Inovasi Pemilu Mengatasi Tantangan Memanfaatkan Peluang
Inovasi Pemilu Mengatasi Tantangan Memanfaatkan Peluang
Inovasi Pemilu
Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang Jakarta, Komisi Pemilihan Umum, 2017
Pengarah Juri Ardiantoro Sigit Pamungkas Arief Budiman Ida Budhiati Ferry Kurnia Rizkiyansyah Hadar Nafis Gumay Hasyim Asy’ari Penanggung Jawab 1. Arif Rahman Hakim 2. Purwoto Ruslan Hidayat Penyusun 1. Antony Lee 2. Partono Samino 3. Ketut Udi Prayudi Editor Sidik Pramono Data dan Informasi Tim Sekretariat Jenderal KPU RI Desain dan Tata Letak: 1. Muhamad Ali Imron 2. Sarjono
ii
Diterbitkan Oleh: Komisi Pemilihan Umum
Jln. Imam Bonjol No. 29 Jakarta 10310 INOVASI PEMILU Telp. 02131937223, Faks. 021-3157759
Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang www.kpu.go.id
Sambutan Ketua KPU RI
U
Assalamu’alaikum Warrahmatullah Wabarrakatuh,
ndang-undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum menjelaskan bahwa Pemilihan Umum (Pemilu) adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan KPU adalah lembaga Penyelenggara Pemilu yang bersifat nasional, tetap dan mandiri yang bertugas melaksanakan Pemilu. Alhamdulillah segala puji Kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan hidayah-Nya, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia Periode Tahun 2012 s.d. 2017 telah mendapatkan karunia, rahmat dan ridho-Nya, sehingga dapat menyelesaikan tugas dan masa bakti sebagai penyelenggara Pemilihan Umum di KPU Pusat sesuai waktu yang ditetapkan. Sebagai rekam jejak akan Pemilu yang dilaksanakan selama tahun 2012 s.d. 2017, KPU RI mempersembahkan “Buku 5 Tahun Kinerja INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
iii
KPU”, yaitu 5 (lima) buah buku dengan judul : “Penyelenggaraan Pemilu Legislatif 2014”, “Penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014”, “Penyelenggaraan Pilkada Serentak 2015 dan 2017”, “Inovasi Pemilu: Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang” dan “Untuk Indonesia yang Demokratis: Pemilu Dalam Foto”. Kelima buku ini merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari tolak ukur keberhasilan dan kinerja serta akuntabilitas atas pelaksanaan tugas Komisioner KPU RI Periode 2012 s.d. 2017. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada seluruh pihak yang telah mendukung suksesnya penyelenggaraan Pemilu dari tahun 2012 s.d 2017. Selanjutnya, ungkapan terima kasih kami sampaikan pula kepada seluruh tim penyusun “Buku 5 Tahun Kinerja KPU”. Wassalamu’alaikum Warrahmatulahh Wabarakatuh.
Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia
Juri Ardiantoro
iv
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
Sekapur Sirih
P
ada 12 April 2017, Komisi Pemilihan Umum periode 20122017 sudah genap lima tahun menjalankan tugas sebagai penyelenggara pemilu, sekaligus menjalankan tugas sebagai “wasit” dalam perhelatan pesta demokrasi di Indonesia. Dalam kurun waktu lima tahun ini, KPU sudah menyelenggarakan Pemilihan Umum Legislatif 2014, Pemilihan Umum Presiden 2014, serta dua gelombang Pemilihan Kepala Daerah Serentak, yakni pada tahun 2015 dan 2017. Sebuah pekerjaan yang tidak mudah karena silih berganti muncul tantangan. Sebagian tantangan itu hadir berulang dari satu pemilu ke pemilu yang lain, tetapi ada pula beberapa tantangan yang relatif unik karena baru muncul pada periode KPU Tahun 2012-2017. Namun, tantangan itu tidak lantas membuat KPU pasif dan menjalankan tugas seadanya karena pada saat yang bersamaan KPU juga memahami bahwa ada peluang yang bisa dimanfaatkan untuk mengatasi tantangan itu. Buku bertajuk “Inovasi Pemilu: Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang” ini berisi catatan-catatan ringkas atas inovasi yang dilakukan oleh KPU untuk mengatasi tantangan kepemiluan selama kurun waktu 2012-2017. Tentu saja, inovasi itu diterapkan dengan mempertimbangkan tiga nilai yang melandasi visi INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
v
KPU, yakni “kemandirian”, “profesionalitas”, dan “integritas”. Ada tujuh inovasi yang bisa menjadi bahan refleksi untuk terus memperbaiki kinerja penyelenggaraan pemilu di masa mendatang. Pertama, strategi internal dan eksternal dalam membangun kemandirian. Kedua, transparansi holistik KPU dalam tahapan penghitungan dan rekapitulasi suara yang mendapat apresiasi dari dalam dan luar negeri. Ketiga, penerapan hukum progresif demi mengatasi kekosongan hukum dan ambiguitas peraturan, sekaligus memaksimalkan layanan terhadap pemilih. Kelima, strategi KPU dalam mewujudkan pemilu yang inklusif dan pemilu yang aksesibel. Keenam, kebijakan KPU mewujudkan pemilihan awal atau early voting bagi pemilih di luar negeri. Ketujuh, menjabarkan langkah KPU dalam menggunakan teknologi informasi dalam berbagai tahapan pemilu demi memudahkan proses, sekaligus menerapkan transparansi. Inovasi yang diwujudkan dalam lima tahun terakhir ini sudah tentu belum sempurna. Selain pujian, juga ada kritik yang KPU terima sebagai bahan evaluasi demi perbaikan. Meski demikian, kami berharap paparan inovasi kepemiluan ini bisa menjadi bahan refleksi bagi penyelenggaraan pemilu di masa mendatang. Dengan begitu, hal-hal yang belum sempurna bisa terus disempurnakan dan hal yang sudah baik bisa terus dikembangkan. Demi mewujudkan pemilu yang lebih baik dan demokrasi yang terkonsolidasi, tidak ada kata berhenti untuk terus berinovasi.
Jakarta, April 2017 Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia
vi
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
Daftar Isi
SAMBUTAN KETUA KPU RI............................................................... III SEKAPUR SIRIH...................................................................................... V DAFTAR ISI.............................................................................................. VII DAFTAR GAMBAR................................................................................. XI DAFTAR TABEL....................................................................................... XIII DAFTAR SINGKATAN........................................................................... XV BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................... 1 BAB 2 IKHTIAR MENJAGA KEMANDIRIAN............................................... 9 1. Nasional, Tetap, dan Mandiri...................................................... 11 2. Menjaga Kemandirian dan Bersikap Adil.................................. 13 3. Rekrutmen dan Alih Status ASN KPU ...................................... 14 4. Penguatan Kapasitas KPU............................................................ 15 5. Penghargaan dan Sanksi............................................................... 21 6. Penanaman Budaya Kerja............................................................ 23
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
vii
BAB 3 PEMBELAJARAN TRANSPARANSI DARI INDONESIA.................................................................................. 25 1. Transparansi Sebagai Sebuah Evolusi........................................ 27 2. Memantik Voluntarisme, Mendulang Kepercayaan................. 38 3. Apresiasi Publik............................................................................. 41 4. Tidak Berhenti Berinovasi............................................................ 43 BAB 4 PENDEKATAN PROGRESIF, MENEMBUS BATAS FORMALITAS.......................................................................................... 45 1. Early Voting Pemilu Presiden dan Wakil Presiden ................... 49 2. Sanksi Parpol Tidak Penuhi Ketentuan 30 Persen Calon Perempuan ..................................................................................... 53 3. Permudah Pindah Memilih ......................................................... 56 4. Publikasi Riwayat Hidup Calon Anggota DPR dan DPD ...... 58 5. Penggunaan Teknologi Informasi dalam Pemilu ..................... 60 6. Pengaturan Daftar Pemilih Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden .......................................................................................... 63 7. Pengaturan Batas Dana Kampanye Pemilihan Kepala Daerah ............................................................................... 65 BAB 5 MEMBANGUN PEMILIHAN INKLUSIF........................................... 69 1. Lima Segmen Pemilih Strategis................................................... 71 2. Membangun Relawan Demokrasi............................................... 76 3. Pengarusutamaan Pemilu Akses................................................. 80 4. Catatan Perbaikan ........................................................................ 84 BAB 6 MENERAPKAN PEMILIHAN AWAL DI LUAR NEGERI............... 87 1. Pemilu Eksternal Sejak Tahun 1955............................................. 89 2. Menginisiasi Pemilihan Awal...................................................... 92 3. Menerima Masukan Publik.......................................................... 98
viii
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
4. Mewacanakan Inovasi Baru......................................................... 102 BAB 7 TEKNOLOGI INFORMASI DALAM PENYELENGGARAAN PEMILU......................................................... 105 1. Sistem Informasi Partai Politik ................................................... 109 2. Sistem Informasi Data Pemilih .................................................. 112 3. Sistem Informasi Penghitungan Suara....................................... 118 4. Sistem Informasi Pencalonan dan Sistem Informasi Tahapan Pemilihan ....................................................................................... 124 5. Sistem Informasi Logistik ............................................................ 127 6. Website KPU dan Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum ........................................................................................... 128 BAB 8 MENGGALANG PARTISIPASI, MENDULANG DUKUNGAN...... 131 1. Pendidikan Pemilih....................................................................... 137 2. Kerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat................. 148 3. Konsultasi Publik........................................................................... 151 BAB 9 PENUTUP.................................................................................. 155 DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 161
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
ix
x
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
Daftar Gambar
Contoh Hasil Pindai Formulir C1 Pemilu
Presiden-Wakil Presiden 2014.................................................................. 29 Laman Pilkada Serentak 2017.................................................................. 37 Tampilan Hasil Rekapitulasi Formulir C1 Pilkada Serentak 2017...... 38 Gambar Portal Publikasi CV Calon Anggota DPR dan DPD.............. 60 Ketidaksetujuan Operator KPU Kabupaten/Kota................................ 62 Contoh Tampilan Jumlah Pemilih Disabilitas dalam DPT Pilkada.... 81 Poin Penting dalam Alat Bantu Periksa Pelaksanaan Pemilih Akses 82 Contoh Tampilan Tingkat Partisipasi Pemilih Difabel
dalam SITUNG........................................................................................... 84 Gambar Single Log In untuk Petugas Parpol di SIPOL..................... 111
Gambar Aplikasi SIPOL untuk Publik.................................................... 112 Gambar Fitur Monitoring Daftar Pemilih.............................................. 115 Gambar 4. Log-In Operator Sidalih......................................................... 116
Gambar Operator Memindai Model C1................................................. 120 Gambar Portal Publikasi Scan C1............................................................ 120 Gambar Publikasi Formulir Rekapitulasi............................................... 122 INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
xi
Gambar Fitur Analisis Data Ganda pada Portal SILON..................... 126 Gambar Portal SITAP KPU...................................................................... 126 Gambar Portal SILOG KPU RI................................................................ 128 Gambar website KPU............................................................................... 129
Gambar Publikasi Daftar Pemilih On Line............................................ 116 Gambar Aplikasi Scan C1 ........................................................................ 119
xii
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
Daftar Tabel
Tabel 3.1 Ketentuan Pembelian Alat Pindai untuk KPU Kabupaten/ Tabel 3.2
Tabel 3.3
Kota......................................................................................... 30 Hasil Pindai Formulir C1 per Provinsi Pemilu
Legislatif 2014 ....................................................................... 31 Hasil Pindai Formulir C1 per Provinsi
Pemilu Presiden-Wakil Presiden 2014 ............................... 34
Tabel 3.4 Perbandingan Capaian Pindai Formulir C1...................... 43 Tabel 5.1 Tabel 5.2 Tabel 5.3
Perbandingan Jumlah Pemilih Pemula dan Daftar Pemilih
Tetap........................................................................................ 72 Jumlah Pemilih Difabel......................................................... 75 Jumlah Pemilih Perempuan dalam Pemilu....................... 76
Tabel 5.4 Poin Penting dalam Alat Bantu Periksa Pelaksanaan Tabel 6.1 Tabel 6.2 Tabel 6.3
Pemilih Akses......................................................................... 84 Tipe-tipe Pemilihan Eksternal............................................. 90 Persebaran Hari Pemilihan Awal Pemilu Legislatif di Luar
Negeri...................................................................................... 94 Persebaran Hari Pemilihan Awal
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
xiii
Tabel 6.4 Tabel 6.5
Tabel 8.1
Tabel 8.2
Tabel 8.3
xiv
Pemilu Presiden-Wakil Presiden di Luar Negeri.............. 97 Perbandingan Partisipasi Pemilih Luar Negeri Pemilu
Legislatif................................................................................. 99 Perbandingan Partisipasi Pemilih Luar Negeri
Presiden-Wakil Presiden....................................................... 100 Angka Partisipasi Pemilih pada Pemilu
Legislatif 2014........................................................................ 133 Angka Partisipasi Pemilih pada Pemilu
Presiden-Wakil Presiden 2014.............................................. 135 Tingkat Partisipasi Pemilih di Negara Demokratis
di Asia Tenggara.................................................................... 136
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
Daftar Singkatan
ACE ADF AEC AGENDA ASN Bawaslu BPPT BPS BRIDGE CRPD CRUDE dapil DCS DCT DKPP DPD DPK DPKTb DPR
: : : : : : : : : : : : : : : : : : :
The Administration and Cost of Elections Automatic Document Feeder Australian Electoral Commission ASEAN General Election for Disability Access Aparatur Sipil Negara Badan Pengawas Pemilihan Umum Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Badan Pusat Statistik Building Resources in Democracy, Governance, and Election Convention on the Rights of Person with Disability create, read, update and delete daerah pemilihan Daftar Calon Sementara Daftar Calon Tetap Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Dewan Perwakilan Daerah Daftar Pemilih Khusus Daftar Pemilih Khusus Tambahan Dewan Perwakilan Rakyat INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
xv
DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPT : Daftar Pemilih Tetap EIU : Economist Intelligence Unit ICR : Intelligence Character Reader ICW : Indonesia Corruption Watch IDEA : Institute for Democracy and Electoral Assistance IT : information technology ITB : Institut Teknologi Bandung JPPR : Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat KAP : Koalisi Amankan Pemilu KK : Kartu Keluarga K/L : Kementerian/Lembaga KPPS : Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara KPU : Komisi Pemilihan Umum KPUD : Komisi Pemilihan Umum Daerah; KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota KTP : Kartu Tanda Penduduk LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat MA : Mahkamah Agung MK : Mahkamah Konstitusi MURI : Museum Rekor Indonesia NPWP : nomor pokok wajib pajak parpol : partai politik Perludem : Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Pemilu : pemilihan umum Pilkada : pemilihan kepala daerah PKPU : Peraturan Komisi Pemilihan Umum PNS : pegawai negeri sipil PP : Peraturan Pemerintah PPDP : petugas pemutakhiran data pemilih PPK : Panitia Pemilihan Kecamatan PPKn : Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan PPLN : Panitia Pemilihan Luar Negeri PPS : Panitia Pemungutan Suara
xvi
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
PPSLN : PTNP : PPUA Penca : SIDALIH : SIPOL : SITUNG : SMA : TIK : TPS : UI : UU : UUD 1945 : WNI :
Panitia Pemungutan Suara Luar Negeri Pusat Tabulasi Nasional Pemilu Pusat Pemilihan Umum Akses Penyandang Cacat Sistem Informasi Daftar Pemilih Sistem Informasi Partai Politik Sistem Informasi Penghitungan Suara Sekolah Menengah Atas teknologi informasi dan komunikasi tempat pemungutan suara Universitas Indonesia Undang-Undang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 warga negara Indonesia
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
xvii
xviii
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
1 Pendahuluan
B
aik atau buruknya praktik demokrasi di sebuah negara tidak terlepas dari kapasitas dan kredibilitas penyelenggara pemilu. Institusi penyelenggara pemilu yang tidak berkualitas, tidak mandiri, tidak transparan, dan tidak berintegritas hanya akan membuat hasil pemilihan umum dipertanyakan. Pada akhirnya, hal itu juga menghasilkan praktik demokrasi yang tidak berkualitas, semu, dan penuh dengan ketidakpercayaan. Komisi Pemilihan Umum memahami betul potensi ancaman ini. Oleh karena itu, dalam merencanakan dan menyelenggarakan pemilihan umum, KPU berupaya menerjemahkan dan menerapkan visi “menjadi penyelenggara pemilihan umum yang mandiri, profesional, dan berintegritas untuk mewujudkan pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil”. Jika dipahami melalui logika kausalitas, dapat disimpulkan bahwa untuk mendapatkan pemilu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil; syarat utamanya ialah penyelenggara pemilu harus berpegang pada tiga nilai utama, yakni “kemandirian”, “profesionalitas”, dan “integritas”. Tentu saja tidak mudah untuk bisa menerapkan nilai-nilai tersebut karena penyelenggara pemilu dihadapkan dengan tantangan yang datang silih berganti, sesuai dengan perkembangan situasi INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
1
sosial, ekonomi, budaya, dan politik di aras lokal, nasional, maupun internasional. Setidaknya terdapat tiga tantangan besar yang dihadapi Komisi Pemilihan Umum Periode 2012-2017 dalam menyelenggarakan Pemilu Legislatif 2014, Pemilu Presiden-Wakil Presiden 2014, serta dua gelombang pemilihan kepala daerah serentak pada tahun 2015 dan tahun 2017. Pertama, adanya kecenderungan penurunan partisipasi pemilih dalam beberapa penyelenggaraan pemilu sebelumnya. Kedua, masih adanya kekosongan hukum dalam beberapa aspek penyelenggaraan pemilu sehingga berpotensi menghambat kesuksesan pemilu. Ketiga, munculnya tantangan terhadap kemandirian KPU. Salah satu indikator penting dari keberhasilan pemilu yang terukur ialah tingkat partisipasi pemilih. The Economist Intelligence Unit’s Index of Democracy menetapkan jumlah pemilih yang menggunakan hak suaranya konsisten 70 persen dalam pemilihan tingkat nasional sebagai salah satu patokan partisipasi politik yang ideal (Kekic, 2007). Indonesia masih berada dalam batas “aman” dari indikator tersebut. Bahkan jika dibandingkan dengan empat negara lain di Asia Tenggara, tingkat partisipasi pemilih di Indonesia masih lebih tinggi. Di Singapura, tingkat partisipasi pemilih sempat menyentuh 36,9 persen; sedangkan di Malaysia berada di angka 51,8 persen (Schraufnagel et al., 2014). Akan tetapi realitas penurunan partisipasi pemilih dari Pemilu Legislatif 1999, Pemilu Legislatif 2004, dan Pemilu Legislatif 2009 sudah harus menjadi peringatan bagi penyelenggara pemilu. Pada Pemilu Legislatif Tahun 1999, partisipasi pemilih sangat tinggi, yakni 92,6 persen. Akan tetapi, pada tahun 2004 tingkat partisipasi turun menjadi 84,1 persen dan pada 2009 turun lagi menjadi 71 persen. Tidak hanya itu, penurunan tingkat partisipasi pemilih ini juga diikuti dengan disparitas tingkat partisipasi pemilih di dalam negeri dan di luar negeri. Sebagai contoh, pada Pemilu Legislatif 2009, partisipasi pemilih di luar negeri hanya 22,30 persen. Terkait dengan tantangan kedua, guna memastikan penerapan nilai profesionalitas dan integritas, KPU wajib berpegang teguh pada peraturan perundang-undangan. Produk perundang-undangan terkait
2
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
pemilu di Indonesia menghadirkan tantangan seperti kekosongan aturan atau bahkan muncul aturan kontradiktif yang multiintepretasi sehingga menyulitkan KPU mengimplementasikannya. Kondisi ini dipengaruhi oleh realitas bahwa undang-undang pemilu merupakan produk politik yang tidak terlepas dari kepentingan politik masing-masing pihak yang terlibat dalam proses penyusunan dan penetapannya. Keterbatasan waktu juga berandil dalam munculnya kelemahan itu. Pada akhirnya kekosongan hukum atau kontradiksi aturan tersebut berpotensi berimbas pada kelancaran penyelenggaraan atau profesionalitas penyelenggara pemilu. Tantangan ketiga muncul karena adanya tarikan-tarikan kepentingan politik yang ingin membuat KPU mengeluarkan kebijakan yang menguntungkan kelompok-kelompok tertentu. Kondisi ini bisa menyebabkan hilangnya prinsip “keadilan” dalam pemilu yang berarti menyediakan “lapangan bermain yang setara” (the same level of playing field) bagi semua peserta pemilu maupun pemilih. Tidak hanya itu, jika KPU goyah, tidak berpegang teguh pada prinsip kemandirian; berbagai langkah KPU di kemudian hari rentan tidak lagi dipercayai oleh masyarakat. Hasil pemilu pun bisa dengan mudah dipertanyakan oleh berbagai pemangku kepentingan. Dalam menghadapi tantangan-tantangan itu, KPU berupaya untuk mendeteksi persoalan dan mencoba membuat terobosan atau inovasi untuk mengatasinya. Guna menghadapi tantangan pertama, KPU membuat kebijakan menggalang pelibatan aktif pemilih dalam berbagai tahapan pemilu. KPU juga menetapkan lima segmen pemilih strategis, yakni pemilih pemula, pemilih perempuan, pemilih berkebutuhan khusus (difabel), komunitas pinggiran, serta umat beragama. KPU “membidani” lahirnya Relawan Demokrasi yang memberikan pendidikan pemilih bagi lima segmen pemilih strategis tersebut. Khusus untuk pemilih berkebutuhan khusus, KPU juga mendorong pengarusutamaan pemilu yang aksesibel. Sementara itu, untuk mencoba mengatasi tantangan partisipasi pemilih Indonesia di luar negeri yang begitu rendah, bahkan jauh di bawah 50 persen; KPU menerapkan inovasi sekaligus terobosan hukum INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
3
dengan menerapkan pemilihan awal (early voting). Dengan begitu, hari pemungutan suara di luar negeri bisa dilakukan lebih awal dari hari pemungutan suara di dalam negeri. Tujuannya agar waktu pemungutan suara itu bisa disesuaikan dengan hari libur di masing-masing negara tempat bermukim WNI yang bisa jadi berbeda-beda. Terkait dengan tantangan kekosongan dan kontradiksi aturan, KPU memilih untuk menerapkan prinsip hukum progresif. Dalam memahami dan menerjemahkan undang-undang menjadi produk hukum yang lebih rendah dan operasional, KPU sebagai lembaga yang paling bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pemilu atau pemilihan senantiasa mengedepankan asas melayani kepentingan umum, khususnya pemilih. Sikap progresif KPU untuk mengatur “ruang-ruang” kosong yang terlewatkan oleh pembuat undang-undang ini dilakukan untuk memastikan asas kepastian hukum dilaksanakan dan dijunjung tinggi. Jika KPU tidak melengkapi aturan main yang belum diatur di dalam undang-undang, dikhawatirkan akan muncul ketidaktertiban atau kekacauan dalam penyelenggaraan pemilu yang disebabkan oleh kekosongan hukum. Untuk mempertahankan kemandirian, KPU memilih bersikap teguh dalam menjalankan aturan perundang-undangan, sekalipun langkah tersebut mendapat kritik tajam dari beberapa kalangan. Setelah melalui pertimbangan matang, KPU memutuskan menguji konstitusionalitas Pasal 9A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi UndangUndang. Ketentuan yang dimohonkan kepada Mahkamah Konstitusi untuk diuji adalah pasal 9A UU Nomor 10 Tahun 2016 perihal Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang menyatakan bahwa KPU dalam menyusun dan menetapkan Peraturan KPU (PKPU) dan pedoman teknis seluruh tahapan pilkada harus berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah dalam rapat dengar pendapat yang keputusannya bersifat mengikat. KPU berpendapat pasal itu bertentangan dengan Pasal 22E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
4
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
menyatakan “Pemilihan Umum diselenggarakan oleh komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri”. Pasal itu dikhawatirkan membuat KPU menjadi tidak lagi mandiri dalam merumuskan aturan teknis karena “terikat” dengan keputusan DPR yang dalam kadar tertentu berpotensi lebih merepresentasikan kepentingan partai politik. Langkah hukum ini merupakan upaya konstitusional KPU untuk menjaga demokrasi. Pilihan itu tidak diambil untuk menempatkan posisi KPU berseberangan dengan DPR selalu pembuat Undang-Undang Pilkada, tetapi semata demi mendapatkan kepastian hukum. Sikap tersebut berada dalam kerangka politik “agonistik”, bukan “antagonistik”. Mouffe (2013) menyebut “agonistik” sebagai perjuangan antarlawan yang berbeda dari politik “antagonistik” yang dimaknai sebagai perjuangan antarmusuh. Dalam politik agonistik, artinya pihak yang berbeda pandangan atau pilihan politik tidak dilihat sebagai “musuh” yang harus dihancurkan, tetapi sebagai “lawan” yang gagasannya perlu dilawan sekuat tenaga jika tidak sesuai dengan nilai yang diyakini. Upaya menjaga kemandirian itu juga kemudian diikuti dengan keinginan untuk membuka diri selebar-lebarnya. KPU membuka diri dengan bersikap transparan dan membuka sebesar-besarnya peluang masyarakat untuk memberi masukan ataupun kritik dalam penyusunan berbagai kebijakan teknis kepemiluan. Kemandirian itu diikuti dengan upaya untuk menjadikan KPU seperti “buku” yang bisa dibuka lembar demi lembar oleh masyarakat dari seluruh latar belakang. Transparansi itu juga dilakukan dengan memanfaatkan peluang yang diberikan oleh pertumbuhan teknologi komunikasi dan informasi yang begitu pesat. KPU mengunggah berbagai data kepemiluan, termasuk formulir C1 atau hasil rekapitulasi di tingkat tempat pemungutan suara. Sebagai dampaknya, selain membuat publik percaya pada kredibilitas dan kemandirian KPU, langkah itu juga berbuah munculnya bentuk baru partisipasi masyarakat dalam pemilu. Masyarakat merasa berdaya karena tidak hanya sekadar memberi suara, tetapi juga bisa “mengawal” hasil pemungutan suara melalui gerakan urundaya (crowdsourcing). Inovasi-inovasi tersebut yang membuat KPU Periode 2012-2017 bisa INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
5
menyiapkan dan menyelenggarakan empat perhelatan besar demokrasi di Indonesia dengan tetap memegang nilai-nilai “kemandirian”, “profesionalitas”, dan “integritas”. Di tengah berbagai kelemahan yang masih muncul, penyelenggaraan empat hajatan besar demokrasi Indonesia itu diapresiasi berbagai pemangku kepentingan di bidang kepemiluan, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Buku ini menjelaskan inovasi-inovasi KPU yang dipaparkan di atas secara lebih mendetail dalam konteks penyelenggaraan Pemilu Legislatif 2014, Pemilu Presiden-Wakil Presiden 2014, Pilkada Serentak 2015, dan Pilkada Serentak 2017. Inovasi yang merespons tantangan kepemiluan ini diharapkan bisa menjadi contoh baik untuk dikembangkan di masa mendatang. Menyambung bab pertama yang merupakan pengantar, bab kedua buku Inovasi Kepemiluan berisikan paparan mengenai cara KPU mengatasi tantangan kemandirian dengan pendekatan ke dalam dan ke luar. Pendekatan ke dalam dilakukan dengan memperkuat sumberdaya manusia maupun perkuatan soliditas internal KPU. Pendekatan ke luar dilakukan dengan pendekatan institusional, bahkan jalur hukum seperti uji materi. Bab ketiga akan membahas evolusi upaya KPU dalam mendorong transparansi. Bab ini berisikan paparan bagaimana KPU menerapkan transparansi pemungutan dan penghitungan suara dalam Pemilu Legislatif 2014, Pemilu Presiden-Wakil Presiden 2014, Pilkada Serentak 2015, dan Pilkada Serentak 2017. Pada bab ini juga dibahas dampak yang muncul dari transparansi KPU, respons publik, serta gagasan untuk semakin memperbaiki inovasi transparansi. Bab keempat menjabarkan inovasi KPU yang menerapkan pemahaman hukum progresif. Penjabaran didahului dengan latar belakang dan landasan pemahaman hukum progresif yang membuat KPU memutuskan mengisi kekosongan hukum pemilu. Berikutnya, dipaparkan contoh-contoh kebijakan KPU yang menerapkan prinsip hukum progresif. Bab kelima memaparkan inovasi KPU dalam mendorong pemilu yang inklusif untuk rakyat. Bab ini berisi paparan mengenai langkah
6
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
KPU mengidentifikasi lima segmen pemilih strategis, tantangan yang dihadapi oleh masing-masing segmen dalam konteks pemilu, kemudian diikuti dengan paparan mengenai apa yang dilakukan oleh KPU untuk “menyentuh”, lalu melibatkan mereka dalam pemilu. Titik berat pembahasan juga diletakkan pada upaya menginklusi pemilih difabel. Bab ini berisikan pula masukan dan kritik dari masyarakat sipil serta rekomendasi perbaikan di masa mendatang terkait dengan inovasi KPU dalam mendorong pemilu inklusif. Bab keenam menjabarkan mengenai inovasi pemilihan pendahuluan (early voting) di luar negeri. Pemaparan dimulai dari latar belakang pengambilan kebijakan tersebut, aspek historis pemilu di luar negeri, implementasinya, serta catatan kritis atas pelaksanaan pemilihan awal di luar negeri. Bab ketujuh menjelaskan mengenai inovasi KPU yang memanfaatkan teknologi informasi dalam tahapan-tahapan pemilu. Bab ini memaparkan dengan singkat latar belakang keputusan tersebut serta sistem informasi apa saja yang diluncurkan oleh KPU berikut dengan keunggulan masing-masing. Bab kedelapan berisi paparan atas upaya KPU untuk menggalang partisipasi masyarakat secara serius, berikut contoh-contoh upaya yang dilakukan untuk membuat masyarakat mengambil bagian dalam berbagai tahapan pemilu sebagai warga yang terberdayakan. Bab kesembilan merupakan penutup, berisikan kesimpulan sekaligus menunjukkan benang merah atas tujuh inovasi kepemiluan yang sudah dipaparkan pada bab-bab terdahulu. ■
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
7
8
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
2 Ikhtiar Menjaga Kemandirian
K
omisi Pemilihan Umum menurut UUD 1945 adalah lembaga negara yang menyelenggarakan pemilihan umum di Indonesia yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Adapun yang dimaksud pemilihan umum yang diselenggarakan meliputi Pemilihan Umum Anggota DPD, DPD, DPRD; Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden; serta Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Hal ini sesuai bunyi Pasal 22E ayat 5 UUD 1945. Dari segi hukum, KPU didefinisikan sebagai penyelenggara pemilu dan sebagai penyelengara bersifat nasional, tetap, dan mandiri atau independen (Asshiddiqie, 2006). Adapun kedudukan KPU tidak secara eksplisit disebutkan dalam UUD 1945. Kerenanya, menurut Saldi Isra, secara normatif eksistensi KPU sebagaimana tercantum dalam Pasal 22E ayat 5 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa penyelenggara pemilu oleh “suatu” komisi pemilihan umum, dapat diartikan bahwa kata “suatu” dimaksud menunjukkan makna subyek yang kabur dan tidak jelas (Saldi Isra, mahkamahkonstitusi.go.id). Karenanya, KPU tidak dapat disejajarkan dengan lembaga negara lain yang kewenangannya ditentukan oleh UUD 1945. Arti tersebut sejalan dengan pemahaman INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
9
yang disampaikan oleh Jimly Asshiddiqie dan Lukman Hakim. Menurut Hakim, ”Komisi pemilihan umum merupakan suatu komisi negara. Posisi komisi negara secara hierarki sebagai lembaga penunjang atas lembaga negara utama seperti MPR, DPD, DPD, Presiden, MA, MK, dan BPK” (Hakim, 2010: 55). Pandangan senada juga disampaikan oleh Natabaya, yang mengatakan bahwa tafsir organ UUD 1945 terbagi dalam dua bagian, yakni main state organ (lembaga negara utama) dan auxiliary state organ (lembaga penunjang atau lembaga bantu). KPU adalah organ konstitusi yang masuk dalam kategori auxiliary state organ yang kedudukannya sejajar dengan Menteri Negara, Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara, Komisi Yudisial, Ombudsman Republik Indonesia, dan Bank Indonesia. Sebagaimana lembaga-lembaga ini, KPU juga bekerja untuk menunjang lembaga-lembaga negara utama. Tindak lanjut dari UUD 1945 mengenai penyelenggara pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri tertuang dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 itu menyebutkan bahwa Komisi Pemilihan Umum bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Pada Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, penyelenggara pemilu disebutkan terdiri atas Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu. Bersifat nasional berarti wilayah kerja KPU mencakup seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sementara sifat tetap berarti KPU melaksanakan tugasnya secara berkesinambungan. Sifat mandiri berarti KPU dalam menyelenggarakan pemilu bebas dari pengaruh yang datang dari pihak manapun. Penjelasan lebih lanjut tentang tugas pokok dan fungsi KPU selanjutnya dijabarkan dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 5 dan PKPU Nomor 6 Tahun 2008.
10
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
1. Nasional, Tetap, dan Mandiri Sesuai bunyi UUD 1945 dan Undang-Undang Penyelenggara Pemilu, dalam melaksanakan tugasnya sebagai penyelenggara pemilu, KPU senantiasa memastikan terjaganya ketiga sifat KPU, yakni nasional, tetap, dan mandiri. Berikut adalah hal-hal yang diberlakukan dalam menjamin ketiga sifat dimaksud. Sifat nasional: sesuai amanah Undang-Undang, struktur kelembagaan KPU mencerminkan bahwa KPU bersifat nasional. Di tingkat nasional, terdapat KPU Republik Indonesia yang berkedudukan di Jakarta selaku Ibukota Negara Republik Indonesia. Selanjutnya sesuai dengan jumlah provinsi yang ada, KPU juga memiliki kantor di setiap provinsi di wilayah negara Republik Indonesia. Masing-masing KPU Provinsi berkedudukan di ibukota provinsi. Total jumlah KPU Provinsi adalah 34, sesuai dengan jumlah provinsi di Indonesia. Juga terdapat KPU Kabupaten/Kota di setiap kabupaten/kota di seluruh wilayah Negara Kesatuan RI. Sesuai tahapan pemilu dan pilkada, perwakilan KPU juga dibentuk secara adhoc di tingkat kecamatan (Panitia Pemilihan Kecamatan/PPK), di tingkat desa/kelurahan (Panitia Pemungutan Suara/PPS), dan yang terkecil berupa Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di tingkat tempat pemungutan suara (TPS) sebagai ujung tombak perpanjangan tangan KPU saat hari pemungutan suara. Sifat tetap: sesuai maknanya, sifat tetap berarti KPU melaksanakan tugasnya secara terus-menerus, berkesinambungan, dan tidak hanya berlaku di suatu saat tertentu. Dalam melaksanakan amanah UndangUndang mengenai sifat tetap ini, KPU menerapkannya dengan dua cara yang berbeda dalam hal kegiatan dan dalam hal sumberdaya manusia. Dalam hal kegiatan sesuai fungsinya, KPU menjalankan tugas penyelenggaranya secara terus-menerus. Rangkaian tugas dimaksud meliputi kegiatan-kegiatan yang terbagi dalam tiga periode waktu, yakni periode pra-pemilu, periode-pemilu, dan periode pasca-pemilu. Pada masing-masing periode ini, KPU memiliki sejumlah tugas pokok dan fungsi yang dijalankan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
11
daerah. Adapun dalam hal sumberdaya manusia, penyelenggara pemilu terbagi ke dalam kategori anggota KPU dan staf sekretariat KPU. Anggota KPU dipilih melalui proses seleksi umum yang terbuka untuk publik. Sementara staf sekretariat KPU adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terpilih lewat jalur seleksi terbuka ASN KPU. Anggota KPU bertugas selama 5 (lima) tahun sejak saat dilantik. Sementara ASN KPU bertugas selama masa aktif kepegawaian di KPU. Sifat mandiri: dalam menjalankan tugasnya seyogianya KPU bebas dari pengaruh dan tekanan dari pihak manapun, baik dari pihak pemerintah, peserta pemilu (partai politik, kandidat, pasangan calon), ataupun masyarakat sipil. Demi menjaga kemandiriannya, KPU menetapkan Kode Etik Penyelenggara Pemilu yang berpedoman pada asas: 1. Mandiri 2. Jujur 3. Adil 4. Kepastian hukum 5. Tertib 6. Kepentingan umum 7. Keterbukaan 8. Proporsionalitas 9. Profesionalitas 10. Akuntabilitas 11. Efisiensi 12. Efektivitas Pelaksanaan Kode Etik diawasi oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Pengawasan yang dijalankan oleh DKPP dilakukan berdasarkan Peraturan Bersama KPU, Bawaslu dan DKPP Nomor 1 Tahun 2012, Nomor 11 Tahun 2012, dan Nomor 13 Tahun 2012 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu.
12
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
2. Menjaga Kemandirian dan Bersikap Adil Di samping upaya-upaya yang dilakukan di atas, KPU juga melakukan upaya lainnya utamanya terkait kesepakatan dalam pengambilan keputusan dan dalam pengelolaan sumberdaya manusia di KPU selaku pekerja penyelenggara pemilu, yakni pengelolaan Aparatur Sipil Negara KPU. Sesuai kesepakatan internal, KPU hanya menghadiri kegiatan-kegiatan partai politik yang berkaitan erat dengan aktivitas tahapan pemilu. Apabila ada kegiatan parpol yang berhubungan dengan aktivitas dalam menghadapi tahapan pemilu, seperti bimbingan teknis, seminar pemilu, ataupun pembekalan saksi; dipastikan KPU turut hadir untuk menyukseskan kegiatan tersebut. Sementara kegiatan-kegiatan parpol yang berkaitan dengan seremonial dan tidak berhubungan dengan tahapan pemilu, seperti kongres, muktamar, atau kegiatan perayaan ulang tahun partai politik; tidak akan dihadiri oleh KPU walaupun diundang. Langkah ini tidak berarti bahwa KPU anti-parpol atau tidak menghargai parpol, akan tetapi untuk lebih menjaga asas keadilan terhadap semua parpol. Hal itu untuk mencegah kemungkinan manakala satu kegiatan serupa dapat dihadiri, tetapi kegiatan parpol yang lain tidak dapat dihadiri karena berbenturan dengan kegiatan pelaksanaan tahapan pemilu. Hal tersebut tentunya akan dapat menimbulkan dugaan bahwa KPU bersikap tidak adil terhadap parpol. Hal lain yang dijalankan di internal KPU adalah apabila anggota KPU berkomunikasi, sekadar menerima telepon dari pengurus parpol sekalipun, percakapan tersebut disampaikan dan dibahas dengan anggota KPU yang lain. Hal ini merupakan upaya untuk membangun keterbukaan dan menghindari dugaan bahwa anggota KPU tidak netral atau memihak salah satu partai politik tertentu. Dalam hal berbeda, KPU juga memutuskan menguji konstitusionalitas pasal 9A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 terkait Pilkada ke Mahkamah Konstitusi. Pasal 9A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tersebut menyatakan bahwa KPU dalam menyusun dan menetapkan Peraturan KPU (PKPU) dan pedoman teknis seluruh tahapan pilkada
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
13
harus berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah dalam rapat dengar pendapat yang keputusannya bersifat “mengikat”. KPU berpendapat pasal itu bertentangan dengan Pasal 22E Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang menyatakan “Pemilihan Umum diselenggarakan oleh komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri”. Pasal itu dikhawatirkan membuat KPU menjadi tidak lagi mandiri dalam merumuskan aturan teknis karena “terikat” dengan keputusan DPR yang dalam kadar tertentu juga merepresentasikan kepentingan partai politik. Penting untuk dipahami bahwa langkah hukum ini merupakan upaya konstitusional KPU untuk menjaga demokrasi. Pilihan itu tidak diambil untuk menempatkan posisi KPU berseberangan dengan DPR selaku pembuat undang-undang, tetapi semata-mata demi mendapatkan kepastian hukum.
3. Rekrutmen dan Alih Status ASN KPU Sejak tahun 2008 KPU telah melakukan rekrutmen mandiri untuk ASN KPU sehingga mulai memiliki staf organik di jajaran Sekretariat Jenderal KPU. Sebelum tahun 2008, seluruh staf ASN KPU berasal dari berbagai kementerian/lembaga (K/L) atau pemerintah daerah. Dalam kurun waktu beberapa tahun kemudian, pada tahun 2015, demi mewujudkan “satu kesatuan manajemen kepegawaian”, KPU memberikan penawaran alih status atau pindah instansi secara menyeluruh bagi para pegawai negeri sipil (PNS) yang berasal dari instansi lain, baik di KPU RI maupun di KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota. Upaya alih status ini dilakukan berdasarkan Surat Edaran Sekretaris Jenderal KPU Nomor 66/SJ/I/2015 tentang Alih Status/Pindah Instansi PNS Daerah/Instansi Lain Dipekerjakan pada Sekretariat KPU Provinsi dan Sekretariat KPU Kabupaten/Kota Menjadi PNS Sekretariat Jenderal KPU. Para ASN yang tadinya merupakan staf dari satuan kerja perangkat daerah di luar KPU diminta untuk memilih antara kembali ke unit tugas asal atau dialihkan statusnya menjadi staf ASN KPU. Sejak tahun 2015 inilah pada akhirnya KPU memiliki jajaran ASN yang berstatus staf
14
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
Sekertariat Jenderal KPU. Walaupun KPU menawarkan alih status kepada jajaran sekretariat KPU, mereka tidak serta-merta dapat melakukan alih status. Proses alih status tetap dilakukan melalui mekanisme seleksi. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa individu-individu yang akan berkarier di KPU benar-benar memiliki kapasitas, integritas, dan profesionalitas dalam menjalankan tugas-tugasnya di KPU.
4. Penguatan Kapasitas KPU Program penguatan kapasitas KPU dapat dibagi dalam tiga bagian utama, yakni: 1. Orientasi Tugas bagi Anggota KPU Provinsi dan Anggota KPU Kabupaten/Kota Terpilih. Orientasi Tugas ini dilakukan dengan target peserta Anggota KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota yang baru terpilih. Orientasi tugas anggota KPU Provinsi ini dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 38 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 02 Tahun 2013 tentang Seleksi Anggota KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota, yang menyebutkan bahwa orientasi ini merupakan kegiatan yang wajib diikuti oleh anggota KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota setelah pelantikan. Metode orientasi menggunakan sistem dan kurikulum internasional yang diambil dari materi Building Resources in Democracy, Governance, and Election (BRIDGE). Materi tersebut merupakan kurikulum komprehensif kepemiluan yang disusun dan dimiliki oleh lima lembaga multinasional dan internasional, yakni United Nations Election Division, United Nations Development Programme (UNDP), International Foundation for Electoral System (IFES), International IDEA, dan Australian Electoral Commission (AEC). Materi awal yang berasal dari lima lembaga tersebut kemudian dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan organisasi. Kurikulum BRIDGE secara intensif digunakan KPU sebagai alat penguatan kapasitas sejak tahun 2010. Melalui pendampingan dari UNDP Indonesia, KPU telah memilih enam modul BRIDGE, yang
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
15
kemudian diadopsi dan di-customized sehingga menjadi kurikulum BRIDGE KPU. Modul baru BRIDGE KPU tersebut kemudian diujicobakan di jajaran Sekretariat Jenderal KPU, kemudian di tiga provinsi, yakni Nusa Tenggara Barat (NTB), Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dan Jawa Barat. Setelah melalui proses evaluasi dan revisi, terhitung sejak akhir 2010 kurikulum BRIDGE KPU tersebut digunakan sebagai materi orientasi tugas anggota KPU. Dalam pelaksanaan bimbingan teknis bagi KPU, penggunaan metode BRIDGE juga mulai diterapkan oleh biro-biro dalam pelaksanaan pelatihan-pelatihan bagi para penyelenggara, baik di tingkat pusat maupun daerah. Selain modul-modul BRIDGE, pada masa orientasi tersebut para peserta juga menerima materi yang disampaikan oleh pemangku kepentingan terkait, seperti Bawaslu dan DKPP. Adapun modul dan materi yang digunakan terbagi ke dalam: a. Materi utama Membahas 5 (lima) modul, yaitu: 1) Nilai dan Etika Penyelenggaraan Pemilu - Nilai-nilai dan prinsip pemilu yang bebas dan adil - Hak penyandang disabilitas dan gender - Kode etik penyelenggara pemilu 2) Kelembagaan Pemilu - Sistem pemilu - Lembaga penyelenggara pemilu - Tahapan pemilu 3) Tata Kelola Internal - Tata kelola - Kerja sama tim - Perencanaan strategis 4) Hubungan dengan Pemangku Kepentingan - Memahami aktor dan isu pemangku kepentingan - Analisis pemangku kepentingan - Mengelola hubungan dengan pemangku kepentingan
16
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
5) -
Penegakan Hukum Pemilu - Penyelesaian pelanggaran dan sengketa pemilu Strategi advokasi penanganan kasus
b. Materi pendukung Ceramah dari kementerian/lembaga terkait, yaitu: 1) Kementerian Dalam Negeri: ”Fasilitasi Pemerintah dalam Penyelenggaraan Pemilu” 2) Mahkamah Konstitusi: ”Pedoman Beracara dan Tren Putusan Perselisihan Hasil Pemilu“ 3) Badan Pemeriksa Keuangan: ”Pemeriksaan Keuangan Negara serta Temuan-temuan Pemeriksaan di Jajaran KPU“ 4) Komisi Pemberantasan Korupsi: ”Upaya Pemberantasan Korupsi dan Anatomi Korupsi dalam Penyelenggaraan Pemilu“ 5) Badan Pengawas Pemilu: ”Pengawasan Penyelenggara Pemilu dan Penyelesaian Sengketa Pemilu” 6) Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu: ”Kode Etik Penyelenggara Pemilu, Pedoman Beracara dan Tren Putusan DKPP” INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
17
2. Orientasi Tugas bagi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS)/ Calon ASN KPU Kegiatan orientasi tugas bagi CPNS/ASN KPU dilakukan sebagai salah satu upaya mewujudkan KPU sebagai penyelenggara pemilu yang memiliki integritas, profesional, mandiri, transparan, dan akuntabel, sekaligus demi menciptakan demokrasi Indonesia yang berkualitas berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di samping itu, orientasi tugas juga dilakukan untuk memenuhi ketentuan Pasal 2 huruf (a) Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Negeri Sipil. Karenanya, KPU memandang kegiatan ini sebagai hal yang esensial bagi CPNS di lingkungan KPU yang kelak akan menjadi PNS definitif. Adapun tujuan dari kegiatan orientasi juga dimaksudkan agar staf KPU akan mengetahui dan memahami tugas pokok dan fungsi KPU sebagai penyelenggara pemilu melalui suatu kegiatan orientasi tugas yang khusus mengenai pemilu sebagai pijakan awal pemahaman di bidang kepemiluan. Serupa dengan materi orientasi tugas anggota KPU, materi orientasi tugas CPNS/ASN juga menggunakan metode dan kurikulum BRIDGE KPU, dengan beberapa penambahan muatan lokal KPU yang disusun khusus agar sesuai dengan target peserta, yakni CPNS/ASN. Adapun modul dan materi yang disampaikan yakni: a. Materi utama Membahas 5 (lima) modul, yaitu: 1) Nilai dan Etika Penyelenggaraan Pemilu - Nilai-nilai dan prinsip pemilu yang bebas dan adil - Hak penyandang disabilitas dan gender - Kode etik penyelenggara pemilu 2) Kelembagaan Pemilu - Sistem pemilu - Lembaga penyelenggara pemilu - Tahapan pemilu 3) Tata Kelola Internal
18
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
4) 5)
- Tata kelola - Kerja sama tim - Perencanaan strategis Hubungan dengan Pemangku Kepentingan - Memahami aktor dan isu pemangku kepentingan - Analisis pemangku kepentingan - Mengelola hubungan dengan pemangku kepentingan Penegakan Hukum Pemilu - Penyelesaian pelanggaran dan sengketa pemilu - Strategi advokasi penanganan kasus
b. Materi pendukung Ceramah dari kementerian/lembaga terkait, yaitu: 1) Badan Pemeriksa Keuangan: ”Pemeriksaan Keuangan Negara serta Temuan-temuan Pemeriksaan di Jajaran KPU“ 2) Komisi Pemberantasan Korupsi: ”Upaya Pemberantasan Korupsi dan Anatomi Korupsi dalam Penyelenggaraan Pemilu“ 3) Badan Pengawas Pemilu: ”Pengawasan Penyelenggara Pemilu dan Penyelesaian Sengketa Pemilu” 4) Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu: ”Kode Etik Penyelenggara Pemilu, Pedoman Beracara, dan Tren Putusan DKPP” 5) DUNAMIS: ”Membangun Soliditas dan Kerjasama Tim dalam Kerangka Tata Kelola Organisasi serta Memperkuat Self Esteem sebagai Penyelenggara Pemilu.” 3. Program Beasiswa Magister Konsentrasi Tata Kelola Pemilihan Umum di Lingkungan KPU. Program beasiswa Magister Tata Kelola Pemilihan Umum di lingkungan KPU mulai dilaksanakan pada tahun 2015. Program ini bermula dari kegiatan bersama antara KPU dan Australian Electoral Commission (AEC) yang membentuk tim penyusun program magister, yang anggotanya terdiri atas perwakilan KPU, akademisi, peneliti, dan pakar pemilu di Indonesia, termasuk INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
19
beberapa mantan anggota KPU RI. Program ini dibangun dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemilu demi menjamin pelaksanaan hak politik rakyat. Sebagai penyelenggara pemilu, KPU ingin menjadi lembaga yang profesional dan memiliki integritas, kapabilitas, dan akuntabilitas. Pada awal program ini diluncurkan pada tahun 2015, ASN KPU yang mendapat beasiswa sebanyak 75 orang dan meningkat menjadi masing-masing 125 orang pada tahun 2016 dan 2017. KPU menargetkan pada tahun 2025 ASN KPU yang berpendidikan S2 sebanyak 30 persen dari seluruh ASN yang ada di KPU. Adapun dalam program pemberian beasiswa ini, ASN KPU yang memenuhi syarat dan berhasil lulus dalam proses seleksi akan belajar di salah satu dari sembilan perguruan tinggi negeri di Indonesia yang telah menandatangani nota kesepahaman dengan KPU, yakni: 1. Universitas Andalas; 2. Universitas Lampung; 3. Universitas Padjadjaran; 4. Universitas Gadjah Mada; 5. Universitas Airlangga; 6. Universitas Sam Ratulangi; 7. Universitas Hasanuddin; 8. Universitas Nusa Cendana; 9. Universitas Cenderawasih; dan 10. Universitas Indonesia Tujuan pemberian beasiswa adalah untuk mewujudkan sosok penyelenggara pemilu yang memiliki kualifikasi pendidikan magister, sehingga mampu mengembangkan manajemen pemilu secara terspesialisasi, berdasarkan filsafat keilmuan, dan berdimensi strategis, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam pengembangan karier seorang PNS. Sasarannya adalah pegawai negeri sipil pada Sekretariat Jenderal KPU, Sekretariat KPU Provinsi, dan Sekretariat KPU Kabupaten/Kota, yang memiliki
20
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
kemampuan akademik dan potensi kepemimpinan yang tinggi, serta lulus proses seleksi untuk mengikuti Program Magister Konsentrasi Tata Kelola Pemilihan Umum.
• Sidang DKPP
5. Penghargaan dan Sanksi Dalam organisasi KPU, penting adanya penerapan pemberian penghargaan dan sanksi. Penghargaan diberikan bagi mereka yang berprestasi dan sanksi diberikan bagi mereka yang yang bersalah. KPU secara tegas melaksanakan putusan DKPP bagi anggota KPU Provinsi/ Kabupaten/Kota dan jajaran sekretariat KPU, termasuk pemberian sanksi pemberhentian. Di luar itu, KPU juga memberikan sanksi peringatan terhadap KPU Provinsi/Kabupaten/Kota yang terlambat atau lalai dalam pelaksanaan tugas-tugas yang diberikan. Sebagai contoh, pemberian sanksi kepada KPU Provinsi/Kabupaten/Kota yang terlambat atau lalai untuk melengkapi Sistem Informasi Tahapan Pemilu (SITAP), Sistem Informasi Penghitungan Suara (SITUNG), dan Sistem
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
21
Informasi Logistik (SILOG), di mana informasi ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Tentunya tidak hanya sanksi yang diberikan, tetapi bagi mereka yang berprestasi diberikan penghargaan atas prestasi-prestasinya. KPU Award merupakan bentuk penghargaan bagi mereka yang berprestasi dan memberikan sumbangsih untuk kesuksesan Pemilu 2014. Penghargaan tidak hanya diberikan kepada kalangan internal saja, tetapi diberikan kepada tokoh masyarakat atau lembaga yang berperan aktif dalam kesuksesan penyelenggaraan Pemilu 2014. Pemberian Tunjangan Kinerja (Tukin) kepada ASN KPU adalah bentuk penghargaan yang layak diberikan kepada ASN KPU atas kerja kerasnya. Peningkatan uang kehormatan bagi KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota juga merupakan bentuk penghargaan yang diberikan kepada anggota KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/ Kota.
22
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
6. Penanaman Budaya Kerja Dalam menjalankan tugas-tugas yang selalu menjadi sorotan publik, perlu dibangun dan ditingkatkan perilaku positif yang berakar pada kemauan dan kesadaran sendiri yang didasari pada orientasi nilai budaya organisasi dalam menjalankan pekerjaan. KPU pun mengupayakan peningkatan etos kerja dalam organisasi. Untuk menjalankan organisasi yang berjalan secara efektif dan terarah, KPU mengeluarkan surat edaran untuk melakukan pleno rutin bagi KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota. Dalam rapat pleno rutin ini diambil kebijakan-kebijakan KPU. Selanjutnya, dalam rapat pleno berikutnya, jajaran sekretariat mempresentasikan perkembangannya. KPU juga melaksanakan Rapat Pimpinan Nasional secara reguler antara KPU dan KPU Provinsi untuk berkoordinasi dan memastikan seluruh tahapan pemilu dan penyelenggaraan kegiatan organisasi searah dan sejalan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Dengan penanaman budaya kerja, akan terbangun kepercayaan, semangat dan mentalitas yang baik. Saat ini, KPU telah menetapkan empat nilai dasar organisasi, yaitu mandiri, profesional, berintegritas, dan transparan.■
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
23
24
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
3 Pembelajaran Transparansi dari Indonesia
T
ransparency at its best. Transparansi dalam bentuk terbaiknya. Begitu istilah yang digunakan Ketua Asian Network for Free Elections (ANFREL) Damaso G Magbual untuk menggam barkan kebijakan KPU yang mengunggah hasil pindai formu lir C1 pada Pemilu Legislatif 2014 dan Pemilu Presiden-Wakil Presiden 2014. Mantan Guru Besar Filsafat dan Ilmu Politik di St. Louis University di Filipina itu begitu terkesan terhadap keputusan politik KPU untuk membuka ke publik hasil pindai formulir penghitungan perolehan suara dari hampir setengah juta tempat pemungutan suara (TPS) di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, dia menyebut terobosan KPU RI itu sebagai contoh sempurna bagi negara-negara Asia untuk mendorong transparansi hasil pemilihan. Ia bahkan sudah mengusulkan agar hal serupa diterapkan pada pemilihan umum di Filipina (thejakartapost. com, 23/08/2016). Pujian terhadap langkah KPU dalam hal transparansi tidak hanya datang dari orang-orang yang berkecimpung di dunia kepemiluan, tetapi juga dari pengamat politik, aktivis, maupun media massa dari dalam dan luar negeri. Transparansi dalam pemilu merupakan hal yang sangat penting karena itu berarti membuat terang ruang-ruang gelap yang bisa INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
25
dimanfaatkan oknum untuk kegiatan transaksional sehingga mence derai integritas pemilu. Selain mencegah penyelewengan karena datadata bisa diakses khalayak ramai, transparansi penyelenggaraan pemilu akan berdampak pada membaiknya kepercayaan publik. Tidak hanya itu, transparansi juga bisa membangun inisiatif dan menggerakkan partisipasi masyarakat. Karena itu, tidak salah jika ahli kepemiluan yang juga Guru Besar Ilmu Politik Universitas Airlangga Surabaya Ramlan Surbakti memasukkan transparansi sebagai salah satu dari tujuh parameter pemilu demokratis (Surbakti, 2014). Secara umum, upaya KPU mendorong transparansi bisa dibagi menjadi dua dimensi besar. Pertama, KPU menerapkan transparansi internal dalam pembuatan kebijakan dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Kedua, KPU menerapkan transparansi dalam melaksanakan tahapan-tahapan pemilu. Transparansi yang disebut belakangan itu mencakup verifikasi peserta pemilu dan kandidasi, daftar pemilih, dana kampanye, serta proses penghitungan dan rekapitulasi suara. Paparan pada bab ini terfokus pada transparansi proses pemilu, dengan lebih spesifik lagi membahas inovasi transparansi penghitungan dan rekapitulasi suara. Jika ditelisik lebih jauh, di antara keseluruhan tahapan pemilu, pemungutan dan penghitungan suara memiliki kerawanan yang tinggi. Sardini (2014) membagi potensi kerawanan pelanggaran berat pemilu dalam empat kategori besar sesuai tahapan, yakni daftar pemilih, pencalonan, kampanye, serta pemungutan dan penghitungan suara. Tiga tahapan awal potensi kerawanan yang disebutkan Sardini, masing-masing berkisar 4-5 jenis dengan total gabungan potensi kerawanan dari tiga tahapan itu 14 jenis. Sementara itu, pada tahap pemungutan dan penghitungan suara terdapat 24 potensi pelanggaran berat. Ramlan Surbakti (2012) juga mencatat pentingnya perhatian atas integritas pemungutan dan penghitungan suara di tingkat TPS dan desa atau kelurahan. Hal ini disebabkan sebagian besar penyimpangan dan manipulasi hasil perhitungan suara yang berlangsung pada Pemilu 2009 diperkirakan terjadi di TPS atau di desa dan kelurahan.
26
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
Oleh karena itu, inovasi transparansi yang didorong oleh KPU dengan mengunggah hasil pindai formulir C1 (tingkat TPS), DA1 (hasil rekapitulasi di tingkat kecamatan), dan DB1 (hasil rekapitulasi di tingkat kabupaten/kota) memberi kontribusi besar terhadap upaya meminimalisasi kerawanan pemilu. KPU membuka seluas-luasnya hasil pemungutan suara dengan mengunggah ke laman daring KPU yang bisa diakses masyarakat, yakni https://pemilu2014.kpu.go.id untuk Pemilu Legislatif 2014, https://pilpres2014.kpu.go.id/ untuk Pemilu Presiden 2014, https://pilkada2015.kpu.go.id/ untuk Pilkada Serentak 2015, serta https:// pilkada2017.kpu.go.id/ untuk Pilkada Serentak 2017.
1. Transparansi Sebagai Sebuah Evolusi Proses menuju transparansi pemilu bukan hal yang tiba-tiba muncul. KPU menyadari bahwa transparansi merupakan bagian tidak terpisahkan dari pemanfaatan teknologi informasi. Hal ini terlihat dari salah satu misi KPU yang dirumuskan sebagai “mewujudkan penyelenggara pemilu yang efektif dan efisien, transparan, akuntabel, dan aksesibel”. Pada Pemilu 2004, KPU sudah mulai menggunakan teknologi informasi untuk proses rekapitulasi hasil pemungutan suara. Saat itu KPU menggunakan teknologi yang berbasis aplikasi lokal yang ditempatkan di tingkat kecamatan dan melakukan pengiriman data ke pusat data di KPU untuk kemudian ditampilkan di Pusat Tabulasi Nasional Pemilu (PTNP). Prosesnya dimulai dari data entry yang dilakukan oleh operator di tingkat kecamatan ke pusat data KPU. Setelah data dikonsolidasikan di KPU, hasilnya ditampilkan melalui situs www.kpu.go.id. Pada Pemilu 2009, KPU kembali mendorong penggunaan teknologi informasi dalam rekapitulasi hasil pemungutan suara. Formulir C1 mulai dipindai dengan menggunakan Intelligence Character Reader (ICR) untuk tujuan tabulasi nasional perolehan suara. Namun, publik hanya bisa melihat hasil tabulasi, tidak sampai disajikan hasil pindai formulir C1. Pada Pemilu Legislatif 2014 dan Pemilu Presiden-Wakil Presiden
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
27
2014, KPU menerapkan sesuatu yang lebih maju. Jika pada pemilu terdahulu penggunaan teknologi informasi guna mendorong tabulasi perolehan suara nasional dalam waktu cepat bisa disebut sebagai “quasi-transparansi”, Pemilu 2014 dijadikan KPU sebagai momentum menerapkan transparansi menyeluruh. Keputusan untuk menerapkan transparansi dalam tahapan penghitungan dan rekapitulasi suara ini muncul dari refleksi, di mana KPU menyadari bahwa penggunaan teknologi untuk mempercepat rekapitulasi belum bisa sepenuhnya meyakinkan publik karena bukan tidak mungkin akan muncul keraguan atas data yang digunakan dalam rekapitulasi itu. Publik akan lebih percaya apabila selain menampilkan data rekapitulasi, KPU juga menyediakan sumber data sahih yang bisa digunakan publik untuk memfalsifikasi atau memverifikasi apakah rekapitulasi yang disajikan sudah benar ataupun sebaliknya. Kebijakan KPU untuk menerapkan sistem data terbuka terhadap hasil penghitungan suara di tingkat TPS tidak terlepas dari agenda besar penyelenggara pemilu dalam mendorong partisipasi dan keterbukaan. Hal ini didasari pemahaman bahwa ketika KPU menutup informasi, masyarakat akan curiga dan tidak bisa mengawal pemilu. Jika dilacak lebih jauh lagi, landasan pemikiran ini tidak terlepas dari keprihatinan atas kondisi KPU yang pernah berada di titik nadir karena masyarakat tidak percaya kepada institusi penyelenggara pemilu ini. KPU Periode 2012-2017 kemudian berupaya mengatasi hal itu dengan dua cara. Pertama, KPU membangun transparansi di semua tahapan pemilihan dengan menggunakan teknologi informasi. Kedua, KPU meningkatkan partisipasi publik dalam mengawasi pemilu.
28
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
Contoh Hasil Pindai Formulir C1 Pemilu Presiden-Wakil Presiden 2014
KPU memulai penerapan transparansi penghitungan suara ini dengan menerbitkan Surat Edaran KPU Nomor 184/KPU/III/2014 tentang Scanner e-Document tertanggal 21 Maret 2014. Dalam surat edaran ini KPU memberi petunjuk pembelian alat pindai dan pengangkatan operator untuk memindai formulir C1 dari luar lingkungan kesekretariatan KPU. Para operator itu mendapat tugas khusus memindai dokumen sehingga tidak dibebani pekerjaan lain. Hal ini dilakukan agar mereka bisa mencapai target penyelesaian pemindaian seluruh formulir C1 di tingkat kabupaten dan kota dalam waktu maksimal 8 hari. Data hasil pindai yang sudah disimpan ke dalam cakram DVD atau USB harus dikirimkan ke KPU RI setiap hari dengan menggunakan sarana pos atau jasa ekspedisi lain yang cepat dan tercatat. Sementara itu untuk menjamin efisiensi dan efektivitas pemindaian formulir C1, KPU juga memberikan batasan dalam pengadaan alat pindai. Pengadaan alat pindai diserahkan kepada masing-masing KPU di tingkat kabupaten dan kota. KPU RI hanya memberikan spesifikasi teknis alat pindai dengan kecepatan 20 ppm sampai dengan 30 ppm dengan jenis Automatic Document Feeder (ADF) dan mendukung teknologi TWAIN. KPU juga mengatur jumlah maksimal alat pindai yang boleh dibeli oleh KPU di tingkat kabupaten/kota dan provinsi. Untuk KPU INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
29
atau KIP Provinsi, KPU RI hanya memperbolehkan pembelian maksimal satu unit alat pindai. Sementara untuk KPU di kabupaten dan kota diatur sesuai dengan jumlah TPS yang ada di daerah mereka, dengan jumlah sebagai berikut. Tabel 3.1 Ketentuan Pembelian Alat Pindai untuk KPU Kabupaten/Kota Jumlah TPS
Jumlah Pembelian Alat Pindai
1 sampai dengan 3.000
Maksimal 2 unit alat pindai
3.000 sampai dengan 5.000
Maksimal 3 unit alat pindai
5.000 sampai dengan 7.000
Maksimal 4 unit alat pindai
Di atas 7.000
Maksimal 5 unit alat pindai
Sumber: Surat Edaran Nomor 184/KPU/III/2012 Alat pindai tersebut digunakan tidak hanya untuk Pemilu Legislatif 2014 saja, tetapi juga untuk digunakan pada Pemilu Presiden-Wakil Presiden 2014. Hasil pindai scan C-1 lalu diunggah ke laman https:// pemilu2014.kpu.go.id. KPU kabupaten dan kota mampu memindai dokumen C1 berkisar 81,85 persen atau 444.737 TPS. Provinsi Papua Barat, Maluku, dan Papua tercatat sebagai tiga daerah dengan tingkat pindai formulir C1 terendah dari 33 provinsi, dengan persentase pindai masing-masing secara berurutan, 1,63 persen, 6,52 persen, dan 15,62 persen. Sementara tiga provinsi dengan capaian pindai tertinggi adalah Gorontalo (100 persen), Bengkulu (99,91 persen), dan Jambi (99,72 persen). Capaian pindai per provinsi bisa dilihat dalam tabel berikut;
30
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
Tabel 3.2 Hasil Pindai Formulir C1 per Provinsi Pemilu Legislatif 2014 PROVINSI Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Kepulauan Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat
JUMLAH TPS 10.839 30.281 12.548 12.469 8.228 17.906 4.285 16.492 2.741 3.745 17.045 90.918 77.687 8.523 86.389 20.641 8.095 12.020 11.028 12.195 5.947 8.933 8.651 5.302 6.008 18.036 5.421 2.322 2.820
JUMLAH PINDAI TPS 7.713 27.778 12.146 11.852 8.205 16.157 4.281 15.996 2.710 2.397 14.909 62.947 71.772 8.316 70.840 18.322 8.008 6.718 7.937 11.603 4.072 5.307 6.181 4.768 5.282 16.708 4.627 2.322 2.812
PERSENTASE PINDAI 71,16% 91,73% 96,80% 95,05% 99,72% 90,23% 99,91% 96,99% 98,87% 64,01% 87,47% 69,23% 92,39% 97,57% 82,00% 88,77% 98,93% 55,89% 71,97% 95,15% 68,47% 59,41% 71,45% 89,93% 87,92% 92,64% 85,35% 100,00% 99,72%
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
31
Maluku 3.805 Maluku Utara 2.396 Papua 9.358 Papua Barat 2.707 Total 543.387 Sumber: https://Pemilu2014.kpu.go.id
248 297 1.462 44 444.737
6,52% 24,92% 15,62% 1,63% 81,85%
Pada Pemilu Presiden-Wakil Presiden 2014, KPU RI kembali menerapkan proses pindai yang hampir sama dengan Pemilu Legislatif 2014. Namun, hal itu diikuti dengan sejumlah perbaikan, yakni target waktu pindai yang diperpendek dari semula 8 hari menjadi 7 hari. Proses pemindaian yang dipercepat itu diinstruksikan KPU RI melalui Surat Edaran Nomor 1341/KPU/VII/2014 tentang Pemindaian Formulir Hasil Penghitungan dan Rekapitulasi Suara PPWP 2014 tertanggal 1 Juli 2014. Dalam salah satu poin edaran itu, KPU memberi target proses pemindaian dan input data harus selesai 16 Juli 2014 atau sepekan setelah hari pemungutan suara 9 Juli 2014. Pada Pemilu Presiden-Wakil Presiden 2014, KPU juga menginput data untuk tabulasi. Namun, hasil rekapitulasi suara itu tidak disajikan ke publik. KPU hanya menyajikan hasil pindai formulir C1, DA1 (hasil rekapitulasi di tingkat kecamatan), dan DB1 (hasil rekapitulasi di tingkat kabupaten/kota) dalam laman https://pilpres2014.kpu.go.id. Alur pindai dan input data hasil pindai formulir C1 disampaikan oleh KPPS kepada KPU Kabupaten/Kota melalui PPK. Untuk memastikan hasil pindai autentik, KPU RI juga memerintahkan agar KPU Kabupaten/Kota mengirimkan hasil pindai seperti apa adanya. Mereka tidak boleh mengoreksi kendati menemukan ada dokumen yang pengisiannya salah. Alur kerja pemindaian formulir C1 bisa dilihat dalam bagan berikut ini:
32
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
33
Capaian pemindaian formulir C1 pada Pemilu Presiden-Wakil Presiden 2014 sudah berjalan lebih baik ketimbang Pemilu Legislatif 2014. Hal ini terlibat dari peningkatan total persentase pindaian seluruh Indonesia yang mencapai 99,18 persen. Papua, Papua Barat, dan Maluku kembali menjadi tiga provinsi dengan capaian persentase pindai terendah, tetapi dengan jumlah persentase yang sudah jauh lebih baik dibandingkan Pemilu Legislatif 2014, yakni masing-masing secara berurutan 68,36 persen, 95,33 persen, dan 98,31 persen. Sebanyak 10 provinsi menyelesaikan pindaian 100 persen, yakni Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Jambi, Gorontalo, DI Yogyakarta, Bengkulu, Banten, dan Bali. Perbaikan capaian pindaian ini tidak terlepas dari pengalaman yang sudah didapatkan sebelumnya pada saat Pemilu Legislatif 2014. Untuk detail capaian pindai per provinsi bisa dilihat dalam tabel berikut; Tabel 3.3 Hasil Pindai Formulir C1 per Provinsi Pemilu Presiden-Wakil Presiden 2014 JUMLAH TPS
JUMLAH PINDAI TPS
PERSENTASE PINDAI
Aceh
9.508
9.461
99.51%
Sumatera Utara
27.378
27.363
99.95%
Sumatera Barat
11.001
10.995
99.95%
Riau
12.166
12.138
99.77%
Jambi
7.523
7.523
100.00%
Sumatera Selatan
16.360
16.358
99.99%
Bengkulu
4.220
4.220
100.00%
Lampung
15.010
15.005
99.97%
Kepulauan Bangka Belitung
2.741
2.741
100.00%
Kepulauan Riau
3.129
3.126
99.90%
DKI Jakarta
12.408
12.407
99.99%
PROVINSI
34
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
Jawa Barat
75.153
74.943
99.72%
Jawa Tengah
67.850
67.775
99.89%
DI Yogyakarta
8.354
8.354
100.00%
Jawa Timur
75.977
75.668
99.59%
Banten
17.693
17.693
100.00%
Bali
5.939
5.939
100.00%
Nusa Tenggara Barat
8.552
8.513
99.54%
Nusa Tenggara Timur
9.605
9.599
99.94%
Kalimantan Barat
11.703
11.703
100.00%
Kalimantan Tengah
5.856
5.850
99.90%
Kalimantan Selatan
8.728
8.683
99.48%
Kalimantan Timur
8.549
8.498
99.40%
Sulawesi Utara
4.166
4.161
99.88%
Sulawesi Tengah
5.857
5.857
100.00%
Sulawesi Selatan
16.757
16.755
99.99%
Sulawesi Tenggara
4.849
4.846
99.94%
Gorontalo
1.932
1.932
100.00%
Sulawesi Barat
2.767
2.767
100.00%
Maluku
3.250
3.195
98.31%
Maluku Utara
2.123
2.121
99.91%
Papua
9.113
6.230
68.36%
Papua Barat
2.612
2.490
95.33%
478.829
474.909
99.18%
Total
Sumber: https://Pilpres2014.kpu.go.id Pada tahun 2015, KPU menyelenggarakan pemilihan kepala daerah serentak gelombang pertama di 260 kabupaten dan kota serta 9 provinsi. Namun, lima daerah mengalami penundaan pilkada akibat sengketa INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
35
pencalonan yang berkepanjangan. Pada Pilkada Serentak 2015, KPU mengulang kisah sukses transparansi penghitungan dan rekapitulasi. Sebagai tambahan, KPU RI kembali menunjukkan progresivitas dengan memperpendek target pindai dan unggah formulir C1. Jika pada Pemilu Presiden-Wakil Presiden 2014, KPU mematok target sepekan; pada Pilkada Serentak 2015, KPU menargetkan waktu pindai dan unggah selesai tiga hari sejak hari pemungutan suara. Selain itu, KPU juga menampilkan hasil rekapitulasi C1 itu secara daring melalui Sistem Informasi Penghitungan Suara (SITUNG). Namun, KPU selalu menekankan bahwa hasil perolehan suara yang disajikan dalam laman daring ini bukan merupakan hasil final karena undang-undang masih mensyaratkan bahwa rekapitulasi hasil pemungutan suara dilakukan secara manual dan berjenjang dari TPS lalu PPK, kemudian kabupaten dan kota, serta di tingkat provinsi. Untuk memastikan kecepatan dan akurasi unggah data, KPU menggelar uji coba nasional SITUNG 2015. Masing-masing operator diminta untuk mencatat waktu yang dibutuhkan untuk memindai setiap formulir, jeda waktu antara pengiriman hasil pindai dengan pemasukan data model C1 dengan hasil yang ditampilkan dalam portal publikasi hasil pemungutan suara. Para operator juga diminta memastikan hasil pengiriman pindaian yang diunggah di laman https://pilkada2015. kpu.go.id. Hasil pindai formulir C1 dan input data formulir C1 pada Pilkada Serentak 2015 juga terbilang cukup memuaskan kendati belum mencapai 100 persen dari total 223.828 TPS. Persentase pindai C1 untuk pemilihan gubernur dan wakil gubernur tercatat sudah mencapai 97,71 persen, sedangkan pemilihan bupati dan wali kota 97,08 persen. Sementara itu, jumlah formulir C1 yang sudah diinput dalam SITUNG mencapai 98,33 persen untuk pemilihan gubernur dan 99,84 persen untuk pemilihan bupati dan walikota. Setelah mencapai hasil yang lebih baik pada penyelenggaraan Pilkada Serentak 2015, KPU kembali menerapkan kebijakan pemindaian dokumen C1 pada penyelenggaraan Pilkada Serentak 2017. Pilkada serentak gelombang kedua ini diselenggarakan di 101 daerah dengan rincian tujuh pemilihan gubernur dan wakil gubernur, 76 pemilihan
36
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
bupati dan wakil bupati, serta 18 pemilihan walikota dan wakil walikota. Dari sisi sistem kerja dan alur kerja, tidak ada perubahan yang signifikan dari pilkada serentak gelombang kedua dibandingkan dengan pilkada serentak gelombang pertama. Target waktu penyelesaian juga relatif sama, yakni maksimal tiga hari. Di beberapa daerah, proses pengunggahan hasil scan C1 sudah selesai dilakukan 100 persen di hari pertama. Namun, target capaian 100 persen dalam kurun waktu tiga hari itu belum bisa terealisasi pada Pilkada Serentak 2017. Salah satunya, hal ini disebabkan ada salinan formulir C1 di sejumlah TPS yang tidak sengaja dimasukkan ke dalam kotak suara oleh KPPS. Padahal, salinan formulir C1 itu seharusnya disampaikan ke KPU Kabupaten/Kota agar bisa segera dipindai, diunggah, dan direkapitulasi. Laman Pilkada Serentak 2017
Secara statistik, terjadi penurunan capaian hasil pindai formulir C1 yang diunggah ke laman daring KPU pada Pilkada Serentak 2017 dibandingkan Pilkada Serentak 2015. Pada Pilkada Serentak 2017, persentase pindai C1 untuk pemilihan gubernur dan wakil gubernur tercatat 96,1 persen berdasarkan data dua pekan setelah pemungutan suara usai. Angka ini turun tipis dari data tahun 2015 yang mencapai 97,71 persen. INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
37
Hal serupa juga terjadi untuk persentase unggah hasil pindai C1 pemilihan bupati dan walikota. Pada Pilkada Serentak 2017, persentase itu turun ke 89,9 persen dari Pilkada Serentak 2015 yang sebesar 97,08 persen. Hal ini disinyalir disebabkan penyediaan jaringan internet di sejumlah wilayah yang belum merata. Kendati begitu, persentase formulir C1 yang diinput ke dalam SITUNG relatif tidak jauh berbeda dibandingkan 2015. Pada Pilkada Serentak 2017, jumlah formulir C1 yang sudah diinput dalam SITUNG mencapai 99,1 persen untuk pemilihan gubernur dan 95,5 persen untuk pemilihan bupati dan walikota. Selain itu, rekapitulasi hasil pindai formulir C1 pada Pilkada Serentak 2017 juga ditampilkan dengan visualisasi lebih menarik dan informasi yang lebih kaya. Selain mengetahui capaian perolehan suara masingmasing pasangan calon dan mengakses hasil pindai formulir C1, pengakses laman daring https://pilkada2017.kpu.go.id/ juga bisa melihat tingkat partisipasi pemilih berkebutuhan khusus. Tampilan Hasil Rekapitulasi Formulir C1 Pilkada Serentak 2017
38
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
2. Memantik Voluntarisme, Mendulang Kepercayaan Keterbukaan KPU dalam mengunggah hasil pindai C1 tidak hanya membangkitkan rasa kepercayaan dari masyarakat, tetapi juga memfasilitasi masyarakat untuk menggelorakan gerakan urundaya. Berbasis semangat voluntarisme, masyarakat dari berbagai latarbelakang memanfaatkan internet untuk merekapitulasi sekaligus mengawasi hasil pindai formulir C1 Pemilu Presiden-Wakil Presiden 2014 di hampir 500.000 tempat pemungutan suara (TPS). Ada cukup banyak gerakan yang muncul. Namun, salah satu gerakan yang menyedot perhatian publik karena keberhasilannya ialah Kawal Pemilu yang diinisiasi oleh lima anak muda Indonesia yang berkiprah di bidang teknologi informasi di luar negeri, yakni Ainun Najib di Singapura, Felix Halim di Amerika Serikat, Andrian Kurniady di Australia, Winata Kurnia di Jerman, dan Fajran Iman Rusadi di Belanda. Modal yang mereka butuhkan untuk menginisiasi gerakan itu hanya Rp 640.000 untuk membeli domain website dan hosting server (Kompas.com, 13/08/2014). Sistem yang mereka bangun memungkinkan seorang relawan memproses satu dokumen C1 dalam waktu sekitar lima detik saja. Karena inovasi dan dampaknya yang luas, gerakan ini oleh pengamat politik dari Centre for Strategic and Internasional Studies (CSIS) Philips Vermonte disebut sebagai “lompatan besar bagi demokrasi Indonesia” (ft.com, 18/07/2014). Gerakan ini berhasil mengumpulkan sekitar 700 relawan inti yang memeriksa sekitar 470.000 hasil pindai formulir C1. Mereka juga memberikan masukan kepada KPU saat menemukan ada kesalahan pengisian formulir C1. KPU kemudian menanggapi masukanmasukan tersebut. Kalkulasi final Kawal Pemilu hanya berbeda 0,26 persen dari hasil resmi yang diumumkan oleh KPU (kompas. com, 23/07/2014). Hasil yang hampir identik ini berkontribusi pada keyakinan publik terhadap imparsialitas KPU. Keberhasilan Kawal Pemilu 2014 yang merekapitulasi perolehan suara Pemilu Presiden-Wakil Presiden, lalu diikuti dengan kemunculan Kawal Pilkada 2015. Jika Kawal Pemilu 2014 hanya memanfaatkan hasil
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
39
pindai C1, gerakan Kawal Pemilu 2015 juga memanfaatkan transparansi KPU yang mengunggah data latar belakang calon, selain rekapitulasi perolehan suara. Selain itu, seusai pemilihan, Kawal Pilkada yang diinisiasi oleh Khairul Anshar, seorang praktisi teknologi informasi asal Indonesia yang bekerja di Singapura, juga menampilkan infografis dari data perolehan suara. Gerakan-gerakan yang muncul ini memberi dampak yang besar. Selain membantu mengawasi kinerja penyelenggara pemilu dalam merekapitulasi perolehan suara, gerakan ini juga berpotensi mendorong budaya kewargaan (civic culture) karena membuat relawannya merasakan kebangaan dan memperoleh identitas sebagai warga yang punya peran dalam proses politik. Selain itu, dalam kerangka budaya kewargaan, praktik baru ini juga bisa mendorong munculnya gerakangerakan baru melalui contoh baik yang mereka tunjukkan. Gerakangerakan ini diyakini tidak akan atau setidaknya sulit muncul jika KPU tidak menerapkan nilai keterbukaan dan transparansi dalam penyelenggaraan pemilu. Tanpa adanya data-data yang diunggah oleh KPU, sangat mungkin gerakan Kawal Pemilu dan Kawal Pilkada tidak akan muncul (Lee, 2016). Dengan kata lain, transparansi KPU turut memberdayakan masyarakat. Selain mendorong voluntarisme, transparansi KPU ini juga dapat berdampak baik bagi KPU sendiri. The Administration and Cost of Elections (ACE) Electoral Knowledge Network mencatat, pada Pemilu Presiden-Wakil Presiden 2009, KPU bisa menyediakan hasil yang bisa diterima, antara lain karena sumbangsih dari beberapa faktor. Di antara faktor itu ialah sejak jauh hari di antara pasangan calon yang berkompetisi sudah terlihat calon mana yang unggul, media massa bisa menerima hasilnya, dan sudah ada hasil hitung cepat yang dipublikasikan sebelumnya (http://aceproject.org/ace-en/topics/et/ety/default). Hal ini sangat berbeda dibandingkan Pemilu Presiden-Wakil Presiden 2014. KPU memiliki tantangan besar karena menyelenggarakan salah satu pemilu yang paling terpolarisasi dalam sejarah demokrasi Indonesia. Hal ini terjadi karena Pemilu Presiden-Wakil Presiden 2014 hanya diikuti dua pasangan calon yang berkompetisi dengan sangat ketat dan
40
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
memiliki visi begitu berbeda. Hingga menjelang hari pemilihan, survei masih menunjukkan selisih yang begitu tipis di antara kedua pasangan kandidat. Bahkan sebelum KPU mengumumkan hasil perhitungan suara, sudah ada narasi-narasi ketidakpercayaan mencuat di ruang publik. Tambahan pula, tidak lama setelah pemungutan suara ditutup 9 Juli 2014, tim sukses kedua pasangan calon sama-sama mendeklarasikan kemenangan kandidat mereka dengan mengutip hasil hitung cepat dari lembaga-lembaga berbeda. Alhasil klaim ini semakin membelah bangsa Indonesia yang memang sudah terpolarisasi sesuai referensi politiknya. Melalui keterbukaan dengan mengunggah keseluruhan hasil pindai C1, publik memiliki sumber informasi yang bisa digunakan untuk menilai sejauh mana KPU bekerja secara profesional atau akurat. Jika masyarakat tidak memiliki sumber informasi pembanding rekapitulasi suara, akan sangat mudah untuk mengembangkan dan menyebarluaskan narasi ketidakpercayaan guna menolak hasil pemilu yang diumumkan oleh KPU. Apalagi, jika selisih perolehan suara sangat tipis. Mietzner (2012: 221) menilai bahwa manajemen pemilu di Indonesia sebelum dan pada tahun 2009 masih “kurang presisi untuk secara autoritatif menentukan hasil pemilihan dengan selisih yang rendah”. Ia menyarankan persoalan ini diselesaikan melalui sejumlah perbaikan, di antaranya pelibatan masyarakat sipil dalam monitoring pemilu. Trasparansi KPU yang memantik partisipasi masyarakat menjadi satu kebijakan yang memenuhi dua gagasan itu sekaligus.
3. Apresiasi Publik Survei Pakar pada tahun 2016 yang diselenggarakan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) bekerjasama dengan Indonesia Corruption Watch (ICW) menunjukkan KPU berkinerja baik dengan nilai 7,13 dari skala 1 hingga 10. Penilaian pakar terhadap kinerja KPU ini sedikit lebih baik dari Bawaslu yang mendapat nilai 6,2. Penilaian positif atas kinerja KPU ini salah satunya disumbangkan oleh transparansi atau keterbukaan data. Sebanyak 33 persen pendapat ahli dalam survei yang digelar Perludem dan ICW tersebut menilai KPU INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
41
sangat terbuka terhadap data dan informasi publik. Selain itu, 37 persen responden menilai KPU terbuka, 13 persen cukup terbuka. Hanya 17 persen responden yang menilai KPU RI kurang terbuka. Apresiasi terhadap upaya KPU menerapkan transparansi pe nyelenggaraan pemilu juga datang dari dalam maupun luar negeri. KPU mendapat penghargaan dari Partnership for Government Reform atau Kemitraan, Museum Rekor Indonesia (MURI), serta Soegeng Sarjadi School of Government. Penghargaan-penghargaan itu diberikan karena KPU dinilai inovatif dalam mendorong transparansi, terutama dalam proses penghitungan suara yang melibatkan masyarakat. Ahli kepemiluan yang juga mantan komisioner KPU Ramlan Surbakti mengapresiasi inovasi KPU menerapkan transparansi hasil pemilu dengan membuka selebar-lebarnya kesempatan bagi masyarakat untuk merekam dan mempublikasikan hasil penghitungan dan rekapitulasi suara di berbagai tingkat, mulai dari TPS, kecamatan, hingga di tingkat nasional. Akhirnya data-data tersebut dimanfaatkan berbagai pemangku kepentingan. Dalam artikel opininya di Harian Kompas, Ramlan menulis; “tidak ada negara demokrasi di dunia ini yang menjalankan keterbukaan seperti ini dalam pemilu” (Ramlan, 2014). Saldi Isra (2014) menganggap langkah KPU yang mewajibkan formulir C1 dipindai lalu diunggah di laman daring KPU menjadi instrumen untuk validasi jumlah suara di TPS. Pada akhirnya hal ini mempersempit ruang manipulasi suara. Karim Raslan, kolumnis The Star dalam artikelnya “M’sia Can Learn from Indonesian Polls” mengungkapkan kekagumannya terhadap penyelenggaraan Pemilu Presiden-Wakil Presiden Indonesia 2014 secara umum yang disebutnya sudah begitu maju. Karim Raslan juga menyampaikan kekagumannya terhadap KPU yang berhasil mengunggah hasil pindai formulir C1 dari 479.000 TPS. Ia menyebutnya sebagai transparansi yang patut ditiru oleh Malaysia (thestar.com, 26/07/2014). Terobosan inovasi transparansi KPU ini juga dijadikan sebagai salah satu contoh baik oleh The Administration and Cost of Elections (ACE) Electoral Knowledge Network. Dalam laman daring ACE, pengalaman KPU dalam memanfaatkan teknologi untuk transparansi
42
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
itu dideskripsikan dengan cukup detail melalui subbahasan “2014 Indonesian Elections Case Study: Uploading Millions of C1 Result Forms and Achieving a Crowdsourced Outcome”. Deskripsi pengalaman baik ini dimasukkan dalam seksi “Election and Technology”.
4. Tidak Berhenti Berinovasi Respons positif dari berbagai pemangku kepentingan dan komunitas internasional tidak berarti model transparansi melalui penyajian hasil pindai formulir C1 di laman daring KPU RI itu sudah mencapai bentuk yang sempurna. KPU merekomendasikan kebijakan baik ini bisa terus diterapkan pada pemilu selanjutnya, tetapi dengan sejumlah penyempurnaan. Salah satu catatan KPU dari empat kali penerapan pindai formulir C1 dan penghitungan ialah masih belum seluruh dokumen C1 berhasil dipindai. Memang sudah ada perbaikan dengan peningkatan persentase dokumen yang dipindai, seperti terlihat pada tabel berikut. Namun, KPU berharap pemindaian dan input data C1 bisa mencapai 100 persen. Tabel 3.4 Perbandingan Capaian Pindai Formulir C1 JENIS PEMILIHAN
PERSENTASE PINDAI
Pemilu Legislatif 2014
81,85%
Pemilu Presiden 2014
99,18%
Pilkada Serentak 2015
97,71% (Pilgub), 97,08% (Pilbup/Pilwali)
Pilkada Serentak 2017
96, 1% (Pilgub), 89,9% (Pilbup/Pilwali)
Selain itu, waktu yang dibutuhkan untuk memindai dan mengunggah hasil pindai formulir C1 serta menginput data perolehan suara diharapkan bisa semakin cepat. Oleh karena itu, KPU berencana mendorong penggunaan seven segment atau tujuh segmen pada formulir C1 di TPS. Penulisan angka desimal dengan tujuh segmen ini pada INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
43
formulir C1 akan memungkinkan penghitungan otomatis pada saat kertas formulir itu dipindai. Hal ini akan memudahkan kerja operator karena selama ini, selain mengunggah, para operator juga masih memasukkan data secara manual untuk keperluan rekapitulasi suara. KPU menggelar uji coba dalam skala kecil untuk menakar tingkat akurasi sistem ini pada Pilkada Serentak 2017 yang digelar pada 15 Februari 2017. Hasil uji coba KPU ini dijadikan bahan rekomendasi bagi penyelenggaraan pemilu ke depan. Dari hasil analisis awal terhadap uji coba segmen tujuh di sejumlah TPS di Pilkada DKI Jakarta, didapati tingkat akurasi pembacaan yang cukup tinggi. Namun, pengembangan lebih jauh masih perlu dicoba dalam lingkungan yang tidak mendapat asistensi personel KPU secara langsung. Hal ini merupakan bagian dari cetak biru pengembangan rekapitulasi elektronik (e-recapitulation) yang dinilai KPU lebih tepat ketimbang merencanakan pemilihan secara elektronik (e-voting). Selain itu, ada pula masukan dari masyarakat sipil agar format data yang ditampilkan di laman KPU didesain agar mudah diolah oleh publik. Hasil kajian Perludem dan ICW terhadap kinerja penyelenggara pemilu merekomendasikan agar proses transparansi data pemilu terus dikembangkan, salah satunya dengan turut mengunggah formulir C1 Plano, tidak hanya formulir C1. Transparansi ini diyakini akan membuat pemilu di Indonesia semakin akuntabel dan terpercaya. Dengan begitu, Indonesia bisa tetap menjadi etalase-demokrasi bagi negara-negara di kawasan. ■
44
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
4 Pendekatan Progresif, Menembus Batas Formalitas
K
omisi Pemilihan Umum adalah lembaga yang bertugas menyelenggarakan pemilu dan pemilihan kepala daerah sesuai dengan undang-undang. Karenanya, dalam setiap merumuskan kebijakan yang berupa peraturan KPU, surat edaran, petunjuk tenis, atau kebijakan lainnya, KPU haruslah berpegang pada pada produk hukum yang lebih tinggi yang ditetapkan oleh parlemen dan pemerintah berupa undang-undang. Yang menjadi perdebatan di antara ahli hukum dan ahli pemilu adalah bagaimana posisi KPU jika produk hukum yang menjadi landasan KPU dalam menyusun regulasi yang lebih operasional ternyata tidak memberikan panduan yang jelas atau bahkan terdapat aturan yang kontradiktif satu sama lainnya. Terkait dengan isu ini, pada satu sisi tidak sedikit ahli yang berpen dapat bahwa KPU ‘hanyalah’ lembaga pelaksana undang-undang sehingga KPU tidak memiliki kewenangan membuat norma baru di luar yang diatur dalam undang-undang. Apa yang ada di dalam undangundang, itulah yang harus dilaksanakan oleh KPU. Di sisi lain, tidak sedikit pula ahli hukum tata negara dan ahli pemilu berpendapat bahwa dalam hal terdapat kekosongan hukum atau kontradiksi aturan yang INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
45
ada di dalam undang-undang, KPU harus membuat produk hukum yang lebih operasional dan lebih komprehensif. Terobosan hukum oleh KPU ini diperlukan untuk memastikan asas kepastian hukum dilaksanakan dan dijunjung tinggi. Jika KPU tidak melengkapi aturan main yang belum diatur di dalam undang-undang, yang dikhawatirkan adalah adanya ketidaktertiban atau kekacauan dalam penyelenggaraan pemilu yang disebabkan oleh kekosongan hukum. Kekosongan hukum atau kontradiksi hukum yang ada dalam perundang-undangan yang mengatur pemilu atau pemilihan kepala daerah mungkin terjadi. Undang-undang, khususnya undang-undang pemilu merupakan produk politik yang tidak lepas dari kepentingan politik masing-masing pihak yang terlibat dalam proses penyusunan dan penetapannya. Terkadang proses penyusunan dan penetapan undang-undang tersebut tidak didukung dengan waktu yang memadai. Faktor keterbatasan waktu dan adanya kompromi-kompromi berbagai macam kepentingan politik dari beberapa pihak menjadikan undangundang yang telah disepakati dan diundangkan mengandung beberapa kelemahan dan kekurangan. Beberapa contoh terkait kekosongan hukum atau kontradiksi aturan dalam undang-undang adalah penyelenggaraan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden-Wakil Presiden 2014. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Anggota DPR, DPD, DPRD, Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota mengatur kewajiban setiap partai politik untuk mengajukan minimal 30 persen calon perempuan untuk setiap daerah pemilihan, namun tidak memberikan aturan berupa sanksi kepada partai politik yang tidak memenuhi ketentuan 30 persen calon perempuan di setiap daerah pemilihan tersebut. Selain itu, masih di dalam Undang-Undang yang sama, terdapat kontradiksi antara Pasal 40 dengan Pasal 149. Ketentuan Pasal 40 ayat (5) mengakomodasi pemilih yang tidak memiliki identitas kependudukan untuk didaftar dalam Daftar Pemilih Khusus (DPK), akan tetapi ketentuan Pasal 149 ayat (1) tidak memasukkan pemilih kategori DPK yang berhak menggunakan hak pilihnya di TPS. Kemudian, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 memberikan peluang bagi KPU
46
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
untuk melaksanakan pemungutan suara di luar negeri lebih dahulu dibandingkan hari pemungutan suara di dalam negeri, akan tetapi hal ini tidak ada di Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Untuk merespons hal tersebut, KPU sebagai lembaga yang paling bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pemilu, dituntut oleh banyak pihak untuk menjadi lembaga yang progresif dalam memahami dan menafsirkan undang-undang. Dalam menerjemahkan undangundang menjadi produk hukum yang tingkatannya lebih rendah dan operasional, KPU dituntut agar mengedepankan asas melayani umum dan khususnya melayani pemilih. KPU harus berupaya maksimal untuk memastikan warga negara yang telah berhak memilih terdaftar di daftar pemilih dan memudahkan dalam penggunaan hak suaranya di hari pemungutan suara. Dalam buku Mahrus Ali yang berjudul “Membumikan Hukum Progresif”, Prof. Satjipto Rahardjo dianggap sebagai pencetus pertama gagasan hukum progresif. Menurut Prof. Satjito Rahardjo, hukum progresif adalah produk hukum yang mampu mengikut perkembangan zaman, mampu menjawab problematika yang berkembang dalam masyarakat, serta mampu melayani masyarakat dengan menyandarkan pada aspek moralitas dari sumberdaya aparat penegak hukum sendiri (Mahrus Ali, 2013). Konsep hukum progresif ini muncul akibat belum terwujudnya rasa keadilan yang dibuat atau diputus oleh penegak hukum dengan berpegang pada norma-norma hukum yang tertulis dalam produk perundang-undangan yang mengaturnya. Hukum progresif hadir untuk menjawab tuntutan keadilan dan demi ketertiban sosial yang lebih baik bagi masyarakat luas. Ari Wibowo berpendapat bahwa untuk mencapai keadilan yang lebih substansial dan terciptanya tertib sosial, penegak hukum harus menafsirkan teks undang-undang secara lebih luas, komprehensif, dan menggali dasar serta asas-asas keadilan. Penegak hukum yang berpikir progresif harus berani untuk melakukan inovasi “rule breaking” jika hukum normatif tidak memberikan atau menciptakan rasa keadilan dan tertib sosial di tengah-tengah masyarakat. INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
47
Dalam perspektif hukum progresif, jika undang-undang tidak mampu mewadahi dan memberikan rasa keadilan, penegak hukum harus berani berpikir dan bertindak progresif untuk menerobos norma-norma tertulis dalam undang-undang tersebut (Mahrus Ali, 2013). Dalam konteks kepemiluan, pemikiran hukum progresif juga sangat penting bagi penyelenggara pemilu, khususnya KPU, dalam rangka menciptakan keadilan bagi peserta pemilu dan pemilih, serta memastikan tertib sosial dalam penyelenggaraan pemilu di Indonesia. Dalam penyusunan peraturan penyelenggaraan pemilu di bawah undang-undang, KPU dituntut oleh publik agar tidak letter lijk dalam memahami pasal-pasal dalam undang-undang. KPU harus berpikir progresif menembus batas formalitas kalimat-kalimat yang tersusun dalam setiap pasal pada undang-undang. KPU juga dituntut untuk berani mengambil sikap untuk membuat produk hukum yang “beyond the law” jika undang-undang yang mengaturnya tidak memberikan arahan yang jelas atau bahkan jika lebih parah lagi, terjadi kontradiksi aturan atau kekosongan hukum. Prof. Dr. Ramlan Surbakti merupakan salah seorang ahli pemilu yang mendorong dan mendukung ide hukum progresif dalam penyelenggaraan pemilu. Menurut Ramlan Surbakti, KPU bukan hanya sebatas lembaga pelaksana undang-undang, tetapi KPU memiliki kewenangan yang lebih dari sekadar melaksanakan undang-undang. Terlebih-lebih berdasarkan pengalaman dan kajian yang dilakukan oleh Ramlan menunjukkan undang-undang pemilu atau pemilihan jauh dari kata sempurna, masih terdapat ketidakjelasan hukum, kekosongan hukum, atau bahkan kontradiksi hukum di dalamnya. Oleh karena itu, jika terdapat kekosongan hukum di dalam undangundang, Ramlan Surbakti berpandangan KPU harus berinisiatif mengisi kekosongan hukum tersebut dengan mengaturnya di dalam peraturan KPU. Terkait pengaturan untuk mengisi kekosongan hukum tersebut, KPU harus mampu memahami secara keseluruhan maksud dan tujuan dari undang-undang yang telah ditetapkan. Dalam hal terdapat ketidakjelasan pengaturan yang ada di dalam undang-undang, KPU harus membuatnya menjadi lebih terang dan jelas yang dituangkan
48
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
di dalam peraturan yang lebih rendah. Namun, dalam hal terdapat kontradiksi pengaturan antara pasal satu dengan pasal lainnya di dalam satu undang-undang atau antar-undang-undang yang berbeda, selain harus memahami maksud secara keseluruhan atau integral dari undangundang, KPU juga harus memilih pengaturan yang mengandung manfaat paling banyak bagi pemilih atau memberikan rasa keadilan bagi semua peserta pemilu (Surbakti, 2009) Berikut ini adalah contoh beberapa kebijakan yang menunjukkan bagaimana KPU menerapkan hukum progresif (terobosan hukum) dalam penyelenggaraan Pemilu Legislatif 2014, Pemilu Presiden-Wakil Presiden 2014, serta Pemilihan Kepala Daerah Serentak Tahun 2015 dan Pemilihan Kepala Daerah Serentak Tahun 2017.
1. Early Voting Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014 diselenggarakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008. Penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014 masih mengacu pada undangundang lama yang dijadikan landasan penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2009. Hal itu berbeda halnya dengan Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota yang menggunakan undang-undang terbaru, yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tidak mengalami perubahan sebagaimana Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Karena tidak ada perubahan atau perbaikan atau tidak ada undang-undang terbaru yang mengatur penyelenggaraan Pemilu Presiden-Wakil Presiden, Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 pun menjadi landasan hukum bagi penyelenggaraan Pemilu Presiden-Wakil Presiden 2014. Sebagai perbandingan, ketika undang-undang yang mengatur pemilu legislatif mengalami perubahan, termasuk adanya aturan yang memungkinkan diselenggarakannya pemungutan suara di INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
49
luar negeri lebih cepat dibandingkan hari pemungutan suara di dalam negeri; Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 masih belum memberikan peluang adanya pelaksanaan pemungutan suara lebih awal dibandingkan dengan pemungutan suara di dalam negeri. Padahal pengaturan ini sangat dibutuhkan untuk meningkatkan partisipasi pemilih di luar negeri yang selama ini cenderung sangat rendah dibandingkan partisipasi pemilih di dalam negeri. KPU berpandangan bahwa ketentuan pasal 4 ayat (4) UndangUndang Nomor 8 Tahun 2012 yang memberikan peluang bagi KPU untuk melaksanakan pemungutan suara di luar negeri lebih awal dari pemungutan suara di dalam negeri merupakan sebuah kemajuan atau terobosan untuk menjawab permasalahan partisipasi pemilih di luar negeri yang sangat rendah. Berdasarkan pasal tersebut, KPU melaksanakan pemungutan suara di luar negeri pada Pemilu Legislatif 2014 lebih awal dari pemungutan suara di dalam negeri. Pemungutan suara di luar negeri dapat dilaksanakan antara tanggal 30 Maret-6 April 2014 mulai pukul 08.00-18.00 waktu setempat. Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) diberi kewenangan untuk menentukan hari pemungutan suara yang paling memungkinkan bagi pemilih di wilayah kerjanya untuk menggunakan hak pilihnya di TPS lebih optimal. Dengan demikian pemungutan suara di luar negeri dapat diselenggarakan pada hari libur, sama seperti di dalam negeri yang dilaksanakan pada hari libur atau yang diliburkan. Kebanyakan hari pemungutan suara di luar negeri dilaksanakan pada hari Sabtu atau Minggu, 5 atau 6 April 2014. Sedangkan negara-negara di Timur Tengah sebagian besar menetapkan hari pemungutan suara pada hari Jumat, 4 April 2014 karena hari libur mereka adalah hari Jumat. Beberapa PPLN menyelenggarakan pemungutan di luar tanggal tersebut antara lain PPLN Hongkong, Beijing, Shanghai, Brasilia, Kopenhagen, dan Santiago yang melaksanakan pemungutan suara pada hari Minggu, 30 Maret 2014.
50
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
Sumber: Peraturan KPU Nomor 28 Tahun 2013 tentang Pemungutan Suara di Luar Negeri Dengan melihat dampak yang positif terhadap partisipasi pemilih, meskipun Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tidak memberi ruang bagi KPU untuk melaksanakan pemungutan suara Pemilu PresidenWakil Presiden di luar negeri lebih awal dibanding di dalam negeri, KPU memutuskan untuk mengadopsi pengaturan pemungutan suara lebih awal (early voting) bagi Pemilu Presiden-Wakil Presiden 2014 di luar negeri. KPU berpendapat bahwa pengaturan tentang early voting ini merupakan hal yang baru dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 yang merupakan perbaikan terhadap Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008. Ketentuan ini tentu akan diberlakukan jika Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 juga direvisi. Akan tetapi karena revisi tidak dilakukan, aturan baru itu harus ditetapkan dalam bentuk peraturan yang lebih rendah. Pengaturan mengenai kesempatan untuk memilih lebih awal bagi pemilih di luar negeri saat Pemilu Presiden-Wakil Presiden 2014 tersebut kemudian dimuat dalam Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2014 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden di Luar Negeri. INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
51
Sumber: Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2014 Dengan berlandaskan Peraturan KPU tersebut, PPLN di masingmasing negara memilih dan mengusulkan hari pemungutan suara antara 4 Juli sampai dengan 6 Juli 2014 sesuai dengan kondisi di negaranya masing-masing. Jadwal tersebut lebih awal ketimbang pemungutan suara di dalam negeri yang dilaksanakan serentak pada 9 Juli 2014. Mayoritas PPLN menyelenggarakan pemungutan suara pada hari Sabtu atau Minggu, 5 Juli atau 6 Juli 2014. Hanya PPLN di negara-negara Timur Tengah (jazirah Arab) yang menyelenggarakan pemungutan suara pada hari Jumat, 4 Juli 2014. Lebih dari itu, untuk memudahkan dan melayani pemilih menggunakan hak suaranya, PPLN di negaranegara Timur Tengah membuka kegiatan pemungutan suara dari pukul 16.00-03.00 waktu setempat. Hal ini dilakukan karena pada saat itu adalah bulan Ramadhan di mana pemilih akan keluar rumah atau melaksanakan buka puasa dan salat tarawih bersama di masjid-masjid kedutaan, konsulat, atau masjid terdekat. Keputusan KPU untuk mengadopsi early voting pada Pemilu Legislatif 2014 dalam Pemilu Presiden-Wakil Presiden 2014 berbuah
52
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
manis. Partisipasi pemilih di luar negeri meningkat kendati belum terlalu signifikan dibandingkan dengan Pemilu Presiden-Wakil Presiden 2009 ataupun dibandingkan dengan Pemilu Legislatif 2014. Tingkat partisipasi pemilih untuk Pemilu Presiden-Wakil Presiden tahun 2014 sebesar 34,66 persen atau meningkat 2,5 persen dibanding Pemilu Presiden-Wakil Presiden 2009.
2. Sanksi Parpol Tidak Penuhi Ketentuan 30 Persen Calon Perempuan
Sumber: Pasal 55 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Salah satu kekosongan hukum pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 adalah tidak adanya sanksi bagi partai politik yang tidak mampu atau tidak mau memenuhi ketentuan Pasal 55 yang menyatakan bahwa setiap partai politik menyertakan sekurang-kurangnya 30 persen calon perempuan dari daftar calon yang diajukan di masing-masing tingkatan dan masing-masing daerah pemilihan. Ketiadaan aturan sanksi pada undang-undang ini tidak akan memberikan insentif kepada partai politik yang menaati ataupun disinsentif bagi partai yang tidak menaati aturan minimal 30 persen calon perempuan tersebut. Ketiadaan sanksi
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
53
tersebut memungkinkan partai politik tidak serius melakukan upaya positif (affirmative action) bagi perempuan untuk menjadi calon anggota DPR maupun DPRD di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Ketiadaan sanksi yang tegas diatur di dalam undang-undang mengundang kritikan tajam dari pemerhati pemilu, khususnya para aktivis perempuan, karena partai politik dinilai tidak memiliki komitmen penuh dalam melaksanakan kebijakan afirmatif bagi perempuan dalam pencalonan anggota DPR dan DPRD. KPU memahami semangat dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 adalah ingin meningkatkan keterwakilan perempuan di parlemen melalui mekanisme kuota 30 persen dan sistem zipper, yakni dalam setiap 3 (tiga) calon wajib terdapat 1 (satu) calon perempuan. Ketiadaan sanksi bagi partai politik akan menurunkan semangat partai politik untuk memenuhi ketentuan keterwakilan perempuan tersebut. KPU kemudian bersepakat untuk memberikan sanksi kepada partai politik yang tidak mampu atau tidak mau memenuhi ketentuan keterwakilan perempuan dalam pencalonan ini. Sanksi yang diatur oleh KPU bagi partai politik yang tidak memenuhi ketentuan ini adalah sanksi administrasi. Meskipun sanksi tersebut bersifat administratif, akan tetapi daya sanksinya lebih substantif dibandingkan dengan sanksi berupa denda atau pidana. Sanksi administrasi yang diberikan KPU kepada partai politik yang tidak memenuhi ketentuan ini berupa pembatalan keikutsertaan partai politik dalam Pemilu Legislatif di daerah pemilihan dan jenis pemilihan yang tidak memenuhi syarat. Pemberian sanksi pembatalan keikutsertaan partai politik di daerah pemilihan ini ternyata sangat efektif mendorong partai politik benar-benar mematuhi ketentuan yang telah diatur dalam undang-undang. Dalam penetapan Daftar Calon Sementara (DCS) Pemilu Legislatif 2014, terdapat 8 (delapan) daerah pemilihan dari 5 (lima) partai politik yang tidak memenuhi syarat 30 persen keterwakilan perempuan. Partai tersebut adalah Partai Kesatuan dan Persatuan Indonesia pada daerah pemilihan Jawa Barat V, Jawa Timur VI, dan Nusa Tenggara Timur I; Partai Amanat Nasional pada daerah pemilihan Sumatera Barat I; Partai
54
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
Persatuan Pembangunan pada daerah pemilihan Jawa Barat II dan Jawa Tengah III; Partai Gerakan Indonesia Raya pada daerah pemilihan Jawa Barat IX; serta Partai Hati Nurani Rakyat pada daerah pemilihan Jabar II. Keputusan penetapan Daftar Calon Sementara tertuang dalam Ke putusan KPU Nomor: 486/ Kpts/KPU/Tahun 2013 tanggal 10 Juni 2013 sebagaimana diubah menjadi Nomor: 501/ Kpts/ KPU/Tahun 2013. Namun KPU urung memberikan sanksi kepada 5 partai politik yang tidak memenuhi ketentuan jumlah minimal keterwakilan calon perempuan dan penempatan calon perempuan karena keputusan KPU tersebut disengketakan oleh partai politik di Bawaslu. Setelah melakukan beberapa kali mediasi, Bawaslu mengeluarkan Surat Keputusan Nomor: 019/SP-2/Set. Bawaslu/VI/2013 tanggal 8 Juli 2013, Nomor: 020/ SP-2/Set. Bawaslu/VI/2013 tanggal 8 Juli 2013, Nomor: 021/SP-2/Set. Bawaslu/VI/2013 tanggal 10 Juli 2013, Nomor: 023/SP-2/Set. Bawaslu/ VI/2013 tanggal 10 Juli 2013, Nomor: 026/SP-2/Set. Bawaslu/VI/2013 tanggal 18 Juli 2013 dengan putusan mengembalikan beberapa nama calon pada partai politik pada beberapa daerah pemilihan. Dengan demikian kelima partai politik ini ditetapkan memenuhi persyaratan pemenuhan ketentuan jumlah keterwakilan dan penempatan calon perempuan di semua daerah pemilihan.
Sumber: Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2013 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
55
3. Permudah Pindah Memilih Tidak semua pemilih yang telah terdaftar pada DPT di TPS di tempat pemilih tinggal dapat memberikan hak suaranya pada hari pemungutan suara di TPS di mana dia telah terdaftar dengan beberapa alasan. Undang-undang memberikan peluang bagi pemilih yang telah terdaftar pada DPT untuk menggunakan hak pilihnya di TPS lain dengan alasan karena menjalankan tugas, tugas belajar, atau karena kondisi di luar kemauan dan kemampuan yang bersangkutan, misalnya karena sakit, menjadi tahanan, atau terkena bencana alam sehingga tidak mampu menggunakan hak pilihnya di TPS di mana pemilih bersangkutan terdaftar. Namun demikian, sesuai Peraturan KPU Nomor 26 Tahun 2013 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara Pemilu Legislatif Tahun 2014, pemilih yang ingin menggunakan hak pilihnya di tempat atau TPS lain harus mengikuti beberapa prosedur berikut: 1. Pemilih melapor kepada PPS di kelurahan/desa di mana pemilih berasal untuk meminta formulir pindah memilih (Model A.5) dengan membuktikan bahwa pemilih telah terdaftar di DPT dan menunjukkan KTP kepada PPS. 2. PPS mengecek dan memeriksa pemilih tersebut dalam DPT, jika pemilih tersebut telah terdaftar, PPS memberikan formulir Model A.5 dengan mencatat alasan pindah memilih . 3. PPS mencoret pemilih tersebut dari DPT. 4. Pemilih yang telah mendapatkan formulir Model A.5 diharuskan melapor kepada PPS di desa/kelurahan tempat pemilih akan menggunakan hak pilihnya paling lambat 3 hari sebelum pemungutan suara. 5. Pada saat melapor ke PPS tujuan pemilih akan menggunakan hak pilihnya, pemilih wajib menunjukkan KTP dan formulir Model A.5. 6. PPS tujuan akan menentukan TPS di mana pemilih harus memilih sesuai dengan keinginan pemilih atau ketersediaan surat suara di TPS.
56
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
Beberapa minggu menjelang penyelenggaraan pemungutan suara Pemilu Legislatif 2014, KPU melihat bahwa prosedur untuk pindah memilih dinilai birokratis dan memberatkan pemilih, khususnya bagi pemilih yang sedang tugas belajar, tugas kerja, atau yang sudah pindah domisili. Prosedur yang harus dilalui pemilih yang sedang tugas belajar, atau tugas kerja, atau sudah pindah domisili di tempat baru untuk mendapatkan Model A.5 di desa atau kelurahan asal pemilih dianggap sangat memberatkan, khususnya bagi pelajar atau mahasiswa yang sedang kuliah sangat jauh di luar kota atau beda pulau. Oleh karena itu, KPU melakukan terobosan hukum dengan mengeluarkan Surat Edaran KPU Nomor 127/KPU/III/2014 yang pada intinya memberikan kemudahan dan melayani pemilih pindah memilih khususnya kepada pemilih yang sedang menjalankan tugas belajar, tugas kerja, atau pindah domisili di kota lain yang tidak memungkinkan untuk memperoleh Model A.5 di tempat asalnya. KPU memotong prosedur untuk mendapatkan formulir Model A.5 dengan cara menghilangkan kewajiban pemilih mendapatkan Model A.5 di PPS tempat pemilih berasal. Formulir Model A.5 dapat diperoleh pemilih dari KPU Kabupaten/Kota di mana pemilih sedang tinggal atau lokasi di mana pemilih ingin menggunakan hak pilihnya. KPU memutuskan hal ini dengan pertimbangan untuk memudahkan pemilih dalam menggunakan hak pilihnya dan KPU telah memiliki database daftar pemilih yang bisa diakses oleh KPU Kabupaten/Kota untuk memeriksa apakah pemilih yang akan meminta formulir Model A.5 telah terdaftar di DPT di tempat asal atau belum. Untuk mendapatkan formulir pindah memilih ini, pemilih tetap diwajibkan menunjukkan KTP atau identitas kependudukan lainnya kepada KPU Kabupaten/ Kota dan dibatasi paling lambat 10 hari sebelum pemungutan suara. Dengan adanya terobosan ini, puluhan ribu pemilih, khususnya pemilih yang sedang melaksanakan tugas belajar, tugas kerja, atau pindah domisili di luar daerah asalnya dapat menggunakan hak pilihnya di TPS di mana mereka saat itu tinggal. Mahasiswa, pelajar, atau pekerja di Yogyakarta, Depok, Malang, Surabaya, Jakarta, Bandung, Batam, ataupun Tangerang merasa sangat terbantu dengan adanya terobosan INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
57
kebijakan yang diambil oleh KPU ini. Terobosan KPU untuk memangkas prosedur pindah pemilih ini dinilai berhasil meningkatkan partisipasi pemilih dan merupakan inisiatif positif dalam memberikan pelayanan kepada pemilih. Inovasi ini tidak berhenti pada penyelenggaraan pemungutan suara di Pemilu Legislatif 2014 tetapi dilanjutkan pada Pemilu Presiden-Wakil Presiden 2014, Pilkada Serentak 2015, dan Pilkada Serentak 2017.
4. Publikasi Riwayat Hidup Calon Anggota DPR dan DPD Selain informasi mengenai kapan pemungutan suara dilaksanakan, di mana pemungutan suara dilaksanakan, siapa yang berhak memilih, atau bagaimana cara memberikan suara; informasi mengenai calon peserta pemilu merupakan informasi penting dalam pendidikan pemilih dan informasi yang sangat penting bagi pemilih. Informasi calon peserta pemilu sangat penting bagi pemilih untuk menimbang, membandingkan, dan menilai calon yang akan dipilih. Pemilu sebagai mekanisme evaluasi terhadap wakil-wakil masyarakat di lembaga perwakilan atau eksekutif, sehingga dalam melakukan evaluasi tersebut dibutuhkan informasi yang cukup bagi pemilih, salah satunya informasi mengenai daftar riwayat hidup (curriculum vitae/CV) tiap calon. Merespons kebutuhan informasi terhadap setiap calon tersebut di atas, KPU melakukan inovasi kebijakan yang sebelumnya belum pernah dilakukan, yaitu mempublikasikan daftar riwayat hidup (CV) setiap calon anggota DPR dan DPD secara luas di laman daring KPU. Inovasi kebijakan memberikan akses kepada publik terhadap informasi ini sempat menghadapi resistensi, antara lain, dari beberapa calon. Alasan penolakan tersebut adalah daftar riwayat hidup merupakan bagian dari syarat pencalonan dan sebagai informasi yang sifatnya pribadi sehingga tidak boleh dipublikasikan kepada masyarakat luas. Selain itu, resistensi ini mungkin muncul akibat landasan hukum dari aktivitas ini dinilai tidak kuat karena publikasi daftar riwayat tidak diatur di dalam Undang-Undang Pemilu.
58
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
Menanggapi penolakan dari beberapa calon tersebut, KPU berupaya meyakinkan calon dan partai politik bahwa pengumuman daftar riwayat hidup ini merupakan upaya KPU dalam menjalankan asas transparansi, melayani pemilih, dan akan memberikan citra yang positif kepada calon dan partai politik yang bersedia. Kendati demikian KPU juga menyadari bahwa daftar riwayat hidup berdasarkan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik merupakan informasi yang dikecualikan. Artinya, daftar riwayat hidup adalah informasi yang sifatnya rahasia, tetapi akan menjadi informasi publik jika mendapatkan persetujuan dari yang bersangkutan. Karenanya, Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2013 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota memberikan pilihan kepada setiap calon untuk memberikan persetujuan terhadap publikasi daftar riwayat hidup yang menjadi syarat calon. Dengan berlandaskan Peraturan KPU tersebut, KPU mempublikasikan daftar riwayat hidup calon anggota DPR dan DPD yang telah mendapatkan persetujuan dari calon yang bersangkutan. Calon yang tidak memberikan persetujuan, daftar riwayat hidup tersebut tidak dipublikasikan kepada masyarakat. Pada akhir Juni 2013, berdasar data KPU terdapat 189 calon yang menolak CV mereka dipublikasikan (http://www.pikiran-rakyat.com/politik/2013/06/28/240680/dpp-ppp-akansurati-kpu-agar-publikasikan-riwayat-hidup-bacalegnya. Diakses tanggal 16 Februari 2017). Respons masyarakat terhadap terobosan KPU ini, sangat besar. Masyarakat sangat antusias mengakses informasi latar belakang calon anggota DPR dan DPD di laman daring KPU. Beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang tergabung dalam Koalisi Amankan Pemilu (KAP) sangat aktif mendorong agar semua calon anggota DPR dan DPD memberikan izin bagi KPU untuk mempublikasikan CV mereka. Atas dorongan LSM dan antusiasme masyarakat dalam mengakses CV calon, semua pengurus pusat partai politik akhirnya menginstruksikan kepada seluruh calon agar bersedia CV-nya dipublikasikan KPU.
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
59
Gambar Portal Publikasi CV Calon Anggota DPR dan DPD
5. Penggunaan Teknologi Informasi dalam Pemilu Salah satu inovasi dan terobosan hukum yang diakui berhasil meningkatkan kualitas Pemilu 2014 adalah inovasi di bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK). KPU Periode 2012-2017 secara intensif memanfaatkan TIK dalam penyelenggaraan pemilu. Hampir semua tahapan penyelenggaraan pemilu, mulai dari pendaftaran pemilih, pencalonan, penyiapan logistik, sampai dengan hasil rekapitulasi hasil suara menggunakan TIK. Jika merujuk Undang-undang tentang Pemilu, baik untuk Pemilu Legislatif, Pemilu Presiden-Wakil Presiden, maupun pemilihan kepala daerah; hanya tahapan penyusunan daftar pemilih yang secara eksplisit memberikan landasan hukum kepada KPU untuk memanfaatkan TIK. Akan tetapi, dengan semangat ingin menyelenggarakan pemilu yang lebih berkualitas, lebih transparan, dan partisipatif; KPU berinisiatif memanfaatkan TIK pada setiap tahapan dan nontahapan pemilu meskipun undang-undang tidak mengamanatkan hal tersebut. Hal pertama yang dilakukan oleh KPU dalam memanfaatkan TIK dalam pemilu adalah menyiapkan, melakukan uji coba secara internal,
60
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
melakukan audit keamanan, melakukan pelatihan kepada operator, dan juga melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Yang tidak kalah penting dalam pemanfaatan TIK untuk penyelenggaraan pemilu, khususnya tahapan penyelenggaraan, adalah menyiapkan payung hukum dari aktivitas yang didukung oleh TIK tersebut. Landasan hukum tersebut berupa peraturan KPU. Dalam beberapa kasus, KPU mengeluarkan surat edaran kepada KPU Provinsi/KIP Aceh dan KPU/ KIP Kabupaten/Kota khusus terkait dengan penggunaan TIK dalam suatu tahapan penyelenggaraan pemilu atau pilkada. Payung hukum yang dituangkan dalam bentuk peraturan KPU dan/atau surat edaran KPU sangat penting bagi KPU di daerah untuk memberikan kepastian dan keraguan dalam memanfaatkan TIK yang sudah disiapkan oleh KPU. Tidak sedikit stakeholder pemilu maupun internal penyelenggara pemilu mempertanyakan landasan hukum pemanfaatan TIK tersebut. Bahkan, dalam beberapa kasus tertentu ada pihak-pihak tertentu yang mempersoalkan legalitas pemanfaatan TIK. Sebagai contoh adalah dalam proses pendaftaran dan verifikasi partai politik peserta pemilu dan pendaftaran pemilih. Sebagian partai politik peserta pemilu mempertanyakan legalitas penggunaan aplikasi Sistem Informasi Partai Politik (SIPOL) dan Sistem Informasi Daftar Pemilih (SIDALIH). Oleh karena itu, setiap penggunaan aplikasi TIK dalam tahapan pemilu selalu diatur dalam peraturan KPU dan surat edaran. Tidak mudah bagi KPU untuk memperkenalkan dan mengimplementasikan sesuatu yang dianggap hal yang baru, apalagi terkait dengan TIK. Resistensi muncul dari pihak-pihak yang merasa tidak diuntungkan dari penggunaan TIK, tidak saja berasal dari eksternal penyelenggara pemilu, tetapi juga berasal dari internal penyelenggara pemilu, khususnya KPU, baik di pusat maupun di daerah. Pada awal penggunaan SIDALIH untuk penyusunan daftar pemilih Pemilu 2014, tidak sedikit operator SIDALIH di tingkat kabupaten/kota menunjukkan ketidaksetujuan terhadap aplikasi SIDALIH. Bahkan, dalam suatu kesempatan Rapat Konsultasi antara KPU, Pemerintah, dan Bawaslu dengan Komisi II DPR RI pada bulan September 2013 tentang penyusunan daftar pemilih Pemilu Legislatif 2014, Ketua Bawaslu INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
61
menyampaikan pendapat agar KPU mengevaluasi penggunaan aplikasi SIDALIH dalam menyusun daftar pemilih. Ketidaksetujuan Operator KPU Kabupaten/Kota
Sumber: Group Facebook SIDALIH KPU Implementasi aplikasi scan formulir Model C1 dan formulir rekapitulasi (D, DA, DB, dan DC) pada Pemilu 2014 merupakan sebuah inovasi KPU Periode 2012-2017 yang diapresiasi banyak pihak karena menjadikan seluruh hasil pemilu di setiap TPS di Indonesia dapat diakses oleh semua orang melalui laman daring KPU. Publikasi hasil pemilu di masing-masing TPS yang berupa Model C1 dan formulir rekapitulasi di setiap tingkatan mendorong partisipasi masyarakat untuk mengawasi dan mengawal hasil pemilu. Publikasi formulir C1 dan formulir rekapitulasi ini mempersempit potensi manipulasi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Konsistensi pimpinan KPU dibarengi dengan upaya sosialisasi yang baik, serta kinerja atau hasil dari TIK yang membuat kualitas proses pemilu menjadi lebih baik, menjadikan semua aplikasi TIK yang telah dikembangkan dan diimplementasikan KPU dapat diterima semua
62
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
pihak. Pihak-pihak yang dulu bersikap skeptis dan tidak mendukung terobosan KPU dalam pemanfaatan TIK kemudian juga memberikan pujian atas kinerja KPU dalam menyelenggarakan Pemilu 2014. Keberhasilan TIK dalam Pemilu 2014 dilanjutkan pada penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah Serentak Tahun 2015 dan 2017. Dalam penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2015 dan Tahun 2017 bahkan dilakukan penambahan aplikasi TIK yang sebelumnya tidak digunakan pada Pemilu 2014, antara lain aplikasi e-rekapitulasi dan aplikasi SITAP.
Sumber: http://nasional.kompas.com/read/2014/08/05/18060461/Inovatif. dan.Transparan.KPU.Terima.Penghargaan.dari.Kemitraan diakses terakhir tanggal 20 Februari 2017
6. Pengaturan Daftar Pemilih Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Terobosan hukum lain yang dilakukan KPU adalah mengadopsi pengaturan tentang daftar pemilih Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota Tahun 2014 dalam penyusunan daftar pemilih untuk Pemilu Presiden-Wakil Presiden 2014. Sekalipun ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tidak diubah, KPU menilai bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 lebih detail dan lebih baik dalam hal pengaturan daftar pemilih.
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
63
Dalam hal pengaturan daftar pemilih, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 telah memasukkan materi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 102/PUU-VII/2009 yang memberikan payung hukum bagi pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT untuk tetap dapat menggunakan hak suara pada hari pemungutan suara di TPS dengan menggunakan KTP dan kartu keluarga (KK). Putusan Mahkamah Konstitusi ini dituangkan di dalam pasal 150 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012. Dalam Undang-Undang ini, pemilih tersebut dimasukkan dalam kategori Daftar Pemilih Khusus Tambahan atau lebih dikenal dengan sebutan DPKTb. Selain mengatur hak pilih yang belum/tidak terdaftar dalam DPT, Undang-Undang ini juga lebih maju dalam mengatur pemilih yang tidak memiliki identitas kependudukan. Pasal 40 ayat (5) dan ayat (6) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 menyebutkan bahwa dalam hal terdapat warga negara Indonesia yang memenuhi syarat sebagai pemilih, tetapi tidak memiliki identitas kependudukan atau belum terdaftar dalam daftar pemilih, maka KPU Provinsi memasukkannya dalam Daftar Pemilih Khusus (DPK) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 lebih maju dalam memberi pengaturan daftar pemilih dan lebih menjamin hak konstitusi pemilih yang tidak memiliki identitas kependudukan dan pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT dalam menggunakan hak pilihnya. Karenanya, sekalipun Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 belum mengatur hal ini, KPU mengambil kebijakan untuk menerapkan aturan yang sama tentang DPK dan DPKTb pada Pemilu Presiden-Wakil Presiden 2014. Selain alasan pengaturan tersebut dianggap lebih maju, dalam realitasnya tidak sedikit pemilih yang belum memiliki identitas kependudukan dan pemilih yang tidak terdaftar di DPT yang harus dilayani hak pilihnya dalam pemungutan suara. Faktanya, pada Pemilu Legislatif 2014 masih terdapat 902.058 pemilih yang masuk dalam kategori DPK dan tercatat kurang lebih tiga juta pemilih DPKTb yang menggunakan hak pilihnya dalam pemungutan suara (https://data. kpu.go.id/dptA6.php). Dengan berbekal pengalaman dan data tersebut, KPU semakin yakin bahwa pemilih DPK dan pemilih DPKTb harus diadopsi dalam penyelenggaraan Pemilu Presiden-Wakil Presiden 2014.
64
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
Pengadopsian jenis pemilih kategori DPK dan DPKTb di dalam Pemilu Presiden-Wakil Presiden 2014 juga dilandasi pengalaman bahwa meski KPU telah memutakhirkan daftar pemilih, faktanya masih ada pemilih yang tidak masuk dalam DPT. Kebijakan progresif KPU yang mengadopsi DPK dan DPKTb ini ternyata memberikan manfaat bagi pemilih, terbukti masih terdapat pemilih yang terdaftar pada DPK dan DPKTb pada Pemilu PresidenWakil Presiden 2014. Artinya langkah progresif KPU ini telah menyelamatkan hak pilih sebanyak 2.848.860 warga yang tersebar di 478.279 TPS di 33 provinsi dan 481 kabupaten/kota yang tidak terdaftar di DPT Pemilu Presiden-Wakil Presiden. Kebijakan progresif KPU dalam melayani dan melindungi hak pilih pemilih yang tidak memiliki identitas kependudukan dan pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT Pemilu Presiden-Wakil Presiden ini tertuang di dalam Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2014 tentang Penyusunan Daftar Pemilih untuk Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 dan Peraturan KPU Nomor 19 dan Nomor 20 Tahun 2014 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara di TPS dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden di Dalam Negeri dan Luar Negeri.
7. Pengaturan Batas Dana Kampanye Pemilihan Kepala Daerah Dalam sebuah proses perebutan kekuasaan secara damai melalui mekanisme pemilu, dana kampanye menempati peran yang sangat strategis. Dalam dunia modern yang diwarnai budaya konsumerisme dan pragmatisme, peserta pemilu dan pemilik dana kampanye berpotensi menjadi mesin pendulang suara yang sangat efektif. Artinya, semakin banyak dana kampanye yang dimiliki oleh calon, semakin tinggi pula kemungkinan memenangi pemilu atau pemilihan. Sebaliknya calon dengan keterbatasan dana kampanye, kemungkinan memenangi kompetisi semakin sulit. Kondisi tersebut tentu tidak ideal bagi terselenggaranya sebuah
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
65
persaingan yang sehat dan adil bagi semua peserta pemilu. Sebuah sistem pemilu atau pemilihan harus memberikan rasa keadilan bagi semua peserta, baik peserta pemilu dengan modal dana yang besar maupun peserta dengan modal yang tidak besar. Sebuah pemilu atau pemilihan harus menyediakan “even battle field” bagi semua peserta pemilu sehingga setiap peserta pemilu memiliki kesempatan yang sama untuk memenangi suara pemilih. Undang-undang pemilu dan undang-undang pemilihan disusun untuk memastikan adanya rasa keadilan dan memberikan “even battle field” bagi semua peserta pemilu tanpa terkecuali. Oleh karena itu, dana kampanye menjadi salah satu materi yang menjadi perhatian para pembuat kebijakan serta pemerhati dan aktivis pemilu. Pengaturan dana kampanye telah tertuang di dalam Undang-Undang Pemilu Legislatif, Pemilu Presiden-Wakil Presiden, dan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah. Yang menjadi pokok perdebatan dalam setiap penyusunan atau revisi undang-undang pemilu atau pemilihan terkait dengan pengaturan dana kampanye antara lain adalah mengenai batasan maksimal sumbangan, pihak-pihak yang diperbolehkan dan dilarang memberikan sumbangan, serta mekanisme pelaporan dana kampanye. Ketiga undang-undang tersebut secara detail mengatur batasan jumlah sumbangan yang diperbolehkan bagi perseorangan maupun kelompok atau badan usaha atau perusahaan nonpemerintah. Masingmasing jenis pemilu memiliki batasan jumlah maksimal yang berbeda. Untuk Pemilu Legislatif, batas maksimal Rp 1 miliar untuk pribadi atau perseorangan dan Rp 7,5 miliar untuk kelompok/badan usaha/ perusahaan nonpemerintah. Untuk Pemilu Presiden-Wakil Presiden, sumbangan dari perseorangan dibatasi maksimal Rp 1 miliar dan sumbangan dari kelompok atau badan usaha atau perusahaan nonpemerintah dibatasi paling banyak Rp 5 miliar. Sedangkan untuk Pilkada 2017, batasan sumbangan dari perseorangan maupun badan usaha atau perusahaan nonpemerintah menjadi lebih kecil, yakni Rp 75 juta rupiah dan Rp 750 juta rupiah. Kritik utama yang disampaikan para pegiat dan pemerhati pemilu
66
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
terhadap pengaturan dana kampanye yang tertuang dalam ketiga undang-undang tersebut adalah undang-undang tersebut tidak membatasi sumbangan yang diberikan oleh peserta pemilu (calon maupun partai politik) dan tidak memberikan batasan maksimal belanja kampanye. Ketiga undang-undang ini dinilai belum memberikan rasa keadilan bagi peserta pemilu dengan modal keuangan yang tidak kuat karena dengan tidak adanya pembatasan sumbangan dari calon dan partai politik atau gabungan partai politik, aturan ini memberikan kesempatan kepada calon dan partai politik yang memiliki kemampuan finansial yang kuat untuk menyumbang tanpa batas. Hal ini didukung dengan tidak adanya aturan pembatasan belanja kampanye di dalam undang-undang. Sebagian kelompok masyarakat menilai bahwa Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota bisa memberikan harapan bagi terciptanya aturan dana kampanye yang lebih adil dan lebih baik. Harapan untuk menyempurnakan aturan dana kampanye itu berada pada KPU. Pasalnya, ketentuan pasal 74 ayat (9) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 memberikan amanat kepada KPU untuk membuat pengaturan pembatasan dana kampanye dengan mempertimbangkan jumlah pemilih, luas wilayah, dan standar biaya daerah. Dengan adanya perintah undang-undang tersebut, KPU menentukan sikap bahwa peraturan KPU yang ditetapkan harus menyempurnakan dan menutup kekurangan yang ada dalam undang-undang. KPU kemudian menetapkan bahwa partai politik atau gabungan partai politik diperlakukan sama seperti kelompok atau badan usaha atau perusahaan. Oleh karena itu, di dalam Pasal 7 ayat (1) Peraturan KPU Nomor 13 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Dana Kampanye Peserta Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan Walikota dan Wakil Walikota; KPU menegaskan bahwa partai politik atau gabungan politik dibatasi memberikan sumbangan kepada pasangan calon maksimal Rp 750 juta selama kampanye. INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
67
Langkah progresif KPU dalam memberikan batasan sumbangan kepada partai politik atau gabungan partai politik juga diikuti kebijakan progresif lainnya, yaitu dengan memberikan pengaturan batasan belanja kampanye bagi setiap pasangan calon kepala daerah. Aturan pembatasan belanja kampanye ini merupakan aturan baru dan lebih maju karena selama ini belum ada aturan yang membatasi dana kampanye. Dengan adanya pembatasan belanja kampanye, pasangan calon atau partai politik atau gabungan partai politik diperbolehkan mencari donasi dari perseorangan atau badan hukum atau perusahaan swasta sebanyak-banyaknya. Namun, dalam hal pembelanjaan terdapat batasan maksimal. Jika dana kampanye yang diperoleh melebihi belanja kampanye, saldo dari dana kampanye tersebut harus dikembalikan ke kas negara. Pengaturan pembatasan dana belanja kampanye ini diatur secara detail pada Pasal 12 Peraturan KPU Nomor 13 Tahun 2016. Langkah yang diambil KPU dalam memasukkan partai politik atau gabungan partai politik ke dalam kategori kelompok atau badan usaha atau perusahaan swasta mendapat apresiasi dari pegiat pemilu dan antikorupsi di Indonesia. Meskipun KPU dinilai belum berani membuat aturan yang membatasi sumbangan dari calon atau pasangan calon, akan tetapi langkah maju KPU lainnya mampu menutupi celah terjadinya tindak kecurangan atau manipulasi identitas pemberi sumbangan. Oleh karena itu, KPU mengatur lebih detail terkait dengan pemberian sumbangan, baik oleh perseorangan maupun kelompok atau badan hukum atau perusahaan swasta, misalnya dengan mewajibkan menyampaikan nomor pokok wajib pajak (NPWP), jenis pekerjaan, asal perolehan dana, dan beberapa surat pernyataan yang harus ditandatangani oleh pemberi sumbangan, seperti: 1. Pernyataan penyumbang tidak menunggak pajak 2. Penyumbang tidak pailit berdasarkan putusan pengadilan 3. Pernyataan dana bukan berasal dari tindak pidana 4. Sumbangan tidak bersifat mengikat
68
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
5 Membangun Pemilihan Inklusif
A
braham Lincoln, Presiden ke-16 Amerika Serikat dalam pidatonya di Gettysburg pada November 1863 memberi rumusan yang sederhana, tetapi sangat reflektif soal esensi model pemerintahan demokratis, yakni sebagai pemerintahan “dari, oleh, dan untuk rakyat”. Kutipan yang menjadi klasik ini memberi makna bahwa idealnya, dalam demokrasi, rakyatlah yang menjadi pusat gravitasi –dan bukan politisi, bukan birokrat, bukan pemilik modal, bukan pula pejabat tinggi negara. Salah satu proses yang tidak terelakkan dalam upaya menuju pemerintahan yang demokratis ialah penyelenggaraan pemilu. Pemilihan merupakan perwujudan aspek “dari” rakyat di mana individuindividu menyeleksi, sekaligus membuat “kontrak” sosial politik dengan individu-individu lain yang juga bagian dari mereka untuk merepresentasikan kepentingan rakyat. Individu terpilih itu kemudian menjadi perwujudan dari aspek “oleh” rakyat yang menjalankan roda pemerintahan “untuk” kepentingan rakyat. Kendati begitu, gambaran ideal ini belum sepenuhnya bisa terwujud, termasuk dalam perjalanan demokrasi Indonesia. Pada praktiknya, ada relasi kuasa yang tak seimbang yang menyebabkan tidak terciptanya INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
69
“lapangan bermain yang setara” (the same level of playing field) bagi seluruh masyarakat. Ada komponen-komponen tertentu dari masyarakat yang punya keunggulan lebih dan ada komponen lain dari bangsa Indonesia yang berada dalam posisi kurang diuntungkan dari sisi akses informasi, atau bahkan dari sisi struktur sosial, politik, maupun kultural. Kondisi tersebut menjadi tantangan besar bagi KPU untuk mewujudkan pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, serta jujur dan adil. Terdapat begitu banyak variabel yang bisa membentuk pemilu yang adil. Andil untuk mewujudkan keadilan itu menjadi pekerjaan rumah semua pemangku kepentingan kepemiluan; partai politik, pemerintah, pembuat undang-undang, masyarakat sipil, para peserta pemilu, serta tiga pilar penyelenggara pemilu; KPU, Badan Pengawas Pemilu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu. Salah satu variabel yang dapat dipenuhi oleh KPU sebagai penyelenggara pemilu adalah mengupayakan tiap-tiap komponen bangsa Indonesia yang mempunyai hak pilih, memiliki pengetahuan yang cukup, serta akses yang memadai untuk menggunakan hak pilihnya secara cerdas dan bertanggung jawab. Pengetahuan dan akses yang sama ini penting untuk memastikan pemilih dari berbagai latar belakang menjadi subyek dalam pemilu, bukan sekadar obyek yang diperebutkan suaranya oleh kontestan pemilu. Dalam konteks itu, KPU kemudian berusaha mendorong pemilihan umum yang inklusif atau merangkul semua lapisan masyarakat dengan menitikberatkan pada lima segmen pemilih strategis, yakni pemilih pemula, kaum pinggiran, pemilih perempuan, pemilih berkebutuhan khusus (difabel), dan kelompok umat beragama. Pemilihan segmen pemilih strategis ini tidak bermakna bahwa segmen pemilih itu berada dalam posisi yang tidak diuntungkan dalam proses pemilihan. Namun, pendekatan segmentasi pemilih strategis diterapkan lebih karena masing-masing dari segmen itu punya tantangan berbeda-beda yang harus didekati dengan cara yang spesifik pula sesuai dengan karakteristik masing-masing. Hal ini terutama sangat penting dalam konteks pendidikan pemilih untuk mendorong terwujudnya pemilihan yang cerdas dan berkualitas.
70
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
Pembagian segmen ini hanya membantu KPU untuk lebih fokus dalam menyentuh calon pemilih melalui program pendidikan pemilih maupun pelibatan dalam tahapan kepemiluan. Hasil akhir dari langkah ini adalah peningkatan partisipasi pemilih dari masing-masing segmen strategis. Tidak hanya dari sisi partisipasi prosedural berupa penggunaan hak pilih, tetapi juga partisipasi dalam bentuk lain yang substantif, yakni partisipasi yang tumbuh dari fondasi kesadaran politik masyarakat. Melalui lima segmen itu, kemudian KPU bersama-sama dengan masyarakat mendorong pendidikan pemilih secara terarah melalui program Relawan Demokrasi. Selain itu, KPU juga memahami bahwa pemilih disabilitas perlu mendapat perhatian lebih karena memiliki kebutuhan khusus yang berbeda dibandingkan segmen pemilih lainnya. Pendidikan pemilih saja dinilai tidak akan mencukupi untuk membantu mereka. Oleh karena itu, KPU mendorong pengarusutamaan pemilu yang aksesibel bagi penyandang disabilitas di berbagai tahapan pemilu.
1. Lima Segmen Pemilih Strategis Tujuan KPU menetapkan lima segmen pemilih strategis, yakni pemilih pemula, perempuan, kaum pinggiran, penyandang disabilitas, dan umat beragama didasari pemahaman bahwa kelompok-kelompok pemilih tersebut merupakan bagian besar dari populasi pemilih di Indonesia. Selain itu, kelima segmen pemilih tersebut memiliki posisi yang strategis, sesuai dengan karakteristik dan keunikan masingmasing.
A. Pemilih Pemula Regulasi kepemiluan di Indonesia mensyaratkan bahwa orang yang berhak memilih adalah mereka yang merupakan warga negara Indonesia serta telah berusia 17 tahun atau sudah pernah menikah pada saat hari pemungutan suara serta tidak berstatus sebagai anggota TNI/Polri. Pemilih pemula kemudian bisa dimaknai sebagai mereka yang pada saat pemilihan umum baru memenuhi persyaratan tersebut. Sebagai INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
71
pemilih yang baru pertama kali mengikuti pemilu, tentu ada begitu banyak informasi yang mereka perlukan. Misalnya, dari sisi teknis; prapemilihan seperti pendaftaran pemilih, pengenalan visi dan misi calon atau ideologi partai; saat pemilihan seperti tata cata menggunakan hak pilih; hingga pascapemilihan yakni mengawal penghitungan suara dan mengawal “kontrak” sosial politik dengan partai politik atau calon yang dipilih. Selain itu, juga tidak kalah pentingnya menanamkan pemahaman mengenai implikasi dari politik uang yang mungkin timbul dalam pemilihan, serta pemahaman bahwa pemilu akan berdampak terhadap kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan kultural mereka. Tabel 5.1 Perbandingan Jumlah Pemilih Pemula dan Daftar Pemilih Tetap JENIS PEMILIHAN
DPT
PEMILIH PEMULA
PERSENTASE
Pilkada Serentak 2015
100.374.317
2.034.412
2,03 %
Pilkada Serentak 2017
41.210.248
1.233.479
2,99%
Sumber: KPU Jika dilihat dari segi persentase, jumlah pemilih pemula memang tidak terlalu besar, berada di bawah 5 persen dari total pemilih terdaftar dalam satu pemilihan. Namun, literasi pemilih pemula penting untuk menjadi perhatian karena kebiasaan memilih dibentuk sejak seseorang memasuki fase pemilih pemula. Data-data dari riset Miller dan Shank di Amerika Serikat dan Blais di Kanada seperti dikutip Nurhasim (2014: 23) menunjukkan bahwa pemilih pemula yang memiliki alasan menggunakan hak pilihnya pertama kali memiliki kecenderungan untuk tetap menggunakan hak pilih pada pemilihan-pemilihan berikutnya. Namun, pemilih pemula yang tidak menemukan alasan untuk menggunakan hak pilihnya pada kesempatan pertama, juga cenderung untuk tidak akan ikut dalam pemilu berikutnya. Hal itu berarti bahwa semakin sedikit pemilih pemula yang menggunakan hak pilihnya untuk pertama kali, dalam jangka panjang
72
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
bisa berdampak pada penurunan partisipasi pemilih secara perlahanlahan. Sebaliknya, semakin banyak pemilih pemula menggunakan hak suaranya pada kesempatan pertama, berarti terbuka peluang untuk menjaga partisipasi pemilih di level yang aman bagi keberlangsungan demokrasi yang sehat. The Economist Intelligence Unit’s Index of Democracy menetapkan jumlah pemilih yang menggunakan hak suaranya konsisten 70 persen dalam pemilihan tingkat nasional sebagai salah satu patokan partisipasi politik yang ideal (Kekic, 2007). Oleh karena itu, meletakkan pendidikan politik yang cukup bagi pemilih pemula merupakan “investasi” berharga untuk mempertahankan kualitas pemilu yang pada akhirnya juga berdampak pada kualitas demokrasi di Indonesia.
B. Kelompok Marjinal Secara harafiah, kata marjinal dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai kata sifat dimaknai sebagai sesuatu yang berhubungan dengan batas atau tepi; tidak terlalu menguntungkan; serta berada di pinggir. Dengan begitu, kelompok marjinal bisa dimaknai sebagai kelompok masyarakat yang berada di “pinggir” sumberdaya dan posisinya tidak menguntungkan. Lebih mendalam, Akatiga Center for Social Analysis (2010: 3) menyebut kelompok marjinal atau kelompok pinggiran dan kelompok rentan tidak secara kaku didasarkan pada status ekonomi, kendati sebagian besar kelompok marjinal tergolong masyarakat miskin atau bahkan sangat miskin. Ciri-ciri kelompok marjinal antara lain ialah tidak mempunyai aset berharga, tinggal di lokasi terpencil yang infrastruktur dasarnya terbatas, pendapatan terbatas, tetapi memiliki tanggungan besar, dan tergolong minoritas dari sisi etnis atau agama. Dengan posisi yang termarjinalkan dari sisi sosial maupun ekonomi, kelompok pinggiran ini memiliki sejumlah kerentanan dalam pemilu. Kerap kali mereka sulit mendapat akses yang sama dalam berbagai tahapan pemilu, mulai dari pendataan pemilih hingga penghitungan suara dan penetapan pemenang. Sudjito (2013) mencatat kelompok marjinal juga rentan dalam hal politik uang atau suap elektoral, maupun menjadi korban kekerasan untuk mendapat suara. Padahal, dari sisi
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
73
jumlah, populasi kelompok marjinal di perkotaan maupun di pedesaan cukup besar. Jika dilihat dari aspek ekonomi saja, misalnya, Badan Pusat Statistik pada Maret 2016 mencatat, jumlah penduduk miskin, yakni mereka yang pengeluaran per kapitanya per bulan di bawah garis kemiskinan mencapai sekitar 28 juta orang atau 10,86 persen dari total penduduk Indonesia (BPS, 2016).
C. Penyandang Disabilitas Tidak mudah mendapatkan berapa jumlah penyandang disabilitas yang riil di Indonesia. Hal ini karena stigma sosial di masyarakat yang menempatkan penyandang disabilitas sebagai warga “kelas dua” masih belum sepenuhnya terhapus. Boleh jadi pihak keluarga masih belum mau terbuka membicarakan anggota keluarganya yang berkebutuhan khusus. Namun, World Health Organization menyebutkan jumlah penyandang disabilitas dengan berbagai jenis kebutuhan khusus, bisa mencapai 15 persen dari total populasi. Sebagai salah satu negara yang sudah meratifikasi Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas (Convention on the Rights of Person with Disability) Indonesia punya kewajiban moral dan konstitusional untuk menginklusi penyandang disabilitas dalam berbagai lini kehidupan. Pasal 29 CRPD menyebutkan pula bahwa negara-negara peratifikasi wajib menjamin penyandang disabilitas mendapatkan hak-hak politik, sekaligus memberi kesempatan bagi mereka untuk menikmati hak-hak itu atas dasar kesamaan dengan orang lain (Salim, 2014). Dalam konteks pemilu, pemilih disabilitas perlu mendapat fasilitasi lebih agar bisa menggunakan hak politiknya secara sama dengan pemilih lainnya, sejak dari tahapan pendataan pemilih hingga saat menggunakan hak suara di TPS. Selain itu, sebagai warga negara Indonesia, penyandang disabilitas juga punya hak yang sama dengan komponen lain bangsa untuk menjadi penyelenggara pemilu.
74
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
Tabel 5.2 Jumlah Pemilih Difabel JENIS DISABILITAS
PILKADA SERENTAK 2015
PILKADA SERENTAK 2017
Tuna Daksa
37.809
18.199
Tuna Netra
20.672
8.144
Tuna Rungu/Wicara
22.293
9.119
Tuna Grahita
21.381
8.758
Disabilitas Lain
26.684
5.888
Total
128.839
50.108
Persentase
% 0,13
% 0,12
Sumber: KPU
D. Pemilih Perempuan Pemilih perempuan di Indonesia menjadi salah satu segmen pemilih yang strategis karena selain populasinya yang besar, juga karena ada ketidakseimbangan relasi kuasa akibat struktur sosial, ekonomi, politik, dan kultural yang menyebabkan perempuan dikonstruksikan berada di ruang privat. Akibatnya, perempuan berada “jauh” dari urusan politik yang selama ini dianggap berada di ruang publik. Sebagai konsekuensi logis, Kartikasari (2013: 5) menuturkan, terjadi ketimpangan gender dalam demokrasi yang bisa terlihat dalam dua bentuk, yakni: 1) rendahnya akses perempuan, terutama di bidang informasi dan pengetahuan politik maupun kepemiluan; dan 2) kurangnya kesempatan perempuan dalam pengambilan keputusan publik yang dilandasi pada persamaan hak antara perempuan dan laki-laki. Pendidikan politik nonformal kepada segmen pemilih ini diharapkan bisa menumbuhkan kesadaran agar perempuan mau berpartisipasi dalam pemilu serta perlahan mengubah struktur sosial yang patriarkis.
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
75
Tabel 5.3 Jumlah Pemilih Perempuan dalam Pemilu Pemilih Perempuan Jumlah Persentase
Pemilu Legislatif 2014
Pemilu Presiden 2014
Pilkada Serentak 2015
Pilkada Serentak 2017
92.598.624
93.944.010
50.120.890
20.508.463
% 49,9
49,9%
% 49,9
49,7%
Sumber: KPU
E. Umat Beragama Pada segmen umat beragama, aktor yang menjadi simpul utama ialah pemuka agama atau para aktivis keagamaan. Para pemuka agama ini sangat penting peranannya karena mereka mendapat tempat yang tinggi dalam struktur sosial di Indonesia. Peranan tokoh agama dalam pendidikan politik dan partisipasi politik sangat strategis karena agama diyakini memberikan fondasi nilai perilaku masyarakat. Dengan pemahaman itu, eksplorasi isu-isu pemilu dan demokrasi yang berperspektif agama, baik Islam, Kristen, Katolik, Budha, Hindu, dan Konghucu dinilai KPU bisa membantu meningkatkan kualitas pemilu dan proses konsolidasi demokrasi. Wahib (2013) berpendapat nilainilai demokrasi kongruen dengan pemahaman enam agama resmi di Indonesia. Isu kepemiluan yang penting untuk dibicarakan dalam perspektif agama antara lain ialah korupsi, kekerasan atas nama agama, kecurangan dalam pemilu, diskriminasi atas nama ajaran agama, serta transaksi politik pemuka agama.
2. Membangun Relawan Demokrasi Setelah menetapkan lima sasaran pemilih strategis, KPU juga memahami bahwa ruang gerak aparatur KPU sangat terbatas sehingga tidak bisa bekerja sendiri dalam mendorong literasi politik kepemiluan kepada lima segmen pemilih strategis itu. Oleh karena itu, KPU kemudian
76
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
memperkenalkan Relawan Demokrasi untuk membantu KPU dalam memberikan pendidikan politik secara tersegmentasi kepada pemilihpemilih strategis dengan menggunakan pendekatan dan “bahasa” yang sesuai dengan segmen-segmen itu. Upaya yang mulai diluncurkan menjelang Pemilu Legislatif 2014 itu diharapkan berdampak dalam empat hal, yakni: • Meningkatkan kualitas proses pemilu • Meningkatkan partisipasi pemilih • Meningkatkan kepercayaan publik terhadap proses demokrasi • Membangkitkan kesukarelawanan masyarakat sipil dalam agenda pemilu dan demokratisasi Secara teknis, Relawan Demokrasi direkrut di tingkat KPU Kabupaten/Kota dengan mencakup lima segmen pemilih strategis. Di setiap KPU tingkat kabupaten/kota, relawan yang direkrut berjumlah maksimal 25 orang dengan pembagian masing-masing lima relawan untuk tiap segmen pemilih strategis. Namun, KPU Kabupaten/Kota juga bisa menyesuaikan pembagian segmentasi itu sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan daerah setempat. Jika kemudian KPU Kabupaten/Kota memutuskan untuk menambah jumlah relawan, hal tersebut bisa difasilitasi tanpa membebani anggaran KPU. Untuk menjamin transparansi, rekrutmen harus dilakukan secara terbuka dengan melibatkan komunitas-komunitas strategis itu. Pendaftar juga harus menjalani seleksi administratif dan wawancara kompetensi. Syarat yang harus dipenuhi bagi pendaftar Relawan Demokrasi ialah sebagai berikut: • Warga Negara Indonesia • Berusia minimal 17 tahun pada saat mendaftar, khusus untuk relawan pemilih pemula maksimal berusia 25 tahun • Pendidikan minimal SLTA atau sederajat • Berdomisili di wilayah setempat • Nonpartisan, sekurang-kurangnya dalam 5 (lima) tahun terakhir • Memiliki komitmen menjadi relawan pemilu • Terdaftar sebagai pemilih INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
77
• • • •
Memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik Bertanggung jawab dan berakhlak baik Bukan bagian dari penyelenggara pemilu Memiliki pengalaman terkait kegiatan penyuluhan atau aktif dalam organisasi kemasyarakatan/kemahasiswaan • Tidak pernah terlibat tindak pidana atau tidak sedang menjalani proses hukum atas tindak pidana Relawan yang terpilih akan mendapatkan pembekalan selama lebih kurang dua bulan. Materi pembekalan tersebut berisi informasi mengenai pentingnya demokrasi, kepemiluan, dan partisipasi masyarakat. Selain itu, mereka juga dibekali dengan pemahaman teknis tahapan pemilu maupun kode etik relawan dan teknik komunikasi publik. Informasiinformasi tersebut dibutuhkan agar para relawan mampu memetakan kelompok sasaran, mengidentifikasi kebutuhannya, sebelum kemudian menyiapkan materi dan metode sosialisasi yang tepat sesuai dengan kebutuhan masing-masing segmen pemilih strategis. Mereka harus pula mampu menerapkan berbagai teknik sosialisasi seperti diskusi kelompok, ceramah, simulasi, serta memanfaatkan media sosial sebagai sarana sosialisasi dan menarik keterlibatan calon pemilih. Para relawan ini memiliki waktu empat bulan untuk mendiseminasikan informasi mengenai demokrasi, pemilu, partisipasi masyarakat, tata cara menggunakan hak suara, maupun pengenalan kontestan pemilu. Selama menyampaikan informasi tersebut, para relawan diikat dengan kode etik, yakni: • Bersikap independen, imparsial, dan nonpartisan terhadap peserta pemilu • Tidak melakukan kekerasan • Menghormati adat dan budaya setempat • Tidak bertindak diskriminatif • Tidak menerima pemberian dalam bentuk apapun dari peserta pemilu yang menunjukkan indikasi keberpihakan atau gratifikasi Untuk menggelar kegiatan sosialisasi itu, para relawan ini mendapat
78
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
dukungan finansial dari daftar isian pelaksanaan anggaran KPU RI. Oleh karena itu, dalam menjalankan tugasnya, para relawan harus melaporkan kegiatan kepada KPU Kabupaten/Kota. Relawan ini bekerja bukan karena dorongan mendapat upah besar. Mereka hanya mendapatkan honorarium Rp 300.000 per bulan per orang untuk membantu biaya operasional. Idealnya memang akan lebih baik jika gerakan kerelawanan demokrasi ini muncul dengan sendirinya dari masyarakat akarrumput. Hal ini akan membuat gerakan menjadi lebih genuine sehingga aktivitasnya juga akan bisa lebih bervariasi atau lebih kreatif. Namun, KPU juga tidak bisa berdiam diri menunggu inisiatif dari masyarakat. Gerakan Relawan Demokrasi ini sepatutnya dimaknai sebagai sebuah rekayasa sosial (social engineering) dan diharapkan bisa menimbulkan efek bola salju bagi inisiatif voluntarisme dari masyarakat. Dahlgren (2009) menuturkan keputusan seseorang untuk berpartisipasi dalam ruang publik dipengaruhi oleh prakondisi yang disebutnya kultur kewargaan (civic culture). Kultur kewargaan ini disebutnya sebagai sirkuit yang saling terhubung satu sama lain sehingga satu komponen dalam sirkuit itu berkontribusi pada komponen yang lainnya dan begitu pula sebaliknya secara dinamis. Dahlgren mengkonstruksi civic culture dalam enam komponen, yakni pengetahuan, nilai, kepercayaan, ruang, praktik, dan identitas. Pada satu sisi, keinginan orang-orang untuk terlibat dalam gerakan Relawan Demokrasi yang diinisiasi oleh KPU dipengaruhi oleh kom ponen kultur kewargaan, tetapi praktik kerelawanan itu dalam jangka panjang juga berkontribusi dalam mempengaruhi budaya kewargaan. Relawan Demokrasi setidaknya menyediakan “ruang” bagi orangorang untuk saling berinteraksi, kemudian memberi “pengetahuan” soal informasi kepemiluan sesuai segmentasi strategis yang disusun. Selain itu, dari sisi orang-orang yang terlibat, ada aspek “identitas” sebagai warga yang terberdayakan. Relawan yang dilibatkan oleh KPU bisa merasa bahwa mereka punya andil dalam membantu pemilih dari lima segmen strategis itu untuk lebih memahami esensi pemilu dan demokrasi yang sehat. INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
79
Namun, tentu saja, dampak ini akan sangat berbeda dari individu satu ke individu lainnya. Relawan Demokrasi sebagai sebuah “praktik” juga bisa memunculkan inisiatif lain karena dua hal. Pertama, relawanrelawan ini dalam berkegiatan saling membangun jaringan baik di antara sesama relawan maupun dengan pihak lain. Setelah mereka tidak lagi tergabung dalam Relawan Demokrasi, mereka bisa menggunakan jejaring untuk membuat gerakan lain. Kedua, orang-orang yang melihat aktivitas Relawan Demokrasi, bukan tidak mungkin juga bisa mendapat inspirasi untuk membuat gerakan lain yang lebih inovatif.
3. Pengarusutamaan Pemilu Akses Pendekatan pendidikan politik yang tersegmentasi dilakukan untuk menciptakan “lapangan bermain yang setara” pada konteks pemahaman politik dan kepemiluan. Hal itu merupakan tahap awal menuju pemilu yang inklusif, sehingga diharapkan bisa membuat setiap orang menjadi melek politik dan ambil bagian dalam berbagai tahapan pemilu. Namun, ada segmen tertentu dari pemilih strategis yang tidak bisa hanya didukung dengan literasi politik, yakni pemilih difabel. Mereka memiliki kebutuhan khusus yang memerlukan dukungan lebih agar mereka bisa menggunakan haknya secara setara dengan orang lain. Sejak beberapa pemilu terdahulu, seperti tahun 2009, misalnya, KPU sudah menyediakan template braille untuk pemilih tuna netra. Namun, KPU Periode 2012-2017 dibantu masyarakat sipil menyiapkan sesuatu yang lebih maju agar pemilih dengan kebutuhan khusus ini bisa terlibat dalam semua tahapan pemilu. Terkait hal itu, KPU kemudian membuat dua kebijakan. Pertama, KPU mendorong pendataan pemilih berkebutuhan khusus hingga ke tingkatan TPS. Kedua, KPU kemudian membuat alat bantu periksa pemilu akses. Pendataan pemilih kerkebutuhan khusus membantu kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) di masing-masing TPS untuk memfasilitasi para pemilih dengan kebutuhan khusus itu pada saat pemungutan suara. KPU memulai pendataan ini pada persiapan Pilkada Serentak 2015 yang memilih 269 kepala daerah di
80
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
Indonesia. Terdapat lima jenis kebutuhan khusus yang didata, yakni tuna netra, tuna daksa, tuna rungu/wicara, tuna grahita, dan disabilitas lainnya. Langkah baik ini kemudian juga dilanjutkan pada Pilkada Serentak 2017 yang memilih 101 kepala daerah, termasuk di ibukota negara DKI Jakarta. Pada Pilkada Serentak 2015 terdata sebanyak 128.893 pemilih difabel atau 0,13 persen dari total pemilih yang masuk dalam DPT. Sementara itu, pada Pilkada Serentak 2017, ada 50.108 pemilih berkebutuhan khusus atau 0,12 persen dari total DPT yang berhasil didata. Contoh Tampilan Jumlah Pemilih Disabilitas dalam DPT Pilkada
Setelah pada perhelatan Pilkada Serentak 2015 untuk pertama kalinya KPU mendata pemilih berkebutuhan khusus, upaya lebih lanjut kemudian disiapkan untuk menghadapi Pilkada Serentak 2017. KPU bekerjasama dengan AGENDA (ASEAN General Election for Disability Access) menyusun alat bantu periksa pelaksanaan pemilu akses. Formulasi dari alat bantu itu kemudian oleh KPU dituangkan ke dalam Surat Edaran Nomor 7 Tahun 2016 tentang Penyampaian Formulir Alat Bantu Periksa Pelaksanaan Pemilu Akses bagi Pemilih Penyandang Disabilitas tertanggal 30 Juni 2016. Dalam surat edaran INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
81
tersebut terlampir lima formulir yang diperuntukkan bagi KPPS, petugas pemutakhiran data pemilih (PPDP), Panitia Pemungutan Suara (PPS), Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), dan KPU Kabupaten/Kota. Formulir-formulir itu berisi poin-poin mendetail untuk mengingatkan kembali penyelenggara pemilu dari berbagai tingkatan untuk me mastikan bahwa perspektif pemilu yang aksesibel untuk penyandang disabilitas itu bisa muncul dalam berbagai tahapan. Dengan kata lain, fasilitasi pemilu akses itu bukan berupa benda yang harus dipersiapkan, tetapi lebih kepada cara pandang holistik. Alat bantu ini bisa dikatakan sebagai pemantik awal untuk memberi panduan praktis mengenai hal apa saja yang bisa dilakukan penyelenggara pemilu untuk membantu pemilih disabilitas. Sebagai contoh, dalam formulir 1 KPPS ada poin pelayanan kepada penyandang disabilitas. Di bagian tersebut, dipaparkan dengan cukup mendetail jenis-jenis pendampingan untuk tiap-tiap disabilitas, seperti disabilitas netra, disabilitas rungu, disabilitas daksa, disabilitas intelektual, dan disabilitas psikososial. Poin penting dari surat edaran tersebut bisa dilihat dalam tabel berikut: Tabel 5.4 Poin Penting dalam Alat Bantu Periksa Pelaksanaan Pemilih Akses TINGKATAN
POIN EDARAN
KPPS
• Identifikasi pemilih disabilitas dalam daftar pemilih tetap • Distribusi surat pemberitahuan pemilih (formulir C6) • Penentuan lokasi pembuatan TPS yang mempermudah penyandang disabilitas dalam menggunakan hak pilihnya di TPS • Perlengkapan pemungutan suara • Pelayanan kepada penyandang disabilitas • Penghitungan suara
PPDP
• Pemutakhiran data pemilih
PPS
82
• Rekrutmen • Pemutakhiran dan daftar pemilih • Pembuatan TPS Akses bagi penyandang disabilitas
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
PPK
• Rekrutmen PPS • Bimbingan teknis pemutakhiran data dan daftar pemilih • Pemutakhiran dan data pemilih
KPU Kabupaten/ Kota
• Penyusunan rencana dan anggaran • Sosialisasi dan pelaksanaan tahapan pemilu yang mudah dipahami oleh pemilih penyandang disabilitas • Rekrutmen penyelenggara pemilu • Pemutakhiran data dan daftar pemilih • Akses informasi • Penanganan pelanggaran • Bimbingan teknis pemutakhiran data dan daftar pemilih untuk PPK dan PPS • Bimbingan teknis pemungutan suara untuk PPK dan PPS • Kampanye debat kandidat pasangan calon • Logistik pemilu
Sumber: Surat Edaran KPU Nomor 7 Tahun 2016 Pada Pilkada Serentak 2017 yang dilaksanakan pada 15 Februari, KPU juga memerintahkan agar KPPS mendata pemilih disabilitas yang menggunakan hak pilihnya. Hal ini merupakan upaya untuk memeriksa silang data pemilih disabilitas. Tujuannya untuk melihat apakah ada pemilih disabilitas yang sudah masuk dalam DPT, tetapi ternyata tidak tercatat kebutuhan khususnya. Pada beberapa daerah, seperti DKI Jakarta, hasil rekapitulasi formulir C1 atau hasil pindai menunjukkan kecenderungan tersebut. Para pemilih disabilitas masih belum seluruhnya terdata kebutuhan khususnya. Pada DPT, jumlah pemilih difabel di Pilkada DKI Jakarta 2017 tercatat 5.371 orang, tetapi ternyata pemilih difabel yang menggunakan hak pilih mencapai 10.228 orang. Tingkat partisipasi pemilih disabilitas yang jauh di atas jumlah pemilih terdata dalam DPT itu salah satunya muncul karena ada pemilih difabel yang tidak disebutkan kebutuhan khususnya oleh keluarga saat petugas PPDP mendata. Dengan kata lain, partisipasi pemilih difabel yang tercatat berada di atas jumlah pemilih difabel dalam DPT tidak berpengaruh pada penghitungan suara karena nama mereka sebenarnya sudah masuk dalam DPT.
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
83
Contoh Tampilan Tingkat Partisipasi Pemilih Difabel dalam SITUNG
4. Catatan Perbaikan KPU berupaya mewujudkan pemilihan umum yang inklusif melalui dua pendekatan besar. Pertama, memetakan lima segmen pemilih strategis untuk memudahkan sosialisasi dan meningkatkan literasi politik calon pemilih. Kedua, KPU juga merekrut relawan demokrasi di tiap-tiap kabupaten dan kota dan membagi mereka ke dalam lima segmen itu. Dampak dari kedua strategi itu adalah semakin mempersempit jurang kesenjangan akses dan informasi di antara pemilih sehingga terbentuk “lapangan bermain yang setara”. Lebih jauh lagi, hal ini diharapkan bisa meningkatkan kualitas dan kuantitas partisipasi pemilih pada pemilu. Terdapat begitu banyak variabel yang bisa membuat seseorang memutuskan untuk berpartisipasi dalam pemilu maupun sebaliknya sehingga masih belum dapat dinyatakan apakah langkah-langkah KPU tersebut kemudian terbukti mampu meningkatkan partisipasi pemilih. Data statistik memang menunjukkan ada kenaikan partisipasi masyarakat pada dua pemilu legislatif terakhir. Pada Pemilu Legislatif 2009, partisipasi pemilih mencapai 71 persen, sedangkan pada Pemilu Legislatif 2014, partisipasi pemilih 75,1 persen. Masih diperlukan riset yang mendalam untuk mengkaji dampak dua strategi itu terhadap
84
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
partisipasi pemilih. Gerakan calon-calon dan partai politik yang lebih masif bisa berkontribusi terhadap kenaikan partisipasi pemilih. Demikian halnya karena sisi teknis KPU yang lebih memudahkan pemilih menggunakan hak suaranya, atapun karena pendataan pemilih yang lebih baik. Atau bisa saja kombinasi dari banyak variabel tersebut meningkatkan partisipasi pemilih. Sekalipun demikian, sulit untuk menafikan kontribusi dua strategi KPU tersebut dalam mendorong kenaikan partisipasi pemilih. Perhitungan awal yang dilakukan Bagian Bina Partisipasi Masyarakat KPU pada Pemilu Legislatif 2014, Relawan Demokrasi yang jumlahnya mencapai 12.425 orang di 497 kabupaten dan kota diperkirakan “menyentuh” 2.485.000 orang selama mereka bekerja dalam waktu empat bulan. Hal ini dengan asumsi masingmasing relawan melakukan dua kegiatan setiap bulan yang masingmasing melibatkan 25 peserta. Namun, tidak bisa dipungkiri pula bahwa masih ada sejumlah hambatan yang dihadapi KPU RI, dalam mendorong inklusivitas pemilu. AAZ Dari sisi program Relawan Demokrasi, Hariadi dan kawan-kawan (2015) mencatat dari riset di Kota Banda Aceh (Provinsi Aceh), terdapat beberapa persoalan yang dihadapi oleh Relawan Demokrasi. Dari sisi eksternal, ada ketidakpercayaan masyarakat terhadap calon pemimpin karena mereka mempunyai pandangan bahwa setelah terpilih politikus itu hanya akan mengutamakan kepentingan pribadi atau kelompoknya dan melupakan masyarakat pemilih. Sementara dari sisi internal Relawan Demokrasi, ada problem spesifik dengan karakteristik segmen pemilih strategis. Hariadi dan kawan-kawan menemukan, relawan yang bergerak di segmen pemilih marjinal kerap kesulitan dalam memilih gaya bahasa dan alat sosialisasi yang tepat, sedangkan relawan yang bergerak di segmen umat beragama punya kekhawatiran akan menyinggung umat lain agama. Sementara itu, terkait upaya KPU mendorong pemilu akses untuk penyandang disabilitas, dari sisi regulasi dan keinginan politik di tingkat KPU dinilai pegiat hak disabilitas sudah cukup baik. Namun, mereka menemukan potensi persoalan untuk menularkan kemauan politik yang kuat itu hingga ke level penyelenggara pemilu di bawahnya, INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
85
mulai dari KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan KPPS. Alat bantu yang sudah disiapkan oleh KPU untuk memastikan pemilu yang akses juga belum tentu digunakan secara konsekuen oleh seluruh jajaran KPU di berbagai tingkatan. Yustitia Arief, pengurus Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia dalam wawancara yang dimuat di harian Kompas (07/10/2015) menuturkan bahwa sudah ada upaya dari KPU RI untuk memfasilitasi pemilih difabel, tetapi persoalan biasanya ada di pelaksanaan pada tingkat KPPS. Ia berpendapat belum semua KPPS memahami dengan benar cara memfasilitasi pemilih kebutuhan khusus. Hasil pemantauan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) dan ASEAN General Election for Disability Access (AGENDA) pada Pilkada Serentak 2017 mengindikasikan KPU masih perlu berupaya keras mendorong pemahaman penyelenggara pemilu di tingkat TPS untuk benar-benar mewujudkan pemilu akses. Hasil pemantauan JPPR-AGENDA di 1.227 TPS di tujuh provinsi, termasuk salah satunya di DKI Jakarta, menunjukkan pemenuhan alat bantu template braille sudah tercatat baik dengan persentase 83 persen dari seluruh TPS yang dipantau. Namun, capaian penyelenggara pemilu belum terlalu memuaskan jika dinilai secara keseluruhan dari tujuh unsur TPS akses, yakni jalan menuju TPS, pintu keluar dan masuk, permukaan TPS, luas TPS untuk kursi roda, tinggi kotak suara, ruang meja kosong di bawahnya dan tinggi bilik suara, serta ketersediaan alat bantu tuna netra. Baru 22 persen dari 1.227 TPS yang memenuhi keseluruhan dari ketujuh unsur tersebut. Hal ini tentu saja menjadi bahan refleksi berharga bagi KPU untuk lebih meningkatkan pemahaman petugas di lapangan akan pentingnya memfasilitasi pemilu akses bagi penyandang disabilitas. KPU menyadari untuk benar-benar mengarusutamakan pemilu akses, diperlukan upaya berkesinambungan dengan terus mengembangkan inovasi yang sudah muncul saat ini. ■
86
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
6 Menerapkan Pemilihan Awal di Luar Negeri
G
lobalisasi yang ditandai – tidak hanya dengan makin cepatnya sirkulasi barang, jasa, dan modal – tetapi juga mobilisasi manusia, memperbesar tantangan KPU dalam menjalankan tugas memfasilitasi warga negara Indonesia dalam menggunakan hak pilihnya. Setiap tahun jumlah warga negara Indonesia yang bermukim di luar negeri kian bertambah; baik dengan tujuan aktivitas sosial, bekerja, mengenyam pendidikan, maupun berbisnis. Pada tahun 2014, Kementerian Luar Negeri mencatat ada 4,4 juta WNI bermukim di luar negeri, dengan sebagian besar di antaranya merupakan tenaga kerja Indonesia. Jumlah ini pun dinilai masih jauh dari kondisi riil. Kemenlu memperkirakan jumlah riil WNI di luar negeri bisa 2-3 kali lipat lebih besar dari angka di atas karena secara faktual masih banyak WNI yang tidak menjalankan kewajiban lapor diri ke perwakilan tetap Indonesia di negara asing tempat mereka bermukim (Kemlu.go.id, 2014). Sebagai warga negara, para perantau Indonesia itu juga memiliki hak yang sama dengan WNI yang berada di dalam negeri untuk mendapatkan pelayanan dalam menyalurkan partisipasi politiknya melalui pemilu legislatif maupun pemilu presiden. Oleh karena itu, INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
87
kendati biaya yang harus dikeluarkan untuk memfasilitasi hak pilih per orang di luar negeri jauh lebih besar ketimbang di dalam negeri, negara tetap berkewajiban memenuhinya. Tambahan pula, bagi WNI di luar negeri, hak politik untuk memilih dalam pesta demokrasi tingkat nasional di Indonesia tidak hanya berfungsi sebagai hak, tetapi juga bisa bermakna sebagai sarana pengikat relasi “kesetiaan” mereka dengan Tanah Air. Ini karena menggunakan hak pilih menjadi salah satu wujud keterlibatan kewargaan (civic engagement) individu. Di sisi lain, penyelenggaraan pemilu di luar negeri juga berhadapan dengan problem kronis yang selalu berulang dari satu penyelenggaraan pemilu ke penyelenggaraan pemilu yang lain, yakni jurang kesenjangan antara tingkat partisipasi pemilih di luar negeri dan partisipasi pemilih di dalam negeri yang luar biasa lebar. Partisipasi pemilih di luar negeri jauh lebih rendah dibandingkan tingkat partisipasi pemilih di dalam negeri. Sebagai contoh, pada Pemilu Legislatif 2009, partisipasi pemilih di dalam negeri mencapai 71 persen, sedangkan tingkat partisipasi pemilih di luar negeri hanya 22,30 persen. Selisih persentase partisipasi itu terlalu mencolok. Berbagai cara sudah dilakukan untuk memfasilitasi pemilih di luar negeri agar bisa lebih mudah memanfaatkan hak pilih mereka. Selain melalui cara mendatangi tempat pemungutan suara di luar negeri pada hari pemilihan, mereka juga memiliki opsi lainnya, misalnya pemilihan melalui pos maupun kotak taruh (dropbox). Pada Pemilu Legislatif 2014, KPU membuat terobosan dengan memutuskan penerapan pemilihan awal atau early voting. Melalui terobosan itu, pemilihan di luar negeri bisa diselenggarakan lebih awal dari pemilihan di dalam negeri. Alhasil, hari pemilihan bisa disesuaikan dengan “kultur” atau waktu libur lokal masing-masing negara agar memudahkan pemilih untuk datang ke tempat pemungutan suara. Kebijakan yang sama kemudian juga diambil untuk Pemilu Presiden-Wakil Presiden 2014.
88
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
1. Pemilu Eksternal Sejak Tahun 1955 Pemberian hak pilih bagi WNI yang bermukim di luar negeri bukan hal yang baru dalam sejarah demokrasi Indonesia. Negara sudah memfasilitasi hak ini sejak pemilu pertama kali diselenggarakan di Indonesia pada tahun 1955. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1953 tentang Pemilihan Anggota Konstituante dan Anggota Perwakilan Rakjat menyebutkan bahwa pendaftaran pemilih di luar negeri dilakukan oleh kantor perwakilan RI. Selain itu, pada Pasal 30 ayat 4 Undang-Undang itu juga disebutkan bahwa “penduduk warganegara Indonesia jang berada di luar negeri dianggap penduduk daerah-pemilihan, di mana berdiri gedung Kementerian Luar Negeri”. Norma hukum ini pula yang menjelaskan mengapa hingga Pemilu Legislatif 2014, suara WNI dari 130 perwakilan RI di seluruh dunia dimasukkan ke daerah pemilihan DKI Jakarta II yang mencakup Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan. Pasalnya, kantor Kementerian Luar Negeri RI terletak di Jalan Pejambon, Jakarta Pusat. Pada pemilu di masa Orde Baru, WNI di luar negeri juga mendapatkan hak yang sama. Setelah reformasi dan kemudian pemilu presiden digelar secara langsung untuk pertama kalinya pada tahun 2004, WNI di luar negeri juga mendapat hak yang sama. Hanya pada pemilihan Dewan Perwakilan Daerah, serta pemilihan tingkat subnasional baik di provinsi maupun di kabupaten atau kota, WNI di luar negeri tidak punya hak suara. Dibandingkan negara-negara lain di dunia, Indonesia terbilang negara yang cukup menghormati hak pilih warga negaranya di luar negeri karena memberi hak pilih pada pemilu legislatif dan pemilu presiden. Di banyak negara, warga negara yang tinggal di luar negeri hanya mendapat hak suara untuk salah satu dari dua pemilihan itu. Namun, tentu saja, ada pula sejumlah negara –kendati tidak terlalu banyak – yang memberi hak suara bagi pemilih di luar negeri lebih lengkap dari Indonesia, sebagaimana terlihat dari tabel berikut:
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
89
Tabel 6.1 Tipe-tipe Pemilihan Eksternal TIPE PEMILIHAN
JUMLAH
NEGARA
31
Angola, Australia, Azerbaijan, Bangladesh, Belgia, Botswana, Republik Ceko, Fiji, Jerman, Gibraltar, Yunani, Guernsey, Guninea-Bissau, Guyana, India, Irak, Jepang, Jersey, Laos, Lesotho, Luksemburg, Kepulauan Marshall, Nauru, Belanda, Oman, Kepulauan Pitcairn, Afrika Selatan, Thailand, Turki, Inggris, Zimbabwe.
14
Afghanistan, Benin, Brazil, Republik Afrika Tengah, Chad, Cote d’Ivoire, Republik Dominikan, Ekuador, Honduras, Meksiko, Panama, Tunisia, Venezuela (untuk pemakzulan saja).
Pemilihan legislatif dan pemilihan presiden
20
Argentina, Bulgaria, Cape Verde, Kroasia, Djibouti, Guinea Ekuatorial, Georgia, Ghana, Guinea, Indonesia, Israel, Mozambik, Namibia, Nikaragua, Filipina, Rumania, Sao Tome dan Principe, Senegal, Singapura, dan Syria.
Pemilihan legislatif, pemilihan presiden, dan referendum
11
Austria, Kolombia, Moldova, Peru, Polandia, Portugal, Rwanda, Slovenia, Tajikistan, Ukraina, dan Uzbekistan.
Pemilihan legislatif saja
Pemilihan presiden saja
Pemilihan legislatif, pemilihan presiden, pemilihan subnasional, dan referendum
6
Pemilihan legislatif dan referendum
7
Kanada, Kepulauan Cook, Estonia, Hongaria, Italia, Latvia, Swedia.
Pemilihan presiden dan referendum
7
Perancis, Gabon, Kyrgystan, Mali, Niger, dan Yaman.
90
Aljazair, Belarus, Irlandia, Rusia, Togo, Amerika Serikat.
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
Kombinasi-kombinasi lain
19
Bosnia dan Herzegovina, Denmark, Kepulauan Falkland, Islandia, Iran, Isle of Man, Kazakhstan, Liechtenstein, Malaysia, Maurutius, Mikronesia, Selandia Baru, Norwegia, Palau, Spanyol, Sudan, Swiss, dan Vanuatu.
Referendum saja
0
-
Total
115
Sumber: International IDEA (2007) dikutip dari edisi bahasa Indonesia Memberikan Suara dari Luar Negeri (2016).
Dalam memfasilitasi WNI di luar negeri menggunakan hak pilih, berbagai cara dilakukan KPU bekerjasama dengan Kemenlu. Cara yang paling kovensional ialah dengan membuka tempat pemungutan suara luar negeri di kantor-kantor perwakilan RI di luar negeri. Belakangan, muncul pula inisiatif untuk memfasilitasi pemberian hak suara melalui pos dan kotak taruh (dropbox). Prosedurnya, para pemilih yang sudah didata oleh Panitia Pemilihan Luar Negeri kemudian dikirimi surat yang sudah dilengkapi dengan perangko balasan, berisi opsi pemilihan; INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
91
datang sendiri ke TPSLN di hari pemungutan suara, memilih via pos, atau dropbox. Khusus untuk opsi dropbox, hal ini sengaja didesain untuk para pemilih di kantong-kantong WNI di luar negeri yang tinggal jauh dari lokasi kantor perwakilan RI. Dari data itu, PPLN kemudian memfasilitasi pemilih sesuai dengan opsi yang sudah mereka tentukan.
2. Menginisiasi Pemilihan Awal Pemilihan awal (early voting) sudah cukup lama diterapkan di sejumlah negara di dunia. Namun, di Indonesia praktik ini baru mulai diterapkan pada Pemilu Legislatif 2014. KPU mengambil inisiatif untuk menerapkan hal ini guna lebih memudahkan pemilih di luar negeri berpartisipasi dalam pesta demokrasi nasional Indonesia. Peluang ini terbuka setelah pengesahan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pasal 4 (3) UU 8/2012 menyebutkan “pemungutan suara dilaksanakan pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional”. Sementara Pasal 4 (4) berbunyi “pemungutan suara di luar negeri dapat dilaksanakan bersamaan atau sebelum pemungutan suara pada hari sebagaimana dimaksud pada ayat (3)”. Pasal 4 ayat (4) ini merupakan langkah maju dalam kerangka memfasilitasi hak pemilih di luar negeri. Hal tersebut belum ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang menjadi landasan hukum penyelenggaraan Pemilu Legislatif 2009. Namun, peluang aturan itu tidak akan bertransformasi menjadi praktik nyata jika KPU tidak memutuskan memanfaat peluang tersebut. Kata “dapat” yang dicetak tebal dalam kutipan Pasal 4 ayat (4) itu bermakna sebenarnya KPU boleh menetapkan pemungutan suara awal, tetapi juga boleh tidak melakukannya. Dengan kata lain, lahirnya pemilu awal Indonesia di luar negeri merupakan keputusan politik KPU untuk lebih memudahkan warganegara menggunakan hak pilih.
92
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
Dengan penerapan pemilu awal, hari pemungutan suara di luar negeri bisa disesuaikan dengan hari libur di masing-masing negara. Adapun, Pemilu Legislatif 2014 diselenggarakan di Tanah Air pada Rabu, 9 April 2014. Di Indonesia, hari itu ditetapkan Presiden sebagai hari libur nasional, tetapi hal ini tidak berlaku di luar negeri. Akan sulit bagi warga Indonesia untuk meluangkan waktu menggunakan hak pilih jika hari pemilihan berlangsung pada hari kerja di negara tempat mereka berdomisili. KPU melalui Peraturan KPU Nomor 28 Tahun 2013 tentang Pemungutan dan Rekapitulasi Suara bagi Warga Negara RI di Luar Negeri dalam Pemilihan Umum Anggota DPR Tahun 2014 memberi opsi penyelenggaraan pemungutan suara awal satu hari di antara rentang waktu 30 Maret hingga 6 April 2014. Penentuan hari dan tanggal pemilihan di luar negeri tersebut berdasarkan masukan dari Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) dari tiap-tiap negara. KPU kemudian menetapkan hari-hari pemilihan di luar negeri melalui Surat Keputusan KPU Nomor 238/Kpts/KPU Tahun 2014 tentang Hari dan Tanggal Pemungutan Suara untuk Pemilihan Umum Anggota DPR Tahun 2014 di 130 PPLN. Sebanyak 6 kota di luar negeri menggelar pemilu pada 30 Maret yang jatuh pada hari Minggu, 2 kota (31 Maret, Senin), 2 kota (3 April, Kamis), 14 kota (4 April, Jumat), 59 kota (5 April, Sabtu), dan 47 kota (6 April, Minggu). Pemilihan berlangsung dari pukul 08.00 hingga 18.00. Dengan begitu, mayoritas PPLN mengusulkan akhir pekan, yakni hari Sabtu dan Minggu sebagai waktu pemungutan suara awal. Persebaran hari dan tanggal pemilihan awal itu bisa dilihat pada tabel berikut:
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
93
Tabel 6.2 Persebaran Hari Pemilihan Awal Pemilu Legislatif di Luar Negeri TANGGAL
KOTA
Minggu, 30 Maret
Beijing, Brasillia, Hongkong, Kopenhagen, Santiago, Shanghai
Senin, 31 Maret
Kabul, Quito
Kamis, 3 April
Damaskus, Havana
Jumat, 4 April
Abu Dhabi, Algiers, Amman, Dhaka, Doha, Dubai, Khartoum, Kuwait, Kiev, Maputo, Moskwa, Muskat, Sana'a, Teheran
Sabtu, 5 April
Antananarivo, Baghdad, Bangkok, Beograd, Berlin, Bern, Bogota, Bratislava, Brussels, Bucharest, Buenos Aires, Canberra, Caracas, Chicago, Kolombo, Lima, London, Dakar, Darwin, Davao City, Den Haag, Dili, Frankfurt, Hamburg, Helsinki, Houston, JedWdah, Kairo, Los Angeles, Manama, Melbourne, Mumbai, Nairobi, New York, Oslo, Ottawa, Panama City, Paramaribo, Praha, Rabat, Riyadh, San Francisco, Sarajevo, Sofia, Songkhla, Stockholm, Suva, Sydney, Tashkent, Toronto, Tripoli, Vancouver, Vanimo, Vientiane, Warsawa, Washington DC, Vienna, Windhoek, Zagreb.
Minggu, 6 April
Abuha, Addis Ababa, Ankara, Astana, Athena, Baku, Beirut, BS Begawan, Budapest, Cape Town, Dar Es Salaam, Guangzhou, Hanoi, Harare, Ho Chi Minh, Islamabad, Istanbul, Johor Bahru, Karachi, Kota Kinabalu, Kuala Lumpur, Kuching, Lisabon, Madrid, Manila, Marseille, Mexico City, New Delhi, Noumea, Osaka, Paris, Penang, Perth, Phnom Penh, Port Moresby, Pretoria, Pyongyang, Roma, Seoul, Singapura, Taiwan, Tawau, Tokyo, Tunis, Vatikan, Wellington, Yangon.
Sumber: Surat Keputusan KPU Nomor 238/Kpts/KPU Tahun 2014 Bagi KPU, keputusan untuk mengimplementasikan pemilihan awal di luar negeri merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan partisipasi pemilih. Penyelenggara pemilu di masing-masing negara tempat WNI bermukim bisa menyesuaikan diri dengan karakteristik setempat. PPLN di negara-negara di jazirah Arab, memilih Jumat karena hari itu merupakan hari libur di negara tersebut. Sementara di kota lain di Asia Timur, seperti di Hongkong, hari pemilihan dilaksanakan pada 30 Maret karena ada informasi dari otoritas setempat bahwa pada awal April akan terjadi badai di kawasan tersebut akibat cuaca ekstrem.
94
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
Pemilihan awal memang menjadi salah satu rekomendasi dari peneliti kepemiluan untuk meningkatkan partisipasi pemilih karena hal itu memberikan fleksibilitas. Kendati pemungutan suara dilakukan lebih awal dari hari pe mungutan suara di Tanah Air pada 9 April, kertas suara pemilih di luar negeri itu baru dihitung pada 9 April. Dengan begitu, tidak ada surat suara yang dihitung sebelum pelaksanaan pemungutan suara di dalam negeri usai terselenggara. Selama masa tunggu tersebut, kotak suara yang tersegel disimpan di kantor perwakilan RI di masing-masing negara. Pada saat pelaksanaan pemilihan awal itu, daftar pemilih tetap luar negeri mencapai 2.025.005 orang. Para pemilih ini merupakan bagian dari total 187.852.992 pemilih dalam dan luar negeri pada Pemilu Legislatif 2014. Setelah menyelenggarakan pemilihan awal pada Pemilu Legislatif 2014, KPU kembali membuat keputusan untuk menerapkan kebijakan yang sama pada Pemilu Presiden-Wakil Presiden 2014. Langkah KPU ini terbilang membuat terobosan hukum demi mempertahankan praktik baik yang sudah diterapkan. Hal ini disebabkan, pada Pemilu Presiden-Wakil Presiden 2014, landasan hukum yang digunakan masih sama dengan Pemilu Presiden-Wakil Presiden 2009, yakni UndangUndang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Pasal 3 ayat (3) UU 42/2008 menyebutkan bahwa “Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak pada hari libur atau hari yang diliburkan”. Sementara Pasal 3 ayat (4) berbunyi “Hari, tanggal, dan waktu pemungutan suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden ditetapkan dengan keputusan KPU”. KPU kemudian menetapkan pemungutan suara di luar negeri berlangsung dalam kurun waktu 4 Juli sampai 6 Juli 2014. Penetapan itu tertuang dalam Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2014 tentang Pemungutan, Penghitungan, dan Rekapitulasi Suara bagi Warga Negara RI di Luar Negeri dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 yang diubah melalui PKPU Nomor 30 Tahun 2014. Selain melalui Peraturan KPU yang spesifik mengatur masing-masing pemilu, pengaturan pemilu awal di luar negeri juga sudah tertuang dalam Nota Kesepahaman antara Ketua KPU dan Menteri Luar Negeri INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
95
RI Nomor 13/KB/KPU Tahun 2012, Nomor: 02/NK/XII/2012/01 tentang Penyelenggaraan Pemilu bagi WNI di Luar Negeri Tahun 2014 yang ditandatangani pada 6 Desember 2012. Pasal 6 dalam Nota Kesepahaman itu berbunyi “Penyelenggaraan pemilu di luar negeri dapat dilakukan lebih awal dari penyelenggaraan pemilu di dalam negeri”. Kendati masih menggunakan kata “dapat”, tetapi pengaturan ini menunjukkan sikap politik yang lebih condong pada pelaksanaan pemilu awal dibandingkan Pasal 4 ayat (4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu DPR, DPD, dan DPRD. Penentuan hari dan tanggal pelaksanaan Pemilu Presiden awal di 130 kantor perwakilan RI di seluruh dunia dilakukan dengan skema yang sama dengan Pemilu Legislatif 2014, yakni dengan meminta masukan dari PPLN. Alhasil, setelah menjalankan proses itu, KPU menetapkan Pemilu Presiden awal itu melalui Surat Keputusan KPU Nomor 462/ Kpts/KPU/Tahun 2014 tentang Hari dan Tanggal Pemungutan Suara untuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 di Luar Negeri pada 130 PPLN. Mayoritas pemilihan awal diselenggarakan pada Sabtu, 5 Juli (72 kota), diikuti Minggu, 6 Juli (40 kota), dan Jumat, 4 Juli (19 kota). Pembagian hari pemilihan awal itu bisa dilihat dalam tabel berikut ini:
96
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
Tabel 6.3 Persebaran Hari Pemilihan Awal Pemilu Presiden-Wakil Presiden di Luar Negeri
WAKTU
KOTA
Jumat, 4 Juli 2014
Abu Dhabi, Adis Ababa, Alger, Amman, Dhaka, Doha, Dubai, Havana, Jeddah, Karthoum, Kuwait, Kyiv, Manama, Maputo, Moskow, Muscat, Riyadh (Jumat pukul 16.00 WS – Sabtu, 03.00 WS), Sana’a, Teheran.
Sabtu, 5 Juli 2014
Lagos (Abuja), Ankara, Antananarivo, Astana, Baghdad, Baku, Bangkok, Beograd, Berlin, Bern, Bogota, Bratislava, Brussel, Bucharest, Budapest, Buenos Aires, Canbera, Cape Town, Caracas, Colombo, Dakar, Darwin, Davao City, Den Haag, Dili, Frankfurt, Hamburg, Helsinki, Houston, Istanbul, Johor Bahru, Kaboul, Kairo, Karachi, Kopenhagen, Kuala Lumpur, Lima, London, Los Angeles, Melbourne, Mumbai, Nairobi, New Delhi, New York, Oslo, Ottawa, Panama City, Paramaribo, Praha, Pretoria, Rabat, San Fransisco, Santiago, Sarajevo, Sofia, Songkhla, Stockholm, Suva, Sydney, Tashkent, Toronto, Tripoli, Tunis, Vancouver, Vanimo, Vientianne, Warsawa, Washington DC, Wellington, Wina, Windhoek, Zagreb.
Minggu, 6 Juli 2014
Abuja, Athena, Beijing, Beirut, Brazilia, BS Begawan, Chicago, Damascus, Dar Es Salam, Guangzhou, Hanoi, Harare, Ho Chi Minh, Hongkong, Islamabad, Kota Kinabalu, Kuching, Lisabon, Madrid, Manila, Marseille, Mexico City, Noumea, Osaka, Paris, Penang, Perth, Phnom Penh, Port Moresby, Pyong Yang, Quito, Roma, Seoul, Shanghai, Singapura, Taiwan, Tawau, Tokyo, Vatikan, Yangoon.
Sumber: SK KPU Nomor 462/Kpts/KPU/Tahun 2014 Pelaksanaan pemilihan awal pada Pemilu Presiden-Wakil Presiden 2014 relatif serupa dengan pemilihan awal pada Pemilu Legislatif 2014. Kendati pemilihan di luar negeri berlangsung 4-6 Juli 2014, tetapi penghitungan suara di TPSLN tetap bersamaan dengan hari pemungutan suara di dalam negeri, yakni pada Rabu, 9 Juli 2014. Waktu pemilihan di luar negeri juga tetap sama dengan Pemilu Legislatif, yakni 08.00-18.00.
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
97
Sementara penghitungan surat suara yang dikirimkan melalui pos dan dropbox dilakukan kemudian, masih dalam rentang tahapan Pemilu Presiden. Jumlah pemilih di luar negeri pada Pemilu Presiden-Wakil Presiden lebih besar ketimbang Pemilu Legislatif 2014, yakni menjadi 2.038.711 orang, bagian dari 190.307.134 pemilih yang masuk dalam daftar pemilih tetap Pemilu Presiden-Wakil Presiden 2014.
3. Menerima Masukan Publik Sebagai sebuah inovasi dalam memfasilitasi pemilih di luar negeri, pemilihan awal pada Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden-Wakil Presiden yang baru diterapkan tahun 2014 sudah tentu belum mampu memuaskan keinginan semua pemangku kepentingan. KPU menerima cukup banyak masukan dari publik, terutama terkait dengan belum signifikannya perbaikan partisipasi pemilih di luar negeri pasca penerapan pemilihan awal. Pada Pemilu Legislatif 2014, tingkat partisipasi pemilih di luar negeri hanya 22,92 persen, tidak jauh berbeda dari partisipasi pada Pemilu Legislatif 2009 yang hanya 22,30 persen. Namun, partisipasi pemilih di luar negeri menjadi sedikit lebih baik pada Pemilu Presiden 2014 yang berkisar 34,66 persen, walaupun persentase ini masih lebih kecil dibandingkan partisipasi pemilih di dalam negeri 71,31 persen. Capaian partisipasi pemilih di luar negeri untuk Pemilu Presiden 2014 naik sekitar 2 persen jika dibandingkan pada Pemilu Presiden 2009 yang sebesar 32,06 persen. Perbandingan data lebih detail disajikan pada tabel berikut:
98
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
Tabel 6.4 Perbandingan Partisipasi Pemilih Luar Negeri Pemilu Legislatif
TAHUN PEMILIHAN
DAFTAR PEMILIH TETAP
JUMLAH PENGGUNA HAK PILIH
PERSENTASE
2004
405.613
259.389
63,95%
2009
1.475.847
329.161
22,30%
2014
2.025.005
464.078
22,92%
Sumber: KPU
Jika dilihat dari persentase partisipasi pemilih pada tabel di atas, kenaikan persentase partisipasi pemilih tidak sampai 1 persen. Namun, patut pula dicermati bahwa jika dilihat dari sisi jumlah pemilih yang menggunakan hak suaranya, terjadi kenaikan cukup signifikan, yakni mencapai 134.917 pemilih. Jika dibandingkan secara langsung dengan jumlah pemilih yang menggunakan hak pilih pada 2009 yang tercatat 329.161 orang, kenaikannya mencapai 40,9 persen. Kondisi ini tidak terlepas dari jumlah pemilih dalam DPT Pemilu Legislatif 2014 yang melonjak tajam, naik 549.158 orang dari DPT Pemilu Legislatif 2009 sebesar 1.475.847 pemilih. Kondisi yang sama juga bisa dilihat dari perbandingan partisipasi pemilih di luar negeri pada Pemilu Presiden-Wakil Presiden 2009 dan Pemilu Presiden-Wakil Presiden 2014. Dari sisi perbandingan antara jumlah pemilih yang menggunakan hak pilih dengan DPT dalam tiap pemilihan presiden, kenaikan tingkat partisipasi pemilih di antara dua pemilu presiden itu tidak sampai tiga persen. Namun, dari sisi jumlah, kenaikannya hampir mencapai dua kali lipat dari 367.980 pemilih pada Pemilu Presiden-Wakil Presiden 2009 menjadi 706.591 pemilih pada Pemilu Presiden-Wakil Presiden 2014. Untuk informasi lebih detail bisa dilihat pada tabel berikut:
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
99
Tabel 6.5 Perbandingan Partisipasi Pemilih Luar Negeri Pemilu Presiden-Wakil Presiden TAHUN PEMILIHAN
DAFTAR PEMILIH TETAP
JUMLAH PENGGUNA HAK PILIH
PERSENTASE
2004 (putaran pertama)
455.912
260.199
57,07%
2004 (putaran kedua)
475.010
260.585
54,75%
2009
1.147.660
367.980
32,06%
2014
2.038.711
706.591
34,66%
Sumber: KPU Terlepas dari perbedaan tersebut, para pemangku kepentingan dalam Pemilu Legislatif 2014 memberikan beberapa catatan kritis terhadap penyelenggaraan pemilu di luar negeri. Persoalan yang terkait dengan pemilu awal antara lain disampaikan oleh Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah yang memantau pemungutan suara di Hongkong 30 Maret 2014. Ia memahami bahwa pemilihan awal merupakan upaya KPU untuk mengatasi rendahnya partisipasi pemilih dalam pemilu sebelumnya. Namun, ia juga mencatat bahwa antusiasme pemilih belum diikuti dengan manajemen pemilih yang efisien, terutama karena ada cukup banyak calon pemilih yang namanya belum masuk dalam daftar pemilih tetap luar negeri (Kompas, 01/04/2016). Badan Pengawas Pemilu memberi catatan bahwa di Hongkong ada penyelenggara yang tidak memberikan kesempatan kepada calon pemilih yang tidak tercantum dalam daftar pemilih tetap luar negeri untuk menggunakan hak pilih kendati sudah menunjukkan paspor atau keterangan domisili. Selain itu, Bawaslu juga menilai sosialisasi pemilu di luar negeri belum maksimal (Kompas, 02/04/2014). Masukan-masukan itu menjadi bahan refleksi berharga bagi KPU untuk memaksimalkan penyelenggaraan pemilu di luar negeri pada masa mendatang. Namun, selain kritik itu, juga muncul komentar
100
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
dari para pemilih di luar negeri yang merasa terbantu dengan adanya pemilihan awal di luar negeri. Ismail (53), WNI yang tinggal dan bekerja di Jeddah mengapresiasi penerapan pemilihan awal di Arab Saudi yang jatuh pada Sabtu, 5 April 2014. Pekerja yang sudah 24 tahun tinggal di Jeddah itu berpendapat penetapan hari pemilihan pada hari libur memudahkan warga untuk berpartisipasi dalam pemilu (Kompas, 29/12/2013). Tidak bisa dipungkiri bahwa partisipasi pemilih di luar negeri pada Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden-Wakil Presiden 2014 masih belum sesuai dengan harapan, yakni agar bisa mendekati partisipasi pemilih di dalam negeri. Namun, juga patut dicatat bahwa ada begitu banyak variabel yang bisa mempengaruhi seseorang untuk menggunakan atau tidak menggunakan hak pilihnya. Penerapan pemilihan awal yang memungkinkan hari pemilihan “menyesuaikan” dengan hari libur di masing-masing negara – sepanjang masih masuk dalam rentang waktu yang diperbolehkan-- merupakan upaya teknis untuk memudahkan pemilih. Selain itu, ada pula begitu banyak faktor lain yang bisa berdampak pada tingkat partisipasi pemilih. International IDEA mencatat beberapa persoalan terkait rendahnya partisipasi pemilih eksternal atau pemilihan di luar negeri di antaranya; faktor politik, administratif, kelembagaan, dan keuangan. Selain itu, ada pula kemungkinan rasa apatis pemilih terhadap proses politik di negara mereka karena merasa pemilihan itu tidak akan berdampak terhadap mereka (Fierro et. al., 2016). Sementara itu, spesifik terkait dengan kasus Indonesia, riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia terhadap Pemilu Legislatif 2014 menunjukkan setidaknya ada lima faktor yang menyebabkan rendahnya partisipasi pemilih di luar negeri. Pertama, pemilih tidak mengenal calon anggota legislatif, pemilih tidak mengetahui pemilu apa yang sedang berlangsung saat itu, keterbatasan waktu pemilihan, kesulitan mendapat izin dari majikan bagi pekerja rumah tangga, serta perusahaan yang mempekerjakan warga negara Indonesia tidak kooperatif (Tryatmoko, 2014). Jika ditelaah lebih jauh, tidak semua dari lima faktor itu berkaitan INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
101
langsung dengan aspek teknis penyelenggaraan pemilu. Tiga faktor yang awal disebutkan bisa menjadi bahan pertimbangan bagi evaluasi sosialisasi dan pengaturan teknis pemungutan suara. Namun, dua persoalan yang terakhir disebut berada di luar jangkauan langsung KPU. Kendati sebagian besar pemungutan suara awal luar negeri dilakukan di hari libur “umum” di masing-masing negara, tetapi ada jenis-jenis pekerjaan tertentu yang mengharuskan pekerja Indonesia tetap masuk. Guna mengatasi hal ini di masa mendatang tentu perlu ada pembicaraan di antara pejabat kantor perwakilan RI di luar negeri dengan otoritas setempat. Namun, jika memang tidak memungkinkan, pemilih sebenarnya juga masih memiliki dua opsi lain untuk menyalurkan suaranya, yakni dengan menggunakan pos atau kotak taruh (dropbox).
4. Mewacanakan Inovasi Baru KPU menilai penerapan pemilihan awal yang diimplementasikan pada Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden-Wakil Presiden 2014 merupakan inovasi yang membawa dampak positif terhadap penyelenggaraan pemilu di luar negeri. Oleh karena itu, seyogianya praktik ini bisa diterapkan pada pemilu yang akan datang, kendati tentu saja implementasinya masih tetap harus diperkuat melalui pembenahan aspek-aspek penunjang. Terdapat dua refleksi yang muncul dari praktik baik yang sudah menunjukkan kecenderungan positif ini. Pertama, mengenai kemungkinan praktik baik ini bisa diikuti dengan representasi yang lebih memadai bagi pemilih di luar negeri melalui daerah pemilihan khusus luar negeri. Kedua, mengenai kemungkinan menerapkan praktik pemilihan awal untuk pemilu di dalam negeri guna memfasilitasi pemilih yang mobilitasnya tinggi atau memiliki keterbatasan fisik. Refleksi pertama muncul sebagai wacana tidak hanya untuk semakin memancing pemilih di luar negeri menggunakan hak pilihnya, tetapi juga guna semakin memperkuat fungsi representasi dari pemilihan wakil rakyat. Gagasan agar membentuk daerah pemilihan khusus ini juga
102
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
sudah beberapa waktu terakhir didorong masyarakat sipil yang bergerak di bidang kepemiluan maupun pemangku kepentingan pemilu di luar negeri, seperti Diaspora Indonesia. Selama ini, suara dari pemilih di luar negeri diperhitungkan dalam Pemilu Anggota DPR daerah pemilihan DKI Jakarta II (Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan). Pertimbangannya lebih pada aspek administratif maupun historis, yakni berdasarkan pada lokasi kantor Kementerian Luar Negeri di Jakarta Pusat. Mohamad Al Arief, perwakilan Indonesia Diaspora Network menuturkan bahwa selama ini wakil-wakil rakyat di DPR yang mewakili WNI di luar negeri tidak memiliki keterikatan kuat dengan orang-orang yang mereka wakili. Kendati saat ini partisipasi pemilih lebih rendah dibandingkan partisipasi pemilih dalam negeri, ia mengutarakan optimisme bahwa WNI di luar negeri akan semakin tertarik untuk memilih jika ada dapil khusus luar negeri. Dapil khusus ini dianggap bisa mendekatkan interaksi wakil rakyat dan pihak yang diwakili (Beritasatu.com, 25/02/2013). Namun, tentu saja, kebijakan ini sangat tergantung pada pembuat undang-undang. Refleksi inovasi berikutnya yang juga penting untuk diwacanakan ialah semakin memudahkan pemilih di dalam negeri dengan menerapkan pemilihan awal di dalam negeri. Hal ini memungkinkan pemilih menggunakan hak suaranya lebih dahulu jika ia memiliki rencana untuk bepergian pada hari pemungutan suara serentak. Selain itu, orang-orang yang sakit atau memiliki kebutuhan khusus juga bisa memanfaatkan pemilihan awal ini. Swedia merupakan salah satu negara di Eropa Utara yang menerapkan sistem pemilihan awal untuk memudahkan pemilih menggunakan hak suaranya. Hal ini juga dinilai menjadi salah satu dari sekian banyak faktor yang membuat negara ini memiliki tingkat partisipasi pemilih sangat tinggi. Data International Institute for Democracy and Electoral Assistance (International IDEA), rata-rata partisipasi pemilu legislatif di Swedia dari tahun 1948-2010 di atas 80 persen. Tingkat partisipasi pemilih “terendah” tercatat pada tahun 1958 dengan pemilih yang menggunakan hak suara 77,42 persen. Padahal, di negara ini pemilih tidak wajib menggunakan hak suaranya. INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
103
Tidak sedikit dari jumlah pemilih itu yang memanfaatkan pemilihan awal yang digelar sekitar dua pekan sebelum hari pelaksanaan pemungutan suara. Pada Pemilu Legislatif 2010, setidaknya 39,4 persen dari sekitar 7 juta pemilih menggunakan hak suaranya pada pemilihan awal. Jumlah ini meningkat dari Pemilu Legislatif 2006 yang tercatat 31,8 persen (Thelocal.se, 27/08/2014). Lokasi pemilihan juga memanfaatkan pusat keramaian di ruang publik yang sudah ada, semisal sekolah, universitas, perpustakaan kota, museum, stasiun kereta api, toko-toko serba ada. Namun, lokasi pemilihan tidak boleh berada di wilayahwilayah yang memiliki afiliasi partai atau agama. Pemilihan awal di luar negeri yang diterapkan KPU pada Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden-Wakil Presiden 2014 sudah menunjukkan dampak positif terhadap peningkatan partisipasi pemilih. Tambahan pula, praktik pemilihan awal di dalam negeri berdasarkan contoh baik dari negara lain juga menunjukkan hal positif. Oleh karena itu, gagasan untuk menerapkan pemilihan pendahuluan di dalam negeri menjadi layak untuk diwacanakan di Indonesia. Tentu saja dengan mempertimbangkan dampak positif dan potensi dampak negatifnya, sekaligus antisipasi yang bisa dilakukan. ■
104
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
7 Teknologi Informasi dalam Penyelenggaraan Pemilu
A
bad ke-21 merupakan abad informasi dan teknologi, di mana manusia modern tidak bisa terlepas dari pengaruh informasi dan teknologi, bahkan tidak sedikit manusia yang memiliki ketergantungan terhadap dunia teknologi informasi. Kemajuan teknologi informasi seperti komputer, telepon, dan internet telah memberikan banyak manfaat kepada umat manusia, seperti mempermudah dan mempercepat kumunikasi dan pengiriman informasi. Kemajuan teknologi dan informasi menjadikan umat manusia lebih baik kualitas hidupnya. Perkembangan teknologi dan informasi telah dimanfaatkan manusia dalam banyak aspek kehidupan, mulai dari dunia kesehatan, pendidikan, komunikasi, ataupun hiburan. Perkembangan teknologi dan informasi juga telah dimanfaatkan dalam dunia politik, khususnya dalam proses penyelenggaraan pemilu. Dalam beberapa dekade terakhir, berbagai negara di dunia menerapkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam penyelenggaraan pemilu. Meski demikian, derajat penggunaan teknologi tersebut berbeda-beda dan bervariasi, mulai dari penggunaan teknologi yang sederhana seperti Microsoft Word dan Excel hingga teknologi canggih dan kompleks seperti penggunaan sistem manajemen INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
105
database, aplikasi berbasis internet, serta sistem optik dan informasi geospasial. Dalam proses penyelenggaraan pemilu di banyak negara, teknologi informasi dimanfaatkan dalam beberapa tahapan pemilu, misalnya dalam proses pendaftaran pemilih, penyusunan daerah pemilihan, pendidikan pemilih, sampai dengan penghitungan suara atau tabulasi penghitungan suara dari TPS sampai tingkat nasional. Jika teknologi informasi dimanfaatkan secara baik, proses penyelenggaraan pemilu akan lebih efisien, efektif, dan transparan. Selain mempunyai manfaat positif untuk penyelengggaraan pemilu, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi juga memiliki tantangan dan risiko yang besar terhadap proses penyelenggaraan pemilu. Kegagalan pemanfaatan teknologi dalam pemilu akan menyebabkan kredibilitas dan integritas proses dan hasil pemilu dipersoalkan. Apalagi jika penggunaan teknologi dan informasi tersebut digunakan pada tahapan yang sangat krusial, misalnya pemungutan suara, penghitungan suara, atau rekapitulasi hasil penghitungan suara. Beberapa negara yang diterpa masalah legitimasi hasil pemilu akibat penggunaan teknologi dan informasi dalam pemilu antara lain Jerman, Belanda, dan Amerika Serikat. Di Jerman dan di Belanda, penggunaan teknologi e-voting harus dihentikan karena alasan yang berbeda. Di Amerika Serikat, hasil pemilihan presiden tahun 2000 dan 2016 juga menjadi perdebatan masyarakat Amerika Serikat karena mesin e-voting yang digunakan pada pemungutan suara diindikasikan diretas (hacked) yang menguntungkan salah satu pasangan calon. Tantangan dan risiko dari pengunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam penyelenggaraan pemilu antara lain: 1. Teknologi rentan untuk dimanipulasi 2. Membutuhkan biaya yang mahal untuk investasi pertama 3. Membutuhkan kesiapan sumberdaya manusia (SDM) 4. Membutuhkan kesiapan infrastruktur (listrik, jaringan telepon, atau internet) 5. Membutuhkan kepercayaan publik 6. Ketergantungan pada vendor (penyedia teknologi)
106
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
Di Indonesia, teknologi informasi juga telah dimanfaatkan dalam penyelenggaraan pemilu sejak tahun 1999, khususnya untuk proses tabulasi atau rekapitulasi hasil penghitungan suara nasional. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi semakin intensif dimanfaatkan oleh KPU dalam penyelenggaraan pemilu di Indonesia sejak penyelenggaraan Pemilu 2004. Pada Pemilu 2014, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi menjadi kekuatan dan pembeda dibandingkan penyelenggaraan pemilu sebelumnya. Pimpinan KPU periode 2012-2017 meyakini bahwa teknologi informasi dan komunikasi dapat dioptimalkan dalam penyelenggaraan Pemilu 2014 maupun pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak tahun 2015 dan 2017. Optimalisasi pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi diyakini akan meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemilu. Jika kualitas penyelenggaraan pemilu dapat ditingkatkan, proses dan hasil pemilu akan lebih berintegritas. Dengan keyakinan tersebut, teknologi informasi dan komunikasi bukan saja diaplikasikan pada setiap tahapan penyelenggaraan pemilu, tetapi juga digunakan untuk kebutuhan pengelolaan organisasi, misalnya fungsi koordinasi dan komunikasi. Keyakinan KPU tersebut didasarkan pada alasan bahwa teknologi informasi dan komunikasi memiliki manfaat positif bagi penyelenggaraan pemilu, yaitu antara lain: 1. Dalam jangka panjang meningkatkan efisiensi anggaran 2. Meningkatkan efektivitas pencapaian tujuan 3. Meningkatkan transparansi proses dan hasil pemilu 4. Meningkatkan akurasi data 5. Meningkatkan kualitas pelayanan 6. Mendorong partisipasi masyarakat dalam pemilu 7. Mendorong terciptanya proses dan hasil pemilu yang berintegritas Dalam pemanfaatan teknologi dan informasi dalam pemilu, KPU memperhatikan saran dari Administration and Cost of Elections (ACE) Project (KPU 2016; hal 6) untuk mengikuti beberapa prinsip yang telah diidentifikasi oleh beberapa lembaga internasional. Prinsip-prinsip tersebut dapat membantu lembaga penyelenggara pemilu menciptakan INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
107
dan menjaga kepercayaan publik terhadap proses pemilu. Tantangan yang besar dalam pemanfaatan teknologi informasi dalam pemilu adalah tersedianya kepercayaan publik kepada lembaga penyelenggara pemilu dan teknologi yang akan diterapkan. Prinsip-prinsip tersebut antara lain: 1. Penilaian yang menyeluruh (holistic) terhadap teknologi 2. Mempertimbangkan dampak dari penerapan teknologi 3. Menjaga transparansi dan etika 4. Memastikan keamanan (security) teknologi yang akan diterapkan 5. Memastikan akurasi data yang dihasilkan oleh teknologi 6. Memastikan prinsip kerahasiaan 7. Memastikan inklusivitas 8. Efektivitas biaya 9. Efisiensi teknologi 10. Keberlanjutan teknologi 11. Fleksibilitas teknologi 12. Mudah digunakan dan dipercaya Publik mencatat bahwa salah satu faktor utama keberhasilan KPU Periode 2012-2017 dalam penyelenggaraan Pemilu 2014, Pilkada Serentak 2015, dan Pilkada Serentak 2017 adalah inovasi KPU dalam memanfaatkan teknologi informasi dalam pemilu. Manfaat yang paling dirasakan dari pemanfaatan teknologi informasi ini antara lain terciptanya transparansi data pemilu, meningkatnya partisipasi publik untuk mengontrol proses penyelenggaraan di setiap tahapan, dan meningkatnya tingkat kepercayaan masyarakat kepada KPU dan hasil pemilu. Seluruh data pemilu, mulai dari regulasi pemilu, data pemilih, data partai politik, data calon, dana kampanye, sampai dengan hasil pemilu, mudah didapatkan oleh masyarakat di website KPU. Kemudahan akses data ini mendorong masyarakat mengawasi dan mengawal proses pemilu yang berjalan dengan baik dan demokratis.
108
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
1. Sistem Informasi Partai Politik Ujian pertama yang dihadapi KPU dalam menyelenggarakan Pemilu 2014 adalah melaksanakan tahapan pendaftaran dan verifikasi partai politik peserta pemilu secara sukses dan lancar. Tahapan ini berjalan secara sukses apabila dalam proses pendaftaran dan verifikasi partai politik peserta pemilu tersebut KPU menjalankan proses secara transparan, mandiri, akurat, profesional, dan adil terhadap semua calon peserta pemilu. Dengan demikian, hasil dari verifikasi ini dapat dipertanggungjawabkan secara baik kepada partai politik dan masyarakat luas. Untuk mencapai tujuan tersebut KPU memanfaatkan sebuah aplikasi yang disebut Sistem Informasi Partai Politik. SIPOL merupakan sebuah aplikasi yang bertujuan membantu KPU dalam melakukan verifikasi partai politik calon peserta pemilu. SIPOL dikembangkan oleh KPU untuk membantu partai politik calon peserta pemilu saat mengisi data pengurus partai politik di setiap tingkatan dan anggota partai politik yang menjadi persyaratan sebagai peserta Pemilu Legislatif 2014. Dengan penggunaan SIPOL, diharapkan format data kepengurusan dan anggota semua partai politik bisa seragam. Format data yang berbeda-beda akan lebih menyulitkan verifikasi partai politik calon peserta pemilu. Dalam rangka membangun aplikasi SIPOL, KPU menjajaki kerjasama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan beberapa lembaga lainnya. Pada awal bulan Juni 2012, KPU dan BPPT menjajaki kemungkinan kerjasama ini. Beberapa pertemuan berupa workshop dan diskusi kelompok terarah (focus group discussion/ FGD) dilakukan oleh KPU dan BPPT untuk merumuskan aplikasi ini. Namun karena keterbatasan waktu yang tersedia untuk menyiapkan aplikasi ini, kerjasama KPU dengan BPPT urung dilaksanakan. KPU kemudian bekerja sama dengan Prakarsa Pendaftaran KPU yang tengah mematangkan aplikasi SIDALIH. Dengan keterbatasan waktu yang tersedia, para programmer Prakarsa KPU dengan supervisi anggota KPU menyusun aplikasi SIPOL. KPU menyediakan dua macam cara bagi partai politik untuk mengisi
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
109
data kepengurusan dan anggota, yaitu secara on line melalui portal yang telah disediakan dan secara off line dengan menggunakan format excel yang telah disiapkan oleh KPU. Untuk memudahkan partai politik dalam mengisi kedua macam data tersebut, KPU telah beberapa kali melakukan sosialisasi SIPOL kepada partai politik dan menyediakan layanan help desk yang bisa diakses melalui tatap muka, e-mail, telepon maupun pesan singkat yang siap membantu partai politik untuk mengisi data tersebut. Untuk pengisian data partai politik, hanya petugas dari masing-masing partai politik yang bisa mengisi. Setiap petugas partai politik dibuatkan user name dan password untuk bisa mengakses aplikasi ini. Desain SIPOL selain ditujukan untuk memberikan pelayanan kepada partai politik untuk mengisi data kepengurusan dan anggota dan membantu KPU melakukan verifikasi administrasi dan faktual; juga ditujukan untuk mendorong akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi masyarakat dalam mengontrol kerja KPU dalam melakukan proses verifikasi partai politik peserta pemilu. Setelah KPU mengumumkan hasil verifikasi administrasi, SIPOL menampilkan data-data kepengurusan setiap partai politik pada semua tingkatan (nasional, provinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan) dan data anggota semua partai politik di masing-masing kabupaten/kota beserta jumlah penduduknya. Masyarakat luas dapat mengakses data tersebut di portal KPU dan semua orang yang memiliki akses internet bisa mendapatkan informasi kinerja KPU dalam melaksanakan verifikasi administrasi persyaratan peserta pemilu. Hal ini merupakan bentuk pertanggungjawaban kinerja KPU kepada publik, termasuk kepada partai politik dalam proses verifikasi administrasi, selain juga sebagai sarana pertanggungjawaban atas kinerja KPU. SIPOL juga bertujuan untuk meningkatkan transparansi dan partisipasi masyarakat dalam proses verifikasi administrasi maupun faktual partai politik calon peserta pemilu. Dengan SIPOL, masyarakat dengan mudah bisa melihat dan menilai partai politik yang memenuhi persyaratan administrasi sebagai peserta pemilu atau tidak. Selain itu, masyarakat diharapkan mengontrol kinerja KPU dalam melaksanakan verifikasi
110
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
administrasi dan faktual. Masyarakat juga diharapkan berpartisipasi aktif dalam proses verifikasi ini dengan cara menyampaikan informasi terkait kebenaran dan akurasi data yang diserahkan partai politik, misalnya kepengurusan ganda serta alamat ataupun anggota fiktif. Publik dapat melaporkan ketidakbenaran data tersebut kepada KPU maupun Bawaslu pada setiap tingkatan. Akan tetapi, aplikasi SIPOL ini tidak berjalan dengan optimal. Beberapa partai politik menolak memasukkan data partai politik yang akan diverifikasi lewat sistem ini. Beberapa alasan di antaranya adalah KPU dianggap membuat norma baru dengan mensyaratkan partai politik menggunakan SIPOL untuk proses verifikasi dan adanya kecurigaan yang tidak mendasar bahwa lembaga asing telah mengintervensi KPU dan akan memanfaatkan data partai politik di Indonesia untuk kepentingan asing. Gambar Single Log In untuk Petugas Parpol di SIPOL
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
111
Gambar Aplikasi SIPOL untuk Publik
2.
Sistem Informasi Data Pemilih
Sistem Informasi Data Pemilih, dikenal dengan SIDALIH, adalah sebuah aplikasi yang digunakan oleh KPU untuk menyusun dan memutakhirkan daftar pemilih untuk kebutuhan penyelenggaraan pemilu di Indonesia. Aplikasi SIDALIH ini mulai dikembangkan oleh KPU pada tahun 2011 pada saat kepemimpinan KPU Periode 2007-2012. Aplikasi SIDALIH ini dikembangkan untuk menjawab permasalahan daftar pemilih pada Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2009 yang menjadi sorotan publik. Kondisi pasca-Pemilu 2009 adalah KPU tidak memiliki basis data yang terpusat. KPU menggunakan lebih dari 80.000 berkas spreadsheet yang dijalankan dengan menggunakan aplikasi yang tidak memiliki kemampuan integrasi dengan basis data yang terpusat (Prakarsa Pendaftaran KPU; 2012). Situasi ini menjadikan proses kegiatan penyusunan dan pemutakhiran daftar pemilih sulit untuk dikelola dan dikontrol. Pendekatan baru yang akan digunakan adalah membuat basis data secara terpusat dan membangun aplikasi yang memiliki kemampuan integrasi dengan basis data tersebut. Masalah utama dari kondisi yang ada saat itu adalah tidak adanya basis
112
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
data tunggal. Masing masing KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota memiliki basis data yang berbeda. Format dan teknologi yang dipakai oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota juga bermacam-macam. Tidak ada sebuah sistem informasi yang mampu mengintegrasikan format data dan teknologi yang digunakan oleh masing-masing daerah. Hal ini membuat KPU mengalami kesulitan untuk mengintegrasikan seluruh data pemilih di Indonesia dan melakukan analisis data dalam skala nasional. Untuk mengumpulkan semua basis data tersebut menjadi satu juga bukan perkara mudah karena format yang dipakai tidak seragam. Masalah lainnya adalah aplikasi yang digunakan untuk mengolah basis data pada waktu itu (DP Tools) tidak memiliki kemampuan berterintegrasi dengan aplikasi yang sama di tempat lain sehingga data yang diolah berisiko mengalami duplikasi dan tidak dirancang untuk dapat berkoordinasi dengan basis data tunggal. Kondisi ini menyebabkan perubahan yang terjadi pada tingkat pemutakhiran tidak dapat diketahui dan dipantau dengan cepat oleh para pemangku kepentingan yang berada di lokasi yang berbeda. Tujuan utama dari aplikasi SIDALIH ini adalah untuk membuat daftar pemilih yang akurat, komprehensif, dan terkini (up-to-date). SIDALIH dikembangkan dengan proses yang cukup panjang dengan melibatkan banyak pihak. Beberapa pihak yang terlibat dalam pengembangan sistem ini antara lain KPU, BPPT, Kementerian Dalam Negeri, perwakilan LSM, perwakilan perguruan tinggi, dan perwakilan KPU Provinsi. Perwakilan dari setiap lembaga ini masuk dalam steering committee (SC) Prakarsa Pendaftaran Pemilih KPU. Steering committee diketuai oleh anggota KPU yang membidangi daftar pemilih dibantu dua anggota KPU lainnya sebagai wakil ketua. Selain itu, tim steering committee dibantu oleh sebuah organizing committee (OC) yang terdiri atas para ahli di bidang pendaftaran pemilih dan bidang informasi dan teknologi. Beberapa kegiatan yang dilakukan Prakarsa Pendaftaran Pemilih KPU dalam mengembangkan sistem penyusunan daftar pemilih pada saat itu antara lain melakukan kajian terhadap peraturan perundang-undangan, INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
113
melakukan kajian terhadap sistem pendaftaran pemilih di negara-negara sahabat, melakukan FGD (Focus Group Discussion) di beberapa wilayah di Indonesia, melakukan seminar publik, dan menyelenggarakan uji coba terhadap sistem ini di tiga wilayah (Kabupaten Karimun - Kepulauan Riau, Kota Tangerang Selatan – Banten, dan Kabupaten Tabanan - Bali). Setelah komisioner KPU Periode 2012-2017 dilantik pada bulan April 2012, KPU Periode 2007-2012 menyerahkan hasil kerja Tim Prakarsa Pendaftaran KPU berupa rekomendasi sistem pemutakhiran daftar pemilih dan aplikasi SIDALIH kepada pimpinan KPU yang baru. Pimpinan KPU yang baru menyambut baik inisiatif yang telah dilakukan oleh KPU periode sebelumnya dan berkomitmen untuk mempelajari dan mengimplementasikan dalam Pemilu 2014. SIDALIH dikembangkan untuk digunakan oleh petugas PPS, PPK, sampai dengan KPU untuk melakukan pemutakhiran data pemilih, yaitu melakukan fungsi CRUDE (create, read, update and delete). Aplikasi ini akan sangat membantu PPS dalam mengalokasikan pemilih ke dalam TPS. PPS tidak lagi perlu menggunting data pemilih dan mengelompokkan ke TPS secara manual, tetapi KPU Kabupaten/Kota dan/atau PPS hanya cukup menjalankan manual aplikasi IT yang telah disiapkan. Aplikasi IT ini juga dirancang untuk membantu PPS dalam menyusun TPS secara komputerisasi. Aplikasi SIDALIH selain memiliki fungsi penyusunan dan pemutakhiran (CRUDE), juga memiliki fungsi untuk mempublikasikan daftar pemilih secara on line di laman KPU. Yang tidak kalah penting adalah SIDALIH memiliki fitur monitoring. Fitur ini sangat membantu KPU dalam memantau proses penyusunan daftar pemilih, memberikan informasi hasil analisa daftar pemilih secara nasional yang berupa data potensi ganda, data pemilih yang belum lengkap elemen datanya, dan/ atau elemen data yang belum valid.
114
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
Gambar Fitur Monitoring Daftar Pemilih
SIDALIH adalah sebuah aplikasi terpusat yang berbasis internet (web). Setiap KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota memiliki portal masing-masing. Data pemilih yang akan diolah oleh KPU di masingmasing wilayah terpusat di server KPU. Setiap satuan kerja KPU hanya bisa mengakses data di wilayah kerjanya masing-masing, tidak diberikan akses untuk melakukan perubahan di luar wilayah kerjanya. Operator SIDALIH di setiap satuan kerja KPU jumlahnya berbeda-beda, tergantung dengan ketersediaan sumberdaya manusia dan jumlah data pemilih. Namun demikian, KPU menetapkan jumlah operator SIDALIH sekurang-kurangnya 2 (dua) orang di setiap satuan kerja di provinsi atau kabupaten/kota. Namun demikian, operator SIDALIH dapat diperluas atau diperbanyak dengan melibatkan anggota PPK jika jaringan internet di wilayah kerja KPU Kabupaten/Kota menjangkau sampai tingkat kecamatan. Setiap operator SIDALIH memiliki akun dan kata kunci yang sifatnya rahasia.
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
115
Gambar 4. Log-In Operator Sidalih
Gambar Publikasi Daftar Pemilih On Line
Pengolahan data pemilih tidak harus selalu membutuhkan sambungan internet dan tersambung dengan aplikasi SIDALIH. Petugas PPS dan PPK dapat melakukan pemutakhiran/perubahan data pemilih dengan menggunakan Microsoft Excel yang dengan format yang telah disesuaikan untuk kebutuhan aplikasi SIDALIH. Petugas PPK dan
116
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
PPS tinggal menyusun tabel perubahan data pemilih yang disebabkan pemilih tidak memenuhi syarat (TMS – karena meninggal dunia, pindah domisili, ganda), pemilih baru, atau perubahan elemen data. Setelah PPS dan PPK selesai menyusun tabel perubahan data pemilih dengan excel yang sudah disesuaikan formatnya, operator SIDALIH di KPU Kabupaten/Kota tinggal mengunggah data tersebut ke aplikasi SIDALIH. Proses unggah data ke SIDALIH ini membutuhkan sam bungan internet. Salah satu kelebihan penggunaan aplikasi SIDALIH ini adalah aplikasi ini memberikan informasi secara detail terkait dengan setiap perubahaan data, siapa yang melakukan perubahan data tersebut, dan kapan perubahan data tersebut dilakukan. Penggunaan SIDALIH pada Pemilu 2014 mendapatkan banyak pujian atau apresiasi dari banyak pihak karena SIDALIH dinilai banyak membantu terobosan dalam upaya memperbaiki kualitas daftar pemilih. Keberhasilan SIDALIH dalam meningkatkan kualitas DPT antara lain: 1. SIDALIH menjadi alat untuk melaksanakan prinsip transparansi dalam hal daftar pemilih. Dengan SIDALIH masyarakat luas dapat mengakses daftar pemilih secara on line di laman KPU. 2. SIDALIH mampu mengonsolidasikan daftar pemilih dalam jumlah yang sangat besar, 190 juta pemilih, secara terpusat. 3. SIDALIH memberikan informasi awal tentang kegandaan data pemilih dan ketidakakuratan data pemilih yang disusun oleh KPU Kabupaten/Kota. 4. Yang tidak kalah penting adalah Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) memberikan nilai 74,9 untuk kualitas DPT Pemilu 2014. 5. Pada penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2015 dan Tahun 2017, SIDALIH kembali memainkan peran vitalnya dalam proses menyusun dan mempublikasikan daftar pemilih. KPU kembali memanfaatkan SIDALIH untuk Pilkada karena SIDALIH dianggap salah satu success story dari penyelenggaraan Pemilu 2014. Sekalipun demikian, terdapat beberapa kendala yang dihadapi oleh KPU dalam mengimplementasi aplikasi SIDALIH ini, antara lain: INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
117
1. Infrastruktur jaringan internet dan listrik untuk beberapa wilayah Indonesia bagian timur, khususnya di Provinsi Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, dan beberapa kabupaten di Provinsi Aceh belum memadai. 2. Sumberdaya manusia, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas, untuk menjadi operator SIDALIH di tingkat kabupaten/kota belum mencukupi. 3. Waktu yang tersedia dalam menyusun daftar pemilih oleh KPU Kabupaten/Kota sangat pendek menyebabkan proses unggah data pemilih dalam sistem menjadikan SIDALIH menjadi sangat tinggi frekuensi (crowded).
3. Sistem Informasi Penghitungan Suara Pertengahan November 2013 merupakan awal mula tercetusnya ide pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan transparansi hasil Pemilu 2014 dan memberikan informasi hasil pemilu kepada publik lebih cepat. Beberapa pertemuan, baik formal maupun informal, digelar oleh pimpinan KPU untuk mendengarkan berbagai masukan dari para ahli teknologi informasi dari beberapa institusi, seperti BPPT, Pusilkom Universitas Indonesia, dan Prakarsa KPU, untuk merealisasikan ide tersebut. Dengan mempertimbangkan ketersediaan waktu, infrastruktur di daerah, dan juga ketersediaan sumberdaya manusia, aplikasi Sistem Informasi Penghitungan Suara (SITUNG) didorong untuk menjadi sarana KPU dalam membuat arsip digital hasil pemilu yang berupa formulir C1, formulir DAA, DA1, DB1, dan DC1 serta sebagai sarana mempublikasikan hasil pemilu dalam bentuk image maupun excel. SITUNG dalam kesempatan itu tidak didesain untuk melakukan tabulasi nasional hasil penghitungan suara seperti yang dilakukan pada pemilupemilu sebelumnya. Desain SITUNG sebenarnya tidak jauh berbeda dengan Pemilu 2004 dan 2009, yaitu berbasis aplikasi offline (lokal), scanner/pemindai, dan aplikasi excel. SITUNG terdiri atas beberapa aplikasi, yaitu aplikasi scan formulir C1, aplikasi excel untuk formulir rekapitulasi, dan e-rekap.
118
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
Gambar Aplikasi Scan C1
Aplikasi scan formulir C1 adalah sebuah sistem teknologi informasi (IT) yang berbasis off line yang dapat dioperasionalkan tanpa membutuhkan sambungan internet. Aplikasi ini diinstal pada komputer masing-masing operator dan disambungkan dengan mesin scanner yang dimiliki. Setelah aplikasi scan C1 terinstal dan tersambung dengan mesin scanner, operator memulai melakukan pemindaian formulir C1. Hasil pemindaian formulir C1 ini tersimpan dalam aplikasi dan siap dikirim ke server KPU di Jakarta. Agar bisa mengirimkan gambar formulir model C1 hasil pemindaian ini, komputer harus terhubung dengan jaringan internet. Meski perangkat dan teknologi yang digunakan sama dengan 2009, tetapi pada Pemilu 2014 KPU tidak lagi menggunakan teknologi ICR yang mampu melakukan pembacaan dan rekapitulasi otomatis. Pada Pemilu 2014, KPU memindai formulir C1 dan hasilnya berupa gambar (image) kemudian ditampilkan di website KPU sehingga bisa diakses oleh semua lapisan masyarakat. Selain image formulir C1, sejak penyelenggaraan Pilkada Serentak 2015 KPU juga memberikan informasi hasil penghitungan suara yang lebih cepat, meski bukan hasil final. INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
119
Gambar Operator Memindai Model C1
Gambar Portal Publikasi Scan C1
120
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
Aplikasi scan formulir C1 merupakan sebuah sistem aplikasi yang dirancang dan diimplementasikan oleh KPU dalam rangka mempublikasikan hasil penghitungan suara di TPS dari seluruh Indonesia secara cepat. Formulir C1 merupakan formulir yang berisi hasil perolehan suara setiap partai politik, calon anggota legislatif, maupun pasangan calon presiden dan wakil presiden di setiap TPS. Dengan demikian formulir C1 ini merupakan data primer dari proses penghitungan suara di tingkat paling bawah. Prosedur dari sistem scan formulir C1 dimulai ketika salinan Formulir C1 yang berasal dari TPS dikirimkan oleh KPPS kepada KPU Kabupaten/Kota melalui PPS dan PPK. Formulir C1 yang diterima oleh KPU Kabupate/Kota kemudian dipindai dan diunggah di website KPU. Meskipun implementasi dan kinerja sistem scan C1 tidak sempurna, sistem ini telah memberikan sumbangan yang besar bagi keterbukaan hasil pemilu di Indonesia. Semua lapisan masyarakat bisa mendapatkan hasil penghitungan suara di seluruh TPS di Indonesia tanpa harus datang ke TPS yang bersangkutan. Aplikasi scan formulir C1 menjadi fenomena baru dalam sejarah demokrasi di Indonesia. Selain KPU menyediakan data primer penghitungan suara di TPS dari seluruh Indonesia secara on line, sistem
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
121
ini telah menumbuhkembangkan partisipasi masyarakat secara terorga nisasi untuk mengawal proses rekapitulasi hasil penghitungan suara di setiap tingkatan. Beberapa kelompok masyarakat yang terorganisir ter sebut di antaranya tergabung dalam kawalpemilu.org dan jariungu.org. Tidak berhenti pada tingkatan mengunggah formulir C1 saja, KPU juga mengunggah rekapitulasi manual di tingkat PPK, KPU Kabupaten/ Kota, dan Provinsi atau formulir DA-1, DB-1, dan DC-1 di website KPU. Dengan mempublikasikan berbagai jenis formulir hasil penghitungan suara kepada masyarakat luas, kemungkinan terjadinya kecurangan oleh penyelenggara pemilu atau peserta pemilu semakin kecil. Kemungkinan terjadinya kecurangan akan segera diketahui, di mana kecurangan itu terjadi dan siapa pelakunya. Gambar Publikasi Formulir Rekapitulasi
Pada Pemilu Legislatif 2014 Sistem Scan C1, tingkat keberhasilannya tidak setinggi pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014. Jika pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014 jumlah formulir C1 yang berhasil dipindai dan diunggah di website KPU mencapai 99,18 persen, sementara pada Pemilu Legislatif 2014 sebanyak 81,85 persen. Ketidakberhasilan untuk mengunggah 100 persen formulir
122
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
C1 dari seluruh TPS disebabkan oleh beberapa hal, terutama faktor infrastruktur internet dan kualitas sumberdaya manusia di daerah. Mayoritas KPU Kabupaten/Kota mampu menyelesaikan pemindaian dan pengunggahan formulir C1 kecuali di beberapa daerah di wilayah Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat. Untuk penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2015, SITUNG terus dilanjutkan dengan beberapa pengembangan aplikasi. Jika pada Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden-Wakil Presiden 2014 aplikasi SITUNG hanya menyediakan informasi berupa gambar (image) dari Model C1 dan formulir rekapitulasi penghitungan suara di semua tingkatan, pada penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2015 KPU memberikan layanan tambahan kepada masyarakat untuk mengetahui hasil pemi lihan lebih cepat, tetapi bukan merupakan hasil pemilihan yang resmi. Layanan hasil penghitungan cepat (real count) ini difasilitasi oleh sebuah aplikasi yang disebut e-rekap. Hitung cepat ini dilakukan dengan cara menginput sebagian dari data formulir C1 di dalam aplikasi e-rekap. Hasilnya kemudian dipublikasikan kepada masyarakat luas di website KPU. Tidak sedikit KPU Kabupaten/Kota mampu menyelesaikan input dan unggah formulir C1 kurang dari 24 jam setelah proses pemungutan suara selesai. E-rekap adalah sebuah aplikasi berbasis off line dan mandiri (stay alone) yang difungsikan untuk menginput dan mempublikasikan beberapa elemen penting dari data dalam formulir Model C1. Untuk menggunakan aplikasi ini, operator harus menginstal terlebih dahulu aplikasi e-rekap yang dapat diperoleh dengan cara mengunduh pada masing-masing portal KPU Kabupaten/Kota. Untuk menjaga otentisitas dan keamanan data yang dikirim oleh operator di daerah, setiap penggunaan aplikasi e-rekap memerlukan username dan password yang harus diverifikasi oleh KPU. Untuk pengiriman hasil input Model C1 ke server KPU di Jakarta, komputer harus tersambung dengan jaringan internet. Pengiriman data e-rekap lebih mudah karena jaringan internet yang dibutuhkan tidak sebesar pengiriman image Model C1 hasil dari pindai. Server KPU akan menampilkan hasil hitung cepat yang dikirim oleh e-rekap secara real time. Dengan demikian masyarakat INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
123
bisa memantau perubahan perolehan suara setiap pasangan calon pada masing-masing daerah setiap menit atau jam. Aplikasi SITUNG telah menstimulasi masyarakat untuk mengawal dan mengawasi proses rekapitulasi hasil penghitungan suara yang dilakukan secara berjenjang. Aplikasi pindai dan publikasi Model C1 juga membuat masyarakat aktif untuk melaporkan kesalahan atau ketidakakuratan maupun potensi kecurangan yang terjadi pada Model C1. Untuk merespons hal ini, KPU membuka kanal pengaduan masyarakat terkait scan Model C1 yang dipublikasikan kepada masyarakat melalui saluran e-mail, layanan telepon, dan media sosial seperti twitter. KPU menerima ratusan bahkan ribuan aduan dari masyarakat terkait dengan Model C1 yang diunggah. Mayoritas aduan tersebut adalah kesalahan tulis, kesalahan penjumlahan, dan adanya coretan di Model C1 yang dilakukan oleh petugas KPPS. KPU memvalidasi data laporan masyarakat dan menyampaikan kepada KPU Kabupaten/Kota yang bersangkutan untuk memperbaiki data tersebut dalam proses rekapitulasi di atasnya dan menyampaikan jawaban kepada masyarakat setelah masalahnya ditindaklanjuti.
4. Sistem Informasi Pencalonan dan Sistem Informasi Tahapan Pemilihan Sistem Informasi Pencalonan (SILON) pertama kali disusun atau dikembangkan pada awal tahun 2015 dengan tujuan untuk membantu KPU Provinsi/KIP Aceh dan KPU/KIP Kabupaten/Kota untuk melayani calon kepala daerah dari jalur perseorangan. Pengalaman penyelenggaraan pilkada periode sebelumnya, KPU belum memiliki sistem informasi yang membantu KPU daerah dalam meneliti dan mem verifikasi syarat dukungan pasangan calon dari jalur perseorangan. Ketiadaan sistem informasi itu membuat proses penelitian dan verifikasi dukungan calon perseorangan mengalami banyak kendala, tidak seragam antardaerah, dan dinilai kurang transparan. Dengan adanya sistem informasi, diharapkan beban kerja KPU di daerah dalam
124
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
memeriksa dan memverifikasi syarat dukungan menjadi lebih ringan. KPU daerah tidak perlu menghitung secara manual jumlah minimal dukungan, indikasi dukungan ganda internal pasangan calon atau ganda dengan pasangan calon lain, maupun dukungan yang tidak memenuhi syarat. SILON versi pertama merupakan sebuah aplikasi atau sistem informasi berbasis off-line dan berdiri sendiri - stand alone. SILON versi pertama ini digunakan untuk Pilkada Serentak Tahun 2015. Untuk menjalankan aplikasi ini, operator harus menginstal SILON dalam komputer masing-masing. Setelah diinstal, operator KPU daerah dapat mengoperasikan aplikasi ini. Beberapa fitur penting dari aplikasi SILON versi pertama ini antara lain adalah menghitung jumlah minimal syarat dukungan dan mendeteksi data dukungan ganda baik dukungan ganda dalam satu pasangan calon maupun ganda dengan pasangan calon lainnya. Untuk penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2017, KPU menyempurnakan aplikasi SILON versi pertama. Aplikasi SILON versi kedua berbasis web (web base-application) dengan banyak fitur di dalamnya. Untuk dapat menggunakan aplikasi SILON versi kedua ini, operator tidak perlu mengunduh dan instal aplikasi, operator setiap KPU daerah cukup memiliki username dan password untuk bisa mengakses portal SILON. Kelebihan dari aplikasi berbasis website adalah data terkait dengan pencalonan data dukungan pasangan calon yang diolah operator di daerah terpusat di server KPU, sehingga KPU dengan mudah memonitoring dan mensupervisi KPU daerah dalam meneliti dan memverifikasi dokumen pasangan calon. SILON, SIDALIH, SITUNG, dan SILOG ibaratnya “kamar dapur” di mana KPU mengolah informasi terkait data pencalonan kepala daerah, data pemilih, dan data logistik pemilihan. Sementara Sistem Informasi Tahapan Pemilihan (SITAP) ibarat “kamar tamu” sebagai tempat untuk menyuguhkan hasil dari data yang diolah di “kamar dapur”. SITAP adalah sebuah portal KPU yang menyajikan informasi setiap tahapan pemilihan. SITAP adalah sebuah upaya dari KPU untuk memberikan pelayanan “one stop service” kepada masyarakat untuk mendapatkan INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
125
berbagai jenis informasi terkait dengan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah. Portal SITAP KPU menjadi rujukan utama, pertama, dan terpercaya bagi banyak pihak untuk mengetahui dan menyampaikan informasi pemilihan kepala daerah di Indonesia. Alamat portal SITAP KPU adalah https://pilkada2017.kpu.go.id/ Gambar Fitur Analisis Data Ganda pada Portal SILON
Gambar Portal SITAP KPU
126
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
5. Sistem Informasi Logistik Logistik pemilu merupakan hal yang sangat fundamental dalam proses penyelenggaraan pemilihan atau pemilu. Sebuah pemilihan atau pemilu dipastikan ditunda atau gagal jika logistik pemilu yang akan digunakan di TPS terlambat tiba di tujuan, tidak sesuai jumlahnya, tidak sesuai alamat, atau tidak sesuai spesifikasinya. Oleh karena vitalnya peran logistik dalam penyelenggaraan pemilu, KPU harus memastikan proses pengadaan dan pendistribusian logistik pemilu berjalan dengan baik, lancar, tepat jumlah, tepat spesifikasi, dan tepat waktu. Untuk memudahkan KPU dalam melakukan monitoring dan supervisi proses pengadaan dan pendistribusian logistik pemilu, KPU memanfaatkan teknologi informasi dalam tahapan pengadaan dan pendistribusian logistik pemilu. Aplikasi yang dibangun oleh KPU untuk tahapan ini dinamakan Sistem Informasi Logistik (SILOG). Aplikasi SILOG adalah sebuah aplikasi yang berbasis website di mana setiap KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota memiliki akses untuk memberikan informasi terkait dengan proses pengadaan dan pendistribusian logistik pemilu. Operator SILOG pada masing-masing tingkatan secara berkala diminta melakukan pemutakhiran (up date) informasi sampai di mana proses pengadaan, berapa jumlahnya, dan sampai di mana proses pendistribusian logistik pemilu yang sedang berjalan. Aplikasi SILOG sudah dibangun menjelang penyelenggaraan Pemilu 2009. Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Kemitraan untuk Reformasi Pemerintahan (Partnership for Governance Reform) adalah lembaga yang membantu KPU dalam menyiapkan aplikasi SILOG ini. Akan tetapi, SILOG belum optimal diimplementasikan pada Pemilu 2009. Dalam penyelenggaraan Pemilu 2014, KPU sangat serius mengimplementasikan aplikasi SILOG yang sudah dipersiapkan. KPU menyelenggarakan pelatihan khusus operator SILOG di setiap satuan kerja dan memberikan fasilitas kerja berupa honor dan komputer kepada operator SILOG. Harapannya adalah operator bekerja dengan sungguh-sungguh mengoperasionalkan SILOG sehingga setiap perubahan dan pergerakan logistik pemilu dapat dipantu oleh KPU dan juga masyarakat secara
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
127
langsung. Dengan portal SILOG ini, masyarakat dapat memantau berapa jumlah surat suara, tinta pemilu, formulir, dan perlengkapan lainnya yang diproduksi, sampai di mana proses pendistribusian logistik tersebut. Dengan kehadiran portal SILOG, KPU lebih mudah memantau dan mengantisipasi berbagai macam persoalan terkait dengan logistik pemilu/pemilihan. Gambar Portal SILOG KPU RI
6. Website KPU dan Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Website utama KPU, www.kpu.go.id, merupakan sarana bagi KPU untuk berinteraksi dengan masyarakat luas, sarana untuk menyampaikan pertanggungjawaban kinerja KPU kepada publik, dan sebagai salah satu sarana sosialisasi berbagai aktivitas, produk hukum, dan kegiatan terkait dengan tahapan penyelenggaraan kepemiluan yang sedang dilaksanakan KPU. Website KPU adalah website yang paling populer terkait pemilu dan menjadi rujukan masyarakat untuk mendapatkan data pemilu. Website KPU ini juga menjadi jembatan utama dan pertama
128
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi kepemiluan yang ada di portal KPU dan portal dari instansi lain. Website KPU selalu up date dalam menyampaikan informasi kepemiluan, baik yang dilaksanakan oleh KPU di tingkat pusat maupun KPU daerah, dan kegiatan yang terkait kepemiluan yang diselenggarakan oleh instansi lain, seperti proses seleksi anggota KPU dan Bawaslu, kegiatan rapat koordinasi oleh Kementerian Dalam Negeri, atau informasi perekaman KTP elektronik yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Administrasi dan Kependudukan. Masyarakat yang tidak hapal dengan alamat portal SITAP, portal PPID, portal JDIH, portal SITUNG, dan portal KPU lainnya, cukup membuka portal KPU dan menekan link portal yang diinginkan yang tersedia di portal utama KPU. Gambar website KPU
Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) adalah portal milik KPU yang dikelola oleh Biro Hukum Sekretariat Jenderal KPU dengan tujuan memberikan layanan kepada KPU di daerah dan masyarakat luas untuk memperoleh berbagai macam dokumen produk hukum berupa peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
129
proses sengketa hukum kepemiluan, jadwal persidangan perselisihan hasil pemilu/pemilihan di Mahkamah Konstitusi, dan berbagai informasi lainnya terkait dengan hukum kepemiluan. Portal JDIH ini menjadikan sumber informasi yang sangat penting karena portal JDIH memberikan informasi yang cepat dan akurat terkait dengan berbagai macam dokumen dan informasi terkait hukum dalam Pemilu. Portal JDIH juga dijadikan sebagai sarana untuk melakukan sosialisasi dan uji publik terhadap draf Peraturan KPU yang akan ditetapkan oleh Rapat Pleno KPU. Setiap draf peraturan KPU dipublikasikan di portal JDIH ini dengan harapan masyarakat dapat mengakses, mempelajari, dan memberikan masukan dan kritik terhadap materi yang ada di dalam draf peraturan KPU tersebut. JDIH ini juga menjadi sarana untuk menyampaikan pertanggung jawaban dan transparansi KPU kepada publik terkait dengan produk hukum yang dihasilkan KPU yang berupa peraturan KPU, surat keputusan, surat edaran, standard operating procedure (SOP), dan/atau petunjuk teknis, serta proses sengketa hukum antara KPU dengan peserta pemilu di lembaga pengawas pemilu, peradilan tata usaha negara, Mahkamah Agung, ataupun di Mahkamah Konstitusi. Sampai Maret 2017, tercatat pengunjung portal JDIH mencapai lebih dari 850 ribu. ■
130
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
8 Menggalang Partisipasi, Mendulang Dukungan
P
emilihan umum seyogianya adalah “sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945” sesuai bunyi Pasal 1 UndangUndang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum DPR, DPD, dan DPRD. Merujuk pada pasal tersebut, rakyat, terutama dalam hal ini pemilih, memiliki hak pilih dan diberi kesempatan sebesar-besarnya untuk menggunakan hak tersebut. Melihat pentingnya peran masyarakat dan lebih khusus pemilih dalam proses pelaksanaan kedaulatan rakyat tersebut, tingkat partisipasi pemilih menjadi salah satu tolok ukur sukses-tidaknya penyelenggaraan pemilu. Tingkat partisipasi pemilih tersebut juga kerap kali dijadikan indikator utama untuk melihat seberapa besar tingkat legitimasi penyelenggaraan pemilu dan untuk menakar sejauh mana hasil pemilu diterima oleh masyarakat umum dan pemilih. Dengan kata lain, semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dapat menunjukkan bahwa semakin besar kepercayaan masyarakat dalam melihat pemilu sebagai sarana penyaluran kedaulatan rakyat demi memilih dan memberikan INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
131
legitimasi kekuasaan kepada pemimpin negara dan daerah. Sebaliknya, semakin rendah tingkat partisipasi pemilih dapat menjadi salah satu indikator bahwa masyarakat pada umumnya sudah tidak tertarik untuk berpartisipasi atau bahkan sudah tidak percaya terhadap proses pemilu. Jika melihat pelaksanaan pemilu sejak tahun 1955 sampai dengan Pemilu 1999 tingkat partisipasi pemilih (voter turnout) masih terjaga pada angka di atas 90 persen. Adapun pada Pemilu 2004 voter turnout turun menjadi 84 persen. Selanjutnya angka partisipasi pemilih terus turun menjadi 71 persen pada Pemilu Legislatif 2009 dan 71,7 persen pada Pemilu Presiden-Wakil Presiden 2009. Pada Pemilu Legislatif 2014, angka partisipasi meningkat menjadi 75,11 persen, sedangkan pada Pemilu Presiden-Wakil Presiden 2014 tingkat partisipasi pemilih 71,38 persen. Sementara itu pada Pilkada serentak tahun 2015 voter turnout kembali turun menjadi 70 persen (kpu.go.id). Pada Pilkada Serentak Tahun 2017, angka partisipasi meningkat menjadi 73,43 persen. Yang menarik adalah tingkat partisipasi dalam Pilkada DKI Jakarta Putaran I jauh meningkat, yaitu 75,75 persen –dan angka ini di atas rata-rata partisipasi pemilih secara nasional. Data dari 77 daerah pemilihan pada pelaksanaan Pemilu Legislatif 2014, angka tingkat partisipasi yang tertinggi adalah Provinsi Papua, yakni mencapai 95,2 persen. Tingkat partisipasi pemilih yang terendah terjadi di Provinsi DKI Jakarta yang hanya 68,67 persen. Penyebab tingginya angka partisipasi di Papua antara lain adalah penerapan sistem noken yang khusus digunakan oleh masyarakat setempat. Sistem noken merupakan sistem pemilihan yang mengakui kearifan lokal berupa penentuan suara komunitas berdasarkan perintah kepala suku atau berdasarkan kesepakatan bersama komunitas. Terkait dengan tingkat partisipasi yang rendah, selain Provinsi DKI Jakarta, terdapat 6 provinsi lain yang memiliki tingkat partisipasi pe milih di bawah rata-rata nasional, yakni Provinsi Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Kalimantan Timur, Sumatera Utara, Jawa Barat, dan Kalimantan Tengah.
132
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
133
Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
9
10
11
12
13
14
15
16
Bali
Lampung
8
17
Bungkulu
7
Riau
4
Sumatera Selatan
Sumatera Barat
3
6
Sumatera Utara
2
Jambi
Aceh
1
5
PROVINSI
NO
1.455.831
3.992.403
14.957.275
1.320.583
13.485.333
16.378.177
3.547.032
654.997
471.640
3.016.021
692.877
2.913.528
1.245.798
2.098.334
1.797.752
4.822.388
1.635.288
LAKI-LAKI
1.480.404
3.868.661
15.441.494
1.403.038
13.640.727
16.183.594
3.454.488
623.672
447.173
2.861.193
665.634
2.850.750
1.200.947
1.981.179
1.824.713
4.914.344
1.679.806
PEREMPUAN
DPT
2.936.235
7.861.064
30.398.769
2.723.621
27.126.060
32.561.771
7.001.520
1.278.669
918.813
5.877.214
1.358.511
5.764.278
2.446.745
4.079.513
3.622.465
9.736.732
3.315.094
JUMLAH
1.167.509
2.813.095
10.954.817
1.063.420
9.445.717
11.448.160
2.333.994
463.319
345.130
2.263.606
555.924
2.259.832
987.642
1.498.698
1.197.686
3.304.906
1.267.238
LAKI-LAKI
1.142.065
2.903.952
12.010.940
1.155.193
10.598.818
12.264.758
2.474.204
452.822
338.832
2.210.742
550.445
2.263.193
974.962
1.473.275
1.366.584
3.559.540
1.348.026
PEREMPUAN
2.309.574
5.717.047
22.965.757
2.218.613
20.044.535
23.712.918
4.828.198
916.141
683.962
4.474.348
1.106.369
4.523.025
1.962.604
2.971.973
2.564.270
6.864.446
2.615.264
JUMLAH
PENGGUNA HAK PILIH
78,66
72,73
75,55
81,46
73,89
72,82
68,67
71,65
74,44
76,13
81,44
78,47
80,21
72,85
70,79
70,50
78,89
TOTAL
80,20
70,46
73,24
80,53
70,04
69,90
58,80
70,74
73,18
75,05
80,23
77,56
79,28
71,42
66,62
68,53
77,49
LAKI-LAKI
77,15
75,06
77,78
82,34
77,70
75,79
71,62
72,61
75,77
77,27
82,69
79,39
81,18
74,36
74,89
72,43
80,25
PEREMPUAN
TINGKAT PARTISIPASI (%)
2.024.250
4.841.859
19.992.320
2.059.453
17.603.459
21.190.627
4.891.034
822.336
583.447
4.059.500
923.755
3.943.842
1.691.958
2.669.684
2.405.339
6.124.359
2.316.226
SAH
285.324
875.188
2.973.438
159.160
2.441.076
2.522.291
338.681
93.805
100.515
414.848
182.620
580.166
270.646
301.837
158.931
740.087
299.038
TIDAK SAH
2.309.574
5.717.047
22.965.758
2.218.613
20.044.535
23.712.918
5.229.715
916.141
683.962
4.474.348
1.106.375
4.524.008
1.962.604
2.971.521
2.564.270
6.864.446
2.615.264
JUMLAH
SUARA SAN DAN TIDAK SAH
Tabel 8.1 Angka Partisipasi Pemilih pada Pemilu Legislatif 2014
12,35
16,31
12,95
7,17
12,18
10,64
6,48
10,24
14,70
9,27
16,51
12,82
13,79
10,16
6,20
10,78
11,43
SUARA TIDAK SAH (%)
134
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
1.502.642
934.693
1.399.526
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua
Papua Barat
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
843.564
PEMILIH LUAR NEGERI
1.181.441
92.767.493
332.229
1.479.697
403.028
597.359
434.664
400.260
880.079
3.225.912
933.144
915.446
1.333.153
1.386.004
844.279
1.699.702
1.592.346
1.788.374
2.025.005
185.827.987
709.101
3.200277
819.020
1.181.065
871.684
797.622
1.767.004
6.259.041
1.901.810
1.859.315
2.847.865
2.785.530
1.778.972
3.479.368
3.094.988
3.468.251
260.763
67.845.430
320.092
1.639.182
344.246
476.060
350.131
326.345
646.017
2.226.373
756.722
753.945
1.068.109
1.042.010
670.271
1.375.379
1.188.251
1.291.604
604.551
3.044.737
678.423
970.864
708.622
663.625
1.321.247
4.718.630
1.497.362
1.502.281
2.058.150
2.110.594
1.290.519
2.718.796
2.471.976
2.760.082
203.315
464.078
71.734.076 139.579.506
284.462
1.405.555
334.177
494.804
358.491
337.280
675.230
2.492.257
740.640
748.336
990.041
1.068.584
620.248
1.343.417
1.283.725
1.468.478
Sumber : Buku Partisipasi Pemilih Pemilu 2014 Dalam Angka
93.060.494
JUMLAH
376.872
1.720.580
415.992
583.706
437.020
397.362
886.925
3.033.129
968.666
943.869
1.514.712
1.779.666
1.679.877
Nusa Tenggara Barat
18
22,92
75,11
85,26
95,14
82,83
81,20
81,29
83,20
74,77
75,39
78,73
80,80
72,27
75,77
72,54
78,14
79,87
79,58
30,91
72,90
84,93
95,27
82,75
81,56
80,12
82,13
72,84
73,40
78,12
79,88
70,52
74,45
71,71
77,28
79,08
76,89
17,21
77,33
85,62
94,99
82,92
82,83
82,48
84,27
76,72
77,26
79,37
81,75
74,26
77,10
73,46
79,04
80,62
82,11
1.850.133
124.885.737
573.725
2.963.280
540.891
927.338
659.966
636.654
1.180.733
4.404.165
1.424.748
1.409.946
1.798.439
1.837.931
1.139.544
2.478.262
2.355.161
2.412.489
152.168
15.033.341
30.829
83.748
53.741
43.526
48.656
26.971
140.514
314.465
72.614
92.335
259.711
272.663
150.975
240.534
116.815
347.593
2.002.301
139.919.078
604.554
3.047.028
594.632
970.864
708.622
663.625
1.321.247
4.718.630
1.497.362
1.502.281
2.058.150
2.110.594
1.290.519
2.718.796
2.471.976
2.760.082
7,60
10,74
5,10
2,75
9,04
4,48
6,87
4,06
10,63
6,66
4,85
6,15
12,62
12,92
11,70
8,85
4,73
12,59
Jika tingkat partisipasi pemilih pada Pemilu Legislatif 2014 meningkat dibandingkan voter turnout pada Pemilu Legislatif 2009, lain halnya dengan tingkat partisipasi pada Pemilu Presiden-Wakil Presiden yang justru turun menjadi 71,38 persen. Angka ini meleset dari target awal KPU, yakni 75 persen. Data KPU menunjukkan penurunan ini terjadi di sejumlah provinsi. Satu-satunya provinsi yang justru meningkat adalah Provinsi DKI Jakarta, dengan tingkat partisipasi menjadi 76 persen. Tabel 8.2 Angka Partisipasi Pemilih pada Pemilu Presiden-Wakil Presiden 2014 NO
PROVINSI
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT RIAU JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT JAWA TENGAH D I YOGYAKARTA JAWA TIMUR BANTEN BALI NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR KALIMANTAN BARAT KALIMANTAN TENGAH KALIMANTAN SELATAN KALIMANTAN TIMUR SULAWESI UTARA SULAWESI TENGAH SULAWESI SELATAN SULAWESI TENGGARA GORONTALO SULAWESI BARAT MALUKU MALUKU UTARA
32 33
PAPUA PAPUA BARAT DALAM NEGERI LUAR NEGERI TOTAL
DPT PROVINSI
JUMLAH PEMILIH
%
3.330.719 9.902.948 3.611.551 4.208.306 2.480.927 5.865.025 1.379.067 5.976.211 925.058 1.323.627 7.096.168 33.045.082 27.385.217 2.752.275 30.639.897 7.985.599 2.942.282 3.522.679 3.184.557 3.506.277 1.819.970 2.821.261 2.925.330 1.887.975 1.935.646 6.323.711 1.798.732 794.450 887.577 1.216.296 840.253
2.002.599 6.326.349 2.336.813 2.692.155 1.769.103 4.159.212 956.842 4.333.813 613.065 824.727 5.387.958 23.697.696 19.445.260 2.211.591 21.946.401 5.591.302 2.149.351 2.545.416 2.257.467 2.605.400 1.164.476 1.881.557 1.877.890 1.344.648 1.399.160 4.251.883 1.133.351 600.232 621.515 877.021 563.393
60 64 65 64 71 71 69 73 66 62 76 72 71 80 72 70 73 72 71 74 64 67 64 71 72 67 63 76 70 72 67
3.238.288 715.462 188.268.423 2.038.711 190.307.134
2.795.867 532.907 132.896.420 677.857 133.574.277
66 74 71 33 70
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
135
Dibandingkan dengan empat negara demokratis lain di Asia Tenggara, tingkat partisipasi pemilih di Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara tersebut. Angka terendah adalah negara Singapura dengan tingkat partisipasi 36,9 persen. Angka ini juga terpaut cukup jauh dibandingkan dengan negara terendah ke-2, yakni Malaysia dengan angka 51,8 persen (Schraufnagel, et.al., 2014) Tabel 8.3 Tingkat Partisipasi Pemilih di Negara Demokratis di Asia Tenggara TAHUN
NEGARA
1999 2004
TINGKAT PARTISIPASI % 85,7
Indonesia
87,5
2009
74,0*)
1999
49,6
2004
Malaysia
52,2
2008
53,4
1998
69,0
2001
64,7
2004
Filipina
75,1
2007
54,9
2010
63,1
2001 2006
81,9
51,8
65,0
21,4 Singapura
32,2
2011
53,3
2001
70,1
2005
73,5
2006
ANGKA RATA-RATA
Thailand
62,6
2007
76,2
2011
66,0
36,9
69,7
Keterangan: *) Angka partisipasi rata-rata Pemilu 2009 di Indonesia adalah sebesar 71,3%
136
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
Dalam penelitiannya, Schraufnagel memperlihatkan keberhasilan Indonesia, Thailand, dan Filipina yang mencapai angka voter turnout yang relatif lebih tinggi dibandingkan negara Singapura dan Malaysia yang secara ekonomi lebih makmur. Hal tersebut berbeda dengan temuan di negara-negara lain, di mana biasanya negara yang lebih makmur cenderung memiliki tingkat partisipasi yang cukup tinggi dan stabil. Temuan tersebut juga menunjukkan bahwa secara regional, negara-negara yang dinilai relatif lebih miskin di Asia Tenggara justru kenyataannya lebih demokratis. Atau dengan kata lain, tingkat partisipasi pemilih lebih tinggi di negara yang relatif lebih miskin. Melihat kecenderungan penurunan tingkat partisipasi pemilih yang menjadi salah satu indikator sukses tidaknya suatu penyelenggaraan pemilu, KPU melihat penggalangan partisipasi masyarakat sebagai satu program atau kegiatan prioritas KPU. Hal ini seperti yang tertuang dalam Rencana Strategis KPU Tahun 2015-2019. Akan tetapi, sekalipun tingkat partisipasi pemilih cenderung menurun, bukan berarti kualitas penyelenggaraan pemilu juga menurun. Secara kuantitatif partisipasi pemilih pada Pemilu Presiden 2014 memang menurun, akan tetapi secara kualitas justru meningkat. Hal itu terlihat dari partisipasi masyarakat untuk ikut mengawal penyelenggaraan pemilu. Upaya penggalangan partisipasi dilakukan dengan berbagai strategi yang masing-masing mempunyai tujuan dan target masyarakat yang berbeda. Upaya-upaya tersebut antara lain adalah: 1. Pendidikan pemilih 2. Kerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat 3. Konsultasi publik
1. Pendidikan Pemilih Pendidikan pemilih adalah proses menanamkan nilai-nilai tertentu kepada satu generasi untuk membentuk sikap dan perilaku. Nilai-nilai itu diharapkan menjadi pedoman dan sumber inspirasi dalam melihat dan menghadapi suatu hal. Dengan kata lain, pendidikan pemilih adalah usaha untuk menanamkan nilai-nilai yang berkaitan dengan INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
137
pemilu dan demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kepada warganegara yang telah memenuhi syarat sebagai pemilih dalam pemilu atau potensial pemilih dalam rentang waktu kemudian. (Pedoman Pendidikan Pemilih, KPU RI, 2015). Adapun yang dimaksud dengan pemilih adalah setiap warga negara yang telah memenuhi syarat sebagai pemilih ketika pemilu dilaksanakan. Sesuai peraturan perundang-undangan, kriteria pemilih yakni telah berumur 17 tahun dan/atau telah menikah. Sesuai arahan KPU dalam pedoman pendidikan pemilih yang disusun berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 5 Tahun 2015 tentang Sosialisasi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota, tujuan pelaksanaan pendidikan pemilih adalah: a. Peningkatan partisipasi Tujuan yang pertama ini adalah demi meningkatkan keterlibatan pemilih pada keseluruhan tahapan dan sesuai siklus pemilu, baik masa sebelum pemilu, saat pemilu, maupun pascapelaksanaan pemilu. Berbagai kegiatan yang dilakukan lebih khusus saat masuk ke periode pemilu dimaksudkan untuk mendorong keterlibatan pemilih selama masa tahapan pemilu dan yang akan menggunakan hak pilihnya pada hari pemilu. Hal ini dilakukan agar tingkat partisipasi pemilih yang dilihat dari voter turnout tetap terjaga pada angka minimal 70 persen, sesuai rujukan Economist Intelligence Unit (EIU). b. Peningkatan literasi politik Yang dimaksud dengan literasi politik dalam hal ini merujuk pada perangkat kemampuan pemilih yang dibutuhkan untuk dapat berpartisipasi dalam pemerintahan; dalam hal ini adalah pemahaman, keterampilan, dan perilaku yang menuntun pada partisipasi yang memperkuat sistem demokrasi. Jika ada literasi politik yang baik, diharapkan akan terjadi keterlibatan antara pemilih dengan proses politik (state and civic engagement).
138
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
c. Peningkatan kerelawanan (voluntarism) Melihat tren peningkatan keterlibatan masyarakat berbasis kerelawanan dalam kegiatan-kegiatan terkait pemilu dan pilkada, KPU juga berusaha melibatkan masyarakat dan pemilih dalam berbagai kegiatan yang menarik yang berbasis kerelawanan. Hal ini dilakukan berdasarkan ide pokok bahwa terdapat individuindividu yang memiliki idealisme dan dari kesadaran sendiri mau berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan kepemiluan tanpa pamrih. Basis kerelawanan ini juga dilihat KPU sebagai salah satu alat dan upaya untuk menangkal praktik pragmatisme pemilih yang masih terlibat dalam jual-beli suara atau pemberian dukungan kepada calon atau partai tertentu berdasarkan pemberian hal-hal yang bersifat material. Pragmatisme pemilih ini dilihat sebagai ancaman serius terhadap keberlangsungan demokrasi di Indonesia, di mana fungsi utama pemilu sebagai sarana perwujudan kedaulatan rakyat dalam memilih wakil rakyat dan pemimpin negara dan kepala daerah tidak akan menghasilkan pemimpin yang berkualitas. Sebaliknya, yang terpilih adalah mereka yang setelah terpilih dan dilantik, cenderung akan memutus hubungan dengan pemilih atau pendukung dikarenakan transaksi dianggap telah selesai dan calon terpilih tidak lagi harus bertanggung jawab kepada publik. Sasaran dari kegiatan pendidikan pemilih terbagi dalam beberapa kategori. Kategori ini disusun berdasarkan prioritas upaya pendidikan pemilih. Salah satu parameter yang digunakan adalah posisi strategis kelompok sosial/target dimaksud dalam sturuktur pemilih. Juga bahwa kelompok dimaksud perlu mendapatkan perhatian lebih khusus dibandingkan kelompok-kelompok sosial masyarakat lainnya. Kelompok sasaran pendidikan pemilih terbagi menjadi: 1. Kelompok pemilih strategis Kelompok pemilih ini dinilai strategis berdasarkan besaran atau posisinya dalam kelompok pemilih. Klaster ini mencakup: a. Prapemilih: kelompok usia yang belum termasuk ke dalam INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
139
b. c. d. e.
kategori berhak memilih, namun dalam 5 tahun ke depan akan masuk dalam usia berhak untuk memilih Pemilih Perempuan Marjinal dan penyandang disabilitas Agamawan
2. Kelompok rentan: kelompok pemilih di sejumlah daerah yang masih memiliki masalah berkesinambungan dalam proses penyelenggaraan pemilu. Masalah-masalah dimaksud termasuk daerah dengan tingkat partisipasi yang rendah, memiliki potensi pelanggaran yang tinggi, dan daerah rawan potensi konflik dan kekerasan terkait kegiatan pemilu. 3. Kelompok sasaran lain: kelompok di luar pemilih strategis dan kelompok rentan, yang dinilai mewakili kondisi dan karakteristik daerah tertentu. Contoh kegiatan bersama kelompok ini adalah kegiatan sekolah demokrasi, komunitas pegiat pemilu, relawan demokrasi, serta pelatihan untuk pelatih bagi guru-guru Sekolah Menengah Atas. Dalam menjangkau kelompok-kelompok target di atas, KPU menerapkan 8 strategi, yakni: 1. Penggunaan teknologi informasi Teknologi informasi sudah menjadi bagian dari hidup keseharian masyarakat. Hal ini berlaku terutama bagi mereka yang berada di daerah perkotaan dan/atau wilayah yang sudah memiliki jaringan teknologi komunikasi internet dan telepon seluler. Pertukaran informasi bisa berlangsung dengan sangat cepat dengan akses real time. Informasi yang disebar bisa dalam berbagai bentuk, seperti data, gambar, suara, ataupun video. Dengan memanfaatkan ketersediaan teknologi informasi tersebut, KPU merancang berbagai pesan kepemiluan yang berbeda untuk disampaikan ke masyarakat.
140
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
Selain melaksanakan kegiatan pendidikan pemilih yang langsung dilakukan oleh KPU dan seluruh jajarannya, KPU juga melakukan kerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat dan membuat beberapa lomba desain aplikasi berbasis internet dan telepon seluler. Kegiatan-kegiatan tersebut sangat cocok dan terbukti diminati kalangan prapemilih dan pemilih pemula.
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
141
2. Pemanfaatan media massa Media massa merupakan pilar keempat demokrasi. Media massa dipandang efektif sebagai salah satu sarana penyampaian infomasi kepada masyarakat yang bisa dilakukan secara masif dan mampu menjangkau berbagai lapisan masyarakat. Secara umum media massa dimaksud terbagi ke dalam 2 jenis, yakni media cetak seperti koran, majalah, dan tabloid, serta media elektronik semisal televisi dan radio. Salah satu keuntungan lain dalam penggunaan media massa adalah kemampuan media untuk secara persuasif membentuk kesadaran masyarakat atau membuat opini terhadap persoalan atau isu tertentu, yang pada akhirnya akan mampu menuntun atau mempengaruhi pendapat masyarakat. Karenanya media massa dinilai mampu mengubah budaya politik yang pada akhirnya juga mampu mempengaruhi tingkat partisipasi pemilih.
142
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
3. Lembaga pendidikan Lembaga pendidikan dipilih berdasarkan beberapa pertimbangan, yakni: 1). tersebar di seluruh daerah; 2). audiens/ target kelompok yang ada di lembaga pendidikan relatif solid; 3). jumlah pemilih dan prapemilih di lembaga pendidikan sangat besar. Berbagai kegiatan telah dilakukan KPU bekerja sama dengan lembaga pendidikan, antara lain: 1. KPU Goes to Campus 2. Kelas Pemilu 3. Pelatihan untuk pelatih bagi guru-guru Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) SMA 4. Simulasi pemilihan
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
143
5. Pemanfaatan aktivitas sosial budaya Salah satu ciri masyarakat Indonesia adalah paguyuban atau melakukan kegiatan sosial secara bersama-sama atau berkelompok. Hal tersebut terlihat dalam berbagai kegiatan sosial budaya masyarakat di berbagai daerah di Indonesia. Kegiatan sosial budaya dilakukan secara massal dan cenderung melibatkan berbagai kalangan, seperti pawai, perlombaan, rembug desa, kegiatan arisan, PKK, pertunjukan seni, kepemudaan, dan keagamaan.
6. Komunitas hobi Komunitas hobi dalam konteksi ini bukan berarti hobi terkait isu kepemiluan; tetapi bisa berupa apa saja, seperti hobi olahraga ataupun seni. Salah satu alasan utama KPU menyasar komunitas hobi sekalipun komunitas ini sering dinilai sebagai kelompok yang apolitis adalah ikatan yang kuat antarsesama anggota komunitas. Jika pesan kepemiluan KPU sudah diterima beberapa
144
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
anggota komunitas hobi, diharapkan dengan adanya ikatan sesama anggota tersebut menjadikan pesan-pesan kepemiluan KPU akan lebih mudah diteruskan kepada anggota kelompok lainnya atau bahkan ke anggota masyarakat lebih luas.
7. Rumah Pintar Pemilu Rumah Pintar Pemilu merupakan salah satu program di mana KPU menyediakan satu bangunan fisik/ruangan khusus yang disiapkan untuk menjadi wadah berbagai program pendidikan pemilih dan bagi komunitas pegiat pemilu. Salah satu sarana yang terdapat di Rumah Pemilu adalah penyediaan informasi tentang pemilu dan demokrasi yang bisa ditemukan dan dilihat melalui penayangan audiovisual, ruang pamer, ruang simulasi, dan ruang diskusi. Bentuk layanan di Rumah Pemilu adalah publikasi kegiatan, visitasi publik, kalender kegiatan, dan diskusi komunitas. INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
145
8. Relawan Demokrasi Relawan Demokrasi adalah gerakan sosial yang bertujuan untuk meningkatkan partisipasi dan kualitas pemilih dalam menggunakan hak pilihnya. Sasaran dari program ini adalah kelompok masyarakat, yang terbagi dalam 5 (lima) segmen, yakni pemilih pemula, kelompok agama, kelompok perempuan, penyandang disabilitas, dan kelompok pinggiran. Pada masingmasing segmen tersebut dipilih individu-individu yang menjadi pelopor (pioneer) demokrasi di komunitas mana mereka berada. Para pionir ini menjadi mitra KPU dalam menjalankan agenda atau rencana sosialisasi dan pendidikan pemilih di tingkatan kabupaten/kota. Pelibatan para pelopor diharapkan mampu mendorong tumbuhnya kesadaran masyarakat terhadap hak pilihnya saat pemilu diselenggarakan.
146
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
9. Kreasi lain Yang dimaksud dengan kreasi lain adalah berbagai program kegiatan yang dimaksudkan untuk mengakomodasi variasi tantangan yang berbeda. Tantangan yang dimaksud antara lain dinamika masyarakat, kondisi alam, letak geografis, ketersediaan sumberdaya, dan pengaruh teknologi informasi. Contoh pendidikan pemilih kreasi lain adalah penggunaan mobil keliling, becak keliling, serta pemasangan alat sosialisasi/pendidikan pemilih di tempat-tempat strategis, seperti di sarana angkutan bus antarkota.
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
147
2. Kerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat Upaya lain yang dilakukan oleh KPU adalah menggandeng lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk mengadakan berbagai kegiatan bersama. Bentuk kerjasama yang dipilih adalah pembuatan nota kesepakatan (Memorandum of Understanding - MoU) dengan beberapa LSM terpilih, yang biasanya juga fokus kepada kegiatan pembangunan demokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik di Indonesia. Menjelang Pemilu 2014, KPU menjalin kerjasama dengan berbagai LSM, antara lain: a. PPUA PENCA – Pusat Pemilihan Umum Akses Penyandang Cacat KPU telah menjalin kerjasama yang cukup lama dengan PPUA Penca. Dari sejumlah organisasi yang telah memiliki nota kesepahaman dengan KPU, PPUA Penca adalah salah satu organisasi yang ikut bernaung di dalam gedung KPU, di mana KPU telah
148
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
menyediakan ruangan khusus yang aksesibel bagi staf PPUA Penca. Selain dilibatkan dalam berbagai kegiatan sosialisasi, terutama kepada target kelompok penyandang disabilitas, PPUA Penca juga sering dilibatkan dalam proses pembuatan keputusan atau kebijakan KPU. Masukan dan telaahan yang disusun oleh PPUA Penca kemudian diadopsi ke dalam peraturan KPU (PKPU), petunjuk pelaksanaan (juklak), dan petunjuk teknis (juknis) KPU.
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
149
Contoh masukan PPUA Penca yang dijadikan acuan kebijakan KPU adalah terkait tata cara pemungutan dan penghitungan suara di TPS yang dibuat ramah terhadap penyandang disabilitas, termasuk ukuran dan standar penggunaan perangkat TPS yang mudah digunakan oleh penyandang disabilitas. Masukan lain yang kemudian diadopsi KPU adalah penggunaan template surat suara yang menggunakan huruf braille yang dikhususkan bagi pemilih tuna netra. b. IPC – Indonesia Parliamentary Center Kerjasama dibentuk dengan fokus utama kegiatan dalam rangka keterbukaan informasi publik. IPC memberikan bantuan atau pendampingan kepada KPU dalam berbagai kegiatan, antara lain pelatihan-pelatihan bagi staf KPUD untuk kegiatan sosialisasi dan pendidikan pemilih di beberapa provinsi di Indonesia. Kegiatan lainnya adalah pelatihan untuk pelatih untuk penerapan strategi pendidikan pemilih bagi KPUD.
150
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
c. BInN – BRIDGE Indonesia Network Kerangka kerjasama KPU dan BInN adalah pembangunan dan penguatan sumberdaya (capacity building) di bidang demokrasi, tata kelola, dan kepemiluan. Program capacity building dimaksud dilaksanakan dengan mengacu dan menggunakan bahan dan metode yang bersumber pada kurikulum International BRIDGE – Building Resources in Democracy, Governance, and Elections. Kegiatan yang dilakukan antara lain adalah penyusunan modul pelatihan seperti induction training untuk staf organik baru KPU, pembekalan untuk anggota-anggota KPUD yang baru, dan penyediaan jasa fasilitator/trainer bagi acara-acara bimbingan teknis, sosialisasi, simulasi, dan kegiatan lain KPU yang relevan.
3. Konsultasi Publik
Konsultasi publik dilakukan KPU terutama pada saat persiapan pembuatan peraturan KPU. Konsultasi ini kerap dilaksanakan di kantor KPU atau di ruang sidang DPR dengan mengundang dan melibatkan masyarakat sipil, LSM, dan pegiat kepemiluan di Indonesia. Konsultasi semacam ini tidak terbatas pada saat penyusunan peraturan dan perundang-undangan yang terkait, melainkan juga dilakukan pada INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
151
saat KPU akan menyusun rencana strategis KPU, penyusunan tahapan pemilu dan/atau pilkada, dan juga saat penentuan daerah pemilihan. Tujuan utama dari kegiatan konsultasi publik ini adalah untuk mendapatkan masukan ataupun saran dari masyarakat dan/atau wakil LSM, dalam rangka menghasilkan keputusan dan kebijakan KPU yang lebih akuntabel dan berkualitas. Konsultasi ini juga dilakukan sebagai upaya KPU dalam menjamin keterbukaan informasi kepada publik, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembuatan kebijakan, serta memperoleh dukungan publik bagi keputusan dan kebijakan yang dikeluarkan oleh KPU. Beberapa lembaga yang sering dilibatkan oleh KPU di antaranya Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Kemitraan untuk Pembaruan Tata Pemerintahan, dan PPUA Penca. ■
152
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
153
154
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
9 Penutup
K
omisi Pemilihan Umum Periode 2012-2017 telah paripurna mengemban dan melaksanakan amanahnya untuk menyelenggarakan 5 (lima) macam pemilu selama masa tugasnya, yaitu Pemilu Legislatif Tahun 2014, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014, pemilihan kepala daerah sebelum tahun 2014, Pilkada Serentak Tahun 2015, dan Pilkada Serentak Tahun 2017. Keseluruh pemilu dan/atau pemilihan tersebut telah berhasil diselenggarakan dengan baik oleh KPU, ditandai dengan pelantikan para pejabat publik terpilih sesuai dengan jadwal dan tahapan yang telah ditetapkan. Sampai dengan buku ini diterbitkan, hanya kepala daerah terpilih pada 101 wilayah hasil Pilkada Serentak Tahun 2017 belum dilantik di mana tahapan penyelesaian sengketa hasil pemilihan masih berlangsung di Mahkamah Konstitusi. Setiap periode kepemimpinan KPU memiliki tantangan yang berbeda dalam penyelenggaraan pemilu maupun pilkada. Seperti dipaparkan pada bab-bab terdahulu, KPU Periode 2012-2017 menghadapi 3 (tiga) tantangan utama dalam penyelenggaraan Pemilu 2014 serta Pilkada Serentak yang dilaksanakan pada tahun 2015 dan tahun 2017, INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
155
yaitu kecenderungan penurunan partisipasi masyarakat, peraturan perundang-undangan yang belum sempurna, dan tingkat kepercayaan publik dan persepsi publik terhadap kemandirian KPU. Menyadari beratnya tantangan yang dihadapi, KPU menyiapkan berbagai upaya dan strategi untuk menghadapi dan menjawab secara tuntas ketiga permasalahan tersebut. Secepatnya setelah dilantik oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 12 April 2012, seluruh komisioner KPU melakukan rapat konsolidasi dan membahas berbagai strategi dalam upaya penyelenggaraan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden-Wakil Presiden 2014 yang demokratis, aman, damai, dan berintegritas. Tiga permasalahan utama yang dihadapi KPU dibahas dan dicari akar permasalahannya, serta dicarikan berbagai macam pilihan solusi yang dapat dilaksanakan. Terkait dengan permasalahan kepercayaan publik terhadap kemandirian KPU, menjadi perhatian yang sangat serius. KPU berkeyakinan bahwa kepercayaan publik terhadap penyelenggara pemilu, khususnya KPU, menjadi prasyarat terselenggaranya sebuah pemilu atau pemilihan yang demokratis, berintegritas, dan diterima oleh semua pihak. Oleh karena itu, KPU harus berupaya keras untuk memupuk dan mengembalikan kepercayaan publik kepada KPU. Tudingan-tudingan atau kecurigaan bahwa KPU tidak mandiri, berbuat curang, tidak profesional, ataupun tidak transparan; harus dikikis habis. Tidak sedikit upaya yang telah dan sedang dilakukan oleh KPU untuk memupuk dan mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada penyelenggara pemilu, khususnya KPU. Beberapa upaya yang konsisten terus dilakukan untuk membuktikan bahwa KPU merupakan lembaga yang mandiri dan imparsial adalah dengan cara menerapkan prinsip keterbukaan dan partisipatif dalam penyelenggaraan pemilu. Prinsip keterbukaan dan partisipatif diimplementasikan oleh KPU pada level perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Pada level perencanaan, KPU selalu mengundang berbagai stakeholder untuk terlibat dalam proses penyusunan regulasi berupa peraturan KPU dan penyusunan anggaran. KPU juga membuka akses rancangan peraturan di website KPU untuk mendapatkan masukan yang lebih luas dari masyarakat.
156
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
Pada level implementasi, KPU juga tidak segan untuk melibatkan organisasi nonpemerintah dan para pegiat pemilu untuk menjadi narasumber atau fasilitator dalam kegiatan pelatihan atau bimbingan teknis untuk penyelenggara pemilu di tingkat bawah. Dalam level evaluasi, KPU selalu terbuka kepada semua pihak untuk memberikan evaluasi, penilaian, dan rekomendasi atas penyelenggaraan pemilu atau pemilihan yang telah diselenggarakan. KPU juga mengundang partai politik peserta pemilu, lembaga swadaya masyarakat, akademisi, perwakilan pemerintah, ataupun pengamat pemilu dalam kegiatan workshop atau focus group discussion untuk memberikan catatan-catatan evaluasi penyelenggaraan pemilu. Upaya KPU untuk melibatkan semua pihak dalam proses pemilu dibarengi dengan upaya KPU meningkatkan prinsip transparansi proses dan data pemilu atau pemilihan. Inovasi KPU di bidang teknologi dan informasi telah membuka akses yang seluas-luasnya bagi semua orang tanpa terkecuali untuk mendapatkan semua informasi terkait dengan proses dan data Pemilu maupun Pilkada. KPU juga melayani masyarakat melalui Pusat Pelayanan Informasi dan Data (PPID) di kantor KPU. Masyarakat bisa meminta data pemilu atau data lainnya terkait KPU yang mungkin tidak atau sulit ditemukan di website KPU, dengan datang secara langsung dan mengisi formulir yang telah disediakan. Jika data atau informasi tersebut tersedia dan bukan masuk kategori data atau informasi yang dikecualikan, KPU akan memberikan data tersebut secepatnya. Yang tidak kalah penting dalam upaya memupuk dan meningkatkan kepercayaan publik adalah menjaga kemandirian KPU dan meningkatkan profesionalisme penyelenggara pemilu. Upaya konstitusional KPU dalam menjaga kemandirian penyelenggara dari intervensi kekuatan politik dalam menentukan kebijakannya adalah dengan mengajukan judicial review atas ketentuan pasal 9 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 menyatakan bahwa KPU dalam menyusun dan menetapkan Peraturan KPU dan pedoman teknis seluruh tahapan pilkada harus berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah dalam rapat dengar pendapat yang keputusannya bersifat “mengikat”. Sedangkan upaya INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
157
untuk meningkatkan profesionalisme penyelenggara adalah dengan memberikan pelatihan-pelatihan intensif kepada anggota dan staf KPU di daerah serta memberikan beasiswa pendidikan pascasarjana bidang tata kelola pemilu kepada staf sekretariat KPU di semua tingkatan. Untuk menjawab tantangan kecenderungan penurunan tingkat partisipasi pemilih pada pemungutan suara, banyak upaya dan strategi yang dilakukan agar angka partisipasi tidak terus menurun. Upaya-upaya yang telah dilakukan KPU antara lain melalui kebijakan pemilu yang inklusif dengan merangkul komunitas-komunitas pemilih yang rentan atau terpinggirkan, membuat terobosan hukum dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang bertujuan melayani dan memudahkan pemilih dalam menggunakan hak pilih di TPS, serta memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dalam melayani pemilih. Upaya-upaya yang dilakukan KPU terbukti memberikan hasil yang positif. Tingkat partisipasi pemilih pada hari pemungutan suara pada Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/ Kota meningkat dari 71 persen pada tahun 2009 menjadi 75,11 persen pada tahun 2014. Tingkat partisipasi pemilih pada Pemilu PresidenWakil Presiden 2014 relatif stabil dibanding Pemilu Presiden-Wakil Presiden 2009. Tingkat partisipasi pada pilkada juga cenderung meningkat. Jika pada pelaksanaan pilkada sebelum tahun 2014 rata-rata tingkat partisipasi kurang dari 70 persen, pada Pilkada Serentak Tahun 2015 berhasil mencapai angka 70 persen. Angka partisipasi pemilih pada Pilkada Serentak Tahun 2017 terus meningkat jumlahnya menjadi 73,43 persen. Yang menarik adalah partisipasi pemilih pada Pilkada Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta putaran pertama pada tahun 2017 merupakan angka yang tertinggi yang pernah dicapai sejak pilkada langsung tahun 2007 di Jakarta. Menghadapi permasalahan ketidaksempurnaan peraturan perundang-undangan, KPU memegang prinsip bahwa KPU bukan semata lembaga pelaksana undang-undang. KPU memiliki pandangan bahwa KPU diberikan kewenangan atributif untuk membuat aturan pelaksana di bawah undang-undang. Dalam hal terdapat kekosongan hukum atau kontradiksi aturan perundang-undangan, KPU memiliki
158
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
peran strategis untuk mengisi kekosongan dengan membuat norma yang baru yang tidak bertentangan dengan peraturan di atasnya. Dalam hal terdapat kontradiksi aturan di dalam peraturan perundangundangan, KPU harus mengambil sikap yang jelas dan tegas untuk menghasilkan aturan yang paling adil, aturan yang sesuai dengan semangat pembentukan undang-undang, dan aturan yang lebih bermanfaat bagi pemilih yang harus diambil untuk dijadikan pijakan dalam penyelenggaraan pemilu. KPU menggunakan pendekatan hukum yang progresif dalam menyusun peraturan KPU atau produk hukum lainnya di bawah undang-undang. Pendekatan hukum yang progresif tidak semata-mata memahami undang-undang secara letter lijk, akan tetapi harus berani menembus batas formalitas yang tertuang di dalam teks undangundang. Prinsip keadilan bagi semua peserta pemilu dan pelayanan serta mempermudah pemilih harus dikedepankan jika undang-undang yang mengaturnya memiliki keterbatasan. KPU telah melakukan hal itu dan secara umum publik memberikan apresiasi kepada KPU atas pendekatan hukum progresif dalam menyusun dan mengeluarkan peraturan di bawah undang-undang. Sampai saat buku ini disusun, belum satupun peraturan atau surat edaran KPU yang diuji materi di pengadilan ataupun Mahkamah Agung. Akhir kata, tiada gading yang tak retak, tiada yang sempurna di dunia ini. Meski KPU telah berupaya maksimal dalam mempersiapkan dan menyelenggarakan pemilu dan pemilihan sepanjang kurun waktu tahun 2012-2017, tidak dimungkiri bahwa masih terdapat kekurangan di sana-sini. Akan tetapi, seluruh yang dilakukan oleh KPU setidaknya akan bisa menjadi pijakan bagi KPU Periode 2017-2022. Misalnya, inovasi dan pemanfaatan teknologi informasi bisa terus dilanjutkan penggunaannya, bahkan jika memungkinkan terus dilakukan pengembangan-pengembangan untuk mempermudah pelayanan pemilih, partai politik, dan penyelenggara pemilu di daerah. Upayaupaya untuk merealisasikan pemilu yang inklusif dan partisipatif perlu terus ditingkatkan jangkauan dan kualitasnya. Permasalahan dan kekurangan yang belum dapat diselesaikan semoga segera terselesaikan INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
159
secepatnya demi terciptanya penyelenggaraan pemilu dan pilkada yang lebih demokratis, lebih berkualitas, dan lebih berintegritas.■
160
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
Daftar Pustaka
Ali, Mahrus. (2013). Membumikan Hukum Progresif. Yogyakarta: Aswaja Pressindo. Asshiddiqie, Jimly. (2006). Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika. Asshiddiqie, Jimly. (2006). Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI. Dahlgren, Peter. (2009). Media and Political Engagement: Citizens, Communication, and Democracy. Cambridge: Cambridge University Press Fierro, Carlos Navarro., Morales, Isabel., and Gratschew, Maria, (2016), “Pemungutan Suara Eksternal: Sebuah Tinjauan Komparatif” dalam International IDEA, Memberikan Suara dari Luar Negeri. Jakarta: Perludem. Isra, Saldi (2014), “Menggadaikan Suara Rakyat”, dalam Harian Kompas, 25 April 2014. Kartikasari, Dian. (2013). Perempuan Cerdas Berdemokrasi. Jakarta: KPU.
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
161
Kekic, Lala. (2007). The Economist Intelligence Unit’s Index of Democracy. Lee,
Antony, (2016), “’Guarding Elections Online’: Analyzing Contribution of Cyber Activism to Democracy in Indonesia through the Civic Culture Framework”. Paper dipresentasikan dalam the 2016 Sizihwan International Conference on Asia Pacific Studies: “Norms and Institutions in the Asia-Pacific” di National Sun Yat-Sen University, Kaohsiung, Taiwan, 10-12 November 2016.
Mietzner, Marcus. (2012), “Indonesia’s Democratic Stagnation: AntiReformist Elites and Resilient Civil Society”. in Democratization Vol. 19, No. 2: pp 209-229. Mouffe, Chantal. (2013). Agonistic: Thinking the World Politically. London: Verso. Nurhasim, Moch (Ed). (2014), Partisipasi Pemilih pada Pemilu 2014: Studi Penjajakan. Jakarta: Pusat Penelitian Politik LIPI dan KPU. Pedoman Pendidikan Pemilih, KPU RI, 2015. Pedoman Relasi Relawan Demokrasi Pemilu Tahun 2014. KPU RI, 2014. Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2013 tentang Pencalonan Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPR Tahun 2014 Peraturan KPU Nomor 26 Tahun 2013 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota Tahun 2014 Peraturan KPU Nomor 28 Tahun 2013 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara di Luar Negeri Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota Tahun 2014 Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2014 tentang Penyusunan Daftar Pemilih untuk Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2014 tentang Pemungutan, dan Penghitungan Suara di TPS dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014.
162
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2014 tentang Pemungutan, Penghitungan Suara, dan Rekapitulasi Suara bagi WNI di Luar Negeri dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014. Peraturan KPU Nomor 13 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan KPU No 8 Tahun 2015 tentang Dana Kampanye Peserta Pemilihan Gubernurdan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan Walikota dan Wakil Walikota. Raslan, Karim (2014), “M’sia Can Learn from Indonesian Polls”, thestar.com.my dalam http://www.thestar.com.my/opinion/ columnists/ceritalah/2014/07/26/msia-can-learn-fromindonesian-polls/#7IoA5IZleOYvRXoD.99 Salim, Ishak (Ed). (2014). Memahami Pemilihan Umum dan Gerakan Politik Kaum Difabel. Sleman: Penerbit Sigab. Sardini, Nur Hidayat. (2014). Kepemimpinan Pengawasan Pemilu: Sebuah Sketsa. Jakarta: Rajawali Pers. Schraufnagel, Scot, et.al., “Voter Turnout in Democratizing Southeast Asia: A Comparative Analysis of Electoral Participation in Five Countries”, dalam Taiwan Journal of Democracy, Volume 10, No. 1: 1-22, July, 2014
Sudjito, Arie. (2013). Komunitas Pinggiran Cerdas Berdemokrasi. Jakarta: KPU. Surbakti, Ramlan et.al. (2009). Perekayasaan Sistem Pemilihan Umum Untuk Pembangunan Tata Politik Demokratis. Jakarta: Yayasan Kemitraan. Surbakti, Ramlan (2014), “Rapor Penyelenggara Pilpres” dalam Harian Kompas 12 Agustus 2014. Surbakti, Ramlan (2012), “Integritas Pemilu” dalam Harian Kompas 21 Mei 2013. Supriyanto, Didik et.al (2015). Dana Kampanye Pilkada: Pengaturan Teknis Tentang Sumbangan, Pengeluaran, dan Pelaporan Berdasarkan UU No 1/2015 juncto UU No 8/2015. INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
163
Tryatmoko, Mardyanto Wahyu. (2014), “Partisipasi Pemilih Pada Pileg dan Pemilu Presiden 2014 di DKI Jakarta”, dalam Nurhasim, Moch (Ed). Partisipasi Pemilih pada Pemilu 2014: Studi Penjajakan. Jakarta: LIPI dan KPU. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1953 tentang Pemilihan Anggota Konstituante dan anggota Perwakilan Rakjat, dalam Feith, Herbert (1999), Pemilihan Umum 1955 di Indonesia. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah No 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas UU No 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah No 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah No 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Wahib, Ahmad Bunyan. (2013). Umat Beragama Cerdas Berdemokrasi. Jakarta: KPU. Website “Ainun Najib, Teknologi Informasi untuk Negeri”. (2014), kompas. com, 22nd July. Available in http://tekno.kompas.com/ read/2014/07/22/18374667/Ainun.Najib.Teknologi. Informasi.untuk.Negeri (Diakses 21 September 2014). “Indonesia, Example of Electoral Transparency in Asia: ANFREL
164
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
Chairperson”, thejakartapost.com, dalam http://www. thejakartapost.com/news/2016/08/23/indonesia-example-ofelectoral-transparency-in-asia-anfrel-chairperson.html (diakses 22 Januari 2017). “Indonesian Technies Crowdsource Election Results”. (2014), ft.com, dalam http://www.ft.com/intl/cms/s/0/6c62a8b6-0e33-11e485ab-00144feabdc0.html?siteedition=intl#axzz3DqpIRJNh (Diakses 20 September 2014). “Menlu RI: Perlindungan WNI-BHI adalah Prioritas Politik Luar Negeri Indonesia”, Kemlu.go.id, dalam http://www.kemlu.go.id/ id/berita/Pages/Menlu-RI-Perlindungan-WNI-BHI-adalahPrioritas-Politik-Luar-Negeri-Indonesia.aspx (Diakses 21 Januari 2017). “Sweden Opens the Gates for Election Voting”, The Local.se dalam http://www.thelocal.se/20140827/sweden-opens-the-gatesfor-election-voting (Diakses 24 Januari 2017). “Elections and Technology”, The ACE Electoral Knowledge Network Administration and Cost of Elections” dalam http://aceproject. org/ace-en/topics/et/ety/default (Diakses 21 Januari 2017). “Komunitas Diaspora Ingin Dapil Khusus Luar Negeri” , Beritasatu. com, http://www.beritasatu.com/politik/98828-komunitasdiaspora-ingin-dapil-khusus-luar-negeri.html (Diakses 24 Januari 2017). Surat Kabar Harian Kompas, 27 Juli 2013 Harian Kompas, 29 Desember 2013 Harian Kompas, 2 April 2014 Harian Kompas, 7 Oktober 2015 Harian Kompas, 11 Desember 2015 Harian Kompas, 1 April 2016
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
165
166
INOVASI PEMILU Mengatasi Tantangan, Memanfaatkan Peluang
Jln. Imam Bonjol No. 29 Jakarta 10310 Telp. 021- 31937223, Faks. 021-3157759
KPU Republik Indonesia
www.kpu.go.id
@KPURI2015