23
TANTANGAN ANTARA PELESTARIAN DAN PERUBAHAN FUNGSI RUANG TRADISIONAL AKIBAT PENGARUH KEGIATAN INDUSTRI RUMAH TANGGA Studi Kasus: Rumah Tinggal Tradisional Kudus
Ir. Riandy Tarigan, MT Program Studi Arsitektur Fakultas Arsitektur dan Desain Universitas Katolik Soegijapranata
[email protected]
ABSTRACT The development of small industry, commercial and households activities is very rapidly as the community's efforts in meeting the needs of life. Traditional house is a house with hereditary tradition, but on the other hand as a thriving home-productive economic activity. This development is an important issue in the order of the traditional architectural space relating to the use and image of traditionality. The growth of industrial activity in the a traditional house will change the function of the room to match the needs of the activities of the industry. The purpose of this study is to assess the change in perceptions of occupants to the functionality of a traditional house and how to anticipate the functionality of traditional into the spatial change as a result of growing industrial activity.The research method is descriptive-qualitative method by conducting in-depth interviews to the inmates of a traditional home. The analysis was done by comparing with the map changes the current function space with a sense of space tradsioan past. From this analysis will be set where space that have the nature and status of traditional fixed spatial patterns and that has changed. in general, the findings of this research are spatial traditionally been relatively unchanged. Changes to the function spaces occur in pawon and jogo satru. while the function of senthong, gedhongan, jogan and bathrooms are relatively fixed. A fundamental change is the addition of new buildings around traditional buildings and the addition of a bathroom in a a traditional house. Keywords: change, traditional spatial, industrial dan commercial activities, Kudus.
ABSTRAK Perkembangan kegiatan industri kecil dan rumah tangga serta kegiatan perdagangan sangat pesat sebagai upaya masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup. Rumah tradisional merupakan rumah dengan tradisi yang turun temurun, namun di sisi lain rumah berkembang sebagai kegiatan ekonomi-produktif. Perkembangan ini merupakan isu penting dalam tatanan ruang arsitektur tradisional yang berkaitan dengan guna dan citra tradisional. Bertumbuhnya kegiatan industri di dalam rumah tradisional akan terjadi perubahan fungsi ruang untuk menyesuaikan kebutuhan terhadap kegiatan industri tersebut. Tujuan penelitian ini untuk mengkaji perubahan cara pandang penghuni terhadap makna fungsi rumah tradisional dan bagaimana penghuni mengantisipasi makna fungsi tradisional tersebut ke dalam perubahan tata ruang sebagai akibat dari tumbuhnya kegiatan industri. Metode penelitian adalah metode deskriptif-kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam terhadap penghuni rumah tradisional. Analisa dilakukan dengan membandingkan melalui peta perubahan fungsi ruang saat ini dengan makna ruang tradsioan masa lalu. Dari analisa ini akan ditetapkan mana ruang yang mempunyai sifat dan kedudukan pola ruang tradisional yang tetap dan yang telah berubah. secara umum, temuan dari penelitian ini adalah tata ruang tradisional relatif tidak berubah. Perubahan terhadap fungsi ruang terjadi di pawon dan jogo satru. sedangkan fungsi dari senthong, gedhongan, jogan dan kamar mandi relatif tetap. Perubahan mendasar adalah penambahan bangunan baru di sekitar bangunan tradisional dan penambahan kamar mandi ke dalam rumah tradisional. Kata kunci: perubahan, ruang tradisional, kegiatan industri dan perdagangan, Kota Kudus. TERAKREDITASI : 2/E/KPT/2015 ISSN cetak 1410-6094 | ISSN online 2460-6367
Tesa Arsitektur Volume 14 | Nomor 1 | 2016
24
PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan budaya arsitektur juga telah terjadi dalam prosesnya. Budaya arsitektural di Jawa nampaknya masuk dalam budaya transisional. Menurut Prof. Dr. Sjafri Sairin (2002, 172), masyarakat Indonesia, khususnya Jawa, telah mengalami keadaan yang ambigu, yaitu antara “mengejar dan melestarikan”. Mengejar dalam arti mencapai modernitas, sedangkan melestarikan adalah masih memelihara budaya lama. Aspek perubahan budaya khususnya dalam dunia arsitektur sangat kuat terekspresikan di dalam huniannya, karena hunian atau rumah merupakan pengejawantahan paling dekat dengan kebudayaan manusia. Rapoport (1979, 2) mengatakan bahwa rumah merupakan bentuk kebudayaan yang paling dasar yang dimiliki oleh manusia. Dari hunian tersebut, budaya muncul. Dalam rumah tinggal, manusia pertama kali tumbuh untuk memahami nilai hubungan antar manusia dan spasialitas terhadap huniannya sebelum memahami spasialitas dan hubungan antar manusia di luar rumah. Ketika penghuni mengalami posisi transisi antara kebudayaan aslinya dengan kebudayaan baru yang masuk maka secara signifikan akan berpengaruh pula terhadap sistem yang terbentuk ke dalam rumah dan pekarangannya. Kurangnya modal usaha industri secara langsung menghambat dalam mencari tempat untuk melakukan kegiatan industri. Pelaku industri kecil menggunakan rumah tinggal sebagai tempat untuk melakukan usaha industri. Sesuai dengan yang telah diutarakan di atas, bahwa perkembangan kebutuhan terhadap ekonomi keluarga sangat tinggi untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Berbagai usaha masyarakat dalam hal memenuhi kebutuhan telah merubah rumah sebagai tempat tinggal menjadi tempat berusaha. Melihat fenomena saat ini memperlihatkan bahwa terjadi transformasi pandangan masyarakat terhadap rumah yang sebelumnya sebagai tempat tinggal yang bersifat spiritual berkembang dan berubah menjadi tempat tinggal yang bersifat ekonomis-produktif. Eksistensi rumah tinggal tradisional yang menjadi bagian dalam perkembangan budaya masyarakat mendapat tantangan terhadap aktivitas yang bersfiat produktif-ekonomis. Seberapa jauh transformasi tersebut terhadap perubahan TERAKREDITASI : 2/E/KPT/2015 ISSN cetak 1410-6094 | ISSN online 2460-6367
ruang rumah tinggal tradisional tersebut menjadi persoalan yang penting untuk dikaji. Bagaimana pandangan masyarakat terhadap sistem simbol rumah tradisional yang dikaitkan dengan nilai pragmatis-ekonomis yang muncul akibat dari pemenuhan kebutuhan hidup menjadi hal yang penting untuk dikaji lebih mendalam. Bagaimana perubahan pandangan masyarakat tersebut berpengaruh ke dalam pola susunan ruang tradisional dan membentuk pola baru dengan pemahaman baru yang dikembangkan oleh masyarakat. METODE Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif melalui indepth interview kepada pemilik rumah tradisional atau yang menempati rumah tersebut. Pertanyaan meliputi: perkembangan kegiatan dan jenis industri, penataan kegiatan industri didalam bangunan dan pengaruh perubahan fungsi (kegunaan) terhadap ruang tradisional. Analisis dilakukan terhadap rumah yang telah berkembang dari rumah tradisional dan pengaruh kegiatan industri terhadap segala hal perubahan fungsi ruang yang terkait dengan struktur rumah tradisional Kudus. Secara skematik dapat dilihat di bawah ini. Kegiatan industri dan perdagangan
Adaptasi terhadap perkembangan kebutuhan ekonomi
Ruang tradisional
Perubahan makna fungsi pada ruang tradisional
Gambar 1: Diagram Analisis Rumah Tradisional Kudus (Sumber: Penulis, 2015)
KAJIAN TEORI Budaya yang dimaksud adalah hasil karya cipta manusia seperti agama (mitos), ilmu pengetahuan/teknologi dan bahasa. (Cassirer, 1990) sebagai fungsi budaya, rumah sangat erat dengan persepsi indisvidu/penghuni dan publik/masyarakat. Rumah merupakan pengejawantahan dari cara pandang individu dengan kesepakatan tradisi. Religi/mitos mempunyai pengaruh Tesa Arsitektur Volume 14 | Nomor 1 | 2016
25
dominan terhadap penyusunan ruang dan bentuk bangunan. Pengaruh mitos sangat terlihat pada pola susunan ruang yang terkait perletakan ruang yang bersifat suci maupun profan. Secara umum, mwnurut Priyotomo dalam (Santosa, 2000, hal. 15) karakteristik tata ruang ruang tradisional bersifat sentripetal yang mempunyai “pusat” dan “tepi” untuk membedakan antara suci dan profan. Demikian juga, hubungan ruang tidak dibentuk secara fungsional melainkan hubungan yang bersifat hirarkial dan struktural dalam keluarga. Orientasi dan letak ruang dalam rumah tradisional dipengaruhi oleh gambaran tertentu dalam “baik dan buruknya” berdasarkan mitos tertentu. Setiap orientasi dan tata letak ruang pada rumah tradisional berbeda satu dengan lainnya tergantung kepercayaan yang dianut. Menurut Rapoport dalam Snyder (1994), rumah sebagai fungsi sosial merupakan perwujudan dari tingkat status sosial didalam masyarakat. Perbedaan status sosial ini biasanya terwujud dalam tatanan bentuk dan ruang arsitektur. Prinsip “berbeda” dan “pembedaan” merupakan prinsip paling inti didalam konsep susunan ruang dan bentuk arsitektur yang memperlihatkan perbedaan status sosialnya. Ruang berdasarkan pada kaidah industri adalah (1) input berupa barang mentah dan berbagai bahan pendukung lainnya, (2) proses berupa proses pengolahan dari barang mentah dan bahan pendukung lainnya dengan menggunakan alat tertentu menjadi barang setengah jadi dan barang jadi, (3) output berupa barang yang dihasilkan. Prinsip tersebut membutuhkan proses yang menerus dari satu tahap ke tahap lain yang menekankan pada efektivitas sistem pengolahan (hubungan barang dan manusia) sehingga menghasilkan efisiensi tertentu. Rumah bukan hanya sebagai bagian dari konsumsi, rumah dapat menjadi fungsi produksi sebagaimana dikatakan oleh Laquian dalam Kellet at.all (2000). Strassman (1987) mendefinisikan rumah berbasis usaha sebagai usaha yang dilakukan oleh keluarga
TERAKREDITASI : 2/E/KPT/2015 ISSN cetak 1410-6094 | ISSN online 2460-6367
didalam rumah. Hal ini memperlihatkan hubungan antara produksi yang terkait dengan ekonomi dengan aspek sosial didalam rumah tangga tersebut. Sedangkan Finmark Trust (2006) rumah berbasis usaha mempunyai tiga tipe yaitu : service oriented (salon, bengkel, tukang cukur rambut dll), retail-oriented (warung kelontong, dll) dan production-oriented (bengkel las, warung makan, produk sepatu, garmen dll). Rumah bukan hanya sebagai bagian dari konsumsi, rumah dapat menjadi fungsi produksi sebagaimana dikatakan oleh Laquian dalam Kellet at.all (2000). Mengacu pada Lipton dalam Kellet dan Tipple (2000) rumah tinggal industrial selalu dilakukan oleh pemilik rumah dengan karakteristik sebagai berikut: 1. Keluarga/penghuni merupakan pengontrol utama dari kegiatan industri (aset dan pekerja) sehingga kegiatan ini merupakan perusahaan keluarga; 2. Sebagian besar dari aset tanah, modal dan pekerja digunakan untuk usaha tersebut; Ketersediaan pekerja dilakukan oleh keluarga tersebut dalam hal ini sering pekerja merupakan saudara atau dari satu kampung sekitarnya. Berdasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Wibisono (2013), penambahan ruang untuk kegiatan industri melalui 4 cara yaitu : (1) Penambahan di bagian belakang rumah; (2) Penambahan di bagian depan rumah; (3) Penambahan di bagian samping rumah; (4) Penambahan di lantai dasar, lantai atas untuk rumah. Menurut (Mutifianti, Ririn Dina; Esti Poedjioetami, 2011), dalam penelitiannya, masuknya kegiatan industri dalam rumah mengakibatkan terjadinya paradigma dan konsep dalam memandang hakikat dan fungsi rumah. Sedangkan menurut Mulyadi (2003), perubahan fisik ruang meliputi perubahan permanen dan non permanen. Perubahan permanen pada umumnya terjadi akibat perubahan fungsi ruang yang sebelumnya fungsi teras menjadi fungsi warung atau fungsi ruang keluarga menjadi pusat aktivitas usaha. Tesa Arsitektur Volume 14 | Nomor 1 | 2016
26
Rumah Tradisional Kudus Tata Ruang Tradisional Kudus Dilihat dari massa bangunan, seperti bangunan rumah tradisional Jawa, rumah tinggal tradisional Kudus juga merupakan bangunan tunggal, melainkan bangunan dengan beberapa massa yang terpisah. Massa bangunan terdiri dari bangunan utama, bangunan penunjang dan halaman terbuka. Secara umum, orientasi rumah tinggal tradisional Kudus menghadap ke selatan. Sedangkan bangunan penunjang seperti : kamar mandi menghadap ke timur dan terletak di bagian selatan dari bangunan utama. Bangunan penunjang terletak terpisah dari bangunan utama. Massa bangunan utama terdiri dari : Dalem, Jogosatru dan Pawon. Dalem terdiri dari 3 jenis ruang yaitu : Senthong kiwo/tengen, Gedongan, Jogan. Fungsi Senthong adalah untuk ruang tidur orang tua dan anak. Fungsi Gedhongan adalah untuk menyimpan benda berharga dan bersemedi. Sedangkan Jogan adalah untuk tempat kumpul keluarga secara formal. Dalem merupakan ruang yang bersifat pusat/sentral yang diungkapkan melalui adanya 4 sokoguru (tiang/kolom) dan lantai ditinggikan dari lantai ruang lainnya. Jogosatru merupakan ruang untuk menerima tamu. Ruang ini mempunyai peran penting yang terkait dengan hubungan dengan masyarakat lain khususnya kalangan pengusaha. Untuk itu, Jogosatru merupakan perwujudan status sosial dan ekonomi penghuni didalam masyarakat yang diungkapkan melalui ornamen pada ‘gebyok’. Pawon tidak hanya berarti sebagai dapur, melainkan tempat untuk tempat berkumpul keluarga yang dapat diartikan sebagai ruang keluarga. Apabila diamati sistem pembagian ruang di rumah tradisional Kudus, dapat dibagi 4 katagori : privat-formal, semi publik-formal, semi publik-non formal dan servis. Privatformal diwakili oleh Dalem, semi publik-formal diwakili oleh Jogo Satru, semi publik-non formal diwakili oleh Pawon dan servis diwakili oleh MCK.
TERAKREDITASI : 2/E/KPT/2015 ISSN cetak 1410-6094 | ISSN online 2460-6367
Keterkaitan Dengan Budaya Menurut Agung Budi Sarjono, (2011) rumah tradisional Kudus berbeda dengan rumah tradisional Jawa khususnya diwilayah Negarigung (wilayah kraton Surakarta dan Yogyakarta). Pada dasarnya sifat masyarakat pesisir adalah egaliter yaitu berkembang karena kemampuan berdagang dan swasta, sehingga pengaruh tata ruang sangat dipengaruhi oleh pandangan tersebut yang berbeda dengan pandangan masyarakat di wilayah pedalaman/negarigung. Hal ini terlihat dari tata ruang, yaitu meskipun secara umum tata ruang tradisional Kudus hampir sama dengan rumah tradisional Jawa bagian negarigung. Di kawasan negarigung masih memperlihatkan adanya hirarki dan tata urutan dalam menerima tamu yang diperlihatkan pada adanya pendopo, pringgitan dan dalem. Pendopo merupakan area pertemuan yang sifatnya terbuka dan formal. Sedangkan pringgitan merupakan penerimaan tamu yang telah akrab dan tidak formal. Pendopo merupakan tempat untuk menerima tamu yang secara hirarki berada di bawah dari penghuni. Hal ini disebabkan kedudukan penghuni sebagai pangeran atau pejabat kerajaan. Sikap dan sifat masyarakat pesisir yang lebih egaliter, karena perkembangan kerajaan tidak sekuat dan sedalam pengaruhnya terhadap apabila dibanding wilayah di nagarigung. Selain itu kondisi pesisir yang lebih dinamis dibandingkan wilayah agraris seperti di kawasan nagarigung memperlihatkan masyarakat di pesisir lebih menekankan kebudayaan yang terbuka dan apa adanya. Masyarakat Pesisir mepunyai karakter egaliter, terbuka dan lugas (Thohir, 2006 dalam Agung, 2011). Karena tidak ada “pusat” kebudayaan maka sifat dan pandangan hidup masyarakat pesisir bersifat egaliter atau tidak membedabedakan berdasarkan derajat manusia. Masyarakat pesisir menganggap bahwa derajat manusia adalah sama, sehingga kunjungan seseorang merupakan kunjungan yang bersifat sederajat. Dalam hal ini maka untuk memberikan kesan kesamaan derajat
Tesa Arsitektur Volume 14 | Nomor 1 | 2016
27
maka Pendopo disederhanakan menjadi ruang tamu atau jogosatru yang lebih ramah. GAMBARAN UMUM PROYEK PENELITIAN Kajian terhadap rumah dilakukan terhadap 4 rumah tradisional Kudus yaitu : 1) rumah ibu Yuli Astuti, 2) rumah Mas Cholid Isnawan, 3) rumah Pak Munawir dan 4) rumah Pak Faklich. Rumah ibu Yuli Astuti terletak di Desa Karangmalang dengan fungsi sebagai fungsi hunian dan industri batik. Industri batik tersebut dilaksanakan dari desain di atas kertas hingga penjemuran batik, selanjutnya batik dibuat pakaian dan di display di ruang display. Proses pembuatan pakaian tidak dilakukan di rumah ini. Rumah Mas Cholid Isnawan berada di Desa Langgar Dalam. Rumah ini berfungsi sebagai hunian dan industri konveksi (pembuatan pakaian dalam jumlah besar). Kegiatan industri konveksi dilakukan dari pembelian kain, pemotongan pola pakaian, penjahitan, bordir, obras, setrika, dan pengepakan. Selain sebagai tempat untuk kegiatan industri, rumah ini juga difungsikan sebagai warung makanan kecil khususnya untuk anak-anak sekolah SMP yang berada disamping rumah. Rumah Pak Munawir berada di Desa Kauman termasuk berada di kawasan Mesjid Menara Kudus. Rumah Bapak Munawir merupakan rumah hunian dan menjadi rumah yang terdapat industri konveksi khusus untuk pakaian muslim untuk anak-anak. Proses produksi sama dengan kegiatan pembuatan konveksi di rumah Mas Cholid Isnawan. Pak Falich berada di Desa Kauman termasuk didalam kawasan Mesjid Menara Kudus. Berbeda dengan kondisi rumah lainnya, rumah Bapak Falich merupakan rumah yang terdapat kegiatan perdagangan yaitu warung kelontong dan makanan kecil. Rumah Ibu Yuli Astuti Rumah Ibu Yuli Astuti merupakan rumah warisan yang dibangun oleh kakeknya. Tata ruang rumah tersebut sama dengan tata ruang tradisional dengan beberapa perubahan, yaitu perubahan pada orientasi senthong dan menghilangkan ruang Gedongan. Orientasi senthong tidak ke arah selatan melainkan mengarah ke ruang tengah sebagai ruang keluarga atau Jogan. Dalem terjadi penembusan sirkulasi dari Jogosatru ke Dapur dengan melewati Dalem. Di bagian atas Dalem dibuat loteng untuk
TERAKREDITASI : 2/E/KPT/2015 ISSN cetak 1410-6094 | ISSN online 2460-6367
penyimpanan beras yang pada saat itu kesulitan untuk mendapatkan beras.
Gambar 2: Denah Rumah Ibu Yuli Astuti (Sumber: Penulis, 2015)
Pembangunan rumah tinggal ibu Yuli dilakukan secara bertahap. Setelah Dalem dan Jogosatru, maka dibangun ruang Pawon dengan berbagai fungsi. Fungsi pawon tersebut antara lain untuk ruang makan, ruang sholat dan ruang penyimpanan stok kain untuk batik. Dengan berkembangnya industri batik maka jogosatru dikembangkan baik dimensi maupun fungsinya. Jogosatru dilebarkan sehingga menembus pawon. Fungsi jogosatru ditambah sebagai ruang displai dan penjualan batik. Pada bagian depan dan samping dikembangkan fungsi untuk mengakomodasi kegiatan industri batik seperti : ruang celup, ruang batik cap, ruang colet dan gambar dan ruang jemur. Upaya pelestarian baik guna dan citra tidak banyak terjadi di rumah ini. Pelestarian hanya terlihat pada upaya untuk mempertahankan struktur ruang secara umum yaitu : jogosatru dan dalem, meskipun terjadi perubahan orientasi senthong. Perubahan yang terjadi pada rumah tinggal ini dimaknai sebagai berikut: 1. Perubahan orientasi ruang tidak mengarah kiblat selatan melainkan orientasi ke dalam ruang keluarga. 2. Terjadinya perubahan fungsi jogosatru yaitu sebagai ruang tamu dan ruang display pakaian batik. 3. Perubahan terjadi pada tata letak KM/WC yang diletakan di belakang dan di Tesa Arsitektur Volume 14 | Nomor 1 | 2016
28
samping rumah. Secara tradisional, KM/WC terletak di depan. 4. Soko guru sudah tidak terlihat lagi sebagai penanda pada Dalem. 5. Dalem yang menembus ruang dapur yang berada di belakang. 6. Ketinggian lantai antara teras dengan dalem yang hampir rata, tidak terjadi perbedaan ketinggian yang signifikan. 7. Bentuk pekarangan yang berbeda dengan pekarangan rumah tradisional. Akses ke rumah masuk dari pintu yang terletak di depan. Berbeda dengan ruang tradisional lainnya yang masuk dari samping. Hal ini disebabkan kondisi lahan yang tidak berada di lingkungan tradisional seperti di kawasan mesjid menara. Perubahan dimensi jogosatru yang lebih menjorok ke sampung. Sehingga garis dinding jogosatru dengan dalem tidak dalam satu garis. Rumah Mas Cholid Isnawan Rumah tinggal Mas Cholid Isnawan merupakan rumah tinggal tradisional yang berkembang kegiatannya yaitu kegiatan industri konveksi. Dengan adanya perkembangannya tersebut maka secara langsung terjadi perubahan fungsi masingmasing ruang tersebut.
Gambar 3: Denah Rumah Mas Cholid Isnawan (Sumber: Penulis, 2015)
1. Perubahan fungsi jogosatru menjadi ruang kegiatan akhir dari konveksi (setrika, melipat pakaian dan membungkus pakaian). 2. Perubahan fungsi pawon yang menjadi ruang tamu dan warung selain ruang keluarga, dapur dan ruang tidur. 3. Perubahan pada dalem yang terjadi di area jogan telah berubah menjadi tempat penyimpanan sementara pakaian serta ruang untuk menonton televisi. 4. Gedongan telah berubah menjadi ruang tidur yang sebelumnya merupakan tempat suci untuk bersemedi atau bersembahyang. 5. Perubahan pada level lantai Dalem yang disamakan dengan lantai di jogosatru yang berakibat pada terputusnya hubungan antara jogosatru dengan dalem. Perubahan tidak hanya pada ketinggian lantai melainkan perubahan jenis lantai yang sebelumnya adalah dari kayu dirubah menjadi lantai ubin. 6. Untuk kegiatan memotong, menjahit, mengobras serta membordir menggunakan ruang tambahan baru berupa perluasan ruang jogosatru serta membangun bangunan baru di halaman depan. 7. Adanya penambahan akses dari pintu belakang untuk kegiatan usaha jasa warung makan. 8. Perubahan fungsi pawon yang sebelumnya merupakan kegiatan privatnon formal menjadi kegiatan campuran privat formal dan non formal. Hal ini terjadi karena adanya ruang untuk kegiatan menerima tamu yang sebelumnya terdapat di jogosatru. 9. Mengembangkan kegiatan memasak secara permanen dalam pawon serta menambahkan fungsi untuk cuci baik cuci baju maupun cuci peralatan dapur. 10. Perubahan karakter Dalem menjadi lebih terbuka dan mempunyai kedudukan yang sama dengan ruang lainnya dengan memperlihatkan level lantai yang sama. Faktor upaya pelestariannya terdapat antara lain: 1. Mempertahankan struktur ruang berdasarkan struktur ruang tradisional. 2. Mempertahankan letak kamar mandi dan sumur yang terletak di depan halaman.
Dari penelitian yang dilakukan terlihat adaptasi perubahan dan pelestarian yang terjadi yaitu: TERAKREDITASI : 2/E/KPT/2015 ISSN cetak 1410-6094 | ISSN online 2460-6367
Tesa Arsitektur Volume 14 | Nomor 1 | 2016
29
Rumah Bapak Munawir Rumah Bapak Munawir merupakan rumah tinggal dengan kegiatan industri konveksi pakaian muslim untuk anak-anak. Usaha ini telah dilakukan secara turun temurun. Dengan adanya kegiatan industri tersebut terjadi perubahan secara fungsi yaitu: 1. Perubahan pawon menjadi tempat proses terakhir dari kegiatan industri konveksi yaitu: setrika, melipat pakaian dan pengepakan pakaian. 2. Jogosatru menjadi ruang tamu yang bercampur dengan ruang keluarga dan tempat untuk meletakkan gulungan kain. 3. Menambah fungsi ruang tidur di area pawon. 4. Menambah bangunan tambahan di halaman depan untuk kegiatan menjahit dan membordir. Upaya untuk melestarikan rumah tradisional tersebut terlihat pada: 1. Mempertahankan struktur ruang tradisional. 2. Mempertahankan fungsi dan kualitas ruang Dalem dengan menekankan aspek formalitas dan privasi kepada senthong, gedongan dan jogan dengan memperlihatkan ketertutupan pada ruang tersebut. 3. Mempertahankan sumur dan kamar mandi berada di depan dengan tidak menambah kamar mandi di bangunan utama.
Gambar 4: Denah Rumah Bapak Munawir (Sumber: Penulis, 2015)
Rumah Bapak Faklich Rumah Bapak Faklich merupakan rumah dengan fungsi perdagangan yaitu berupa
TERAKREDITASI : 2/E/KPT/2015 ISSN cetak 1410-6094 | ISSN online 2460-6367
warung makanan kecil dan ATK bagi anak sekolah. Perkembangan rumah tersebut telah terjadi perubahan sesuai dengan tuntutan perkembangan kebutuhan bagi keluarga dan usaya perdagangannya tersebut.
Gambar 5: Denah Rumah Bapak Faklich (Sumber: Penulis, 2015)
Perubahan ruang terjadi pada: 1. Fungsi pawon yang menjadi warung makanan kecil dan ATK. Sehingga pawon menjadi ruang untuk umum (publik) dengan akses dari belakang. 2. Adanya penambahan kamar mandi didalam pawon. 3. Fungsi jogosatru tidak hanya sebagai penerima tamu melainkan berfungsi sebagai ruang keluarga (ruang nonton televisi). 4. Penambahan bangunan untuk ruang makan dan dapur yang berhimpitan dengan jogosatru dan sumur dengan tujuan untuk meningkatkan privasi terhadap kamar mandi. 5. Perubahan dinding yang sebelumnya adalah kayu diganti dengan dinding batu bata untuk kebutuhan ekonomi keluarga. Upaya yang dipertahankan diperlihatkan pada: 1. Struktur ruang tradisional yang masih tetap. 2. Fungsi jogosatru yang sebagian tetap menjadi ruang tamu. 3. Kamar mandi tidak mengalami perubahan lokasi.
Tesa Arsitektur Volume 14 | Nomor 1 | 2016
30
TINJAUAN TRADISIONALITAS RUANG MELALUI ASPEK KEMANFAATAN RUANG
utama baik di belakang maupun berada di area pawon.
Hirarki Ruang 1. Adanya perubahan hirarki terhadap Dalem yang secara tradisional mempunyai hirarki tinggi (menjadi pusat) dengan adanya Gedongan, maka perkembangan fungsi ruang selanutnya, Dalem saat ini berfungsi sebagai ruang tidur (pragmatis) meskipun adanya upaya untuk tetap memberikan ketertutupan pada Dalem tersebut. 2. Hirarki ruang Dalem diperlihatkan pada perubahan perletakan ruang sholat/spiritual, maka kualitas hirarki Dalem cenderung menurun karena perpindahan gedongan sebagai tempat semedi ke luar dari Dalem. Namun ada beberapa masih tetap mempertahankan letak ruang sholat berada di Dalem. 3. Penurunan hirarki di Dalem diperlihatkan pula adanya kesejajaran terhadap level lantai Jogosatru dengan lantai Dalem. Kondisi ini terlihat di rumah Mas Cholid Isnawan. 4. Upaya mempertahankan hirarki Dalem diperlihatkan adanya upaya untuk menjaga ruang tersebut sebagai ruang formal dan privat melalui kualitas ketertutupan ruang terlihat di rumah pak Munawir dan P Falich. 5. Hirarki ke dua diperlihatkan pada ruang tamu yang masih menggunakan Jogo satru sebagai kegiatan menerima tamu, meskipun ada tumbuh embrio adanya pemindahan lokasi ruang tamu ke area Pawon. Penggunaan ruang tamu di Jogosatru diperlihatkan di rumah ibu Yuli Astuti, Pak Munawir dan Pak Falich.
Aksesibilitas Ruang 1. Ditinjau dari struktur sirkulasi, perkembangan alat transportasi menjadi pemicu adanya kesempatan untuk membuka akses ke halaman, apabila memungkinkan dibukanya akses ke halaman 2. Sistem sirkulasi pada dalem, masih memperlihatkan sirkulasi linier sejajar dengan kedudukan senthong, kecuali di rumah Ibu Yuli Astuti sudah ada perubahan dan perkembangan orientasi ruang tidur yang berbeda dengan lainnya. 3. Teras merupakan bagian penting sebagai jalur sirkulasi yang membagi fungsi rumah tinggal dan produksi.
Zonasi Ruang 1. Zonasi ruang privat masih memanfaatkan Dalem dengan penambahan fungsi ruang privat ke arah Pawon. 2. Zona untuk ruang spiritual (ruang sholat) mengalami pemindahan lokasi yaitu ke arah area pawon dan bangunan baru yang dikhususkan untuk fasilitasi pekerja. 3. Zona servis seperti dapur, kamar mandi sangat tergantung dari kondisi kegiatan industri. Tata letak kamar mandi sebagian masih menggunakan kamar mandi luar, namun sebagian telah mengembangkan kamar mandi berada didalam bangunan
TERAKREDITASI : 2/E/KPT/2015 ISSN cetak 1410-6094 | ISSN online 2460-6367
Perubahan Fungsi Ruang 1. Perubahan fungsi ruang menjadi ruang produktif cenderung terjadi di Jogo satru dan Pawon, tidak berada di Dalem. 2. Melihat pola yang terbentuk terhadap pembagian peruntukan ruang, terlihat adanya pembagian peruntukan (fungsi) antara rumah sebagai hunian dengan rumah sebagai industri. Adanya kecenderungan untuk memisahkan menjadi bangunan tambahan yang berbeda. 3. Melihat dari perubahan ruang yang terjadi terlihat adanya pemanfaatan fungsi industri pada rumah tradisional di area jogo satru dan pawon. 4. Adanya penambahan fungsi baru untuk kegiatan industri, khususnya KM/WC yang terpisah dari KM/WC sebelumnya. 5. Pada kasus tertentu, infiltrasi kegiatan industri telah masuk ke dalam Dalem sebagai tempat penyimpanan produk pakaian. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah: 1. Kecenderungan penghuni lebih bersifat pragmatis dalam mengembangkan ruang tradisional menjadi ruang yang bersifat produktif. 2. Secara umum penghuni masih menghargai senthong dengan digunakannya untuk kegiatan Tesa Arsitektur Volume 14 | Nomor 1 | 2016
31
istirahat/tidur saja dan masih menjaga nilai privasi yang tinggi. 3. Adanya tingkat perubahan ruang dari rendah ke tinggi. Hal ini tergantung dari kondisi karakteristik penghuni dan perkembangan kegiatan industri tersebut. 4. Adanya kecenderungan perubahan pawon dan jogo satru dikembangkan menjadi bagian dari kegiatan industri. 5. Adanya kecenderungan terjadinya pengembangan jogo satru sebagai ruang tamu sekaligus sebagai ruang keluarga. Ruang keluarga tersebut sebagai perpindahan pawon sebagai kegiatan industri. 6. Secara fungsional, ruang tradisional telah berubah fungsi sesuai dengan peningkatan kebutuhan kegiatan industri. Saran Saran bagi penelitian ini adalah: 1. Perlunya kajian rumah tinggal tradisional lain untuk dapat menghasilkan gambaran mendalam terhadap fenomena perubahan ruang tradisional yang diakibatkan adanya infiltrasi kegiatan industri ke dalam rumah. 2. Perlunya mendalam tentang perubahan tradisionalitas berdasarkan aspek pemaknaan dan simbol ruang tradisional, sehingga dapat diketahui rumah tradisional tersebut dipahami oleh penghuni sebagai bentuk fisik dan atau non fisik. DAFTAR PUSTAKA Anderson, ROG Benedict. 1969. Mythology and Tolerance of the Javanese, New York : Cornell University diambil dari Djoko Soekiman, (2000), Kebudayaan Indis dan Gaya Hidup Masyarakat Pendukungnya Di Jawa (abad xviii – medio abad xx), Yogyakarta : Yayasan Bentang Indonesia. Agung Budi Sarjono, (10-8-2015), Tata Ruang Rumah Tradisional Kudus, core.ac.uk/download/pdf/11703063.pdf. Cassirer, E. (1990). Manusia dan Kebudayaan : Sebuah Esei tentang Manusia. (A. Nugroho, Penerj.) Jakarta: PT. Gramedia. Kellet, Peter, A.G. Tipple. (2000). The Home as workplace: a Study of Income Generating Activities within the domestic setting. Environment and Urbanization, Vol. 12 No 1 April 2000. IV-12
TERAKREDITASI : 2/E/KPT/2015 ISSN cetak 1410-6094 | ISSN online 2460-6367
Lombart, Denys. 2000. Nusa Jawa : Di Persimpangan Budaya Jilid 1 (terjemahan). Jakarta: PT. Gramedia. Mulyadi, Lulu. (2003). Jurnal Iptek. Vol. 4 No. 2. Agustus 2003. ISSN 0854-588X. Hal 113-256 Mutfianti, RD dan Esty P. (2011). Perubahan Tata Ruang Rumah Tinggal akibat Kegiatan Industri Logam di Desa Ngingas dan Kureksari, Sidoarjo. Jurnal Tesa Arsitektur, Vol. 9 No. 1. Juni 2011. ISSN 1410-6094. hal 1-60. Rapopport, Amos. 1979. Cultural Origins of Architecture dalam James C. Snyder dan Anthony J.Catanese (ed.). Introduction to Architecture. New York: McGraw-Hill Book Company. Sairin, Prof. Dr. Sjafri. 2002. Perubahan Sosial Masyarakat Indonesia: Perspektif Antropologi. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar. Snyder, J.C.; Anthony J. C. (1994). Pengantar Arsitektur. (H. Sangkoyo, Penerj.) Jakarta: Erlangga. Thohir, 2006 dalam Agung, (2011), Arsitektur Dalam Perubahan Kebudayaan, http://dtap.undip.ac.id/index.php/Artikel/ars itektur-dalam-perubahan-kebudayaanstudi-kasus-arsitektur-rumah-tradisionalkudus.html Thohir, Mudjahirin, 2006, Orang Islam Jawa Pesisiran, Semarang : Fasindo. Wibisono, I. (2013). Tingkat dan Jenis Perubahan Fisik Ruang Dalam Pada Rumah Produktif (UBR) Perajin Tempe Kampung Sanan, Malang. Jurnal RUAS, 75-88.
Tesa Arsitektur Volume 14 | Nomor 1 | 2016