INTERVENSI BANGSA PORTUGIS TERHADAP KERAJAAN TIDORE DAN TERNATE PADA ABAD KE-XVI Adam Yusuf, Trisnowaty Tuahunse*, Surya Kobi** Jurusan Pendidikan Sejarah FIS. Universitas Negeri Gorontalo ABSTRAK Metode penelitian ini merupakan metode historis yang menggambarkan peristiwa masa lampau secara sistematis, faktual dan akurat berdasarkan data historis dengan menggunakan langkah-langkah yaitu: Heuristik, Merupakan sumber yang relevan dengan penilitian ini yang terdiri dari dua sumber primer dan sekunder (buku-buku,majalah,artikel,Koran-koran dan iternet) yang terkait dengan campur tangan pemeritah Portugis terhadap kerajaan Tidore dan Ternate, Kritik, Merupakan kegiatan menelah yang mengiritik sumber-sumber yang ada dengan mengunakan dua aspek yaitu ekstrn yang mempersoalkan apakah sumber itu memberikan informasi yang kita perlukan,dan intern memastikan sumber itu atau dukomen yang kita pakai adalah sumber yang benar. Interpretasi Merupakan tahap penafsiran di mana penulis keterangan yang kita peroleh dari sumber berdasrakan dari data-data yang telah menulis kritik yang menghimpun informasi mengenai peristiwa Intervensi Portugis terhadap kerajaan Ternate dan Tidore yang terahir adalah Historiografi yaitu tahap penulisan sehingga nantinya bisa menghasilkan karya yang dapat di konsumsi untuk dapat menamabah ilmu tentang sejarah kerajaan Tidore dan Ternate,kerajaan yang kaya akan hasil alam yaitu cingkeh dan pala sehnggnya bangsa barat berbondongbondong mencari negeri yang kaya dengan hasil alam tersebut karna cingkeh dan pala pada saat itu merupakan hasil komoditi yang paling besar di dunia. Hasil penelitian disimpulkan bahwa Intervensi bagsa Portugis merupakan sebuah cara untuk mengadu domaba kedua kerajaan tersebut dan untuk merapas semua hasil alam yang ada di kerajaan Tidore dan Ternate dan untuk di bawah hasil alam tersebut di negeri Portugis dan untuk mensejtarakan rakyat Portugis itu sendiri. Kata Kunci : Intervensi Portugis Terhadap Kerajaan Tidore dan Ternate A. PENDAHULUAN Hindia Timur atau Indonesia telah lama dikenal sebagai daerah penghasil rempah-rempah seperti vanili, lada, pala dan cengkeh. Rempah-rempah ini digunakan untuk mengawet makanan, bumbu masakan, bahkan obat. Karena kegunaannya, rempah-rempah ini sangat laku di pasaran dan harganya pun mahal. Hal ini mendorong para pedagang Asia Barat datang dan memonopoli perdagangan rempah1
rempah. Mereka membeli bahan-bahan ini dari para petani di Indonesia dan menjualnya kepada para pedagang Eropa. Namun, jatuhnya Kota Konstantinopel pada tahun 1453 ke Turki Utsmani mengakibatkan pasokan rempah-rempah ke wilayah Eropa terputus. Hal ini dikarenakan boikot yang dilakukan oleh Turki Utsmani. Situasi ini mendorong orangorang Eropa menjelajahi jalur pelayaran ke wilayah yang banyak memiliki bahan rempah-rempah, termasuk kepulauan Nusantara (Indonesia). . Kepulauan Nusantara sangat strategis karena berada diantara dua benua dan dua samudra, yang menjadi lintas budaya dari berbagai penjuru dunia. Berbagai Bangsa dan Negara di belahan dunia tentu merasa tertarik keberadaan Nusantara disebabkan hasil kekayaan alam yang melimpah ruah. Sejak berabad-abad lalu, Nusantara menjadi salah satu jalur pelayaran Internasional ataupun Nasional, sekaligus pusat perniagaan rempah-rempah; teruratama Nusantara bagian Timur. Mulanya hanya pelaut-pelaut ulung Nusantara seperti Bugis, Makasar, maupun dari Negara lain diantaranya Arab, Gujarat (india) dan Cina yang mengetahui jalan menuju ke Maluku khususnya Tidore kemudian di susul oleh bangsa-bangsa Eropa lain seperti Portugis, Spanyol dan Belanda, semuanya dengan maksud sama yaitu untuk berdagang dan menguasai wilayah tersebut. Kedatangan pedagang Eropa di wilayah ini, pada awalnya untuk mencari rempah-rempah, sehingga terjadi kontak dagang antara penguasa setempat dengan pedagang asing. Kemudian pengaruh bangsa asing ini semkin kuat, lama kelamaan mempengaruhi sistem ekonomi dan politik. Ekspansi ekonomi yang pada awalnya menjadi tujuan utama bangsa-bangsa Eropa, akhirnya berkembang menjadi ekspansi politik, karena mereka menyadari bahwa perdagangan tidak akan dapat mereka lakukan dengan lancar tanpa penguasaan wilayah. Ekspansi politik tersebut menimbulkan serangkaian perlawanan dari pihak penguasa-penguasa pribumi. Akibatnya mereka mengembangkan sistem pertahanan
2
dengan mendirikan bangunan arsitektural perbentengan sebagai bagian dari kota dan pemukiman sekaligus kubu pertahanan. Hal ini ditandai dengan berdirinya bentengbenteng di pusat kekuasaan kerajaan yang letaknya tidak jauh dari pantai, sebagai sistem pertahanan sekaligus pusat pengawasan dan aktivitas dagang. Seperti peninggalan antara lain Keraton Kesultanan Tidore dan Masjid. Sejalan dengan hal di atas kedatangan bangsa Eropa di Maluku Utara pada abad ke-15 sering dipandang sebagai masa paling penting dalam sejarah kawasan ini. Pandangan ini sangat beralasan karena kedatangan bangsa Eropa terutama Portugis dan Belanda khususnya, memiliki dampak yang sangat besar terhadap Indonesia secara keseluruhan. B. METODE PENULISAN Peneliti ini menggunakan penelitian jenis deskriptif dalam penelitian ini adalah karena secara prinsip tujuan dari jenis penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan, menggambarkan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta serta hubungan antara fenomena. Penggunaan jenis penelitian ini dipandang lebih mendukung dalam memberikan arti dan makna yang berguna dalam menyerap permasalahan yang berkaitan dengan fokus penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode historis dengan tahapan penelitian sebagai berikut : 1. Heuristik 2. Kritik 3. Interpretasi 4. Historiogfari C. HASIL DAN PEMBAHASAN Bangsa Portugis merupakan bangsa Barat yang pertama tiba di Maluku Utara,namun di balik semuanya yaitu ingin mangadu domba ke dua kerajaan dengan cara mnecapuri semua urusan Kerajaan dalam hal ini adalah pemilihan Sultan yang 3
terjadi pada saat kedua Kerajaan saling bermusuhan berangkat dari peristiwa inilah Bangsa Portugis dapat mencampuri urusan kedua Kerajaan. Sehingga semenjak berdirinya kedua kerajaan ini sulit bersatu karena masingmasing ingin mengejar prestise sehingga tidak menghiraukan dampak yang akan terjadi. Perkembangan konflik semakin memuncak ketika masuknya bangsa barat ke daerah Maluku sehingga bertambah rumitlah perselisihan kedua kerajaan tersebut yang pada akhirnya kerajaan Ternate bergabung dengan bangsa Portugis untuk menghancurkan kerajaan Tidore namun kerajaan Tidore pun tidak mau kalah dan bekerjasama dengan bangsa Spanyol sehingga pada akhirnya terajdi peperangan antara kedua dan kerajaan Ternate dibantu oleh bangsa Portugis dan kerajaan Tidore dibantu oleh bangsa Spanyol. Politik campur tangan ini juga terjadi ketika wafatnya Sultan Jamaluddin, seharusnya yang menggantikan adalah putra mahkota akan tetapi kompeni Belanda berupaya mengangkat pamannya yaitu Kaicil Gaijira yang ternyata sudah lanjut usia dan nyaris terjadi bentrokan senjata karena ditantang oleh sejumlah pengeran dan bobato. Sebagaimana telah di jelaskan pada bab-bab sebelumnya bahwa pada daerah Maluku Utara terdapat Empat Kerajaan yang lebih kenal degan sebutan Moloku Kie Raha yaitu,Tidire,Ternate,Bacan dan Jailolo ini merupakan Kerajaan yang di pimpin oleh keempat kakak beradik namun penuh dengan perselisihan sebagaimana yang dikemukakan oleh seorang informan”Negeri Moloku Kie Raha merupakan empat kerajaan yang dipimpin oleh kakak-beradik tapi dalam menjalankan pemerintahannya selalu terjadi
perselisihan
karena
masing-masing
selalu
ingin
memperluas
wilayahnya”. (Wawancara Hi. Wahab Alting,11 April 2013). Seirama dengan hal diatas yang dikemukakan oleh Abdul Hamid Hasan (2001:185) mengemukakan bahwa pemimpin kerajaan Ternate dan Tidore yang memiliki sifat tersendiri sehingga dalam menjalankan kemimpinannya selalu menonjolkan egonya seperti Ternate yang merupakan putra bungsu, pada saat
4
membentuk kerajaannya tetapi tidak kebagian wilayah yang besar karena ketiga kakaknya sudah membagi wilayahnya masing-masing,sehingga mau tudak mau ia harus merampas wilayah kerajaan kepunyaan kakaknya, namun yang lebih anehnya kedua kakaknya yaitu Jailolo dan Bacan,tidak mampu menentang adiknya,dan pada akhirnya wilayah mereka diambil begitu saja oleh Ternate. Untuk lebih jelas dalam melihat perkembangan Intervensi Bangsa Portugis Terhadap Kerajaan Tidore dan Ternate yang terjadi pada kedua kerajaan ini dapat dilihat dari segala segi yaitu : Intevensi Bangsa Purtugis dalam Bidang Politik Di lihat dari factor politik karena terjadi ekspansi besar-besaran yang di lakukan oleh ke dua kerajaan untuk memperuas wilayahnya yang pada akhirnya menimbulkan perselisihan yang berkepanjangan, sebagaimana yang dikemukakan oleh salah seorang informan bahwa kerajaan Tidore dan Tarnate selalu ingin memperluas wilayahnya, terutama pulau Halmahera, sehingga menimbulkan pertikaian antara keduanya (Wawancara, Hi.Ridwan Do.Taher, 12 April 2013) Dilihat dari permasalahan di atas maka dapat di jabarkan dalam beberapa versi/factor yang menimbulkan pertikaian sebi berikut : Wilayah Halmahera merupakan sebuah dataran besar yang pada masa kerajaan selalu diperebutkan,
karena wilayah ini sangat subur dan merupakan
lumbung pangan oleh kerajaan-kerajaan di pulau cengkeh. Pulau Halmahera yang bentuknya seperti pulau Sulawesi, yang boleh dikatakan sebagai induk pertikaian oleh kerajaan-kerajaan di sekitarnya sebagaimana dikemukakan oleh salah seorang tokoh adat di pulau Ternate yaitu pulau Halmahera yang letaknya sangat strategis sebagai pintu pertahanan –keamanan di kawasan pasifik yang pada akhirnya dijadikan sebagai pusat pertikaian antar kerajaan, lebih utamanya adalah kerajaan Tidore dan Ternate. 5
Dalam perebutan wilayah Halmahera kerajaan Tidore lebih utama memasang patoknya sepanjang pantai sebagai tanda bahwa daerah itu termasuk batas wilayah kerajaannya, shingga Ternate melihat seluruh Halmahera telah dikuasai oleh Tidore dari patok yang telah dipasang, maka Ternate pun tinggal diam dengan menggali tanah lalu memasang patoknya di dalam tanah yang tersembunyi lalu mengklaim bahwa wilayah itu adalah wilayahnya, namun Tidore tidak mengakuinya bahwa ia telah memasang patoknya duluan,sehingga Ternate menunjukkan bukti bahwa Tidore memasang tidak melihat terlebih dahulu apakah wilayah itu telah ada patok yang sudah dipasang atau belum, baru diadakan pematokan dan setelah mengadakan penggalian ternyata didapati patok yang sudah tertanam di dalamnya maka pihak Tidore pun mengalah. Hal ini maka Ternate dijuluki Danata (Rakus). Dengan jalan kerakusan ini,Ternate dapat menggumpulkan sisa wilayah kerajaan lain sehingga wilayahnya kian hari semakin luas wilayah kekuasaannya. (Wawancara,M.Adnal Amal, 13 April 2013). Dipihak lain ternyata Tidore mempertahankan wilayah lain dipulau Halmahera yaitu Patani,Gebe,dan Maba,sehingga menimbulkan pertikaian yang berkepanjangan antara kedua kerajaan tersebut. Tibanya portugis di ternate pada tahun 1512 berdasarkan keputusan paulus di Roma, sejalan dengan Traktat Tordesillas 1494 antara Spanyol dan Portugis, maka jalur navigasi pelayaran dari Eropa ke sebelah barat menjadi milik eksekusi Portugis. Dengan melihat keuntungan ekonomi, sehingga bangsa Spanyol mencari jalur laut sendiri ke arah Timur (atlantik) yang pada masa itu dikenal sebagai “ The Sea of Dark” (samudra kegelapan). Dengan kedatangan bangsa portugis membawa angin segar bagi kerajaan ternate karena akan membantu dalam proses perluasan wilayah dan membasmi musuh besarnya yaitu kerajaan Tidore. Sebagaimana dikemukakan oleh seorang 6
informan kerajaan ternate semenjak kedatangan bangsa Portugis, meras gembira karena mendapat bantuan baru dalam hal perluasan wilayah, tapi mereka tidak tahu bahwa ada maksud terselubung yang dibawah oleh bangsa Portugis sampai akhirnya terbunuh Sultan Khairun dan berhasil mendirikan Teologi pertama di Asia Tenggara yang terletek di Benteng Santo Paulo di Bumi Ternate dengan tujuan menasranikan penduduk maluku utara. (Wawancara, Jumati Achmad,SP.d, 18 April 2013). Setelah menjelang sepuluh tahun kemudian Kerajaan Tidore pun bekerja sama dengan bangsa Spanyol. Bangsa Spanyol pun bersahabat dengan orang ternate, Bacan dan Jailolo dalam sebuah kisah orang Ternate menjual cengkeh kepada orang Spanyol namun orang Spanyol tidak mau membelinya karena takut menyinggung orang Tidore. Dan pada akhirnya orang Spanyol diundang olek Kesultanan Tidore untuk melakukan penjamuan/perayaan di darat karena selama melakukan kerja sama dengan Tidore, orang Spanyol dalam melukukan dalam melakukan pesta diatas kapal saja, namun orang Spanyol masih khawatir karena mereka mendengar kabar angin bahwa mereka akan dibantai. Sehingga mereka mencari akal agar secepatnya pergi namun Sultan Tidore bersumpah demi Al-Qur’an bahwa ia tidak berniat untuk melakukan hal demikian dan berjanji menyediakan perlindungan yang diperlukan. Setelah berlangsungnya kerja sama antara Kerjaan Tidore dengan Spanyol, kemudian melahirkan banyak pertikaian antara Kerajaan Tidore-Spanyol dan Ternate-Portugis sebagimana dikemukan oleh Wiliard A. Hanna dan Des Alwi (1996 : 36) bahwa ketika Garcias memangku jabatannya di Ternate, ia melkukan erjanjian dengan Tidore dan dalam isi perjanjian itu pihak Tidore harus menyerahkan meriam yang dipasok oleh Spanyol, ia harus menyerahkan cengkeh kepada benteng seluruhnya dan ia harus menyerahkan salah satu putrinya untuk menikah dengan Pangeran Taruwese, namun anehnya Sultan Tidore menerima itu.
7
Pada akhirnya Sultan Tidore yang mendapat nasehat dari putrid-putrinya dan bebrapa orang spanyol, dengan mengambil siasat mengulur-ulur waktu untuk menyerahkannya dengan alasan terganggu oleh penyakit,namun ornag portugis malahan mengirim dokternya untuk merawat sultan, tapi di balik kebaikan itu ternyata memberikan racun yang mematikan. Siasat itu memang tepat pada sasarannya namun begitu bodoh sehingga timbul geojalak dari mesyarakat untuk membalas dendam, tapi malahan portugis-ternate membumihanguskan kampung di Tidore, dan pada akhirnya Kesultanan Tidore-Spanyol mulai membagun kubu baru untuk menyerang Purtugis Ternate. Pertentangan-pertentangan ini terus berlasung sebagai mana di kemukakan oleh Pigafeta (wiliard A.Anna dan des alwi, 1996 : 41 ) bahwa dengan adanya persekutuan iu sehingga bangsa barat dapat mengadudomba dua Kerajaan dan pada akhirnya rakyat ternate bergabung dangan Portugis melakukan penyerbuan di Tidore dangan membawa pasukan Portugis sebnayak 100 orang dan pasukan Ternatr 1000 orang dan ternyata Purtugis Ternate dapat menguasai Pulau Tidore. Setelah itu Kerajaan Tidore tunduk kepada Kesultanan Ternate dan mengucapkan sumpah setia untuk melakukan persahabtan dan perdamaian, namun Sultan said memrintah pengawalnya untuk menyerang rakyat Tidore sehngga Sultan Tidore bersama pengiring tewas bersimpah darah, dan mulai pada saat itu permushan mulai berkecamuk lagi. Hubungan kedua Kerajaan semakin rumit, sampai-sampai melakukan patrol pengecekan wilayahnya suda terjadi pertumpahan darah, seperti halnya perahu korakora antara kedua Kerajaan berpapasan maka terjadilah perang pada akhirnya Sultan Gapaguna ditangkap pendayung kora-kora Sultan Ternate. Dan pada akhirnya Kerajaan Tidore bergabung dengan Spanyol dan menyedihkan kora-kora dengan kekuatan 600 orang, yang kemidian pada 1 April 1606 menyerang Kerajaan Ternate Portugis sehingga dapat merebut benteng-benteng dan Kerajaan Ternate, namun
8
Sultan Said meloloskan diri sehingga perang usai karena rakyat Ternate dinyatakan menyerah. Dengan bertolaknya bangsa Portugis pada tanggal 15 Juli 1575 dan bangsa Spanyol meninggalkan Soa-Sio (Tidore) dan tanggal 2 Juni 1664 ke negerinya, masuklah bangsa Belanda untuk melakukan monopoli perdagangan degan tujuan utamanya yaitu membumi hanguskan pohon cingkeh di bumi Maluku Utara khususnya Ternate-Tidore,dalam hal ini mereka mengunakan politik devide et imperanya karena politik ini sangatlah pas untuk daerah Maluku Utara sebab kedua Kerajaan Ternate dan Tidore pada mulanya sudah terdapat permusuhan. Semenjak masuknya bangsa Belanda ke Maluku Utara mengakibatkan semakin meruncing persaingan/pertikaian antara Tidore dan Ternate,sebab adanya campur tangan Belanda dalam urusan pemerintahan kerajaan terutama Kerajaan Tidore yang tidak mau berkerjasama dengan Belanda. Hal ini sebagaimana di kemukakan oleh E.katopo (1984 : 69) mengemukakan bahwa bangsa Belanda selalu mencampuri urusan kerajaan Tidore,dalam hal pengangkatan sultan,sebagaimana diangkat Patra Alam sebagai sultan yang bukan keturunan yang sah. Pangeran Nuku yang sangat cerdas ini kemudian melakukan politik serupa dengan Belanda yaitu Politik Davide Et Impera dengan mengadakan hubungan persahabatan dengan inggris untuk menyerang Belanda-Ternate. Dan akhirnya pada tanggal 11 Februari 1801, Ternate diserang oleh gabungan pasukan Nuku dan Inggris yang terdiri dari tujuh buah kapal perang inggris dan 40 buah kora-kora Tidore dan melakukan penyerangan dari berbagai penjuru pulau Ternate,namun yang menjadi sasaran utama dalah benteng-benteng dan tempat strategis kompeni Belanda dan Kesultanan Ternate. Sehingga pada akhirnya Ternate-Belanda pun menyerah dengan syarat bahwa semua pegawai yang rela,tinggal bekerja seperti biasa, sultan ternate beserta bobato-bobatonya tetap dalam kedudukan pemerintahannya sedangkan tidore
9
(nuku) bersama pasukannya tidak melakukan perbuatan-perbuatan membalas dendam yaitu membunuh, membakar dan merampas. Setelah peristiwa tersebut maka Inggris mengusahkan supaya kesultanan ternate dan kesultanan tidore berdamai dan akhirnya pada tanggal 5 november 1801 diadakan perjanjian perdamaian dengan isi ringkas perjanjian itu sebagai berikut: “Semua peristiwa dan perbuatan-perbuatan permusuhan yang telah berlaku dalam tahun-tahun lampau, dilupakan dan saling dimaafkan oleh kedua belah pihak: mulai dari penandatangan perjanjian itu, kedua kesultanan beserta rakyatnya akan hidup damai dalam suasana persahabatan dan persaudaraan: timbul perselisihanperselisihan yang tidak diharapkan, maka perselisihan itu tidak dipecahkan dengan senjata atau peperangan, melainkan diperhadapkan untuk dipertimbangkan supaya diselesaikan secara adil dan damai”. (Emanuel Katopo, 1984 : 175) Sepanjang sejarah kerajaan tidore dan ternate selalu ingin tampil kedepan dan ingin
menancapkan kuku-kuku kekuasaannya di wilayah-wilayah sekitarnya,
sehingga dua kerajaan lainnya yaitu kerajaan bacan dan jailolo tunduk kepada kerajaan ternate dan di lain pihak tunduk kepada kerajaan tidore. Sebaimana yang dikemukakan oleh Williard A. Hanna (2001 : 185) bahwa dalam sejarah Maluku sering diwarnai oleh konflik, sebagaimana gambaran singkatnya yaitu “Apa yang terjadi di Maluku Utara itu sungguh mempesona tetapi juga mengerikan. Mala petaka gejolak sosial, politik dan ekonomi tak terhindarkan”. Disisi lain perebutan pengaruh oleh kedua kerajaan besar itu, melahirkan dendam dan dikotomi. Pada suatu saat masyarakat Tidore merasa lebih superior dari masyarakat Ternate atau masyarakat lainnya dan begitu sebaliknya. Sehingga semenjak berdirinya kedua kerajaan ini sulit bersatu karna masingmasing ingin mengejar prestise sehingga tidak menghiraukan dampak yang akan terjadi. Perkembangan konflik semakin memuncak ketika masuknya bangsa barat ke
10
daerah Maluku sehingga bertambah rumitlah perselisihan kedua kerajaan tersebut yang
pada
akhirnya
kerajaan
bergabung
dengan
bangsa
portugis
untuk
menghancurkan kerajaan tidore namun kerajaan tidore pun tidak mau kalah dan bekerja sama dengan bangsa spanyol yang pada akhirnya terjadi peperangna antara keduanya dan kerajaan ternate di bantu oleh bangsa portugis sedangkan kerajan tidore dibantu oleh bangsa spanyol. Pada dasarnya pertentangan antara kedua kerajaan diatas sehingga para kalangan mengambil kesimpulan bahwa konflik yang terjadi di Maluku utara merupakan sebuah dendam lama yang tertanam di sanubari generasi kerajaan secara turun temurun yang terjadi karna dua kerajaan yang pada dasarnya adalah bersaudara ini, saling berebut wilayah kekuasaan atau memperluas wilayah kerajaan pada akhirnya terjadi perang saudara antara kedua kerajaan tersebut sehingga menimbulkan konflik yang berkepanjangan sampai sekarang. Disisi lain terjadinya campur tangan kerajaan ternate dalam penetapan sultan tidore sebagaimana digambarkan oleh Tulamo M.Amin Faroek ,Bahwa pihak Ternate mencampuri pengangkatan sultan Patra Alam sebagai sultan tidore yang bukan merupakan keturunan yang sah,sehingga melahirkan konflik ditubuh kesultanan Tidore itu sendiri maupun antara kedua kerajaan. Syair ini mengandung kata pujian bahwa pulau Irian itu sangat indah dan ingin memiliki wilayahnya dan mereka mencba merebut wilayah itu namun wilayah itu dalam kekuasaan Tidore sehingga Ternate merebut wilayah Irian maka secara tidak langsung akan memicu perselisihan dengan kerajaan Tidore, tapi pada akhirnya Ternate mencoba merebut wilayah itu sehingga melahirkan pertentangan/pertikaian antara kerajaan Ternate dengan kerajaan Tidore. Sehubungan pernyataan tersebut didukung oleh seorang informan yang mengatakan bahwa kerajaan ternate sangay menginginkan wilayah irian karena selain pulau irian sangat indah, juga dapat memperluas wilayah dan dijadikan sebagai pusat 11
pertahanan untuk menyerang wilayah-wilayah disekitarnya. (Wawancara, Sahril Tomagola, 15 April 2013) Dengan adanya kejadian tersebut, dengan sendirinya dendam dan sakit hati terus berlanjut dan tidak ada jalan damai antara kedua kerajaan ini, sebagaimana dikemukakan oleh salah seorang sangaji ditidore bahwa kerajaan ternate dan tidore kemungkinan sudah ditakdirkan untuk berselisih, karena dilihat dari sejarah tidak pernah bersatu secara baik dan kalau disatukansanganlah sulit sebab ibarat dua mata uang yang sulit ditemukan, karena memiliki sifat secara turun menurun yang selalu bertentangan, karena putra tidore sangat keras sedangkan ternate sangat manja dan selalu memiliki apa saja yang ia inginkan. Intevensi Bangsa Purtugis dalam Bidang Sosial dan Budaya Berbagai fakor yang telah dikmukakan diatas, faktor sosial budaya paling sedikit pengaruhnya karena kedua kerajaan tersebut jarang sekali melkukan hubungan sosial karena sering terjadi persilisihan namun disis lain, dapat kita jabarkan hal-hal yang menimbulkan pertikaian antara kedua karena putra tidore meminang putri sultan ternate untuk dijadikan permaisuri ternate dalam hal ini menerima lamaran tersebut demi meredakan pertentangan mereka, dan setelah melangsungkan pernikahan diternate pasangan itu kembali ke tidore. Akan tetapi, setelah ditidore, sultan menyatakan bahwa putri yang dinikahi itu tidak lagi perawan sehingga diputuskan dihanyutkan dengan rakit. Saat mendengar kejadian itu maka pihak ternate menyerang tidore sehingga timbul perang yang tidak berkesudahan. (Abdul Hamid, 2001 : 185) Seiring dengan hal yang diatas maka salah seorang informan mengatakan bahwa dengan terjadinya kejadian itu sehingga sultan ternate pun berjanji kepada keturunannya dan menyumpah mereka tidak boleh hubungan perkawinan dengan tidore sampai akhir zaman. Hingga sekarang kalau selaku warga kesultanan ternate yang menaatinya (Ternate asli) maka mereka tidak akan mengadakan hubungan 12
perkawinan denga tidore karena mereka meyakini bahwa akan terjadi penderitaan sengsara dalam rumah tangga mereka. (Wawancara, Idham Muhammad, 16 2013) Intevensi Bangsa Purtugis dalam Ekonomi Dari faktor ekonomi inilah yang melahirkan pertikaian yang tidak berkesudahan, mengapa demikian karena ekonomi inilah sehingga kerajaan ternate dan tidore ingin memperluas wilayahnya, terutama setelah masuknya bangsa barat ke maluku dan mulai melakukan ekspansi maka kedua kerajaan tersebut melakukan hegemoni dan bejerja sama dengan bangsa barat untuk merebut wilayah penghasil cengkeh dan pala serta lumbung ladang dipulau halmahera. Sebagaimana dikemukakan oleh seorang informan yang mengatakan bahwa faktor yang sangan besar pengaruhnya sehingga terjadinya persilisihan antara kerajaan tidore dan terate tidak lain melainkan masalah ekonomi, karena dengan itulah sehingga mereka ingin mencari prestisenya atau selalu ingin tampil kedepan. (Drs. Tamrin Abdullah. 17 April 3013). Menurut Tokoh Masyrakat Pada hakekatnya kedua
Kerajaan di atas
merupakan Kerajaan kaka ber adik namun begitulah nafsu membara maka terjadilah permusuhan yang menjadi dalang dari semua ini adalah bangsa barat itu sendiri (Portugis), di mana mereka ingin merampas semua hasil alam yayang ada di Maluku Utara yaitu Kerajaan Tidore dan Kerajaan Ternate.(Wawnacara Usaman Altnig 11 April 2013) D. KESIMPULAN DAN SARAN • Kesimpulan Ke empat Kerajaan yang terdapat di Maluku Utara yang lebih di kenal degan Moluko Kie Raha yaitu Kerajaan Jailolo,Bacan,Tidore dan Ternate merupaka satu rumpun atau satu darah namun hidup dalam permusuhan.
13
Kerajaan Tidore dan Kerajaan Ternate merupakan Kerajaan besar yang selalu di warnai dengan konflik karena masing-masing ingin menonjolkan prestasinya dengan jalan melakukan ekspansi wilayah serta mempunyai sifat kepebadian yang berlawanan. Kedantagan bangsa Barat ke Maluku Utara denagn tujuan utamanya adalah monopoli perdangangan dan penybaran agama Kristen namun ini memberikan nuansa kegembiraan bagi Kerajaan Ternate dan Kerajaan Tidore karna akan mendapat bantuan dalam perluasan wilayah. Semenjak berdirinya kedua kerajaan ini sulit bersatu karena masing-masing ingin mengejar prestise sehingga tidak menghiraukan dampak yang akan terjadi. Perkembangan konflik semakin memuncak ketika masuknya bangsa barat ke daerah Maluku sehingga bertambah rumitlah perselisihan kedua kerajaan tersebut yang pada akhirnya kerajaan Ternate bergabung dengan bangsa Portugis untuk menghancurkan kerajaan Tidore namun kerajaan Tidore pun tidak mau kalah dan bekerjasama dengan bangsa Spanyol sehingga pada akhirnya terajdi peperangan antara kedua dan kerajaan Ternate dibantu oleh bangsa Portugis dan kerajaan Tidore dibantu oleh bangsa Spanyol. •
Saran
-
Untuk masyarakat Kerajaan Ternate dan Tidore, agar merevitalisasi nilai-nilai kebersamaan dan perdamaian yang ada di pihak kedua Kerajaan, dan nilainilai budaya serta Tradisi yang du bangun sejak Dahulu hingga sakarang kemudian dikemas sesuai dengan kebutuhan masyarakat saat ini.
-
Untuk kepentingan pembangunan khususnya pengembangan kebudayaan dan pencatatan sejarah daerah Ternate dan Tidore, maka perlu dibentuk suatu tim peneliti yang akan menangani masalah sejarah dan pariwisata daerah Kerajaan Ternate dan Tidore.
14
-
Rekan jurusan Sejarah, diharapkan untuk lebih giat melakukan penelitianpenelitian tentang peranan Kerajaan di Nusantaara khususnya Kerajaan Ternate dan Tidore sebagai kelanjutan dari Kerajaan yang ada di Nusantara ini dalam kegiatan kesejarahan, Tujuan melakukan penelitian- penelitian di Kesultanan Ternate sebagai objek Sejarah akan menambah pengetahuan dan wawasan kesejarahan. Kita tahu bahwa untuk mengkaji Sejarah tidak hanya cukup di lingkungan formal saja, melainkan juga dengan praktek atau terjun langsung ke lapangan sehingga wawasan kesejarahan semakin lengkap dan berbobot nilainya.
Daftar Rujukan Adnan Amal. (2010). Kepulauan Rempah-Rempah, Perjalana Seajah Maluku Utara 1250-1950. Gramedia, Jakarta.
Irza Arnita Djafaar. ( 2007). Jejak Portugis Di Maluku Utara. Ombak, Yogyakarta
Adnan.Amal. dan. Irza. Arnita.Djafaar. (2003), MALUKU UTARA, Perjalanan Sejarah 1800-1950, Universitas Khairun Ternate. Ternate. Irham Rosidi (2009), Seajarah Hukum, Eksplorasi Nilai, Asas, dan Konsep, Dalam Dinamika, Ketenegaraan Kesultanan Tidore, Universitas Negeri Malang. Malang
Leirissa. R.Z, (2001), Ternate Bandar Jalur Sutra, Lintas dan Yayasan Adikaya IKAPI Jakarta
Adrian. Vickers. (2005), Sejarah Indonesia Moderen, Cambridge University Press, Yogyakarta 15