INDIKASI MORAL HAZARD DAN ADVERSE SELECTION DALAM PENYALURAN DANA PIHAK KETIGA (Studi Kasus : Bank Syariah Periode Januari 2012 – Februari 2016)
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh : Nur Anisha NIM : 1113081000123
JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/2016 M
INDIKASI MORAL HAZARD DAN ADVERSE SELECTION DALAM PENYALURAN DANA PIHAK KETIGA (Studi Kasus : Bank Syariah Periode Januari 2012 – Februari 2016)
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh :
Nur Anisha NIM : 1113081000123
JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/ 2016 M i
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF Hari ini tanggal 9 Agustus 2016 telah dilakukan Ujian Komprehensif atas Mahasiswa : 1. Nama
: Nur Anisha
2. NIM
: 1113081000123
3. Jurusan
: Manajemen/ MIPS
4. Judul Skripsi
: Indikasi Moral Hazard dan Adverse Selection dalam Penyaluran Dana Pihak Ketiga (Studi Kasus : Bank Syariah Periode Januari 2012 – Februari 2016)
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut di atas dinyatakan LULUS dan diberi kesempatan untuk melaksanakan ke tahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Manajemen pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 9 Agustus 2016.
ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI Hari ini tanggal 23 September 2016 telah dilakukan Ujian Skripsi atas Mahasiswa : 5. Nama
:
Nur Anisha
6. NIM
:
1113081000123
7. Jurusan
:
Manajemen/ MIPS
8. Judul Skripsi
:
Indikasi Moral Hazard dan Adverse Selection dalam Penyaluran Dana Pihak Ketiga (Studi Kasus : Bank Syariah Periode Januari 2012 – Februari 2016)
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses ujian skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut di atas dinyatakan LULUS dan skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 23 September 2016.
iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Nur Anisha
NIM
: 1113081000123
Fakultas
: Ekonomi dan Bisnis
Jurusan
: Manajemen/ MIPS
Dengan ini menyatakan bahwa : 1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan mempertanggungjawabkan. 2. Tidak melakukan plagiat naskah orang lain. 3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli atau tanpa izin pemilik karya. 4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data. 5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas karya ini. Apabila dikemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah melakukan pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan, ternyata memang ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan di atas, maka saya siap untuk dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Demikan Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Jakarta, 23 September 2016
iv
Yang Menyatakan
Nur Anisha
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Identitas Pribadi Nama
: Nur Anisha
Tempat, Tanggal Lahir
: Jakarta, 03 Oktober 1994
Alamat Rumah
: Jl. Kartika RT.017/04 No. 46 Kelurahan
Meruya Utara, Kecamatan Kembangan, Kota Jakarta Barat, Provinsi DKI Jakarta. Ayah
: Jamin
Ibu
: Anah
Telepon
: 089 7018 9929
Email
:
[email protected]
Pendidikan Formal 2000 – 2006
MI. Yapiri
2006 – 2009
MTs Darunnajah Ulujami
2009 – 2012
MA Darunnajah Ulujami
2012 – 2014
Program Profesional TI Perbankan Syariah CCIT Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
2013 – 2016
Program Sarjana S1 Manajemen FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pendidikan Non Formal Pelatihan Sharia Banking
2015
Pengalaman Organisasi Sekretaris Bagian Pengajaran Darunnajah Sekretaris Bagian Keilmuan LDK Komda FEB UIN Jakarta
vi
2010-2012 2014
ABSTRACT This research aimed to indicate whether the moral hazard and adverse selection problems in the distribution of third party funds (mudharabah financing) are distributed by Islamic Banks as well as to analyze the cause of moral hazard and adverse selection and risk mitigation to overcome these problems. Moral hazard is identified from the causes of non performing financing (NPF), which is seen from the variables Gross Domestic Product (GDP), inflation, the ratio of return (margin) murabahah (MM) to return profit loss sharing mudharabah (MPLS), and the ratio of murabahah financing (RM) to mudharabah financing (FM), while adverse selection is identified from the causes of non performing financing (NPF) which is seen from the variable level of revenue sharing (TBH). The data used comes from islamic banking statistics published by the financial services authority (FSA) in the period January 2012 to February 2016. The result of the research by the Error Correction Model (ECM) shows the short term increase GDP and TBH affect the NPF, whereas in the long term increase GDP, the ratio of margin murabahah (MM) to return profit loss sharing mudharabah (MPLS), and the ratio of murabahah financing (RM) to mudharabah financing (FM), TBH, and deflation increase the NPF. Increasing NPF caused by rising GDP, the ratio of margin murabahah (MM) to return profit loss sharing mudharabah (MPLS), and deflation indicate the moral hazard in islamic banks, while increasing NPF caused by rising TBH indicate the adverse selection in islamic banks. The moral hazard and adverse selection demonstrates that bank both less careful in financing and less incentive in monitoring and screaning process. Key Word : Mudharabah Financing, Non performing financing, Moral Hazard, Adverse Selection, Error Correction Model.
vii
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat indikasi moral hazard dan adverse selection dalam penyaluran dana pihak ketiga (dalam bentuk pembiayaan mudharabah) yang disalurkan oleh bank syariah serta menganalisis penyebab terjadinya moral hazard dan adverse selection dan mitigasi risiko yang dilakukan bank syariah dalam mengatasi masalah tersebut. Moral hazard diidentifikasi dari penyebab terjadinya non performing financing (NPF), yang dilihat dari variabel Gross Domestic product (GDP), inflasi, rasio return (margin) murabahah (MM) terhadap return profit loss sharing mudharabah (MPLS), dan rasio alokasi pembiayaan murabahah (RM) terhadap pembiayaan mudharabah (FM), sedangkan adverse selection diidentifikasi dari penyebab terjadinya non performing financing (NPF) yang dilihat dari variabel tingkat bagi hasil (TBH). Data yang digunakan bersumber dari statistik perbankan syariah yang dipublikasikan oleh Otoritas jasa keuangan (OJK) pada periode Januari 2012 sampai Februari 2016. Hasil penelitian dengan metode Error Correction Model (ECM) menunjukkan dalam jangka pendek peningkatan GDP dan TBH akan mempengaruhi NPF, sedangkan dalam jangka panjang peningkatan GDP, rasio margin murabahah terhadap margin profit loss sharing mudharabah, TBH dan penurunan inflasi akan meningkatkan NPF. NPF meningkat yang disebabkan oleh meningkatnya GDP, rasio return (margin) murabahah (MM) terhadap return profit loss sharing mudharabah (MPLS), dan menurunnya inflasi mengindikasikan adanya moral hazard di bank syariah. Sedangkan meningkatnya NPF yang disebabkan oleh meningkatnya TBH mengindikasikan adanya adverse selection di bank syariah. Indikasi moral hazard dan adverse selection menunjukkan bank kurang hati-hati dalam menyeleksi dan menyalurkan pembiayaan atau bank kurang melakukan monitoring maupun screening. Kata kunci : Pembiayaan Mudharabah, Non performing financing, Moral Hazard, Adverse Selection, Error Correction Model.
viii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanya bagi Allah yang telah menciptakan kita dalam keadaan mencintai agamanya dan berpegang pada syariat-Nya. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad yang telah berjihad untuk menyiarkan ajaran-ajaran Islam yang agung dalam akhlak beliau yang mulia, dan semoga kesejahteraaan dan rahmat senantiasa juga tercurah untuk keluarganya dan para sahabatnya terkasih yang senantiasa mengikuti petunjuknya, sehingga mereka beruntung dengan mendapat ridha dan pahala dari sisi Allah. Terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada : 1.
Kedua orang tua saya, Bapak Jamin dan Ibu Anah yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun materil, memberikan kasih sayang, cinta, dan selalu mendoakan dengan penuh rasa ikhlas. Kalian adalah motivasi terkuat bagi penulis untuk bisa segera menyelesaikan skripsi ini.
2.
My Brothers, Rizky Ramadhan dan Faizal Syarif yang selalu memberi motivasi kepada penulis untuk menjadi kakak baik, semoga kita akan menjadi anak yang selalu bisa menjadi kebanggan bapak dan mama.
3.
Bapak Dr. M. Arif Mufraini, Lc., MA selaku Dekan FEB, Bapak Dr. Amilin, SE.Ak., M.Si selaku Wadek I FEB, Bapak Dr. Ade Sofyan Mulazid, MH selaku Wadek II FEB, dan Bapak Dr. Desmadi Saharuddin, Lc., MA selaku Wadek III FEB, yang telah memberikan jalan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4.
Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni. sebagai Dosen Pembimbing Skripsi yang telah meluangkan waktunya di tengah kesibukan untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyusun skripsi ini serta motivasinya yang begitu besar pada penulis.
5.
Ibu Titi Dewi Warnida, SE, M.Si. selaku Ketua Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
ix
6.
Ibu Ela Patriana, MM. selaku Sekretaris Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
7.
Bapak Rahmatullah, M.Ag. selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah mengarahkan dan memotivasi selama penulis menuntut ilmu di kampus ini.
8.
Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, terima kasih atas curahan ilmu yang Bapak dan Ibu berikan kepada penulis.
9.
Seluruh Staf Tata Usaha dan karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, atas kerja kerasnya melayani mahasiswa dengan baik, membantu dalam mengurus kebutuhan administrasi, keuangan dan lain-lainnya.
10.
Sahabat terbaikku Azka Amany yang telah membantu, memotivasi, dan menghibur penulis dari awal perkuliahan, hingga penulis menyelesaikan skripsi ini.
11.
Teman seperjuanganku selama di CCIT FTUI dan MIPS, terimakasih atas dukungan dan motivasi kalian. Semoga Allah SWT selalu memudahkan langkah kalian untuk menuju cita-cita dan tujuan.
12.
Sahabat-sahabatku yaitu Amanda Febriana, Lailatul jannah, Najwa Fithrati, Siti Sarah Anggraeni, Khritmadanty Angelita, Ayu Indah Wati, Citra Mi’rajul Ummah, Ayu Setia Mauliddini, Dwi Ratnasari, Dedeh Rahmawati, Shofwatun Niswah, Annisa Nasharuddin, Dika Nurmalita Sari, Eliza Nur, Meruni Sani Putri, Teddy Azhari, Afief Amrullah, Chanasya Bayu Ananda, dan Razi Nur Arif yang selalu mendukung, mendoakanku, memotivasi, dan menghibur selama proses menyelesaikan skripsi ini.
13.
Keluarga besar Komda FEB yang telah memberikan pengalaman dan pelajaran yang beigitu berharga selama masa perkuliahan yang menjadikan penulis lebih baik lagi dari waktu-ke waktu. Semoga kekeluargaan kita tetap terjaga.
14.
Keluarga besar KKN NASA 2015 yang telah memberikan pengalaman dan pelajaran yang begitu berharga selama masa KKN yang menjadikan pribadi penulis lebih baik lagi dari waktu ke waktu. Semoga kekeluargaan kita tetap terjaga.
x
15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah ikut berkontribusi dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih memiliki banyak kekurangan. Dengan segenap kerendahan hati penulis mengharapkan saran, arahan maupun kritikan yang konstruktif demi penyempurnaan hasil penelitian ini. Skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, baik dunia perbankan, dunia akademisi, para pembaca serta bagi penulis sendiri sebagai proses pengembangan diri.
Jakarta, 05 September 2016 Penulis
(Nur Anisha)
xi
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ........................................ ii LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ....... Error! Bookmark not defined. LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ............................... iv DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................... vi ABSTRACT .......................................................................................................... vii ABSTRAK ........................................................................................................... viii KATA PENGANTAR ........................................................................................... ix DAFTAR ISI ......................................................................................................... xii DAFTAR TABEL ................................................................................................. xv DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xvi DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xvii BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 A.
Latar Belakang Masalah .............................................................................. 1
B.
Permasalahan ............................................................................................. 10 1.
Identifikasi Masalah ............................................................................... 10
2.
Batasan Masalah ..................................................................................... 11
3.
Rumusan Masalah .................................................................................. 11
C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................. 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 14 A.
Landasan Teori .......................................................................................... 14
1.
Moral Hazard ......................................................................................... 14
2.
Adverse Selection ................................................................................... 17
3.
Pembiayaan Mudharabah ....................................................................... 20
4.
Masalah Keagenan dalam Pembiayaan Mudharabah ............................. 21
5.
Penyebab Konflik Keagenan .................................................................. 25
6.
Identifikasi Risiko Bank Syariah ............................................................ 26
7.
Non Performing Financing .................................................................... 28
8.
Faktor-Faktor Penyebab Pembiayaan Bermasalah ................................ 30
9.
Gross Domestic Product (GDP) ............................................................. 32
xii
10.
Inflasi .................................................................................................. 34
11.
Tingkat Bagi Hasil .............................................................................. 37
B.
Keterkaitan Antar Variabel ....................................................................... 39
C.
Penelitian Terdahulu ................................................................................. 42
D.
Kerangka Pemikiran .................................................................................. 47
E.
Hipotesis .................................................................................................... 52
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................................... 54 A.
Ruang Lingkup Penelitian ......................................................................... 54
B.
Metode Penentuan Sampel ........................................................................ 54
C.
Metode Pengumpulan Data ....................................................................... 55
D.
Metode Analisis Data ................................................................................ 56
E.
Operasional Variabel ................................................................................. 70
BAB IV PEMBAHASAN .................................................................................... 74 A.
Gambaran Umum Objek Penelitian .......................................................... 74
1.
Bank Syariah .......................................................................................... 74
2.
Perkembangan Non Performing Financing (NPF) ................................. 76
3.
Perkembangan Gross Domestic Product (GDP) .................................... 78
4.
Perkembangan Inflasi ............................................................................. 79
B.
Analisis dan Pembahasan .......................................................................... 80 1.
Uji Normalitas ........................................................................................ 81
2.
Uji Linieritas ........................................................................................... 82
3.
Uji Stasioner ........................................................................................... 82
5.
Uji Asumsi Klasik .................................................................................. 87
6.
Regresi Metode Error Correction Model (ECM) .................................. 91
7.
Uji simultan (Uji F) ................................................................................ 96
8.
Uji Secara individual (Uji t) ................................................................... 96
9.
Uji Adjusted R Square .......................................................................... 101
C.
Interpretasi Data ...................................................................................... 102
1.
Jumlah GDP dan Tingkat NPF ............................................................. 102
2.
Tingkat Inflasi dan Tingkat NPF .......................................................... 104
3.
Jumlah MM/MPLS dan Tingkat NPF .................................................. 107 xiii
4.
Jumlah RM/FM dan Tingkat NPF ........................................................ 109
5.
Jumlah TBH dan Tingkat NPF ............................................................. 112
BAB V PENUTUP ............................................................................................. 119 A.
Kesimpulan.............................................................................................. 119
B.
Implikasi .................................................................................................. 121
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 123 DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... 127
xiv
DAFTAR TABEL No.
Keterangan
Halaman
Tabel 2.1: Kategori NPF ....................................................................................... 29 Tabel 2.2: Penelitian Terdahulu ............................................................................ 42 Tabel 4.1: Uji Akar Unit nilai Phillips-Perron test pada Tingkat Level ............... 83 Tabel 4.2: Uji Akar Unit Phillips-Perron test pada First Difference..................... 84 Tabel 4.3: Hasil Uji t ............................................................................................. 97 Tabel 4.4: Tabel Margin Murabahan dan Pendapatan Bagi Hasil Mudharabah . 108 Tabel 4.5: Jumlah Penyaluran Pembiayaan Murabahah dan Mudharabah ........ 111
xv
DAFTAR GAMBAR No.
Keterangan
Halaman
Gambar 1.1: Perkembangan NPF ............................................................................ 5 Gambar 1.2: Perkembangan Inflasi ......................................................................... 7 Gambar 1.3: Perkembangan GDP ........................................................................... 8 Gambar 2.1: Pengukuran Moral Hazard dan Adverse Selection .......................... 50 Gambar 2.2: Kerangka Pemikiran ......................................................................... 51 Gambar 4.1: Perkembangan Jaringan Perbankan Syariah .................................... 75 Gambar 4.2: Perkembangan Pembiayaan yang Diberikan Bank Syariah ............. 76 Gambar 4.3: Pertumbuhan NPF ............................................................................ 77 Gambar 4.4: Perkembangan Gross Domestic Product .......................................... 78 Gambar 4.5: Perkembangan Inflasi ....................................................................... 79 Gambar 4.6: Uji Normalitas .................................................................................. 81 Gambar 4.7: Uji Linearitas .................................................................................... 82 Gambar 4.8: Uji Johansen Kointegrasi ................................................................. 86 Gambar 4.9: Uji Multikolinieritas ......................................................................... 88 Gambar 4.10: Uji Autokorelasi ............................................................................. 89 Gambar 4.11: Uji Autokorelasi dengan WLS ....................................................... 89 Gambar 4.12: Uji Heteroskedastisitas ................................................................... 90 Gambar 4.13: Hasil Analisis Jangka Panjang ....................................................... 92 Gambar 4.14: Hasil Analisis Jangka Pendek ........................................................ 94
xvi
DAFTAR LAMPIRAN No.
Keterangan
Halaman
Lampiran 1 : Data Penelitian Januari 2012-Februari 2015 ................................. 127 Lampiran 2 : Uji Normalitas ............................................................................... 128 Lampiran 3 : Uji Linearitas ................................................................................. 128 Lampiran 4 : Uji Stasioner Variabel NPF ........................................................... 129 Lampiran 5 : Uji Stasioner Variabel GDP .......................................................... 130 Lampiran 6 : Uji Stasioner Variabel Inflasi ........................................................ 131 Lampiran 7 : Uji Stasioner Variabel MM/MPLS ................................................ 132 Lampiran 8 : Uji Stasioner Variabel RM/FM ..................................................... 132 Lampiran 9 : Uji Stasioner Variabel TBH .......................................................... 133 Lampiran 10 : Uji Derajat Integrasi Variabel NPF ............................................. 134 Lampiran 11 : Uji Derajat Integrasi Variabel GDP ............................................ 135 Lampiran 12 : Uji Derajat Integrasi Variabel Inflasi .......................................... 136 Lampiran 13 : Uji Derajat Integrasi Variabel MM/MPLS .................................. 136 Lampiran 14 : Uji Derajat Integrasi Variabel RM/FM ....................................... 137 Lampiran 15 : Uji Derajat Integrasi Variabel TBH ............................................ 138 Lampiran 16 : Uji Kointegrasi Johansen Test ..................................................... 139 Lampiran 17 : Uji Asumsi Klasik ....................................................................... 139 Lampiran 18 : Hasil Analisis Jangka Panjang..................................................... 142 Lampiran 19 : Hasil Uji ECT .............................................................................. 142 Lampiran 20 : Hasil Analisis Jangka Pendek ...................................................... 143
xvii
BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Masalah Goldstein Morris (1998) mengungkapkan istilah moral hazard kembali populer sejak terjadinya krisis keuangan di Asia. Krisis keuangan tersebut dipicu dari pemberian kredit yang kurang berhati-hati dalam memberikan pinjaman. Sejalan dengan itu back up yang disediakan bank sentral membuat bank semakin berani mengambil risiko dalam memberikan pinjaman. Back up yang disediakan bank sentral merupakan solusi dari turunnya tingkat kepercayaan masyarakat karena terdapat beberapa bank yang dilikuidasi akibat krisis moneter yang menghantam Indonesia pada tahun 1998. Dalam pelaksaannya back up tersebut memang dapat menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap bank, tetapi ruang lingkup yang terlalu luas menyebabkan timbulnya moral hazard. Moral hazard dalam dunia perbankan setidaknya dibedakan atas dua tingkatan, yaitu moral hazard pada tingkat bank dan pada tingkat nasabah. Moral hazard pada tingkat bank yaitu moral hazard dalam penyaluran dana pihak ketiga yaitu risky lending behavior yang menyebabkan timbulnya moral hazard dan adverse selection ditingkat nasabah, mengacu dari Vaubel (1983) dalam Dreher (2004) yang menyebutkan bahwa tindakan tersebut termasuk dalam moral hazard tidak langsung. Sedangkan moral hazard ketidakhati-hatian bank dalam menyalurkan kredit karena adanya penjaminan
1
dari pemerintah atau keberadaan lembaga penjamin simpanan dalam hal ini dikategorikan sebagai moral hazard langsung. Moral hazard terjadi akibat persoalan regulasi dan perundangundangan yang lemah, aspek penjaminan simpanan dan aspek penjaminan kredit. Moral hazard sangatlah mengancam kemajuan usaha dan organisasi, selain itu secara perlahan-lahan dapat menghilangkan responsibility dan akuntabilitas dalam suatu perusahaan, dampaknya produktivitas dan kinerja akan turun dan menjadikan perusahaan tidak memiliki daya saing. Beberapa pendapat ekonom mengatakan bahwa salah satu diantara penyebab krisis ekonomi di berbagai negara adalah karena adanya tindakan moral hazard dari pemilik perbankan maupun pemilik kapital. Krisis ekonomi yang terjadi di tahun 1998 dan krisis global tahun 2008 salah satu penyebabnya adalah karena tindakan moral hazard (Ibrahim Taswan dan Ragimun, 2011:7) Salah satu tindakan moral hazard yaitu ketidakhati-hatian bank dalam menyalurkan pembiayaan, yang dimana ketidakhati-hatian tersebut dapat menimbulkan kredit macet. Dani Prabowo (2014) mengatakan adanya kasus kredit macet pada Bank Bukopin senilai Rp 76 miliar akibat fasilitas kredit yang disalurkan itu tidak digunakan sebagaimana mestinya. Kemudian kasus kredit macet sebesar Rp 2,7 triliun di Bank Mandiri, dan masuknya Bank Persyarikatan dalam kategori bank dalam pengawasan khusus dalam sudut pandang moral hazard. Hal tersebut menunjukkan kurangnya kehati-hatian dan monitoring yang dilakukan oleh pihak bank sehingga nasabah melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan kontrak.
2
Muhammad Imanuddin (2010) menyebutkan bahwa selain moral hazard juga terdapat adverse selection, yang dimana adanya ketidak seimbangan informasi yang dilakukan oleh salah satu pihak, yang menyebabkan pihak lain tidak mengetahui kondisi yang sebenarnya terhadap suatu usaha. Sehingga pilihan yang ditetapkan hanya menguntungkan satu pihak saja, dan merugikan pihak yang lain. Menurut Anwar Nasution (2003) dalam tulisannya berjudul Masalahmasalah Sistem Keuangan dan Perbankan Indonesia. Adverse Selection merupakan salah satu bentuk asimetri informasi yang terjadi sebelum transaksi keuangan dilakukan karena peminjam dengan kualitas rendah (memiliki risiko kredit tinggi) biasanya akan mencari pinjaman dengan bunga tinggi. Dari masalah adverse selection inilah sebagian besar dari pinjaman biasanya merupakan kredit bermasalah. Asimetri informasi ini juga menggambarkan dampak lanjutan dari krisis finansial pada perekonomian misalnya dalam kondisi suku bunga naik, mungkin berakibat pada adverse selection sehingga mengakibatkan penurunan penawaran kredit oleh bank. Demikian pula kondisi penurunan nilai agunan yang menyebabkan timbulnya debitur dengan net worth yang rendah. Bank atau pemilik modal dikatakan mengalami masalah adverse selection apabila dalam penyaluran kredit, bank tidak memiliki kemampuan dan pengetahuan untuk membedakan beberapa projek investasi berdasarkan risiko yang dihadapi. Dari masalah adverse selection inilah sebagian besar dari pinjaman biasanya merupakan kredit bermasalah. Adverse selection
3
dapat terjadi apabila suku bunga pasar meningkat, terkadang peminjam sengaja menyembunyikan informasi yang sebenarnya menyangkut kondisi keuangan serta resiko investasi untuk mendapatkan pinjaman baru setelah kenaikan bunga. Perbankan Syariah IB (2009) mengungkapkan bahwa berkembangnya moral hazard di perbankan konvensional tidak terlepas dari sistem operasionalnya dimana resiko tidak terdistribusi secara proporsional pada pihak-pihak terkait. Resiko tidak tersebar secara merata antara pemilik dana, pengguna dana, serta pihak bank. Dalam pendistribusian resiko, Perbankan berbasis syariah dirasa mampu menjadi jalan keluar dari permasalahan kridit macet, karena menggunakan prinsip bagi hasil dalam menjalankan kegiatan operasionalnya. Bank syariah juga menjalankan kegiatan operasinya dengan sistem transparansi dan kemitraan antara bank dan nasabah serta prinsip keadilan yang diharapkan mampu menjadikan perekonomian Indonesia menjadi lebih baik. Perbankan syariah menggunakan profit and loss sharing (PLS) sebagai pengganti bunga. Secara teori keberadaan sistem profit and loss sharing berimplikasi kepada risiko serta peluang moral hazard di perbankan sebab risiko menjadi tanggungan kedua pihak. Bank syariah dan nasabah dipaksa untuk menyusun suatu desain kontrak yang optimal bagi kedua belah pihak, sebab keduanya akan berbagi risiko maupun hasil. Bank syariah menawarkan imbalan kepada masyarakat pemilik dana dengan sistem bagi hasil yang ditentukan pada awal perjanjian. Hal inilah yang mendorong masyarakat untuk mepercayakan dananya kepada bank
4
syariah. Peningkatan jumlah dana pihak ketiga pada bank, mendorong pihak bank untuk menyalurkan dana tersebut kepada calon debitur dengan harapan mendapat bagi hasil dari penyaluran pembiayaan tersebut. Seiring dengan perkembangan kegiatan perbankan diiringi pula peningkatan penyelewengan yang terjadi yang merupakan dampak dari tindakan lalai yang mengabaikan prinsip kehati-hatian. Mulya E. Siregar (2015) mengatakan bahwa hingga akhir 2015 perkembangan bisnis perbankan syariah mengalami penurunan yang drastis, pertumbuhan aset yang sempat mencapai 49 persen pada tahun 2013 tidak dapat terulang lagi. Pada tahun 2015 pertumbuhan bank syariah hanya mencapai 7,98 persen pada juli 2015. Turunnya pertumbuhan perbankan syariah tidak hanya terjadi dari sisi aset, namun juga pada pembiayaan dan dana pihak ketiga (DPK). Pertumbuhan yang melambat ini diperparah pula oleh meningkatnya rasio pembiayaan bermasalah (non performing financing/NPF). Pertumbuhan NPF dapat dilihat dari gambar dibawah ini:
NPF 6.00%
2.00%
4.50%
4.33%
4.00% 2.22%
2.62%
NPF
0.00% 2012
2013
2014
Jul-15
Gambar 1.1: Perkembangan NPF Sumber : Statistik Perbankan Syariah (Data Diolah)
Pada gambar diatas menunjukkan bahwa kredit bermasalah pada bank syariah cenderung meningkat setiap tahunnya, pada tahun 2012 kredit
5
bermasalah sebesar 2,22% kemudian meningkat sebesar 2,62%. Lalu peningkatan NPF melonjak pada tahun 2014 hingga sebesar 4,33%, hingga pada bulan Juli 2015 NPF sebesar 4,50%. Di sektor perbankan, perlu diadakan langkah-langkah memperkuat manajemen risiko, seperti screening dan monitoring terhadap kredit-kredit berisiko guna meminimalisir dampak negatif dari adverse selection dan moral hazard dari kreditor serta menerapkan spesialisasi dalam bentuk pinjaman sebagai salah satu upaya menyeleksi kelayakan suatu perusahaan atau perorangan pada saat mengajukan pinjaman. Pembiayaan bermasalah dapat dipicu oleh kondisi ekonomi makro suatu negara yang dapat memberikan pengaruh bagi kelancaran suatu usaha. Di antaranya adalah Inflasi. Inflasi merupakan salah satu variabel ekonomi makro yang digunakan untuk mengukur kondisi perekonomian negara. Jika tingkat inflasi suatu negara tinggi dapat berpengaruh terhadap perekonomian, baik dari segi pendapatan, investasi, suku bunga, nilai tukar dan lain sebagainya. Tingkat inflasi yang tinggi akan berakibat terhadap turunnya kemampuan masyarakat untuk memenuhi segala kebutuhannya, dan pada akhirnya akan mempengaruhi pendapatan yang diperoleh lembaga perbankan yaitu dari tingkat pengembalian pinjaman atau pembiayaan dan akan meningkatkan rasio dari pembiayaan bermasalah (non performing financing) (Siti Jamiatun Nafiah, 2007: 4). Perkembangan inflasi dapat dilihat pada gambar berikut :
6
Inflasi 10.00% 8.38%
8.00%
8.36%
7.26%
6.00% 4.00%
4.30%
Inflasi
2.00% 0.00% 2012
2013
2014
Jul-15
Gambar 1.2: Perkembangan Inflasi Sumber : Kebijakan Moneter Bank Indonesia (Data Diolah)
Berdasarkan gambar diatas bahwa dari akhir tahun 2012 hingga akhir tahun 2013 inflasi mengalami peningkatan yang sangat tajam dari 4,30% sampai 8,38%, kemudian diakhir tahun 2014 terjadi peningkatan sebesar 0,2% dari akhir tahun 2013 sehingga menjadi 8,36%, dan inflasi mengalami penurunan pada Juli 2015 sebesar 7,26%. Kemudian selain inflasi terdapat faktor faktor ekonomi makro yang dapat meningkatkan NPF yaitu gross domestic product (GDP). Gross domestic product (GDP). termasuk faktor yang mempengaruhi kemampuan masyarakat dalam membayar kredit. Estimasi GDP akan menentukan perkembangan perekonomian. GDP berasal dari jumlah barang konsumsi yang bukan termasuk barang modal. Dengan meningkatnya jumlah barang konsumsi menyebabkan perekonomian bertumbuh, dan meningkatkan skala omset penjualan perusahaan, karena masyarakat yang bersifat konsumtif dan menandakan bahwa kemampuan masyarakat dalam membayar kredit juga akan meningkat. GDP di Indonesia setiap tahunnya mengalami penurunan, berikut merupakan data GDP Indonesia:
7
GDP 8 6
6.03
5.56
5.02
4.79
4
GDP
2 0 2012
2013
2014
2015
Gambar 1.3: Perkembangan GDP Sumber : Profil Ekonomi Kementrian Perdagangan RI (Data Diolah)
Dapat dilihat dari gambar diatas bahwa GDP mengalami penurunan setiap tahunnya. Pada tahun 2012 GDP sebesar 6,03 %, kemudian menurun pada tahun 2013 menjadi 5,56 %, dan terus menurun hingga pada tahun 2015 sebesar 4,79%. Hal tersebut menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia sedang mengalami penurunan. Peningkatan inflasi serta penurunan GDP membuat masyarakat sulit untuk memenuhi kewajibannya dalam membayar kredit, terlebih lagi hal tersebut dapat mendukung debitur untuk melakukan tindakan-tindakan yang tidak sesuai kontrak. Dalam hal ini pihak perbankan harus berhati-hati dalam menyeleksi calon debitur yang akan diberikan pembiayaan. Siti Jamiatun Nafiah (2007) moral hazard dapat diindikasikan dari melihat laju inflasi terhadap rasio NPF. Jika inflasi mengalami penurunan maka diharapkan rasio NPF juga akan menurun, akan tetapi apabila tingkat inflasi menurun dan rasio NPF meningkat berarti adanya ketidak hati-hatian bank dalam menyalurkan Dana Pihak Ketiga (DPK) atau kurangnya
8
monitoring maupun screening dalam memilih calon debitur dari pihak bank sehingga mengakibatkan naiknya rasio NPF. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Mustofa Edwin dan Ranti Wiliasih (2007) moral hazard dapat diindikasikan apabila NPF meningkat pada saat GDP meningkat. Idealnya, ketika GDP meningkat maka terjadi peningkatan transaksi ekonomi, dunia bisnis lebih menggeliat sehingga jika pada kondisi tersebut NPF meningkat, mengindikasi bank kurang berhati-hati atau kurang melakukan monitoring. Penelitian terkait moral hazard juga dilakukan oleh Desty Setyowati (2008) moral hazard dapat diindikasikan pada saat kondisi pasar real setate yang direpresentasikan oleh perubahan harga rumah meningkat. Idealnya ketika harga rumah meningkat maka permintaan untuk kredit rumah menurun, jumah penyaluran kredit rumah juga akan menurun sehingga jika pada kondisi tersebut NPF meningkat, mengindikasikan bank kurang berhatihati atau kurang monitoring. Indikasi adverse selection dapat dilihat dari tingkat bagi hasil yang ditetapkan oleh bank, apabila pada kondisi bagi hasil yang ditetapkan untuk nasabah tinggi namun jumlah NPF meningkat maka hal tersebut terindikasi adanya adverse selection. Karena idealnya pada saat bagi hasil yang ditetapkan tinggi maka nasabah akan lebih mampu memenuhi kewajibannya terhadap bank dan apabila dalam kondisi tersebut nasabah justru tidak dapat membayar kewajibannya maka adanya ketidak seimbangan informasi yang dimiliki nasabah dan pihak bank sehingga bank memberikan pembiayaan
9
pada nasabah yang berkualitas buruk. Karena nasabah yang berkualitas buruk akan menyampaikan kepada bank bahwa dirinya memiliki karakteristik yang tinggi sehingga layak untuk mendapatkan bagi hasil yang tinggi pula. Hal ini menunjukkan bahwa shahibul mal dapat menggunakan skema bagi hasil untuk menyeleksi mudharib dan menekan permasalahan adverse selection (Misnen Ardiansyah, 2014: 265). Penelitian ini penulis menganalisis bagaimana ketidakhati-hatian pihak bank dalam menyalurkan dana pihak ketiga berdampak pada terjadinya pembiayaan
bermasalah
(Non
Performing
Financing).
Selain
itu
menganalisis bagaimana ketidak seimbangan informasi yang terjadi sebelum akad disepakati akan berdampak pada terjadinya pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing). Penelitian ini juga menganalisis penyebab terjadinya resiko moral hazard dan adverse selection pada pembiayaan mudharabah serta cara memitigasi risiko tersebut. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk meneliti “INDIKASI MORAL HAZARD DAN ADVERSE SELECTION DALAM PENYALURAN DANA PIHAK KETIGA (Studi Kasus : Bank Syariah Periode Januari 2012 – Februari 2016)” B.
Permasalahan 1.
Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, masalah-masalah dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut :
10
a.
Moral hazard dan adverse selection sebagai salah satu penyebab meningkatnya non performing financing (NPF) pada bank.
b.
Bank syariah dianggap mampu untuk mengurangi tingkat kredit macet, karena bank syariah manerapkan sistem profit and loss sharing. Akan tetapi bank syariah juga tidak dapat sepenuhnya terhindar dari praktik moral hazard dan adverse selection.
c.
Dibutuhkan identifikasi mengenai faktor-faktor yang mendorong terjadinya moral hazard dan adverse selection bank syariah. Serta melakukan mitigasi risiko untuk meminimalisir tindakan tersebut.
2.
Batasan Masalah Agar penelitian ini lebih terarah, terfokus dan tidak meluas, penulis membatasi masalah dalam penulisan penelitian ini. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah : a.
Rasio not performing financing dijadikan indikator untuk melihat kemungkinan terjadinya moral hazard dan adverse selection
b.
Hanya menggunakan GDP dan Inflasi sebagai faktor eksternal yang menyebabkan not performing financing
c.
Penelitian dilakukan dari laporan keuangan bank syariah yang dipublikasikan oleh Otoritas Jasa keuangan (OJK)
3.
Rumusan Masalah Rumusan masalah yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah : a.
Apakah terdapat indikasi moral hazard dan adverse selection dalam pembiayaan mudharabah pada bank syariah?
11
b.
Bagaimana faktor-faktor yang mendorong terjadinya moral hazard dan adverse selection dalam pembiayaan mudharabah pada bank syariah?
c.
Bagaimana mitigasi risiko yang dilakukan oleh bank syariah untuk meminimalisir tindakan moral hazard dan adverse selection?
C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah : a.
Menganalisis indikasi moral hazard dan adverse selection dalam pembiayaan mudharabah pada bank syariah.
b.
Menganalisis faktor-faktor yang mendorong terjadinya moral hazard dan adverse selection dalam pembiayaan mudharabah pada bank syariah.
c.
Menganalisis mitigasi risiko yang dilakukan oleh bank syariah untuk meminimalisir tindakan moral hazard dan adverse selection
2. Manfaat Penelitian Melalui penelitian ini diharapkan akan memperoleh manfaat antara lain : a.
Bagi Penulis Penelitian ini menjadi salah satu sarana bagi penulis yang dimana
sangat berguna untuk menambah wawasan serta pengetahuan penulis
12
tentang praktek manajemen perbankan syariah khususnya tentang masalah yang berkaitan dengan moral hazard dan adverse selection dalam penyaluran dana pihak ketiga. b.
Bagi Perbankan Penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk membantu pihak
manajemen bank terhadap pemberian keputusan pembiayaan untuk meminimalisir terjadinya risiko pembiayaan. c.
Bagi Akademisi Penelitian ini akan menambah kepustakaan di bidang manajemen
perbankan syariah dan dapat dijadikan sebagai bahan bacaan untuk menambah wawasan pengetahuan tentang moral hazard dan adverse selection terhadap penyaluran dana pihak ketiga dan Penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk peneliti selanjutnya.
13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1.
Moral Hazard Penggunaan istilah “moral hazard’’ pada awalnnya digunakan dalam bidang asuransi. Dalam kamus Inggris maka "moral hazard" diterangkan sebagai "the hazard arising from the uncertainty or honesty of the insured". Sebagai contoh bila seorang pengusaha yang mengambil asuransi resiko kebakaran untuk gudangnya. Ketika ia terjepit hutang dan menjelang jatuh tempo maka kecenderungannya akan mengambil jalan pintas dan melakukan ketidak jujuran, ia akan membakarnya sendiri gudangnya untuk mendapatkan dana asuransi sebagai ganti ruginya. Moral hazard terjadi karena seorang individu atau lembaga bertindak yang tidak sesuai dengan apa yang terdapat didalam kontrak. Hal ini dipicu dari tindakan ketidak hati-hatian dalam memberikan tanggung jawab kepada pihak lain tersebut dan kurangnya pengawasan atau monitoring dari instansi terkait serta kurang tegasnya terhadap pemberlakuan sanksi bagi individu atau lembaga yang melakukan pelanggaran. Dalam hal ini Bank Indonesia juga berperan dalam melakukan pengawasan dan monitoring terhadap kebijakan-kebijakan yang terdapat dalam manajemen bank. Moral hazard dapat didefinisikan menjadi empat berdasarkan kondisi yang berbeda (Mitnick,1996:7). Pertama, moral hazard terjadi karena
14
kondisi monitoring disability (hidden action). Prinsipal tidak dapat mengamati atau memonitor perilaku agen. Ketidak mampuan memonitor tindakan secara konseptual menunjukkan ketidakpastian mengenai hubungan antara tindakan agen dengan hasil untuk principal, ketidaksamaan informasi antara kedua pihak, kebutuhan untuk melakukan kesepakatan mengenai masalah insentif untuk agen, ketidakmampuan membuat kontrak untuk menghilangkan masalah (tanpa kemampuan untuk memonitor perilaku agen, kontrak yang dibuat tidak dapat dilaksanakan). Prinsipal dan agen diasumsikan mempunyai potensi untuk konflik kepentingan. Kedua, moral hazard terjadi karena adanya undesirable behavior production (perilaku yang tidak diinginkan) dipandang dari perspektif prinsipal. Agen tidak cukup menjamin tindakannya akan menguntungkan prinsipal atau bisa mengurangi kerugian yang mungkin terjadi. Moral hazard diidentifikasi sebagai hasil dari perilaku agen yang berisiko. Ketiga, moral hazard terjadi karena undesirable outcome (impact) production. Moral hazard merupakan bentuk oportunisme pasca kontraktual yang timbul karena tindakan yang mempunyai konsekuensi efisiensi yang tidak dapat diobservasi secara bebas sehingga seseorang bisa memenuhi kepentingan pribadinya atas biaya pihak lain. Keempat, moral hazard sebagai bentuk dari morals disability. Moral hazard terjadi karena kecenderungan perilaku-perilaku yang tidak bermoral seperti tidak jujuran, tidak pedulian, ketidaktahuan atau ketidaktabahan hati.
15
Moral hazard dalam dunia perbankan setidaknya dapat dibedakan atas 2 tingkatan. Pertama, moral hazard di tingkat bank dan yang kedua adalah moral hazard di tingkat nasabah. Moral hazard ditingkat bank dapat dibedakan, diantaranya yaitu: a.
Moral hazard dalam penyaluran dana pihak ketiga, yaitu risky lending behavior yang menyebabkan timbulnya Moral hazard dan adverse selection. Ditingkat nasabah yang disebut juga Moral hazard tidak langsung (mengacu pada pengertian Moral hazard yang dikemukakan oleh Vaubel (1983) dalam Dreher (2004).
b.
Moral hazard ketidakhati-hatian bank dalam menyalurkan kredit karena adanya penjaminan dari pemerintah atau keberadaan lembaga penjamin simpanan dalam hal ini termasuk dalam Moral hazard langsung (mengacu pada pengertian Moral hazard yang dikemukakan oleh Vaubel (1983) dalam Dreher (2004)
c.
Moral hazard pada saat penyaluran bank tidak mencerminkan bank sebagai lembaga intermediasi atau tidak meyalurkan dana kepada sektor riil (Desty Setyowati, 2008:14).
d.
Moral hazard ketika bank memberikan cost of fund yang rendah dan menerapkan tingkat yang tinggi, juga termasuk dalam katagori Moral hazard dan lainnya. (Desty Setyowati, 2008:14). Moral hazard pada bank terjadi ketika bank syariah sebagai mudharib
tidak berhati-hati dalam menyalurkan dana sehingga berpotensi menimbulkan moral hazard di sisi nasabah dan menyebabkan kerugian.
16
Moral hazard lainnya yaitu pada saat bank tidak membayarkan bagian shahibul maal sebagaimana rasio yang telah ditetapkan di awal perjanjian, atau ketidakpatuhan bank syariah terhadap prinsip-prinsip syariah juga dapat dikategorikan dalam tindakan moral hazard. Sedangkan moral hazard pada nasabah umumnya terjadi pada produk pembiayaan yang berbasis pada equity financing (mudharabah dan musyarakah) atau biasa dikenal dengan profit loss sharing. Akad mudharabah yang tidak mensyaratkan jaminan dan juga memberikan hak penuh pada mudharib untuk menjalankan usaha tanpa campur tangan shahibul maal dan ditanggungnya kerugian oleh shahibul maal (kecuali kesalahan manajemen) mengakibatkan akad pembiayaan ini sangat rentan terhadap masalah moral hazard. Moral hazard pada sisi nasabah ini merupakan isu global yang menyebabkan bank syariah lebih memilih dengan pembiayaan dengan basis debt financing (murabahah, ishtisna, dan salam). 2.
Adverse Selection Adverse selection merupakan permasalahan asymmetric information yang terjadi ex ante, yakni sebelum disalurkannya kredit/pembiayaan. Adverse selection merupakan permasalahan yang timbul ketika pemilik dana memilih entrepreneur yang akan diberikan kredit/pembiayaan (Tarsidin, 2010:43). Hal ini dikarenakan pemilik dana/shahibul maal tidak mengetahui dengan pasti karakteristik mudharib. Adverse selection dalam pasar keuangan terjadi ketika peminjam potensial yang kemungkinan
17
besar membuahkan hasil yang tidak diinginkan (adverse) yaitu risiko kredit yang buruk (Mishkin,2008:50). Pada kontrak bagi hasil, jumlah profit tidak diperjanjikan dalam kontrak. Skema bagi hasil ditetapkan dimuka dan akan tetap berlaku berapa pun profit yang diperoleh mudharib dari usaha atau proyek yang dijalankan. Dengan demikian, mudharib kurang termotivasi untuk mencapai suatu jumlah profit tertentu. Hal ini menyebabkan mudharib akan menyatakan bahwa dirinya memiliki karakteristik tinggi pada saat mengajukan kredit atau pembiayaan dan memperoleh rasio bagi hasil yang tinggi untuk dirinya (Tarsidin,2010: 45). Pemilik dana atau shahibul maal akan menawarkan rasio bagi hasil yang lebih tinggi kepada mudharib yang memiliki karakteristik tinggi. Karena mudharib dengan karakteristik tinggi akan menghasilkan profit yang besar yang berdampak pada tingginya pendapatan bagi hasil yang akan diterima oleh pemillik dana/shahibul maal. Sedangkan untuk mudharib dengan karakteristik rendah, hanya ditawarkan rasio bagi hasil yang rendah juga baginya. Dengan demikian, skema bagi hasil yang ditawarkan oleh pemilik dana/shahibul maal merupakan suatu alat seleksi. Kemungkinan mudharib akan berusaha menyatakan pada bank atau shahibul maal bahwa dirinya memiliki karakteristik tinggi sehingga selayaknya memperoleh kredit atau pembiayaan dan rasio bagi hasil yang tinggi. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya permasalahan adverse
18
selection, yakni bank atau shahibul maal salah memilih mudharib yang berhak memperoleh kredit atau pembiayaan. Untuk mengatasi permasalahan adverse selection, pihak bank atau shahibul maal perlu mengetahui karakteristik mudharib. Melalui analisis atas dokumen yang diajukan mudharib, shahibul maal bisa memperoleh sebagian informasi yang diperlukan untuk menilai karakteristik mudharib. Karakteristik mudharib tersebut dapat diketahui dengan tepat melalui suatu verifikasi yang berbiaya relatif besar. Pendekatan lainnya juga dapat dilakukan dengan tidak sepenuhnya mengandalkan pada verifikasi. Shahibul maal dapat menawarkan suatu skema bagi hasil yang lebih menguntungkan bagi mudharib apabila mudharib menyatakan dengan benar karakteristiknya. Melalui skema bagi hasil tersebut diharapkan adanya pengungkapan informasi privat yang dimiliki oleh mudharib kepada shahibul maal. Skema bagi hasil tersebut harus dapat membuat mudharib menyatakan dengan sebenarnya karakteristiknya (Tarsidin,2010:46). Mudharib akan dihadapkan pada risiko bahwa dirinya tidak memperoleh kredit pembiayaan jika menyatakan dengan benar karakteristiknya. Di samping itu, mudharib juga dihadapkan pada kemungkinan bahwa dirinya memperoleh rasio bagi hasil yang lebih rendah jika menyatakan dengan benar karakteristiknya. Dengan demikian, pengungkapan informasi privat yang dimiliki oleh mudharib kepada shahibul maal hanya bisa dicapai jika skema bagi hasil tersebut incentive
19
compatible (insentif yang diperoleh cukup). Mudharib yang bersedia memperoleh pembiayaan dengan rasio bagi hasil yang rendah mengindikasikan bahwa karakteristiknya rendah. Sedangkan mudharib dengan karakteristik yang tinggi tidak akan menerima kontrak bagi hasil yang menawarkan rasio bagi hasil yang rendah. Meskipun dengan rasio bagi hasil yang rendah tersebut mudharib tetap dapat memperoleh level utilitas tertentu yang diinginkannya, namun mudharib dengan katakterisik tinggi tersebut memiliki banyak alternatif pembiayaan lainnya yang menawarkan rasio bagi hasil yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa shahibul maal dapat menggunakan skema bagi hasil untuk menyeleksi mudharib dan menekan permasalahan adverse selection. 3.
Pembiayaan Mudharabah Menurut Fatwa DSN-MUI No: 07/DSNMUI/IV/2000, mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan 100% modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut bukan akibat dari kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian tersebut diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, maka si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Mekanisme atau tatacara pemberian pembiayaan dimulai dari proses permohonan pembiayaan yang dilakukan secara lisan kemudian
20
ditindaklanjuti
dengan
permohonan
tertulis.
Dilanjutkan
dengan
pengumpulan data dan investigasi untuk pembiayaan produktif, data yang diperlukan adalah kemampuan nasabah dalam melunasi pembayaran dengan cara melihat bisnis plannya dan rencana alternatif jika terjadi hal yang tidak terduga, data obyek pembiayaan, data jaminan. Selanjutnya dilakukan Analisa pembiayaan dengan berbagai metode salah satunya dengan metode 5C yaitu capacity, character, capital, collateral dan condition (Zulkifli, 2007:145) 4.
Masalah Keagenan dalam Pembiayaan Mudharabah Teori keagenan (agency theory) menjelaskan bahwa hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut. (Jensen dan Meckling,1976:5). Tiga asumsi sifat dasar manusia guna menjelaskan tentang teori agensi yaitu: manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest), manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), dan manusia selalu menghindari risiko (risk averse) (Eisenhardt,1989:58). Adanya masalah keagenan memunculkan biaya agensi yang terdiri dari (Jensen dan Meckling, 1976: 6) : a.
The monitoring expenditure by the principle, yaitu biaya pengawasan yang dikeluarkan oleh prinsipal untuk mengawasi perilaku dari agen dalam mengelola perusahaan.
21
b.
The bounding expenditure by the agent (bounding cost), yaitu biaya yang dikeluarkan oleh agen untuk menjamin bahwa agen tidak bertindak yang merugikan prinsipal.
c.
The residual loss, yaitu penurunan tingkat utilitas prinsipal maupun agen karena adanya hubungan agensi Berdasarkan beberapa pendapat di atas, kontrak mudharabah yang
dijalankan oleh lembaga keuangan syariah (bank/BMT) merupakan suatu kontrak yang mengandung peluang besar terjadinya imperfect information bila salah satu pihak tidak jujur. Dengan kata lain kontrak mudharabah sarat terjadinya imperfect information dalam hubungan antara principal (shahibul maal) dengan agent (mudharib), maka muncullah masalah asymmetric information. Asymmetric information adalah kondisi yang menunjukkan sebagian investor mempunyai informasi dan yang lainnya tidak memilikinya (Jogiyanto, 2000:369). Masalah keagenan pada kontrak mudharabah berasal dari tiga sumber (Algoud dan Lewis 2003:120). Pertama, tidak adanya syarat jaminan yang akan memperburuk problem adverse selection. Menurut teori perbankan Islam dana yang disediakan berdasarkan kontrak profit loss sharing terutama akan mendorong para pengusaha baru yang tidak memiliki aset apapun selain usaha (tenaga) dan keahlian mereka, tanpa jaminan digolongkan memiliki resiko tinggi. Kedua, kontrak mudharabah akan cenderung memunculkan moral hazard karena lembaga keuangan (bank/BMT) tidak dapat memaksa
22
pengusaha untuk mengambil tindakan yang sesuai, selain itu juga tidak membatasi aktivitas pengusaha dengan menentukan intensitas usahanya. Ketiga, karena pengeluaran perusahaan seluruhnya ditanggung oleh lembaga keuangan (bank/BMT). Selanjutnya menurut Khalil dalam Manzilati (2011:285-286), secara umum menunjukkan tiga masalah utama keagenan yang terkait dengan kontrak mudharabah diantaranya: pertama, besarnya ketidakpastian (uncertainty) maksudnya adalah kontrak bagi hasil merupakan kontrak yang bisa dipastikan adanya ketidakpastian pendapatannya. Khususnya pada lembaga keuangan (bank/BMT). Ketidak pastian ini berasal dari hasil yang tergantung sepenuhnya pada keputusan investasi perusahaan yang dibuat oleh agen. Lebih jauh agen tidak diawasi secara penuh oleh principal (bank/BMT), sehingga memiliki sejumlah kebebasan dan bisa berpeluang menimbulkan masalah, misalkan agen tidak transparan dalam menyampaikan hasil yang diperoleh. Masalah kedua, linieritas yang ekstrim (extreme linearity), maksudnya adalah linier sharing antara hasil dengan kinerja dari proyek yang dihasilkan, hasil akhir yang diharapkan tergantung sepenuhnya pada kemampuan/keterampilan pengusaha (agent) dan tingkat usaha yang dihasilkan. Masalah ketiga, adalah terkait dengan kekuatan untuk menentukan
pilihan/kebijakan
(discretionary
power).
Kontrak
mudharabah juga merepresentasikan suatu kekuatan kebijakan semenjak agen memulai menangani proyek dan mempunyai hak untuk membuat
23
keputusan terkait dengan investasi dan distribusi aliran kas berikutnya. Hal ini menimbulkan discration yang penuh atas aset pengusaha, sama seperti yang dimiliki manajer pada proyek sendiri tanpa menghadapi resiko kerugian secara keuangan. Berbeda dengan modal di dalamnya tidak ada hak otomatis untuk membuat pengangkatan direktur dengan menggunakan kekuatan voting, yang mengijinkan pemodal untuk mencampuri bila ada kesalahan terkait dengan aktivitas operasional. Pembiayaan mudharabah memiliki risiko masalah keagenan yang relatif tinggi karena nasabah menggunakan dana bukan seperti yang tertera dalam kontrak, kelalaian dan kesalahan yang disengaja, serta nasabah yang tidak jujur akan menyembunyikan keuntungan (Multifiah, Asfi Manzilati, dan Laili Hurriati, 2015: 55). Dalam upaya mengatasi atau mengurangi masalah keagenan ada dua cara yang dapat dilakukan principal untuk mengurangi risiko akibat tindakan agen yaitu pemilik modal melakukan pengawasan (monitoring) dan agen sendiri melakukan pembatasan atas tindakan-tindakannya (bonding), sehingga dapat mengurangi kesempatan penyimpangan yang dilakukan oleh agen. (Jensen dan Mackling, 1976:5) Monitoring merupakan simbol penting dalam interaksi pada kerja sama mudharabah. Melalui monitoring shahibul maal mendapatkan informasi yang benar apakah nasabah bisa dipercaya telah mengarahkan segala kemampuan yang dimiliki untuk investasi tersebut, juga apakah nasabah juga selalu menjaga amanah dengan bertindak jujur dalam melaporkan hasil yang diperoleh dengan tidak membesar-besarkan biaya
24
sehingga keuntungan menjadi kecil (Manzilati, 2011:289). Batasan yang diterapkan untuk meminimalisir terjadinya masalah keagenan maka lembaga keuangan syariah menerapkan batasan tertentu baik dalam jangka waktu pembiayaan maupun jumlah pembiayaan. 5.
Penyebab Konflik Keagenan Pemilik harus mengendalikan konflik keagenan untuk menghindari permasalahan yang mengganggu kemajuan perusahaan di masa mendatang. Permasalahan keagenan ditelusuri dari beberapa kondisi, seperti penggunaan arus kas bebas (free cash flow) pada aktifitas yang tidak menguntungkan, peningkatan kekuasaan manajer dalam melakukan over investment, dan consumption of excessive perquisites (Jensen, 1986). Dalam hal ini yang dimaksud manajer atau agent adalah pengelola dana atau mudharib sedangkan pemilik perusahaan atau principal adalah shahibul maal. Manajer berperan untuk memaksimalkan pemegang saham namun manajer
yang
tidak
signifikan
dalam
kepemilikan
perusahaan
memungkinkan untuk melakukan berbagai hal yang bukan untuk kepentingan pemegang saham (Duc Hong Vo dan Van Thanh-Yen Nguyen, 2014: 274). Masalah keagenan antara pemegang saham dengan manajer, potensial terjadi jika manajer memiliki kurang dari 100% saham perusahaan. Karena tidak semua keuntungan akan dapat dinikmati oleh manajer,
maka
mereka
tidak
berkonsentrasi
pada
maksimisasi
kemakmuran pemegang saham (Brigham dan Daves, 2001). Penunjukkan
25
manajer oleh pemegang saham untuk mengelola perusahaan. Akan memunculkan perbedaan kepentingan dan informasi yang tidak lengkap (asymetry information) antara pemilik perusahaan (principal) dengan agen (agent). Perbedaan sangat mungkin terjadi karena para agen tidak perlu menanggung resiko sebagai akibat adanya kesalahan dalam pengambilan keputusan bisnis, begitu pula jika mereka tidak dapat meningkatkan nilai perusahaan. Resiko tersebut sepenuhnya ditanggung oleh principal. Karena tidak menanggung resiko dan tidak mendapat tekanan dari pihak lain dalam mengamankan investasi para principal, maka agen cenderung membuat keputusan yang tidak optimal (Jensen dan Meckling, 1976:5) Pembiayaan mudharabah rentan terhadap resiko kerugian karena 2 faktor yang pertama yaitu faktor internal yang berupa kurangnya SDM yang ahli dalam penerapan pembiayaan syariah khususnya pada pembiayaanmudharabah dan yang kedua faktor eksternal yang berupa kondisi masyarakat yang tingkat kejujurannya dan keamanahannya belum terjamin (Muhammad, 2008:2). Dalam pembiayaan mudharabah ini dibutuhkannya keterbukaan antara kedua belah pihak mengenai untung rugi suatu bisnis yang dijalankan, jika nasabah tidak menyampaikan secara transparant tentang hasil yang diperoleh maka aktivitas tersebut menimbulkan masalah keagenan yang berupa adverse seletion maupun moral hazard. 6.
Identifikasi Risiko Bank Syariah
26
Penerapan manajemen risiko pada perbankan syariah disesuaikan dengan ukuran dan kompleksitas usaha serta kemampuan Bank. Bank Indonesia menetapkan aturan manajemen risiko ini sebagai standar minimal yang harus dipenuhi oleh BUS dan UUS sehingga perbankan syariah dapat mengembangkannya sesuai dengan kebutuhan dan tantangan yang dihadapi namun tetap dilakukan secara sehat, istiqomah, dan sesuai dengan Prinsip Syariah. Pada peraturan Bank Indonesia Nomor 13/23/PBI/2011 pasal 5, bahwa termasuk dalam kelompok Risiko Kredit adalah Risiko konsentrasi pembiayaan. Risiko konsentrasi pembiayaan merupakan Risiko yang timbul akibat terkonsentrasinya penyediaan dana kepada 1 (satu) pihak atau sekelompok pihak, industri, sektor, atau area geografis tertentu yang berpotensi menimbulkan kerugian cukup besar yang dapat mengancam kelangsungan usaha Bank. Risiko ini timbul apabila Bank memberikan pembiayaan berbasis bagi hasil kepada nasabah dimana bank ikut menanggung risiko atas kerugian usaha nasabah yang dibiayai (profit and loss sharing). Dalam hal ini, perhitungan bagi hasil tidak hanya didasarkan atas jumlah pendapatan atau penjualan yang diperoleh nasabah namun dihitung dari keuntungan usaha yang
dihasilkan
nasabah.
Apabila
usaha
nasabah
mengalami
kebangkrutan, maka jumlah pokok pembiayaan yang diberikan bank kepada nasabah tidak akan diperoleh kembali. Masalah keagenan juga rentan muncul pada pembiayaan berbasis bagi hasil yang dimana terdapat
27
perbedaan kepentingan antara mudharib dan shahibul maal sehingga memungkinkan mudharib menyembunyikan keuntungan yang sebenarnya, dan hal ini akan mengurangi keuntungan shahibul maal. Berdasarkan masalah ini diperlukan suatu mekanisme dalam memotivasi mudharib sehingga dapat mengalokasikan dananya pada bisnis yang tepat serta tidak menyembunyikan keuntungan yaitu dengan monitoring terhadap usaha yang dilakukan oleh mudharib, dan apabila shahibul maal terkonsentrasi pada satu atau beberapa jenis usaha saja maka akan mempermudah kontrol terhadap kebijakan yang diambil oleh mudharib. 7.
Non Performing Financing Sebagai indikator yang menunjukkan kerugian akibat risiko kredit adalah tercermin dari besarnya non performing loan (NPL), dalam terminologi bank syariah disebut non perfoming financing (NPF). Non Performing Financing (NPF) adalah rasio antara pembiayaan yang bermasalah dengan total pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah. Berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Bank Indonesia kategori yang termasuk dalam NPF adalah pembiayaan kurang lancar, diragukan dan macet.
𝑛𝑜𝑛 𝑝𝑒𝑟𝑓𝑜𝑟𝑚𝑖𝑛𝑔 𝑓𝑖𝑛𝑎𝑛𝑐𝑖𝑛𝑔 =
𝑃𝑒𝑚𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎𝑎𝑛 𝐵𝑒𝑟𝑚𝑎𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ 𝑥 100% 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑚𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎𝑎𝑛
Dalam peraturan bank indonesia Nomor 8/21/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006 tentang Penilaian Kualitas Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah pasal 9 ayat (2), bahwa kualitas aktiva produktif dalam bentuk pembiayaan dibagi dalam 5 golongan yaitu
28
lancar (L), dalam perhatian khusus (DPK), kurang lancar (KL), diragukan (D), macet (M). Berikut merupakan tabel perhitungan NPF berdasarkan kemampuan bayar nasabah (debitur) di bank syariah: Tabel 2.1: Kategori NPF
Jenis Pembiayaan
Murabahah, Istishna, Ijarah, Qard
Salam
Mudharabah, Musyarakah
Kategori yang Diperhitungkan Dalam NPF Kurang Diragukan Macet lancar Tunggakan Tunggakan Tunggakan lebih lebih dari 90 lebih dari dari 270 h hari s.d 180 180 hari s.d hari 270 hari Tunggakan Tunggakan Tunggakan lebih lebih dari 90 lebih dari dari 270 h hari s.d 180 180 hari s.d hari 270 hari Tunggakan Tunggakan Tunggakan lebih s.d 91s.d180 lebih dari dari 270 hari; hari realisasi 181 s.d 270 realisasi bagi hasil di hasil; pendapatan atas 30% s.d reaisasi bagi kurang dari 30 % 90% dari hasil kurang dari proyeksi proyek dari 30% pendapatan lebih pendapatan dari 3 periode pembayaran
Sumber: wawancara dengan Bank Syariah
Non performing financing (NPF) akan berdampak pada menurunnya tingkat bagi hasil yang dibagikan pada pemilik dana. Hubungan antara bank dan nasabah didasarkan pada dua unsur yang saling terkait, yaitu hukum dan kepercayaan. Suatu bank hanya dapat melakukan kegiatan dan mengembangkan usahanya apabila nasabah percaya untuk menempatkan uangnya. Kemudian setelah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, bank kemudian menyalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak.
29
8.
Faktor-Faktor Penyebab Pembiayaan Bermasalah Sebab-sebab pembiayaan bermasalah dapat berasal dari pihak bank maupun pihak nasabah, faktor internal dan faktor eksternal diantaranya sebagai berikut (Trisadini Prasastinah Usanti dan A. Shomad, 2008 : 16) : a.
Faktor Internal (berasal dari pihak bank) 1)
Kurang baiknya pemahaman atas bisnis nasabah
2)
Kurang dilakukan evaluasi keuangan nasabah
3)
Kesalahan setting fasilitaspembiayaan (berpeluang melakukan sidestreaming)
4)
Perhitungan modal kerja tidak didasarkan kepada bisnis usaha nasabah
5)
Proyeksi penjualan terlalu optimis
6)
Proyeksi penjualan tidak memperhitungkan kebiasaan bisnis dan kurang memperhitungkan aspek kompetitor
7)
Aspek jaminan tidak diperhitungkan aspek marketable lemahnya supervisi dan monitoring
8)
Terjadinya erosi mental: kondisi ini dipengaruhi timbali balik antara nasabah dengan pejabat bank sehingga mengakibatkan proses pemberian pembiayaan tidak didasarkan pada praktek perbankan yang sehat.
b.
Faktor Eksternal (dari pihak nasabah) 1)
Karakter nasabah tidak amanah (tidak jujur dalam memberikan informasi dan laporan tentang kegiatannya)
30
2)
Melakukan sidestreaming penggunaan dana
3)
Kemampuan pengelolaan nasabah tidak memadai sehingga kalah dalam persaingan usaha
4)
Usaha yang dijalankan relatif baru
5)
Bidang usaha nasabah telah jenuh
6)
Tidak mampu menanggulangi masalah/ kurang menguasai bisnis
7)
Meninggalnya key person
8)
Terjadi bencana alam
9)
Adanya kebijakan pemerintah: peraturan suatu produk atau sektor ekonomi atau industri dapat berdampak positif maupun negatif bagi perusahaan yang berkaitan dengan industri tersebut.
Setiap terjadi pembiayaan bermasalah maka bank syariah akan berupaya untuk menyelamatkan pembiayaan, berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/9/PBI/2011 Tentang perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/PBI/2008 Tentang Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah. Restrukturisasi pembiayaan adalah upaya yang dilakukan Bank dalam rangka membantu nasabah agar dapat menyelesaikan kewajibannya, antara lain melalui: 1) Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan jadwal pembayaran kewajiban nasabah atau jangka waktunya tidak termasuk perpanjangan atas pembiayaan mudharabah atau musyarākah yang memenuhi kualitas lancar dan telah jatuh tempo serta bukan disebabkan nasabah mengalami penurunan kemampuan membayar.
31
2) Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau seluruh persyaratan Pembiayaan tanpa menambah sisa pokok kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada Bank, antara lain meliputi: Perubahan jadwal pembayaran, perubahan jumlah angsuran, perubahan jangka waktu, perubahan nisbah dalam pembiayaan mudharabah atau musyarakah, perubahan proyeksi bagi hasil dalam pembiayaan mudharabah dan musyarakah, dan pemberian potongan. 3) Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan persyaratan pembiayaan yang antara lain meliputi: penambahan dana fasilitas pembiayaan bank, konversi akad pembiayaan, konversi pembiayaan menjadi surat berharga syariah berjangka waktu menengah, dan konversi pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara pada perusahaan yang disertai dengan rescheduling atau reconditioning 9.
Gross Domestic Product (GDP) GDP adalah produk barang dan jasa total yang dihasilkan dalam perekonomian suatu negara di dalam masa satu tahun. GDP didalamya merupakan pendapatan faktor produksi milik bangsa Indonesia yang berada di dalam negeri ditambah milik bangsa asing di dalam negeri. GDP dihitung biasanya dengan menggunakan dua keterangan menurut patokan harga yang dipakai, yaitu : a.
Harga Konstan 𝐺𝐷𝑃 ℎ𝑘𝑥 =
b.
100 ×𝐺𝐷𝑃 ℎ𝑏𝑥 𝐼𝐻𝐾𝑥
Harga Berlaku
32
𝐺𝐷𝑃 ℎ𝑏𝑥 =
𝐺𝐷𝑃 ℎ𝑘𝑥 ×𝐼𝐻𝐾𝑥 100
Hkx = Harga konstan Hbx = Harga berlaku IHK = Indeks harga konsumen 100 = Indeks harga konsumen tahun dasar X = Tahun tertentu GDP nominal (atau disebut GDP atas dasar harga berlaku) merujuk kepada nilai GDP tanpa memperhatikan pengaruh harga. Sedangkan GDP riil (atau disebut GDP atas dasar harga konstan) mengoreksi angka GDP nominal dengan memasukkan pengaruh dari harga. GDP dapat dipahami melalui cara perhitungan pendapatan nasional berikut dibawah ini (Triyant o, 1983: 16). 𝐺𝑁𝑃 = 𝐺𝐷𝑃 + 𝐹 𝑁𝑁𝑃 = 𝐺𝑁𝑃 − 𝐷 𝑁𝐼 = 𝑁𝑁𝑃 − 𝑁𝑖𝑡 Dimana : GNP = Produk nasional bruto GDP = Produk domestik bruto NNP = Produk nasional neto F = Pendapatan neto terhadap luar negeri atas faktor-faktor produksi D
= Penyusutan
Nit = Pajak tidak langsung neto, yaitu selisih antara pajak tidak langsung dengan subsidi
33
NI = Pendapatan nasional (Y) Jika persamaan digabungkan maka didapat persamaan sebagai berikut: 𝐺𝐷𝑃 = 𝑁𝐼 + 𝑁𝑖𝑡 + 𝐷 − 𝐹 10. Inflasi Secara umum inflasi berarti kenaikan tingkat harga secara umum dari barang/ komoditas dan jasa selama suatu periode waktu tertentu. Inflasi dapat dianggap sebagai fenomena moneter karena terjadinya penurunan nilai unit perhitungan moneter terhadap suatu komoditas (Karim, 2010: 135) Laju inflasi merupakan tingkat perubahan harga secara umum untuk berbagai jenis produk dalam rentang waktu tertentu misalnya per bulan, per triwulan atau per tahun. Inflasi diukur dengan tingkat inflasi (rate of inflation) yaitu tingkat perubahan dari tingkat harga secara umum (Murni, 2006:203). Persamaannya adalah sebagai berikut: Tingkat hargat – Tingkat hargat-1 Tingkat hargat-1
x 100 = Rate of Inflation
Adapun jenis inflasi dapat dibedakan berdasarkan pada tingkat-tingkat laju inflasi, yaitu (Murni, 2006:204): a.
Moderat Inflation Laju inflasinya antara 7% sampai dengan 10% adalah inflasi yang ditandai dengan harga-harga yang meningkat secara lambat. Umumnya disebut sebagai “inflasi satu digit”. Pada tingkat inflasi
34
seperti ini orang-orang masih mau untuk memegang uang dan menyimpan kekayaannya dalam bentuk uang daripada dalam bentuk aset riil. b.
Galloping Inflation Adalah inflasi ganas yang tingkat laju inflasinya antara 20% sampai dengan 100%. Yang dapat menimbulkan gangguan-gangguan serius terhadap perekonomian dan timbulnya distorsi-distorsi besar dalam perekonomian. Hal ini ditandai dengan uang kehilangan nilainya dengan cepat, sehingga orang tidak suka memegang uang atau lebih baik memegang barang. Kredit jangka panjang di dasarkan pada indeks harga atau menggunakan mata uang asing seperti Dollar serta kegiatan investasi masyarakat lebih banyak di luar negeri.
c.
Hyper Inflation Adalah inflasi yang tingkat inflasinya sangat tinggi (di atas 100%). Inflasi ini sangat mematikan kegiatan perekonomian masyarakat. Berdasarkan kepada sumber atau penyebab kenaikan harga-harga yang berlaku, inflasi biasanya dibedakan kepada tiga bentuk Berikut (Sukirno, 2011:333): 1) Inflasi Tarikan Permintaan (Demand Pull Inflation) Inflasi ini biasanya terjadi pada masa perekonomian berkembang dengan pesat. Kesempatan kerja yang tinggi menciptakan tingkat pendapatan yang tinggi dan selanjutnya menimbulkan pengeluaran yang melebihi kemampuan ekonomi
35
mengeluarkan barang dan jasa. Pengeluaran yang berlebihan ini akan menimbulkan inflasi. Inflasi tarikan permintaan juga dapat berlaku pada masa perang atau ketidakstabilan politik yang terus menerus. Dalam masa seperti ini pemerintah berbelanja jauh melebihi pajak yang dipungutnya. Untuk membiayai kelebihan pengeluaran tersebut pemerintah terpaksa mencetak uang atau meminjam dari bank sentral. Pengeluaran pemerintah yang berlebihan tersebut menyebabkan permintaan agregat akan melebihi kemampuan ekonomi tersebut menyediakan barang dan jasa. Maka keadaan ini akan mewujudkan inflasi. 2) Inflasi Desakan Biaya (Cost Push Inflation) Inflasi ini terutama berlaku dalam masa perekonomian berkembang dengan pesat ketika tingkat pengangguran sangat rendah. Inflasi ini terjadi bila biaya produksi mengalami kenaikan secara terus menerus. Kenaikan biaya produksi dapat berawal dari kenaikan harga input seperti kenaikan tarif listrik, kenaikan BBM, dan kenaikan input lainnya yang mungkin semakin langka dan harus diimpor dari luar negeri. Apabila perusahaanperusahaan masih menghadapi permintaan yang bertambah, mereka akan berusaha menaikkan produksi dengan cara memberikan gaji dan upah yang lebih tinggi kepada pekerjanya dan mencari pekerja baru dengan tawaran pembayaran yang lebih tinggi ini. Langkah ini mengakibatkan biaya produksi meningkat,
36
yang akhirnya akan menyebabkan kenaikan harga-harga berbagai barang. 3) Inflasi Diimpor (Imported Inflation) Inflasi ini dapat juga bersumber dari kenaikan harga-harga barang yang diimpor. Inflasi ini akan wujud apabila barangbarang impor yang mengalami kenaikan harga mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan pengeluaran perusahaanperusahaan atau dalam setiap kegiatan produksi. 11. Tingkat Bagi Hasil Menurut Veithzal (2008) Tingkat bagi hasil (equivalen rate) adalah rata-rata tingkat imbalan atas pembiayaan mudharabah dan musyarakah bagi bank syariah pada saat tertentu, dinyatakan dalam prosentase. Equivalen rate juga dapat diartikan sebagai tingkat pengembalian atas investasi yang telah ditanamkan. Equivalent rate perannya hampir sama dengan bunga pada bank konvensional, yaitu memberikan gambaran seberapa besar tingkat pengembalian atas investasi yang ditanam. Bedanya, bunga langsung diperjanjikan diawal kontrak sebelum investasi berjalan. Sedangkan equivalent rate dihitung oleh pihak bank setiap akhir bulan setelah investasi yang dijalankan memberikan hasil. Nasabah dapat melihat berapa equivalent rate bank bulan lalu untuk memberikan perkiraan berapa equivalent rate bank pada bulan berjalan. (Vera Susanti, 2015:114) Variabel tingkat bagi hasil dapat diukur dengan:
37
TBH =
𝐵𝑎𝑔𝑖 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎 × 100% 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑔𝑖 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙
Faktor yang mempengaruhi bagi hasil terdiri dari (Antonio, 2001:139) adalah: a.
Faktor Langsung 1) Investment rate merupakan persentase aktual dana yang diinvestasikan dari total dana yang diperoleh LKS. Jika LKS menentukan investment rate 85%, hal ini berarti 15% dari total dana adalah sisa dana yang tidak diinvestasikan merupakan dana yang dialokasikan untuk memenuhi likuiditas. 2) Jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan merupakan jumlah dana dari berbagai sumber dana yang tersedia untuk diinvestasikan. Dana tersebut dapat dihitung menggunakan salah satu metode ini : a)
Rata-rata saldo minimum bulanan.
b)
Rata-rata saldo harian. Investment rate dikalikan dengan jumlah dana yang tersedia
untuk diinvestasikan, akan menghasilkan jumlah dana aktual yang digunakan. 3) Nisbah (profit sharing ratio) merupakan rasio yang harus di setujui dan ditentukan pada awal perjanjian antara pihak nasabah dengan pihak LKS. b.
Faktor tidak langsung 1) Penentuan butir-butir pendapatan dan pembiayaan mudharabah
38
a) LKS dan nasabah melakukan share dalam pendapatan dan biaya.
Pendapatan
yang
“dibagihasilkan”
merupakan
pendapatan yang diterima dikurangi dengan biaya-biaya lainnya b) Jika semua biaya ditanggung LKS, maka hal ini disebut revenue sharing 2) Kebijakan akunting (prinsip dan metode) Bagi hasil secara tidak langsung dipengaruhi oleh berjalannya aktivitas yang diterapkan, terutama sehubungan dengan kebijakan akuntansi mengenai pengakuan pendapatan dan biaya. B.
Keterkaitan Antar Variabel 1.
Gross Domestic Product (GDP) berpengaruh positif terhadap NPF. Penelitian Ranti Wiliasih (2005) menyatakan bahwa meningkatnya GDP mengakibatkan meningkatnya NPF dan didukung oleh penelitian Teti Rahmawati (2010) yang menyatakan bahwa GDP memiliki arah yang positif dan signifikan terhadap NPF. Pengaruh yang positif antara GDP dan NPF mengindikasikan adanya moral hazard, idealnya pada saat GDP meningkat maka terjadi peningkatan transaksi dan aktifitas ekonomi. Sehingga kondisi bisnis pada umunya berada pada kondisi yang lebih baik. Keadaan yang lebih baik tersebut seharusnya akan memberikan dampak positif terhadap hasil yang diperoleh, sehingga apabila meningkatnya GDP akan meningkatkan NPF maka hal tersebut
39
menunjukkan
adanya
ketidakhati-hatian
dalam
memberikan
pembiayaan sehingga memberikan kesempatan terjadinya moral hazard di sisi nasabah. 2.
Inflasi berpengaruh negatif terhadap NPF. Penelitian Teti Rahmawati (2010) menyatakan bahwa inflasi memiliki arah yang negatif signifikan terhadap NPF. Penelitian tersebut didukung oleh Mutamimah dan Siti Nur Zaidah (2012) yang menyatakan bahwa inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap NPF. Indikasi moral hazard terjadi jika NPF meningkat pada saat tingkat inflasi menurun. Idealnya, ketika hargaharga cenderung turun, maka para mudharib lebih mampu untuk melunasi kewajibannya. Jika pada kondisi ini terjadi kenaikkan NPF maka mengindikasikan adanya moral hazard pada bank syariah karena bank kurang berhati-hati atau kurang monitoring.
3. Kebijakan pembiayaan bank berdasarkan return pembiayaan murabahah (MM) terhadap pembiayaan mudharabah (MPLS) berpengaruh positif terhadap NPF, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Setyowati (2008) yang menyatakan bahwa return pembiayaan murabahah terhadap pembiayaan mudharabah berpengaruh positif signifikan terhadap NPF. Komposisi return murabahah lebih besar daripada return mudharabah. Hal ini menyebabkan bank syariah lebih fokus terhadap pembiayaan murabahah yang menghasilkan return tinggi. Sedangkan dengan fokusnya bank ke murabahah menyebabkan bank kurang berhati-hati dan kurang melakukan monitoring kepembiayaan mudharabah. Padahal
40
secara teori risiko murabahah lebih kecil dibandingkan dengan risiko mudharabah. Akibatnya, NPF di bank syariah akan meningkat akibat kontribusi NPF yang besar dari pembiayaan mudharabah. Peningkatan return yang diikuti dengan meningkatnya NPF mengindikasikan adanya moral hazard. Dimana adanya ketidakhati-hatian dari bank syariah atau sistem di bank syariah yang memberikan kesempatan terjadinya moral hazard. 4.
Kebijakan pembiayaan bank berdasarkan alokasi pembiayaan yang direpresentasikan oleh rasio pembiayaan murabahah (RM) terhadap pembiayaan mudharabah (FM) berpengaruh positif terhadap NPF. Penelitian Setyowati (2008) yang menyatakan bahwa alokasi pembiayaan
murabahah
terhadap
pembiayaan
mudharabah
berpengaruh positif signifikan terhadap NPF. Apabila bank lebih terkonsentrasi terhadap pembiayaan murabahah berdampak pada peningkatan NPF maka bank belum mampu mengatur dan belum optimal dalam melakukan monitoring sehingga pembiayaan yang berisiko rendah pun dapat menyebabkan kredit macet. Maka apabila rasio pembiayaan murabahah terhadap pembiayaan mudharabah berpengaruh positif signifikan terhadap NPF menggambarkan adanya indikasi moral hazard. 5.
Tingkat bagi hasil berpengaruh positif terhadap NPF, pengaruh yang positif antara bagi hasil dan NPF mengindikasikan adanya advesre selection. Menurut Misnen Ardiansyah (2014) Pemilik dana akan
41
menawarkan rasio bagi hasil yang lebih tinggi kepada mudharib yang memiliki karakteristik tinggi. Karena mudharib dengan karakteristik tinggi akan menghasilkan profit yang besar yang berdampak pada tingginya pendapatan bagi hasil yang akan diterima oleh pemillik dana. Sedangkan untuk mudharib dengan karakteristik rendah, hanya ditawarkan rasio bagi hasil yang rendah juga baginya. Dengan demikian, skema bagi hasil yang ditawarkan oleh shahibul maal merupakan suatu alat seleksi, yang apabila rasio bagi hasil tinggi akan meningkatkan NPF berarti bank tidak dapat mengidentifikasikan risiko terhadap usaha yang akan dibiayainya, dan bank tidak mengetahui secara pasti karakteristik mudharib dan usahanya sehingga memberikan pembiayaan kepada mudharib yang berkarakteristik buruk. C.
Penelitian Terdahulu Penelitian sebelumnya merupakan kumpulan beberapa hasil penelitian yang
telah dilakukan oleh peneliti terdahulu yang ada kaitannya terhadap penelitian yang akan dilakukan ini. Hasil dari penelitian sebelumnya ini dapat dijadikan bahan referensi untuk penelitian yang akan dilakukan ini. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan diatas, ringkasan dari penelitian Tabel 2.2: Penelitian Terdahulu
NoNNo 1.
Peneliti Mustafa Edwin, Ranti Wilasih Jurnal Ekonomi
Judul Profit Sharing dan Moral Hazard dalam Penyaluran Dana Pihak ketiga Bank Umum
Metode
Variabel
Error Correction Model (ECM)
1. Non Performing Financing (NPF) (Y1) 2. Gross Domestic
Keterangan 1. Pada Bank Syariah Mandiri tidak ditemukan indikasi moral hazard dikarenakan pembiayaan BSM
42
2.
dan Pembangun an Indonesia Vol 7, No2(2007)
Syariah Indonesia
Teti Rahmawati
Pengaruh Indikasi Moral Hazard dalam penyaluran Pembiayaan Terhadap Pertumbuhan Dana Bank Syariah Melalui Monitoring dan Profit Sharing seabgai Variabel Intervening
Tesis, Unpad (2010)
di
Regresi berganda, Error Correction Model (ECM),dan Path Analys
Product lebih difokuskan (GDP) (X1) pada pembiayaan 3. Rasio rata-rata murabahah return PLS sehingga lebih terhadap rataberhati-hati rata return dalam melakukan pembiayaan maintenance (Rpls/Rf) (X2) terhadap 4. Rasio piutang pembiayaan ini. murabahah 2. Untuk Bank terhadap Muamalat, rasio pembiayaan alokasi PLS (X3) pembiayaan murabahah terhadap pembiayaan profit loss sharing (mudharabah dan musharakah)men gakibatkan terjadinya kredit macet. Hal ini mengindikasikan terjadinya moral hazard di Bank Muamalat, yaitu ketidakhati-hatian dari pihak Bank Muamalat 1. Pertumbuhan 1. Terdapat indikasi Dana bank moral hazard pada syariah (Z1) perbankan sariah 2. Monitoring(Y di Indonesia, diperoleh dari hasil 1) 3. Profit Sharing pengujian (Y2) menggunakan 4. NPF (X1) ECM yang 5. GDP (X2) menghasilkan 6. Inflasi (X3) persamaan jangka 7. Rasio Piutang pendek dan murabahah terkointegrasi terhadap menuju pembiayaan keseimbangan profit loss jangka panjang sharing
43
(meliputi mudharabah terhadap murabahaha (X4)
3.
Ach. Yasin
Analisis Regresi Faktor-Faktor Berganda Jurnal Yang Akuntansi Mempengaruhi Akrual 5(2) Non (2014):183- Performing 203 e-ISSN: Financing 2502-6380 (Npf) Di Industri Bank Pembiayaan Rakyat (Bpr)
1. 2. 3. 4. 5.
NPF (Y1) GDP (X1) Inflasi (X2) MMR (X3) Margin Murabahah (X4) 6. FDR (X5)
2. Indikasi moral hazard berpengaruh positif dan signifikan terhadap monitoring 3. Indikasi moral hazard berpengaruh negatif dan signifikan terhadap profit sharing 4. Secara parsial monitoring dan profit sharing berpengaruh positif terhadap pertumbuhan bank syariah, sedangkan indikasi moral hazard berpengaruh tidak signifikan terhadap pertumbuhan dana bank syariah 5. Secara simultan variabel indikasi moral hazard, monitoring dan profit sharing berpengaruh dan signifikan terhadap pertumbuhan dana bank syariah 1. Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi (INF), Rasio Pembiayaan Bagi terhadap Total Pembiayaan (MMR), dan Margin Murabahah berpengaruh secara parsial terhadap Non Performing Financing (NPF)
44
Syariah Di Indonesia
4.
Mutamimah dan Siti Nur Zaidah Chasanah Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE), Vol. 19, No. 1 ISSN: 14123126 (2012)
Analisis Eksternal Dan Internal Dalam Menentukan Non Performing Financing Bank Umum Syariah Di Indonesia
Regresi Berganda
1. 2. 3. 4. 5.
NPF (Y1) GDP (X1) Kurs (X2) Inflasi (X3) Return Total Pembiayaan (X4)
2. Financing to deposit Ratio (FDR), tidak berpengaruh secara parsial terhadap Non Performing Financing (NPF) 3. Gross Domestic Product (GDP) dan Rasio Pembiayaan Bagi Hasil terhadap Total Pembiayaan (MMR), berpengaruh negatif terhadap Non Performing Financing (NPF). 4. Inflasi (INF) dan Margin Murabahah (MM) berpengaruh positif terhadap Non Performing Financing (NPF). 1. Inflasi mempunyai pengaruh negatif terhadap Non Performing Financing 2. Rasio alokasi pembiayaan murabahah terhadap alokasi pembiayaan profit loss sharing berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Non Performing Financing
45
Monitoring, Moral Hazard, and Mar ket Power:
5.
Daniel Covitz dan Monitoring, Moral Hazard, Erik Heitfield and Market Power: Finance and a Model of Economics Bank Lending Discussion
Survey data panel
1. Kekuatan pasar (Y1) 2. Suku bunga pinjaman (X1) 3. Risiko bank (X2)
Series 199937
6.
7.
Wen-Chieh Wu, ChinOh Chang, Zekiye Selvili
Banking System, Real Estate Markets, and Non Internationa performing Loans l Real Estate Review 2003 Vol. 6 No. 1 Ding Lu, The Link Shandre, Between Qing Hu Behavior and (2001) Non Department Performing Loan in China of Economics Working
Vector 1. NPL (Y1) Autoregressio 2. GDP (X1) n (VAR) 3. Real Estate (X2)
Regresi Panel
1. Rasio pinjaman (Y1) 2. Investment/c apital stock (Y2) 3. return on capital (ROC) (X1)
1. Bank dengan kekuatan pasar yang besar cenderung mengalami masalah moral hazard yang tinggi dengan nasabah dibandingkan sikap moral hazard bank tersebut kepada jaminan pemerintah. Hal ini dikarenakan bank yang memiliki kekuatan pasar mengenakan tingkat bunga yang rendah dibandingkan dengan pesaingnya. 1. Non Performing Loan diduga disebabkan oleh tiga hal, yaitu kondisi makro ekonomi, kondisi pasar real estate dan kebijakan kredit dari bank
1. Melihat hubungan antara kebijakan kredit bank dalam menyalurkan dana memiliki hubungan yang erat dengan besaran NPL.
46
Paper No. 0108
D.
4. operating incomes/sale s (OIC) (X2) 5. Total debt/EBITD A (DE) (X3) 6. Total debt/market value of capitalization (DMC) (X4) 7. working capital/total assets (WCA) (X5) 8. log sales (LS) (X6) 9. log equity (LEQ) (X7)
Pemberian kredit yang lebih tinggi kepada perusahaan daerah dan juga kebijakan bank untuk memberikan tambahan kredit untuk perusahaanperusahaan yang mengalami kesulitan keuangan berkontribusi besar pada non performing loan dan membuka kesempatan terjadinya moral hazard pada pihak debitur.
Kerangka Pemikiran Berdasarkan kerangka pemikiran yang dipaparkan dibawah, maka untuk menjawab ada tidaknya indikasi moral hazard dan adverse selection dapat dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhi non performing financing. Faktor penyebab NPF di bagi atas faktor eksternal yang direpresentasikan oleh GDP, dan inflasi sedangkan faktor internal faktor kebijakan pembiayaan. Indikasi moral hazard terjadi jika pada saat NPF meningkat pada saat GDP meningkat. Idealnya, ketika GDP meningkat maka terjadi peningkatan transaksi ekonomi, dunia bisnis lebih menggeliat sehingga jika pada kondisi tersebut NPF meningkat, mengindikasikan bank kurang berhati-hati atau kurang melakukan monitoring.
47
Indikasi moral hazard juga terjadi jika NPF meningkat pada saat tingkat inflasi menurun, idealnya ketika harga-harga cenderung turun, maka mudhorib lebih mampu untuk melunasi kewajibannya. Jika pada kondisi ini terjadi kenaikkan NPF maka mengindikasikan adanya moral hazard atau adverse selection pada bank syariah karena bank kurang berhati-hati atau kurang monitoring. Indikasi moral hazard lainnya dapat dilihat dari kebijakan pembiayaan yang berhati-hati ataupun kurang berhati-hati yang menyebabkan terjadinya peningkatan NPF, karena dengan hal ini bank kurang melakukan antisipasi terhadap terjadinya moral hazard atau adverse selection di sisi debitur. Indikasi moral hazard dan adverse selection yang dapat dilihat pula dari kebijakan pembiayaan yang kurang berhati-hati dan menyebabkan terjadinya peningkatan NPF. Indikasi adverse selection dapat dilihat dari kebijakan pembiayaan, dengan menentukan tingkat bagi hasil. Apabila NPF meningkat pada saat bagi hasil meningkat. Idealnya apabila nisbah bagi hasil yang ditetapkan kepada nasabah tinggi maka usaha yang dijalankan berpotensi memiliki keuntungan yang besar atau nasabah memiliki kualitas yang tinggi sehigga seharusnya nasabah mampu membayar bagi hasil yang telah ditetapkan dan akan menurunkan NPF, namun apabila nasabah tidak mampu membayar bagi hasil yang
telah
ditetapkan
dan
justru
menaikkan
NPF
hal
tersebut
mengindikasikan adanya informasi yang telah disembunyikan pada saat
48
proses penyeleksian, sehingga pihak bank justru memberikan bagi hasil yang tinggi untuk nasabah yang berkualitas rendah.
49
PENGUKURAN MORAL HAZARD DAN ADVERSE SELECTION
IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PEMBIAYAAN BERMASALAH DALAM PENYALURAN PENYALURAN DANA PIHAK KETIGA
FAKTOR EKSTERN (GDP)
Naik
NPF Naik
Indikasi Moral Hazard
Naik
NPF Turun
FAKTOR EKSTERN (INFLASI)
FAKTOR INTERN (KEBIJAKAN PEMBIAYAAN)
Turun
Naik
Naik
Naik
NPF Naik
NPF Turun
NPF Naik
NPF Turun
Indikasi Moral Hazard
Indikasi Moral Hazard
FAKTOR INTERN (NISBAH BAGI HASIL)
Naik
Naik
NPF Naik
NPF Turun
Indikasi Adverse Selection
Gambar 2.1: Pengukuran Moral Hazard dan Adverse Selection
50
Indikasi Moral Hazard dan Adverse Selection dalam Penyaluran Dana Pihak Ketiga
GDP
Inflasi
Margin Murabahah/Margin Mudharabah
Pembiayaan Murabahah/Profit Loss sharing Mudharabah
Tingkat Bagi Hasil
Non Performing Financing (NPF) Uji Normalitas Uji Linieritas Tidak Stasioner
Uji Akar Unit
Uji Derajat Integrasi
Uji Stasioner
Stasioner Pada Ordo
Uji Kointegrasi
Stasioner
Uji Asumsi Klasik : -Uji Multikolinearitas - Uji Autokorelasi - Uji Heteroskedastisitas Uji ECM Uji F dan Uji t Kesimpulan dan Implikasi Gambar 2.2: Kerangka Pemikiran
51
E.
Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara atas suatu persoalan yang masih perlu dibuktikan kebenarannya dan harus bersifat logis, jelas, dan dapat diuji. Moral hazard dan adverse selection dapat dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhi NPF sebagai berikut: a.
Hipotesis 1 Ha ≥ 0: Diduga terdapat indikasi moral hazard yang direpresentasikan oleh Gross Domestic Product (GDP) berpengaruh positif terhadap non performing financing (NPF)
b.
Hipotesis 2 Ha < 0: Diduga terdapat indikasi moral hazard yang direpresentasikan oleh Inflasi berpengaruh negatif terhadap non performing financing (NPF)
c.
Hipotesis 3 Ha ≥ 0: Diduga terdapat indikasi moral hazard yang direpresentasikan oleh rasio margin murabahah (MM) terhadap profit loss sharing mudharabah (MPLS) berpengaruh positif terhadap non performing financing (NPF)
d.
Hipotesis 4 Ha ≥ 0: Diduga terdapat indikasi moral hazard yang direpresentasikan oleh alokasi pembiayaan murabahah (RM) terhadap profit loss sharing mudharabah (FM) berpengaruh positif terhadap non performing financing (NPF)
52
e.
Hipotesis 5 Ha≥0:Diduga
terdapat
indikasi
adverse
selection
yang
direpresentasikan oleh tingat bagi hasil (TBH) berpengaruh positif terhadap non performing financing (NPF)
53
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menganalisa indikasi moral hazard dan adverse selection pada Bank Syariah. Objek dalam penelitian ini adalah seluruh bank syariah yaitu Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Hal ini dimaksudkan agar penelitian ini mampu merepresentasikan keadaan sebenarnya mengenai pembiayaan bermasalah di bank syariah. Pada penelitian ini penelitian variabel dependen yang digunakan yaitu non performing financing (NPF) dan variabel independen yang digunakan adalah gross domestic product (GDP), Inflasi, kebijakan pembiayaan berdasarkan return yang dihasilkan yang direpresentasikan oleh rasio margin murabahah terhadap profit loss sharing mudharabah (MM/MPLS), kebijakan pembiayaan bank berdasarkan alokasi pembiayaan yang direpresentasikan oleh rasio pembiayaan murabahah terhadap pembiayaan mudharabah (RM/FM) dan tingkat bagi hasil (TBH) yang dilihat dari ekuivalen rate. Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data runtun waktu (time series), semua data diambil dalam bentuk bulanan dalam kurun waktu pada bulan Januari 2012 sampai Februari 2016.
B.
Metode Penentuan Sampel Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode berdasarkan pertimbangan (judgment sampling). Metode judgment sampling atau
54
purposive sampling yaitu pengumpulan data atas dasar strategi kecakapan atau pertimbangan pribadi semata. (Abdul Hamid, 2007:29). Judgment sampling adalah teknik sampling yang satuan samplingnya dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu. Tujuan dari penelitian ini adalah melihat indikasi moral hazard dari faktor-faktor eksternal seperti gross domestik product (GDP) dan inflasi serta faktor internal gabungan bank syariah seperti kebijakan pembiayaan bank berdasarkan return yang dihasilkan dan alokasi pembiayaan, sedangkan indikasi adverse selection dilihat dari tingkat bagi hasil gabungan bank syariah terhadap NPF periode Januari 2012-Februari 2016. C.
Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan hal yang harus dilakukan dalam penyusunan skripsi ini, karena penulis dalam menyusun skripsi memerlukan data-data yang lengkap, akurat dan dapat disahkan kebenarannya. Dalam penulisan skripsi ini, data yang digunakan dalam teknik penelitian ini merupakan data sekunder dan data primer, yaitu : 1.
Data sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya orang lain atau lewat dokumen (Sugiyono, 2009: 225). Data-data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : a.
Data NPF dan kebijakan internal bank seperti kebijakan pembiayaan bank berdasarkan return yang dihasilkan, alokasi pembiayaan, dan
55
tingkat bagi hasil yang diperoleh dari Statistik Perbankan Syariah yang dipublikasikan oleh OJK. b.
Data Gross Domestic Product (GDP) yang diperoleh dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) yang dipublikasikan oleh BI
c.
Data inflasi dipublikasikan oleh BI. Proses pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik
Studi Kepustakaan (Library Research), merupakan teknik pengambilan data yang dilengkapi pula dengan membaca dan mempelajari serta menganalisis literatur yang bersumber dari buku-buku dan jurnal-jurnal yang berkaitan dengan penelitian ini. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan landasan teori dan konsep yang tersusun. Penulis melakukan penelitian dengan membaca dan mengutip bahan-bahan yang berkenaan dengan penelitian. 2.
Data primer merupakan sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data (Sugiyono, 2009: 225). Data primer yang digunakan dalam penelitian ini yaitu melalui wawancara langsung dari sumber pertama objek penelitian dilakukan dengan memfokuskan pada persoalan-persoalan yang akan diteliti.
D.
Metode Analisis Data Penulis dalam penelitian ini menggunakan metode data kuantitatif dengan menggunakan analisis statistik melalui pendekatan regresi berganda,
56
yaitu suatu analisis yang mengukur pengaruh antar variabel yang melibatkan lebih dari dua variabel independen terhadap variabel dependen. Dalam penelitian ini, metode analisis data yang digunakan adalah metode korelasi kesalahan atau dikenal dengan nama error correction model (ECM), yang digunakan untuk mengetahui pengaruh jangka panjang dan pendek antar variabel independen terhadap variabel dependen Analisis data akan dilakukan dengan bantuan aplikasi komputer, program EVIEWS 8. Aplikasi EViews 8 digunakan peneliti karena peneliti menggunakan data time series dibandingkan dengan SPSS yang kurang cocok, dalam hal uji-uji statistik terkait data time series, Eviews sangat powerful membantu penelitian. Pengujia ECM baru dapat dilakukan bila terdapat indikasi adanya hubungan jangka panjang dengan menggunakan uji kointegrasi. Variabel-variabel dikatakan terkointegrasi bila stasioner pada ordo yang sama. Untuk menguji kestasioneran data, maka pada penelitian ini digunakan Phillips Perron (PP) test. Nilai koefisien regresi sangat berarti sebagai dasar analisis. Koefisien β akan bernilai positif (+) jika menunjukkan hubungan yang searah antara variable independen dengan variabel dependen, Artinya kenaikan variabel independen akan mengakibatkan kenaikan variabel dependen, begitu pula sebaliknya jika variable independen mengalami penurunan. Sedangkan nilai β akan negatif (-) jika menunjukkan hubungan yang berlawanan, artinya kenaikan variabel independen akan mengakibatkan penurunan variabel dependen, demikian pula sebaliknya. Uji yang pertama dilakukan adalah uji
57
normalitas dimana untuk melihat apakah nilai residual terdistribusi normal atau tidak. Selanjutnya model persamaan yang diperoleh dari pengolahan data diupayakan tidak terjadi gejala multikolinieritas, heteroskedastisitas dan autokorelasi. Untuk mengetahui ada tidaknya gejala-gejala tersebut akan dilakukan uji terlebih dahulu dengan uji asumsi klasik. Berikut ini merupakan alat yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: 1.
Uji Normalitas Uji normalitas adalah untuk melihat apakah nilai residual terdistribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki nilai residual yang terdistribusi normal. Jadi uji normalitas bukan dilakukan pada masing-masing variabel tetapi pada nilai residualnya. Sering terjadi kesalahan yang jamak yaitu bahwa uji normalitas dilakukan pada masing-masing variabel. Hal ini tidak dilarang tetapi model regresi memerlukan normalitas pada nilai residualnya bukan pada masing-masing variable penelitian. Sebenarnya normalitas dapat dilihat dari gambar histogram, namun seringkali polanya tidak mengikuti kurva normal, sehingga sulit disimpulkan. Akan lebih mudah bila melihat koefisien Jarque-Bera dan Probabilitasnya. Kedua angka ini saling mendukung. (Winarno,2015:5.43) Langkah-langkah pengujian normalitas data sebagai berikut: Hipotesis: H0: Model tidak Normal H1: Model normal
58
Bila probabilitas Obs*R2> 0.05 → Signifikan, H1 diterima Bila probabilitas Obs*R2< 0.05 → Tidak signifikan, H1 ditolak 2.
Uji Linieritas Uji linieritas adalah pengujian yang dilakukan untuk melihat apakah spesifikasi
model
yang
digunakan
sudah
benar
atau
tidak
(Insukindro,2001:100). Spesifikasi model yang digunakan merupakan hasil dari pemilihan model yang dianggap tepat sesuai dengan landasan teori. Namun pada prakteknya terkadang model yang dipilih belum tepat digunakan dalam penelitian, oleh karena itu perlu dilakukan pendeteksian terhadap model tersebut. Pendeteksian model tersebut menggunakan uji linieritas, kemudian dari pengujian ini akan diperoleh informasi mengenai bentuk model empiris dan menguji variabel yang relevan untuk dimasukkan dalam model empiris. Uji linearitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji RESET (Regression
Error
Specifitation
Tes)
versi
Ramsey
yang
mengembangkan uji secara umum kesalahan spesifikasi. Dalam pengujian Ramsey (RESET), yang perlu diperhatikan adalah nilai F hitung, dengan hipotesis: H0 = Model tidak linier H1 = Model linier Apabila nilai F hitung lebih besar dari nilai F kritisnya pada α tertentu menunjukkan signifikan, maka hipotesis H0 diterima, artinya model yang digunakan tidak linier. Sebaliknya apabila nilai F hitung
59
lebih kecil dari nilai F kritisnya pada α tertentu menunjukkan tidak signifikan dan H0 ditolak yang artinya model yang digunakan linier. Kemudian pengambilan keputusan juga dapat dilakukan dengan melihat nilai probabilitas yaitu nilai digunakan untuk mengukur tingkat terjadinya suatu kejadian yang acak atau sering disebut juga dengan peluang atau kemungkinan. Nilai probabilitas yaitu sebagai berikut: 1) Bila probabilitas Obs*R2 > 0,05 maka signifikan, dan menolak H0, maka model dikatakan linier 2) Bila probabilitas Obs*R2< 0,05 maka tidak signifikan, dan menerima H0, maka model dikatakan tidak linier 3.
Uji Stasioneritas Salah satu persyaratan penting untuk mengaplikasikan model seri waktu yaitu dipenuhinya asumsi data yang normal atau stabil (stasioner) dari variabel-variabel pembentuk persamaan regresi. Karena penggunaan data dalam penelitian ini dimungkinkan adanya data yang tidak stasioner, maka dalam penelitian ini perlu digunakan beberapa uji stasioner.Dalam melakukan uji stasioneritas, penulis akan melakukan proses analisis yang terdiri dari : a.
Uji Akar Unit (Uji root test) Pengujian akar unit dilakukan untuk mengetahui apakah data yang digunakan stasioner atau tidak. Data yang stasioner adalah data time series yang tidak mengandung akar unit dan sebaliknya. Untuk mengetahui hal tersebut dapat dilakukan dengan uji Dickey-Fuller
60
dan uji Philips-Perron (PP) yang merupakan bagian dari uji akar unit. Dalam penelitian ini untuk mengetahui ada atau tidaknya akar unit pada data penelitian dilakukan dengan menggunakan uji Philips-Perron (PP). Uji Phillips-Perron memasukkan adanya autokorelasi di dalam variable gangguan dengan memasukkan variabel independen berupa kelambanan diferensi. Phillips-Perron (PP) membuat uji akar unit dengan menggunakan metode statistic non perametrik dalam menjelaskan adanya autokorelasi antara variabel gangguan tanpa memasukkan variabel penjelaskelambanan diferensi (Agus Widarjono, 2005). Statistik distributif t tidak mengikuti statistik distributif normal tetapi mengikuti distributif statistik PP. Prosedur untuk menentukan apakah data stasioner atau tidak dengan cara membandingkan antara nilai statistik PP dengan nilai kritisnya yaitu distribusi statistik Mackinnon. Jika nilai absolut statistik PP lebih besar dari nilai kritisnya, maka data yang diamati menunjukkan stasioner dan jika sebaliknya nilai absolute statistik PP lebih kecil dari nilai kritisnya maka data tidak stasioner. b.
Uji Derajat Integrasi Data time series pada umumnya adalah data yang tidak stasioner. Untuk menghindari regresi lancung maka harus ditransformasikan data nonstasioner menjadi data stasioner.
61
Menurut (Nachrowi,2006) dalam berbagai studi ekonometrika, data time series sangat banyak digunakan. Namun dibalik pentingnya data tersebut, ternyata data time series menyimpan berbagai permasalahan, salah satunya yaitu autokorelasi. autokorelasi ini merupakan penyebab yang mengakibatkan data menjadi tidak stasioner, sehingga bila data dapat distasionerkan maka autokorelasi akan hilang dengan sendirinya, karena metode transformasi data untuk membuat data yang tidak stasioner sama dengan transformasi data untuk menghilangkan autokorelasi. Dalam uji akar unit PP bila menghasilkan kesimpulan bahwa data tidak stasioner, maka diperlukan proses deferensi data. Uji stasioner data melalui proses diferensi ini disebut uji derajat integrasi. Seperti uji akar unit PP, keputusan sampai pada derajat keberapa suatu data akan stasioner dapat dilihat dengan membandingkan antara nilai statistik PP yang diperoleh dari koefisien y dengan nilai kritis distribusi statistik Mackinnon. Jika nilai absolut dari statistik PP lebih besar dari nilai kritisnya pada diferensi tingkat pertama, maka data dikatakan stasioner pada derajat satu. Akan tetapi, jika nilainya lebih kecil maka uji derajat integrasi perlu dilanjutkan pada diferensi yang lebih tinggi sehingga diperoleh data yang stasioner.
3. Uji Kointegrasi
62
Kointegrasi berkaitan erat dengan pengujian terhadap kemungkinan adanya hubungan jangka panjang antara variabel-variabel ekonomi seperti yang dikehendaki oleh teori ekonomi (Insukindro,2001:121). Uji kointegrasi dari dua atau lebih data time series menunjukkan bahwa terdapat hubungan jangka panjang. Data time series dikatakan terkointegrasi jika residu dari tingkat regresi stasioner, maka tingkat regresi akan memberikan estimasi yang tepat untuk hubungan jangka panjang. Dalam melihat suatu model yang dimiliki kointegrasi atau tidak, dapat dilakukan dengan menjalankan uji johansen, uji CRDW, dan uji EG. Dalam penelitian ini untuk melihat ada atau tidaknya kointegrasi dilakukan dengan uji Johansen. Uji Johansen mendasarkan pada kemungkinan maksimum (maximum likelihood) yang memberikan statistik eigen value dan trace untuk menentukan jumlah vektor kointegrasi dalam suatu persamaan. Selain itu pengujian Johansen lebih powerfull (Arif Rahman Hakim, 2015:5). Hipotesis dalam uji ini yaitu: H0 = Trace statistik < nilai kritis = model tidak terkointegrasi H1 = Trace statistik > nilai kritis = model terkointegrasi Adanya indikasi hubungan keseimbangan dalam jangka panjang belum dapat digunakan sebagai bukti bahwa terdapat hubungan antara variabel-variabelnya dalam jangka pendek. Sehingga untuk menentukan variabel mana yang menyebabkan perubahan pada variabel lainnya, maka digunakan penghitungan Error Correction Model 4.
Uji Asumsi Klasik
63
Tujuan pengujian asumsi klasik ini untuk memberikan kepastian bahwa persamaan regresi yang didapatkan memiliki ketepatan dalam estimasi, tidak bias dan konsisten.
Model regresi linier berganda
(multiple regression ) dapat disebut sebagai model yang baik jika model tersebut memenuhi Kriteria BLUE (Best Linear Unbiased Estimator). BLUE dapat dicapai bila memenuhi Asumsi Klasik. Uji asumsi klasik yang digunakan terdiri dari uji multikolinearitas, uji autokorelasi, uji heteroskedastisitas. a.
Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik multikolinearitas yaitu adanya hubungan linear antar variabel independen dalam model regresi. Multikolinieritas adalah kondisi adanya hubungan linier antar variabel independen (Winarno, 2015: 5.1) Salah satu cara mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas adalah dengan uji korelasi. Pada uji korelasi, pengujian multikolinieritas hanya dengan melihat hubungan secara individual antara satu variabel antara variabel independen dan variabel independen lainnya. Tetapi multikolinearitas bisa juga muncul karena satu atau lebih variabel independen merupakan kombinasi linier dengan variabel independen lain. Dalam pengujian ini peneliti akan menguji koefisien korelasi (r) antara variabel independen. Sebagai aturan (rule of thumb), jika koefisien korelasi cukup tinggi,
64
misalnya mencapai 0,85 diduga terdapat multikolinieritas dalam model. Sebaliknya jika koefisien korelasi relatif rendah maka diduga model tidak mengandung multikolinieritas. b.
Uji Heteroskedastisitas Uji Heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan deviasi standar nilai variabel dependen pada setiap variabel independen. Salah satu asumsi penting OLS adalah varian dari dari residual adalah konstan. Namun dalam kenyataannya seringkali varian residual adalah tidak konstan atau disebut dengan heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas biasanya terdapat pada data cross section. Sementara itu data time series jarang mengandung unsur homoskedastisitas, dikarenakan ketika menganalisis perilaku data yang sama dari waktu ke waktu fluktuasinya akan relatif lebih stabil (Widarjono, 2005:146). Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas, dapat dilakukan dengan berbagai uji, seperti metode grafik, uji arch, uji glester, uji korelasi spearman, uji goldfeld-quandt, uji bruesch pagan godfrey, dan uji white. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dalam model, peneliti menggunakan uji white.
c.
Uji Autokorelasi Autokorelasi (autocorrelation) adalah hubungan antara residual satu observasi dengan residual observasi lainya. Autokolerasi lebih
65
mudah timbul pada data yang bersifat runtun waktu (time series), karena berdasarkan sifatnya, data masa sekarang dipengaruhi oleh data pada masa-masa sebelumnya. Meskipun demikian, tetap dimungkinkan autokorelasi dijumpai pada data yang bersifat antar objek (cross section) (Winarno,2015:5.29). Uji Autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan penganggu pada periode t dengan kesalahan penganggupada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini timbul karena residual (kesalahan penganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Model regresi yang baik adalah model regresi yang bebas dari autokorelasi. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi salah satunya dengan menggunakan uji Breusch Godfrey (Uji BG) atau Uji Lagrange-Multiplier (Uji LM). Uji ini adalah adanya autokorelasi tingkat pertama dalam variabel pengganggu. Caranya yaitu dengan melihat besarnya probabilitas yang diukur dengan signifikan level sebesar 5 % (a = 5 %). Apabila lebih besar dari 5 %, maka data tersebut tidak signifikan dan tidak terdapat autokorelasi. 5.
Uji Error Corection Model (ECM)
66
Error
Correction Model
(ECM) dikenalkan oleh Sargan,
dikembangkan oleh Hendry dan dipopulerkan oleh Engle Granger (Winarno,2015:11.9). ECM merupakan model linier dinamis dalam ekonometri yang digunakan untuk menjelaskan hubungan antar variabel dependen dan independen serta untuk melihat keseimbangan jangka panjang dan jangka pendek antar variabel independen terhadap variabel dependen. ECM ini digunakan untuk menganalisis data berdasarkan runtun waktu (time series). Untuk menganalisis adanya hubungan jangka pendek antar variabel, dimasukkan variabel ECT (Error Correction Term) yang merupakan residual yang diperoleh dari regresi OLS (Ordinary Leasr Square) jangka panjang, Untuk menyatakan apakah model ECM yang digunakan sahih atau tidak maka koefisien Error Correction Term (ECT) harus signifikan. Jika koefisien ini tidak signifikan maka model tidak cocok dan perlu dilakukan perubahan spesifikasi lebih lanjut. (Insukindro, 1993:12-16). Model ECM yang digunakan dalam penelitian ini telah terbebas dari ketidak stasioneritasan model melalui uji stasioneritas, uji derajat integrasi, uji kointegrasi dan uji asumsi klasik, sehingga model ECM yang digunakan sudah layak untuk dipakai dan di analisis. Proses menuju model ECM yang layak digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui hubungan jangka pendek dan jangka panjangnya, yaitu sebagai berikut, model ekonometrik. Berikut merupakan model ECM yang digunakan dalam penelitian ini :
67
NPF = β0 + β1 GDP+ β2 INF+ β3 MM_MPLS + β4 RM_FM + β5 TBH+ ECT Berdasarkan pada model di atas, maka Model ECM pada penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : DNPF = β0 + β1 D(GDP)t + β2 D(INF)t + β3 D(MM_MPLS)t + β4 D(RM_FM)t+ β5 ECT(-1) Dimana : NPF
= Rasio Non Performing Financing
GDP
= Gross Domestik Product
INF
= Inflasi
MM_MPLS
= Margin murabahah terhadap profit loss sharing
mudharabah RM_FM
= Pembiayaan murabahah terhadap pembiayaan
mudharabah
6.
TBH
= Tingkat bagi hasil
ECT
= Resid (-1)
β 1, β 2, β 3, β 4
= Koefisien regresi ECM jangka pendek
β5
= Koefisien ECT
Uji F Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh semua variabel independen yang dimasukan dalam model regresi secara bersama-sama
68
terhadap variabel dependen yang diuji pada tingkat signifikan 0.05. Jika nilai signifikan < 0.05 maka H0 ditolak dan Ha diterima, sebaliknya jika signifikan > 0.05 maka H0 diterima dan Ha ditolak (Ghozali, 2006: 84). 7.
Uji t Uji statistik t digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh masing-masing variabel independen secara individual terhadap variabel dependen yang diuji pada tingkat signifikan 0.05, jika nilai probability t lebih besar dari 0.05 maka ada pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen (Ghozali, 2006:84).
8.
Uji Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi digunakan untuk membuat presentase variasi variabel independen terhadap variabel dependen serta seberapa besar pengaruh dari faktor lain yang tidak dimasukkan ke dalam penelitian. Jika nilai koefisien determinasi adalah 1 berarti kuatnya kemampuan fluktuasi variabel dependen, sebaliknya jika nilainya mendekati angka 0, maka semakin rendah kemampuan fluktuasi variabel dependen (Ghozali, 2006:83). Nilai R2 makin mendekati 0 maka pengaruh semua variabel independen terhadap variabel dependen makin kecil dan sebaliknya nilai R2 makin mendekati 1 maka pengaruh semua variabel independen terhadap variabel dependen makin besar. Koefisien determinasi memiliki kelemahan, yaitu bias terhadap jumlah variabel bebas dan jumlah pengamatan dalam model akan
69
meningkatkan R2 meskipun variabel yang dimasukkan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikatnya. Untuk mengurangi kelemahan tersebut maka digunakan koefisien determinasi yang telah disesuaikan, Adjusted R Square. Bertambahnya variabel-variabel independen akan semakin memperkecil Adjusted R Square. Nilai Adjusted R Square masih bisa bertambah apabila nilai t absolut variabel yang ditambahkan lebih besar dari 1. Semkin besar Adjusted R Square semakin baik pula model yang digunakan (Winarno, 2015:4.23). E.
Operasional Variabel Variabel adalah segala sesuatu berbentuk apaun yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga memperoleh informasi dari hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2009:60). Hubungan antar variabel dengan variabel lainnya dalam penelitian ini yaitu : 1.
Variabel Independen Variabel independen sering disebut sebagai variabel bebas. Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen (Syukra Alhamda, 2016:93). Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a.
Gross Domestic Product (GDP)
70
GDP yang dihitung berdasarkan pengeluaran terdiri dari empat komponen utama yaitu, konsumsi dilambangkan C, investasi dilambangkan dengan I, pengeluaran pemerintah dilambangkan dengan G dan Expor yang dilambangkan dengan X serta impor yang dilambangkan dengan M Y = C + I + G + (X-M) Y = GDP GDP dalam penelitian ini disajikan dalam miliar rupiah perbulan. Karena laporan GDP adalah pertiwulan dan pertahun, maka data GDP diinterpolasikan menjadi perbulan. Interpolasi data adalah suatu metode yang digunakan untuk menaksir nilai data time series yang pempunyai rentang waktu lebih besar ke data yang memiliki rentang waktu yang lebih kecil, atau sebaliknya (tahunan ke triwulanan,triwulan kebulanan). Interpolasi dalam penelitian ini menggunakan eviews. b.
Inflasi Dalam ekonomi, inflasi memiliki pengertian suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. dengan kata lain, inflasi merupakan proses suatu peristiwa dan bukan tinggirendahnya tingkat harga (Rodoni & Ali, 2014:195)
Laju inflasi tahun kedua =
𝐶𝑃𝐼 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑘𝑒𝑑𝑢𝑎 − 𝐶𝑃𝐼 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑝𝑒𝑟𝑡𝑎𝑚𝑎 𝐶𝑃𝐼 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑃𝑒𝑟𝑡𝑎𝑚𝑎
CPI = Consumer Price Index / Indeks Harga Konsumen (IHK)
71
c.
Kebijakan pembiayaan (MM/MPLS) Kebijakan
pembiayaan
bank
berdasarkan
return
yang
dihasilkan yang direpresentasikan oleh rasio margin murabahah (MM) terhadap profit loss sharing mudharabah (MPLS). Margin murabahah adalah besarnya keuntungan yang diterima oleh bank syariah dari akad jual beli (murabahah). Profit loss sharing mudharabah adalah bagi hasil dari mudharabah yang dibagikan adalah keuntungan (jika perusahaan/bank untung) dan bila mudharib rugi maka shahibul maal menanggung kerugian. d.
Kebijakan pembiayaan (RM/FM) Kebijakan pembiayaan bank berdasarkan alokasi pembiayaan yang direpresentasikan oleh rasio pembiayaan murabahah (RM) terhadap pembiayaan mudharabah (FM) Pembiayaan murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Pembiayaan mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal sedangkan pihak lainnya sebagai pengelola.
e.
Tingkat bagi hasil Tingkat bagi hasil (equivalen rate) adalah rata-rata tingkat imbalan atas pembiayaan mudharabah dan musyarakah bagi bank syariah pada saat tertentu, dinyatakan dalam prosentase (Veithzal, 2008). Data diperoleh dari publikasi laporan keuangan bulanan. Variabel tingkat bagi hasil dapat diukur dengan:
72
TBH = Bagi hasil yang diterima x 100 % Jumlah pembiayaan bagi hasil 2.
Variabel Dependen Variabel dependen sering disebut sebagai variabel terikat. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena adanya variabel bebas ( Syukra Alhamda,2016:93). Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah a.
Non Performing Financing (NPF) Non Perfoming Financing (NPF) yaitu untuk mengukur tingkat permasalahan pembiayaan yang dihadapi oleh bank. Semakin tinggi rasio ini, menunjukkan bahwa kualitas pembiayaan semakin tidak sehat. Rumus perhitungan NPF adalah sebagai berikut: NPF = Pembiayaan bermasalah (KL, D, M) x 100 % Total Pembiayaan
73
BAB IV PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1.
Bank Syariah Awal tahun 1980-an, diskusi mengenai ekonomi islam mulai dilakukan. Bahkan uji coba telah dilakukan, diantaranya adalah Baitul Mal wa Tamwil Salman bandung dan Koperasi Ridho Gusti Jakarta. Prakarsa lebih khusus bagi pendirian bank islam baru dimulai tahun 1990. MUNAS IV MUI (Majelis Ulama Indonesia) pada Agustus 1990 membentuk kelompok kerja untuk mendirikan Bank Muamalat (Antonio, 2001:24). Perkembangan bank syariah di Indonesia dapat digambarkan dengan pertumbuhan jumlah BUS maupun UUS, Pada tahun 2005 hanya terdapat 3 BUS yaitu Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Jika dilihat pertumbuhan perbankan syariah dari tahun ke tahun pertumbuhan UUS jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan BUS, namun pada tahun 2010 terdapat penurunan jumlah UUS dikarenakan terdapat beberapa UUS yang melakukan Spin Off. Penambahan BUS terbesar terjadi pada tahun 2010 (5 BUS baru). Tahun 2013 terdapat pengurangan jumlah UUS dikarenakan tutupnya HSBC Syariah dan pada pertengahan 2014 juga kembali terjadi pengurangan dari jumlah UUS dikarenakan BTPN Syariah yang melakukan spin off di bulan Juli 2014. Pada Meret 2016 terdapat 12 BUS, dan 22 UUS yang tersebar di seluruh Indonesia.
74
Perkembangan bank syariah di Indonesia tidak hanya dilihat dari jumlah BUS maupun UUS, meskipun jumlah BUS dan UUS tidak mengalami peningkatan yang signifikan, namun hal itu tidak terjadi pada perkembangan jumlah jaringan bank syariah yang dihitung berdasarkan jumlah kantor cabang (KC)/kantor pusat operasional (KPO), kantor cabang pembantu (KCP)/unit pelayanan syariah (UPS) dan kantor kas (KK) dimana peningkatan kantor jaringan terus terjadi dari tahun 2005 hanya 458 kantor dan pada akhir tahun 2014 meningkat hingga mencapai 2.151 kantor, akan tetapi terjadi penurunan pada akhir tahun 2015 yaitu jumlah BUS sebanyak 1.990 kantor dan pada Februari 2016 jumlah BUS sebanyak 1.926 kantor. Jumlah jaringan UUS juga mengalami penurunan dari tahun 2012 dan 2013 jumlah jaringan UUS berturut-turut yaitu yaitu sebanyak 517 dan 590, akan tetapi jumlah jaringan UUS mengalami penurunan yaitu pada tahun 2014 hingga awal tahun 2016 yaitu sebanyak 320 kantor pada tahun 2014 dan 312 kantor pada awal tahun 2016. Berikut adalah perbandingan jaringan BUS dan UUS Perbankan Syariah sampai dengan bulan Februari 2016:
3,000 2,500 2,000 1,500 1,000 500 0
517
590
320
311
312 Unit Usaha Syariah
2,151 1,990 1,926 1,745 1,998
bank umum syariah
2012 2013 2014 2015 Feb16 Gambar 4.1: Perkembangan Jaringan Perbankan Syariah Sumber : Otoritas jasa keuangan (Data Diolah)
75
Dari segi penyaluran dana perbankan syariah dalam bentuk pembiayaan
setiap
tahunnya
mengalami
peningkatan
meskipun
peningkatan pembiayaan pada 2 tahun terkahir kian melambat. Dapat dilihat pada grafik dibawah pada tahun 2012 bank syariah menyalurkan pembiayaan sebesar 147.505 Miliar rupiah, kemudian pada tahun 2013 meningkat sebesar 184.122 Miliar rupah, lalu pada tahun 2014 dan 2015 pembiayaan yang disalurkan yaitu sebesar 199.330 Miliar ripiah dan 212.996 Miliar rupiah.
Pembiayaan yang Diberikan 300,000 200,000
212,996 184,122 199,330 147,505
Pembiayaan yang Diberikan
100,000 0 2012
2013
2014
2015
Gambar 4.2: Perkembangan Pembiayaan yang Diberikan Bank Syariah Sumber : Otoritas jasa Keuangan (data diolah)
2.
Perkembangan Non Performing Financing (NPF) NPF merupakan Indikator yang menunjukkan kerugian akibat risiko kredit adalah tercermin dari besarnya non perfoming financing (NPF). Berdasarkan data yang diperoleh dari Otoritas Jasa Keuangan, dapat dilihat grafik Pertumbuhan NPF di bawah ini:
76
Gambar 4.3: Pertumbuhan NPF Sumber : Otoritas jasa Keuangan (data diolah)
Meningkatnya pembiayaan bermasalah (NPF) menunjukkan adanya perlambatan ekspansi pembiayaan. Grafik di atas menunjukkan bahwa NPF perbankan syariah cenderung naik setiap tahunnya, dari awal tahun 2014 hingga awal tahun 2016 terjadi peningkatan NPF yang cukup tinggi. Pada tahun 2013 Triwulan IV tingkat NPF sebesar 3,08 % meningkat menjadi 4,86 % pada tahun 2014 Triwulan IV, kemudian pada Triwulan 2015 NPF turun menjadi 4,30 %. Pembiayaan bermasalah biasanya bergerak secara proporsional dengan pertumbuhan pembiayaan itu sendiri. Perlambatan pertumbuhan pembiayaan selain dipengaruhi oleh kondisi makro ekonomi juga karena adanya masa transisi pergantian pemerintah sehingga terdapat kebijakan-kebijakan yang harus disesuaikan pada pemerintahan yang baru. Kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh bank syariah terhadap nasabah juga menjadi pemicu meningkatnya pembiayaan bermasalah karena size perbankan syariah yang masih kecil sehingga apabila terdapat satu nasabah yang jatuh maka akan mempengaruhi secara keseluruhan.
77
3.
Perkembangan Gross Domestic Product (GDP) Gross Domestic Product (GDP) merupakan ukuran produksi total barang dan jasa dalam suatu perekonomian. GDP yang tumbuh dengan cepat menunjukkan perekonomian yang berkembang dengan peluang yang melimpah bagi perusahaan untuk meningkatkan penjualan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Bank Indonesia, dapat dilihat grafik perkembangan GDP dibawah ini: GDP 800,000
760,000
720,000
680,000
640,000
600,000 I
II
III
2012
IV
I
II
III
2013
IV
I
II
III
2014
IV
I
II
III
IV
2015
I 2016
Gambar 4.4: Perkembangan Gross Domestic Product Sumber : Eviews 8 (data diolah)
Berdasarkan grafik di atas, dapat diihat bahwa perkembangan gross domestic product (GDP) selalu mengalami peningkatan yang lambat setiap bulannya, dapat dilihat pada Triwulan IV tahun 2012 GDP menunjukkan angka Rp 647.995,10 lalu meningkat menjadi Rp 683.708,7 pada Triwulan IV tahun 2013, dan terus meningkat di Triwulan IV tahun 2014 sebesar Rp 717.858,3 hingga pada awal 2016 jumlah GDP mencapai Rp 754.213,2. Bank Indonesia menyebutkan bahwa peningkatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV 2015 terutama didorong oleh peningkatan permintaan
78
domestik, di tengah kontribusi sektor eksternal yang menurun. Dari sisi permintaan domestik, peningkatan pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh meningkatnya peran Pemerintah, baik dalam bentuk konsumsi pemerintah maupun investasi infrastruktur. 4.
Perkembangan Inflasi Inflasi merupakan fenomena ekonomi yang selalu menarik untuk dibahas terutama mengenai dampaknya yang luas terhadap makso ekonomi agregat: pertumbuhan ekonomi, keseimbangan eksternal, daya saing, tingkat bunga, dan bahkan distribusi pendapatan (Nurul Huda, 2008: 175). Berdasarkan data yang diperoleh dari Bank Indonesia, dapat dilihat grafik perkembangan inflasi di bawah ini : INF 9
8
7
6
5
4
3 I
II
III
2012
IV
I
II
III
2013
IV
I
II
III
IV
2014
I
II
III
2015
IV
I 2016
Gambar 4.5: Perkembangan Inflasi Sumber : Eviews 8 (data diolah)
Berdasarkan grafik di atas, inflasi mengalami fluktuasi setiap bulan dan tahunnya, seperti terlihat pada pertengahan tahun 2013 mengalami kenaikan yang cukup tajam dan jumlah inflasinya mencapai 8,8 % dan pertengahan tahun 2014 mengalami penurunan yang cukup tajam pula sehingga jumlah inflasi pada pertengahan tahun 2014 sebesar 4,0 % ,
79
hingga kembali mengalami kenaikan di akhir tahun 2014 yang jumlahnya sebesar 8,4%, hingga pada akhir tahun 2015 jumlah inflasi sebesar 3,3 %. Adanya kenaikan harga di 2013 dikarenakan oleh porsi yang signifikan dari harga bahan bakar Indonesia tetap disubsidi, sementara kenaikan harga bahan bakar menuntut peningkatan secara terus menerus, dan karenanya Bank Dunia, IMF, dan Kantor Dagang & Industri Indonesia (Kadin) terus menekankan pentingnya menghentikan program ini. B. Analisis dan Pembahasan Semua data yang digunakan dalam analisis ini merupakan data sekunder deret waktu (time series) yang berbentuk bulanan mulai dari periode Januar 2012 sampai Februari 2016. Dalam penelitian ini penulis akan memaparkan mengenai Non Performing Financing (NPF) sebagai dapak dari moral hazard dan adverse selection sebagai variabel dependen (variabel terikat). Sedangkan variabel independen (variabel bebas) terdiri dari Gross Domestic Product, Inflasi, kebijakan perbankan yang direpresentasikan oleh return yang dihasilkan oleh rasio margin murabahah (MM) terhadap profit loss sharing mudharabah (MPLS), alokasi pembiayaan yang direprestasikan oleh rasio pembiayaan murabahah (RM) terhadap pembiayaan mudharabah (FM), dan tingkat bagi hasil. Alat pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat lunak (software) komputer Eviews 8 untuk mempercepat perolehan hasil yang dapat menjelaskan variabel-variabel yang diteliti, dengan metode
80
analisis secara ekonometrik. Adapun hasil dan analisi dari uji yang sudah dilakukan, yakni: 1.
Uji Normalitas Uji normalitas yang digunakan pada penelitian ini menggunakan teknik Jarque-Berra. Pedoman yang digunakan adalah apabila nilai JarqueBerra tidak signifikan (lebih kecil dari 2), maka data terdistribusi normal. Dan apabila probabilitas lebih besar dari 5% maka data terdistribusi normal (Winarno, 2015:5.43).
Gambar 4.6: Uji Normalitas Sumber : Eviews 8 (data diolah)
Gambar menunjukan bahwa setelah dilakukan uji normalitas data dengan menggunakan fasilitas eviews maka semua variabel pada pengujian model ini menunjukan bahwa penelitian diatas berdistribusi normal atau dapat dikatakan bahwa persyaratan normalitas dapat dipenuhi. Hal ini dapat dilihat dari nilai J-B pada penelitian ini sebesar 1.959547 dengan probability 0.375396. Di mana probabilitas harus lebih besar dari α= 0,05. Oleh karena itu H1 diterima dan menunjukan bahwa penelitian
81
tersebut berdistribusi normal, sehingga dapat dikatakan bahwa persyaratan normalitas dapat terpenuhi. 2.
Uji Linieritas Uji Linieritas merupakan pengujian yang dilakukan untuk melihat apakah model fungsi regresi yang digunakan sudah benar atau tidak. Indikator bahwa model ini memenuhi asumsi linieritas dapat dilihat melalui Prob.F dan membandingkannya dengan nilai signifikansi (α). Data dikatakan memenuhi asumsi linieritas apabila nilai Prob.F lebih besar dari nilai signifikansi (α), berikut merupakan hasil uji linieritas :
Gambar 4.7: Uji Linearitas Sumber : Eviews 8 (data diolah)
Dari uji linieritas (Uji Ramsey RESET Test) pada tabel di atas nilai probabilitasnya adalah 0.5673 ternyata lebih besar dari derajat signifikansi 5% (0,05). Artinya tidak ada permasalahan linieritas. Dengan kata lain bentuk model estimasi dalam penelitian ini adalah linear. 3.
Uji Stasioner a.
Uji Akar Unit Uji stasioner dideteksi dengan menggunakan uji akar unit (unit root test). Uji akar unit digunakan untuk melihat suatu data stasioner
82
atau tidak dilihat dengan membandingkan nilai uji statistik dengan nilai kritis pada berbagai tingkat signifikansi (α = 1%, 5%, 10%). Dalam pengujian stasioner peneliti menggunakan uji Phillips-Perron. Pengujian akar-akar unit dikatakan stasioner apabila nilai PhillipsPerron test (Pp test) lebih besar dari nilai Critical Value (CV) 5%, sebaliknya jika nilai Phillips-Perron test (Pp test) lebih kecil dari nilai Critical Value (CV) 5%. Maka variabel tersebut tidak stasioner. Tahap pertama, dilakukan uji akar-akar unit untuk mengetahui pada derajat keberapa data yang digunakan stasioner. Jika PPtest lebih besar dibandingkan dengan critical value α = 5% maka data telah stasioner. Hasil dari pengujian stasioner adalah sebagai berikut: Tabel 4.1: Uji Akar Unit nilai Phillips-Perron test pada Tingkat Level
Level Variabel No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
NPF GDP INF MM/MPLS RM/FM TBH
Pptest
CV 5%
-0.744067 -1.621615 -2.123878 -1.542341 -3.843163 -1.756579
-2.922449 -2.922449 -2.922449 -2.922449 -2.922449 -2.922449
Keterangan Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner Stasioner Tidak Stasioner
Sumber : Eviews 8 (data diolah)
Tabel di atas menunjukan hasil uji akar-akar unit dengan menggunakan Phillips-Perron test. Dari tabel tersebut sesuai dengan data yang diuji dapat diketahui dari nilai Phillips-Perron test (Pptest) dan dari nilai Critical Value (CV) 5%, terdapat variabel yang di uji memiliki persoalan akar unit (PPtest) < Critical Value (CV) 5% kecuali variabel RM_FM. dengan kata lain variabel-variabel tersebut
83
pada tingkat level mengalami persoalan akar-akar unit, oleh karena itu perlu dilanjutkan dengan uji derajat integrasi pertama. b.
Uji Derajat Integrasi Uji akar unit menghasilkan kesimpulan bahwa terdapat data belum stasioner pada tingkat level. Oleh karena itu, harus dilakukan Uji Derajat Integrasi. Nilai statistik Phillips-Perron untuk mengetahui pada derajat berapa suatu data akan stasioner dapat dilihat pada nilai Phillips-Perron test (Pp test) yang lebih besar dari nilai Critical Value (CV) 5%, maka variabel tersebut dikatakan stasioner pada derajat pertama. Hasil dari pengujian derajat integrasi pertama dapat dilihat pada tabel 4.2 Berikut ini: Tabel 4.2: Uji Akar Unit Phillips-Perron test pada first difference
Level No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Variabel NPF GDP INF MM/MPLS RM/FM TBH
Pptest -8.385875 -3.575050 -4.900655 -9.111775 -4.327805 -7.797637
CV 5% -2.923780 -2.923780 -2.923780 -2.923780 -2.923780 -2.923780
Keterangan Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner
Sumber : Eviews 8 (data diolah)
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai Phillips-Perron test (Pptest) dan dari nilai Critical Value (CV) 5% sudah stasioner pada integrasi pertama (first difference). Kesimpulan dari data yang diolah adalah semua variabel sudah stasioner pada tingkat first difference, sehingga tidak perlu dilakukan pengujian pada tingkat berikutnya
84
(second difference) dan pengujian dapat dilanjutkan dengan uji berikutnya yaitu Uji Kointegrasi. 4.
Uji Kointegrasi Hasil Uji Kointegrasi didapat apabila semua variabel stasioner pada ordo yang sama. Tujuan utama uji kointegrasi ini adalah untuk mengetahui apakah residual regresi terkointegrasi stasioner atau tidak. Apabila variabel terkointegrasi maka terdapat hubungan yang stabil dalam jangka panjang. Sebaliknya jika tidak terdapat kointegrasi antar variabel maka implikasi tidak adanya keterkaitan hubungan dalam jangka panjang. Penelitian ini menggunakan Uji Johansen untuk melihat suatu data memiliki hubungan jangka panjang atau tidak. Berikut ini hasil uji kointegrasi Johansen :
85
Gambar 4.8: Uji Johansen Kointegrasi Sumber : Eviews 8 (data diolah)
Dari gambar di atas ditunjukan nilai trace statistic > CV 5% yaitu 132.4507 > 95.75366 dengan probabilitas 0,0000 sehingga dapat disimpulkan bahwa setiap variabel saling berkointegrasi atau terdapat adanya indikasi hubungan dalam jangka panjang. Adanya indikasi hubungan keseimbangan dalam jangka panjang belum dapat digunakan sebagai bukti bahwa terdapat hubungan antara variabel-variabelnya dalam
86
jangka panjang. Kemudian untuk menentukan variabel mana yang menyebabkan perubahan pada variabel lainnya, maka digunakan penghitungan Error Correction Model 5.
Uji Asumsi Klasik Suatu model dikatakan baik untuk alat prediksi apabila mempunyai sifat-sifat tidak bias linear terbaik suatu penaksiran atau Best Linear Unbiased Estimator (BLUE). Di samping itu suatu model dikatakan cukup baik dan dapat dipakai untuk memprediksi apabila sudah lolos dari serangkaian uji asumsi klasik yang melandasinya, pengujian ini dimaksudkan
untuk
mendeteksi
ada
tidaknya
multikolinieritas,
heterokedastisitas, dan autokorelasi di dalam model penelitian. Uji asumsi klasis dalam penelitian ini terdiri dari: a.
Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan (korelasi) yang signifikan diantara dua atau lebih variabel independen dalam model regresi. Pada penelitian ini, ada atau tidaknya multikolinieritas dapat diketahui atau dilihat dari koefisien korelasi masing-masing variabel bebas. Multikolinieritas bisa dideteksi dengan melihat kolerasi linier antara variabel independen di dalam regresi. Sebagai aturan yang kasar (rule of thumb), jika koefisien kolerasi cukup tinggi yaitu diatas 0,85 maka kita duga ada multikolinieritas dalam model. Sebaliknya jika koefisien kolerasi kurang dari 0,85 maka kita duga model tidak
87
mengandung unsur multikolinieritas. Akan tetapi perlu diperhatikan terutama pada data time series seringkali menunjukan kolerasi antar variabel independen cukup tinggi. Kolerasi tinggi ini terjadi karena data time series seringkali menunjukan unsur tren yaitu data bergerak naik dan turun secara bersamaan (Agus Widarjono,2010:77). Hasil pengujian multikolinearitas adalah sebagai berikut:
Gambar 4.9: Uji Multikolinieritas Sumber : Eviews 8 (Data diolah)
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa semua variabel berada di bawah 0,85 sehingga dapat disimpulkan bahwa model tidak terdapat masalah multikolinearitas. b.
Uji Autokorelasi Autokorelasi adalah hubungan antara residual satu observasi dengan residual observasi lainnya. Autokorelasi lebih mudah timbul pada data yang bersifat runtun waktu, karena berdasarkan sifatnya data masa sekarang dipengaruhi oleh data pada masa sebelumnya (Winarno,
2015:5.29).
Autokorelasi
dapat
diteksi
dengan
menggunakan Uji Breusch-Godfrey nama lain uji BG ini adalah Uji Langrange Multiplier (LM-test). Uji ini sangat berguna untuk mengidentifikasi masalah autokorelasi tidak hanya pada derajat pertama (first order) tetapi juga digunakan pada tingkat derajat.
88
Uji autokerelasi juga bisa dilihat dari nilai probabilitas ChiSquare.Jika probabilitas Chi-Square lebih besar dari tingkat signifikan 5% maka tidak terdapat autokorelasi dan sebaliknya jika probabilitas Chi-Squared lebih kecil dari 5% maka terdapat autokorelasi.
Gambar 4.10: Uji Autokorelasi Sumber : Eviews 8 (Data diolah)
Pada tabel hasil output diatas menunjukan bahwa nilai Obs*R Squared LM mempunyai probabilitas sebesar 0.0004 berarti probabilitas tersebut memberikan putusan bahwa model ini mengandung
permasalahan
autokorelasi.
Jika
model
regresi
mengalami autokorelasi, maka akan menyebabkan estimator hanya bersifat LUE, tidak lagi BLUE. Oleh karena itu perlu dilakukan uji untuk menghilangkan autokorelasi, yaitu dengan menentukan rho hat = 1-(d/2), dengan d=durbin Watson stat, maka hasilnya adalah:
Gambar 4.11: Uji Autokorelasi dengan WLS Sumber: Eviews 8 (data diolah)
89
Pada tabel hasil output diatas menunjukan bahwa nilai Obs*R Squared LM mempunyai probabilitas sebesar 0.6778 dimana probabilitas lebih besar dari nilai α sebesar 0.05 atau 5%. Berarti probabilitas tersebut memberikan putusan bahwa model ini telah terbebas dari permasalahan autokorelasi. c.
Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedasitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varian residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homokesdasitas dan jika berbeda disebut heteroskedasitas. Metode yang digunakan untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas pada penelitian ini adalah uji White. Heteroskedastisitas dapat dilihat dari probabilitas Obs*R-square, apabila probabilitas Obs*R-square uji white
lebih
kecil
dari
0.05,
maka
terdapat
masalah
heteroskedastisitas. Hasil uji heteroskedastisitas adalah sebagai berikut:
Gambar 4.12: Uji Heteroskedastisitas Sumber: Eviews 8 (data diolah)
Tabel diatas menunjukkan bahwa nilai probabilitas dari ChiSquare sebesar 0.7954 yang lebih besar dari nilai α sebesar 0.05,
90
karena nilai probabilitas Chi-Square lebih besar dari α= 5% maka Ho diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam model ini tidak ada masalah heterokedastisitas. 6.
Regresi Metode Error Correction Model (ECM) Model Korelasi Kesalahan (Error Correction Model) merupakan metode pengujian yang dapat digunakan untuk mencari model keseimbangan dalam jangka panjang, dengan ditemukannya fenomena hubungan jangka panjang antara variabel-variabel yang digunakan dalam pengujian kointegrasi di atas, maka langkah selanjutnya adalah melakukan pendekatan Error Correction Model (ECM). Error Correction Model merupakan salah satu pendekatan untuk menganalisis model time series yang digunakan untuk melihat adanya konsistensi hubungan jangka pendek dengan jangka panjang dari variabel-variabel yang diuji. D(NPF) = β0 + β1 D(GDP)t + β2 D(INF)t + β3 D(MM_MPLS)t + β4 D(RM_FM)t + β5D(TBH)t +β6 ECTt Jangka panjang merupakan suatu periode yang memungkinkan untuk mengadakan penyesuaian penuh untuk setiap perubahan yang timbul, sehingga dapat menunjukan sejauh mana perubahan pada variabel independen menyesuaikan secara penuh variabel dependen hasil regresinya adalah sebagai berikut.
91
Gambar 4.13: Hasil Analisis Jangka Panjang Sumber: Eviews 8 (data diolah)
Adapun persamaan jangka panjang yang diperoleh adalah : NPF = β0 + β1GDPt+β2 INFt+ β3 MM_MPLSt + β4 RM_FMt + β5 TBHt + E NPF=-8.911691+0.00173GDPt*-0.066741INFt*+0.202506MM_MPLSt* 0.318259RM_FMt* + 0.091061TBHt* Keterangan : GDPt
= Gross Domestic Product Periode t
INFt
= Inflasi Periode t
MM_MPLSt = Rasio Margin Pembiayaan Murabahah Terhadap Pembiayaan Mudharabah periode t RM_FMt
= Rasio Pembiayaan Murabahah Terhadap Pembiayaan
Mudharabah peroide t TBHt
= Tingkat Bagi Hasil periode t
92
(*)
= Variabel yang signifikan (<0.05) Persamaan diatas menunjukkan bahwa dalam jangka panjang variabel
GDP, inflasi, rasio margin murabahah terhadap pembiayaan mudharabah, alokasi pembiayaan murabahah terhadap pembiayaan mudharabah dan tingkat bagi hasil berpengaruh signifikan terhadap NPF dengan nilai probabilitas masing-masing variabel tersebut adalah 0.0000, 0.0453, 0.0257, 0.0080, dan 0.0000 yang signifikan pada α = 5 %. Penelitian ini menggunakan hipotesis satu arah (one tiled) maka nilai signifikansi output dibagi dua, sehingga probalitas masing-masing variabel independen yaitu 0.0000, 0.02265, 0.01285, 0.004, dan 0.0000 yang signifikan pada α = 5 %, sedangkan untuk koefisien jangka panjang masing-masing variabel tersebut adalah 0.00173, -0.066741, 0.202506, -0.318259 dan 0.091061. Kemudian dari hasil jangka panjang diatas dapat diambil nilai residualnya, nilai residualnya digunakan untuk mengestimasi persamaan jangka pendek. Hasil persamaan jangka pendek dengan pengolahan data menggunakan pendekatan Error Correction Model (ECM) dengan program computer Eviews 8 ditampilkan sebagai berikut :
93
Gambar 4.14: Hasil Analisis Jangka Pendek Sumber: Eviews 8 (data diolah)
Berdasarkan gambar di atas, maka hasil ECM dalam jangka pendek adalah: D(NPF) = 0.024065 + 0.00100D(GDP)t* – 0.064689D(INF)t – 0.021842D(MM_MPLS)t – 0.258072D(RM_FM)t + 0.052566D(TBH)t* – 0.397682 ECTt-1 Keterangan : D(NPF)
= Perubahan Tingkat Non Performing Financing
(NPF) periode t D(GDP)t
= Perubahan Jumlah Gross Domestic Product
Periode t D(INF)t
= Perubahan Tingkat Inflasi Periode t
94
D(MM_MPLS)t
= Perubahan Jumlah Rasio Margin Pembiayaan
Murabahah Terhadap Pembiayaan Mudharabah periode t D(RM_FM)t
= Perubahan Jumlah Rasio Pembiayaan Murabahah
Terhadap Pembiayaan Mudharabah peroide t D(TBH)t
= Perubahan Tingkat Bagi Hasil periode t
ECT(-1)
= Error Correction Term Periode t-1
(*)
= Variabel yang signifikan (<0.05) Hasil estimasi jangka pendek diatas menunjukkan bahwa variabel
independen yang signifikan mempengaruhi NPF hanyalah GDP dan tingkat bagi hasil (TBH) yang ditunjukkan dari nilai probabilitas hitung masing-masing variabel yaitu 0.0280 dan 0.0077 yang signifikan pada α=5%. Hipotesis satu arah (one tiled) ditunjukkan dari variabel GDP dan TBH yaitu 0.014 dan 0.00385 dimana hal ini menunjukkan bahwa dalam jangka pendek variabel GDP dan TBH berpengaruh signifikan terhadap NPF dengan nilai koefisien masing-masing variabel adalah sebesar 0.00100 dan 0.052566. Nilai koefisien ECT yang ditunjukkan pada hasil analisis ECM diatas yaitu sebesar -0.397682 menunjukkan bahwa keseimbangan dan perkembangan NPF pada periode sebelumnya yang disesuaikan dengan periode sekarang adalah 39% dengan
probabilitas
0.0013 apabila
menggunakan one tiled menjadi 0.00065 yang lebih kecil dari tingkat signifikansi
5% Artinya spesifikasi model sudah shahih dan dapat
menjelaskan variasi pada variabel tak bebas (Insukindro,1993:2)
95
7. Uji simultan (Uji F) Uji F digunakan untuk melihat apakah variabel independen secara bersama-sama mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Jika nilai probabilitas F statistiknya < 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima, berarti bahwa secara bersama-sama variabel-variabel independen yang terdapat dalam model berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Dari hasil regresi yang mengestimasi pengaruh GDP, Inflasi, MM_MPLS, RM_FM dan TBH terhadap NPF dalam jangka pendek diketahui bahwa nilai probabilitas dari F-statistik adalah 0.004380 dan pada hipotesis satu arah (one tiled) menjadi 0.00219 signifikan pada α = 5%. maka H0 ditolak dan H1 diterima, sedangkan untuk hasil regresi jangka panjang diketahui bahwa nilai probabilitas Fstatistik adalah 0.000000 dan signifikan pada α = 5%, berarti baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang secara bersama-sama variabel independen yang terdapat dalam model berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. 8. Uji Secara individual (Uji t) Pengujian secara individual ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen. Uji ini dilakukan dengan melihat besarnya t hitung atau dengan melihat tingkat probabilitasnya . Gambar 4.13 dan gambar 4.14 menunjukkan keterkaitan antar variabel adalam sebagai berikut:
96
Tabel 4.3 Hasil Uji t
Jangka Pendek t-hitung Prob Prob 1-tiled 2.275542 0.0280 0.0140 -1.629960 0.1106 0.0553 -0.314738 0.7545 0.37725 -1.193278 0.2395 0.11975 2.797266 0.0077 0.00385
Variabel GDP INF MM_MPLS RM_FM TBH
Jangka panjang t-hitung Prob Prob 1-tiled 11.80066 0.000 0.000 -2.060647 0.0453 0.02265 2.308995 0.0257 0.01285 -2.776210 0.008 0.004 6.049697 0.000 0.0000
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa: a.
Hipotesis 1 H0 < 0 : Diduga tidak terdapat indikasi moral hazard yang direpresentasikan oleh Gross Domestic Product (GDP) berpengaruh positif terhadap non performing financing (NPF) Ha ≥ 0: Diduga terdapat indikasi moral hazard yang direpresentasikan oleh Gross Domestic Product (GDP) berpengaruh positif terhadap non performing financing (NPF). Pada tabel 4.3 terlihat bahwa nilai t-hitung dalam jagka pendek dan jangka panjang masing-masing untuk variabel GDP adalah 2.275542 dan 11.80066
dengan probabilitas 0.0280 dan 0.0000.
dalam penelitian ini menggunakan hipotesis satu arah (one tiled) sehingga probabilitas variabel GDP dalam jangka pendek dan jangka panjang yaitu 0.014 dan 0.0000 berarti nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05. Maka Ha diterima dan H0 ditolak, yang berarti bahwa dalam jangka pendek maupun jangka panjang terdapat indikasi moral hazard yang direpresentasikan oleh Gross Domestic Product (GDP) terhadap non performing financing (NPF).
97
b.
Hipotesis 2 H0 ≥ 0
:
Diduga tidak terdapat indikasi moral hazard yang
direpresentasikan oleh
Inflasi berpengaruh negatif terhadap non
performing financing (NPF) Ha < 0 : Diduga terdapat indikasi moral hazard yang direpresentasikan oleh Inflasi berpengaruh negatif terhadap non performing financing (NPF) Pada tabel 4.3 terlihat bahwa nilai t-hitung dalam jangka pendek dan jangka panjang masing-masing untuk variabel Inflasi adalah 1.629960 dan -2.060647 dengan probabilitas 0.1106 dan 0.0453 dalam penelitian ini menggunakan hipotesis satu arah (one tiled) sehingga probabilitas variabel inflasi dalam jangka pendek dan jangka panjang yaitu 0.0553 dan 0.02265 yang berarti nilai probabilitas varibel inflasi untuk jangka panjang lecih kecil dari 0.05 sedangkan probabilitas variabel inflasi untuk jangka pendek lebih besar dari 0,05. Maka untuk jangka pendek Ha ditolak, dan menerima H0 yang berarti bahwa dalam jangka pendek variabel Inflasi tidak berpengaruh negatif terhadap NPF sedangkan untuk jangka panjang variabel inflasi menerima Ha yang berarti bahwa dalam jangka panjang variabel inflasi berpengaruh negatif terhadap NPF. c.
Hipotesis 3 H0 < 0: Diduga tidak terdapat indikasi moral hazard yang direpresentasikan oleh rasio margin murabahah (MM) terhadap profit
98
loss sharing mudharabah (MPLS) berpengaruh positif terhadap non performing financing (NPF) Ha ≥ 0 : Diduga terdapat indikasi moral hazard yang direpresentasikan oleh rasio margin murabahah (MM) terhadap profit loss sharing mudharabah (MPLS) berpengaruh positif terhadap non performing financing (NPF) Pada tabel 4.3 terlihat bahwa nilai t-hitung dalam jangka pendek dan jangka panjang masing-masing untuk variabel MM_MPLS adalah -0.314738 dan 2.308995 dengan probabilitas 0.7545 dan 0.0257 dalam penelitian ini menggunakan hipotesis satu arah (one tiled) sehingga probabilitas variabel MM_MPLS dalam jangka pendek dan jangka panjang
yaitu 0.37725 dan 0.01285 yang berarti nilai
probabilitas varibel MM_MPLS untuk jangka panjang lebih kecil dari 0.05 sedangkan probabilitas variabel inflasi untuk jangka pendek lebih besar dari 0,05. Maka untuk jangka pendek Ha ditolak yang berarti bahwa dalam jangka pendek variabel MM_MPLS tidak berpengaruh positif signifikan terhadap NPF sedangkan untuk jangka panjang variabel MM_MPLS menerima Ha yang berarti bahwa dalam jangka panjang variabel MM_MPLS berpengaruh positif terhadap NPF. d.
Hipotesis 4 H0 < 0
:
Diduga tidak terdapat indikasi moral hazard yang
direpresentasikan oleh alokasi pembiayaan murabahah (RM) terhadap
99
profit loss sharing mudharabah (FM) berpengaruh positif terhadap non performing financing (NPF). Ha ≥ 0 : Diduga terdapat indikasi moral hazard yang direpresentasikan oleh alokasi pembiayaan murabahah (RM) terhadap
profit loss
sharing mudharabah (FM) berpengaruh positif terhadap non performing financing (NPF). Pada tabel 4.3 terlihat bahwa nilai t-hitung dalam jangka pendek dan jangka panjang masing-masing untuk variabel RM_FM adalah 1.193278 dan -2776210 dengan probabilitas 0.2397 dan 0.0080 dalam penelitian ini menggunakan hipotesis satu arah (one tiled) sehingga probabilitas variabel RM_FM dalam jangka pendek dan jangka panjang yaitu 0.11975 dan 0.004 yang berarti nilai probabilitas varibel RM_FM untuk jangka panjang lecih kecil dari 0.05 sedangkan probabilitas variabel inflasi untuk jangka pendek lebih besar dari 0,05. Maka untuk jangka pendek Ha ditolak yang berarti bahwa dalam jangka pendek variabel MM_MPLS tidak berpengaruh positif signifikan terhadap NPF sedangkan untuk jangka panjang variabel MM_MPLS menerima Ha yang berarti bahwa dalam jangka panjang variabel MM_MPLS berpengaruh positif signifikan terhadap NPF. e.
Hipotesis 5 H0 < 0
:
Diduga tidak terdapat indikasi adverse selection yang
direpresentasikan oleh tingat bagi hasil (TBH) berpengaruh positif terhadap non performing financing (NPF)
100
Ha ≥ 0
:
Diduga terdapat indikasi adverse selection yang
direpresentasikan oleh tingat bagi hasil (TBH) berpengaruh positif terhadap non performing financing (NPF) Pada tabel 4.3 terlihat bahwa nilai t-hitung dalam jangka pendek dan jangka panjang masing-masing untuk variabel TBH adalah 2.797266 dan 6.049697 dengan probabilitas 0.0077 dan 0.0000 dalam penelitian ini menggunakan hipotesis satu arah (one tiled) sehingga probabilitas variabel TBH dalam jangka pendek dan jangka panjang yaitu 0.00385 dan 0.0000 yang berarti nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05. Maka Ha diterima yang berarti bahwa dalam jangka pendek maupun jangka panjang variabel TBH berpengaruh positif signifikan terhadap NPF 9.
Uji Adjusted R Square Nilai R2 (koefisien determinasi) dilakukan untuk melihat seberapa besar variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen. Nilai R2 berkisar antara 0 - 1. Nilai R2 makin mendekati 0 maka pengaruh semua variabel independen terhadap variabel dependen makin kecil dan sebaliknya nilai R2 makin mendekati 1 maka pengaruh semua variabel independen terhadap variabel dependen makin besar. Koefisien determinasi memiliki kelemahan, yaitu bias terhadap jumlah variabel bebas dan jumlah pengamatan dalam model akan meningkatkan R2 meskipun variabel yang dimasukkan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
101
variabel terikatnya. Untuk mengurangi kelemahan tersebut maka digunakan koefisien determinasi yang telah disesuaikan, Adjusted R Square. Pada hasil analisis Error Correction Model (ECM) untuk jangka pendek nilai Adjusted R Square adalah 0.25654,5 ini menunjukkan bahwa besarnya pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen sebesar 25,6545%, sedangkan sisanya sebesar 74,3455% menggambarkan pengaruh dari variabel-variabel diluar model, sedangakan dalam jangka panjang nilai Adjusted R Square adalah 0.877858 ini menunjukkan bahwa besarnya pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen sebesar 87,7858%, sedangkan sisanya sebesar 12,2142% menggambarkan pengaruh dari variabelvariabel diluar model. Rendahnya Adjusted R Square dalam jangka pendek disebabkan karena pembiayaan perbankan sifatnya jangka panjang sehingga
fenomena
jangka
pendek
belum
mampu
merepresentasikan adanya kredit macet. C. Interpretasi Data 1.
Jumlah GDP dan Tingkat NPF GDP
atau
Gross
Domestic
Product
dalam
model
ini
merepresentasikan kondisi makro ekonomi. Ketika perekonomian mengalami pertumbuhan yang positif, idealnya terjadi peningkatan transaksi dan aktivitas perekonomian sehingga kondisi bisnis umumnya lebih baik. Hasil perhitungan menunjukan bahwa koefisien variabel GDP
102
dalam jangka pendek D(GDP) mempunyai pengaruh hubungan yang positif signifikan terhadap NPF. Hal ini dapat dilihat dari gambar 4.14 yang menunjukan bahwa tingkat probabilitas dari variabel GDP sebesar 0.014, yang lebih kecil dari tingkat signifikan yang digunakan yaitu 0.05 (5%). Dan nilai koefisien jangka pendek sebesar 0.00100, yang berarti bahwa jika GDP naik 1% maka NPF akan mengalami peningkatan sebesar 0.00100
persen.
Sehingga
dari
kondisi
makro
ekonomi
yang
direpresentasikan dengan GDP memperlihatkan adanya moral hazard di bank syariah dalam jangka pendek. Dimana adanya ketidakhati-hatian dari bank syariah atau sistem di bank syariah yang memberikan kesempatan terjadinya moral hazard. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ranti Wiliasih (2005) yang menunjukkan bahwa GDP mempunyai pengaruh yang positif signifikan terhadap kredit bermasalah. Hasil perhitungan menunjukan bahwa koefisien variabel GDP dalam jangka panjang mempunyai pengaruh yang positif signifikan terhadap NPF, hal ini dapat dilihat pada gambar 4.13 yang menunjukan nilai probabilitasnya sebesar 0.0000, yang lebih kecil dari nilai signifikansi yang digunakan yaitu 0.05 (5%). Dengan koefisien sebesar 0.00173. Hal ini mengimplikasikan bahwa terdapat hubungan jangka panjang antara variabel GDP terhadap NPF, dimana apabila GDP naik sebesar 1% maka akan meningkatkan Jumlah NPF sebesar 0.00173 persen. Hubungan yang positif dan signifikan antara GDP dan NPF dalam jangka panjang mengindikasikan adanya moral hazard pula di bank
103
syariah, yang dimana adanya ketidak-hati hatian bank syariah sehingga memicu nasabahnya untuk melakukan tindakan-tindakan yang tidak diinginkan atau moral hazard. Kemampuan membayar merupakan salah satu indikator penilaian selain prospek usaha dan kondisi keuangan debitur. Jika diperhatikan dalam model jangka pendek dan jangka panjang pada bank syariah bahwa kefisien GDP berpengaruh terhadap NPF. Pada saat GDP meningkat seharusnya diikuti dengan penurunan NPF karena ketika GDP meningkat idealnya terjadi peningkatan transaksi ekonomi, dunia bisnis menggeliat dan kemampuan bayar nasabah pun semakin tinggi. Namun dalam jangka panjang dan jangka pendek ketika pada bank syariah
ketika GDP
meningkat akan diikuti oleh peningkatan NPF. Hal ini mengisyaratkan bank kurang hari-hati atau kurang melakukan monitoring sehingga terdapat indikasi moral hazard di bank syariah dalam jangka panjang dan jangka pendek. Tindakan moral hazard yang dilakukan nasabah karena adanya perbedaan kepentingan dan informasi antara mudharib dan shahibul maal. Perbedaan tersebut sangat mungkin karena para mudharib tidak mengambil risiko dari bisnis yang dijalankannya, oleh karena itu mudharib cenderung membuat keputusan yang tidak optimal (Jensen dan Mecling, 1976:5) 2.
Tingkat Inflasi dan Tingkat NPF Inflasi merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kondisi perekonomian negara. Jika tingkat infasi suatu negara tinggi dapat
104
berpengaruh terhadap perekonomian, baik dari segi pendapatan, investasi, suku bunga, nilai tukar, dan sebagainya. Tingkat inflasi yang tinggi akan berakibat terhadap turunnya pendapatan masyarakat, dan pada akhirnya akan mempengaruhi pendapatan yang diperoleh lembaga perbankan yaitu dari tingkat pengembalian pinjaman atau pembiayaan dan akan meningkatkan rasio NPF. Hasil perhitungan menunjukan bahwa koefisien variabel inflasi dalam jangka pendek D(INF) mempunyai pengaruh hubungan yang negatif tidak signifikan terhadap NPF. Hal ini dapat dilihat dari gambar 4.14 yang menunjukan bahwa tingkat probabilitas dari variabel inflasi sebesar 0.0553, yang lebih besar dari tingkat signifikansi yang digunakan yaitu 0.05 (5%). Dan nilai koefisien jangka pendek sebesar -0.064689. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan jangka pendek antara variabel Inflasi terhadap NPF. Dimana apabila Inflasi naik sebesar 1% maka tidak akan mempengaruhi tingkat NPF. Sehingga dari kondisi makro ekonomi yang direpresentasikan dengan Inflasi tidak memperlihatkan adanya moral hazard di bank syariah dalam jangka pendek. Hasil perhitungan jangka panjang menunjukan bahwa koefisien variabel inflasi dalam jangka panjang INF mempunyai pengaruh hubungan yang negatif signifikan terhadap NPF, hal ini dapat dilihat pada gambar 4.13 yang menunjukan nilai probabilitasnya sebesar 0.02265, yang lebih kecil dari nilai signifikan yang digunakan yaitu 0.05 (5%). Dengan koefisien sebesar -0.066741, yang berarti bahwa jika tingkat inflasi turun
105
1% maka NPF akan mengalami kenaikan sebesar -0.066741 persen. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mutamimah dan Zaidah (2010) yang menyatakan bahwa inflasi berpengaruh negatif terhadap NPF. Inflasi dapat digambarkan dari kenaikan harga yang terus menerus sehingga akan menurunkan kemampuan nasabah dalam memenuhi segala kebutuhannya. Tingginya inflasi juga akan menurunkan pendapatan masyarakat. Sehingga apabila inflasi mengalami penurunan atau cenderung stabil maka seharusnya nasabah lebih mampu dalam memenuhi segala kewajibannya. Salah satu kesulitan yang dihadapi bank adalah menentukan dengan tepat bagaimana risiko kredit dapat berubah seiring dengan perubahan ekonomi makro serta berapa lama perubahan ekonomi makro tersebut, dalam hal ini inflasi direspon oleh perbankan. Peningkatan NPF yang diakibatkan oleh penurunan inflasi mengindikasikan bahwa debitur tidak memiliki tanggung jawab dan komitmen untuk memenuhi kewajibannya dalam melunasi pinjamannya terhadap bank. Selain itu adanya akad yang melandasi pembiayaan antara shahibul maal dan mudharib yang bersifat mengikat, sehingga seharusnya dalam keadaan apapun mudharib tetap berkewajiban untuk melunasi pinjamanya. Peningkatan NPF yang diakibatkan oleh menurunnya inflasi menandakan bahwa bank kurang hari-hati atau kurang melakukan monitoring sehingga terdapat indikasi moral hazard di bank syariah dalam jangka panjang, sedangkan dalam jangka pendek inflasi tidak berpengaruh
106
terhadap NPF karena inflasi merupakan perubahan harga yang terus menerus sehingga dampaknya akan terasa pada jangka panjang pula. 3.
Jumlah MM/MPLS dan Tingkat NPF Hasil perhitungan menunjukan bahwa koefisien variabel MM/MPLS dalam jangka pendek D(MM_MPLS) mempunyai pengaruh hubungan yang negatif tidak signifikan terhadap NPF. Hal ini dapat dilihat dari gambar 4.14 yang menunjukan bahwa tingkat probabilitas dari variabel MM/MPLS sebesar 0.37725, yang lebih besar dari tingkat signifikansi yang digunakan yaitu 0.05 (5%). Dan nilai koefisien jangka pendek sebesar -0.021842. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan jangka pendek antara variabel MM/MPLS terhadap NPF. Dimana apabila MM/MPLS turun sebesar 1% maka tidak akan mempengaruhi tingkat NPF. Sehingga dalam rasio ini tidak memperlihatkan adanya moral hazard di bank syariah dalam jangka pendek, hal ini bertolak belakang dengan penelitian Desti Setyowati (2008) yang menyatakan bahwa rasio MM/MPLS memiliki hubungan yang positif signikan terhadap NPF dalam jangka pendek. Hasil perhitungan jangka panjang menunjukan bahwa koefisien variabel MM/MPLS dalam jangka panjang MM_MPLS mempunyai pengaruh hubungan yang positif signifikan terhadap NPF, hal ini dapat dilihat pada gambar 4.13 yang menunjukan nilai probabilitasnya sebesar 0.01285, yang lebih kecil dari nilai signifikan yang digunakan yaitu 0.05 (5%). Dengan koefisien sebesar 0.202506, yang berarti bahwa jika tingkat
107
MM/MPLS naik 1% maka NPF akan mengalami peningkatan sebesar 0.202506 persen. Besarnya koefisien MM_MPLS yang bernilai positif signifikan mengindikasikan adanya moral hazard pada bank syariah dalam jangka panjang. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Desti Setyowati (2008) yang menyatakan bahwa rasio MM/MPLS memiliki hubungan yang positif signikan terhadap NPF. Penelitian tersebut didukung oleh Yasin (2014) yang menyatakan bahwa margin murabahah berpengaruh positif terhadap NPF. Berikut merupakan tabel margin murabahan dan pedapatan bagi hasil mudharabah : Tabel 4.4: Tabel Margin Murabahan dan Pendapatan Bagi Hasil Mudharabah
Tahun
Bulan
2015
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sep Okt Nov Des
Margin Murabahah Miliar Rp 1.323 2.616 3.927 5.214 6.530 7.805 9.567 11.151 12.800 13.119 14.403 15773
Pendapatan Bagi Hasil Mudharabah Miliar Rp 149 297 445 600 751 907 1.075 1.246 1.422 1.433 1.557 1.739
Sumber : Statistik Perbankan Syariah (Data Diolah)
Idealnya, semakin tinggi pendapatan yang dihasilkan maka NPF akan semakin menurun, telah kita ketahui bahwa risiko murabahah lebih kecil dibandingkan dengan risiko mudharabah. Berdasarkan tabel 4.4 bahwa margin yang dihasilkan murabahah dan mudharabah semakin meningkat setiap bulannya pada tahun 2015. Namun komposisi margin murabahah lebih besar dibandingkan dengan pendapatan bagi hasil
108
mudharabah. Hal ini menyebabkan bank syariah lebih fokus terhadap pembiayaan murabahah karena menghasilkan keuntungan yang lebih besar serta memiliki risiko yang rendah. Sedangkan dengan fokusnya bank pada pembiayaan murabahah menyebabkan bank kurang berhati-hati dan kurang
melakukan
monitoring
pada
pembiayaan
mudharabah.
Peningkatan margin murabahan yang diikuti dengan meningkatnya NPF mengindikasikan adanya moral hazard yang dimana bank tidak berhatihati dalam menetapkan margin sehingga memberatkan nasabahnya untuk membayar kewajibannya terhadap bank. Bank dalam penetapan margin atau keuntungan dari harga jual sejumlah tertentu dengan mempertimbangkan keuntungan yang akan diambil, biaya-biaya yang ditanggung termasuk antisipasi timbulnya kemacetan dan jangka waktu pengembalian (Faturrahman, 2012:17). Margin dalam pembiayaan murabahah merupakan mark up terhadap harga pokok. yang apabila dalam penetapannya mark up terlalu tinggi, akan menyebabkan tingginya risiko pembiayaan. Tingginya risiko yang biasa dihadapi bank syariah, risiko mark-up menempati peringkat paling tinggi, kemudian diikuti oleh risiko operasionalnya (Khan dan Ahmed, 2008:84). 4.
Jumlah RM/FM dan Tingkat NPF Hasil perhitungan menunjukan bahwa koefisien variabel RM/FM dalam jangka pendek D(RM/FM) mempunyai pengaruh hubungan yang positif tidak signifikan terhadap NPF. Hal ini dapat dilihat dari gambar 4.14 yang menunjukan bahwa tingkat probabilitas dari variabel RM/FM
109
sebesar 0.11975, yang lebih besar dari tingkat signifikansi yang digunakan yaitu 0.05 (5%) dengan nilai koefisien jangka pendek sebesar -0.258072. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan jangka pendek antara variabel RM/FM terhadap NPF. Dimana apabila RM/FM turun sebesar 1% maka tidak akan mempengaruhi tingkat NPF. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Siti Jamiatun Nafiah (2008) yang menyatakan bahwa rasio jumlah pembiayaan murabahah terhadap pembiayaan mudharabah tidak memiliki pengaruh terhadap NPF. Sehingga dari kondisi internal bank yang direpresentasikan dengan RM/FM tidak memperlihatkan adanya moral hazard di bank syariah dalam jangka pendek. Hasil perhitungan jangka panjang menunjukan bahwa koefisien variabel RM/FM dalam jangka panjang D(RM/FM) mempunyai pengaruh hubungan yang negatif signifikan terhadap NPF, hal ini dapat dilihat pada gambar 4.13 yang menunjukan nilai probabilitasnya sebesar 0.004, yang lebih kecil dari nilai signifikan yang digunakan yaitu 0.05 (5%). Dengan koefisien sebesar -0.318259, yang berarti bahwa jika tingkat RM/FM naik 1% maka akan berpengaruh terhadap jumlah NPF. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mutamimah dan Siti Nur Zaidah (2012) yang menyatakan bahwa rasio alokasi piutang murabahah terhadap pembiayaan PLS berpengaruh negatif signifikan terhadap pembiayaan bermasalah. Sehingga rasio ini tidak menunjukkan adanya moral hazard di bank syariah dalam jangka panjang. Berikut merupakan tabel jumlah penyaluran pembiayaan bank syariah tahun 2015:
110
Tabel 4.5: Jumlah Penyaluran Pembiayaan Murabahah dan Mudharabah
Tahun
Bulan
2015
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sep Okt Nov Des
Pembiayaan Murabahah Miliar Rp 115.979 116.268 117.358 117.210 117.777 118.612 118.317 119.396 119.456 120.333 120.340 122.111
Pembiayaan Mudharabah Miliar Rp 14.207 14.147 14.136 14.388 14.906 15.304 15.072 15.268 15.082 14.819 14.639 15.169
Sumber : Statistik Perbankan Syariah (Data Diolah)
Jika dibandingkan komposisi pembiayaan murabahah dengan pembiayaan mudharabah terlihat bahwa bank syariah lebih terkonsentrasi pada pembiayaan murabahah, hal ini dikarenakan akad murabahah merupakan akad yang beresiko rendah selain itu pengelolaan yang relatif mudah, margin tetap yang diterapkan bank syariah memudahkan nasabah untuk mengatur rencana keuangan dalam pelunasan pembiayaan. Fokusnya bank terhadap penyaluran pembiayaan murabahah serta meminimalisir pembiayaan yang beresiko tinggi seperti pembiayaana muradharabah membuat rasio ini tidak berdampak terhadap NPF. Hal ini menunjukkan bank semakin berhati-hati dalam memberikan pembiayaan khususnya pembiayaan mudharabah mengingat produk pembiayaan ini memiliki tingkat kegagalan yang besar, selain itu akad mudharabah merupakan pembiayaan yang bersifat trust financing sehingga membutuhkan
111
ketelitian dan kehati-hatian dalam menyeleksi nasabah yang berhak menerima
pembiayaan
tersebut.
Menurut
hasil
wawancara,
munculnya risiko pembiayaan mudharabah disebabkan karena mudharib yang tidak mengeluarkan self financing atau dana yang sepenuhnya dikeluarkan shahibul maal dapat menjadikan nasabah lalai dalam menjalankan usahanya, dan keberadaan yang terpisahnya shahibul maal dengan mudharib. Sehingga pihak bank tidak dapat melihat seberapa besar usaha dan kemampuan nasabah dalam menjalankan suatu usaha. Karena modal sepenuhnya dari shahibul maal dan keberadaan yang terpisah antar shahibul maal dan mudharib inilah yang memicu terjadinya adverse selection dan moral hazard. 5.
Jumlah TBH dan Tingkat NPF Hasil perhitungan menunjukan bahwa koefisien variabel TBH dalam jangka pendek D(TBH) mempunyai pengaruh hubungan yang positif signifikan terhadap NPF. Hal ini dapat dilihat dari gambar 4.14 yang menunjukan bahwa tingkat probabilitas dari variabel TBH sebesar 0.00385, yang lebih kecil dari tingkat signifikansi yang digunakan yaitu 0.05 (5%), dan nilai koefisien jangka pendek sebesar 0.052566. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan jangka pendek antara variabel TBH terhadap NPF. Dimana apabila TBH naik sebesar 1% maka akan mempengaruhi tingkat NPF. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Zainal (2009) menyatakan nisbah bagi hasil memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat pengembalian pada transaksi mudharabah.
112
Hasil perhitungan menunjukan bahwa koefisien variabel TBH dalam jangka panjang TBH mempunyai pengaruh hubungan yang positif dan signifikan terhadap NPF, hal ini dapat dilihat pada gambar 4.13 yang menunjukan nilai probabilitasnya sebesar 0.0000, yang lebih kecil dari nilai signifikan yang digunakan yaitu 0.05 (5%). Dengan koefisien sebesar 0.091061, yang berarti bahwa jika tingkat TBH naik 1% maka akan berpengaruh terhadap NPF. Sehingga rasio ini menunjukkan adanya adverse selection di bank syariah dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Adverse selection merupakan permasalahn yang timbul sebelum pembiayaan disalurkan. Permasalahan tersebut timbul karena bank tidak mengetahui dengan pasti karakteristik nasabah. Pada kontrak bagi hasil penetapan skema bagi hasil ditetapkan diawal dan akan berlaku berapun profit yang diperoleh mudharib dari usaha yang dijalankan, dengan demikian mudharib kurang termotivasi untuk mencapai suatu profit tertentu. Hal ini menyebabkan mudharib akan menyatakan bahwa dirinya memiliki karakteristik tinggi pada saat mengajukan pembiayaan dan berhak untuk memperoleh bagi hasil yang tinggi pula. Berdasarkan hasil wawancara nisbah bagi hasil ditetapkan berdasarkan pertimbangan tertentu, diantaranya : a.
Adanya kesepakatan antara pihak bank (shahibul maal) dengan nasabah (mudharib) atas usaha yang dijalankan.
b.
Sistem bagi hasil yang dilakukan oleh pihak bank dilihat dari biaya-biaya seperti biaya operasional yang akan dikeluarkan
113
nasabah dan biaya dana seperti DPK (Tabungan, Giro, Deposito) yang dimana pihak bank harus memberikan bagi hasil terhadap DPK tersebut. c.
Nisbah yang dikenakan oleh nasabah yang satu dengan yang lainnya dapat berbeda walaupun jenis usahanya sama, perbedaan nisbah tersebut dikarenakan pengalaman dan keahlian mudharib, efisiensi usaha, dan tingkat keuntungan yang diproyeksikan.
Bank syariah cenderung menetapkan nisbah bagi hasil yang tinggi dari pembiayaan profit loss sharing, besaran nisbah bagi hasil mencerminkan bahwa besaran risiko yang ditolelir oleh bank dalam memperoleh pendapatan bagi hasil. Bank syariah akan memberikan bagi hasil yang tinggi bagi nasabah yang berkualitas baik, dan sebaliknya. Namun bank syariah juga tidak dapat sepenuhnya mengetahui karakteristik nasabah sehingga dalam hal ini mungkin saja nasabah yang berkualitas buruk membuat seolah-olah dirinya memiliki karakter yang baik sehingga layak untuk diberikan pembiayaan dengan bagi hasil yang tinngi, contoh adverse selection yang dihadapi bank seperti penggandaan surat berharga, pemalsuan kartu identitas, kantor, manipulasi rekening,dll. Apabila hal ini dijalankan maka akan timbul ketidak seimbangan informasi yang dimilki antar nasabah dan bank dalam proses penyeleksian sehingga bank dapat merealisasikan pembiayaan dari nasabah yang berkualitas buruk tersebut dan dengan nisbah bagi hasil yang tinggi pula.
114
Tingkat bagi hasil ditentukan berdasarkan kesepakatan masingmasing pihak yang berkontrak. Jadi, angka besaran tingkat bagi hasil ini muncul sebagai hasil tawar menawar antara shohibul maal dengan mudharib. Penetapan nisbah bagi hasil dalam sistem keuangan syariah menawarkan model harga yang lebih komprehensif dibandingkan suku bunga dalam sistem kovensional karena mempertimbangkan risk, return, capital invested, dan opportunity cost. Menurut Karim (2014) kini bank syariah Indonesia memitigasi risiko adverese selection dengan dua konsep bagi hasil. Pertama, two step financing yaitu bank syariah memberikan pembiayaan kepada koperasi/ multifinance/ BPRS dengan sistem bagi hasil. Selanjutnya pembiayaan tersebut akan disalurkan kepada end users dengan sistem fixed installments. Jadi bank syariah berbagi hasil dari sesuatu yang dapat diprediksi dengan akurat. Kedua, short term financing based on job order yaitu bank syariah memberikan fasilitas kelonggaran tarik yang dapat dicairkan bila ada surat perintah kerja dari pemberi kerja. Atas dasar SPK itulah bank syariah memperhitungkan risiko, jangka waktu, dan perkiraan return-nya. Jadi bank syariah hanya mau melakukan pembiayaan bagi hasil bila bisnis yang dibiayainya dapat diprediksi dengan akurat. Dalam upaya mengatasi atau mengurangimasalah keagenan ada dua cara yang dapat dilakukan oleh prinsipal yaitu pemilik modal melakukan pengawasan (monitoring) dan pembatasan dalam melakukan tindakantindakan (bounding) sehingga dapat mengurangi masalah keagenan (Jensel
115
dan Macling, 1976:5). Pada bank syariah memitigasi risiko adverse selection bank melakukan batasan-batasan, yaitu misalnya hanya menyalurkan
pembiayaan
mudharabah
pada
lembaga
keuangan,
multifinance, perusahaan milik pemerintah, yang dimana bidang usaha tersebut mengandung risiko yang rendah. Kemudian bank hanya dapat menyalurkan pembiayaan bagi nasabah yang telah menjalankan usaha kurang lebih 2 tahun. Kemudian bank syariah juga melakukan monitoring secara berkala kepada setiap nsabahnya. Dalam melakukan penyeleksian, bank syariah menerapkan 5 C, yaitu : a.
Caracter, bank syariah melihat Caracter nasabah berdasarkan track record atau catatan kesuksesan seseorang dari masa lampau hingga sekarang, hal ini dapat dilihat dari BI Cheking. Apabila track record yang dilihat dari BI Cheking bagus maka menunjukkan bahwa nasabah memiliki komitmen yang tinggi. Bank juga melakukan analisis lapangan untuk memastikan nasabah memiliki karakter yang baik.
b.
Capacity, mengenai usaha yang dilakukan oleh mudharib, apabila usaha yang dijalankan mudharib dianggap tidak dapat memenuhi kewajibannya terhadap shahibul maal, maka bank tidak akan menyalurkan pembiayaan tersebut. Capacity dapat dilihat berdaarkan laporan keuangan dari usaha yang dijalankan, usaha yang dijalankan apa saja, berpengalaman.
116
c.
Capital, berupa modal yang dimiliki oleh nasabah, apakah modal
yang
penurunan,
dimilikinya
serta
mengalami
mengamati
peningkatan
penyebab
modal
atau
tersebut
mengalami penurunan. Apabila modal yang dimiliki nasabah memadai dalam memenuhi kewajibannya kepada bank, maka bank dapat menyalurkan pembiayaan, begitupun sebaliknya. d.
Condition, dalam hal ini bank syariah melihat keadaan ekonomi global, karena ekonomi global ini akan memiliki dampak terhadap perekonomian nasabah, misalnya jika saat ini usaha pertambangan sedang mengalami penurunan, maka bank syariah enggan untuk memberikan pembiayaan pada nasabah yang berkecimpung dibidang usaha tersebut.
e.
Collateral, berupa jaminan atau agunan yang diberikan nasabah kepada pihak bank, pada dasarnya pembiayaan mudharabah tidak menyertakan jaminan atau agunan, tetapi pada praktiknya pembiayaan mudharabah merupakan pembiayaan yang rentan terhadap risiko, sehingga jaminan diperbolehkan dalam memperkuat kepercayaan mudharib dan shahibul mal, yang dimana jaminan tersebut diharapkan dapat meminimalisir risiko-risiko dikemudian hari. jaminan tersebut dapat berupa fix aset, surat-surat berharga, dan lain-lain yang nilainya harus lebih besar
dari
pembiayaan
yang
disalurkan,karena
untuk
mengantisipasi turunnya harga jaminan dikemudian hari.
117
Kelalaian pihak bank juga dapat memicu mulculnya risiko pembiayaan, misalnya bank kurang berhati-hati dalam melakukan penyeleksian seperti AO yang belum berpengalaman, sehingga resiko pembiayaan dapat saja terjadi, oleh karena itu dibutuhkannya pendampingan terhadap AO yang belum berpengalam minimal tiga kali pendampingan.
118
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Hasil pengolahan data dan analisis ekonomi dari penelitian yang berjudul “Indikasi Moral hazard dan Adverse Selection dalam Penyaluran Dana Pihak Ketiga (Studi Kasus : Bank Syariah Periode Januari 2012Februari 2016)”. Dalam penelitian ini penulis mengacu pada definisi moral hazard yang dikemukakan Vaubel dalam Dreher (2004) yaitu ketika bank memberi kesempatan terjadinya moral hazard disisi debitur, maka terjadi moral hazard tidak langsung, dan devinisi adverse selection yang dikemukakan oleh Tarsidin yaitu permasalahan yang timbul ketika pemilik dana memilih enterpreneur yang akan diberikan pembiayaan, yang dimana pemilik dana tidak mengetahui secara pasti karakeristik mudharib. Berangkat dari definisi moral hazard dan adverse selection di atas, sejumlah asumsi, hasil analisis data dan ekonomi, maka dapat kesimpulan sebagai berikut : 1.
Indikasi Moral Hazard dan Adverse selection a. Ditemukan adanya indikasi moral hazard pada bank syariah yang ditunjukkan oleh meningkatnya pembiayaan bermasalah akibat dari meningkatnya GDP dalam jangka panjang maupun jangka pendek. b. Ditemukan adanya indikasi moral hazard pada bank syariah yang ditunjukkan oleh meningkatnya pembiayaan bermasalah akibat dari menurunnya inflasi dalam jangka panjang.
119
c. Ditemukan adanya indikasi moral hazard pada bank syariah yang ditunjukkan oleh meningkatnya pembiayaan bermasalah akibat dari meningkatnya
rasio
margin
murabahah
terhadap
margin
mudharabah (MM/MPLS) dalam jangka panjang. d. Ditemukan adanya indikasi adverse selection pada bank syariah yang ditunjukkan oleh meningkatnya pembiayaan bermasalah akibat dari meningkatnya tingkat bagi hasil (TBH) dalam jangka pendek dan jangka panjang. 2.
Faktor-faktor yang mendorong terjadinya moral hazard dan adverse selection pada pembiayaan mudharabah dikarenakan modal dan kerugian yang sepenuhnya ditanggung oleh bank sehingga mendorong nasabah untuk bersikap lalai dalam melakukan kegiatan usahanya, tempat yang terpisah antara mudharib dan shahibul mal membuat shahibul mal tidak mengetahui secara pasti kegiatan yang dilakukan oleh mudharib, selain itu adanya perbedaan kepentingan antara mudharib dan shahibul mal yang membuat mudharib dapat bertindak sesuai dengan keinginannya tanpa sepengetahuan shahibul maal. Dan Penyeleksian yang kurang optimal yang dilakukan oleh pihak bank yang kurang berkompeten atau kurang berpengalaman serta penyeleksian yang hanya dilakukan oleh pihak internal bank tanpa melibatkan pihak independen sehingga kerjasama yang buruk antar pihak bank dan nasabah bisa saja terjadi pada tahap penyeleksian
120
3.
Mitigasi risiko yang dilakukan bank untuk meminimlisir masalah moral hazard dan adverse selection adalah batasan suatu usaha yang dijalankan oleh calon nasabah, penyeleksian yang sangat ketat yang dilakukan oleh bank baik lewat dokumen maupun langsung kelapangan, penetapan jaminan atau agunan bagi seluruh nasabah pembiayaan mudharabah, asuransi yang dilakukan oleh bank terhadap nasabah tersebut, baik asuransi barang agunan maupun usaha yang dijalankan nasabah serta monitoring berkala langsung kelapangan yang dilakukan oleh bank bagi setiap nasabah pembiayaan mudharabah.
B. Implikasi Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis menyampaikan hal-hal sebagai berikut : 1.
Bank syariah harus meningkatkan kondisi sumber daya manusia (SDM) bank, kualitas bisnis bank, dan keterlibatan pihak lain dalam melakukan bisnis, lebih mempehatikan prinsip 5C (character, capacity, collatearl, dan condition) terutama dalam melihat karakter nasabah, serta melakukan pengawasan yang lebih intensif agar NPF yang disebabkan oleh adverse selection maupun moral hazard dapat diminimalisir
2.
Bank syariah perlu mengetahui jenis pembiayaan-pembiayaan yang berpotensi mengalami pembiayaan bermasalah selain pembiayaan mudharabah
dan
musyarakah,
sehingga
bank
tidak
hanya
mengantisipasi risiko untuk pembiayaan mudharabah tetapi risiko-risiko pembiayaan lain dapat teratasi
121
3. Perlu adanya kebijakan-kebijakan bank untuk meminimalisir risiko pembiayaan mudharabah, agar pembiayaan mudharabah dapat berkembang di dunia perbankan, karena walaupun pembiayaan ini memiliki risiko yang tinggi tetapi pembiayaan ini juga memiliki tingkat keuntungan yang tinggi pula karena pembiayaan mudharabah berkaitan langsung dengan sektor riil sehingga diharapkan mampu untuk meningkatkan kesejahteraan umat.
122
DAFTAR PUSTAKA Alhamda, Syukra. "Buku Ajar Metlit dan Statistik", deepublish, Yogyakarta, 2016. Algoud, LM dan Mervyn, K.L. "Perbankan Syariah:Prinsip Praktik Prospek",PT Serambi Ilmu semesta, 2003. Ardiansyah, Misnen. "Bayang-bayang teori keagenan pada produk Pembiayaan Perbankan Syariah", Jurnal Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan: ISSN 1411-9544, 2014. Asnaini, Sri Wahyuni. "Faktor-Faktor yang memperngaruhi Non Performing Financing Pada Bank Umum Syariah di Indonesia", Jurnal Tekun/Volume V, No. 02, Jakarta, September 2014. Bakhtiar, Toni dan Sugema, Iman. "Masalah Informasi Asimetrik Dalam Sistem Perbankan Syariah : Adverse Selection Problem", Jurnal, 2012. Barokah Nurlaela Syahril dan Kurniasih Afiati. " Persepsi Manajemen Bank Umum Syariah Terhadap Kemungkinan Penerapan Per (Profit Equalization Reserve) Ditinjau Dari Sisi Akuntansi Bank Syariah ", Jurnal Nisbah Volume 1 No.2, Bogor, 2015 Dreher, Axel. "Does the IMF cause moral hazard? Acritical review of the evidence", Univercity of Konstanz and Thurgau Institute Of Economic, Germany, 2004. Eisenhardt, Kathleen. M. "Agency Theory: An Assessment and Review", The Academy of Management Review, Vol. 14, No. 1, Januari 1989. Ghozali, Imam. "Statistik Nonparametik", Badan Penerbit UNDIP, Semarang , 2006. Goldstein, Morris. "The Asian Financial Crisis", Policy Briefs 98-1, Institute for International Economics, 1998. Hamid, Abdul. "Pedoman Penulisan Skripsi", Jakarta, 2007. IB, Perbankan Syariah. "Indikasi Moral Hazard: Perbankan Syariah Lebih Tinggi Dibanding Perbankan Konvensiona", paper, 2009. Ibrahim, Taswan dan Ragimun."Moral Hazard Dan Pencegahannya Pada Industri Perbankan di Indonesia", Jurnal,2011.
123
Imanuddin, Muhammad. "Mudharabah dan Optimalisasi Sektor Riil". Dipetik 29 Juni 2016, dari Zona Ekonomi Islam: http://zonaeksis.com. Jensen, Michael C. "Agency Costs of Free Cash Flow, Corporate Finance, and Takeovers", The American Economic Review, Vol. 76, No. 2, May 1986. Jensen, Michael C dan Meckling, William H. "Theory of the Firm: Managerial Behavior,Agency Cost and Ownership Structure", Journal of Financial Economics, Vol.3, No.4, October 1976. Karim, Adiwarman. "Ekonomi Makro Islam",PT Raja Grafindo, Jakarta, 2010. Linda, M. R., Megawati, dan Deflinawati. "Pengaruh Inflasi, Kurs Dan Tingkat Suku Bunga Terhadap Non Performing Loan Pada PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Cabang Padang", Journal of Economic and Economic Education Vol.3 No.2, 2015. Manzilati, Asfi. "Kesepakatan Kelembagaan Kontrak Mudharabah dalam Kerangka Teori Keagenan", Jurnal Keuangan dan Perbankan, Vol.15, No.2, Malang, 2011. Mishkin, Frederic S."Ekonomi Uang, Perbankan, dan Pasar Keuangan", Salemba Empat, Jakarta, 2008. Mitnick, Barry M. "The Hazard of Agency", Katz Graduate School of business Univercity of Pittsburg, Jurnal, October 1996. Multifiah1, Manzilati Asfi dan Hurriati, Laili. "Masalah Keagenan dan Penegakan pada Pembiayaan Mudharabah: Studi pada Baitul Maal wa Tamwil Usaha Gabungan Terpadu Sidogiri Cabang Malang". International Journal of Social and Local Economic Governance (IJLEG), Malang, 2015. Muhammad."Lembaga Keuangan Mikro Syariah Pergulatan Melawan Kemiskinan dan Penetrasi Ekonomi Global", Graha Ilmu, Yogyakarta, 2009. Murni, Afsia. "Ekonomika Makro", PT Refika Aditama, Bandung, 2006. Mutamimah dan Chasanah, S. N. "Analisis eksternal dan internal dalam menentukan Non Performing Financing Bank umum Syariah di Indonesia", Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE), Vol. 19 No. 1, Semarang 2012. Nasution, Anwar. "Masalah-Masalah Sistem Keuangan dan Perbankan Indonesia", Jakarta, 2003.
124
Nasution, Mustafa Edwin dan Wiliasih, Ranti. "Profit Sharing dan Moral Hazard dalam Penyaluran Dana Pihak Ketiga Bank Umum Syariah", Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia (JEPI), hal.238, 2007. Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/23/PBI/2011. Tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah Prabowo, Dani. "Kejaksaan Agung Akui Hentikan Kasus Kredit Macet Bank Bukopin", Dipetik 29 Juni , 2016, dari http://nasional.kompas.com RahmanHakim, Arif. "Stasioneritas, Akar Unit,& Kointegrasi Pengantar Time Series", hal.05, 2015. Rahmawati, Teti. "Pengaruh indikasi moral hazard dalam penyaluran pembiayaan terhadap pertumbuhan dana bank syariah, melalui monitoring dan profit sharing sebagai variabel intervening",Tesis, Unpad, 2010. Rahmawulan, Yunis. "Perbandingan Faktor Penyebab NPL dan NPF pada Bank Konvensional dan Bank Syariah di Indonesia", Tesis Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008. Rivai, Veithzal. "Islamic Financial Management", Raja Grafindo Persada, Jakarta 2008. Rodoni, Ahmad dan Ali, Herni. "Manajemen Keuangan Modern". Mitra Wacana Media. Jakarta, 2014. Siregar, Mulya E. "Pertumbuhan Bank Syariah Melambat Drastis Ini Penyebabnya", dipetik 29 Juni 2016, dari http://www.beritasatu.com/. Sugiyono. "Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D", Alfabeta, Bandung, 2009. Sukirno, Sadono. "Teori Pengantar Makro Ekonomi", PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta 2011. Susanti, Vera."Pengaruh Equivalent rate dan Tingkat Keuntungan terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) Perbankan Syariah di Indonesia", Jurnal I-Finance Vol.1. No.1. Juli 2015 Tarsidin. "Bagi hasil: Konsep dan analisis", Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 2010.
125
Usanti, Trisadini Prasastinah dan Shomad, A. "Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah Bank Syariah", Laporan Penelitian, Fakultas Hukum Unair, 2008. Vaubel, Roland. "The Moral Hazard of IMF Lending", World Economy 6 no.3, 1983. Vo, Duc Hong dan Nguyen, Van Thanh Yen. "Managerial Ownership, Leverage and Dividend Policies: Empirical Evidence from Vietnam’s Listed Firms", International Journal of Economics and Finance; Vol. 6, No. 5, Vietnam, 2014. Wibowo, Martino."Analisis Faktor-faktor Makro Ekonomi Terhadap Pembiayaan Bank Syariah di Indonesia dan Malaysia" Tesis Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi, Institut Pertanian Bogor, Bogor, 2014 Widarjono, Agus "Ekonometrika, Teori dan Aplikasi Edisi Pertama", Ekonisia, Yogyakarta, 2005. Winarno, Wing Wahyu. "Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Ewiews Edisi 4", UPP STIM YKPN, Yogyakarta, 2015. Yasin, Ach. "Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi non performing financing (NPF) di industri bank pembiayaan rakyat (BPR) syariah di Indonesia", Akrual 5 (2) (2014): 183-203 e-ISSN: 2502-6380, Februari 2014. Zainal, Gekan Purnama. "Pengaruh Nisbah Bagi Hasil (Profit Sharing Ratio) Terhadap Tingkat Pembiayaan Non-Lancar (Non Performing Financing) Pada Transaksi Pembiayaan Mudharabah (Survey Pada Bank Syariah Jabar Di Bandung)", 2009. Zulkifli, Sunarto. "Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah", Zikrul Hakim, Jakarta 2007. Data Statistik Perbankan Syariah, Data Diakses pada 26 Juni 2016 dari http://www.ojk.go.id Data Inflasi (Indeks harga Konsumen), Data Diakses pada 26 Juni 2016 dari http://www.bi.go.id Data Pendapatan Nasional, Data Diakses 26 Juni 2016 dari https://www.bps.go.id
126
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 : Data Penelitian Januari 2012-Februari 2015 Tahun
2012
2013
2014
Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sep Okt Nov
NPF 2,68 2,82 2,76 2,85 2,93 2,88 2,92 2,78 2,74 2,58 2,50 2,22 2,49 2,72 2,75 2,85 2,92 2,64 2,75 3,01 2,80 2,96 3,08 2,62 3,01 3,53 3,22 3,49 4,02 3,90 4,30 4,58 4,67 4,75 4,86
GDP* 609822,20 618635,70 627122,40 635282,20 643115,20 650621,30 662767,00 665894,60 664970,70 651910,30 648946,70 647995,10 648336,80 651948,20 658110,60 670800,20 679082,60 686933,80 699344,20 702590,60 701663,20 688665,80 685313,10 683708,70 682357,40 685371,60 691255,70 704253,90 712695,00 720823,00 734000,00 737480,40 736626,20 723595,80 719953,70
INF 3,65 3,56 3,97 4,50 4,45 4,53 4,56 4,58 4,31 4,61 4,32 4,30 4,57 5,31 5,90 5,57 5,47 5,90 8,61 8,79 8,40 8,32 8,37 8,38 8,22 7,75 7,32 7,25 7,32 6,70 4,53 3,99 4,53 4,83 6,23
Rasio MM/ MPLS 7,84 6,49 6,23 6,64 6,77 6,78 6,83 6,85 6,01 6,95 7,03 7,15 8,67 8,37 8,55 8,66 8,64 8,64 8,63 8,53 8,46 8,42 8,42 8,42 9,34 8,35 8,53 8,72 8,78 8,86 9,07 9,53 9,58 9,62 9,85
Rasio RM/FM 5,57 5,76 5,89 5,98 6,16 6,21 6,42 6,60 6,79 7,08 7,27 7,32 7,46 7,70 8,05 8,18 8,23 8,12 7,88 7,90 7,99 7,87 7,79 8,11 8,24 8,27 8,28 8,14 8,13 7,99 7,84 7,99 8,00 8,01 8,08
TBH 15,99 16,06 16,03 15,88 15,82 16,02 15,76 16,08 15,94 15,95 15,72 14,90 16,10 15,78 15,77 15,61 15,49 14,93 16,03 15,35 15,04 15,19 14,55 14,40 14,42 14,35 14,29 14,13 21,32 21,87 18,23 21,37 20,75 22,11 21,18
127
2015
2016
Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nov Des Jan Feb
4,33 4,62 4,80 4,58 4,34 4,55 4,38 4,50 4,51 4,30 4,37 4,29 3,98 4,52 4,58
717858,30 715130,70 717762,70 723575,70 737090,40 745874,40 754448,50 768341,30 772349,50 772001,70 767297,70 758237,60 744821,40 754213,20 754213,20
8,36 6,96 6,29 6,38 6,79 7,15 7,26 7,26 7,18 6,83 6,25 4,89 3,35 4,14 4,42
9,98 8,88 8,81 8,82 8,69 8,70 8,61 8,90 8,95 9,00 9,15 9,25 9,07 8,98 8,80
8,18 8,16 8,22 8,30 8,15 7,90 7,75 7,85 7,82 7,92 8,12 8,22 8,05 7,75 7,85
20,69 19,88 20,20 22,31 19,08 17,94 17,94 17,90 11,64 11,64 12,10 11,98 12,21 12,32 12,29
* Data Interpolasi Lampiran 2 : Uji Normalitas
Lampiran 3 : Uji Linearitas Ramsey RESET Test Equation: UNTITLED Specification: NPF GDP INF MM_MPLS RM_FM TBH C Omitted Variables: Squares of fitted values
t-statistic F-statistic
Value 0.576412 0.332251
df 43 (1, 43)
Probability 0.5673 0.5673
128
Likelihood ratio
0.384853
1
0.5350
Sum of Sq. 0.029479 3.844700 3.815221 3.815221
df 1 44 43 43
Mean Squares 0.029479 0.087380 0.088726 0.088726
Value -6.813742 -6.621316
df 44 43
F-test summary:
Test SSR Restricted SSR Unrestricted SSR Unrestricted SSR LR test summary: Restricted LogL Unrestricted LogL
Unrestricted Test Equation: Dependent Variable: NPF Method: Least Squares Date: 08/26/16 Time: 13:54 Sample: 2012M01 2016M02 Included observations: 50 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
GDP INF MM_MPLS RM_FM TBH C FITTED^2
2.71E-05 -0.111847 0.320677 -0.507287 0.145261 -14.88903 -0.077887
1.70E-05 0.084787 0.223250 0.347690 0.095246 10.39867 0.135124
1.589922 -1.319154 1.436407 -1.459021 1.525112 -1.431821 -0.576412
0.1192 0.1941 0.1581 0.1518 0.1346 0.1594 0.5673
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.891162 0.875976 0.297869 3.815221 -6.621316 58.68065 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
3.544600 0.845809 0.544853 0.812536 0.646788 0.901368
Lampiran 4 : Uji Stasioner Variabel NPF Null Hypothesis: NPF has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 5 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-0.744067 -3.571310 -2.922449 -2.599224
0.8256
129
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel)
0.057888 0.043961
Phillips-Perron Test Equation Dependent Variable: D(NPF) Method: Least Squares Date: 09/06/16 Time: 20:10 Sample (adjusted): 2012M02 2016M02 Included observations: 49 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
NPF(-1) C
-0.037594 0.171236
0.042156 0.152625
-0.891775 1.121937
0.3771 0.2676
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.016639 -0.004284 0.245666 2.836531 0.278354 0.795263 0.377056
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.038776 0.245141 0.070271 0.147488 0.099567 2.363736
Lampiran 5 : Uji Stasioner Variabel GDP Null Hypothesis: GDP has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 3 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-1.621615 -3.571310 -2.922449 -2.599224
0.4641
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel)
50433332 1.08E+08
Phillips-Perron Test Equation Dependent Variable: D(GDP) Method: Least Squares Date: 09/06/16 Time: 20:13
130
Sample (adjusted): 2012M02 2016M02 Included observations: 49 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
GDP(-1) C
-0.041111 31624.79
0.023940 16731.79
-1.717279 1.890102
0.0925 0.0649
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.059041 0.039021 7251.168 2.47E+09 -504.0640 2.949048 0.092512
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
2946.755 7396.920 20.65567 20.73289 20.68497 0.864232
Lampiran 6 : Uji Stasioner Variabel Inflasi Null Hypothesis: INF has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 1 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-2.123878 -3.571310 -2.922449 -2.599224
0.2365
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel)
0.574060 0.751385
Phillips-Perron Test Equation Dependent Variable: D(INF) Method: Least Squares Date: 09/06/16 Time: 20:16 Sample (adjusted): 2012M02 2016M02 Included observations: 49 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
INF(-1) C
-0.132258 0.805725
0.068918 0.426245
-1.919048 1.890287
0.0611 0.0649
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic
0.072663 0.052932 0.773620 28.12892 -55.92995 3.682744
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.015714 0.794945 2.364488 2.441705 2.393784 1.376124
131
Prob(F-statistic)
0.061062
Lampiran 7 : Uji Stasioner Variabel MM/MPLS Null Hypothesis: MM_MPLS has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 3 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-1.542341 -3.571310 -2.922449 -2.599224
0.5040
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel)
0.188970 0.172060
Phillips-Perron Test Equation Dependent Variable: D(MM_MPLS) Method: Least Squares Date: 09/06/16 Time: 20:18 Sample (adjusted): 2012M02 2016M02 Included observations: 49 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
MM_MPLS(-1) C
-0.103305 0.884053
0.064183 0.540819
-1.609531 1.634655
0.1142 0.1088
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.052240 0.032074 0.443860 9.259538 -28.70692 2.590589 0.114197
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.019591 0.451154 1.253344 1.330561 1.282640 2.018868
Lampiran 8 : Uji Stasioner Variabel RM/FM Null Hypothesis: RM_FM has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 0 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel
Phillips-Perron test statistic
Adj. t-Stat
Prob.*
-3.843163
0.0047
132
Test critical values:
1% level 5% level 10% level
-3.571310 -2.922449 -2.599224
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel)
0.016324 0.016324
Phillips-Perron Test Equation Dependent Variable: D(RM_FM) Method: Least Squares Date: 09/06/16 Time: 20:20 Sample (adjusted): 2012M02 2016M02 Included observations: 49 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
RM_FM(-1) C
-0.094189 0.765096
0.024508 0.187916
-3.843163 4.071486
0.0004 0.0002
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.239112 0.222923 0.130456 0.799884 31.29219 14.76990 0.000364
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.046466 0.147990 -1.195600 -1.118383 -1.166304 1.311033
Lampiran 9 : Uji Stasioner Variabel TBH Null Hypothesis: TBH has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 3 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-1.756579 -3.571310 -2.922449 -2.599224
0.3972
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel)
2.662372 2.487443
Phillips-Perron Test Equation
133
Dependent Variable: D(TBH) Method: Least Squares Date: 09/06/16 Time: 20:29 Sample (adjusted): 2012M02 2016M02 Included observations: 49 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
TBH(-1) C
-0.150965 2.408455
0.082581 1.379467
-1.828085 1.745932
0.0739 0.0874
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.066384 0.046520 1.666033 130.4562 -93.51882 3.341896 0.073888
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-0.075510 1.706191 3.898727 3.975944 3.928023 2.091832
Lampiran 10 : Uji Derajat Integrasi Variabel NPF Null Hypothesis: D(NPF) has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 4 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-8.385875 -3.574446 -2.923780 -2.599925
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel)
0.057255 0.058204
Phillips-Perron Test Equation Dependent Variable: D(NPF,2) Method: Least Squares Date: 09/06/16 Time: 20:31 Sample (adjusted): 2012M03 2016M02 Included observations: 48 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(NPF(-1)) C
-1.208860 0.044673
0.143929 0.035709
-8.399028 1.251034
0.0000 0.2172
R-squared
0.605298
Mean dependent var
-0.001667
134
Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.596718 0.244427 2.748256 0.536576 70.54367 0.000000
S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.384898 0.060976 0.138943 0.090440 2.097584
Lampiran 11 : Uji Derajat Integrasi Variabel GDP Null Hypothesis: D(GDP) has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 0 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-3.575050 -3.574446 -2.923780 -2.599925
0.0100
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel)
36252663 36252663
Phillips-Perron Test Equation Dependent Variable: D(GDP,2) Method: Least Squares Date: 09/06/16 Time: 20:32 Sample (adjusted): 2012M03 2016M02 Included observations: 48 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(GDP(-1)) C
-0.429790 1109.257
0.120219 958.5838
-3.575050 1.157183
0.0008 0.2532
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.217434 0.200422 6150.518 1.74E+09 -485.8536 12.78098 0.000836
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-183.6146 6878.301 20.32723 20.40520 20.35670 1.957736
135
Lampiran 12 : Uji Derajat Integrasi Variabel Inflasi Null Hypothesis: D(INF) has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 7 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-4.900655 -3.574446 -2.923780 -2.599925
0.0002
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel)
0.584283 0.389342
Phillips-Perron Test Equation Dependent Variable: D(INF,2) Method: Least Squares Date: 09/06/16 Time: 20:33 Sample (adjusted): 2012M03 2016M02 Included observations: 48 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(INF(-1)) C
-0.725755 0.015117
0.141941 0.112712
-5.113087 0.134122
0.0000 0.8939
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.362383 0.348522 0.780825 28.04560 -55.21219 26.14366 0.000006
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.007708 0.967394 2.383841 2.461808 2.413305 1.847816
Lampiran 13 : Uji Derajat Integrasi Variabel MM/MPLS Null Hypothesis: D(MM_MPLS) has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 3 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-9.111775 -3.574446 -2.923780 -2.599925
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
136
Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel)
0.158030 0.145757
Phillips-Perron Test Equation Dependent Variable: D(MM_MPLS,2) Method: Least Squares Date: 09/06/16 Time: 20:34 Sample (adjusted): 2012M03 2016M02 Included observations: 48 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(MM_MPLS(-1)) C
-1.170178 0.052075
0.130188 0.058694
-8.988344 0.887229
0.0000 0.3796
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.637196 0.629309 0.406080 7.585459 -23.82982 80.79032 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.024284 0.666970 1.076243 1.154209 1.105706 2.186712
Lampiran 14 : Uji Derajat Integrasi Variabel RM/FM Null Hypothesis: D(RM_FM) has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 1 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-4.327805 -3.574446 -2.923780 -2.599925
0.0012
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel)
0.017173 0.018463
Phillips-Perron Test Equation Dependent Variable: D(RM_FM,2) Method: Least Squares Date: 09/06/16 Time: 20:36 Sample (adjusted): 2012M03 2016M02 Included observations: 48 after adjustments
137
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(RM_FM(-1)) C
-0.556530 0.023382
0.130743 0.020211
-4.256684 1.156907
0.0001 0.2533
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.282588 0.266992 0.133864 0.824305 29.43692 18.11936 0.000101
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-0.001857 0.156355 -1.143205 -1.065238 -1.113741 1.795779
Lampiran 15 : Uji Derajat Integrasi Variabel TBH Null Hypothesis: D(TBH) has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 1 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-7.797637 -3.574446 -2.923780 -2.599925
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel)
2.856198 2.774702
Phillips-Perron Test Equation Dependent Variable: D(TBH,2) Method: Least Squares Date: 09/06/16 Time: 20:41 Sample (adjusted): 2012M03 2016M02 Included observations: 48 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(TBH(-1)) C
-1.136751 -0.088997
0.146046 0.249431
-7.783492 -0.356801
0.0000 0.7229
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.568410 0.559028 1.726378 137.0975 -93.29685 60.58275 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-0.002083 2.599743 3.970702 4.048669 4.000166 2.056992
138
Lampiran 16 : Uji Kointegrasi Johansen Test Date: 08/26/16 Time: 17:03 Sample (adjusted): 2012M04 2016M02 Included observations: 47 after adjustments Trend assumption: Linear deterministic trend Series: NPF GDP INF MM_MPLS RM_FM TBH Lags interval (in first differences): 1 to 2 Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None * At most 1 * At most 2 At most 3 At most 4 At most 5
0.675371 0.512803 0.485817 0.194346 0.077734 0.011674
132.4507 79.57232 45.77522 14.51195 4.355215 0.551894
95.75366 69.81889 47.85613 29.79707 15.49471 3.841466
0.0000 0.0068 0.0774 0.8107 0.8729 0.4575
Trace test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Max-Eigen Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None * At most 1 At most 2 * At most 3 At most 4 At most 5
0.675371 0.512803 0.485817 0.194346 0.077734 0.011674
52.87833 33.79710 31.26328 10.15673 3.803321 0.551894
40.07757 33.87687 27.58434 21.13162 14.26460 3.841466
0.0011 0.0511 0.0161 0.7298 0.8795 0.4575
Lampiran 17 : Uji Asumsi Klasik 1. Uji Multikolinearitas
GDP INF MM_MPLS RM_FM TBH
GDP
INF
MM_MPLS
RM_FM
TBH
1.000000 0.320427 0.734487 0.684515 0.043648
0.320427 1.000000 0.427713 0.579865 0.042818
0.734487 0.427713 1.000000 0.831544 0.223500
0.684515 0.579865 0.831544 1.000000 0.115874
0.043648 0.042818 0.223500 0.115874 1.000000
2. Uji Autokorelasi
139
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
9.624090 15.71327
Prob. F(2,42) Prob. Chi-Square(2)
0.0004 0.0004
Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 08/26/16 Time: 17:16 Sample: 2012M01 2016M02 Included observations: 50 Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
GDP INF MM_MPLS RM_FM TBH C RESID(-1) RESID(-2)
-2.41E-07 0.001592 0.049901 -0.044792 -0.011019 0.266935 0.593826 -0.020666
1.27E-06 0.027475 0.075763 0.097833 0.013225 0.660753 0.155660 0.159692
-0.189994 0.057961 0.658641 -0.457840 -0.833224 0.403986 3.814899 -0.129413
0.8502 0.9541 0.5137 0.6494 0.4094 0.6883 0.0004 0.8976
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.314265 0.199976 0.250544 2.636444 2.617871 2.749740 0.019132
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-9.85E-16 0.280113 0.215285 0.521209 0.331783 2.036456
3. Uji Autokorelasi dengan WLS Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
0.330707 0.777922
Prob. F(2,41) Prob. Chi-Square(2)
0.7203 0.6778
Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 08/26/16 Time: 23:12 Sample: 2012M02 2016M02 Included observations: 49 Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
GDP-0.552198*GDP(-1) INF-0.552198*INF(-1) MM_MPLS-0.552198*MM_MPLS(-1) RM_FM-0.552198*RM_FM(-1)
3.05E-08 0.000424 0.017931 -0.038156
2.26E-06 0.040708 0.100542 0.180771
0.013481 0.010404 0.178345 -0.211074
0.9893 0.9917 0.8593 0.8339
140
TBH-0.552198*TBH(-1) C RESID(-1) RESID(-2)
-0.004555 0.087428 0.137131 -0.007529
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.015876 -0.152145 0.241568 2.392556 4.448729 0.094488 0.998371
0.020127 0.670961 0.168661 0.160616
-0.226294 0.130303 0.813052 -0.046876
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.8221 0.8970 0.4209 0.9628 -6.09E-16 0.225053 0.144950 0.453818 0.262134 1.969690
4. Uji Heteroskedastisitas Heteroskedasticity Test: White F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS
0.601630 14.66224 13.66473
Prob. F(20,29) Prob. Chi-Square(20) Prob. Chi-Square(20)
0.8797 0.7954 0.8471
Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 08/26/16 Time: 17:12 Sample: 2012M01 2016M02 Included observations: 50 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C GDP^2 GDP*INF GDP*MM_MPLS GDP*RM_FM GDP*TBH GDP INF^2 INF*MM_MPLS INF*RM_FM INF*TBH INF MM_MPLS^2 MM_MPLS*RM_FM MM_MPLS*TBH MM_MPLS RM_FM^2 RM_FM*TBH RM_FM TBH^2 TBH
-15.61848 -2.02E-11 1.95E-08 8.51E-07 -2.32E-07 -9.11E-07 3.80E-05 -0.000347 -0.048523 0.145403 0.001027 -0.753595 -0.054211 0.054845 0.023633 -0.286808 -0.056836 -0.002308 -0.062232 -0.005669 0.665399
20.09523 4.74E-11 1.34E-06 3.74E-06 4.46E-06 7.37E-07 5.04E-05 0.016333 0.078155 0.104380 0.008221 1.025364 0.079889 0.167237 0.043941 1.581816 0.188913 0.063741 2.135677 0.005090 0.784508
-0.777223 -0.425328 0.014589 0.227180 -0.052084 -1.234735 0.753896 -0.021236 -0.620854 1.393020 0.124870 -0.734954 -0.678578 0.327948 0.537840 -0.181316 -0.300860 -0.036207 -0.029139 -1.113778 0.848173
0.4433 0.6737 0.9885 0.8219 0.9588 0.2268 0.4570 0.9832 0.5395 0.1742 0.9015 0.4683 0.5028 0.7453 0.5948 0.8574 0.7657 0.9714 0.9770 0.2745 0.4033
R-squared Adjusted R-squared
0.293245 -0.194172
Mean dependent var S.D. dependent var
0.076894 0.120507
141
S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.131688 0.502909 44.03731 0.601630 0.879716
Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-0.921492 -0.118443 -0.615687 1.985002
Lampiran 18 : Hasil Analisis Jangka Panjang Dependent Variable: NPF Method: Least Squares Date: 08/26/16 Time: 23:25 Sample: 2012M01 2016M02 Included observations: 50 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C GDP INF MM_MPLS RM_FM TBH
-8.911691 1.73E-05 -0.066741 0.202506 -0.318259 0.091061
0.766938 1.47E-06 0.032388 0.087703 0.114638 0.015052
-11.61983 11.80066 -2.060647 2.308995 -2.776210 6.049697
0.0000 0.0000 0.0453 0.0257 0.0080 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.890321 0.877858 0.295600 3.844700 -6.813742 71.43443 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
3.544600 0.845809 0.512550 0.741992 0.599923 0.895604
Lampiran 19 : Hasil Uji ECT Null Hypothesis: ECT has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 3 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-3.711348 -3.571310 -2.922449 -2.599224
0.0068
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel)
0.055066 0.060456
142
Phillips-Perron Test Equation Dependent Variable: D(ECT) Method: Least Squares Date: 09/06/16 Time: 21:16 Sample (adjusted): 2012M02 2016M02 Included observations: 49 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
ECT(-1) C
-0.446005 0.003528
0.123974 0.034239
-3.597577 0.103054
0.0008 0.9184
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.215916 0.199233 0.239602 2.698231 1.503002 12.94256 0.000769
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.006509 0.267755 0.020286 0.097503 0.049582 1.899605
Lampiran 20 : Hasil Analisis Jangka Pendek Dependent Variable: D(NPF) Method: Least Squares Date: 08/26/16 Time: 23:43 Sample (adjusted): 2012M02 2016M02 Included observations: 49 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C D(GDP) D(INF) D(MM_MPLS) D(RM_FM) D(TBH) ECT(-1)
0.024065 1.00E-05 -0.064689 -0.021842 -0.258072 0.052566 -0.397682
0.035334 4.39E-06 0.039687 0.069398 0.216272 0.018792 0.115513
0.681069 2.275542 -1.629960 -0.314738 -1.193278 2.797266 -3.442763
0.4996 0.0280 0.1106 0.7545 0.2395 0.0077 0.0013
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.349476 0.256545 0.211370 1.876452 10.40173 3.760563 0.004380
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.038776 0.245141 -0.138846 0.131414 -0.036310 2.140831
143