Analisis Inflasi Edisi 5 Januari 2016
TPI dan Pokjanas TPID Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter - Bank Indonesia, Pusat Kebijakan Ekonomi Makro – Kementerian Keuangan, Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan – Kementerian Koordinator Perekonomian, Direktorat Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah II – Kementerian Dalam Negeri
“Inflasi IHK 2015 Berada dalam Sasaran Inflasi Bank Indonesia” Inflasi di bulan Desember menunjukkan peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan bulan lalu dan lebih tinggi dari historisnya. Inflasi IHK Desember 2015 tercatat sebesar 0,96% (mtm) meningkat dari bulan lalu sebesar 0,21% (mtm) terutama disumbang oleh komponen volatile food dan administered prices. Inflasi kelompok volatile food tercatat sebesar 3,53% (mtm) akibat gejolak harga aneka cabai, bawang merah, daging ayam ras, dan telur ayam. Sementara itu, inflasi administered prices pada bulan ini yakni sebesar 0,86% (mtm) disebabkan oleh implementasi tariff adjustment listrik rumah tangga golongan 1.300VA-2.200VA sesuai keekonomiannya serta kenaikan tarif angkutan udara seiring dengan musim liburan. Di sisi lain, tekanan inflasi inti cukup rendah yakni sebesar 0,23% (mtm), terutama karena perekonomian domestik yang masih lemah dan ekspektasi inflasi yang cukup rendah. Dengan realisasi inflasi Desember 2015 tersebut maka secara tahunan inflasi IHK 2015 berada dalam rentang sasaran inflasi dan terendah dalam 5 tahun terakhir. Inflasi IHK mencapai 3,35% (yoy), masuk dalam rentang sasaran inflasi Bank Indonesia sebesar 4%±1%. Untuk keseluruhan tahun, inflasi volatile food cukup rendah mencapai 4,84% (yoy), di tengah terjadinya El Nino. Hal ini seiring dengan terjaganya kecukupan pasokan bahan pangan, yang didukung oleh semakin kuatnya koordinasi Pemerintah dan Bank Indonesia, antara lain melalui TPI dan TPID, dalam mendorong peningkatan produksi dan memperbaiki distribusi serta meminimalkan berbagai distorsi harga bahan pangan. Inflasi administered prices cukup rendah mencapai 0,39% (yoy) di tengah penyesuaian harga energi sesuai keekonomiannya seiring dengan penurunan harga minyak dunia. Di samping itu, rendahnya realisasi inflasi administered prices tahun ini juga disebabkan oleh hilangnya base effect dari kenaikan harga BBM pada November 2014. Sementara itu, inflasi inti tahun 2015 mencapai 3,95% (yoy) didorong oleh ekspektasi inflasi yang terjaga. Hal tersebut tidak terlepas dari peran kebijakan Bank Indonesia dalam mengelola permintaan domestik, menjaga stabilitas nilai tukar, dan mengarahkan ekspektasi inflasi. Tekanan inflasi IHK di tahun 2016 diperkirakan meningkat disertai sejumlah risiko yang perlu diwaspadai. Inflasi tahun 2016 diperkirakan lebih tinggi dibanding inflasi 2015, namun masih dalam kisaran sasaran inflasi 4%±1%. Beberapa tekanan inflasi pada 2016 bersumber dari administered prices. Mencermati tekanan dan risiko inflasi 2016 tersebut, Bank Indonesia dan Pemerintah terus memperkuat koordinasi pengendalian inflasi baik di tingkat pusat maupun daerah. Upaya pengendalian inflasi terutama dalam pengaturan timing kebijakan energi untuk meminimalkan dampak lanjutan pada ekspektasi inflasi serta pengendalian inflasi pangan sebagai dampak lanjutan El Nino tahun 2015.
Tabel 1. Disagregasi Inflasi Desember 2015
*Historis inflasi Administered Prices tanpa kenaikan BBM (2011-2012) sebesar 0,12% (mtm) atau 2,72% (yoy)
Grafik 1. Disagregasi Inflasi Desember 2015
1. Inflasi kelompok inti bulan Desember tercatat sebesar 0,23% (mtm), lebih rendah dari rata-rata historisnya (0,51% mtm). Perlambatan inflasi terjadi baik pada kelompok traded maupun non traded. Inflasi kelompok inti bulan Desember tercatat sebesar 0,23% (mtm), lebih rendah dari rata-rata historisnya sebesar 0,51%. Perlambatan inflasi terjadi baik pada kelompok traded maupun non traded. Inflasi inti secara tahunan sebesar Analisis Inflasi November 2015 – TPI dan Pokjanas TPID
1
Analisis Inflasi Edisi 5 Januari 2016
TPI dan Pokjanas TPID Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter - Bank Indonesia, Pusat Kebijakan Ekonomi Makro – Kementerian Keuangan, Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan – Kementerian Koordinator Perekonomian, Direktorat Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah II – Kementerian Dalam Negeri
3,95% (yoy), lebih rendah dibandingkan historisnya sebesar 4,66% (yoy) didorong oleh ekspektasi inflasi yang terjaga. Hal tersebut tidak terlepas dari peran kebijakan Bank Indonesia dalam mengelola permintaan domestik, menjaga stabilitas nilai tukar, dan mengarahkan ekspektasi inflasi.
Grafik 2. Disagregasi Inflasi Core
Grafik 3. Inflasi Core Non Traded Tabel 2. Komoditas Penyumbang Inflasi Kelompok Inti
Grafik 4. Penjualan Riil dan Indeks Keyakinan Konsumen
2. Kenaikan harga berbagai komoditas pangan strategis, khususnya aneka cabai, bawang merah, daging ayam ras, dan telur ayam ras mendorong tekanan inflasi volatile food bulan Desember. Pada Desember 2015, kelompok volatile food tercatat mengalami inflasi sebesar 3,53% (mtm), lebih tinggi dari historisnya (2,01%, mtm). Cabai merah tercatat mengalami inflasi sebesar 43,85% (mtm), melonjak dibandingkan bulan lalu (0,21% mtm), dan lebih tinggi dibandingkan historis lima tahun terakhir sebesar 7,7%,mtm. Cabai rawit tercatat mengalami inflasi sebesar 26,92% (mtm), melonjak dibandingkan bulan lalu yang justru deflasi (3,41% mtm), dan lebih tinggi dibandingkan historisnya (16,39% mtm). Bawang merah tercatat mengalami inflasi sebesar 35,78% (mtm), meningkat tajam dibandingkan bulan lalu (-0,85% mtm) dan lebih tinggi dibandingkan historisnya 1,0%, mtm. Kenaikan harga hortikultura tersebut dipicu oleh relatif sedikitnya jumlah pasokan akibat musim panen yang telah berakhir dan tingginya permintaan di akhir tahun (Natal dan libur akhir tahun). Hal tersebut patut dicermati mengingat rata-rata harga cabai merah dan bawang merah bulan ini telah berada di atas harga referensi yang ditetapkan oleh Pemerintah. Peningkatan harga daging ayam ras dan telur ayam ras berlanjut di bulan ini. Daging ayam ras tercatat mengalami inflasi sebesar 6,45% (mtm), meningkat dibandingkan bulan lalu (1,47%, mtm), dan lebih tinggi dibandingkan historis empat tahun terakhir (1,8% mtm). Hal tersebut patut dicermati mengingat rata-rata harga daging ayam ras bulan ini telah mencapai Rp32.300 ribu, di atas rentang harga indikatif yang ditetapkan oleh Pemerintah (Rp28.000Rp31.000). Secara tahunan, inflasi volatile food sebesar 4,84% (yoy) juga tergolong rendah dibandingkan historisnya sebesar 7,94% (yoy) dan di tengah terjadinya gejala El Nino seiring dengan terjaganya kecukupan pasokan. Bahkan inflasi beras pada tahun ini tercatat sebesar 8,21% (yoy), melambat dibandingkan tahun lalu sebesar 10,07% (yoy). Hal ini seiring dengan terjaganya kecukupan pasokan bahan pangan, yang didukung oleh semakin kuatnya koordinasi Pemerintah dan Bank Indonesia, antara lain melalui TPI dan TPID, dalam
Analisis Inflasi November 2015 – TPI dan Pokjanas TPID
2
Analisis Inflasi Edisi 5 Januari 2016
TPI dan Pokjanas TPID Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter - Bank Indonesia, Pusat Kebijakan Ekonomi Makro – Kementerian Keuangan, Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan – Kementerian Koordinator Perekonomian, Direktorat Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah II – Kementerian Dalam Negeri
mendorong peningkatan produksi dan memperbaiki distribusi serta meminimalkan berbagai distorsi harga bahan pangan. Tabel 3. Komoditas Penyumbang Inflasi/Deflasi Kelompok Volatile Food
Grafik 5. Pola Inflasi/ Deflasi Volatile Food
Grafik 6.Pola Inflasi/Deflasi Cabai Merah
Grafik 7.Pola Inflasi/Deflasi Bawang Merah
3. Inflasi kelompok administered prices meningkat dibandingkan bulan lalu. Pada Desember 2015, kelompok administered prices tercatat mengalami inflasi sebesar 0,86% (mtm), meningkat dari bulan lalu (0,20%, mtm), dan lebih tinggi dari historisnya. Tekanan harga pada kelompok administered prices bulan ini didorong oleh implementasi tariff adjustment (TA) listrik rumah tangga golongan 1.300VA-2.200VA, kenaikan tarif angkutan udara, serta kenaikan harga rokok yang lebih tinggi dibandingkan historisnya.1 Dimulainya implementasi TA listrik rumah tangga dengan daya 1.300VA dan 2.200VA menyebabkan tarif listrik golongan tersebut mengalami penyesuaian, dari Rp1.352/kwh menjadi Rp1.509/kwh (naik 11,6%). Selain itu, sebagaimana pola historisnya pada Desember, komoditas rokok juga menyumbang inflasi. Bahkan pada bulan ini sumbangan inflasi rokok lebih tinggi dibandingkan pola historisnya empat tahun terakhir yang ditengarai didorong oleh Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 20 Tahun 2015 yang mewajibkan pembayaran pita cukai harus lunas pada Desember 2015. Hal ini menyebabkan pembayaran cukai Desember yang sebelumnya dapat dibayarkan pada Januari atau Februari tahun berikutnya, mulai tahun ini harus lunas pada Desember 2015 karena Pemerintah ingin mengoptimalkan seluruh potensi pendapatan negara. Secara tahunan, inflasi administered prices 2015 sebesar 0,39% (yoy) juga tergolong rendah. Hal tersebut, didorong oleh berlanjutnya reformasi subsidi energi di tengah koreksi harga energi global. Minimalnya tekanan administered prices tahun ini terutama bersumber dari komoditas BBM (terutama koreksi yang cukup signifikan pada Januari) dan listrik (kebijakan TA TTL yang lebih rendah). Bensin dan solar tercatat mengalami deflasi masing-masing sebesar 13,47% dan 10,55% (Tabel 4). Di samping hal tersebut, rendahnya realisasi
1
Kebijakan tariff adjustment listrik rumah tangga dengan daya di atas 2200VA telah diimplementasikan sejak 1 Januari 2015. Sejalan dengan kebijakan tersebut, tarif listrik rumah tangga bergantung pada harga minyak ICP, nilai tukar Rupiah terhadap USD, serta tingkat inflasi bulanan. Setelah mengalami penundaan, kebijakan tariff adjustment listrik rumah tangga dengan daya 1300VA-2200VA diimplementasikan pada 1 Desember 2015.
Analisis Inflasi November 2015 – TPI dan Pokjanas TPID
3
Analisis Inflasi Edisi 5 Januari 2016
TPI dan Pokjanas TPID Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter - Bank Indonesia, Pusat Kebijakan Ekonomi Makro – Kementerian Keuangan, Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan – Kementerian Koordinator Perekonomian, Direktorat Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah II – Kementerian Dalam Negeri
inflasi administered prices tahun ini juga disebabkan oleh hilangnya base effect dari kenaikan harga BBM pada November 2014. Tabel 4. Komoditas Penyumbang Inflasi/Deflasi Kelompok Administered prices
Grafik 8. Pola Inflasi/Deflasi Administered Prices
4.
Secara spasial, Kenaikan inflasi paling tinggi terjadi di wilayah Sumatera 1,21%, diikuti Kawasan Timur Indonesia (1,17%) dan Kalimantan (1,09%), serta Jawa (0,82%). Tingginya kenaikan inflasi di Sumatera terutama bersumber dari kenaikan inflasi di Sumatera Barat (1,79%), Kepulauan Bangka Belitung (1,44%), dan Sumatera Utara (1,43%). Di Kawasan Timur Indonesia (KTI), kenaikan inflasi yang cukup signifikan terjadi di Nusa Tenggara Timur yang mencapai 2,46% (tertinggi secara nasional), Gorontalo (1,86%), dan Papua (1,84%). Kenaikan inflasi di Kalimantan terutama didorong oleh Kalimantan Selatan (1,24%), Kalimantan Timur (1,05%), dan Kalimantan Tengah (1,05%). Sementara itu, kenaikan inflasi di Jawa relatif masih lebih rendah dibanding daerah-daerah lainnya. Beberapa daerah dengan inflasi yang lebih tinggi di Jawa antara lain Jateng (0,99%), Jateng (0,99%), dan DI Yogyakarta (0,96%). Masih relatif rendahnya realisasi inflasi di Jakarta (0,72%) - yang memiliki bobot cukup besar dalam keranjang penghitungan inflasi nasional – dapat menahan kenaikan inflasi di Jawa (maupun nasional lebih lanjut). Gambar 1. Peta Inflasi Regional, November 2015 (% mtm)
Sumber: BPS, diolah
5. Tekanan inflasi IHK di tahun 2016 diperkirakan meningkat disertai sejumlah risiko yang perlu diwaspadai. Inflasi tahun 2016 diperkirakan lebih tinggi dibanding inflasi 2015, namun masih dalam kisaran sasaran inflasi 4%±1%. Beberapa tekanan inflasi pada 2016 bersumber dari administered prices, yaitu: (i) dampak penyesuaian tarif listrik rumah tangga golongan 1.300VA dan 2.200VA untuk pelanggan listrik paska bayar yang diperhitungkan pada Januari 2016 dan (ii) penyesuaian harga LPG 3 kg sebesar Rp1000,-/kg. Selain itu, terdapat risiko inflasi yang bersumber dari pengalihan pelanggan listrik dengan daya 900VA ke daya 1.300VA Analisis Inflasi November 2015 – TPI dan Pokjanas TPID
4
Analisis Inflasi Edisi 5 Januari 2016
TPI dan Pokjanas TPID Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter - Bank Indonesia, Pusat Kebijakan Ekonomi Makro – Kementerian Keuangan, Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan – Kementerian Koordinator Perekonomian, Direktorat Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah II – Kementerian Dalam Negeri
yang rencananya akan dilakukan pada Agustus 2016, dampak tambahan penyesuaian harga BBM apabila diterapkan Dana Ketahanan Energi (DKE), serta dampak pelemahan rupiah yang tertunda pada tahun 2015. Mencermati tekanan dan risiko inflasi 2016 tersebut, Bank Indonesia dan Pemerintah terus memperkuat koordinasi pengendalian inflasi baik di tingkat pusat maupun daerah. Upaya pengendalian inflasi terutama dalam pengaturan timing kebijakan energi untuk meminimalkan dampak lanjutan pada ekspektasi inflasi serta pengendalian inflasi pangan sebagai dampak lanjutan El Nino tahun 2015.
Jakarta, 5 Januari 2016
Analisis Inflasi November 2015 – TPI dan Pokjanas TPID
5