Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka HUT Badan Litbang Pertanian, Palembang 16 September 2014
ISBN .........................
Integrasi Sawit Sapi dan Potensinya dalam Mendukung Pertanian Berkelanjutan di Muaro Jambi Palm Oil –Cattle Integration and Their Potential to Ensure Farming Sustainability in Muaro Jambi District Mildaerizanti1*) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Jambi *) Penulis untuk korespondensi: Tel./Faks. +6274140174/+6274140413 email:
[email protected] 1
ABSTRACT Muaro Jambi district have 130,206 hectare palm oil plantations area and 10 units palm oil mills. Palm oil plantations and mills has potentially feed the cattle as usualy as an obstacle in the achievement of self-sufficiency. By integrating collaboration management between palm oil plantations and cattle have a lot of advantages i.e. produce organic fertilizer for palm oil plantation, soil structure improvement by planting a cover crop, fodder for cattle on forage or cover crop between plants from palm oil waste, palm oil waste processing also produced gas that can be used for cooking and lighting. The use palm oil waste for cows and cow waste as organic fertilizer for oil palm plantation will ensure farming sustainability. Keywords: integration , palm oil , cattle, sustainable ABSTRAK Luas lahan perkebunan kelapa sawit di kabupaten Muaro Jambi mencapai 130.206 ha, sedangkan jumlah pabrik pengolahan kelapa sawit berjumlah 10 buah. Perkebunan kelapa sawit dan pabrik pengolahan kelapa sawit berpotensi dalam penyediaan pakan ternak sapi yang selama ini menjadi kendala pengembangan ternak dalam rangka pencapaian swasembada daging sapi. Dengan mengintegrasikan pengelolaan perkebunan kelapa sawit dengan pengelolaan ternak sapi akan didapat banyak keuntungan diantaranya adalah tersedianya pupuk organik untuk kelapa sawit, perbaikan struktur tanah lahan perkebunan, tersedianya pakan ternak untuk sapi, dihasilkan gas yang dapat digunakan untuk memasak dan penerangan. Penggunaan hasil limbah sawit untuk sapi dan hasil limbah sapi untuk sawit menjamin keberlanjutan usaha pertanian. Kata kunci: Integrasi, kelapa sawit, sapi, keberlanjutan PENDAHULUAN Muaro jambi adalah salah satu kabupaten yang terdapat di Provinsi Jambi. Keadaan topografi datar sampai berbukit dengan jenis tanah podsolik merah kuning sehingga umumnya daerah ini memiliki kesuburan tanah yang rendah dan biasanya lebih cocok ditanami dengan tanaman tahunan seperti karet dan kelapa sawit. Dari seluruh perkebunan sawit yang terdapat di Provinsi Jambi (532.293 ha) sebagian besar terdapat di Kabupaten Muaro Jambi (130.260 ha) dan 90.305 ha di antaranya adalah perkebunan rakyat, dengan jumlah petani sebanyak 40.844 kk (Dinas Perkebunan Provinsi Jambi, 2012). Untuk mendukung perkembangan perkebunan kelapa sawit di Provinsi Jambi terdapat 40 pabrik 1
Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka HUT Badan Litbang Pertanian, Palembang 16 September 2014
ISBN .........................
pengolahan kelapa sawit, 10 buah diantaranya terdapat di Kabupaten Muaro Jambi. Perkebunan sawit dan limbah hasil pengolahan kelapa sawit dari pabrik dapat dimanfaatkan secara langsung maupun tidak langsung sebagai penghasil pakan ternak berkualitas. Tanaman kelapa sawit membutuhkan unsur hara yang banyak untuk pertumbuhan dan perkembangannya sehingga mampu berproduksi optimal. Kebutuhan akan unsur hara dicukupi melalui pemberian pupuk. Pupuk yang diberikan untuk tanaman sawit oleh petani umumnya terbatas pada pupuk kimia saja, padahal pemberian pupuk kimia saja tanpa pemberian bahan organik dalam jangka panjang berpotensi merusak sifat fisik, kimia bahkan biologis tanah yang tentunya akan berpengaruh terhadap kelangsungan produksi tanaman sawit itu sendiri. Kebutuhan protein hewani terutama dari daging sapi dan kerbau di Provinsi Jambi belum mampu dipenuhi dari usaha ternak dalam provinsi. Pada tahun 2010 terjadi kekurangan pasokan yang mencapai 3.400 ekor sapi dan 5.500 ekor kerbau (Jambi News, 2011). Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah dengan memberikan bantuan bibit sapi kepada peternak, namun hal ini belum memberikan hasil yang memuaskan. Kendala yang dihadapi peternak dalam mengelola usahatani sapi diantaranya adalah sulitnya mencari rumput untuk kebutuhan pakan. Upaya yang dapat dilakukan dalam memecahkan masalah penyediaan bahan organik untuk perkebunan dan kekurangan pakan untuk sapi adalah dengan memadukan pengelolaan tanaman kelapa sawit dan ternak sapi atau lebih dikenal sebagai sistem integrasi sawit sapi. Melalui integrasi sawit sapi diperoleh banyak keuntungan seperti: kebun sawit akan menyuplai pakan untuk ternak sedangkan dari sapi akan diperoleh pupuk organik yang digunakan untuk memupuk tanaman kelapa sawit sehingga dapat meningkatkan produktivitas kelapa sawit. Selain itu dengan pengolahaan lebih lanjut dari kotoran sapi akan dihasilkan biogas yang dapat digunakan sebagai bahan bakar pengganti bahan bakar fosil untuk memasak dan penerangan, sehingga dampak pencemaran lingkungan juga bisa diminimalisir. Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk (1) mengetahui potensi perkebunan kelapa sawit dalam penyediaan pakan ternak (2) mengetahui manfaat yang diperoleh dari ternak sapi terhadap perkebunan sawit (3) mengkaji potensi integrasi sawit – sapi dalam mendukung pertanian berkelanjutan di kabupaten Muaro Jambi. Tulisan ini merupakan hasil pemikiran dan review tentang potensi perkebunan sawit dan pengembangan ternak sapi yang dapat dilakukan melalui integrasi sawit sapi sebagai pendukung pertanian berkelanjutan yang dikumpulkan melalui studi pustaka, pengamatan secara langsung di lapangan serta pengumpulan data sekunder dari instansi terkait. SISTEM INTEGRASI SAWIT – SAPI Integrasi kelapa sawit – sapi dikembangkan dengan pendekatan Low External Input System of Agriculture (LEISA) dimana terjadi ketergantungan antara kegiatan tanaman dan ternak, terjadi daur ulang optimal dari sumberdaya lokal yang tersedia, sehingga limbah kebun kelapa sawit dan limbah pengolahan kelapa sawit berpeluang untuk digunakan sebagai pakan ternak, sementara limbah ternak dapat digunakan sebagai pupuk organik yang sangat baik untuk tanaman kelapa sawit (Umar, 2009). Pengembangan sistem integrasi sawit- sapi bertujuan untuk: 1) mendukung upaya peningkatan kandungan bahan organik lahan pertanian melalui penyediaan pupuk organik yang memadai, 2) mendukung upaya peningkatan produktivitas tanaman, 3) mendukung upaya peningkatan populasi ternak sapi dan produksi daging, serta 4) meningkatkan 2
Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka HUT Badan Litbang Pertanian, Palembang 16 September 2014
ISBN .........................
pendapatan petani atau pelaku pertanian (Suryana, 2009). Melalui kegiatan ini, produktivitas tanaman maupun ternak menjadi lebih baik. POTENSI KEBUN KELAPA SAWIT SEBAGAI SUMBER PAKAN Pakan ternak untuk ternak sapi terdiri dari pakan hijauan, konsentrat dan suplemen (BPTP Sumbar, 2010). Hijauan adalah pakan utama bagi sapi yang berasal dari rumputrumputan maupun campuran rumput dan tanaman legume. Konsentrat adalah bahan pakan yang berguna untuk melengkapi gizi dari pakan hijauan, terdiri dari bahan pakan dengan serat kasar rendah dan mudah dicerna yang dapat berasal dari biji-bijian, hasil ikutan/limbah pertanian dari pabrik pengolahan hasil pertanian. Menurut Hanusi (2005), tanaman kelapa sawit dapat menghasilkan limbah berupa daun pelepah kelapa sawit yang didapat waktu panen TBS sedangkan industri kelapa sawit menghasilkan 3 jenis limbah utama yang dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak yaitu serat buah sawit, lumpur minyak sawit dan bungkil inti sawit. Menurut Umar (2008) perkebunan kelapa sawit dapat menjadi pemasok pakan ternak melalui penyediaan hijauan pakan ternak berupa gulma dan rumput yang ditanam diantara tegakan kelapa sawit, penyediaan pakan melalui pemanfaatan limbah tanaman kelapa sawit, dan limbah hasil pengolahan kelapa sawit. Hijauan Antar Tanaman Hijauan antar tanaman (HAT) adalah vegetasi yang tumbuh diantara tanaman di lahan perkebunan kelapa sawit, baik yang tumbuh sebagai vegetasi liar atau semak, ataupun rumput yang sengaja ditanam sebagai penutup tanah dari kelompok legum. Vegetasi yang mampu tumbuh dan berkembang di bawah tegakan sawit adalah yang memiliki toleransi yang tinggi terhadap naungan. Beberapa jenis rumput/gulma seperti Axonopus compresus, Ottochloa nodosa dan Paspalum conyugatum, dapat menghasilkan hijauan sebanyak 3 – 5 ton/ha/th (Reksohadiprodjo, 1988). Berdasarkan penelitian Chen dan Othman (1998) biomassa rumput pakan atau legume cover crop yang dapat dipanen pada saat kelapa sawit berumur 3 – 4 tahun sebelum kanopinya menutup berkisar 5,5 – 9,5 ton berat kering per hektar. Calopogonium caeruleum, Centrosema pubescens dan Stylosanthes guianensis tumbuh baik pada kondisi naungan sawit 25%, selain itu penanaman tanaman penutup tanah yang dikombinasi dengan rumput Paspalum notatum dapat menghasilkan bahan kering 13,6 ton/ha/tahun (Rika et al., 1991). Selanjutnya berdasarkan hasil penelitian Hanavi (2007) rumput Paspalum notatum dan Stenotaphrum secundatum sangat toleran terhadap naungan berat sedangkan Digitaria milinjana, Pueraria javanica dan Stylosanthes guianensis termasuk rumput yang toleran terhadap naungan sedang. Dengan banyaknya jenis rumput yang dapat tumbuh pada berbagai tingkat naungan maka terdapat pilihan untuk menanam rumput pakan ternak sesuai kondisi tanaman kelapa sawit di lahan. Pelepah dan Daun Kelapa Sawit Pelepah dan daun sawit merupakan hasil ikutan yang dapat diperoleh sepanjang tahun bersamaan dengan dilakukannya pemanenan tandan buah segar. Pelepah kelapa sawit dipanen 1 – 2 pelepah/panen/pohon. Setiap tahun dari setiap hektar lahan kelapa sawit dapat dihasilkan 22 – 26 pelepah tergantung jumlah populasi kelapa sawit per hektar dengan rata-rata berat pelepah daun sawit 4 – 6 kg/pelepah, bahkan produksi pelepah dapat mencapai 40 – 50 pelepah/pohon/tahun dengan berat sebesar 4,5 kg/ pelepah (Hutagalung dan Jalaluddin, 1982; Umiyasih dan Anggraeny, 2003). Menurut Elisabeth dan Ginting (2003) pelepah sawit dapat digunakan sebagai bahan pakan pengganti rumput untuk ternak ruminansia. Berdasarkan hasil penelitian Simanihuruk et al. (2008) silase pelepah kelapa 3
Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka HUT Badan Litbang Pertanian, Palembang 16 September 2014
ISBN .........................
sawit dapat digunakan sampai 60% sebagai pakan basal ternak kambing, pengganti rumput. Pemanfaatan pelepah dan daun kelapa sawit sebagai pakan pengganti hijauan belum dilakukan secara optimal (Kawamoto et al., 2002) padahal kandungan nutrisi yang terdapat di dalam daun dan pelepah kelapa sawit ini cukup banyak, seperti tertera pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Nutrisi Produk Samping Tanaman Kelapa Sawit Bahan/ produk Bahan Abu Protein Serat Lemak samping Kering(%) Kasar Kasar % Bahan Kering Pelepah Daun Sawit 30,00 14,43 6,50 32,55 4,47 Daun Tanpa Lidi 46,18 13,40 14,12 21,52 4,37 Sumber : Deptan (2010).
Limbah Hasil Pengolahan Kelapa Sawit Limbah hasil pengolahan kelapa sawit yang berpotensi untuk dijadikan pakan sapi adalah serat buah kelapa sawit, lumpur minyak sawit (sludge) dan bungkil inti sawit. Serat buah sawit merupakan hasil samping dari pengolahan kelapa sawit yang yang telah dipisahkan dari buah setelah pengambilan minyak dan biji dalam proses pemerasan. Jumlah serat perasan yang dapat dihasilkan untuk setiap hektar mencapai 2,5 ton bahan kering. Serat perasan mengandung nilai nutrisi yang rendah dan hanya dapat digunakan sebagai bahan pakan pengganti sumber serat. Bungkil inti sawit atau palm kernel cake adalah limbah ikutan proses ekstraksi inti sawit menjadi Palm Kernel Oil (PKO) yang diperoleh melalui proses kimia dan mekanik pabrik pengolahan kelapa sawit. Pemanfaatan bungkil inti sawit dalam ransum sapi mampu menghasilkan peningkatan berat badan sebesar 0,74% – 0,76% kg/ekor/hari (Mustafa et al. 1984), sedangkan menurut uji coba di PTPN IV di kebun Dolok Ilir dengan konsumsi bahan kering 3% dengan formula yang komplit dapat meningkatkan tambahan bobot badan/hari/ekor sapi lokal 0,80 kg (Siregar et al., 2006). Lumpur sawit atau lumpur minyak sawit atau solid (palm sludge) merupakan hasil ikutan yang diperoleh dari pencucian dan proses pemisahan CPO. Lumpur minyak sawit merupakan sumber energi dan mineral (Batubara et al., 2002) karena itu dapat digunakan dalam ransum ternak sebagai pengganti dedak padi bahkan sampai 100% pada sapi perah yang sedang tumbuh. Komposisi nutrisi dari hasil samping pengolahan kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi nutrisi dari hasil samping pengolahan kelapa sawit. Bahan/ produk Bahan Abu Protein Serat Lemak samping Kering(%) Kasar Kasar % Bahan Kering Serat Perasan 26,07 5,10 3,07 50,94 4,37 Lumpur Minyak 91,83 4,14 16,33 36,68 6,49 Sawit Bungkil Inti Sawit 24,08 14,40 14,58 35,88 14,78 Sumber : Deptan (2010).
4
Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka HUT Badan Litbang Pertanian, Palembang 16 September 2014
ISBN .........................
MANFAAT TERNAK SAPI UNTUK KELAPA SAWIT DAN LAINNYA Ternak sapi dapat memberikan keuntungan pada kebun kelapa sawit melalui hasil sampingnya yaitu kotoran sapi yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan organik maupun pupuk organik, manfaat lain adalah dihasilkannya biogas yang dapat digunakan untuk memasak dan untuk penerangan dari hasil samping pengolahan kotoran menjadi pupuk organik. Ternak Sapi Sumber Bahan Organik dan Pupuk Organik Kotoran sapi terutama feses sangat berpotensi sebagai sumber bahan organik. Bahan organik berperan dalam menjaga kesuburan tanah baik secara fisik, kimia dan biologi tanah. Secara fisik bahan organik dapat memperbaiki struktur, tekstur dan porositas tanah sehingga akar tanaman dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, sehingga dapat meningkatkan kemampuan tanaman dalam menyerap hara. Secara kimia bahan organik dapat memperbaiki kesuburan tanah karena bahan organik mengandung unsur-unsur hara baik makro maupun mikro yang diperlukan oleh tanaman. Secara biologis bahan organik dapat meningkatkan aktivitas mikroba tanah. Penyerapan unsur hara oleh tanaman dirangsang oleh aktivitas sejumlah jamur dan bakteri. Misalnya vesikular arbuskular mycohrrizal (VAM) jamur membentuk hubungan simbiosis dengan akar tanaman dengan cara menginfeksi akar dan membentuk hyfa sehingga memperluas eksploitasi sistem perakaran, hal ini biasanya terjadi dalam penyerapan P, Cu, Zn dan air sedangkan penyerapan unsur Fe dan Mn, dirangsang oleh adanya chelates yang dikeluarkan oleh mikroorganisme. Kotoran sapi dalam bentuk urine merupakan sumber pupuk organik yang cukup tinggi kadar haranya nitrogennya. Kandungan hara dari kotoran sapi sangat bervariasi dan tergantung pada jenis pakan yang diberikan serta cara pengelolaannya. Hasil analisis laboratorium dari berbagai sumber terhadap pupuk kandang yang berasal dari kotoran sapi dirangkum pada Tabel 3. Tabel 3. Sumber
Kotoran segar Kompos Urine
Kandungan air, bahan organik dan hara dalam pupuk kandang sapi Kadar Bahan Nitroge P2O5 K2O CaO Air Organik (%) n (%) (%) (%) (%) (%) 81,3 16,7 0,5 0,5 0,5 0,3 7,9 92
69,9 4,8
2,0 1,21
1,5 0,01
2,2 1,35
2,9 1,35
Dari berbagai sumber
Ternak Sapi sebagai Penghasil Biogas Limbah ternak sapi berupa kotoran sapi, selain diolah menjadi pupuk organik juga dapat diolah menjadi biogas. Produksi biogas memungkinkan terwujudnya pertanian berkelanjutan dengan sistem proses nirlimbah (zero waste) dan ramah lingkungan. Memproduksi biogas dapat memberikan berbagai manfaat, antara lain: (1) mengurangi pengaruh gas rumah kaca, (2) mengurangi polusi bau yang tidak sedap, (3) menghasilkan daya dan panas, dan (4) memberikan hasil samping berupa pupuk. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian Serpong untuk 10 ekor sapi mampu memproduksi biogas sebanyak 6 m3/hari. Biogas ini dapat digunakan untuk lampu/penerangan yang memerlukan biogas 0.23 m³/jam dengan tekanan 45 mmH 2O, sedangkan untuk kompor gas diperlukan biogas 0.30 m³/jam dengan tekanan 75 mmH 2O (Widodo et al, 2007). 5
Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka HUT Badan Litbang Pertanian, Palembang 16 September 2014
ISBN .........................
POTENSI SAWIT- SAPI DI MUARO JAMBI Integrasi sawit sapi di Desa Bukit Baling Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi dimulai pada tahun 2007. Sistem pemeliharaan yang dilakukan adalah sapi dikandangkan namun pada pagi hari dilepas di kebun sawit. Melalui kegiatan ini telah terjadi perkembangan jumlah ternak yang semula hanya 180 ekor menjadi 256 ekor pada tahun 2010. Selain perkembangan jumlah ternak, petani juga memperoleh manfaat lain berupa pupuk untuk kebun sawit serta biogas untuk keperluan penerangan dan memasak dengan mengolah kotoran sapi (komunikasi pribadi dengan Asnawati mantan kabid perkebunan Muaro Jambi, 2014). Tahun 2011 luas perkebunan sawit di Kabupaten Muaro Jambi mencapai 90.305 ha, jika perkebunan sawit tersebut bisa diintegrasikan dengan ternak sapi maka diperkirakan jumlah ternak yang dapat ditampung pada lahan tersebut dengan memperhitungkan pakan dari kebun dan hasil limbah pabrik, mencapai 870.915 ekor sapi (data diolah menurut Diwyanto et al., 2004). Jika dianggap sapi yang dapat ditampung di perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Muaro Jambi adalah 50% dari daya tampungnya maka jumlah sapi yang dapat diintegrasikan mencapai 435.457 ekor, dan kotoran sapi yang diperoleh adalah 80% dari jumlah sapi x 20 kg/hari = 6.967.300 kg/hari. Diperkirakan akan dihasilkan kotoran sapi yang sudah dikomposkan sebanyak 3.048.193 (data diolah sesuai menurut Mulyani da n Kartasapoetra, 1991). Kompos ini dapat digunakan untuk memperbaiki kesuburan lahan perkebunan sawit. Jika sapi yang diintegrasikan pada kebun kelapa sawit di Kabupaten Muaro Jambi adalah 435.457 ekor, maka potensi biogas yang akan dihasilkan adalah 435.457 ekor : 10 ekor x 6 m3/hari = 261.274 m3/hari atau 10.886 m3/jam. Jika untuk keperluan memasak dibutuhkan biogas sebanyak 0,30 m3 /jam maka biogas yang dihasilkan berpotensi dapat memenuhi kebutuhan memasak lebih dari 75% rumah tangga petani kelapa sawit di Muaro Jambi (data diolah). Integrasi Sawit – Sapi di Kabupaten Muaro Jambi pada gilirannya akan berdampak pada: (1) efisiensi dan daya saing produk, karena produk yang dihasilkan menggunakan hasil daur ulang proses yang berlangsung maka biaya produksi untuk budidaya sawit dan sapi dapat ditekan (2) keberlanjutan sistem pertanian, hal ini terkait dengan masalah kesuburan lahan kebun yang dapat ditingkatkan dengan penggunaan bahan organik hasil kompos kotoran ternak maupun hasil samping dari tanaman sawit sendiri serta dari penanaman cover crop dan rumput yang dapat dijadikan pakan ternak (3) dampak lingkungan dalam proses pengolahan sawit dapat diminilisir, hal ini terkait dengan limbah yang dihasilkan oleh pabrik pengolahan kelapa sawit yang selama ini sangat berpotensi mencemari lingkungan, dengan adanya pengolahan limbah menjadi pakan ternak dan kompos maka limbah pabrik pengolahan kelapa sawit ini dapat dikurangi. (4) aspek sosial ekonomi, hal ini berhubungan dengan penyediaan biogas sebagai energi rumah tangga, dapat mengurangi biaya yang dikeluarkan untuk bahan bakar dan penerangan, dari hasil samping pengolahan biogas juga dapat dihasilkan kompos yang dapat dijual, jika dilakukan dengan skala yang besar akan membuka lowongan pekerjaan bagi masyarakat sekitar dalam hal pengolahan kompos, pengemasan dan penjualan kompos. Jelaslah bahwa dengan adanya integrasi kelapa sawit- sapi di Kabupaten Muaro Jambi ini akan terjamin keberlanjutan usaha pertanian.
6
Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka HUT Badan Litbang Pertanian, Palembang 16 September 2014
ISBN .........................
KESIMPULAN 1. Sistem integrasi kelapa sawit - sapi adalah suatu sistem pertanian yang dilakukan dengan mensinergikan usaha budidaya kelapa sawit dan budidaya sapi dengan memanfaatkan limbah sawit untuk pakan ternak sementara limbah ternak digunakan untuk tanaman. 2. Sistem Integrasi kelapa sawit – sapi menjamin keberlanjutan dimana limbah kelapa sawit dimanfaatkan sebagai pakan ternak, limbah ternak dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman, terjadi proses daur ulang tanpa ada sumberdaya yang terbuang, terjadi peningkatan produktifitas lahan, pendapatan petani, menumbuhkan bentuk usaha baru dengan hasil samping pupuk dan biogas serta terpelihara lingkungan dengan meminimalkan polusi. DAFTAR PUSTAKA BPTP
Sumbar, 2011. Pakan Ternak untuk Sapi Potong. http://sumbar.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?option=com_content&view=articl e&id=198:-pakan-untuk-ternak-sapi-potong-&catid=1:info-teknologi. Diakses tanggal 10 Oktober 2011 Batubara, L. 2002. Potensi Biologis Daun Kelapa Sawit Sebagai Pakan Basal dalam Ransum Sapi Potong. Dalam: Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Puslitbang Peternakan Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian Bogor. Chen CP, and Othman O. 1984. Performance of Tropical Forages Under The Closed Canopy Of Oil Palm II.Legumes. MARDI Research Bull. Vol. 12 : p. 21 – 37. Departemen Pertanian. 2010. Pedoman Teknis Pengembangan Usaha Integrasi Ternak Sapi dan Tanaman. Kementerian Pertanian. Direktorat Jendral Peternakan. Direktorat Budidaya Ternak Ruminansia. Diwyanto, K., D. Sitompul, I. Manti, I.W. Mathius, dan Soentoro. 2004. Pengkajian Pengembangan Usaha Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi. Prosiding Lokakarya Nasional. Bengkulu, 9 - 10 September 2003. Depertemen Pertanian Bekerjasama dengan Pemerintah Bengkulu dan PT. Agricinal Elisabeth, Y, S.P. Ginting. 2004. Pemanfaatan Hasil Samping Industri Kelapa Sawit Sebagai Bahan Pakan Ternak Sapi Potong. Dalam : Prosiding Lokakarya Nasional. Bengkulu, 9-10 September 2003. Depertemen Pertanian Bekerjasama dengan Pemerintah Bengkulu dan PT.Agricinal. Hanavi, N.D. 2007. Keragaan pastura campuran pada berbagai tingkat naungan dan aplikasinya pada lahan perkebunan kelapa sawit. Sekolah Pasca Sarjana. IPB. Jalaluddin, S, Z.A. Jelan, N. Abdullah and Y.W. Ho. 1991. Recent Development in the Oil Palm by Product Based Ruminant Feeding System. Prc.MSAP, Penang, Malaysia. Pp. 35-44. Jambi News. 2011. Jambi Import Ribuan Ternak Potong. Terbit Jumat, 04 November 2011 Kawamoto, H., M.W.Azhari, N.I.M. Shukur, M.S. Ali, J. Ismail and S. Oshiho. 2002. Palatability Digestibility and Volumary Intake of Processed Oil Fronds in Cattle. Dalam: Prosiding Lokakarya Nasional. Bengkulu, 9 – 10 September 2003. Depertemen Pertanian Bekerjasama dengan Pemerintah Bengkulu dan PT.Agricinal. Mulyani, S.M. dan A.G. Kartasapoetra. 1991. Pupuk dan Cara Pemupukan. Penerbit PT. Rineka Cipta. Jakarta. 7
Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka HUT Badan Litbang Pertanian, Palembang 16 September 2014
ISBN .........................
Reksohadiprodjo, S. 1988. Pakan Ternak Gembala. Penerbit BPFE . UGM . Yogyakarta. Rika I.K., Mendra I.K., Oka I.G.M., dan Oka N. 1991. Forage Species for Coconut Plantation in Bali. Forage for Plantation Crops. ACIAR Proc 32:168 – 170. Umar, S. 2008. Potensi Limbah Kelapa Sawit dan Pengembangan Peternakan Sapi berkelanjutan di Kawasan Perkebunan Kelapa Sawit. Jurnal Wawasan. 12 (3). hal 179 -190. Umar, S. 2009. Potensi Perkebunan Kelapa Sawit sebagai Pusat Pengembangan Sapi Potong dalam Merevitalisasi dan Mengakselerasi Pembangunan Peternakan Berkelanjutan. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara. Siregar Z., Hasnudi., S. Umar., dan I. Sembiring. 2005. Tim Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian USU. Bekerjasama dengan PTPN IV dalam rangka membangun pabrik pakan ternak berbasis limbah sawit. Dinas Perkebunan Provinsi Jambi. 2012. Statistik Perkebunan Provinsi Jambi Tahun 2011. Dinas Perkebunan . Pemerintah Provinsi Jambi. Suryana. 2009. Pengembangan Usaha Ternak Sapi Potong Berorientasi Agribisnis Dengan Pola Kemitraan. Jurnal Litbang Pertanian.Vol. 28(1). Hal. 29-37 Umiyasih, U. dan Anggraeny Y.N. 2003. Keterpaduan Sistem Usaha Perkebunan dengan Ternak: Tinjauan tentang ketersediaan Hijauan Pakan untuk Sapi Potong di Kawasan Perkebunan Kelapa Sawit. Pasuruan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Widodo T.W., Ana N., A.Asari dan A.Unadi. 2007. Pemanfaatan Energi Biogas Untuk Mendukung Agribisnis di Pedesaan. Laporan hasil kegiatan. Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian.
8