12
AgroinovasI
Inovasi Pertanian Sumatera Selatan Mendukung Swasembada Beras Nasional Dewasa ini, Pemerintah Daerah Sumatera Selatan (Sumsel) ingin mewujudkan Sumsel Lumbung Pangan sesuai dengan tersedianya potensi sumber daya lahan yang cukup variatif, mulai dari lahan sawah irigasi, tadah hujan, rawa pasang surut, lebak dan lahan kering. Untuk turut mendukung pencapaian program tersebut, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumsel juga berkiprah melakukan inovasi di bidang pertanian yang berbasis pada kondisi yang spesifik lokasi, berorientasi pada kebutuhan pengguna. Beberapa inovasi yang tergolong masih anyar di antaranya inovasi peningkatan indeks pertanaman (IP). Peningkatan indeks pertanaman padi maksudnya meningkatkan intensitas penanaman padi dalam periode satu tahun (dalam pengertian 12 bulan), misalnya dari yang biasanya ditanam hanya satu kali oleh petani, ditingkatkan penanamannya menjadi 2 kali dalam satu tahun. Lebih spesifik dibanding wilayah lain di Indonesia, dengan keberagaman agroekosistem di Sumsel seperti agroekosistem irigasi, lahan kering, tadah hujan, pasang surut dan lebak menyebabkan adanya kekhasan dalam komponenkomponen teknologi yang diberikan di masing-masing agroekosistem untuk usahatani padi. Kondisi air yang tersedia untuk penanaman padi pada berbagai agroekosistem berbeda. Meskipun padi bukan tanaman air, tapi membutuhkan air. Sehingga kondisi ketersediaan air menjadi pertimbangan penting. Dengan mempertimbangkan kondisi ketersediaan air di alam, maka penanaman padi di lahan lebak dan pasang surut dapat dilakukan dua kali dalam satu tahun, sedangkan di beberapa tempat di agroekosistem irigasi yang selama ini sudah ditanami padi tiga kali dalam satu tahun, dengan melakukan cara-cara tertentu maka dapat ditingkatkan menjadi empat kali tanam. Meningkatkan IP padi bukan tanpa kendala, namun tersedia juga peluang dan kemauan petani untuk melakukannya. IP PADI 200 Lahan Pasang Surut Di Sumatera Selatan luas lahan rawa pasang surut 961.000 ha. Dari lahan pasang surut yang berpotensi untuk pertanian tersebut, 359.250 ha sudah direklamasi. Berkenaan untuk mengimbangi penciutan lahan produktif, serta mendukung ketahanan pangan dan pengembangan agribisnis, maka pengembangan lahan pasang surut harus benar-benar dilakukan secara cermat dan hati-hati disesuaikan dengan karakteristik wilayahnya. Lahan rawa pasang surut merupakan lahan marginal, dengan karakteristik yang tidak stabil dan selalu berubah sesuai dengan perubahan lingkungan. Secara umum kendala yang dihadapi dalam mengembangkan lahan rawa pasang surut mencakup aspek biofisik, biologis, sosial ekonomi dan kelembagaan. Kendala biofisik meliputi; (1) Rendahnya kesuburan tanah dan pH tanah yang Edisi 17-23 Agustus 2011 No.3419 Tahun XLI
Badan Litbang Pertanian
AgroinovasI 13 rendah, (2) Adanya zat beracun (alumunium, besi, hidrogen sulfida dan natrium), dan (3) Terjadinya kekeringan/genangan dan intrusi air asin akibat kurang optimalnya jaringan tata air. Kendala biologis meliputi; (1) Pertumbuhan gulma yang sangat cepat yang didorong oleh indeks pertanaman yang rendah (IP 100), dan (2) Masalah hama dan penyakit tanaman terutama tikus, ulat grayak, penggerek batang, penggerek polong dan blas. Sedangkan kendala sosial ekonomi dan kelembagaan, meliputi; (1) Keterbatasan modal dan tenaga kerja, (2) Tingkat pendidikan petani yang rendah, (3) Kondisi sarana dan prasarana yang belum memadai, (4) Kurangnya kelembagaan untuk penyediaan modal dan sarana produksi serta pemasaran. Hasil survei identifikasi dan karakterisasi wilayah pengembangan agribisnis di lahan rawa pasang surut Sumatera Selatan, menunjukkan bahwa: (1) Secara teknis lahan sawah pasang surut pada tipe luapan tertentu (A dan B) dapat ditanami padi setahun dua kali, (2) Masih ada sebagian sarana dan prasarana jaringan tata air tidak berfungsi baik, (3) Pengelolaan usahatani padi belum menerapkan teknologi usahatani dengan pendekatan PTT dan tidak tersedianya secara cukup benih yang berkualitas, (4) Penanganan panen dan pasca panen masih dilakukan secara sederhana, walaupun penggunaan mesin perontok (power thresher) dan pengering padi (box dryer) sudah meluas, (5) Mutu beras yang dihasilkan masih perlu ditingkatkan untuk dapat mencapai standar harga yang tinggi (Raharjo dkk., 2003). BPTP Sumatera Selatan sebagai UPT Badan Litbang Pertanian selama ini telah mengadakan pengkajian yang menghasilkan beberapa paket teknologi usahatani padi spesifik lokasi di lahan rawa antara lain: (1) Pengelolaan lahan dan tata air, (2) Budidaya tanaman, (3) Alat dan mesin pertanian, (4) Penanganan pasca panen, serta (5) Inovasi kelembagaan pendukung usahatani. Keadaan air yang layak untuk budidaya padi di bulan November sampai bulan Mei. Di luar bulan ini maka akan menghadapi kendala air. Untuk mewujudkan IP padi 200 di lahan rawa ini, tentunya terkait dengan pengembangan pola tanam baru bagi petani, komponen teknologi pengelolaan tanaman terpadu (PTT) padi pada lahan rawa pasang surut. Komponen teknologi PTT di lahan pasang surut pada pertanaman musim kemarau disusun sebagai berikut: Tabel 3. Komponen teknologi PTT di lahan pasang surut MK 2010 di Desa Sumber Mulyo Kecamatan Muara Telang, Banyuasin. Komponen Teknologi Varietas Pengolahan Tanah
Cara Tanam Badan Litbang Pertanian
Diskripsi Teknologi Inpara 2, Inpara 3, Inpara 4, Inpari 1, Inpari 4, Inpari 13, Silugonggo dan Mekongga • Sisa tanaman pada lahan sawah disemprot dengan herbisida dengan dosis 4 l/ha. • Setelah 3 hari lahan diglebeg menggunakan traktor tangan, • Dua hari kemudian disemprot dengan EM 4. • Selanjutnya setelah 3 hari diglebeg lagi untuk kedua kali, lahan siap ditanam. Tanam benih langsung dengan menggunakan Atabela Edisi 17-23 Agustus 2011 No.3419 Tahun XLI
14 AgroinovasI Dosis Pupuk
Pemeliharaan Pengendalian hama/ penyakit Panen/penanganan pasca panen Penataan Lahan
• Berdasarkan alat PUTS direkomendasikan penggunaan pupuk sebagai berikut: • N tanah tinggi : Urea 200 kg/ha, • P tanah rendah : SP-36 100/ha dan • K tanah sedang-tinggi : KCl 50 kg/ha Manual dan penggunaan herbisida secara selektif PHT tikus dengan menggunakan pagar plastik dan bubu perangkap PHT untuk hama lembing batu Penggunaan power threser, pengeringan dengan matahari menggunakan alas terpal jemur. TAM dan pemasangan pintu air
Sumber: Rahardjo dkk, 2010.
Tabel 4. Komponen teknologi PTT di lahan pasang surut MH 2010/2011 di Desa Sumber Mulyo Kecamatan Muara Telang, Banyuasin. Komponen Teknologi
Diskripsi Teknologi
Varietas Pengolahan Tanah
Inpari 1, Inpari 13, Silugonggo • Sisa tanaman pada lahan sawah disemprot dengan herbisida pra tumbuh dan herbisida purna tumbuh dengan dosis 4 l/ha. • Pengolahan tanah sempurna dengan traktor tangan; Pengolahan tanah I menggunakan bajak singkal dan dilanjutkan pengolahan tanah II menggunakan glebeg. Tanam benih langsung dengan menggunakan Atabela Berdasarkan alat PUTS direkomendasikan penggunaan pupuk sebagai berikut: • N tanah tinggi : Urea 200 kg/ha, • P tanah rendah : SP-36 100/ha dan • K tanah sedang-tinggi : KCl 50 kg/ha Manual dan penggunaan herbisida secara selektif • PHT tikus dengan menggunakan pagar plastik dan bubu perangkap • PHT untuk hama lembing batu dengan aplikasi insektisida regent Penggunaan power threser, pengeringan dengan matahari menggunakan alas terpal jemur. TAM dan pemasangan pintu air
Cara Tanam Dosis Pupuk
Pemeliharaan Pengendalian hama/ penyakit
Panen/penanganan pasca panen Penataan Lahan
Sumber: Rahardjo dkk, 2010. Pada pelaksanaan IP padi 200, digunakannya pagar plastik dan perangkap tikus. Ini karena penanaman padi pada MK tidak bersifat masal, sehingga untuk menghindari serangan tikus maka diperlukan pagar plastik dan perangkap tikus. Pagar plastik dan perangkap tikus ini dapat digunakan dua kali musim tanam dan perhitungan biaya yang dikeluarkan untuk pagar plastik dan perangkap tersebut Edisi 17-23 Agustus 2011 No.3419 Tahun XLI
Badan Litbang Pertanian
AgroinovasI
15
adalah untuk satu musim tanam saja yaitu pada MK. Penanaman padi pada MH sebaiknya tidak menggunakan pagar plastik karena penanamannya bersifat masal. Tabel. 5. Analisis usahatani IP 200 per hektar di Desa Sumber Mulyo Kecamatan Muara Telang, Kabupaten Banyuasin tahun 2010/2011 Uraian
Musim Kemarau Volume
Musim Hujan Nilai
Volume
Nilai
Bahan/Alat Benih Urea
47,5 kg 200 kg
380.000 260.000
48 kg 150 kg
384.000 195.000
SP 36
100 kg
220.000
100 kg
220.000
50 kg
400.000
50 kg
400.000
1 paket 400 m 400 tiang 6 gulung 16 buah
638.500 384.615 50.000 60.000 480.000 2.873.115
1 paket
490.000
82.500 600.000 220.000 110.000 110.000 165.000 165.000 771.430 2.223.930 5.097.045 5.400.000 302.955 1,05
1,5 HOK
KCl Pestisida Plastik Tiang pagar Tali Perangkap Jumlah Bahan/alat Tenaga Kerja Semprot gulma Olah tanah Perbaikan saluran Perbaikan pematang Penanaman Pemupukan Semprot HP Bagi hasil panen Jumlah Upah Total Biaya Penerimaan Keuntungan R/C (penerimaan/total biaya)
1,5 HOK 4 HOK 2 HOK 2 HOK 3 HOK 3 HOK 342,8 kg 2.400 kg
1.689.000
2 HOK 2 HOK 2 HOK 3 HOK 2 HOK 976,28 kg 6.834 kg
82.500 600.000 110.000 110.000 110.000 165.000 110.000 2.733.600 4.021.100 5.710.100 19.135.200 13.425.100 3,35
Sumber: Rahardjo dkk, 2010.
Produktivitas yang dicapai pada MK lebih rendah dibanding MH. Tabel 5 menunjukkan bahwa produktivitas yang dicapai pada MK (2.400 kg) tersebut hanya 35,12% dari produktivitas pada MK (6.834 kg). Jumlah biaya bahan dan alat yang dikeluarkan pada MK lebih tinggi dibanding MH akibat penggunaan pagar plastik, sedangkan biaya tenaga kerja pada MH lebih tinggi dibanding MK disebabkan lebih besarnya biaya yang dikeluarkan untuk panen padi yaitu dengan melakukan bagi hasil sebesar 6:1 antara pemilik dengan regu pemanen. Bagian untuk regu pemanen pada MK sebanyak 342,8 kg sedangkan pada MH 976,28 kg. Adanya perbedaan harga juga menyebabkan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk pemanenan ini. Harga jual gabah pada MK Rp 2.250/kg sedangkan pada MH Badan Litbang Pertanian
Edisi 17-23 Agustus 2011 No.3419 Tahun XLI
16
AgroinovasI
Pemasangan pagar plastik 2.800/kg. Sebagai akibat lebih besarnya biaya panen pada MH ini, maka total biaya yang dikeluarkan pada MH lebih tinggi dibanding pada MK. Jumlah keuntungan usahatani padi dengan dua kali tanam ini sebesar Rp 13.728.050/ha. Pada MH penanaman padi memang lebih efisien dibanding MK yang diperlihatkan oleh nilai R/C yang lebih besar pada MH yaitu 3,35 sedangkan pada MK hanya 1,05. Dengan penanaman padi pada MK ini membuktikan bahwa terdapat peluang Bubu perangkap tikus untuk meningkatkan produksi padi di lahan pasang surut pada luasan lahan yang sama dengan menanam dua kali dalam 12 bulan. Upaya ini dapat dilakukan tanpa harus mencetak lahan sawah baru di lahan pasang surut. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Selatan Jl. Kol. H. Barlian No 83 KM 6, Palembang Telp: 0711-410155, Fax : 0711-411845 e-mail:
[email protected]
Petunjuk Cara Melipat:
Cover
r ve
Co
Cover
1. Ambil dua Lembar halaman tengah tabloid
2. Lipat sehingga cover buku (halaman warna) ada di depan.
Edisi 17-23 Agustus 2011 No.3419 Tahun XLI
3. Lipat lagi sehingga dua melintang ke dalam kembali
Cover
Cover
4. Lipat dua membujur ke dalam sehingga cover buku ada di depan
5. Potong bagian bawah buku sehingga menjadi sebuah buku
Badan Litbang Pertanian