah
e. Peralatan Guna menunjang pelaksanaan kegiatan BPTP Aceh juga dilengkapi dengan berbagai peralatan yang meliputi: (1) peralatan kantor; (2) peralatan pertanian; (3) peralatan multimedia; (4) peralatan laboratorium dan; (5) peralatan bengkel. Pada tahun anggaran 2012 terjadi penambahan yang berasal dari pengadaan DIPA BPTP Aceh TA. 2012 yang terdiri dari: Peralatan kantor sebanyak : 132 buah, peralatan pertanian sebanyak: 38 buah,peralatan multimedia sebantyak : 1 buah, peralatan laboratorium: 6 Buah, dan penunjang operasional UPBS BPTP Aceh sebanyak : 40 buah dan buku bacaan sebanyak : 50 buah, kenderaan roda 2 sebanyak : 2 unit, dan peralatan pengolah data sebanyak : 3 unit, untuk kondisi jumlah dan alokasi masing masing peralatan dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Jumlah dan Alokasi Peralatan Berdasarkan Unit Kerja Tahun 2014 No 1.
Uraian
Peralatan kantor 2. Peralatan Pertanian 3. Peralatan Multimedia 4. Peralatan Laboratorium 5. Peralatan Bengkel 6. Pustaka Jumlah
BPTP Aceh 985
Luas (m²) KP. Paya Gajah 98
KP. Gayo
Jumlah
267
1.350
132
11
11
154
397
-
26
423
73
-
18
91
80
2
10
92
175 1.842
111
332
175 2.285
71
V. KERJASAMA DAN DISEMINASI Keberhasilan kegiatan penelitian dan pengkajian pertanian ditentukan oleh tingkat pemanfaatan hasilnya oleh pengguna sasaran. Penerapan hasil litkaji tersebut diharapkan dapat mendorong pembangunan pertanian di daerah sehingga sektor pertanian mampu berfungsi sebagai mesin penggerak perekonomian nasional. Penyampaian informasi teknologi hasil-hasil penelitian dan pengkajian kepada petani-nelayan, pihak swasta dan pengguna lain perlu dilakukan melalui media yang tepat dan terus menerus agar petani-nelayan dapat menerapkan hasil litkaji tersebut dan kesejahteraannya meningkat. Ada tiga subseksi dalam kegiatan Pelayanan Teknis BPTP Aceh yaitu Kerjasama Pelayanan dan Pengkajian, Perpustakaan dan Diseminasi/AVA. 5.1. Kerjasama Tugas pokok dari subseksi Kerjasama adalah melaksanakan kerjasama dengan stakeholders (pengambil kebijakan) dan beneficiaries (pengguna dan penerima manfaat jasa teknologi) baik di tingkat daerah maupun nasional, guna mendapatkan input dan peluang kerjasama untuk menciptakan konsep penelitian/pengkajian paket teknologi usaha pertanian. Fungsi dari subseksi ini adalah sebagai media perantara yang memberikan pelayanan prima paket teknologi pertanian dari BPTP Aceh sebagai dapur teknologi kepada para pengguna jasa teknologi pertanian. Pada TA. 2014, di BPTP Aceh tidak ada kerjasama penelitian/pengkajian dengan instansi lain, baik dalam maupun luar negeri yang dananya diinputkan ke dalam DIPA BPTP Aceh. 5.2. Kerjasama Magang Mahasiswa/Praktik Lapang Selain kerjasama penelitian, pelatihan dan magang, BPTP Aceh juga melayani kerjasama dalam bentuk magang dan on job training mahasiswa. Mahasiswa yang melakukan magang ikut dibimbing oleh salah satu peneliti atau penyuluh sesuai masalah dan disiplin ilmu (tanaman pangan, peternakan dan sayuran). Selama tahun 2014, jumlah mahasiswa yang magang dan melakukan penelitian di lahan BPTP Aceh sebanyak 40 orang yang berasal dari Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Universitas Al-Muslim, Bireuen dan Universitas Malikulsaleh, Aceh Utara. 5.3. Diseminasi/AVA Pengembangan informasi pertanian merupakan salah satu bentuk kegiatan penyuluhan pertanian yang dilakukan dengan menggunakan berbagai media komunikasi. Penyuluhan pertanian sebagai pendidikan nonformal bagi petani memiliki peranan mengisi proses transfer teknologi hasil pengkajian untuk terjadinya perubahan perilaku, meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan sehingga petani mempunyai kedudukan strategis dalam pembangunan pertanian. Kegiatan Pengembangan Informasi Pertanian dilakukan dengan tujuan untuk menyampaikan informasi teknologi pertanian kepada pengguna, dengan menggunakan beragam media komunikasi yang representatif yang mudah diterima mereka, sehingga sasaran peningkatan produksi dan produktivitas usahatani tercapai seiring meningkatnya tingkat adopsi terhadap teknologi yang sesuai yang mereka terima pada saat yang tepat.
72
Beragamnya media komunikasi yang digunakan disebabkan karena masingmasing media mempunyai keunggulan sendiri. Secara garis besar, media komunikasi yang digunakan oleh BPTP Aceh dikelompokkan menjadi dua yaitu media cetak dan media elektronik. 5.3.1. Pengembangan informasi melalui media cetak berupa : a. Buletin Info Teknologi Pertanian Buletin Info teknologi Pertanian diproduksi sebanyak 400 eksemplar, berisikan berbagai macam informasi tentang ternak sapi yang diharapkan dapat berguna atau dimanfaatkan oleh pengguna untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan mereka. Bulletin ini terbagi atas beberapa rubrik, seperti; teknologi, budidaya, hama dan penyakit, serta rubrik-rubrik lainnya yang mendukung pembangunan pertanian di Aceh. b. Leflet Serambi Pertanian Seperti halnya Buletin Info Teknologi Pertanian, media cetak Leflet Serambi Pertanian juga berisikan informasi yang dibutuhkan oleh pengguna. Akan tetapi isi dari liptan Serambi Pertanian lebih praktis yang diharapkan dapat di jadikan acuan atau referensi pengguna untuk teknologi yang diinformasikan. Produksi media cetak Leaflet Serambi Pertanian Tahun 2014 terbit sebanyak 4 judul yaitu; i) Pengendalian tikus sawah, ii) Pengairan berselang padi sawah, iii) Basmi gulma padi dengan gasrok/landak, iv) Kakao untuk pakan sapi, masingmasing berjumlah 500 lembar (timbal balik). c. Poster Media cetak poster yang diproduksi mengusung tema “Sukseskan program swasembada daging sapi dan kerbau 2014”. Untuk menarik minat pengguna membaca dan mempelajari materi poster yang ditampilkan, maka poster tersebut dikombinasikan dengan kalender. Poster yang diproduksi berjumlah 400 eksemplar. 5.3.2. Pengembangan informasi melalui media elektronik berupa : 1. VCD/DVD dengan judul “Model Kawasan Rumah Pangan Lestari Kabupaten Bireuen”. 2. Talkshow melalui TV Lokal Aceh (Aceh TIVI) Aceh Produser Kedelai BPTP Aceh Kembangkan Melon Irigasi tetes teknologi terbaru BPTP Aceh Kunjungan kerja Kepala Badan Litbang Pertanian Teknologi Pertanian Tepat Guna Spesifik Lokasi Aceh 5.3.3. Pendistribusian Media Media cetak Leaflet Serambi Pertanian, Buletin Info Teknologi Pertanian dan poster, disebarluaskan kepada pengguna yang membutuhkan. Sasaran utama pendistribusian adalah Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura dan Badan Ketahanan Pangan dan penyuluhan mulai dari propinsi sampai ke kabupaten. Khusus media yang didistribusikan kepada dinas/instansi terkait di kabupaten diharapkan dapat diteruskan kepada pengguna selanjutnya baik penyuluh maupun petani. Media yang masih tersisa akan terus disebarkan kepada pengguna lain yang membutuhkan, baik dari dinas/instansi, kelompok tani, BPP, mahasiswa, LSM maupun perorangan. Disamping iitu seperti biasanya media yang diproduksi dalam Kegiatan Pengembangan Informasi Pertanian juga didistribusikan pada saat pameran pembangunan berlangsung.
73
5.4. Perpustakaan Perpustakaan BPTP Aceh merupakan salah satu implementasi dari tupoksi BPTP Aceh sebagai pelayanan teknologi dan penyebarluasan hasil penelitian/pengkajian, perpustakaan ini bertujuan menyediakan bahan informasi bagi peneliti, penyuluh dan pengguna lainnya berupa bahan tercetak maupun elektronik untuk membantu kelancaran tugas lembaga. Sumberdaya manusia sebanyak dua orang. Jumlah sumberdaya manusia berdasarkan pendidikan dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Sumberdaya Manusia di Perpustakaan BPTP Aceh Tahun 2014. Nama Petugas
L/P
1. Mardhiah, Amd 2. Suriyani Novita
P P
Pendidikan D3 SMA
Perpustakaan Biologi
Mulai Tugas 1985 2002
Th Pensiun Des 2021 Nov 2034
Tenaga yang menangani perpustakaan BPTP Aceh pada tahun 2014 berdasarkan dengan jumlah ,bidang tugas dan tupoksi dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Rincian Tugas Anggota Perpustakaan Tahun 2014. No
Nama
1
Mardiah, Amd NIP: 19651231 199103 2 003
2
Suriyani Novita NIP: 19781108 200812 2 001
Bidang Tugas Pelayanan
Database
Tupoksi - Mengkoordinir kegiatan Perpustakaan - Sirkulasi koleksi - Melayani Peminjaman buku/publikasi - Membantu entri database - Membuat penomoran buku - menjaga kerapian buku - Inputing data - Pelayanan - Sirkulasi - Administrasi perpustakaan - Melaksanakan entri database
Keterangan Pelatihan
Pelatihan
Dalam menyediakan bahan informasi bagi peneliti, penyuluh dan pengguna lainnya berbagai infrastruktur dilengkapi di perpustakaan Aceh. Uraian peralatan perpustakaan Aceh dapat dilihat pada Tabel 20.
74
Tabel 20. Infrastruktur Perpustakaan BPTP Aceh Tahun 2014. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Uraian Peralatan AC Komputer lengkap + CD/RW Lemari penitipan barang pengunjung Lemari koleksi Publikasi Baru Lemari Arsip Locker (15-20 ruang) Meja Komputer Meja resepsionis Meja baca (1,40 x 0,70 cm) Printer Rak koleksi buku & majalah Rak Katalog Server Scanner Televisi 21 inci Provider
Lama 2 buah 5 set 1 buah
Baru -
Jumlah 2 buah 5 set, 1 buah
2 buah 4 buah 2 buah 4 buah 1 buah 10 buah 1 unit 16 buah 1 buah 1unit 2 unit 1 buah Donya Net
-
2 buah 4 buah 2 buah 4 buah 1 buah 10 buah 1 set 16 buah 1 buah 1 unit 2 unit 1 buah 1 unit
Tabel 21. Perkembangan Database Digital Tahun 2014. No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Jenis Database Buku Database Majalah Database IPTAN Database PPTAN (teknologi tepat guna) Database KPTAN (paket komoditas) Database Foto Databse EJR (Artikel luar negeri) VCD/ DVD
Jumlah record 1.793 881 -
Keterangan Judul Abstrak
Koleksi Perpustakaan
Jumlah koleksi yang sudah di entry sampai 23 November 2014 sebanyak 1.345 exp meliputi buku, prosiding dan buletin dan IPTAN. Mulai bulan Januari – Juni 2012 jumlah koleksi perpustakaan BPTP Aceh bertambah 368 exp terdiri dari buletin, jurnal, warta, paket informasi, laporan teknis dan publikasi BPTP Aceh. Hingga akhir tahun 2014 jumlah publikasi ada 6.771 exp yang terdiri dari teks book 3.513 exp, berkala ilmiah 1.567 exp dan publikasi lainnya 1.631 exp. Dalam tahun 2014 terdapat penambahan koleksi buku dari dana APBN sebanyak 140 eksemplar yang terdiri dari 125 judul. Ditambah dengan koleksi publikasi dari lembagalembaga lingkup litbang pertanian mulai tanggal 1 Januari s/d Desember 2014 sebanyak 497 eksemplar yang terdiri dari Buletin, Warta, Jurnal, Majalah Ilmiah, Laporan Teknis, Prosiding, Leaflet dan Publikasi BPTP Aceh.
75
Tabel 22. Jumlah Pengguna Perpustakaan Dalam Tahun 2014. Pengun jung Dosen Mahasiswa Pelajar Swasta Umum Peneliti Penyuluh Pustakawn Litkayasa Petugas Dinas Dosen Petani Total
Jan 3 100 1 1 2 7 4 0 0 0 0 3 1 116
Feb 1 50 1 3 5 0 2 0 0 0 3 1 0 64
Mar 0 74 1 2 8 3 1 0 0 0 0 0 0 89
Apr 1 56 0 0 6 5 4 0 0 0 0 1 0 71
Mei 2 42 0 0 3 3 13 0 0 0 2 2 0 63
Bulan dalam Tahun Jun Jul Agts 0 0 2 48 42 29 3 6 2 0 1 0 4 4 1 6 6 4 12 6 3 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 2 0 0 0 75 59 41
Jlm Sep 0 28 0 0 3 7 1 0 0 0 0 0 0 39
Okt 1 41 2 1 1 5 7 0 0 0 1 1 0 59
Nop 3 100 1 1 2 7 4 0 0 0 0 3 0 103
Des 2 150 0 1 3 6 4 0 0 0 0 1 1 166
Rerata
15 760 17 10 42 59 61 2 0 0 8 14 2 990
Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah : komputer pengolahan/entry data pustaka (4 unit) tidak lagi terkoneksi dengan komputer server pustaka. Permasalahan terletak pada aplikasi Core FTP. Operator maupun staf perpustakaan yang ada saat ini kurang memahami cara mengoperasikan aplikasi Core FTP tersebut, selain itu aplikasi WINISIS tidak dapat dioperasionalkan karena tidak adanya koneksi tersebut, ditambah dengan terkuncinya program WINISIS oleh password yang hingga saat ini belum dapat dibuka walaupun sudah ada pembinaan dari pustaka Bogor pada tanggal 20-22 November 2014 dikarenakan team yang datang dari pustaka Bogor juga tidak mengerti dengan jaringan yang ada di BPTP Aceh , sehingga data yang kami entri selama ini tidak bisa di baca di server pustaka bogor. Kami sangat mengharapkan ada penambahan SDM TI di perpustakaan demi kelancaran operasional di perpustakaan . 5.5. Jaringan Informasi Salah satu jaringan informasi yang ada di BPTP Aceh sejak 1998 adalah Internet. Email resmi yang dimiliki ada dua, yaitu
[email protected] dan
[email protected]. Selain itu BPTP Aceh sejak Agustus 2007 telah membuat website atau homepage khusus yakni www.nad.litbang.deptan.go.id. Untuk mengupdate homepage tersebut telah ditunjuk tim redaksi terdiri peneliti, penyuluh dan teknisi. Dua orang staf BPTP Aceh telah mengikuti workshop optimalisasi peran pustakawan dan pengelola perpustakaan dalam rangka mendukung penelitian dan pengembangan pertanian di Bogor periode Juni 2014 dan dua orang telah mengikuti training situs web di Bogor pada tahun 2014. Meskipun belum sempurna, namun website tersebut sudah memiliki rubrikasi seperti Struktur Organisasi BPTP Aceh, SDM, Hasil-hasil penelitian, Primatani, Profil, News dan lain-lain. Dengan demikian, website ini diharapkan menjadi media tercepat dalam mendiseminasikan hasil kegiatan dan pengkajian kepada khalayak melalui jaringan internet. 5.6. Laboratorium Laboratorium kimia tanah merupakan unit pelayanan dari BPTP Aceh, berfungsi untuk melayani permintaan analisis dari para peneliti lingkup sendiri maupun dari luar seperti perguruan tinggi, perusahaan swasta dan instansi pemerintah lainnnya. Keberadaannya juga untuk mendukung usaha pertanian dari para pengusaha pertanian besar maupun petani kecil.
76
1 63 1 1 4 5 5 0 0 0 1 1 0 83
Laboratorium kimia tanah merupakan salah satu sarana pendukung penelitian dasar dan terapan, melayani permintaan analisis tanah, air dan pupuk organik. Analisis tanah yang dapat dilayani oleh BPTP NAD berupa: Penetapan kadar air Penetapan pH H2O dan CaCl2 Penetapan salinitas tanah (ECe) dengan EC meter dan ECa (dengan EM-38) Penetapan salinitas air (ECw) Penetapan Nitrogen cara penyulingan titrimetri dan kalorimetri Penetapan P & K potensial (ekstrak HCl 25 %) kalorimetri Penetapan C-Organik Penetapan Al-dd Analisa N, P dan K dengan Paddy Soil Test Kit Penetapan tekstur tiga fraksi Sedangkan analisis air yang dapat dilakukan baru mencakup penghitungan pH dan EC. Analisis pupuk organik: pH, N total, C-organik, C/N, P tersedia dan K & P total. Laboratorium kimia tanah BPTP Aceh dikelola oleh satu orang staf. Laboratorium kimia tanah BPTP Aceh didukung oleh beberapa instrumen seperti timbangan analitik, Spectrophotometer, Flamephotometer, Water Destilation Unit, Mikro Kjeldalh dan EM-38. Berikut ini adalah alur/tahapan pelayan analisis kimia tanah di BPTP Aceh.
77
Pelanggan (Bawa sampel)
Hasil analisis
Pelayanan jasa Pengisian blanko regestrasi
Selesai Terima di laboratorium
Pengolahan sampel
Analisis Test/Uji Sample Test 1
Test 2
Check mutu
Pengesahan hasil
Hasil analisis Gambar 61. Alur Pelayanan Analisi Kimia Tanah di BPTP Aceh.
78
VI. PENUTUP Secara organisasi, struktur organisasi dan personalia BPTP Aceh sesuai dengan Surat Keputusan No. No.02/OT.130/I.12.1/01/18 tanggal 2 Januari 2014 berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No.16/Permentan/OT.140/3/2006, Sumberdaya manusia yang dimiliki BPTP berjumlah 101 orang. Pada TA. 2014, BPTP Aceh melaksanakan kegiatan Pengkajian yang dilaksanakan 11 kegiatan, sedangkan kegiatan diseminasi dan pendampingan 15 kegiatan yang tersebar di 21 kabupaten dan kota di Provinsi Aceh. TA. 2014 BPTP Aceh memperoleh dana APBN sebesar Rp 14.468.873.000,- dengan realisasi penggunaan anggaran sebesar Rp. 13.931.125.759,- (99,60%). Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) target sebesar Rp. 358.511.439,- realisasi melebihi target Rp 258.361.439,-. Sampai dengan tahun 2014, sarana dan prasarana berupa tanah, bangunan gedung, rumah dinas, kendaraan dinas dan peralatan yang tersebar di 3 (tiga) lokasi, yaitu Kantor BPTP Aceh di Banda Aceh, Kebun Percobaan Paya Gajah Peureulak, Kabupaten Aceh Timur dan Kebun Percobaan Gayo Pondok Gajah Kabupaten Bener Meriah sedangkan Kerjasama magang mahasiswa sebanyak 40 orang yang berasal dari Universitas Syiah Kuala, Malikulsaleh, Kabupaten Aceh dan Universitas Al-Muslim, Bireuen. Untuk kegiatan diseminasi yang dilakukan untuk menyebarluaskan teknologi pertanian kepada pengguna melalui berbagai kegiatan, media elektronik dan media cetak, sedangkan perpustakaan dan laboratorium sebagai fasilitas untuk staf BPTP Aceh dan pihak lain yang memerlukan.
79