JURNAL LENTERA BISNIS
VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
IMPLIKASI KINERJA KARYAWAN LEMBAGA PENDIDIKAN XYZ BERDASARKAN JOB STRESSOR DAN KONFLIK KERJA Oleh : Nurul Giswi Karomah Administrasi Bisnis, Politeknik LP3I Jakarta Gedung sentra Kramat Jl. Kramat Raya No. 7-9 Jakarta Pusat 10450 Telp. 021 – 31904598 Fax. 021 - 31904599 Email :
[email protected]
ABSTRACT
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Job Stressor terhadap kinerja karyawan di Lembaga pendidikan XYZ, mengetahui seberapa besar pengaruh konflik kerja terhadap kinerja karyawan di Lembgaa Pendidikan XYZ, dan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh job stressor dan konflik kerja secara bersama-sama terhadap kinerja Karyawan. Penelitian ini menggnunakan metode survei dengan menggunakan kuesioner sebagai instrumen penelitian. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 60 orang. Penelitian dilakukan pada bulan Maret dampai dengan April 2014. Teknik analisa data yang digunakan adalah teknik analisa deskriptif berdasarkan opini responden dari instrument penelitian berupa kuesioner. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer dengan penggunaan program SPPS 17.0 for windows program. Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan negatif dari job stressor dan konflik kerja terhadap kinerja karyawan baik secara parsial maupun secara bersama-sama (stimultan). Kata Kunci : Job Stressor, Konflik Kerja, Kinerja
ABSTRACT
Analysis of the effect of Job Stressor and Work conflict on employee performance in PTS XYZ Jakarta. The study was conducted to determine how much influence the job stressors on Employee performance in PTS XYZ, and determine how much influence the job stressor and conflict working together on employee performance in PTS XYZ, Jakarta. This study used a survey method using questionnaires as a research instrument. The population in this study were 60 employee PTS XYZ in Jakarta and sampled in this study as many as 60 people. This research conducted in March to April 2014. Data analysis technique used is descriptive analysis technique based on the opinions of respondents of the research instrument in the form of questionnaire.
17
JURNAL LENTERA BISNIS
VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
Hypothesis testing is using a computer with the use of SPSS 17.0 windows program. The result showed there were significant negative effect of job stressor and work conflict on employee performance either partially or jointly (stimulatory). Key word : Job Stressor, Work Conflict, Performance
PENDAHULUAN Karyawan dalam organisasi sangat penting yang mana dapat dikatakan sebagai asset di dalam suatu perusahaan. Kinerja karyawan yang baik, tentu dapat meingkatkan produktifitas perusahaan tersebut. Setiap perusahaan atau organisasi dituntut untuk dapat menggunakan sumber daya yang dimiliki seoptimal mungkin, dalam arti perusahaan harus dapat menciptakan keunggulan kompetitif, sehingga diharapkan dapat menghadapi para pesaingnya. Suatu organisasi atau perusahaan yang memiliki karyawan dengan kinerja yang baik maka besar kemungkinan kinerja organisasi atau perusahaan tersebut juga baik. Sehingga dalam hal ini terdapat hubungan yang sangat erat antara kinerja individu (karyawan) dengan kinerja organisasi atau perusahaan,hal ini juga berlaku bagi karyawan di Lembaga Pendidikan XYZ , Jakarta. Namun, pada satu tahun terakhir ini, kinerja karyawan yang ada di Lembaga Pendidikan XYZ terlihat belum optimal. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti berupa observasi dan wawancara, diketahui terdapat beberapa karyawan yang menduduki dua sampai tiga jabatan sekaligus. Hal ini tentu memberikan beban kerja yang berlebihan sehingga menimbulkan stres yang
berdampak pada hasil kinerja yang kurang maksimal. Karyawan Lembaga Pendidikan XYZ bekerja diberbagai bagian atau subbagian, dimana bagian-bagian tersebut saling berhubungan,dan dari beberapa bagian tersebut terdapat banyak sekali perbedaan-perbedaan dari pendapatan gaji, kondisi kerja, mutu supervisi, tantangan tugas,sampai pada perbedaan jabatan yang tercakup dalam kebutuhankebutuhan dasar manusia. Maslow dalam Hamzah B. Uno (2006) mengemukakan,dimana perbedaanperbedaan tersebut disebabkan adanya perbedaan bidang pekerjaan suatu individu karyawan tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka setiap karyawan seharusnya memiliki motivasi yang tinggi untuk bekerja, sehingga kinerja yang diharapkan semakin baik. Namun pada karyawan Lembaga Pendidikan XYZ, berdasarkan data hasil wawancara dari divisi HRD Lembaga Pendidikan XYZ ditemukan tingkat kehadiran dan keterlambatan jam masuk kerja cukup sering sebesar 65%. Hal ini berhubungan dengan disiplin karyawan yang menurun pada organisasi ini. Kinerja pegawai Lembaga Pendidikan XYZ juga sangat rendah sebesar 40%. Hal ini ditunjukkan dengan waktu penyelesaian pekerjaan yang cukup lama khususnya apabila pekerjaan
18
JURNAL LENTERA BISNIS
tersebut berhubungan dengan administrasi. Komunikasi yang terjalin juga sering terjadi hambatan, seperti adanya gap antara karyawan senior dengan karyawan yang masih baru. Dari hasil wawancara dengan pihak HRD juga ditemukan adanya perbedaan nilai kompensasi di luar gaji yang berbeda antara seorang karyawan dengan karyawan lain dimana banyak karyawan merasa banyak melakukan pekerjaan tetapi kompensasi yang mereka terimalebih kecildari karyawan yang sedikit pekerjaannya. Demikian pula dari segi promosi dimana banyak Karyawan merasa pengangkatan pimpinan kepala bagian dan lainlain,bukan dinilai dari kinerja tetapi dikarenakan karyawan tersebut mempunyai kedekatan hubungan dengan pimpinan. Job stressor yang paling nyata adalah stressor yang datang dari individu dan stressor yang datang dari lingkungan kerja,maupun stressor yang bersumber dari teknis maupun non-teknis. Hal ini juga sering terjadi di lingkungan Lembaga Pendidikan XYZ. Timbul juga konflik yang terjadi antara unit kerja dan antar seksi (intergroup conflict),karena beranggapan bahwa bagian kerja merekalah yang paling memiliki target yang terlalu besar dan beranggapan bagian lain memiliki targetyang terlalu kecil dapat menimbulkan kecemburuan dan rasa ketidak adilan diantara karyawan. Konflik kerja kerap kali timbul di Lembaga Pendidikan XYZ, hal ini diduga dalam suatu kelompok atau tim kerja terdiri dari berbagai macam individu dengan berbagai latar
VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
belakang, pendidikan, dan sifat yang berbeda sehingga konflik dapat muncul setiap saat. Jika suatu konflik tidak dapat terselesaikan dengan baik, maka akan dapat berdampak buruk bagi kelompok secara langsung maupun kinerja organisasi secara tidak langsung. Disamping konflik dapat terjadi pada setiap organisasi, maka konflik dapat menyebabkan akibat bagi organisasi tersebut. Akibat itu, dapat merupakan hal yang negatip, tetapi dapat juga merupakan hal yang positip, bergantung bentuk konflik itu sendiri. Pada hakikatnya konflik tidak bisa di hindari tetapi bias diminimalkan agar konflik tidak mengarah keperpecahan, permusuhan bahkan mengakibatkan suatu organisasi mengalami kerugian. Tetapi jika konfl i k dapat diolah dengan baik maka suatu organisasi memperoleh keuntungan yang maksimal seperti menciptakan persaingan sehat antar karyawan. Jadi, pihak manajemen harus dapat menangkap gejala-gejala dan indikator-indikator konflik yang berdampak konstruktif dan konflik yang berdampak destruktif. Pihak manajemen harus benar-benar jeli dalam melihat, memperhatikan dan merasakan perilaku-perilaku karyawannya agar konflik yang berdampak negatip dapat ditekan. Stres dan konflik merupakan salah satu masalah yang mungkin timbul dalam organisasi. Hal tersebut bias disebabkan adanya ketidak puasan pegawai terhadap apa yang diinginkan dan apa yang diharapkan dalam lingkungan kerja,bias juga terjadi di luar lingkungan kerja pegawai. Stress bisa terjadi karena faktor-faktor yang
19
JURNAL LENTERA BISNIS
menyebabkannya, atau bisa juga disebut jobstressor. Stres merupakan suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir, dan kondisi mental seseorang. Konflik kerja dalam organisasi merupakan ketidak sesuaian antara dua individu atau kelompok dalam suatu perusahaan atau organisasi yang timbul karena ada kenyataan bahwa pihak satu dengan yang lain harus membagi sumberdaya yang terbatas atau kegiatan kerja dan atau kenyataan kedua belah pihak mempunyai status, tujuan, nilai-nilai, dan persepsi yang berbeda-beda. Jobstressor dan konflik kerja dapat menimbulkan dampak yang positip dan negatip terhadap organisasi atau perusahaan, itu semua tergantung pada sifat stres pekerjaan dan konflik itu sendiri dan bagaimana cara mengatasinya. Konflik dapat berperan positip (fungsional), tetapi dapat pula berperan negatip (disfungsional). Ini berarti konflik harus dapat dikelola sebaik-baiknya, karena potensial untuk dapat berkembang “positip” dan ”negatip” dalam kegiatan organisasi untuk mencapai tujuan nya. Jobstressor dan konflik kerja merupakan masalah yang diduga muncul di Lembaga Pendidikan XYZ. Masalah yang dihadapi karyawan bisa bersifat sementara atau jangka panjang, ringan,atau berat, tergantung seberapa besar kekuatan dan kemampuan karyawan dalam menghadapinya. Apabila setiap persoalan yang ada di Lembaga Pendidikan XYZ Jakarta dapat terselesaikan dengan baik, maka akan meningkatkan kinerja pegawai, yang pada gilirannya akan
VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
dapat menimbulkan dampak positip bagi Lembaga Pendidikan XYZ dalam meningkatkan kinerjanya, sebaliknya, apabila masalah-masalah tersebut tidak dapat terselesaikan dengan baik, maka akan dapat menurunkan kinerja karyawan, karena masalah yang terjadi secara terus menerus dan dihadapi oleh karyawan dapat menimbulkan stress dan konflik yang berkepanjangan sehingga akan dapat menimbulkan dampak yang negatip. Fenomena melatar belakangi penelitian ini diantaranya tingginya beban kerjadi Lembaga Pendidikan XYZ yang menimbulkan job stressor dan konflik kerja yang pada akhirnya dapat menurunkan kinerja karyawan. Adanya berbagai fenomena bentuk stress pekerjaan, konflik kerja, perbedaan tanggapan atau pengelolaan konflik individu dan akibatnya terhadap kinerja karyawan di Lembaga Pendidikan XYZ, mendorong peneliti untuk melakukan penelitian dengan judul Implikasi Kinerja Lembaga Pendidikan XYZ Berdasarkan Job Stressor Dan Konflik Kerja. LANDASAN TEORITIS Penelitian ini akan menggunakan kajian literatur yaitu kajian teori mengenai kinerja, job stressor, konflik kerja dan mengenai hubungan dari ketiga variable tersebut.
1.
Teori tentang Kinerja Karyawan Banyak kita temui pengertian atau definisi dari kata kinerja. Sentono (2011)
20
JURNAL LENTERA BISNIS
VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
mengatakan Kinerja (performace) adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hokum dan sesuai dengan moral maupun etika. Kinerja adalah tingkat keberhasilan seseorang dalam melaksanakan pekerjaan. Sejauhmana keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan tugas pekerjaannya disebut level of performace. Pada umumnya kinerja atau performace diberi batasan sebagai kesuksesan seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Jadi kinerja adalah hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan (Nurhayati, 2003). 2.
Teori tentang Job Stressor a. Pengertian Job Stressor Stress adalah tekanan, ketegangan atau gangguan yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang. Ada beberapa alasan mengapa masalah stres yang berkaitan dengan organisasi perlu diangkat ke permukaan saat ini, yaitu: Masalah Stres adalah masalah yang akhir ini hangat dibicarakan dan posisinya sangat penting dalam kaitannya dengan produktifitas karyawan. Selain dipengaruhi oleh
faktor-faktor yang bersumber dari luar organisasi, stres juga banyak dipengaruhi oleh faktorfaktor yang berasal dari dalam organisasi. (Bernardin Russel, 1989) Bernardin Russel (1989) dalam bukunya mendefinsikan; “Job Stress has been defined as a situation where in job-related factors interact with a worker to change his or her psychological and/or physiological condition such that the person is forced to deviate from normal functioning”.
b.
Stres kerja di defisinisakan sebagai situasi interaksi seorang pekerja dengan pekerjaannya yang berhubungan dengan kondisi psikologisnya sehingga membuatnya tidak merasa normal lagi. Kategori-Kategori Job Stressor Faktor-faktor di pekerjaan yang bias menimulkan stres (Job Stressor) dapat dikelompokkan ke dalam empat kategori (Newstroom dan Davis, 2001) yaitu: 1) Stressor Lingkungan Kerja Kondisi kerja tertentu dapat menghasilkan prestasi kerja yang optimal.
21
JURNAL LENTERA BISNIS
Disamping dampaknya terhadap prestasi kerja, kondisi kerja fisik memiliki dampak juga terhadap kesehatan mental dan keselamatan kerja seorang tenaga kerja. Menurut Munandar (2001) kondisi fisik kerja mempunyai pengaruh terhadap kondisi psikologis diri seorang tenaga kerja. Ruangan kerja yang tidak nyaman, panas, sirkulasi udara yang kurang memadai, berisik, tentu besar pengaruhnya terhadap kenyamanan karyawan dalam bekerja. 2) Stressor Individu a) Konflik peran (role conflict): konflik peran dirasakan seseorang/individu ketika memenuhi kepada satu deretan harapan tentang konflik pekerjaan dengan memenuhi kepada satu deretan harapan lainnya (Gibson, 2002). Konflik peran dapat timbul jika seseorang atau individu mengalami adanya pertentangan antara tugas-tugas yang harus ia lakukan dengan tanggung jawab yang ia miliki, tugas-tugas
VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
yang harus ia lakukan menurut pandangannya bukan merupakan bagian dari pekerjaannya, tuntutan-tuntutan yang bertentangan dari atasan, rekan, bawahan, atau orang lain yang dinilai penting bagi dirinya, dan pertentangan nilainilai dengan leyakinan pribadinya sewaktu melakukan tugas atau pekerjaannya (Munandar, 2001). b) Ambiguitas peran (role ambiguitas), adalah tidak adanya pengertian dari seseorang tentang hak-hak khusus dan kewajibankewajiban mereka dalam mengerjakan suatu pekerjaan (Gibson, 2002). Ambiguitas peran merupakan kondisi ketidakpastian akibat dari seorang individu karena kurang mengerti dan memahami mengenai prioritas harapan dan kriteria evaluasi yang diterapkan organissai kerjanya (Fakhrudin dan Asri, 2003). Menurut Everly
22
JURNAL LENTERA BISNIS
dan Girdano dalam Tobing (2007) faktor-faktor yang dapat menimbulkan ambiguitas peran adalah: 1. Ketidakpastian dari sasaransasaran atau tujuan kerja 2. Kesamaran tentang tanggung Jawab 3. Ketidak jelasan tentang prosedur kerja 4. Kesamaran tentang apa yang diharapkan oleh orang lain/perusahaa n 5. Kurang adanya informasi tentang balikan atau ketidakpastian tentang penilaian pekerjaan. Ambiguitas peran (role ambiguity) berpengaruh terhadap menurunya penggunaan keterampilan intelektual, pengetahuan, dan kepemimpinan (Gibson, 2002). c) Beban Kerja Berlebih (work Overload), situasi
VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
yang menunjukkan tingkat dimana tuntutan peran dan pekerjaan melebihi sumber daya individu dan organisasi kerjanya, dan akibatnya karyawan tidak dapat menyelesaikan tugas pekerjaan sesuai yang diharapkan (Fakhrudin dan Asri, 2003). Beban kerja berlebih memiliki dua tipe yang berbeda, yaitu beban berlebih kualitatif terjadi jika pekerjaan tersebut sangat kompleks dan sulit sehingga menyita kemampuan teknis dan kognitif karyawan dan beban kerja kuantitatif jika banyaknya pekerjaan yang ditargetkan melebihi kapasitas karyawan. Beban kerja berlebih berakibat pada lebih rendahnya kepercayaan diri, menurunnya motivasi kerja, dan meningkatnya absensi (Gibson, 2002). Fenomena inilah yang saat ini sering terjadi dan
23
JURNAL LENTERA BISNIS
sedang dialami oleh karyawan LP3I Kantor Pusat dan Direktorat. d) Tidak ada kontrol, Stressor besar yang dialami oleh banyak karyawan adalah tidak adanya pengendalian atas suatu situasi, langkah kerja, urutan kerja, pengambilan keputusan, waktu yang tepat, penetapan standar kualitas sendiri, dan kendali jadwal adalah penting (Gibson, 2002). e) Tanggung jawab, dibedakan dengan menggunakan istilah tanggung jawab bagi orang vs tanggung jawab bagi sesuatu. Suatu studi mendapatkan dukungan bagi hipotesa bahwa tanggung jawab bagi orang menyumbang stress yang berhubungan dengan kerja (Gibson, 2002). 3) Stressor Kelompok Hubungan yang baik antar anggota dari suatu kelompok kerja dianggap sebagai faktor utama dalam kesehatan individu dan organisasi. Hubungan kerja yang tidak baik (antar sesama
VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
rekan, atasan, dan bawahan) terungkap dalam gejala-gejala adanya kepercayaan rendah, taraf pemberian dukungan yang rendah, dan minat yang rendah dalam pemecahan masalah organisasi (Munandar, 2001). 4) Stressor Organisasional Faktor Stres yang ditemukan dalam kategori ini terpusat pada sejauh mana para karyawan dapat terlibat atau berperan serta dalam mengambil keputusan. Partisipasi menunjuk pada luasnya pengetahuan, opini, dan ide seseorang termasuk di dalam proses keputusan. Kurangnya partisipasi para karyawan dalam mengambil keputusan dapat member sumbangan pada stres. Peningkatan peluang untuk berperan serta menghasilkan peningkatan unjuk kerja dan peningkatan taraf dari kesehatan mental dan fisik (munandar, 2001). 3.
Teori tentang Konflik Kerja a. Pengertian Konflik Konflik merupakan suatu pergolakan dimana perilaku suatu kelompok untuk mencapai satu tujuan tetapi dihalangi oleh perilaku suatu kelompok
24
JURNAL LENTERA BISNIS
b.
lain yang memiliki tujuan yang lain. (Soekarsono, 2012). Dalam setiap organisasi, agar setiap organisasi berfungsi secara efektif, maka individu dan kelompok yang saling bergantungan harus membentuk hubungan kerja dalam lingkungan batas organisasi. Pada batas tersebut tentu akan terdapat konflik di dalamnya. Setiap individu dalam kelompok memiliki sifat dan kepribadian yang berbeda-beda. Perbedaan sifat dan kepribadian tersebut dapat menimbulkan konflik dalam kelompok, baik konflik kecil maupun konflik besar. Konflikkonflik kecil yang tidak segera diselesaikan dapat menyebabkan timbulnya konflik yang lebih besar. Robbins (2002) mendefinisikan konflik sebagai situasi yang mana individu (seseorang) dihadapkan dengan harapan-harapan peran yang berlainan. Jadi, konflik peran timbul bila individu dalam peran tertentu dibingungkan oleh tuntutan kerja atau keharusan melakukan sesuatu yang berbeda dari yang diinginkannya atau tidak merupakan bagian dari bidang kerjanya. Jenis Konflik Terdapat berbagai macam jenis konflik,
VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
tergantung pada dasar yang digunakan untuk membuat klasifikasi. Ada yang membagi konflik berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya, ada yang membagi konflik dilihat dari fungsi dan ada juga yang membagi konflik dilihat dari posisi seseorang dalam suatu organisasi (Munandar,AS.,1997). 1) Konflik Dilihat dari Posisi Seseorang dalam Struktur Organisasi Jenis konflik ini disebut juga konflik intra keorganisasian. Dilihat dari posisi seseorang dalam struktur organisasi, Winardi (2004) membagi konflik menjadi empat macam. Keempat jenis konflik tersebut adalah sebagai berikut : a) Konflik vertikal, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan yang memiliki kedudukan yang tidak sama dalam organisasi. Misalnya, antara atasan dan bawahan. b) Konflik horizontal, yaitu konflik yang terjadi antara mereka yang memiliki kedudukan yang sama atau setingkat dalam organisasi.
25
JURNAL LENTERA BISNIS
c.
Misalnya, konflik antar karyawan, atau antar departemen yang setingkat. c) Konflik garis-staf, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan lini yang biasanya memegang posisi komando, dengan pejabat staf yang biasanya berfungsi sebagai penasehat dalam organisasi. d) Konflik peranan, yaitu konflik yang terjadi karena seseorang mengemban lebih dari satu peran yang saling bertentangan. Ciri-Ciri Konflik Menurut Wijono ( 1993 : 37) Ciri-ciri Konflik adalah: 1) Setidak-tidaknya ada dua pihak secara perseorangan maupun kelompok yang terlibat dalam suatu interaksi yang saling bertentangan. 2) Paling tidak timbul pertentangan antara dua pihak secara perseorangan maupun kelompok dalam mencapai tujuan, memainkan peran dan ambigius atau adanya nilai-nilai atau norma yang saling berlawanan
VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
3) Munculnya interaksi yang seringkali ditandai oleh gejala-gejala perilaku yang direncanakan untuk saling meniadakan, mengurangi, dan menekan terhadap pihak lain agar dapat memperoleh keuntungan seperti: status, jabatan, tanggung jawab, pemenuhan berbagai macam kebutuhan fisik: sandangpangan, materi dan kesejahteraan atau tunjangan-tunjangan tertentu: mobil, rumah, bonus, atau pemenuhan kebutuhan sosiopsikologis seperti: rasa aman, kepercayaan diri, kasih, penghargaan dan aktualisasi diri. 4) Munculnya tindakan yang saling berhadaphadapan sebagai akibat pertentangan berlarut yang -larut. 5) Munculnya ketidak seimbangan akibat dari usaha masing-masing pihak yang terkait dengan kedudukan, status sosial, pangkat, golongan, kewibawaan, kekuasaan, harga diri, prestise dan sebagainya. d.
Penyebab Timbulnya Konflik Winardi (2004) menuliskan faktor penyebab konflik dapat
26
JURNAL LENTERA BISNIS
dikelompokkan dalam dua kategori yaitu: 1) Karakteristik Individual Berikut ini merupakan perbedaan individual anata orangorangang mungkin dapat melibatkan seseoarang dalam konflik. a) Nilai, sikap, dan kepercayaan (values, attitude, and beliefs). Nilainilai yang dipegang dapat menciptakan keteganganketegangan diantara individual dan group dalam suatu organisasi b) Kebutuhan dan kepribadian (need and personality). Koflik muncul ketika adanya perbedaan yang sangat besar anatara kebutuhan dan kepribadian setiap orang, yang bahkan dapat berlanjut kepada perseteruan antar pribadi. c) Perbedaan persepsi (perceptual differences). Persepsi dan penilaian dapat menjadi penyebab terjadinya konflik. Konflik juga dapat timbul jika orang memiliki persepsi yang salah,
VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
misanya dengan menstereotype orang lain atau mengajukan tuduhan fundamental yang salah. Perbedaan perstual sering di dalam situasi yang samar. Kurangnya informasi dan pengetahuan mengenai suatu situasi mendorong persepsi untuk mengambil alih dalam memberikan penilaian terhadap situasi tersebut. 2) Faktor situasi Kondisi umum yang memungkinkan memicu konflik pada suatu organisasi diantaranya: a) Kesempatan dan kebutuhan berinteraksi (opportunity and need to interact). Kemungkinan terjadinya konflik akan sangat kecil jika orang-orang terpisah secara fisik dan jarang berinteraksi. Sejalan dengan meningkatnya assosiasi di antara pihak-pihak yang terlibat, semakin meningkat pula terjadinya konflik. Dalam bentuk interaksi yang aktif
27
JURNAL LENTERA BISNIS
dan kompleks seperti pengambilan keputusan bersama, potensi terjadinya konflik bahkan semakin meningkat. b) Kebutuhan untuk berkonsesnsus (need for consensus). Ada banyak hal di mana para manager dari departemen yang berbeda harus memiliki persetujuan bersama, hal ini menolong menekan konflik tingkat minimum. Tetapi banyak pula hal dimana tiap-tap departemen harus melakukan konsensus bersama. Karena demikian banyak pihak yang terlibat dalam masalah-masalah seperti ini, proses menuju tercapainya konsensus seringkali didahuli dengan munculnya konflik. Sampai setiap manager departemen yang terlibat setuju, banyak kesulitan akan muncul. d) Ketergantungan satu pihak kepada pihak lain (dependency of
VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
One party to another). Dalam kasus seperti ini, jika satu pihak gagal melaksanakan tugasnya, pihak yang lain juga terkena akibatnya, sehingga konflik lebih sering muncul. e) Perbedaan status (Status Differences). Apabila seseorang bertindak dalam cara-cara yang kongruen dengan statusnya, konflik dapat muncul. Sebagai contoh dalam bisnis konstruksi, para insinyur secara tipikal sering menolak ide-ide inovatif yang diajukan oleh juru gambar (darftsmen) karena mereka menganggap juru gambar memiliki status yang lebih rendah, sehingga tidak sepantasnya juru gambar menjadi sejajar dalam proses desain suatu konstruksi. f) Rintangan komunikasi (communication Barriers). Komunikasi
28
JURNAL LENTERA BISNIS
sebagai media interaksi diantara orang-orang dapat dengan mudah menjadi basis terjadinya konflik. Bisa dikatakan komunikasi adalah pedang bermata dua: tidak adanya komunikasi dapt menyebabkan terjadinya konflik, tetapi disisi lain, komunikasi yang terjadi itu sendiri dapat menjadi potensi terjadinya konflik. Sebagai contoh, informasi yang diterima mengenai pihak lain akan menyebabkan orang dapat mengidentifikasi situasi perbedaan dalam hal nilai dan kebutuhan. Hal ini dapat memulai konflik, sebenarnya dapat dihindari dengan komunikasi yang lebih sedikit. g) Batas-batas tanggung jawab dan jurisdiksi yang tidak jelas. Orangrang dengan jabatan dan tnaggung jawab yang jelas dapat mengetahui apa yang dituntut dari dirinya masingmasing. Ketika
VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
terjadi ketidakjelasan tanggung jawab dan jurisdiksi, kemungkinan terjadinya konflik jadi semakin besar. Sebagai contoh, departemen penjualan terkadang menemukan dan memesan material di saat departemen produksi mengklaim bahwa hal tersebut tidak diperlukan. Bagian produksi kemudian akan menuduh departemen penjualan melangkahi jurisdiksi mereka, sehingga konflik pun muncul tak henti-hentinya. Hal ini dapat menyebabkan terlambatnya dipenuhi permintaan pasar, hilangnya pelanggan, bahkan mogok kerja. e.
Manajemen Konflik Jika konflik terjadi, apa yang kemudian dilakukan? Jawaban atas pertanyaan ini berujung pada pola manajemen konflik, khususnya seputar bagaimana sikap dari pihak yang berkonflik atas konflik yang terjadi. Ruble and
29
JURNAL LENTERA BISNIS
Thomas (Delhi: Dorling Kindersley India Pvt. Ltd., 2008) mengidentifikasi 5 jenis penanganan konflik yaitu: (1) Forcing; (2) Collaborating; (3) Compromising; (4) Avoiding; dan (5) Accomodating. Pertama yaitu Avoiding. Satu pihak menolak bahwa konflik itu ada, mengubah topik, dan menghindari diskusidiskusi, seraya tidak memperlihatkan komitmen penyelesaian. Gaya ini efektif dalam situasi dimana terdapat bahaya penyerangan fisik, tanggapan atas isu remeh, tidak berpengaruh terhadap kesempatan untuk mencapai tujuan, atau rumitnya situasi yang membutuhkan solusi. Avoiding (penghindaran) konflik punya keuntungan dalam hal pemeliharaan hubungan, dalam mana hubungan diyakini akan terluka akibat proses penyelesaian konflik. Kerugiannya gaya ini adalah konflik tidak akan selesai. Berlebihannya penggunaan gaya ini justru mendorong munculnya konflik internal dalam diri individu yang melakukannya. Orang lainpun cenderung meremehkan si penghindar. Penghindaran masalah biasanya bukan malah menyelesaikan masalah melainkan justru menambahnya. Semakin
VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
lama kita menunggu konfrontasi dengan orang lain, semakin sulit konfrontasi yang terjadi nantinya. Kedua yaitu Accomodation. Satu pihak mengorbankan kepentingannya dan memperlihatkan concern dengan membiarkan pihak lain mencapai kepentingannya. Gaya ini efektif dalam situasi dimana tidak terdapat kesempatan yang banyak bagi seseorang dalam mencapai kepentingannya, tatkala hasilnya tidak penting, atau tatkala ada keyakinan bahwa memuaskan kepentingan dirinya akan mencederai hubungan. Keuntungan gaya akomodasi adalah, hubungan terpelihara dengan melakukan sesuatu hal dengan cara yang bisa diterima orang lain. Kerugiannya adalah “penyerahan” pada orang lain malah kontraproduktif. Orang yang melakukan pengakomodasian mungkin punya solusi yang lebih baik. Berlebihannya penggunaan gaya ini cenderung memberi kesempatan orang lain mengambil keuntungan dari si akomodator. Ketiga yaitu Compromising. Lewat konsesi seluruh pihak, tiap pihak siap hanya mendapat setengah dari total
30
JURNAL LENTERA BISNIS
kepentingannya. Gaya ini efektif dalam situasi yang membutuhkan penyelesaian cepat seputar masalah, tatkala pihak lain menolak berkolaborasi (kerjasama), tatkala pencapaian sasaran secara mutlak tidak penting, atau tatkala tidak ada yang perlu dikhawatirkan apakah kepentingan tercapai seluruhnya atau sebagiannya saja. Keuntungan gaya ini adalah, konflik diselesaikan secara relatif cepat dan hubungan kerja tetap terpelihara. Kerugiannya adalah, si kompromis kerap menghasilkan hasil yang kontraproduktif, seperti keputusan yang tidak optimal. Berlebihannya penggunaan gaya ini membuat orang kerap bertanya dua kali dalam rangka memenuhi kepentingannya. Gaya ini biasa digunakan dalam hubungan manajemenburuh. Keempat yaitu Forcing. Gaya ini dicirikan agresivitas, berfokus diri sendiri, adanya pemaksaan, ketegasan lisan, dan perilaku tidak kooperatif guna mencapai tujuan yang ditampakan oleh satu pihak dengan mengalahkan kepentingan pihak lain. Gaya ini efektif dalam situasi dimana keputusan harus dibuat secara cepat, pilihan terbatas, tidak khawatir pihak lain menjadi
VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
korban, pihak lain menolak kerjasama, dan tidak ada perhatian memadai atas kerusakan potensial dalam hubungan. Keuntungan gaya Forcing adalah keputusan organisasi yang lebih baik akan terjadi, kala si pemaksa benar, ketimbang keputusan yang kompromistik yang kurang efektif. Kerugiannya dari penggunaan gaya forcing yang berlebihan mendorong permusuhan dan perlawanan terhadap si pengguna. Pemaksa cenderung punya hubungan buruk dengan pihak lain. Kelima yaitu Collaborating. Gaya ini dicirikan lewat pendengar aktif dan fokus pada isu, komunikasi empatik yang mencari pemuasan kepentingan dan perhatian setiap pihak. Gaya ini efektif dalam situasi dimana kekuasaan secara relatif berimbang, hubungan jangka panjang dihargai, tiap pihak menampakkan perilaku kooperatif, dan terdapat cukup waktu dan energi guna membuat solusi integratif yang memuaskan semua pihak. Keuntungan gaya ini adalah kecenderungannya membawa pada solusi terbaik dari konflik, menggunakan perilaku yang tegas. Kerugiannya adalah, keahlian, upaya, dan waktu dibutuhkan guna
31
JURNAL LENTERA BISNIS
VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
menyelesaikan konflik adalah lebih besar dan lebih lama tinimbang gaya lainnya. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan deskriptif analitik, dengan metode survai yang bertujuan memberikan gambaran tentang masing-masing variabel dengan cara menganalisis pengaruh variabel bebas terhadap variable terikat. Gambar 2.2 Model Penelitian Job Stressor X1 Konflik Kerja X2
Kinerja Pegawai Y
Berdasarkan kajian literatur dan kerangka pemikiran diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Job stressor berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan di Lembaga Pendidikan XYZ. 2. Konflik Kerja berpengaruh signifikan terhadap Kinerja karyawan di Lembaga Pendidikan XYZ. 3. Job Stressor dan Konflik kerja secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap Kinerja karyawan di Lembaga Pendidikan XYZ. Pendekatan Penelitian ini menggunakan deskriptif analitik, dengan metode survai yang bertujuan memberikan gambaran tentang masing-masing variabel dengan cara menganalisis pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Karyawan Lembaga Pendidikan XYZ di Jakarta dengan jumlah populasi sebanyak 60 karyawan. Adapun untuk menentukan besarnya sampel dalam penelitian ini digunakan teknik sampling jenuh, yaitu semua anggota populasi dijadikan sampel yaitu sebanyak 60 orang karyawan. Teknik Pengumpulan data pada penelitian ini di dapat dari penelitian lapangan, yaitu dengan melakukan penelitian langsung pada Lembaga Pendidikan XYZ di Jakarta yang menjadi objek penelitian untuk mendapatkan data, informasi, dan keterangan lain yang diperlukan. Metode ini dilakukan dengan Kuesioner, Teknik Observasi, Wawancara tersrtuktur, dan Studi Pustaka. Sebelum instrumen digunakan untuk mengumpulkan data, terlebih dahulu dilakukan uji coba terhadap sampel uji coba dan hasil uji coba analisis untuk diketahui apakah instrumen tersebut layak digunakan sebagai instrumen penelitian. Pengujian yang dilakukan yaitu Uji Validitas Butir pada instrumen penelitian. a. Uji Validitas Butir Validitas yang diuji dalam instrument penelitian ini adalah validitas butir dengan menggunakan rumus Product Moment dari Pearson sebagai berikut: Rumus Validitas Product Moment:
32
JURNAL LENTERA BISNIS
rxy
VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
=
n. xy ( y )( x)
Selanjutnya butir-butir pernyataan yang valid tersebut dijadikan sebagai pernyataan dalam kuesioner di penelitian ini.
(n. ( x ) ( x) )(n ( y ) ( y) ) 2
2
2
2
Keterangan : rxy =validitas butir n = jumlah responden x = butir (horizontal) y = responden (vertikal) Hasil r Product Moment tiap butir dikonsultasikan dengan tabel r Product Moment pada kemaknaan sebesar 5% dengan ketentuan sebagai berikut : jika rh ≥ rt , maka butir valid dan jika rh < rt , maka butir tidak valid (drop). 1) Instrumen Job Stressor Berdasarkan hasil uji coba validitas terhadap sampel uji sebanyak 75 karyawan diperoleh 32 butir yang valid 40 butir yang diuji. Hal ini didasarkan karena rh ≥ rt . 2) Instrumen Konflik Kerja Berdasarkan hasil uji coba validitas terhadap sampel uji sebanyak 75 karyawan diperoleh 18 butir yang valid dari 20 butir item yang diuji. Hal ini didasarkan karena rh ≥ rt 3) Instrumen Kinerja Berdasarkan hasil uji coba validitas terhadap sampel uji sebanyak 75 karyawan diperoleh 15 butir yang valid dari 20 butir item yang diuji. Hal ini didasarkan karena rh ≥ rt .
b.
Uji Reliabilitas Suatu alat ukur yang digunakan dalam penelitian ilmiah, selain valid juga harus dapat diandalkan (reliable). S. Arikunto menuliskan reliabilitas adalah tingkat ketepatan ketelitian atau keakuratan sebuah instrument. Reliabilitas juga digunakan untuk menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran diulangi dua kali atau lebih. Dalam Penelitian ini, uji reliabilitas instrument dilakukan dengan internal consistency yang menggunakan rumus KR 21, yaitu: Rumus KR 21:
k M k M ri 1 ks 2 k 1 t Keterangan:
r11 : Reliabilitas Instrument k
: jumlah item banyaknya butir M : Mean skor total s t2 : varians total
atau
Hasil perhitungan selanjutnya dinterpretasikan dengan tabel interpretasi nilai realibilitas (Suharsimi Arikunto, 2000)sebagai berikut:
33
JURNAL LENTERA BISNIS
Tabel 3.2. Interpretasi nilai r
Berdasarkan hasil perhitungan reliabilitas, maka pada instrumen Job Stressor diperoleh skor sebesar 0,9109 (lihat lampiran) jika dikonsultasikan dengan tabel interpretasi r berada pada interval 0,800 – 1,000 yang artinya bahwa instrumen Job Stressor reliabel dan layak digunakan sebagai alat ukur penelitian. Pada instrumen Konflik kerja diperoleh skor sebesar 0,6007 (lihat lampiran) jika dikonsultasikan dengan tabel interpretasi r berada pada interval 0,600 – 0,800 yang artinya bahwa instrumen Konflik Kerja dikatakan cukup reliabel dan layak digunakan sebagai alat ukur penelitian. Pada instrumen Kinerja diperoleh skor sebesar 0,7181 (lihat lampiran) jika dikonsultasikan dengan tabel interpretasi r berada pada interval 0,600 – 0,800 yang artinya bahwa instrumen Konflik Kerja dikatakan cukup reliabel dan layak digunakan sebagai alat ukur penelitian. Teknik Analisis data yang digunakan yaitu Analisis
VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
deskriptif.Analisis deskriptif adalah analisis data dengan cara mengubah data mentah menjadi bentuk yang lebih mudah dipahami dan diinterpresentasikan. Dalam penelitian ini, analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis profil responden terhadap setiap item pernyataan yang mengkaji mengenai job stressor, konflik kerja, dan kinerja karyawan pada Lembaga Pendidikan XYZ. Pengujian statistic yang digunakan menggunakan bantuan computer menggunakan program SPSS 17 for windows. 1.
Analisis Regresi Linier Berganda Analisis regresi berganda ini merupakan model statistik yang digunakan untuk mengukur seberapa besar pengaruh beberapa variabel bebas job stressor (X1) dan Konflik kerja (X2) terhadap variabel terikat Kinerja Karyawan (Y). Secara manual teknik analisis regresi linier bergnada pada penelitian ini dapat dihitung menggunakan rumus; Y = a +b1X1 + b2X2 + e Dimana: Y: Kinerja karyawan A: parameter konstanta X1:variabel Job stressor X2:variabel Konflik krja b1:koefisien yang berhubungan dengan variabel X1 (Job Stressor) b2:koefisien yang
34
JURNAL LENTERA BISNIS
berhubungan dengan variabel X2(Konflik Kerja) e: error 1.
VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
Tabel 3.3. Pedoman untuk memberikan intrepretasi Koefisien korelasi (Sujianto, 24)
Analisis Korelasi Berganda Analisis korelasi dimaksudkan untuk mengetahui seberapa kuat tidaknya hubungan variabel Job stressor dan konflik kerja terhadap kinerja karyawan Lembaga Pendidikan XYZ, dengan menggunakan rumus: Untuk menghitung nilai koefisien korelasi berganda digunakan rumus sebagai berikut:
Pada penelitian ini, pengujian korelasi berganda dilakukand engan bantan computer menggunakan program SPSS for windows versi 17. 3.
Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi 2 (R ) mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai R2 diantara nol dan satu, dimana nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai R2 yang memberikan hampir semua informasi adalah yang dibutuhkan dalam memprediksi variasi variabel dependen.
4.
Uji Normalitas Normalitas merupakan pengujian apakah dalam sebuah model regresi variable dpenden, variable independen atau
Dimana: rY 1,2 = Korelasi antara variabel x1 dengan x2 secara bersamasama dengan variabel Y ry1 = korelasi product moment x1 dengan y ry2 = korelasi product moment x2 dengan y rx 1,2 = korelasi product moment x1 dengan x2 Dengan ketentuan nilai r diinterpretasikan koefisien korelasi pada tabel 3.2.
35
JURNAL LENTERA BISNIS
keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Criteria yang digunakan adalah pengujian dua arah yaitu dengan membandingkan nilai p yang diperoleh dengan taraf signifikan yang telah ditentukan yaitu 0,05. Apabila nilai p > 0,05 maka data terdistribusi normal (Ghozali, 2001:74). 5.
Uji Multikolinearitas Multikolinearitas merupakan gejala yang menunjukkan hubungan linier diantara variablevariabel bebas dalam model regresi. Jika terdapat korelasi yang sempurna diantara variable-variabel bebas menyebabkan nilai koefisien korelasi sama dengan satu sehingga koefisien regresi tidak dapat ditaksir dan nilai standar error setiap koefisien regresi menjadi tidak terhingga. Pedoman suatu model regresi yang bebas multikolinearitas adalah mempunyai nila (VIF) disekitar angka satu, dan mempunyai Tolerance Value mendekati 0,1 sedangkan batas nilai VIF adalah 10.
6.
Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas terjadi apabila varian dari setiap kesalahan pengganggu untuk variablevariabel bebas yang diketahui tidak mempunyai
VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
varian yang sama untuk semua observasi. Akibatnya penaksiran ordinary least square (OLS) tetap tidak bias dan tidak efisien. Untuk mendeteksi masalah heteroskedastisitas dalam penelitian ini digunakan uji Park (Gujarati, 2003:186). Metode untuk menguji heteroskedastisitas dengan menggunakan metode Glejser, yang dilakukan dengan meregresikan kembali nilai absolute residual yang diperoleh yaitu [ e1 ] atas variable dependent (Gujarati, 2003:187). Alasan memakai metode Glejser karena sifatnya yang praktis untuk menguji sebuah sampel, baik yang termasuk merupakan sampel besar maupun sebuah sampel, baik yang termasuk merupakan sampel besar maupun kecil. Langkahlangkah yang dilakukan sebagai berikut: a) Menentukan tingkat signifikansi ( α = 5%) dan derajat kebebasan (df=n-k-1); b) Membandingkan hasil pengujian dengan kriteria sebagai berikut: 1) Apabila ttabel ≤ thitung ≤ ttabel maka tidak terjadi gejala heteroskedastisitas; 2) Apabila thitung < ttabel atau thitung> ttabel maka terjadi gejala heteroskedastisitas.
36
JURNAL LENTERA BISNIS
7.
8.
Uji Autokorelasi Uji Autokorelasi dilakukan untuk mengetahui apakah model mengandung autokorelasi atau tidak, yaitu adanya hubungan diantara variable independen dalam mempengaruhi variable dependen. Ketentuan yang umum digunakan adalah apabila angka D-W dibawah -2 berarti korelasi positif, bila angka D-W diantara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi dan bila diatas +2 berarti ada autokorelasi negatif. Uji Statistik Parsial (t-test) Pengujian dilakukan untuk melihat kuat tidaknya pengaruh masing-masing variable bebas terhadap variable terikat (secara parsial). Langkah-langkah dalam uji t adalah sebagai berikut; a) Menentukan (hipotesis nihil dan hipotesis alternative). b) Dengan melihat hasil print out komputer melalui SPSS for windows versi 17, diketahui t hitung dengan nilai signifikan nilai t. c) Jika signifikansi nilai t<0,05 maka ada pengaruh signifikan antara variable bebas dengan variable terikatt artinya Ho ditolak dan menerima Ha pada
VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
d)
9.
tingkat signifikansi K = 5 %. Jika signifikansi nilai t > 0,05 maka tidak ada pengaruh yang signifikan antara variable bebas terhadap variable terikat artinya Ho diterima dan menolak Ha, pada tingkat signifikansi K = 5 %.
Uji Statistik Simultan (Ftest) Uji statistik stimultan (F-test) adalah pengujian regresi secara simultan atau serentak antara variable bebas terhadap variable terikat. Uji F dimaksudkan untuk menguji ada tidaknya pengaruh variable bebas secara bersama-sama terhadap variable terikat atau untuk menguji tingkat keberartian hubungan seluruh koefisien regresi variable bebas terhadap variable terikat. Menurut Sugiyono, uji statistic F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variable bebas yang dimaksud dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variable terikat. Adapun prosedurnya adalah sebagai berikut: a) Menentukan Ho dan ha (hipotesis nihil dan hipotesis alternative) b) Menentukan level of signifikan (α) = 5 % dan degrre of freedom (df) sebesar k-1 bagi
37
JURNAL LENTERA BISNIS
pembilangnya dan n-k bagi penyebutnya (dimana n = jumlah observasi dan k = variable bebas. c) Membandingkan Fhitung dengan Ftabel. Ketentuan dari penerimaan atau penolakan hipotesis adalah sebagai berikut: 1) Jika Fhitung< Ftabel maka Ho diterima, artinya variablevariabel bebas tidak mempunyai pengaruh terhadap variable terikat. 2) Jika Fhitung> Ftabel maka Ho ditolak, artinya variablevariabel bebas mempunyai pengaruh terhadap variable terikat. Atau kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis dengan cara: 1) Probabilitas signifikan > 0,05 : Ho diterima 2) Probabilitas signifikan < 0,05 : Ha diterima 10. Pengujian Dominan Variabel Pengujian Dominan variabel dilakukan untuk mengetahui variabel mana yang dominan berpengaruh terhadap kinerja dengan metode stepwised satu. Dalam metode stepwised satuvariabel bebas
VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
Xi yang paling dominan muncul paling dahulu, diikuti oleh variabel bebas Xi yang ke-dua pengaruhnya setelah yang pertama, dan demikian seterusnya. Hasil analisis stepwised tampak pada analisis koefisien korelasi berganda (R) atau koefisien determinasi (R2). 11. Hipotesis Statistik a. Hipotesis Statistik Pertama (pengujian Pengaruh X1 terhadap Y) Ho: ργ = 0 H1 : ρy.1 >0 b. Hipotesis Statistik kedua ( pengujian pengaruh X2 terhadap Y) Ho: ργ . = 0 H1 : ρy.2 >0 c. Hipotesis Statistik ketiga ( pengujian pengaruh X1 dan X2 terhadap Y secara bersam-sama) Ho: ργ . , = 0 H1 : ρy.1,2 >0 Lokasi penelitian berada di Lembaga Pendidikan XYZ di Jakarta Pusat. Pengambilan Data dilakukan pada bulan Maret 2014. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda sehingga ada persyaratan yang harus dipenuhi sebelum analisis dilaksanakan. Hal tersebut untuk
38
JURNAL LENTERA BISNIS
VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
memperkecil terjadinya penyimpangan. Persyaratan itu adalah uji asumsi klasik yang meliputi: uji multikolinieritas, uji autokorelasi, uji heteroskedastisitas, dan uji normalitas. Berikut ini adalah hasil perhitungan masing-masing uji asumsi klasik: 1.
Uji Normalitas Data penelitian dari ketiga variabel yaitu Job Stressor (X1), Konflik Kerja (X2) dan Kinetja Karyawan (Y) yang diperoleh dari 60 responden melalui kuesioner, setelah dianalisis dengan menggunakan program SPSS 17.00 ternyata menunjukkan pola distribusi normal. Hal ini ditunjukkan oleh output perhitungan dengan menggunakan KolmogorovSmirnov test (K-S) sebagai berikut: Tabel 4.1 Hasil Uji Normalitas
Hal ini mempunyai arti bahwa data residual berdistribusi normal.
2.
Uji Multikolinieritas Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearitas, yang perlu dilihat dari program olah data SPSS for windows release 17 adalah tolerance dan Variance Inflation Faktor (VIF), jika nilai tolerance variance independent lebih besar dari 0,01 dan nilai VIF lebih kecil dari 10 berarti tidak terjadi multikolinearitas. Tabel 4.2 Hasil Pengujian Multikolinearitas
Dalam penelitian ini uji normalitas menggunakan uji statistik non parametrik Kolmogorov Smirnov (K-S). Hasil pengolahan data K-S diperoleh nilai probabilitas value sebesar 0,426 sedangkan besarnya asymp.sig (2-tailed) adalah 0,994 menunjukkan keadaan yang tidak signifikan.
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat diketahui nilai toleranceX1 = 0,617 X2 = 0,617, > 0,01 dan nilai VIF X1 = 1,619, X2 = 1,619, < 10 berarti lolos uji multikolinearitas.
39
JURNAL LENTERA BISNIS
Tabel 4.3 Hasil Uji Heteroskedastisitas
VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
Keterangan: Y = Kinerja Karyawan X = Job Stressor X2= Konflik Kerja
a.
3.
Uji Heterokedastisitas Hasil output perhitungan uji heteroskedastisitas menggunakan uji Glejser menunjukkan nilai signifikansi Job Stressor sebesar 0,883, Konflik kerjasebesar 0,649. Semua data tersebut nilainya lebih besar dari 0,05. Hal ini berarti model regresi yang digunakan tidak terjadi heteroskedastisitas antar residual, berarti lolos uji heteroskedastisitas.
b.
Tabel 4.4 Hasil Uji Autokorelasi c.
4.
Uji Hipotesis Tabel 4.5 Hasil Uji Regresi linier Berganda
Berdasarkan tabel diatas , perhitungan program SPSS Statistics 17.0 diketahui persamaan regresi:
a = 86,888 adalah konstanta. Artinya apabila variabel Job stressor (X1), Konflik kerja(X2) sama dengan nol, maka Kinerja karyawan (Y) sebesar 86,888. Diketahui besarnya koefisien regresi Job Stressor (X1) diperoleh sebesar -0,346 bernilai negatif. Hasil tersebut menunjukkan bahwa setiap terjadi peningkatan Job Stressor (X1) sebesar satu satuan maka akan diikuti oleh penurunan Kinerja Karyawan (Y) sebesar 0,346 satuan, atau sebaliknya apabila terjadi penurunan Job Stressor (X1) sebesar satu satuan maka akan diikuti oleh peningkatan Kinerja Karyawan (Y) sebesar -0,346 satuan. Diketahui besarnya koefisien regresi Konflik Kerja (X2) diperoleh sebesar -0,274 bernilai negatif. Hasil tersebut menunjukkan bahwa setiap terjadi peningkatan Konflik Kerja (X2) sebesar satu satuan maka akan diikuti oleh penurunan Kinerja Karyawan (Y) sebesar -0,274 satuan, dan sebaliknya apabila terjadi penurunan Konflik Kerja (X2) sebesar satu satuan maka akan diikuti oleh peningkatan Kinerja Karyawan (Y) sebesar -0,274 satuan.
Y = 86,888 – 0,346X1 – 0,274 X2
40
JURNAL LENTERA BISNIS
Tabel 4.6 Hasil Uji Regresi
Koefisien korelasi termasuk kategori Sangat Kuat karena memiliki nilai R sebesar 0,708 yaitu terdapat hubungan Kuat/tinggi antara variabel independen atau bebas variabel Job Stressor (X1) dan Konflik Kerja (X2) dengan variabel dependen atau terikat variabel Kinerja Karyawan (Y). 1) Hasil Uji t Tabel 4.7 Hasil Uji t
Berdasarkan hasil uji regresi menunjukkan bahwa variabel Job Stressor mempunyai nilai thitung> ttabel, yaitu -3,381 > 2,002 dengan taraf signifikansi sebesar 0,001. Hal ini berarti Ho ditolak dan H1 diterima. Artinya, bahwa ada pengaruh negatif dan signifikan antara Job Stressorterhadap kinerja karyawan. Berdasarkan hasil hipotesis berarti Ho ditolak dan H1 diterima. Hal ini berarti bahwa variabel Job Stressor (X1) berpengaruh signifikan terhadap variabel kinerja karyawan (Y). Dengan nilai thitung yang bernilai negatif,
VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
maka hal tersebut juga menunjukkan bahwa semakin rendah job Stressor (X1) yang dialami karyawan, maka semakin tinggi Kinerja Karyawan (Y) sebaliknya semakin tinggi Job Stressor (X1) yang dialami karyawan, maka semakin rendah Kinerja Karyawan (Y) . Variabel konflik kerja mempunyai nilai t sebesar 3.225 > 2,002 dengan taraf signifikansi sebesar 0,002. Hal ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya, bahwa ada pengaruh negatif dan signifikan antara konflik kerja terhadap kinerja karyawan. Berdasarkan hasil hipotesis berarti Ho ditolak dan H1 diterima. Hal ini berarti bahwa variabel Konflik kerja (X2) berpengaruh signifikan terhadap variabel kinerja karyawan (Y). Dengan nilai thitung yang bernilai negatif, maka hal tersebut juga menunjukkan bahwa semakin rendah Konflik kerja (X2) yang dialami karyawan, maka semakin tinggi Kinerja Karyawan (Y) sebaliknya semakin tinggi Konflik kerja (X2) yang dialami karyawan, maka semakin rendah Kinerja Karyawan (Y).
41
JURNAL LENTERA BISNIS
2) Hasil Uji F Tabel 4.8. Hasil Uji F
Berdasarkan hasil perhitungan F test diperoleh nilai F sebesar 28,593 dengan signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05. Nilai F sebesar 28,593 > 3,15593. Hasil penelitian ini berarti variabel Job Stressor, konflik kerja secara bersama-sama berpengaruh terhadap Kinerja Karyawan. Dengan demikian, Ada pengaruh yang signifikan Job Stressor dan konflik kerja secara bersama-sama terhadap kinerja karyawan.
VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
termasuk dalam model ini seperti kondisi kerja, motivasi, budaya organisasi, lingkungan kerja, dan perilaku pemimpin. 4) Pengujian Dominan Variabel Pengujian Dominan variabel dilakukan untuk mengetahui variabel mana yang dominan berpengaruh terhadap kinerja dengan metode stepwised satu dengan tabel kentutan di tabel 4.10. Tabel 4.10
3) Penghitungan Koefisien Determinasi (R2) Tabel 4.9 Hasil Penghitungan Koefisien Determininasi
Hasil perhitungan koefisien determinasi (R2) dengan bantuan program SPSS 17.00 for windows, menunjukkan nilai R2 = 0,501. Artinya Job Stressor (X1), konflik kerja (X2), dapat menerangkan Kinerja karyawan (Y) sebesar 50,1%. Sisanya 49,9% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak
Dalam metode stepwised satu variabel bebas Xi yang paling dominan muncul paling dahulu, diikuti oleh variabel bebas Xi yang ke-dua pengaruhnya setelah yang pertama, dan demikian seterusnya. Hasil analisis stepwised tampak pada analisis koefisien korelasi berganda (R) atau koefisien determinasi (R2). Tabel 4.11
42
JURNAL LENTERA BISNIS
Dari tabel 4.12 di bawah maka dapat diketahui bahwa variabel bebas X1 yang paling dominan berpengaruh terhadap kinerja karyawan dengan F hitung sebesar 40.264 dengan tingkat signifikan sebesar 0,000 (berpengaruh sangat nyata). Variable dominan ke-2 adalah X2 berpengaruh terhadap kinerja karyawan dengan F hitung sebesar 28,593 dengan tingkat signifikan sebesar 0,000 (berpengaruh sangat nyata). Tabel 4.12. Hasil Pengujian Dominan
PEMBAHASAN Kinerja adalah tingkat keberhasilan seseorang dalam melaksanakan pekerjaan. Sejauh mana keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan tugas pekerjaannya disebut level of performance. Pada umumnya kinerja atau performance diberi batasan sebagai kesuksesan seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Jadi kinerja adalah hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan (Nurhayati, 2003). Baik buruknya kinerja karyawan apada suatu perusahaan atau instansi bisa dipengaruhi oleh berbagai hal, diantaranya adalah adanya job stressor dan konflik
VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
kerja. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti seberapa besar dan bagaimana pengaruh job stressor dan konflik kerja terhadap kinerja karyawan pada Lembaga Pendidikan XYZ. Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh job stressor dan konflik kerja terhadap kinerja karyawan di Lembaga Pendidikan XYZ diperoleh persamaan Y = 86,888 – 0,346X1 – 0,274 X2. Nilai konstan pada persamaan regresi adalah 86,888 dengan parameter positif. Hal ini berarti bahwa jika tidak ada job stressor dan konflik kerja maka terjadi peningkatan terhadap kinerja karyawan. Job Stressor adalah faktorfaktor yang menyebabkan terjadinya stress di tempat kaerja (Newstroom dan Davis, 1993). Job stressor dapat dikelompokkan ke dalam empat kategori, yaitu stressor lingkungan fisik, stressor individu, stressor kelompok, dan stressor organisasional. Oleh karena itu, perusahaan harus memperhatikan bagaimana caranya supaya job stressor bida dikelola dan diminimalisir agar tidak menurunkan kinerja karyawan secara signifikan. Nilai koefisien regresi untuk variable job stressor (x1) adalah 0,346 dengan parameter negatif. Hal ini berarti bahwa apabila ada kenaikan variabel job stressor pada Lembaga Pendidikan XYZ, akan semakin menurun kinerja karyawan. Hasil perhitungan untuk variable job stressor diperoleh nilai thitung> ttabel, yaitu -3,381 > 2,002 dengan taraf signifikansi sebesar 0,001. Hal ini berarti Ho ditolak dan H1 diterima. Artinya, bahwa ada pengaruh negatif
43
JURNAL LENTERA BISNIS
dan signifikan antara Job Stressor terhadap kinerja karyawan. Robbins (2003) mengatakan konflik adalah proses yang dimulai ketika satu pihak menganggap pihak lain secara negative mempengaruhi, atau secara negative mempengaruhi sesuatu yang menjadi kepedulian pihak pertama. Oleh karena itu perusahaan harus mengurangi terjadinya potensi konflik di tempat kerja hal ini bisa mempengaruhi kinerja karyawan. Hasil perhitungan untuk variable konflik kerja diperoleh nilai t sebesar -3.225 > 2,002 dengan taraf signifikansi sebesar 0,002. Hal ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya, bahwa ada pengaruh negatif dan signifikan antara konflik kerja terhadap kinerja karyawan. Berdasarkan hasil perhitungan F test diperoleh nilai F sebesar 28,593 dengan signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05. Nilai F sebesar 28,593 > 3,15593. Hasil penelitian ini berarti variabel Job Stressor, konflik kerja secara bersama-sama berpengaruh terhadap Kinerja Karyawan. Dengan demikian terdapat pengaruh yang signifikan Job Stressor, konflik kerja secara bersama-sama berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Dari hasil pengolahan data dapat diketahui bahwa variable bebas X1 (Job Stressor) yang paling dominan berpengaruh terhadap kinerja karyawan dengan F hitung sebesar 40.264 dengan tingkat signifikan sebesar 0,000 (berpengaruh sangat nyata). Variable dominan ke-2 adalah X2 (konflik Kerja) berpengaruh terhadap kinerja karyawan dengan F hitung sebesar 28,593 dengan tingkat signifikan
VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
sebesar 0,000 (berpengaruh sangat nyata). Karena sukar mengurangi konflik antarkelompok apabila telah terjadi, maka akan lebih baik mencegah sebelum terjadi. Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa cara. Pertama, pemimpin perlu menekankan kontribusi terhadap tujuan menyeluruh daripada sekedar penekanan pada pencapaian tujuan subkelompok/subunit. Kedua, hendaknya dilakukan upaya meningkatnya frekuensi komunikasi dan interaksi antara kelompok dan mengadakan sistem ganjaran bagi kelompok yang saling membantu. Ketiga, bilamana setiap orang perlu diberikan pengalaman kerja di berbagai depertemen untuk memperluas dasar empati dan pengertian mereka atas masalahmasalah kelompok (Seta Basri, 2011). Organisasi kolaboratif cenderung mengalami banyak konflik yang berkaitan dengan tugas, yang mempertinggi efektivitas secara keseluruhan. Ini dapat terjadi karena dalam kondisi seperti itu setiap orang mempercayai orang lain serta bersikap terus terang dan terbuka dalam berbagai informasi dan ide. Dalam situasi persaingan yang dicirikan konfrontasi menang-kalah, kemungkinan besar konflik kurang terbuka, karena kurangnya interaksi total dam setiap kelompok cenderung tidak mau memberikan sumber daya dan informasinya kepada kelompok lain, yang karenanya memperlemah potensi efektivitas organisasi secara keseluruhan.
44
JURNAL LENTERA BISNIS
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka hasil penelitian tentang pengaruh job stressor dan konflik kerja terhadap kinerja karyawan di Lembaga Pendidikan XYZ dapat ditarik kesimpulan sebgai berikut; 1. Terdapat pengaruh signifikan negatif dari job stressor terhadap kinerja karyawan. Hal tersebut dapat dilihat dari perolehan nilai thitung> ttabel, yaitu -3,381 > 2,002 dengan taraf signifikansi sebesar 0,001. Artinya semakin besar job stressor, maka akan berpengaruh signifikan dalam menurunkan kinerja karyawan. Maka H1 yang menyatakan job stressor berpengaruh negatif terhadap kinerja karyawan dalam penelitian ini terbukti (diterima). 2. Terdapat pengaruh yang signifikan negatif dari konflik kerja terhadap kinerja karyawan. Hal tersebut dapat dilihat dari perolehan nilai t sebesar -3.225 > 2,002 dengan taraf signifikansi sebesar 0,002. Hal ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya, bahwa ada pengaruh negatif dan signifikan antara konflik kerja terhadap kinerja karyawan. Semakin besar konflik kerja, maka akan berpengaruh signifikan dalam menurunkan kinerja karyawan. 3. Terdapat pengaruh signifikan negatif dari job stressor dan konfli kkerja secara bersamasama terhadap kinerja karyawan. hal ini Berdasarkan hasil perhitungan uji F test diperoleh nilai F sebesar 28,593 dengan
VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05. Nilai F sebesar 28,593 > 3,15593. Artinya variabel Job Stressor dan konflik kerja secara bersamasama berpengaruh terhadap Kinerja Karyawan. Dengan demikian, dikatakan ada pengaruh yang signifikan Job Stressor, konflik kerja secara bersama-sama yang berpengaruh terhadap kinerja Setelah melihat hasil dan kesimpulan yang telah penulis kemukakan di atas, maka selanjutnya penulis mencoba untuk memberikan saran-saran sebagai pertimbangan. Adapun saran-saran tersebut antara lain: 1. Bagi Pimpinan di Lembaga pendidikan XYZ di Jakarta, mengingat kesulitan dalam mengurangi konflik antarkelompok apabila telah terjadi, maka akan lebih baik mencegah sebelum terjadi. Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa cara. Pertama, pemimpin perlu menekankan kontribusi terhadap tujuan menyeluruh daripada sekedar penekanan pada pencapaian tujuan subkelompok/subunit. Kedua, hendaknya dilakukan upaya meningkatnya frekuensi komunikasi dan interaksi antara kelompok dan mengadakan sistem ganjaran bagi kelompok yang saling membantu. Selanjutnya dalam usaha peningkatan kinerja karyawan, hendaknya piminan perusahaan lebih memperhatikan faktorfaktor yang bisa menyebabkan stress di tempat kerja. Seperti
45
JURNAL LENTERA BISNIS
2.
menciptakan lingkungan kerja yang nyaman, menghargai hasil kerja bawahan dan teman kerja, atasan memberikan pujian terhadap karyawan yang berprestasi bagus, memberikan kewenangan yang cukup terhadap karyawan untuk melaksanakan pekerjaan, menyamakan visi antara atasan dan bawahan terhadap suatu pekerjaan dan tujuan instansi, menghindari terjadinya perselisihan antar sesama karyawan ataupun karyawan dengan atasan dan alin-lain. Apabila tingkat job stressor dan konflik kerja terlalu tinggi, maka akan berpengaruh terhadap penurunan kinerja karyawan yang ada di perusahaan atau instansi tersebut. Bagi Peneliti selanjutnya diharapkan dapat lebih variatif mengembangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan, tidak sebatas pada job stressor dan konflik kerja saja, tapi dapat mengembangkan faktor-faktor lainnya seperti upah, tunjangan, insentif, kepemimpinan, komunikasi dan lain sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi. Cetakan Kedelapan. Jakarta: Rineka Cipta. Diansyah, Deny Nur. 2010. Pengaruh Job Stressor dan Konflik Kerja terhadap Kinerja Karyawan Dinas Pekerjaan
VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
Umum Pemerintah Kota Surakarta, Tesis, Universitas Negeri Surakarta, tidak dipublikasikan. Effendi, Sofian dan Masri Singarimbun. 2001. Metode Penelitian Survey. Edisi Ketiga. Jakarta: LP3ES Fakhrudin, Ali Ahmad & Asri, Laksmi Riani. 2003. Moderating Effect of Locus of Control For The Relationship Vetween Job Stress and Strains: A Case Study Among RSIS Nurses. Jurnal Bisnis Ekonomi. Flippo, Edwin B. 1984, Personal Management, MC. GrawHill.Inc. terjemahan 2002 Gibson R, Ivancevich L, Donnely R. 202. Organistions Behaviour Structure Process. USA: Irwin Inc. Giilboa, S. A. Shirom, Y Fried, CL Cooper. A Meta-Analysis of Work Demand Stressors Anf Job Performance: Examining Main And Moderating Effects. Personnel Psychology, 2008. Volume: 61, Issue:2, Publisher: Wiley Online Library. Gujarati, DN.2003. Basic Econometrics, Third Edition, MC Graw Hill, New York. Hariandja, Marihot Tua Efendi (2002), Manajemen Sumber Daya Manusia : Pengadaan, Pengembangan, Pengkompensasian dan
46
JURNAL LENTERA BISNIS
Peningkatan Produktivitas Pegawai, Grasindo Widiasarana Indonesia, Jakarta Kreither, R., and Kinicki, A. 2001. Organizational Behaviour. Burr Ridge, ILL: Irwin/McGraw-Hill Mankunegara, A. Anwar Prabu, 2001. Psikologi Perusahaan. Edisi Ke 12, PT. Trigenda Karya: Bandung. _______2002. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. PT. Remaja Rosdakarya, Bandung. Mangkuprawira, Sjafri (2004), Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik, Ghalia Indonesia, Jakarta Selatan. Munandar A. S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Universitas Indonesia. Munandar, AS. 1987. Manajemen Konflik dalam Organisasi, Pengendalian Konflik dalam Organisasi. Jakarta : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Murtiningrum, Sari. 2006. Analisis Pengaruh Stress Pekerjaan dan Konflik Kerja terhadap Kinerja Karyawan Bank BCA Cabang Semarang. Tesis, Universitas Diponegoro, tidak dipublikasikan. Newstroom, Jhon W. & Davis, Keith. 2001. Organizational Behaviour: Human Behaviour
VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
At Work. New York: Mc Graw Hill. Nurhayati, Sri. 2003. Pengaruh Stress Kerja Terhadap Kinerja Dengan Kepuasan kerja sebagai Variabel Moderating. Tesis. Manajemen Universitas Gadjah mada. Robbins, Stephen P. 2002. Prinsipprinsip Perilaku Organisasi. Terjemahan: Halida Edisi Kelima. Kjakarta: Erlangga. Sedarmayanti, Manajemen Sumber Daya Manusia (Reformasi Birokrasi dan Manajemen PNS), PT. Refika Aditama, Bandung, 2007 Sentono, Suryadi Perwiro. 2001. Model Manajemen Sumber Daya Manusia Indonesia, Asia dan Timur Jauh. Jakarta: Bumi Aksara. Soekarsono, R. 2012. Materi Perkuliahan Teori Organisasi. Jakarta: STIAMI. Sugiyono. 2004. Metode penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta Taksonomi 2 Dimensi Resolusi Konflik dari Thomas Ruble and Kenneth Thomas seperti dikutip dalam David A. Whetten and Kim S. Cameron, Developing Management Skill, 7th Edition (Delhi: Dorling Kindersley India Pvt. Ltd., 2008) p.371 Tobing, Carolina. 2007. Pengaruh Stress kerja Terhadap Kinerja
47
JURNAL LENTERA BISNIS
VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993
: Studi Pada Para Tenaga Perawat Bagian Raat Inap (IRNA) RS Bethesda Yogyakarta. Skripsi, Manajemen Universitas Gadjah Mada, tidak dipublikasikan. Thoha, Miftah. 1993. Kepemimpinan dalam Manajemen. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada Uno,
Hamzah B., 2006. Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara.
W.F.G. Mastenbroek. 1986. Penanganan Konflik Dan Pertumbuhan Organiasasi. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press) Wibisono, D. 2006. Manajemen Kinerja: Konsep Design dan Teknik Meningkatkan Daya Saing perusahaan, Jakarta: Erlangga. Winardi, J. 2004. Manajemen Perilaku Organisasi. Jakarta. Kencana. _______. 1992. Kepemimpinan Dalam Manajemen, Jakarta: Rineka Cipta. www.google.com http://www.e-psikologi.com// http://kesha.blog.fisip.uns.ac.id/201/ 11/04/konflik-dan-kompetisidalam-organisasi/ http://setabasri01.blogspot.com/2011 /01/konflik-dalam-organisasi.html
48