i
ii
INDEKS 06
Fakta Pahit: Produksi Turun, Konsumsi BBM Naik
14
Penghambat Upaya Mencari Terobosan Kebijakan Energi
19
Menyikapi Krisis Energi
26
Apa yang Diperlukan?
32
Gagasan dan Tindakan Kongkrit untuk Solusi Jangka Pendek, Menengah dan Jangka Panjang
48
Daftar Referensi
54
Biografi Arifin Panigoro
iii
Assalamu’alaikum Wr. Wb., Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua…., Terima kasih kepada Rektor Universitas Paramadina, Doktor Anies Rasyid Baswedan, yang memberikan saya kehormatan untuk berbicara di depan civitas akademika dan para wisudawan yang membanggakan kita semua. Juga sahabat saya Prof. Dr. Didik J. Rachbini selaku Ketua Umum Yayasan Wakaf Paramadina, dan para tamu undangan.
Sebagai sebuah orasi, topik yang diberikan kepada saya sangat relevan, sedang hangat kita bicarakan di berbagai kesempatan, yakni: ketahanan energi untuk Indonesia baru. Dalam kesempatan ini, perkenankan saya untuk mengelaborasi sekaligus meresonansikan intisari orasi ini sebagai harapan dan pesan kepada para sahabat kita yang kini dipercaya memegang tampuk amanah pemerintahan baru Republik Indonesia.
04
Saudara-saudara, para wisudawan, dan civitas akademika Universitas Paramadina….,
Saya akan mulai paparan ini dengan menyatakan bahwa Indonesia sekarang ini berada di tengah-tengah krisis energi. Krisis energi bukan lagi ilusi, atau akan datang, atau sebuah pernyataan yang mengada-ada, tetapi sesuatu yang nyata, real, dan sedang melanda negara kita sekarang ini.
Kata krisis menurut pendapat saya mengandung dua pengertian, yaitu ‘kemelut besar’ dan ‘saat yang menentukan’. Kemelut mengandung pengertian ‘kusut dan kacau’. Kekusutan dan kekacauan ini perlu diurai. Kemampuan bangsa kita untuk mengatasi kekusutan dan kekacauan tersebut akan menentukan masa depan kita. Artinya, apakah kita akan menjadi negara berdaulat, bermartabat dan sejahtera di masa yang akan datang atau akan menjadi bangsa miskin tanpa martabat, hal itu akan ditentukan oleh kemampuan tersebut.
Apabila diantara kita masih ada yang meragukan mengenai hadirnya krisis energi di Indonesia sekarang ini, marilah kita lihat bersama ‘brutal fact’ atau ‘fakta pahit’ yang ada di depan mata kita sekarang ini.
05
FAKTA PAHIT Produksi Turun, Konsumsi BBM Naik Data yang ada dalam catatan pemerintah menunjukkan kebutuhan konsumsi energi Indonesia pada tahun 2010 mencapai 3,3 juta barel setara minyak perhari. Diperkirakan 15 tahun kemudian, yaitu pada tahun 2025 kebutuhan itu akan menjadi 3 kali lipat atau 7,7 juta barel setara minyak perhari. Kenaikan konsumsi yang tinggi ini terjadi terutama karena pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan penduduk, dan borosnya pemakaian energi akibat dari moda transportasi yang didominasi oleh meningkatnya kendaraan pribadi dan harga BBM yang murah karena disubsidi.
Di pihak lain, dalam hal BBM, kita melihat fakta makin turunnya kemampuan produksi nasional. Kegiatan eksplorasi minyak dan gas makin berkurang sejak tahun 1998. Puncak kemampuan produksi minyak nasional tercapai pada tahun 1977 (1,683 juta barel perhari) dan yang kedua pada tahun 1995 (1,642 juta barel per hari).
Pada tahun 2006 produksi
minyak Indonesia turun menjadi 1 juta barel perhari, dan pada tahun 2013 mencapai hanya 830 ribu barel per hari dan sampai bulan Juli 2014 hanya mencapai 788 ribu barel per hari.
Di
samping itu, sebagian terbesar dari minyak yang dihasilkan 06
sekarang ini berasal dari lapangan-lapangan tua yang ditemukan pada tahun 1980-an dan sudah mengalami tingkat pengurasan cadangan yang sangat tinggi , sehingga sulit meningkatkan produksi minyak dari lapangan tua tersebut.
Impor Minyak yang Makin Besar Kekurangmampuan memenuhi kebutuhan energi dalam negeri dengan produksi sendiri telah mengharuskan Indonesia mengimpor BBM. Impor ini makin lama makin besar; sebagai akibatnya pada 2004 Indonesia telah menjadi Negara Net Importer minyak, dan ‘dikeluarkan’ dari anggota OPEC. Pada tahun 2013, produksi nasional Indonesia sebesar 328 juta barel, sementara konsumsi mencapai 453 juta barel;
07
Indonesia mengimpor 131 juta barel BBM. Secara agregat konsumsi BBM nasional menunjukkan kenaikan sekitar 7% sampai dengan 10% setahun, sementara kemampuan produksi nasional menurun antara 10-12% setahun. Pada tahun 2013 Indonesia mengeluarkan US$ 42,154 miliar untuk impor minyak dan BBM; jumlah ini setara dengan US$ 150 juta setiap hari. Ini pemborosan devisa yang mengkhawatirkan. Bayangkan, apa yang bisa kita bangun dengan duit sebesar itu untuk sektor pendidikan, kesehatan, atau infrastruktur?
Cadangan Minyak akan Habis dalam 11 Tahun, Namun Tetap Merasa Negara Kaya Minyak Menurut 2013 BP Statistical Review, cadangan minyak Indonesia tahun 2012 adalah 3,7 miliar barrel setara dengan 0,2% total cadangan minyak dunia, dengan tingkat produksi minyak saat ini (321 juta barel per tahun), diperkirakan cadangan minyak Indonesia akan habis dalam 11 tahun mendatang bila tidak ada penemuan cadangan minyak baru.
Celakanya, hal yang lebih memprihatinkan adalah masih kuatnya persepsi masyarakat luas yang telah terbentuk selama ini yang tetap ‘merasa’ bahwa Indonesia adalah negara yang kaya-raya minyak, padahal cadangannya hanya 0,2 persen dari total cadangan minyak dunia, sementara penduduk Indonesia
08
235 juta. Saudi Arabia memilki cadangan 63 kali cadangan minyak Indonesia, sementara penduduknya hanya 27,9 juta. Dengan demikian cadangan minyak per kapita Saudi Arabia adalah 527 kali lipat cadangan minyak per kapita Indonesia, bahkan tetangga dekat kita, Brunei Darussalam memiliki 153 kali lipat dari cadangan minyak per kapita kita!
Subsidi BBM Makin Membengkak dan Sebagian Besar Dinikmati Oleh yang Tidak Berhak Anggapan keliru saat ini adalah harga BBM harus murah, tanpa berpikir bahwa hal ini menyebabkan terkurasnya dana pemerintah untuk subsidi, menciptakan ketergantungan terhadap impor minyak dan BBM, serta menghambat pengembangan energi lainnya. Walaupun cadangan minyak per kapita Indonesia adalah yang terkecil dibandingkan dengan negara penghasil minyak yang lain dan sejak 2004 menjadi Net Importer, namun Indonesia adalah negara yang ‘sangat berani’ menetapkan kebijakan yang memberikan subsidi BBM yang sangat besar, dengan menetapkan harga BBM yang sangat rendah. Dibandingkan dengan Negara ASEAN lain, harga bensin di Indonesia lebih rendah dari Malaysia, Singapura, Filipina dan Thailand. Hanya Brunei yang menetapkan harga bensin lebih rendah dari Indonesia.
09
Harga bensin Indonesia pada tahun 2013 adalah pada posisi nomor 13 paling murah di dunia. Kelompok 13 negara dengan harga bensin terendah ini ‘isinya’ adalah negara-negara petro dolar yang dikenal sebagai raksasa produsen minyak dunia seperti Arab Saudi, Venezuela, Irak, Qatar, Kuwait, Libya, Aljazair, Oman, dan Bahrain. Harga bensin di Indonesia bahkan lebih murah dari harga bensin di Uni Emirat Arab yang memiliki 688 kali lipat cadangan minyak per kapita Indonesia.
Akibat dari kebijakan subsidi yang besar tersebut, dengan naiknya harga dan konsumsi BBM, maka anggaran yang dikeluarkan untuk subsidi pun makin besar, sehingga pada tahun 2013 pemerintah mengeluarkan Rp 210 triliun untuk subsidi BBM, berkisar sekitar 15 % dari APBN. Namun ironisnya, subsidi yang dimaksudkan untuk membantu rakyat kecil justru dinikmati oleh mereka yang tidak berhak; 77% subsidi BBM ini dinikmati oleh 25% rumah tangga yang berpenghasilan paling tinggi di Indonesia.
Cadangan Operasional BBM Sangat Kecil Cadangan operasional BBM yang ada sekarang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi 20-25 hari dan pemerintah belum memilki cadangan strategis. Ini menunjukkan rentannya posisi Indonesia terhadap ‘serangan’ melalui paso-
10
kan minyak. Indonesia dengan mudah bisa ‘diduduki’ oleh mereka yang punya kemampuan untuk menutup aliran impor BBM ke Indonesia. Tidak diperlukan angkatan bersenjata dan persenjataan yang hebat untuk menaklukkan Indonesia. Dengan menutup aliran impor BBM selama tiga bulan saja, Indonesia sudah akan menyerah.
Energi Terbarukan yang Terabaikan Konsumsi energi 2012 tetap menunjukkan ketergantungan yang luar biasa besarnya terhadap energi yang tak terbarukan; 94,3% energi yang dikonsumsi berasal dari fosil yang dikuras dari perut bumi, yang terdiri dari: 49,7% minyak bumi, 25,5% batubara, dan 20,1% gas. Hanya 5,7 % energi yang dikonsumsi berasal dari energi baru dan terbarukan. Padahal Indonesia adalah negara yang punya potensi berlimpah ruah dalam energi baru dan terbarukan.
Dalam hal potensi panas bumi, Indonesia memilki panas bumi dengan potensi 29 ribu MW atau setara dengan 40% panas bumi dunia. Untuk pembangkit hidro atau air, potensinya 76 ribu MW dan potensi biomassa 50 ribu MW. Di sini belum termasuk daya energi dari matahari, angin, sampai dengan ombak.
11
Pada tahun 2013, kapasitas terpasang baru mencapai 3,25% dari potensi energi biomassa, hanya 4,22% dari potensi energi geothermal, dan 8,79% potensi energi air. Potensi yang sangat besar dari energi terbarukan yang boleh dikatakan belum tersentuh adalah potensi energi yang berasal dari bahan bakar nabati atau biofuel, padahal potensinya sangat besar. Misalnya, data perdagangan Crude Palm Oil (CPO) dunia menunjukkan bahwa lebih dari 47 % pasar CPO dunia dibanjiri oleh CPO yang berasal dari Indonesia. Total angka ekspor CPO tahun 2011 mencapai lebih dari US$ 19,7 miliar.
Sumber energi baru dan yang terbarukan tersebut praktis belum banyak dimanfaatkan. Indonesia masih terpaku pada pengurasan sumber energi yang tak terbarukan.
Infrastruktur yang Tidak Memadai Sekarang ini, kebutuhan BBM Indonesia sekitar 1,6 juta barrel per hari (bph) dan sebagian besar diimpor, baik dalam bentuk minyak mentah maupun BBM. Tetapi Indonesia hanya mempunyai 9 kilang minyak dengan kapasitas 1.047 juta bph, itupun dengan kapasitas produksi sekitar 60-70% karena kilang minyak sudah tua, dibangun di era 1980 an. Akhirnya dipilihlah solusi jalan pintas yaitu impor BBM.
12
Nampaknya Pemerintah Indonesia masih enggan untuk melakukan pembangunan kilang .
Akan halnya infrastruktur gas, Indonesia masih kekurangan, sehingga banyak cadangan migas yang belum dapat dikembangkan karena ketidak tersediaan infrastruktur ini, dan apabila infrastruktur gas dibangun khusus untuk monetisasi cadangan gas tersebut, seringkali perhitungan keekonomiannya tidak ekonomis karena tambahan biaya infrastruktur yang sangat besar.
13
PENGHAMBAT UPAYA MENCARI TEROBOSAN KEBIJAKAN ENERGI Walaupun di depan mata kita sekarang ada fakta-fakta pahit seperti yang diuraikan di atas, namun usaha untuk keluar dari masalah yang dihadapi tetap lambat. Akar kelambatan ini bermacam-macam, diantaranya adalah cara melihat masalah, kekurang beranian, regulasi, dan persepsi masyarakat.
Belum Melihat Adanya Krisis Salah satu masalah besar dalam upaya melakukan perbaikan dan mencari terobosan adalah apabila orang merasa tidak punya masalah. Dalam hal masalah energi yang dihadapi Indonesia, nampaknya banyak pejabat negara yang belum melihatnya sebagai krisis. Sebagai akibat dari cara pandang seperti ini, maka kemelut besar energi ini ditangani oleh pemerintah dengan cara ‘business as usual’. Salah satu indikator “business as usual” ini adalah banyaknya wacana yang berkembang mengenai permasalahan energi, banyak rencana, namun langka tindakan nyata.
Pemerintah memang sudah mengeluarkan Keputusan Presiden tentang rencana perubahan bauran energi nasional sampai dengan tahun 2050; target bauran energi nasional tahun 14
2025 adalah: 25% minyak bumi, 22% gas, 30% batubara, dan 23% energi baru dan terbarukan. Namun apabila dilihat dari kemajuan yang dicapai sampai tahun 2012 dimana pemakaian minyak bumi masih pada tingkat 49,7% (masih 8% di atas yang ditargetkan), sementara pemakaian energi baru dan terbarukan masih tak berubah (hanya sekitar 6%) , maka boleh dikatakan: belum ada komitmen politik yang kuat untuk mencapai target yang telah ditetapkan.
Bertahan pada Kebijakan Energi yang ‘Kelihatan’ Populis , Tetapi Menjerumuskan Sebenarnya, makin besarnya anggaran untuk subsidi BBM dari tahun ke tahun telah menimbulkan kekhawatiran banyak pihak, dan akibat buruknya bagi perkembangan ekonomi Indonesia sudah diketahui. Bahkan kenyataan bahwa subsidi yang sangat memberatkan tersebut sebagian terbesar dinikmati oleh kelompok rumah tangga berpenghasilan tinggi dari pada oleh rakyat miskin, itupun orang-orang juga sudah tahu. Namun pemegang kekuasaan tetap saja tidak berani mengambil tindakan yang diperlukan untuk mengurangi subsidi minyak tersebut, khususnya keluar dari kebijakan harga BBM murah, dan mengalihkan dana yang tadinya dipakai belanja BBM untuk membiayai sektor kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur. Pejabat yang berwenang mencoba membangun citra diri
15
sebagai pemimpin yang populis, yang seolah-olah memeratakan kesejahteraan bagi rakyat banyak, walaupun dengan potensi kerusakan ekonomi jangka panjang yang akibatnya akan dirasakan oleh generasi yang akan datang. Dalam menghadapi kemelut besar energi di Indonesia, sampai saat ini pemerintah tidak menunjukkan kepemimpinan yang berani tidak populer demi mengedepankan kepentingan bangsa yang lebih besar dalam jangka panjang.
Regulasi yang Tidak Memberi Insentif Bagi Investasi Dalam Sektor Energi Penurunan minat investasi untuk eksplorasi baru migas sangat berkaitan dengan besarnya hambatan regulasi dan birokrasi. Kebijakan fiskal dan pajak yang dibebankan kepada investor sejak masa eksplorasi adalah salah satu contohnya. Disamping itu tumpang tindih lahan dan izin, ketidak-selarasan satu peraturan dengan peraturan yang lain, serta panjang dan berbelitbelitnya proses perizinan menyebabkan minat para investor untuk mengembangkan sumber-sumber energi baru di Indonesia menurun.
16
Masyarakat yang Masih Punya Persepsi bahwa Indonesia Adalah Negara Sangat Kaya BBM Dibanding negara ASEAN lainnya, harga bensin di Indonesia termasuk MURAH Akibatnya, subsidi BBM sangat BESAR (dalam Rupiah)
4,153
5,968
6,500
10,340
12,147
12,453
13,298
13,396
14,553
15,695
Sebagian besar rakyat Indonesia saat ini masih punya persepsi bahwa Indonesia termasuk dalam kelompok negara penghasil minyak papan atas. Saya duga, kebijakan subsidi BBM yang berlangsung sampai saat ini pada awalnya dibangun atas dasar persepsi ini, dan kehendak untuk memanfaatkan kekayaan bumi dan air Indonesia sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat. Keanggotaan Indonesia sebagai anggota OPEC di masa lalu menguatkan persepsi ini, dan membuat masyarakat merasa berhak atas subsidi BBM, walaupun sekarang ini Indonesia sudah menjadi negara net importer minyak. Persepsi inilah yang sering dieksploitasi oleh kelompok tertentu untuk mengajak masyarakat melawan kebijakan pengurangan
17
subsidi BBM. Persepsi ini jugalah yang menyebabkan pengurangan subsidi BBM menjadi kebijakan yang tidak popular dan ditakuti oleh pemegang kekuasaan yang kurang keberanian, dan lebih mengutamakan citra diri.
Bila kita tidak melakukan sesuatu dari sekarang (do nothing), Woodmac Research memperkirakan Indonesia akan menjadi importir BBM terbesar di dunia di tahun 2018, mengalahkan Amerika Serikat dan Meksiko. Kementerian ESDM juga memperkirakan Indonesia akan menjadi net energy importer di tahun 2019 dengan total permintaan energi sebesar 6.19 juta barel setara minyak per hari, sedangkan penyediaan energi hanya mencapai 6,04 juta barel setara minyak per hari. Kita tidak boleh mengulang kesalahan yang sama menjadi net importer yang kedua kalinya.
18
MENYIKAPI KRISIS ENERGI Krisis adalah krisis. Tidak ada yang akan berubah apabila kita tidak melakukan sesuatu yang baru. Pemerintah dan masyarakat Indonesia perlu mengembangkan sikap yang dapat meningkatkan daya tahan bangsa kita dalam menghadapi krisis. Menurut pendapat saya, beberapa sikap di bawah ini akan membuat kita lebih tangguh menghadapi krisis.
Berhenti Menipu Diri Sendiri Sudah terlalu lama Indonesia terlena; terlena oleh perasaan bahwa cadangan minyak kita sangat besar, dan kita tidak per19
lu bersusah payah, kita tinggal menikmati saja kekayaan bumi Indonesia. Pada hal kenyataan yang ada tidak mendukung persepsi tersebut . Di masa lalu kita sudah sering menipu diri sendiri dengan menyebut ‘utang’ yang kita terima dari luar negeri sebagai ‘bantuan’ luar negeri, keluarga yang didera kemiskinan kita sebut keluarga ‘pra sejahtera’, mereka yang kelaparan kita sebut ‘kekurangan gizi.’ Hentikan eufemisme dan metafora berlebihan tersebut!
Kini waktunya meninggalkan kebiasaan menipu diri sendiri dalam hal energi. Kita perlu melihat krisis sebagai krisis. Krisis tidak bisa diatasi dengan menyebutnya ‘bukan krisis’. Kita perlu belajar mengambil tanggung jawab terhadap persoalan yang dihadapi oleh bangsa kita sekarang ini, termasuk dalam hal energi. Dalam hal ini, mencari kambing hitam tidak akan memecahkan masalah.
Di Mana Ada Kemauan di Sana Ada Jalan: Mengubah Masalah Jadi Peluang Kemelut yang kita hadapi memang sangat besar dan kompleks. Ini adalah saat-saat yang sangat menentukan. Apabila tidak ditangani dengan baik, kita bisa terjerumus dalam spiral yang terus menurun dan pada suatu saat kita menemukan bangsa kita menjadi salah satu ‘pariah’ dalam bidang energi: miskin
20
dan tanpa martabat. Namun apabila bangsa kita dapat mengatasi krisis ini dengan baik, maka kita akan dapat menegakkan martabat bangsa Indonesia menjadi bangsa yang berdaulat dalam bidang energi.
Dalam keadaan seperti sekarang ini, kita perlu kembali kepada kearifan para leluhur kita yang meyakinkan kita bahwa ‘di mana ada kemauan di sana ada jalan.’ Saya sendiri melihat banyak jalan keluar dari krisis ini. Hanya, kemudian, apakah kita mau dan punya komitmen yang kuat untuk melalui jalan itu yang mungkin terjal, berbatu-batu, berbahaya dan banyak rintangan? Inilah tantangannya.
Cara lain dalam menyikapi krisis ini adalah dengan mengubah krisis menjadi peluang. Yakni peluang untuk mengerahkan potensi yang terbaik yang ada pada bangsa kita, peluang untuk menunjukkan bahwa kita bangsa yang cerdas dan berkarakter kuat. Kekuatan karakter suatu bangsa atau seorang pemimpin diuji justru ketika yang bersangkutan menghadapi tantangan besar, ketika berada dalam dilema. Dalam hal krisis energi sekarang, ini adalah peluang emas untuk: mengubah 77 juta hektar lahan kritis menjadi hutan dan perkebunan yang menghasilkan minyak nabati, mentransformasikan dominasi kita dalam produksi CPO menjadi dominasi kita dalam produksi
21
bahan bakar nabati dunia, meningkatkan kemampuan kita untuk memanfaatkan energi panas bumi, meningkatkan kemampuan riset dan teknologi dan menciptakan lebih banyak tenaga kerja yang kompeten, meningkatkan kemampuan kita menciptakan berjuta-juta lapangan kerja baru dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan berbagai kegiatan pengembangan ‘kebun energi’ yang menghasilkan bahan bakar nabati, dan mengembalikan kebanggaan kita sebagai bangsa Indonesia di tengah-tengah bangsa lain di dunia .
Belajar dari Negeri Jiran Indonesia bukanlah satu-satunya negara yang pernah dilanda krisis energi. Banyak negara lain pernah mengalami. Namun ada negara yang berhasil mengatasinya dalam jangka panjang, ada yang kurang berhasil. Dalam mengatasi krisis energi ini kita tidak perlu mulai dari ‘nol;’ kita bisa langsung belajar dari negara yang kita anggap sudah berhasil, seperti Brazil, Korea Selatan, dan Jerman. Brazil dan Jerman adalah dua negara yang belakangan ini dinabalkan sebagai kampiun produsen dan pengguna energi terbarukan.
Prestasi yang dicapai Brazil dan Jerman adalah buah kerja keras dan ketekunan untuk fokus pada energi terbarukan sebagai solusi pemenuhan energi. Mereka telah 20 sampai 30 ta-
22
hun di depan kita dalam penerapan energi terbarukan di segala bidang. Salah satu titik tolak kajian untuk mempelajari resep kedua negara ini adalah pada kebijakan pemerintahnya.
KPMG dalam laporan bertajuk ‘Taxes and Incentives for Renewable Energy’ memberikan ulasan pada tiga soko guru utama kebijakan: regulasi, insentif fiskal dan public financing. Uniknya, kedua negara ini memilki ‘proses belajar’ yang berbeda. Jika Brazil unggul karena berani menghadapi krisis energi tahun 1970-an dan memilki luasan lahan subur sebagai lumbung energi nabati, sementara Jerman lebih pada keunggulan penerapan teknologi dan kebijakan pemerintah yang mendorong lahirnya pemakaian energi terbarukan. Dalam laporan yang dirilis pada Juni 2012, Jerman bahkan disebut lebih unggul dalam produksi biodiesel-nya dibandingkan Brazil yang lebih fokus pada ethanol.
Di Asia kita bisa menengok pengalaman Korea Selatan dalam mengembangkan energi terbarukan. Negeri yang sekarang didapuk menjadi ‘Macan Asia’ dan menggegerkan dominasi negara-negara barat dalam penguasaan teknologi otomotif dan elektronik ini, seperti kita ketahui tidak ‘kaya’ sumber daya alam seperti halnya Indonesia.
23
Kendati demikian pemerintah Korea Selatan cukup jeli melihat peluang di belahan bumi lainnya. Selain menetapkan kebijakan wajib menggunakan biodiesel , pemerintah negeri ginseng ini juga getol mendorong investornya untuk ekspansi ke luar negeri dengan iming-iming insentif fiskal dan kemudahan investasi, jika mereka bergerak di bidang energi terbarukan.
Berakit-Rakit ke Hulu Berenang-Renang ke Tepian Upaya untuk meningkatkan kemampuan memproduksi lebih banyak biofuel bukanlah usaha yang mudah dan memerlukan waktu yang relatif panjang. Pengalaman Brazil menunjukkan bahwa negara tersebut memerlukan sekitar 30 tahun untuk mengurangi ketergantungannya terhadap minyak bumi. Ini berarti bahwa di samping memerlukan keberanian dan kecerdasan, agar bisa berhasil, upaya untuk membangun kemampuan baru ini memerlukan keuletan, kegigihan, konsistensi, dan kesediaan berkorban, dari rakyat dan pemerintah Brazil. Tidak ada keberhasilan instan di sini.
Program besar seperti dilakukan oleh Brazil, atau nanti yang akan dilakukan oleh Indonesia, bukanlah program ‘bebas kesalahan’. Akan ada kesalahan jujur (honest mistakes) yang terjadi. Namun yang penting adalah berani belajar dari kesala-
24
han yang dilakukan dan bangkit kembali. Kita harus bersedia kembali kepada kearifan lokal kita : ‘berakit-rakit ke hulu, berenang renang ke tepian; bersakit-sakit dahulu bersenangsenang kemudian.’ Kita perlu meninggalkan sikap masa lalu yang menyebabkan kita sampai pada kemelut energi yang kita hadapi sekarang, yaitu ‘berenang – renang ke hulu, berakitrakit ke tepian’. ‘Jer basuki mawa beya’, itu semboyan saudara-saudara kita di Jawa, ‘semua keberhasilan memerlukan pengorbanan.’
25
APA YANG DIPERLUKAN? Upaya mengatasi krisis ini perlu dijadikan kesempatan untuk meletakkan fondasi pembangunan kedaulatan energi Indonesia jangka panjang. Fondasi ini mencakup penetapan visi baru, cara pandang baru, solusi legal dan institusional.
Visi Baru dan Cara Pandang Baru Dalam semangat ‘mengubah krisis
menjadi peluang,’ pada
kesempatan ini saya tidak menawarkan tindakan yang reak-
26
tif yang sifatnya hanya ‘memadamkan api’ masalah jangka pendek (fire fighting), namun menawarkan visi yang bersifat proaktif bagi pembangunan sektor energi di Indonesia, yaitu menjadikan ‘Indonesia sebagai produsen unggulan bahan bakar nabati dunia’. Menurut pandangan saya, itu seyogianya menjadi visi besar para pemimpin di Republik ini jika ingin berbicara tahapan panjang membangun kedaulatan energi nasional pasca 2014.
Visi tersebut bukanlah mimpi tanpa dasar, tetapi pandangan ke depan yang didasarkan pada fakta mengenai besarnya potensi yang dimilki Indonesia dalam memenuhi kebutuhan energinya sendiri. Seperti telah dikatakan di atas, sekarang ini kita baru berhasil menyadap sebagian kecil dari potensi energi baru dan yang terbarukan di Indonesia. Kita abaikan potensi besar ini karena selama ini kita terlena, karena kita tidak waspada, karena kita “ignorance”, karena kita ‘salah urus’ potensi kita.
Untuk mengawali perjuangan menuju visi baru ini, pertama-tama kita perlu membangun cara pandang baru atau keluar dari cara pandang yang selama ini mengungkung kita. Pertama, kita harus meninggalkan persepsi bahwa Indonesia adalah negara kaya minyak bumi. Persepsi ini telah menyebab-
27
kan masyarakat Indonesia melawan kebijakan pengurangan atau pengalihan subsidi BBM karena mereka merasa berhak atas subsidi BBM, dan merasa haknya dirampas apabila subsidi BBM dihilangkan atau dikurangi.
Kedua, komoditas kelapa sawit bukan lahir sebagai ancaman untuk alam dan lingkungan, tapi berkah untuk rakyat Indonesia. Berkah alam ini tidak akan berkembang jika pemerintah gamang dalam melahirkan kebijakan pro pengembangan energi terbarukan dengan baik. Ketiga, hilangkan persepsi bahwa subsidi BBM dinikmati oleh rakyat miskin. Fakta menunjukkan bahwa penikmat terbesar dari subsidi BBM ini adalah kelompok orang berpunya. Keempat, keluar dari keragu-raguan mengenai kemampuan pasar domestik untuk menyerap produk akhir biodiesel. Pasar yang ada di Indonesia akan mengalami proses adjustment terkait membanjirnya supply sawit sebagai sebagai materi biodiesel. Dalam argumen pasar ini, maka keseimbangan atau balancing ratio antara sawit sebagai biodiesel dan produk makanan harus tetap jadi perhatian. Jika kebutuhan domestik sudah dipenuhi, maka produk akhir sawit bisa untuk pemenuhan kebutuhan dunia.
Kelima, sumber daya manusia yang melimpah tidak dengan sendirinya menjadi aset yang berharga. Sumber daya manusia
28
hanya akan menjadi kekuatan apabila mereka punya keterampilan atau kompetensi yang diperlukan untuk pembangunan. Oleh sebab itu, pendidikan dan pelatihan untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan prasyarat agar masyarakat tidak menjadi beban, namun menjadi penggerak dalam membangun kedaulatan energi bagi Indonesia.
Upaya untuk keluar dari kungkungan cara pandang tersebut memerlukan edukasi publik yang luas, intensif, dan berkesinambungan. Edukasi publik ini perlu dilakukan oleh pemerintah, media massa, sekolah-sekolah, perguruan tinggi, oleh lembaga kemasyarakatan dengan cara-cara kreatif. Dengan edukasi publik ini diharapkan masyarakat luas mempunyai pemahaman yang benar terhadap masalah yang dihadapi Indonesia dalam sektor energi, dan mereka dapat mengambil sikap positif dan berpartisipasi dalam usaha-usaha untuk membangun kedaulatan energi bagi Indonesia.
Solusi Legal dan Institusional Percepatan upaya penanggulangan krisis dan membangun kekuatan untuk kedaulatan energi memerlukan dukungan perangkat legal. Salah satu yang sangat diperlukan adalah melahirkan ‘Undang-undang Krisis Energi Nasional.’ Apabila undang-undang ini memerlukan lama untuk menetapkannya,
29
maka pemerintah dengan kewenangan yang diatur dalam konstitusi dapat menetapkan ‘PERPU” (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang) yang meregulasi penetapan krisis energi nasional. Tanpa adanya keberanian mengakui bahwa kita dalam kondisi krisis, maka, niscaya semua perangkat pendukung ditubuh pemerintah akan berjalan dalam skema business as usual.
Dengan adanya PERPU tesebut, maka upaya untuk membentuk suatu lembaga yang langsung di bawah arahan dan koordinasi Presiden dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan untuk menanggulangi krisis energi serta membangun kekuatan untuk membangun kedaulatan energi Indonesia, lebih dimungkinkan. Dengan lembaga seperti itu, maka, kekisruhan koordinasi antar kementerian yang sering terjadi selama ini, yang sangat memperlambat pelaksanaan kebijakan, bisa dikurangi. Di samping itu, dengan adanya PERPU seperti itu, diharapkan aspek regulasi yang menjadi penghambat bagi investasi dalam pengembangan energi baru dan terbarukan dapat lebih cepat dipangkas, dan aspek regulasi yang memberi insentif lebih cepat dikembangkan.
Pembangunan kedaulatan energi memerlukan dukungan kemampuan riset yang kuat. Oleh karena itu salah satu prioritas
30
utama dalam peningkatan kemampuan produksi dan peningkatan kualitas energi baru dan yang terbarukan adalah peningkatan kemampuan lembaga riset yang terkait dengan energi yang dikembangkan. Sejalan dengan keperluan peningkatan kemampuan lembaga riset dalam negeri, baik yang berada di perguruan tinggi dan di luar perguruan tinggi, maka meningkatkan kemampuan lembaga pendidikan untuk menghasilkan tenaga yang terampil dan kompeten dalam bidang energi baru dan terbarukan merupakan suatu keniscayaan.
31
GAGASAN DAN TINDAKAN KONGKRIT UNTUK SOLUSI JANGKA PENDEK, MENENGAH DAN JANGKA PANJANG Visi baru dan cara pandang baru memang diperlukan untuk memberi arah, menggugah semangat, dan memberi makna yang lebih besar terhadap upaya yang dilakukan. Solusi legal dan institusional diperlukan untuk menjaga agar terobosan yang dilakukan senantiasa berada dalam ranah konstitusi, dan untuk melindungi orang-orang yang bekerja atas dasar niat baik. Namun, hal-hal yang benar-benar membawa perubahan nyata di lapangan adalah kebijakan yang diwujudkan secara konsisten dalam tindakan nyata sehari-hari.
Berikut ini saya sampaikan beberapa gagasan pada tataran kebijakan dan praktek yang dapat dipertimbangkan untuk meningkatkan kedaulatan energi Indonesia. Kebijakan dan praktek tersebut mencakup subsidi energi, sektor bahan bakar nabati, sektor panas bumi, dan sektor batubara.
Subsidi Energi Telah disampaikan di atas bahwa konsumsi BBM terus meningkat sebagai konsekuensi dari pertumbuhan ekonomi, pertambahan jumlah penduduk, pertumbuhan kendaraan bermo32
torm, dan kebijakan harga BBM murah. Total subsidi energi tahun 2013 mencapai Rp 299,6 triliun jauh lebih besar dari anggaran infrastruktur yang besarnya Rp 201 triliun. Subsidi energi ini makin memberatkan APBN, dan ironisnya 77% dari subsidi ini dinikmati oleh mereka yang sebenarnya mampu membayar BBM tanpa subsidi.
Untuk secara bertahap keluar dari belitan masalah subsidi BBM ini, beberapa kebijakan di bawah ini dapat dipertimbangkan untuk dilakukan:
• Subsidi energi diberikan untuk sektor publik dan rakyat kecil. • Realokasi subsidi untuk pengembangan energi terbarukan dan infrastruktur. • Kurangi subsidi menjadi 25% dalam 5 tahun. • Konversi BBM ke BBG untuk mengurangi 10% impor BBM, seta kewajiban (mandatory) bagi produsen otomotif mengkonversi kendaraan BBM ke BBG. • Harga BBG dibuat murah dan menarik agar masyarakat beralih ke BBG melalui subsidi harga gas (pengurangan bagian dari pemerintah) dan investasi di infrastruktur BBG.
33
Pada tataran operasional, usaha-usaha nyata perlu dilakukan. Usaha-usaha ini mencakup penghematan, pengendalian konsumsi energi dan konversi energi.
300 250
95
81
200 Triliun Rupiah
66
68
150
50
0 33
9
100 4
3
3
56
63
3 32
3 30
59
2000
2001
2002
2003
2004
0
30 103 64
2005 2006
55 143
84
2007
53
2008
BBM & LPG
2009
212 194
46
148 88
2010
2011
2011
2013
Listrik
Subsidi Energi Mencapai
15% Belanja Negara APBN Dalam hal penghematan, ada beberapa tindakan praktis yang hasilnya cepat dapat dilihat atau dirasakan (yang sering juga disebut quick-win) dapat dilakukan, dengan partisipasi masyarakat dan pihak swasta, melalui berbagai peraturan, misalnya:
• Ride sharing - perusahaan besar wajib menyediakan fasilitas kendaraan berkualitas baik untuk antar jemput karyawan, minimum untuk 20% dari jumlah karyawan; po-
34
tensi penghematan BBM dengan cara ini dapat mencapai 5-10%. • Perbaikan intermoda
transportasi dengan penyediaan
shuttle transportation oleh pengusaha real estate, perkantoran dan mall menuju titik sarana tranportasi publik. • Kewajiban Ekstra Holiday- penerapan tambahan 1 hari libur setiap 14 hari kerja melalui penambahan jam kerja 1 jam per hari; potensi penghematan BBM 5-10 % . • Pengenaan pajak progresif yang didasarkan pada kapasitas mesin; makin besar kapasitasnya, pajaknya makin besar secara signifikan. • Kewajiban bertahap penggunaan sepeda motor listrik di daerah perkotaan.
Dalam hal pengendalian konsumsi BBM, kebijakan berikut dampaknya dapat dilihat dalam waktu cepat: • Semua pemilik kendaraan berhak mendapat subsidi sesuai dengan tingkat kesejahteraan, jumlah kepemilikan kendaraan, dan jenis kendaraan. • Subsidi diberikan melalui kartu prabayar dan reimbursement; harga BBM di SPBU adalah harga non subsidi.
35
Dalam pelaksanaan pengendalian ini , dapat dipertimbangkan pemakaian smart card, di mana : • Kendaraan angkutan umum berhak atas BBM bersubsidi dengan mekanisme prabayar. • Mobil pribadi berhak atas subsidi 50% dari selisih harga non subsidi dengan harga subsidi, melalui mekanisme reimbursement bulanan melalui bank/kantor pos. • Sepeda motor berhak mendapat subsidi 25% dari harga non subsidi dengan mekanisme prabayar.
Dalam pengurangan biaya subsidi BBM ini, konversi BBM ke BBG perlu difokuskan pada pemakaian BBM di kota-kota besar dan transportasi dengan konsumsi BBM tinggi seperti taksi, truk, bus, kereta api, kapal laut. Berikut ini adalah beberapa kebijakan yang diharapkan membawa dampak cepat.
• Konversi BBM ke BBG hendaknya mencakup hal-hal berikut: --
Jaminan alokasi gas untuk BBG dengan harga gas di
tingkat produsen maksimum $ 5,oo/mmcf dan biaya transportasi pipa maksimum $1.00/mmcf. --
Harga eceran BBG di SPBG Rp 3500/lsp (BBM subsidi
Rp7.500/liter) dengan asumsi adanya subsidi gas Rp 1.500/ lsp (menghemat subsidi Rp 3000/lsp)
36
--
Memberikan insentif kepada investor yang memban-
gun infrastruktur & SPBG, dengan kewajiban menjual 50% total volume BBG ke publik dan 50% sisanya ke bisnis atau industri. --
Optimimasi dan open access penggunaan existing infra-
structure (milik PGN, Pertamina dan SPBU) untuk kepentingan distribusi BBG. --
Prioritas dan fokus implementasi kebijakan BBG un-
tuk kendaraan transpotasi dengan konsumsi BBM tinggi (taksi, truck, kereta api, tambang, dan marine).
• Menetapkan kewajiban produsen mobil untuk : --
Menjual kendaraan BBG sebanyak 30% dari total pen-
jualan mobil. --
Menyediakan after sales service untuk mobil dengan
BBG. --
Menyediakan jasa konversi converter kit dengan wa-
rranty.
Sektor Bahan Bakar Nabati Seperti telah disampaikan di atas, Indonesia adalah negara dengan potensi melimpah dengan bahan bakar nabati, namun potensi ini tak dimanfaatkan dengan baik. Dalam hal BBN ini, Indonesia bak ‘ raksasa perkasa yang masih tidur pulas.’ Diper-
37
lukan tekad yang kuat dan kebijakan yang tepat dari pemerintah untuk ‘membangunkan raksasa tidur ini.’
Dalam sektor bahan bakar nabati ini pemerintah perlu menetapkan Rencana Jangka Panjang mengenai pengembangan energi ini, yang antara lain mencakup : • Target 50% konsumsi BBM transportasi berasal dari BBN. • Optimasi pemanfaatan 77 juta hektar lahan terlantar untuk pengembangan industri BBN. • Pengentasan kemiskinan melalui redistribusi lahan terlantar dalam rangka mendukung pengembangan industri BBN melalui kegiatan pengembangan ‘kebun energi’.
Untuk mencapai target jangka panjang tersebut, Pemerintah perlu menyusun dan melaksanakan Rencana Jangka Menengah yang mencakup: • Pembangunan 6 unit kilang BBN ( untuk pengurangan 100.000/bph impor minyak). • Pengembangan kemitraan antara masyarakat dengan BUMN energi dan perusahaan perkebunan swasta dalam pengembangan BBN. • Pengembangan Kebun Energi dan Hutan Energi berbasis kerakyatan untuk satu juta hektar per tahun.
38
Untuk tindakan nyata dalam waktu dekat yang diharapkan cepat membawa dampak, pemerintah dapat menetapkan agar:
• Pertamina wajib membeli produksi biofuel (biodiesel & bioethanol) dalam negeri dengan harga setara dengan BBM impor. • PLN dan pembangkit listrik lainnya wajib menggunakan minimum 50% biofuel (biodiesel atau pure palm oil).
Sektor Panas Bumi Telah diketahui bahwa Indonesia punya potensi energi panas bumi yang sangat besar (29 ribu MW) , namun baru sekitar 4-5 % tersadap. Kenyataan juga menunjukkan bahwa biaya pengembangan sangat besar, pendanaan terbatas, banyak tumpang tindih lahan, dan perizinan. Ini merupakan beberapa faktor yang menyebabkan investor kurang tertarik untuk masuk di sektor ini.
Untuk memanfaatkan potensi energi panas bumi ini, maka pemerintah perlu menetapkan Rencana Jangka Panjang dan bertekad untuk melaksanakannya. Rencana Jangka Panjang ini, antara lain mencakup: • Realisasi 25 % dari potensi 29 ribu MW dalam 5 tahun ke depan.
39
• Penyediaan APBN untuk eksplorasi dan pengembangan pembangkit skala kecil dan menengah.
Untuk mencapai rencana jangka panjang tersebut, pemerintah perlu menetapkan rencana jangka pendek dan menengah yang antara lain mencakup: • Percepatan penyelesaian perizinan agar dapat diselesaikan dalam waktu tiga bulan. • Penetapan harga beli listrik yang lebih menarik bagi para investor. • Penetapan tentang kewajiban bagi pelaku industri energi besar untuk melakukan investasi di bidang energi terbarukan termasuk geothermal. Hal-hal yang dapat dilakukan pemerintah dalam rangka mendapatkan dampak cukup cepat dalam pengembangan energi panas bumi ini adalah: • Penyelesaian Program Percepatan Proyek & Transmisi. • Penyelesaian Percepatan Pembangunan Proyek PLTGU . • Penyelesaian Renegosiasi Kontrak PPA Geothermal. • Percepatan proses perijinan kelistrikan dan harga beli listrik panasbumi.
40
Sektor Batubara Volume produksi batubara Indonesia jauh di bawah Cina (sekitar 10% dari Cina ), dan juga di bawah Amerika Serikat, India, dan Australia. Namun Indonesia adalah negara pengekspor batubara nomor 1 di dunia. Ini berarti sebagain terbesar dari batubara yang dihasilkan Indonesia (80%) diekspor, dan batubara yang diekspor adalah batubara dengan kalori tinggi. Indonesia menguras habis-habisan cadangan batubaranya yang relatif kecil dibandingkan dengan negara lain (hanya 7% dari cadangan India, 5% dari cadangan China, 6% dari cadangan Australia) untuk ekspor. Di pihak lain, kebutuhan batubara domestik meningkat tajam, pendapatan pemerintah (pajak dan royalti) dari ekspor sangat kecil, dan batubara kalori rendah belum dimanfaatkan untuk pembangkit dan energi baru. Pada sektor batubara, pemerintah dapat menetapkan rencana jangka panjang yang mencakup: • Penggunaan batubara kalori rendah untuk pembangkit mulut tambang. • Konversi batubara menjadi gas, bahan bakar cair dan clean coal. • Peningkatan kontribusi sektor batubara ke APBN.
41
Dalam rangka mencapai hal yang ditetapkan dalam rencana jangaka panjang, untuk capaian jangka pendek dan menengah, pemerintah dapat menerapkan kebijakan berikut: • Pembangunan pembangkit listrik mulut tambang, 5 000 MW setiap 3 tahun. • Pemberian insentif untuk investasi batubara menjadi gas (coal to gas) dengan target 5 juta ton per tahun. • Realisasi pengembangan gas metan batubara dan Underground Coal Gasification.
42
RANGKUMAN Seberapa jauh Indonesia akan berhasil keluar dari belitan krisis energi ini, hal itu sangat ditentukan oleh kemauan politik Pemerintah Indonesia. Dominannya peran pemerintah dalam pengembangan energi terbarukan dapat dilihat dari pengalaman Brazil, Jerman, dan Korea Selatan. Setiap negara punya caranya sendiri untuk menanggulangi masalah energi yang dihadapinya, demikian juga Indonesia. Hal itu sangat tergantung pada kondisi khas negara yang bersangkutan.
World Major Crude Oil Consuming Countries 2011 20.000 18.000 16.000 14.000 12.000 10.000 8.000 6.000 4.000 2.000 0
Thousand Barell/day Million Barrel
US
ina
Ch
n
pa
Ja
l y sia dia usia abia razi orea an ne r m K R r o B A e h i G ind ut ud So Sa
IIn
Agar bisa keluar dari krisis energi sekarang ini, Indonesia memerlukan pemerintah dengan kepemimpinan yang berani, cerdas dan bermoral, di pusat maupun di daerah. Dalam keberani43
an ini termasuk: berani menghadapi fakta pahit yang dihadapi Indonesia sekarang ini sebagaimana adanya; berani mengambil kebijakan yang tidak populer dalam jangka pendek selama itu konstitusional dan ditujukan untuk kebangkitan serta kesejahteraan bangsa dalam jangka panjang; berani belajar dari mana pun untuk kemajuan bangsa; berani konsisten dan gigih dalam menjalankan kebijakan yang baik untuk kesejahteraan bangsa; dan berani rendah hati untuk mengajak semua pihak terlibat dalam penanggulangan krisis ini.
Indonesia memerlukan kepemimpinan yang cerdas, dalam arti jeli melihat peluang-peluang baru untuk memanfaatkan secara optimal potensi Indonesia dalam memenuhi kebutuhan energinya sendiri, kreatif (bisa berpikir out of the box) dalam merumuskan kebijakan yang efektif untuk meningkatkan kemampuan bangsa serta melibatkan semua pihak (termasuk masyarakat) dalam mengatasi krisis energi, dan inovatif dalam memilih serta melaksanakan tindakan yang berdampak positif dalam membangun kedaulatan energi Indonesia.
Dalam menghadapi tantangan krisis ini Indonesia memerlukan kepemimpinan yang bermoral. Moral pertama dari upaya besar ini adalah melakukan segala sesuatu dengan berpusat pada kepentingan seluruh bangsa, tidak untuk kepentingan
44
satu golongan atau kelompok tertentu; kedua, melihat seluruh upaya besar ini sebagai pertanggungan jawab moral generasi sekarang ini kepada para pendiri bangsa yang mengharapkan Indonesia menjadi negara sejahtera dan bermartabat; ketiga, melihat upaya ini sebagai bagian dari pertanggungan jawab moral generasi yang sekarang kepada generasi yang akan datang untuk menunjukkan bahwa generasi yang sekarang ini tidak mewariskan kesengsaraan dan negara tanpa martabat kepada generasi berikutnya.
Mengatasi krisis energi ini dapat dipakai sebagai titik masuk untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa secara umum. Dengan program-program yang dirancang serta dipilih secara cerdas, dan dilaksanakan secara tepat, bersamaan dengan upaya penanggulangan krisis ini Indonesia akan menciptakan berjuta-juta lapangan kerja baru yang sangat diperlukan untuk menyambut bonus demografi berupa pertambahan populasi yang akan datang. Di samping itu, program-program yang dirancang dan dilaksanakan dengan cermat dan tepat juga akan memperbaiki kualitas lingkungan hidup (mengurangi emisi CO2, mengurangi erosi).
Dampak dari peningkatan kedaulatan energi tidak hanya dimaksudkan untuk membangun kemandirian dalam ekonomi,
45
namun juga mengukuhkan kedaulatan Indonesia dalam politik. Sebab, ketergantungan energi kepada pihak luar akan membuat Indonesia tidak hanya rentan secara ekonomi, namun juga rentan terhadap intervensi di bidang politik. Kedaulatan politik Indonesia potensial untuk digerogoti oleh pihak lain apabila ada ketergantungan yang sangat besar dalam bidang ekonomi.
Walaupun peran pemerintah, di pusat maupun di daerah sangat dominan, ini tidak berarti bahwa upaya keluar dari krisis ini bisa dijalankan tanpa dukungan dari berbagai pihak. Pemerintah memerlukan dukungan besar dari pihak legislatif dan yudikatif agar usaha bangsa Indonesia keluar dari krisis energi berhasil baik. Di samping itu, usaha ini akan berjalan lebih cepat dengan dukungan masyarakat luas yang cerdas dan berdaya; cerdas dalam arti bahwa masyarakat luas memahami dengan baik permasalahan energi yang dihadapi bangsanya dan tergugah untuk berkontribusi dalam usaha besar ini; berdaya dalam arti memiliki keterampilan atau kompetensi untuk secara nyata terlibat dalam program-program yang dikembangkan.
Khususnya bagi generasi muda, para wisudawan Universitas Paramadina yang berbahagia yang hadir di sini, saya ingin mengajak anda untuk melihat ‘gerakan’ menanggulangi
46
krisis energi nasional yang saya tawarkan ini sebagai sebuah panggilan untuk menegakkan kemerdekaan bangsa Indonesia seperti yang diamanatkan oleh para pendiri bangsa kita. Mari kita jadikan tantangan ini sebagai peluang untuk memberikan yang terbaik bagi nusa dan bangsa, untuk menunjukkan bahwa kehadiran kita di bumi Nusantara ini bisa menjadi berkah bagi kemaslahatan masyarakat luas. Saya tidak mengatakan ini mudah; ini memang sulit, tetapi saya yakin kalau kita mau, kita bisa.
Terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
47
Asosiasi
Produsen
Biofuel
Indonesia. 2012. “Prospects and Experiences on Biodiesel
DAFTAR REFERENSI
Business in Indonesia” dipresArtikel non personal, 2013,
entasikan pada Indo EBTKE
“Brazil”
Conex 2012.
(Online).
http://
en.wikipedia.org/ wiki/Brazil Astra
diakses pada 6 Juni 2013.
Agro
Lestari,
2012.
“Sustainability Practices in oil Artikel non personal, 2013,
palm plantation” presentasi
“Gasoline and Diesel Using
disajikan dalam Asia Pacific
and Pricing” (Online) http://
Business
en.wikipedia.org/wiki/
Council’s 5th Meeting, Jakar-
line_usage_and_pricing
Gasodi-
&
Sustainability
ta pada 29 Mei 2012.
akses pada 6 Juni 2013. Badan Kebijakan Fiskal KeArtikel non personal, 2013,
mentrian Keuangan. “Kebija-
“List
kan Fiskal Instrumen Efektif
of Countries by Population”
Wujudkan Ketahanan Energi
(Online). http://en.wikipedia.
Nasional”.
org/wiki/List_
jikan di Jakarta pada 6 Juni
of_countries_
by_population diakses pada 6 Juni 2013 48
2012.
Presentasi
disa-
mentrian Pertanian RI.http:// British Petroleum. 2012. BP
repository.usu.
Statistical Review of World
stream/123456789/18549/5/
Energy June 2012. bp.com/
Chapter%20II.pdf,
statisticalreview.
pada 6 Juni 2013.
Boston
Consulting
ac.id/bit-
diakses
Group.
GBEP and FAO, Environ-
2012. “What Are Indonesia’s
ment, Climate Change, and
Current and Future Energy
Bio Energy Division. “A re-
Needs?” Presentasi yang disa-
view of the current state of bio
jikan dalam 36th
energy development in G8 + 5
IPA Con-
vention & Exhibition pada 23
countries”. www.globalbioen-
Mei 2012.
ergy.org
Kementrian Energi dan Sum-
Gingold, Beth, Anne Rosen-
ber
2012.
barger, dkk. 2012. “How to
“Laporan Akhir Tahun 2012”.
Identify Degraded Land for
Daya
Mineral.
Sustainable Palm Oil in IndoKementrian Keuangan, APBN
nesia”
2013.
wri.
org/publication/identify-
ing-
degraded-land-sustain-
Kementrian
Pertanian
RI.
Perspektif
Pengembangan
(Online) http://www.
able-palm- oil-indonesia diakses pada 6 Juni 2013.
Bioenergi di Indonesia. Ke-
49
Hasilperkebunan.blogspot.
Li, Lianqing. 2005. Education
com. Sejarah Perkembangan
For1.3 Billion: Former Chi-
Tanaman Kelapa Sawit di
nese Vice Premier Li Lianqing
Indonesia dalam http://idris-
on 10 Years of Education Re-
get.
blogspot.com/2012/05/
form and Development. Bei-
sejarah- perkembangan-tana-
jing: Foreign Language Teach-
man-kelapa. html. Artikel di-
ing and Research Press and
akses pada 6 Juni 2013.
Pearson Education Asia.
KPMG. 2012. Taxes and In-
Masiero,
centives for Renewable Ener-
“Bioethanol
gy. KPMG International.
The Role of Brazil and South
Gilmar. and
2008.
Biodiesel:
Korea in The Emerging AlterLegowo, Evita H, Yanni Kus-
native-energy Market” dalam
suryani, dan Iman K. Rek-
Academic Paper Series. Vol
sowardojo.
“Biofuel
3 December 2008 http://keia.
Indonesia”
org/sites/default/files/publica-
dipresentasikan pada USDA
tions/APS- Masiero.pdf (On-
Global Conference on Agricul-
line) diakses pada 6 Juni 2013.
Development
2007. in
tural Biofuels: Research and
50
Economic, Minneapolis, Min-
Muttaqien,
Arip
dan
nesota, pada 20-22 Agustus
Indonesia
2007.
“Grand Design Community
Mengajar.
Tim 2012.
Developmnet”. Dipresentasi-
kan” Makalah yang disajikan
kan oleh Yayasan Gerakan
dalam peringatan 80 tahun
Indonesia Mengajar.
Sumpah
Pemuda
di
aula
Barat ITB, Bandung, 31 OktoNatural “Sejarah
Nusantara.
2011,
ber 2008.
Perkembangan
Tanaman Kelapa Sawit di
Petrominer (Petroleum, Min-
Indonesia”
ing, and Energy). Edisi Maret
(Online)
http://
tehnikbudidayakelapasawit.
2013.
blogspot.com/2011/09/sejarah- perkembangan-tanaman-
PISAgro. 2013. “Partnership
kelapa. html (diakses pada 1
for
Juli 2013)
Agriculture” dipresentasikan
Indonesia’s
Sustainable
pada Palm Oil Working Group, Oberman,
Raoul,
Richard
Jakarta, 13 Maret 2013.
Dobbs, dan Arief Budiman. 2012. The Archipelago Econ-
Partowidagdo,
omy: Unleashing Indonesia’s
2012. “Energi dan Pemban-
Potential. McKinsey Global
gunan
Institute.
sentasi yang disajikan dalam Seminar
Panigoro, Arifin. 2008. “Mer-
Widjajono.
Berkelanjutan”
Kebijakan
pre-
Energi
Nasional, 4 Desember 2012.
ebut Masa Depan: Menyemai Energi, Pangan, dan Pendidi-
Republika, 16 Januari 2013.
51
“Catatan Suram Migas, 10
“Strategi dan Pengembangan
Kontraktor Rugi Rp 10 Trili-
Energi Alternatif di Indone-
un”. (Online) http://www.re-
sia” dipresentasikan dalam
publika.co.id/ berita/ekonomi/
Diskusi Alumni FE Unpad
makro/13/01/16/ mgpqpd-cata-
pada 14 Februari 2013.
tan-suram-migas- 10-kontraktor-rugi-rp10-triliun. diakses
Sirajudin,
Effendi.
2009.
pada 6 Juni 2013.
Memerangi Sindrom Negara Gagal: Transformasi Indone-
Rubiandini, Rudi. 2013. “In-
sia 2020 Mencapai Negara
dustri Hulu Migas Indonesia
Entrepreneur Maju. Jakarta:
2013 : Tantangan dan Pe-
Kata Hasta Pustaka.
luang” Presentasi yang disajikan dalam IATMI Inspiring
Sizer, Nigel. 2012. “The False
Talks pada 25 Maret 2013.
Choice
Between
Palm
Oil
and Indonesian Forests” (OnRubiandini, Rubi. 2013. “Mi-
line) http://insights. wri.org/
gas dan Gas Bumi untuk Ke-
news/2012/11/false-choice-
mandirian Energi” Presentasi
between-palm-oil-and-indone-
yang disajikan di Dewan Per-
sian- forests (diakses pada 6
wakilan Rakyat pada 27 Feb-
Juni 2013).
ruari 2013. Sumiarso, Luluk. 2010. “KebiSiddik,
52
Taufik
R.
2013.
jakan dan Rencana Strategis
Pengembangan Energi Baru
“The Current Status and Pros-
Terbarukan dan Konserva-
pects of Biofuel Development
si
dipresentasikan
in Indonesia” dipresentasikan
dalam Pertemuan Tahunan
pada The Third Asia Biomass
Pengelolaan Energi Nasional
Workshop di Tsukuba, Japan,
pada 8 Desember 2010.
tanggal 16 November 2006.
Energi”
Tabel - 3 : Produksi, Luas Areal dan Produktivitas Perke-
Wirawan, Soni Solistia. 2012.
bunan di Indonesia. (Online)
“Aspek Teknis Pemanfaatan
http://www.
deptan.go.id/In-
BBN sebagai Bahan Bakar
dikator/tabel-3-prod- lsareal-
(Kasus Biodiesel)” presentasi
prodvitas-bun.pdf
yang disajikan pada acara
diakses
pada 6 Juni 2013
Sosialisasi Teknis Implementasi Mandatori BBN di Sektor
UNDP. 2013. “Human De-
Industri
velopment Reports 2013. The
kan oleh Direktorat Jenderal
Rise of The South: Human
Energi Baru Terbarukan dan
Progress in Diverse World”.
Konservasi Energi pada 4
New
Juni 2012.
York:UNDP.
(Online)
http://hdr.undp.org
(Online)
diakses pada 6 Juni 2013.
yang
diselenggar-
WoodMackenzie. 2013. “Review of 2012 – South East
Wirawan, Soni Solistia dan Ar-
Asia Upstream Sector”. Vol-
mansyah H Tambunan. 2006.
ume January 2013.
53
BIOGRAFI ARIFIN PANIGORO Bisnis telah menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan Arifin Panigoro. Lahir dari keluarga pedagang, Arifin banyak menghabiskan masa kecilnya dengan membantu orang tuanya berjualan di toko yang terletak di jalan Braga, Bandung. Dari pengalamannya membantu orang tua menjalankan bisnis, Arifin belajar banyak hal mengenai etika dan prinsip dalam berbisnis.
Arifin mengenyam pendidikan S1-nya di Institut Teknologi Bandung, jurusan Teknik Elektro. Arifin juga pernah mengikuti program Senior Executive Institute of Business Administration di Fountainebleau, Perancis yang dikoordinasikan oleh Kamar Dagang dan Industri (KADIN).
54
Karir bisnisnya dimulai pada tahun 1980 dengan mendirikan Meta Epsi Pribumi Drilling Co. Intuisi bisnis menggiringnya untuk membeli saham perusahaan minyak Stanvac pada 1995. Prinsip bisnis yang ditimba dari pengalaman hidupnya menghantarkannya sebagai founding father Medco Group dan pemegang saham di sejumlah perusahan yang bergerak di bidang energi (oil and gas), keuangan, hotel, fabrikasi, agribisnis, foundation, building, dan in-house training.
Selain bisnis, Arifin juga aktif di sejumlah organisasi sosial kemasyarakatan, politik, dan olahraga. Ia tercatat sebagai anggota DPR RI hingga tahun 2009, Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPR dan MPR RI, ketua Komisi VIII DPR RI. Arifin juga pernah menjabat sebagai ketua umum sejumlah yayasan yang bergerak di bidang sosial dan sampai kini aktif sebagai ketua umum Persatuan Golf Indonesia.
Pada tahun 2010, Arifin dianugerahi penghargaan doctor honoris causa atau doktor kehormatan dari almamaternya, ITB di bidang technopreneurship. Ia juga mendapat penghargaan Satya Lencana Penegak dari Menteri Pertahanan dan Keamanan dan Peghargaan Perekayasa Utama Kehormatan dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.
55
Ia juga menulis sejumlah publikasi, di antaranya makalah berjudul Padi SRI Organik di Mata Sektor Swasta yang ditulis pada tahun 2008 dan disampaikan dalam Workshop Nasional Padi SRI Organik oleh Departemen Pertanian. Pengalaman dan pemikirannya tentang dunia bisnis yang cukup kaya juga dibukukan dalam buku berjudul Berbisnis Itu (Tidak) Mudah yang diterbitkan Medco Foundation tahun 2008.
Di sela-sela kesibukannya memantau perkembangan Medco, Arifin masih menyempatkan diri membagi ilmu dan pengalamannya di beberepa kampus terkemuka. Ia pernah menjadi pembicara di Harvard Business School dalam mata kuliah Entrepreneurship and Family Business pada tahun 2008. Selain itu, ia juga aktif memberikan kuliah umum di ITB, IPB, UGM, UI, dan beberapa kampus lainnya.
56
57