48
SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Kedua, Nomor 2, Desember 2009
MODERNISASI TRANSPORTASI DI KOTA MALANG 1899-1930 Reza Hudiyanto Jurusan Sejarah FIS Universitas Negeri Malang
Abstract: One of the outstanding sign of modernity that occurred on the eve of tweentieth century was the shifting on transportation mode. The convertion from horsepower to machine gave important impact on city life. This article describes impacts of this new means of transportation to the city space and the inhabitant who live on it. The first result includes transportation comersialisation, the implementation of tax on wagon, car and street. Second outcome was increasing of street accident. One reason is the static perception of the people who ride and walk along the street, eventhough the situation of transportation have changed. Key Words: Modernization, Transportation, Convertion, Malang
“Pada hari kamis siang, di jalan Klojen Kidul seorang Bumiputra berinisial JP yang tinggal di kampung Tumenggungan ditabrak oleh seorang pengendara sepeda yang belum diketahui identitasnya. JP jatuh dan terluka di kedua lutut dan mata kanannya. Pada hari yang sama, kuran glebih pukul 14.30 terjadi kecelakaan lalu lintas di depan Landsopvoedinggesticht, jalan Alun-alun Utara. Tabrakan itu terjadi antara mobil yang dikemudikan Alimoeksin dan bis yang dikemudikan oleh Manan.”1 Beberapa saat setelah Sartono Kartodirjo berhasil lulus program doktor dengan mengangkat tulisan pemberontakan tani di Banten, di dalam historiografi sejarah Indonesia muncul wacana baru untuk menulis sejarah rakyat kecil.2 Kelompok orang kecil ini telah sekian lama ini termarginalisasikan dalam alur sejarah Indonesia. Dalam kaitan dengan hal tersebut, sejarah bukan hanya sejarah orang kecil yang memberontak melainkan seluruh sejarah dari orang kecil dan sejarah masyarakatnya.3 Sejarah kota merupakan salah satu jenis sejarah yang sangat memungkinkan untuk melihat peristiwa yang terjadi pada masyarakat kecil. Mengingat kota merupakan unit kajian yang cukup kecil maka akan lebih banyak fenomena baru yang selama ini
terabaikan akan terungkap. Disamping itu, daerah kota terutama di daerah pedalaman belum banyak mendapat perhatian.4 Menurut Jordanova semakin kecil unit kajian baik temporal maupun spasial, semakin banyak dan dalam pengetahuan yang akan diperoleh dan semakin banyak permasalahan yang akan dipecahkan.5 Oleh karena itu, tulisan ini mencoba mengangkat dampak perubahan mode transportasi dalam kota terhadap masyarakat kota Malang dan sekitarnya pada tahun 1899 hingga tahun 1942. Apa pengaruh modernisasi di bidang mode transportasi terhadap mobilisasi dan apakah ada hubungan antara perkembangan mode transportasi terhadap dominasi ruang-ruang di kota Malang?
Reza Hudiyanto, Modernisasi Transportasi di Kota Malang 1899-1930
Mode Transportasi Hingga Akhir Abad Xix Kuda merupakan salah satu alat transportasi yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan masyarakat Kabupaten Malang pada abad XIX. Kuda dipergunakan untuk melayani jalur pos, tur keliling Bupati dan kontrolir ke pedukuhan. Kuda juga digunakan untuk kepentingan militer. Oleh karena itu, sepanjang jalan Malang Pasuruan terdapat pos-pos yang digunakan sebagai tempat peristirahatan kuda. Pos pertama ada di sekitar Pabrik gula Plerek, pos kdua di Blimbing, Wonorejo, pos ketiga ada di Prantong, Alkmaar, pos keempat ada di Lawang dan pos terakhir sebelum masuk kota Malang ada di Glandong, sekitar Singasari.6 Sementara itu, hewan sapi digunakan untuk menarik muatan baik kopi, tebu maupun produk-produk pangan dari desa-desa ke tempat pengumpulan dan distribusi di distrik kota. Daya jangkau dan kecepatan dari mode transportasi – yang disebut dengan cikar, ini sangat terbatas dan lama. Disamping itu, mekanisme pengangkutan sangat dipengaruhi oleh cuaca. Pada musim penghujan, pengangkutan kopi dari daerah penghasil kopi di Ngantang dan Ampelgading ke distrik kota Malang sering mengalami keterlambatan karena jalan yang berubah menjadi lumpur. Faktor alam dan keterbatasan ini menguntungkan pemerintah kolonial dalam memantau mobilitas kopi dari desa-desa ke kota.7 Kondisi transportasi ini sangat mempengaruhi arus barang, manusia dan informasi dari dan ke kota Malang. Keadaan mulai berubah ketika kereta Api
49
Malang-Surabaya mulai beroperasi pada tahun 1878. Pembukaan jalur kerta api itu mempengaruhi volume perdagangan di pasar dan lalu lintas penduduk di kota Malang.8 Mobilitas penduduk mulai lebih lama daripada sebelumnya setelah beroperasinya tram MSM (Malang Stoomtram Maatschappij) pada tahun 1896. Aktivitas penduduk yang semula berakhir setelah terbenam matahari menjadi lebih lama. Salah satu contoh adalah pada saat penyelenggaraan pasar Derma pada tanggal 24 hingga 29 Oktober 1916. Pada peristiwa tersebut, tram akan beroperasi hingga pukul 12 malam.9 Kondisi ini tentu mengubah ritme penduduk yang telah lama terbiasa dengan aktivitas hingga terbenam matahari. Munculnya “Kuda Besi” Revolusi di bidang transportasi berawal ketika Gottlieb Daimler meluncurkan mesin yang berbahan bakar minyak pertama kali pada tahun 1885.10 Perkembangan itu semakin cepat ketika Henry Ford – seorang industrialis Amerika, memproduksi mobil dan motor secara massal melalui perusahaan Detroit Automobil Company pada tahun 1909.11 Mulai saat itu, mobil telah menambah persaingan dengan sarana transportasi lain yaitu trem dan kereta api. Selama beberapa tahun, kereta api dan trem memonopoli mode transportasi, semenjak sado dan gerobak mulai ditinggalkan karena kapasitas angkut dan kecepatannya tidak begitu besar. Keunggulan mobil terletak pada kecepatan dan daya jangkau yang lebih luas. Para konsumen kereta api dan trem yang bertempat tinggal jauh dari stasiun merasa lebih nyaman menggunakan
50
SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Kedua, Nomor 2, Desember 2009
mobil. Akan tetapi jika dibandingkan dengan kereta api, pemakaian mobil hanya menguntungkan pada jarak pendek. Pada awalnya mobil masih merupakan barang langka di kalangan masyarakat. Perang Dunia pertama telah menjadi pemicu para pabrikan untuk menghasilkan mobil dalam skala besar. Setelah perang dunia usai, mobil-mobil itu jatuh ke tangan pemerintah dengan harga yang sangat murah. Perang dunia pertama juga menjadi sebuah promosi bagaimana mobil sangat bermanfaat untuk mengangkut orang dan barang dalam jumlah besar dalam waktu yang cepat. Keuntungan yang diperoleh dari mobil menyebabkan munculnya pengusaha jasa transporasi yang diistilahkan dengan transportondernemers. Beberapa saat kemudian muncul taxiondernemers.12 Dampak Penggunaan Mobil terhadap Lalulintas Kota Tiga pilar utama pertumbuhan kota adalah industri, perdagangan dan trasportasi. Sebelum abad XIX transportasi utama adalah kapal. Pada akhir Abad XIX hingga 3 dekade awal abad XX adalah kereta api masih memonopoli mode transportasi penduduk kota. Setelah tahun 1920 muncul mode transportasi baru yaitu mobil Sebelum membahas dampak dari perkembangan mode transportasi, terlebih dahulu harus mengenal karakter kehidupan masyarakat kota.13 Pada umumnya impersonal dalah hubungan antar individu dan dominasi nilai uang telah berkombinasi dalam menciptakan interaksi sosial masyarat.
Diantara banyak poin yang ditekankan di oleh penduduk yang tinggal di kota adalah ketepatan waktu dan akurasi perhitungan. Bagian-bagian ruang metropolis sangat saling bergantung. Sebuah organisasi kota – jika ini berfungsi dengan harmonis, harus mendisiplinkan anggota-anggotanya untuk tepat waktu. Hasilnya kehidupan kota menuntut perubahan hidup warganya ke dalam sebuah siklus kegiatan yang rutin dan kaku. Sebagian besar dari hidupnya diukur dengan teliti, sebagai contoh dia harus tertib dalam jadwal bangun, tidur, berangkat kerja di pagi hari dan pulang pada sore dan petang hari. Waktu senggangnya telah ditentukan oleh jam kerjanya dan dia memenuhi kebutuhan rekreatifnya berdasar jam dan kalender. Jam kerja, jadwal kereta api telah membentuk ritme kehidupan. Pada awalnya, orang-orang akan mengalami kesulitan dalam mengikuti ritme kehidupan tersebut jika memiliki tempat tinggal yang jauh dari pusat kegiatan. Modernisasi transporasi telah memunculkan sebagian penduduk kota untuk keluar dari pusat kota dan membentuk sub urban. Modernisasi mode transportasi, khususnya penggunaan mobil membuat jarak yang cukup jauh untuk ditempuh dari satu tempat ke tempat lain tidak menjadi masalah.14 Secara khusus, ada beberapa dampak dari membanjirnya mobil di kota-kota di Indonesia, terutama sejak tahun 1920-an. Dampak itu dapat dibagi menjadi dua yaitu dampak dari keberadaan mobil sebagai barang usaha dan mobil sebagai alat untuk kepentingan pribadi. Dampak yang paling menonjol
Reza Hudiyanto, Modernisasi Transportasi di Kota Malang 1899-1930
dari pemanfaatan mobil untuk pengangkutan massal adalah bertambahnya mobilitas penduduk, perluasan kota di satu sisi dan kerusakan jalan di sisi lain, munculnya perusahaan otobis dan jalanan kota semakin ramai. Uraian secara lebih detail adalah berikut ini. Pada umumnya para transportondernemers tersebut mencoba menarik keuntungan dengan memasang tarif tinggi dan sebanyak mungkin mendapatkan ritnya. Apa yang sering terjadi adalah adanya perbedaan atau penyimpangan jumlah untuk mobil dan rit yang sama tergantung atas waktu yang dilaporkan oleh penumpang atau barang-barang yang dibawa. Dengan menyewa seluruh mobil, maka perbedaan antar jumlah yang dinayarkan tentu masih lebih besar. Fluktuasi ongkos pengangkutan semacam itu tentu tidak menguntungkan kepentingan perdagangan dan terutama bagi pedagang kecil, yang biasanya membayar lebih daripada pedagang besar, yang oleh satu atau dua alasan mengetahui tekanan pada pemilik mobil. Dampak dari sistem tarif ini adalah adanya ketidak pastian berkaitan dengan cara mendapatkan keuntungan sehingga ini menjadi penghambat kemajuan dagang. Kedua, dilihat dari sudut perawatan. Hampir sebagian besar pemilik mobil bukan orang yan gahli di bidang perawatan mobil dan sopir tidak begitu mengetahui secara keseluruhan tentang mobil. Di sisi lain, mereka menuntut agar mobil itu dapat mendatangkan keuntungan sebanyak mungkin sementara bagi mereka pemeriksaan secara layak akan
51
menghabiskan waktu dan uang. Salah satu contoh adalah ban mobil yang seringkali mengalami keterlambatan dalam penggantian. Itu berakibat pada kerusakan jalan. Praktek yang sering muncul adalah ban mobil dengan velg yang dililit dengan karung goni. Penyimpangan lain adalah mobil yang bermuatan melebihi kapasitas angkut. Penumpang dijejalkan di kabin supir hingga supir tidak lagi mampu mengendalikan mobil dengan layak karena tidak cukup ruang. Hal yang paling membahayakan adalah rem yang tidak bekerja dengan baik, terutama di daerah tanjakan. Lampu dan bel tidakberfungsi dengan baik. Di pihak publik pengguna jasa transportasi ini sering dihinggapi perasaan fatalistis karena merasa puas dengan transport murah. Sekalipun demikian, berbagai praktek di atas telah memunculkan kritik terhadap transportondernemers yang telah mengabaikan keselamatan penupang dan pemakai jalan yang lain. Di sisi lain, kontrol terhadap rel dan sarana gerbong lokomotif baik trem maupun kereta api dilakukan dengan ketat, di sisi lain tidak ada pengawasan terhadap mobil dan perawaan jalan secara rutin sehingga keadaan menjadi semakin buruk. Sementara pengelola usaha transport sering mendapat perlindung karena mereka adalah pengusaha kecil. Oleh karena itu, mulai muncul usulan agar ada sebuah konsesi bagi para pengusaha transport. Konsesi ini diberikan oleh Negara melalui gemeente dengan syarat-syarat tertentu seperti jumlah maksimum penumpang dan muatan barang. Persyaratan itu dilengkapi dengan hasil kontrol terhadap
52
SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Kedua, Nomor 2, Desember 2009
kelayakan mobil dan sangsi-sangsi terhadap pelanggaran yang mungkin dilakukan pengusaha angkutan.15 No Berat Mobil (ton) 1 2 3 4 5 6
5 3-4 2-2,5 1,5 Dengan duduk Dengan duduk
Disamping itu, pemerintah mulai menetapkan peraturan perpajakan mobil seperti daftar di bawah ini. Besar pajak per tahun (f)
7
850 575 360 150 tempat 240
5
tempat 120
Pajak ini tidak hanya terbatas untuk mobil namun juga sarana transportasi lain seperti gerobak dan kutuk. Ibid, hlm 393-394 Pengaturan beban itu tidak hanya diberlakukan pada dokar dan mobil namun juga sepeda. Sejak tahun 1920, polisi Malang telah memperingatkan adanya perilaku pemakai sepeda yang membahayakan. Pemakai sepeda itu seirng membwa muatan yang berlebihan. Dia menaruh barang di setang, rangka tengah, belakang pedal dan selebor belakang. Perilaku itu dianggap dapat membahayakan si pemakai maupun pemakai sepeda lain. Menanggapi usulan polisi, Gemeenteraad membuat pasal tambahan yang melarang penggunaan sepeda untuk mengangkut selain orang sebagaimana konstruksi awal bentuk sepeda tersebut. Setelah peraturan ini disahkan, polisi mulai mengangkap orang-orang yang memberi perangkat ambahan pada sepeda – yang pada umumnya berfungsi untuk membawa anak.16 Mode transportasi di kota pada sebagian besar didominasi oleh sepeda, mobil, dokar (sado) dan becak. Khusus becak baru memasuki jalan di kota
Batavia pada tahun 1936.17 Di kota Malang, becak pertama kali diberitakan pada tahun 1941. Pada saat itu diberitakan bahwa jalanan di kota Malang telah banyak diramaikan oleh tukang-tukang becak yang sering berpakaian kurang sopan.18 Sekalipun demikian, tidak bisa disimpulkan belum ada becak sebelum tahun 1941. Disamping becak, Taxi telah ada di kota Malang sejak tahun 1925. Sebelum ada taxi, orang-orang banyak menggunakan sado, sejenis kereta kuda roda dua. Sadosado ini sebagian besar berkumpul di daerah comboran, Kidul Pasar. Keberadaan mobil secara langsung berpengaruh terhadap pendapatan dari perusahaan Tram Malang. Semenjak beroperasinya bis ADAM, penumpang dari Pasar Besar yang akan menuju ke desa-desa pinggiran kota banyak yang memilih naik bis. Berita di bawah ini menggambarkan animo penduduk kota terhadap bis. Pada pagi hari kita akan ke Surabaya. Kita berdiri
Reza Hudiyanto, Modernisasi Transportasi di Kota Malang 1899-1930
menunggu bis di salah satu sudut alun-alun. Di depan Pasar, bis dinaiki banyak orang namun untung kita masih mendapat tempat duduk di belakang sopir. Sepanjang jalan Kayutangan, Celaket hingga Glintung selalu ada penumpang yang naik.19 Direktur perusahaan tram Malang melaporkan adanya penurunan pendapatan di tahun 1930. Laporan keuangan tahun 1929 menunjukkan adanya penurunan pendapat sebesar f.33.000,-. Pada tahun 1928 pendapatan perusahaan ini adalah f.217.872,22. Pada tahun 1929, pendapatan menurun menjadi f.184.341,26. Mereka yakin bahwa persaingan dengan otobis merupakan sebab utama. Penurunan yang cukup penting terjadi pada pengangkutan barang yaitu sebesar f.102.000 (f.630.985 di tahun 1929 dibandingkan dengan f. 733.658,98 di tahun 1928). Penyebab penurunan ini selain karena persaingan dengan otobis juga disebabkan oleh keadaan cuaca yang tidak menguntungkan bagi perkebunan dan bibit. Tram itu telah lama menjadi alat untuk mengangkut bibit dan batang tebu, singkong, kopi, jagung dan gula. Perusahaan pada waktu itu membuat langkah penyelamatan dengan memasarkan karcis ke pasar-pasar dan mempersingkat waktu berhenti di stasiun pemberhentian. Perusahaan juga menurunkan tarif dan menawarkan jemputan dan layanan pemesanan gratis besera pemberian berbagai fasilitas.20 Dampak kedua dari keberadaan mobil adalah terjadinya kecelakaan lalu
53
lintas. Kecelakaan lalulintas dalam kota Malang yang melibatkan tram, mobil, sado, sepeda hingga pejalan kaki itu dapat menggambarkan adanya perkembangan yang tidak seimbang antara kemajuan teknologi transportasi dan tingkat pemahaman penduduk terhadap jalan. Pada awal tahun 1920-an, mobil yang memiliki kecepatan tinggi terlalu berat untuk diimbangi sebagian besar mode transportasi lain seperti sepeda dan dokar. Kecepatan mobil ini turut memberi kontribusi perkembangan ruang kota. Orang-orang Eropa tidak lagi memiliki kekhawatiran bertempat tinggal di kompleks yang jauh dari pusat kota. Oleh karena itu, semakin banyaknya kendaraan bermotor telah menciptakan titik simpul kesibukan baru. Titik pertemuan baru itu adalah perempatan Jalan Semeru-Kayutangan-Maetsuycker. Titik simpul lama yang telah ada adalah perempatan Alun-alun-KabuatenPegadaian. Keberadaan titik simpul jalan baru ini tidak dapat dipisahkan dari keberadaan perumahan skala besar yang dikembangkan semenjak tahun 1925 di kawasan desa Oro-oro Dowo yang disebut Bergenbuurt. Hampir seluruh rumah di kawasan ini memiliki garasi karena kawasan itu diperuntukkan bagi warga Eropa. Jalan-jalan di kawasanitu semua disesuaikan dengan lebar badan mobil. Ini berbeda dengan jalan-jalan kampung yang pada umumnya hanya dapat dilalui oleh sepeda. Dampak kedua adalah munculnya peraturan yang membatasi beberapa mode transportasi tertentu untuk beroerasi di dalam kota. Contoh dari alat
54
SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Kedua, Nomor 2, Desember 2009
transportasi yang terkena pelarang itu adalah cikar. Dua alasan yang melatar belakangi pelarangan ini. Pertama, cikar dianggap oleh warga Eropa sebagai penyebab kerusakan jalan di beberapa sudut kota. Sebagai contoh adalah
Lowokwaru Gang 1, jalan di kampung Bunul, Klojen lor, Kampung Arab dan Rampal. Jalanan itu sering dilalui oleh cikar-cikar dan gerobak Kerbau dengan muatan berlebih.21
Ini adalah alat transportasi sado yang banyak digunakan sebelum adanya mobil. Foto diambil saat sado berada di terminal di kota Malang 1901. Jika dikaji dari toponim maka tempat ini diperkirakan ada di Comboran, Kidul Pasar. Malang (Koleksi KITLV) Kedua cikar dianggap tidak dapat menyesuaikan dengan kecepatan alat-alat transportasi lain. Warga Eropa itu mengajukan permohonan kepada Gemeenteraad agar lembaga itu mengeluarkan larangan bagi cikar untuk memasuki kota melalu jalan-jalan rusak tersebut. Dampak ketiga adalah munculnya banyak peraturan yang membatasi muatan sebuah kendaraan, terutama mobil dan sepeda. Dari ketiga dampak tersebut, dampak pertama adalah yang paling menonjol. Beberapa berita ini menggambarkan kecelakaan lalu lintas begitu sering terjadi bersamaan dengan masuknya kendaraan bertenaga mesin. Tabrakan itu terjadi antara tram dan sebuah dokar, sepeda dengan dokar,
mobil dengan mobil maupun dengan pejalan kaki.22 Kecelakaan itu disebabkan oleh banyak faktor diantaranya sinyal bel yang tidak berbunyi atau faktor kelalaian manusia seperti pandangan terhalang sebagaimana yang terjadi pada kecelakaan lalulintas di jalan Kebalen. Pada waktu itu mobil menabrak wanita pejalan kaki karena si sopir mengalami slecht in gezicht (pandangannya tidak jelas).23 Di jalan Jodipan, seorang komandan gardu pos jaga ditabrak oleh sepeda motor. Pengendara motor beralasan pandangannya terhalang oleh sebuah mobil yang parkir di perempatan jalan Kudusan-Regent-Jodipan-Kidul Dalem. Kecelakaan yang sama juga terjadi di jalan Semeru. Seorang wanita bernama Bok Kasero ditabrak oleh mobil
Reza Hudiyanto, Modernisasi Transportasi di Kota Malang 1899-1930
yang dikemudiakan Tuan Ch.G.G van F hingga menyebabkan wanita itu dirawat di Rumah Sakit Celaket. Setelah terjadinya kecelakaan, tuan F menyatakan tidak tahun bagaimana atau mengapa kecelakaan itu bisa terjadi.24 Berkaitan dengan banyaknya kecelakaan laulintas, Residen van Kool memperkenalkan sebuah lampu bersisi empat dan pada keempat sisinya terdapat
55
tiga kaca berwarna merah, oranye dan hijau. Masing-masing warna itu mengandung arti. Hijau berarti jalan, oranye berarti awas dan merah berarti berhenti. Pada saat sinyal merah, orang harus berhentikuran glebih 30 detik Lentera lalulintas itu akan mengatur lalulintas di perempatan-perempatan jalan tersibuk di kota Malang.25
Kendaraan cikar yang masuk ke pertigaan Semeru-Kayutangan-Maetsuycker kota Malang. Benda yang tergantung di atas perempatan adalah lampu lalulintas. Foto diambil tahun 1947. (Koleksi KITLV, Leiden) Penempatan lampu lalu lintas itu ternyata kurang dapat bermanfaat untuk kendaraan model lama seperti cikar. Cikar membutuhkan waktu lebih dari 15 detik untuk bisa melewati perempatan. Lima belas detik adalah durasi lampu hijau menyala. Itu berarti kendaraan yang berada di belakang cikar akan bertemu dengan kendaraan dari arah lain. Kecelakaan lalu lintas yang disebabkan tidak seimbangnya sarana jalan dengan volume mobil dan mode transportasi lain diperparah oleh kondisi
kelayakan mobil dan sikap dari pemakai jalan. Hal yang cukup menarik, mobil, dokar dan sebagainya saling berebut untuk dapat menguasai jalan. Sebagai contoh kendaraan dari arah Utara tetap berada di posisi kanan saat membelok di tikungan Hotel Palace. Pada arah berlawanan (dari arah Selatan), kendaraan tetap berada di ruas kiri jalan. Ini jelas telah melanggar aturan lalu lintas dan akan mengakibatkan kecelakaan. Muncul usulan agar di ruas jalan tersebut dibuat sebuah garis putih
56
SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Kedua, Nomor 2, Desember 2009
yang membagi jalan menjadi dua ruas. Selain itu, perlu adanya lampu lalulintas.26 Persimpangan lain yang perlu mendapat perhatian adalah daerah viaduk Jembatan Brantas yang sekaligus pertemuan Jalan Spoor dan Klojen Kidul. Di tempat itu perlu ada seorang agen polisi lalulintas karena daerah itu merupakan turunan tajam sehingga sering terjadi kecelakaan. Kejadian yang terjadi di jalan sangat berbeda dengan peraturan lalulintas. Tidak satupun mobil yang mematuhi aturan batas kecepatan maksimum 25 km per jam. Penyebab kecelakaan lalulintas lain adalah rel tram MS di tikungan jalan Pandhuis. Semua permasalahan itu menjadi pekerjaan rumah dari Gemeente.27 Hingga berakhirnya pemerintahan kolonial Belanda pada tahun 1942, tidak ada perubahan yang cukup berarti pada sistem tranportasi di kota Malang. Kesimpulan Salah satu penyebab perluasan kota hingga jauh dari pusat kota adalah mekanisme transportasi yang telah mendukung. Modernisasi transportasi baik massal maupun tidak telah menghilangkan “jarak” yang selama ini menjadi penghambat penyesuaian antar waktu aktivitas kerja di pusat kota dengan tempat tinggal di pinggiran kota. Pengurangan jarak sebagai dampak dari perkembangan mode transportasi ini menyebabkan pengembangan kawasan kota ke urban-fringe ini terjadi secara besar-besaran. Perkembangan mode transportasi juga semakin mengurangi peran tram sebagai penyedia jasa transportasi. Ini berujung pada
penghapusan tram pada dekade tahun 1950 an. Perkembangan mode transportasi berdampak pada peningkatan pendapatan Gemeente dari sektor perpajakan baik pajak jalan maupun pajak kendaraan.
Daftar Pustaka “Aanrijdingen”, De Oosthoekbode, 10 Mei 1930. “Aanrijdingen”, De Oosthoekbode, 5 Mei 1930,. “De Malang-Tram. De vooruitrichten”, De Oosthoekbode 16 Juni 1925. “Demonstratie van een nieuw uitgevonden verkeerstoestel”, De Oosthoekbode, 14 Mei 1930 “ Een ernstig ongeluk”, De Oosthoekbode 26 September 1924 & “Aanrijdingen”, De Oosthoekbode 10 Mei 1930. “Geementeraad bersidang”, Tjahaja Timoer 1 Agustus 1941. “Het Verkeer te Malang”, De Oosthoekbode, 20 Juni 1930. “Kemadjoean kota Malang,”Tjahaja Timoer, 29 September 1922. “Langs de straat: In de Autobus”, De Malanger 4 Agustus 1936. “Malang Stoomtram Maatschappij”, Tjahaja Timoer, 20 September 1916.
Reza Hudiyanto, Modernisasi Transportasi di Kota Malang 1899-1930
“Verkeerde toestand”, De Oosthoekbode, 22 Oktober 1924. “Voor fietser”, De Oosthoekbode, 14 Oktober 1925, hlm. 3. Abeyasakere, S. Jakarta. A History. 1987. Singapore: Oxford University Press. Purwanto, B dan Adam A.W.2005.Menggugat Historiografi Indonesia. Yogyakarta: Ombak. Everyman Encyclopaedie. Fourth Editions.1958. London: J.M. Dent & Sons Ltd. J.M. Sloos, J.M. 1923. “De invloed van de auo’s op het tegenwoordige verkeerswezen.” Kolonial Studien. Jordanova, L. 2000. History in Practice. New York: Oxford University Press. Geist, N.P. dan Halbert, L.A. Urban Society. New Thomas Y Crowell Co,
1950. York:
Kartodirjo, S. Peasant Revolt in Bantam 1888. Staatsblad van Nederlandsch Indie no 1817 Juli 1818.
1
“Aanrijdingen”, De Oosthoekbode, 10 Mei 1930
2
Kartodirjo, S. Peasant Revolt in Bantam 1888.
3
Purwanto, B dan Adam, A.W. 2005. Menggugat Historiografi Indonesia. Yogyakarta: Ombak, hlm. 50. 4
Sebagian besar literatur kolonial menjadikan hukum adat, pertanian, struktur keluarga, adat istiadat dan agama sebagai fokus perhatian. Para sarjana lebih tertarik pada kajian masyarakat pedesaan daripada problem perkotaan. Masyarakat desa atau suku dianggap sebuah objek yang masih utuh, asli dan belum banyak tersentuh modernisasi. Bagi para etnolog, objek itu lebih menarik daripada masyarakat kota yang telah dianggap telah tercabut dari nilai-nilai asli mereka. Wertheim, W.F. 1958. The Indonesian Town. Sudies in Urban Sociology. Bandung: W van Hoeve, hlm. v. 5
Jordanova, L. 2000. History in Practice. New York: Oxford University Press, hlm. 42-43. 6
Tijdschrift voor Nederlandsch-Indie 1863, hlm 488-489 7
Salah satu ketentuan residen adalah semua pengangkutan kopi harus melalui jalur yang telah ditentukan oleh pemerintah. Staatsblad van Nederlandsch Indie no 1817 Juli 1818 “Kemadjoean kota Malang,”Tjahaja Timoer, 29 September 1922. 9 “Malang Stoomtram Maatschappij”, Tjahaja Timoer, 20 September 1916 8
10
Penemuan ini penting karena mesin yang ditemukan Daimler memiliki berat lebih ringan, volume lebih kecil dan putaran mesin lebih cepat dari pada mesin uap. Everyman Encyclopaedie. Fourth Editions. 1958 London: J.M. Dent & Sons Ltd., hlm 233 11
W.F. Wertheim, W.F The Indonesian Town. Sudies in Urban Sociology. (Bandung: W van Hoeve, 1958. Tijdschrift voor Nederlandsch-Indie 1863
57
Ibid, hlm 391
J.M. Sloos, “De invloed van de auo’s op het tegenwoordige verkeerswezen.” Kolonial Studien 1923. Hlm. 387-388 12
13
Noel P Geist and L.A. Halbert., Urban society. (New York: Thomas Y Crowell Co, 1950), hlm 81-83 14
Ibid
58 15
SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Kedua, Nomor 2, Desember 2009
Ibid, hlm 392 “Verkeerde toestand”, De Oosthoekbode, 22 Oktober 1924 21
“Voor fietser”, De Oosthoekbode, 14 Oktober 1925, hlm. 3. 16
Een ernstig ongeluk”, De Oosthoekbode 26 September 1924 & “Aanrijdingen”, De Oosthoekbode 10 Mei 1930, hlm. 3. 22
17
Susan Abeyasakere, Jakarta. A History. (Singapore: Oxford University Press, 1987), hlm. 91.
“Aanrijdingen”, De Oosthoekbode, 5 Mei 1930, hlm. 3. 23
“Geementeraad bersidang”, Tjahaja Timoer 1 Agustus 1941, hlm. 2. 18
24
Ibid
19
ADAM adalah singkatan dari Auto Dienst Afdeeling Malang dan berdiri di Malang pada bulan Maret 1929. Perusahaan otobis ini masih satu payung dengan perusahaan Tan’s Lux Autobusdienst. “Langs de straat: In de Autobus”, De Malanger 4 Agustus 1936, Hlm. 3. “De Malang-Tram. De vooruitrichten”, De Oosthoekbode 16 Juni 1925
“Demonstratie van een nieuw uitgevonden verkeerstoestel”, De Oosthoekbode, 14 Mei 1930, hlm. 3. 25
“Het Verkeer te Malang”, De Oosthoekbode, 20 Juni 1930, hlm. 3. 26
20
27
Ibid
Reza Hudiyanto, Modernisasi Transportasi di Kota Malang 1899-1930
59