TEMU ILMIAH IPLBI 2016
Pendekatan Intertekstual dalam Membaca Perubahan Makna Ruang Publik dan Privat Tradisional Akibat Perkembangan Kegiatan Industri di dalamnya Studi kasus : Rumah tradisional di Kabupaten Kudus Riandy Tarigan Laboratorium Permukiman dan Perkotaan, Program Studi Arsitektur, Fakultas Arsitketur dan Desain, Universitas Katolik Soegijapranata.
Abstrak Tulisan ini merupakan kajian metodologis terhadap pengaruh masuknya kegiatan industri dalam rumah tradisional. Masuknya kegiatan industri yang membawa tradisi yang berbeda dengan cara pandang penghuni dan tata atur rumah tradisional yang berdampak terjadi pertemuan budaya. Pengaruh tersebut berupa perubahan baik yang bersifat fisik maupun non fisik. Pertemuan budaya tersebut terdiri dari pengaruh faktor budaya eksternal dan budaya internal. Pertemuan tersebut menghasilkan sedimentasi budaya yang tidak terstruktur dan kompleks. Kompleksitas tersebut diakibatkan oleh aspek keluarga dan pekerja yang mempunyai cara pandang yang berbeda-beda. Kajian ini bertujuan untuk memahami pendekatan terhadap perubahan makna ruang publik dan privat pada rumah tradisional. Pendekatan yang dilakukan untuk dapat membaca fenomena di atas adalah pendekatan postrukturalis dengan metodologi intertekstual. Temuan dalam pembahasan ini adalah setiap pertemuan budaya melahirkan wujud budaya baru yang terwujud dalam bentuk fisik dan non fisik secara kompleks. Kausalitas antar obyek tidak lagi bersifat sederhana dengan bi polar opposition. Untuk itu dibutuhkan pendekatan yang disebut dengan intertekstual. Kata kunci : pertemuan budaya, ruang privat dan ruang publik, ruang tradisional, intertekstual
Pengantar Masyarakat tradisional Jawa merupakan sebagian besar masyarakatnya masih memegang prinsip pandangan hidup dan hubungan antar makhluk hidup yang semuanya diatur dalam nilai-nilai yang dilakukan secara turun temurun. Pandangan tersebut diwujudkan dalam polapola yang disusun melalui ritual-ritual tertentu dalam tatanan ruang dan bentuk rumah. Rumah merupakan perwujudan dari alam sebagai tempat berlindung tersebut dipenuhi oleh ritual berdasarkan waktu dan tempat. Ritual terhadap waktu diwujudkan ke dalam kapan rumah tersebut dibangun. Ritual yang terkait dengan tempat diwujudkan dalam pola tata ruang, orientasi, dan zonasinya. Rumah tinggal mewakili huhungan dengan alam gaib, benda-
benda ritual dan hubungan dengan masyarakat sekitarnya. Perkembangan global, kondisi pendapatan keluarga dan perkembangan kebutuhan ekonomi menuntut mata pencaharian baru. Fenomena perkembangan kegiatan usaha di dalam rumah tinggal diperlihatkan pada masuknya pekerja di dalam rumah yang sebelumnya dilakukan oleh keluarga mengakibatkan adanya perubahan di dalam penggunaan ruang yang sebelumnya adalah ranah domestik dan privasi menjadi ranah publik. Masuknya pekerja tersebut membawa budaya, perilaku sosial dan cara pandang yang berbeda dengan cara pandang penghuni yang dapat mempengaruhi makna ruang tradisional, khususnya yang terjadi pada hubungan ruang privat dan publik di dalam rumah tinggalnya. Pertemuan antara penghuni dan masyarakat dengan pekerja yang diakibatkan Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 | I 189
Pendekatan Intertekstual dalam Membaca Perubahan Makna Ruang Publik dan Privat Tradisional Akibat Perkembangan Kegiatan Industri di dalamnya
perubahan kegiatan tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan makna ruang tradisional yang majemuk dan kompleks. Sifat majemuk diakibatkan oleh keberagaman dari penghuni dan masyarakatnya yang dipengaruhi oleh berbagai latar belakang pengetahuan, budaya dan gaya hidup. Latar belakang pengetahuan, budaya dan gaya hidup akan berpengaruh terhadap cara pandang terhadap ruang arsitekturalnya. Kemajemukan dan kompleksitas budaya dalam menentukan makna tersebut diperlukan penelitian yang mendalam. Penelitian yang dilakukan dalam konteks budaya menjadi penting ketika penelitian tidak hanya dilakukan baik kuantitatif maupun kualittatif melainkan membutuhkan hakekat penelitian agar kebenaran dapat dicapai. Permasalahan dalam penulisan ini adalah terjadinya kompleksitas dalam proses pemaknaan ruang tradisional yang disebabkan oleh keberadaan dan keragaman setiap entitas dalam rumah tangga dapat berkontribusi dalam perubahan makna ruang tradisional dan bagaimana cara membaca fenomena agar dalam penelitian dapat dilakukan secara tepat. Sedangkan tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui pendekatan penelitian yang tepat sesuai dengan fenomena yang terjadi. Metode Penulisan makalah ini bukan merupakan penelitian lapangan. Makalah ini merupakan mengkaji tentang metodologi cara membaca suatu fenomena yang sedang terjadi. Cara pembacaan berpengaruh terhadap metodologi penelitian. Dalam arti penelitian ini masih bersifat studi literatur dengan kasus yang terjadi dilapangan. Metode yang dilakukan adalah dengan metode diskriptif-analitis dengan menggunakan metode kualitatif. Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode primer dan sekunder. Metode primer menggunakan teknik wawancara mendalam dan pemetaan untuk mendapatkan gejala pemanfaatan bangunan tersebut. I 190 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016
Metode Analisis Data Metode analisis data menggunakan menguraikan data di lapangan sebagai bagian untuk memahami gejala tersebut. Selanjutnya gejala tersebut diuraikan yang terkait dengan pemaknaan. Selanjutnya bagaimana pembacaan makna tersebut melalui gejala yang ada. Sehingga dapat ditemukan metodologi yang tepat dalam penelitian yang akan dilakukan.
Gambaran Kegiatan Perubahan Ruang Untuk Kegiatan Industri Kondisi Penghuni Secara umum, penghuni pada setiap rumah tinggal yang menjadi obyek penelitian adalah terdiri dari orang tua, anak, mantu dan cucu. Dengan demikian, rumah tinggal tersebut merupakan tempat tinggal dari beberapa keturunan yang berkumpul menjadi satu. Di dalam rumah tinggal tersebut yang telah berkembang menjadi tempat/fungsi usaha terdapat beberapa pekerja yang bekerja dari pagi sampai dengan sore hari. Kegiatan Usaha yang Berkembang di dalam Rumah Tinggal Kegiatan usaha yang dikembangkan di dalam rumah tersebut adalah kegiatan usaha perdagangan dan industri. Kegiatan perdagangan merupakan kegiatan toko kelontong. Sedangkan kegiatan industri merupakan kegiatan industri garmen (pembuatan baju) yang dijual keluar kota. Perubahan Makna Ruang Perubahan ruang yang terjadi adalah perubahan fungsi dan perubahan ruang. Perubahan fungsi terjadi di seluruh ruang inti dengan uraian sebagai berikut :
1. Pawon Pada obyek I, pawon berubah fungsi sebagai dapur, ruang keluarga dan ruang tamu. Se-
Riandy Tarigan
dangkan pada pada obyek II, pawon berubah sebagai kegiatan industri garmen yang berfungsi sebagai fungsi setrika, pengepakan dan jahit bordir. Pada obyek III, pawon berubah fungsi sebagai toko. 2. Joglo satru Pada obyek I, joglo satru berubah fungsi sebagai tempat penyetrikan dan pengepakan baju yang sudah selesai dan siap didistribusikan. Pada obyek II, joglo satru digunakan untuk penyimpanan bahan kain dan untuk ruang tamu. Pada obyek III, joglo satru tetap berfungsi sebagai ruang tamu meskipun elemen dinding telah berubah menjadi dinding bata. 3. Ndalem (Senthong dan jogan) Pada obyek I, ndalem (senthong dan jogan) selain digunakan sebagai kegiatan tidur. Ndalem digunakan sebagai ruang tempat menonton tv juga sebagai tempat penyimpanan baju yang sudah dibungkus. Sedangkan pada obyek II, ndalem tersebut masih difungsikan dengan fungsi semula yaitu sebagai tempat tidur. Hal tersebut juga terjadi pada obyek III. 4. Ruang penunjang kerja Ruang kerja penunjang khususnya untuk kegiatan industri terjadi penambahan bangunan baru di sekitar halaman. Ini terjadi pada obyek I dan II, sedangkan obyek III penambahan ruang dilakukan untuk kegiatan hunian. 5. Ruang penunjang hunian Ruang penunjang hunian seperti kamar mandi secara umum masih difungsikan meskipun kamar mandi tersebut berada terpisah dengan bangunan utama. Dari kondisi ke tiga obyek studi maka dapat diperlihatkan bahwa telah terjadi perubahanperubahan baik perubahan tersebut merupakan perubahan fungsi tanpa dilakukan perubahan fisik ruang maupun perubahan dengan melakukan penambahan ruang/-bangunan baru. Perubahan tersebut dibutuhkan suatu keputusan-keputusan yang
menyangkut peran masing-masing penghuni dan atau pekerja. Keputusan tersebut dilaksanakan dengan berbagai konflik atau benturan-benturan terkait dengan keberadaan ruang tersebut. kebaradaan ruang tersebut tentu juga dipengaruhi oleh kondisi dari pelaku, pemilik usaha dll.
Tradisionalitas dan Industrialitas dalam Pemaknaan Ruang Karakteristik Penghuni dan Aktivitasnya 1. Idealisme versus Pragmatisme Penghuni merupakan kelompok masyarakat yang mempunyai pandangan yang sama dalam memahami makna hidup. Masyarakat ini masih mengakui dan mempercayai pandangan tradisi yang terkait dengan hubungan antara manusia, alam dan “yang Di Atas” secara spiritual yang diturunkan dari generasi ke generasi dengan melakukan berbagai ritual. Ritualitas tersebut dikembangkan melalui karya baik karya pengetahuan, teknologi, seni, karya pembentukan bangunan maupun karya pembentukan lingkungan melalui berbagai makna dan simbol. Pada masyarakat industrial, konsep ritual tidak diwujudkan dalam kesehariannya. Pandangan masyarakat industrialis lebih bersifat pragmatis dengan pemenuhan kebutuhan jasmani yang bersifat fungsional. 2. Aktivitas pekerjaan Masyarakat tradisional lahir dari tata cara beraktivitas sebagai masyarakat agraris, yaitu bertani, berladang, beternak dan atau mencari ikan yang selalu mengandalkan alam sebagai pembentuk kegiatan bertanam dan panen. Masyarakat agraris mempunyai hubungan yang kuat terhadap alam, oleh karena itu kepercayaan terhadap alam dalam hal ini pandangan mitos masih mempunyai pengaruh yang kuat terhadap alam pemikiran masyarakat tersebut. Masyarakat agraris memandang alam sebagai penentu dalam melakukan aktivitasnya seperti membuka lahan, membangun rumah, kelahiran, perkawinan dan kematian. Oleh karena itu dibutuhkan ritualitas baik waktu, tempat, orientasi dan tata cara sebagai bentuk upaya Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 | I 191
Pendekatan Intertekstual dalam Membaca Perubahan Makna Ruang Publik dan Privat Tradisional Akibat Perkembangan Kegiatan Industri di dalamnya
penyelamatan diri terhadap alam tersebut. Cara pandangan atau pola pikir tersebut berpengaruh terhadap tatanan rumah dan lingkungannya melalui tata letak, batas yang diungkapan melalui makna dan simbol. Penggunaan teknologi dan mekanisasi pekerjaan di masyarakat industri berpengaruh terhadap cara berpikir masyarakat industrial. Masyarakat industrial menekankan kepada nilai efisien dan efektif didalam menyelesaikan pekerjaan. Efisiensi dan efektivitas dipengaruhi oleh pendekatan investasi dan pengaturan waktu kerja dengan menekankan penghematan pengeluaran untuk mencapai keuntungan yang sebesarbesarnya. 3. Gaya hidup Masyarakat tradisional-agraris mempunyai gaya hidup sederhana dengan menjalankan kehidupan kegiatannya sehari-hari dilakukan secara bersama-sama. Berbeda dengan masyarakat industri yang mempunyai gaya hidup beragam. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan pengetahuan yang didapat. Makna Ruang Tradisional yang Majemuk Dan Kompleks Makna ruang antara pandangan tradisional dengan modern mempunyai perbedaan hakiki. Ruang tradisional memaknai ruang publik privat pada tataran hirarkinya. Pada umumnya ruang tradisional meletakkan ruang publik berada pada zona yang bersifat profan. Mengkaji perubahan fungsi dan bentuk ruang pada bab di atas memperlihatkan terjadi usaha-usaha untuk mengubah ruang tradisional sesuai dengan perkembangan kebutuhannya. Pertemuan budaya antara budaya industri yang berkembang dalam masyarakat dengan upaya mempertahankan ruang tradisionalitas mengakibatkan munculnya ambiguitas dalam menentukan makna ruang yang diharapkan sebagai bagian alat komunikasi. Ambiguitas tersebut terjadi dalam menentukan sikap apakah mengikuti budaya industri atau mempertahankan budaya tradisional. Ambiguitas dipengaruhi oleh pertemuan antara aktivitas I 192 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016
domestik dan aktivitas industri yang lebih mengarah kepada aktivitas publik. Ambiguitas juga muncul akibat dari keberagaman individu dan komunal dalam masyarakat tersebut. Masing-masing pelaku mempunyai peran dalam menghasilkan produksi makna-makna tersebut. peran keberagaman indisvidu dan masyarakat dapat berbenturan dengan peran lainnya yang berpengaruh dalam menentukan makna-makna. Ruang yang dibentuk sebagai perwujudan akan mengalami pergeseran, penambahan atau pengurangan makna dari makna tradisional ke makna industrial. Ambiguitas tersebut menjadi kajian dalam pemahaman terhadap makna-makna yang diproduksi sebagai alat komunikasi dalam budaya sehingga budaya dapat menjadi pengikat bersama. Persoalan muncul apabila dalam suatu obyek terjadi budaya yang heterogen. Kondisi individu, keluarga dan masyarakat dalam rumah dan permukiman tradisional saat ini berbeda dengan lingkungan masa lalu yang masyarakatnya masih mempunyai sistem kepercayaan yang sama. Saat ini, dengan adanya perkembangan teknologi, pengetahuan dan pendidikan, secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap penghuni dan masyarakatnya. Perkembangan tersebut tidak sama antara satu individu dengan individu lainnya. perkembangan yang bersifat heterogen mengakibatkan peran tersebut dapat menjadi saling bersenyawa membentuk aglomerasi, saling berhimpitan (hibrid) dan juga dapat menjadi kontradiktif (penolakan) yang mengakibatkan terjadi multi kultur dalam suatu kawasan permukiman tradisional. Di satu sisi, masyarakat mempertahankan tradisi, namun disisi lain memperlihatkan tuntutan terhadap kebutuhan masa kini dan masa datang sehingga perilaku dan pandangan tersebut menimbulkan pertemuan budaya yang spesifik, majemuk dan kompleks.
Riandy Tarigan
Gambar 1. Perkembangan Diagram Amos Rapoport dalam Kemajemukan dan Kompleks ditinjau dari peran masing-masing individu Kemajemukan dan kompleksitas ditimbulkan oleh adanya aspek sinkronik dan diakronik dalam suatu proses perubahan. Proses peru-bahan diperlukan proses yang terkait dengan waktu. Proses perubahan tidak terjadi secara linier, melainkan berbentuk siklik. setiap tahap sinkronik terjadi diakronik dalam peristiwa ter-tentu yang mampu memberikan dorongan dalam membentuk pemaknaan ruang yang baru sesuai dengan proses sinkroniknya. Hubungan peran dalam proses diakronik ber-jalan secara acak, sementara dan berpindah-pindah antara satu entitas dengan entitias lainnya. Hubungan antar entitas tersebut dapat terjadi melalui mekanisme dominatif, adaptif, maupun hibrid. Hubungan relasional tersebut bagian dari proses dalam membentuk pemak-naan baru yang terdapat pada ruang tradisional dalam rumah tinggal tradisional. Ruang privat dan publik dan ruang transisinya menjadi isu sentral dalam melihat fenomena hubungan antara penghuni, masyarakat dan pekerja dalam mewujudkan pemaknaan baru yang terkait dengan perkembangan aktivitas di dalam permukiman tradisional. Hubungan pelaku/entitas dalam dilihat pada diagram di bawah ini.
Kompleksitas dalam membaca pemaknaan ini terjadi karena perubahan selalu terkait dengan waktu, sehingga dalam memahami perubahan tidak hanya dipahami melalui aspek diakronik melainkan perlu dipahami melalui sinkroniknya. Skema di bawah terlihat bahwa masing-masing pelaku mempunyai peran dalam setiap perubahan makna di dalam ruang tradisional. Kondisi pengaruh yang terjadi dapat disederhanakan, karena dalam praktek di lapangan belum dapat dikenali siapa yang mempengaruhi siapa dalam menentukan makna ruang tersebut. Budaya eksternal adalah budaya luar yang mempengaruhi kondisi ruang publik dan privat. Budaya eksternal terdiri dari perkembangan teknologi, pendidikan, informasi. Budaya internal adalah budaya yang berkembang dari dalam dan mempengaruhi perubahan makna ruang publik dan privat. Budaya ini terdiri dari gaya hidup, cara pandang penghuni/masyarakat. Skema di atas dapat diperlihatkan pada skema di bawah ini.
Gambar 3. Skema hubungan antara budaya internal dan budaya eksternal
Memahami Budaya Tradisional Jawa Oleh karena itu, memahami fenomena budaya yang tumbuh di dalam rumah Jawa sebagai tempat kerja menggunakan pendekatan yaitu : Kekuasaan (power)
Gambar 2. Diagram Hubungan Pelaku dengan Pelaku lainnya dalam makna ruang tradisional
Dalam penyusunan makna ruang didalam rumah tidak hanya faktor pandangan hidup budaya Jawa yang berperan. Banyak faktor seperti pengetahuan atau kekuasaan. Hubungan antara budaya tersebut juga dikendalikan oleh kekuasaan tertentu. Menurut Foucault dalam Alexander Aur (Sutrisno & Putranto, 2005:151159) kekuasaan merupakan dimensi hidup sosial Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 | I 193
Pendekatan Intertekstual dalam Membaca Perubahan Makna Ruang Publik dan Privat Tradisional Akibat Perkembangan Kegiatan Industri di dalamnya
yang fundamental. Dibalik seluruh simbol dan makna terdapat kekuasaan yang mengaturnya, sehingga hubungan budaya tidak terjadi secara alamiah atau natural melainkan suatu usaha dari budaya tersebut. Menurut Foucault, kekuasaan bukan merupakan milik melainkan strategi. Masa monarki, kekuasaan dilakukan dengan ketaatan kepada tata cara (ritual) dan kepemilian, sedangkan saat ini kekuasaan sama dengan pengetahuan. Pengatahuan tidak berdiri sendiri melainkan terdapat dimana-mana. Ketika ada susunan, aturan dan sistem regulasi, maka disitulah kekuasaan itu ada. Kekuasaan membutuhkan pengetahuan dan pengetahuan membutuhkan kekuasaan. Kekuasaan yang dimaksud adalah bukan berbentuk penindasan, penjajahan atau kolonialisasi. Kekuasaan berkembang melalui normalisasi dan regulasi. Da-am ranah rumah industri, makna ruang tidak hanya terjadi dari satu pengetahuan/budaya melainkan dari berbagai budaya yang me-bentuk relasi-relasi yang dipenuhi oleh kekuasaan tadi. Susunan ruang di rumah industri merupakan perwujudan dari relasi budaya tradisional-modern, relasi mitis-logos, relasi agraris-industri dan relasi ndoro-wong cilik. Dari interface budaya tersebut terjadi relasi yang saling berpengaruh dan interdependensi. Pluralitas/Keberagaman/Kemajemukan Memahami budaya pada rumah ini tidak hanya pada teks-teksnya melainkan juga pada proses pembentukan teks tersebut, perubahan pada teks serta jalinan yang terkait. Dalam hal ini, pembentukan budaya tidak bersifat fiks. Kondisi budaya yang tercipta merupakan budaya yang penuh dialektika dan bersifat amorf. Dengan dialektika tersebut maka yang dibaca adalah interface dari kebudayaan tersebut yang sebelumnya sudah dibahas. Pendekatan pluralitas terhadap rumah industri menjadi bermakna karena tidak ada budaya yang tunggal didalamnya, budaya didalam rumah tersebut merupakan bentuk budaya yang majemuk dan non linier. Sehingga tidak yang pertama dan yang terakhir. Budaya bersifat majemuk merupakan antar budaya yang saling mengisi yang pada akhirnya membentuk makna. I 194 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016
Keberagaman memperlihatkan adanya tegangan dengan kekuataan kapitalisme di bidang ekonomi dan informasi melalui budaya lokalitas. Keberagaman memberi kesempatan kepada budaya-budaya lokal untuk tampil dan menyelesaikan persoalan tersendiri daripada menggunakan ilmu pengetahuan dan ekonomi Barat. Makna Tersembunyi Dengan adanya kemajemukan budaya pada rumah industri tersebut, maka dapat terjadi bahwa hubungan antar budaya sifatnya acak dan tidak terkonstruksi sesuai dengan pola-pola tertentu. Dengan kata lain, hubungan antar budaya akibat keberagaman tadi tidak dalam ruang yang kosong dan diam, melainkan berada pada ruang yang berisi dan dan bergerak. Sehingga untuk menentukan makna sangat berbeda dengan apa yang dilakukan oleh strukturalisme. Membaca makna dengan kondisi “kacau” memerlukan kehati-hatian, karena belum tentu simbol yang terungkap dalam ruang merupakan makna yang sejatinya. Makna dalam kondisi ini bersifat interpretatif. Oleh karena itu, membaca makna dilakukan dengan mendalam. Bagi Derrida dalam Aloysius Baha Lajar (Su-trisno & Putranto, 2005:168170), memahami makna yang sama dengan memahami bahasa yang mempunyai arti, namun arti tersebut dikembangkan menjadi arti yang “indikatif” bukan “ekspresif”. Arti indikatif adalah arti yang tidak mempunyai maksud pribadi dan hanya menunjuk (pada) sesuatu. Logika kehadiran juga menggunakan konsep perbedaan (diffe-rence) yang dicetuskan pertama kali oleh Ferdinand de Saussure tokoh strukturalis. Selan-jutnya kata tersebut diubah menjadi différance. Dalam hal ini, teks menurut Derrida merupakan teks yang terbuka yaitu mempunyai makna yang berubah-ubah, sehingga tidak ada penafsiran yang definitif, makna dalam hal ini tidak dapat diartikan universal, tunggal dan a historis.
Riandy Tarigan
Membaca Perubahan Makna Paradigma Paradigma adalah sistem anggapan dasar yaitu pandangan dunia yang mengarahkan peneliti dalam menentukan metodologi dan kerangka ontologisnya. Paradigma didasarkan atas pembagian kelompok besar ilmu pengetahuan yaitu nomothesis dan ideografis. Paradigma muncul ketika suatu ilmu pengetahuan atau metodologi dalam menemukan kebenaran sudah tidak mampu mengetahui kebenaran secara sebenarbenarnya. Demikian juga, terjadi persoalan terhadap ilmu pengetahuan yang bersifat positivisme yang ternyata tidak mampu memahami kebenaran yang terjadi pada persoalan yang bersifat kesejarahan dan kemanusiaan. Sejarah dan ilmu humaniora tidak dapat dilakukan pendekatan positivisme karena sejarah dan humaniora merupakan kebenaran yang kompleks yang tidak dapat direduksikan seperti yang dilakukan oleh positivisme. Pandangan tersebut telah dikemukakan oleh filsuf Jerman yaitu Dilthey (1883) yang membedakan antaran model ilmu alam (sebabakibat) dengan ilmu sejarah (pemahaman makna). Sedangkan Windelband dalam dunia ilmu pengetahuan terhadap 2 kelompok besar yaitu : pertama adalah kelompok ilmu-ilmu alam (naturwissenschaften) yaitu yang juga disebut sebagai ilmu pengetahuan nomothesis dan kelompok ilmu-ilmu alamiah, naturalistik (geisteswissens-chaften) sebagai ilmu ideografis hal yang membedakan antara ilmu alam dan ilmu alamiah adalah pada obyeknya. Yang membedakan adalah yang pertama penelitian dilakukan kepada ‘benda” obyeknya, sedangkan ke dua penelitian dilakukan kepada “makna dibalik benda” obyeknya. Perbedaan keduanya terletak pada karakteristiknya yaitu apabila obyek penelitian tersebut dilakukan pada benda, maka dapat dilakukan pada tempat yang artifisial (lingkungan benda yang dapat diwakili). Sedangkan apabila obyek penelitian merupakan bagian dari sifat benda tersebut maka lingkungan obyek tidak dapat
diwakilkan karena sifat benda dapat dipengaruhi oleh lingkungannya. Pendekatan Post Strukturalisme Pendekatan yang dilakukan oleh strukturalisme menunjukkan kelemahan ketika pengamatan teks tersebut menunjukkan kemajemukan yang tidak dapat diterapkan berdasar pada oposisi biner. Karena teks tersebut tidak hanya pada tingkatan oposisi melainkan adaptif, hibrid dan dominatif yang keseluruhan teks yang terjadi pada rumah tinggal tradisional dengan kegiatan industri menjadi hablur dan tidak jelas maknamakna yang muncul karena terjadi tumpang tindih antara makna satu dengan yang lain. Selain itu, ada makna yang menghilang akibat adanya kekuasaan yang mampu menghadirkan makna. Pada kondisi ini, kekuasaanpun tidak dapat bersifat absolut, kekuasaan mempunyai sifat kesementaraan. Sebagai contoh : dalam bidang tertentu istri terlihat berada di posisi dikuasai oleh suami ketika berada di bidang kekuangan, namun istri menjadi dominan ketika dalam mengatur ruang dan rumahnya. Pendekatan yang dilakukan dalam membaca makna ruang tradisional ini ada 2 yaitu : membaca berdasar makna yang majemuk dan membaca makna dari aspek kekuasaan (narasi selalu disusun oleh pengarangnya). Pendekatan Intertekstual Pendekatan intertekstual pertama digagas oleh pemikiran Mikhail Bakhtin, seorang filsuf Rusia yang berminat pada sastra. Menurut Bakhtin, pendekatan intertekstual menekankan pengertian bahwa sebuah teks sastra dipandang sebagai tulisan sisipan atau cangkokan pada kerangka teks-teks sastra lain, seperti tradisi, jenis sastra, parodi, acuan atau kutipan (Noor, 2007: 4-5). Sedangkan istilah intertekstual secara umum adalah sebagai hubungan suatu teks dengan teks lain. Intertekstual dikembangkan oleh Julia Kristeva (Worton, 1990:1). Menurut Kristeva (1980:66), tiap teks merupakan sebuah mozaik kutipan-kutipan, tiap teks merupakan penyerapan dan perubahan dari teks-teks lain. Kristeva berpendapat bahwa setiap teks terjalin dari kutipan, peresapan, dan Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 | I 195
Pendekatan Intertekstual dalam Membaca Perubahan Makna Ruang Publik dan Privat Tradisional Akibat Perkembangan Kegiatan Industri di dalamnya
perubahan teks-teks lain. Oleh karena itu, suatu teks baru bermakna penuh dalam hubungannya dengan teks-teks lain (Teeuw, 1983:65). Sewaktu pengarang menulis, pengarang akan mengambil komponen-komponen teks yang lain sebagai bahan dasar untuk penciptaan karyanya. Semua itu disusun dan diberi warna dengan penyesuaian, dan jika perlu mungkin ditambah supaya menjadi sebuah karya yang utuh. Untuk lebih menegaskan pendapat itu, Kristeva mengajukan dua alasan. Pertama, pengarang adalah seorang pembaca teks sebelum menulis teks. Proses penulisan karya oleh seorang pengarang tidak bisa dihindarkan dari berbagai jenis rujukan, kutipan, dan pengaruh. Kedua, sebuah teks tersedia hanya melalui proses pembacaan. Kemungkinan adanya penerimaan atau penentangan terletak pada pengarang melalui proses pembacaan (reading) (Worton, 1990: 1). Intertekstual menurut Kristeva mempunyai kaidah tersendiri, antara lain: (1) dalam interteks menyadari bahwa hakikat sebuah teks di dalamnya terdapat berbagai keberagaman teks. (2) interteks menganalisis sebuah karya itu berdasarkan aspek yang mengatur karya tersebut, yaitu unsur-unsur struktur seperti tema, plot, watak, dan bahasa, serta unsur-unsur di luar struktur seperti unsur sejarah, budaya, agama yang menjadi bagian dari komposisi teks. (3) interteks mengkaji keseimbangan antara aspek dalam dan aspek luar dengan melihat fungsi dan tujuan kehadiran teks-teks tersebut. (4) teori interteks juga menyebut bahwa sebuah teks itu tercipta berdasarkan karya-karya yang lain. Kajian tidak hanya tertumpu pada teks yang dibaca, tetapi meneliti teks-teks lainnya untuk melihat aspek-aspek yang meresap ke dalam teks yang ditulis atau dibaca atau dikaji. (5) yang dipentingkan dalam interteks adalah menghargai pengambilan, kehadiran, dan masuknya unsur-unsur lain ke dalam sebuah karya dalam Napiah (1994: xv). Berdasarkan kaidah intertekstual yang dikemukakan Kristeva, Napiah I 196 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016
(1994:xv-xvi) antara lain:
membuat
beberapa
rumusan,
(1) intertekstualitas juga melihat adanya berbagai bentuk hadirnya sebuah teks yang menjadi dasar motif dan aspirasi pengarangnya. Pengambilan atau penggunaan teks luaran menunjukkan kesediaan pengarang untuk memperkukuh karyanya, atau merupakan penolakan terhadap ide, makna, dan unsur lainnya yang bertentangan dengan paham atau aspirasi pengarang. (2) proses intertekstualitas tidak dapat dipisahkan dari hasrat, aspirasi, dan ideologi pengarang. Oleh karena itu, penelitian terhadap sebuah teks akan mencerminkan sikap dan aspirasi pengarang itu sendiri. Teks tidak hanya teks tertulis atau teks lisan, tetapi juga dapat berada di wilayah kebudayaan dan alam semesta (dunia) (Pradopo, 2003:132). Sehingga dapat diartikan bahwa budaya terdiri dari teks-teks yang terakumulasi dan membentuk narasi/cerita. Implementasi Pendekatan Intetekstual Seperti yang telah diketahui bahwa gambaran tentang obyek adalah kemajemukan dan kompleksitas dalam membentuk makna ruang. Kompleksitas dan kemajemukan terkait dengan peran/kontribusi dari masing-masing pelaku budaya. Kompleksitas dan kemajemukan dipengaruhi oleh pemahaman terhadap suatu makna ruang tidak hanya pada waktu tertentu melainkan sebuah “rajutan” makna yang menghubungan antar waktu satu dengan waktu lainnya. Dengan demikian pembacaan terhadap makna ruang publik dan privat perlu dilakukan dengan pendekatan tertentu. Pendekatan intertekstual menggunakan pendekatan linguistik untuk memahami fenomena perubahan makna yang terjadi ada ruang publik dan privat di permukiman tradisional. Budaya merupakan perwujudan dari teks-teks. Teksteks tersebut bukan merupakan teks yang bebas, namun teks selalu berhubungan teks lainnya dan membentuk makna yang spesifik. Teks dalam obyek terbentuk oleh berbagai pandangan setiap pelaku. Setiap pelaku mempunyai
Riandy Tarigan
pandangan secara mandiri yang saling mempengaruhi. Hubungan antara pandangan tersebut membentuk cerita/narasi yang mempertentangkan antara berbagai pandangan serta bagaimana kesepakatan tersebut terjadi. Pertentangan tersebut sangat dipengaruhi oleh siapa yang menguasai siapa. Dalam hal ini kekuasaan itu tidak bersifat tetap. Dalam rumah tangga, sepertinya laki-laki yang memimpin dalam keluarga dalam lembaga patriaktat. Pada prakteknya, kadang-kadang wanita atau anak yang mempunyai dominasi dalam menentukan tata letak meja atau furniture lainnya. Anak pada waktu tertentu mempunyai kekuasaan dalam menyuruh ayahnya untuk tidak merokok didalam rumah. Demikian juga karyawan yang melakukan kegiatan pengolahan kadang-kadang menjadi faktor penentu dalam memberikan makna terhadap ruang tersebut. Secara analisis intertekstual merupakan analisis bahwa setiap fonem mempunyai arti apabila berada pada kedudukan didalam suatu kata. Kata mempunyai makna apabila berada didalam kalimat dan seterusnya hingga mempunyai satu kesatuan dalam cerita. Intertekstual masuk dalam bagian dari pendekatan postruktural yang pada intinya memberikan kesempatan kepada obyek-obyek yang termarjinalkan masuk ke dalam ranah yang mempunyai kedudukan dan peran yang sejajar. Hal ini berbeda dengan apa yang dilakukan oleh pendekatan strukturalis yang mempunyai kondisi yang berseberangan yang selalu berada pada kondisi dominan dan resesif yang bersifat tetap. Berbeda dengan apa yang dilakukan oleh poststrukturalis yang menekankan untuk menghilangkan status kepada obyek marjinal menjadi obyek yang sanggup sejajar dengan obyek yang mendominasi. Dalam pemahaman tentang teks tidak hanya dipengaruhi oleh hubungan antar teks melainkan juga hubungan antar waktu. Waktu berpengaruh terhadap produksi mana tergantung kepada perkembangan masyarakat dan keluarga
Kesimpulan Dari hasil pembahasan di atas dapat disarikan sebagai berikut :
1. Pembacaan terhadap makna ruang publik dan privat tradisional yang terjadi dalam rumah dilakukan dengan memperjelas peran masing-masing pelaku dalam memproduksi makna yang dihasilkan dari hubungan relasionalnya. Peran setiap pelaku budaya yang dipengaruhi budaya eksternal dan internal merupakan peran yang bersifat majemuk dan kompleks Oleh karena itu setiap teks yang berperan perlu ditelaah lebih mendalam dan direlasikan dengan teks lainnya. 2. Pembacaan setiap teks yang didudukkan dalam teks lain untuk menghasilkan kondisi budaya yang kontekstual. Hubungan kontekstual tersebut menghasilkan kedudukan relasi yang bersifat sebab-akibat, tidak terjadi hubungan yang sebab akibat, atau hubungan yang bersifat kontradiksi. 3. Pembacaan terhadap perubahan makna yang mampu melahirkan hubungan antar teks tersebut dilakukan melalui sinkronik dan diakronik untuk melihat aspek sedimentasi pertemuan budaya dari sisi waktu dan peristiwa.
Daftar Pustaka Kristeva, J. (1980). Desire in Language a Semiotic Approach to Literature and Art. Oxford: Basil Blackwell. Lajar, A. B. (2005). Teori-teori Kebudayan. (M. Sutrisno, & H. Putranto, Penyunt.) Yogyakarta: Kanisius. Napiah, A. (1994). Tuah Jebat dalam Drama Melayu: Satu Kajian Intertekstualiti. . Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Pendidikan Malaysia. Prodopo, R. (2003). Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ranjabar, J. (2006). Sistem Sosial Budaya Indonesia : Suatu Pengantar. Bogor: Ghalia Indonesia. Ratna, P. (2010). Metodologi Penelitian; Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora pada umumnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sarup, M. (2011). Panduan Pengantar untuk Memahami Poststrukturalisme dan Posmodernisme (II ed.). (M. A. Hidayat, Penerj.) Yogyakarta: Jalasutra.
Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 | I 197
Pendekatan Intertekstual dalam Membaca Perubahan Makna Ruang Publik dan Privat Tradisional Akibat Perkembangan Kegiatan Industri di dalamnya Sutrisno, M., & Putranto, H. (Penyunt.). (2005). Teoriteori Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius. Worton, Michael; Judith Still. (1990). Intertextuality and Practices. New York: Manchester University Press.
I 198 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016