2
AgroinovasI
INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI SUMATERA SELATAN Walaupun pembangunan pertanian tidak semata-mata bergerak dari apa yang dikeluhkan petani, namun akan menjadi kokoh landasannya apabila beranjak dengan mengetahui permasalahan petani secara lebih mendalam untuk membuat mereka lebih bergerak maju. Saat ini, sebagian besar teknologi yang dihasilkan Badan Litbang tersebut disosialisasikan dan dimasyarakatkan sesuai kebutuhan wilayah, kondisi biofisik dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Salah satu program Pemerintah Daerah Sumatera Selatan (Sumsel) adalah mewujudkan Sumsel Lumbung Pangan. Hal ini didukung dengan tersedianya potensi sumber daya lahan yang cukup variatif, mulai dari lahan sawah irigasi, tadah hujan, rawa pasang surut, lebak dan lahan kering. Berdasarkan Master Plan Lumbung Pangan Sumsel, maka Pemerintah Daerah memprogramkan rencana pengembangan tanaman pangan dan hortikultura. Di samping itu beberapa program lain yang juga dicanangkan seperti penyediaan tenaga penyuluh, pengadaan benih unggul serta peningkatan jaringan reklamasi lahan rawa maupun jalan usahatani. Inovasi adalah suatu gagasan, metode atau sesuatu yang dianggap baru tetapi tidak selalu merupakan hasil dari penelitian mutakhir. Disadari perlunya penyebaran inovasi, meskipun pada keadaan tertentu, tidak baik menyarankan adopsi suatu inovasi pada petani, karena keputusan ini tergantung pula pada sumberdaya dan penilaian mereka terhadap inovasi tersebut. Diakui sudah banyak teknologi yang dihasilkan dan dilepas, namun pengenalan dan penggunaannya oleh petani masih rendah dan mengalami kendala. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal seperti besarnya biaya untuk menggunakan teknologi tersebut relatif tinggi, belum optimalnya kinerja lembaga produksi dan diseminasinya. Sehingga kualitas input teknologi dan inovasi yang digunakan itu rendah. Penerapan suatu inovasi merupakan salah satu kunci utama dalam pemanfaatan sumber daya yang terbatas sesuai kondisinya di masing-masing wilayah. Dengan penerapan teknologi tepat guna diharapkan dapat dicapai peningkatan produktivitas, produksi, peningkatan efisiensi dan mutu produk yang selanjutnya akan membawa kepada peningkatan nilai tambah agribisnis bagi kesejahteraan daerah. Agar memberikan dampak besar dan lebih luas lagi, maka penerapan suatu inovasi perlu difokuskan pada beberapa komoditi yang memiliki peran besar dalam menyumbang pendapatan petani dan wilayah. Inovasi diarahkan untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh para pelaku usaha di sektor pertanian, termasuk dunia usaha. Pemilihan inovasi haruslah disesuaikan dengan kondisi agroekosistem dan sosial ekonomi, budaya setempat. Untuk itu sebelum mengintroduksikan inovasi teknologi sebagai suatu upaya diseminasi, maka terlebih dahulu harus diketahui kondisi wilayah setempat. Materi inovasi dapat bersumber dari perguruan tinggi, litbang kementerian, swasta bahkan petani sendiri. Diseminasi inovasi ini memerlukan proses yang di dalamnya perlu dipertimbangkan pendekatan apa yang akan ditempuh, media apa yang akan digunakan. Seperti halnya beberapa lembaga lain, dalam perjalanannya Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumsel juga berkiprah melakukan inovasi di bidang pertanian yang berbasis pada kondisi yang spesifik lokasi, berorientasi pada kebutuhan pengguna. Berikut ini, beberapa inovasi yang tergolong masih anyer tersebut seperti: peningkatan indeks pertanaman (IP) padi, duku sambung pucuk dan pengawetan dedak padi. PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN PADI Peningkatan indeks pertanaman padi maksudnya meningkatkan intensitas Edisi 8-14 Pebruari 2012 No.3443 Tahun XLII
Badan Litbang Pertanian
AgroinovasI
3
penanaman padi dalam periode satu tahun (dalam pengertian 12 bulan), misalnya dari yang biasanya ditanam hanya satu kali oleh petani, ditingkatkan penanamannya menjadi 2 kali dalam satu tahun. Lebih spesifik dibanding wilayah lain di Indonesia, dengan keberagaman agroekosistem di Sumsel seperti agroekosistem irigasi, lahan kering, tadah hujan, pasang surut dan lebak menyebabkan adanya kekhasan dalam komponen-komponen teknologi yang diberikan di masing-masing agroekosistem untuk usahatani padi. Kondisi air yang tersedia untuk penanaman padi pada berbagai agroekosistem berbeda. Meskipun padi bukan tanaman air, tapi membutuhkan air. Sehingga kondisi ketersediaan air menjadi pertimbangan penting. Dengan mempertimbangkan kondisi ketersediaan air di alam, maka penanaman padi di lahan lebak dan pasang surut dapat dilakukan dua kali dalam satu tahun, sedangkan di beberapa tempat di agroekosistem irigasi yang selama ini sudah ditanami padi tiga kali dalam satu tahun, dengan melakukan cara-cara tertentu maka dapat ditingkatkan menjadi empat kali tanam. Meningkatkan IP padi bukan tanpa kendala, namun tersedia juga peluang dan kemauan petani untuk melakukannya. Untuk mewujudkan peningkatan IP padi ini, tentunya terkait dengan pengembangan pola tanam baru bagi petani. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pengembangan pola tanam adalah : a) ketersediaan air yang cukup mencakup waktu dan lama ketersediaan, b) keadaan tanah yang mencakup sifat fisik, kimia dan bentuk permukaan tanah, c) tinggi tempat dari permukaan laut terutama hubungannya dengan suhu udara, tanah dan air, d) eksistensi hama dan penyakit tanaman yang kronis dan potensial, e) ketersediaan dan aksesibilitas jenis dan varietas padi, f) aksesibilitas dan kelancaran hasil produksi dengan dukungan infrastruktur, g) kemampuan permodalan petani untuk mengembangkan pola tanam tersebut dan h) karakteristik sosial budaya petani terkait dengan adopsi teknologi dan pengembangannya. INDEKS PERTANAMAN PADI 200 DI LAHAN LEBAK. Di Sumsel, luas lahan rawa lebak 641.490 ha. Hidrologi lahan rawa lebak cocok untuk tanaman padi. Masalah utama yang dijumpai pada lahan rawa lebak adalah genangan yang tinggi dan kebanjiran di musim penghujan serta terjadinya kekeringan di musim kemarau. Kondisi tergenang yang cukup lama akan berpengaruh pada tingkat kesuburan fisik, kimia, dan biologi tanah. Akibatnya dalam satu tahun umumnya hanya satu kali panen dan kadang-kadang hasilnya kurang baik, bahkan tidak jarang mengalami kegagalan panen. BPTP Sumatera Selatan sebagai UPT Badan Litbang Pertanian selama ini telah mengadakan penelitian dan pengkajian yang menghasilkan beberapa paket teknologi usahatani (padi) spesifik lokasi di lahan rawa antara lain: (1) Teknologi pengelolaan lahan dan tata air, (2) Teknologi budidaya tanaman, (3) Teknologi alat dan mesin pertanian, (4) Teknologi penanganan pasca panen, serta (5) Teknologi kelembagaan pendukung usahatani. Kedalaman genangan daerah lebak tidak selalu rata tergantung pada keadaan hidrotopografi lebak, hujan dan ketinggian air sungai setempat. Bagian yang memiliki topografi lebih tinggi mempunyai jangka waktu penggenangan lebih pendek dibandingkan dengan yang mempunyai keadaan topografi lebih rendah. Secara alami, hal ini sebagai akibat air mengalir ke tempat yang lebih rendah. Sesuai dengan keadaan topografinya, lahan lebak dapat dibedakan atas lebak dangkal, lebak tengahan, dan lebak dalam. Lebak dangkal atau lebak pematang relatif cukup tinggi dengan genangan di musim hujan kurang dari 50 cm dalam kurun waktu 3 bulan. Lebak tengahan topografi lebih rendah dengan genangan air antara 50 sampai 100 cm dalam kurun waktu antara 3 sampai 6 bulan. Sedangkan lebak dalam mempunyai Badan Litbang Pertanian
Edisi 8-14 Pebruari 2012 No.3443 Tahun XLI
4
AgroinovasI
topografi paling rendah dengan genangan air lebih dari 100 cm, dalam kurun waktu lebih dari 6 bulan. Penanaman padi tergantung pada tipologi lahan. Pada lahan rawa lebak dangkal dilakukan bulan Februari/Maret, lebak tengahan di bulan April/Mei dan lebak dalam bulan Mei/Juni. Setelah panen terutama pada lahan lebak dangkal dan tengahan tanah dibiarkan kosong (bera) karena air sudah menjadi faktor pembatas untuk tanaman padi. Tetapi beberapa tanaman palawija umur pendek seperti kacang hijau dan kacang tanah dapat digunakan untuk memanfaatkan kekosongan lahan tersebut. Bahkan, penanaman padi setelah panen padi juga diminati terutama jika kondisi air memungkinkan. Usahatani Padi Musim Kemarau Pertanaman padi di musim kemarau di lahan rawa lebak tidak memerlukan pengolahan tanah, karena pengaruh genangan air sebelumnya sehingga tanah cukup melumpur, kecuali pada lahan rawa lebak dangkal. Penyiapan lahan cukup dengan membersihkan rumput-rumputan atau semak dengan menebas kemudian menyingkirkannya. Penanaman bibit dilakukan bila air telah turun dan tinggal kira-kira 20 cm di atas permukaan tanah. Setelah bibit berumur 35 hari dilakukan penanaman. Pemeliharaan tanaman yang dilakukan meliputi penyiangan gulma, pemupukan dan pemberantasan hama. Anjuran pemupukan yang tepat untuk tanaman padi di lahan rawa belum ada. Namun demikian berdasarkan hasil penelitian dari beberapa musim tanam pada lahan rawa lebak di Kayu Agung dosis pupuk yang digunakan adalah 150 kg Urea + 100 kg SP-36 + 100 kg KCl/ha memberikan hasil cukup baik. Untuk sementara dosis pemupukan tersebut dapat dianjurkan bila ditanam varietas unggul. Pemanenan dilakukan dengan arit atau sabit bergerigi. Usahatani Padi pada Musim Hujan Berbeda dengan musim kemarau, penanaman padi lebak di musim hujan hanya dilakukan pada lebak dangkal dan tengahan saja. Pengolahan tanah dikerjakan pada waktu tanah masih kering, baik dengan menggunakan cangkul atau dengan traktor sebelum turun hujan. Sedangkan pertanaman padi dilakukan segera setelah musim hujan tiba, baik dengan sistem sebar benih langsung (direct seeded) atau ditugal maupun dengan sistem tanam pindah (transplanting) dari bibit yang disemaikan sebelumnya. Penjarangan dilakukan pada umur 12 – 15 hari setelah tanam (hst). Pemupukan dilakukan dengan cara disebar bersama pada waktu perataan tanah, dengan 1/2 dosis urea dan semua dosis TSP dan KCl. Sedangkan 1/2 dosis urea lagi diberikan pada waktu tanaman padi berumur 35 hari setelah tanam (hst). Tanaman disiang 2 kali, yaitu pada umur 21 dan 42 hst dengan menggunakan koret, sedangkan penyiangan selanjutnya tergantung keadaan di lapangan. Pengendalian hama utama terutama tikus dilakukan sejak awal penanaman dengan cara gropyokan, peracunan, perangkap dan sanitasi. Pengendalian hama selanjutnya tergantung pada intensitas serangan, kecuali untuk tikus pengendalian dilakukan setiap hari. Untuk hama ulat daun, walangsangit dan belalang dibasmi dengan menggunakan insektisida. Panen padi musim hujan dilakukan dengan menggunakan sabit gerigi. Teknologi pola tanam padi di lahan rawa lebak untuk mendukung peningkatan indek pertanaman (IP 200) padi di lahan rawa lebak disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Teknologi pola tanam padi untuk mendukung peningkatan IP 200 di lahan lebak Desa Kota Daro II, Kecamatan Rantau Panjang, Kabupaten Ogan Ilir. No
Uraian Musim Tanam Umur bibit (HST) Jumlah bibit/rumpun (bibit) Jumlah benih (kg/ha)
Edisi 8-14 Pebruari 2012 No.3443 Tahun XLII
Musim kemarau (MK) Februari - Mei 30- 40 2-3 40
Musim hujan (MH) Oktober - Februari 25- 30 2-3 40 Badan Litbang Pertanian
AgroinovasI Jarak tanam (cm) Cara tanam Varietas Pemupukan (kg/ha)
Pengolahan tanah Hama & penyakit Panen dan Pasca panen
12 Saat panen Sumber: Waluyo dkk, 2008
25 x 25 cm Tapin Ciherang atau Varietas unggul baru • Urea : 100 • SP-36 : 100 • KCl : 100 Pengolalan tanah (khusus rawa dangkal) Secara terpadu • Potong dengan sabit/arit • Perontokan dengan pedal thresher • Pengeringan dengan penjemuran Lahan dalam keadaan kering
5
25 x 25 cm Tugal atau system joged Ciherang atau Varietas unggul baru • Efisiensi pemupukan N berimbang (Urea dengan alat BWD (100) • Pemupukan P dan K berdasarkan PUTS (SP-36: 100 kg/ha dan KCl: 100 kg/ha) Olah tanah sempurna dengan traktor Secara terpadu • Potong dengan sabit/arit • Perontokan dengan pedal thresher • Pengeringan dengan penjemuran
Lahan dalam keadaan tergenang air.
Analisis Finansial Usahatani Padi Analisis finansial usahatani padi di Desa Kotadaro II, pada musim kemarau (MK) memberikan nilai keuntungan sebesar Rp 10.200.000/ha, sedangkan keuntungan usahatani pada musim hujan (MH) sebesar Rp 5.387.500/ha. Dengan demikian kegiatan pola tanam IP padi 200 di lahan rawa lebak memungkinkan untuk dikembangkan dalam skala yang lebih luas. Tabel 2. Analisis finansial usahatani padi musim kemarau (MK) dan musim hujan (MH) per hektar di Desa Kotadaro II Kecamatan Rantau Panjang Kabupaten Ogan Ilir Tahun 2007/2008 No
Sarana Produksi
1. 2.
Benih Pupuk Urea SP-36 KCl Pupuk kandang Pesticida Tenaga verja • Pengolahan lahan • Persemaian • Penanaman • Penyiangan 1 & 2 • Pemupukan (dasar,1&2) • Penyemprotan Panen & Pasca Panen Total biaya
3. 4.
5.
Penerimaan (kering giling) Keuntungan
Musim Kemarau Satuan Jumlah (Rp) 30 kg 150.000
Musim Hujan Satuan 50 kg
Nilai (Rp) 250.000
100 kg 100 kg 100 kg 500 kg 1 paket
150.000 300.000 350.000 500.000 150.000
25 kg 25 kg 1 paket
37.500 75.000 50.000
35 HOK 5 HOK 20 HOK 20 HOK 10 HOK 10 HOK 60 HOK
700.000 100.000 400.000 400.000 200.000 200.000 1.200.000 4.800.000
35 HOK 6 HOK 20 HOK 20 HOK 6 HOK 8 HOK 65 HOK
700.000 120.000 400.000 400.000 120.000 160.000 1.300.000 3.612.500
15.000.000 10.200.000
3.000 kg
5.000 kg
-
9.000.000 5.387.500
Sumber: Waluyo dkk, 2008
INDEKS PERTANAMAN IP PADI 200 DI LAHAN PASANG SURUT Di Sumatera Selatan luas lahan rawa pasang surut 961.000 ha. Dari lahan pasang surut yang berpotensi untuk pertanian tersebut, 359.250 ha sudah direklamasi. Berkenaan Badan Litbang Pertanian
Edisi 8-14 Pebruari 2012 No.3443 Tahun XLI
6
AgroinovasI
untuk mengimbangi penciutan lahan produktif, serta mendukung ketahanan pengan dan pengembangan agribisnis, maka pengembangan lahan pasang surut harus benar benar dilakukan secara cermat dan hati-hati disesuaikan dengan karakteristik wilayahnya. Lahan rawa pasang surut merupakan lahan marginal, dengan karakteristik yang tidak stabil dan selalu berubah sesuai dengan perubahan lingkungan. Secara umum kendala yang dihadapi dalam mengembangkan lahan rawa pasang surut mencakup aspek biofisik, biologis, sosial ekonomi dan kelembagaan. Kendala biofisik meliputi; (1) Rendahnya kesuburan tanah dan pH tanah yang rendah, (2) Adanya zat beracun (alumunium, besi, hidrogen sulfida dan natrium), dan (3) Terjadinya kekeringan/genangan dan intrusi air asin akibat kurang optimalnya jaringan tata air. Kendala biologis meliputi; (1) Pertumbuhan gulma yang sangat cepat yang didorong oleh indeks pertanaman yang rendah (IP 100), dan (2) Masalah hama dan penyakit tanaman terutama tikus, ulat grayak, penggerek batang, penggerek polong dan blas. Sedangkan kendala sosial ekonomi dan kelembagaan, meliputi; (1) Keterbatasan modal dan tenaga kerja, (2) Tingkat pendidikan petani yang rendah, (3) Kondisi sarana dan prasarana yang belum memadai, (4) Kurangnya kelembagaan untuk penyediaan modal dan sarana produksi serta pemasaran. Hasil survei identifikasi dan karakterisasi wilayah pengembangan agribisnis di lahan rawa pasang surut Sumatera Selatan, menunjukkan bahwa: (1) Secara teknis lahan sawah pasang surut pada tipe luapan tertentu (A dan B) dapat ditanami padi setahun dua kali, (2) Masih ada sebagaian sarana dan prasarana jaringan tata air tidak berfungsi baik, (3) Pengelolaan usahatani padi belum menerapkan teknologi usahatani dengan pendekatan PTT dan tidak tersedianya secara cukup benih yang berkualitas, (4) Penanganan panen dan pasca panen masih dilakukan secara sederhana, walaupun penggunaan mesin perontok (power thresher) dan pengering padi (box dryer) sudah meluas, (5) Mutu beras yang dihasilkan masih perlu ditingkatkan untuk dapat mencapai standar harga yang tinggi (Raharjo dkk., 2003). BPTP Sumatera Selatan sebagai UPT Badan Litbang Pertanian selama ini telah mengadakan pengkajian yang menghasilkan beberapa paket teknologi usahatani padi spesifik lokasi di lahan rawa antara lain: (1) Pengelolaan lahan dan tata air, (2) Budidaya tanaman, (3) Alat dan mesin pertanian, (4) Penanganan pasca panen, serta (5) Inovasi kelembagaan pendukung usahatani. Keadaan air yang layak untuk budidaya padi di bulan November sampai bulan Mei. Di luar bulan ini maka akan menghadapi kendala air. Untuk mewujudkan IP padi 200 di lahan rawa ini, tentunya terkait dengan pengembangan pola tanam baru bagi petani. Komponen teknologi pengelolaan tanaman terpadu (PTT) padi pada lahan rawa pasang surut. Komponen teknologi PTT di lahan pasang surut pada pertanaman musim kemarau disusun sebagai berikut: Tabel 3. Komponen teknologi PTT di lahan pasang surut MK 2010 di Desa Sumber Mulyo Kecamatan Muara Telang, Banyuasin. Komponen Teknologi Varietas Pengolahan Tanah
Cara Tanam
Diskripsi Teknologi Inpara 2, Inpara 3, Inpara 4, Inpari 1, Inpari 4, Inpari 13, Silugonggo dan Mekongga • Sisa tanaman pada lahan sawah disemprot dengan herbisida dengan dosis 4 liter/ha. • Setelah 3 hari lahan diglebeg menggunakan traktor tangan, • Dua hari kemudian disemprot dengan EM 4, • Selanjutnya setelah 3 hari diglebeg lagi untuk kedua kali, lahan siap ditanam Tanam benih langsung dengan menggunakan Atabela
Edisi 8-14 Pebruari 2012 No.3443 Tahun XLII
Badan Litbang Pertanian
AgroinovasI
7
Dosis Pupuk
Berdasarkan alat PUTS direkomendasikan penggunaan pupuk sebagai berikut: • N tanah tinggi : Urea 200 kg/ha, • P tanah rendah : SP-36 100/ha dan • K tanah sedang-tinggi : KCl 50 kg/ha Pemeliharaan Manual dan penggunaan herbisida secara selektif Pengendalian hama/penyakit • PHT tikus dengan menggunakan pagar plastik dan bubu perangkap • PHT untuk hama lembing batu Panen/penanganan pasca Penggunaan power threser, pengeringan dengan matahari menggunakan panen alas terpal jemur. Penataan Lahan TAM dan pemasangan pintu air Sumber: Rahardjo dkk, 2010.
Tabel 4.Komponen teknologi PTT di lahan pasang surut MH 2010/2011 di Desa Sumber Mulyo Kecamatan Muara Telang, Banyuasin. Komponen Teknologi
Diskripsi Teknologi
Varietas
Inpari 1, Inpari 13, Silugonggo
Pengolahan Tanah
• Sisa tanaman pada lahan sawah disemprot dengan herbisida pra tumbuh dan herbisida purna tumbuh dengan dosis 4 l/ha. • Pengolahan tanah sempurna dengan traktor tangan; Pengolahan tanah I menggunakan bajak singkal dan dilanjutkan pengolahan tanah II menggunakan glebeg.
Cara Tanam
Tanam benih langsung dengan menggunakan Atabela
Dosis Pupuk
Berdasarkan alat PUTS direkomendasikan penggunaan pupuk sebagai berikut: • N tanah tinggi : Urea 200 kg/ha, • P tanah rendah : SP-36 100/ha dan • K tanah sedang-tinggi : KCl 50 kg/ha
Pemeliharaan
Manual dan penggunaan herbisida secara selektif
Pengendalian hama/penyakit
• PHT tikus dengan menggunakan pagar plastik dan bubu perangkap • PHT untuk hama lembing batu dengan aplikasi insektisida regent
Panen/penanganan pasca panen
Penggunaan power threser, pengeringan dengan matahari menggunakan alas terpal jemur.
Penataan Lahan
TAM dan pemasangan pintu air
Sumber: Rahardjo dkk, 2010.
Pada pelaksanaan IP padi 200, digunakan pagar plastik dan perangkap tikus. Ini karena penanaman padi pada MK tidak bersifat masal, sehingga untuk menghindari serangan tikus maka diperlukan pagar plastik dan perangkap tikus. Pagar plastik dan perangkap tikus ini dapat digunakan dua kali musim tanam dan perhitungan biaya yang dikeluarkan untuk pagar plastik dan perangkap tersebut adalah untuk satu musim tanam saja yaitu pada MK. Penanaman padi pada MH sebaiknya tidak menggunakan pagar plastik karena penanamannya bersifat masal. Tabel. 5. Analisis usahatani IP 200 per hektar di Desa Sumber Mulyo Kecamatan Muara Telang, Kabupaten Banyuasin tahun 2010/2011 Uraian Bahan/Alat Benih Urea SP 36 KCl Badan Litbang Pertanian
Musim Kemarau Volume Nilai 47,5 kg 200 kg 100 kg 50 kg
380.000 260.000 220.000 400.000
Musim Hujan Volume Nilai 48 kg 150 kg 100 kg 50 kg
384.000 195.000 220.000 400.000
Edisi 8-14 Pebruari 2012 No.3443 Tahun XLI
8
AgroinovasI
Pestisida Plastik Tiang pagar Tali Perangkap Jumlah Bahan/alat Tenaga Kerja Semprot gulma Olah tanah Perbaikan saluran Perbaikan pematang Penanaman Pemupukan Semprot HP Bagi hasil panen Jumlah Upah Total Biaya Penerimaan Keuntungan R/C (penerimaan/total biaya )
1 paket 400 m 400 tiang 6 gulung 16 buah
1,5 HOK 4 HOK 2 HOK 2 HOK 3 HOK 3 HOK 342,8 kg 2.400 kg
638.500 384.615 50.000 60.000 480.000 2.873.115
1 paket
82.500 600.000 220.000 110.000 110.000 165.000 165.000 771.430 2.223.930 5.097.045 5.400.000 302.955 1,05
1,5 HOK
490.000
1.689.000
2 HOK 2 HOK 2 HOK 3 HOK 2 HOK 976,28 kg 6.834 kg
82.500 600.000 110.000 110.000 110.000 165.000 110.000 2.733.600 4.021.100 5.710.100 19.135.200 13.425.100 3,35
Sumber: Rahardjo dkk, 2010.
Produktivitas yang dicapai pada MK lebih rendah dibanding MH Tabel 5 menunjukkan bahwa produktivitas yang dicapai pada MK (2.400 kg) tersebut hanya 35,12% dari produktivitas pada MK (6.834 kg). Jumlah biaya bahan dan alat yang dikeluarkan pada MK lebih tinggi dibanding MH akibat penggunaan pagar plastik, sedangkan biaya tenaga kerja pada MH lebih tinggi dibanding MK disebabkan lebih besarnya biaya yang dikeluarkan untuk panen padi yaitu dengan melakukan bagi hasil sebesar 6:1 antara pemilik dengan regu pemanen. Bagian untuk regu pemanen pada MK sebanyak 342,8 kg sedangkan pada MH 976,28 kg. Adanya perbedaan harga juga menyebabkan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk pemanenan ini. Harga jual gabah pada MK Rp 2.250/kg sedangkan pada MH 2.800/kg. Sebagai akibat lebih besarnya biaya panen pada MH ini, maka total biaya yang dikeluarkan pada MH lebih tinggi dibanding pada MK. Jumlah keuntungan usahatani padi dengan dua kali tanam ini sebesar Rp 13.728.050/ha. Pada MH penanaman padi memang lebih efisien dibanding MK yang diperlihatkan oleh nilai R/C yang lebih besar pada MH yaitu 3,35 sedangkan pada MK hanya 1,05. Dengan penanaman padi pada MK ini membuktikan bahwa terdapat peluang untuk meningkatkan produksi padi di lahan pasang surut pada luasan lahan yang sama dengan menanam dua kali dalam 12 bulan. Upaya ini dapat dilakukan tanpa harus mencetak lahan sawah baru di lahan pasang surut.
Pemasangan pagar plastik Edisi 8-14 Pebruari 2012 No.3443 Tahun XLII
Bubu perangkap tikus Badan Litbang Pertanian
AgroinovasI
9
INDEKS PERTANAMAN PADI 400 DI LAHAN IRIGASI Teknologi Menunjang IP Padi 400 Untuk mencapai sukses menerapkan IP Padi 400 perlu teknologi penunjangnya. Paket teknologi ini direkayasa berdasarkan pada pola hujan tahunan Oktober-Maret (Okmar) sebagai musim hujan dan April-September (Asep) sebagai musim kemarau. Teknologi yang diperlukan harus sesuai dengan kondisi tersebut, yaitu: 1) waktu yang tersedia untuk empat kali penanaman padi tersebut harus sama atau kurang dari 12 bulan atau kurang dari 3 bulan/musim, 2) persediaan air ada sepanjang tahun, 3) semua kegiatan perlu dilaksanakan secara cepat bahkan ada kegiatan yang bersifat tumpang tindih, yaitu penyemaian benih dilakukan sebelum panen, dan 4) padi ditanam dalam satu hamparan secara serentak, karena jika tidak maka jenis dan intensitas hama dan penyakit akan meningkat. Untuk menunjang keberhasilan pelaksanaan atau pengembangan IP Padi 400, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut sebagai asupan teknologi: Pola Tanam dan Pergiliran Varietas Pola tanam empat kali padi per tahun dapat dibagi degan musim sebagai berikut: MH I (MT I = Oktober-Desember), MH II (MT II = Januari-Maret), MK I (MT III = AprilJuni), dan MK IV (Juli-September). Varietas padi yang ditanam pada MT II dan MT IV harus berumur sangat genjah (90-104 hari). Varietas padi berumur genjah (>105-124 hari) seperti Ciherang dan Mekongga masih dapat ditanam pada MT I dan MT III. Varietas padi berumur sangat genjah yang tersedia antara lain Silugonggo, Dodokan, Inpari 1 dan Inpari 13. Pada penerapan pola tanam padi-padi-padi-padi, pergiliran varietas sangat diperlukan untuk mencegah ledakan hama dan penyakit tertentu. Namun dengan cara ini tidak diketahui kapan produktivitas tertinggi dicapai oleh satu varietas tertentu. Pada awal MT I harus dipilih varietas padi yang tahan wereng dan tahan beberapa penyakit. Untuk pertanaman MT III dan IV perlu dicari varietas yang berumur sangat genjah dan relatif tahan kekeringan. Pemilihan varietas perlu juga memperhatikan keberadaan hama dan penyakit yang endemik. Pada daerah yang endemik wereng coklat penggunaan varietas Mekongga, Ciherang, Cibogo, Inpari 2 dan Inpari 3 sangat dianjurkan, sedangkan pada daerah endemik tungro sebaiknya ditanam Inpari 7, 8 dan Inpari 9. Pemilihan Varietas Varietas padi yang dipilih untuk pertanaman IP Padi 400 sebaiknya didasarkan pada umur tanaman dan ketahanan terhadap hama dan penyakit serta kendala lainnya. Petani dapat juga memilih varietas tahan untuk ditanam sesuai dengan rasa dan kualitas berasnya. Dengan berbagai rasa nasi tersebut maka varietas padi untuk dikonsumsi oleh masyarakat perlu diperhatikan wilayah penyebarannya. Lidah masyarakat lokal Sumsel lebih sesuai dengan rasa nasi pera. Hal ini terkait dengan kebiasaan makan sehari-hari etnik tersebut dengan ikan yang berkuah. Sedangkan bagi masyarakat transmigrasi dari Jawa umumnya lebih menyukai rasa nasi pulen. Oleh karena itu penyebaran varietas padi juga perlu mempertimbangkan rasa apa yang paling disukai. Berdasarkan kelompok umurnya, maka varietas yang berumur genjah 105-124 hari (Ciherang, Mekongga, Cibogo dan Situ Patenggang) dan kelompok umur padi sangat genjah umur 90-104 hari (Silugonggo, Dodokan, Inpari I dan Inpari 13). Persemaian Pada IP Padi 400 benih disemai 15 hari sebelum panen. Bila tidak tersedia lahan khusus untuk persemaian, maka dapat dilakukan persemaian culikan kering dan dapog. Benih yang disemai harus bermutu, bernas. Persemaian dibuat di luar lahan atau di kotak/besek dengan campuran media tanah dan bahan organik seperti kompos atau Badan Litbang Pertanian
Edisi 8-14 Pebruari 2012 No.3443 Tahun XLI
10 AgroinovasI pupuk kandang. 1. Persemaian culikan. Persemaian culikan dibuat di areal pertanaman padi 15 hari sebelum panen. Lahan yang digunakan seluas 5 % dari luas rencana penanaman padi berikutnya. Lahan diolah sederhana dan diberi pupuk urea, SP-36 dan KCl dengan takaran masing-masing 40 gr/m2. Bila diperlukan, benih dapat diberi insektisida dan fungisida. 2. Persemaian kering atau basah. Persemaian kering dilakukan di tanah darat yang luas persemaiannya disesuaikan dengan lahan sawah yang akan ditanami. Sedangkan persemaian basah dilakukan pada lahan sawah di luar areal yang akan ditanam. 3. Persemaian dapog. Persemaian dapog dapat dibuat dalam kotak dengan campuran media tanah dan pupuk organik dengan perbandingan 1:1. Kotak persemaian dibuat dari kotak kayu ukuran yang disesuaikan dengan ketersediaan lokasi misalnya 30 x 60 cm. Benih yang dibutuhkan sebanyak 20 kg/ha dan cara pembuatannya hampir sama dengan persemaian basah. Pengolahan Tanah Jerami dikumpulkan segera setelah panen untuk dicacah dan dibuat kompos. Lakukan pengolahan tanah secara sempurna atau pengolahan tanah minimum. Balikkan permukaan lahan lalu ratakan. Olah tanah semacam ini sering disebut dengan walik jerami. Untuk mempercepat proses dekomposisi digunakan M Dec yang dapat mempercepat dekomposisi menjadi 2 minggu. Apabila ketersediaan alat pengolahan tanah terbatas dapat diterapkan sistem tanpa olah tanah (TOT), dengan persyaratan tekstur tanah tidak didominasi oleh fraksi pasir dan lahan mudah melumpur jika diari. Lahan dibersihkan dari gulma secara mekanis atau cukup menggunakan herbisida nonselektif. Cara Tanam Tanam pindah pada OTS (olah tanah sederhana) dan TOT (tanpa olah tanah) sangat cocok diterapkan pada musim tanam kedua atau musim tanam ketiga (MH II dan MK I). Teknologi TOT pada prinsipnya adalah meniadakan pengolahan tanah. Fungsi pengolahan tanah untuk mengendalikan gulma dan bekas tanaman padi yang sudah dipanen diganti dengan aplikasi herbisida. Sedangkan fungsi penggemburan dan pelumpuran telah terbantu dengan adanya penggenangan air dan bahan organik yang berasal dari tanaman padi dan gulma yang melapuk. Tanam benih langsung (Tabela) dalam larikan, ataupun sistem tegel dapat memperpendek umur panen 10-15 hari. Sistem tabela bila diterapkan dapat menghemat waktu 30 hari selama setahun. Sistem tabela dapat dilakukan secara basah (MH I atau MH II) dan dapat pula dilakukan secara kering awal musim hujan (gogo rancah). Namun yang perlu dilakukan pada sistem tabela ini adalah pengelolaan gulmanya, terutama pada awal pertumbuhan. Masa kritis sistem tabela adalah pada 20 hari pertama setelah tanam. Pemupukan Limbah organik seperti sisa-sisa tanaman (jerami), sampah rumah tangga, kotoran ternak (sapi, kambing, dan kotoran ayam), arang sekam dan abu dapur dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan pupuk organik untuk pemeliharaan kesuburan tanah. Penggunaan pupuk disesuaikan dengan kebutuhan tanaman dan ketersediaan hara dalam tanah. Cara ini merupakan anjuran pada pengolahan tanaman terpadu. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari penggunaan pupuk N yang berlebihan agar umur tanaman tidak bertambah. Kebutuhan N tanaman dapat diketahui dengan cara mengukur tingkat kehijauan warna daun padi dengan Bagan Warna Daun (BWD). Sedangkan PUTS (Perangkat Uji Tanah Sawah) digunakan untuk mengukur status hara P, K dan pH tanah Edisi 8-14 Pebruari 2012 No.3443 Tahun XLII
Badan Litbang Pertanian
AgroinovasI
11
yang dapat dikerjakan secara langsung di lapangan dengan relatif cepat, mudah dan cukup akurat. Pengairan Pengairan pada sistem tanam pindah. Teknik pengairan harus disesuaikan dengan cara tanam, yaitu tabela, tanam pindah dengan persemaian culik. Kedua sistem tanam tersebut berbeda saat mengairi dan tingginya genangan. Persamaannya adalah tanaman dikeringkan pada saat tanam, pemupukan, dan 10 hari sebelum panen. Pengairan berselang. Apabila ketersediaan air terbatas dan juga untuk meningkatkan efisiensi penggunaan air, maka cara pemberian air berselang (intermiten) atau alterasi basah kering dapat dilakukan. Teknik pengairan berselang dilakukan dalam satu musim tanam. Pengelolaan air diatur sebagai berikut: a) pergiliran air dilakukan selang 3-5 hari, tinggi genangan pada hari pertama sekitar 3 cm dan lahan sawah diairi lagi pada hari ke-5. Cara pengairan ini berlangsung sampai fase anakan maksimal, b) Mulai dari fase pembentukan malai sampai pengisian biji, petakan sawah digenangi terus, dan c) sekitar 10-15 hari sebelum tanaman dipanen, petakan sawah dikeringkan. Ketinggian muka air dapat dimonitor dengan tabung paralon berlubang. Pengendalian OPT Penerapan pola tanam IP Padi 400 (padi-padi-padi-padi) tentunya akan merangsang perkembangan hama dan penyakit. Beberapa teknik pengendalian hama dan penyakit yang dapat diterapkan adalah: Untuk mengurangi hama wereng dan penggerek dapat dipilih waktu tanam yang tepat dan varietas yang sesuai umurnya. Pada pertanaman MH, penggunaan varietas tahan wereng menjadi pilihan utama, karena populasi hama wereng pada MH lebih tinggi dibandingkan MK. Berbeda dengan hama penggerek, serangannya terjadi sepanjang tahun, sehingga perlu waspada terhadap hama penggerek. Untuk mengurangi serangan hama tikus, pengendaliannya harus dilakukan secara dini, terus menerus, dan sebaiknya dilakukan secara kelompok dalam hamparan yang relatif luas. Waktu pengendalian pada saat populasi rendah lebih efektif dibandingkan saat populasi tinggi. Teknik yang terbaru untuk pengendalian tikus seperti menggunakan TBS (Trap Barrier System) dapat meredam gejolak serangan tikus. Panen dan Pasca Panen Upaya meningkatkan produksi padi dimulai dari perbaikan kegiatan prapanen, saat panen hingga pasca panen. Kegiatan saat panen ditempuh dengan memperhatikan umur panen dan cara pemanenan, sedangkan pasca panen adalah melalui perbaikan cara perontokan, pengeringan, dan pengangkutan. Usaha tersebut tidak hanya bertujuan untuk menekan kehilangan hasil pada saat panen dan pasca panen (di Indonesia berkisar antara 9-24%) agar produksi dapat ditingkatkan, tetapi juga dimaksudkan untuk menghasilkan beras dengan mutu yang lebih baik. Panen padi yang ideal dilakukan pada saat gabah matang ditandai dengan kadar air gabah sekitar 22-26% atau 90-95% gabah dari malai sudah kuning. Alat panen berupa sabit bergerigi dapat meningkatkan kapasitas pemanenan dan dapat menekan kehilangan hasil dibandingkan dengan menggunakan sabit biasa. Regu panen harus diatur sedemikian rupa dengan memotong rumpun padi bagian bawah untuk menekan kehilangan hasil. Panen sistem keroyokan atau ceblokan perlu dihindarkan karena banyak mengalami kehilangan hasil. Penggunaan alat perontok ”gebot” dan pedal thereser atau jenis thereser lainnya harus dilengkapi dengan tirai penutup dan alas yang cukup luas, untuk menghindari terlemparnya gabah keluar alas perontokan. Hindari kehilangan hasil pada saat penjemuran, misalnya dengan menggunakan lantai jemur berupa hamparan semen,”geribig” dari anyaman bambu atau plastik. Badan Litbang Pertanian
Edisi 8-14 Pebruari 2012 No.3443 Tahun XLI
AgroinovasI
12
Tabel 6. Rata-rata komponen hasil padi pada IP 400 di Desa Sukosari Kecamatan Belitang, Kabupaten OKU Timur tahun 2009/2010 Inpari 1 pada MH I Th. 2009 Tinggi Tanaman (cm) 96,4 Jumlah anakan (Batang) 17,0 Panjang malai (cm) 22,6 Jumlah gabah bernas (butir) 102,0 Jumlah gabah hampa (butir) 13,6 Bobot 1000 butir (gr) 27,4 Hasil (ton/ha) 7,42 Umur panen dari mulai tanam 90 Parameter
Sumber: Waluyo dkk, 2010.
Inpari I3, pada MH II Th 2010 93,2 17,2 23,1 98,9 15,6 27,3 6,9 85
Mekongga, pada MK I Th 2010 106.8 13,2 29,0 132,5 12,0 27,9 7,2 96
Inpari I, pada MK II Th 2010 105,2 15,8 24,6 102,0 16,1 26,9 5,48 90
Hasil penanaman padi dengan IP 400 di Kabupaten OKU Timur pada tahun 2009/2010 menunjukkan bahwa untuk satu hektar lahan efisiensi tertinggi dicapai pada MT I dengan R/C 2,32 sedangkan terendah pada MT IV dengan R/C 1,66. Dengan mengelola pola tanam padi IP 400 di lahan irigasi, petani mendapat keuntungan sebesar Rp 35.734.000,-. Dengan demikan, salahsatu upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai target peningkatan produksi beras adalah dengan mengembangkan IP Padi 400 di lahan irigasi, yang merupakan pilihan menjanjikan tanpa memerlukan tambahan fasilitas irigasi. Usaha ke arah ini dapat dilakukan dengan penggunaan inovasi teknologi seperti varietas padi berumur genjah. Tabel 7. Analisis finansial usahatani pada IP Padi 400 per hektar di Desa Sukosari Kecamatan Belitang Kabupaten OKU Timur tahun 2009/2010. Uraian Benih (Rp/ha) Pupuk (Rp/ha) Urea (Rp/ha) SP-18 (Rp/ha) KCl (Rp/ha) Pupuk organik Prill (Rp/ha) Obat-obatan (Rp/ha) Biaya Bahan (Rp/ha) Tenaga kerja • Pengolahan lahan (Rp/ha) • Tempat semai/semai (Rp/ha) • Cabut bibit/caplak (Rp/ha) • Penanaman (Rp/ha) • Penyiangan (Rp/ha) • Pemupukan (Rp/ha) • Penyemprotan (Rp/ha) • Panen & Pasca Panen (Rp/ha) Biaya Tenaga Kerja (Rp/ha) Total biaya (Rp/ha) Produksi GKP (kg) Penerimaan (Rp/ha) Keuntungan (Rp/ha) R/C Ratio
MT I (Okt-Sept) 150.000
MT II (Jan-Mart) 150.000
MT III (April-Juni) 150.000
MT IV (Juli-Sept.) 150.000
360.000 520.000 900.000 1.000.000 550.000 3.480.000
360.000 520.000 900.000 1.000.000 450.000 3.380.000
360.000 520.000 900.000 1.000.000 450.000 3.380.000
360.000 520.000 900.000 1.000.000 1.350.000 4.280.000
650.000 120.000 120.000 750.000 120.000 150.000 150.000 2.414.000 4.474.000 7.954.000 7.400 18.500.000 10.546.000 2,32
650.000 120.000 120.000 600.000 120.000 150.000 150.000 2.365.000 4.275.000 7.655.000 6.900 17.250.000 9.595.000 2,25
650.000 120.000 120.000 600.000 120.000 150.000 150.000 2.570.000 4.480.000 7.860.000 7.200 18.000.000 10.140.000 2,29
650.000 120.000 120.000 600.000 120.000 150.000 150.000 2.057.500 4.480.000 8.247.000 5.480 13.700.000 5.453.000 1.66
Sumber: Waluyo dkk (2010)
DUKU SAMBUNG PUCUK Jika menyebut nama Palembang, maka orangpun akan mengingat dukunya. Tanaman Edisi 8-14 Pebruari 2012 No.3443 Tahun XLII
Badan Litbang Pertanian
AgroinovasI 13 satu ini memang sudah diusahakan secara turun temurun. Tumbuh subur dan dominan di wilayah aliran sungai. Seperti Sungai Musi, Komering, Lematang dan Ogan. Tanaman duku yang ada sekarang merupakan tanaman warisan keluarga yang umurnya sudah tua. Duku yang berumur di atas 100 tahun mencapai 25% dan bibit yang digunakan berasal dari biji yang tumbuh di kebun duku, sehingga umur berbuahnya lebih lama sekitar 15-20 tahun. Oleh sebab itu BPTP Sumatera Selatan memperbaiki teknologi pembibitan duku dengan tujuan mendapatkan bibit yang bermutu. Upaya yang bisa ditempuh untuk mengatasi masalah lamanya duku mulai berbuah tersebut adalah melalui sistem perbanyakan vegetatif. Salahsatu metoda perbanyakan vegetatif yang bisa dilakukan adalah metoda sambung pucuk. Sambung pucuk adalah menyambung bagian pucuk tanaman yang berasal dari biji dengan entres pohon induk yang telah berproduksi sehingga membentuk suatu tanaman gabungan yang dapat hidup dan berproduksi. Sambung pucuk akan menjamin batang atas memiliki kualitas genetik sama dengan induknya, juga dapat memperpendek masa tunggu di mana pada umur 5-6 tahun sudah berbuah. Perbanyakan secara vegetatif dengan teknik sambung pucuk mempunyai tingkat keberhasilan yang lebih tinggi dibandingkan teknik okulasi, karena pohon duku mempunyai kulit yang tipis dan bergetah banyak sehingga untuk mengambil mata okulasinya agak sulit (mata tunas suka sobek). Sedangkan pengadaan bibit melalui cangkokan juga tidak dilakukan karena cara ini kurang efisien yaitu dari satu pohon hanya dapat diambil beberapa cangkokan dan bibit hasil cangkokan mempunyai akar yang kurang kokoh dibandingkan dengan bibit hasil sambung pucuk. Teknologi pembibitan untuk mendapatkan duku sambung pucuk pada pembinaan yang dilakukan terhadap penangkar duku di Desa Sukaraja Baru, Kecamatan Indralaya Selatan, Kabupaten Ogan Ilir tahun 2005 sampai 2006 terdiri dari : 1) persemaian biji duku dengan perlakuan ZPT, 2) pemupukan NPK, 3) media tanam (tanah + sekam) 4) pupuk daun, 5) Penggunaan batang atas yang baik yaitu dipilih batang atas yang orientasinya ke atas untuk digunakan sebagai sumber entres utama, 6) metoda sambung pucuk dan 7) penggunaan rumah waring (bayang). I. Persiapan Batang Bawah Perbanyakan dengan biji dilakukan untuk menghasilkan batang bawah, karena dari biji akan diperoleh tanaman yang mempunyai sistem perakaran yang kuat dan relatif lebih tinggi daya adaptasi terhadap lingkungan. 1. Batang bawah disiapkan dari semaian biji duku sebaiknya dipilih dari tanaman jenis lokal, karena lebih adaptif terhadap kondisi lingkungan setempat. 2. Biji dipilih dari buah duku yang sudah masak di pohon. Biji-biji tersebut dikumpulkan dalam satu wadah yang ditutup lalu diperam selama lebih kurang 24 jam. Tujuan dari pemeraman ini supaya terjadi proses fermentasi yang dapat mempercepat penguraian karbohidrat yang terkandung dalam daging buah sehingga daging buah mudah dipisahkan dari bijinya. Daging buah yang melekat pada biji dapat menghambat penyerapan air dan oksigen ke dalam biji yang mengakibatkan terhambatnya proses perkecambahan biji duku. Biji yang sudah diperam dibersihkan dengan cara meremas-remas biji secara hati-hati dengan menggunakan abu gosok hingga daging buahnya benar-benar terlepas dari biji. Daging buah yang masih melekat pada biji selain dapat menghambat proses perkecambahan juga dapat membusuk pada saat benih di persemaian. Setelah daging buah terlepas, biji dicuci sampai bersih dan dipilih biji yang sehat, normal, bernas, berukuran sedang sampai besar. Sebaiknya biji yang mempunyai berat lebih besar dari 1 gram, kemudian dicelupkan ke dalam larutan fungisida Benlate sebanyak 3 gr/l air selama 24 jam lalu ditiriskan. Untuk mempercepat perkecambahan biji bisa dicelupkan dalam larutan Atonik sebanyak 0,5 - 1 cc/liter air selama 10 jam lalu ditiriskan. Badan Litbang Pertanian
Edisi 8-14 Pebruari 2012 No.3443 Tahun XLI
14 AgroinovasI 3. Biji yang sudah diperlakukan dengan fungisida dan zat perangsang tumbuh atonik disemaikan dengan meletakkan biji secara berjajar dengan jarak 2 x 2 cm dalam peti kayu/bedengan yang berisi pasir yang sudah disterilkan. 4. Kemudian biji ditutup tipis-tipis dengan lapisan pasir dan disiram air. Kotak semaian diletakkan di tempat yang teduh dan diberi naungan agar terhindar dari panas dan air hujan. Setelah biji tumbuh (kurang lebih 30 hari sejak disemai) yang ditandai dengan keluarnya sepasang daun, tanaman dipindahkan ke polybag berukuran 20 x 25 cm yang telah berisi campuran tanah dan sekam padi dengan perbandingan 1 : 1. 5. Untuk mempercepat pertumbuhan diperlukan pemupukan, yang dapat dilakukan melalui tanah maupun daun dengan cara disemprotkan ke bagian bawah daun. Dengan demikian batang bawah siap untuk disambung setelah berumur 7-8 bulan dengan diameter batang mencapai 0,5 cm (jika tidak dipupuk, batang bawah asal semaian biji tersebut tumbuh agak lambat dan baru dapat disambung setelah berumur 1-1,5 tahun). Persiapan Batang Atas (entres) 1. Batang atas yang digunakan dipilih dari pohon induk yang sehat, sudah pernah berbuah (minimal 4 kali) dan produksinya tinggi, dianjurkan varietas Rasuan. 2. Calon batang atas (entres) diambil dari ujung cabang yang warna kulitnya masih hijau muda tetapi daunnya telah mengeras dan bukan cabang air, sebaiknya posisi ranting/ entres miring ke atas atau dengan sudut kurang dari 90 derajat. 3. Dalam melakukan pemotongan entres pakailah pisau potong atau gunting yang bersih dan tajam. 4. Bahan entres yang telah dipotong segera dimasukkan ke dalam kantong plastik. 5. Bahan entres yang telah diambil sebaiknya segera dilakukan penyambungan bibit. Cara Penyambungan 1. Batang bawah yang sudah berumur 7-8 bulan dan mempunyai diamater lebih dari 0,5 cm dipotong pada bagian kulit batang yang masih hijau setinggi 20 - 25 cm dari permukaan tanah di polybag. 2. Setelah itu batang bawah dibelah secara membujur sepanjang 2 - 2,5 cm pada bagian ujung tengahnya (bentuknya seperti celah berbentuk huruf V). Lalu entris disayat bagian pangkalnya pada kedua sisi sepanjang 2 - 2,5 cm sehingga membentuk huruf V. 3. Sisipkan entris ke dalam belahan batang. Usahakan waktu penyisipan kambium entris harus bersentuhan langsung dengan kambium batang bawah lalu diikat dengan plastik okulasi atau tali plastik. 4. Sambungan yang telah diikat kemudian dimasukkan ke dalam sungkup yang telah disediakan. Sungkup tersebut harus tertutup rapat sehingga udara luar tidak bisa masuk. Penyungkupan bertujuan untuk mengurangi penguapan dan mempertahankan kelembaban udara di sekitar sambungan agar tetap tinggi antara 90 - 100%. Sungkup tersebut diletakkan di bawah naungan agar terlindung dari sinar matahari langsung. Setelah 4 minggu akan tumbuh tunas baru. Hal ini menunjukkan bahwa sambungan telah berhasil dan sebaliknya, bila batang atas menjadi layu dan mati menunjukkan sambungan tidak berhasil. 5. Sungkup plastik dan tali pengikat dapat dilepas setelah 1,5-2 bulan (sambungan dinyatakan berhasil). 6. Selanjutnya dilakukan pemeliharaan tanaman dengan pemberian pupuk, penyiraman dan pengendalian hama/penyakit (Suparwoto dkk. 2004). Berdasarkan informasi dari petani penangkar bibit buah-buahan di Desa Sukaraja, Edisi 8-14 Pebruari 2012 No.3443 Tahun XLII
Badan Litbang Pertanian
AgroinovasI
15
Kecamatan Indralaya Selatan, Kabupaten Ogan Ilir bahwa pada tahun 2009 beberapa kabupaten telah mengusahakan pengembangan tanaman duku sambung pucuk dengan pengadaan bibit duku dari penangkar tersebut yaitu : 1) Kabupaten Musi Rawas 10.000 batang, 2) Kabupaten Ogan Komering Ulu 5.000 batang, 3) Kabupaten OKU Timur 8.000 batang dan 4) Kabupaten Ogan Komering Ilir 2.000 batang. Didistribusikan ke Aceh sebanyak 3.500 batang, Padang sebanyak 2.500 batang. Pada tahun 2010, pengadaan bibit duku sambung pucuk oleh Kabupaten Musi Rawas 9.500 batang, Kabupaten Ogan Komering Ulu 4.500 batang, Kabupaten OKU Timur 3.500 batang dan Kabupaten Ogan Komering Ilir 2.000 batang. Perhitungan yang dilakukan pada tahun 2010, harga pokok bibit duku sambung pucuk Rp 3.500/batang, sedangkan harga jual bisa mencapai Rp 10.000-12.000/batang berlabel (3 bulan sejak penyambungan). Sekarang petani penangkar sudah berkembang menjadi 10 petani penangkar. PENGAWETAN DEDAK PADI Pemilikan lahan sawah yang dapat mencapai 2 ha/kepala keluarga, bahkan lebih di agroekosistem pasang surut, menyebabkan ketersediaan dedak padi pada musim panen melimpah. Apalagi jika di wilayah tersebut petani mengusahakan padi dua kali atau lebih dalam satu tahun. Dedak padi termasuk salahsatu limbah pertanian yang berpotensi sebagai bahan baku industri pakan dan pangan. Diperoleh dari penggilingan padi menjadi beras. Dedak padi sangat disukai ternak, pemakaian dedak padi dalam ransum ternak umumnya mencapai 25% dari campuran konsentrat. Kelebihan penambahan dedak padi dalam ransum dapat menyebabkan ransum mengalami ketengikan selama penyimpanan. Dedak padi yang berkualitas baik, kandungan protein rata-ratanya dalam bahan kering adalah 12,4%, lemak 13,6% dan serat kasar 11,6%. Kandungan proteinnya lebih berkualitas dibandingkan dengan dedak jagung. Dedak padi tidak dapat disimpan lama, sehingga kualitas dedak padi akan cepat menurun jika tidak segera diawetkan. Kondisi ini disebabkan karena dedak padi akan segera dijadikan tempat berkembangbiak oleh kutu dan akan cepat mengalami ketengikan, terutama pada keadaan yang lembab. Pengawetan dedak padi dapat dilakukan dengan cara fermentasi. Sehingga dapat memperpanjang waktu penyimpanannya. Dengan cara ini, maka ketersediaan dedak untuk makanan itik, ikan dan tambahan untuk pakan pada penggemukan sapi dapat berlangsung sepanjang tahun karena hasil panen saat ini dapat digunakan sampai dengan musim tanam berikutnya. Fermentasi yang dilakukan ini juga bertujuan untuk meningkatkan kandungan nutrisi sehingga produk menjadi lebih baik dan menurunkan zat anti nutrisi. Teknologi fermentasi dilakukan secara anaerob (hampa udara) dengan memanfaatkan bakteri asam laktat. Bakteri ini tidak bersifat patogen dan aman bagi kesehatan, sehingga sering digunakan dalam industri pengawetan makanan dan minuman seperti yogurt, minuman fermentasi, keju, dan saos. Cara Pengawetan Bahan: Dedak padi segar, air bersih, gula dan yakult sebagai sumber mikroba (bakteri asam laktat). Alat: Gunting atau pisau, ember, timbangan, tali rafia, kantong plastik ukuran 50 kg, karung plastik ukuran 50 kg, terpal, gelas ukur dan timbangan. Cara: Badan Litbang Pertanian
Edisi 8-14 Pebruari 2012 No.3443 Tahun XLI
16
AgroinovasI
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Dedak padi ditimbang sesuai dengan kebutuhan. Air disiapkan sebanyak 50% dari berat dedak padi . Gula pasir sebanyak 1,5% dari berat dedak padi. Yakult sebanyak 1 botol untuk 10 kg dedak padi. Larutkan gula pasir dalam air pada ember, tambahkan yakult dan aduk sampai rata. Siapkan terpal, kemudian di atasnya letakkan dedak dan campur larutan gula yang sudah diberi yakult tadi sedikit demi sedikit, aduk sampai rata dan tidak menggumpal sampai semua bahan teraduk rata. 7. Campuran tersebut dimasukkan sedikit demi sedikit dan dipadatkan ke dalam kantong plastik. 8. Kantong plastik yang telah berisi campuran tersebut diikat rapat-rapat sampai tidak ada rongga udara. 9. Kantong plastik yang telah diikat kemudian dimasukkan ke dalam karung. 10. Karung yang telah berisi campuran dedak padi diikat dan disimpan di suhu ruangan (tidak terkena hujan dan matahari). 11. Setelah satu bulan dedak padi yang telah diawetkan dapat digunakan. Proses pencampuran Fermentasi yang dilakukan dapat membuat dedak padi terhindar dari kutu dan ketengikan. Dedak padi yang diawetkan ini, dapat disimpan lebih dari 6 bulan. Selama proses fermentasi, jamur dapat saja tumbuh karena masih ada rongga udara. Oleh karena itu pada saat memasukkan campuran dedak, haruslah ditekan-tekan agar tercipta kondisi tanpa udara pada saat menutup kantong plastik haruslah diikat rapat. Pengisian dalam kantong plastik Pada kondisi kadar air Gabah Kering Giling (GKG) sebesar 14%, dari sejumlah berat gabah akan dihasilkan sekam sebanyak 18-20%, dedak 8-10% dan beras 47-60%. Bila produksi padi di Sumsel pada tahun 2009 sebesar 3 juta ton, maka dedak yang dihasilkan berkisar 300.000 ton. Jumlah ini cukup berlimpah sehingga diperlukan usaha-usaha untuk memanfaatkan dedak tersebut dan agar tahan lama, maka dapat dilakukan cara fermentasi. Kontak : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Selatan Jl. Kol. H. Barlian No 83 KM 6, Palembang Telp: 0711-410155, Fax : 0711-411845 e-mail:
[email protected] Website: www.sumsel.litbang.deptan.go.id
Petunjuk Cara Melipat:
Cover
r ve
Co
Cover
1. Ambil dua Lembar halaman tengah tabloid
2. Lipat sehingga cover buku (halaman warna) ada di depan.
Edisi 8-14 Pebruari 2012 No.3443 Tahun XLII
3. Lipat lagi sehingga dua melintang ke dalam kembali
Cover
Cover
4. Lipat dua membujur ke dalam sehingga cover buku ada di depan
5. Potong bagian bawah buku sehingga menjadi sebuah buku
Badan Litbang Pertanian