DEMOKRATISASI PENYIARAN :
PERKEMBANGAN TANTANGAN & PELUANG Oleh AMIR EFFENDI SIREGAR KETUA PEMANTAU REGULASI DAN REGULATOR MEDIA (PR2MEDIA)
PEMIMPIN UMUM MAJALAH WARTA EKONOMI PAKAR PENDAMPING RUU PENYIARAN KOMISI I DPR ANGGOTA DEWAN PERS (2003-2006) 1
PENGANTAR Sejak 1998, lewat reformasi, Indonesia memilih demokrasi sebagai jalan hidup berbangsa dan bernegara dengan Pancasila dan UUD 1945 (termasuk amandemen) sebagai landasan filsafat dan ideologinya. Berbagai peraturan perundang-undangan, khususnya di bidang media dan penyiaran telah dilahirkan untuk membangun sebuah sistem media dan penyiaran yang demokratis yang menjamin keanekaragaman isi dan kepemilikan 2
PENGANTAR Yang terjadi saat ini adalah berpindahnya kontrol yang terpusat oleh negara sebagai ciri negara otoriter ke dalam pelukan modal lewat pasar bebas yang tidak terkontrol, seringkali mengabaikan kepentingan publik. Dikhawatirkan dapat melahirkan otoritarianisme dalam bentuk baru, yaitu otoritaritarianisme kapital yang pada gilirannya dapat juga membunuh demokrasi. 3
Filsafat dan ideologi media l
Dalam menyusun sebuah peraturan perundang-undangan, khususnya undang-undang di bidang media dan penyiaran, maka menurut pendapat saya yang pertama kali harus dipahami adalah undang-undang ini haruslah merupakan turunan dari filsafat dan ideologi negara. Sebuah usaha untuk membangun sebuah sistem penyiaran yang demokratis berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945. Selanjutnya adalah memahami bahwa undang-undang ini merupakan juga turunan dari prinsip-prinsip universal yang berlaku di dunia dalam membangun sebuah sistem komunikasi, media dan penyiaran yang demokratis. 4
DEMOKRASI INDONESIA l Pancasila
dan UUD 1945 tidak hanya menjamin hak-hak politik dan sipil, tapi juga hak-hak ekonomi, sosial dan budaya bangsa Indonesia. l Prinsip keadilan mendapat tempat yang sangat penting, yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. l
5
DEMOKRASI INDONESIA Indonesia secara tegas menyatakan ingin menegakkan desentralisasi melalui otonomi daerah yang luas sesuai dengan UUD 1945 pasal 18, 18A, 18B . Tidak hanya mengutamakan prinsip menjamin kebebasan berbicara, berpendapat, berorganisasi, berkomunikasi dan berpolitik semata atau hanya menjamin adanya hak politik dan sipil saja sebagaimana tercantum pada pasal 27, 28 dan 29. Namun juga menjamin adanya hak ekonomi, sosial dan budaya masyarakat sebagaimana tercantum pada pasal 31, pasal 32, pasal 33 dan pasal 34.
l
6
DEMOKRASI INDONESIA Semua ini memperlihatkan bahwa Republik Indonesia bergerak dari sistem otoriter yang sentralistis ke sistem demokratis yang desentralistis. Negeri ini bukanlah negara liberalkapitalistik atau otoriter, tapi negara demokrasi yang tidak hanya menjamin hak sipil dan politik, tetapi juga hak ekonomi, sosial dan budaya yang membutuhkan pelaksanaan keadilan dan penghargaan terhadap minoritas. l
7
DEMOKRATISASI MEDIA
Memerlukan: 1. Jaminan terhadap “freedom of expression, speech and of the press”. 2. Jaminan terhadap “diversity of ownership, content and voices”. 3. Jaminan terhadap distribusi informasi dan media yang tepat sasaran
8
REGULASI MEDIA Media Cetak: Pengaturan diri sendiri (“Self Regulatory”) lebih menentukan (dominan). Terdapat Dewan Pers sebagai “ Independent Self Regulatory Body”. Terutama menggunakan UU Pers. Media Elektronik: Peranan Badan Regulasi Independen (“Independent Regulatory Body”) seperti Komisi Penyiaran Indonesia yang merupakan lembaga negara lebih menentukan (dominan) karena media elektronik mempergunakan ranah publik. Terutama menggunakan UU Penyiaran
9
REGULASI MEDIA UNDANG-UNDANG PERS NO 40/1999 DAN UNDANG-UNDANG PENYIARAN NO 32/2002 Berikut Dengan Peraturan Pemerintah. Dan UU Lain terkait seperti UU Telkom, UU Larangan Praktek Monopoli & Persaingan Usaha Tidak Sehat, UU Informasi dan Transaksi Elektronik, UU Keterbukaan Informasi Publik. Dan lain lain. 10
REGULASI MEDIA PENYIARAN Highly Regulated karena : Pertama, media ini mempergunakan ranah publik. Kedua, frekuensi yang dipakai bersifat terbatas (scarcity theory). Bila nanti teknologi digital mulai dipergunakan, jumlah lembaga penyiaran bisa dan akan lebih banyak, tapi tetap terbatas. Ketiga, siaran televisi dapat memasuki dan menembus ruang keluarga, ruang tidur kita secara serentak dan meluas, tanpa kita undang (pervasive presence theory).
11
SITUASI DAN PETA MEDIA SAAT INI: 1.BERGESERNYA OTORITARIANISME NEGARA KE OTORITARIANISME KAPITAL, 2. INDEPENDENSI MEDIA DIPERTANYAKAN 3. MEDIA UMUMNYA ELITIS, ISINYA SERAGAM & HIBURAN DOMINAN. 4.KONSENTRASI TERJADI, KEANEKARAGAMAN ISI DAN KEPEMILIKAN DIABAIKAN 5.LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK & KOMUNITAS TIDAK CUKUP DIPERHATIKAN 12
MENGAPA TERJADI ? 1. Lemahnya pemahaman terhadap Konstitusi dan Demokrasi. 2. Peraturan dan kebijakan lainnya tidak konsisten dengan undang-undang. 3. Regulasi yang disalah tafsirkan oleh pengusaha yang sekaligus mempergunakan celah hukum. 4. Pasar dibiarkan bergerak liar tanpa kontrol, kepentingan publik cendrung terabaikan. Sistem penyiaran tidak jelas termasuk “ rating system”. 5. Penegakan hukum lemah atau sama sekali tidak dilakukan oleh regulator terutama oleh pemerintah. 6. Kooptasi kapital terhadap berbagai pihak.
13
PETA MEDIA CETAK Sebenarnya, media yang paling elit, atau yang peredaran dan jangkauannya paling kecil dibandingkan dengan radio dan televisi, adalah media cetak. Jumlahnya sebesar 1.324 yang terdiri 630 suratkabar harian dan mingguan, 694 tabloid dan majalah . Total sirkulasinya sekitar 23,3 juta dengan 10 juta juta eksamplar suratkabar harian/mingguan untuk 240 juta penduduk (SPS 2013). Jumlah itu sangat kecil dibanding dengan negara maju, seperti Amerika, Jepang dan lainnya yang jumlah sirkulasinya sebanding dengan jumlah penduduk l
14
PETA MEDIA CETAK Jumlah yang kecil ini memang sangat berhubungan secara signifikan dengan keadaan ekonomi dan potensi pembaca yang bila dilihat dari jumlah penduduk yang berpendidikan dan sudah berkerja SMA keatas jumlahnya hanya sekitar 36 juta dari 110,8 juta penduduk yang bekerja (BPS 2012). 15
PETA MEDIA CETAK l
Tiap suratkabar atau majalah di Indonesia sirkulasinya berkisar antara ribuan dan puluhan ribu hanya beberapa saja yang ratusan ribu, sementara di negara maju banyak sekali yang ratusan ribu bahkan jutaan. Di Indonesia, media cetak beredar terutama didaerah urban dan kota besar. Sebagian media cetak menggunakan internet untuk memperluas peredaran. Meskipun pengguna internet tumbuh pesat, penetrasi internet di Indonesia baru sekitar 24,23% persen atau sekitar 63 juta penduduk (APJII 2012 ). Sementara di negara maju penetrasi internet sekitar 70% ke atas. 16
Model Bisnis Baru Media Cetak Pendapatan yang berasal dari sirkulasi saat ini sangat kecil sementara iklan diperebutkan oleh banyak penerbitan. Disamping itu teknologi komunikasi, khususnya internet berkembang sangat pesat. Untuk tetap hidup dan berkembang, saat ini diperlukan model baru bisnis media cetak, yang tidak hanya mengandalkan revenue konvensional seperti sirkulasi yang semakin mengecil dan iklan yang diperebutkan banyak penerbit. Diperlukan program pendapatan baru yang melibatkan pembaca dan komunitas yang bernilai ideal sekaligus komersial. 17
Model Baru Bisnis Media Cetak Svida Alisjahbana dalam pertemuan CEO Media di Manado Februari lalu menyajikan secara sangat menarik model baru bisnis media cetak kelompok FEMINA. Presentasinya yang berjudul Brand Relevance memperlihatkan secara jelas kekuatan komunitas ( the Power of Community ) dalam mempertahankan dan mengembangkan bisnis majalah FEMINA. Bayangkan Femina membangun komunitas yang disebut dengan Women Entrepreneur, Career Woman, Food Lovers, Beauty, Finance Manager, Smart Shopper, Fashion Lover, Traveller. 18
Model Baru Bisnis Media Cetak Bambang Harymurti, CEO Majalah Tempo memberikan penekanan khusus pada model bisnis hibrida. Digital tidak dianggap sebagai ancaman. Versi Cetak dan digital harus berjalan secara bersama-sama. Meskipun saat ini penghasilan dari versi digital dalam kasus Indonesia masih sangat kecil, namun masa depannya sangat menjanjikan. Model bisnis hibrida ini sudah terbukti manjur. Bambang mengambil The New York Times sebagai contoh. Sirkulasi digital berbayar sebanyak 830 ribu sementara sirkulasi versi cetak 780 ribu ( Pers Kita, Maret 2013) l
19
Model Baru Bisnis Media Cetak l Demikian
juga yang terjadi dengan dengan Majalah Swa dan Warta Ekonomi, kegiatan di luar cetak (off-print) dalam bentuk seminar, workshop, penelitian, pemberian penghargaan dan lainnya merupakan revenue baru yang tinggi. Komposisi pendapatan (revenue) menjadi berubah. Sirkulasi yang tadinya cukup besar saat ini hanya sekitar 10-15%, sementara dari iklan menjadi sekitar 35-45% dan dari aktivitas offprint (events)sekitar 35-45 %. Meskipun sebenarnya seluruh aktivitas itu terintegrasi20.
Model Baru Bisnis Media Cetak l Inilah
yang disebut sebagai model baru bisnis media cetak. Media cetak tidak bisa lagi berdiri sendiri. Harus memanfaatkan teknologi dan kawin dengan versi online nya. Membangun, mengorganisir dan memanfaatkan pembaca/ komunitasnya. Melakukan kegiatan yang bermanfaat bagi komunitas dan penerbitannya, baik secara ideal maupun komersial. Menggunakan dan bekerjasama dengan media lainnya, termasuk radio dan televisi. Semuanya terintegrasi secara baik. 21
Model Baru Bisnis Media Cetak l Namun,
titik sentral dan penting dari semua aktivitas itu adalah membuat isi atau content sebaik-baiknya, karena dari isi yang prima dan kredibitel itulah dibangun kepercayaan terhadap media (brand image) dan penjabaran aktivitas lainnya. Isi media yang baik memang seharusnya menampilkan wajah, aktivitas dan kepentingan pembaca/komunitas bukan wajah dan aktivitas pemilik. 22
Televisi l Televisi
swasta ternyata baru menjangkau sekitar 78 % penduduk yang 67 % diantaranya atau sekitar 122 juta mempunyai akses (Media Scene, 2011). TVRI yang diharapkan menjangkau luas dan menjadi alternatif belum mendapat perhatian yang layak. 23
TELEVISI Isi stasiun televisi swasta, lebih diorientasikan untuk penduduk urban, bersifat sangat seragam dan elitis. Betapa tidak, mayoritas stasiun televisi yang sekitar 218 dari 300 stasiun televisi dikuasai oleh 10 stasiun televisi Jakarta/Nasional yang mendasarkan dirinya pada rating yang dibuat Nielsen yang melakukan penelitian hanya di 10 kota besar yaitu Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Medan, Makassar, Palembang, Banjarmasin, Den Pasar dengan lebih dari 50 % sampelnya berada di Jakarta.
l
24
Radio l Radio
yang jangkauannya paling luas di Indonesia. Ini adalah media yang paling demokratis dalam hal keanekaragaman isi dan kepemilikan. Terdapat sekitar 1178 stasiun radio dengan sekitar 775 radio komersial , sisanya adalah radio publik lokal, komunitas . Kemudian terdapat sekitar 77-80 stasiun RRI. Namun perlu diperkuat dan diberdayakan lagi. 25
MEDIA BARU Penetrasi Internet – Singapura 77,2 % ( 3,6 juta org) – Jerman 82,7 % (67,7 juta org) – Taiwan 70,0 % (16,1 juta org) – Malaysia 61,7 % ( 17,7 juta org) – China 38,4 % (513 juta org ) – Phillipines 33,0 % (33,6 juta org) – Thailand 27,4 % ( 18,3 juta org) – Indonesia 22,4 % ( 55 juta orang) Sumber Internet World Stats ( 31 Dec 2011 and updated March 2012) 26
PENGUASA MEDIA 1. MNC GROUP, 2. CT CORP, 3. EMTEK, 4. VISI MEDIA ASIA, 5. METRO/MEDIA GROUP, 6. KOMPAS/GRAMEDIA, 7. JAWA POS GROUP, 8. BERITA SATU MEDIA/LIPPO, 9. TEMPO GROUP, 10. FEMINA, l 11. MRA MEDIA, 12. MAHAKA MEDIA. (Nugroho, et al.2012) 27
PENGUASA TELEVISI l 1.
MNC memiliki dan menguasai RCTI, Global TV dan MNC TV/TPI dengan jaringan di daerah. 2. EMTEK menguasai SCTV dan Indosiar dengan jaringan. 3. CT Corp menguasai Trans TV dan Trans 7 dengan jaringan. 4. Visi Media Asia (Viva) menguasai ANTV dan TV One berikut jaringan. l 5. Metro TV dan jaringan. l Sekitar 218 LPS yang jumlahnya sekitar 300 dikuasai oleh 5 kelompok usaha tersebut. 28
ISI DAN RATING TV SWASTA Riset di lakukan oleh Nielsen terhadap 10 kota (Nielson April 2010). l : 1. Jakarta (57%), l 2. Surabaya 19 %, 3. Yogyakarta (5%), l 4. Bandung (4%), 5. Medan (4%), l 6. Palembang (3%), 7. Semarang (2%), l 8. Makassar (2%), 9. Denpasar (2%), l 10. Banjarmasin (1%) l Total Penduduk 49.525.103 29
Isi dan Rating TV l Banyak
orang menduga bahwa berita yang disajikan oleh stasiun televisi dengan gaya dan bentuknya sekarang ini memperoleh rating tinggi dan keuntungan komersial. Ternyata tidak! Jauh panggang dari api! (Kompas 24 April 2010)
30
ISI DAN RATING TV Berdasarkan data dari AGB Nielsen Indonesia pada 28/3 sampai dengan 10/4/2010, dalam hal rating dan market share, posisi stasiun televisi yang menjadikan berita sebagai menu utama, yaitu TV ONE dan Metro TV, berada pada posisi 9 dan 10 diantara 10 stasiun televisi swasta lainnya. Riset inilah yang dipakai sebagai referensi oleh pemasang iklan (Kompas 24 April 2010)
l
31
ISI DAN RATING TV l Rating
dan market share berita (news) jauh di bawah program non news, terlempar jauh dibawah peringkat 75. Yang nilainya tinggi dan masuk 10 besar antara lain program non news seperti Opera Van Java, Cinta Fitri, Take Celebrity Out dan Termehek-mehek.
32
ISI DAN RATING TV l Mereka
yang bergerak di dunia bisnis pertelevisian mengetahui bahwa hanya setasiun televisi peringkat 1 sampai 4 yang bisa mendapat iklan besar dan memperoleh untung, sementara stasiun televisi peringkat 5 kebawah, “berdarah-darah” dan merugi. (Kompas 24 April 2010) 33
ISI DAN RATING TV SWASTA Riset di lakukan oleh Nielsen terhadap 10 kota (Nielsen May 2013). l : 1. Jakarta (60,71%), l 2. Surabaya 17,26 %, 3. Yogyakarta (4,75%), l 4. Bandung (4,69 %), 5. Medan (3,99 %), l 6. Palembang (2,93 %), 7. Semarang (3,16 %), l 8. Makassar (2,68 %), 9. Denpasar (2,12 %), l 10. Banjarmasin (1,26 %) l Total Penduduk 46.887.780 34
ISI DAN RATING TV SWASTA Sampel terhadap 10 kota (Nielsen 28 April - 4 May 2013). l : 1. Jakarta (2031 = 24,79 %), 2. Surabaya (1295=15,62 %), 3. Yogyakarta (708=8,54% %), l 4. Bandung (680=8,20% %), 5. Medan (661=7,97 %), l 6. Palembang (641=7,73 %), 7. Semarang (611=7,37 %), l 8. Makassar (585=7,05%), 9. Denpasar (657=7,92 %), l 10. Banjarmasin (421=5,07%) l Jumlah Sample 8290
35
16 Besar Program (28 April – 4 Mei 2013)
1. Tukang Bubur Naik Haji (RCTI), l 2. X Factor (RCTI), l 3. Berkah (RCTI), 4. On The Spot (Trans 7 ), 5. Raden Kian Santang (MNC TV), 6.SCTV Music Awards, 7. Opera Van Java (Trans 7), 8. Cinta 7 Susun (RCTI), 9. Telekuis Music Awards (SCTV), 10. ISL : Madura vs Persib (ANTV), l
36
16 Besar Program (28 April – 4 Mei 2013) l
11. Al Ustadz Jefri (SCTV), 12. Teman Makan Teman (IVM), 13. Yang Muda Yang Bercinta (RCTI), 14. Indonesia Mencari Bakat (Trans), 15. 7 Hari Ustadz Jefri (SCTV), 16. Tukang Sayur Kebelet Kawin (SCTV).
37
Berita dan Informasi 73. Liputan 6 Siang (SCTV). 77. Liputan 6 Petang (SCTV), 79. Liputan 6 Terkini (SCTV), 82. Sekilas Info (RCTI), 87. Kabar Kabari (RCTI), 96. Insert Investigasi (Trans), 100. Selebrita (Trans 7), 125. Reportase Sore (Trans), 129. Reportase (Trans), 140. Seputar Indonesia (RCTI).
38
Berita dan Informasi l 220.
Lawyers Club (TV One), 223. Topik Petang (ANTV), l 256. Apa Kabar Indonesia (TVOne), l 488. Prime News (Metro TV)
39
Top I0 Market Share 1. RCTI 19,5, 3. Trans7 12.0, 5. MNC TV 10.3, 7. Global TV 6,7. 9. TV One 4,9.
2. SCTV 15,9, 4. Trans 10.4, 6. IVM 7,8, 8. ANTV 6, 10. Metro TV 1.8.
40
ISI DAN RATING TV l Kita
membutuhkan kehidupan dan isi media yang sehat. Media terikat pada ideologi bangsa dan ideologi media. Terutama media yang mempergunakan ranah publik harus ditujukan untuk kepentingan publik. Untuk itu perlu sebuah sistem penyiaran yang demokratis dan sehat, yang menjamin keanekaragaman isi dan kepemilikan yang melahirkan banyak dan berbagai macam institusi rating. 41
BELANJA IKLAN (2012) Rp. 89,3 T l MEDIA
ELEKTRONIK Televisi 57, 18 T (64%), Radio 0,705 T (0,8%) l MEDIA CETAK Newspaper 27,73 T (31%), Magazine 1,71 T (2,1%), Tabloid 0,772 (1.0%) MEDIA OUTDOOR 1,23 T (1,6%) Sumber Media Scene Vol 24: 2012/2013
42
BELANJA IKLAN (2012) l MEDIA
ELEKTRONIK ( TV & Radio) 63 % l MEDIA CETAK 36 % l MEDIA ONLINE 1 %
l Jumlah
: Rp. 87, 4 T ( Sumber Nielsen-SPS) l Catatan : TV 62 %, Radio 1%, Suratkabar 33%, Tabloid/Mag 3-4%. 43
LEMBAGA PENYIARAN
1. Lembaga Penyiaran Swasta 2. Lembaga Penyiaran Publik 3. Lembaga Penyiaran Komunitas 4. Lembaga Penyiaran Berlangganan
44
PERBANDINGAN LEMBAGA PENYIARAN
1. Lihat secara garis besar sistem penyiaran di Eropa, Amerika Serikat dan Indonesia. 2. Posisi Lembaga Penyiaran Publik di Indonesia. 45
LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK Main Principles of Public Service Broadcasting Neither commercial nor state-controlled, public broadcasting’s only raison d’etre is public service. It is public’s broadcasting organization; it speaks to everyone as a citizen. Public broadcasters encourage access to and participation in public life. They develop knowledge, broaden horizons and enable people to better understand themselves by better understanding the world and others. (World Radio
l
and Television Council 2002).
46
Lembaga Penyiaran Publik l Lembaga
ini diharapkan menjadi alternatif dan penyeimbang lembaga penyiaran swasta, bukan sebagai saingan. Itulah sebabnya undang-undang yang baru nanti harus mengatur secara terperinci jelas, lengkap dan tegas, agar transformasi yang saat ini belum terjadi secara baik , dapat berjalan tuntas. 47
REGULASI LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK
Melihat kompleksitas permasalahan lembaga penyiaran publik di Indonesia, sebaiknya memang uu penyiaran untuk lembaga penyiaran publik dan lembaga penyiaran swasta dipisah.
48
Stasiun Berjaringan Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, untuk Indonesia, sistem yang tepat adalah sistem penyiaran yang berlandaskan pada stasiun televisi berjaringan dan stasiun lokal. Induk stasiun berjaringan tidak harus terletak di ibukota negara, tapi juga bisa terdapat dan dibangun di daerah, misalnya ibukota propinsi. Suatu hari nanti diharapkan akan lahir puluhan stasiun jaringan, ribuan stasiun televisi lokal yang bisa independen, berafiliasi dan dimiliki jaringan. l
49
Pengaturan Kepemilikan l
Pemusatan kepemilikan oleh satu orang atau satu badan hukum terhadap lembaga penyiaran swasta baik yang merupakan stasiun lokal dan stasiun berjaringan harus diatur ketat. Menurut pendapat saya, kepemilikan dan penguasaan oleh seseorang atau suatu badan hukum apapun, ditingkat manapun terhadap lebih dari satu stasiun jaringan harus sangat dibatasi demikian juga terhadap stasiun televisi lokal. 50
Regulator Penyiaran & Perijinan l
Di negara demokrasi, regulator utama penyiaran adalah lembaga negara independen sebagaimana FCC di Amerika Serikat, OFCOM di Inggris, ACMA di Australia, ICASA di Afrika Selatan, CSA di Perancis dan banyak negara demokrasi lainnya. Demikian juga seharusnya di di Indonesia, yaitu Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)
51
Independensi dan Netralitas dalam Jurnalisme dan Media l Beberapa
konsep penting perlu dijelaskan, antara lain tentang jurnalisme dan jurnalistik, independensi dan netralitas serta jenis dan bentuk media. Sehingga kita mengetahui secara jelas independen dan netral itu apa dan terhadap siapa ? Kepada siapa jurnalis dan media seharusnya berpihak ? Apa sanksinya ? 52
Independensi dan Netralitas l
Jurnalisme adalah sebuah paham tentang kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan media. Dalam jurnalisme terkandung idealisme. Ada ideologi, yaitu usaha memberikan informasi untuk pemberdayaan masyarakat. Bill Kovach dan Tom Rosentiel merumuskan bahwa tujuan utama jurnalisme adalah menyediakan informasi yang dibutuhkan publik agar mereka bisa hidup merdeka dan mengatur diri sendiri. 53
Independensi dan Netralitas l Jurnalisme
bukan hanya sesuatu yang bersifat teknis penyajian, tapi terdapat idealisme. Jurnalistik adalah implementasi dari ideologi jurnalisme.
54
Independensi dan Netralitas Dalam jurnalisme dan kegiatan jurnalistik terdapat prinsip independensi dan netralitas yang harus ditegakkan. Independen dalam arti merdeka menjalankan ideologi jurnalisme. Netral artinya berimbang, akurat, tidak memihak kecuali kepentingan publik. Independensi dan netralitas itu memang berbeda tapi merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Bila ingin menjadi media yang baik, kedua prinsip itu harus dijalankan l
55
Independensi & Netralitas Itu sebabnya Kode Etik Jurnalistik yang disahkan oleh Dewan Pers merumuskan secara sangat bagus dalam satu tarikan nafas: “ Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beriktikad buruk “ Dengan penafsiran yang sangat jelas bahwa prinsip independensi dan netralitas harus dilaksanakan (Pasal 1). 56
Independensi & Netralitas l Sementara
itu Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS) yang dikeluarkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia juga juga menyatakan dalam satu tarikan nafas : “ Lembaga penyiaran wajib menjaga independensi dan netralitas isi siaran dalam setiap program siaran “ l ( Pasal 11 ayat 2 P3) . 57
Independensi & Netralitas Dalam SPS diatur secara lebih detil dan tegas bahwa independensi dan netralitas harus dijaga dengan antara lain menyatakan bahwa program siaran wajib dimanfaatkan untuk pentingan publik, tidak untuk kelompok tertentu dan dilarang untuk kepentingan pribadi pemilik dan kelompoknya. (Pasal 11 SPS). Selanjutnya dalam program jurnalistik harus akurat, adil, berimbang, tidak berpihak. (Pasal 40 SPS). 58
Independensi & Netralitas Dapatkah pemberitaan suratkabar memuat berita tentang pemiliknya setiap hari dengan porsi yang besar kemudian memuji-muji diri sendiri. Tidak ada larangan secara hukum terhadap media cetak yang tidak mempergunakan ranah publik ini sepanjang tidak mencemarkan nama baik orang lain. Sanksinya adalah etik dan sosial. Kredibiltas media menjadi turun, masyarakat menjadi muak dan bosan. Suratkabarnya ditinggalkan pembaca. 59
Independensi dan Netralitas Bagaimana bila itu terjadi di Televisi maupun Radio yang mempergunakan frekuensi dan ranah publik. Regulator harus menegur dan melarangnya dengan sanksi etik dan hukum mulai dari yang ringan sampai dengan berat sesuai dengan peraturan yang berlaku. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), KPU, Kemenkominfo serta Dewan Pers harus secara tegas menegakkan etika dan hukum. 60
Independensi dan Netralitas l Mungkinkah
media itu independen dan netral 100%. Tidak akan pernah ! Itu sebabnya perlu dikontrol secara internal maupun eksternal. Semakin tinggi derajat independensi dan netralitasnya, semakin tinggi kredibiltasnya, semakin disukai dan semakin mampu membentuk opini publik. 61
Digitalisasi & Multipleksing l
Penyiaran kini memasuki era digitalisasi, akan terdapat 2 (dua) lembaga penyiaran:
1. Lembaga penyiaran yang menyediakan berbagai macam program dan l 2. Lembaga penyiaran yang menyalurkan program-program, yaitu lembaga penyelenggara mulktipleksing. l
62
Digitalisasi & Multipleksing l Untuk
menjamin terselenggaranya penyiaran yang demokratis, seharusnya penyelenggara multiplleksing ini adalah sebuah badan usaha yang independen dan profesional. Bisa merupakan konsorsium dari banyak banyak badan usaha, atau merupakan badan usaha milik negara. Negara harus mengontrol dan tidak melepaskannya begitu saja kepada pasar 63
DIGITALISASI TV VERSI PERMEN 22 DIBATALKAN MA Mahkamah Agung (MA) pada 3 April 2013 membatalkan Permen No 22 dengan mengabulkan gugatan Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI) dan Asosiasi Televisi Jaringan Indonesia ( ATVJI). Namun tampaknya pemerintah bersikeras menjalankan digitalisasi berdasarkan permen dan tak akan membatalkan keputusan. 64
Implikasi Putusan MK MK pada 3/10/2012 menolak permohonan Koalisi Independen Untuk Demokratisasi Penyiaran (KIDP) yang meminta tafsir tunggal tentang pemusatan kepemilikan. Namun, ketika membaca pertimbangan hukumnya, secara implisit mereka "menerima". MK menolak memberi tafsir, tapi sebenarnya memberi tafsir. Terdapat 2 Hakim yang melakukan “dissenting opinion”. Kini, banyak badan hukum yang memiliki lebih dari 1 LPS di satu daerah dengan jaringan di daerah lain. Menurut KIDP itu dilakukan karena tafsir yang keliru. 65
Anggota KIDP 1. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, 2. AJI Jakarta, 3. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers , 4. Yayasan 28, 5. Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2MEDIA), 6. Media Lintas Komunitas (MEDIALINK), 7. Yayasan TIFA, 8.Jaringan Radio Komunitas (JRKI), 9. Remotivi, 10. Masyarakat Cipta Media, 11. Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP), 12. Institute for Criminal Justice Reform (ICJR)
66
Implikasi Putusan MK l MK
menolak melakukan tafsir karena tafisrnya sudah jelas terdapat dalam Undang-Undang Penyiaran dan PP No. 50/ 2005. Sehingga bila terjadi penyimpangan, bukanlah masalah konstitusionalitas tapi soal implementasi norma Keputusan MK jelas menolak pemusatan kepemilikan yang sekarang terjadi.
67
PEMBATASAN KEPEMILIKAN UU Penyiaran menetapkan 3 pasal penting, yaitu pasal 18 ayat (1) yang menyatakan: l Pemusatan kepemilikan dan penguasaan Lembaga Penyiaran Swasta oleh satu orang atau satu badan hukum, baik di satu wilayah siaran maupun di beberapa wilayah siaran, dibatasi. l Kemudian, Pasal 20 yang menyatakan: l Lembaga penyiaran swasta jasa penyiaran radio dan jasa penyiaran televisi masing-masing hanya dapat menyelenggarakan 1 (satu) siaran dengan 1 (satu) saluran siaran pada 1 (satu) cakupan wilayah siaran. l
l
68
PEMBATASAN KEPEMILIKAN Pasal 34 Ayat (4): Izin penyelenggaraan penyiaran dilarang dipindahtangankan kepada pihak lain. Penjelasan Pasal 34 Ayat (4): Yang dimaksud dengan Izin penyelenggaraan penyiaran dipindahtangankan kepada pihak lain, misalnya izin penyelenggaraan penyiaran yang diberikan kepada badan hukum tertentu, dijual, atau dialihkan kepada badan hukum lain atau perseorangan lain.
69
PEMBATASAN KEPEMILIKAN Pasal 34 Ayat (4): Izin penyelenggaraan penyiaran dilarang dipindahtangankan kepada pihak lain. Penjelasan Pasal 34 Ayat (4): Yang dimaksud dengan Izin penyelenggaraan penyiaran dipindahtangankan kepada pihak lain, misalnya izin penyelenggaraan penyiaran yang diberikan kepada badan hukum tertentu, dijual, atau dialihkan kepada badan hukum lain atau perseorangan lain.
70
PEMBATASAN KEPEMILIKAN PP No. 50 /2005 tentang LPS Pasal 32 ayat (1) menyatakan: l “Pemusatan kepemilikan dan penguasaan Lembaga Penyiaran Swasta jasa penyiaran televisi oleh 1 (satu) orang atau 1 (satu) badan hukum, baik di satu wilayah siaran maupun di beberapa wilayah siaran, di seluruh wilayah Indonesia dibatasi sebagai berikut: a. 1 (satu) badan hukum paling banyak memiliki 2 (dua) izin penyelenggaraan penyiaran jasa penyiaran televisi, yang berlokasi di 2 (dua) provinsi yang berbeda; b. paling banyak memiliki saham sebesar 100% (seratus perseratus) pada badan hukum ke-1 (kesatu); c. paling banyak memiliki saham sebesar 49% (empat puluh sembilan perseratus) pada badan hukum ke-2 (kedua); dan seterusnya.
l
71
KEPEMILIKAN SILANG Kepemilikan silang baik langsung maupun tidak langsung dibatasi: a. 1 LPS Radio dan 1 LPB dengan 1 media cetak di wilayah yang sama, b. b. 1 LPS TV dan 1 LPB dengan 1 (satu) perusahaan media cetak. c. c. 1 LPS Radio dan 1 LPS TV dengan 1 LPB (Pasal 33 PP No 50 Tahun 2005)
72
Implikasi Putusan MK 1. Pemerintah dan atau Regulator Penyiaran harus menegakkan hukum dan mengeluarkan kebijakan yang sesuai peraturan perundang-undangan. 2. Berbagai pihak dapat melakukan gugatan kepada pemerintah dan atau Regulator Penyiaran karena telah melakukan pembiaran atas terjadinya pelanggaran hukum. 3. Berbagai pihak yang merasa dirugikan dapat melakukan gugatan hukum. 4. Undang-undang penyiaran yang baru harus secara jelas dan tegas merumuskan pembatasan kepemilikan agar tidak terjadi lagi manipulasi hukum . RUU ini memberikan batas waktu penyesuaian untuk radio 1 ½ tahun dan televisi 3 tahun.
73
MENGAWAL RUU PENYIARAN TERUTAMA ISU PENTINGNYA l Setelah
melalui perdebatan panjang, RUU Penyiaran yang baru sebagai inisiatip DPR telah disahkan melalui rapat paripurna pada tanggal 23 Oktober 2012. Isinya secara prinsip bagus dan demokratis tentu saja dengan beberapa catatan. RUU ini perlu dikawal secara ketat agar lebih baik dan tetap demokratis. 74
RUU PENYIARAN VERSI DPR VERSUS PEMERINTAH l Pemerintah
akhir Mei lalu telah menyerahkan RUU Penyiaran Pendamping Versi Pemerintah yang sangat otoriter cendrung fasis dan memberikan banyak kesempatan bagi terjadinya praktek “rent seeking” 75
Landasan Filosofis RUU DPR dimulai dengan pemikiran filosofis yang demokratis dan bagus. Kemerdekaan berpendapat harus dijamin dan dijalankan secara bertanggungjawab. Spektrum frekuensi radio adalah milik publik dan sumber daya alam terbatas yang harus digunakan untuk kemakmuran rakyat. Keanekaragaman kepemilikan dan isi harus dijamin dan dilaksanakan untuk menjaga pluralisme masayarakat, otonomi daerah, integrasi dan identitas nasional guna mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Berdasarkan pemikiran yang bersifat filosofis ini ruu ini disusun. 76
Regulator Penyiaran l RUU
ini tegas menetapkan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Pemerintah sebagai regulator penyiaran dengan KPI sebagai regulator utamanya. Di banyak negara demokrasi, memang yang menjadi regulator utama penyiaran adalah lembaga negara independen. 77
Regulator Penyiaran KPI antara lain bertugas menjamin masyarakat menerima isi siaran yang sehat dan menciptakan tatanan informasi nasional yang adil merata dan seimbang. Kemudian KPI berwenang memberikan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP), membentuk peraturan penyelenggaraan penyiaran, menetapkan Standar Program Siaran dan memberikan sanksi atas pelanggaran. Pemerintah mengeluarkan Izin Penetapan Frekuensi untuk penyiaran.
l
78
Regulator Penyiaran Namun RUU ini memberikan KPID wewenang mengeluarkan IPP di daerah. KPI Pusat juga mengeluarkan IPP. Apa bedanya ? Apakah IPP dari KPI Pusat khusus untuk Induk LPS ? RUU tidak memberikan penjelasan. Ini dapat membuat terjadinya pertikaian dan kesulitan banyak pihak. Seharusnya hubungan KPI dan KPID bersifat hirarkis dan juga bersifat koordinatif. Pengaturan penyiaran yang juga mengatur penggunaan frekuensi terikat pada ketentuan International Telecommunication Union (ITU) yang sifatnya juga hirarkis dan koordinatif. Oleh karena itu sebaiknya IPP hanya dikeluarkan oleh KPI Pusat namun harus melalui proses dan rekomendasi dari KPID. 79
Penyiaran Publik Sebagai penyeimbang, kehadiran Lembaga Penyiaran Publik (LPP) adalah keharusan. RUU menyatakan bahwa LPP adalah Radio Televisi Republik Indonesia (RTRI) yang merupakan gabungan RRI dan TVRI. Agar LPP tumbuh dan berkembang pesat, RTRI akan diatur dengan undang-undang terpisah yang masih dalam pembahasan di DPR. Ini adalah suatu hal yang positip namun harus segera dilakukan dan lahir bersamaan dengan UUP 80
Penyiaran Komunitas Lembaga Penyiaran Komunitas (LPK) mendapat tempat penting disamping lembaga penyiaran publik, swasta, dan berlangganan. LPK didirikan oleh komunitas di wilayah tertentu atau oleh komunitas yang terikat dengan kepentingan tertentu, bersifat independen, nirlaba, serta melayani kepentingan komunitasnya. Sumber pembiayaan berasal dari komunitasnya dan atau sumbangan, hibah, sponsor. Konsep LPK ini mendekati konsep penyiaran komunitas di Eropa Barat dan public broadcasting service di Amerika Serikat. 81
Penyiaran Komunitas l Yang
menarik dan baru adalah LPK dapat memancarluaskan siaran melalui jaringan LPK. Itu berarti LPK Universitas Indonesia dapat berjaringan dengan LPK UGM dan perguruan tinggi lainnya. Jaringan ini tidak harus nasional, tapi bisa regional. Ide jaringan LPK adalah ide yang bagus namun memerlukan pengaturan lebih lanjut . 82
Penyiaran Swasta & Jaringan l Lembaga
Penyiaran Swasta (LPS) yang kini dominan tentu saja penting dalam RUU ini. LPS yang ingin memancarluaskan siaran ke lebih dari satu wilayah siar wajib melalui sistem jaringan. Lembaga Penyiaran lokal yang menjadi bagian dari sistem siaran jaringan wajib berbadan hukum dan berlokasi di daerah wilayah siar. 83
Penyiaran Swasta & Jaringan Dengan demikian nantinya, disetiap daerah bisa terdapat
1. 2. 3. 4.
LPS yang merupakan induk jaringan , LPS yang merupakan anggota jaringan dan dimiliki oleh induk, LPS anggota jaringan tapi tidak dimiliki induk, LPS yang independen bukan anggota jaringan. 84
Kepemilikan LPS l Untuk
menjamin keanekaragaman kepemilikan, RUU ini mengatur secara ketat kepemilikan media free to air ini. Sebagai contoh, satu orang atau satu badan hukum dapat menguasai dan memiliki lebih dari 1 dan paling banyak 2 LPS televisi dalam bentuk induk stasiun jaringan dengan yang ke 2 terletak di wilayah siar lain dan tidak berada dalam posisi 1 sampai dengan 4 dalam perolehan iklan televisi swasta nasional. 85
Kepemilikan LPS l Kemudian
hanya dapat menguasai dan memiliki 1 LPS televisi di satu wilayah siar. Boleh memiliki lebih dari 1 LPS televisi lokal diberbagai wilayah siar dan boleh menjangkau secara nasional sepanjang 20 % secara proporsional ditujukan di daerah kurang maju/ termarjinalkan. l Selanjutnya, RUU dengan tegas menekankan bahwa perubahan saham pengendali yang memiliki dan menguasai LPS harus dilaporkan dan mendapat izin dari KPI. 86
Digitalisasi RUU memberikan dasar hukum pelaksanaan penyiaran dengan tekonologi digital. Penyebarluasan program dan isi siaran dalam tekonologi digital akan dilakukan oleh Lembaga Penyelenggara Penyiaran Multipleksing (LPPM). 1 kanal atau frekuensi yang tadinya hanya untuk 1 saluran program, kini bisa menjadi 12 saluran program. Sehingga nantinya terdapat : 1. Lembaga penyiaran yang membuat program dan isi, dan 2. LPPM yang bisa dimiliki oleh konsorsium, badan usaha milik swasta ataupun milik negara. LPPM wajib menjaga netralitas, independensi dan profesionalitas.Kesempatan terbuka sama untuk seluruh badan hukum penyiaran termasuk yang baru. 87
KEGIATAN JURNALISTIK Muatan jurnalistik dalam isi siaran lembaga penyiaran harus mengikuti Kode Etik Jurnalistik dan standar program siaran. Penyelesaian sengketa terkait dengan kegiatan jurnalistik penyiaran dilakukan oleh KPI sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 88
Pidana l RUU
awalnya menghilangkan pasal pidana, namun ternyata masih tercantum. Pidana ini menyangkut pendirian lembaga penyiaran asing dan larangan menyiarkan isi siaran yang bersifat fitnah, menghasut, bohong yang menimbulkan kekacauan, korban luka dan meninggal dunia. l Pekerjaan di media adalah pekerjaan kolektif, terutama yang menyangkut pemberitaan. Sebaiknya pasal dengan ancaman kurungan dan denda ini dicabut. Sanksi administratif termasuk mencabut IPP sudah lebih berat dari itu ? 89
Isu Penting Lainnya 1. Kode Etik & Dewan Kehormatan KPI l 2. Lembaga Penyiaran Berlangganan, l 3. Standar Program Siaran, l 4. Periklanan Penyiaran.
90
Isu Penting RUU Radio Televisi Republik Indonesia Versi DPR 4 Juni 2012
l 1.
Dalam ketentuan menimbang dan pen jelasan dinyatakan bahwa RTRI adalah penyatuan antara RRI dan TVRI. l 2. RUU RTRI adalah turunan dan bagian UUPenyiaran. l 3. Ruang lingkup adalah penyiaran nasional, lokal, regional dan internasiomal yang diterima melalui radio, tv dan media dalam jaringan. 91
Isu Penting RTRI l 4.
RTRI Berkedudukan sebagai lembaga negara penyelenggara penyiaran publik Republik Indonesia. l 5. RTRI menyelenggarakan siaran dengan sistem penyiaran nasional berjaringan yang wajib menjangkau seluruh wilayah NKRI. Disamping itu juga menyelenggarakan sistem penyiaran lokal 92
Isu Penting RTRI l 6.
Susunan organisasi terdiri dari Pengurus dan Dewan Penyiaran Publik. Pengurus dipimpin oleh seorang Direktur Utama dan paling banyak 8 orang Deputi. Dewan Penyiaran Publik terdiri dari 7 orang terdiri dari unusr RTRI (2), praktisi penyiaran (2), unsur masyarakat (1), unusr akademisi (1), dan unsur perwakilan daerah tertinggal (1).
93
Isu Penting RTRI l 7.
Isi Siaran harus memenuhi ketentuan Standar Program Siaran yang dibuat KPI. Stasiun peerwakilan di Ibukota Provinsi harus memproduksi paling banyak 25% demikian juga dengan yang berada di kabupaten/kota. l 8. Penyiaran Publik Dengan Penyiaran Digital belum lengkap dan detil.
94
Isu Penting RTRI l 9.
Ketentuan Peralihan memuat antara lain soal penyelesaian soal penyelesaian aset RRI dan TVRI, status dan hak kepegawaian PNS TVRI Dan RRI. l 10. Dalam peralihan sebaiknya memasukkan kegiatan audit total baik aset dan sumberdaya manusia. Ini menjadi perintah UU kepada Pengurus. Agar Pengurus dapat melakukan kegiatan dan tindakan secara tegas dan jelas 95
RUU PENYIARAN PEMERINTAH KESIMPULAN UMUM l RUU pemerintah penuh dengan semangat ingin mendominasi. Artinya peranan pemerintah dominan yaitu sebagai pembuat kebijakan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian. RUU pemerintah ini justru akan melahirkan sistem penyiaran yang otoriter dan dikontrol sepenuhnya oleh pemerintah dengan menghapuskan peranan “independent regulatory body” seperti Komisi Penyiaran Indonesia. Ini adalah pergeseran kembali ke dalam sebuah sistem otoriter orde baru, mencegah desentralisasi dan membangun kembali sentralisasi. Melemahkan peranan masyarakat dan bahkan peranan dan kekuatan industri. Disamping itu banyak sekali peraturan turunan yang harus dibuat pemerintah yang menyebabkan akan terjadi banyak perundingan, negosiasi dan tawar menawar, yang dikhawatirkan akan melahirkan kegiatan “rent seeking”. l
96
KESIMPULAN KHUSUS 1.
2.
3.
Pada bagian menimbang dan mengingat, RUU versi pemerintah menghilangkan/membuang pasal 18, 18 A, 18 B. Pasal pasal ini adalah tentang otonomi daerah yang sangat penting untuk untuk membangun demokratisasi dan desentralisasi ekonomi dan politik. Pada bagian kepentuan umum terlihat juga bahwa peranan pemerintah dominan misalnya Izin Penyelengaraan Penyiaran (IPP) diberikan oleh pemerintah. Lembaga Penyiaran Publik didirikan oleh Pemerintah. Padahal dalam negara demokrasi seharusnya LPP bukan milik dan corong pemerintah. Pemerintah adalah Regulator Utama dan Pembina Penyiaran (Bab II Bagian Kesatu Pasal 6) 97
KESIMPULAN KHUSUS 4.
Pada bagian Sistem Penyiaran Nasional, Pasal 8, semakin detil pemerintah ingin menguasai dan mengontrol segalanya dengan menyatakan antara lain spektrum frekuensi radio dikelola oleh pemerintah, penyelenggara penyiaran adalah pemerintah, pemerintah dapat memberikan hak penyelenggaraan penyiaran kepada lembaga penyiaran dalam bentuk izin penyelenggaraan penyiaran. 5. Pemerintah mengambil, mengontrol dan menguasai LPP. Dinyatakan jelas bahwa LPP didirikan oleh Pemerintah. LPP terdiri dari LPP Radio Televisi Republik Indonesia (RTRI) dan LPP Lokal. Selanjutnya Dewan Pengawas RTRI diangkat oleh Presiden dan Direksi ditetapkan oleh Menteri. Demikian juga dengan LPP Lokal, peranan Gubernur dan Bupati/Walikota menjadi dominan terhadap LPP Lokal. Ini bertentangan dengan dengan prinsip demokrasi. 98
KESIMPULAN KHUSUS 6.
7.
8.
Pasal 16 RUU versi pemerintah ini masih mengecilkan peranan Lembaga Penyiaran Komunitas menjadi hanya sekedar lembaga penyiaran untuk komunitas tertentu dan layanan siaran terbatas. Tentang Lembaga Penyiaran Swasta (LPS).RUU Pemerintah ini tidak jelas ingin membangun sistem penyiaran apa. Semuanya bisa, baik melalui sistem penyiaran nasional, lokal maupun berjaringan. Soal kepemilikan saham pada LPS baik langsung ataupun tidak langsung. RUU ini tampaknya mengatur sangat ketat namun harus diuji dengan pertanyaan, bisakah berjalan ? Justru terdapat kecendrungan mematikan industri . Referensinya tidak jelas. Ketentuan lebih lanjut lewat peraturan menteri justru berbahaya ! 99
KESIMPULAN KHUSUS 9.
10.
Tentang Perizinan, seluruh pasal-pasalnya memperlihatkan bahwa pemerintah adalah regulator utama yang mengatur dan mengeluarkan izin serta mencabut izin. Tentang penyiaran dengan teknologi Digital, RUU versi pemerintah menyatakan antara lain bahwa Lembaga Penyelenggara Multipleksing (LPM) diselenggarakan oleh : a. badan hukum Indonesia berbentuk perseroan terbatas yang bidang usahanya hanya menyelenggarakan layanan multipleksing untuk penyiaran; b. LPP RTRI. 100
KESIMPULAN KHUSUS 11.
12. 13.
RUU versi pemerintah memotong peranan Komisi Penyiaran Indonesia yang ada selama ini. Menggantinya dengan Komisi Pengawas Isi Siaran (KPIS) yang sama sekali sebenarnya bukan regulator utama dan bukan regulator pendamping pemerintah. Tentang kegiatan jurnalisitik ( Pasal 87), RUU versi pemerintah ini tampak menghindari UU Pers. Tentang Iklan Rokok RUU Pemerintah hanya membatasi. 101
CATATAN AKHIR l Untuk
Publik, RUU DPR secara paradigmatik dan banyak hal lainnya sudah sesuai dengan prinsip demokrasi. Tentu saja masih membutuhkan perbaikan dan penyempurnaan. Mengawal dan menyempurnakan itu saja sudah merupakan pekerjaan yang berat. Apalagi harus berhadapan dan berjuang menolak RUU versi Pemerintah yang otoriter dan anti demokrasi. Ini jauh lebih berat. Masyarakat Sipil perlu bergerak bersama membangun sistem penyiaran yang demokratis. 102
REFERENSI Australian Communication and Media Authority (2012), Commercial TV Broadcasting Licenses, Date Published 06/01/2012. www. acma.gov.au Albarran, Alan B., (2006) Management of Electronic Media, Edition 3,Thomson Wadsworth, Belmont, CA, USA Albarran, Alan B., (2010) Management of Electronic Media, 4thEdition,Thomson Wadsworth, Belmont, CA, USA. Banerjee, Indrajit and Seneviratne, Kalinga.,(2006), Public Broadcasting Service in the Age of Globalization, AMIC, Singapore. Davie, William R., Upshaw, James R., (2006), Principles of Electronic Media, Second Edition, Pearson Education Inc. Boston, USA. Dominick, Joseph R., Messere, Fritz., Sherman, Barry L.,(2004). Broadcasting, Cable, the Internet, and Beyond. McGraw-Hill, New York, USA. Dominick, Joseph R. (2007), The Dynamics Of Mass Communications, Media in l Digital Age, McGraw-Hill, New York,USA. Dominick, Joseph R., Messere, Fritz., Sherman, Barry L.,(2012). Broadcasting, Cable, the Internet, and Beyond. McGraw-Hill, New York, USA. 103
l l l
l
l l
l l l l
DPR RI, Komisi I (2012), Rancangan UU Penyiaran (Inisiatip DPR RI) DPR RI, Komisi I (2012) ,RUU Radio Televisi RI ( Belum menjadi RUU Inisiatip) Federal Communications Commission (2011, March 22), FCC’s Review of the Broadcast Ownership Rules, Federal Communications Commission, Consumer and Govermental Affairs Bureaus, Washington, DC. USA. www.fcc.gov/cgb Federal Communications Commission (2011, December 22), FCC 11-186, Notice of Proposed Rulemaking, In the Matter of 2010 Quadrennial Regulatory Review – Review of the Commission’s Broadcast Ownership Rules and Other Rules Adopted Pursuant to Section 202 o fthe Telecommunications Act of 1996 and Promoting Diversification of Ownership in the Broadcasting Services. www.fcc.gov/document/fcc-release-not Garden, Dr John Gardiner and Chown Jonathan ( 2006 ), Media Ownership Regulation in Australia, www.aph.gov.au Rodloytuk, Palphol, (2011), Thai Public Broadcasting Service, Towards Building a Civic-Minded Society, AMIC and Nanyang Technological University, (SCINTU) Singapore. Kemenkominfo, Siaran Pers No. 55/DJPT.1/Kominfo/5/2008 kontan.co id. (25 Desember 2011), TV Jaringan Minta Pemerintah Selesaikan Aturan Multiplexing. 104
l
l l l
l l l l
Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika R.I. No22/Per/M.Kominfo/11/ 2011 Tentang Penyelenggaraan Penyiaran Televisi Digital Terestrial Penerimaan Tetap Tidak Berbayar ( Free to Air ) Serikat Perusahaan Pers (SPS), Media Directory 2013, Jakarta, Indonesia. Siregar,Amir Effendi (2010), Bisnis dan Ideologi Media, Harian Kompas, 24 April 2010. Subiakto, Henry DR (2012), Kebijakan Tentang Penyiaran Digital Di Indonesia, Disampaikan pada Diskusi yang dislenggarakan oleh Media Link, AJI Jakarta dan Yayasan TIFA, 12 Januari 2012. Jakarta. The Working Committee: Frans Suharto (Chairman) (2011), Media Scene, Volume 22. 2010-2011. Jakarta. TVNewsCheck.Com (2010, April 7), The Business of Broadcasting, Top 30 Station Groups, Tribunnews.com (18 Desember 2011), Jakarta Jadi Kota Pertama Penerapan TV Digital. Tribunnews.com (19 Desember 2011), Siapkah Masyarakat Beralih ke TV Digital ? 105
l l l l l
Undang-Undang Pers No 40 Tahun 1999. Undang-Undang Dasar 1945. Undang-Undang Penyiaran No. 32, Tahun 2002 VIVAnews, (18 Desember 2011), Pemerintah Diminta Tuntaskan Regulasi Digital. Working Group Master Plan Frekuensi Penyiaran (2008), Model Usaha Dalam Penyelenggaraan TV dan Radio Digital, Postel.go.id
106
TERIMA KASIH
107