Agro inovasI
Inovasi Tepat Guna Mendukung Pertanian Daerah
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Jl. Ragunan No.29 Pasar Minggu Jakarta Selatan www.litbang.deptan.go.id
2
AgroinovasI
Pengering Gabah Berbahan Bakar Sekam Antisipasi Panen Pada Musim Hujan Gangguan cuaca ekstrem pada tahun 2010 dan juga masih berlangsung pada tahun 2011 yang diperlihatkan dengan turunnya hujan di atas pola normal menyebabkan gangguan di bidang pertanian pangan. Terjadinya kebanjiran di beberapa wilayah yang juga menggenangi areal persawahan menjelang panen bukan hanya menimbulkan kerusakan namun juga kehilangan hasil tanaman padi. Jika sudah demikian bukan keuntungan yang diperoleh, bahkan mungkin modalpun tidak kembali. Curah hujan yang tinggi juga menyebabkan terganggunya penjemuran gabah petani. Kondisi jelek ini sering juga disebabkan petani tidak memiliki lantai jemur. Bahkan penggilingan beraspun belum tentu memiliki lantai jemur. Menjemur gabah hanya menggunakan tikar, plastik, terpal yang digelar di halaman rumah, di tanggul saluran atau di jalan. Tanah dalam kondisi tergenang air tentunya memerlukan waktu lebih lama untuk kembali kering, dibanding lantai jemur yang lebih cepat untuk dikeringkan. Hasil panen padi pada periode Maret di Kabupaten OKI menghadapi kendala dalam pemasarannya. Hal ini disebabkan adanya penolakan Bulog membeli beras petani dengan alasan kualitas beras yang dijual sangat rendah. Aksi ini membuat sejumlah pihak meradang, bahkan kalangan wakil rakyat OKI mendesak Pemerintah Kabupaten turun tangan untuk mengatasi persoalan ratusan petani di Kecamatan Lempuing dan Lempuing Jaya secepatnya. Sebab kondisi ini tentunya akan memicu keresahan petani karena harga berasnya anjlok. Hasil identifikasi kualitas beras yang dilakukan oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera pada bulan Juni 2010 di Kecamatan Lempuing Jaya menunjukkan bahwa memang kualitas beras petani tersebut rendah. Hal ini ditunjukkan oleh kadar air yang mencapai 15,57%, butir patah 55,2%, menir 15%, butir merah mencapai 22,4%, butir kuning 65% dan butir putih 13,6%. Sedangkan bila kita mengacu pada Standard Nasional Indonesia (SNI 01-6128-1999) yang terdiri dari 5 kelas mutu yang dimulai dari mutu terbaik sebagai kelas 1, maka beberapa standard pada kelas mutu 4 disyaratkan kadar air maksimum 14%, beras utuh minimum 35 %, beras patah maksimum 25%, butir menir maksimum 2%, butir merah maksimum 3%. Rendahnya kualitas beras tersebut ternyata disebabkan beberapa hal seperti: (1). Gabah terlambat dipanen karena terbatasnya tenaga kerja, (2). Adanya penumpukan gabah berlangsung 7-15 hari sebelum dijemur. Hal ini karena keterbatasan lantai jemur dan turunnya hujan (3). Ketebalan gabah dipenjemuran mencapai 10 cm, padahal sebaiknya tidak melebihi 7 cm. Alasan tersebut menunjukkan bahwa kegiatan pasca panen gabah atau tepatnya pengeringan muncul sebagai permasalahan yang menyebabkan kualitas beras rendah. Di beberapa lokasi menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil rumah tangga petani yang memiliki fasilitas lantai jemur. Di Kabupaten MURA sebanyak 85% petani tidak memiliki fasilitas lantai jemur, dan di Kabupaten OKI sebanyak 80%. Karena itu diperlukan alat pengering, karena sinar matahari tidak mampu mengeringkan gabah secara cepat. Terlebih lagi jika gabah tersebut akan dijadikan benih, maka gabah calon benih yang terkena hujan atau pengeringannya terganggu akan menyebabkan kualitas benih tersebut rendah. Tingginya curah hujan yang mengakibatkan terhambatnya penjemuran gabah sebenarnya dapat diantisipasi dengan pengeringan gabah. PENGERING GABAH Di wilayah pasang surut Sumatera Selatan, saat ini petani mulai menjual padi dalam bentuk gabah kering panen. Hal ini disebabkan (1) mereka memerlukan uang untuk mengembalikan pinjaman sebelumnya yang digunakan untuk biaya usahatani dan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari (2) tidak memiliki fasilitas pengeringan atau lantai jemur (3) penjemuran padi terkendala juga dengan cuaca yang tidak mendukung, karena musim hujan. Tidak mengherankan jika nilai tambah dari proses pengeringan ini diraih oleh penggilingan yang memiliki lantai jemur atau pabrik-pabrik besar yang dimiliki pengusaha-pengusaha beras di tepian Daerah Aliran Sungai Musi.
Edisi 20-26 April 2011 No.3402 Tahun XLI
Badan Litbang Pertanian
AgroinovasI
3
Salah satu kendala yang dihadapi petani yang menjual hasil panen dalam bentuk beras di lahan pasang surut adalah tingginya beras batik (50%), yaitu beras yang mutu dan harganya rendah. Pemerintah Daerah Propinsi Sumatera Selatan melalui Dinas Pertanian Tanaman Pangan sudah mengantisipasi hal tersebut, melalui bantuan mesin pengering padi box dryer bahan bakar minyak (BBM) yang telah disebarkan ke berbagai wilayah, melalui Integrated Irrigation Sector Project (IISP) tahun 1995. Namun mesin-mesin pengering tersebut baru efektif dimanfaatkan oleh petani setelah tahun 2000, Badan Litbang Pertanian melalui Proyek Pengembangan Sistem Usaha Pertanian Lahan Pasang Surut Sumatera Selatan telah melakukan pelatihan-pelatihan, demonstrasi penggunaan mesin pengering untuk pengeringan gabah bersama-sama dengan petani dan operator lokal melalui perbaikan mesin pengering gabah berbahan bakar minyak kapasitas 3 ton. Pada tahun 2004 penggunaan box dryer BBM oleh para petani/pemilik RMU telah berkembang, terutama di Delta Telang dan Delta Saleh. Dalam pengoperasiannya ternyata terdapat kendala karena: (1) Ada bau dari residu minyak tanah karena menggunakan sistem pemanasan langsung (2) Sulit mengontrol besar laju pembakaran pada kompor (burner) dan (3) kenaikan harga BBM. Mesin pengering padi BBS merupakan teknologi baru dengan tujuan untuk mendapatkan hasil beras yang bermutu tinggi dan biaya operasionalnya murah, sehingga beras di petani mempunyai daya saing yang tinggi di pasaran. Dengan cara ini diharapkan akan meningkatkan nilai tambah bagi petani secara optimal. Untuk mendapatkan kondisi seperti diatas diperlukan teknis pengeringan yang benar sesuai dengan anjuran, kondisi kerja yang aman (kejerian kerja yang rendah) dan efisien secara ekonomis. Perkembangan penggunaan teknologi pengering padi BBS yang relatif pesat, akan membuka peluang perubahan-perubahan aspek teknis salah satunya adalah kapasitas kerja. Kapasitas kerja yang tinggi, akan dapat menekan biaya operasional dan akan mengurangi antrian gabah kering panen. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumsel dalam beberapa aktivitasnya berupaya untuk mendiseminasikan pengering ini diantaranya melalui kegiatan gelar teknologi pengembangan mesin pengering bahan bakar sekam di lahan pasang surut dalam bentuk; (1) Paparan tentang rancang bangun mesin pengering padi bahan bakar sekam oleh nara sumber, (2) Praktek pabrikasi mesin pengering BBS di bengkel Alsintan dan demontrasi pengoperasian mesin pengering padi BBS. Peserta gelar teknologi terdiri dari; (1) Kelompok tani, (2) Pengurus Gapoktan, (3) Pemilik/ pengusaha RMU, (4) Pemilik bengkel alsintan, (5) Petugas penyuluh lapangan (PPL),(6) Dinas/ instansi lingkup Pemerintah Daerah Prov Sumsel, Kota Palembang dan Kabupaten Banyuasin, dan (7) Peneliti/penyuluh/teknisi di BPTP Sumatera Selatan. Praktek pabrikasi mesin pengering BBS di laksanakan di bengkel Alsintan Santoso yang berlokasi di Plaju, Palembang. Pada kegiatan ini, peserta gelar dijelaskan proses pembuatan mesin pengering padi BBS oleh nara sumber yaitu Bapak Joko Santoso. Mesin pengering BBS pada dasarnya terdiri dari beberapa komponen utama yaitu: (1) Bak pengering, (2) Tungku sekam, (3) Blower, dan (4) Engine penggerak blower. Pelaksanaan demo pengeringan gabah dilaksanakan di lokasi kelompok tani penangkar benih dan lumbung pangan Suka Ratu Desa Sungai Dua Kecamatan Rambutan Kabupaten Banyuasin. Kelompok tani ini telah mengoperasikan mesin pengering BBS sejak tahun 2008. Mesin pengering digunakan untuk mengeringkan gabah dan benih hasil panen petani anggota. Untuk kepentingan penangkaran benih dan lumbung pangan digunakan mesin pengering dengan kapasitas 5 ton/operasi. Gambar 1. Prototype mesin pengering bahan bakar Tidak ada perbedaan teknis pengeringan gabah sekam dengan tungku ABC kapasitas 3t pertama kali dan benih, kecuali suhu pengeringan yang dikenalkan di Desa Upang, Banyuasin. digunakan. Untuk pengeringan gabah suhu
Badan Litbang Pertanian
Edisi 20-26 April 2011 No.3402 Tahun XLI
4
AgroinovasI
maksimal dapat mencapai 450C, sedangkan untuk produksi benih suhu maksimal adalah 400C. Rancang Bangun Box Dryer Bahan Bakar Sekam (Bbs) Rancang Bangun tungku Sekan Model ABC (Nama ini berasal dari APESSI, Bimasakti, dan Cilamaya) kapasitas 3 ton dilakukan di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) pada tahun 2003. Pada prinsipnya box dryer BBS terdiri dari 5 komponen, yaitu (1) bak pengering, (2) tungku sekam, (3) blower, dan (4) engine penggerak blower. Sketsa rangkaian dari ke-4 komponen tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.
Bak Pengering Bak pengering berbentuk kotak mempunyai panjang (p), lebar (l), dan tinggi (t) tergantung kepada kapasitas yang diinginkan. Bak pengering dari box dryer umumnya sudah ditetapkan setinggi 110 cm, dengan pembagian 50 cm untuk ruang plenum, 50 cm untuk tebal gabah, dan 10 cm untuk pengamanan agar gabah tidak tumpah gambar 3) Ruang pengering berfungsi untuk menempatkan gabah basah yang akan dikeringkan, permukaan diratakan, tebal maksimum 50 cm, dan tidak diperlukan pembalikan. Antara ruang pengering (bagian atas dan ruang plenum (bagian bawah) dibatasi oleh besi pelat porus (pelat lubang) dengan garis tengah lubang 2 mm. Ini dimaksudkan agar udara panas dengan mudah masuk ke dalam gabah basah, tetapi butir gabah tidak dapat jatuh ke ruang plenum. Pada dinding ruang plenum dipasang sebuah termometer jarum dengan kapasitas ukur 100 ºC untuk mengontrol suhu pengeringan sesuai dengan yang diinginkan (tergantung kepada komoditas dan tujuan dari pengeringan). Ruang plenum berfungsi menampung udara panas dengan suhu dan tekanan tertentu. Tekanan Gambar 1. Sketsa box dryer BBS udara panas di dalam ruang plenum merupakan tekanan statis, sehingga memungkinkan tekanan terhadap semua titik pada luas permukaan gabah di dalam ruang pengering sama. Hal ini sangat penting sehingga kecepatan aliran udara pengering menembus tumpukan gabah di semua titik sama dan seluruh gabah qakan kering secara bersamaan. Metoda Pengeringan Biji-Bijian Lapisan Tipis Kelemahan utama pengeringan gabah menggunakan box dryer yaitu kadar gabah pada akhir pengeringan tidak seragam. Proses Gambar 3. Bak Pengering pengeringan gabah dengan box dryer BBS menggunakan metoda “Pengeringan biji-bijian lapisan tipis, ketebalan gabah di dalam bak pengering dibagi menjadi 3 lapisan yaitu lapisan bawah (B), lapisan tengah (T), dan lapisan atas (A). Parameter pengeringan yang diukur antara lain : suhu udara lingkungan meliputi suhu bola kering (Tbk) dan suhu bola basah (Tbb); suhu plenum (Tpl), suhu gabah per lapis meliputi lapis bawah (TB), lapis tengah (TT), lapis atas (TA); suhu udara exhaust (Te); kadar air gabah per lapis meliputi lapis bawah (MB), lapis tengah (MT), lapis atas (MA); kecepatan aliran udara Edisi 20-26 April 2011 No.3402 Tahun XLI
Badan Litbang Pertanian
AgroinovasI
5
pengering menembus tumpukan gabah (Vu). Proses pengeringan gabah baik dengan mesin maupun penjemuran dapat dihentikan, apabila kadar air gabah rata-rata telah mencapai ≤ 14 %. Penggilingan sebaiknya dilakukan setelah gabah kering diistirahatkan selama minimal 12 jam terhitung sejak dihentikannya proses pengeringan. Kadar air gabah lapisan bawah (MB) lebih rendah dibandingkan dengan gabah lapisan tengah (MT), dan kadar air gabah lapisan tengah lebih rendah dibandingkan dengan kadar air gabah lapisan atas (MA), atau MB<MT<MA, sebaliknya suhu gabah lapis bawah (TB) lebih tinggi dibandingkan dengan suhu gabah lapisaqn tengah (TT), dan suhu gabah lapisan tengah (TT) lebih tinggi dibandingkan dengan suhu gabah lapisan atas (TA) atau TB>TT>TA (Gambar 4). Dari Gambar 4, maka tugas udara pengering ada 2 macam : (1) Membawa panas masuk ke gabah basah sehingga terjadi proses pengeringan, dan (2) Mengangkut uap air keluar dari tumpukan gabah. Panas yang masuk ke komoditas yang dikeringkan (gabah) dikontrol oleh termometer jarum yang dipasang pada dinding plenum, hal ini tergantung kepada macam komoditas dan tujuan dari pengeringan itu sendiri. Sedangkan aliran udara pengering harus dapat menembus tumpukan gabah, hal ini dapat dikontrol dengan “flow meter” atau selembar kertas yang ditempatkan pada permukaan gabah. Dengan flow meter aliran udara menembus tumpukan gabah sebesar 6,5 m/menit; sedangkan dengan selembar kertas harus bergerak-gerak yang menunjukkan bahwa aliran udara pengering menmbus tumpukan gabah. Teknik Pengeringan Biji-Bijian Menggunakan Box Dryer Pengeringan gabah menggunakan box dryer akan dihasilkan gabah kering yang kadar airnya tidak seragam. Kadar air gabah lapisan bawah lebih rendah dibandingkan dengan lapisan atas, sehingga kadar air gabah pada akhir pengeringan merupakan kadar air rata-rata dari lapisan bawah dan lapisan atas. Kadar air rata-rata ini harus didapatkan dari kadar air gabah lapis bawah dan atas yang saling berdekatan. Misal mengeringkan gabah untuk tujuan digiling dengan kadar air 14 %, maka teknik pengeringan harus dapat menghasilkan MB= 13 % dan MA=15% sehingga kadar air rata-rata 14 %. Dalam prakteknya hal tersebut tidaklan sulit dicapai karena gabah dengan bkadar air 13 % dan 15 % apabila diaduk sewaktu memasukkan ke dalam karung akan mudah menjadi 14 % mengingat sifat dari gabah yang higroscopis. Kondisi seperti ini akan memungkinkan apabila gabah kering disimpan di gudang dengan label kadar air 14% akan aman. Hal ini akan berbeda dengan kondisi lain akibat teknik pengeringan yang tidak baik, yaitu angka kadar air gabah kering rata-rata 14 % berasal dari MB=10 % dan MA=18 % yang apabila diaduk sewaktu memasukkan ke dalam karung akan sulit menjadi 14 %. Apabila dismpan di gudang dengan label kadar air 14 %, maka akan terjadi masalah demikian pula apabila digiling. Untuk mendekatkan kadar air gabah antar lapis bawah dan atas, dapat ditempuh dengan meningkatkan kecepatan aliran udara pengering. Namun demikian perlu diingat bahwa semakin cepat aliran udara pengering menembus tumpukan gabah maka suhu udara exhaust (Te) semakin tinggi, yang hal ini dapat
Badan Litbang Pertanian
Edisi 20-26 April 2011 No.3402 Tahun XLI
6
AgroinovasI
Gambar 6. Pembakaran sekam pada tungku ABC yang memiliki 3 tungku majemuk kapasitas 10 t.
dipandang sebagai pemborosan bahan bakar. Oleh karena itu berdasarkan praktek pengeringan gabah menggunakan box dryer yang sudah dilakukan kecepatan aliran udara pengering menembus tiumpukan gabah yang dikontrol dengan flow meter sebesar 6,5 m/menit.
2. Tungku Sekam Tungku sekam berfungsi sebagai sumber panas pengeringan. Oleh karena itu agar proses pengeringan gabah dapat berlangsung seperti yang diharapkan, maka sumber panas harus mampu menyediakan panas yang cukup (lebih mudah mengaturnya) dan berjalan secara kontinyu. Tungku sekam model ABC ini terdiri dari 5 komponen utama yaitu : (1) Dinding tungku (head exchanger), (2) Cerobong asap, (3) Hopper, (4) Nako, dan (5) Rumah tungku (Gambar 5). Tungku model ABC bekerja secara alami dengan mengandalkan pengaruh cerobong (Chimney effect) (Gambar 7). Api hasil pembakaran sekam memanaskan dinding tungku terbuat dari bahan besi pelat tebal 3 mm berbentuk lengkung setengah lingkaran. Suhu dinding tungku ini tinggi dapat mencapai 300-500°C. Oleh karena itu pengoperasian tungku dilakukan pada saat blower berjalan. Panas dari dinding tungku diambil oleh massa udara luar yang dialirkan oleh blower sehingga menghasilkan udara pengering yang selanjutnya dikirim ke komoditas yang dikeringkan. Dengan demikian pemanasan udara pengering berlangsung secara tidak langsung (indirect heating) sehingga dihasilkan udara pengering yang bersih, bebas dari segala bentuk polusi dan dapat digunakan untuk mengeringkan berbacai macam komoditas seperti jagung, kopi, cengkeh, dan sebagainya dengan tanpa mengganggu aromanya (multi komoditas). Cara Mengoperasikan Box Dryer BBS Tungku Model ABC 1. Buka nako (4) dan tebarkan sekam kering tipistipis pada alas pembakaran sekam di dalam dinding tungku, 2. Tutup dan kunci nako kembali, Gambar 8. Sistem pengering gabah bahan bakar sekam 3. Hamparkan sekam dari lubang hopper sehingga (BBS) kapasitas 10 t dengan tungku majemuk. menutup lubang nako, 4. Mulai dengan pembakaran awal, dengan bantuan segumpal sekam yang telah dibasahi dengan minyak tanah, yang diletakkan pada dasar hopper atau ujung atas dari nako (Gambar 5) 5. Kontrol suhu pengeringan di dalam ruang plenum melalui termometer jarum, 45ºC untuk tujuan digiling, 40ºC untuk tujuan produksi benih, 6. Kontrol aliran udara pengering dengan menggunakan flow meter (6,5 m/menit) atau selembar kertas (melayang,atau bergerak-gerak) diletakkan di permukaan gabah, Proses pengeringan dapat dihentikan apabila kadar air gabah rata-rata ≤14 % untuk tujuan
Edisi 20-26 April 2011 No.3402 Tahun XLI
Badan Litbang Pertanian
digiling atau 11 % (?) tujuan produksi benih
AgroinovasI
7
Cara Menghentikan Proses Pengeringan 1. Matikan api dalam tungku dengan jalan mengeluarkan bara dalam ruang pembakaran, dan matikan bara dengan air, 2. Blower tetap dijalankan untuk mengeluarkan panas didalam tumpukan gabah dan mendinginkan komponen-komponen besi dari tungku (± 1 jam), 3. Matikan blower. 4. Penggilingan beras dapat dilakukan setelah 15 jam terhitung saat dihentikannya proses pengeringan. Spesifikasi Teknis Alat Pengering Gabah BBS Kapasitas 3 ton adalah sebagai berikut: Kinerja pengeringan • Kapasitas pengeringan : 3 ton • Ketebalan gabah : 0,5 m • Suhu pengeringan : 40 – 45 0C Tabel 2. Mutu beras giling pada RMU yang menggunakan • Laju pengeringan : 0,63 %/jam mesin pengering BBS di Kabupaten Banyuasin. • Kecepatan udara pengering : 6,65 m/menit Kecamatan Bak Pengering Uraian Muara Telang Air Saleh • Ukuran/dimensi (PxLxT) : 400 x 300 x110 cm Beras kepala (%) 73,21 72.5 • Bahan: pasangan batu bata Beras patah (%) 20,35 18.75 Butir kuning (%) 1,83 1,9 • Lantai gabah: plat baja porus diameter 2 mm Butir menir (%) 3,4 4,2 Blower Rendemen beras (%) 64,28 67.5 • Tipe blower: tipe axial Harga beras (Rp/kg) 4267,85 4225 • Diameter : 60 cm • Engine penggerak: mesin solar 8,5 HP Konsumsi bahan bakar • Solar : 6 liter/10 jam • Sekam dengan kadar air < 12% : 300 kg/10 jam
Pengembangan Penggunaan Pengeringan BBS Mesin pengering padi bahan bakar sekam (BBS) sejak pertama kali di introduksi di lahan pasang surut Sumatera Selatan pada tahun 2004 terus berkembang pesat pemanfaatannya oleh pemilik RMU dan kelompok tani. Pada tahun 2004 baru 1 (satu) unit box dryer BBS yang beroperasi di Desa Upang Kecamatan Makarti Jaya, yang merupakan prototype dari Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi). Pada tahun 2005, 2006, 2007, 2008, 2009 jumlahnya menjadi 7, 17, 38, 70, 100 unit. Bahkan pada akhir tahun 2010 sudah ada 200 unit box dryer BBS yang tersebar di beberapa kawasan sentra padi di Kabupaten Banyuasin, Musi Banyuasin, Ogan Komering Ilir dan Ogan Komering Ulu Timur, serta ada yang dikirim ke luar propinsi (Gambar 6). Gambar. 6. Perkembangan mesin pengering BBS di Sumatera Selatan. Penggunaan teknologi pengeringan padi dengan menggunakan BBS telah berkembang dengan pesat di lahan pasang surut Sumatera Selatan. Sejak mesin pengering BBS dengan kapasitas 3 ton diperkenalkan untuk pertama kalinya di Desa Upang Kecamatan Makarti Jaya pada tahun 2004, sampai dengan akhir tahun 2008 (dalam jangka waktu 5 tahun) tidak kurang dari 70 unit mesin pengering BBS telah dibangun oleh petani/pemilik RMU secara swadaya (BPTP Sumatera Selatan, 2007). Hal ini antara lain disebabkan tingginya harga minyak tanah di lapangan, disamping keberadaannya begitu langka. Mesin pengering padi dengan menggunakan BBM (bahan bakar minyak) praktis tidak lagi dioperasikan. Di lain fihak pengeringan padi dengan penjemuran seringkali menemui hambatan karena waktu panen jatuh pada musim hujan. Namun dalam perkembangannya mesin pengering BBS kapasitas 3 ton tersebut dirasakan terlalu kecil, sehingga petani dalam mengeringkan gabah basahnya seringkali ”over load” atau pembebanan yang berlebihan. Hal ini terpaksa dilakukan, karena terjadi antrian gabah basah yang
Badan Litbang Pertanian
Edisi 20-26 April 2011 No.3402 Tahun XLI
8
AgroinovasI
jumlah cukup besar. Pengeringan dengan ”over load” ini dapat berakibat terhadap menurunnya mutu beras yang dihasilkan, yang dampaknya dapat menurunkan harga jual. Pengeringan gabah BBS juga dilakukan di lokasi kelompok tani penangkar benih dan lumbung pangan Suka Ratu Desa Sungai Dua Kecamatan Rambutan Kabupaten Banyuasin. Kelompok tani ini telah mengoperasikan mesin pengering BBS sejak tahun 2008. Mesin pengering digunakan untuk mengeringkan gabah dan benih hasil panen petani anggota. Untuk kepentingan penangkaran benih dan lumbung pangan digunakan mesin pengering dengan kapasitas 5 t/operasi. Tidak ada perbedaan teknis pengeringan gabah dan benih, kecuali suhu pengeringan yang digunakan. Untuk pengeringan gabah suhu maksimal dapat mencapai 45oC, sedangkan untuk produksi benih suhu maksimal adalah 40oC.
Profil Mesin Pengering Di Pasang Surut Sumatera Selatan. Kapasitas mesin pengering yang ada di lapangan bervariasi mulai 3 ton, 5 ton sampai 10 ton untuk sekali operasi pengeringan. Di Kecamatan Muara Telang Kabupaten Banyuasin, kapasitas pengering berbahan bakar sekam berkisar 7-10 ton dengan rata-rata 7,85 ton, sedangkan di kecamatan Air Saleh bervarisi dari 3– 6,5 ton dengan rata-rata 4,87 ton. Rata-rata waktu yang diperlukan untuk mengoperasikan alat tersebut untuk mengeringkan gabah di Kecamatan Tabel 1. Analisis finansial usaha pengeringan menggunakan Muara telang dan Air Saleh selama 14,85 jam/ mesin pengering gabah bahan bakar sekam di Kecamatan Muara Telang dan Air Saleh tahun 2009. operasi dan 11,75 jam/operasi. Kecamatan Bahan bakar sekam yang digunakan untuk Uraian Muara Telang Air Saleh mengeringkan gabah tersedia melimpah Nilai investasi pengeringan 24.285.714 23.250.000 dan bahkan menjadi limbah jika tidak (Rp) dimanfaatkan. Sehingga penggunaan sekam Kapasitas alat (ton/operasi) 7,85 4,87 itu bermanfaat dan dapat diperoleh secara Waktu pengeringan (jam/ 14,85 11,75 cuma-cuma. Ketersediaan sekam itu terjamin operasi) sekam (kg/ karena pengering tersebut terintegrasi dengan Konsumsi 510,71 442,5 operasi) penggilingan padi pemiliknya. Disamping itu Konsumsi solar (ltr/operasi) 17,28 12,5 abu sekam dapat digunakan sebagai amelioran Konsumsi olie (ltr/operasi) 0,29 0,235 untuk mengurangi keasaman tanah di wilayah Harga solar (Rp/ltr) 6.000 6.000 pasang surut. Harga olie (Rp/ltr) 25.000 25.000 Ongkos pengeringan dibayar konsumen Operator (orang) 2 2 bervariasi Rp 150.000/operasi ada juga Rp Upah operator 82.142,85 62.500 5.000-6.000/karung gabah. Dimana 1 karung (Rp/orang/operasi) pengeringan berisi 67,5 kg. Upah seorang operator untuk Ongkos 102,91 88,46 dibayar konsumen (Rp/kg) alat pengering berkapasitas 10 ton senilai Rp Jumlah operasi per tahun 37,14 46,75 100.000 untuk tiap kali operasi, sedangkan (kali) Penerimaan (ongkos untuk yang berkapasitas 7 ton besar upahnya 30.033.527 20.160.937 Rp 75.000, sedangkan yang berkapasitas 3 dibayar konsumen) (Rp/th) Biaya perbaikan (Rp/th) 180.714 150.000 ton besar upahnya Rp 50.000,- untuk tiap Biaya variabel (Rp/th) 10.410.918 9.774.656 kali operasi. Bunga pinjaman yang berlaku Bunga atas biaya variabel 312.327 293.239 sebesar 12%/th. Perhitungan bunga atas biaya (Rp/th) variable dinilai selama 3 bulan saja mengikuti Bunga investasi(Rp/th) 2.914.285 2.790.000 masa kerja alat tersebut yang berkisar 2,5 – 3 Penyusutan pengeringan 2.185.714 2.092.500 bulan. Penyusutan dihitung dengan asumsi (Rp/th) Biaya tetap (Rp/th) 5.412.327 5.175.739 penggunaan alat ekonomis selama 10 tahun total (Rp/th) 15.823.245 14.950.396 dengan mempertimbangkan nilai sisa 10% Biaya Pendapatan pengeringan 14.210.281 5.210.541 dari nilai investasi awal. (Rp/th) Untuk pengering yang berkapasitas 3 ton Biaya pokok (Rp/kg) 54,22 65,60 operasional mesin berjalan selama 8-10 jam, Titik impas (kg/th) 153.755 169.004 dengan kebutuhan solar 10 ltr, dan pengering
Edisi 20-26 April 2011 No.3402 Tahun XLI
Badan Litbang Pertanian
AgroinovasI
9
berkapasitas 7 ton selama 12-15 jam, dengan kebutuhan solar 15 ltr, sedangkan yang berkapasitas 10 ton pengering beroperasi selama 15-20 jam, dengan kebutuhan solar 25 ltr. Kebutuhan olie mesin berkapasitas 10 ton tiap 250 jam sebanyak 5 ltr, sedangkan yang berkapasitas 7 ton dan 3 ton tiap 100 jam dilakukan penggantian olie sebanyak 2 ltr. Selama masa pengeringan 2,5 bulan dalam 1 tahun, untuk pengering yang berkapasitas 3 ton, 7 ton dan 10 ton masing-masing beroperasi 50 kali, 40 kali dan 30 kali. Rata-rata biaya perbaikan yang dikeluarkan untuk pengeringan di kecamatan Muara Telang dan Air Saleh sebesar Rp 180.714/th dan Rp 150.000/th. Biaya variabel terdiri dari biaya perbaikan, upah operator dan biaya bahan bakar dan pelumas. Sedangkan biaya tetap terdiri dari penyusutan dan nilai bunga. Biaya total yang dikeluarkan untuk mengoperasikan pengering selama masa operasi 2,5 bulan dalam satu tahun di Kecamatan Muara Telang dan Air Saleh, masing-masing sebesar Rp15.823.245/th dan Rp 14.950.396/th. Penerimaan yang diperoleh pemilik pengering dari ongkos pengeringan yang dibayar pelanggan di Kecamatan Muara Telang dengan jumlah gabah yang dikeringkan sebanyak 291,83 ton/th sebesar Rp 30.033.527/th, sedangkan di Kecamatan Air Saleh dengan volume gabah yang dikeringkan sebanyak 227,9 ton/th diperoleh penerimaan sebesar Rp 20.160.937/th. Pendapatan pemilik pengeringan di kecamatan Muara Telang dan Air Saleh masing-masing senilai Rp 14.210.281/th dan Rp 5.210.541/th. Hasil analisis menunjukkan bahwa untuk mengeringkan 1 kg gabah di Kecamatan Muara Telang dan Air Saleh maka biaya yang dikeluarkan pemilik pengering atau biaya pokok pengeringan sebesar Rp 54,22/kg dan Rp 65,60/kg. Sedangkan ongkos yang harus dikeluarkan oleh pelanggan untuk mengeringkan 1 kg gabah di kecamatan Muara Telang dan Air saleh sebesar Rp 102,91 dan Rp 88,46. Dengan demikian untuk 1 kg gabah yang dikeringkan, maka pemilik mesin pengering di Kecamatan Muara Telang dan Air Saleh mendapatkan keuntungan sebesar Rp 48,69/kg dan Rp 22,86/kg. Pemilik pengering tersebut berada dalam keadaan impas (tidak memperoleh keuntungan dan juga tidak mengalami kerugian) mengoperasikan alatnya jika dalam satu tahun di Kecamatan Muara Telang dikeringkan gabah sebanyak 153,7 ton dan di Kecamatan Air Saleh sebanyak 169 ton. Uji coba Box Dryer BBS yang direkayasa menjadi kapasitas 10 ton di Desa Telang Rejo Jalur 8 jembatan 5 Delta Telang I Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan tahun 2008 menunjukkan bahwa rendemen pengeringan box dryer BBS sebesar 87,5% sedangkan penjemuran 85%. Rendemen giling beras yang dikeringkan dengan box dryer BBS sebesar 65%, sedangkan dengan penjemuran 62% (Sutrisno, et al., 2008). Hasil ujicoba pengeringan gabah dengan menggunakan box dryer BBS kapasitas 3 t pada tahun 2004-2005 menunjukkan bahwa: (1) Waktu pengeringan berkisar 8-12 jam atau rata-rata 10 jam, lebih cepat dibandingkan dengan penjemuran yang lamanya 1-2 hari, (2) Rendemen pengeringan rata-rata meningkat 2,5%, (3) Rendemen beras giling rata-rata meningkat 2,5 %, (4) persentase beras kepala rata-rata meningkat 17%, (5) Biaya pengeringan rata-rata sebesar Rp. 25/kg GKP berarti lebih rendah dibandingkan dengan biaya penjemuran (Rp. 50/kg GKP), dan (6) Harga jual beras rata-rata meningkat sebesar Rp. 300/kg (Sutrisno, et al., 2007a). Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, akibat terjadinya peningkatan rendemen dan mutu beras giling serta penurunan biaya pengeringan, pendapatan petani dapat ditingkatkan sebesar ± Rp1.500.000,-/ ha (1 ha ∞ 6 t GKP). Mutu beras yang dihasilkan oleh RMU yang mengeringkan gabah menggunakan mesin pengering BBS pada 2 (dua) kecamatan sentra produksi beras di Kabupaten Banyuasin adalah sebagai berikut: Apabila mengacu pada Standard Nasional Indonesia (SNI 01-6128-1999), maka kualitas beras tersebut memenuhi beberapa standard pada kelas mutu 5 yang disyaratkan (beras kepala minimum 60%, beras utuh minimum 35 %, beras patah maksimum 35%, butir menir maksimum 5%, butir merah maksimum 5%). Dengan demikian mutu beras giling pada RMU yang menggunakan mesin pengering BBS di Kecamatan Air Saleh mendekati standard kelas mutu 5 untuk beras kepala dan memenuhi syarat kelas mutu 4 untuk beras utuh. Di Kecamatan Muara Badan Litbang Pertanian
Edisi 20-26 April 2011 No.3402 Tahun XLI
10 AgroinovasI Telang bahkan memenuhi syarat kelas mutu 4 untuk beras kepala dan butir patahnya. Untuk mewujudkan satu unit pengering tersebut nilai investasi alat pengering yang bisa mencapai Rp 30.000.000, dirasakan sebagai kendala bagi pelaku usaha yang memiliki keterbatasan modal. Namun secara kelompok, maka petani dapat saja melakukan usaha itu yang dikelola secara bersama, dengan menghimpun dana dari kelompok tani bahkan gapoktan. Respon positif terhadap penggunaan mesin pengering gabah bahan bakar sekam dapat dilihat dari masing-masing pelaku usaha seperti pemilik RMU, petani dan pedagang beras. Pemilik RMU memiliki persepsi positif terhadap penggunaan mesin pengering BBS antara lain; (1) Menjadi daya tarik bagi petani untuk menggilingkan padi, (2) Kualitas beras yang dihasilkan lebih baik, sehingga meningkatkan pendapatan dari peningkatan harga dan rendemen beras, dan (3) Dapat mengatasi problem pengeringan pada saat panen raya di pasang surut yang bertepatan dengan musim hujan. Bagi petani, penggunaan mesin pengering BBS mempunyai kelebihan; (1) Meningkatkan mutu beras dengan berkurangnya “beras batik”, (2) Gabah dan beras dapat disimpan lebih lama dirumah, sehingga ketersediaan untuk konsumsi lebih terjamin akibat adanya stok (3) Membantu mengatasi problem pengeringan pada saat panen raya yang bertepatan dengan musim hujan, (3) Mengatasi masalah kekurangan tenaga kerja pada saat panen raya, dan (4) Meningkatkan pendapatan akibat peningkatan mutu dan harga beras. Sedangkan bagi pedagang, dengan meningkatnya kualitas beras yang dihasilkan oleh petani di lahan pasang surut dapat: (1) memudahkan penanganan dan pengolahan jika membeli gabah, (2) dapat disimpan lebih lama serta (3) mempermudah pemasaran beras di Sumatera Selatan. Budi Raharjo, Yanter Hutapea dan Rudy Soehendi, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Selatan BPTP Sumatera Selatan Jl. Kolonel H. Berlian km 6 Palembang Telp. 0711 410155 Fax 0711 411845 E-mail:
[email protected] Web: www.ampung.litbang.deptan.go.id
Edisi 20-26 April 2011 No.3402 Tahun XLI
Badan Litbang Pertanian