indeks editorial.........................................
s
3
fokus Sinkronisasi Perencanaan dan Penganggaran melalui Penyusunan Dokumen MPK ............................. 4 Foto : Sekretariat PNPM-PISEW Nasional
Hasil Pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi Gabungan Penyusunan MPK Tahun 2009 ................................. 6
selayang pandang Perkembangan Kebijakan Daerah Di Kabupaten Penerima PNPM-PISEW ..... 8
inspirasi
PENERBIT Sekretariat PNPM-PISEW Nasional
Mawar Putih Dari Kusan Hulu...........10
PELINDUNG Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah PEN ANG GUNGJ AWAB PENANG ANGGUNGJ GUNGJAWAB Direktur Pengembangan Wilayah
artikel Stadia Perkembangan Transformatif dari P3DT menuju PISEW ............... 12
aktualita Persiapan Program PNPM-PISEW Tahun 2009 14
news in box
BAPPENAS
PEMIMPIN RED AKSI REDAKSI Uke M. Hussein WAKIL PEMIMPIN RED AKSI REDAKSI Zaenal Arifin RED AKSI REDAKSI MZ. Masngudi Ahmad Yani Nurkholis Novi Mulia Ayu Agung Tatrawardhana LAY-OUT & PRINTING M. Fitrohayana
.................................15
DISTRIB USI & ADMINISTRASI DISTRIBUSI Dina Fitria Suradi AL AMA T PENERBIT ALAMA AMAT Sekretariat PNPM-PISEW Nasional Jl. Syamsu Rizal No. 2, Menteng Jakarta Pusat 10310 Telp. (021) 31901201, Fax (021) 3156536 e-mail :
[email protected] www.pnpm-pisew.org
Redaksi menerima tulisan dan artikel dari pembaca yang dapat dikirimkan ke alamat penerbit. Tulisan dan artikel dalam buletin ini tidak selalu mencerminkan opini Penerbit (Sekretariat PNPM-PISEW Nasional).
2
editorial Pembaca yang budiman, pertamatama kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan Rahmat dan Hidayah-Nya PISEW Buletin edisi III (ketiga) 2008 dapat terbit. Harapan besar muncul dari hadirnya buletin ini sehingga jalinan komunikasi antar pengelola dan pelaku PNPMPISEW diharapkan akan tetap terjaga. Buletin Edisi Ke-1 telah terbit dengan segala kekurangan, kemudian berlanjut dengan Buletin Edisi Ke-2 dan kini kami hadirkan Buletin Edisi Ke-3 kehadirat pembaca sekalian. Buletin Edisi Ke-3 yang merupakan edisi terakhir untuk tahun 2008 yang secara umum format penyajiannya inline dengan edisi-edisi sebelumnya. Dalam rubrik Fokus, kami menampilkan dua pembahasan tentang dokumen Memorandum Program Koordinatif (MPK) yaitu tentang Sinkronisasi Perencanaan dan Penganggaran melalui Penyusunan Dokumen MPK dan laporan tentang hasil monitoring dan evaluasi gabungan penyusunan MPK di daerah. Pada rubrik Selayang Pandang, kami menampilkan profil kebijakan daerah dua kabupaten penerima PNPM-PISEW, yaitu profil dari Kabupaten Bangka yang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Bangka-Belitung; dan Kabupaten Sinjai yang terletak di Provinsi Sulawesi Selatan. Kemudian, rubrik Inspirasi, Kisah Mawar Putih dari Kusan Hulu, yang menceritakan kisah sukses kelompok pengajian perempuan di Desa Karang Mulya, yang kemudian berkembang menjadi kelompok ekonomi produktif yang diberi nama kelompok Simpan Pinjam Perempuan (SPP) Mawar Putih. Mudah-mudahan bisa menjadi inspirasi kita. Rubrik khas PISEW Buletin, yaitu Artikel tentang kronologis genesa (kelahiran) PISEW sebagai stadia perkembangan transformatif dari P3DT menuju PISEW yang ditulis Ketua Tim KPTKP, Mohammad Maulana. Beliau memaparkan kronologis perkembangan program PISEW mulai dari P3DT fase I dan II (1995-1999); P3DT fase III dan P2D (20002003); dan P3DT fase IV (PISEW). Sedangkan pada rubrik Aktualita, Kami juga menyajikan artikel berjudul Persiapan Program PNPM-PISEW Tahun 2009 yang berisi informasi aktual bagaimana proses penyusunan dan kendala perencanaan dan pelaksanaan PNPM-PISEW pada tahun 2009. Dan tak lupa, News in Box, yang berisi catatan ringkas tentang pelaksanaan kegiatan PNPM-PISEW di akhir Tahun 2008. Pembaca yang budiman, proses kreatif yang berlangsung di meja redaksi sangat dinamis. Untuk segala hal yang kurang berkenan di hati Pembaca, kami mohon maaf apabila dalam penerbitan PISEW Buletin hingga tiga edisi ini masih banyak kekurangan di sana-sini. Dan belajar dari pengalaman, tentu kami akan bekerja keras untuk menghadirkan PISEW Buletin ini sebagai media baca yang semakin informatif dan komunikatif, untuk pengelola maupun pelaku Program PNPM-PISEW. Selamat Membaca, Selamat Berkarya. (Redaksi)
3
fokus Sinkronisasi Perencanaan dan Penggangaran melalui Penyusunan Dokumen MPK Dalam mendukung tercapainya tujuan PNPM-PISEW diperlukan sinkronisasi baik dalam perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan kegiatan.
Salah satu tujuan PNPM-PISEW adalah memperkuat kapasitas kelembagaan Pemerintah Daerah dan institusi lokal di desa. Penguatan kapasitas institusional ini diharapkan akan mendorong optimalisasi perencanaan pembangunan partisipatif secara bottom-up yang dimulai dari desa hingga kabupaten sebagai daerah otonom, sehingga diharapkan dapat terjadi sinergi melalui pengintegrasian program dan kegiatan di kecamatan. Salah satu proses pembelajaran kearah tersebut adalah penyusunan Memorandum Program Koordinatif (MPK) Kabupaten yang aspiratif dan demokratis. Koordinasi dan sinkronisasi dalam pelaksanaan pembangunan, baik di tingkat pusat maupun daerah, merupakan suatu keniscayaan. Proses pembangunan secara fisik merupakan kegiatan yang bersifat sektoral maupun lokal karena terkait dengan inputproses-output yang telah direncanakan dan dapat diukur pencapaiannya. Tetapi secara sosial, proses pembangunan bersifat lintas sektor, multi kepentingan dan memiliki spektrum dampak yang luas dalam membentuk karakter bangsa yang multi-ras. Kenyataannya dalam pendefinisian koordinasi dan sinkronisasi mengalami pengerdilan pemaknaan sebagai fenomena birokrasi yang kaku, bertele-tele, serta pengambil keputusannya rumit. Dalam era otonomi daerah yang dinamis ini, fenomena tersebut boleh jadi tidak sepenuhnya keliru, mengingat kita belum memiliki proses pembelajaran yang baik dalam pengintegrasian program dan kegiatan pembangunan, baik secara lintas sektor maupun lintas pelaku lainnya. Dengan demikian boro-boro mengharapkan terjadinya sinergi, yang seringkali terlihat justru belum hilangnya ego-sektoral dan euforia otonomi daerah yang sempit. Perencanaan Pembangunan Reguler Terkait dengan UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), disebutkan bahwa produk perencanaan pembangunan yang dihasilkan terdiri dari rencana program jangka panjang, jangka menengah dan tahunan. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) telah ditetapkan dengan UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005 – 2025. Amanat UU ini akan menjadi dasar bagi penyusunan
4
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional. Dalam UU ini juga diamanatkan bahwa semua tingkatan pemerintahan wajib untuk menyusun RPJP masing-masing dengan kurun waktu yang sama yaitu 2005 – 2025. Dalam pada itu, untuk lebih mengaktualisasikan implementasi SPPN perlu dilakukan sinkronisasi PNPMPISEW dengan SPPN melalui mekanisme perencanaan pembangunan partisipatif secara bottom-up di tingkat basis dengan SPPN. Terkait pula dengan PP Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan, dalam sesuai pasal 30, maka perlu diingatkan bahwa dalam terdapat perencanaan pembangunan daerah perlu disusun dengan mengacu pada rencana strategis kecamatan. Definisi dan Muatan MPK Salah satu kegiatan yang merupakan bagian dari mekanisme pelaksanaan PNPM-PISEW, baik dalam Tahap Perencanaan (Tn-1) maupun Tahap Pelaksanaan (T1/Tn+1) di tingkat Kabupaten, adalah kegiatan penyusunan dokumen Memorandum Program Koordinatif (MPK) Kabupaten. Dokumen MPK Kabupaten pada prinsipnya merupakan dokumen perencanaan yang dihasilkan dari kesepakatan antara pihak Eksekutif dan Legislatif tentang substansi kegiatan, institusi pelaksana, alokasi anggaran, dan sumber-sumber pembiayaan dalam rangka pengembangan Pemberdayaan Sosial Ekonomi (PSE) Kabupaten yang bersifat tahunan. Dokumen MPK disusun berdasarkan atas kebijakankebijakan yang telah ada sebelumnya seperti RPJMD, RKPD, Renstra SKPD, RTRW, RDTR, dan sebagainya serta kebijakan-kebijakan yang dihasilkan dari
Persiapan Penyusunan Dokumen MPK Kabupaten
Daftar Rinci Kegiatan MPK Tahun (Tn)
Daftar Kegiatan MPK Tahun (Tn) Hasil Komitmen Kegiatan Tahun (Tn) dari JBIC, APBD, dan Sumber Pembiayaan Lainnya
Daftar Kegiatan MPK Tahun (Tn) KSK Menurut Indikator Misi PSE Kabupaten
Komposisi Alokasi MPK Tahun (Tn) Kabupaten
Penyusunan Draft Dokumen MPK Kabupaten Tahun (Tn) dan Lampiran‐Lampirannya
Forum Konsultasi III: Kesepakatan Atas MPK Kabupaten Tahun (Tn)
Finalisasi Dokumen MPK Kabupaten Tahun (Tn) : Perbaikan dan Penyesuaian Dokumen MPK Kabupaten Tahun (Tn) Final
Alur Penyusunan Dokumen MPK Kabupaten
kegiatan-kegiatan PNPM-PISEW di tingkat Kabupaten, antara lain: penetapan Visi dan Misi PSE, Indikator Misi PSE, Kawasan Strategis Kabupaten (KSK), dan Prioritas Kegiatan PSE. Disamping itu, di dalam dokumen MPK Kabupaten akan dilakukan sinergi terhadap dokumen-dokumen perencanaan PNPMPISEW yang dihasilkan di tingkat Kecamatan yang terkait, yaitu Renstra Kecamatan, Prioritas Kegiatan PSE Kecamatan, dan Program Investasi Kecamatan (PIK). Dapat disimpulkan bahwa dokumen MPK Kabupaten merupakan model dokumen yang dihasilkan dari rangkaian proses mekanisme pelaksanaan PNPMPISEW dan merupakan dokumen yang bersifat koordinatif yang mempertemukan hasil antara perencanaan di tingkat Kabupaten dengan perencanaan di tingkat Kecamatan. Dokumen MPK Kabupaten memuat beberapa hal, antara lain prioritas kegiatan PSE Jangka Menengah Kabupaten yang disusun berdasarkan visi, misi, indikator misi, arah kebijakan, dan strategi dan program PSE Jangka Menengah Kabupaten. Selain itu, sinkronisasi antara kegiatan PSE Jangka Menengah di Kabupaten dengan kegiatan Program Investasi Kecamatan (PIK) di Kecamatan, baik dalam hal substansi, lokasi, maupun waktu kegiatan. Dalam MPK Kabupaten memuat juga rencana biaya, sumber pembiayaan, dan kesiapan pembiayaan untuk melaksanakan kegiatan PSE Tahun (Tn). Muatan
lainnya antara lain adalah Alokasi anggaran dari Pemda yang berupa komitmen alokasi APBD dan alokasi perkecamatan dari APBD; Kegiatan MPK Tahun (Tn) yang disusun dengan menggunakan rincian kegiatan MPK Tahun (Tn) menurut kecamatan, komitmen kegiatan Tahun (Tn) yang dibiayai oleh donor dan APBD; kegiatan Tahun (Tn) KSK menurut indikator PSE-nya; dan komposisi alokasi MPK Tahun (Tn). Selain itu dimuat juga rekomendasi terhadap pola pelaksanaan pembiayaan kegiatan tahunan yang disesuaikan dengan ketersediaan sumber-sumber pembiayaan kegiatan yang ada. Pembelajaran Penyusunan MPK Dalam rangkaian penyusunan dokumen MPK Kabupaten, terdapat 3 (tiga) kegiatan utama yang perlu dilakukan, yaitu (i) penyusunan draft dokumen MPK Kabupaten; (ii) Forum Konsultasi III: kesepakatan atas MPK Kabupaten Tahun (Tn); dan (iii) finalisasi dokumen MPK Kabupaten. Keseluruhan kegiatan tersebut dilaksanakan oleh para pelaku PNPM-PISEW yang terkait di tingkat Kabupaten, terutama yaitu anggota Tim Koordinasi PNPM-PISEW Kabupaten, Sekretariat PNPM-PISEW Kabupaten, dan anggota Komisi yang terkait di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten. Pihak Konsultan Manajemen Kabupaten (KMK), sesuai dengan fungsinya, harus memberikan bantuan kepada berbagai pihak yang terkait dalam penyusunan dokumen MPK Kabupaten melalui bantuan koordinasi dan teknis. Dengan adanya dokumen MPK Kabupaten, diharapkan Pemda Kabupaten dapat mengambil berbagai pembelajaran dan pengalaman (lessons learned) bagaimana melakukan sinkronisasi perencanaan dan penganggaran melalui pengintegrasian program dan kegiatan pembangunan di daerahnya masing-masing, baik antar pelaku pembangunan, antar tingkatan pemerintahan, antar ruang, maupun antar waktu sesuai dengan mekanisme reguler perencanaan dan penganggaran, yaitu berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2003, UU Nomor 25 Tahun 2004, serta UU Nomor 33 Tahun 2004. Sehubungan dengan itu, sesuai fungsi dan perannya sebagai Coordinating Agency dalam PNPM–PISEW yang bertanggung jawab mengkoordinasikan pelaksanaan program dan penanggung jawab subtansi program, maka Bappenas berkepentingan untuk memastikan dan mengawal terlaksananya exit strategy yang baik, sehingga para pelaku PNPM-PISEW di daerah, khususnya di Kabupaten, dapat benar-benar memahami pentingnya penyusunan dokumen MPK Kabupaten sebagai proses pembelajaran koordinasi, sinkronisasi dan penyepakatan perencanaan dan penganggaran program pemberdayaan masyarakat semacam PNPM-PISEW di daerah. Kedepannya, Pemda dengan hasil pembelajaran tersebut dapat mengintegrasikan program sejenis kedalam mekanisme perencanaan regular yang dibiayai secara mandiri dari alokasi APBD masing-masing. (Ahmad Yani)
5
fokus Hasil Pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi Gabungan Penyusunan MPK Tahun 2009 Secara umum pelaksanaan monitoring MPK ini diselenggarakan di seluruh Provinsi dan Kabupaten penerima PNPM-PISEW. Seperti yang telah dijelaskan, sasaran atau obyek pemantauan difokuskan pada, pertama, capaian terhadap substansi dan kedua, capaian terhadap proses, peran pelaku dan capaian waktu pelaksanaan. Penetapan KSK menjadi langkah awal yang penting dalam rangkaian kegiatan PNPM-PISEW. Penetapan KSK merupakan upaya Pemerintah Daerah untuk mengembangkan potensi daerah, melalui kebijakan daerah untuk menetapkan sebuah kawasan sebagai bagian strategis pengembangan yang diharapkan mampu mempercepat pembangunan wilayah disekitarnya. Pada akhirnya, pengembangan KSK dapat mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah (disparity reduction). Hasil Pelaksanaan Monev MPK Hasil dari monitoring dan evaluasi secara umum dipaparkan dalam paragraf-paragraf berikut ini. Instrumen MPK Kabupaten merupakan salah satu cara dalam mencapai satu kesamaan pandang atas upaya pencapai sasaran yang telah disepakati bersama. Dalam lingkup ini, maka MPK dapat berfungsi sebagai “jembatan” yang menghubungkan antara muatan sasaran yang akan dicapai (aspek perencanaan) dengan kapasitas pembiayaan untuk merealisasikan muatan tersebut (aspek penganggaran); Usulan kegiatan yang tercantum dalam MPK adalah seluruh usulan kegiatan PSE, baik yang terdapat dalam KSK maupun kegiatan pendukung dari sektor terkait (activity sharing), serta usulan kegiatan di kecamatan yang lebih dikenal dengan sebutan Program Investasi Kecamatan (PIK), dimana selanjutnya dokumen MPK akan menjadi pedoman obyektif dan terpercaya untuk direalisasikan pada tahun 2009. Memperhatikan beberapa potensi maupun kendala sebagaimana disebut diatas, maka pelaksanaan monitoring atas proses pelaksanaan yang dilaksanakan, menjadi tanggung jawab bersama seluruh pihak yang terlibat dalam kegiatan PNPMPISEW di tingkat Pusat, tidak hanya sekedar dilaksanakan secara benar, tetapi juga kegiatan fasilitasi, bantuan teknis dan penguatan kapasitas pelaku menjadi bagian penting yang dilakukan pada pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi Gabungan.
6
Seluruh Kabupaten telah menetapkan KSK, namun secara substansi terdapat beberapa hal yang perlu mendapat catatan terkait muatan penetapan KSK, antara lain sebagai berikut: • Terdapat 29 KSK (90,6%) yang telah ditetapkan secara substansif telah sesuai dengan tujuan kegiatan. • Terdapat 3 KSK (9,4%) yang dipertimbangkan perlu direview kembali, dalam menyusun dan menetapkan KSK, yaitu: 1)KSK di Kabupaten Tanah Laut yang lokasi KSK-nya tidak berada pada kawasan Strategis Kabupaten, dan 2) KSK di Kab. Jeneponto yang tidak mendukung prioritas pengembangan PSE Kabupaten, dan 3) Kabupaten Bangka yang dalam penetapan KSK-nya tidak mengacu pada RTRW. Kendati capaian substansi minimal telah terpenuhi dalam penentuan dan penetapan KSK, namun kelemahan yang umumnya terjadi adalah terabaikannya aspek substansi karena kurang memperhatikan arah kebijakan PSE Kabupaten. Penyusunan PSE merupakan upaya Pemerintah Daerah untuk melihat potensi Kecamatan dari seluruh sektor
dan kewilayahan, serta melihat arah pengembangan dari pembangunan, sehingga PSE Kecamatan harusnya mendukung kebijakan pengembangan PSE Kabupaten sesuai dengan potensi dan kondisi setiap kecamatan. Dari hasil dari monitoring dan analisis yang dilakukan dapat disampaikan secara umum sebagai berikut: • Terdapat 30 kabupaten (93,8%) telah menyusun PSE Kecamatan, dengan capaian substansi telah sesuai dengan tujuan k e g i a t a n sebagaimana yang terdapat dalam Pedoman PNPMPISEW. • Terdapat 2 (dua) kabupaten (6,3%) Kabupaten dalam proses penyusunan PSE Kecamatan yaitu Kab. Bangka dan Kab. Belitung. Keberadaan PSE Kecamatan menjadi bagian penting dalam menentukan ketepatan arah dan tujuan usulan kegiatan. Tanpa adanya PSE, usulan kegiatan yang diajukan berpotensi untuk tidak dapat optimal mendukung kebijakan pembangunan daerah, baik untuk skala Kabupaten maupun Kecamatan. Pada akhirnya upaya-upaya pengentasan kemiskinan kurang optimal, mengingat kegiatan yang diusulkan bersentuhan langsung dengan kondisi nyata masyarakat, khususnya masyarakat miskin. Penyusunan dan Penetapan PIK Sementara itu penyusunan dan penetapan PIK menjadi landasan penting untuk realisasi kegiatan fisik di tahun 2009, dan merupakan proses internalisasi dan sinkronisasi antara pelaksanaan program dan kegiatan instansi kabupaten di kecamatan dengan usulan masyarakat yang berasal dari desa. Dari hasil dari pemantuan dan analisis yang dilakukan dapat disampaikan secara umum sebagai berikut ; Seluruh Kabupaten telah menyelesaikan penyusunan PIK, namun secara substansi terdapat beberapa hal yang perlu mendapat catatan, antara lain: • Terdapat 30 kabupaten (93,8%) telah menyusun PIK Kecamatan, dengan capaian substansi telah sesuai dengan tujuan kegiatan sebagaimana yang terdapat dalam Pedoman PNPM-PISEW. • Terdapat 2 kabupaten (6,3%) yang perlu direview kembali yaitu; 1) Usulan PIK dari Kab. Jeneponto (Sulawesi Selatan) yang tidak memiliki keselarasan dengan rencana pembangunan Kabupaten dan nilai usulan kegiatan setiap paket melebihi Rp 50 juta, 2) Usulan PIK dari Kab. Tanah Laut (Kalimantan Selatan) yang tidak memiliki keselarasan dengan rencana pembangunan Kabupaten.
Dalam pada itu Kabupaten Belitung perlu pemantauan dan pendampingan teknis lebih lanjut dari pelaku konsultan di daerah, terhadap keselarasan usulan yang terdapat dalam PIK, walaupun telah tersusun namun dokumen PSE sebagai dasar penyusunan PIK belum tersusun. Substansi Usulan Kegiatan KSK dan MPK Terdapat 2 Kelompok Fokus pengamatan, yaitu terkait dengan 1) Penetapan Usulan Kegiatan KSK dan 2) Penyusunan dan Penetapan Usulan Kegiatan Pendukung Sektor/Dinas (activity sharing) Penyusunan dan penetapan KSK menjadi landasan penting untuk realisasi kegiatan fisik di tahun 2009 , dan merupakan proses internalisasi dari berbagai kepentingan, permasalahan dan potensi dari sektor terhadap arah kebijakan prioritas pembangunan Kabupaten sebagaimana yang terdapat dalam PSE Kabupaten, Diharapkan melalui kegiatan KSK dapat mereduksi persoalan kemiskinan dan khususnya kesenjangan pembangunan antar wilayah, dalam skala Kabupaten. Dari hasil dari pemantuan dan analisis yang dilakukan dapat disampaikan secara umum sebagai berikut ; Seluruh kabupaten telah menyelesaikan penyusunan KSK (100%), namun secara substansi yang terdapat beberapa yang perlu mendapat catatan, dalam muatan KSK, yang dapat dijelaskan sebagai berikut • Terdapat 18 kabupaten (60 %) yang secara umum dalam penyusunan KSK telah mencapai substansi dari tujuan pelaksanaan kegiatan. • Terdapat 14 kabupaten (40 %) yang muatan KSKnya perlu direview kembali, sebab belum dikoordinasikan dengan Provinsi untuk menselaraskan kegiatan KSK dengan kebijakan arah pengembangan Provinsi (sektor dan kewilayahan), yaitu: Kab. Merangin dan Muarojambi (Prov Jambi); Kab. Belitung (Kep. Bangka Belitung); Kab. Sintang (Kalimantan Barat); Kab. Hulu Sungai Tengah, Kab. Hulu Sungai Selatan, Kab. Tanah Laut, Kab. Tabalong, dan Kab. Banjar (Kalimantan Selatan); Kab. Jeneponto dan Kab. Bone (Sulawesi Selatan); dan Kab. Mamuju dan Kab. Mamuju Utara (Sulawesi Barat). (Liputan oleh MZ. Masngudi)
7
selayang pandang
PERKEMB ANG AN KEBIJ AKAN D AERAH PERKEMBANG ANGAN KEBIJAKAN DAERAH DI KAB UP ATEN PENERIMA PNPM-PISEW KABUP UPA Sebagai operasionalisasi dari peran dan fungsi BAPPENAS selaku Coordinating Agency, maka melalui Sekretariat PNPM-PISEW Nasional (Setnas PNPM-PISEW) pada tahun 2008 dilaksanakan studi Identifikasi Kondisi Awal Kabupaten Penerima PNPM-PISEW yang difokuskan pada aspek kebijakan daerah. Pelaksanaan studi ini memiliki posisi strategis, terutama dalam kerangka penguatan kebijakan daerah guna mencapai keberhasilan tiga tujuan utama PNPM-PISEW, yaitu mengatasi kesenjangan antarwilayah, memperkuat kapasitas kelembagaan Pemda dan institusi lokal di tingkat desa, serta mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran. Tujuan utama dari studi ini, yaitu untuk menyusun informasi awal ketersediaan kebijakan daerah di 32 kabupaten penerima PNPM-PISEW di 9 provinsi yang selanjutnya dijadikan indikator dan disurvey ke daerah untuk dikaji keterkaitannya dengan tiga tujuan utama PNPM-PISEW, baik secara langsung maupun tidak langsung. Berdasarkan 3 tujuan tersebut, maka disusun daftar apa saja peraturan perundangan di pusat yang terkait, kemudian kebijakan apa saja yang perlu ada di kabupaten, dan selanjutnya dijadikan indikator. Berdasarkan hasil identifikasi pada tahun 2008, pengelompokkan terbagi atas 4 klaster, yaitu Klaster I s/d Klaster IV. Klaster I : kelompok kabupaten yang jumlah kebijakan daerahnya di atas rata-rata dalam semua tujuan PNPM-PISEW. Klaster II : kelompok kabupaten yang jumlah kebijakan daerahnya di atas rata-rata dalam dua tujuan. Klaster III : kelompok kabupaten yang jumlah kebijakan daerahnya di atas rata-rata dalam satu tujuan. Klaster IV : kelompok kabupaten yang jumlah kebijakan daerahnya di bawah rata-rata dalam semua tujuan. Dalam profil berikut ini, BuletinPISEW akan menampilkan profil kebijakan daerah 2 kabupaten yang termasuk Klaster I, yaitu Kabupaten Bangka (Kepulauan Bangka Belitung) dan Sinjai (Sulawesi Selatan). Pemilihan kedua kabupaten itu bukan berarti kinerja kebijakan daerahnya lebih baik
8
dibandingkan kabupaten-kabupaten lainnya, yaitu Kabupaten Belitung, Enrekang, Bone, Lombok Timur, Bima dan Sumbawa. Alasan pemilihan lebih terkait ketersediaan dan kelengkapan data dan informasi yang ada.
KABUPATEN BANGKA Wilayah Kabupaten Bangka terletak di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan luas lebih kurang 2.950,68 Km2. Secara administratif terdiri atas 8 kecamatan, 9 kelurahan dan 60 desa. Beberapa kecamatan penerima PNPM-PISEW adalah Mendo Barat, Merawang, Puding Besar, Bakam, Belinyu dan Riau Silip, yang merupakan eks Program Pengembangan Kecamatan (PPK). Jumlah penduduk pada tahun 2006 sebesar 256.224 jiwa dengan tingkat pengangguran sekitar 8,11% dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) sebesar 62,60%. Jika dibandingkan dengan kabupaten lainnya di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang rata-rata mencapai 9% dan 62,5%, maka kondisi ketenagakerjaannya sedikit lebih baik. Masyarakat Bangka berkarakter ekstrovert, sehingga di wilayah ini berkembang berbagai enklave etnis yang membaur, baik etnis Bangka keturunan Tionghoa,
Bugis, Madura, Butun, Jawa, Bali, Ambon, Batak, Aceh, Palembang, dan Padang. Salah satu enklave yang ada adalah perkampungan nelayan Bugis.
Tengah, Bulupoddo, Sinjai Selatan, Sinjai Timur dan Pulau Sembilan yang kesemuanya adalah kecamatan eks PPK.
Berdasarkan hasil identifikasi pada tahun 2008, kabupaten ini termasuk dalam Klaster I, dimana telah ditetapkan berbagai kebijakan daerah seperti RTRW Kabupaten, Penerapan Instrumen Ekonomi untuk Pengelolaan SDA dan LH Kabupaten (misal: Pajak Lingkungan), Kawasan Rawan Bencana, Kerjasama antar daerah, Lembaga Pelayanan/Perizinan Satu Pintu (One Stop Service), serta Penetapan Prosedur, Waktu, dan Biaya Perijinan Investasi/Usaha.
Jumlah penduduk pada tahun 2007 sebesar 223.522 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,06%. Kepadatan penduduk sebesar 273 jiwa per km 2 , dimana terpadat di Kecamatan Sinjai Utara (1.332 jiwa/km2) dan terjarang di Bulupoddo (156 jiwa/km2).
Dalam kebijakan pemanfaatan ruang sebagai daerah kepulauan antara lain dengan pengembangan sektor perhubungan sebagai sektor strategis dan prioritas, sehingga penyelenggaraan sistem perhubungan (udara, laut dan darat) dilaksanakan secara terpadu guna memperlancar mobilitas barang, penumpang, maupun jasa, baik dalam wilayah kabupaten maupun keluar wilayah Kabupaten Bangka. Guna mengoperasionalkan PERMENDAGRI No. 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, maka pada awal tahun 2007, telah dibentuk Unit Pelayanan Terpadu–Satu Pintu (UPT–SP) dan penerapan Standar Pelayanan Minimum (SPM) secara bertahap. Berdasarkan PERDA No. 17 tahun 2007 tanggal 30 Juli 2007, status kelembagaan UPT-SP telah ditingkatkan dari unit atau bagian dari DISPENDA menjadi Lembaga Teknis Daerah yaitu Kantor Pelayanan Terpadu (KPT). Jenis-jenis layanan publik yang diselenggarakan KPT berupa perizinan dan non perizinan. Jenis layananan perizinan sekitar 62 jenis meliputi: Izin Tempat Usaha Pedagang Kaki Lima, Izin Pengumpulan dan Pengiriman Logam Tua dan Barang Bekas, Izin Pemungutan Hasil Hutan Kayu (IPHHK), Izin Usaha Jasa Konstruksi (IUJK), Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Retribusi Izin Gangguan (HO), Izin Pemanfaatan Air Limbah untuk Aplikasi pada Tanah, Izin Peruntukan Penggunaan Tanah, Pemberian Hak Pemakaian/ Penggunaan Tanah, dan lain-lain. Sedangkan layanan non perizinan sekitar 21 jenis meliputi: Akte Ganti Nama WNA/WNI, Akte Kelahiran, Akte Kematian, Akte Perceraian, Akte Perkawinan WNA/WNI, Pengesahan Anak/Pengakuan Anak, Retribusi Sempadan, Retribusi Logam Tua dan Barang Bekas, Kartu Keluarga, KTP, dan lain-lain.
KABUPATEN SINJAI Wilayah Kabupaten Sinjai terletak di Provinsi Sulawesi Selatan dengan luas sekitar 819,96 Km 2 . Secara administratif terdiri atas 9 kecamatan, 13 kelurahan dan 67 desa. Delapan kecamatan yang ada yang masuk program PNPM-PISEW adalah Sinjai Barat, Sinjai Borong, Tellu Limpoe, Sinjai
Berdasarkan hasil identifikasi kondisi kebijakan daerah pada tahun 2008, kabupaten ini termasuk dalam Klaster I, dimana telah ditetapkan kebijakan yang berkaitan dengan RTRW Kabupaten, RDTR, KSK, Kawasan Budidaya, Bentuk dan Besarnya Ganti Kerugian Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum, Kebijakan Bidang Lingkungan Hidup Skala Kabupaten, Penerapan Instrumen Ekonomi untuk Pengelolaan SDA dan LH Kabupaten (misal: Pajak Lingkungan), Strategi Sanitasi Kabupaten, Kawasan Rawan Bencana, penetapan Penyelenggaraan Kerjasama Antardaerah, Penetapan Prosedur, Waktu, dan Biaya Perijinan Investasi/Usaha, penyelenggaran anggaran berbasis kinerja, penyelenggaraan pendidikan bebas biaya, serta penyelenggaraan program Jamkesda (Jaminan Kesehatan Daerah). Kebijakan daerah Kabupaten Sinjai dicanangkan dalam Tiga Pilar, yaitu Kesehatan, Pendidikan dan Agama. Dalam bidang Kesehatan, sejak tahun 2004 telah diprogramkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat Miskin melalui Program Jamkesda, dimana pelayanan kesehatan yang murah serta berkualitas diberikan cukup dengan membayar biaya Rp 10.000,dengan syarat mendaftar dengan melampirkan foto copy Kartu Keluarga (KK), KTP dan pas foto seluruh anggota keluarga. Dalam bidang pendidikan, sejak tahun 2004, telah dicanangkan pendidikan bebas biaya mulai dari tingkat SD sampai dengan SLTP. Pada tahun 2006, bahkan diperluas sampai dengan SLTA. Di bidang keagamaan, antara lain telah diberikan insentif bagi guru-guru mengaji dan imam masjid/musalla serta penuntasan buta aksara Al-Quran.
PENUTUP Berdasarkan profil kondisi awal kebijakan daerah di 2 kabupaten diatas, secara umum dapat ditarik benang merah bahwa ketersediaan kebijakan daerah tidak selalu mencerminkan kesiapan daerah dalam melaksanakan PNPM-PISEW. Namun demikian bila dikaitkan dengan penyiapan exit strategy paska PNPM-PISEW, proses pengembangan kebijakan daerah ini dapat menjadi pembelajaran bagi daerah dalam sinkronisasi program kedalam mekanisme perencanaan regular, sehingga kedepannya program tidak hanya berhenti sebatas siklus proyek, tetapi dapat berkelanjutan dan lestari. (Ahmad Yani)
9
inspirasi Jer besuki mawa bea, begitu pepatah Jawa menggambarkan kiat untuk menuju sukses. Kisah sukses memang bukan cerita yang datang secara tibatiba dan tanpa pengorbanan. Kesuksesan harus diciptakan dan layak diperjuangkan secara sungguhsungguh mulai dari hal-hal yang kelihatannya kecil dan terkesan remeh.
Mawar Putih dari Kusan Hulu Berawal dari kegiatan pengajian dan arisan berskala kecil, kelompok yang dikelola kaum perempuan berkembang menjadi organisasi simpan-pinjam yang dikelola dengan baik dan melibatkan banyak anggota. Bukan kebetulan bila mereka memberi nama kelompok itu mawar putih, bunga yang selain indah, juga memiliki kekuatan (membela diri) lewat seperangkat duri yang tersebar di sekujur batangnya.
Nama Karang Mulya mungkin bukan sesuatu yang istimewa bagi sebagian besar dari kita, bahkan terkesan antah-berantah. Itu hanya nama sebuah desa kecil di Kecamatan Kusan Hulu, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan. Desa Karang Mulya tidak setenar Legian, Bali, yang mungkin telah banyak dikenal seantero masyarakat dunia. Mungkin juga tidak setenar Kampung Pandean, Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Juga tidak tertulis dalam buku sejarah seperti halnya Dusun Kemusuk, Desa Argomulyo, Kabupaten Bantul. Kampung Pandean, Blitar, merupakan tempat kelahiran Proklamator sekaligus Presiden Pertama Republik Indonesia, Bung Karno. Sedangkan Presiden Kedua, HM Soeharto lahir di Dusun Kemusuk, Bantul. Tetapi, apabila Anda sempat berkunjung ke Desa Karang Mulya dan melangkahkan kaki lebih jauh ke dalamnya, semerbak wangi dari rumpunan bunga mawar putih yang ada di sana akan menerpa.
10
SPP Mawar Putih Begitulah, mawar putih memang sedang mekarmekarnya di sana. Bukan bunga mawar putih yang berduri yang semerbak wanginya menyegarkan, tapi Mawar Putih yang dimaksud merupakan kelompok Simpan Pinjam Perempuan (SPP), Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang kebetulan berdomisili di Desa Karang Mulya, Kecamatan Kusan Hulu, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan. Mengapa dikatakan mekar? Sebabnya, kelompok SPP yang dibentuk tahun 1996 ini awalnya hanya sebuah kelompok pengajian Yasinan kecil yang beranggotakan ibu-ibu rumah tangga dengan anggota tak lebih dari 15 orang. Tapi, dari kelompok pengajian, SPP Mawar Putih berkembang menjadi kelompok ekonomi produktif yang sudah memiliki anggota 100 orang lebih. Bukan hanya mekar, SPP Mawar Putih pun terus berkembang. Basisnya kini tak hanya di Desa Karang Mulya tapi sudah merambah ke desa tetangga, yakni Desa Tapus dan Ringkit.
Kisah sukses Mawar Putih ini bermula dari keinginan kaum perempuan di Desa Karang Mulya untuk memanfaatkan waktu luang mereka. Ternyata, berawal dari perbincangan sebelum dan sesudah pengajian Yasinan, para ibu itu sepakat untuk menjadikan kelompok itu menjadi kelompok arisan dan kemudian berkembang menjadi kelompok ekonomi produktif. Mereka misalnya, mendiskusikan cara membantu kelompok arisan. Gayung pun bersambut. Sejak 1966, kelompok itu memiliki dua kegiatan rutin: pengajian dan arisan. Modal awal pun dikumpulkan. Dari simpanan pokok Rp 7.500,- dan simpanan wajib Rp 1.000,- per kepala, para anggota pun diajak menyalurkan simpanan sukarela sesuai kemampuan masing-masing. Akhirnya, terkumpulah dana sekitar Rp 850 ribu. Pucuk dicinta ulam tiba. Di saat kelompok itu membutuhkan dana tambahan, masuklah Program Pengembangan Kecamatan Fase Pertama (PPK I) ke wilayah mereka pada 1999. Dengan usaha yang kuat, kelompok tersebut berhasil mendapatkan pinjaman dana Rp 43 juta. Dengan modal yang cukup besar, penerima manfaat pun lebih banyak, yakni 30 orang. Tentu saja, tidak semua kelompok yang mengajukan bisa mendapatkan bantuan dari PPK. Masyarakat sendiri yang menentukan kelompok yang layak mendapatkannya. Selain itu, ketersediaan dana di kas Unit Pengelola Kegiatan (UPK) juga menentukan. Bila ada kelompok yang menunggak pengembalian pinjaman, otomatis kas UPK terganggu. Satu hal yang perlu dicatat, ternyata kelompok ini menerapkan sistem simpan-pinjam tersendiri. Setiap penerima pinjaman hanya mendapat jangka waktu pengembalian selama tiga bulan, dengan bunga 10 persen. Padahal, pengembalian pinjaman ke UPK diberi waktu sampai 18 bulan, kelompok tersebut dapat menggulirkan dana sampai beberapa tahap. Bisa dihitung sendiri, berapa penghasilan kelompok dari bunganya. Sistem ini juga diterapkan pada PPK II yang mendapat jatah Rp 9,5 juta. Manajemen Pengelolaan SPP Mengelola 100 anggota bukanlah pekerjaan gampang. Lalu, bagaimana mereka berkoordinasi? Selain bertemu dalam forum pengajian, mereka melakukan pertemuan bulanan secara rutin. Pertemuan bulanan itu digelar di Balai Pertemuan Desa Karang Mulya. Tujuannya, untuk membicarakan perkembangan kegiatan, membahas masalah selama bulan berjalan dan upaya penyelesaiannya. Selain itu, kelompok ini juga memiliki agenda Rapat Anggota Tahunan (RAT) setiap bulan April. RAT ini bertujuan membahas pembagian Sisa Hasil Keuntungan (SHU) 10 persen bagi para pengurus dan anggota.
Bayangkan, setiap anggota menerima SHU Rp 30 ribu! Lumayan, bukan? Prestasi ini dapat tercapai karena setiap anggota taat dan bertanggung jawab mengembalikan pinjaman setiap bulannya. Pasalnya, kalau terlambat, mereka akan terjerat denda lumayan besar, Rp 5 ribu per hari. Kalau sampai tiga bulan berturut-turut tidak membayar juga, selain diberi peringatan, si pembangkang juga bakal dipanggil untuk ’diadili’ dan bahkan disita barang-barangnya senilai jumlah tunggakan. Tenggat waktu pembayaran adalah tanggal 11 setiap bulannya. Pinjaman dari Mawar Putih kepada anggota besarnya bervariasi, sesuai kebutuhan. Anggota yang belum melunasi pinjamannya dapat mengajukan peminjaman baru, tapi besarnya tak boleh lebih dari Rp 1 juta, dengan bunga rendah per bulan, sesuai keputusan bersama. Sedangkan anggota baru boleh melakukan pinjaman pada bulan berikutnya, setelah membayar simpanan pokok, wajib dan sukarela. Bagi anggota yang ingin menabung, diberikan bunga satu persen per bulan. Sementara, bagi yang mengundurkan diri, mereka hanya bisa mengambil simpanan wajib dan sukarela, karena simpanan pokoknya menjadi hak kelompok. Inilah contoh prestasi berkat organisasi yang dikelola dengan baik. Hasilnya, kesejahteraan warga pun meningkat. Pembelajaran Dari kisah di atas dapat diambil beberapa pesan yang dapat dipetik sebagai pembelajaran dalam upaya pemberdayaan masyarakat. Pertama, kesempatan akan selalu ada dan menjadi peluang yang bagus jika kita punya niat dan kemauan memanfaatkannya; Kedua, sebagaimana ungkapan George Bernard Shaw bahwa orang-orang yang sukses selalu bangkit dan mencari situasi yang mereka inginkan. Jika tidak menemukannya, mereka akan menciptakannya; Ketiga, hidup adalah mengejar yang terbaik dalam semua prioritas yang terpenting dalam hidup, yaitu: bangkit dari kegagalan, membangun karakter, memiliki integritas, menjadi seperti apa diri kita seharusnya, dan memberikan yang terbaik bagi sesama. Keempat, kisah sukses memang bukan cerita yang datang secara tiba-tiba dan tanpa pengorbanan. Kesuksesan harus diciptakan dan layak diperjuangkan secara sungguh-sungguh mulai dari hal-hal yang kelihatannya kecil dan terkesan remeh. Semoga kisah ini bisa memberikan inspirasi bagi kita semua untuk melangkah maju. (disadur dari buku Surat dari Desa, 2007)
11
ar tikel Stadia Perkembangan Transformatif dari P3DT menuju PISEW
Mohammad Maulana Ketua Tim KPTKP
Menanggapi pertanyaanpertanyaan yang kerap muncul dalam berbagai kesempatan tentang RISE (Regional Infrastructure Social and Economic Program) kiranya perlu dipaparkan kronologis tentang perkembangan program RISE yang sekarang lebih kita kenal sebagai PISEW (Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah.
P3DT Fase I dan II (1995-1999) Untuk melaksanakan Program P3DT, Pemerintah Jepang melalui Overseas Economic Cooperation Fund (OECF)/Japan Bank for International Cooperation (JBIC) memberikan pinjaman dana berupa spesific block grant. P3DT Fase I (IP-437) dilaksanakan pada tahun anggaran 1995/1996-1996/1997, kemudian dilanjutkan pada P3DT Fase II (IP-500) dilaksanakan pada tahun anggaran 1997/1998-1999/2000. Pada tahun terakhir Fase II (1999/2000), pembangunan prasarana diarahkan kepada kegiatan ekonomi pendukung kebutuhan dasar yaitu pertanian berupa prasarana irigasi dan pasca panen. Program Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal (P3DT) pada Fase I dan II, mengupayakan penyediaan prasarana kepada masyarakat miskin untuk memperoleh kesempatan memenuhi kebutuhan dasar sosial ekonominya, yakni aksesibilitas, kesehatan dan pada tahun terakhir Fase II disediakan prasarana pendukung kegiatan pertanian. Proses yang dilakukan mulai menggunakan ‘bottom up planning’ yakni adanya forum Musbangdes, UDKP dan Rakorbang, walaupun masih sederhana, karena pada kurun waktu tersebut paradigma pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan baru digalakkan. Satuan wilayah perencanaan yang digunakan adalah sistem cluster yakni mengelompokkan desa-desa tertinggal, dimana terdapat salah satu desa sebagai desa produktif potensial. Sistem pelaksanaan pembangunan prasarana mulai diupayakan dengan model Kerjasama Operasional (KSO) antara masyarakat dan kontraktor. Berdasarkan evaluasi dampak yang telah dilakukan, Program P3DT telah meningkatkan aksesibilitas ke pusat-pusat pelayanan ibu kota kecamatan, pasar desa, terminal terdekat, pertokoan serta pendidikan,
12
meningkatkan produksi panen, menurunnya biaya operasional, serta meningkatnya derajat kesehatan. Secara umum P3DT merupakan program yang sangat diharapkan kehadirannya oleh masyarakat pada waktu itu. Pada saat krisis ekonomi yang dimulai 1997, dimana angka kemiskinan meningkat, khususnya di perdesaan, pelaksanaan P3DT menjadi tumpuan untuk menggerakkan kegiatan sosial ekonomi di perdesaan melalui pembangunan prasarana-prasarana dasar. P3DT Fase III atau P2D (2000 -2003) Selanjutnya, seiring dengan perkembangan upaya pengentasan kemiskinan yang mulai mengarah kepada pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat, maka pada periode 2000-2003 diluncurkan P3DT Fase III, yang merupakan pengembangan dan evaluasi kinerja dari Fase sebelumnya yang telah disesuaikan dengan dinamika otonomi daerah yang mulai bergulir. Dalam fase ini terjadi perubahan nama P3DT menjadi Pengembangan Prasarana Perdesaan (P2D). Upaya penyediaan prasarana pun mengalami pengembangan sasaran, yakni Pemberdayaan Sosial Ekonomi Masyarakat (PSEM), dimana prasarana yang dibangun diarahkan untuk mendukung kegiatan ekonomi produktif masyarakat. Program P2D dalam pelaksanaannya dilaksanakan dengan mengkombinasikan antara ‘bottom up’ dan ‘top down planning’ yakni terjadinya interaksi kabupaten dan masyarakat perdesaan di tingkat kecamatan sehingga ditetapkan satuan wilayah perencanaan adalah kecamatan. Pemberdayaan masyarakat lebih dipertajam dengan prinsip bahwa aspirasi masyarakat harus jelas, baik tujuan maupun tahapan implementasinya yakni masyarakat menyusun Rencana Strategis Kecamatan dan Program Investasi Kecamatan melalui wadah Kelompok Diskusi Sektor secara partisipatif yang disepakati dalam 4 kali UDKP. Sistem pelaksanaan dikembangkan melalui Pelaksanaan Langsung (PL) oleh Organisasi Masyarakat Setempat (OMS) di samping KSO. Untuk mengupayakan pelestarian hasil-hasilnya melalui optimalisasi Kelompok Pemanfaat dan Pemelihara (KPP). Sejalan dengan berakhirnya pelaksanaan P2D, ternyata telah terjadi peningkatan pola pikir masyarakat untuk memberdayakan dirinya baik sosial maupun ekonomi, demikian pula dengan kesadaran untuk meningkatkan kesejahteraan serta berpartisipasi dalam pembangunan. Disamping tentunya prasarana yang dibangun benar-benar memberikan pengaruh yang
signifikan pada peningkatan ekonomi masyarakat perdesaan. Secara umum hasil pelaksanaan selama P3DT sampai P2D (1995/1995 – 2003) antara lain: • Semakin meningkatnya pengetahuan, partisipasi serta kelembagaan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan maupun pemeliharaan prasarana perdesaan. • Usulan masyarakat mulai terarah dan terprogram sesuai dengan kebutuhan pengembangan potensi dan kegiatan usahanya, dimana usulan tersebut dituangkan kedalam Dokumen RENSTRA Kecamatan dan Program Investasi Kecamatan (PIK) Tahunan • Terbangunnya prasarana jalan sepanjang 45.966 km, jembatan sepanjang 259.220 m, tambatan perahu sebanyak 2.630 unit, air bersih sebanyak 39.954 unit, MCK sebanyak 18.246 unit, saluran irigasi sepanjang 3.137 km tersebar di 20.270 desa pada 21 Provinsi di luar Jawa-Bali. • Banyaknya dana yang terserap oleh masyarakat dari total alokasi dana sebesar Rp 1,518 Milyar (50,3%) sehingga terjadi pembentukan modal di desa yang berakibat terjadi ‘multiplier effect’ di desa. • Terbangunnya sistem informasi monitoring pembangunan prasarana perdesaan P3DT Fase IV (PISEW) Beberapa pelajaran penting dari pengalaman pelaksanaan P3DT selama 3 fase antara lain: • Aparatur daerah di tingkat Kabupaten belum mempunyai kapasitas yang baik untuk dapat mengakomodasi aspirasi masyarakat; • Sistem manajemen pembangunan daerah Kabupaten yang masih terlalu umum dan luas bagi akomodasi visi pemberdayaan masyarakat perdesaan secara ‘operasional dan terstruktur’; • Efektivitas pembangunan wilayah dipengaruhi oleh sejauhmana keterlibatan stakeholders (eksekutif, legislatif maupun masyarakat dan swasta) • Kabupaten harus mempunyai motor penggerak dalam rangka mengentaskan kemiskinan melalui pengembangan ekonomi lokal. • Dalam Fase III, perspektif pembangunan prasarana fisik strategis ditarik pada skala Kecamatan untuk memberikan dampak lebih besar pada prioritas pengembangan Kecamatan, sehingga membutuhkan keterlibatan yang lebih intensif dari Kabupaten; • Adanya kebutuhan penguatan kelembagaan dan aparatur Kabupaten, terutama terkait dengan otonomi daerah; • Adanya kelemahan kapasitas aparatur dan kelembagaamnya didalam pengambilan inisiatif, komitmen, manajemen, dan pengawasan terkait dengan koordinasi pelaksanaan pembangunan; • Lemahnya kemampuan lembaga/instansi Kabupaten dalam memberikan masukan substansi RENSTRA Kecamatan, dan dalam mengarahkan aparatur Kecamatan terkait dengan tugas dan perannya; • Komunikasi dan interaksi perencanaan Kabupaten, baik secara vertikal maupun horisontal – yang
terkait dengan proses aspirasi masyarakat perdesaan masih minim dan belum terkoordinasi dengan baik; • Peran DPRD Kabupaten dalam perencanaan pembangunan daerah perlu lebih ditingkatkan dalam kerangka proses dan prosedur yang terstruktur; • Tidak memadainya Data dan Informasi untuk mendukung kebutuhan dan keperluan kegiatan perencanaan pembangunan wilayah perdesaan Kabupaten bersangkutan. Apabila diperhatikan secara seksama dari hasil evaluasi pelaksanaan program P3DT/P2D, dan dari hasil pemantauan pelaksanaan pilot project Penguatan Kelembagaan Pengembangan Prasarana Perdesaan (PKP2D), bahwa program-program tersebut berkembang sesuai dengan dinamika pembangunan daerah, dan pengembangan terhadap sistem perencanaannya tidak hanya semata-mata mencakup penyediaan prasarana, namun juga mengupayakan pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat sebagai prioritas utama (‘mainstreaming’) agar dapat tumbuh dan berkembang. Untuk itu pengembangan pada PISEW ini akan meliputi beberapa sasaran pokok, yaitu: • Memperkuat sinergi usulan masyarakat dengan akomodasi aparatur di dalam wilayah Kecamatan; • Mendekatkan kebijakan pembangunan daerah Kabupaten kepada masyarakat sebagai subyek pembangunan daerah; • Kemandirian daerah dalam upaya pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat; • Penguatan Kelembagaan melalui Proses Perencanaan dan Pelaksanaan Pembangunan; • Mendukung Perencanaan Strategis di Kecamatan; • Pengembangan prasarana fisik perdesaan dilakukan secara selektif sesuai kebutuhan dan bersifat strategis dilihat dari potensinya; • Prasarana fisik yang dibangun harus dapat memberikan dampak positif serta sebagai katalisator pengembangan kawasan dan prioritas kebutuhan masyakaratnya; • Adanya tambahan jenis prasarana fisik, seperti Pasar Desa, Puskesmas, SD/MI dan SMP/MTs; • Perumusan Kawasan Strategis Pemberdayaan Masyarakat (KSPM) di tingkat Kabupaten, sebagai pendorong upaya Pemberdayaan Sosial Ekonomi Masyarakat (PSEM); • Melakukan integrasi antara usulan masyarakat dengan program sektor instansi kabupaten yang dilaksanakan di kecamatan sebagai substansi RENSTRA Kecamatan, dan dicakup didalam Memorandum Program Koordinatif (MPK); • Adanya forum Rapat Dewan, sebagai suatu wahana interaksi antara Eksekutif dengan Legislatif, terkait dengan aspek Pemberdayaan Sosial Ekonomi Masyarakat (PSEM). (Mohammad Maulana)
13
aktualita Per sia pan Pr og ersia siapan Prog ogrram PNPM-PISEW Tahun 2009 Pelaksanaan PNPM-PISEW pada tahun 2008, apabila dilihat dari sisi waktu, maka telah mengalami keterlambatan dari jadwal yang seharusnya. PNPMPISEW baru dicanangkan pada 5 Agustus 2008 oleh Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pekerjaan Umum, kemudian dilanjutkan dengan penyelenggaraan diseminasi tingkat Pusat dan Pelatihan Pelatih (TOT) Pusat. Oleh karenanya, Tim Koordinasi Pengelolaan PNPM-PISEW Pusat bersepakat bahwa pelaksanaan PNPM-PISEW tahun 2008 perlu menggunakan opsi “pintas” atau “crash program”. Dalam opsi pintas atau secara formal disebut sebagai Mekanisme Perencanaan PNPM PISEW Tahun 2008 diputuskan bahwa prinsip Tn-1 (tahun pelaksanaan minus satu) harus tetap dipertahankan, sehingga penerapan ‘opsi pintas’ disesuaikan dengan sisa ketersediaan waktu yang ada. Namun Tim Koordinasi juga mengarahkan agar pada tahun 2009 sudah menerapkan mekanisme perencanaan secara ‘penuh’. Asumsi Perencanaan Tahun 2008 Beberapa asumsi yang dipergunakan dalam penyusunan Mekanisme Perencanaan PNPM-PISEW Tahun 2008 dijelaskan dalam paragraph berikut ini. Pertama, adanya arahan yang bersifat kebijakan, baik terkait dengan ruang maupun sektor, yang diharapkan dapat diperoleh dari dokumen perencanaan yang ada (RTRW Provinsi/Kabupaten, RPJMD Kabupaten, SPKD Kabupaten, dan lain-lain). Kedua, adanya prioritas yang terkait dengan usulan program, utamanya diperoleh dari dokumen hasil Musrengbang Kabupaten tahun 2008, dan dokumen perencanaan Dinas/Instansi yang terkait. Ketiga, usulan kegiatan dari masyarakat, diasumsikan diperoleh melalui Musrengbang Kecamatan 2008 dan rekaman ‘aspiratif’ lain yang dapat dipertimbangkan. Keempat, penetapan Kawasan Strategis Kabupaten (KSK) diupayakan dapat berlaku selama 3 tahun kedepan, sementara usulan kegiatan, baik dalam skala KSK maupun PIK, hanya disusun untuk Usulan Kegiatan Tahun 2009; Kelima, rumusan Memorandum Program Koordinatif (MPK) tahun 2009 hanya berisikan alokasi pembiayaan untuk KSK dan Kecamatan yang dicakup PNPM-PISEW. Keenam, Forum Konsultasi hanya satu kali dilakukan untuk menyepakati substansi MPK Tahun 2009. Memorandum Program Koordinatif Keluaran akhir dari mekanisme perencanaan tahun 2008 adalah disepakatinya dokumen MPK tahun 2009. Dokumen ini mencakup usulan kegiatan di KSK dan
14
Kecamatan . Tahapan dalam mekanisme perencanaan tahun 2008 terdiri atas 3 tahap, yaitu Tahap A (Persiapan), Tahap B (Penyusunan KSK dan PIK), serta Tahap C (Penyusunan MPK dan Desain Teknis Usulan Kegiatan). Mekanisme pengelolaan program dilakukan dengan menerapkan pola penanganan bertingkat yang saling terkait dan sesuai dengan variasi kondisi maupun kebutuhan para pelaku dan pihak-pihak terkait. Pada intinya, pengelolaan program dilakukan dengan menerapkan “manajemen fleksibilitas” melalui adanya pembagian tingkatan dalam aspek “pengelolaan kegiatan” dengan aspek “subyek yang dikelolanya”, dimana subyek tersebut merupakan sasaran penguatan kelembagaan yakni Tingkat Sistem, Lembaga/Institusi dan Individu. Secara garis besar struktur mekanisme kegiatan terdiri dari atas dua bagian kerja, yakni mekanisme partisipatif di desa dan kecamatan serta mekanisme koordinatif di kabupaten dan provinsi. Kedua bagian mekanisme kegiatan tersebut dijabarkan ke dalam serangkaian kegiatan yang selanjutnya membentuk alur kerja antara elemen setiap tingkatan dan wilayah kerja (Provinsi, Kabupaten, Kecamatan dan Desa). Antar kegiatan dalam mekanisme program mempunyai saling keterkaitan, yakni proses IPO (Input-ProcessOutput), sedemikian sehingga akuntabilitasnya dapat diukur dengan baik. Tiga tahapan utama dalam Opsi Pintas yang harus dilaksanakan, terdiri dari Tahap Persiapan, yang memerlukan waktu sekitar 10 minggu, Tahap Penyusunan Usulan Kegiatan 2009 untuk KSK dan PIK, yang memerlukan waktu pelaksanaan sekitar 3 minggu dan tahap Penyusunan MKP dan Desain Teknis Usulan Kegiatan, memerlukan waktu pelaksanaan sekitar 4 minggu. Beberapa catatan dalam rangka program 2009 adalah: Pertama, mekanisme Kegiatan PNPM-PISEW Tahun 2009 terkait dengan Perencanaan dan Pelaksanaan sebagai strategi dituntut komitmen yang kuat dari masing-masing pelaku terkait untuk dapat benar-benar menjaga realisasi pelaksanaan program.. Kedua, perlunya peningkatan kesiapan konsultan pendukung dari tiap-tiap PIU Pusat, sehingga semua pelaku di tingkat Pusat dapat berkontribusi secara penuh dalam persiapan pelaksanaan tahun 2009 dan pelatihan perencanaan tahun 2010. Ketiga, skenario Pelatihan Perencanaan Tahun 2010 dan Pelaksanaan Fisik Tahun 2009 lebih dapat disinkronkan sehingga tidak terjadi lagi keterlambatan, untuk itu diperlukan dukungan dari masing-masing PIU untuk lebih proaktif dalam perencanaan kegiatan. Keempat, skenario pelaksanaan pelatihan Tahun 2009 dan Pelatihan Perencanaan Tahun 2010 sebaiknya lebih banyak dilakukan dengan simulasi dan pengkayaan terkait dengan penyusunan dokumen Perencanaan, serta strategi pelaksanaan PNPM PISEW 2009. (Agung Tatrawardhana)
news in box Workshop Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan PNPM-PISEW Tahun 2008
Rakor Tim Pelaksana PNPM-PISEW Triwulan IV
Rapat koordinasi Tim Pelaksana PNPM-PISEW kembali digelar pada tanggal 16 Desember 2008. Kali ini yang bertindak sebagai tuan rumah adalah PMU PNPMPISEW Ditjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum. Rapat berlangsung dinamis, mengingat forum kali ini menjadi ajang diskusi yang hangat tentang berbagai isu terkait dengan belum optimalnya hasilhasil pelaksanaan tahun 2008 dan usulan untuk memperkuat pelaksanaan rencana kegiatan pada tahun 2009.
Sekretariat PNPM-PISEW Nasional pada tanggal 23 Desember 2008 menyelenggarakan Workshop dalam rangka Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan PISEW Tahun 2008 yang diadakan di Ruang Banda A, Hotel Borobudur Jakarta. Kegiatan yang dibuka oleh Deputi Bidang Pengembangan Wilayah dan Otonomi Daerah, Bappenas, Max H. Pohan, bertujuan untuk melakukan evaluasi pelaksanaan kegiatan PNPM-PISEW selama Tahun 2008 dan menyusun rencana kegiatan PNPMPISEW Tahun 2009.
Rapat Koordinasi Tim Pelaksana yang digelar di Ruang Rapat Direktorat Pengembangan Wilayah, Ditjen Cipta Karya Departemen PU, dipimpin oleh Direktur Pengembangan Wilayah Bappenas, Arifin Rudiyanto, selaku Ketua Tim Pelaksana-Tim Koordinasi PNPMPISEW Pusat. Agenda rapat antara lain untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan PNPM-PISEW hingga triwulan IV tahun 2008. Di samping itu, juga membahas persiapan pelaksanaan rapat Tim Pengarah PNPM-PISEW semester II tahun 2008 dan rencana kegiatan PNPM-PISEW 2009.
Kegiatan ini berlangsung santai dan dihadiri beberapa Pejabat Eselon I, antara lain Direktur Jenderal Cipta Karya Departemen PU, Budi Yuwono dan Inspektur Utama, Bappenas, Bagus Rumbogo. Para pejabat eselon II yang hadir antara lain Direktur Pengembangan Wilayah Bappenas, Arifin Rudiyanto, Direktur Pengembangan Wilayah Dep. PU, Guratno Hartono, Direktur Pengembangan Wilayah Ditjen Bina Bangda Depdagri, Aswin Nasution, dan Direktur UEM Ditjen PMD Depdagri, Untoro Sardjito. Selain itu hadir pula peserta dari Setnas PNPM-PISEW, PMU, PIU serta dari K/L terkait.
Dalam rapat itu dibahas antara lain review pelaksanaan PNPM-PISEW tahun 2008 yang disampaikan oleh Ketua Sekretariat PNPM-PISEW Nasional, Uke M. Hussein; laporan kemajuan PNPMPISEW 2008 yang disampaikan Kepala PMU Ditjen Cipta Karya, Syamsul Hadi; dan Staf PIU Ditjen PMD Depdagri, Latief Maulana. Rapat berlangsung menarik, antara lain ketika membahas isu permasalahan dan kendala yang timbul di lapangan, antara lain kurang optimalnya pelaksanaan kampanye publik dan pelatihan sehingga program PNPM-PISEW pada tahun 2008 dinilai tidak tersosialisasikan dengan baik. Kemudian modul pelatihan TA 2009 yang belum ada juga menjadi isu permasalahan yang harus diatasi, karena mengakibatkan pelaksanaan TOT 2009 belum dapat dipastikan. Sebagai bahan pembelajaran sekretariat bersama baik di pusat dan daerah terbukti efektif dalam melakukan koordinasi lintas sektoral. Selain itu, respon daerah lebih baik dengan adanya pelibatan lebih dari satu K/ L di pusat, dan kerjasama dengan Pemprov amat diperlukan walaupun kegiatan berlokasi di kabupaten. Hingga akhir diskusi rapat dihasilkan beberapa kesepakatan yang diharapkan dapat memperkuat pelaksanaan rencana kegiatan tahun 2009, salah satunya kesepakatan tentang kegiatan Diseminasi dan TOT Pusat yang direncanakan akan diselenggarakan pada Minggu II Januari 2009. (Redaksi)
Salah satu bagian terpenting dari pembahasan umum progress Kegiatan PNPM-PISEW Tahun 2008, yaitu administrasi loan yang telah selesai dilakukan; Pedoman Umum, Panduan Pelaksanaan, Panduan Teknis dan Modul Pelatihan sudah selesai disusun, dan akan direview terkait dengan perubahan kebijakan mekanisme perencanaan PNPM-PISEW TA. 2008 yang digeser ke TA. 2009. Selain itu, Explanatory Note yang dalam proses penyelesaian diharapkan bisa menjadi landasan terkait jumlah sasaran yang berubah dari 24 menjadi 32 kabupaten. Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan PNPM-PISEW ini juga membahas kesiapan Daerah dalam Pelaksanaan PNPMPISEW TA. 2009, ini tercermin telah tersusun MPK dengan kegiatan pendukung dari APBD Kabupaten, APBD Provinsi dan APBN. Di samping itu, semua daerah telah membentuk Tim Koordinasi dan Sekretariat, dan sebagian besar daerah telah menyediakan alokasi biaya PAP; Satker dan perangkat pendukungnya telah diusulkan. Secara umum, dari hasil evaluasi berdasarkan status capaian indikator per pertengahan Desember 2008, dapat disimpulkan bahwa PNPM-PISEW “Siap” untuk dilaksanakan di TA.2009, namun dengan catatan perlu penguatan segera di minggu pertama Januari 2009 melalui persiapan penyelenggaraan diseminasi dan TOT di tingkat pusat dan provinsi. Demikian pula, perlu persiapan yang matang terkait kegiatan Perencanaan PNPM-PISEW pada bulan MaretSeptember 2009, dan pelaksanaan fisik pada bulan April-September 2009. (Redaksi)
15